Sie sind auf Seite 1von 25

Referat

DEMENSIA VASCULAR

Disusun Oleh:

Siti Sarah S. (1320070100061)

Endah Ayu Puspita Sari (1310070100063)

Eva Malik Kusniah (1310070100068)

Resi Erman (1310070100070)

Preseptor:

dr. Yulson Rasyid, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN NEUROLOGY RSUD SOLOK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

2017

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, telah dapat diselesaikan penyusunan

referat demensia vascular.

Dengan selesainya referat ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

orang tua yang selalu memberikan do’a, motivasi, semangat agar selalu berusaha

untuk menyelesaikan pendidikan kedokteran ini, kepada pembimbing dr. Yulson

Rasyid, Sp.S yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan referat ini.

Saran serta kritik membangun tentu sangat penulis harapkan untuk

penyempurnaan dan perbaikan di masa mendatang. Akhir kata, semoga laporan

ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa kedokteran dan dapat menjadi salah satu

referensi mengenai demensia vascular.

Solok, 28 Agustus 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ·····························································
······················································································· ii
DAFTAR ISI ········································································
······················································································ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ·······························································
······················································································· 1
1.2. Tujuan Penulisan ······························································
······················································································· 2
1.3. Manfaat Penulisan .........................................................................,.. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi ········································································
······················································································· 3
2.2. Epidemiologi ··································································
······················································································· 3
2.3. Etiologi……………………………………………………. ...............
..................................................................................................................... 4
2.4. Klasifikasi ······································································
······················································································· 5
2.5. Patofisiologi ···································································
······················································································· 6
2.6. Manifestasi Klinis·····························································
······················································································· 8
2.7. Diagnosa ·······································································
······················································································· 8
2.8. Pemeriksaan Fisik·····························································
······················································································15
2.9. Pemeriksaan Penunjang ······················································
······················································································18

3
2.10. Diagnosa Banding ···························································
······················································································18
2.11. Penatalaksanaan ······························································
······················································································19
2.12. Prognosis ······································································
······················································································22

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan ····································································
23
3.2. Saran ············································································
······················································································23

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demensia adalah penyakit yang banyak menyerang orang berusia lanjut,
makin tua makin besar kemungkinan terserang demensia.Pada penderita demensia,
terjadi gangguan fungsi intelektualnya, termasuk pula kemampuan mengingat,
terutama ingatan jangka pendek (mudah lupa).Penderita demensia juga sulit berpikir
abstrak, sukar mengolah informasi baru atau mengatasi persoalan.Kepribadian seorang
penderita demensia, misalnya respons emosionalnya, juga bisa berubah. Dalam
beberapa kasus alzheimer, gejala itu bisa menjadi kronis dan progresif sehingga
penderita kehilangan seluruh kemampuan intelektualnya.
Insidensi dan prevalensi demensia vaskuler yang dilaporkan berbeda-beda
menurut populasi study, metoda pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan
periode waktu pengamatan.Diperkirakan demensia vaskuler memberikan kontribusi
10%-20% dari kasus demensia.
Prevalensi demensia pada lanjut usia yang berumur 65 tahun adalah 5% dari
populasi lansia. Prevalensi ini meningkat menjadi 20% pada lansia berumur 85 tahun
ke atas. Dengan kategori lanjut usia penduduk berumur 65 tahun ke atas, angka lansia
diindonesia pada tahun 2000 sebanyak 11,28 juta. Jumlah ini diperkirakan melonjak
menajdi 29 juta jiwa pada tahun 2010 atau 10% dari populasi penduduk.
Di indonesia prevalensi demensia belum ada data pasti. Data dari bangsal saraf,
stroke merupakan ± 50% kasus, maka kemungkinan etiologi demensia terbanyak
diindonesia adlaah demensia vaskular(multi-infark). Demensia bisa terjadi pada semua
umur, tetapi lebih banyak pada lanjut usia.
Mudah lupa merupakan gejala yang paling sering ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari warga lanjut usia (lansia). Tapi, mudah lupa tak jarang ditemukan pada
usia setengah baya, bahkan umur belia. Mudah lupa memang bisa dianggap gejala
wajar atau alamiah. Tapi, kita tetap harus waspada, sebab mudah lupa (terutama pada
usia belia) bisa saja merupakan stadium awal dari demensia (dementia) atau
kepikunan, yang merupakan gangguan otak akibat penyakit atau kondisi lainnya.

1.2 Tujuan Penulisan


Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Neurologi di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Solok.

5
1.3 Manfaat Penulisan
Sebagai bahan acuan dalam memahami dan mempelajari mengenai demensia
vaskular

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi
Definisi demensia menurut WHO adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul
karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai dengan gangguan
fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil
keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif
biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi.

6
Demensia Vaskuler (DVa) meliputi semua kasus demensia yang disebabkan oleh
gangguan serebrovaskuler dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai
yang paling berat (tidak harus prominen gangguan memori), dapat/tidak disertai
gangguan perilaku sehingga menimbulkan gangguan aktifitas harian yang tidak
disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke.

2.2 Epidemiologi
Insidensi dan prevalensi DVa yang dilaporkan berbeda-beda menurut populasi
study, metoda pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan periode waktu
pengamatan.Diperkirakan DVa memberikan kontribusi 10%-20% dari kasus
demensia.
Jumlah lanjut usia pada tahun 1995 lebih kurang 13,2 juta jiwa dan pada tahun
2000 meningkat menajadi 15,3 juta jiwa. Kemudian pada tahun 2005 diperkirakan
meningkat menjadi 19,9 juta jiwa atau 8,48% dari jumlah penduduk(berdasarkan data
pusdatin kesos tahun 2002)
Prevalensi demensia pada lanjut usia yang berumur 65 tahun adalah 5% dari
populasi lansia. Prevalensi ini meningkat menjadi 20% pada lansia berumur 85 tahun
ke atas. Dengan kategori lanjut usia penduduk berumur 65 tahun ke atas, angka lansia
diindonesia pada tahun 2000 sebanyak 11,28 juta. Jumlah ini diperkirakan melonjak
menajdi 29 juta jiwa pada tahun 2010 atau 10% dari populasi penduduk.
Di indonesia prevalensi demensia belum ada data pasti. Data dari bangsal saraf,
stroke merupakan ± 50% kasus, maka kemungkinan etiologi demensia terbanyak
diindonesia adalah demensia vaskular(multi-infark). Demensia bisa terjadi pada semua
umur, tetapi lebih banyak pada lanjut usia.

Menurut hasil penelitian di RSUD Raden Mattaher, jambi, pada prevalensi


demensia berdasarkan riwayat stroke responden. Sebanyak 75(69,4%) responden tidak
memiliki riwayat stroke, sedangkan 33(30,5%) responden lainnya memiliki riwayat
stroke. Dari 75 responden yang tidak memiliki riwayat stroke, 45(60%) responden
dalam keadaan normal, 25(33,3%) kemungkinan demensia. Sedangkan sebanyak 5
responden(6,7%) mengalami demensia.sedangkan dari 33 responden dengan riwayat
stroke, 11 responden(33,3%) dalam keadaan normal, 14 (42,4%) kemungkinan
demensia, dan 8 responden (24,2%) mengalami demensia. Sedangkan tidak
mengalami stroke tetapi, mengalami gangguan kognitif, dan sebanyak 8
responden(24,2%) responden menderita stroke dan mengalami demensia.

7
Sedangkan untuk prevalensi demensia berdasarkan riwayat hipertensi responden.
Sebanyak 61 responden yang memiliki riwayat hipertensi, 10 responden(16,4%)
diantaranya mengalami penurunan fungsi kognitif, sedangkan 3 responden yang tidak
memiliki riwayat hipertensi(6,4%) mengalami penurunan fungsi kognitif. Sebagian
besar responden yang memiliki riwayat hipertensi lama <10 tahun. Penelitian
sebelumnya menyebutkan adanya hipertensi yang berpengaruh menurunkan status
fungsi kognitif pada penderita yang mengalami hipertensi diatas 20 tahun.

2.3 Etiologi
Penyebabnya adalah penyakit vaskular serebral yang multiple yang menimbulkan
gejala berpola demensia.Ditemukan umumnya pada laki-laki khususnya dengan
riwayat hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya.Gangguan terutama
mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark
dan menghasilkan lesi parenkim multiple yang menyebar luas pada otak.Penyebab
infark berupa oklusi pembuluh darah oleh plaque aterosklerotik atau tromboemboli
dan tempat lain (misalnya katup jantung).
Kondisi umum yang dapat menyebabkan DVa meliputi :
- Stroke (infark) yang memblokir arteri otak. Stroke yang memblokir arteri otak
biasanya menyebabkan berbagai gejala yang mungkin termasuk DVa. Tetapi
beberapa stroke tidak menimbulkan gejala nyata. Infark otak diam ini masih
bisa meningkatkan resiko demensia. Baik dengan stroke diam maupun jelas,
resiko DVa meningkat seiring bertambahnya jumlah infark yang terjadi dari
waktu ke waktu. Salah satu jenis demensia vaskuler yang disebabkan banyak
stroke disebut demensia multi infark.
- Menyempitnya atau rusaknya pembuluh darah otak. Kondisi penyempitan atau
kerusakan jangka panjang pada pembuluh darah otak juga dapat menyebabkan
DVa kondisi ini termasuk Were and Tear (kerusakan pada tubuh yang terjadi
secara alamiah dan tidak dapat di elakkan sebagai akibat dari penuaan) ; tekanan
darah tinggi, pengerasan arteri, diabetes, eritemarosus lupus (SLE), pendarahan
otak, arteritis temporal.

2.4 Klasifikasi
Beberapa subtipe DVa yaitu:
a) Gangguan kognitif vaskular ringan

8
b) Demensia multiinfark. Disebabkan oleh infark pembuluh darah besar multipel,
Trombosis/ emboli arteri ukuran besar dan medium
c) Demensia infark strategi. Disebabkan oleh infark single yang strategi (separti
oklusi dari arteri serebral posteriol yang menyebabkan infark thalamus
bilateral atau sindrom arteri serebri anterior yang menyebabkan infark lobus
frontal bilateral). Trombosis/ emboli arteri ukuran besar dan medium
d) Demensia vaskuler karena lesi lakunar
e) Penyakit biswanger. Disebabkan oleh penyakit sistemik pembuluh darah kecil
(seperti lakuna multipel di gangglia basal, di subkortikal atau di substansia
alba periventrikuler)
f) Demensia vaskuler akibat lesi hemoragik. Terdapat penyakit serebrovaskuler
hemoragik seperti hematoma subdural atau intra serebral atau perdarahan
subaraknoid
g) Demensia vaskuler subkortikal
h) Demensia campur (kombinasi penyakit alzheimer dan demensia vaskuler).
Kombinasi penyakit serebrovaskular dan gambaran neuropatologi ke arah
penyakit alzeimer.

2.5 Patofisiologi
a) Infark multipel
Demensia multi infark merupakan akibat dari infark multipel dan
bilateral.Terdapat riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan
gejala fokal seperti hemiparesis/hemiplegi, afasia, hemianopsia.Pseudobulbar
palsy sering disertai disartria, gangguan berjalan (small step gait),forced
laughing/crying, refleks Babinski dan inkontinensia. Computed tomography
imaging (CT-scan) otak menunjukkan hipodensitas bilateral disertai atrofi
kortikal, kadang-kadang disertai dilatasi ventrikel.
b) Infark lakunar
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15mm, disebabkan kelainan
pada small penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan sub
kortikal akibat dari hipertensi. Pada sepertiga kasus, infark lakunar bersifat
asimptomatik.Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan sensorik,
transient ischaemic attack, hemiparesis atau ataksia. Bila jumlah lakunar
bertambah maka akan timbul sindrom demensia, sering disertai pseudobulbar
palsy. Pada derajat yang berat terjadi lacunar state.CT scan otak menunjukkan

9
hipodensitas multipel dengan ukuran kecil, dapat juga tidak tampak pada CT
scan otak karena ukurannya yang kecil atau terletak di daerah batang
otak.Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan pemeriksaan
penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya lakunar terutama di
daerah batang otak (pons).
c) Infark tunggal di daerah strategis
Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik pada
daerah kortikal atau sub kortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark girus
angularis menimbulkan gejala afasia sensorik, aleksia, agrafia, gangguan
memori, disorientasi spasial dan gangguan konstruksi.Infark daerah distribusi
arteri serebri posterior menimbulkan gejala amnesia disertai agitasi, halusinasi
visual, gangguan visual dan kebingungan.Infark daerah distribusi arteri serebri
anterior menimbulkan abulia, afasia motorik dan apraksia.Infark lobus
parietalis menimbulkan gangguan kognitif dan tingkah laku yang disebabkan
gangguan persepsi spasial. Infark pada daerah distribusi arteri paramedian
thalamus menghasilkan thalamic dementia.
d) Sindrom Binswanger
Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukkan demensia progresif
dengan riwayat stroke, hipertensi dan kadang-kadang diabetes melitus.Sering
disertai gejala pseudobulbar palsy, kelainan piramidal, gangguan berjalan
(gait) dan inkontinensia.Terdapat atrofi white matter, pembesaran ventrikel
dengan korteks serebral yang normal. Faktor risikonya adalah small artery
diseases (hipertensi, angiopati amiloid), kegagalan autoregulasi aliran darah di
otak pada usia lanjut, hipoperfusi periventrikel karena kegagalan jantung,
aritmia dan hipotensi.
e) Perdarahan
Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti hematoma
subdural kronik, gejala sisa dari perdarahan sub arachnoid dan hematoma
serebral. Hematoma multipel berhubungan dengan angiopati amiloid serebral
idiopatik atau herediter.
f) Angiopati amiloid serebral
Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventisia
arteriola serebral. Insidensinya meningkat dengan bertambahnya usia.
Kadang-kadang terjadi demensia dengan onset mendadak.

10
g) Hipoperfusi
Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti jantung,
hipotensi berat, hipoperfusi dengan/tanpa gejala oklusi karotis, kegagalan
autoregulasi arteri serebral, kegagalan fungsi pernafasan. Kondisi-kondisi
tersebut menyebabkan lesi vaskular di otak yang multipel terutama di daerah
white matter.
h) Mekanisme lain
Mekanisme lain dapat mengakibatkan demensia termasuk kelainan
pembuluh darah inflamasi atau non inflamasi (poliartritis nodosa, limfomatoid
granulomatosis, giant-cell arteritis, dan sebagainya)

2.6 Manifestasi Klinis


Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang mengganggu
kegiatan harian seseorang seperti mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air
besar, dan kecil.
Pada demensia jenis ini tidak didapatkan gangguan kesadaran. Gejala dan
disabilitas telah timbul paling sedikit 6 bulan pasca stroke.

2.7 Diagnosa
Pemeriksaan DVa :

Pemeriksaan demensia secara umum meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Anamnesis harus melibatkan keluarga pasien dan pasien sendiri yang terdiri dari
riwayat medis umum, riwayat medis umum, riwayat neurologi umum, riwayat
neurobehavior (untuk diagnosa demensia), riwayat penyakit psikiatri, riwayat nutrisi
dan obat obatan, riwayat keluarga, pemeriksaan objektif meliputi pemeriksaan fisik
neurologis, pemeriksaan neuropsikologis dan pemeriksaan psikiatris.

o Anamnesis
1) Riwayat medik umum
Meliputi hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung koroner/ gangguan
katup jantung dan irama jantung, hyperlipidemia, neoplasma, infeksi kronik (sifilis,

11
AIDS), riwayat alcoholimus, merokok, penyakit kolagen dan aterosklorosis perifer
mengarah ke DVa.

2) Riwayat neurologi umum


Meliputi riwayat stroke, TIA (Transient Ischemic Attack), trauma kapitis
(kontusio, hematom subdural), infeksi susunan saraf pusat (meningitis, ensefalitis,
absesserebri), riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor otak atau hidrosefalus
bertujuan untuk mengetahui penyebab demensia.

3) Riwayat neurobehavioral
Anamnesis meliputi memori jangka pendek dan panjang, orientasi ruang dan
waktu, kesulitan bahasa (kelancaran, penemuan kata, mengerti percakapan), fungsi
eksekutif (perencanaan, pengorganisasian), kemampuan mengenal wajah orang,
berpergian, mengurus uang dan membuat keputusan adalah sangat penting untuk
mendiagnosis demensia.

Gangguan aktivitas sehari-hari, perubahan kepribadian (aspek perilaku) dan


disabilitas akibat penurunan fungsi kongsi. Informasi dari keluarga (caregiver)
mengenai penurunan fungsi kognisi, kemampuan intelektual dalam aktivitas sehari
hari dan perubahan tingkah laku adalah sangat penting dalam diagnosa demensia.

Semua pertanyaan yang diajukan harus sedehana dan praktis sesuai tingkat
pendidikan, profesi, hobi dirumah, ditempat kerja atau kegiatan sosial dan budaya
pasien.

4) Riwayat psikiatrik
Anamnesa psikiatri untuk menentukan adanya depresi, psikosis, perubahan
kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, pikiran paranoid yang terjadi
sebelum atau sesudah awitan demensia.

5) Riwayat pemakaian obat obatan


Pemakaian obat obatan psikotropika seperti benzodiasepin, anti depresan, anti
kholigernik, dan obat obatan OTC (Ove The Counter) tertentu dapat mengganggu
fungsi kognisi.

6) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama berguna dalam diagnosa DVa
herediter.

12
o Pemeriksaan objektif

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologi,


pemeriksaan neuropsikiatri, pemeriksaan status fungsional.

 Pemeriksaan fisik umum


Meliputi observasi penampilan, tanda vital, aterosklerosis, resiko vaskuler seperti
funduskopi, bising karotis, hipertensi, penyakit jatung.
 Pemeriksaan neurologi
Meliputi derajat kesadaran, rangsang meningeal, saraf kranial, gangguan berjalan,
gangguan kekuatan tonus atau control motoric, gangguan sensorik proprioseptik,
gangguan saraf tepi, gangguan keseimbangan dan gangguan reflek.
 Pemeriksaan neuropsikologi
Pemeriksaan neuropsikologi meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari
hari/fungsional.
- Pemeriksaan status mental mini (mini mental state examination, folstein
et al,1975)
Nilai status mini mental (SMM) berkisar antara 0 sampai 30.Pada
individu yang berpendidikan (mampu membaca, menulis, dan berhitung),
nilai SMM dibawah 24 dicurigai sindrom demensia. (formulir SMM
terlampir)
- Pemeriksaan aktivitas fungsional
Pemeriksaan ADL (Activity of Daily Living) dan IADL (Instrumental
Activity of Daily Living) bertujuan untuk menilai kemampuan aktivitas
dasar sehari-hari pasien pada saat pemeriksaan dibanding sebelumnya.
(formulir ADL/IADL terlampir)

- Trial-Making Test (TMT) A & B


TMT yaitu salah satu tes neuropsikologis yang paling sering
digunakan dalam praktek klinis dan merupakan salah satu instrumen yang
paling sensitif terhadap kerusakan otak terutama kemampuan visual dan
beralih tugas.TMT terdiri dari TMT-A dan TMT-B. Lembar
TMT-A berisi 25 lingkaran dengan nomor 1-25 yang terdistribusi
pada sebuah kertas.Pasien diminta untuk menghubungkan nomor
tersebut.
Pada TMT-B terdapat lingkaran antara kedua angka (1-13) dan huruf
(A-L) dan pasien diinstruksikan harus menarik garis untuk

13
menghubungkan lingkaran dalam pola ascending, tetapi dengan
tambahan penarikan garis harus bergantian antara angka dan huruf (yaitu,
1-A-2-B-3-C,dll). Pasien harus diinstruksikan untuk menghubungkan
lingkaran secepat mungkin, tanpa mengangkat pena atau pensil dari
kertas. Ketika pasien sedang melakukan penarikan garis, jika pasien
membuat kesalahan, pasien diinstruksikan untuk sesegera mungkin
memperbaikinya. Tidak perlu terus uji jika pasien belum menyelesaikan
kedua bagian setelah lima menit berlalu. (formulir TMT-A & B
terlampir).
Score :
Rata-rata Defisit
Trail A 29 detik >78 detik Lebih dari 90 detik
Trail B 75 detik > 273 Lebih dari 3 menit

o Pemeriksaan psikiatri

Diagnosis banding DVa dengan delirium

Delirium Demensia
1. Awitan akut dan jelas 1. Awitan tidak jelas
2. Perjalanan klinis akut, berhari hari 2. Perjalanan klinis perlahan, bertahap
sampai mingguan dan proggresif memburuk
3. Biasanya reversible 3. Biasa irreversible
4. Disorientasi terjadi pada fase awal 4. Disorientasi terjadi pada fase lanjut
penyakit 5. Fluktuasi ringan dari hari ke hari
5. Fluktuasi dari jam ke jam 6. Perubahan fisiologis yang tidak begitu
6. Perubahan fisiologis yang nyata nyata
7. Tingkat kesadaran yang berfluktuasi 7. Kesadaran berkabut pada tahap akhir
8. Atensi pendek penyakit
9. Gangguan siklus tidur bangun, 8. Atensi normal
bervariasi dari jam ke jam 9. Gangguan siklus tidur bangun,
10. Gangguan psikomotor pada fase bervariasi dari siang dan malam

14
awal 10. Gangguan psikomotor terjadi pada
fase lanjut
Sumber dari Ham RJ(1997)

Untuk menentukan demensia diperlukan kriteria yang mencakup :


1. Kemampuan intelektual menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu
pekerjaan dan lingkungan
2. Defisit kognitif selalu melibatkan memori, biasanya didapatkan gangguan
berfikir abstrak, menganalisis masalah, gangguan pertimbangan, afasia,
apraksia, kesulitan konstruksional, dan perubahan kepribadian
3. Kesadaran masih baik.
Pedoman diagnostik untuk menentukan DVa antara lain :
 Terdapat gejala demensia seperti di atas.
 Hendaknya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya
daya ingat, gangguan daya berfikir, gejala neurologis fokal). Tilikan (insight)
dan daya nilai (judgment) secara relatif tetap baik.
 Awitan yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai gejala
neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis DVa.
 Pedoman diagnostik untuk dimensia vaskuler awitan akut:
Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian stroke akibat
trombosis serebrovaskular, embolisme, atau perdarahan.Pada kasus yang
jarang, satu infark yang besar dapat menjadi penyebab.
Skor Iskemik Hachinski
Riwayat dan Gejala Skor
Awitan mendadak 2
Deteriorasi bertahap 1
Perjalanan klinis fluktuatif 2
Kebingungan malam hari 1
Kepribadian relatif tidak terganggu 1
Depresi 1
Keluhan somatic 1
Emosi labil 1
Riwayat hipertensi 1
Riwayat penyakit cerebrovaskuler 2
Arteriosklerosis penyerta 1

15
Keluhan neurologi fokal 2
Gejala neurologi fokal 2

Skor Hachinski berguna untuk membedakan demensia alzhaeimer dengan


DVa:
 Bila skor < 4 : demensia alzheirmer.
 Bila skor >7 : demensia vaskuler

Kriteria Diagnosis Dimensia Vaskuler


Kriteria NINNDS-AIREN (National Institute of Neurological Disorder and
stroke, and L’Association Internationale pour Recherche et L’Enseignement en
Neurosciences).
PROBABLE DVa
1. Diagnosa klinis probable DVa meliputi semua item dibawah ini :
a. Demensia
b. Bukti penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan adanya
defisit neurologis fokal (hemiparese, kelumpuhan otot wajah bawah,
tanda babinski, defisit sensorik, hemianopsia, disartia, dll) yang konsisten
dengan stroke (bisa dengan atau tanpa riwayat stroke), dan kejadiannya
mempunyai relevansi dengan pencitraaan otak (CT Scan atau MRI)
c. Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas dengan satu atau lebih
keadaan dibawah ini :
 Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke
 Deteorisasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi,
defisisit kognisi yang progresif dan bersifat stepwise.
2. Gambaran klinis yang konsisten yang konsisten dengan probable DVa meliputi
:
a. Gangguan berjalan (langkah kecil-kecil atau marche a pettis-pas,
magnetic, apraxic-ataxir or parkinsonian gait)
b. Riwayat tidak stabil saat berdiri dan sering jatuh tanpa sebab
c. Gangguan berkemih dini, “urgensi” dan keluhan berkemih yang tidak
disebabkan oleh penyakit urologi.

16
d. Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia, depresi, inkontinensia
emosi, dan gejala defisit subkortikal lainnya seperti retardasi psikomotor
dan gangguan fungsi eksekutif.
3. Possible DVa
a. Demensia disertai defisit neurologi fokal, tetapi tanpa konfirmasi
pencitraan otak
b. Atau tidak adanya hubungan waktu yang jelas antara demensia dan stroke
c. Atau awitan penyakit tidak jelas dengan perjalanan klinis yang bervariasi
seperti plateau atau perbaikan dari defisit kognitif
4. Definite DVa
a. Kriteria klinik probable DVa
b. Konfirmasi pemeriksaan histologi penyakit serebrovaskular
c. Adanya neurofibrillary tangels dan neuritic plaques sesuai umur
d. Tidak ditemukan adanya gangguan klinik dan patologik lainnya yang
dapat menyebabkan demensia.
5. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosa DVa meliputi :
a. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan gangguan
kognisi lain seperti bahasa (afasia transkortikal sensorik), keterampilan
motorik (apraksia) dan presepsi (agnosia) tanpa adanya lesi yang relevan
pada pencitraan otak.
b. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi.

2.8 Pemeriksaan Fisik


Pada demensia, daerah motorik, piramidal dan ekstra piramidal ikut terlibat
secara difus maka hemiparesisa atau monoparesis dan diplegia dapat melengkapkan
sindrom demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks piramidal dan ekstra
piramidal tidak nyata, tanda-tanda lesi organik yang mencerminkan gangguan pada
korteks premotorik atau prefrontal dapat membangkitkan reflek-reflek. Refleks
tersebut merupakan pertanda keadaan regresi atau kemunduran kualitas fungsi.
a. Refleks memegang (grasp refleks). Jari telunjuk dan tengah sipemeriksa
diletakan pada telapak tangan sipenderita. Reflek memegang adalah positif
apabila jari sipemeriksa dipegang oleh tangan penderita.

17
Gambar 1. Refleks memegang (grasp refleks)
b. Refleks glabela. Orang dengan demensia akan memejamkan matanya tiap
kali glabelanya diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata pada ketukan
berkali-kali pada glabela hanya timbul dua tiga kali saja dan selanjutnya tidak
akan memejam lagi.

Gambar 2. Refleks Glabela


c. Refleks palmomental. Goresan pada kulit tenar membangkitkan kontraksi
otot mentalis ipsilateral pada penderita dengan demensia.

Gambar 3. Refleks Palmomental


d. Refleks korneomandibular. Goresan kornea pada pasien dengan demensia
membangkitkan pemejaman mata ipsilateral yang disertai oleh gerakan
mandibula ke sisi kontralateral.

18
e. Snout reflex. Pada penderita dengan demensia setiap kali bibir atas atau
bawah diketuk m. Oblikularis oris berkontraksi.

Gambar 4. Snout Reflex


f. Refleks menetek (suck reflex). Refleks menetek adalah positif apabila bibir
penderita dicucurkan secara reflektorik seolah-olah mau menetek jika
bibirnya tersentuh oleh sesuatu misalnya sebatang pensil.

Gambar 5. Suck Reflex


g. Refleks kaki tonik. Pada demensia, penggoresan pada telapak kaki
membangkitkan kontraksi tonik dari kaki berikut jari-jarinya.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, kadar vitamin B12 dan asam folat,glukosa,
elektrolit, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin), enzim hati, fungsi tiroid (TSH),
serologi HIV dan sifilis, serta analisa gas darah.

19
- Pemeriksaan radiologi
 CT scan atau MRI otak adalah pemeriksaan radiologi yang paling
utama. Pada demensia, MRI dan CT scan akan menunjukkan
gambaran multi infark serebri, dan atrofi serebral atau kortikal yang
difus.
 SPECT scan. Pemeriksaan ini akan menunjukkan penurunan perfusi
jaringan di daerah temporoparietal bilateral.
 PET scan. Pemeriksaan ini akan menunjukkan penurunan aktivitas
metabilik di daerah temporoparietal bilateral.
- EEG
Pemeriksaan ini menunjukkan penurunaan aktivitas alfa dan peningkatan
aktivitas teta yang menyeluruh.
- Lumbal Pungsi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kelainan serebrospinal,
seperti meningitis kronis, meningoensefalitis, atau vaskulitis vaskular.

2.10 Diagnosa Banding


Demensia pada Demensia Demensia pada
penyakit vaskular penyakit pick
Alzheimer
Gejala demensia + + + progresif
Onset Biasanya sulit Suatu onset -
ditentukan mendadak atau
waktunya yang deteriorasi yang
persis bertahap
Gangguan + + +
kognitif
Faktor resiko - + -
stroke
Atrofi lobus - ? +
frontalis
Predisposisi + + ?
hipertensi
Adanya badan - - +
pick

20
2.11 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan demensia vaskular adalah :
- Mencegah terjadinya serangan stroke baru (ex:aspilet)
- Menjaga dan memaksimalkan fungsi saat ini
- Mengurangi gangguan tingkah laku
- Meringankan beban pengasuh
- Menunda progresifitas ke tingkat selanjutnya
Penatalaksanan DVa meliputi terapi farmakologis dan non farmakologis yang
harus dipertimbangkan setiap merawat pasien DVa.
o Farmakologis
1) Terapi kausal
Ditujukan terhadap stroke dan faktor resiko penyakit serebrovaskuler
misalnya hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, arterosklerosis,
dislipidemia, merokok, dan gaya hidup (guideline stroke
PERDOSSI2006).
2) Simtomatik
a. Untuk gangguan kognisi :
Penyekat asetilkolineterase
 Donepezil HCL tablet 5mg, 1x1tablet/hari, dosis tanpa titrasi
lebih mudah penggunaannya.
 Rivastigmin tablet, interval titrasi 1bulan, mulai dari
2x1,5mg sampai maksimal 2x6mg.
 Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2x4mg
sampai maksimal 2x8mg
b. Untuk gangguan perilaku :
Depresi: obat pilihan dapat dipakai:
 Antidepresan golongan SSRI(selektif serotonin re uptake
inhibitor) (pilihan utama) : sertralin tablet 1x50mg,
flouxetine tablet 1x20mg
 Golongan monoamine oxidase (MOA) inhibitor : reversible
MAO-A inhibitor (RIMA) : moclobemide
Delusi/halusinasi/agitasi
 Neuroleptik atipikal
- Risperidon tablet 1x0,5mg-2mg/hari

21
- Olanzapin 1x5mg -10mg/hari
- Quetiapin tablet 2x25mg -100mg
 Neuroleptik tipikal
- Haloperidol tablet : 1x0,5mg -2mg/hari.
o Non farmakologis
Penatalaksanaan nonfarmakologis secara terpadu multi disiplin yang berkaitan
meliputi edukasi, adaptasi dan rehabilitasi yang bertujuan mengoptimalkan
fungsi kognisi yang masih ada.Program harus dirancang secara individual
sesuai kondisi pasien.
1) Untuk mempertahankan fungsi kognisi
- Orientasi realitas : untuk pasien dengan disorientsi tempat dan
waktu, pasien selalu diingatkan akan tempat dan waktu dimana
dia berada, dan membetulkan pernyataan salah dari penderitaan.
- Stimulasi kognisi : dapat berupa program latihan terstruktur di
klinik memori maupun aktivitas terapi reaksi yang tidak
terstruktur. Terapi rekreasi bisa bermain musik, permainan
kelompok, membaca, menari, melukis, menyulam, membaca
puisi, olah raga gerak latih otak.
- Reminiscence : untuk merangsang pemanggilan memori jangka
panjang dapat dilakukan aktifitas seperti reuni, melihat foto,
bermain musik, menyanyi lagu masa lalu.
2) Intervensi lingkungan
- Menjaga keamanan dan keselamatan lingkungan rumah
- Terapi cahaya
- Terapi musik
- Pet therapy
3) Penangangan gangguan perilaku
- Lingkungan rumah yang tenang dan menyenangkan
- Mengarahkan pasien untuk melakukan aktifitas sesuai
kemampuannya dan melibatkan pasien dalam pengambilan
keputusan sederhana.
- Jangan membebankan pasien dengan tugas kompleks
- Doronglah pasien untuk bersosialisasi

22
- Jika terjadi agitasi, tanggapi keluhan pasien dengan sabar dan
penuh kasih sayang, salurkan energi pasien dengan aktivitas
konstruktif
- Gangguan tidur dapat dikurangi dengan menghindari tidur siang
dengan merancang aktifitas buat pasien dan usahakan cahaya
cukup disiang hari, pembuatan jadwal tidur yang tepat, dan
menghindari minum berkafein (kopi, teh) menjelang malam hari.
- Konsul kespesialis yang berkompeten bila usaha-usaha diatas
tidak berhasil.
4) Edukasi dan konseling bagi caregiver
- Pelatihan penatalaksanaan perawatan psikoedukatif interdisiplin
untuk mengatasi masalah prilaku untuk keluarga/caregiver.
- Konseling ekstensif individual unutuk meningkatkan pengetahuan
dan rasa percaya diri caregiver .
- Careviger perlu istirahat dan fasilitas reaksi yang cukup.
5) Support group: sesama caregiver berkumpul bersama dan saling
mendukung serta membagi pengalaman dalam merawat pasien demensia
6) Penyediaan tempat perawatan khusus
- Day care
- Nursing home
- Respite home.

2.12 Prognosis
Tergantung pada usia timbulnya, tipe demensia, dan beratnya deteriorasi. Pasien
dengan onset yang dini dan ada riwayat keluarga dengan demensia mempunyai
perjalanan penyakit yang lebih progresif.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Demensia vaskular adalah sindrom mental organik yang ditandai dengan
hilangnya kemampuan intelektual secara menyeluruh yang mencakup kemampuan
mengingat, penilaian, dan pemikiran abstrak juga dengan perubahan perilaku yang
penyebabnya adalah pembuluh darah cerebral. Demensia vaskular diklasifikasikan
menjadi infark multiple, lakunar dan infark tunggal di daerah strategis.
Penyebab demensia vaskular adalah vascular cerebral yang multiple yang
menimbulkan gejala berpola dimensi dan infark berupa oklusi pembuluh darah dan
plaque aterosklerotik atau trombo emboli dari tempat lain misalnya katup jantung.
Diagnosis demensia vaskular ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Selain itu juga bisa dipakai score iskemik hachinski
dan NINDS-AIREN.
Tujuan penatalaksaan demensia vaskular adalah mencegah terjadinya serangan
stroke baru, menjaga dan memaksimalkan fungsi saat ini, mengurangi gangguan tingkah
laku, menunda progresifitas ke tingkat selanjutnya.

3.2 Saran
Demensia adalah suatu kelainan organik yang dalam penegakkan diagnosisnya
membutuhkan ketelitian baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
dan harus diingatpenatalaksanaan pada pasien demensia bukan hanya farmakologi tetapi
bersifat holistic yang juga mencakup psikososial dan Behavioural And Psychological
Symptoms of Dementia.

24
DAFTAR PUSTAKA

1 Dewanto, G.dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit


Saraf. Buku Kedokteran EGC. Jakarta
2 Dikot, Yustiani,dkk. 2007. Dignosis Dini dan Penatalaksaan Demensia.
PERDOSSI:Jakarta
3 Lamsudin, Rusdi. dkk. 2006. Pengenalan dini dan penatalaksanaan demensia
vaskuler. PERDOSSI:Jakarta.
4 Forrete F, Rigaud AS, Morin M, Gissebrecht M, Bert P. Assesing Vasctlar
dementia. Neth J Med 1995.

25

Das könnte Ihnen auch gefallen