Sie sind auf Seite 1von 268

PENGEMBANGAN E-MODUL FISIKA SMA/MA BERBASIS MODEL

SETS(SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY, AND SOCIETY)


TERINTEGRASI MATERI BENCANA BANJIR UNTUK
MENINGKATKAN KOMPETENSI MITIGASI BENCANA

TESIS

Oleh:
LADIA LESTARI
NIM. 17175018

Dosen Pembimbing

Dr. H. Ahmad Fauzi, M.Si.

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
ABSTRACT

Ladia Lestari, 2019. "Development of Physics SMA/MA E-Modules Based on


SETS (Science, Environment, Technology, and Society) Integrated Flood Disaster
Materials to Develop Disaster Mitigation Competencies". Thesis. Master Program
in Physics Education, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Universitas
Negeri Padang.

The results of the needs analysis and discussion about learning in school
have not provided awareness, understanding, and the ability of students to control
flood mitigation.This is due to the lack of available learning resources that
facilitate these activities, so that students lack the competency regarding flood
disaster mitigation. As needed. The use of technology is an effort that can be done
to facilitate learning activities about mitigation. One of the learning resources that
can be developed is e-module. The purpose of this study in general is to produce
an e-module of SMA / MA Physics based on the SETS model integrated with
flood disaster material to improve disaster mitigation competencies with valid,
practical, and effective criteria.
The research conducted was Design Research with the type of
development studies. Product development refers to the Plomp stage, namely
Preliminary Research, Development or Prototyping Phase and Assessment Phase.
The data in this study are data analysis of needs and context, validity, practicality,
and effectiveness. The instruments used in this study consisted of questionnaires,
analysis sheets, validation sheets, practice sheets, attitude and skills observation
sheets, students' self-assessment sheets, and objective questions. Data validity was
analyzed with the Aiken's V. formula. The results of effectiveness were analyzed
using SPSS 16 software.
The results of the study it was obtained that the SETS-based e-Physics
module of SMA / MA integrated flood disaster material to improve disaster
mitigation competencies with valid, practical and effective criteria. The research
findings show that SETS-based Physics e-modules can improve the competency
of disaster mitigation for class X high school students. Therefore, integrated e-
module Physics based on SETS models integrated with flood disaster material
should be considered by the teacher to be used as teaching material in Physics
learning.

Keyword: Physics e-module, flood disaster, SETS (Science, Environment,


Technology, and Society), Disaster Mitigation Competencies.

i
ABSTRAK

Ladia Lestari, 2019. “Pengembangan E-modul Fisika SMA/MA Berbasis SETS


((Science, Environment, Technology, and Society) Terintegrasi Materi Bencana
Banjir untuk Meningkatkan Kompetensi Mitigasi Bencana”. Tesis. Program Studi
Magister Pendidikan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Padang.

Hasil analisis kebutuhan dan konteks menunjukkan bahwa pembelajaran


disekolah belum memberikan penyadaran, pemahaman, dan kemampuan peserta
didik dalam bertindak tentang mitigasi bencana banjir. Hal ini disebabkan kurang
tersedianya sumber belajar yang memfasilitasi kegiatan tersebut, sehingga peserta
didik kurang memiliki kompetensi tentang mitigasi bencana banjir. Pemanfaatan
teknologi merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan untuk memfasilitasi
kegiatan pembelajaran tentang mitigasi tersebut. Salah satu sumber belajar yang
bisa dikembangkan adalah e-modul. Tujuan penelitian ini secara umum untuk
menghasilkan e-modul Fisika SMA/MA berbasis model SETS terintegrasi materi
bencana banjir untuk meningkatkan kompetensi mitigasi bencana dengan kriteria
valid, praktis, dan efektif.
Penelitian yang dilakukan adalah Design Research dengan tipe
development studies. Pengembangan produk mengacu pada tahap Plomp, yaitu
Preliminary Research, Development or Prototyping Phase dan Assesment Phase.
Data pada penelitian ini berupa data analisis kebutuhan dan konteks, validitas,
praktikalitas, dan efektivitas. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri atas kuesioner, lembar analisis, lembar validasi, lembar praktikalitas,
lembar observasi sikap dan keterampilan, lembar penilaian diri peserta didik, dan
soal objektif. Data validitas dianalisis dengan formula aiken’s V. Hasil efektivitas
dianalisis menggunakan bantuan software SPSS 16.
Dari hasil penelitian diperoleh e-modul Fisika SMA/MA berbasis SETS
terintegrasi materi bencana banjir untuk meningkatkan kompetensi mitigasi
bencana dengan kriteria valid, praktis, dan efektif. Temuan penelitian
menunjukkan bahwa e-modul Fisika berbasis SETS dapat meningkatkan
kompetensi mitigasi bencana peserta didik SMA kelas X. Oleh karena itu, e-
modul Fisika berbasis model SETS terintegrasi materi bencana banjir layak
dipertimbangkan oleh guru untuk dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran Fisika.

Kata Kunci : E-modul Fisika, bencana banjir, SETS (Science, Environment,


Technology, and Society), kompetensi mitigasi bencana.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
Pengembangan E-modul Fisika SMA/MA Berbasis Model SETS ((Science,
Environment, Technology, and Society) Terintegrasi Materi Bencana Banjir
untuk Meningkatkan Kompetensi Mitigasi Bencana . Penulisan tesis ini
merupakan sebagian persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Program Studi
Magister Pendidikan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Padang. Tesis ini bagian Hibah Penelitian Pascasarjana tahun
2019 oleh Dr. H. Ahmad Fauzi, M.Si. (Ketua) dan Dr. Ramli, M.Si. (Anggota).
Dalam proses penyelesaian tesis ini, penulis banyak menerima bimbingan
dan masukan serta bantuan berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya
untuk penulis. Oleh karena itu, dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis
ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Ahmad Fauzi, M.Si., sebagai Ketua Program Studi Magister
Pendidikan Fisika dan selaku pembimbing yang dengan kesabaran dan
ketulusan telah meluangkan waktu dalam membimbing, memberi bantuan,
arahan serta motivasi kepada penulis hingga selesainya pelaksanaan
penelitian dan penulisan tesis ini;
2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Fauzan, M.Pd., sebagai kontributor atau penguji yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan kontribusi
kepada penulis dengan penuh bijaksana selama penulisan tesis ini;
3. Ibu Syafriani, S.Si, M.Si, Ph.D., sebagai kontributor atau penguji yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan kontribusi
kepada penulis dengan penuh bijaksana selama penulisan tesis ini;
4. Bapak Dr. Usmeldi, M.Pd., Ibu Dr. Fatni Mufid, S.Pd., M.Si., dan Dr.
Abdurahman, M.Pd., sebagai validator yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dan masukan kepada penulis
dalam membuat e-modul Fisika.

iii
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Pendidikan Fisika beserta
karyawan/karyawati Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang;
6. Ibu Risdaneti, S.Pd., M.M. selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 6 Padang
beserta Bapak dan Ibu Guru SMA Negeri 6 Padang yang telah memberikan
dukungan dan bantuan dengan tulus saat penulis melaksanakan penelitian;
7. Ibu Dra. Hj. Farida., Ibu Tetty, A, S.Pd., dan Ibu Elniswati, M.Kom., sebagai
validator praktisi yang telah membantu dalam meninjau e-modul pada
penelitian ini.
8. Ibu Dra. Hj. Farida selaku guru Fisika kelas X SMA Negeri 6 Padang yang
telah memberikan dukungan dan bantuan dengan tulus saat penulis
melaksanakan penelitian;
9. Peserta Didik SMA Negeri 6 Padang, khususnya kelas X MIA 2, X MIA 3,
dan X MIA 4 dan MIA 5;
10. Orang tua dan saudara yang telah mendo’akan dan memberi dukungan hingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan semangat;
11. Teman-teman seperjuangan Program Studi Magister Pendidikan Fisika
Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang angkatan 2017 yang telah
memberikan motivasi dan semangat kepada penulis;
12. Pihak-pihak lain yang secara tidak langsung telah membantu penulis untuk
mewujudkan tesis ini dan menyelesaikan studi.
Penulis berharap, semoga bantuan dan bimbingan yang telah diberikan
menjadi amal shaleh bagi Bapak dan Ibu serta mendapat balasan yang berlipat
ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih
terdapat kekurangan dan kelemahan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran
dalam penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Padang, Agustus 2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT .......................................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ .v
DAFTAR TABEL……………………………………………………………....vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 10
C. Tujuan Pengembangan ......................................................................... 11
D. Spesifikasi Produk yang Diharapkan .................................................... 11
E. Pentingnya Pengembangan ................................................................... 12
F. Asumsi dan Batasan Pengembangan .................................................... 13
G. Manfaat Operasional............................................................................. 14
H. Defenisi Operasional ............................................................................ 15
I. Sistematika Penulisan ........................................................................... 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 18
A. Landasan Teoritis ............................................................................. 18
1. Kurikulum 2013 .......................................................................... 18
2. Pembelajaran Fisika .................................................................... 21
3. Pembelajaran Fisika dalam Kurikulum 2013 .............................. 26
4. Model SETS (Science, Environment, Technologi, and Society) . 30
5. E-modul Pembelajaran ................................................................ 40
6. Analisis Kebutuhan dan Konteks Pengembangan E-modul ........ 51
7. Materi Fisika ............................................................................... 67
8. Materi Banjir ............................................................................... 93
9. Keterkaitan Materi Fisika dengan Materi Banjir .....................103
10. Kompetensi Fisika……………………………………………106

v
11. Kompetensi Mitigasi Bencana Banjir……….……………….113
12. Kualitas Pengembangan E-modul…..……….……………….125
B. Penelitian Relevan .........................................................................132
C. Kerangka Konseptual .....................................................................134
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................137
A. Jenis Penelitian ..............................................................................137
B. Model Pengembangan....................................................................137
C. Prosedur Pengembangan ................................................................139
1. Penelitian Pendahuluan ...........................................................139
2. Fase Pengembangan atau Pemrototipean................................141
3. Fase Penilaian .........................................................................147
D. Uji Coba Produk ............................................................................150
E. Subjek Uji Coba .............................................................................150
F. Jenis Data .......................................................................................152
G. Tahap Pengumpulan Data ..............................................................152
H. Teknik Analisis Data .....................................................................153
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................164
A. Hasil Penelitian ...............................................................................164
B. Pembahasan………………………………………………………..223
C. Keterbatasan Penelitian……………………………………………239
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN………………………241
A. Kesimpulan………………………………………………………..241
B. Implikasi…………………………………………………………..243
C. Saran………………………………………………………………243
DAFTAR RUJUKAN…………………………………………………………245

vi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Deskripsi Langkah Pembelajaran................................................................. 27
2. Langkah Model SETS .................................................................................. 38
3. Perbandingan antara Modul Cetak dan E-modul ......................................... 42
4. Format Identifikasi E-modul ........................................................................ 50
5. Indikator Pengetahuan Awal Bencana Banjir .............................................. 66
6. Hukum Newton ............................................................................................ 70
7. Hukum Newton Tentang Gravitasi .............................................................. 73
8. Materi Usaha dan Energi.............................................................................. 79
9. Materi Impuls dan Momentum .................................................................... 88
10. Gerak Harmonis Sederhana (GHS) .............................................................. 91
11. Fenomena Banjir .......................................................................................... 103
12. Sasaran Penilaian Kompetensi Pengetahuan................................................ 109
13. Rubrik Penilaian Kinerja .............................................................................. 112
14. Rancangan Materi Mitigasi Bencana Banjir ................................................ 122
15. Indikator Kompetensi Pengetahuan Mitigasi Bencana ................................ 123
16. Komponen Validitas isi E-modul ................................................................. 127
17. Komponen Validitas sajian E-modul ........................................................... 128
18. Komponen Validitas Bahasa E-modul ......................................................... 129
19. Komponen Validitas Kegrafikan E-modul ................................................... 129
20. Ringkasan Kegiatan pada Uji Coba Produk................................................. 150
21. Kriteria Evaluasi Terkait Evaluasi Pengetahuan .......................................... 154
22. Kategori Ketercapaian Indikator .................................................................. 155
23. Predikat Penilaian ........................................................................................ 155
24. Kategori Kesesuaian Materi Banjir .............................................................. 155
25. Kriteria Keputusan Valid ............................................................................. 157
26. Kategori Praktikalitas ................................................................................... 158
27. Kategori Sikap Peserta Didik ....................................................................... 159

vii
28. Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ..................... 162
29. Rekapitulasi Daerah Rawan Bencana (Potensi Banjir/Banjir Bandang)
di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016 ...................................................... 174
30. Hasil Self Evaluation.................................................................................... 197
31. Nilai Validitas Prototype E-modul ............................................................... 199
32. Saran Validator dan Revisi oleh Tim Ahli pada E-modul ........................... 200
33. Nilai Kepraktisan E-modul pada Tahap One to One Evaluation ................. 203
34. Nilai Kepraktisan E-modul pada Tahap Small Group ................................. 204
35. Praktikalitas E-modul pada Uji Lapangan Berdasarkan Respon Guru ........ 205
36. Praktikalitas E-modul pada Uji Lapangan Berdasarkan Respon Peserta
Didik ............................................................................................................ 206
37. Hasil Penilaian Pengetahuan Fisika ............................................................. 209
38. Hasil Normalitas Nilai Pretest dan Posttest Peserta Didik .......................... 211
39. Hasil Pengujian Paired Sample t test menggunakan Software SPSS 16
untuk Kompetensi Pengetahuan Fisika ....................................................... 213
40. Hasil Pengujian Correlation menggunakan Software SPSS 16 untuk
Kompetensi Pengetahuan Fisika .................................................................. 214
41. Hasil Normalitas Nilai Pretest dan Posttest Peserta Didik .......................... 219
42. Hasil Pengujian Paired Sample t test menggunakan Software SPSS 16
untuk Kompetensi Pengetahuan Mitigasi Bencana ...................................... 220
43. Hasil Pengujian Correlation menggunakan Software SPSS 16 untuk
Kompetensi Pengetahuan Mitigasi Bencana ................................................ 222

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Keterkaitan Antar Unsur SETS ..................................................................... 34
2. Kerangka E-modul... ..................................................................................... 48
3. Skema Validasi dan Penyempurnaan E-modul ............................................. 49
4. Kerangka Konseptual .................................................................................... 136
5. Literasi dari Siklus Desain ............................................................................ 138
6. Alur Desain Evaluasi Formatif ..................................................................... 144
7. Prosedur Pengembangan ............................................................................... 148
8. Hasil Analisis Kompetensi Pengetahuan ...................................................... 166
9. Hasil Analisis Kegiatan Inti .......................................................................... 167
10. Hasil Analisis Materi Kelas X Semester 2 .................................................... 168
11. Hasil Analisis Pengetahuan Awal Bencana Banjir Masing-masing
Indikator ........................................................................................................ 169
12. Hasil Analisis Kompetensi Sikap.................................................................. 170
13. Hasil Analisis Kompetensi Pengetahuan ...................................................... 171
14. Hasil Analisis Kompetensi Keterampilan ..................................................... 172
15. Hasil Analisis Gaya Belajar ......................................................................... 173
16. Hasil Analisis Motivasi dan Minat ............................................................... 173
17. Desaian Cover E-modul ................................................................................ 178
18. Desain Menu E-modul Skala Besar .............................................................. 179
19. Desain Petunjuk E-modul ............................................................................. 180
20. Desain Kata Pengantar E-modul ................................................................... 181
21. Menu Skala Kecil E-modul ........................................................................... 182
22. KI & KD E-modul ......................................................................................... 183
23. Peta Konsep .................................................................................................. 184
24. Kegiatan Pembelajaran ................................................................................. 185
25. IPK dan Tujuan Pembelajaran ...................................................................... 186
26. Langkah Pembelajaran (Model SETS) ......................................................... 187
27. Uraian Materi ................................................................................................ 188

ix
28. Lembar Kerja ................................................................................................ 189
29. Rangkuman ................................................................................................... 190
30. Tes Formatif .................................................................................................. 191
31. Lembar Penilaian Diri ................................................................................... 192
32. Uji Kompetensi ............................................................................................. 193
33. Glosarium ...................................................................................................... 194
34. Daftar Pustaka ............................................................................................... 195
35. Keluar ............................................................................................................ 196
36. Peningkatan rata-rata Kompetensi Sikap Fisika Setiap Pertemuan .............. 207
37. Peningkatan Nilai Kompetensi Sikap Fisika Masing-masing Peserta
Didik ............................................................................................................. 208
38. Peningkatan Nilai Kompetensi Pengetahuan Fisika Masing-masing
Peserta Didik ................................................................................................. 209
39. Peningkatan Nilai Kompetensi Keterampilan Fisika Masing-masing
Peserta Didik ................................................................................................. 214
40. Peningkatan rata-rata Nilai Sikap Peduli Setiap Pertemuan ......................... 216
41. Peningkatan rata-rata Nilai Sikap Peduli Masing-masing Peserta Didik ...... 217
42. Peningkatan Keterampilan MitigasiPeserta Didik ........................................ 223

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Cuplikan Modul Terbitan kemendikbud. ..................................................... 257
2. Hasil Analisis Standar Kompetensi Lulusan (SKL) 2013. .......................... 259
3. Hasil Analisis Kegiatan Pembelajaran. ........................................................ 261
4. Hasil Analisis Materi. .................................................................................. 263
5. Hasil Analisis Pengetahuan Awal. ............................................................... 265
6. Hasil Analisis Peserta Didik. ....................................................................... 266
7. Hasil Analisis Potensi Daerah. ..................................................................... 270
8. Hasil Penilaian Instrumen Validitas E-modul. ............................................. 271
9. Hasil Penilaian Instrumen Praktikalitas E-modul. ....................................... 274
10. Validitas Instrumen Efektivitas E-modul. .................................................... 280
11. Hasil Uji Coba Soal. .................................................................................... 288
12. Hasil Validitasi E-modul. ............................................................................. 289
13. Hasil Evaluasi One to One. ......................................................................... 304
14. Hasil Evaluasi Small Group. ....................................................................... 307
15. Hasil Penilaian Praktikalitas E-modul oleh Guru. ....................................... 311
16. Hasil Penilaian Praktikalitas E-modul oleh Peserta Didik. .......................... 314
17. Nilai Kompetensi Fisika. ............................................................................. 318
18. Nilai Kompetensi Mitigasi Bencana. ........................................................... 323
19. Surat Izin Penelitian. .................................................................................... 331
20. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ...................................... 332

xi
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan bencana, diantaranya

adalah bencana banjir. Dari data The Asia Pacific Disaster Report 2010 yang disusun

oleh The Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP) dan

The UN International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR), Indonesia

menempati peringkat kedua sebagai negara yang memiliki angka kematian

diakibatkan oleh banjir di Asia-Pasifik, dengan kerugian yang dialami oleh Indonesia

mencapai US $ 22,5 miliar. Sepanjang tahun 2017 ada 640 kejadian bencana banjir

yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, sehingga bencana banjir menjadi

bencana paling sering terjadi dan menelan korban jiwa serta hilang paling banyak

(mediandonesia.com). Berdasarkan data BNPB tahun 2018 tercatat ada 1.134

kejadian bencana di Indonesia. Dari data terlihat bencana banjir menempati urutan

kedua kejadian bencana yang paling banyak terjadi, setelah puting beliung. Upaya

untuk mengurangi risiko bencana (mitigasi) banjir dapat dilakukan melalui

pembangunan fisik, penyadaran, maupun peningkatan kemampuan menghadapi

ancaman bencana banjir (Hermon, 2015: 37). Salah satu cara peningkatan

kemampuan dapat dilakukan melalui peningkatan kompetensi. Menurut Hutapea dan

Thoha (2008: 28) komponen utama pembentukan kompetensi yaitu perilaku individu,

1
2

pengetahuan yang dimiliki, dan kemampuan dalam bertindak. Maka dengan

melakukan peningkatan pada aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan menghadapi

ancaman bencana banjir diyakini dapat meningkatkan kompetensi mitigasi bencana

banjir. Upaya-upaya mitigasi bencana banjir merupakan kewajiban bagi setiap

elemen, baik pemerintah maupun masyarakat termasuk bidang pendidikan. Hal ini

tentu menjadi tantangan bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.

Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana diamanatkan Undang Undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Pasal 3

dinyatakan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Dari pernyataan ini dapat

disimpulkan bahwa pendidikan yang diselenggarakan hendaknya dapat mewujudkan

proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik secara menyeluruh sebagai

generasi penerus bangsa di masa depan.

Peningkatan kualitas diri peserta didik dapat dilakukan melalui pembelajaran.

Menurut Sagala (2011: 62) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram

dalam desain instruksional, untuk membuat peserta didik belajar secara aktif, yang

menekankan pada penyediaan sumber belajar. Kegiatan pembelajaran dapat terjadi

kapanpun, dimanapun dan dapat bersumber dari apapun yang ditemui sehari-hari di
3

sekitar lingkungan peserta didik. Kegiatan pembelajaran yang diprogramkan oleh

guru hendaknya dapat membuat peserta didik belajar aktif dan menunjukkan respon

yang baik terhadap situasi-situasi tertentu.

Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu

dengan terus melakukan penyempurnaan terhadap kurikulum. Adapun upaya yang

dilakukan oleh pemerintah salah satunya yaitu dengan menerapkan kurikulum 2013

yang merupakan pengembangan dari KBK yang telah dirintis pada tahun 2004 dan

KTSP pada tahun 2006. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang berbasis

kompetensi yang menuntut kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan

saintifik. Kegiatan pembelajaran hendaknya menggunakan model, metode, dan media

pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran.

Selanjutnya pada kurikulum 2013, isi kurikulum atau materi yang disajikan

mencakup semua materi yang terkandung dalam Kompetensi Inti (KI) 3 dan

Kompetensi Dasar (KD). KI 3 mengacu pada empat hal yaitu faktual, konseptual,

prosedural, dan metakognitif. Materi atau bahan kajian hendaknya mengandung

muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal. Hal ini sesuai

dengan Permendikbud Nomor 79 Tahun 2014 pasal 2 yang menyebutkan bahwa

bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan hendaknya berisi muatan

dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal untuk membentuk

pemahaman peserta didik terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya. Salah satu

potensi dan keunikan lokal yang ada di Sumatera Barat adalah potensi bencana banjir.
4

Analisis potensi daerah menunjukkan bahwa Sumatera Barat merupakan

daerah yang rawan bencana banjir. Menurut data Badan Penaggulangan Bencana

Daerah (BPBD) Sumatera Barat Tahun 2016, Provinsi Sumatera Barat terutama Kota

Padang merupakan kota yang memiliki potensi menengah hingga tinggi untuk

terjadinya banjir. Ada tujuh kecamatan di Kota Padang yang memiliki potensi

tersebut, diantaranya Kecamatan Koto Tangah, Lubuk Begalung, Nanggalo, Padang

Selatan, Padang Barat, Teluk Kabung dan Padang Timur yang meliputi 14 kelurahan.

Penyebab terjadinya banjir di Kota Padang yaitu, memiliki iklim tropis dengan hujan

turun hampir setiap tahun dengan curah yang cukup tinggi, memiliki 5 sungai besar

dan 16 sungai kecil di dataran rendah, sistem drainase kurang baik untuk siap

menampung air hujan atau air pasang, kurangnya kebersihan selokan sebagai tempat

lalu lalang air serta berkurangnya atau menghilangnya ruang terbuka hijau dan daerah

resapan air karena disulap menjadi kompleks peBerandaan mewah dan pusat-pusat

perbelanjaan/pertokoan (Proseding Rahman Kenefi, 2017). Selanjutnya kelemahan

yang ditemukan yaitu belum optimalnya koordinasi dari berbagai pihak (institusi dan

ahli) dalam pengelolaan bencana banjir khususnya dibidang pendidikan yang belum

terlaksananya pembelajaran yang terfokus pada bencana banjir, dan belum banyak

masyarakat yang mengetahui bagaimana mitigasi bencana banjir.

Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

Nomor 4 Tahun 2014 sekolah aman bencana adalah sekolah pembelajar yang

bekomitmen akan budaya aman dan sehat, sadar akan resiko yang mapan dan matang,
5

sebelum, sesaat, dan sesudah bencana, dan selalu siap untuk merespon pada saat

darurat bencana. Maka sekolah yang merupakan sumber ilmu pengetahuan bagi

peserta didik memiliki peranan yang penting dalam penyampaian informasi kepada

masyarakat.

Fisika merupakan disiplin ilmu yang mempelajari gejala alam dan

menjelaskan bagaimana gejala tersebut dapat terjadi. Permendikbud No. 59 Tahun

2014 menyatakan bahwa salah satu tujuan mata pembelajaran Fisika di SMA/MA

adalah mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan

deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip Fisika untuk menjelaskan berbagai

peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Berdasarkan tujuan pembelajaran Fisika, diharapkan bahwa pembelajaran Fisika

dapat menjelaskan berbagai peristiwa maupun masalah yang terjadi di alam. Sehingga

peserta didik dapat mengambil langkah yang tepat apabila terjadi permasalahan di

lingkungannya.

Analisis kebutuhan yang dilakukan yaitu analisis Standar Kompetensi Lulusan

(SKL) 2013, pengetahuan awal, materi, kegiatan pembelajaran, dan karakteristik

peserta didik. Analisis SKL, pengetahuan awal, kegiatan pembelajaran, dan

karakteristik peserta didik dilaksanakan di SMAN 6 dan 9 Padang yang merupakan

sekolah yang pernah mengalami bencana banjir dan memiliki potensi menengah

hingga tinggi.

Analisis SKL 2013 menunjukkan bahwa kompetensi lulusan peserta didik

belum sesuai dengan yang diharapkan terutama pada pengetahuan konseptual yang
6

masih berada pada kategori kurang. Peserta didik belum memahami materi konsep

Fisika secara baik. Selanjutnya, Analisis pengetahuan awal tentang bencana banjir

menunjukkan bahwa peserta didik belum mampu memahami bencana banjir dengan

baik. Dari empat indikator bencana banjir yang diujikan, pengetahuan tentang

penanggulangan bencana banjir berada pada persentase rendah, yaitu 36%. Hal ini

menunjukkan bahwa peserta didik belum mampu menanggulangi bencana banjir

dengan baik, terutama pada mitigasi bencana banjir.

Kegiatan pembelajaran menunjukkan bahwa belum terlaksananya proses

pembelajaran Fisika secara optimal yaitu pada pemanfaatan media pembelajaran dan

sumber belajar. Pemanfaatan media pembelajaran menunjukkan bahwa media yang

digunakan oleh guru belum dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Bahan

ajar yang ada belum memaparkan tahapan model pembelajaran dengan jelas sehingga

peserta didik belum dapat belajar secara mandiri. Bahan ajar yang ada belum

menghadirkan fenomena dalam kehidupan sehari-hari, sulitnya guru dalam

menjelaskan fenomena Fisika yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari peserta didik

karena Kurikulum 2013 belum terlaksana secara optimal. Dalam kegiatan

pembelajaran, guru belum menghadirkan peristiwa yang berhubungan dengan

kehidupan sehari-hari. Sehingga peserta didik kesulitan untuk memahami dan

menganalisis permasalahan yang diberikan.

Analisis materi menunjukkan Kurikulum 2013 belum terlaksana dengan baik.

Hal ini terlihat dari materi yang disajikan pada bahan ajar. Materi yang disajikan pada

bahan ajar belum berdasarkan potensi daerah. Materi yang disajikan pada bahan ajar
7

Fisika sebaiknya berdasarkan potensi daerah di sekitar lingkungan peserta didik,

sehingga dengan menyajikan fenomena bencana banjir dalam bahan ajar akan

menjadikan pembelajaran Fisika lebih mudah dipahami. Materi fenomena banjir

membuat peserta didik dapat memahami materi lebih mendalam dan berkesan serta

memiliki kompetensi yang lebih baik karena berkaitan dengan pengalaman peserta

didik (Prastowo, 2016: 147). Hasil analisis materi Fisika kelas X dan XI

menunjukkan bahwa materi Kelas X Semester 2 cocok di integrasikan dengan materi

banjir dengan persentase 53% cukup sesuai.

Pada hasil analisis materi yang dilakukan terhadap materi Fisika Kelas X

Semester 2 menunjukkan bahwa materi usaha dan energi serta momentum dan impuls

paling cocok diintegrasikan dengan materi bencana banjir dibandingkan dengan

materi lainnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa materi tersebut didominasi oleh

materi faktual dan konseptual, sehingga cocok diajarkan melalui pengalaman belajar

langsung yang bermakna serta relevan dengan kehidupan nyata.

Analisis karakteristik peserta didik yang terdiri dari kompetensi awal, gaya

belajar, motivasi, dan minat menunjukkan bahwa pembelajaran belum sesuai dengan

yang diharapkan. Dari hasil analisis kompetensi awal menunjukkan bahwa sikap

sosial (peduli) peserta didik termasuk kategori cukup , namun indikator yang paling

kurang terdapat pada aktivitas peserta didik. Peserta didik masih melakukan kegiatan

yang dapat mengganggu dan merugikan lingkungan, serta peserta didik belum

berusaha untuk memelihara kebersihan lingkungan sekitarnya, oleh karenanya sikap

sosial peserta didik perlu ditingkatkan. Selanjutnya, sikap kemandirian peserta didik
8

dalam belajar masih kurang dengan persentase 54%, peserta didik belum mampu

belajar tanpa adanya guru, dan peserta didik belum memiliki upaya untuk membaca

materi pelajaran terlebih dahulu sebelum guru masuk ke dalam kelas. Maka,

dibutuhkan bahan ajar ang mampu membuat peserta didik mampu belajar secara

mandiri, dengan atau tanpa adanya guru. Dari aspek pengetahuan terlihat bahwa

pengetahuan faktual dan konseptual peserta didik masih kurang, peserta didik masih

belum mampu mengidentifikasi fakta-fakta terkait fenomena Fisika di lingkungan dan

mengenali informasi mengenai peristiwa terkait konteks daerah serta peserta didik

belum mampu memahami konsep-konsep Fisika secara utuh dan belum mampu

menjelaskan ciri-ciri Fisika terkait konteks daerah. Dari hal tersebut, maka dalam

pelaksanaan pembelajaran perlu diterapkan model pembelajaran yang mampu

meningkatkan kompetensi pengetahuan faktual dan konseptual peserta didik.

Hasil analisis gaya belajar peserta didik menunjukkan bahwa peserta didik

menyukai pembelajaran yang menggunakan media visual dan auditori. Peserta didik

menyatakan bahwa pembelajaarn dengan menggunakan media visual dan auditori

dapat menjadi pembelajaran lebih menarik, menyenangkan, dan tidak membosankan.

Kemudian, hasil analisis motivasi dan minat peserta didik terhap pembelajaran Fisika

berada pada kategori cukup dengan persentase 74 dan 73 %, dengan menggunakan

bahan ajar yang memanfaatkan media visual dan auditori diyakini dapat

meningkatkan motivasi dan minat peserta didik dalam belajar.

Berdasarkan hasil analisis potensi daerah, kurikulum, dan karakteristik

peserta didik, dibutuhkan bahan ajar yang dapat digunakan oleh semua peserta didik,
9

menarik, mudah dipahami dan menggunakan media visual dan auditori sehingga

dapat digunakan secara mandiri. Salah satu jenis bahan ajar yang dapat digunakan

adalah bahan ajar interaktif, seperti elektronik modul(e-modul). Adapaun kelebihan e-

modul dibandingkan dengan bahan ajar lainnya adalah (a) Dapat meningkatkan

motivasi peserta didik, karena tugas pelajaran dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan

kemampuan peserta didik. (b) Setelah dilakukan evaluasi, guru dan peserta didik

mengetahui pada bagian mana peserta didik telah dan belum berhasil. (c) Bahan

pelajaran terbagi lebih merata dalam satu semester. (d) Pendidikan lebih berdaya

guna, karena bahan pelajaran disusun menurut jenjang akademik. (e) Penyajian yang

bersifat statis pada modul cetak dapat diubah menjadi lebih interaktif dan lebih

dinamis. (f) Unsur verbalisme yang terlalu tinggi pada modul cetak dapat dikurangi

dengan menyajikan unsur visual (Kemendikbud, 2017: 3).

Selanjutnya, model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan

pengetahuan faktual dan konseptual peserta didik serta memanfaatkan teknologi dan

melibatkan lingkungan dalam pembelajarannya adalah model pembelajaran

SETS(Science, Environment, Technology, and Society). Model pembelajaran SETS

merupakan model pembelajaran yang memusatkan permasalahan dari dunia nyata

yang memiliki komponen sains dan teknologi dari perspektif peserta didik, di

dalamnya terdapat konsep-konsep dan proses, selanjutnya peserta didik diajak untuk

menginvestigasi, menganalisis, dan menerapkan konsep, dan proses itu pada situasi

yang nyata (Fatchan dkk, 2014). Model pembelajaran SETS memusatkan


10

permasalahan dari dunia nyata yang memiliki unsur sains dalam pembelajaran yang

sedang diikuti dengan unsur lingkungan, teknologi dan masyarakat.

Dari paparan diatas, maka penulis berupaya untuk mengembangkan bahan

ajar berupa E-Modul Fisika SMA/MA terintegrasi materi bencana banjir

menggunakan model SETS (Science, Environment, Technology, and Society). E-

Modul disusun berbasis langkah-langkah SETS. Pengintegrasian materi bencana

banjir pada e-modul Fisika diharapkan dapat meningkatkan kompetensi mitigasi

bencana peserta didik. Oleh karena itu, penulis mengangkat judul penelitian:

“Pengembangan E-Modul Fisika SMA/MA Berbasis Model SETS(Science,

Environment, Technology, and Society) Terintegrasi Materi Bencana Banjir

untuk Meningkatkan Kompetensi Mitigasi Bencana”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan

masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana hasil analisis kebutuhan dan konteks pengembangan e-modul Fisika

SMA/MA berbasis SETS terintegrasi materi bencana banjir untuk meningkatkan

kompetensi mitigasi bencana?

2. Bagaimana validitas, praktikalitas, dan efektivitas hasil pengembangan e-modul

Fisika SMA/MA berbasis SETS terintegrasi materi bencana banjir untuk

meningkatkan kompetensi mitigasi bencana?


11

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan umum pengembangan ini adalah

mengembangkan e-modul Fisika SMA/MA berbasis Model SETS terintegrasi materi

bencana banjir untuk meningkatkan kompetensi mitigasi bencana peserta didik

dengan kriteria valid, praktis, dan efektif. Sedangkan tujuan khusus pengembangan

adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan hasil analisis kebutuhan dan konteks pengembangan e-modul

Fisika SMA/MA berbasis Model SETS terintegrasi materi bencana banjir untuk

meningkatkan kompetensi mitigasi bencana.

2. Menghasilkan e-modul Fisika SMA/MA berbasis model SETS terintegrasi materi

bencana banjir untuk meningkatkan kompetensi mitigasi bencana peserta didik

dengan kriteria valid, praktis, efektif.

D. Spesifikasi Produk yang Diharapkan

Setelah penelitian ini diharapkan menghasilkan produk e-modul Fisika

SMA/MA dengan karakteristik sebagai berikut:

1. E-modul Fisika SMA/MA berisi materi Fisika yang diikat dengan materi bencana

banjir.

2. Materi fisika yang akan digunakan dalam pengembangan e-modul berbasis

Model SETS ini adalah materi yang terdapat dalam Kelas X Semester 2, yaitu

pada KD 3.9 dan KD 3.10.

3. E-modul Fisika SMA/MA terdiri dari komponen, cover, menu, petunjuk

penggunaan, KI dan KD, IPK dan tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran


12

sesuai dengan model yang digunakan, uraian materi, latihan, penilaian diri,

evaluasi, kunci jawaban dan penskoran, glosarium, dan daftar pustaka.

4. E-modul dikembangkan berbasis model SETS (Science, Environment,

Technology, and Society) yang terdiri atas lima tahapan, yaitu: tahap inisiasi,

pengembangan konsep, aplikasi konsep, pemantapan konsep, dan penilaian.

5. Materi Fisika yang diujicobakan di lapangan yakni KD 3.10 Menerapkan konsep

momentum dan impuls, serta hukum kekekalan momentum dalam kehidupan

sehari-hari.

6. E-modul Fisika SMA/MA berisikan informasi pendukung dan sikap yang harus

diperhatikan peserta didik (sikap peduli lingkungan), soal-soal mitigasi bencana

banjir pada uji kompetensi pengetahuan, dan penambahan kemampuan mitigasi

bencana banjir pada Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) sehingga dapat

meningkatkan kompetensi mitigasi bencana peserta didik.

E. Pentingnya Pengembangan

Pengembangan e-modul Fisika SMA/MA terintegrasi materi bencana banjir

penting untuk dilakukan agar :

1. Peserta didik dapat meningkatkan kompetensi sikap, pengetahuan, dan

memecahkan permasalahan lingkungan yang ditemui dalam kehidupan sehari-

hari.

2. Guru yang mengalami kesulitan dalam menghadapi permasalahan-

permasalahan dalam pembelajaran, dapat menciptakan bahan ajar yang


13

lebih inovatif, kreatif, efisien, dan menarik untuk meningkatkan kompetensi

Fisika dan kompetensi mitigasi bencana banjir peserta didik.

3. Sekolah dapat memperkaya ketersediaan e-modul Fisika SMA/MA berbasis

model SETS terintegrasi materi bencana banjir untuk meningkatkan kompetensi

mitigasi bencana peserta didik.

4. Peneliti lain dapat mempelajari lebih lanjut dan dapat menjadikannya

sebagai acuan dalam melakukan penelitian yang relevan.

F. Asumsi dan Batasan Pengembangan

1. Asumsi Pengembangan

Asumsi adalah dugaan yang diterima sebagai dasar atau landasan berpikir

karena dianggap benar. Asumsi dalam pengembangan ini yaitu e-modul Fisika

SMA/MA berbasis model SETS terintegrasi materi bencana banjir untuk

meningkatkan kompetensi mitigasi bencana peserta didik dapat mengatasi

permasalahan pada proses pembelajaran dan memenuhi ketersediaan bahan ajar

yang sesuai dengan kurikulum. Tahap pengembangan terdiri dari penelitian

pendahuluan, fase pengembangan atau pemrototipean, dan fase penilaian.

Tahap penelitian pendahuluan memiliki beberapa asumsi dalam analisis

kebutuhan dan konteks. Peserta didik sekolah menengah diasumsikan telah berada

pada tahap perkembangan intelektual yang dapat memprediksi pemecahan suatu

masalah dan pada usia ini peserta didik memperoleh dan mencari ilmu pengetahuan

yang bertujuan untuk menganalisis pengetahuan tersebut. Peserta didik sekolah

menegah usia ini berada pada tahap operasional formal (Yaumi, 2016: 122).
14

Widyastono (2014: 29) juga menyatakan pada tahap operasional formal, anak sudah

mulai mampu menggunakan logika berpikir hipotesis-deduktif, berpikir rasional,

berpikir abstrak, proposional, mengevaluasi informasi, menganalisis dan sebagainya.

Pada tahap ini pola pikir sudah sistematik sehingga mampu memprediksi berbagai

macam kemungkinan dan mampu memecahkan masalah secara verbal. Selain itu,

daerah Sumatera Barat diasumsikan memiliki potensi terhadap ancaman bencana

banjir. Selanjutnya, pada fase pengembangan atau pemrototipean e-modul yang

digunakan adalah e-modul yang dapat distandarisasi melalui uji validitas dan

praktikalitas. Kemudian, pada fase penilaian diasumsikan bahwa e-modul yang dapat

distandarisasi melalui uji efektivitas.

2. Batasan Pengembangan

Pengembangan ini difokuskan pada e-modul Fisika SMA/MA berbasis model

SETS terintegrasi materi bencana banjir untuk meningkatkan kompetensi mitigasi

bencana peserta didik. E-modul dirancang atas 2 KD pada materi kelas X Semester

2, yaitu KD. 3.9 dan KD. 3.10, penilaian sikap melalui lembar observasi dan

penilaian diri, pengetahuan melalui tes objektif (pilihan ganda), dan keterampilan

melalui lembar observasi.

G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Guru, dijadikan sebagai pertimbangan untuk memperbaharui sistem belajar,

meningkatkan keaktifan dan kemandirian peserta didik serta terlaksananya

kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan potensi daerah dan keunikan lokal.
15

2. Peserta didik, meningkatkan keaktifan dan kemandirian peserta didik serta

penguasaan materi tentang mitigasi bencana banjir.

3. Pembaca, dapat menambah pengetahuannya dan dapat dijadikan sebagai acuan

dalam melakukan pengembangan e-modul Fisika SMA/MA berbasis model

SETS terintegrasi materi bencana banjir untuk meningkatkan kompetensi

mitigasi bencana.

4. Penulis, sebagai ilmu yang menambah wawasan tentang dunia pendidikan dan

modal dasar sebagai calon pendidik di masa mendatang serta sebagai salah satu

syarat menyelesaikan studi magister pendidikan Fisika yang sedang penulis jalani

di Jurusan Fisika FMIPA UNP.

H. Defenisi Istilah

Defenisi istilah merupakan defenisi yang didasari atas hal yang dapat diamati,

karena hal yang diamati membuka kemungkinan pada orang lain untuk melakukan

hal yang serupa, sehingga apa yang dilakukan peneliti terbuka untuk diuji kembali

oleh orang lain. Berikut ini adalah defenisi istilah dari variabel-variabel yang terdapat

dalam penelitian, yaitu:

1. Pengembangan adalah pengkajian sistematis terhadap pendesainan,

pengembangan dan evaluasi program, proses dan produk pembelajaran yang

harus memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif.

2. E-modul adalah sebuah bentuk penyajian bahan ajar mandiri yang disusun secara

sistematis ke dalam unit pembelajaran tertentu, disajikan dalam bentuk format

tertentu, yang setiap kegiatan pembelajarannya dihubungkan dengan tautan (link)


16

sebagai navigasi yang dapat membuat peserta didik menjadi interaktif dengan

program, yang disajikan dengan video tutorial, animasi, dan audio untuk

memperkaya pengalaman belajar.

3. Model SETS (Science, Environment, Technology, and Society) merupakan

sebuah model pembelajaran yang memadukan sains, teknologi serta masyarakat

yang bertujuan supaya konsep sains dapat diaplikasikan dalam teknologi yang

bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.

4. Validitas adalah kesahihan dari bahan ajar yang akan diukur. Validitas terdiri

dari validitas isi, penyajian, kebahasaan, dan kegrafisan.

5. Praktikalitas merupakan keterlaksanaan dan ketepatan bahan ajar. Praktikalitas

dalam hal ini adalah kemudahan pengoperasian e-modul dalam proses

pembelajaran dan tingkat ketertarikan peserta didik dalam menggunakannya

yang ditunjukkan dengan keterlaksanaan. Praktikalitas juga dilihat dengan

keterlaksanaan penggunaan e-modul oleh guru. Kondisi dimana guru dan peserta

didik dapat menggunakan e-modul dengan mudah dan berguna bagi

kehidupannya.

6. Efektivitas bahan ajar merupakan ketercapaian hasil dalam penggunaan bahan

ajar yang digunakan. Efektivitas dalam hal ini adalah dampak yang ditimbulkan

setelah penggunaan e-modul berbasis SETS dalam proses pembelajaran yang

ditunjukkan dengan adanya peningkatan aktivitas dan motivasi belajar peserta

didik.
17

I. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan disesuaikan dengan aturan penulisan penelitian

pengembangan pada panduan penulisan tesis Program Pascasarjana Universitas

Negeri Padang, yaitu:

1. Bab I, membahas permasalahan yang akan diteliti pemecahan masalahnya berisi

latar belakang, rumusan masalah, tujuan pengembangan, spesifikasi produk yang

diharapkan, pentingnya pengembangan, asumsi dan keterbatasan pengembangan,

defenisi istilah, sistematika penulisan yang digunakan di dalam penelitian ini.

2. Bab II, membahas kajian pustaka, penelitian yang relevan, dan kerangka berfikir.

3. Bab III, membahas mengenai metodologi yang digunakan dalam penelitian yang

berisi jenis penelitian, model pengembangan, prosedur pengembangan, uji coba

produk, subjek uji coba, jenis data, instrumen pengumpulan data, dan teknis

analisis data.

4. Bab IV membahas paparan proses dan hasil pengembangan, pembahasan, serta

keterbatasan penelitian.

5. Bab V, membahas kesimpulan, implikasi, dan saran.


18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teoritis

1. Kurikulum 2013

Kurikulum adalah salah satu komponen yang sangat penting dalam

menyelenggarakan kegiatan pembelajaran. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah

seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta

cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua

dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk

kegiatan pembelajaran. Kurikulum 2013 yang diberlakukan mulai tahun ajaran

2013/2014 memenuhi kedua dimensi tersebut (Permendikbud No.69 tahun 2013).

Pada Kurikulum 2013, proses pembelajaran pada satuan pendidikan

diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi

pesertadidik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi

prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan

fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan

perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses

18
19

pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi

lulusan. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi maka prinsip

pembelajaran yang digunakan:

1) Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
2) Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis
aneka sumberbelajar;
3) Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan
pendekatan ilmiah;
4) Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis
kompetensi;
5) Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
6) Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju
pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
7) Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
8) Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills)
dan keterampilan mental (softskills);
9) Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan
pesertadidik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
10) Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi
keteladanan(ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo
11) mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam
proses pembelajaran (tut wuri handayani);
12) Pembelajaran yang berlangsung di Beranda, di sekolah, dan di
masyarakat;
13) Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru,
siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas.
14) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan
15) Pengakuan atas perbedaan individualdan latar belakang budaya peserta
didik.

Prinsip pada kurikulum 2013 menjadikan peserta didik berada pada posisi

sentral dan aktif dalam belajar. Peserta didik dituntut lebih aktif dalam belajar, guru

hanya bersifat sebagai fasilitator atau yang menyimak dan mendampingi peserta didik

dalam pembelajaran, jika peserta didik mengalami kesulitan. Kurikulum 2013

bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup


20

sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan

afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara,

dan peradaban dunia (Permendikbud No. 24, 2016). Kurikulum 2013 dirancang

dengan karakteristik sebagai berikut:

1) Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial,


pengetahuan, dan keterampilan, serat menerapkannya dalam berbagai
kondisi di sekolah dan masyarakat.
2) Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan
pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang
dipelajari disekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagi
sumber belajar.
3) Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
4) Mengembangkan kompetensi yang dinayatakan dalam kompetensi inti
kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran.
5) Mengemabangkan kompetensi inti kelas ke menjadi unsur pengorganisasi
(organizing elements) kompetensi dasar. Semua kompetensi dasar dan
proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang
dinayatakan dalam kompetensi inti.
6) Mengembangkan kompetensi dasar berdasar pada prinsip akumulatif,
saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar
matapelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

Pembelajaran menurut Kurikulum 2013 adalah pembelajaran kompetensi

dengan memperkuat kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampialn secara

komprehensif dan interaktif. Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan

pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar

Proses, dan Standar Penilaian.

Menurut Permendikbud No.69 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan

Struktur Kurikulum SMA/MA menyebutkan bahwa struktur kurikulum 2013 berbeda

dengan struktur kurikulum sebelumnya. Struktur kurikulum 2013 terdiri atas:


21

1. Kompetensi inti (KI)


Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta
didik pada kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal
berbagai kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga.
2. Mata Pelajaran
Mata pelajaran untuk tingkat SMA/MA dikelompokkan menjadi dua yaitu
kelompok mata pelajaran wajib dan kelompok mata pelajaran peminatan.
Kelompok mata pelajaran wajib merupakan bagian dari pendidikan umum
yaitu pendidikan bagi semua warga negara bertujuan memberikan
pengetahuan tentang bangsa, sikap sebagai bangsa, dan kemampuan
penting untuk mengembangkan kehidupan pribadi peserta didik,
masyarakat dan bangsa. Kelompok mata pelajaran peminatan bertujuan
(1) untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan
minatnya dalam sekelompok mata pelajaran sesuai dengan minat
keilmuannya di perguruan tinggi, dan (2) untuk mengembangkan
minatnya terhadap suatu disiplin ilmu atau keterampilan tertentu.
3. Beban belajar
Beban belajar merupakan keseluruhan kegiatan yang harus diikuti peserta
didik dalam satu minggu, satu semester, dan satu tahun pembelajaran.
4. Kompetensi dasar (KD)
Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. Rumusan
kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik
peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu matapelajaran.

Jadi, pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik

dituangkan dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar yang dikembangkan

berdasarkan standar kompetensi lulusan yang harus dikuasai peserta didik dengan

beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum 2013.

2. Pembelajaran Fisika

Permendikbud nomor 103 tahun 2014 menyatakan Pembelajaran adalah

proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan suatu proses


22

pengembangan potensi setiap peserta didik sebagai hasil sinergi antara pendidikan

yang berlangsung di sekolah, keluarga dan masyarakat. Proses tersebut memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya

menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat. Potensi ini mencakup

sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup

bermasyarakat dan berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia.

Fisika merupakan salah satu kelompok maat pelajaran peminatan Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam pada jenjang Sekolah Menengah Atas. Menurut

Sumarsono (2008: 2), Fisika merupakan salah satu ilmu pengetahuan alam dasar yang

banyak digunakan sebagai dasr bagi ilmu-ilmu yang lain. Fisika menjadi dasar

berbagai pengembangan ilmu dan teknologi. Kaitan antara Fisika dan disiplin ilmu

lain membentuk disiplin ilmu baru, misalnya dengan ilmu astronomi membentuk

ilmu astrofisika, dengan biologi membentuk biofisika, dengan ilmu kesehatan

membentuk fisika medis, dengan geologi membentuk geofisika, dan lain-lain.

Menurut Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014, Fisika merupakan bagian dari

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang merupakan usaha sistematis dalam rangka

membangun dan mengorganisasikan pengetahuan dalam bentuk penjelasan-

penjelasan yang dapat diuji dan mampu memprediksi gejala alam. Dalam

memprediksi gejala alam diperlukan kemampuan pengamatan yang dilanjutkan

dengan menyelidikan melalui kegiatan metode ilmiah.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 bahwa pada tingkat

SMA/MA, Pelajaran Fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata


23

pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain memberikan

bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran Fisika dimaksudkan sebagai wahana

untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah

di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran Fisika perlu diajarkan untuk

tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman

dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan

yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi.

Pembelajaran Fisika merupakan salah satu cara untuk mengajarkan kepada

peserta didik agar memiliki sikap ilmiah dan proses ilmiah untuk memperoleh produk

ilmiah. Selain mampu menghasilkan produk ilmiah, melalui pembelajaran fisika

peserta didik juga diharapkan mampu menerapkan produk ilmiah tersebut ke dalam

kehidupan sehari-hari, teknologi, industri maupun untuk jenjang pendidikan yang

lebih tinggi. Pembelajaran Fisika akan lebih berkesan jika efek dari pembelajaran

fisika tersebut menjadikan peserta didik dapat menumbuhkembangkan pengalaman

yang dimilikinya untuk melihat dan memahami dunia nyata dengan menggunakan

proses dan prinsip ilmiah.

Dalam pembelajaran Fisika yang membuat peserta didik aktif adalah

pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam mengalami sendiri yang

dipelajarinya, sehingga tujuan dari pembelajaran fisika itu sendiri dapat tercapai

dengan baik. Tujuan pembelajaran Fisika yaitu untuk menguasai konsep-konsep

fisika dan mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk
24

memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehingga lebih menyadari keagungan

Tuhan Yang Maha Esa.

Abu Hamid (2011), menyatakan bahwa garis besar pembelajaran Fisika

adalah sebagai berikut:

Garis besar, hakikat pembelajaran fisika adalah sebagai berikut:


1) Proses belajar Fisika bersifat untuk menentukan konsep, prinsip, teori, dan
hukum-hukum alam, serta untuk dapat menimbulkan reaksi, atau jawaban
yang dapat dipahami dan diterima secara objektif, jujur dan rasional.
2) Pada hakikatnya mengajar Fisika merupakan suatu usaha untuk memilih
strategi mendidik dan mengajar yang sesuai dengan materi yang akan
disampaikan, dan upaya untuk menyediakan kondisi-kondisi dan situasi
belajar Fisika yang kondusif, agar murid secara fisik dan psikologis dapat
melakukan proses eksplorasi untuk menemukan konsep, prinsip, teori, dan
hukum-hukum alam serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
3) Pada hakikatnya hasil belajar Fisika merupakan kesadaran murid untuk
memperoleh konsep dan jaringan konsep Fisika melalui eksplorasi dan
eksperimentasi, serta kesadaran murid untuk menerapkan pengetahuannya
untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari.

Berdasarkan pendapat Abdul Hamid di atas, maka dapat dikatakan bahwa

pembelajaran Fisika dipandang sebagai suatu proses untuk mengembangkan

kemampuan memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum fisika sehingga

dalam proses pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode

pembelajaran yang efektif dan efisien. Pembelajaran fisika di sekolah menengah

merupakan salah satu mata pelajaran IPA yang dapat menjadi wahana bagi peserta

didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Dalam pembelajaran fisika,

pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman

langsung akan sangat berarti dalam membentuk konsep peserta didik. Hal ini juga

sesuai dengan tingkat perkembangan mental peserta didik SMA yang berada pada
25

fase transisi dari konkrit ke formal, akan sangat memudahkan peserta didik jika

pembelajaran Sains mengajak anak untuk belajar merumuskan konsep secara induktif

berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.

Mata pelajaran Fisika SMA sebagai bagian dari matapelajaran IPA di SMA

merupakan kelanjutan pelajaran Fisika di SMP yang mempelajari sifat materi, gerak,

dan fenomena lain yang ada hubungannya dengan energi. Selain itu, juga

mempelajari keterkaitan antara konsep-konsep fisika dengan kehidupan nyata,

pengembangan sikap dan kesadaran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan alam

dan teknologi beserta dampaknya (Buku Kurikulum SMA, 2012: 1).

Beberapa tujuan mata pelajaran Fisika Menurut Permendikbud Nomor 59

Tahun 2014 pada SMA/MA yaitu, (1) Dapat menambah keimanan peserta didik

dengan menyadari hubungan keteraturan, keindahan alam, dan kompleksitas alam

dalam jagad raya terhadap kebesaran Tuhan yang menciptakannya, (2) Menunjukkan

perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, jujur, teliti, tekun, ulet, hati-hati,

bertanggung jawab, terbuka, kritis, kreatif, inovatif dan peduli terhadap lingkungan)

dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap ilmiah dalam

melakukan percobaan dan berdiskusi, (3) Dapat menghargai kerja individu dan

kelompok dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi melaksanakan

percobaan dan melaporkan hasil percobaan (4) Mengembangkan pengalaman untuk

menggunakan metode ilmiah dalam merumuskan masalah, mengajukan dan menguji

hipotesis melalui percobaan, merancang, merakit instrumen percobaan, mengumpul,

mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara


26

lisan dan tulisan, (5) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis

induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk

menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif

maupun kuantitatif, (6) Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai

keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal

untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Dara uraian diatas terlihat bahwa dalam

pelaksanaannya pembelajaran fisika menurut Kurikulum 2013 memiliki tujuan yang

baik. Jika semua tujuan ini tercapai tentu pencapaian kompetensi peserta didik dapat

terwujud.

3. Pembelajaran Fisika dalam Kurikulum 2013

Menurut Permendikbud nomor 22 tahun 2016, karakteristik pembelajaran

pada setiap satuan pendidikan berhubungan erat dengan Standar Kompetensi Lulusan

dan Standar Isi. Berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan sasaran pembelajaran

mencakup ranah kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Perolehan nilai

ketiga ranah ini berbeda-beda. Tercapainya kompetensi ketiga ranah ini maka Standar

Kompetensi Lulusan dapat dikatakan tercapai.

Pembelajaran Fisika dalam Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan

saintifik, pendekatan saintifik merupakan proses pembelajaran yang berbasis proses

keilmuan. Pendekatan saintifik diyakini sebagai pendekatan yang mampu

mengembangkan kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Adapun langkah-

langkah dalam pelaksanaan pembelajarannya dapat dilihat pada Tabel 1.


27

Tabel 1. Deskripsi Langkah Pembelajaran


Langkah
Deskripsi Kegiatan Bentuk Hasil Belajar
Pembelajaran
Mengamati Mengamati dengan indra Perhatian pada waktu
(observing) (membaca, mendengar, mengamati suatu
menyimak, melihat, objek/membaca suatu
menonton, dan sebagainya) tulisan/mendengar suatu
dengan atau tanpa alat penjelasan, catatan yang
dibuat tentang yang diamati,
kesabaran, waktu (on task)
yang digunakan untuk
mengamati
Menanya Membuat dan mengajukan Jenis, kualitas, dan jumlah
(questioning) pertanyaan, tanya jawab, pertanyaan yang diajukan
berdiskusi peserta didik (pertanyaan
Tentang informasi yang faktual, konseptual,
belum dipahami, informasi prosedural, dan hipotetik)
tambahan yang ingin
diketahui, atau sebagai
klarifikasi.
Mengumpulkan Mengeksplorasi, mencoba, Jumlah dan kualitas sumber
informasi/mencob berdiskusi, yang dikaji/digunakan,
a (experimenting) mendemonstrasikan, meniru kelengkapan informasi,
bentuk/gerak, melakukan validitas informasi yang
eksperimen, membaca dikumpulkan, dan
sumber lain selain buku teks, instrumen/alat yang
mengumpulkan data dari nara digunakan untuk
sumber melalui angket, mengumpulkan data.
wawancara, dan
memodifikasi/
menambahi/mengem-
bangkan
Menalar/mengaso Mengolah informasi yang Mengembangkan interpretasi,
siasi (associating) sudah dikumpulkan, argumentasi dan kesimpulan
menganalisis data dalam mengenai keterkaitan
bentuk membuat kategori, informasi dari dua
mengasosiasi atau fakta/konsep, interpretasi
menghubungkan argumentasi dan kesimpulan
fenomena/informasi yang mengenai keterkaitan lebih
terkait dalam rangka dari dua fakta/konsep/teori,
menemukan suatu pola, dan menyintesis dan argumentasi
28

Langkah
Deskripsi Kegiatan Bentuk Hasil Belajar
Pembelajaran
menyimpulkan. serta kesimpulan keterkaitan
antarberbagai jenis
fakta/konsep/teori/ pendapat;
mengembangkan interpretasi,
struktur baru, argumentasi,
dan kesimpulan yang
menunjukkan hubungan
fakta/konsep/teori dari dua
sumber atau lebih yang tidak
bertentangan.
Mengomunikasik Menyajikan laporan dalam Menyajikan hasil kajian (dari
an bentuk bagan, diagram, atau mengamati sampai menalar)
(communicating) grafik; menyusun laporan dalam bentuk tulisan, grafis,
tertulis; dan menyajikan media elektronik, multi media
laporan meliputi proses, hasil, dan lain-lain
dan kesimpulan secara lisan
(Sumber: Permendikbud No. 104 Tahun 2014)

Tabel 1 menunjukkan langkah-langkah pembelajaran pada Kurikulum 2013.

langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan

pendekatan scientific. Dengan menggunakan pendekatan saintifik diharapkan peserta

didik dapat memahami pembelajaran dengan baik. Melalui mengamati peserta didik

dapat menumbuhkan rasa ingin tahunya, menanya peserta didik akan aktif dalam

mencari pembuktian atas penalarannya, Mencoba dapat memberikan kesempatan

kepada didik untuk membuktikan penalarannya, sehingga pembelajaran lebih

bermakna. menalar dapat merangsang peserta didik untuk berpikir mengenai

kemungkinan kebenaran dari sebuah teori. Mengkomunikasikan dengan

mengkomunikasikan hasil percobaan yang didapat peserta didik belajar bertanggung

jawab atas temuannya.


29

Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 menyatakan bahwa pembelajaran

Ffisika pada jenjang SMA/MA dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata

pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain memberikan

bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran fisika dimaksudkan untuk

menumbuhkan kemampuan berpikir peserta didik guna memecahkan masalah di

dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran fisika perlu diajarkan dengan

tujuan khusus membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah

kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih

tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dari paparan di atas, terlihat bahwa dengan mempelajari Fisika dalam

Kurikulum 2013 diharapkan agar peserta didik dapat melakukan percobaan,

memahami konsep, memganalisis gejala alam dan menerapkan konsep fisika.

Pembelajaran fisika berasal dari fenomena alam yang bukan hanya berupa fakta-

fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip tetapi juga merupakan suatu proses

penemuan dan pemecahan masalah. Untuk itu dalam pembelajaran Fisika dibutuhkan

kegiatan pembelajaran yang mampu mendorong peserta didik agar benar-benar

memahami dan dapat menerapkan pengetahuan yang dimilikinya. Peserta didik juga

didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk

dirinya, dan berupaya keras untuk menemukan ide-idenya. Maka dengan

menggunakan model pembelajaran yang mampu membuat pesta didik memahami

materi dengan baik dengan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya diyakini dapat

meningkatkan kompetensi Fisika peserta didik.


30

4. Model SETS (Science, Environment, Technology, and Society)

a. Defenisi Model Pembelajaran SETS

Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran sebagai hasil

penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan

analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional

dikelas (Zubaedi, 2011: 185). Menurut Zubaedi pembelajaran mempengaruhi

psikologi peserta didik pada proses pembelajaran, karena model pembelajaran adalah

sistem pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir dengan penyajian guru

secara khusus.

Sistem pembelajaran yang telah dirancang oleh seorang guru akan membantu

dalam proses pembelajaran. Zubaedi (2011) mengungkapkan model pembelajaran

dapat diartikan sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur

materi dan memberi petunjuk bagi guru dikelas. Hal ini tergambar bahwa model

pembelajaran dapat membatu guru untuk mengatur pembelajaran sesuai keinginan

guru yang mengajar serta penyusunan kurikulum maupun materi yang diajarkan.

Namun, pemilihan model pembelajaran sebagai pelaksanaan pendekatan saintifik

pembelajaran memerlukan analisis yang cermat sesuai dengan karakteristik

kompetensi dan kegiatan pembelajaran dalam silabus. Menurut Permendikbud No. 59

tahun 2014 bahwa pemilihan model pembelajaran mempertimbangkan hal-hal

sebagai berikut:

1) Karakteristik pengetahuan yang dikembangkan menurut kategori faktual,

konseptual, dan prosedural.


31

2) Karakteristik keterampilan yang tertuang pada rumusan kompetensi dasar dari

KI-4.

3) Pemilihan model tersebut mempertimbangkan sikap yang dikembangkan, baik

sikap religious (KI-1) maupun sikap sosial (KI-2).

Berdasarkan hal tersebut, model pembelajaran SETS pada karakteristik

pengetahuan dapat dikembangkan menurut kategori faktual, konseptual, dan

prosedural. Hal ini sejalan dengan pengertian SETS (Science, Environment,

Technology, and Society) yang juga sering disebut pembelajaran yang mengaitkan

antara sains, teknologi, lingkungan, serta manfaatnya bagi kehidupan masyarakat.

Yager (1996) mengungkapkan bahwa pada awalnya istilah SETS

dikemukakan oleh John Ziman pada Tahun 1980 dalam bukunya “Teaching and

Learning About Science and Society”. SETS adalah suatu bentukpengajaran yang

tidak hanya menekankan pada konsep-konsep sains saja, namun juga menekankan

pada peran sains dan teknologi dalam berbagai kehidupan masyarakat dan

menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial peserta didik terhadap dampak-dampak

sains dan teknologi yang terjadi dimasyarakat. Ziman mencoba mengungkapkan

bahwa konsep-konsep dan proses-proses sains yang diajarkan seharusnya relevan

dengan kehidupan sehari-hari peserta didik (Galib, 2002). Dari pendapat tersebut

dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran SETS (Science, Environment,

Technology, Society) adalah pembelajaran yang mengaitkan empat unsur SETS yaitu

sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat secara terintegratif. Sehingga


32

pembelajaran tidak hanya pada bidang ilmu pengetahuan yang dikaji saja namun

menghubungkan semua unsur yang ada dalam SETS tersebut.

Model pembelajaran SETS bersifat peduli terhadap lingkungan dan

bekerjasama serta toleransi dalam hidup bermasyarakat. Dalam pelaksanaan

pembelajaran harus memenuhi semua kriteria yang ada yaitu sains atau IPA yang

berhubungan dengan lingkungan, teknologidan masyarakat. Dari pembelajaran SETS

dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, berpikir tingkat tinggi serta dalam

pemecahan masalah peserta didik. Adapun teori-teori belajar yang mendukung model

pembelajaran SETS.

a. Gagne, menyatakan untuk terjadinya kegiatan belajar peserta didik perlu kondisi

belajar, baik kondisi internal maupun eksternal. Kondisi internal meliputi aspek

hasil belajar, sedangkan kondisi eksternal melipiti aspek benda yang dirancang

dalam suatu pembelajaran. Gagne menyatakan lima kelompok yaitu intelectual

skill, cognitive strategy, verbal information, motor skill and attitude.

b. Dahar, menggolongkan teori belajar abad ke-20 dalam dua golongan besar yaitu

teori belajar perilaku (behavioristik) danteori belajar Gestalt-feald yaitu model

pembelajaran konstruktivisme merupakan penjelasan bagaimana peserta didik

belajar melalui pendekatan STS.

c. Yager mengajukan empat tahap strategi dalam pembelajaran yang

memperhatikan konstruktivisme yaitu invitasi, eksplorasi, pengajuan penjelasan

dan solusi serta menentukan langkah.


33

Berdasarkan definisi di atas dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran

SETS (Scince, Environment, Technology and Society) adalah suatu pembelajaran

yang memadukan sains teknologi serta masyarakat yang bertujuan supaya konsep

sains dapat diaplikasikan dalam teknologi dan bermanfaat bagi masyarakat serta

lingkungan disekitar.

Model Pembelajaran SETS memiliki keunggulan terhadap kemampuan

berkomunikasi secara tertulis yang ditemukan pada penelitian ini yaitu: Peserta didik

lebih peka dan peduli terhadap permasalahan lingkungan disekitar dan mampu

memberikan solusi yang berlandaskan IPTEK untuk pemecahan masalah. Melatih

peserta didik melakukan metode kerja ilmiah (melakukan penelitian, menggunakan

instrumen penelitian serta menganalisis, juga menyimpulkan data lapangan).

Sehingga peserta didik mampu membuat makalah yang tertata dan terorganisasi

dengan baik. Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi.

Membuat pembelajaran menjadi menyenangkan. Membantu peserta didik mengenal

dan memahami sains dan teknologi serta dampak negatif yang bisa ditimbulkan

dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran SETS gurudi tuntut lebih memahami konsep yang akan

disampaikan pada saat pembelajaran. Hal ini menuntut guru memiliki wawasan yang

luas serta dapat menanggapi permasalahan dalam lingkungan.


34

Gambar 1. Keterkaitan Antar Unsur SETS (Sumber: diadaptasi dari Zahra, 2018: 36)

Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa dalam model pembelajaran SETS

peserta didik dituntut untuk melihat dan mempelajari fenomena-fenomena yang

sedang berkembang di masyarakat kemudian dikaitkan dengan ilmu pengetahuan,

yang diiringi dengan perkembangan teknologi sehingga dapat menyelesaikan

permasalahan yang ada dilingkungan. SETS berfungsi membantu peserta didik

mengetahui sains, perkembangan sains, teknologi-teknologi-teknologi yang

digunakannya, serta bagaimana perkembangan sains serta teknologi yang

mempengaruhi lingkungan serta masyarakat.

b. Karakteristik Model Pembelajaran SETS

Menurut Fajar dalam Rizema, P (2013: 143-144), pada umumnya SETS

memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan dampak.


35

2) Pengunaan sumber daya setempat (manusia, benda dan lingkungan) untuk

mencari informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah.

3) Keikutsertaan yang aktif dari peserta didik dalam mencari informasi yang bisa

diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.

4) Perjuangan belajar diluar kelas dan sekolah.

5) Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap peserta didik.

6) Suatu pandangan bahwa isi sains bukan hanya konsep yang harus dikuasai

peserta didik dalam test.

7) Penekanan pada keterampilan proses, sehingga peserta didik dapat

menggunakannya untuk memecahkan masalah.

8) Penekanan pada kesadaran karier yang berkaitan dengan sains dan teknologi.

9) Kesempatan bagi peserta didik untuk berperan sebagai warga negara, sehingga ia

dapat mencoba untuk memecahkan isu-isu yang telah dapat di identifikasikan.

10) Identifikasi sejauh mana sains dan teknologi berdampak dimasa depan.

11) Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar.

Selanjutnya menurut Galib(2002) model SETS memiliki karatersitik sebahgai

berikut: (1) diawali dengan isu-isu atau masalah-masalah yang sedang beredar serta

relevan dengan ruang lingkup isi/materi pelajari dan perhatian, minat, atau

kepentingan peserta didik; (2) mengikutsertakan peserta didik dalam pengembangan

sikap dan keterampilan dalam pengambilan keputusan serta mendorong peserta didik

untuk mempertimbangan informasi tentang isu-isu sains dan teknologi; (3)


36

mengintegrasikan belajar dan pembelajaran dari banyak ruang lingkup kurikulum;

(4) mengembangkan literasi sains, teknologi, dan sosial.

Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

menggunakan model SETS yang berawal dari isu-isu yang sedang berkembang di

masyarakat, dimana peserta didik dibawa ke situasi memanfaatkan konsep Fisika ke

bentuk teknologi untuk kepentingan masyarakat, dan peserta didik diminta untuk

berpikir tentang berbagai kemungkinan akibat yang terjadi dalam proses

pentransferan konsep Fisika ke bentuk teknologi.

c. Tujuan Model Pelajaran SETS

Tujuan model pembelajaran SETS adalah untuk membentuk individu yang

memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah

masyarakat dan lingkungannya. Seseorang yang memiliki literasi sains dan teknologi

adalah yang memiliki kemampuan menyelesaikan masalah menggunakan konsep-

konsep sains yang diperoleh dalam pendidikan sesuai jenjangnya, mengenal produk

teknologi yang ada disekitarnya beserta dampaknya, mampu menggunakan produk

teknologi dan memeliharanya kreatif membuat hasil teknologi yang disederhanakan

dan mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai (Poedjiadi, 2010: 123).

Menurut Yanger (1996) pembelajaran SETS bertujuan untuk:

1) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membandingkan serta

mengkontraskan sains dan teknologi, sekaligus menghargai cara sains dan

teknologi dalam memberikan kontribusi kepada pengetahuan dan pengaruh baru.


37

2) Memberikan contoh – contoh dari masa lalu dan sekarang mengenai perubahan –

perubahan yang sangat besar dalam bidang sains dan teknologi yang dibawa oleh

masyarakat, pertambahan ekonomi dan proses – proses politik.

3) Peserta didik mampu relitas sosial dengan topik pembelajaran didlaam kelas.

4) Peserta didik mampu menggunakan berbagai jalan pandangan untuk menyikapi

berbagai isu dan situasi yang sedang berkembang didalam masyarakat

berdasarkan pandangan ilmiah.

5) Memberikan/ menawarkan pandangan global terkait hubungan sains dan

teknologi kepada masyarakat, serta menunjukkan dampaknya terhadap

pengembangan bangsa dan ekologi bumi.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pemebelajaran

SETS adalah untuk membantu peserta didik mengetahui sains, perkembangan sains,

teknologi-teknologi yang digunakan dalam mempelajari masalah yang terjadi

dilingkungannya, dan kepedulian terhadap masalah dimasyarakat serta

lingkungannya. Pembelajaran SETS berupaya memberikan pemahaman tentang

lingkungan terhadap sains, teknologi, dan masyarakat, dan sebaliknya peranan

masyarakat terhadap arah perkembangan sains, teknologi, dan keadaan lingkungan.

Termasuk juga peranan teknologi dalam penyesuaiannya dengan sains, manfaatnya

terhadap masyarakat, dan dampak-dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan.

d. Langkah-langkah Model Pembelajaran SETS

Salah satu ciri model pembelajaran adalah memiliki sintaks-sintaks atau

langkah-langkah pembelajaran. Adanya langkah dan tahapan dalam pembelajaran


38

sangat membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan

Suprihatiningrum (2013: 144) yang menyatakan bahwa sintaks dari suatu model

pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan langkah pembelajaran. Adapun

langkah-langkah model pembelajaran SETS (Science, Environment, Technology, and

Society) yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Langkah-langkah Model SETS


Fase Tahapan Indikator
1 Inisiasi Society : Mengemukakan isu-isu masalah yang ada di
masyarakat yang dapat digali dari peserta didik, tetapi jika
guru tidak berhasil memperoleh tanggapan dari peserta
didik dapat saja dikemukakan sendiri.
2 Pembentukan Science : Melalui berbagai pendekatan dan metode
Konsep Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan
kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di
laboratorium, observasi di lapangan, dan lain-lain. Pada
taha pembentukan konsep, diharapkan peserta didik
menemukan konsep-konsep para ilmuwan.
3 Aplikasi Environment : Konsep-konsep yang sudah didapat
Konsep diaplikasikan untuk memberikan solusi dari masalah di
sekitarnya, Selanjutnya konsep-konsep yang telah
dipahami dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
4 Pemantapan Technology : Guru meluruskan jika ada miskonsepsi
Konsep selama pembentukan konsep dan penyelesaian masalah
atau analisis isu. Gurumelakukan pemantapan konsep
melalui penekanan pada konsep-konsep yang diketahui
dalam kajian tertentu. Salah satunya dengan
menjelaskankan konsep melalui Slide Prestation atau
video.
5 Penilaian Untuk mengetahui ketercapaian tujuan belajar dan hasil
belajar yang telah diperoleh peserta didik. Berbagai jenis
penilaian dapat dilakukan mengingat beragamnya hasil
belajar yang diperoleh peserta didik melalui pembelajaran
dengan model pembelajaran SETS
Sumber: Dimodifikasi dari Yanger (1996: 32) dan Poejiadi (2010)
39

Berdasarkan Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa syarat sebuah model

pembelajaran meliputi adanya sintaks, sistem (interaksi), dan media. Adapun sintaks

atau langkah-langkah model pembelajaran SETS dijelaskan secara lebih rinci sebagai

berikut:

1) Tahap Inisiasi

Pada tahap ini guru mengemukakan isu-isu masalah yang ada di masyarakat

yang dapat digali dari peserta didik, namun jika guru tidak berhasil memperoleh

tanggapan dari peserta didik maka guru boleh mengemukakan kepda peserta didik.

2) Pembentukan Konsep

Pada tahap ini, melalui berbagai pendekatan dan metode Misalnya pendekatan

keterampilan proses, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi,

eksperimen di laboratorium, observasi di lapangan, dan lain-lain. Guru juga dapat

membimbing peserta didik untuk berdiskusi dan mengerjakan lembar kerja.

3) Aplikasi Konsep

Pada tahap ini, konsep-konsep yang sudah didapat diaplikasikan untuk

memberikan solusi dari masalah di sekitarnya, Selanjutnya konsep-konsep yang

telah dipahami dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.

4) Pemantapan Konsep

Pada tahap ini, guru meluruskan jika ada miskonsepsi selama pembentukan

konsep dan penyelesaian masalah atau analisis isu. Guru melakukan pemantapan

konsep melalui penekanan pada konsep-konsep kunci yang penting diketahui


40

dalam kajian tertentu. Salah satunya dengan menjelaskankan konsep melalui Slide

Prestation atau video.

5) Penilaian

Pada tahap ini, untuk mengetahui ketercapaian tujuan belajar dan hasil belajar

yang telah diperoleh peserta didik. Berbagai jenis penilaian dapat dilakukan

mengingat beragamnya hasil belajar yang diperoleh peserta didik melalui

pembelajaran dengan model pembelajaran SETS, misalnya proses penilaian

berupa tes tertulis atau pertanyaan-pertanyaan secara lisan.

5. E-modul Pembelajaran

a. Defenisi E-modul

Bahan ajar adalah suatu sajian yang mengandung pesan dan ajaran dengan

menggunakan alat dan bahan itu sendiri tanpa alat penunjang apapun (Yamin, 2007:

127). Lebih lanjut Widodo (2008: 40) menambahkan bahwa bahan ajar adalah

seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran,

metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan

menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi

atau sub kompetensi. Maka dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan

ajar merupakan salah satu perangkat pembelajaran yang sangat penting untuk

membantu peserta didik untuk memahami materi pembelajaran.

Perkembangan teknologi e-book mendorong adanya inovasi dalam

mengembangkan suatu bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu bahan

ajar yang dapat ditransformasikan penyajiannya ke dalam bentuk elektronik adalah e-


41

modul. E-modul dapat didefinisikan sebagai alat pembelajaran yang dirancang secara

elektronik, berisi materi sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang

diharapkan (Tim P2M LPPM UNS, 2013).

E-modul merupakan sebuah bahan ajar mandiri yang disusun secara sistematis

yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu yang disajikan dalam

format elektronik yang di dalamnya terdapat animasi, audio, panduan arah (navigasi)

yang membuat pengguna lebih interaktif (Sugianto, 2013:296).

E-modul pada dasarnya dalam struktur penulisannya mengadaptasi format,

karakteristik, dan bagian-bagian yang terdapat pada e-modul cetak pada umumnya.

Akan tetapi akan terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan antara modul cetak dan

modul elektronik (e-modul) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan Modul Cetak dan Modul Elektronik(e-modul)

Modul Cetak E-modul Elektronik (e-modul)


Format berbentuk cetak (kertas) Modul Format elektronik (dapat berupa
file .doc, .exe, .swf, dll)
Tampilannya berupa kumpulan kertas Ditampilkan menggunakan perangkat
yang tercetak elektronik dan software khusus (laptop,
PC, HP, Internet)
Biaya produksi lebih murah Biaya Lebih praktis untuk dibawa Berbentuk
produksi lebih mahal fisik, untuk membawa dibutuhkan ruang
untuk meletakan
Daya tahan kertas terbatas oleh waktu Tahan lama dan tidak akan lapuk dimakan
waktu
Tidak dapat dilengkapi dengan audio Dapat dilengkapi dengan audio atau video
atau video dalam penyajiannya. dalam penyajiannya

Kurang praktis untuk dibawa karena Menggunakan CD, USB Flashdisk, atau
bentuknya relative memori card sebagai medium
penyimpanan datanya.
Tidak menggunakan CD atau memori Menggunakan sumber daya berupa tenaga
42

Modul Cetak E-modul Elektronik (e-modul)


card sebagai listrik dan komputer atau notebook untuk
mengoperasikannya.
Medium penyimpan data. Tahan lama, tergantung dengan medium
yang digunakan.
Sumber : Diadaptasi dari Saputro (2009 : 55-56)

Tabel 3 diatas menggambarkan perbedaan modul cetak dan modul

elektronik(e-modul) dari segi bentuk dan penggunaannya, Lebih lanjut kelebihan e-

modul dari segi manfaatnya dibandingkan dengan bahan ajar lainnya adalah (a) dapat

meningkatkan motivasi peserta didik, karena setiap kali mengerjakan tugas pelajaran

yang dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan peserta didik. (b) Setelah

dilakukan evaluasi, guru dan peserta didik mengetahui pada e-modul yang mana

peserta didik telah berhasil dan pada bagian e-modul yang mana mereka belum

berhasil. (c) Bahan pelajaran terbagi lebih merata dalam satu semester. (d) Pendidikan

lebih berdaya guna, karena bahan pelajaran disusun menurut jenjang akademik. (e)

Penyajian yang bersifat statis pada e-modul cetak dapat diubah menjadi lebih

interaktif dan lebih dinamis. (f) Unsur verbalisme yang terlalu tinggi pada e-modul

cetak dapat dikurangi dengan menyajikan unsur visual dengan penggunaan video

tutorial (Kemendikbud, 2017: 3). Maka dapat disimpulkan bahwa e-modul dalam

bentuk elektronik diyakini dapat menjadikan peserta didik dapat belajar mandiri dan

membuat peserta didik tertarik dan termotivasi untuk belajar, karena tampilan modul

yang disajikan dalam bentuk elektronik dengan menyajikan berbagai bentuk animasi,

audio, dan video interaktif.


43

b. Prinsip pengembangan E-modul

Prinsip-prinsip penyusunan e--modul Menurut Direktorat SMA, 2017 adalah

sebagai berikut :

1) Diasumsikan menimbulkan minat bagi peserta didik.

2) Ditulis dan dirancang untuk digunakan oleh peserta didik.

3) Menjelaskan tujuan pembelajaran (goals & objectives).

4) Disusun berdasarkan pola “belajar yang fleksibel”.

5) Disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik yang belajar dan pencapaian tujuan

pembelajaran.

6) Berfokus pada pemberian kesempatan bagi peserta didik untuk berlatih

7) Mengakomodasi kesulitan belajar.

8) Memerlukan sistem navigasi yang cermat.

9) Selalu memberikan rangkuman.

10) Gaya penulisan (bahasanya) komunikatif , interaktif, dan semi formal.

11) Dikemas untuk digunakan dalam proses pembelajaran.

12) Memerlukan strategi pembelajaran (pendahuluan, penyajian, penutup).

13) Mempunyai mekanisme untuk mengumpulkan umpan balik.

14) Menunjang self assessment

15) Menjelaskan cara mempelajari buku ajar.

16) Perlu adanya petunjuk/pedoman sebelum sampai sesudah menggunakan e-modul.


44

c. Karakteristik E-modul

Depdiknas (2008) menyatakan bahwa sebuah e-modul bisa dikatakan baik dan

menarik apabila terdapat karakteristik sebagai berikut :

1) Self Instructional; yaitu melalui e-modul tersebut seseorang atau peserta


belajar mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain.
2) Self Contained; yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi
atau sub-kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu e-modul secara
utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pembelajar
mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke
dalam satu kesatuan yang utuh.
3) Stand Alone; yaitu e-modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media
lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran
lain.
4) Adaptive; e-modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dikatakan adaptif jika e-
modul dapat menyesuaikan perkembanga
5) n ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan.
6) User Friendly; e-modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap
instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan
bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam
merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang
sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum
digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat diyakini bahwa pembelajaran

dengan menggunakan modul, dalam hal ini modul dalam bentuk elektronik dapat

membuat peserta didik belajar secara mandiri, tidak bergantung kepada guru. karena

e-modul berisi materi hingga evaluasi pembelajaran dari satu unit materi yang akan

dipelajari. E-modul juga mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi yang sedang

berkembang.
45

Penggunaan e-modul menurut kurikulum 2013 sangat membantu dalam proses

pembelajaran terutama e-modul yang memuat karakteristik yang baik dan menarik.

Modul bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan aktivitas pembelajaran di sekolah,

baik waktu, dana, fasilitas, maupun tenaga guna mencapai tujuan secara optimal.

Menurut Depdiknas (2008) penulisan e-modul memiliki tujuan sebagai berikut :

a. Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal.

b. Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik peserta belajar

maupun guru/instruktur.

c. Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti untuk meningkatkan motivasi

dan gairah belajar; mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi langsung

dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya yang memungkinkan peserta didik

atau pembelajar belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya.

d. Memungkinkan peserta didik atau pembelajar dapat mengukur dan mengevaluasi

sendiri hasil belajarnya. Dengan memperhatikan tujuan-tujuan di atas, e-modul

sebagai bahan ajar akan sama efektifnya dengan pembelajaran tatap muka. Hal ini

tergantung pada proses penulisan e-modul. Penulisan e-modul yang baik menulis

seolah-olah sedang mengajarkan kepada seorang peserta mengenai suatu topik

melalui tulisan.

Pembelajaran dengan sistem e-modul menurut Mulyasa (2005: 43-44)

memiliki karakteristik yaitu e-modul memberikan informasi dan petunjuk

pelaksanaan yang jelas, e-modul merupakan pembelajaran individual sehingga

mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik.


46

Setiap e-modul memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai

dengan kemampuannya, memungkinkan peserta didik mengukur kemampuan belajar

yang telah diperoleh, dan memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran

yang spesifik dan dapat diukur. Selain itu, setiap e-modul memiliki mechanism untuk

mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untk memberikan umpan

balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar (Widyaningrum, 2013:

19-20).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik e-modul

memberikan informasi dan petunjuk intruksional bagimpeserta didik. E-modul dapat

menjadi alternatif bahan ajar yang dapat berdiri sendiri dengan instruksi yang

bersahabat dengan pemakainya. Dengan e-modul peserta didik dapat belajar terarah,

sistematis, dan diharapkan menguasai kompetensi yang dituntut oleh kegiatan

pembelajaran yang diikutinya untuk mengarah pada suatu tujuan pembelajaran

tuntas.

d. Prosedur Penyusunan E-modul

E-modul memiliki beberapa tahapan dalam perancangannya, sehingga e-

modul tersebut layak untuk digunakan dalam pembelajaran. Prosedur penyusunan e-

modul menurut Direktorat Pembina SMA ( 2017 : 5) adalah sebagai berikut :

1) Tahap Analisis Kebutuhan E-modul

Desain e-modul ditetapkan berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP). RPP yang digunakan adalah RPP yang dirancang agar peserta didik dapat
47

belajar mandiri. Materi atau isi e-modul yang ditulis harus sesuai dengan RPP

yang disusun. Isi e-modul mencakup subtansi yang dibutuhkan untuk menguasai

suatu Kompetensi Dasar (KD). Dalam satu e-modul sangat disarankan

dikembangkan menjadi satu e-modul, namun dengan pertimbangan karakteristik

khusus, keluasan dan kompleksitas kompetensi, dimungkinkan satu KD

dikembangkan menjadi lebih dari satu e-modul. Selanjutnya, satu e-modul

disarankan terdiri dari 2-4 kegiatan pembelajaran (unit-unit e-modul).

Analisis kebutuhan e-modul merupakan kegiatan menganalisis silabus dan RPP

untuk memperoleh informasi e-modul yang dibutuhkan peserta didik dalam

mempelajari kompetensi yang telah diprogramkan. Nama atau judul e-modul

sebaiknya disesuaikan dengan kompetensi yang terdapat pada silabus dan RPP.

2) Tahap Desain E-modul

Penulisan e-modul dilakukan sesuai dengan RPP yang berbasis aktivitas belajar

mandiri. Namun, apabila RPP belum ada, maka dapat dilakukan dengan

menetapkan kerangka bahan yang akan disusun dengan langkah-langkah sebagai

berikut, (a) Tetapkan tujuan akhir (performance objective), yaitu kemampuan yang

harus dicapai peserta didik setelah selesai mempelajari suatu e-modul. (b)

Tetapkan tujuan antara (enable objective), yaitu kemampuan spesifik yang

menunjang tujuan akhir. (c) Tetapkan sistem (skema/ketentuan, metoda dan

perangkat) evaluasi. (d) Tetapkan garis-garis besar atau outline substansi atau

materi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yaitu komponen-komponen:


48

kompetensi (KI-KD), deskripsi singkat, estimasi waktu dan sumber pustaka. Jika

RPP sudah ada, maka dapat dijadikan acuan untuk langkah ini.

Materi/substansi yang ada dalam e-modul berupa konsep/prinsip-prinsip, fakta

penting yang terkait langsung dan mendukung untuk pencapaian kompetensi dan

harus dikuasai peserta didik. tugas, soal, dan atau praktik/latihan yang harus

dikerjakan atau diselesaikan oleh peserta didik. Evaluasi atau penilaian yang

berfungsi untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam menguasai e-modul,

kunci jawaban dari soal, latihan dan atau tugas.

(a) Kerangka E-modul

Dalam pengembangan e-modul pilihlah struktur atau kerangka yang sederhana

dan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Kerangka e-modul

tersusun sebagai berikut.

COVER (Judul Modul, Nama Latihan


Materi pembelajaran, Penilaian Diri
Topik/Materi Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran 2
Kelas, Penulis, Daftar Isi, dan seterusnya mengikuti
Glosarium) jumlah pembelajaran yang
I. PENDAHULUAN dirancang
KD dan IPK III. EVALUASI
Deskripsi singkat materi, Kunci Jawaban dan Skor
rasionalisasi, dan relevansi DAFTAR PUSTAKA
(Motivasi)
Prasyarat (jika ada)
Petunjuk Penggunaan e-Modul

Gambar 2. Kerangka E-modul (Kemendikbud, 2017: 6)


49

Berdasarkan Gambar 2, sebelum membuat e-modul maka harus dirancang

kerangka e-modul terlebih dahulu. Adapun kerangka e-modul menurut Kemendikbud

(2017: 6) secara garis besar terdiri dari: Cover, pendahuluan, evaluasi,dan daftar

pustaka.

(b)Tahap Validasi dan Penyempurnaan E-modul

Tahap validasi dan penyempurnaan e-modul terdiri atas dua tahap, yaitu tahap

alur validasi dan penyempurnaan e-modul, selanjutnya menyiapkan instrumen

validasi e-modul. Untuk lebih jelasnya, perhatikan penjelasan berikut ini.

(1) Alur Validasi dan Penyempurnaan E-modul

Gambar 3. Skema Validasi dan Penyempurnaan E-modul


(Sumber: Kemendikbud, 2017: 9)

Berdasarkan Gambar 3, sebelum produk yang kita buat dapat disebarluaskan

maka harus divalidasi terlebih dahulu. Tahap awal yang harus dilakukan adalah
50

menyiapkan instrumen validasi dan validator yang telah dipilih atau ditunjuk.

Instrumen validasi dan validator akan membentuk draft modul. Draft modul

kemudian divalidasi sampai modul dinyatakan valid.

(2) Instrumen Validasi E-modul

Dalam memvalidasi sebuah e-modul dibutuhkan instrumen. Menurut

Kemendikbud (2017: 9) format identifikasi e-modul dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Format Identifikasi E-modul

No. Komponen Ada Tidak Keterangan


1 Cover
2 Menu
3 Glosarium
4 Kompetensi (KD dan IPK)
5 Motivasi / Apersepsi
6 Petunjuk Penggunaan
7 Tujuan
8 Uraian Materi
9 Rangkuman
10 Tugas
11 Latihan
12 Penilaian Diri
13 Evaluasi
14 Kunci Jawaban dan Pedoman
Penskoran
15 Daftar Pustaka
16 Lampiran

Berdasarkan Tabel 4, didalam mengembangkan e-modul harus memenuhi

beberapa komponen-komponen e-modul sehingga menghasilkan e-modul yang dapat

digunakan dalam pembelajaran. Namun dalam pengembangannya e-modul ini


51

dibatasi pada beberapa komponen sesuai dengan kebutuhan dari produk yang akan

dikembangkan.

6. Analisis Kebutuhan dan Konteks Pengembangan E-modul

Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengidentifikasi masalah pendidikan

sebelum diperoleh solusi yang tepat untuk penyelesaiannya (Seel, dkk, 2017: 55-56).

Rothwell, dkk (2016: 25-26) menyatakan bahwa analisis kebutuhan menemukan

penyebab yang mendasari kesenjangan antara keadaan ideal dengan keadaan

sebenarnya. Rothwell dan Kazanas melakukan penilaian kebutuhan dengan

mengidentifikasi kesenjangan antara performa aktual dan yang diinginkan, lalu

metentukan penyebabnya. Biasanya dilakukan mengikuti suatu penilaian kebutuhan

(needs assessment) yang menunjukkan adanya kesenjangan. Analisis kebutuhan

menentukan akar penyebab kesenjangan tersebut. Mengidentifikasi akar

permasalahan sangat penting untuk menemukan solusi terbaik.

Selanjutnya, menurut Nieeven (2013: 154), pada tahap penelitian

pendahuluan memerlukan wawasan terhadap masalah pendidikan (kesenjangan

antara keadaan yang berlaku dan dibutuhkan). Tujuan tahap ini yaitu untuk

memperoleh wawasan terhadap situasi yang berlaku serta perbaikan dan inovasi

yang memungkinkan. Analisis masalah tersebut juga bertujuan untuk menentukan

karakteristik intervensi sementara yang diinginkan dan bagaimana cara

mengembangkannya.
52

Aktivitas penting tahap penelitian pendahuluan yaitu analisis praktik

pengguna (analisis kebutuhan dan konteks) dan penyelidikan dasar pengetahuan

ilmiah (tinjauan pustaka dan penilaian ahli). Analisis kebutuhan melihat persepsi

para pemangku kepentingan mengenai situasi saat ini. Metode yang sering

digunakan dalam analisis ini mencakup wawancara, kelompok fokus, observasi

pelajaran, analisis dokumentasi dan studi kasus. Ulasan terhadap produk yang telah

ada juga dapat dilakukan.

Akker dalam Plomp (2013: 31) menjelaskan bahwa penelitian desain

kurikulum perlu memperhitungkan semua komponen yang saling berhubungan

dengan kurikulum. Akker (2013: 58) menggambarkan komponen kurikulum

meliputi tujuan dan sasaran, konten, kegiatan pembelajaran, peran guru, sumber dan

materi dan pembelajaran, grup, lokasi, waktu, dan penilaian. Disamping itu, Akker

(2013: 60) menyatakan masalah muncul dalam kesenjangan antara intended

curriculum (seperti yang diungkapkan dalam retorika kebijakan), implemented

curriculum (kehidupan nyata di sekolah dan praktik di kelas), dan attained

curriculum (seperti yang ditunjukkan dalam pengalaman dan hasil belajar). Majid

(2014: 41) juga berpendapat bahwa kesenjangan kurikulum dapat dilihat dari aspek

kompetensi lulusan, materi pembelajaran, proses pembelajaran, penilaian, guru dan

tenaga pendidikan, serta pengelolaan kurikulum.

Seel,dkk (2017: 208-209) menjabarkan dari pusat pandangan Universal

Design of Learning, empat komponen yang saling terkait dalam desain kurikulum

yang harus dipertimbangkan yaitu tujuan, metode, bahan, dan penilaian.


53

a. Tujuan desain kurikulum sesuai dengan harapan belajar dan mengacu pada

pengetahuan dan keterampilan yang akan diperoleh oleh peserta didik. Tujuan

dan harapan harus terhubung dengan program guruan.

b. Metode didefinisikan sebagai strategi instruksional yang digunakan oleh guru

untuk mendukung pembelajaran peserta didik. Penyesuaian strategi dan metode

instruksional yang diperlukan untuk pemantauan terus-menerus terhadap

kemajuan belajar peserta didik dan pengambilan keputusan.

c. Bahan ajar digunakan untuk menyajikan konten dan tugas belajar.

Bahan ajar yang dirancang harus memenuhi kebutuhan semua peserta didik

secara mandiri.

d. Penilaian mengacu pada usaha mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil

kegiatan belajar peserta didik. Penilaian sangat berkaitan dengan pengukuran

pengetahuan, keterampilan, dan motivasi peserta didik.

Menurut Rothwell (2016: 64) bahwa analisis karakteristik peserta didik

terdapat dua macam yaitu: a. pengetahuan, keterampilan, dan sikap prasyarat; serta

karakteristik pelajar lain yang terkait. Suparman (2012: 183) menyatakan

karakteristik awal adalah ciri peserta didik sebelum mengikuti pembelajaran.

Berikut jabaran analisis kebutuhan dan konteks yang perlu dilakukan dalam

mengembangkan produk kurikulum spesifik:

a. Analisis Kompetensi Lulusan

Kompetensi lulusan merupakan jabaran dari tujuan kurikulum. Juniarti

(2014:148) menyatakan kompetensi adalah karakter mendasar seseorang yang


54

menyebabkannya sanggup menunjukkan kinerja efektif atau superior melakukan

suatu pekerjaan. Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan guruan terkait erat

pada SKL (Abidin, 2014:12). SKL memberikan kerangka konseptual mengenai

sasaran pembelajaran yang harus dicapai dalam dimensi sikap, pengetahuan, dan

keterampilan.

Permendikbud No 20 Tahun 2016 menjabarkan kompetensi lulusan adalah

kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan

keterampilan. SKL dijadikan acuan utama dalam pengembangan KI yang

selanjutnya dijabarkankan ke dalam KD. Analisis yang dilakukan terhadap

kompetensi lulusan lebih berarah pada kajian atas profil lulusan seperti apa yang

yang akan dihasilkan terutama ditinjau dari aspek sikap spiritual, sikap sosial,

keterampilan dan pengetahuan. Sikap, pengetahuan, dan keterampilan merupakan

keseluruhan domain di mana perbaikan mungkin diperlukan (Brown dan Green,

2016:43-45). Hal ini sejalan dengan pendapat Seel, dkk (2017: 56) bahwa analisis

kebutuhan dalam prakteknya, berhubungan dengan penilaian sistematis kesenjangan

antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap saat ini dan yang diinginkan.

b. Analisis Materi Pembelajaran

Sanjaya (2013: 141) menjelaskan bahwa bahan atau materi pembelajaran

adalah segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum yang harus dikuasai peserta didik

sesuai dengan KD dalam rangka pencapaian standar kompetensi setiap mata

pelajaran dalam satuan pendidikan tertentu. Selanjutnya Amri (2013: 59)

menjelaskan bahwa materi pembelajaran (instructional materials) adalah sikap,


55

pengetahuan, dan keterampilan yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka

memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Menurut Anderson dan Krathwohl

(2010) semua materi pembelajaran memiliki isi yang spesifik, dan bagaimana cara

guru-guru menstrukturkan isinya dalam tujuan-tujuan pendidikan dan aktivitas-

aktivitas pembelajaran membuahkan penekakan jenis-jenis pengetahuan yang

berbeda pada unit pelajarannya. Kategori pengetahuan dibagi ke dalam 4 jenis yaitu

pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural dan

pengetahuan metakognitif.

Materi yang disajikan mencakup semua materi yang terkandung dalam KI 3

dan KD nya. KI 3 pada kurikulum 2013 mengacu pada tiga hal yaitu faktual,

konseptual, procedural, dan metakognitif. Kemendikbud (2017) menyebutkan bahwa

KD dijabarkan ke dalam beberapa IPK (Indikator Pencapaian Kompetensi). Jumlah

IPK KD satu dan lainnya berbeda- beda tergantung pada tuntutan (isi) KD. IPK

meliputi indikator pencapaian domain pengetahuan dan keterampilan.

Bahan atau materi pelajaran (learning materials) adalah segala sesuatu yang

menjadi isi kurikulum yang harus dikuasai oleh peserta didik sesuai dengan KD

dalam rangka pencapaian standar kompetensi setiap mata pelajaran dalam satuan

guruan tertentu. Materi pelajaran merupakan bagian terpenting dalam proses

pembelajaran. Keberhasilan suatu proses pembelajaran ditentukan oleh seberapa

banyak peserta didik dapat menguasai materi kurikulum. Materi pelajaran dapat

dibedakan menjadi: pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap

(attitude). Pengetahuan menunjuk pada informasi yang disimpan dalam pikiran


56

(mind) peserta didik, dengan demikian pengetahuan berhubungan dengan berbagai

informasi yang harus dihafal dan dikuasai oleh peserta didik, sehingga manakala

diperlukan peserta didik dapat mengungkapkan kembali.

Analisis konsep/materi penting dilakukan sebelum pengembangan perangkat

karena dijadikan dasar dalam mengetahui materi-materi yang relevan dengan tuntutan

kurikulum.

c. Analisis Kegiatan Pembelajaran

Hosnan (2014: 91) berpendapat bahwa kegiatan pembelajaran merupakan

strategi yang dapat diartikan suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam

rangka mencapai sasaran yang telah ditentukan. Kegiatan pembelajaran pada satuan

pendidikan hendaknya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisFisikasi aktif, serta memberikan

ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,

minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Proses pembelajaran

yaitu pelaksanaan pembelajaran yang meliputi pendahuluan, inti, dan penutup.

Kegiatan pembelajaran merupakan langkah-langkah guru dalam membuat peserta

didik menjadi kegiatan aktif belajar.

Amri (2013:152) menyatakan kegiatan pendahuluan merupakan kegiatan awal

dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi

dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisFisikasi aktif dalam proses

pembalajaran. Dalam Permendikbud No 22 Tahun 2016, kegiatan pendahuluan

kegiatan meliputi meyiapakan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti
57

kegiatan pembelajaran, memberi motivasi, mengajukan pertanyaan terkait

pengetahuan sebelumnya, menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyampaikan

cakupan materi. Hal ini sejalan dengan pendapat menurut Hosnan (2014:142),

kegiatan pendahuluan bertujuan untuk mencapai suasana yang efektif dan

menyengkan agar peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik.

Hal ini dapat dilakukan dengan menyajikan fenomena menarik yang dapat

menggugah sehingga menimbulkan motivasi belajar peserta didik. Selain itu

kegiatan pendahuluan juga bertujuan untuk memantapkan pemahaman peserta didik

terhadap konsep-konsep yang telah dipelajari yang berkaitan dengan materi baru

yang akan dipelajari.

Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pengajaran (2016: 133)

mengemukakan bahwa kegiatan inti merupakan kegiatan utama yang dilakukan guru

dalam memberikan pegalaman belajar melalui penggunaan metode dan model yang

dianggap sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran. Menurut Permendikbud No

22 Tahun 2016 pada kegiatan inti perlu diperhatikan penerapan pendekatan,

pemilihan metode, model pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar

yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan jenjang guruan.

Sani (2014: 24) menyebutkan bahwa pada kegiatan inti mencakup

proses-proses mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi dan

mengkomunikasikan. Menurut Mulyasa (2013:127), keterlibatan peserta didik dalam

kegiatan pembelajaran perlu diusahakan seoptimal mungkin. Keterlibatan peserta


58

didik merupakan pemberian kesempatan dan mengikutsertakan untuk turut ambil

bagian dalam proses pembelajaran melalui pendekatan saintifik.

Penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi dan sesuai dengan

kebutuhan, sehingga proses pembelajaran tidak membosankan bagi peserta didik.

Sementara model pembelajaran yang digunakan juga mendukung tercapainya seluruh

kompetensi. Penggunaan media pembelajaran juga merupakan salah satu komponen

dalam proses pembelajaran yang tidak boleh diabaikan.

Sumber belajar merupakan rujukan yang akan digunakan dalam pengumpulan

informasi. Buku merupakan sumber belajar utama dalam kegiatan pembelajaran. Hal

ini sesuai dengan pendapat Prastowo (2016: 414) bahwa buku ajar merupakan bagian

penting dari kegiatan pembelajaran.

Selanjutnya, penentuan sumber belajar harus mengacu pada KI dan KD yang

telah ditetapkan. Abidin (2014: 269-270) menguraikan bahwa pengembangan bahan

ajar mempertimbangkan beberapa langkah teknis yakni: 1) analisis terhadap KI-

KD; 2) analisis sumber belajar; dan 3) penentuan jenis bahan ajar. Analisis KI-KD

dilakukan untuk menentukan kompetensi-kompetensi mana yang memerlukan

bahan ajar. Analisis sumber belajar dilakukan terhadap ketersediaan, kesesuaian, dan

kemudahan dalam memanfaatkannya. Pemilihan dan penentuan bahan ajar

dimaksudkan untuk memenuhi salah satu kriteria bahwa bahan ajar harus menarik,

dapat membantu peserta didik untuk mencapai kompetensi. Jenis dan bentuk bahan

ajar ditetapkan atas dasar analisis kurikulum dan sumber belajar sebelumnya.
59

Selain itu, bahan ajar harus dikembangkan dengan berbasis model pembelajaran

yang relevan.

Kegiatan penutup merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengakhiri aktivitas pembelajaran meliputi penarikan kesimpulan atau membuat

rangkuman, umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, tindak lanjut dalam

bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan atau memberi tugas individu sesuai

dengan hasil belajar peserta didik dan menyampaikan rencana pembelajaran pada

pertemuan berikutnya. Menurut Hosnan (2014:145) kegiatan penutup meliputi

kegiatan merangkum, refleksi dan evaluasi/ pemberian tugas. Sedangkan menurut

Mulyasa (2013:127) kegiatan penutup dapat dilakukan dengan memberikan tugas dan

post test.

d. Analisis Peserta Didik

Karakteristik peserta didik merupakan salah satu hal mendasar yang harus

dilakukan sebelum mengembangkan bahan ajar. Karakter peserta didik menurut Uno

(2011: 27) yaitu aspek-aspek atau kualitas perorangan peserta didik yang terdiri dari

minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemapuan berpikir dan kemampuan

awal.

Sani (2014: 262) menyatakan karakteristik peserta didik yang penting untuk

diketahui adalah kemampuan kognitif, minat, perkembangan bahasa, dan gaya

belajarnya. Guru perlu memperhatikan apakah peserta didik senang membaca (gaya

belajar membaca), berdiskusi (gaya belajar auditori), melihat tayangan ( gaya belajar

visual), atau bergerak (gaya belajar kinestetik). Mulyasa (2013: 85) berpendapat
60

bahwa pemahaman terhadap gaya belajar memungkinkan guru, peserta didik, dan

siapa saja yang terlibat dalam proses pembelajaran, dapat melakukan pembelajaran

secara optimal dan menyenangkan.

Majid (2014: 71) menyatakan aktivitas belajar untuk mencapai tujuan belajar

tidak akan terjadi apabila peserta didik tidak termotivasi untuk belajar. Motivasi

akan lahir ketika peserta didik merasa bahwa apa yang disampaikan dalam

proses belajar sesuai dengan kebutuhannya. Menurut Suparman (2012: 38), peserta

didik mempunyai karakteristik awal yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan

sikap pada saat memulai proses pembelajaran. Karakteristik peserta didik yang

perlu dipertimbangkan diantaranya motivasi belajar.

Yamin (2013: 211-212) motivasi ekstrinsik merupakan kegiatan belajar yang

tumbuh dari dorongan kebutuhan seseorang tidak secara mutlak berhubungan

dengan kegiatan belajarnya sendiri. Sedangkan motivasi intrinsik merupakan

kegiatan belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan penghayatan sesuatu kebutuhan

dan dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Motivasi

belajar merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat

melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilam, pengalaman.

Teknik yang digunakan yaitu penilaian diri dengan meminta peserta didik

untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses, dan tingkat pencapaian

kompetensi yang dipelajarinya. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk

mengukur kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotor (Sani, 2016: 318).


61

Analisis peserta didik akan berdampak kepada keputusan yang akan dibuat

dalam membuat produk bahan ajar. Informasi penting yang dibutuhkan dari peserta

didik untuk mengembangkan bahan ajar meliputi: Grup belajar peserta didik,

karakteristik peserta didik, jumlah peserta didik, lingkungan peserta didik, tingkat

pengalaman peserta didik, sikap peserta didik dan skill peserta didik yang

berpengaruh pada potensi untuk sukses di lingkungan belajar.

Mengingat proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah memiliki

keterbatasan waktu, maka kemandirian belajar dipandang sebagai suatu hal yang

mutlak harus dilakukan oleh peserta didik. Yamin (2011) menyatakan bahwa “Belajar

mandiri adalah cara belajar aktif dan partisipatif untuk mengembangkan diri masing-

masing individu yang tidak terikat dengan kehadiran pembelajar, pertemuan tatap

muka kelas, dan kehadiran teman sekolah”. Agar kemandirian menjadi suatu

kebiasaan yang positif bagi peserta didik, diperlukan suatu sistem proses

pembelajaran yang mampu mengakomodir hal tersebut, salah satunya dengan

mengarahkan peserta didik untuk belajar berdasarkan inisiatif sendiri. Dalam

penelitian ini dilakukan analisis kemandirian peserta didik dengan membagikan

angket kepada peserta didik. Angket tersebut diisi oleh peserta didik sesuai dengan

pribadinya masing-masing.

e. Analisis Potensi Daerah

Analisis potensi daerah (sebagai konteks) dilakukan berupa analisis SWOT.

Analisis ini bertujuan untuk mengeksplorasi masalah lingkungan yang ada di

lingkungan pengguna produk. Analisis potensi daerah dapat dilakukan dengan


62

analisis SWOT. SWOT merupakan singkatan dari Strengths (kekuatan),

Weakneasses (kelemahan), Oppurtinities (peluang), dan Threats (ancaman). Seel,dkk

(2017: 31) menyatakan bahwa pendekatan SWOT dikembangkan oleh Kaufman

dalam konteks analisis kebutuhan. SWOT merupakan akronim yang mengarah

pada fokus analisis untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan

ancaman dalam bidang perencanaan strategi instruksional. Keputusan tergantung

pada beberapa premis pengambilan keputusan guruan, salah satunya premis faktual.

Premis faktual mengacu pada konteks instruksional, yaitu kendala fisik dan

psikologis serta hasil kegiatan yang diharapkan. Karakteristik individu peserta

didik merupakan kendala psikologis yang paling penting. Namun, premis

faktual juga mengacu pada kendala situasional dan organisasi dari lingkungan

belajar yang mungkin. Hal tersebut dinilai melalui analisis lingkungan. Strategi yang

diambil harus memaksimalkan kekuatan dan peluang dan meminimalkan

kelemahan dan ancaman untuk membuat sistem tersebut lebih baik.

Analisis SWOT yang dilakukan adalah tentang potensi daerah (bencana)

yang ada di Sumatera Barat. Tujuan analisis SWOT adalah untuk mensinergikan

kecepatan, ketepatan, kesigapan dan keputusan yang efektif dan efisien dalam

pengelolaan bencana alam. Analisis SWOT sering digambarkan sebagai matriks

2X2. Ada 4 poin yang dianalisis yaitu kekuatan dan kelemahan yang berkaitan

dengan faktor internal sedangkan peluang dan ancaman berkaitan dengan faktor

eksternal (Pickton dan Sheila, 1998).


63

Faktor internal dari potensi bencana adalah instansi yang terkait misalnya

BPBD, Perguruan Tinggi, dll, Faktor SDM yang ahli pada bidangnya (seperti ahli

geofisika, geodesi, dll), kondisi geologis Sumatera Barat, kontruksi bangunan yang

tahan bencana, dan mitigasi bencana. Sedangkan untuk faktor eksternal adalah

semua lapisan masyarakat yang diakibatkan oleh bencana, salah satunya peserta

didik. Analisis SWOT pada potensi bencana diterapkan dengan cara menganalisis

faktor-faktor tersebut, dengan uraian:

Faktor Internal:

a. Kondisi geologis Sumatera Barat

b. Potensi bencana banjir

c. Mitigasi sebelum, saat, dan sesudah bencana banjir d. Sistem peringatan dini

d. Kajian risiko bencana

e. Koordinasi instansi terkait tentang penanggulangan bencana banjir

f. Peraturan dan kelembagaan penanggulangan bencana

g. Lembaga terkait/instansi yang membantu dalam mengenal dan pemantauan

risiko bencana kekeringan

h. Masyarakat Sumbar tergolong homogen sehingga memudahkan untuk

pemberdayaannya demi kepentingan bersama.

i. Koordinasi dari berbagai pihak (institusi dan ahli) dalam pengelolaan bencana

banjir khususnya di bidang guruan.

j. Guruan kebencanaan yang terfokus pada bencana banjir (masyarakat dan sekolah)

k. Pengetahuan masyarakat mengenai banjir dan mitigasi bencana banjir


64

l. Kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap mitigasi bencana

m. Pembangunan antisFisikasi banjir pada seluruh lini.

Faktor Eksternal yaitu :

a. Peraturan Pemerintah

b. Kerjasama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan

lembaga sosial, guruan serta media masa.

c. Peran aktif pemerintah beserta instansi terkait dalam memberikan informasi

guna mengantisipasi penanggulangan bencana

d. Kerugian yang telah terjadi akibat bencana banjir

e. Jumlah korban jiwa

Penanggulangan bencana sebaiknya lebih diprioritaskan pada fase pra bencana

yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana sehingga semua kegiatan yang

berada dalam lingkup pra bencana lebih diutamakan. Kebijakan penanggulangan

bencana dalam dekade terakhir adalah memberikan prioritas utama pada upaya

pengurangan resiko bencana seperti kegiatan pencegahan, kegiatan mengurangi

dampak bencana (mitigasi) dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana (Bappenas,

2006).

f. Analisis Pengetahuan Awal Peserta Didik

Glaser yang dikutip oleh Uno (2011: 15) menyatakan bahwa, salah satu

variabel dalam pembelajaran adalah diagnosis pengetahuan awal peserta didik.

Menurut Rebber (1988) dalam Muhibbin Syah (2006: 121) mengatakan bahwa

"pengetahuan awal merupakan prasyarat awal untuk mengetahui adanya perubahan".


65

Pengetahuan awal merupakan hasil belajar yang didapat sebelum mendapat

pengetahuan yang lebih tinggi. Pengetahuan awal peserta didik merupakan prasyarat

untuk mengikuti pembelajaran sehingga dapat melaksanakan proses pembelajaran

dengan baik.

Kujawa dan Huske (dalam www.ncrel.org, 1995: 1) dalam Muisman (2003)

menjelaskan: pengetahuan awal sebagai kombinasi sikap-sikap, pengalaman-

pengalaman, danpengetahuan yang dimiliki peserta didik. Sikap-sikap meliputi

kepercayaan diri sebagai peserta didik, kesadaran tentang minat dan kemampuannya,

motivasi dan keinginannya untuk membaca. Pengalaman-pengalaman meliputi

aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan bacaan, kejadian-kejadian yang

memberikan pemahaman, pengalaman di dalam keluarga dan di masyarakat.

Pengetahuan meliputi prosesproses membaca, isi bacaan, topik-topik, konsep-konsep,

bentuk dan gaya bacaan, struktur teks, tujuan personal, dan akademik. Pengetahuan

awal yang baik akan membantu peserta didik dalam mengembangkan pemahaman

selanjutnya dari materi yang dipelajari (Angelo dan Cross, 1993). Dengan demikian

jelas tergambar bahwa pengetahuan awal sangat penting dalam rangka mengkonstruk

pengetahuan peserta didik. Seperti yang diungkapkan oleh (Richard,1996:2003) "The

more complete a person's prior knowledge and schema are for particular topic,the

easier it becomes to process new information and to see more abstrak relationship".

Dari kutipan di atas terlihat bahwa semakin komplek pengetahuan awal dan

skema seseorang untuk bermacam topik maka semakin mudah untuk mengolah

proses informasi baru. Jadi dibutuhkan pengetahuan awal peserta didik yang memadai
66

dan skema dengan bermacam topik untuk memudahkan mereka dalam memperoleh

pengetahuan baru dan mencari hubungan yang lebih abstrak dari pengetahuan yang

diperolehnya. Dengan kata lain pengetahuan awal berfungsi untuk menyaring

pengetahuan baru dan menentukan saberapa baik informasi itu diterima dan diserap

peserta didik.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan awal peserta didik

adalah sejumlah informasi yang dimiliki oleh peserta didik yang berkaitan dengan

materi yang akan dipelajari, sehingga dapat membantu peserta didik dalam

memahami materi lebih lanjut. Pengetahuan awal peserta didik menjadi sumber

informasi yang penting untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik

tentang suatu materi. Sehinggan dengan mengetahui pengetahuan awal peserta didik

tentang bencana banjir, guru dapat mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik

terhadap bencana banjir, sehingga dapat dilakukan penelitian lebih lanjut.

Tabel 5. Indikator Pengetahuan Awal Bencana Banjir


No. Indikator Variabel Pertanyaan
1 Pengetahuan tentang a. Definisi bencana banjir
Bencana Banjir b. Jenis-jenis bencana
c. Karakteristik bencana
d. Konsep bencana banjir
2 Pengetahuan tentang a. Faktor penyebab terjadinya bencana banjir
klasifikasi bencana b. Jenis-jenis bencana banjir
banjir c. Tanda-tanda akan terjadinya bencana banjir
3 Pengetahuan tentang a. Dampak bencana banjir
risiko bencana banjir b. Penyakit dapat ditimbulkan pasca banjir
4 Pengetahuan tentang a. Tindakan yang dapat ananda lakukan untuk
penanggulangan mencegah terjadinya banjir
bencana banjir b. Sebutkan ciri-ciri bangunan yang tahan terhadap
67

bencana banjir
c. Tindakan apa saja yang dapat ananda lakukan saat
bencana banjir terjadi di lingkungan tempat
tinggal ananda
d. Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan saat
terjadi bencana banjir agar selamat.
e. Tindakan apa saja yang dapat ananda lakukan
setelah banjir berakhir.
Sumber (Lestari, L. 2019)

Pada Tabel 5, terlihat bahwa ada empat indikator pengetahuan awal tentang

bencana banjir, yaitu pengetahuan tentang bencana banjir, pengetahuan tentang

klasifikasi bencana banjir, pengetahuan tentang risiko bencana banjir, dan

pengetahuan tentang penanggulangan bencana banjir. peserta didik yang memahami

empat indikator ini dengan baik, maka dinyatakan telah memiliki pengetahuan

tentang bencana banjir dengan baik.

7. Materi Fisika

Dari hasil analisis materi kelas X semester 1, kelas X semester 2, dan kelas XI

semester 1 menunjukkan bahwa materi yang paling untuk diintegrasikan dengan

materi bencana banjir terdapat pada materi kelas X semester 2 dengan kategori sangat

sesuai. Materi Fisika dalam e-modul dikembangkan berdasarkan Kompetensi Inti,

Kompetensi Dasar, dan Tujuan Pembelajaran. Menurut Permendikbud No. 20 Tahun

2016 materi pembelajaran atau dimensi pengetahuan dibedakan atas faktual,

konseptual, dan prosedural. Adapun materi yang terdapat pada materi kelas X

semester 2 akan diuraikan sebagai berikut:


68

a. Hukum Newton

Newton menemukan bahwa semua persoalan gerak di alam semesta dapat

diterangkan dengan tiga hukum yang sederhana, yaitu: Pertama, Hukum I Newton

“Jika resultan gaya pada suatu benda sama dengan nol, maka benda yang diam akan

tetap diam dan benda yang bergerak akan tetap bergerak dengan kecepatan tetap”.

Semua benda cenderung mempertahankan keadannya. Hukum I Newton juga dikenal

sebagai hukum kelembaman yang menyebabkan benda cenderung mempertahankan

keadaan geraknya. Semakin besar kelembaman yang dimiliki benda maka semakin

kuat benda mempertahankan sifat kelembamannya dan semakin besar massa benda,

maka benda akan semakin lembam.

Contoh hukum I Newton dalam kehidupan sehari-hari diatanranya: Saat

kendaraan direm secara mendadak, maka penumpang akan terdorong ke depan, saat

kendaraan tiba-tiba bergerak maka penumpang akan terdorong ke belakang, kerta

yang dibawah gelas kaca ditarik dengan cepat, maka gelas akan tetap diam, gerakan

penari balet menerapkan hukum kelembaman, antara lain gerakan diam seimbang,

bergerak, melompat, dan berputar.

Kedua, Hukum II Newton“Percepatan yang dihasilkan oleh resultan gaya

yang bekerja pada suatu benda berbanding lurus dengan resultan gaya, dan

berbanding terbalik dengan massa benda”. Hukum II Newton berkaitan dengan

perubahan momentum dalam satuan waktu.

Penerapan hukum II Newton pada berbagai gerak benda diatanranya: Gerak

benda pada bidang datar, seorang anak menarik mobil-mobilan menggunakan tali,
69

mendorong meja, mobil yang melaju pada jalan raya, mobil yang mogok akan lebih

mudah didorong oleh dua orang dibandingkan satu orang, pada permainan kelereng,

kelerang yang kecil saat dimainkan akan lebih cepat menggelinding dibanding

kelereng yang besar, gerak dua benda yang bersentuhan, gerak benda pada bidang

miring, enaikkan atau menurunkan barang ke dalam truk dengan menggunakan

bidang miring, mobil yang berjalan ditanjakan, orang yang sedang menaiki tangga,

bersepeda di jalan yang menurun akan lebih cepat daripada di jalan yang mendatar,

pembalap memiringkan badannya saat melewati tikungan, lintasan balapan dibuat

miring pada belokannya, gerak benda yang dihubungkan dengan katrol, menimba air

di sumur menggunakan katrol, seorang tukang bangunan yang menaikkan semen

menggunakan katrol, gaya tekan kaki pada lantai lift, lift yang sedang bergerak

dipercepat atau diperlambat.

Ketiga, Hukum III Newton “Jika benda A mengerjakan gaya pada benda B,

maka benda B akan mengerjakan gaya pada benda A, yang besarnya sama tetapi

arahnya berlawanan”. Hukum III Newton disebut dengan hukum aksi-reaksi yaitu

uatu gaya yang bekerja pada sebuah benda selalu berasal dari benda lain. Semakin

besar gaya aksi maka semakin besar gaya reaksi.

Penerapan hukum III Newton dalam kehidupan sehari-hari: pendayung yang

mendayung sampan, ketika menginjakkan kaki ke tanah, pada peristiwa peluncuran

roket, gas panas yang dipancarkan dari pembakaran menyebabkan timbulnya gaya

reaksi pada roket yaitu gaya yang mengangkat serta mempercepat roket meluncur,

meniup balon dan kemudian melepaskannya tanpa mengikat mulut balon tersebut,
70

seorang perenang menggunakan kaki dan tangannya untuk mendorong air ke

belakang, air juga akan mendorong kaki dan tangan perenang ke depan, pantulan bola

basket saat dribbling.

Tabel 6. Materi Hukum Newton

Dimensi
Materi
Pengetahuan

Faktual  Menarik atau mendorong suatu benda


 menendang bola
 Amir mendorong tembok
 Mobil dan motor yang terseret arus banjir
 Alat-alat infrastruktur dan material yang terseret arus banjir

Konseptual  Massa adalah kuantitas materi dalam suatu benda tanpa


dipengaruhi gravitasi bumi.
 Gaya adalah suatu tarikan atau dorongan yang mengakibatkan
benda mengalami perubahan kedudukan atau perubahan bentuk.
 Sebuah benda yang bergerak dengan kecepatan tetap akan terus
bergerak dengan kecepatan tersebut kecuali ada gaya resultan
bekerja pada benda itu. Jika sebuah benda dalam keadaan diam,
benda tersebut tetap diam kecuali ada gaya resultan yang bekerja
pada benda itu.
 Sifat benda yang selalu mempertahankan keadaan diam atau
keadaan bergeraknya yang dinamakan inersia atau kelembaman.
Oleh karena itu, Hukum I Newton dikenal juga dengan sebutan
Hukum Kelembaman.
 Ketika bus mengerem tubuh kita akan terdorong kedepan,
sedangkan ketika bus tancap gas maka tubuh kita akan terdorong
ke belakang.
 Secara matematis Hukum I Newton dinyatakan sebagai :
∑ F = 0 Newton
Dengan ∑ F adalah resultan gaya pada benda, dengan satuan
Newton (N). 1 newton = 1 kg ms-2
 Jika suatu benda bermassa m diberikan resultan gaya sebesar F ,
maka benda akan bergerak dengan percepatan konstan dengan
arah sama dengan arah gaya.
 Percepatan yang ditimbulkkan oleh gaya yang bekerja pada
sebuah benda berbanding lurus dengan besarnya gaya penggerak
itu dan arahnya sama dengan arah gaya tersebut.”
71

Dimensi
Materi
Pengetahuan

 Secara matematis Hukum II Newton dinyatakan sebagai :


∑𝐹
𝑎= 𝑚
∑F = ma

 Pada saat kita mendorong dinding dengan gaya F, kita akan


merasakan tangan kita didorong oleh dinding. Gaya tersebut
disebut gaya reaksi karena gaya ini timbul setelah F
dikerjakan pada tembok.
 Bunyi Hukum III Newton :“Jika benda A mengerjakan gaya
pada benda B (gaya aksi FAB), maka benda B akan
mengerjakan gaya pada benda A (gaya reaksi, FBA).
 Secara matematis Hukum III Newton dinyatakan sebagai :
F = - F1 atau FAB = - FBA
Prosedural  Percobaan untuk mengetahui sifat kelembaman suatu benda.
 Percobaan untuk mengetahui hubungan gaya, massa, dan
percepatan dalam gerak lurus

b. Hukum Newton tentang Gravitasi

Hukum Newton juga membahas menganai gaya gravitasi. Besaran-besaran

hukum Newton tentang gaya gravitas ini terbagi menjadi enam yaitu: gaya gravitasi

(Fg) merupakan gaya tarik antar partikel-partikel bermassa, konstanta gravitasi (G)

merupakan ketetapan dengan nilai G=6,673 x 10-11Nm2/kg2, percepatan gravitasi (g),


massa benda sistem tata surya (m), jarak radial (r), medan gravitasi ( g ).

Suatu partikel bermassa mempunyai medan gravitasi tertentu. Medan gravitasi

merupakan daerah yang masih mendapat pengaruh gaya gravitasi suatu benda. Gaya

gravitasi per satuan massa disebut juga dengan medan gravitasi. Satuan medan

gravitasi adalah N/kg.


72

Hukum Newton juga membahas tentang gerakan planet-planet mengelilingi

matahari dengan gerakan elips. Hukum ini disebut dengan hukum kepler yang

menjelaskan periode revolusi planet-planet yang mengelilingi matahari Hukum kepler

terbagi menjadi tiga. Pertama, Hukum I Kepler “Lintasan planet selama bergerak

mengelilingi matahari berbentuk elips dan matahari berada pada salah satu titik

fokusnya”.Orbit planet berbentuk elips adalah akibat dari hukum gravitasi newton.

Kedua, hukum II Kepler“selama planet bergerak mengelilingi matahari,

garis hubung antara planet dan matahri dalam waktu yang sama, menyapu luasan

daerah yang sama pula”.Gaya yang diberikan oleh matahari pada planet diarahkan

ke matahari dimana momentum sudut (L) planet konstan karena nilai torsinya sama

dengan nol. Momentum sudut (L) konstan maka luasan yang disapu dalam selang

waktu tertentu ( t ) yang sama akan sama untuk semua bagian orbit.

Ketiga hukum III Kepler “Selama planet bergerak mengelilingi matahari,

perbandingan dari kuadrat periode planet dan pangkat tiga dari jarak rata-rata

planet ke matahari merupakan bilangan konstan”. Penerapan Hukum Kepler

antaralain: resultan gaya gravitasi pada sistem benda, kuat medan gravitasi pada

benda sistem tata surya, dan besar percepatan gravitasi di matahari, planet, dan satelit.
73

Tabel 7. Materi Hukum Newton tentang Gravitasi

Dimensi
Materi
Pengetahuan

Faktual  Berat benda sedikit berbeda di berbagai tempat di


permukaan bumi. Berat benda akan berubah ketika
berpindah dari kutub ke khatulistiwa. Hal ini terjadi
karena jari-jari permukaan bumi di kutub (r) adalah yang
terkecil, dan karena percepatan gravitasi g sebanding
dengan 1/r², maka kutub akan memiliki percepatan
gravitasi terbesar. Sebaliknya, karena jari-jari permukaan
bumi di khatulistiwa adalah yang terbesar, maka
khatulistiwa akan memiliki percepatan gravitasi terkecil.
Konseptual  Gaya gravitasi adalah gaya tarik yang yang dikerjakan
oleh sebuah benda bermassa untuk menarik benda lain
yang arahnya menuju pusat benda bermassa tersebut.
 Bunyi hukum grafitasi newton : “setiap benda di alam
semesta menarik benda lain dengan gaya yang besarnya
berbanding lurus dengan hasil kali massa masing-masing
benda dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak
antara keduanya”.
 Besaran-besaran yang mempengaruhi besarnya gaya
gravitasi yaitu massa masing-masing benda dan jarak
kedua benda.
 Medan gravitasi didefenisikan sebagai ruang disekitar
suatu benda bermassa dimana benda bermassa lainnya
dalam ruang itu akan mengalami gaya gravitasi. Jadi,
massa dapat dianggap sebagai sumber medan gravitasi.
 Kuat medan gravitasi adalah gaya yang bekerja per
satuan massa yang diletakkan dalam medan gravitasi.
 Energi potensial gravitasi adalah usaha untuk
memindahkan sebuah benda atau partikel dari posisi tak
terhingga ke posisi tertentu dalam satu ruang yang
dipengaruhi oleh medan gravitasi
 Potensial gravitasi adalah energi potensial gravitasi tiap
satuan massa benda atau partikel yang dipindahkan dari
posisi tak terhingga ke posisi tertentu dalam satu ruang
yang dipengaruhi oleh medan gravitasi
 Hukum keppler menjelaskan tentang gerak planet dalam
tata surya.
 Hukum 1 Keppler : planet-planet bergerak mengelilingi
74

Dimensi
Materi
Pengetahuan

matahari memiliki orbit elips dengan matahari berada di


salah satu titik fokus elips.
 Hukum II Keppler : garis khayal yang menghubungkan
Matahari dengan Planet menyapu luas juring yang sama
dalam selang waktu yang sama.
 Hukum III Keppler : perbandingan kuadrat periode planet
mengitari matahari terhadap pangkat tiga jarak rata-rata
planet ke Matahari adalah sama untuk semua planet.
Prosedural  Prosedur menemukan konsep gaya gravitasi
 Prosedur menemukan konsep kuat medan Gravitasi
 Prosedur menemukan konsep Hukum Keppler

c. Usaha dan Energi

1) Konsep Usaha

Kata “usaha” dalam Fisika memiliki arti khusus jika dibandingkan dengan

kata usaha dalam kehidupan sehari-hari. Dalam fisika usaha diartikan sebagai gaya

yang bekerja pada suatu benda sehingga benda itu mengalami perpindahan (Halliday,

1996: 176). Usaha nihil jika gaya tidak menimbulkan perpindahan, usaha dikatakan

negatif apabila perpindahan benda berlawanan dengan arah gaya.

Usaha sering dikaitkan dengan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk

mencapai tujuan. Apakah tujuan tercapai atau tidak tercapai, maka tetap dikatakan

melakukan usaha, usaha dalam kehidupan sehari-hari berbeda dengan konsep fisika.

Jika sebuah benda bergerak dengan perpindahan sebesar s di sepanjang garis lurus.

Sementara benda bergerak, gaya konstan sebesar F bekerja pada benda-benda

tersebut dalam arah yang sama dengan arah perpindahan. Definisi usaha (work) W
75

yang dilakukan oleh gaya konstan yang bekerja pada benda dalam kondisi tersebut

adalah:

W= 𝑭s …(1)

Persamaan 1 menunjukkan bahwa F = gaya, dalam S.I bersatuan Newton (N).

s = perpindahan, dalam S.I bersatuan meter (m), dan W = usaha, dalam S.I bersatuan

N.m (joule). Usaha yang dikenakan pada benda akan lebih besar jika salah satu dari

gaya atau perpindahan s lebih besar (Young, 2002: 165)

a) Usaha dapat bernilai positif dan negatif

Usaha yang dilakukan oleh suatu gaya tidak selalu nilainya positif. Usaha bisa

juga bernilai negatif, karena nilai usaha bergantung pada arah gaya dan perpindahan

benda yang dikenai gaya tersebut.

a) Jika perpindahan benda searah dengan gaya, benda mendapat usaha yang bernilai

Positif.

b) Jika perpindahan benda berlawanan dengan arah gaya, benda mendapat usaha

yang Negatif.

Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan fenomena-fenomena usaha,

dimana usaha tersebut dilalui oleh beberapa gaya, sehingga sebuah usaha yang dilalui

oleh gaya lebih dari satu dapat dicari dengan menggunakan penjumlahan gaya-gaya

yang sama atau usaha yang dilakukan oleh resultan gaya. Misalkan, gaya-gaya F1,

F2, dan F3 bekerja pada benda sehingga benda berpindah sejauh s, maka dicari

masing-masing gaya; W1 = 𝑭𝟏 s1 , W2 = 𝑭𝟐 s2, W3 = 𝑭𝟑 s3


76

W = W1 + W2 + W3 …(2)

Persamaan 2 menunjukkan bahwa usaha total adalah usaha yang dilakukan

oleh ketiga gaya tersebut. Usaha total yang bekerja pada suatu benda bergantung

kepada banyaknya gaya yang bekerja pada benda tersebut.

2) Konsep Energi

Matahari sebagai sumber energi utama sangat dibutuhkan bagi segala

kehidupan di bumi. Energi matahari dapat ditangkap secara langsung oleh solar sel.

Aliran konveksi udara dapat menyebabkan angin yang dapat memutarkan kincir

angin. Energi putaran kincir dapat dimanfaatkan untuk memutar mesin-mesin

penggilingan atau bahkan turbin pembangkit listrik.

Dalam Encyclopædia Britannica Ultimate Reference Suite (2012)

dijelaskan bahwa energi biasanya dan kebanyakan didefinisikan sebagai padanan

atau kapasitas untuk melakukan kerja. Kata itu sendiri berasal dari bahasa Yunani

energeia: en, "dalam"; ergon, "kerja." UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang energi

menyebutkan bahwa energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat

berupa panas, cahaya, mekanika, kimia, dan elektromagnetika. Dapat disimpulkan

bahwa energi merupakan kemampuan untuk melakukan kerja atau usaha.

Energi dapat hadir dalam berbagai bentuk seperti yang dijelaskan

dalam Encyclopædia Britannica (2012) bahwa energi dapat berupa potensial, kinetik,

panas, listrik, kimia, nuklir, atau berbagai bentuk lainnya. Selain itu terdapat energi

dalam proses transfer dari satu tubuh ke yang lainnya, contohnya usaha dan kalor.
77

Setelah ditransfer, energi selalu ditandai berdasarkan sifatnya. Kalor yang ditransfer

dapat menjadi energi panas, sementara usaha yang dilakukan ditunjukkan dalam

bentuk energi mekanik. Energi mekanik terdiri atas energi potensial dan kinetik.

3) Bentuk-bentuk Energi

Bentuk-bentuk energi mekanik terdiri dari energi potensial dan energi

kinetik. Adapun penjelasan tentang kedua energi tersebut sebagai berikut :

a) Energi Kinetik

Energi kinetik adalah energi yang berkaitan dengan gerakan suatu benda.

Jadi, setiap benda yang bergerak, dikatakan memiliki energi kinetik. Meski gerak

suatu benda dapat dilihat sebagai suatu sikap relatif, namun penentuan kerangka

acuan dari gerak harus tetap dilakukan untuk menentukan gerak itu sendiri.

Persamaan energi kinetik adalah :

Ek = ½ m v2 ...(3)

Pada persamaan 3, Ek adalah energi kinetik pada benda dengan satuan joule, m

adalah massa sebuah benda dengan satuan kg, dan v adalah kecepatan gerak suatu

benda dengan satuan m/s.

b) Energi Potensial Gravitasi

Energi potensial adalah energi yang berkaitan dengan kedudukan suatu benda

terhadap suatu titik acuan. Dengan demikian, titik acuan akan menjadi tolok ukur

penentuan ketinggian suatu benda. Energi potensial dinyatakan dalam persamaan:


78

Ep = m . g . h ...(4)

Pada persamaan 4, Ep menyatakan energi potensial (joule), m menyatakan

massa benda dalam satuan joule, g menyatakan percepatan gravitasi benda dalam

satuan m/s2, dan h menyatakan ketinggian terhadap titik acuan suatu benda dalam

satuam meter.

c) Hukum Kekekalan Energi Mekanik

Sumber energi yang utama di bumi berasal dari matahari. Semua makhluk

hidup dapat melakukan aktivitasnya apabila mempunyai energi. Sebagai contoh,

usaha yang dilakukan merupakan perwujudan dari energi yang dipindahkan dari

orang (berasal dari energi kimia makanan), sedangkan makanan dapat berasal dari

tumbuhan atau hewan. Dari uraian tersebut ternyata energi tidak berkurang dan tidak

juga bertambah pada proses apapun. Energi dapat dipindahkan dari satu benda ke

benda yang lain, serta energi tidak bisa diciptakan, dan tidak dapat dimusnahkan.

Energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Pernyataan ini

dikenal sebagai hukum kekekalan energi (Giancolli, 2001: 198).

Energi mekanik yang dimiliki suatu benda merupakan jumlah energi potensial

dan energi kinetik yang dimiliki benda tersebut. Besarnya energy mekanik pada

suatu benda dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

E = Ep + Ek …(5)

Pada persamaan 5, E adalah energi total dalam satuan joule, Ep adalah Energi

potensial dalam satuan joule, dan Ek : Energi Kinetik dalam satuan joule.
79

Apabila pada suatu benda hanya bekerja gaya konservatif, misalnya gaya

gravitasi, maka besarnya energi mekanik pada benda tersebut selalu tetap. Usaha

yang dilakukan gaya gravitasi dari suatu titik ke titik lain tidak bergantung pada jalan

yang ditempuh. Jumlah energi kinetik dan energi potensial di dalam medan gravitasi

konstan. Jumlah energi kinetik dan energi potensial ini yang disebut energi mekanik.

Hal ini dikenal sebagai Hukum kekekalan energi mekanik yang berbunyi: “Jika pada

suatu sistem hanya bekerja gaya-gaya yang bersifat konservatif, maka energi

mekanik sistem pada posisi apa saja selalu tetap dengan kata lain energi mekanik

pada posisi akhir sama dengan energi mekanik pada posisi awal”.

Tabel 8. Materi Usaha dan Energi


Dimensi
Materi
Pengetahuan
Faktual  Pangamatan terhadap orang yang mendorong kereta bayi.
 Usaha dibutuhkan untuk memindahkan benda dari suatu posisi
ke posisi yang baru.
 Mengamati sebuah benda yang dijatuhkan dari suatu ketinggian
tertentu.
 Seorang anak melihat buah kelapa yang menggantung dipohon
kelapa
 Kaca pecah karena dilempar dengan batu
 Sebuah peluru yang ditembakkan oleh senapan dapat membuat
lubang pada kertas, buku, tembok karena peluru ini mempunyai
energi kinetic
 Seorang anak melihat buah kelapa yang menggantung dipohon
kelapa
 Kaca pecah karena dilempar dengan batu
 Sebuah peluru yang ditembakkan oleh senapan dapat membuat
lubang pada kertas, buku, tembok karena peluru ini mempunyai
energi kinetik.
Konseptual  Usaha adalah hasil kali resultan gaya dengan perpindahan
W  F cos α  s
 Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha.
80

Dimensi
Materi
Pengetahuan
 Energi yang dimiliki oleh benda yang sedang bergerak disebut
energi kinetik.
 Energi yang berkaitan dengan posisi atau konfigurasi.
 Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha atau kerja
 Energi kinetik adalah energi yang dimiliki benda karena benda
bergerak
1
𝐸𝑘 = 𝑚𝒗𝟐
2
 Energi potensial adalah energi yang dimiliki sebuah benda
karena pengaruh kedudukan atau posisi benda
𝐸𝑝 = 𝑚. 𝒈. ℎ
 Hubungan usaha dengan energi potensial
W = -∆Ep = - (Ep2 – Ep1)
 Hubungan usaha dengan energi kinetik
W = ∆Ek
 Energi mekanik yang dimiliki suatu benda merupakan jumlah
energi potensial dan energi kinetik yang dimiliki benda tersebut
 Besar energi mekanik ( EM ) = Ep + Ek
 Hukum kekekalan energi mekanik
EM1 = EM2
Ep1 + Ek1 = Ep2 + Ek2
 Daya didefinisikan sebagai besar usaha persatuan waktu
P = W/t atau P = F.s / t
Prosedural  Pengaruh sudut antara gaya dan perpindahan terhadap usaha
yang dilakukan.
 Menentukan hubungan antara usaha dan energi
 Melakukan percobaan tentang prinsip hukum kekekalan energi
mekanik
 Melakukan percobaan mengenai energi pada banjir

d. Momentum, Impuls, dan Tumbukan

1) Momentum

Momentum merupakan ukuran kesukaran untuk memberhentikan gerak suatu

benda (Giancoli, 2001:121). Bus yang memiliki massa yang lebih besar akan sulit

dihentikan dari pada mobil yang memiliki massa yang lebih kecil walaupun memiliki
81

kecepatan yang sama. Semakin besar momentum yang dimiliki oleh suatu benda,

semakin sukar untuk menghentikannya, karena dipengaruhi oleh massa dan

kecepatan. Sebuah benda dengan massa dan kecepatan besar menimbulkan keruskaan

yang besar ketika menabrak sesuatu. Momentum yang dimiliki oleh sebuah benda

didefenisikan sebagai hasil kali massa benda dengan kecepatannya. Secara matematis

dirumuskan:

p = m. 𝒗 ...(6)

Berdasarakan Persamaan 6, Momentum adalah besaran vektor yang searah

dengan kecepatan benda. Dimana p adalah momentum dengan satuan kg m/s, m

adalah massa benda dalam satuan kg, dan v adalah kecepatan benda dalam satuan

m/s.

2) Impuls

Impuls didefinisikan sebagai hasil kali gaya dengan waktu yang dibutuhkan

gaya tersebut bergerak. Dari definisi ini dapat dirumuskan seperti berikut.

I = F . Δt …(7)

Berdasarakan Persamaan 7, Impuls adalah besaran vektor yang searah dengan

gaya yang bekerja pada benda dalam waktu t sesaat. Dimana I adalah impuls dengan

satuan newton (N), F adalah gaya yang bekerja pada benda, dan t adalah selang

waktu kerja gaya dalam satuan sekon (s).

3) Hubungan Momentum dan Impuls


82

Kalian pasti masih ingat hukum II Newton. Jika suatu benda yang bergerak

dikenai gaya maka benda itu akan mengalami percepatan F = m a. Iika nilai F ini

disubstitusikan pada persamaan 8, maka:

I = F .Δt

I = m a .Δ t

I = m Δv …(8)

Pada Persamaan 8, m Δv merupakan perubahan momentum, yang berarti besar

impuls dan momentum memiliki hubungan yang cukup erat. Hubungan itu dapat

dituliskan sebagai berikut.

I = Δp …(9)

Berdasarkan Persamaan 9, dapat dikatakan bahwa setiap benda yang diberikan

impuls pasti akan berubah momentumnya. Momentum merupakan besaran vektor

sehingga selain dipengaruhi besar, vektor juga dipengaruhi oleh arahnya. Perubahan

momentum dapat terjadi karena ada perubahan besar momentum, ada perubahan arah

momentum atau kedua-duanya.

4) Hukum Kekekalan Momentum

Hukum kekekalan momentum berhubungan dengan hukum III Newton.

Ketika dua bola akan saling menekan dengan gaya F yang sama besar, tetapi arahnya

berlawanan. Akibat adanya gaya aksi dan reaksi dalam selang waktu Δt tersebut,

kedua bola akan saling melepaskan diri dengan kecepatan masing-masing sebesar v’1

dan v’2. Penurunan rumus secara umum dapat dilakukan dengan meninjau gaya

interaksi saat terjadi tumbukan berdasarkan hukum III Newton.


83

Faksi = – Freaksi

F1 = – F2 …(10)

Berdasarkan Persamaan 10, maka F1 = –F2, dimana impuls yang terjadi

selama interval waktu Δt adalah F1.Δt = -F2.Δt . Kita ketahui bahwa tidak ada gaya

luar yang mempengaruhi, maka: I = F.Δt = Δp , maka persamaannya menjadi seperti

berikut:

Δp1 = – Δp2

m1v1 – m1v’1 = -(m2v2 – m2v’2)

m1v1 + m2v2 = m1v’1 + m2v’2

p1 + p2 = p’1 + p’2 …(11)

Pada Persamaan 11, Jumlah momentum awal = Jumlah momentum akhir,

dimana p1 adalah momentum benda 1 sebelum tumbukan (kg.m/s), p2 adalah

momentum benda 2 sebelum tumbukan (kg.m/s), p’1 adalah momentum benda 1

setelah tumbukan (kg.m/s), p’2 adalah momentum benda 2 setelah tumbukan

(kg.m/s), m1 adalah massa benda 1 sebelum tumbukan (kg), m2 adalah massa benda 2

sebelum tumbukan (kg), v1 adalah kecepatan benda 1 sebelum tumbukan (m/s), v2

adalah kecepatan benda 2 sebelum tumbukan (m/s), v’1 adalah kecepatan benda 1

setelah tumbukan (m/s) dan v’2 adalah kecepatan benda 2 sesudah tumbukan (m/s).

Persamaan tersebut dinamakan Hukum Kekekalan Momentum. Hukum kekekalan

momentum menyatakan bahwa “jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem,

maka momentum total sesaat sebelum sama dengan momentum total sesudah
84

tumbukan”. Ketika menggunakan persamaan ini, kita harus memerhatikan arah

kecepatan tiap benda.

5) Tumbukan

Dalam kehidupan sehari-hari, kita biasa menyaksikan benda-benda saling

bertumbukan. Banyak kecelakaan yang terjadi di jalan raya sebagiannya disebabkan

karena tabrakan (tumbukan) antara dua kendaraan, baik antara sepeda motor dengan

sepeda motor, mobil dengan mobil maupun antara sepeda motor dengan mobil.

Demikian juga dengan kereta api atau kendaraan lainnya. Hidup kita tidak terlepas

dari adanya tumbukan.

Ketika bola sepak ditendang David Beckham, pada saat itu juga terjadi

tumbukan antara bola sepak dengan kaki Abang Beckham. Tanpa tumbukan,

permainan billiard tidak akan pernah ada. Demikian juga dengan permainan kelereng

kesukaanmu ketika masih kecil. Masih banyak contoh lainnya yang dapat anda temui

dalam kehidupan sehari-hari.

a) Pengertian Tumbukan

Tumbukan adalah pertemuan antara dua buah benda yang masing-masing

relatif bergerak. Tumbukan dapat berlangsung secara singkat dan dapat pula

berlangsung lama. Pada semua proses tumbukan, benda-benda yang saling

bertumbukan akan berinteraksi dengan kuat hanya selama tumbukan

berlangsung kalaupun ada gaya eksternal yang bekerja, besarnya akan jauh lebih

kecil daripada gaya interaksi yang terjadi, dan oleh karenanya gaya tersebut

diabaikan. Pada setiap jenis tumbukan berlaku hukum kekekalan momentum tetapi
85

tidak selalu berlaku hukum kekekalan energi mekanik. Sebab disini sebagian energi

mungkin diubah menjadi panas akibat tumbukan atau terjadi perubahan bentuk.

b) Jenis-jenis Tumbukan

1. Tumbukan lenting sempurna

Dua benda dikatakan melakukan tumbukan lenting sempurna jika Momentum

dan Energi Kinetik kedua benda sebelum tumbukan = momentum dan energi kinetik

setelah tumbukan. Dengan kata lain, pada tumbukan lenting sempurna berlaku

Hukum kekekalan momentum dan hukum kekekalan energi kinetik.

Hukum kekekalan momentum dan hukum kekekalan energi kinetik berlaku

pada peristiwa tumbukan lenting sempurna karena total massa dan kecepatan kedua

benda sama, baik sebelum maupun setelah tumbukan. Hukum kekekalan energi

kinetik berlaku pada tumbukan lenting sempurna karena selama tumbukan tidak ada

energi yang hilang.

Tumbukan lenting sempurna merupakan sesuatu yang sulit kita temukan

dalam kehidupan sehari-hari. Paling tidak ada ada sedikit energi panas dan bunyi

yang dihasilkan ketika terjadi tumbukan. Salah satu contoh tumbukan yang

mendekati lenting sempurna adalah tumbukan antara dua bola elastis, seperti bola

billiard. Untuk kasus tumbukan bola billiard, memang energi kinetik tidak kekal tapi

energi total selalu kekal. Secara matematis, Hukum Kekekalan Momentum

dirumuskan sebagai berikut :

m1v1 + m2v2 = m1v1’ + m2v2’ ....(12)


86

Pada Persamaan 12, dimana m1 adalah massa benda 1 sebelum tumbukan

dalam satuan kg, v1 adalah kecepatan benda 1 sebelum tumbukan dalam satuan m/s,

m2 adalah massa benda 2 sebelum tumbukan dalam satuan kg, v2 adalah kecepatan

benda 2 sebelum tumbukan dalam satuan m/s, v’1 adalah kecepatan benda 1 setelah

tumbukan dalam satuan m/s dan v’2 adalah kecepatan benda 2 sesudah tumbukan

dalam satuan m/s. Persamaan ini menunjukkan bahwa pada tumbukan lenting

sempurna berlaku hukum kekekalan momentum. Dimana momentum benda sebelum

tumbukan dan momentum benda setelah tumbukan adalah sama.

2. Tumbukan Lenting Sebagian

Tumbukan lenting sebagian adalah tumbukan di mana energi kinetik sistem

setelah tumbukan lebih kecil dari pada energi kinetik sebelum tumbukan. Jadi, ada

sebagian energi kinetik yang hilang setelah tumbukan dan berubah menjadi energi

lain misalnya energi termal, energi bunyi atau digunakan untuk mengubah bentuk

benda. Hukum kekekalan momentum masih berlaku pada tumbukan lenting sebagian.

Persamaan umumnya ditulis sebagai:

𝒗′ −𝒗′
e = 𝒗𝟐 −𝒗𝟏 …(13)
𝟐 𝟏

Pada Persamaan 13, e merupakan bilangan positif dengan kisaran harga 0 < e

< 1 dan disebut sebagai koefisien restitusi. Untuk menentukan koefisien restitusi

benda yang bertumbukan menggunakan persamaan berikut.


𝑒 = √ℎ2 …(14)
1
87

Berdasarkan Persamaan 14, maka koefisien restitusi pada tumbukan lenting

sebagian dapat dicari hasilnya dengan mengkuadratkan ketinggian pantulan bola

kedua dibagi dengan pantulan bola pertama.

3. Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali

Pada tumbukan tidak lenting sama sekali, hukum kekekalan energi kinetik

tidak berlaku namun hukum kekekalan momentum masih berlaku. Pada tumbukan

tidak lenting sama sekali kecepatan 1 dan benda 2 seudah tumbukan adalah sama,

sehingga nilai v1’= v2’= v’. Akibatnya, nilai v1’- v2’ pada persamaan nilai restitusi (e)

berharga nol, sehingga persamaan tersebut dapat dituliskan seperti di bawah ini:

∆𝒗′ (𝒗𝟐 ′− 𝒗𝟏 ′)
e = − ∆𝒗 = − =0 …(15)
(𝒗𝟐 −𝒗𝟏 )

Persamaan 15 menunjukkan bahwa koefisien restitusi untuk benda yang tidak

lenting sama sekali adalah 0. Untuk tumbukan tidak lenting sama sekali, persamaan

momentumnya dapat ditulis sebagai:

m1v1 + m2v2 = (m1+m2) v’ …(16)

Persamaan 16 menyatakan bahwa m1 adalah massa benda 1 dalam satuan kg,

m2 adalah massa benda 2 dalam satuan kg, v1 = kecepatan awal benda 1 dalam m/s, v2

adalah kecepatan awal benda 2 dalam satuan m/s, dan v' = v1' = v2' adalah kecepatan

akhir benda dalam satuan m/s. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa pada

tumbukan tidak lenting sama sekali, pada saat tumbukan benda saling menempel

sehinggan setelah bertumbukan massa benda 1 ditambah dengan massa benda 2 dikali

dengan kecepatan kedua benda setelah bertumbukan.


88

Tabel 9. Materi Impuls dan Momentum


Dimensi
Materi
Pengetahuan
Faktual  Kesukaran menghentikan mobil yang sedang bergerak dengan
kecepatan tertentu (momentum)
 Mobil truk lebih sukar dihentikan dibandingkan mobil sedan
walaupun keduanya sedang melaju dengan kecepatan yang
sama (momentum).
 Mobil sedan yang sedang melaju dengan kecepatan 80 km/jam
lebih susah dihentikan daripada mobil sedan yang melaju
dengan kecepatan 60 km/jam.
 Bola kaki apabila ditendang dalam waktu singkat akan akan
bergerak dengan cepat (impuls).
 Seorang karate setelah memukul lawannya dengan cepat akan
menarik tangannya. Ini dilakukan agar waktu sentuh antara
tangan dan bagian tubuh musuh relatif singkat. Hal ini
berakibat musuh akan menerima gaya lebih besar. Semakin
singkat waktu sentuh, maka gaya akan semakin besar (impuls).
 Mobil didesain mudah penyok dengan tujuan memperbesar
waktu sentuh pada saat tertabrak. Waktu sentuh yang lama
menyebabkan gaya yang diterima mobil atau pengemudi lebih
kecil dan diharapkan keselamatan pengemudi lebih terjamin
(Impuls).
 Sarung tinju yang dipakai oleh para petinju berfungsi untuk
memperlama bekerjanya gaya impuls ketika memukul
lawannya, pukulan tersebut memiliki waktu kontak yang lebih
lama dibandingkan memukul tanpa sarung tinju. Karena waktu
kontak lebih lama, maka gaya yang bekerja juga semakin kecil
sehingga sakit terkena pukulan bisa dikurangi.
 Matras dimanfaatkan untuk memperlambat waktu kontak.
Waktu kontak yang relatif lebih lama menyebabkan gaya
menjadi lebih kecil sehingga tubuh kita tidak terasa sakit pada
saat jatuh atau dibanting di atas matras.
 Saat melon mendarat pada landasan, melon akan aman apabila
dijatuhkan dari ketinggian tertentu saat gaya impulsif bekerja
dalam selang waktu yang lama (hubungan antara impuls dan
89

Dimensi
Materi
Pengetahuan
momentum).
Konseptual  Momentum didefenisikan sebagai ukuran kesukaran untuk
memberhentikan gerak suatu benda. Momentum sebuah
partikel atau benda dapat dipandang sebagai ukuran kesulitan
mendiamkan sebuah partikel atau benda tersebut.
 Semakin besar kecepatan benda, semakin besar pula
momentumnya (untuk benda-benda yang massanya sama).
Semakin besar massa benda, semakin besar pula
momentumnya (untuk benda-benda yang kecepatannya sama).
 Momentum adalah besaran vektor yang searah dengan
kecepatan benda.
 ⃗ =m𝒗
𝒑 ⃗
 Impuls adalah gaya kontak yang bekerja dalam waktu singkat.
 𝑰=𝑭 ̅ . ∆t
 Semakin singkat waktu sentuh antara duah benda, maka gaya
yang dihasilkan semakin besar. Gaya seperti ini disebut dengan
gaya impuls.
 Gaya impuls mengawali suatu percepatan dan menyebabkan
bola yang ditendang bergerak cepat dan semakin cepat.
 Perubahan momentum yang terjadi akibat perubahan massa dan
kecepatan dapat menimbulkan impuls.Sesuai hukum II
Newton:

𝑭=𝑚𝒂

∆𝒗
𝑭=𝑚
∆𝑡
𝒗𝟐 − 𝒗𝟏
𝑭 = 𝑚( )
∆𝑡
𝑭 ∆𝑡 = 𝑚𝒗𝟐 − 𝑚𝒗𝟏
Jika 𝑚𝒗𝟐 = 𝒑𝟐 dan 𝑚𝒗𝟏 = 𝒑𝟏 , maka persamaan dapat kita
tuliskan: 𝑰 = ∆𝒑 = 𝒑𝟐 − 𝒑𝟏
Prosedural  Melakukan percobaan melihat pengaruh massa dan kecepatan
pada konsep momentum.
 Melakukan percobaan menyelidiki hukum kekekalan
90

Dimensi
Materi
Pengetahuan
momentum pada tumbukan tidak lenting sama sekali
 Melakukan percobaan menentukan koefisien restitusi pada
tumbukan bola dengan lantai

e. Gerak Harmonis Sederhana (GHS)


Syarat suatu gerak dikatakan getaran harmonik, adalah gerakannya periodik

(bolak-balik), gerakannya selalu melewati posisi kesetimbangan, percepatan atau

gaya yang bekerja pada benda sebanding dengan posisi/simpangan benda, dan arah

percepatan atau gaya yang bekerja pada benda selalu mengarah ke posisi

kesetimbangan. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa gerak harmonik

sederhana adalah gerak bolak balik benda terhadap titik kesetimbangannya.

Gerak harmonis sederhana merupakan proyeksi dari gerak melingkar

homogen pada sebuah diameter. Periode dan frekuensi getaran bandul dapat

ditentukan dengan menarik beban yang terikat pada tali dari titik A berayun ke titik B

dikarenakan adanya gaya pemulih F = - mg sin  (tanda negatif menunjukkan bahwa

gaya pemulih mg sin  berlawanan dengan gaya F untuk menyimpangkan beban).

Dimana T adalah periode dengan satuan sekon, f adalah frekuensi dengan satuan Hz,

l adalah panjang tali dengan satuan m, dan g adalah percepatan gravitasi bumi

dengan satuan m/s2.

Simpangan adalah jarak antara kedudukan benda yang bergetar pada suatu

saat sampai kembali pada kedudukan seimbangnya. Ananda dapat menentukan

persamaan simpangan getaran harmonik sederhana dengan cara memproyeksikan


91

posisi partikel yang bergerak melingkar beraturan pada sumbu Y. Simpangan gerak

harmonik sederhana dapat dianggap sebagai proyeksi partikel yang bergerak

melingkar beraturan pada diameter lingkaran. Sudut fase (θ) adalah sudut yang

terbentuk akibat simpangan yang diberikan pada suatu benda untuk melakukan

getaran harmonik. Besar sudut fase dapat diuraikan menjadi: 𝜃 = 𝜔. 𝑡 = 2𝜋𝑓. 𝑡 =


2𝜋
. 𝑡 . Dimana  adalah sudut fase dengan satuan rad atau derajat),  adalah
𝑇

kecepatan sudut dengan satuan rad/s, t adalah waktu titik tersebut telah bergetar

dengan satuan s, f adalah frekuensi dengan satuan Hz,dan T adalah periode dengan

satuan sekon.

Tabel 10. Materi Gerak Harmonis Sederhana

Dimensi
Materi
Pengetahuan

Faktual  Bandul pada sebuah jam bergerak bolak balik


 Ayunan di taman bermain bergerak bolak balik
 Pada bandul, bekerja gaya pemulih yang mengakibatkan
bandul yang diberi gaya akan bergerak bolak balik dan kembali
ketitik semula /kesetimbangannya.
 Sebuah pegas yang bergerak naik turun terproyeksi menjadi
sebuah lingkaran

Konseptual  Getaran harmonis atau gerak harmonis sederhana adalah


gerak suatu benda bolak balik di sekitar titik
keseimbangannya.
 Suatu benda dikatakan melakukan getaran harmonic
sedarhana adalah gerakannya periodik (bolak-balik),
gerakannya selalu melewati posisi keseimbangan, dan
percepatan atau gaya yang bekerja pada benda sebanding
dengan posisi/ simpangan benda.
 Arah percepatan atau gaya yang bekerja pada benda selalu
mengarah ke posisi keseimbangan.
 Benda yang jika digerakkan akan mengalami getaran harmonik
92

adalah getaran pada pegas dan getaran pada bandul.


𝑛
 Frekuensi yaitu jumlah getaran dalam 1 detik : 𝑓 = 𝑡
𝑡
 Periode yaitu waktu yang dibutuhkan untuk 1 getaran: 𝑇 = 𝑛
 Besarnya gaya periode pada gerak harmonis sederhana pada
𝑚
pegas dirumuskan sebagai berikut 𝑇 = 2 𝜋√ 𝑘
 Besarnya frekuensi pada gerak harmonis sederhana pada
𝑘
pegas dirumuskan sebagai berikut:𝑓 = 2 𝜋√𝑚
 Besarnya gaya pemulih pada gerak harmonis sederhana
ayunan bandul dapat ditentukan dengah menggunakan
persamaan:𝑭𝒑 = −𝑚𝒈 sin 𝜃
 Besarnya gaya periode pada gerak harmonis sederhana pada
𝑙
ayunan bandul dirumuskan sebagai berikut:𝑇 = 2 𝜋√
𝒈
 Besarnya frekuensi pada gerak harmonis sederhana pada
𝒈
ayunan bandul dirumuskan sebagai berikut:𝑓 = 2 𝜋√ 𝑙
 Energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan tetapi bisa
diubah ke bentuk energi lain
 Energi mekanik adalah energi total yang dialami oleh suatu
benda (penjumlahan energi potensial dan energi kinetik)
 Hukum kekekalan energi mekanik menjelaskan bahwa energy
mekanik sistem pada posisi akhir sama dengan energy mekanik
sistem pada posisi awal.
 Energi potensial dan kinetik pada pegas :
1
𝐸𝐾 = 𝑘 (𝐴2 − 𝑦 2 )
2
 Besar energi mekanik pegas ( EM ) = Ep + Ek
1 1
𝐸𝑀 = 𝑘𝑦 2 + 𝑘 (𝐴2 − 𝑦 2 )
2 2
 Energi potensial dan kinetic pada ayunan bandul
1
𝐸𝐾 = 𝑚𝒗𝟐
2
 Besar energi mekanik aynuan bandul( EM ) = Ep + Ek
1
𝐸𝑀 = 𝑚𝑔ℎ + 𝑚𝒗𝟐
2
 Hukum kekekalan energy mekanik :
EM = EM1 = EM2 = EMn

Prosedural  Melakukan percobaan pada bandul yang bergerak Harmonis


93

Sederhana.

Berdasarkan garis besar materi yang telah dipaparkan di atas, terlihat bahwa

karakteristik materi Fisika yang cocok diintegrasikan dengan materi bencana banjir

terdapat pada materi Hukum Newton, Usaha dan Energi, serta Momentum dan

Impuls. Namun dari hasil analisis materi, materi usaha dan energi dan momentum,

impuls, dan tumbukan merupakan materi yang berada pada kategori sangat sesuai dan

sesuai untuk diintegrasikan dengan materi bencana banjir. Oleh sebab itu, materi

Fisika yang dikembangkan pada e-modul ini adalah materi usaha dan energi, serta

momentum, impuls, dan tumbukan. Selanjutnya, pada aspek pengetahuan materi

usaha dan energi, serta momentum, impuls, dan tumbukan didominasi oleh materi

faktual, dan konseptual. Sehingga cocok diintegrasikan dengan model pembelajaran

SETS (Science, Environment, Technology, and Society).

8. Materi Banjir

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010) mengungkapkan bahwa

defenisi banjir yaitu keadaan dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air

dalam jumlah yang begitu besar. Selanjutnya, Goswami, dkk (2016: 2)

mendefenisikan banjir merupakan luapan massa air yang besar melampaui batas

normal di atas lahan kering. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang

secara tiba-tiba yang disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai maupun karena

pengundulan hutan disepanjang sungai sehingga merusak Beranda-Beranda

penduduk maupun menimbulkan korban jiwa. Banjir merupakan salah satu bencana
94

alam. Banjir termasuk bencana alam klimatologis atau hidrometeorologi. Bencana

hidrometeorologi menurut Hermon (2012: 3) merupakan bencana yang disebabkan

oleh rusaknya sistem dalam siklus hidrologi, sehingga mempengaruhi kestabilan

kondisi iklim dan cadangan air di permukaan bumi.

Iswandi (2016: 15) menjelaskan bahwa banjir dapat pengaruhi oleh tiga

faktor, yaitu: curah hujan, karakteristik DAS (Daerah Aliran Sungai), dan manusia.

Tingginya intensitas curah hujan dalam waktu yang lama dan terdistribusi secara

merata merupakan faktor meteorologi yang mempengaruhi terjadinya banjir. Selain

itu, wilayah yang relatif datar dan tumpuan DAS merupakan wilayah yang rawan

terhadap banjir. Hermon (2012: 40) mengungkapkan bahwa lima faktor penting

penyebab banjir di Indonesia yaitu: faktor hujan, faktor hancurnya retensi DAS,

faktor kesalahan perancangan pembangunan alur sungai, faktor pendangkalan sungai,

dan faktor kesalahan tata wilayah dan pembangunan sarana dan prasarana. Sejalan

dengan itu, Utama (2015: 22) mengemukakan bahwa beberapa faktor penyebabkan

banjir yaitu kondisi alam, peristiwa alam, dan aktifitas manusia. Aktivitas tersebut

berupa peruntukan tata ruang di dataran banjir yang tidak sesuai dengan fungsi lahan,

belum adanya pola pengelolaan dan pengembangan dataran banjir, permukiman di

bantaran sungai, sistem drainase yang tidak memadai, terbatasnya tindakan mitigasi

banjir, kurangnya kesadaran masyarakat di sepanjang alur sungai, penggundulan

hutan di daerah hulu, dan terbatasnya upaya pemeliharaan.

Sukandarrumidi (2010: 141) menyatakan fenomena banjir selalu dikaitkan

dengan sungai. Banjir terjadi apabila debit air yang mengalir melalui bagian
95

penampang sungai tidak tersalurkan dan tertampung sampai lembah air sungai.

Banjir erat kaitannnya dengan penebangan hutan yang tidak terkendali di DAS

bagian hulu. Perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbangun berdampak

terhadap peningkatan banjir karena sistem pengendali banjir dan drainase, ruang

terbuka hijau sebagai tempat untuk daerah resapan, penyimpanan air tanah dan

sebagai sumber oksigen cenderung berkurang. Oleh sebab itu, banjir merupakan

peristiwa arthropogenic, artinya kegiatan manusia ikut berperan.

Banjir juga mengakibatkan erosi pada tanah. Akibat erosi tanah menjadi

padat, proses infiltrasi terganggu, banyak lapisan atas tanah yang hilang dan

terangkut ke tempat-tempat yang lebih rendah, tanah yang hilang dan terangkut

inilah yang menjadi sedimentasi yang dapat mendangkalkan waduk, bendungan dan

sungai (Utama, 2015: 23).

Daerah Sumatera Barat terutama Kota Padang memiliki potensi banjir

yang besar. Hidayat (2014) mengemukakan bahwa tiga jenis banjir yang ada di kota

Padang, yaitu banjir berupa genangan air, banjir bandang (galodo, flashflood), dan

banjir rob. Tidak maksimalnya sistim drainase adalah sumber penyebab utama

terjadinya banjir di kota Padang. Persoalan drainase tersebut meliputi debit drainase

yang tidak mencukupi, drainase rusak, drainase tersumbat dan tidak ada sistim

drainase sama sekali. Penyumbatan darainase disebabkan oleh sampah yang dibuang

oleh masyarakat. Faktor lain penyebab banjir yang bisa diidentifikasi adalah alih

fungsi lahan yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan berkurangnya daerah

resapan. Disamping itu juga karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap


96

daerah resapan, lahan Beranda hampir semua ditutupi beton. Faktor penyebab banjir

lain yang terungkap adalah karena curah hujan yang tinggi, karena di dorong oleh

pemanasan global, dan penebangan hutan. Sumber penyebab tersebut saling

berhubungan dan bukan merupakan sumber yang berdiri sendiri.

Pada umumnya, banjir terjadi pada musim hujan. Banjir di wilayah DAS

sangat tergantung pada waktu hujan, lama hujan, dan banyaknya curah hujan

(Sukandarrumidi, 2010:142). Perubahan iklim global yang terjadi belakangan ini

ternyata berdampak pada terjadinya akumulasi curah hujan tinggi dalam waktu yang

singkat. Dengan curah hujan tahunan yang relatif sama, namun dengan durasi

yang singkat akan berdampak pada meningkatnya intensitas banjir yang terjadi

(Utama, 2015: 21). Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting dalam

kajian banjir.

Campbell (2010: 154) menyebutkan bahwa benda yang bergerak dapat

melakukan kerja dengan memberikan gerak pada materi lain. Gerakan air atau

banjir memiliki energi. Benda yang tidak sedang bergerak tetap memiliki energi.

Energi terdapat dalam berbagai bentuk, dapat berupa potensial, kinetik, panas, listrik,

kimia, nuklir, atau berbagai bentuk lainnya. Tenaga air (hydropower) adalah energi

yang diperoleh dari air yang mengalir. Energi kinetik banjir adalah properti dari air

bergerak tidak hanya tergantung pada gerak tetapi juga pada massanya. Sedangkan

konsep energi potensial banjir merupakan energi yang terkait dengan posisi air

dan bukan dengan gerak air tersebut.


97

Tjasyono (2016: 11) menyatakan beda tinggi permukaan air merupakan

sumber daya air yang bermanfaat untuk tenaga listrik maupun untuk pengairan. Air

di dalam bendungan, misalnya, memiliki energi potensial karena letaknya di atas

permukaan laut. Energi dapat berasosiasi dengan gerakan relatif air banjir: energi ini

disebut energi kinetik (kinetic energy). Air yang melewati bendungan memutar

turbin juga memiliki energi kinetik.

Crowder (2009: 9) berpendapat bahwa prinsip energi dalam aliran fluida

yaitu energi potensial dan energi kinetik. Energi potensial mengacu

pada energi fluida karena elevasinya.

PE=Wz …(17)

Pada Persamaan 17, dimana W dan z adalah berat air dan jarak air berada di

atas titik acuan (datum). Sedangkan, Energi kinetik mengacu pada energi yang

dimiliki oleh aliran fluida karena kecepatannya.

K E = ½ W v2/g ... (18)

Pada Persamaan 18, dimana v dan g adalah kecepatan air dan percepatan

akibat gravitasi. Satuan energi potensial maupun kinetik adalah kg m2/ s2 atau

Joule.

Pertukaran energi antara sistem dan lingkungan sekitarnya seringkali

melibatkan transformasi dari satu bentuk energi ke bentuk yang lain. Perubahan

energi pada banjir memenuhi hukum kekekalan energi mekanik yaitu:

Ek + Ep = 0 ... (19)


98

Pada Persamaan 19, Energi potensial dan kinetik dapat dinyatakan dalam

istilah 'head'. Jumlah ketinggian potensial (elevasi) dan kinetik (kecepatan)

disebut sebagai 'total head' (H).

H = y + (v2/2g) …(20)

Pada Persamaan 20, dimana y sering disebut sebagai ketinggian elevasi dan

sama dengan kedalaman aliran jika dasar saluran adalah titik acuan disebut sebagai

kecepatan head. Satuan untuk H adalah meter (m).

Prinsip konservasi energi mengharuskan head. energi total pada bagian

hulu 1 harus sama dengan total head. energi di bagian hilir 2 ditambah dengan

hilangnya energi.

z1 + y1 + (v12/2g) = z2 + y2 + (v22/2g) + he …(21)

Pada persamaan 21, dimana z, y dan he masing-masing adalah jarak dasar

saluran berada di atas titik acuan, kedalaman rata-rata air di atas dasar saluran, dan

energi yang hilang. Selain uraian diatas, hal yang menjadi perhatian yaitu tanda-

tanda akan terjadi banjir, antara lain:

a. Terjadi hujan lebat di wilayah DAS hulu

b. Air sungai menjadi keruh akibat proses erosi di bagian hulu sungai

c. Air sungai mulai menghanyutkan serasah atau ranting- ranting kayu.

Apabila banjir terjadi pada malam hari, akan terdengar suara kemrosak

karena aliran air yang deras Bahaya yang mungkin terjadi antara lain:
99

a. Tergenangnya daerah pemukiman yang dibangun di daerah sempadan sungai.

Air bersama dengan segala kotoran masuk ke lingkungan pemukiman,

mengakibatkan keadaaan lingkungan menjadi becek, tidak sehat, dan berbagai

penyakit timbul

b. Hanyut dan rusaknya bangunan yang diterjang oleh banjir. Hal ini akan terjadi

apabila konstruksi teknis bangunan sungai tidak dibuat sesuai dengan persyaratan

yang telah ditentukan.

c. Terjadinya tanah longsor akibat arus air yang mengikis tebing sungai.

Pengikisan pada umumnya terjadi di sungai yang membelok

d. Rusaknya daerah pertanian dan perkebunan di wilayah sempedan sungai.

Tanaman mati dan gagal panen akan terjadi

e. Timbul penyakit TCD, gatal-gatal pada kulit, dan leptopirosis akibat sanitasi

lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan (Sukandarrumidi,2010:143-

144).

Banjir bandang adalah salah satu bencana alam yang paling merusak di

dunia. Secara global, banjir bandang menyebabkan lebih dari 5000 kematian setiap

tahunnya (Azmeri, 2016: 146). Tjasyono (2016: 13) menyatakan bencana banjir

menimbulkan banyak kerugian jiwa dan harta benda, merendam areal pemukiman,

persawahan, ladang, kolam, serta menganggu lalu lintas. Bencana hidro-meteorologi

sering menyebabkan kekurangan makanan.


100

Hiwasaki, dkk (2014: 16) menyatakan upaya untuk mengurangi dampak

bahaya dan perubahan iklim cenderung berfokus pada pembangunan infrastruktur.

Solusi teknis dan ilmiah juga harus dilengkapi dengan tindakan untuk mengatasi

risiko seputar bahaya dan komponen kerentanan yang mendasarinya yaitu faktor

manusia, sosial dan budaya yang saling terkait yang mempengaruhi risiko.

Kemudian, pengetahuan lokal yang dapat dijelaskan oleh sains juga dapat

diintegrasikan dengan sains untuk pengurangan risiko bencana dan adaptasi

perubahan iklim. Pengetahuan tersebut juga dapat disebarkan secara luas untuk

tujuan pendidikan dan terintegrasi dalam kurikulum sekolah, dan digunakan untuk

meningkatkan kebijakan dan program pengurangan risiko bencana dan adaptasi

perubahan iklim. Hal itu belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh para ilmuwan,

praktisi, dan pembuat kebijakan. Untuk memprediksi hujan deras atau angin

kencang, masyarakat dengan hati-hati mengamati awan, ombak, angin, matahari,

dan bintang-bintang. Pada awan, perubahan tekstur (tipis atau tebal), warna, lokasi

(di atas pegunungan atau laut), dan gerakan (ke/dari pantai), termasuk kecepatan

(cepat) dan searah (vertikal atau horizontal) diamati; untuk gelombang, perubahan

warna (putih), arah, dan tinggi (tinggi). Arah (biasanya timur atau barat) dan suhu

(coldorwarm) angin, posisi (tinggi atau rendah) dan ukuran (besar atau kecil)

matahari, dan jarak pandang (banyak atau tidak ada) dan rasi bintang adalah

indikator pengamatan masyarakat umumnya. Pengamatan yang dikombinasikan

dengan perubahan lingkungan dianggap sangat efektif dalam memprediksi bahaya

hidrometeorologi.
101

Perilaku binatang, serangga, dan tumbuhan juga dapat memprediksi bahaya.

Ketika daun pohon pisang dan cabang pohon lainnya jatuh ke tanah tanpa angin

kencang, bersiap menghadapi badai atau angin topan. Burung-burung biasanya

bermigrasi, merupakan indikator penting untuk perubahan musim dan durasi mereka,

serta hujan deras, badai, atau kekeringan. Pengamatan ini juga dianggap sebagai

indikator bahaya tanah longsor dan banjir, karena seringkali terjadi setelah hujan

deras dan angin kencang.

Suprayogi,dkk (2015: 14-15) menyatakan mitigasi bencana yang efektif

harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan, dan

persiapan. Berikut tahap mitigasi bencananya: a) penilaian bahaya (hazard

assesssment), diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang

terancam, serta tingkatan ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan

tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta

kejadian bencana di masa lalu; b) peringatan (warning) untuk memberi

peringatan kepada masyarakat tentang bencanayang akan mengancam. Sistem

peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta

menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan; c) persiapan

(prepareness) tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya, yang membutuhkan

pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan

tentang sistem peringatan kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya

kembali ketika situasi telah aman. Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah

daerah dan pemahamannya sangat penting untuk menentukan langkah-langkah yang


102

diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain uraian diatas, bahan

kajian atau mata pelajaran disarankan berisi muatan dan proses pembelajaran

tentang potensi dan keunikan lokal.

Berdasarkan uraian di atas, fenomena banjir dapat dikelompokkan menjadi

fakta, konsep, dan prosedur seperti pada Tabel 11.

Tabel 11. Fenomena Banjir


Dimensi
Materi
Pengetahuan
Faktual  Fenomena banjir di Indonesia
 Istilah energi
 Istilah curah hujan
 Istilah kecepatan
 Istilah percepatan
 Istilah massa jenis
 Istilah kedalaman
Konseptual  Bentuk-bentuk energi pada banjir
 Energi kinetik K banjir sama dengan jumlah kerja yang
dibutuhkan untuk mempercepat partikel dari keadaan diam
sampai laju v
 Hubungan energi potensial, gaya berat, dan
ketinggian :
P E = Wz
 Hubungan energi kinetik, gaya berat, kecepatan, dan
percepatan gravitasi:
K E = ½ Wv2/g
 Hukum Kekekalan Energi Mekanik :  Ek + Ep = 0
 Konservasi energi mekanik pada fluida :
z1 + y1 + (v12/2g) = z2 + y2 + (v22/2g) + he
Prosedural  Proses perubahan energi pada banjir
 Proses terjadi banjir
 Proses momentum pada banjir
103

Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa pada materi fenomena banjir

didominasi oleh materi faktual dan konseptual sehingga cocok diintegrasikan dengan

model pembelajaran SETS.

9. Keterkaitan Materi Fisika dengan Bencana Banjir

Suprayogi,dkk (2015: 14-15) menyatakan mitigasi bencana yang efektif harus

memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan, dan persiapan. Berikut

tahap mitigasi bencananya: a) penilaian bahaya (hazard assesssment), diperlukan

untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, serta tingkatan ancaman.

Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana,

probabilitas kejadian bencana, serta kejadian bencana di masa lalu; b) peringatan

(warning) untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencanayang akan

mengancam. Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai

peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan

pesan; c) persiapan (prepareness) tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya,

yang membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkenam

bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan kapan harus melakukan evakuasi

dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tingkat pengetahuan awal

masyarakat dan pemerintah daerah sangat penting untuk menentukan langkah-

langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain uraian

diatas, bahan kajian atau mata pelajaran disarankan berisi muatan dan proses

pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal.


104

Sesuai uraian sebelumnya, Campbell (2010: 154) menyebutkan bahwa benda

yang bergerak dapat melakukan kerja dengan memberikan gerak pada materi lain.

Gerakan air atau banjir memiliki energi. Benda yang tidak sedang bergerak tetap

memiliki energi. Energi terdapat

dalam berbagai bentuk, dapat berupa potensial, kinetik, panas, listrik, kimia,

nuklir, atau berbagai bentuk lainnya. Tenaga air (hydropower) adalah energi yang

diperoleh dari air yang mengalir. Energi kinetik banjir adalah properti dari air

bergerak tidak hanya tergantung pada gerak tetapi juga pada massanya. Sedangkan

konsep energi potensial banjir merupakan energi yang terkait dengan posisi air dan

bukan dengan gerak air tersebut.

Tjasyono (2016: 11) menyatakan beda tinggi permukaan air merupakan

sumber daya air yang bermanfaat untuk tenaga listrik maupun untuk pengairan.

Aliran banjir pada hulu sungai, memiliki energi potensial karena letaknya di atas

permukaan laut. Energi dapat berasosiasi dengan gerakan relatif air banjir: energi ini

disebut energi kinetik (kinetic energy). Air yang melewati bendungan memutar turbin

juga memiliki energi kinetik. Energi kinetik sebuah partikel air dengan massa m dan

laju v adalah
1
K = 2 m𝒗𝟐 …(22)

Energi potensial gravitasi dari sistem partikel air-bumi adalah

𝑈𝑔 = mgy …(23)
105

Pertukaran energi antara sistem dan lingkungan sekitarnya seringkali

melibatkan transformasi dari satu bentuk energi ke bentuk yang lain. Perubahan

energi pada banjir memenuhi hukum kekekalan energi mekanik yaitu:

Ek + Ep = 0 atau 𝐸𝑘2 - 𝐸𝑘1 + 𝐸𝑝2 - 𝐸𝑝1 …(24)

Persamaan Saint Venant merupakan persamaan diferensial persial nonlinear

yang hiperbolik. Menurut makrup(2001), persamaan ini digunakan untuk jenis aliran

tak langgeng satu dimensi, artinya kondisi alirannya berubah-ubah terhadap waktu

dan ruang, serta arah alirannya dianggap searah dengan alur sungai. Persamaan ini

juga digunakan untuk memodelkan aliran pada saluran terbuka, seperti aliran sungai

(Mulianto, 2003). Persamaan Saint Venant juga digunakan untuk memodelkan aliran

pada saluran terbuka seperti sungai dan digunakan untuk memodelkan penelusuran

sungai.

Penurunan persamaan Saint Venant secara geometris atau berdasarkan gambar

penampang aliran sungai secara horizontal dan vertikal digunakan untuk

menggambarkan perubahan massa dan perubahan momentum. Perubahan massa

dikaitkan dengan Hukum Kekekalan Momentum yang diperoleh dari Hukum II

Newton.

Hukum Kekekalan Massa menurut Streeter (1996) menyatakan massa di

dalam suatu system adalah tetap konstan terhadap waktu yang dinyatakan sebagai:

𝑑𝑚
=0 …(25)
𝑑𝑡
106

Hukum ini digunakan untuk membangun persamaan keseimbangan massa. Hukum ini

dapat juga dinyatakan sebagai laju perubahan massa air persatuan waktu sama dengan

laju bersih dari massa air tersebut (Streeter, 1996).

Hukum II Newton meyatakan bahwa gaya total yang bekerja pada suatu

massa berbanding lurus dengan laju perubahan momentum dari massa yang

bersangkutan (Makrup, 2001). Hukum ini dapat dituliskan sebagai berikut :

𝑑(𝑚𝒗)
F= …(26)
𝑑𝑡

Newton menyatakan hukum keduanya dalam istilah momentum yang dibahasakan

dalam bahasa modern yaitu “Laju perubahan momentum sebuah benda sebanding

dengan gaya total yang dikerjakan padanya” (Giancolli, 2001). Dapat dinyatakan

sebagai :

𝒑
F= …(27)
𝑡

Hukum Kekekalan Momentum dapat juga dinyatakan sebagai gaya total yang bekerja

terhadap suatu volume kontrol sama dengan laju perubahan momentum dalam

volume control persatuan waktu ditambah dengan laju bersih dari aliran momentum

yang masuk dan keluar volume control (Streeter, 1996).

10. Kompetensi Fisika

Pembelajaran yang dilakukan akan dievaluasi dan dapat dilihat melalui

kompetensi peserta didik yakni kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah proses

pembelajaran. Menurut Mulyasa (2013: 63) “Kompetensi merupakan sesuatu yang

dimiliki oleh peserta didik, dan merupakan komponen utama yang harus dirumuskan
107

dalam pembelajaran, yang memiliki peranan penting dalam menentukan arah

pembelajaran”. Hal ini menjelaskan bahwa kompetensi merupakan kemampuan yang

dimiliki peserta didik dan sangat penting untuk diperhatikan, karena dapat dilihat

tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang sesuai pada kurikulum 2013.

Kompetensi peserta didik dapat ditinjau dari proses belajar yang bertujuan

untuk mengetahui ketercapaian dari kompetensi peserta didik. Menurut

Permendikbud No.22 (2016: 4) menyatakan bahwa “proses pembelajaran diarahkan

seluruhnya pada pengembangan ketiga aspek secara utuh/ holistik, artinya

pengembangan aspek yang satu tidak bisa dipisahkan dengan aspek lainnya. Dengan

demikian proses pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi yang

mencerminkan keutuhan penguasaan sikap, pengetahuan dan keterampilan”. Pendapat

ini sejalan dalam permendikbud No. 54 tahun 2013 tentang standar kompetensi

lulusan menyatakan bahwa “Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai

kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan

keterampilan.”

a. Kompetensi Sikap

Berdasarkan Permendikbud Nomor 104 tahun 2014 bahwa sikap bermula dari

perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam

merespon sesuatu/ objek. Sikap sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup

yang dimiliki oleh seseorang, serta dapat dibentuk hingga terjadinya perubahan

perilaku atau tindakan yang diharapkan. Sejalan dengan Permendikbud No 23 Tahun


108

2016 tentang standar penilaian guruan, penilaian sikap dilakukan oleh guru untuk

memperoleh informasi deskriptif mengenai perlaku peserta didik.

Cara yang dapat digunakan guru untuk penilaian kompetensi sikap yakni

melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat”(peer evaluation) oleh

peserta didik dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri,

dan penilaian antar peserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale)

yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan guru. Cara yang digunakan

untuk mengukur kompetensi sikap dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik

observasi, sedangkan yang lain diambil hanya untuk data sekolah.

Penilaian kompetensi sikap yang diukur oleh guru dalam kurikulum 2013

yakni meliputi aspek menerima, menanggapi, menghargai, menghayati, dan

mengamalkan nilai-nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter peserta didik

yang lebih baik. Dalam kurikulum 2013 penilaian sikap ini dibagi menjadi dua, yakni

sikap spiritual dan sikap sosial. Sejalan dengan pendapat Kunandar (2014: 104)

bahwa sikap spiritual berkaitan dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan

bertakwa sedangkan sikap sosial berkaitan dengan pembentukan peserta didik yang

mandiri, tekun, percaya diri, peduli lingkungan, mampu bekerja sama melalui proses

pembelajaran.

b. Kompetensi Pengetahuan
Permendikbud No 22 tentang standar proses (2016: 9) menjelaskan bahwa

“pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui, memahami, menerapkan,

menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta”. Menurut permendikbud No 104


109

Tahun 2014 sasaran penilaian hasil belajar oleh guru pada ranah pengetahuan dapat

dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Sasaran Penilaian Kompetensi Pengetahuan

Kemampuan Berpikir Deskripsi


Mengingat : Pengetahuan hafalan: ketepatan, kecepatan,
Mengemukakan kembali apa yang kebenaran pengetahuan yang diingat dan
sudah dipelajari dari guru, buku, digunakan ketika menjawab pertanyaan
LKPD dan sumber lainnya tentang fakta, definisi konsep, prosedur,
sebagaimana aslinya tanpa hukum, teori dari apa yang sudah dipelajari
melakukan perubahan di kelas tanpa diubah/ berubah
Memahami : Kemampuan mengolah pengetahuan yang
Sudah ada proses pengolahan dari dipelajari menjadi sesuatu yang baru seperti
bentuk aslinya tetapi arti dari kata, menggantikan suatu istilah/ kata dengan
istilah, tulisan, grafik, tabel, istilah/ kata lain yang sama maknanya
gambar, dan foto tidak berubah
Menerapkan : Kemampuan menggunakan pengetahuan
Menggunakan informasi, konsep, seperti konsep gerak, kecepatan, percepatan,
prosedur, prinsip, hukum, dan teori hukum newton, dsb dalam mempelajari
yang sudah dipelajari untuk sesuatu sesuatu yang belum pernah dipelajari
yang baru/ belum dipelajari sebelumnya
Menganalisis : Kemampuan mengelompokkan benda
Menggunakan keterampilan yang berdasarkan persamaan dan perbedaan ciri-
telah dipelajari terhadap suatu ciri, memberi nama kelompok tersebut,
informasi yang belum diketahui menentukan apakah suatu kelompok sejajar/
dalam menggelompokkan informasi lebih tinggi/ lebih luas dari yang lain,
menentukan keterhubungan antara menentukan mana yang lebih dulu, mana
satu kelompok/ informasi dengan yang belakangan muncul, menentukan mana
kelompok/ informasi lainnya antara yang memberikan pengaruh dan mana yang
fakta dengan konsep, antara menerima pengaruh, dsb
argumentasi dengan kesimpulan.
Mengevaluasi : Kemampuan menilai apakah informasi yang
Menentukan nilai suatu benda atau diberikan berguna, apakah suatu informasi/
informasi berdasarkan suatu kriteria benda menarik/ menyenangkan bagi dirinya,
adakah penyimpangan dari kriteria suatu
pekerjaan/ keputusan/ peraturan,
memberikan pertimbangan alternatif mana
yang harus dipilih berdasarkan kriteria,
menilai benar/ salah, bagus/ jelek, dsb suatu
hasil kerja berdasarkan kriteria.
110

Kemampuan Berpikir Deskripsi


Mencipta : Kemampuan membuat suatu karya, cerita/
Membuat sesuatu yang baru dari tulisan dari berbagai sumber yang
apa yang sudah ada sehingga hasil dibacanya, membuat suatu benda dari bahan
tersebut merupakan satu kesatuan yang tersedia, mengembangkan fungsi baru
utuh dan berbeda dari komponen dari suatu benda, mengembangkan berbagai
yang digunakan untuk bentuk kreativitas lainnya.
membentuknya.
Sumber : Olahan Anderson, dkk (2001)

Berdasarkan Tabel 12, sasaran penilaian kompetensi pengetahuan dimulai dari

tingkat yang paling rendah (mengingat) hingga tingkat yang paling tinggi (evaluasi).

Melalui Tingkat kemampuan berpikir mengingat, memahami, menerapkan,

menganalisis, mengevaluasi dan mencipta diharapkan peserta didik dapat

menyempurnakan tingkat kemampuan berpikirnya secara menyeluruh. Sehingga

peserta didik didik dapat memaknai pembelajaran Fisika seutuhnya.

Penilaian yang dilakukan oleh guru dapat dibagi menjadi tiga aspek, yaitu

aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pada aspek pengetahuan guru dapat

menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.

1. Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah,

menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran.

2. Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.

3. Instrumen penugasan berupa pekerjaan Beranda dan/atau projek yang dikerjakan

secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.

4. Instrumen yang digunakan adalah lembar soal pilihan ganda.


111

Berdasarkan kemampuan berpikir yang telah dipaparkan, maka penilaian

kompetensi pengetahuan pada penelitian ini lebih difokuskan dengan

menggunakan tes tertulis dalam berupa soal pilihan ganda.

c. Kompetensi Keterampilan
Penilaian pada kompetensi keterampilan menitik beratkan pada keterampilan

tertentu dalam pembelajaran. Penilaian hasil belajarnya berkaitan dengan proses

yang dilakukan peserta didik. Penilaian pada kompetensi keterampilan ini mencakup

kemampuan menggunakan alat, sikap kerja, kemampuan menganalisis suatu

pekerjaan, kecepatan mengerjakan tugas, kemampuan membaca gambar atau simbol,

dan keserasian bentuk dengan yang diharapkan.

Berdasarkan permendikbud No. 53 Tahun 2015 (2015: 22) ”Penilaian

keterampilan adalah penilaian untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik

terhadap kompetensi dasar pada KI-4”. Dari pernyataan ini dijelaskan bahwa

Penilaian keterampilan menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi

tertentu. Penilaian ini dimaksudkan untukmengetahui apakah pengetahuan yang

sudah dikuasai peserta didik dapat digunakan untuk mengenal dan menyelesaikan

masalah dalam kehidupan sesungguhnya (real life).

Penilaian keterampilan dapat dilakukan dengan berbagai teknik antara lain

penilaian praktik/kinerja, proyek, dan portofolio. Teknik penilaian lain dapat

digunakan sesuai dengan karakteristik KD pada KI-4 pada mata pelajaran yang akan

diukur. Menurut Permendikbud 53 Tahun 2015 penilaian unjuk kerja/kinerja/praktik


112

cocok digunakan untuk pembelajaran yang dilakukan di laboratorium. Salah satu

contoh rubrik penilaian kinerja dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rubrik penilaian Kinerja/Praktik


Kriteria Skor Indikator
Persiapan 3 Pemilihan alat dan bahan tepat
(Skor maks = 3) 2 Pemilihan alat atau bahan tepat
1 Pemilihan alat dan bahan tidak tepat
0 Tidak menyiapkan alat dan/atau bahan
Pelaksanaan 3 Merangkai alat tepat dan rapi
(Skor maks = 7) 2 Merangkai alat tepat atau rapi
1 Merangkai alat tidak tepat dan tidak rapi
0 Tidak membuat rangkaian alat

2 Langkah kerja dan waktu pelaksanaan tepat


1 Langkah kerja atau waktu pelaksanaan tepat
0 Langkah kerja dan waktu pelaksanaan tidak tepat

2 Memperhatikan keselamatan kerja dan kebersihan


1 Memperhatikan keselamatan kerja atau kebersihan
0 Tidak memperhatikan keselamatan kerja dan
kebersihan dan kebersihan
Hasil 3 Mencatat dan mengolah data dengan tepat
(Skor maks=6) 2 Mencatat atau mengolah data dengan tepat
1 Mencatat dan mengolah data tidak tepat
0 Tidak mencatat dan mengolah data

3 Simpulan tepat
2 Simpulan kurang tepat
1 Simpulan tidak tepat
0 Tidak membuat simpulan tepat
Laporan 3 Sistematika sesuai dengan kaidah penulisan dan isi
(Skor maks=3) laporan benar
2 Sistematika sesuai dengan kaidah penulisan atau isi
laporan benar
1 Sistematika sesuai dengan kaidah penulisan dan isi
laporan tidak benar
0 Tidak membuat laporan
(Sumber: Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015)
113

Berdasarkan Tabel 13, penilaian pada kompetensi keterampilan dilakukan

ketika peserta didik melakukan percobaan/praktikum. pada tabel di atas terlihat

bahwa pada penilaian kompetensi keterampilan banyak aspek yang dinilai. Mulai

dari persiapan percobaan hingga pelaporan/presentasi. Semua penilaian ini

dilakukan agar percobaan yang dilakukan oleh peserta didik dapat lebih bermakna

karena penilaian kegiatan disususun secara sistematis.

11. Kompetensi Mitigasi Bencana Banjir

Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu

pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta

didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dengan demikian,

kompetensi menunjukan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh

profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting, sebagai

unggulan bidang tersebut(Wibowo, 2013: 324). Kompetensi merupakan sebuah

karakteristik dasar seseorang yang mengindikasikan cara berpikir, bersikap, dan

bertindak serta menarik kesimpulan yang dapat dilakukan dan dipertahankan oleh

seseorang pada waktu periode tertentu (Moeheriono, 2012: 5). Selanjutnya, menurut

Spencer (1996: 9) kompetensi adalah

”A competency is an underlying characteristic of an individual that is

causally related to criterion-referenced effective and/or superior performance in a

job or situation“. Artinya, kompetensi merupakan suatu karakteristik yang mendasar

dari seseorang individu, yaitu penyebab yang terkait dengan acuan kriteria tentang

kinerja yang efektif.


114

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, kompetensi

merupakan kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam ilmu atau bidang tertentu

yang dapat membedakan individu satu dengan individu lainnya. Kemampuan atau

pengetahuan yang dimilikinya akan berpengaruh langsung terhadap dirinya dalam

melakukan pekerjaan.

Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk dilakukan

untuk mengurangi dampak dari satu bencana, baik melalui pembangunan fisik

maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana (Pasal 1 ayat

6 PP No. 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaran Penanggulangan Bencana).

Mitigasi(penjinakan) adalah segala upaya dan tindakan untuk mengurangi dan

mengurangi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh bencana, yang meliputi

kesiapsiagaan serta kesiapan fisik, kewaspadaan, dan kemampuan (Pendagri, 2003:

6). Mitigasi bencana dapat dilakukan, sebelum bencana terjadi, saat bencana terjadi,

dan setelah bencana terjadi untuk tindakan-tindakan penguranagn risiko jangka

panjang.

Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi mitigasi

bencana adalah pemberian pemahaman dan pengetahuan tentang mitigasi bencana

yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap peserta didik jika bencana banjir terjadi.

Sehingga kompetensi mitigasi bencana dapat dilakukan melalui pembentukan sikap,

peningkatan pengetahuan, dan keterampilan peserta didik tentang mitigasi bencana

banjir. Pembentukan sikap dapat meningkatkan kepedulian peserta didik terhadap

lingkungan, pengetahuan mitigasi bencana diperlukan untuk menambah pengetahuan


115

dan informasi bagi peserta didik tentang penanggulangan bencana untuk mengurangi

dampak kerusakan yang disebabkan oleh bencana banjir dan kemampuan mitigasi

bencana banjir diperlukan agar peserta didik dapat mengetahui sikap yang harus

dilakukan dalam mitigasi bencana banjir. Ketiga kompetensi tersebut akan dijelaskan

sebagai berikut:

a. Kompetensi Sikap Mitigasi

Kompetensi sikap mitigasi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang

dalam bertindak, berprilaku, dan bersikap ketiga menghadapi bencana banjir.

kompetensi sikap mitigasi dapat dilakukan melalui sikap mitigasi sebelum terjadi

bencana banjir, saat terjadinya bencana banjir, dan setelah (pasca) banjir.

Menurut Bappenas (2006), Kebijakan penanggulangan dalam dekade terakhir

lebih memprioritaskan pada upaya pengurangan resiko bencana seperti kegiatan

pencegahan, kegiatan mengurangi dampak (mitigasi) dan kesiapan dalam

menghadapi bencana. Penanggulangan bencana sebaiknya lebih diprioritaskan pada

fase pra bencana yang bertujaun untuk mengurangi resiko bencana sehingga semua

kegiatan yang berada dalam lingkup pra bencana lebih diutamakan. Sehingga

penanggulangan bencana dalam kegiatan mitigasi bencana banjir sebaiknya

diprioritaskan pada sikap sebelum terjadinya bencana banjir. Sikap mitigasi sebelum

terjadinya bencana banjir dapat dilakukan melalui sikap peduli. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang telah dilakukan Hayyu Yumna (2018) yang menghasilkan bahwa

sikap peduli peserta didik terhadap lingkungan diperlukan untuk menunjang

pemahaman peserta didik sebagai bagian dari masyarakat terhadap mitigasi bencana
116

banjir terutama pada fase pra bencana. Berdasarkan hal ini, maka peneliti tertarik

untuk mengukur sikap peduli peserta didik terhadap lingkungan yaitu pada tahap

mitigasi sebelum terjadinya bencana banjir.

Peduli adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah dan

memperbaiki penyimpangan dan kerusakan (manusia, alam, dan tatanan). Sani

(2014: 40-41) menyatakan untuk menumbuhkan sikap peduli, peserta didik harus

dilatih untuk peduli terhadap kondisi lingkungan, terhadap hewan dan tumbuhan, dan

sebagainya. Penilaian aspek sikap peduli dapat dilakukan dengan daftar isian sikap

(pengamatan pribadi) diri sendiri dan daftar isian yang disesuaikan dengan KI

(Mulyasa, 2013: 137). Misalnya: 1) Membuang sampah pada tempatnya; 2)

Berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan

bencana; 3) Mengikuti gotong royong untuk membersihkan lingkungan; 4) Tidak

membuang tisu ke selokan ; 5) Merawat tumbuhan sekitar. Kepedulian masyarakat

terhadap lingkungan perlu ditumbuhkembangkan agar tumbuh sikap sosial

masyarakat dalam penanggulangan korban bencana banjir, karena bencana banjir

tidak mudah diprediksi bahkan sulit dihindari.

b. Kompetensi Pengetahuan Mitigasi

Secara umum jenis-jenis mitigasi bencana banjir dapat dikelompokkan

kedalam mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural adalah

upaya-upaya pengurangan risiko bencana yang lebih bersifat fisik dan mitigasi non

struktural adalah segala upaya pengurangan risiko bencana yang dilakukan yang
117

bersifat non fisik, organisasional dan sosial kemasyarakatan (Promise Indonesia, III-

2).

Adapun bentuk upaya mitigasi non struktural yang dapat dilakukan oleh

masyarakat di kawasan rawan banjir antara lain :

1) Memahami akan ancaman banjir, termasuk banjir yang pernah terjadi dan

mengetahui letak daerah, apakah cukup tinggi untuk terhindar dari banjir.

2) Mengembangkan diri dengan mengikuti pelatihan-pelatihan dalam menghadapi

bencana, seperti pelatihan pertolongan pertama pada kondisi tanggap darurat, dll.

3) Berperan aktif pada aktifasi posko banjir.

Menurut Sofyan(2010) dalam Awaliyah (2014: 7-10) Ada tiga tahap yang

yang dilakukan dalam menghadapi bencana banjir, yaitu:

1) Sebelum banjir

Banjir tidak dapat sepenuhnya dihindari, namun masyarakat dapat mengurangi

kemungkinan terjadinya banjir dan mengurangi dampaknya dengan melakukan

tindakan-tindakan pencegahan yang dilakukan 2-3 bulan sebelum musim hujan

terjadi, seperti:

(a) Membersihkan selokan, got, dan sungai dari sampah dan pasir, sehingga dapat

mengalirkan air keluar dari daerah peBerandaan dengan maksimal.

(b)Membuat sistem dan tempat pembuangan sampah yang efektif untuk mencegah

dibuangnya sampah ke sungai atau selokan.


118

(c) Memperkokoh bantaran sungai dengan menanam pohon dan semak belukar, serta

membuat bidang resapan di halaman Beranda yang terhubung dengan saluran

drainase.

(d)Memindahkan Beranda, bangunan dan konstruksi dari daratan banjir agar bisa

dimanfaatkan oleh sungai untuk mengalirkan air.

(e) Penghutanan kembali daerah tangkapan hujan sehingga air hujan dapat diserap

oleh pepohonan dan semak belukar.

(f) Membuat daerah hijau untuk menyerap air ke dalam tanah.

(g)Melakukan koordinasi dengan wilayah-wilayah lain dalam merencanakan dan

melaksanakan tindakan-tindakan untuk menghindari banjir yang dapat juga

berguna bagi masyarakat di daerah lain.

(h)Membentuk dan memperkenalkan sistem peringatan dini.

(i) Menyiapkan tempat pengungsian.

2) Saat banjir

Penanganan saat banjir adalah semua tindakan yang harus segera dilakukan

untuk menyelamatkan nyawa dan melindungi harta ketika bencana banjir terjadi.

Dalam tindakan darurat, waktu adalah faktor yang sangat penting karena waktu dapat

menetukan berapa nyawa manusia atau harta benda yang dapat diselamatkan.

Penanganan terhadap banjir dan tindakan pengungsi terdiri dari:

(a) Badan koordinasi yang baik yaitu, (1) mengatur komunikasi, koordinasi, dan

kerjasama dengan pihak-pihak tekait (anggota masyarakat, institusi pemerintahan,

seperti kelurahan atau organisasi-organisasi lain untuk menyatukan kemampuan,


119

peralatan, pengetahuan, dan lain-lain, (2) mengumpulkan dan menyediakan data

tentang dampak banjir dan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan bantuan dari

luar masyarakat, (3) mengumpulkan informasi dan data bagi masyarakat seperti

daftar orang terluka atau hilang.

(b) Pencaharian dan penyalamatan, dimana anggota tim pencarian dan penyalamatan

meninggalkan Beranda dan keluarga mereka ketika banjir dan mampu mengambil

risiko bahwa mereka akan meninggalkan keluarga mereka yang terkena dampak

banjir.

(c) Melindungi pemukiman, dimana selama banjir dan bencana lainnya, dimana

orang-orang meninggalkan Beranda dan harta benda mereka, ada risiko terjadi

terjadi penghacuran dan perampokan.

(d)Mengungsi, dimana prioritas utama harus diberi kepada kelompok rentan(ibu

hamil, anak-anak, dan manula). Peta kerentanan dan kemampuan sangat

membantu untuk menandai lokasi kelompok ini.

3. Pemulihan Pasca banjir

Tindakan pemulihan ini dilakukan untuk mengajak masyarakat untuk kembali

hidup normal dan membangun kembali lingkungan serta kehidupan sosial mereka.

Terdapat dua tindakan yang harus dilakukan, yaitu:

a) Tindakan jangka pendek dilakukan untuk mengembalikan layanan utama kepada

masyarakat dan mencakupi kebutuhan pokok masyarakat.

b) Tindakan jangka panjang dilakukan untuk mengembalikan kondisi masyarakat

kepada kondisi normal, bahkan lebih baik.


120

Selanjutnya, Menurut Krisnha.S. Pribadi (2008: IV-4) jika banjir itu terjadi

disekolah. Terdapat tindakan pencegahan dan penyelamatan diri saat terjadi banjir,

diantaranya adalah :

1) Pencegahan banjir

Tindakan yang dapat mencegah banjir antara lain :

a) Tidak membuang sampah di sungai atau saluran air lainnya.

b) Melakukan gerakan penghijauan atau penanaman kembali tumbuh-tumbuhan di

lahan kosong dan memeliharanya dengan baik.

c) Menjaga kebersihan lingkungan dan mengikuti kerja bakti membersihkan selokan

dan saluran air di sekitar tempat tinggal dan sekolah.

2) Penyelamatan diri saat terjadi banjir

Saat terjadi banjir tindakan yang perlu dilakukan oleh peserta didik adalah:

a) Membawa perlengkapan darurat.

b) Membantu orang tua mengamankan dokumen dan barang berharga termasuk

buku dan perlengkapan sekolah.

c) Jika genangan air masih dapat diseberangi dengan berjalan kaki, peserta didik

harus mengungsi bersama orang tua atau orang dewasa ke tempat yang aman.

d) Usahakan menuju daerah yang lebih tinggi

e) Hindari berjalan di dekat saluran air atau lokasi yang berarus deras agar terhindar

dari seretan banjir.

f) Jika dalam keadaan tertentu tidak dapat meninggalkan Beranda, usahakan berada

di tempat yang tinggi dari Beranda.


121

g) Apabila genangan air sudah cukup tinggi dan hamper mencapai stop

kontak/jaringan listrik, putuskan aliran listrik di Beranda dari sekring.

h) Mendengar petunjuk orang tua dan mengikuti semua instruksinya ddengan

cermat dan hati-hati.

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh peserta didik pada saat banjir terjadi

agar peserta didik selamat dari bencana banjir adalah :

c) Jika ananda bertemu dengan genangan air, segera berhenti dan carilah jalan lain

yang aman. Pilih tempat yang tinggi, walaupun genangan banjir hanya setinggi

mata kaki,genangan banjir masih harus dihindari. Genangan banjir setinggi 15

cm dapat membuat orang dewasa terjatuh. Genangan banjir setinggi 70 cm dapat

menghanyutkan mobil. Ada kemungkinan tiang listrik roboh akibat banjir. Air

adalah penghantar yang baik bagi arus listrik.

d) Berhati-hatilah terhadap benda-benda yang terbawa aliran listrik, termasuk

hewan liar, yang mungkin berbahaya (ular, aklajengking, dan lainnya).

e) Dilarang bermain di pinggir sungai dan saluran air hujan, terutama saat

permukaan air meningkat.

f) Dilarang meminum air dari genangan air banjir.

g) Dilarang memakan makanan yang terkena banjir.

3) Setelah banjir

Tindakan yang dilakukan peserta didik setelah banjir berakhir adalah :

1) Membantu orangtua membersihkan Beranda, sekolah, dan lingkungan

2) Membantu menyusun kembali barang-barang yang di pindahkan


122

3) Apabila penyediaan air bersih belum lancer gunakan air secara hemat

4) Usahakan tidak menggunakan air kotor

5) Waspadai binatang liar/buas yang mungkin berada di tumpukan sampah maupun

puing bangunan.

6) Jaga kebersihan dan kesehatan diri masing-masing.

7) Membersihkan tangan sebelum makan, setelah buang air, dan setelah melakukan

kegiatan pembersihan.

Selanjutnya, untuk memahami materi mitigasi bencana banjir secara baik,

maka perlu dilakukan rancangan terhadap materi mitigasi bencana banjir. rancangan

materi mitigasi bencana banjir yang dapat dilakukan oleh Pemerintah diuraikan pada

tabel berikut.

Tabel 14. Rancangan Materi Mitigasi Bencana Banjir


Kejadian Banjir Tindakan Yang Harus Dilakukan
Penyebab kejadian banjir Tindakan pencegahan
 hujan terus menerus  penanaman hutan kembali ( reboisasi )
 adanya pendangkalan /adanya hutan  pengurukan lumpur
gundul/ penebangan yang berlebihan  perbaikan irigasi (membersihkan
sehingga mengurangi peresapan air sampah)
 kurang lancarnya saluran irigasi,
karena adanya sampah
Situasi yang terjadi saat terjadi Tindakan yang dilakukan
Banjir saat terjadi banjir
 daerah aliran sungai,utamanya  mengungsi kesaerah yang aman atau
dataran rendah lebih tinggi
 adanya materi harta yang  mendirikan dapur umum,tempat
hilang,(hewan ) penitipan barang
 warga panik ketakutan  memberikan penyuluhan pada
masyarakat
Situasi pasca terjadi bencana Banjir Tindakan pasca banjir
 penyakit kulit ( diare )  pelayanan masyarakat
123

Kejadian Banjir Tindakan Yang Harus Dilakukan


 banyak fasilitas rusak  memberikan fasilitas umum
 kondisi ekonomi lumpuh  memperbaiki sarana ekonomi
 aktivitas pendidikan terganggu
 pelayanan masyarakat kacau
Sumber: Hasil Workshop Kurikulum Bencana kerjasama Prodi. Pendidikan Geografi
UMS dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Geografi Kabupaten
Sukoharjo dan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah
PDM Sukoharjo (Program Studi Pendidikan Geografi FKIP-UMS, 2013: 5).

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa mitigasi bencana banjir adalah

upaya pengurangan resiko bencana banjir untuk mengurangi korban jiwa atau

dampak bencana baik sebelum, saat, dan/atau setelah bencana terjadi. Maka dengan

melakukan peningkatan kompetensi mitigasi bencana banjir maka peserta didik

diyakini dapat meningkatkan pengetahuan atau pemahamannya mengenai hal-hal

yang dapat dilakukan sebelum, saat, dan/atau setelah bencana banjir terjadi.

Peningkatan kompetensi dalam bidang pengetahuan mitigasi bencana banjir peserta

didik yang dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan berikut ini.

Tabel 15. Indikator Kompetensi Pengetahuan Mitigasi Bencana


No Indikator Variabel Pertanyaan
1 Mitigasi a. Menjelaskan pengertian mitigasi bencana banjir
sebelum b. Menjelaskan hal-hal yang dapat mempengaruhi
bencana banjir sebelum terjadinya bencana banjir
c. Mengemukakan mitigasi yang dapat dilakukan
sebelum peristiwa banjir melalui persoalan yang
diberikan.
2 Mitigasi saat a. Menjelaskan penyebab terjadinya bencana banjir
bencana banjir b. Menjelaskan mitigasi yang dapat dilakukan saat terjadi
banjir
124

No Indikator Variabel Pertanyaan


3 Mitigasi a. Menjelaskan hal-hal yang dapat dilakukan pasca
setelah(pasca) banjir.
bencana banjir b. Mengemukakan mitigasi yang dapat dilakukan pasca
banjir.

Berdasarkan Tabel 10, kompotensi mitigasi bencana terdiri dari kompetensi

mitigasi sebelum bencana, saat bencana, dan setelah bencana. Dari ketiga indikator

ini, maka akan dikembangkan beberapa variable pertanyaan yang dapat mengukur

tingkat kompetensi mitigasi peserta didik.

c. Kompetensi Keterampilan Mitigasi

Keterampilan mitgasi peserta didik dapat ditingkatkan melalui pembelajaran

di dalam kelas. Menurut Rizaldy (2018) salah satu upaya pencegahan yang paling

efektif untuk mengurangi dampak resiko bencana (mitigasi) melalui penananaman

pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi bencana alam.

Menurut Kunandar (2013 : 256) kompetensi keterampilan menunjukkan

tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu.Guru

dapat menilai kompetensi keterampilan peserta didik melalui penilain kinerja, yaitu

penilaian yang menuntut peserta didik mendemostrasikan suatu kompetensi tertentu

dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portopolio. Instrumen yang

digunakan dapat berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi

rubrik. Penilaian pada aspek keterampilan menitikberatkan pada keterampilan tertentu

dalam pembelajaran. Penilaian hasil belajar keterampilan ini berkaitan dengan proses

yang dilakukan oleh peserta didik.


125

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kompetensi keterampilan

peserta didik dalam mitigasi bencana banjir dapat dilakukan melalui pemberian

Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dalam bentuk portopolio. Popham 1995)

menjelaskan bahwa “penilaian portofolio merupakan penilaian secara

berkesinambungan dengan metode pengumpulan informasi atau secara statistik atas

hasil pekerjaan peserta didik dalam kurun waktu tertentu”. Dala penilaian portofolio

guru membuat file untuk masing-masing peserta didik, berisi kumpulan sistematis

atas hasil prestasi belajar mereka selama mengikuti proses pembelajaran. Maka

penilaian keterampilan peserta didik tentang mitigasi bencana banjir dapat dilakukan

melalui penilaian portofolio menggunakan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

tentang mitigasi bencana banjir yang akan dikerjakan peserta didik dalam melakukan

diskusi didalam kelompok.

12. Kualitas Pengembangan E-modul

E-modul yang baik ditentukan dari kualitas hasil pengembangan. Nieveen

(2010) menjelaskan, kualitas e-modul ditentukan dari beberapa kriteria, yaitu validity

(kesahihan), practicality (kepraktisan), dan effectiveness (keefektifan). Keterkaitan

ketiga aspek kualitas tersebut ditampilkan pada Tabel 16.

Tabel 16. Kriteria Kualitas E-modul

No. Kriteria Kualitas Produk Uraian


1. Relevansi/Keterkaitan Perencanaan produk didasari oleh “state of the
art”, diartikan dengan uji validitas isi (content
validity)
2. Konsistensi Desain produk dilakukan logis, diartikan
126

No. Kriteria Kualitas Produk Uraian


dengan validitas konstruk (construct validity).
3. Praktikalitas Produk yang dirancang konsisten dan logis
antara harapan dan aktual. Harapan diartikan
dengan produk akan bisa digunakan; aktual
diartikan dengan produk bisa digunakan.
4. Efektivitas Produk yang dirancang konsisten
penggunaannya antara harapan dengan aktual.
Harapan diartikan dengan penggunaan produk
diharapkan berhasil memenuhi keinginan
outcomes; aktual diartikan dengan
penggunaan produk berhasil memenuhi
keinginan outcomes.

(Sumber: Plomp & Nieveen: 2010, 29 )

Berdasarkan Tabel 16, dapat disimpulkan bahwa kriteria kualitas

pengembangan produk (e-modul) adalah produk yang dirancang memiliki kesesuaian

dengan kebutuhan sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan, desain produk

harus didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan (ilmiah), Produk yang

dirancang konsisten dan logis antara harapan dan aktual. Harapan diartikan dengan

produk akan bisa digunakan; aktual diartikan dengan produk bisa digunakan, serta

produk yang dirancang konsisten penggunaannya antara harapan dengan aktual.

Dimana penggunaan produk diharapkan berhasil memenuhi keinginan outcomes dan

penggunaan produk berhasil memenuhi keinginan outcomes.

a. Kriteria Validitas

Kevalidan (kesahihan) e-modul ditentukan dari hasil penilaian pakar (expert

review) terhadap hasil peengembangan. Menurut Nieveen (2013) seperti yang


127

terdapat pada Tabel 3 aspek validitas dapat dilihat dari jawaban-jawaban pertanyaan

berikut: (1) apakah e-modul yang dikembangkan berdasarkan pada state of the art

pengetahuan; dan (2) apakah berbagai komponen dari e-modul terkait secara

konsisten antara yang satu dengan yang lainnya.

Setiap pakar diminta untuk menilai hasil pengembangan e-modul tersebut,

sehingga selanjutnya dapat diketahui kelemahan dan kekuatannya. Depdiknas (2008)

juga menjelaskan komponen validitas pengembangan e-modul fisika mencakup

komponen validitas isi, validitas sajian, validitas bahasa, dan validitas kegrafikaan.

Dengan demikian, bentuk uji validitas yang dilakukan adalah validitas isi, validitas

sajian, validitas bahasa, dan validitas kegrafikaan.

1) Validasi Isi

Uji komponen validitas isi merupakan uji validitas konten atau materi dari

sebuah sumber belajar yaitu e-modul fisika. Sesuai yang dikemukakan oleh

Depdiknas (2008), komponen validitas isi e-modul dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Komponen Validitas Isi E-modul Fisika


Butir Penilaian
1. Kesesuaian dengan KI, KD
Komponen Validitas Isi 2. Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar
3. Kebenaran substansi materi pembelajaran
4. Manfaat untuk penambahan wawasan
5. Kesesuaian dengan nilai moral, dan nilai sosial
Berdasarkan Tabel 13, e-modul dapat dikatakan valid jika e-modul yang

dikembangkan memenuhi komponen-komponen tersebut. Komponen-komponen

tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan produk yang akan

dikembangkan.
128

2) Validitas Sajian

Menurut Sugiyono (2012) validitas penyajian dapat diuji melalui pendapat

dari ahli (judgment experts). Depdiknas (2008) menjabarkan komponen penyajian

dalam e-modul Fisika seperti terlihat dalam Tabel 17.

Tabel 17. Komponen Validitas Sajian E-modul Fisika


Butir Penilaian
1. Kejelasan tujuan (indikator) yang ingin dicapai
Komponen Validitas
2. Urutan sajian
Sajian
3. Pemberian motivasi, daya tarik
4. Interaksi (pemberian stimulus dan respond)
5. Kelengkapan informasi
Berdasarkan Tabel 17, e-modul dapat dikatakan valid, jika e-modul yang

dikembangkan disajikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, disajikan secara

terurut(video, gambar, dan rumus), dapat meningkatkan motivasi peserta didik dalam

belajar sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan, adanya interaksi umpak

balik dari pembelajaran yang telah diikuti peserta didik, serta informasi yang

disampaikan pada e-modul lengkap dan jelas sehingga mudah digunakan oleh peserta

didik.

3) Validitas Bahasa

Uji validitas dengan kriteria mengenai aspek kebahasaan ini menilai apakah

informasi yang disampaikan dalam e-modul fisika sampai dengan baik kepada peserta

didik sebagai pembaca. Menurut Depdiknas (2008) komponen kebahasaan memiliki

butir penilaian seperti pada Tabel 18.


129

Tabel 18. Komponen Validitas Bahasa E-modul Fisika

Butir Penilaian
1. Keterbacaan
2. Kejelasan informasi
Komponen Validitas
3. Kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang
Bahasa
baik dan benar
4. Pemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien
(jelas dan singkat)
Berdasarkan Tabel 18, e-modul dapat dikatakan valid dari segi bahasa jika e-

modul yang dikembangkan menggunakan bahasa yang komunikatif dan memiliki

nilai etis (keterbacaan) , bahasa yang digunakan informatif dan sesuai dengan kaidah

Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

4) Validas Kegrafikaan

Kriteria validitas yang terakhir yaitu dari segi kegrafikaan. Kriteria

kegrafikaan adalah bagaimana tampilan dan desain dari e-modul fisika. Kriteria ini

dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana e-modul fisika tersebut dapat menarik

minat belajar peserta didik. Komponen kegrafikaan dijelaskan oleh Depdiknas (2008)

dan dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Komponen Validitas Kegrafikan E-modul Fisika

Butir Penilaian
1. Penggunaan font; jenis dan ukuran
Komponen Validitas Kegrafikaan 2. Layout atau tata letak
3. Desain tampilan

Berdasarkan Tabel 19, e-modul dapat dikatakan memiliki kegrafisan jika

tampilan pada e-modul mengundang respon positif peserta didik, ukuran huruf dan
130

jenis huruf dapat dibaca dengan jelas. Selanjutnya warna yang digunakan pada e-

modul menarik sehingga dapat menggambarkan isi dari e-modul.

b. Praktikalitas

E-modul fisika harus memenuhi aspek kepraktisan yaitu pemahaman dan

keterlaksanaan bahan ajar tersebut. Tingkat kepraktisan dilihat dari apakah para

pengguna (guru dan peserta didik) mempertimbangkan bahwa e-modul mudah dan

dapat digunakan (Rochmad, 2012). Sesuai dengan Nieveen (2010) penilaian

kepraktisan oleh pengguna dilihat dari jawaban-jawaban pertanyaan, yaitu (1) apakah

pengguna berpendapat bahwa e-modul yang dikembangkan dapat digunakan dalam

kondisi normal; dan (2) apakah kenyataan menunjukkan bahwa e-modul yang

dikembangkan dapat diterapkan oleh guru.

E-modul harus memenuhi aspek kepraktisan yaitu pemahaman dan

keterlaksanaan e-modul tersebut. Menurut Mudjijo (1995: 59) salah satu aspek

tersebut dapat dan mudah dilaksanakan serta ditafsirkan hasilnya. Selanjutnya

Mudjijo juga berpendapat bahwa kepraktisan menunjukan pada tingkat kemudahan

penggunaan dan pelaksanaannya yang meliputi biaya dan waktu dalam pelaksanaan

serta pengelolaan dan penafsiran hasilnya. Oleh karena itu, tujuan uji kepraktisan

dilakukan adalah untuk mengetahui sejauh mana kemudahan serta keterlaksanaan

media yang dibuat.

Menurut Sukardi (2008:52) pertimbangan pratikalitas dapat dilihat dalam

aspek-aspek berikut:
131

1) Kemudahan penggunaan, meliputi: mudah diatur, disimpan, dan dapat

digunakan sewaktu-waktu.

2) Waktu pelaksaanaan sebaiknya singkat, cepat dan tepat.

3) Daya tarik terhadap minat peserta didik.

4) Mudah diinterpretasikan oleh guru ahli maupun guru lain.

5) Memiliki ekivalensi yang sama, sehingga bisa digunakan sebagai pengganti

atau variasi.

6) Biaya murah

c. Efektivitas

Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan.

Produk dikatakan efektif jika hasil yang didapat sesuai dengan tujuan (Rahmi, 2017:

6). Suastika (2017: 573) menyatakan bahwa efektivitas diperoleh melalui hasil

belajar peserta didik secara klasik telah memenuhi kriteria yang diharapkan.

Efektivitas suatu produk secara tata bahasa dapat diartikan sebagai keberhasilan dari

produk, dalam hal ini berkenaan dengan keberhasilan penggunaan e-modul dalam

pembelajaran. Suatu produk dikatakan efektif apabila adanya pengaruh atau akibat,

bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil memuaskan setelah

diberi perlakuan. Jadi, efektivitas e-modul adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh

adanya suatue e-modul untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai dalam

tindakan yang dilakukan.

Peengukuran efektivitas pembelajaran dapat dilakukan melalui: (1)

Pengukuran skor tes peserta didik, (2) Pengamatan proses pembelajaran, (3) Evaluasi
132

peserta didik terhadap pembelajaran, dan (4) Evaluasi formal dan khusus yang

terencana. Dengan menggunakan alat ukur tersebut, maka keefektivan suatu produk

dapat diketahui.

B. Penelitian yang Relevan


Solihudin Arif (2018) telah mengembangkan e-modul berbasis web untuk

meningkatkan pencapaian kompetensi pengetahuan Fisika pada Materi Listrik Statis

dan Listrik Dinamis SMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa e-modul yang

dikembangkan layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran Fisika SMA

dengan kategori sangat baik dan e-modul yang dikembangkan dapat meningkatkan

pencapaian kompetensi pengetahuan Fisika SMA dengan kategori tinggi.

Losita Dewi (2017) telah mengembangkan modul pembelajaran fisika

menggunakan model Research Based Learning (RBL) terintegrasi banjir pada materi

suhu dan kalor. Penelitian tersebut menggunakan langkah-langkah pengembangan

Plomp antara lain preliminary research, prototyping phase, dan assessment phase.

Hasil pengembangan yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan e-modul

dalam pembelajaran fisika dapat meningkatkan kompetensi peserta didik dengan

kriteria e-modul pembelajaran valid, raktis, dan efektif.

Musilm, M (2017) telah mengembangkan asesmen kinerja pembelajaran

Fisika SMA berbasis Model pembelajaran SETS (science, environment, technology,

society) dapat meningkatkan literasi sains peserta didik melalui evaluasi formatif dan

sumatif selama proses pembelajaran di kelas.


133

Widiantini, Putra, Wiarta (2017) dalam Journal of Education Technology.

Vol. 1 No. (2) pp. 141-148, menyatakan bahwa Model pembelajaran SETS (science,

environment, technology, society) berbantuan virtual lab memiliki pengaruh

terhadap kompetensi Pengetahuan IPA, dimana dari penelitian yang dilakukan

terhadap dua kelas, yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas eksperimen

memiliki nilai rata-rata lebih besar dari kelas control yaitu kelas kontrol 65,66 dan

kelas eksperimen 75,72.

Melta Zahra (2018) telah melakukan penelitian Efektiviitas Pembelajaran

SETS (Science, Environment, Technology, Society) Terhadap Keterampilan Proses

Sains Pokok Bahasan Usaha dan Energi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hasil

dari uji Effect size yaitu 1,54 sehingga termasuk dalam kategori tinggi (d = 1,54 >

0,8). Sehingga dapat simpulkan bahwa model pembelajaran SETS (Science,

Environment, Technology and Society) efektif dalam meningkatkan keterampilan

proses sains peserta didik.

Hayum Yumna (2018) telah mengembangkan Buku Teks IPA Terpadu

SMP/MTs Tema Banjir dengan Model Sequnced berbasis Problem Based Lerning

untuk meningkatkan sikap peduli. hasil penelitian menunjukkan bahwa

pengembangan Buku Teks IPA SMP/MTs tema banjir dapat meningkatkan sikap

peduli lingkungan peserta ddik . ini terlihat dari penilaian sikap peserta didik yang

terus meningkatkan setiap pertemuan.

Suastika (2017: 569) telah menghasilkan model pembelajaran pemecahan

masalah terbuka dengan menggunakan model pengembangan Plomp yang terdiri


134

atas langkah-langkah preliminary research, prototyping phase, dan assessment

phase. Kualitas pengembangan dilihat dari validitas, praktikalitas, dan efektivitas.

Hasil yang diperoleh yaitu model pembelajaran pemecahan masalah terbuka yang

dapat mengembangkan kreativitas peserta didik memenuhi kriteria yang valid,

praktis, dan efektif. Relevansinya yaitu pada penggunaan model pengembangan

Plomp.

Penelitian Retnawati (2016: 163) mengenai pembuktian validitas isi

pembelajaran mandiri menggunakan skala likert berdasarkan formula Aiken dan

Gregory. Hasilnya adalah perhitungan koefisien valitidas menggunakan formula

Aiken lebih stabil dibandingkan dengan formula Gregory. Penggunaan formula

Aiken untuk menentukan validitas isi relevan terhadap penelitian yang dilakukan.

C. Kerangka Konseptual

Dalam pembelajaran guru dituntut untuk kreatif dalam mengembangkan

bahan ajar. Salah satunya dapat dilakukan dengan mengembangkan e-modul.

Pengembangan e-modul dilakukan sesuai dengan harapan bahwa sumber belajar

yang digunakan hendaknya mampu mendukung peserta didik dalam menguasai

kompetensi belajar yang berhubungan dengan lingkungan peserta didik, sehingga

pengetahuan yang diperoleh dapat diaplikasikan langsung ke lingkungan, sesuai

dengan potensi daerahnya.

Materi yang disajikan pada e-modul Fisika berdasarkan potensi daerah

sekitar peserta didik yaitu fenomena banjir yang sesuai dengan lingkungan sekitar

peserta didik. Materi banjir membuat peserta didik dapat memahami materi
135

pelajaran lebih mendalam dan berkesan karena berkaitan dengan pengalaman peserta

didik serta memiliki kompetensi yang lebih baik. Suharini, dkk (2015: 184)

menyatakan pelajaran dari bencana merupakan salah satu strategi dalam

pembangunan karakter, karena belajar melalui bencana juga diinternalisasi nilai

minimal tiga karakter, yaitu menambah pengetahuan, peduli lingkungan, dan kreatif.

Oleh karena itu materi Fisika yang disajikan dalam e-modul dapat dikaitkan

dengan materi banjir.

Kegiatan pembelajaran disarankan menggunakan model pembelajaran yang

dapat mengaitkan antara pengetahuan, lingkungan, teknologi, dan memiliki dampak

yang baik bagi peserta didik dan masyarakat secara luas yang berhubungan dengan

lingkungan peserta didik. Salah satu model pembelajaarn yang dapat dikembangkan

adalah model pembelajaran SETS (Science, Environment, Technology and Society )

dengan pembelajaran berbasis SETS, peserta didik akan terbantu dalam

memecahkan masalah dan mendapatkan solusi secara mandiri yang berhubungan

dengan lingkungan hidupnya.

Fenomena banjir merupakan masalah yang sering terjadi di lingkungan

masyarakat Sumatera Barat, khususnya Kota Padang. Maka diperlukan upaya

peningkatan pemahaman peserta didik tentang penanggulangan bencana banjir,

dalam hal ini mitigasi bencana banjir. denagn meningkatkan pengetahuan peserta

didik tentang mitigasi bencana banjir maka peserta didik dapat mengetahui hal-hal

yang harus dilakukan sebelum, saat, dan sesudah bencana banjir terjadi.
136

Salah satu cara yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan yang telah

diuraikan sebalumnya adalah dengan mengembangkan e-modul Fisika SMA/MA

untuk meningkatkan kompetensi mitigasi bencana peserta didik. Model kerangka

berpikir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Kurikulum 2013

Pembelajaran Fisika

Analisis Analisis Analisis Analisis


Analisis Analisis Karakteristik
Kegiatan Pengetahuan Potensi
SKL 2013 Materi Peserta
Pembelajaran Awal Daerah
Didik

Diperlukan pengembangan e-modul Fisika SMA/MA berbasis SETS (Science,


Environment, Technology and Society) untuk meningkatkan kompetensi mitigasi
bencana peserta didik

E-modul Fisika SMA/MA berbasis SETS (Science, Environment, Technology and


Society) untuk meningkatkan kompetensi mitigasi bencana peserta didik yang
valid, praktis, dan efektif

Penyebaran E-modul Fisika SMA/MA berbasis SETS (Science, Environment,


Technology and Society) untuk meningkatkan kompetensi mitigasi bencana
peserta didik

Gambar 4. Kerangka Konseptual


137

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah Design Research dengan tipe

development studies. Plomp (2013: 11) mengenalkan suatu design research yang

meliputi studi sistematis merancang, mengembangkan dan mengevaluasi intervensi

pendidikan seperti program-program, proses pembelajaran, lingkungan belajar,

bahan ajar, produk-produk dan sistem-sistem. Selanjutnya, development studies

memiliki tujuan rangkap yaitu untuk menghasilkan solusi berbasis penelitian untuk

masalah kompleks dalam praktik pendidikan dan meningkatkan pengetahuan tentang

karakteristik intervensi dan proses perancangan dan pengembangannya.

Tujuan penelitian ini yaitu mengembangkan bahan ajar berupa e-modul

Fisika SMA/MA untuk meningkatkan kompetensi mitigasi bencana peserta didik

dengan kriteria valid, praktis, dan efektif. Penelitian yang bertujuan

mengembangkan bahan ajar yaitu development study. Oleh karena itu, jenis

penelitian ini termasuk design research tipe development studies.

B. Model Pengembangan

Design research (penelitian desain) yang dilakukan menggunakan model

Plomp. Design research sebagai development studies (penelitian pengembangan)

terdiri atas langkah-langkah : Preliminary Research, Development or Prototyping


138

Phase, dan Assessment Phase (semi-summative evaluation). Titik tolak penelitian

pengembangan adalah identifikasi masalah pendidikan. Permasalahan pendidikan

dapat diperoleh melalui informasi penelitian sebelumnya serta review literature.

Disamping itu, kegiatan analisis, perancangan, evaluasi dan revisi diulang hingga

tercapainya keseimbangan antara tujuan dan realisasi. Proses desain pendidikan

yang sistematis pada model ini diilustrasikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Iiterasi dari Siklus Desain (Sumber: Plomp, 2013: 17)

Berdasarkan Gambar 5, siklus desaian dari model pengembangan yaitu

mengidentifikasi masalah-masalah yang ditemukan dilapangan, lalu masalah-

masalah tersebut dianalisis. Sehingga ditemukan solusi dari permasalahan,

selanjutnya dirancanglah sebuah produk dan dikembangkan dengan menggunakan

beberapa langkah pemrototipean, dalam pengembangan prototype produk terus


139

dilakukan evaluasi dan direvisi hingga menghasilkan produk yang layak untuk

digunakan.

C. Prosedur Pengembangan

1. Preliminary Research (Penelitian Pendahuluan)

Plomp (2013: 19) menyatakan bahawa pada tahap ini dilakukan analisis

kebutuhan dan konteks, tinjauan pustaka, dan pengembangan kerangka konseptual

atau teoritis. Penelitian pendahuluan menekankan pada analisis masalah dan tinjauan

pustaka.

a. Analisis Kebutuhan dan Konteks

Analisis kebutuhan dilakukan di SMAN 6 dan 9 Padang yang berada di

Kecamatan Padang Selatan dan Pauh. Analisis yang dilaksanakan meliputi analisis

kurikulum, peserta didik, dan potensi daerah. Analisis kurikulum meliputi analisis

kompetensi lulusan, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian.

Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap kompetensi lulusan kurikulum 2013,

materi Fisika pada tingkat SMA/MA yang digunakan sebagai rujukan untuk

pengembangan modul Fisika. Identifikasi yang dilakukan yaitu terkait materi yang

dipelajari peserta didik di SMA/MA yang berkaitan dengan bencana banjir sebagai

salah satu acuan dalam mengembangkan modul Fisika. Kemudian dilakukan

perbandingan antara materi Fisika dengan materi yang sesuai konteks potensi

daerah yang ada. Selanjutnya pada analisis kegiatan pembelajaran dan penilaian di
140

lihat melalui kegiatan pembelajaran didalam kelas dan cara penilaian yang dilakukan

oleh guru sebagai hasil akhir dari pembelajaran.

Analisis konteks yang dilaksanakan yaitu analisis terhadap konteks daerah

Sumatera Barat. Analisis ini bertujuan untuk mengeksplorasi masalah lingkungan

yang ada di lingkungan pengguna produk. Analisis ini berupa analisis SWOT

potensi daerah Sumatera Barat terhadap bencana banjir.

Langkah-langkah dalam melaksanakan analisis kebutuhan menurut Morrison

dalam Brown dan Green (2016), melalui empat fase berikut:

Fase I: Planning, Tahap perencanaan dimulai dengan menentukan peserta

didik dan tipe data apa yang perlu dikumpulkan tentang peserta didik. Setelah kedua

elemen ini terbentuk, sebuah keputusan perlu dibuat mengenai segmen data peserta

didik mana yang akan dikumpulkan. Langkah terakhir dalam tahap perencanaan

adalah menentukan bagaimana data akan dikumpulkan. Wawancara, kuesioner

(angket), rapat kelompok terarah, dan ulasan artefak adalah semua teknik

pengumpulan data yang dapat digunakan. Fase ini selesai bila instrumen

pengumpulan data (misal kuesioner) telah dirancang.

Fase II: Collecting data (Mengumpulkan data), pertimbangan diberikan pada

ukuran sampel dan bagaimana instrumen pengumpulan data akan didistribusikan dan

dikumpulkan. Representasi yang tepat dari peserta didik harus dipilih. Melalui

pertimbangan waktu dan biaya digunakan sampel perwakilan dari peserta didik.
141

Fase III: Analyzing the data (Menganalisis data), Output dari analisis

data adalah identifikasi kebutuhan. Kebutuhan dapat diprioritaskan dengan berbagai

cara, seperti biaya, skala peringkat, atau frekuensi yang perlu diidentifikasi. Fase IV:

Compiling a final report (Menyusun laporan akhir). Empat bagian harus disertakan

dalam laporan akhir: (1) ringkasan tujuan; (2) ringkasan proses, termasuk bagaimana

hal itu dilakukan dan siapa yang terlibat; (3) ringkasan hasil baik dalam kuantitatif

dan format kualitatif jika sesuai; dan (4) rekomendasi berdasarkan data.

Rekomendasi yang diberikan harus sesuai dengan masalah yang teridentifikasi.

b. Tinjauan Pustaka

Nieeven (2013: 154) menjelaskan bahwa setelah melakukan analisis

kebutuhan dan konteks, peneliti melakukan tinjauan pustaka produk yang telah ada

dalam menangani masalah serupa agar keputusan desain relevan dan valid. Peneliti

mencari solusi yang tersedia yang dapat dianggap sebagai contoh berguna atau

sumber-sumber inspirasi untuk masalah yang dihadapi. Tinjauan pustaka yang

relevan akan menghasilkan ide-ide untuk tugas desain yang baru.

2. Development or Prototyping Phase (Fase Pengembangan atau Pemrototipean)

Tahap ini merupakan tahap perancangan yang terdiri dari perulangan,

masing-masing merupakan sebuah siklus mikro penelitian dengan evaluasi formatif

sebagai kegiatan penelitian terpenting yang bertujuan untuk memperbaiki dan

memperhalus modul. Ada kemungkinan bahwa komponen desain/pengembangan

dalam proyek penelitian tidak akan dimulai dari awal tetapi dengan evaluasi modul
142

yang ada dengan tujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan perbaikan, yang

kemudian dilanjutkan dengan perancangan ulang dan sejumlah siklus desain.

Pada tahap ini lebih diperhatikan evaluasi formatif untuk kriketia praktikalitas.

Kegiatan ini dibedakan menjadi dua ya itu perancangan dan evaluasi formatif.

a. Perancangan

Langkah awal dari perancangan modul adalah melakukan analisis kebutuhan

modul dan membuat desain modul. Selanjutnya, perancangan outline modul sebelum

di ubah formatnya ke dalam e-modul mencakup seluruh aspek yang diperlukan untuk

mencapai suatu kompetensi yang sudah ditentukan terlebih dahulu. Adapun outline

e-modul yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

1) Bagian Pembuka

Bagaian pembuka merupaka tampilan gambar yang pertama kali muncul

ketika membuka e-modul. Bagian pembukan e-modul yang dikembangkan ini

berupa cover. Cover memuat judul dan spesifikasi e-modul yang dirancang. Setelah

cover muncul beberapa saat, maka akan muncul menu utama e-modul yang terdiri

dari petunjuk (petunjuk penggunaan dan petunjuk belajar), mulai (menu inti

pembelajaran), dan close (tombol untuk keluar dari e-modul).

2) Bagian Inti (Pembelajaran)


Pada bagian inti modul terdiri dari pembelajaran yang akan dilakukan oleh

peserta didik. Masing-masing pembelajaran memuat sub judul yang terdapat pada

tombol mulai. Tombol mulai akan berisi modul pembelajaran yang terdiri dari

Beranda, KI dan KD, Peta Konsep, Kegiatan Pembelajaran, Glosarium, Daftar


143

Pustaka, dan Keluar. Pada kegiatan pembelajaran terdiri dari beberapa kegiatan

pembelajaran, sesuai dengan KD yang digunakan.

3) Bagian Penutup (Evaluasi)

Pada bagian evaluasi berisi uji kompetensi, kunci jawaban, dan pedoman

penskoran.

Pembuatan e-modul dilakukan dengan memperhatikan penyajian kalimat

yang disesuaikan dengan usia pembacanya yaitu tingkat SMA/MA. Langkah

selanjutnya yaitu mengevaluasi/mengedit hasil tulisan dengan cara membaca ulang

serta memperbaiki tulisan sehingga menjadi menonjol. Hasil rancangan awal ini

dinamakan prototype 1. Pada prototype 1 dilakukan evaluasi formatif.

b.Evaluasi formatif

Langkah-langkah dalam evaluasi formatif yang dilakukan yaitu self

evaluation (penilaian sendiri), one-to-one evaluation (evaluasi satu- satu), expert

reviews (tinjauan ahli), small group evaluation (penilaian oleh kelompok kecil) untuk

menguji praktikalitas dan efektivitas hingga field test (uji lapangan) jika

memungkinkan.

Pada Tahap Evaluasi orang per orang, kelompok kecil dan uji lapangan

dilakukan untuk melihat tingkat praktikalitas produk yang telah dirancang.

Praktikalitas merupakan tingkat keterpakaian hasil rancangan oleh pengguna. Jika

hasilnya belum praktis, maka dilakukan perbaikan lagi terhadap produk yang
144

dikembangkan sehingga diperoleh produk yang valid dan praktis. Secara ringkas,

desain evaluasi formatif ini digambarkan seperti pada Gambar 6.

Gambar 6 . Alur Desain Evaluasi Formatif (Sumber: Tessmer, 1993:16)


Berdasarkan Gambar 6, tahap prototype (evaluasi formatif) dilakukan untuk

menghasilkan produk yang valid dan praktis, sehingga dapat digunakan dalam

pembelajaran. Tahap prototype dilakukan mulai dari evaluasi self evaluation

(penilaian sendiri) hingga field test. Untuk lebih jelaskan akan diuraikan sebagai

berikut:

1) Self Evaluation (penilaian sendiri)

Pada tahap ini dilakukan penilaian berdasarkan argument oleh peneliti

sendiri apakah sudah sesuai dengan karakteristik peserta didik, kurikulum, dan

indikator kemampuan yang diharapkan dengan membuat daftar cek (checklist) dan

catatan revisi yang diperlukan.


145

2) Expert Review (tinjauan ahli)

Hasil desain pada prototype 1 yang telah dievaluasi sendiri kemudian

diberikan pada ahli (expert) untuk divalidasi (penting untuk mempertimbangkan

‘ahli dalam apa’). Validasi merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah

rancangan produk layak atau tidak.

Penelitian ini juga melibatkan praktisi dalam berbagai tahap penelitian. Hal

ini dapat meningkatkan kesempatan bahan ajar menjadi relevan dan praktis untuk

konteks pendidikan sehingga meningkatkan probabilitas keberhasilan implementasi.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk memvalidasi produk yang

dirancang adalah:

a) Menyusun kisi-kisi lembar validasi

b) Menyusun lembar validasi

c) Memvalidasi produk kepada ahli Fisika dan ahli bahasa untuk menelaah

konten, konstruk, dan bahasa dari prototipe yang telah dikembangkan agar

diketahui kekuatan dan kelemahannya.

d) Menganalisis hasil lembar validasi yang diisi oleh ahli/validator.

e) Melakukan revisi sesuai dengan saran/masukan dari validator dan selanjutnya

divalidasi lagi. Revisi terus dilakukan hingga produk dinilai valid. Produk yang

sudah valid dinamakan prototype 2.


146

3) One-to-one evaluation (evaluasi satu-satu)

Evalusi orang perorangan (one to one) yang bertujuan untuk menentukan

tingkat kepraktisan perangkat pembelajaran yang sudah dirancang pada tahap

sebelumnya. Pada tahap one-to-one, desain yang telah dikembangkan diujicobakan

kepada peserta didik menjadi tester. Hasil jawaban dan komentar peserta didik serta

pengamatan dan temuan peserta didik dianalisis. Hasil dari analisis ini digunakan

untuk merevisi produk yang dibuat yang kemudian dinamakan prototype 3.

4) Small group or micro evaluation (Evaluasi kelompok kecil)

Hasil revisi atau prototype 3 lalu diujicobakan pada sekelompok peserta

didik (small group). Uji coba dilakukan pada kelompok kecil subjek penelitian yang

memiliki kemampuan berbeda. Peserta didik-peserta didik tersebut memiliki

karakteristik yang sama dengan karakteristik peserta didik yang akan dijadikan

subjek penelitian.

Langkah-langkah dalam pemilihan peserta didik untuk mengikuti uji coba

terbatas ini adalah sebagai berikut:

a) Mengelompokkan peserta didik ke dalam kelompok dengan kemampuan tinggi,

sedang dan rendah.

b) Kategori kemampuan peserta didik disusun dengan cara penentuan kedudukan

peserta didik dengan standar deviasi. Penentuan kedudukan peserta didik dengan

standar deviasi yaitu penentuan kedudukan dengan membagi kelas atas

kelompok- kelompok. Tiap kelompok di batasi oleh suatu standar deviasi


147

tertentu. Hasil temuan pada uji coba prototype 3 dijadikan dasar merevisi desain

yang selanjutnya dinamakan prototype 4.

5) Field test (uji lapangan).

Pada prototype 4 yang telah dihasilkan kemudian dilakukan uji lapangan.

Untuk melihat kepraktisan dari buku, jika belum praktis maka perlu dilakukan

beberapa perbaikan.

3. Assessment Phase (Fase Penilaian)

Tahap ini mencakup evaluasi semisumatif untuk menyimpulkan apakah

produk memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya. Fase ini juga

sering menghasilkan rekomendasi untuk perbaikan produk, kita menyebutnya fase

semisumatif. Pada tahap ini diuji efektivitas produk yang dihasilkan. Efektivitas

suatu produk artinya suatu ukuran yang menyatakan ada atau tidaknya efek atau

pengaruh produk yang dikembangkan terhadap pengguna. Efektivitas produk dilihat

dari hasil tes yang diperoleh peserta didik. Untuk lebih jelasnya dalam prosedur

pengembangan model Plomp yang dilakasanakan dapat dilihat pada Gambar 7.


148

Gambar 7. Prosedur Pengembangan


149

D. Uji Coba Produk

Uji coba produk dilakukan untuk mengumpulkan data yang dapat digunakan

sebagai dasar untuk menetapkan tingkat kepraktisan dan keefektifan produk yang

dihasilkan. Uji praktikalitas dilakukan untuk mengetahui kemudahan penggunaan

modul pembelajaran di salah satu kelas X IPA SMAN 6 Padang dan mengetahui

tingkat kepraktisan dari modul yang dikembangkan sedangkan uji efektivitas

dilakukan untuk mengetahui peningkatan kompetensi pengetahuan peserta didik.

E. Subjek Uji Coba

Subjek uji coba e-modul Fisika menggunakan model SETS terintegrasi materi

bencana banjir di SMAN 6 Padang adalah peserta didik kelas X IPA Tahun Ajaran

2018/2019. Responden dalam penelitian adalah guru dan peserta didik kelas X IPA 5

SMAN 6 Padang.

Uji coba dilakukan dalam beberapa tahap mulai dati tahap One to one

evaluation, small group evaluation, dan field test. Untuk lebih jelasnya perhatikan

Tabel 20.

Tabel 20. Ringkasan kegiatan pada uji coba produk


No Tahap Subjek dan Kegiatan
1 One to One Evalution Subjek dalam tahapan ini adalah peserta
didik. peserta didik dalam tahap ini adalah peserta
didik yang memiliki kemampuan berbeda (rendah,
sedang, tinggi). Peserta didik diminta memahami
dan membaca e-modul lalu diminta tanggapannya
terhadap penggunaan e-modul.
Penggunaan e-modul terhadap peserta didik
dilakukan dalam waktu yang berbeda satu persatu.
Data respon peserta didik dikumpulkan melalui
lembar praktikalitas yang terdiri atas beberapa
150

No Tahap Subjek dan Kegiatan


indikator. Kritik dan saran dari peserta didik akan
direvisi oleh peneliti.
2 Small Group Hasil revisi e-modul pada tahap one to one
Evaluation evalution diujicobakan pada sekelompok peserta
didik yang memiliki kemampuan yang berbeda (2
peserta didik yang memiliki kemampuan rendah, 4
peserta didik yang memiliki kemampuan sedang,
dan 2 peserta didik yang memiliki kemampuan
tinggi). Penentuan kedudukan peserta didik dengan
menggunakan nilai peserta didik yang diperoleh dari
guru.
Data respon peserta didik dikumpulkan
melalui lembar praktikalitas yang terdiri atas
beberapa indikator. Kritik dan saran dari peserta
didik akan direvisi oleh peneliti.
3 Field Test Hasil revisi e-modul pada tahap small group
evaluation kemudian dilakukan uji lapangan. Uji
lapangan dilakukan pada Kelas X IPA 1 dan X IPA
2. Kegiatan pembelajaran dilakukan dalam beberapa
kali pertemuan. Hasil penggunaan produk pada
kelas X IPA 2 akan direvisi terlebih dahulu sebelum
digunakan pada Kelas X IPA 1 sebabgai kelas uji
coba e-modul.

Berdasarkan Tabel 20, tahap One to One adalah tahap penggunaan produk

oleh peserta didik satu persatu yang memiliki kemampuan yang berbeda, pada tahap

ini peneliti akan menanyakan bagian-bagian yang kurang dimengerti yang ditemukan

peserta didik, tahap Small Group Evaluation merupakan tahap penggunakan produk

pada skala kecil, pada tahap ini jumlah peserta didik lebih banyak dari pada jumlah

peserta didik pada tahap One to One dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda

(rendah, sedang, dan tinggi). Pada tahap Field Test produk sudah mulai digunakan

pada skala yang lebih luas.


151

F. Jenis Data

Jenis data pada penelitian ini adalah data primer. Data pada penelitian ini

berupa hasil validasi modul yang dilakukan oleh validator, data praktikalitas yang

diperoleh dari guru dan peserta didik, dan data efektivitas yang diperoleh dari hasil

observasi terhadap sikap dan keterampilan peserta didik. selanjutnya tes awal akhir

terhadap pengetahuan peserta didik.

G. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian yang digunakan yaitu instrumen pada tahap analisis

pendahuluan, instrumen validitas, instrumen praktikalitas, dan instrumen efektivitas.

Instrumen penelitian tersebut divalidasi sebelum digunakan.

1. Instrumen Analisis Kebutuhan dan Konteks

Instrumen analisis kebutuhan dirancang untuk mengetahui kebutuhan pengguna

modul serta hal-hal yang mempengaruhinya. Instrumen ini berupa instrumen

analisis SKL 2013, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian,

peserta didik, dan potensi daerah.

2. Instrumen Validitas

Agar produk dapat digunakan sesuai dengan tujuannya, maka perlu dilihat

validitasnya. Instrumen validitas dinilai terlebih dahulu menggunakan lembar

penilaian instrumen. Instrumen validasi modul Fisika yang digunakan berupa

kuesioner. Kuesioner tersebut diberikan kepada para ahli dan praktisi untuk
152

dinilai sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Para ahli dan praktisi terdiri

atas ahli isi, penyajian, bahasa, dan kegrafisan serta pendidik.

3. Instrumen Praktikalitas

Instrumen praktikalitas yang digunakan terdiri dari angket respon peserta didik

dan angket respon pendidik. Instrumen praktikalitas yang dirancang juga

dilakukan dinilai terlebih dahulu menggunakan lembar penilaian. Angket tersebut

digunakan untuk mendapatkan respon peserta didik dan pendidik terhadap

kepraktisan modul yang dikembangkan. Angket ini diisi setelah proses

pembelajaran dilaksanakan.

4. Instrumen Efektivitas (Validitas Penilaian)

Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data keefektifan modul yang

dikembangkan. Instrumen ini terdiri dari instrumen penilaian kompetensi sikap,

pengetahuan, dan keterampilan. Instrumen penilaian sikap berupa lembar

observasi dan lembar penilaian diri. Lembar penilaian diri disertakan pada bagian

penilaian dalam modul Fisika. Kemudian, instrumen penilaian pengetahuan

menggunakan tes essai. Sedangkan instrument penilaian keterampilan

menggunakan lembar observasi.

I. Teknik Analisis Data

Pada analisis pendahuluan yang menekankan pada analisis masalah dan

tinjauan pustaka didominasi kriteria kesesuaian (validitas konten) dan beberapa

perhatian terhadap konsistensi (validitas konstruk) dan praktikalitas, sedangkan


153

perhatian tidak diberikan terhadap efektivitas. Tahap prototyping lebih

memperhatikan eveluasi formatif untuk ukuran praktikalitas sedangkan efektivitas

tingkat semakin penting dalam pengulangan nantinya. Terakhir, tahap

assessment dari evaluasi formatif terfokus pada praktikalitas dan efektivitas.

Tabel 21. Kriteria Evaluasi terkait Fase Pengembangan


No Tahap Kriteria Deskripsi
1 Preliminary Penekanan utama Tinjauan pustaka dan proyek
Research pada validitas (lampau dan sekarang) . Hasilnya
konten, tidak banyak dalam suatu kerangka konseptual
terhadap konsistensi dan cetak biru pertama produk
dan praktikalitas
2 Development Pada awalnya: Pengembangan rangkaian prototipe
or Konsistensi (Validitas yang akan dicoba dan direvisi
Prototyping konstruk) dan berdasarkan evaluasi formatif.
Phase Praktikalitas. Prototipe awal dimana evaluasi
Kemudian, sebagian formatif berlangsung melalui
besar praktikalitas penilaian ahli sehingga
menghasilkan kepraktisan yang
diharapkan
3 Assessment Efektivitas Melihat keefektifan produk.
Phase
Sumber : Plomp (2013: 30)

Berdasarkan Tabel 21, Analisis data dilakukan setelah lembaran validasi dan

angket praktikalitas disebarkan. Teknik analisis data yang digunakan dijabarkan

sebagai berikut.

1. Analisis Hasil Penelitian Pendahuluan

Analisis SKL 2013, Kegiatan Pembelajaran, Penilaian, peserta didik

menggunakan skala likert 1-4 dengan ketentuan seperti pada Tabel 22.
154

Tabel 22. Kategori Ketercapaian Indikator


Skor Kategori Persentase ketercapaian indicator
1 Tidak pernah 0-25 %
2 Kadang-kadang 26-50%
3 Sering 51-75 %
4 Selalu 76-100%
Dimodifikasi dari Riduwan (2009: 89)

Berdasarkan Tabel 22, skala likert tersebut digunakan untuk memperoleh data

anlisis SKL 2013, Kegiatan Pembelajaran, Penilaian, peserta didik. kemudian data

tersebut diberi predikat berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). KKM

mata pelajaran Fisika disekolah uji coba yaitu 75 sehingga panjang intervalnya yaitu

(100-60):3  13. Predikat penilaian ini secara rinci dapat dlihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Predikat Penilaian


No Interval Predikat Keterangan
1 86-100 A Sangat Baik
2 73-85 B Baik
3 60-72 C Cukup
4 <60 D Kurang
Tim Direktorat Pembinaan SMA (2017 : 11)

Berdasarkan Tabel 23, peserta didik dapat dikaatakan telah memiliki

kemampuan yang baik jika memiliki nilai 75-85. Hal ini sesuai dengan KKM yang

ditetapkan di sekolah.

Selanjutnya, pada analisis kesesuaian materi Fisika dengan materi banjir

materi menggunakan skala 1-5. Seperti pada Tabel. 24.

Tabel 24. Kategori Kesesuaian Materi Banjir


Tingkat Pencapaian ( %) Kategori
81 – 100 Sangat Sesuai
61 – 80 Sesuai
155

Tingkat Pencapaian ( %) Kategori


41 – 60 Cukup Sesuai
20 – 40 Kurang Sesuai
0 – 20 Tidak Sesuai
Dimodifikasi dari Riduwan (2009: 89).

Berdasarkan Tabel 24, materi Fisika dinyatakan sesuai diintegrasikan dengan

materi bencana banjir jika memiliki persentase kesesuian antara 61-80%.

2. Analisis Data Validitas

Analisis validitas menggunakan skala likert 1-4 dengan ketentuan seperti

Tabel 8. Selain itu validitas instrument dan modul yang dikembangkan

menggunakan skala Aiken’s V. Azwar (2015: 112) menjabarkan formula

Aiken’s V untuk menghirung content validity coefficient yang didasarkan pada hasil

penilaian dari panel ahli sebanyak n orang terhadap suatu butir dari segi sejauh mana

butir tersebut mewakili konstrak yang diukur. Mewakili konstrak yang diukur

berarti butir yang bersangkutan relevan dengan indikator perilakunya, karena

indikator perilaku adalah penerjemah operasional dari atribut yang diukur.

Penilaian menggunakan skala likert 1-4. Statistik Aiken’s V dirumuskan sebagai

berikut:

V =  s / [ n(c-1)] …(28)

s = r – 𝒍𝟎

Keterangan :

𝑙0 = Angka penilaian validitas yang terendah

c = Angka penilaian validitas yang tertinggi


156

r = Angka yang diberikan oleh seorang penilai

Tabel 25. Kriteria Keputusan Valid

Interval Keterangan
≥0,6 – 1,00 Valid
<0,6 Tidak valid
Dimodifikasi dari Azwar (2015 : 147).

Persamaan 28 digunakan untuk menghitung valid atau tidaknya suatu

instrumen atau produk. Dengan menggunakan pedoman pengambilan keputusan

seperti pada Tabel 25.

3. Analisis Data Praktikalitas

Penilaian produk berdasarkan angket yang telah diisi oleh praktisi dianalisis

untuk mengetahui tingkat kepraktisan dari produk yang dikembangkan. Analisis

kepraktisan menggunakan Skala Likert dengan langkah-langkah:

a. Memberikan skor untuk setiap item jawaban. Analisis praktikalitas yang

menggunakan skala likert 1-4 dengan ketentuan seperti Tabel 20.

b. Menjumlahakan skor total tiap praktisi untuk seluruh indikator.

c. Pemberian nilai kepraktisan dengan cara menggunakan rumus:

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


Nilai = × 100 % …(29)
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

Persamaan 25 digunakan untuk menentukan praktis atau tidaknya penggunaan

produk di dalam kelas, dimana nilai akan diperoleh, dengan membagi skor yang

diperoleh oleh setiap guru atau peserta didik dibagi dengan skor maksimum guru atau

peserta didik, dikali 100%.


157

Kategori praktikalitas dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Kategori Praktikalitas


No Interval (%) Kriteria
1 81 – 100 Sangat praktis
2 61 – 80 Praktis
3 41- 60 Cukup praktis
4 21 - 40 Kurang praktis
5 0 – 20 Tidak praktis
Dimodifikasi dari Riduwan (2009: 89).

Berdasarkan Tabel 26, penggunaan suatu produk dapat dikatakan praktis jika

nilai penggunaan e-modul yang dikembangkan memiliki skor pada interval 61-80.

4. Analisis Data Efektivitas

Efektivitas pembelajaran dilihat dari pencapaian kompetensi Fisika dan

mitigasi bencana peserta didik. Kompetensi yang dinilai yaitu pada aspek sikap,

pengetahuan dan keterampilan setelah menggunakan e-modul. Analisis data

kompetensi peserta didik digunakan analisis deskriptif. Berikut kedua aspek tersebut:

a. Analisis Pencapaian Kompetensi Sikap

Analisis data kompetensi sikap menggunakan Persamaan :

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


Nilai = × 100 % …(30)
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

Persamaan 30 digunakan untuk menentukan efektif atau tidaknya penggunaan

produk di dalam kelas, dimana nilai akan diperoleh, dengan membagi skor yang

diperoleh oleh setiap peserta didik dibagi dengan skor maksimum peserta didik, dikali

100%.
158

Kriteria sikap peserta didik setelah menggunakan E-modul yang dikembangkan

dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27. Kategori Sikap Peserta Didik


No Interval % Kategori
1 0-20 Tidak Baik
2 21-40 Kurang Baik
3 41-60 Cukup Baik
4 61-80 Baik
5 81-100 Sangat Baik
Sumber : (Dimodifikasi dari Riduwan, 2009: 89)

Berdasarkan Tabel 27 dapat dilihat bahwa sikap peserta didik dikategorikan

Baik setelah penggunaan e-modul yang dikembangkan memiliki skor pada interval

61-80.

b. Analisis Kompetensi Pengetahuan

Penentuan efektivitas e-modul terhadap kompetensi pengetahuan peserta

didik dilakukan dengan memberikan pre-test dan post-test pada kelas yang diujikan.

Analisis data bertujuan untuk menguji apakah hipotesis diterima atau ditolak. Uji

hipotesis yang dilakukan adalah uji t pasangan. Sebelum melaksanakan uji hipotesis

maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah sampel yang berasal dari

populasi terdistribusi normal. Untuk menguji normalitas digunakan uji Lilliefors

dengan langkah-langkah sebagai berikut :


159

(a) Data X1, X2, X3,... Xn yang diperoleh dari data yang terkecil hingga data yang

terbesar. Data X1, X2, X3,... Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ..., Zn dengan

𝑋𝑖 −𝑋̅
rumus 𝑍𝑖 = .... (31)
𝑆

Keterangan :

Xi : skor yang diperoleh peserta didik ke-i

̅ : skor rata-rata
X

S : simpangan baku

(b) Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian hitung peluang

F(Zi) = P(Z<Zi)

(c) Dengan menggunakan proporsi Z1, Z2, Z3, ..., Zn yang lebih kecil atau sama

dengan Zi, jika proporsi ini dinyatakan dengan S(Zi), maka:

𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑍1 ,𝑍2 ,𝑍3 ,…𝑍𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 ≤ 𝑍𝑖


𝑆(𝑍𝑖 ) = .. (32)
𝑛

(d) Menghitung selisih F(Zi) – S(Zi) yang kemudian ditentukan harga mutlaknya.

(e) Diambil harga yang paling besar diantara harga mutlak selisih tersebut yang

disebut dengan L0

(f) Membandingkan nilai L0 dengan nilai krisis Lt yang terdapat dalam taraf nyata α

= 0,05. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut :

i) Jika L0 < Lt, maka sampel terdistribusi normal.

ii) Jika L0 > Lt, maka sampel tidak terdistribusi normal


160

jika menggunakan SPSS 16 normalitas dipenuhi jika hasil uji tidak signifikan

untuk suatu taraf signfikansi () tertentu (biasanya  = 0,05) atau  = 0,01).

Sebaliknya, jika hasil uji signifikan maka normalitas data tidak terpenuhi. Cara

mengetahui signifikan atau tidak signifikan hasil uji normalitas adalah dengan

memperhatikan bilangan pada kolom signifikansi (Sig.) untuk menetapkan

kenormalan, kriteria yang berlaku adalah sebagai berikut :

(1) Tetapkan taraf signifikansi uji misalnya  = 0,05

(2) Bandingkan p (nilai signifikansi yang diperoleh) dengan taraf signifikansi yang

diperoleh.

(3) Jika signifikansi yang diperoleh > , maka sampel berasal dari populasi yang

terdistribusi normal.

(4) Jika signifikansi yang diperoleh < , maka sampel bukan berasal dari populasi

yang terdistribusi normal.

2) Uji Hipotesis

Data hasil uji normalitas sampel diketahui terdistribusi normal. Untuk

menguji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji paired sample t test dengan

bantuan software SPSS 16. Uji paired sampe t test adalah pengujian yang digunakan

untuk membandingkan selisih dua mean dari dua sampel yang berpasangan dengan

asumsi data berdistribusi normal. Sampel berpasangan berasal dari subjek yang

sama, setiap variabel diambil saat situasi dan keadaan yang berbeda.
161

Sebelum dilakukan uji paired sample t test terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas pada kelas sampel (Sudjana, 2005). Uji normalitas dilakukan untuk

mengetahui distribusi kelompok data (normal atau tidak). Uji normalitas yang

digunakan adalah Shapiro Wilk karena banyak data (N)  30.

Hipotesis statistik untuk uji normalitas adalah:

Ho : Data berdistribusi normal

Hi : Data tidak berdistribusi normal

Kriteria pengambilan keputusan didasarkan pada nilai signifikansi (probabilitas),

yaitu tolak Ho apabila nilai signifikansi  0,05 dan terima Ho jika sebaliknya.

Uji paired sample t test dilakukan untuk membuktikan apakah perbedaan hasil

belajar yang diperoleh peserta didik berbeda secara signifikan atau tidak.

Hipotesis yang diajukan untuk uji paired sample t test untuk hasil belajar peserta

didik:

Ho : Rata-rata nilai hasil belajar peserta didik sebelum dengan sesudah pemberian

e-modul Fisika adalah sama

Hi : Rata-rata nilai hasil belajar peserta didik sebelum dengan sesudah pemberian

e-modul Fisika adalah beda

Hipotesis yang diajukan untuk uji paired sample t test untuk pengetahuan mitigasi

bencana peserta didik:

Ho : Rata-rata nilai pengetahuan mitigasi bencana peserta didik sebelum dengan

sesudah pemberian e-modul Fisika adalah sama.


162

Hi : Rata-rata nilai pengetahuan mitigasi bencana peserta didik sebelum dengan

sesudah pemberian e-modul Fisika adalah beda.

Kriteria pengambilan keputusan didasarkan pada nilai signifikansi (probabilitas),

yaitu tolak Ho apabila nilai signifikansi  0,05 dan terima Ho jika sebaliknya.

Setelah melakukan uji t, kemudian dihitung nilai koefisien korelasi (r) antara

variabel bebas (independent) yaitu nilai E-modul peserta didik dan variabel terikat

(dependent) yaitu nilai postest peserta didik. nilai koefisien korelasi dapat dihitung

dengan menggunakan rumus :

n ∑ xi yi −(∑ xi )(∑ yi )
rxy = …(33)
√(n ∑ xi 2 −(xi )2 (n ∑ yi 2 −(yi )2 )

Keterangan:

𝑟𝑥𝑦 = Korelasi antara variabel x dengan y

X (𝑥 − 𝑥̅ ) = variabel bebas (independent)

Y (𝑦 − 𝑦̅) = variabel terikat (dependent)

Pada Persamaan 33, r merupakan koefisien korelasi yang menunjukkan derajat

keeratan hubungan antara variabel X dan Y. Penafsiran terhadap koefisien korelasi

yang ditemukan dapat mengacu pada ketentuan menurut Sugiyono (2012: 231) yang

terdapat pada Tabel 28.

Tabel 28. Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi


Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
163

Interval Koefisien Tingkat Hubungan


0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
(Sumber Sugiyono, 2012: 231).

Tabel 26 digunakan untuk memberikan interpretasi pada koefisisen korelasi

yang diperoleh. Setelah didapatkan koefisien korelasi, langkah selanjutnya adalah

menentukan besarnya koefisien determinasi yaitu besarnya konstribusi variabel bebas

(X) terhadap variabel terikat (Y). Koefisien determinasi diperoleh dengan cara

mengudratkan koefisien korelasi (Kurniawati, 2013: 39).

Koefisien determinasi (KD) = 𝑟 2 𝑥 100% ...(34)

Persamaan 34 digunakan untuk mendapatkan nilai koefisien determinasi.

Koefisien determinasi diperoleh dengan mengkuadratkan koefisien korelasi (r) dikali

100%.

c. Analisis Pencapaian Kompetensi Keterampilan

Analisis data kompetensi keterampilan menggunakan Persamaan 30.

Persamaan 30 digunakan untuk menentukan efektif atau tidaknya penggunaan produk

di dalam kelas, dimana nilai akan diperoleh, dengan membagi skor yang diperoleh

oleh setiap peserta didik dibagi dengan skor maksimum peserta didik, dikali 100%.

Kriteria keterampilan peserta didik setelah menggunakan E-modul yang

dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 18. Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa

keterampilan peserta didik dikategorikan Baik setelah penggunaan e-modul yang

dikembangkan memiliki skor pada interval 61-80.


164

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah Design Research dengan tipe development

studies. Tahapan penelitian ini terdiri atas: Preliminary Research, Development or

Prototyping Phase (iterative design phase), dan Assesment Phase (semi-summative

evaluation). Hasil penelitian pengembangan e-modul Fisika SMA/MA terintegrasi

materi bencana banjir berbasis SETS(Science, Environment, Technology, and

Society) untuk meningkatkan kompetensi mitigasi becana dipaparkan pada setiap

tahap sebagai berikut.

1. Hasil Preliminary Research

Tahap Preliminary Research merupakan tahap awal dalam pengembangan e-

modul. Pada tahap ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai

permasalahan dan kemungkinan solusinya. Berdasarkan tinjauan pustaka terlihat

bahwa modul yang ada disekolah belum menggunakan langkah-langkah model

pembelajaran dan modul pembelajaran keluaran Kemendikbud yang ada di sekolah

belum menghadirkan fenomena yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari peserta

didik. Untuk lebih jelasnya perhatikan Lampiran 1.

164
165

Selanjutnya, hasil tahap ini juga untuk memperoleh karakteristik sementara

dari produk yang dikembangkan. Pada tahap ini telah dilakukan analisis kebutuhan

dan konteks, serta tinjauan pustaka dengan uraian sebagai berikut.

a. Analisis Kebutuhan dan Konteks

Penelitian ini dimulai dengan perencanaan instrumen pengumpul data. Data

yang dikumpulkan yaitu data analisis kurikulum, karakteristik peserta didik, dan

potensi daerah. Analisis kurikulum meliputi analisis kompetensi lulusan, materi,

kegiatan pembelajaran. Kuesioner (angket) dan lembar analisis sebagai instrumen

pengumpul data dirancang berdasarkan kisi-kisi. Kuesioner analisis kompetensi

lulusan, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan karakteristik peserta didik disebarkan

di SMAN 6 dan 9 Padang dengan responden sebanyak 4 orang guru dan 62 orang

peserta didik. Berikut jabaran hasil analisis kebutuhan dan konteks yang telah

dilakukan dalam mengembangkan produk.

1) Analisis Kurikulum

a) Analisis Kompetensi Lulusan

Berdasarkan hasil analisis kompetensi lulusan terlihat bahwa kompetensi

sikap dan keterampilan sudah baik. Namun pada kompetensi pengetahuan masih

kurang terutama pada kompetensi pengetahuan konseptual. Seperti yang terlihat

pada Gambar 8.
166

100

80 73
70 67
61
Pencapaian

60 Faktual
Konseptual
40 Prosedural
Metakognitif
20

0
Pengetahuan

Gambar 8. Hasil Analisis Kompetensi Pengetahuan

Berdasarkan Gambar 8, terlihat bahwa masih kurangnya pengetahuan peserta

didik pada pada kompetensi pengetahuan, terutama pada pengetahuan konseptual.

Maka dibutuhkan pembelajaran yang dapat meningkatkan pengetahuan konseptual

peserta didik.

b) Analisis Kegiatan Pembelajaran

Hasil analisis secara umum menunjukkan kegiatan pembelajaran secara

umum dari pendahuluan, inti, dan penutup telah berjalan dengan baik dan sangat

baik masing-masingnya bernilai 82%, 77%, dan 97%. Namun pada kegiatan inti

guru belum menggunakan model pembelajaran yang cocok dengan materi yang

diajarkan sehingga kegiatan inti pembelajaran belum berjalan sepenuhnya.

Selanjutnya pada kegiatan pembelajaran media yang digunakan oleh guru belum

dapat meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar.


167

100
82 83
80 72 70
Pencapaian

60

40

20

0
Penerapan Penerapan Pemanfaatan Media pemanfaatan
Pendekatan metode/model Pembelajaran Sumber Belajar
Pembelajaran pembelajaran

Indikator Kegiatan Inti

Gambar 9. Hasil Analisis Kegiatan Inti

Berdasarkan Gambar 9, terlihat aspek penerapan pendekatan dan

metode/model pembelajaran sudah pada kategori Baik. Namun pada pemanfaatan

media pembelajaran dan pemanfaatan sumber belajar masih belum optimal yaitu

berada pada kategori cukup. Bahan ajar yang digunakan oleh guru belum

menggunakan tahapan model pembelajaran dengan jelas, sehingga dirancanglah

sebuah bahan ajar (e-modul) yang menggunakan sintaks model pembelajaran,

selanjutnya bahan ajar yang ada disekolah belum dapat membuat peserta didik

belajar secara mandiri, sehingga dirancanglah e-modul yang dapat membuat peserta

didik belajar secara mandiri.

c) Analisis Materi

Dari hasil analisis materi menunjukkan bahwa materi kelas X semester 2

merupakan materi yang paling sesuai untuk diintegrasikan dengan materi banjir.

untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar 10.


168

100
87

80 73
67
Pencapaian

60

40
20 20
20

0
KD 3.7 KD 3.8 KD 3.9 KD 3.10 KD 3.11

Kompetensi Dasar pada Kelas X Semester 2

Gambar 10. Hasil Analisis Materi Kelas X Semester 2

Berdasarkan Gambar 10, hasil analisis materi kelas X Semester 2 berada pada

kategori cukup sesuai. KD yang paling menonjol terdapat pada KD 3.9 dan KD 3.10.

Oleh karena itu, produk yang dirancang dikhususkan pada KD tersebut, yaitu pada

materi usaha dan energi, serta momentum, impuls, dan tumbukan. Rincian hasil

analisis materi dapat dilihat pada Lampiran 4.

d) Analisis Pengetahuan Awal

Analisis pengetahuan awal dilakukan untuk mengetahui pemahaman peserta

didik tentang bencana banjir. Berdasarkan angket pengetahuan awal yang diisi

peserta didik yang terdiri dari 4 indikator pertanyaan yang dijabarkan menjadi 14

variabel pertanyaan. 4 indikator pertanyaan tersebut meliputi pengetahuan tentang

bencana banjir, klasifikasi bencana banjir, risiko bencana banjir, dan

penanggulangan bencana banjir.


169

100

80
Bencana Banjir
Persentase (%)

60 klasifikasi bencana banjir

38 40 39
40 36 Risiko bencana banjir

20 Penanggulangan bencana
banjir

0
Pengetahuan Awal Bencana Banjir

Gambar 11. Hasil Analisis Pengetahuan Awal Bencana

Masing-masing Indikator

Berdasarkan Gambar 11, secara umum dari 62 responden yang diteliti tidak

ada satupun peserta didik yang mampu menjawab dengan sangat baik dan hanya ada

7 peserta didik yang mampu menjawab dengan baik. Oleh sebab itu, harus dilakukan

beberapa upaya untuk meningkatkan pengetahuan penanggulangan bencana banjir

terutama mitigasi bencana banjir peserta didik, karena pengetahuan yang dimiliki

akan mempengaruhi perilaku peserta didik dalam mengantisipasi dan menghadapi

bencana banjir. Pengetahuan ini akan didapat melalui pelaksanaan pembelajaran di

dalam kelas. Rincian hasil analisis pengetahuan awal peserta didik terhadap bencana

banjir dapat dilihat pada Lampiran 5.

2) Analisis Peserta Didik

Analisis ini meliputi kompetensi awal (sikap, pengetahuan, dan

keterampilan), motivasi, dan minat peserta didik pada pembelajaran Fisika.


170

(a) Kompetensi Awal

Kompetensi awal peserta didik adalah kompetensi dasar yang dimiliki oleh

peserta didik, untuk diambil tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki

pembelajaran. Kompetensi awal terdiri dari kompetensi sikap, pengetahuan, dan

keterapilan. Kompetensi awal peserta didik pada aspek sikap dapat dilihat pada

Gambar 12.

100
87
80 72
Pencapaian

60

40

20

0
Sikap Spritual Sikap Sosial

Indikator Kompetensi Sikap

Gambar 12. Hasil Analisis Kompetensi Sikap

Pada Gambar 12, terlihat bahwa kompetensi awal peserta didik aspek sikap

spiritual sudah baik. Namun pada sikap sosial(peduli) masih berada pada kategori

cukup. Maka sikap sosial (peduli) perlu ditingkatkan. Sikap sosial khususnya sikap

peduli perlu ditingkatkan agar peserta didik berupaya mencegah kerusakan

lingkungan sehingga terlibat dalam upaya mitigasi bencana. Kemudian, hasil analisis

kompetensi pengetahuan peserta didik terlihat pada Gambar 13.


171

100

80 71
66
62
Pencapaian

58
60

40

20

0
Faktual Konseptual Prosedural Metakognitif

Kompetensi Pengetahuan

Gambar 13. Hasil Analisis Kompetensi Pengetahuan

Berdasarkan Gambar 13. Menunjukkan bahwa rata-rata pengetahuan peserta

didik belum sesuai dengan yang diharapkan. Sehinggan diperlukan bahan ajar yang

dapat meningkatkan kompetensi pengetahuan peserta didik. Selajutnya pada

kompetensi keterampilan terlihat pada Gambar 14.

100

80 75 72
Pencapaian

60

40

20

0
Konkret Abstrak

Kompetensi Keterampilan

Gambar 14. Hasil Analisis Kompetensi Keterampilan


172

Gambar 14 menunjukkan kompetensi keterampilan peserta didik sudah

berada pada kategori baik dengan pencapaian 74, namun agar kompetensi

keterampilan peserta didik mengalami peningkatan maka perlu dikembangkan e-

modul yang dapat meningkatkan kompetensi keterampilan peserta didik. Baik

kompetensi keterampilan peserta didik pada kompetensi Fisika maupun kompetensi

mitigasi bencana banjir.

(b) Analisis Gaya Belajar

Hasil analisis menunjukkan bahwa peserta didik menyukai gaya belajar

visual dan auditori. Untuk itu, dalam pembelajaran sebaiknya menggunakan gaya

belajar yang memadukan visual dan auditori, hasil analisis gaya belajar terlampir

pada Lampiran 6 bagaian (b).

100 87
78 74
80 72
Pencapaian

60

40

20

0
Gaya Belajar Visual Gaya Belajar Gaya Belajar Visual Gaya Belajar
Auditori dan Auditori Kinestetik

Indikator Gaya Belajar

Gambar 15. Hasil Analisis Gaya Belajar

Berdasarkan Gambar 15, gaya belajar visual dan auditori adalah gaya belajar

yang dimiliki oleh peserta didik, peserta didik dalam belajar cenderung lebih mudah
173

memahami materi yang tidak hanya bisa dilihat, namun juga dapat didengar oleh

peserta didik. Dari hasil analisis, peserta didik dalam belajar lebih memahami

pembelajaran dengan melihat fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungan

sekitarnya, dari pada hanya mendengar pembelajaran yag disampiakan oleh guru.

Sehingga e-modul yang dirancang banyak menampilkan gambar, video, atau artikel

yang berhubungan dengan fenomena-fenomena yang ada dilingkungan peserta didik.

(c) Analisis Motivasi dan Minat

Analisis motivasi dan minat peserta didik dapat dilihat pada Gambar 16 (c).

100

80 74 73
Pencapaian

60

40

20

0
Motivasi Minat

Motivasi dan Minat

Gambar 16. Analisis Motivasi dan Minat

Gambar 16 menunjukkan motivasi dan minat peserta didik dalam

pembelajaran fisika berada pada kategori cukup. Hal ini memperlihatkan motivasi

dan minat peserta didik terhadap pembelajaran Fisika masih belum maksimal,

sehingga perlu ditingkatkan. Peningkatan motivasi dan minat belajar peserta didik
174

dapat dilakukan dengan mengembangkan bahan ajar yang menarik bagi peserta

didik. Rincian hasil analisi karakteristik peserta didik dapat dilihat pada Lampiran 6.

(d) Kemandirian peserta didik

Hasil analisis kemandirian peserta didik dalam belajar menunjukkan bahwa

peserta didik belum dapat belajar secara mandiri tanpa adanya guru. Sehingga

dibutuhkan suatu bahan ajar yang dapat membuat peserta didik belajar secara

mandiri, salah satunya yaitu dengan merancang e-modul sebagai sumber belajar

peserta didik.

3) Analisis Potensi Daerah

Bencana banjir hampir terjadi diseluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan

data BNPB, pada tahun 2018 tercatat ada 1.134 kejadian bencana di Indonesia. Dari

data terlihat bencana banjir menempati urutan kedua kejadian bencana yang paling

banyak terjadi, setelah puting beliung. Provinsi Sumatera Barat memiliki potensi

banjir yang besar. Jumlah kecamatan dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat

yang berpotensi banjir menengah berjumlah Sembilan sedangkan menengah tinggi

berjumlah sepuluh. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29. Rekapitulasi Daerah Rawan Bencana (Potensi Banjir/Banjir


Bandang) di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016.
Jumlah Kecamatan yang Berpotensi
No Kabupaten/Kota
Menengah Mengengah-Tinggi
1 Kota Padang 4 7
2 Kabupaten Solok - -
3 Kabupaten Solok Selatan - -
4 Kota Solok 2 2
5 Kabupaten Agam - -
175

Jumlah Kecamatan yang Berpotensi


No Kabupaten/Kota
Menengah Mengengah-Tinggi
6 Kota Bukittinggi 1 -
7 Kabupaten Padang Pariaman - 9
8 Kota Pariaman - -
9 Kota Sawahlunto - -
10 Kabupaten Sijunjung - -
11 Kabupaten Dhamasraya 1 1
12 Kabupaten Lima Puluh Kota - 2
13 Kabupaten Tanah Datar - 2
14 Kabupaten Pasaman Barat - -
15 Kabupaten Pasaman - 4
16 Kabupaten Pesisir Selatan - 4
17 Kota Padang Panjang - -
18 Kota Payakumbuh - 3
19 Kabupaten Kep. Mentawai - 3
Sumber: BNPB Sumatera Barat 2016

Berdasarkan Tabel 29, terlihat bahwa dampak banjir menuntut pengelolaan

risiko bencana banjir di wilayah pemukiman terutama perkotaan yang menjadi

prioritas tinggi. Kota padang sebagai pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Barat

yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera merupakan wilayah yag memiliki

potensi besar terhadap bencana banjir. Kota Padang mempunyai potensi menengah

maupun menengah-tinggi untuk terjadi banjir. Sehingga Kota Padang merupakan

salah satu daerah yang berisiko terhadap ancaman bencana banjir. Berdasarkan data

BPBD Tahun 2016, lokasi SMAN 6 dan 9 Padang yang berada di Kecamatan Pauh

dan Padang Selatan merupakan daerah dengan potensi banjir menegah-tinggi dan

menengah.

Analisis potensi daerah (sebagai konteks) dilakukan berupa analisis SWOT.

Analisis konteks yang dilaksanakan yaitu analisis terhadap konteks daerah Sumatera
176

Barat. Analisis ini bertujuan untuk mengeksplorasi masalah lingkungan yang ada

dilingkungan pengguna produk. Analisis ini berupa analisis SWOT potensi daerah

Sumatera Barat terhadap bencana banjir. Hasil anlisis SWOT lebih lanjut terlihat

terlihat pada Lampiran 7.

Hasil analisis SWOT menunjukkan diperlukan usaha untuk memberikan

pemahaman terkait mitigasi bencana banjir. Hal ini dapat dilakukan melalui melalui

kegiatan pembelajaran. Bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan

dapat berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal

untuk membentuk pemahaman peserta diidk terhadap potensi di daerah tempat

tinggalnya. Pengintegrasian materi banjir di dalam pembelajaran Fisika sebagai salah

satu potensi daerah dalam pembelajaran bertujuan agar peserta didik ikut berperan

dalam mitigasi bencana. Keberadaan UU RI No. 24 tentang Penanggulanagn

Bencana dan UU RI No. 26 Tahun 2007 telah merubah paradigma mitigasi bencana

dari penanganan bencana menjadi penanggulangan bencana yang lebih

menitikberatkan pada upaya-upaya sebelum terjadinya bencana.

b. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dilakukan terhadap produk yang telah ada dalam menangani

maslah yang serupa agar keputusan desain relevan dan valid. Solusi yang tersedia

dapat dijadikan sumber-sumber inspirasi sebagai masalah yang dihadapi (Nieeven,

2013: 154). Salah satu solusi yang telah dilakukan dalam menghadapi masalah yang

ada yaitu mengembangkan e-modul Fisika SMA/MA karya taufik solihudin untuk

meningkatkan kompetensi pengetahuan Fisika pada materi listrik statis dan dinamis
177

SMA sudah dapat meningkatkan kompetensi peserta didik dengan kategori tinggi,

namun e-modul yang dikembangkan masih terbatas pada materi listrik statis dan

dinamis, kemudian e-modul yang ada belum disesuaikan dengan potensi daerah

peserta didik. Kajian pustaka yang melandasi pengembangan e-modul terintegrasi

materi bencana banjir berbasis SETS(Science, Environment, Technology, and

Society) telah dijabarkan pada BAB II.

2. Hasil Development or Prototyping Phase

Hasil development or prototyping phase (fase pemrototipean) ini bibedakan

menjadi dua yaitu perancangan dan evaluasi formatif. Berikut hasil masing-masing

tahap yang telah dilaksanakan.

a. Perancangan

E-modul Fisika yang dirancang disesuaikan dengan model SETS melalui

pendekatan saintifik. Dimana E-modul dirancang untuk materi Fisika yang dapat

diintegrasikan dengan materi bencana Banjir. Komponen e-modul terdiri dari cover,

menu pembuka memuat petunjuk(petunjuk penggunaan dan petunjuk belajar), kata

pengantar) dan Menu isi yang memuat Beranda(doa sebelum belajar), KI dan KD,

peta konsep, kegiatan pembelajaran, uji kompetensi, glosarium, daftar pustaka dan

Keluar. Uraian perancangan dan pengembangan e-modul dijelaskan sebagai berikut:

a) Cover E-modul

Cover memuat identitas e-modul secara umum yang bertujuan memberikan

informasi tentang gambaran isi e-modul. Gambar depan pada cover mendeskripsikan
178

permasalahan lingkungan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan

materi Fisika. Desain cover e-modul dapat dilihat pada Gambar 27.

Gambar 17 . Rancangan cover e-modul

Berdasarkan Gambar 17, pada cover e-modul terdapat judul e-modul Fisika

yang ditulis dengan menggunakan ukuran huruf yang besar sehingga judul terlihat

lebih jelas. Cover yang digunakan harus menarik dan menggambarkan materi yang

termuat di dalam e-modul tersebut. Gambar pada cover dirujuk sesuai dengan materi

yang diintegrasikan dengan materi bencana banjir, yaitu mitigasi bencana banjir.

Pada cover e-modul terlihat gambar mitigasi sebelum, saat, dan setelah bencana

banjir. Cover dibuat dengan latar belakang berwarna biru agar kelihatan lebih segar
179

ketika dipandang dan lebih menarik. pada bagian bawah gambar cover ditulis materi

yang disajikan pada e-modul, yaitu momentum dan impuls dan digunakan untuk

kelas peserta didik kelas X Semester 2.

Kemudian terdapat menu dalam skala besar yang terdiri dari petunjuk, kata

pengantar, tombol “mulai”, dan close. Desain menu skala besar dapat dilihat pada

Gambar 18.

Gambar 18. Desain Menu skala besar e-modul


180

b) Petunjuk

Petunjuk terdiri dari petunjuk penggunaan dari e-modul dan petunjuk belajar dalam menggunakan e-modul .

Desain petunjuk dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Desain Petunjuk e-modul


181

c) Kata Pengantar

Kata pengantar bertujuan mengkomunikasikan ucapan rasa syukur penulis

dalam menyusun e-modul . Kata pengantar menggambarkan secara singkat tujuan e-

modul . Desain kata pengantar dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Desaian Kata Pengantar e-modul

d) Menu Skala Kecil

Menu skala kecil dibuat untuk memudahkan pengguna mengetahui isi dari e-

modul . Disajikan urutan materi-materi yang akan dipelajari secara berurutan.


182

Menu skala kecil ini terdiri dari: (1) Beranda, (2) KI dan KD, (3) Peta Konsep,

(4) Kegiatan Pembelajaran, (5) Uji Kompetensi, (6) Glosarium, dan (7) Daftar

Pustaka dan (8) Keluar. Untuk lebih jelasnya perhatikan uraian berikut.

(1) Beranda

Beranda merupakan menu awal dari e-modul sebelum emngikuti

pembelajaran. Menu ini berisi etika peserta didik dalam berdiskusi di kelompok dan

doa sebelum belajar. Cuplikan Beranda terlihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Menu Skala Kecil e-modul


183

(2) KI & KD

Kompetensi Inti(KI) dan Kompetensi Dasar(KD) merupakan kompetensi

yang harus dicapai peserta didik setelah mengikuti pembelajaran. Kompetensi Dasar

mengacu pada permendikbud Nomor 37 Tahun 2018. Cuplikan KI dan KD terlihat

pada Gambar 22.

Gambar 22. KI dan KD

(3) Peta Konsep

Peta konsep disajikan untuk memudahkan peserta didik dalam memahami

hubungan yang bermakna antara faktual, konseptual, dan prosedural. Cuplikan peta

konsep terlihat pada Gmabar 23.


184

Gambar 23. Peta Konsep

(4) Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran berisi penjelasan terperinci mengenai kegiatan yang

akan dilakukan peserta didik selama pembelajaran. Kegiatan pembelajaran terdiri

dari beberapa kegiatan tergantung berapa banyaknya pertemuan dari KD tersebut.

cuplikan kegiatan pembelajaran terlihat pada Gambar 24.


185

Gambar 24. Kegiatan Pembelajaran

Pada kegiatan pembelajaran terdiri dari beberapa menu, yaitu indikator dan

tujuan pembelajaran, langakh pembelajaran(model SETS), uraian materi, lembar

kerja, rangkuman, tes formatif, dan penilaian diri. Seperti yang terlihat pada Gambar

30. Adapun rincian dari setiap menu tersebut adalah sebagai berikut.

(a) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) dan Tujuan Pembelajaran

IPK dikembangkan dari KD sedangkan tujuan pembelajaran dikembangkan

dari IPK. Tujuan pembelajaran berisi kemampuan yang diharapkan setelah peserta

didik melakukan pembelajaran. IPK dan tujuan pembelajaran dapat dilihat pada

Gambar 25.
186

Gambar 25. IPK dan Tujuan Pembelajaran

Pada Gambar 25 merupakan cuplikan IPK dan tujuan pembelajaran pada KD

3.10 kelas X Semester 2, yaitu materi momentum, impuls dan impuls. Cakupan

materi memuat materi-materi pokok yang dibahas dalam sub judul.

(b) Langkah Pembelajaran (Model SETS)

Langkah pembelajaran yang digunakan pada e-modul adalah langkah atau

sintaks model pembelajaran SETS. Untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar 26

dibawah ini.
187

Gambar 26. Langkah Pembelajaran (Model SETS)


188

Berdasarkan Gambar 26, Sintaks model pembelajaran SETS terdiri dari,

tahap inisiasi, tahap pengembangan konsep, tahap aplikasi konsep, tahap

pemantapan konsep, dan tahap penilaian.

(c) Uraian Materi

Uraian materi berisi penjelasan terperinci tentang materi pemeblajaran yang

disusun sesuai dengan desain, materi yang diuraikan terdiri dari 2 KD. Uraian materi

yang dibahas dalam e-modul mengenai usaha dan energi, serta momentum dan

impuls. Uraian materi memuat materi faktual, konseptual, dan prosedural. Cuplikan

uraian materi pada e-modul dapat dilihat pada Gambar 27 dibawah ini.

Gambar 27. Uraian Materi


189

Berdasarkan Gambar 27, uraian materi disajikan secara terperinci. Urain

materi yang disajikan pada gambar diatas merupakan uraian materi yang diuji

cobakan pada penelitian.

(d) Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) berisi lembar percobaan dan diskusi

peserta didik. Bagian LK peserta didik berisi rangkaian kegiatan peserta didik. LK

peserta didik menunjang kompetensi keterampilan peserta didik. Untuk lebih

jelasnya perhatikan Gambar 28.

Gambar 28. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)


190

Berdasarkan Gambar 28, Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) peserta didik

berupa percobaan dalam bentuk virtual lab. Percobaan pada virtual lab ini

merupakan percobaan tentang momentum pada dua benda. Massa dan kecepatan

benda dapat dirubah sesuai keinginan.

(e) Rangkuman

Rangkuman berisi ringkasan materi dalam satu kali pertemuan atau satu

kegiatan pembelajaran yang ditulis secara ringkas. Rangkuman dapat meudahkan

pesera didik dalam memperoleh kesimpulan dari materi yang telah dipelajari.

Cuplikan rangkuman dapat dilihat pada Gambar 29.

Gambar 29. Rangkuman


191

Gambar 29 menggambarkan rangkuman yang terdapat pada satu kegiatan

pembelajaran, yaitu pada materi momentum dan impuls.

(f) Tes Formatif

Tes fomatif merupakan tes yang berisi soal-soal yang bertujuan untuk

mengukur pemahaman peserta didik setelah mengikuti satu kegiatan pembelajaran.

Nilai tes formatif yang diperoleh peserta didik akan dijadikan pedoman bagi guru

untuk mengambil tindakan, sebelum melanjutkan ke kegiatan pembelajaran

selanjutnya. Cuplikan tes formatif dapat dilihat pada Gambar 30.

Gambar 30. Tes Formatif


192

Gambar 30 diatas merupakan cuplikan tes yang diujikan pada tes formatif

materi momentum dan impuls.

(g) Penilaian Diri

Penilaian diri merupakan instrumen yang digunakan untuk menilai sikap

peserta didik selama pembelajaran. Peserta didik dapat menilai dirinya sendiri

dengan menggunakan lembar penilaian diri ini. Cuplikan penilaian diri dapat dilihat

pada Gambar 31.

Gambar 31. Lembar Penilaian Diri


193

Berdasarkan Gambar 31, lembar penilaian diri dapat diisi oleh peserta didik

sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya dialami oleh peserta didik.

(5) Uji Kompetensi

Uji kompetensi merupakan alat evaluasi untuk mengukur keberhasilan tujuan

pembelajaran yang telah dirumuskan untuk 1 KD. Soal-soal yang digunakan berupa

soal pilihan ganda. Hasil rancangan dapat dilihat pada Gambar 32.

Gambar 32. Uji Kompetensi


194

Berdasarkan Gambar 32, uji kompetensi dilakukan untuk menguji

kemampuan peserta didik setelah mengikuti pembelajaran dalam beberapa kegiatan

(1 KD). Nilai uji kompetensi termasuk ke dalam penilaian pengetahuan yang

berfungsi untuk menguji pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran.

(6) Glosarium

Glosarium merupakan suatu daftar alfabetis istilah dalam suatu ranah

pengetahuan tertentu yang dilengkapi dengan defenisi untuk istilah-istilah tersebut.

cuplikan glosarium dapat dilihat pada Gambar 33.

Gambar 33. Glosarium

Gambar 33 menggambarkan glosarium yang ditemukan pada materi

momentum dan impuls dari beberapa pertemuan. Glosarium dibuat untuk 1 KD.
195

(7) Daftar Pustaka

Daftar pustaka dibuat sebagai acuan referensi dimana bahan-bahan atau

sumber-sumber materi pada e-modul diambil. Selain itu, sebagai pengakuan bahwa

apa yang disampaikan dalam e-modul memiliki dasar ilmiah. Cuplikan daftar

pustaka dapat dilihat pada Gambar 34.

Gambar 34. Daftar Pustaka

Gambar 34 menunjukkan bahwa untuk merancang e-modul Fisika dibutuhkan

beberapa buku referensi akan modul yang dikembangkan dapat dipahami dan

dipelajari dengan mudah oleh peserta didik.


196

(8) Keluar

Keluar merupakan menu yang digunakan untuk keluar suatu menu yang telah

dibuka sebelumnya. Tombol Keluar akan membawa peserta didik keluar dari menu

isi pembelajaran dan kembali ke menu awal yaitu menu utama ketika membuka e-

modul.

Gambar 35. Keluar

Gambar 35 menunjukkan menu yang terdapat pada kegiatan pembelajaran.

Tombol Keluar terdapat pada bagian terakhir menu (yang dilingkari kuning).

b. Evaluasi Formatif

Pada tahap pengembangan telah diperoleh hasil rancangan e-modul pada tahap

prototipe. Selama tahap ini prototype dievaluasi dan direvisi secara berulang sampai
197

dinyatakan valid. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan e-modul yang telah

dirancang sehingga siap untuk diujicobakan.

1) Self Evaluation

Evaluasi diri sendiri atau pengecekan kembali oleh diri sendiri terhadap e-

modul pembelajaran yang telah dirancang sebelum di serahkan kepada para ahli.

Evaluasi pada tahap ini dilakukan oleh peneliti sendiri Adapun aspek yang dinilai

berupa pengecekan kembali kelengkapan produk serta pengecekan keteraturan

penulisan setiap kalimat dalam produk, kepadatan kalimat dalam paragraf, kesesuaian

KI, KD, indikator, tujuan pembelajaran dan sistematika penomoran. Selain itu,

peneliti dibantu oleh rekan peneliti yang penelitiannya satu tema dengan peneliti

untuk memberikan saran perbaikan terhadap e-modul yang dikembangkan. Adapun

rangkuman saran-saran pada tahap self evaluation dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30. Hasil Self Evaluation


Komponen Sebelum Revisi Setelah Revisi
Menu Skala
Besar
198

Informasi
Pendukung

Penulisan Kesalahan penggunaan bahasa, Kesalahan penggunaan bahasan,


pengetikan huruf, dan tanda pengetikan huruf, dan tanda baca
baca. sudah diperbaiki.

Berdasarkan Tabel 30, dapat dilihat perbaikan dilakukan pada menu utama e-

modul. Menu utama e-modul yang awalnya tanpa tombol close, ditambahkan tombol

close agar peserta didik lebih mudah mengetahui cara untuk keluar dari aplikasi e-

modul, penyajian informasi pendukung yang dipaparkan kurang menarik dan hanya

berupa kalimat, kemudian diperbaiki dengan mengkotakkan informasi pendukung

agar lebih menarik, dan kesalahan-kesalahan penggunaan bahasa, pengetikan huruf,

dan tanda baca diperbaiki, kemudian didiskusikan dan dimintai penilaian oleh ahli

dan praktisi.

2) Expert Review

Validator pada tahap ini terdiri atas tiga orang dosen (tenaga ahli) dan tiga

orang guru mata pelajaran fisika (praktisi pendidikan). Adapun nama validator, yaitu:
199

(1) Dr. Usmeldi, M.Pd. (US); (2) Dr.Fatni Mufit, M.Si. (FM); (3) Dr. Abdurrahman,

M.Pd. (AR) Yang terdiri dari 2 orang pakar/dosen Fisika Pascasarjana UNP dan 1

orang pakar/dosen Bahasa pascasarjana UNP. Sebelum uji validasi, maka dilakukan

penilaian terhadap instrument yang digunakan. Penilaian terhadap instrumen

validitas, praktikalitas, dan validitas efektivitas dapat dilihat pada Lampiran 8,

Lampiran 9, dan Lampiran 10.

(a) Hasil Uji Validitas E-modul

Uji validitas E-modul dilakukan setelah uji validitas instrumen dilakukan.

Validitas yang dilakukan berdasarkan pada kelayakan e-modul secara teoritis.

Validitas ini mengacu pada komponen kelayakan e-modul menurut BSNP, menurut

kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan kegrafisan.validasi melibatkan tiga orang

dosen (tenaga ahli) dan tiga orang guru mata pelajaran fisika (praktisi pendidikan).

Adapun nama validator, yaitu: (1) Dr. Usmeldi, M.Pd. (US); (2) Dr.Fatni Mufit,

M.Si. (FM); (3) Dr. Abdurrahman, M.Pd. (AR) Yang terdiri dari 2 orang

pakar/dosen Fisika Pascasarjana UNP, 1 orang pakar/dosen Bahasa Indonesia UNP,

dan 3 orang guru mata pelajaran Fisika. Adapun nama validator oleh praktisi, yaitu:

Dra. Hj. Farida (FR), Tetty, A, S.Pd. (TT),dan Dra. Elniswati, M.Kom (EL). Hasil

validitas prototype E-modul dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31. Nilai Validitas Prototype E-modul

Penilaian Ahli Penilaian Praktisi


No Aspek Kategori
US FM AR FR TT EL
1 Kelayakan Isi 0,96 0,78 - 0,91 0,87 0,93 Valid
2 Kelayakan Penyajian 0,91 0,80 - 0,89 0,93 0,91 Valid
200

No Aspek Penilaian Ahli Penilaian Praktisi Kategori


3 Kelayakan Bahasa 1 0,92 0,83 0,83 1 0,83 Valid
4 Kegrafisan 0,89 0,89 0,89 1 0,94 0,89 Valid
Rata-rata 0,95 0,85 0,86 0,91 0,93 0,89 Valid
Rata-rata Total 0,89 0,91 Valid

Berdasarkan Tabel 31 dinyatakan bahwa E-modul yang dikembangkan

berada pada kategori valid oleh tenaga ahli dengan nilai rata-rata 0,89 dan valid oleh

praktisi dengan nilai rata-rata 0,91. Pada aspek kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan

kegrafisan diperoleh nilai V besar dari 0,6. Jadi, e-modul ini dapat digunakan dalam

proses pembelajaran.

Secara keseluruhan e-modul berada pada kategori valid. Beberapa revisi

dilakukan terhadap prototype sesuai dengan saran validator. Hasil revisi pada tahap

ini dinamakan prototype 2. Saran perbaikan terhadap e-modul oleh tim ahli dapat

dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32. Saran Validator dan Revisi E-modul oleh Tim Ahli Terhadap E-
modul
Aspek Sebelum Revisi Setelah Revisi
Isi Huruf pada peta konsep kurang Huruf pada peta konsep lebih
diperjelas diperjelas
Penomoran indikator yang Tidak ada lagi penomoran indikator
ganda yang ganda
Tulisan pada uraian materi Tulisan pada uraian materi lebih
kurang jelas dan kurang rapi diperjelas dan lebih dirapikan
201

Aspek Sebelum Revisi Setelah Revisi

Ada penggunaan istilah fisika penggunaan istilah fisika yang salah


yang salah sudah diperbaiki
Percobaan pada lembar kerja Percobaan pada lembar kerja diganti
menggunakan alat dan bahan dengan virtual lab
nyata
202

Aspek Sebelum Revisi Setelah Revisi


Penya Langkah pembelajaran(Model Langkah pembelajaran(Model
jian SETS) tidak menyatu dengan SETS) disatukan dengan uraian
uraian materi materi

Kegra Font yang digunakan kurang Font diperbaiki agar dapat menarik
fisan menarik minat untuk peserta minat untuk peserta didik SMA
didik SMA
203

Berdasarkan Tabel 32, saran-saran yang diberikan oleh validator ahli dan

bahasa serta oleh praktisi diperbaiki terlebih dahulu. Setelah diperbaiki sesuai saran

dari validator dan praktisi hingga dinyatakan valid. E-modul yang dinyatakan valid

ini dinamakan prototype 2.kemudian prototype 2 diuji untuk melihat kepraktisannya.

Hasil validitas e-modul secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 12.

3) One-to-one Evaluation

Kepraktisan prototype e-modul diujicoba secara terbatas pada one to one

evaluation terhadap tiga orang peserta didik dari kelas X MIPA 2 SMAN 6 Padang.

E-modul diberikan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan rendah, sedang,

dan tinggi. Peserta didik diminta untuk membaca dan memahami e-modul berbasis

android serta menjawab pertanyan yang berhubungan dengan kepraktisan yang

mencankup aspek kemudahan dalam penggunaan, daya tarik, efisiensi waktu

pembelajaran, dan kebermanfaatan. Nilai kepraktisan e-modul tahap one-to-one

evaluation dapat dilihat pada Tabel 33.

Tabel 33. Nilai Kepraktisan e-modul Tahap One-to-one Evaluation

Kategori
No Aspek Nilai
Kepraktisan
1 Kemudahan dalam penggunaan 92 % Sangat praktis
2 Daya tarik 98 % Sangat praktis
3 Efisiensi waktu pembelajaran 92 % Sangat praktis
4 Kebermanfaatan 92 % Sangat praktis
Rata-rata 93 % Sangat praktis

Tabel 33 menunjukkan bahwa praktikalitas e-modul berdasarkan evaluasi satu

per satu berada pada kategori sangat praktis. Berdasarkan komentar peserta didik e-
204

modul dapat menarik minat peserta didik karena dilengkapi dengan video, gambar,

dan dapat digunakan untuk belajar secara mandiri. Namun ada beberapa kata yang

kurang dipahami oleh peserta didik, sehingga kata-kata itu diperbaiki. Hasil evaluasi

ini dinamakan prototype 3. Rincian hasil praktikalitas peserta didik terhadap e-modul

pada tahap one to one dapat dilihat pada Lampiran 13.

4) Small Group or Micro Evaluation

Kepraktisan prototype e-modul diujicoba secara terbatas pada small group

evaluation terhadap 9 orang peserta didik dari kelas X MIPA 3 SMAN 6 Padang.

Sampel terdiri dari tiga orang peserta didik dengan kemampuan rendah, sedang, dan

tinggi. Penilaian kepraktisan mencakup aspek kemudahan dalam penggunaan, daya

tarik, efisiensi waktu pembelajaran, dan kebermanfaatan. Nilai kepraktisan e-modul

tahap small group or micro evaluation dapat dilihat pada Tabel 34.

Tabel 34. Nilai Kepraktisan E-modul tahap Small Group or Micro Evaluation

Kategori
No Aspek Nilai
Kepraktisan
1 Kemudahan dalam penggunaan 83 % Sangat praktis
2 Daya tarik 88 % Sangat praktis
3 Efisiensi waktu pembelajaran 85 % Sangat praktis
4 Kebermanfaatan 86 % Sangat praktis
Rata-rata 86 % Sangat praktis

Tabel 34 menunjukkan bahwa praktikalitas e-modul berdasarkan evaluasi

kelompok kecil berada pada kategori sangat praktis. dari beberapa komentar peserta

didik menyatakan bahwa, e-modul sebaiknya diberikan contoh soal. Setelah

diperbaiki maka e-modul pada tahap ini dinamakan prototype 4. Hasil kepraktisan e-
205

modul oleh peserta didik pada tahap small group secara rinci dapat dilihat pada

Lampiran 14.

5) Field Test

Field test dilakukan pada peserta didik kelas X MIPA 4 SMAN 6 Padang.

Kegiatan pembelajaran dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan. Kuisioner(lembar

kepraktisan) diberikan untuk mengetahui tanggapan guru dan pengamatan (penilaian)

oleh observer terhadap penggunaan e-modul. Lembar kepraktikalitas ini terdiri atas

indikator aspek kemudahan dalam penggunaan, daya tarik, efisiensi waktu

pembelajaran, dan kebermanfaatan. Hasil respon guru terhadap kepraktisan e-modul

dapat dilihat pada Tabel 35.

Tabel 35. Praktikalitas e-modul pada uji lapangan berdasarkan respon guru

dan penilaian observer.

Nilai Kategori
No Aspek
Guru Observer Kepraktisan
1 Kemudahan dalam penggunaan 93 % 90 % Sangat praktis
2 Daya tarik 94 % 88 % Sangat praktis
3 Efisiensi waktu pembelajaran 83 % 83 % Sangat praktis
4 Kebermanfaatan 90 % 92 % Sangat praktis
Rata-rata 90 % 88% Sangat praktis

Tabel 35 menunjukkan bahwa praktikalitas e-modul berdasarkan respon guru

dan penilaian observer pada uji lapangan berada pada kategori sangat praktis. Hasil

kepraktisan e-modul oleh guru dan observer secara rinci dapat dilihat pada Lampiran

15.
206

Selanjutnya tingkat kepraktisan e-modul juga dilihat dari respon peserta didik

setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan e-modul. Peserta didik diminta

memberikan penilaian terhadap e-modul pada setiap pertemuan. Peserta didik mengisi

kuisioner diakhir pertemuan. Hasil respon peserta didik terhadap kepraktisan e-modul

dapat dilihat pada Tabel 36.

Tabel 36. Praktikalitas e-modul Pada Uji Lapangan Berdasarkan Respon

Peserta Didik

Kategori
No Aspek Nilai
Kepraktisan
1 Kemudahan dalam penggunaan 90 % Sangat praktis
2 Daya tarik 88 % Sangat praktis
3 Efisiensi waktu pembelajaran 88 % Sangat praktis
4 Kebermanfaatan 89 % Sangat praktis
Rata-rata 89 % Sangat praktis
Tabel 36 menunjukkan bahwa praktikalitas e-modul berdasarkan respon

peserta didik pada uji lapangan berada pada kategori sangat praktis. Hasil kepraktisan

e-modul oleh peserta didik secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 16.

3. Hasil Assesment Phase

a. Kompetensi Fisika

1) Hasil Kompetensi Sikap

Penilaian sikap ini dilakukan untuk melihat sejauh mana kompetensi sikap

peserta didik dalam pembelajaran. Data diperoleh dari lembar observasi kompetensi

sikap peserta didik selama proses pembelajaran dengan menggunakan lembar

penilaian diri yang disi oleh peserta didik dan observasi yang dilakukan pada setiap

pertemuan menggunakan instrumen lembar penilaian sikap yang dinilai oleh 1 orang
207

rekan peneliti. Hasil penilaian sikap peserta didik setiap pertemuan dapat dilihat pada

Gambar 36.

100.00 88.83
84.11
79.40
80.00
Pencapaian

60.00

40.00

20.00

0.00
Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3

Gambar 36. Peningkatan rata-rata Kompetensi Sikap Fisika setiap pertemuan

Gambar 36 memperlihatkan bahwa rata-rata kompetensi sikap peserta didik

setiap pertemuan mengalami peningkatan. Nilai sikap masing-masing peserta didik

dapat dilihat pada Gambar 37.


208

100

80
Nilai

60

40

20

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Pertemuan 1 94 83 79 88 88 83 73 79 96 75 85 92 88 85 83 88 75 71 88 81 73 83 75 83 48 85 69 85 58 75 65 69 73 83 81
Pertemuan 2 87 81 79 91 83 85 79 77 89 72 91 91 93 87 83 91 93 87 91 87 91 91 77 91 68 91 87 91 75 75 70 75 77 83 85
Pertemuan 3 93 89 83 87 93 89 91 83 95 81 93 93 91 93 83 91 97 95 89 91 91 93 91 93 79 89 89 89 81 91 83 83 83 83 91

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3

Gambar 37. Peningkatan Nilai kompetensi sikap Fisika masing-masing peserta didik
209

Berdasarkan Gambar 37 terlihat secara rinci bahwa secara keseluruhan

kompetensi sikap peserta didik mengalami peningkatan dengan persentase total

pertemuan 1, pertemuan 2, dan pertemuan 3 adalah 85 %. Hal ini berarti e-modul

pembelajaran Fisika menggunakan model SETS terintegrasi materi bencana banjir

dikategorikan efektif karena 85% peserta didik telah memiliki kategori sangat baik.

2) Hasil Kompetensi Pengetahuan

Penilaian pengetahuan dilakukan dengan metode pretest-posttest. Awal

pertemuan (pretest) peserta didik diuji dengan soal Fisika sebanyak 15 buah,

kemudian pada akhir pertemuan (posttest) peserta didik kembali diuji dengan

memberikan soal Fisika yang sama pada saat pretest. Untuk meningkatkan

pengetahuan peserta didik, maka setiap pertemuan peserta didik diminta agar

mengerjakan soal tes formatif secara pribadi. Secara ringkas nilai tes formatif yang

diperoleh peserta didik dapat dilihat pada Tabel 37.

Tabel 37. Hasil Penilaian Pengetahuan Fisika


Pertemuan Nilai Rata- Peserta didik Peserta didik yang Persentase
Ke- rata yang tuntas tidak tuntas ketuntasan
1 70,00 25 10 71,42
2 77,14 30 5 85,71
3 83,85 32 3 91,42

Tabel 37 menunjukkan bahwa nilai rata-rata peserta didik pada kompetensi

pengetahuan berada pada rentang 55-95 dengan ketuntasan klasikal 77%. Hal ini

menunjukkan bahwa secara klasikal e-modul Fisika SMA/MA berbasis SETS

terintegrasi materi bencana banjir dikategorikan efektif. Persentase ketuntasan

kompetensi pengetahuan peserta didik dapat dilihat pada Gambar 44.


210

100

80

60
Niali

40

20

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Pertemuan 1 75 60 75 45 55 60 75 75 75 80 80 75 80 60 50 75 60 80 75 75 80 65 60 75 60 65 75 75 75 60 65 80 75 75 80
Pertemuan 2 75 55 75 80 75 80 75 75 85 85 90 85 75 70 70 75 65 70 85 80 90 80 75 75 75 85 85 90 60 70 70 70 85 85 80
Pertemuan 3 85 70 95 85 85 85 80 80 85 95 90 90 95 70 70 90 85 80 95 85 80 90 85 80 85 80 85 80 80 85 70 80 85 85 90

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3

Gambar 38 Peningkatan nilai kompetensi pengetahuan Fisika masing-masing peserta didik


211

Berdasarkan Gambar 38 terlihat bahwa terjadi peningkatan hasil belajar

peserta didik pada setiap pertemuan. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa peserta

didik telah mengalami ketuntasan secara klasikal 77%. Hal ini berarti bahwa e-modul

yang digunakan efektif dalam meningkatkan kompetensi pengetahuan peserta didik.

Kompetensi pengetahuan fisika dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

ketercapaian pengetahuan fisika peserta didik setelah menggunakan e-modul. Untuk

mengetahui ketercapaian kompetensi pengetahuan fisika peserta didik maka

dilakukan pretest dan postest. Bentuk dan jumlah soal yang diujikan kepada peserta

didik untuk pretest dan postest adalah sama, yaitu sebanyak 15 soal pilihan ganda.

Dalam penelitian ini digunakan uji paired sample t test untuk mengetahui data

sebelum dan data sesudah menggunakan e-modul fisika memiliki tingkat signifikansi

yang berbeda. Salah satu syarat untuk dilakukannya pengujian menggunakan paired

sample t test adalah data berdistribusi normal. Untuk menguji apakah data sebelum

dan sesudah berdistribusi normal, maka dilakukan uji Normalitas One-Sample

Kolmogorov-Smirnov Test. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 38.

Tabel 38. Hasil Uji Normalitas nilai pretest dan posttest Fisika peserta didik

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Pretest Postest
N 35 35
a
Normal Parameters Mean 54.1163 78.7000
Std. Deviation 1.15201E1 1.20904E1
Most Extreme Absolute .210 .203
Differences Positive .175 .126
Negative -.210 -.203
212

Kolmogorov-Smirnov Z 1.245 1.203


Asymp. Sig. (2-tailed) .090 .111
a. Test distribution is Normal.

Dari Tabel 38, didapatkan hasil bahwa tingkat signifikansi data sebelum dan

sesudah menggunakan e-modul fisika berturut-turut 0,090 dan 0,111. Artinya, nilai

signifikansi > 0,05 sehinggga Ho diterima.

Setelah didapatkan kesimpulan bahwa data berdistribusi normal, maka data ini

bisa digunakan lebih lanjut untuk mengetahui apakah nilai rata-rata pengetahuan

fisika peserta didik sebelum dan sesudah menggunakan e-modul fisika memiliki

perbedaan yang signifikan menggunakan uji paired sample t test.

Hipotesis yang diajukan untuk uji paired t test adalah:

Ho : Rata-rata nilai hasil belajar peserta didik sebelum dengan sesudah pemberian

e-modul fisika adalah sama

Hi : Rata-rata nilai hasil belajar peserta didik sebelum dengan sesudah pemberian

e-modul fisika adalah beda

Kategori pengambilan keputusan yaitu tolak Ho apabila nilai signifikansi  0,05 dan

terima Ho jika sebaliknya. Hasil pengujian mengggunakan paired sample t test

menggunakan software SPSS 16 dapat dilihat pada Tabel 39.


213

Tabel 39. Hasil pengujian mengggunakan paired sample t test menggunakan


software SPSS 16 kompetensi pengetahuan Fisika

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence Sig.


Std. Interval of the t Df
Std.
Mean Error Difference (2-tailed)
Deviation
Mean
Lower Upper

Pair Pretest – 1.014


-2.45837E1 5.99942 -26.64459 -22.52284 -24.242 34 .000
1 Postest 09

Pada Table 39 terlihat bahwa nilai signifikansi 0,000 < 0,05 sehingga Ho

ditolak. Dalam artian bahwa terdapat perbedaan yangg signifikan antara nilai

kompetensi Fisika peserta didik sebelum menggunakan e-modul fisika dengan nilai

peserta didik setelah menggunakan e-modul fisika. Analisis lengkap peningkatan

hasil belajar peserta didik dapat dilihat pada Lampiran 17 (a).

Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis korelasi tes formatif dengan postest

menggunakan SPSS 16 terlihat bahwa nilai 𝑟𝑋𝑦 = 0,807(𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ). Harga 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 untuk

n = 35 dengan taraf nyata 0,05 berdasarkan tabel harga kritik dari r product moment

diperoleh harga 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 0,334. Kategori penerimaan Ho yaitu 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 <𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , untuk

harga lain Ho ditolak artinya Hi yang diterima yaitu terdapat hubungan yang

signifikan antara variabel independen (tes formatif pada e-modul) dan variabel

dependen (kompetensi pengetahuan Fisika). berdasarkan tabel pedoman untuk


214

memberikan interpretasi koefisien korelasi, r = 0,620 berada pada kategori kuat.

Artinya pengaruh penggunaan e-modul terhadap peningkatan kompetensi

penegtahuan mitigasi bencana banjir adalah kuat. Hasil pengujian mengggunakan

correlations menggunakan software SPSS 16 dapat dilihat pada Tabel 40.

Tabel 40. Hasil pengujian correlations menggunakan software SPSS 16


kompetensi pengetahuan Fisika

Correlations
Pretest Posttest
Pretest Pearson Correlation 1 .620**
Sig. (2-tailed) .000
N 35 35
Posttest Pearson Correlation .620** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 40 menunjukkan besarnya pengaruh penggunaan e-modul Fisika

terhadap peningkatan kompetensi pengetahuan Fisika peserta didik dapat diketahui

dengan dengan cara mengkuadratkan pearson correlation (r), yaitu menentukan

koefisien determinasi (𝑟 2 )

𝑟 2 = 03844 x 100%

𝑟 2 = 38,44 %

Dengan demikian, peningkatan kompetensi mitigasi bencana banjir peserta didik

38,44% dipengaruhi oleh penggunaan e-modul Fisika dan sisanya 61,56%


215

dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil penilaian tes Formatif dan posstest dapat dilihat

pada Lampiran 17 (b).

c) Hasil Kompetensi Keterampilan

Hasil kompetensi keterampilan diperoleh melalui observasi oleh observer

menggunakan rubrik penilaian kinerja peserta didik. Kompetensi keterampilan

peserta didik diukur pada aspek keterampilan persiapan (konkret), pelaksanaan

(menalar), hasil dan pengolahan data (mengolah), dan presentasi (menyaji). Gambar

39 memperlihatkan hasil penilaian kompetensi keterampilan masing-masing peserta

didik.

100

80

60
Nilai

40

20

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435
LKPD 1 6070609075759080607080556055656075606565607065657560607080607555707055
LKPD 2 7570708075808585658585606085606580707085758070758560607085807070658060
LKPD 1 LKPD 2

Gambar 39. Peningkatan Nilai kompetensi keterampilan masing-masing

peserta didik
216

Gambar 39 memperlihatkan nilai keterampilan peserta didik mengalami

peningkatan. Ketuntasan klasikal peserta didik yaitu sebesar 33 orang peserta didik

tuntas dari 35 peserta didik. Hasil perhitungan kompetensi keterampilan dapat dilihat

pada Lampiran 17. Hal ini menunjukkan bahwa e-modul Fisika SMA/MA berbasis

SETS efektif meningkatkan kompetensi keterampilan peserta didik.

Hasil kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan Fisika peserta didik

secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 17.

b. Kompetensi Mitigasi Bencana Banjir

1) Kompetensi Sikap

Kompetensi sikap mitigasi bencana banjir dilakukan pada sikap peduli. Sikap

peduli dinilai berdasarkan observasi oleh observer dan penilaian diri oleh peserta

didik. Sikap peduli peserta didik terhadap lingkungan dinilai setiap pertemuan.

Indikator penilaian sikap peduli yaitu: (1) Saya tidak membuang tisu ke selokan; (2)

Saya tidak melakukan aktivitas yang mengganggu dan merugikan orang lain; (3) Saya

membuang sampah pada tempatnya: (4) Saya berupaya mencegah kerusakan pada

lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan bencana; (5) Saya memelihara

kebersihan lingkungan sekitar. Hasil penilaian sikap peduli pada setiap pertemuan

dapat dilihat pada Gambar 40.


217

100.00 90.94
85.20
78.91
80.00
Pencapaian

60.00

40.00

20.00

0.00
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Kompetensi Sikap Mitigasi Peserta Didik

Gambar 40. Peningkatan rata-rata nilai sikap peduli setiap pertemuan

Berdasarkan Gambar 40 memperlihatkan bahwa sikap peduli peserta didik

secara rata-rata mengalami peningkatan setiap pertemuan. Nilai rata-rata peserta didik

setiap pertemuan berada pada kategori baik dan sangat baik. nilai sikap peduli

masing-masing peserta didik dapat dilihat pada Gambar 41.


218

100

80
Nilai

60

40

20

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Pertemuan 1 83 83 80 90 78 85 78 75 93 75 88 90 95 78 83 88 78 78 85 88 73 75 75 88 60 75 70 75 65 75 65 65 75 75 80 78
pertemuan 2 83 85 80 90 80 85 75 78 93 80 88 85 90 78 80 88 88 83 90 90 80 80 80 93 85 85 83 93 83 85 85 93 90 88 90 85
Pertemuan 3 93 93 90 93 90 90 83 78 98 85 93 90 95 83 88 93 93 90 95 93 95 88 90 93 88 88 88 93 93 95 93 95 93 95 90 90
Pertemuan 1 pertemuan 2 Pertemuan 3

Gambar 41. Peningkatan nilai sikap peduli masing-masing peserta didik


219

2) Kompetensi Pengetahuan

Kompetensi pengetahuan mitigasi bencana banjir dilakukan untuk

mengetahui sejauh mana ketercapaian pengetahuan mitigasi bencana banjir

peserta didik setelah menggunakan e-modul. Untuk mengetahui ketercapaian

kompetensi pengetahuan mitigasi bencana banji peserta didik maka dilakukan -

pretest dan posttest. Bentuk dan jumlah soal yang diujikan kepada peserta didik

untuk pretest dan posttest adalah sama, yaitu sebanyak 10 soal dalam bentuk

pilihan ganda.

Dalam penelitian ini digunakan uji paired sample t test untuk mengetahui

data sebelum dan data sesudah menggunakan e-modul fisika memiliki tingkat

signifikansi yang berbeda. Salah satu syarat untuk dilakukannya pengujian

menggunakan paired sample t test adalah data berdistribusi normal. Untuk

menguji apakah data sebelum dan sesudah berdistribusi normal, maka dilakukan

uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Hasil uji normalitas dapat

dilihat pada Tabel 41.

Tabel 41. Hasil Uji Normalitas nilai pretest dan posttest peserta didik

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Pretest Posttest
a
Normal Parameters Mean 52.5714 85.7143
Std. Deviation 1.03875E
8.84032
1
Most Extreme Absolute .220 .229
Differences Positive .152 .198
Negative -.220 -.229
Kolmogorov-Smirnov Z 1.301 1.354
Asymp. Sig. (2-tailed) .068 .051
a. Test distribution is Normal.
220

Dari Tabel 41 didapatkan hasil bahwa tingkat signifikansi data sebelum

dan sesudah menggunakan e-modul fisika berturut-turut 0,537 dan 0,060. artinya,

nilai signifikansi > 0,05 sehinggga Ho diterima yang dikategorikan data telah

berdistribusi normal.

Setelah didapatkan kesimpulan bahwa data berdistribusi normal, maka

data ini bisa digunakan lebih lanjut untuk mengetahui apakah nilai rata-rata

pengetahuan mitigasi bencana banjir peserta didik sebelum dan sesudah

menggunakan e-modul fisika memiliki perbedaan yang signifikan menggunakan

uji paired sample t test.

Hipotesis yang diajukan untuk uji paired t test adalah:

Ho : Rata-rata nilai pengetahuan mitigasi bencana banjir sebelum dengan

sesudah pemberian e-modul fisika adalah sama

Hi : Rata-rata nilai pengetahuan mitigasi bencana banjir sesudah pemberian e-

modul Fisika adalah beda

Kategori pengambilan keputusan yaitu tolak Ho apabila nilai signifikansi  0,05

dan terima Ho jika sebaliknya. Hasil pengujian mengggunakan paired sample t

test menggunakan software SPSS 16 dapat dilihat pada Tabel 42.

Tabel 42. Hasil pengujian mengggunakan paired sample t test menggunakan

software SPSS 16 kompetensi pengetahuan mitigasi bencana

Paired Samples Test


Paired Differences
95% Confidence Sig.
Std. Std. Interval of the (2-
Deviati Error Difference taile
Mean on Mean Lower Upper T df d)
221

Paired Samples Test


Paired Differences
95% Confidence Sig.
Std. Std. Interval of the (2-
Deviati Error Difference taile
Mean on Mean Lower Upper T df d)
Pair 1 Pretest –
-34.286 7.778 1.315 -36.958 -31.614 -26.077 34 .000
Postest

Pada Table 42 terlihat bahwa nilai signifikansi 0,000 < 0,05 sehingga Ho

ditolak. Dalam artian bahwa terdapat perbedaan yangg signifikan antara nilai

pengetahuan mitigasi bencana banjir peserta didik sebelum menggunakan e-modul

fisika dengan nilai peserta didik setelah menggunakan e-modul fisika. Analisis

lengkap peningkatan hasil belajar peserta didik dapat dilihat pada Lampiran 19.

Berdasarkan hasil analisis korelasi LKPD dengan postest menggunakan

SPSS 16 terlihat bahwa nilai 𝑟𝑋𝑦 = 0,603(𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ). Harga 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 untuk n = 35

dengan taraf nyata 0,05 berdasarkan tabel harga kritik dari r product moment

diperoleh harga 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 0,334. Kategori penerimaan Ho yaitu 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 ,

untuk harga lain Ho ditolak artinya Hi yang diterima yaitu terdapat hubungan

yang signifikan antara variabel independen (penggunaan e-modul) dan variabel

dependen (kompetensi mitigasi bencana banjir). berdasarkan tabel pedoman untuk

memberikan interpretasi koefisien korelasi, r = 0,603 berada pada kategori kuat.

Artinya pengaruh penggunaan e-modul terhadap peningkatan kompetensi

penegtahuan mitigasi bencana banjir adalah kuat. Hasil pengujian mengggunakan

correlations menggunakan software SPSS 16 dapat dilihat pada Tabel 43

.
222

Tabel 43. Hasil pengujian correlations menggunakan software SPSS 16


kompetensi pengetahuan Mitigasi Bencana Banjir

Correlations
LKPD Posttest
LKPD Pearson Correlation 1 .603**
Sig. (2-tailed) .000
N 35 35
**
Posttest Pearson Correlation .603 1
Sig. (2-tailed) .000
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 43 menunjukkan besarnya pengaruh penggunaan e-modul Fisika

terhadap peningkatan kompetensi mitigasi bencana banjir peserta didik dapat

diketahui dengan dengan cara mengkuadratkan pearson correlation (r), yaitu

menentukan koefisien determinasi (𝑟 2 )

𝑟 2 = 03636 x 100%

𝑟 2 = 36,36 %

Dengan demikian, peningkatan kompetensi mitigasi bencana banjir peserta didik

36,36% dipengaruhi oleh penggunaan e-modul Fisika dan sisanya 63,64%

dipengaruhi oleh faktor lain.

3) Kompetensi Keterampilan

Penilaian kompetensi keterampilan diperoleh melalui observasi oleh

observer menggunakan portofolio. Kompetensi keterampilan peserta didik diukur

pada aspek bertanya dengan santun, ikut serta dalam pemecahan masalah,

mengumpulkan tugas, dan taat aturan diskusi. Gambar 42 memperlihatkan hasil

penilaian kompetensi keterampilan.


223

100.00

76.57
80.00
65.86
Pencapaian

60.00

40.00

20.00

0.00
LKPD 1 LKPD 2

Gambar 42. Kompetensi keterampilam mitigasi peserta didik

Berdasarkan Gambar 42, penilaian keterampilan mitigasi peserta didik

dilakukan untuk 2 kali kegiatan atau pengisian LKPD. Dari gambar terlihat bahwa

kompetensi keterampilan peserta didik mengalami peningkatan dengan kategori

cukup dan baik. Hasil kompetensi sikap (peduli), pengetahuan, dan keterampilan

mitigasi bencana peserta didik secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 18.

B. Pembahasan
Hasil penelitian akan dibahas berdasarkan kajian teori yang dipaparkan

dan penelitian terdahulu. Hasil penelitian meliputi deskripsi dari analisis

pendahuluan, tahapan prototype, dan tahapan penilaian. Kegiatan tersebut

memaparkan kondisi peserta didik di lapangan, bahan ajar yang digunakan,

perancangan dan instrumen kualitas e-modul, pengembangan e-modul

pembelajaran Fisika sampai tahap penilaian diperoleh keadaan yang berbeda-

beda. Oleh karena itu, penulis perlu menjelaskan hasil tersebut secara rinci.
224

Berdasarkan tahapan metode penelitian yang telah dilakukan, maka e-

modul Fisika SMA/MA berbasis SETS terintegrasi materi bencana banjir untuk

meningkatkan kompetensi mitigasi bencana yang dikembangkan dengan model

pengembangan Plomp dapat dikategorikan ke dalam e-modul dengan kategori

valid, praktis, dan efektif. Hasil penelitian yang telah diperoleh memiliki tiga

tahapan. Berikut ini akan dibahas tahapan penelitian yang meliputi tahap

preliminary research (analisis pendahuluan), prototyping (perancangan), dan

asessment (penilaian).

1. Preliminary Research (Analisis Pendahuluan)

Aktivitas yang dilakukan saat analisis pendahuluan adalah analisis

kebutuhan (analisis SKL 2013, kegiatan pembelajaran, analisis materi, analisis

peserta didik dan analisis pengetahuan awal) dan analisis konteks (potensi

daerah). Instrumen analisis kebutuhan dan analisis konteks didapatkan dari

beberapa tinjauan literatur, observasi, dan focus group discussion (FGD). Hasil

dari analisis pendahuluan dijadikan dasar dalam menentukan format e-modul yang

dikembangkan dan peneliti juga dapat menentukan apa yang perlu diperbaiki

berdasarkan apa yang sedang terjadi dilingkungan.

Hasil analisis kompetensi lulusan menunjukkan bahwa pada kompetensi

pengetahuan, yaitu pengetahuan konseptual masih berada pada kategori kurang

maka perlu adanya peningkatan kompetensi pengetahuan konseptual.

Hasil analisis kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan inti berada pada

kategori baik. Hasil analisis menunjukkan bahwa guru belum menggunakan

model pembelajaran dalam bahan ajar. Kemudian pada pemanfaatan media


225

pembelajaran dan sumber belajar berada pada kategori cukup. Media

pembelajaran yang digunakan oleh guru belum dapat membuat peserta didik aktif

dalam pembelajaran. Bahan ajar belum dapat membuat peserta didik belajar

secara mandiri dan bahan ajar yang digunakan belum efektif dan efisien dengan.

Bahan ajar yang ada belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan peserta didik.

Hasil analisis materi yang dilakukan pada tiga semester, yaitu kelas X

semester 1, kelas X semester 2, dan kelas XI semester 1 menunjukkan bahwa

materi Fisika dapat diintegrasikan dengan materi bencana banjir. Berdasarkan

analisis dari tiga semester tersebut dapat disimpulkan bahwa materi Fisika cocok

diintegrasikan dengan materi bencana banjir pada materi kelas X semester 2,

tepatnya pada KD 3.9 dan KD 3.10. Berdasarkan analisis materi diperoleh bahwa

materi tersebut didominasi oleh materi faktual dan konseptual sehingga model

pembelajaran yang cocok digunakan adalah model pembelajaran yang mengaitkan

antara pengetahuan, lingkungan, masyarakat dan teknologi. Salah satu model

pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran SETS (Science,

Environment, Technology, Society) merupakan suatu pembelajaran yang

menghubungkan keterkaitan antara sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat

dalam setiap pembahasan. Perkembangan teknologi yang tidak diimbangi dengan

kepedulian terhadap lingkungan akan berakibat buruk terhadap pertumbuhan

lingkungan (Firdaus, 2017: 18). Oleh sebab itu, karakteristik e-modul yang

dikembangakn menggunakan langkah-langkah model SETS dalam pembelajaran.

SETS menghadirkan permasalahan nyata berkenaan dengan fenomena yang

terjadi disekitar lingkungan peserta didik yang dapat dijelaskan secara logika dan
226

memanfaatkan teknologi sehingga penyampaian materi mudah disampaikan.

Permasalahan sekitar yang dihadirkan yaitu fenomena banjir.

Hasil analisis pengetahuan awal peserta didik tentang bencana banjir

terlihat bahwa penanggulangan bencana banjir berada pada kategori kurang,

terutama pada mitigasi bencana banjir sehingga diperlukan suatu bahan ajar yang

dapat meningkatkan kompetensi peserta didik tentang mitigasi bencana banjir.

Hasil analisis peserta didik pada kompetensi awal pada kompetensi sikap

(peduli) sudah cukup, namun peserta didik masih melakukan aktivitas yang

mengganggu dan merugikan lingkungan serta peserta didik masih kurang

memiliki kesadaran untuk memelihara kebersihan lingkungan. Selanjutnya pada

analisis kemandirian menunjukkan bahwa kemandirian peserta didik dalam

belajar masih kurang, peserta didik belum mampu belajar secara mandiri tanpa

adanya guru. Padahal kemandirian dalam belajar sangat diperlukan agar peserta

didik tidak bergantung dengan guru dan agar mereka mampu mendisiplinkan

dirinya dan mempunyai tanggungjawab. Hal ini sejalan dengan Hamzah B. Uno

(2006: 77) kemandirian merupakan kemampuan untuk mengarahkan dan

mengendalikan diri dalam berpikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung

kepada orang lain secara emosional. Intinya, orang yang mandiri mampu bekerja

sendiri, tanggung jawab, pecaya diri, dan tidak bergantung pada orang lain.

Peserta didik memiliki motivasi dan minat yang yang cukup pada pembelajaran

Fisika. Motivasi dan minat yang cukup ini dapat ditingkatkan dengan

mengembangkan bahan ajar yang menarik, mudah digunakan dan dapat

digunakan oleh seluruh peserta didik.


227

Salah satu bahan ajar yang dapat meningkatkan kemandirian peserta didik

dalam belajar adalah modul, kemudian untuk meningkatkan minat dan motivasi

peserta didik dalam belajar maka perlu dikembangkan bahan ajar yang menarik,

mudah digunakan, serta dapan digunakan kapanpun dan dimanapun. mak

dikembangkan modul pembelajaran dalam bentuk elektronik (e-modul). Menurut

Ummah, R, dkk. (2017: 556) Kelebihan e-modul untuk pembelajaran adalah dapat

meningkatkan efektivitas dan fleksibilitas pembelajaran, tidak terkait ruang dan

waktu, dapat menjadikan proses pembelajaran lebih menarik dan tidak cepat

bosan karena e-modul dilengkapi dengan berbagai gambar, video, dan berbagai

fitur menarik yang dapat meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar.

Analisis potensi daerah dilakukan karena wilayah Sumatera Barat

termasuk salah satu daerah yang memiliki potensi banjir yang besar. Analisis yang

dilakukan adalah analisis analisis SWOT. Analisis SWOT menunjukkan masih

terdapatnya kelemahan pada pengetahuan masyarakat mengenai Pengurangan

Resiko Bencana(PRB)/mitigasi bencana banjir. Menurut Amri, dkk (2016)

kurangnya pengetahuan peserta didik tentang Pengurangan Resiko Bencana

(PRB) disebabkan karena peserta didik kekurangan akses dan kesadaran akan

PRB, partisipasi dalam pendidikan, dan tindakan PRB. Oleh karena itu, dengan

meningkatkan sikap peduli peserta didik terhadap bencana banjir maka peserta

didik dapat mengurangi aktivitas yang merugikan lingkungan dan berupaya

mencegah kerusakan lingkungan yang dapat menimbulkan bencana. Sikap peduli

peserta didik terhadap lingkungan akan meningkatkan peran peserta didik dalam
228

mitigasi bencana banjir yang dapat diwujudkan melalui pengembangan e-modul

untuk meningkatkan kompetensi mitigasi bencana.

Permasalahan yang muncul dapat terdeteksi berkat alat ukur berupa

instrumen observasi dalam mengungkap permasalahan yang masih ada di

lapangan. Hasil penelitian yang menyatakan e-modul efektif digunakan dalam

pembelajaran tidak serta merta diperoleh tanpa adanya analisis kebutuhan yang

tepat. Hal ini sejalan dengan Plomp (2013) yang menyatakan, bahwa untuk

memperoleh informasi mengenai permasalahan yang ada dan kemungkinan

membutuhkan perbaikan dan inovasi dilakukan analisis kebutuhan.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, untuk meminimalisir permasalahan

yang ada di dalam proses pembelajaran, maka dibutuhkan sumber belajar berupa

e-modul Fisika SMA/MA berbasis SETS terintegrasi materi bencana banjir untuk

meningkatkan kompetensi mitigasi bencana peserta didik. E-modul ini selain

sebagai salah satu alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan dalam

pembelajaran Fisika juga merupakan jawaban pengintegrasian isu bencana di

Indonesia melalui kurikulum pendidikan.

2. Prototyping Phase (Tahap Perancangan)

a. Tahap Perancangan

Tujuan perancangan e-modul adalah untuk mendeskripsikan hasil rancangan

e-modul sesuai dengan kebutuhan. Perancangan produk menggunakan aplikasi

Macromedia Flash CS6. Dalam perancangan produk peneliti bukanlah orang yang

mahir tentang Macromedia Flash CS6. Disini peneliti hanyalah seorang

perancang biasa yang ingin melihat pengaruh dari penggunaan e-modul. Dalam
229

hal ini produk yang dikembangkan masih sederhana dan memiliki beberapa

kekurangan karena keterbatasan dari peneliti. E-modul yang dikembangkan

digunakan untuk android. Namun juga dapat dibaca menggunakan komputer atau

laptop. Namun jika e-modul dibaca dengan menggunakan laptop atau computer

maka akan terkadang pada saat pemutaran video membutuhkan waktu cukup lama

dikarenakan sifat dari produk yang spesifikasinya untuk pengguna android.

Perancangan e-modul meliputi cover, menu pembuka memuat

petunjuk(petunjuk penggunaan dan petunjuk belajar), kata pengantar) dan Menu

isi yang memuat beranda (doa sebelum belajar), KI dan KD, peta konsep, kegiatan

pembelajaran, uji kompetensi, glosarium, daftar pustaka dan Keluar. Cover yaitu

bagian awal yang akan muncul beberapa detik saat kita membuka e-modul, agar e-

modul terlihat menarik. menu pembuka menggambarkan menu awal yang terdapat

pada e-modul yang jika di klik satu persatu akan memunculkan isi e-modul. Pada

menu pembuka terdiri dari kata pengantar, menu petunjuk dan menu isi. Pada

menu pengantar berisi kata pengantar dari pembuatan e-modul ini, menu petunjuk

berisi dua menu yaitu menu petunjuk penggunaan e-modul dan menu petunjuk

belajar saat menggunakan e-modul agar kita dapat memahami materi pada e-

modul dengan baik. Selanjutnya menu isi yang memuat beranda (doa sebelum

belajar), KI dan KD, peta konsep, kegiatan pembelajaran, uji kompetensi,

glosarium, daftar pustaka dan Keluar. Menu isi yaitu menu yang akan kita

gunakan dalam pembelajan.

Beranda dirancang apabila peserta didik ingin kembali ke menu utama dari

menu isi. Beranda berisi etika yang baik dalam berdikusi ketika melakukan
230

praktikum dan doa sebelum memulai pembelajaran. KI dan KD dirancang agar

peserta didik dapat mengetahui kompetensi yang harus dicapai setelah mengikuti

pembelajaran. Informasi tentang KI dan KD ditampilkan berdasarkan

Permendikbud N0 37 Tahun 2018. Selain itu, peta konsep dirancang agar

memudahkan peserta didik sebelum membaca e-modul. Hal ini sesuai dengan

pendapat Sarjani (2014) bahwa, dengan peta konsep maka informasi akan lebih

mudah dan bisa lebih diandalkan.

Kegiatan Pembelajaran dirancang sesuai dengan KD, kegiatan pembelajaran

terdiri dari beberapa kegiatan sesuai dengan jumlah Jam Pembelajaran(JP) dari

KD yang dipelajari. Satu Kegiatan pembelajaran memuat tujuh menu, yaitu

indikator dan tujuan pembelajaran, langkah pembelajaran Model SETS, uraian

materi, lembar kerja, tes formatif, dan rangkuman, dan penilaian diri. Indikator

dan tujuan pembelajaran berisi hal-hal yang akan dicapai setelah mengikuti satu

kegiatan pembelajaran. Dalam langkah pembelajaran (model SETS) mencakup

menu uraian materi, lembar kerja dan tes formatif. Pada uraian materi terdiri dari

poin-poin yang akan dipelajari. Materi yang disajikan sesuai dengan tuntutan KI,

KD, indikator yang telah dirumuskan. Paparan isi materi terdapat fakta, konsep,

dan prosedur yang dirancang sedemikian rupa yang memuat materi mitigasi

bencana banjir sesuai dengan materi Fisika. Rangkuman berisikan poin penting

dalam paparan materi yang telah dikumpulkan. Penilaian diri berisikan

pertanyaan-pertanyaan yang akan diisi oleh peserta didik sesuai dengan kenyataan

yang dialami peserta didik setelah mengikuti satu kegiatan pembelajaran. Sesuai

dengan pendapat Kasih (2016) bahwa, penilaian diri berperan dalam menuntun
231

peserta didik untuk terbiasa merefleksikan apa yang dilakukan, apa yang akan

dilakukan, dan apa yang telah dilakukan.

Selanjutnya, Uji kompetensi pada e-modul dirancang untuk melatih peserta

didik agar lebih memahami materi pembelajaran. Uji kompetensi berjumlah 25

soal yang terdiri dari 15 soal kompetensi Pengetahuan Fisika dan 10 soal

Kompetensi mitigasi bencana banjir. Glosarium berisi kata-kata yang sulit

dipahami peserta didik yang berhubungan dengan materi yang dipelajari. Daftar

pustaka yaitu berisi sumber buku atau bacaan yang digunakan untuk merancang e-

modul, kemudian Keluar yaitu menu yang digunakan untuk keluar dari menu isi

dan kembali ke menu pembuka. Setelah desain modul selesai, dilakukan

perancangan instrumen kualitas modul, yaitu validitas, praktikalitas, dan

efektifitas. Lovely (2016) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa

pengembangan modul yang komponen modul merujuk pada Depdiknas (2008)

praktis digunakan oleh peserta didik dan guru.

b. Tahap Pengembangan

Tahap pengembangan merupakan tahapan kedua, setelah tahap

perancangan. Tujuan tahap pengembangan adalah menghasilkan e-modul dengan

kategori valid dan praktis. Tahap pengembangan terdiri dari tahap validasi diri

sendiri dan validasi oleh para ahli, dimana para ahli memberikan penilaian

terhadap e-modul yang dirancang. Rayandra (2011) menyatakan tujuan validasi

adalah memperoleh pengakuan dan pengesahan kesesuaian perangkat dengan

kebutuhan sehingga layak dan cocok digunakan dalam pembelajaran.


232

1) Self evaluation atau evaluasi diri sendiri

Self evaluation ini dilakukan dalam tahap awal untuk melihat karakteristik

dari e-modul yang dikembangkan, pada tahap dinilai berupa karakteristik penting

dari e-modul dan juga spesifikasi desain e-modul yang dikembangkan.

Pengembangan berdasarkan rancangan terhadap komponen e-modul yang meliputi

cover, menu, petunjuk penggunaan, KI dan KD, IPK dan tujuan pembelajaran,

kegiaatan pemeblajarn sesuai dengan model yang digunakan, uraian materi,

latihan(tes formatif), penilaian diri, evaluasi, kunci jawaban dan penskoran,

glosarium, dan daftar pustaka.

E-modul dirancang sedemikian rupa agar terlihat menarik bagi peserta didik.

Dalam menyusun e-modul, peneliti berpedoman pada desain e-modul yang telah

dirumuskan. Desain e-modul mengacu kepada Kemendikbud Tahun 2017 tentang

Panduan Praktis Penyusunan E-modul Tahun 2017 yang telah dimodifikasi oleh

peneliti sesuai kebutuhan.

Model SETS dipilih agar peserta didik dapat menghubungkan ilmu Fisika

yang dipelajari dapat diintegrasikan dengan lingkungan nasyarakat di kemukakan

isu – isu atau masalah yang ada dalam masyarakat yang dapat di gali dari peserta

didik yang kemudian diintegrasikan dengan materi bencana banjir. Model SETS

dipilih agar dapat mendorong peserta didik untuk dapat belajar sesuai dengan

kondisi lingkungan tempat tinggalnya sehingga pembelajaran menjadi bermakna.

Penelitian Zahra (2018) yang menyatakan bahwa kelebihan SETS yaitu peserta

didik dapat memanfaatkan lingkungan sekolah untuk memperoleh informasi

materi yang dipelajari, peserta didik memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah


233

untuk mengamati benda-benda yang ada di sekitar sekolah. Kemudian peserta

didik memanfaatkan masyarakat untuk berinteraksi dalam menemukan informasi.

2) Validasi E-modul

E-modul yang telah dirancang harus divalidasi terlebih dahulu. Tujuan

validitas menurut Rayanda (2011) yakni memperoleh pengakuan dan pengesahan

kesesuaian perangkat dengan kebutuhan sehingga layak dan cocok digunakan

dalam pembelajaran. Pengembangan ini terdiri atas tahap validitas oleh para ahli

yang memberikan penilaian terhadap instrumen, dan modul. Validasi e-modul

dilakukan oleh 6 orang validator yang terdiri atas 3 orang ahli (ahli materi dan ahli

bahasa) dan 3 orang praktisi. Hal ini sesuai dengan pendapat Akbar (2013: 37),

bahwa uji validasi dapat dilakukan oleh ahli dan pengguna (guru). Sesuai dengan

rumus Aiken’s yang telah dipaparkan oleh Azwar (2015), bahwa produk

dikatakan valid apabila nilai ≥ 0,6 dan tidak valid apabila nilai < 0,6. E-modul

yang dikembangkan sesuai dengan aspek pengukuran validitas (validitas isi,

penyajian, bahasa, dan kegrafisan) menurut Depdiknas 2008. Hasil penelitian

yang telah dipaparkan didapatkan bahwa e-modul telah valid dengan nilai masing-

masing indikator validasi ≥ 0,6.

Dalam pengembangan produk ada beberapa saran yang diberikan oleh

validasi ahli yaitu perlu direvisinya jenis huruf yang digunakan dan juga

sesuaikan tulisan dengan lebar layar yang digunakan pada e-modul agar semua

tulisan dapat terbaca dengan baik. sedangkan ukuran huruf, jenis huruf yang

digunakan dapat dibaca dengan jelas, dan perpaduan warna yang digunakan telah

menarik. Kemudian pada soal Fisika yang digunakan juga mengalami beberapa
234

revisi , dimana soal Fisika yang dibuat sebaiknya diintegrasikan dengan fenomena

bencana banjir. setelah mengalami beberapa kali revisi dari validator sampai

produk dinyatakan valid, maka produk sudah bisa diujicobakan pada peserta

didik. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh (Yusuf, 2005) Revisi berulang

dilakukan berdasarkan saran-saran dari validator yaitu kesesuaian anatara

komponen isi, bahasa, dan konstruk dan berakhir sampai hasil analisis validasi

dikatakan valid. Arif (2016) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa vaidas

dari modul pembelajaran Fisika menggunakan pendekatan saintifik dilihat dari

meningkatnya kemampuan peserta didik dalam menemukan konsep-konsep

Fisika. Selanjutnya, Ayyiza (2008) menunjukkan bahwa modul dianggap valid

apabila modul dapat digunakan secara mandiri tanpa harus menggunakan

instruktur. Dari hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa e-modul yang valid

diyakini dapat digunakan oleh peserta didik belajar secara mandiri dengan ada

atau tanpa adanya guru.

3) Praktikalitas E-modul

Uji kepraktisan E-modul dilakukan oleh guru dan peserta didik. Perolehan

data praktikalitas diperoleh dari hasil angket praktikalitas yang diisi oleh peserta

didik dan guru. Kepraktisan e-modul dilihat dari kemudahan dalam penggunaan,

daya tarik, efisiensi waktu pembelajaran, dan kebermanfaatan e-modul tersebut.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Rochmad (2012) bahwa, tingkat kepraktisan

dilihat dari apakah guru (dan pakar-pakar lainnya) mempertimbangkan bahwa

materi mudah dan dapat digunakan oleh guru dan peserta didik. Uji praktikalitas
235

dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap evaluasi satu-satu, evaluasi kelompok

kecil, dan uji lapangan.

Hasil praktikalitas pada tahap evaluasi satu per satu dan kelompok kecil

berada pada kategori sangat praktis. Namun dari hasil praktikalitas satu persatu ke

tahap kelompok kecil mengalami penurunan dari 93% menjadi 86%. Hal ini

dikarenakan pada tahap satu per satu peserta didik hanya melihat e-modul secara

umum belum dalam bentuk kegiatan pembelajaran, sehingga setelah digunakan

dalam pembelajaran peserta didik pada kelompok kecil peserta didik merasa

efiensi waktu dan konsentrasi dalam pembelajaran perlu dimanfaatkan sebaik-

sebaiknya agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

Hasil pengisian angket praktikalitas e-modul oleh peserta didik sebagian

besar menyatakan bahwa e-modul baik digunakan ntuk pembelajaran karena

dilengkapi dengan gambar dan video sehingga pembelajaran menjadi lebih

menarik dan tidak membosankan. Kemudian penambahan materi mitigasi bencana

banjir pada e-modul membuat peserta didik tertarik untuk mempelajarinya

dikarenakan sekolah tempat peneliti melakukan penelitian merupakan sekolah

yang pernah mengalami bencana banjir dan memiliki potensi tinggi terhadap

bencana banjir. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Hafizah (2016)

yang menyimpulkan bahwa pengembangan modul yang diintegrasikan dengan

permasalahan lingkungan sangat praktis digunakan dalam pembelajaran.

Hasil praktikalitas pada tahap uji lapangan berada pada kategori sangat

praktis. Namun ada beberapa ukuran tulisan yang perlu dipebaiki. Berdasarkan

hasil uji kepraktisan e-modul dari aspek kemudahan dalam penggunaan, daya
236

tarik, efisiensi waktu pembelajaran, dan kebermanfaatan yang dilakukan di

SMAN 6 Padang dapat disimpulkan e-modul Fisika SMA/MA berbasis SETS

terintegrasi materi bencana banjir untuk meningkatkan kompetensi mitigasi

bencana sangat praktis. Praktikalitas e-modul oleh guru adalah 87% dengan

kategori sangat praktis dan oleh peserta didik 89% dengan kategori sangat praktis.

Artinya, e-modul dapat yang digunakan dapat dinyatakan praktis oleh guru dan

peserta didik, karena guru dan peserta didik merasa terbantu dengan penggunaan

e-modul dalam proses pembelajaran.

3. Assessment Phase (Tahap Penilaian)

E-modul dapat dikatakan efektif apabila digunkan dalam pembelajaran

dapat meningkatkan hasil pembelajaran. Efektivitas e-modul dilihat berdasarkan

kompetensi Fisika (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) dan kompetensi

mitigasi bencana banjir (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Dalam satu kelas

dilakukan 2 perlakuan, yaitu sebelum melakukan perlakuan dan setelah

melakukan perlakuan.

Aspek sikap dinilai pada setiap pertemuan. Penilaian sikap Fisika dan

peduli Peserta didik dilakukan melalui penilaian diri sendiri dan dinilai oleh

observer. Aspek sikap Fisika yang dinilai merupakan sikap peserta didik dalam

pembelajaran yaitu, berdoa, memberi salam, bersyukur, bertanggung jawab, kerja

sama, percaya diri. Berdasarkan Gambar 42 terjadi peningkatan sikap Fisika

setiap pertemuan. Hasil analisis data pada kompetensi sikap menunjukkan nilai

rata-rata pada kompetensi sikap 84,11% dengan kriteria sangat baik. Pertemuan

pertama diperoleh persentase sebesar 79,40%, pertemuan kedua meningkat


237

menjadi 84,11% dan pertemuan ketiga 88,83%. Namun dari pertemuan pertama

ke pertemuan kedua beberapa sikap peserta didik mengalami penurunan karena

konsentrasi peserta didik dalam belajar berkurang. Hal ini disebabkan karena

pembelajaran Fisika merupakan pembelajaran yang berada pada jam terakhir

disekolah. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Afida, I (2018) menyatakan

bahwa adanya pengaruh positif waktu pembelajaran terhadap konsentrasi belajar

peserta didik, apabila penempatan waktu belajar tepat maka akan meningkatkan

konsentrasi belajar peserta didik dan sebaliknya. Konsentrasi belajar ini akan

mempengaruhi sikap peserta didik dalam belajar. Sehingga untuk mengatasi

penurunan sikap beberapa peserta didik pada pertemuan kedua maka dilakukan

pengelolaan kelas yang baik. hal ini sesuai dengan yang hasil penelitian yang

dilakukan oleh Afida, I (2018) bahwa dengan pengelolaan kelas yang baik maka

akan meningkatkan konsentrasi anak dalam belajar. Dari ketiga pertemuan ini

dapat disimpulkan bahwa penggunaan e-modul Fisika SMA/MA berbasis SETS

terintegrasi materi bencana banjir memiliki pengaruh yang baik terhadap sikap

Fisika peserta didik.

Selanjutnya pada sikap peduli peserta didik pada setiap pertemuan

mengalami peningkatan. Namun ada 3 peserta didik yang mengalami penurunan

dan kenaikan yang kurang stabil, maka untuk itu sikap peduli ini harus terus

dilatihkan agar sikap peduli pada diri peserta didik terus mengalami peningkatan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Sani (2014: 40-41) yang menyatakan bahwa

untuk menumbuhkan sikap peduli, peserta didik harus dilatih untuk peduli dan

mencintai keluarga, memperhatikan kondisi orang yang kesulitan, menolong


238

teman yang membutuhkan, peduli terhadap kondisi lingkungan sekitar, terhadap

hewan dan tumbuhan, dan sebagainya.

Keefektifan penggunaan e-modul pada kompetensi pengetahuan dilihat

berdasarkan hasil posttest. Soal Postest terbagi menjadi dua yaitu soal kompetensi

pengetahuan Fisika dan kompetensi pengetahuan mitigasi bencana banjir. E-

modul efektif jika terdapat pengaruh e-modul Fisika SMA/MA berbasis SETS

terintegrasi materi bencana banjir terhadap peningkatan kompetensi pengetahuan

Fisika dan kompetensi mitigasi bencana peserta didik. Penelitian yang dilakukan

di kelas X IPA 5 hasil korelasi antara tes formatif dengan posttest kompetensi

Fisika adalah 0,620. Berdasarkan kategori pedoman interpretasi koefisien

korelasi, angka ini menunjukkan bahwa korelasi berada pada kategori kuat.

Artinya, terdapat hubungan yang kuat antara penggunaan tes formatif dengan

posttest pengetahuan Fisika yang terdapat pada e-modul. Selanjutnya hasil

korelasi LKPD dengan posttest pengetahuan mitigasi bencana banjir peserta didik

adalah 0,603. Berdasarkan kategori pedoman interpretasi koefisien korelasi, angka

ini menunjukkan bahwa korelasi berada pada kategori kuat. Artinya, terdapat

hubungan yang kuat antara penggunaan LKPD pada e-modul dengan posttest

pengetahuan mitigasi yang terdapat pada e-modul. Dari hasil ini, maka dapat

disimpulkan bahwa e-modul dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Hasil

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitria (2016) yang menemukan

bahwa modul elektronik Fisika mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Aspek keterampilan dinilai setiap melakukan percobaan atau kegiatan.

Penilaian keterampilan terdiri dari penilaian keterampilan Fisika dan penilaian


239

keterampilan mitigasi peserta didik. Penilaian keterampilan dinilai oleh observer..

Berdasarkan gambar 44 dan 47 terjadi peningkatan keterampilan peserta didik

dalam bekerja kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa e-modul Fisika SMA/MA

berbasis SETS terintegrasi materi bencana banjir memiliki pengaruh yang baik

terhadap keterampilan peserta didik.

Dapat dilihat bahwa, dari segi aspek kompetensi sikap, pengetahuan,

maupun keterampilan peserta didik meningkat, Hal ini berarti kompetensi Fisika

dan mitigasi bencana peserta didik meningkat setelah menggunakan e-modul

Fisika. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukmadinata (2009) menyatakan perangkat

efektif apabila 85% peserta didik telah menguasai semua tujuan pembelajaran

yang telah ditetapkan dari 3 aspek yaitu kompetensi sikap, pengetahuan, dan

keterampilan. UU RI No.14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen diterangkan

bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan

perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh seseorang. Artinya dalam

pembelajaran peserta didik hasus menguasai, menghayati kompetensi sikap,

pengetahuan, dan keterampilan.

Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, pengembangan

e-modul Fisika SMA/MA berbasis SETS terintegrasi materi bencana banjir telah

dapat meningkatan kompetensi mitigasi bencana peserta didik. Materi bencana

banjir yang diperoleh melalui pembelajaran menambah pengetahuan pada diri

peserta didik. Kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran mendorong peserta

didik untuk dapat menerapkannya di dalam kehidupan, artinya proses

penyelesaian masalah tersebut tidak hanya mengharapkan peserta didik


240

memahami materi yang dipelajari saja, akan tetapi bagaimana aplikasi materi

tersebut bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dari hasil penelitian

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran melalui e-modul Fisika SMA/MA

berbasis SETS terintegrasi materi bencana banjir telah valid, praktis, dan efektif

dapat membantu peserta didik dalam meningkatkan kompetensi mitigasi bencana

peserta didik dalam menghadapi bencana banjir.

C. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa memperoleh hasil penelitian yang sempurna

memang tidah mudah diwujudkan. Keterbatasan yang peneliti temui diantaranya:

1. Kesungguhan peserta didik saat penelitian dilakukan merupakan hal-hal yang

berada di luar jangkauan peneliti untuk mengontrolnya.

2. Pengumpulan data dalam penelitian yang berupa angket maupun lembar

penilaian diri dimungkinkan adanya unsur kurang objektif dalam proses

pengisian seperti adanya saling bersamaan dalam mengisi angket. Selain itu

dalam pengisian angket dan lembar penilaian diri diperoleh adanya sifat peserta

didik sendiri seperti kejujuran dan ketakutan dalam menjawab pernyataan

tersebut yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Mereka juga dalam

memberikan jawaban tidak berpikir jernih (hanya asal selesai dan cepat) karena

faktor waktu.

3. Assessment phase hanya dilakukan pada satu kelas saja dimana sebaiknya

dilakukan untuk banyak kelas dan uji efektivitas terhadap aspek sikap,

pengetahuan, dan keterampilan masing-masing terbatas pada lembar observasi

sikap, tes pilihan ganda, dan observasi keterampilan.


241

BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengembangan e-modul Fisika SMA/MA berbasis

SETS(Science, Environment, Technology, and Society) terintegrasi materi

bencana banjir untuk meningkatkan kompetensi mitigasi bencana diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil analisis kebutuhan dan konteks, yaitu: hasil analisis SKL 2013

menunjukkan bahwa kompetensi pengetahuan faktual dan konseptual berada

pada kategori kurang, (2) Hasil analisis materi yang dilakukan pada 3

semester menunjukkan bahwa materi kelas X semester 2 sesuai untuk

diintegrasikan dengan materi bencana banjir, tepatnya pada KD. 3.9. dan

KD. 3.10, (3) Hasil analisis kegiatan pembelajaran yang dilakukan

menunjukkan bahwa kegiatan inti pada pemanfaatan media pembelajaran

dan sumber belajar pada beberapa indikator berada pada kategori kurang (4)

Hasil analisis pengetahuan awal peserta didik menunjukkan bahwa

pemahaman peserta didik terhadap penanggulangan bencana banjir masih

kurang, terutama pada pengetahuan tentang mitigasi bencana banjir.

Analisis karakteristik peserta didik yang dilakukan adalah kompetensi awal,

gaya belajar, motivasi, minat, dan kemandirian. Hasil analisisnya adalah

sebagai berikut: (1) Hasil analisis kompetensi awal menunjukkan bahwa

kompetensi sikap peduli(sosial) berada pada kategori kurang, kompetensi

pengetahuan faktual dan konseptual masih kurang. (2) Hasil analisis gaya

241
242

belajar menunjukkan peserta didik cenderung belajar menggunakan media

pembelajaran yang memadukan antara visual dan auditori, (3) Hasil analisis

motivasi dan minat peserta didik terhadap pembelajaran Fisika kategori

cukup. (4) hasil analisis sikap kemadirian peserta didik masih kurang.

Analisis potensi daerah dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT,

hasil analisis menunjukkan bahwa kelemahan yang terdapat pada bencana

banjir yaitu masih terdapat celah dalam pengetahuan anak tentang

Pengurangan Resiko Bencana (PRB) dan belum banyaknya masyarakat yang

mengetahui tentang pengurangan resiko/mitigasi. Selanjutnya, Provinsi

Sumatera Barat adalah provinsi yang rawan bencana banjir sehingga perlu

usaha untuk memberikan pemahaman terkait mitigasi bencana banjir melalui

kegiatan pembelajaran. Struktur kurikulum mendukung penggunaan bahan

kajian tentang potensi dan keunikan lokal untuk membentuk pemahaman

peserta didik terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya. Oleh sebab itu,

perlu dilakukan pengembangan e-modul terintegrasi materi bencana banjir

berbasis SETS(Science, Environment, Technology, and Society) untuk

meningkatkan kompetensi mitigasi bencana.

2. Hasil analisis pada tahap pengembangan dan penilaian adalah sebagai

berikut: (a) Hasil dari tahap prototyping phase adalah dihasilkan e-modul

Fisika yang berada pada kategori valid dan praktis. E-modul Fisika

SMA/MA yang dikembangkan telah memenuhi kriteria valid untuk semua

aspek kelayakan e-modul, yaitu kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan

kegrafisan menurut tinjauan ahli dan praktisi. E-modul ini juga telah
243

memenuhi kriteria sangat praktis untuk semua aspek, yaitu kemudahan

dalam penggunaan, daya tarik, efisiensi waktu, dan kebermanfaatan

berdasarkan respon praktisi (guru) dan peserta didik. Selanjutnya, e-modul

yang dirancang efektif untuk meningkatkan kompetensi sikap mitigasi

(peduli) peserta didik dengan kategori sangat baik, penggunaan e-modul

Fisika memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi mitigasi

bencana peserta didik dengan kategori kuat, dan penggunaan e-modul Fisika

dapat meningkatkan kompetensi keterampilan peserta didik dengan kategori

Baik.

B. Implikasi

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan pegangan bagi

penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan kompetensi mitigasi bencana

peserta didik terhadap bencana banjir. hal ini menunjang pemahaman peserta

didik sebagai bagian dari masyarakat terhadap mitigasi bencana banjir. Peserta

didik juga diharapkan memiliki sikap peduli terhadap lingkungan dan pencegahan

terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan potensi banjir. peserta didik diharapkan

mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan lingkungan hidup atau

yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.

C. Saran

Berdasarkan pengembangan yang telah dilakukan penulis menyarankan

agar:

1. Para Pendidik, disarankan menggunakan e-modul SETS (Science,

Environment, Technology, And Society yang bermanfaat untuk meningkatkan


244

kompetensi mitigasi bencana peserta didik dalam aspek sikap, pengetahuan,

dan kalau perlu keterampilan serta sebagai alternatif bahan ajar sehingga

mempunyai bahan ajar yang bervariasi.

2. Peserta Didik, pemahaman mitigasi bencana sebaiknya dipertahankan dengan

memanfaatkan e-modul yang telah dikembangkan, jika perlu ditingkatkan

terus menerus agar perkembangan teknologi mengenai mitigasi yang dapat

dilakukan dapat diketahui dan diterapkan.

3. Para peneliti, disarankan untuk mengembangkan e-modul SETS (Science,

Environment, Technology, And Society untuk materi lainnya atau materi

bidang ilmu lainnya yang sesuai dengan model ini.

4. Pemerintah dan pihak terkait, disarankan menggunakan e-modul SETS

(Science, Environment, Technology, And Society pada materi yang telah

dikembangkan atau pada materi Fisika yang dirasa cocok agar peserta didik

dapat memahami dengan baik tentang mitigasi bencana banjir terutama di

sekolah yang memiliki potensi banjir yang tinggi.


245

DAFTAR RUJUKAN

www.mediaindonesia.com

Abu Hamid. 2011. Pembelajaran Fisika di Sekolah. Yogyakarta: UNY.

Akbar. Sa’adun. 2013. Instrumen Perangkat Pembelajaran. dalam Konteks


Kurikulum 2013. Bandung:Refika Aditama.

Akker. 2013. “Curricular Development Research as a Specimen of Educational


Design Research” dalam Tjeerd Plomp dan Nienke Nieveen (Eds.).
Educational Design Research (hlm. 53-70). Enschede: SLO.

Amri, A, dkk. 2016. “Disaster Risk Reduction education in Indonesia:


Challenges and Recommendations for Scaling up”. Journal Natural
Hazards Earth System Science.

Amri, Sofan. 2013. Pengembangan & Model Pembelajaran dalam


Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Anderson, Lorin W dan David R. Krathwohl. 2010. Kerangka Landasan


untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Angelo, T.A & Cross, K.P. (1993). Classroom Assessment Techniques. Handbook
for College Teachers. San Fransisco: Jossey-Bass Publisher.

Awaliyah, Nike (2014) Pengetahuan Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana Banjir


Di Desa Penolih Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga.
Bachelor Thesis, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Azmeri. dkk. 2016. “Identification of flash flood hazard zones in mountainous


small watershed of Aceh Besar Regency, Aceh Province, Indonesia”. The
Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Sciences, 19.

245
246

Azwar. Saifuddin. 2015. Reabilitas dan Validitas Edisi 4. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 21


Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Jakarta: Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2014. Perubahan Atas Peraturan


Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pedoman Bantuan Logistik. Jakarta: Badan Nasional
Penanggulangan Bencana.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah. 2016. Badan Nasional


Penanggulangan Bencana. Padang: Badan Penanggulangan Bencana
Daerah.

Bappenas (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional).2006. Petunjuk


Teknis Pengajuan Usulan Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman
dan/atau Hibah Luar Negeri. Jakarta: Bappenas.

Boundary Ecosystem. 2012. Encyclopedia Britannica 2012 Ultimate Reference


Suite. Chicago. Encyclopedia Britannica.

Brown, Abbie H. dan Timothy D. Green. 2016. The Essentials of


Instructional Design. New York: Routledg.

Campbell, Neil A dan Jane B. Reece. 2010. Biologi. Jakarta: Erlangga. Cohen, J.
1992. A Power Primer. Psychological Bulletin, 112 (1): 155-159.

Chazainul, M. 2013. Governance dan Capacity Bulding dalam Manajemen


Bencana Banjir Indonesia https:
//.academia.edu/7036271/Kumpulan_Jurnal_ Penanggulangan_Bencana.

Crowder, R. A. 2009. “Hydraulic Analysis and Design”. http// evidence.


Environment
247

agency.gov.uk//FCERM/en/FluvialDesignGuide/Chapter_7_
Backroun.aspx. Di akses 15 Desember 2018

Daft, Ricard L. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga.

Rizaldy, David. 2018. Implementasi Pendidikan Mitigasi Bencanadi Sekolah-


sekolah di Indonesia Sebagai Upaya Pembentukan Karakter Peserta
didik Siap Siaga. Proseding Pit Ke-5 Riset Kebencanaan IABI
Universitas Andalas.

Depdiknas. 2008. Pedoman Pengembangan Modul Pembelajaran. Jakarta:


Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, Depdiknas.

Dewi, Losita. 2017. Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Menggunakan


Model Research Based Learning Terintegrasi Pencemaran Tanah pada
Materi Suhu dan Kalor. Tesis:UNP.

Fatchan, dkk. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Science, Environment,


Technology, Society (SETS) Terhadap Kemampuan Berkomunikasi
Secara Tertulis Berupa Penulisan Karya Ilmiah SMA. Jurnal Pendidikan
Dan Pembelajaran, Vol. 21, Nomor 1, April 2014.

Fiser, D. & Frey, N. (2013). Background Knowledge: The Overlooked Factor in


Reading Comprehension. McGraw Hill Network : McGraw Hill.

Galib, La Maronta. 2002. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dalam


Pembelajaran Sains di Sekolah. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No.
034 Tahun ke-8.

Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika. Jakarta: Erlangga.

Goswami, Saptarsi. dkk. 2016. “A Review on Application of Data


Mining Techniques to Combat Natural Disasters”. Ain Shams
Engineering Journal. Pendidikan, dkk. 2015. “Perhitungan Debit
Aliran pada Sistem Aliran Terbuka Melalui Pengukuran Tinggi Muka
Air Menggunakan Transduser Ultrasonik”. Prosiding Semirata 2015
248

bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak, 157-


168.

Halliday,dkk. 2010. Fisika Dasar. Jakarta: Erlangga.

Hamalik, Oemar.2014. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Hermon, Dedi. 2012. Mitigasi Bencana Mitigation. Jakarta: Rajawali Pers.

Hidayat, Benny. 2014. “Memahami Bencana Banjir di Kota Padang dengan


Content Analysis Artikel Berita”. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan
(PIT) HATHI XXXI, 1 : 261-269.

Hildawati. 2014. Tingkat Pengetahuan Peserta didik Kelas X dalam Mitigasi


Bencana Banjir di SMK Muhammadiyah 1 Kelurahan Joyotakan Kota
Surakarta. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Hiwasaki, dkk. 2014. “Process For Integrating Local and Indigenous Knowledge
With Science For Hydro-Meteorological Disaster Risk Reduction and
Climate Cchange Adaptation In Coastal and Small Island Communities”.
International Journal of Disaster Risk Reduction, 10: 15-27.

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran


Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Hutapea, Parulian dan Nurianna Thoha. 2008. Kompetensi Plus: Teori, Desain,
Kasus dan Penerapan untuk HR dan Organisasi yang Dinamis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Iswandi, U. 2016. “Mitigasi Bencana Banjir pada Kawasan Pemukiman di Kota


Padang, Provinsi Sumatera Barat”. Disertasi. Bogor: IPB.

Jihad, asep dan Abdul Haris. 2012. Evaluasi pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Presindo.
249

Kemendikbud (2017). Panduan Praktis Penyusunan E-Modul 2017. Jakarta:


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kenefi, Rahman. (2017). Analisa Daerah Rawan Banjir di Kota Padang dengan
Metode Spatial Analysis. Padang : Universitas Andalas.

Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2003
Tentang Mitigasi Bencana. Jakarta: Pemerintah Dalam Negeri.

Kunandar. 2013. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik


Berdasarkan Kurikulum 2013) Suatu Pendekatan Praktis Disertai Contoh.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Kurniasih, Imas. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan Penerapan.


Surabaya: Kata Pena.

Kurniawati, Yenni. 2013. Analisis Regresi Terapan. Padang : UNP Press.

Lestari, Ladia. 2019. “The Analysis of Student Prior Knowledge to Flood


Disaster”. The 2018 International Conference on Research and Learning
of Physics.

Majid, Abdul. 2014. Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Interes Media.

Melta, Zahra. 2018. Efektiviitas Pembelajaran SETS (Science, Environment,


Technology, Society) Terhadap Keterampilan Proses Sains Pokok
Bahasan Usaha dan Energi. Lampung: Universitas Islam Negeri Raden
Intan Lampung.

Moeheriono, Pengukur Kinerja Berbasis Kompetensi, PT RajaGrafindo Persada,


Jakarta, 2012

Muh, R, dkk. 2013. Integrasi Pengetahuan Mitigasi Bencana dalam Kurikulum


Sekolah Menengah Di Kabupaten Sukoharjo. Semarang: UMS.

Muisman, 2003. Analisis Jalur Hasil Belajar Mata Pelajaran Ekonomi


Berdasarkan Kecerdasan, Strategi-strategi Metakognitif, dan
250

Pengetahuan Awal. Tesis. Program Studi Penelitian dan Evaluasi, PPs


IKIP Negeri Singaraja. Bali.

Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Profesional; Menciptakan Pembelajaran Kreatif


dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung:


PT. Remaja Rosdakarya.

Muslim, M. 2017. “Asesmen Kinerja Pembelajaran Fisika SMA Berbasis Model


Pembelajaran SETS (science, environment, technology, society)”. Padang:
Universitas Negeri Padang.

Nieveen, N. (2010). Formative Evaluation in Education Design Research. Dalam


Tjeer Plomp and Nienke Nieveen (Ed). An Introduction to Educational
Design Research. Nederland in
www.slo.nl/organisatie/international/publications. Diakses pada tanggal 4
Agustus 2019.

Nieeven. 2013. “Formative Evaluation in Educational Design Research” dalam


Tjeerd Plomp dan Nienke Nieveen (Eds.). Educational Design Research.
Enschede: SLO.

Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standat Isi untuk Satuan


Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Permendikbud No 54. 2013 tentang Pencapaian Kompetensi Peserta didik.


Jakarta: Depdiknas.

Permendikbud No 69. 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum


Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdiknas.

Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah


Menengah Atas/ Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdiknas.
251

Permendikbud Nomor 79 Tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013.


Jakarta: Depdiknas.

Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan


Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Permendikbud No 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik
Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Permendikbud Nomor. 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan


Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Permendikbud Nomor.22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar


danMenengah. Jakarta: Depdiknas.

Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian Pendidikan.


Jakarta: Depdiknas.

Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi


Dasar. Jakarta: Depdiknas.

Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 Tentag Perubahan Atas Peraturan Menteri


Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Kompetensi
Inti dan Kompetensi DasarPelajaran pada kurikulum 2013 Pada
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Pickton, David W, dan Sheila Wright. 1998. “What’s SWOT in Strategic


Analysis?”. Strategic Change, 7:101-109.

Poejiadi, Anna. 2010. Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran


Kontenstual Bermuatan Nilai. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Plomp, T. 2013. “Educational Design Research: An Introduction” dalam


Tjeerd Plomp dan Nienke Nieveen (Eds.). Educational Design Research
(hlm. 10- 51). Enschede: SLO.
252

Popham., W., J. 1995. Classroom Assesment: What Teacher Need To Know.


Allyn and Bacoon. Boston.

Prastowo, Andi. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.


Yogyakarta: Diva Press.

Prastowo, Andi. 2016. Memahami Metode-metode Penelitian Suatu Tinjauan


Teoritis dan Praktis. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Pratiwi, Isnawati. 2018. Pengemabangan E-modul Pembuatan Stop Motion


Kelas XII Multimedia di SMK Negeri 1 Godean. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.

Pribadi, Krisnha S, Engkon K. Kertapati, Diah Kusumastuti Hamzah Latief,


Hendra Grandis, Eng Imam A, Sadisun, Soebagiyo Soekarmen, Harman
Ajiwibowo, Retno Dwi S, Atu Krisnha Juliawati, Farah Mulyasari, Novya
Ekawati, Bayu Novianto. 2008. Pendidikan Siaga Bencana. Bandung :
Institut Teknologi Bandung.

Promise Indonesia. 2009. Program for Hydro-Meteorological Risk Disaster


Mitigation in Secondary Cities in Asia. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.

Rahmi, Ulfia, dkk. 2017. “The Development of Message-Design Model


in Blended Learning”. The Asian Journal of Technology Management,
10 (1): 1-9.

Retnawati, Heri. 2016. “Proving Content Validity of Self-Regulated


Learning Scale (The Comparison of Aiken Index and Expanded Gregory
Index)”. Research and Evaluation in Education, 2(2): 155-164.

Riduwan, Sunarto. 2012. Pengantar Statistika untuk Penelitian: Pendidikan,


Sosial, Komunikasi, Ekonomi dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sitiatava, Rizema Putra. 2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains.
Yogyakarta: DIVA Press.
253

Rochmad. (2012). Desain Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran


Matematika. Jurnal Kreano, ISSN: 2086-2334. Diterbitkan oleh Jurusan
Matematika FMIPA UNNES 3(2) from
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kreano/article/download/2613/267
2 . Diakses pada tanggal 4 Agustus 2019.

Rothwell, William J. dkk. 2016. Mastering the Instructional Design Process.


New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Rusman. 2012. Model- model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sagala, Syaiful, dkk. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung:


Alfabeta.

Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Kurikulum 2013.


Jakarta: Bumi Aksara.

Sarjani, N. 2014. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Teknik Peta Konsep


Terhadap Hasil Belajar IPA Peserta didik Kelas V SD 4 Tuban dengan
Kovariabel Sikap Ilmiah. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Volume 4.

Seel, Nobert M. dkk. 2017. Instructional Design for Learning


Theoritical Foundations. Rotterdam: Sense Publisher.

Siregar, Syofian. 2014. Statistik Parametric untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta:


PT. Bumi Aksara.

Spencer, L.M., and Spencer, S., M. 1996. Human Capabilities & Compentencies.
New York: Prentice Hall International.

Suastika, Ketut. 2017. “Mathematics Learning Model of Open Pproblem Solving


to Development Students’ Creativity”. International Electric Journal of
Mathematics Education, 12(6): 569-577.

Sudjana. 2005. Metode Statistika Edisi Ke-6. Bandung: Tarsito.


254

Sugianto, dkk. 2013. Modul Virtual: Multimedia Flipbook Dasar. Jurnal


Pendidikan, 3 (Online). http//jurnal.upi.edu/file/01._Doni_Sugianto_101-
116_.pdf) diakses pada tanggal 16 Maret 2019.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian dan Pengembangan. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Suharini, Erni, dkk. 2015. “Pembelajaran Kebencanaan bagi Masyarakat di


Daerah Rawan Bencana DAS Beringin Kota Semarang”. Jurnal Forum
Ilmu Sosial, 42 (2): 184-195.

Sukandarrumudi. 2010. Bencana Alam dan Bencana Antthropogene. Yogyakarta:


Kanisius.

Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: PT.


Bumi Aksara.

Sumarsono, Joko. 2008. Fisika untuk SMA/MA Kelas X. Jakarata: Pusat


Pembukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Suparman, Atwi. 2012. Desain Instruktional Modern. Jakarta: Erlangga.


Suprayogi, dkk. 2015. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Yogyakarta: UGM Press.

Suprayogi, dkk. 2015. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:UGM


Press.

Suprihatiningrum. Jamil. 2013. Strategi Pembelajaran Teori dan Aplikasi.


Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada.

Tim Direktorat Pembinaan SMA. 2017. Panduan Penilaian oleh Pendidik dan
Satuan Pendidikan untuk Sekolah Menengah Atas. Jakarta:
Kemendikbud.
255

Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2016. Kurikulum


dan Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tim P2M LPPM UNS. 2013. Pengembangan E-module. Surakarta: Universitas


Sebelas Maret.

Tjasyono, Bayong. 2016. Ilmu Kebumian dan Antariksa. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Trianto. 2010. Model-model Pembelajaran Terpadu, Konsep, Strategi dan


Implementasinya dalam KTSP. Jakarta: Bumi Aksara.

Ummah, Rochmatul, dkk. 2017. “Analisis Kebutuhan Pengembangan E-Modul


Berbasis penelitian Uji Antimikroba pada Matakuliah
Mikrobiologi”.Proseding Semina Pendidikan IPA Pascasarjana UM.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional.

Uno, Hamzah B. 2011. Teori Motivasi dan pengukurannya: Analisis di Bidang


Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Utama, Lusi dan Afrizal Naumar. 2015. “Kajian Kerentanan Kawasan Berpotensi
Banjir Bandang dan Mitigasi Bencana pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
Batang Kuranji Kota Padang. Jurnal Rrekayasa Sipil, 9 (1).

Victor, L Streeter, dkk. 1996. Mekanika Fluida. Jakarta: Erlangga.

Wibowo. 2013. Manajemen Kinerja Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

R, Muh, dkk. 2013. Integrasi Pengetahuan Mitigasi Bencana dalam Kurikulum


Sekolah Menengah Di Kabupaten Sukoharjo. Program Studi Pendidikan
Geografi FKIP-UMS.

Widodo, Chomsin S dan Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar


Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT. Elex Media Kompetindo.
256

Widiantini, Putra, Wiarta. 2017. “Model Pembelajaran Sets (Science,


Environment, Technology, Society) Berbantuan Virtual Lab Berpengaruh
Terhadap Kompetensi Pengetahuan IPA”. Journal of Education
Technology. Vol. 1 No. (2): 141-148.

Widyaningrum, Ratna, dkk. 2013. Pengembangan Modul Berorientasi POE


(Predict, Observe, Explain) Berwawasan Lingkungan Pada Materi
Pencemaran untuk Meningktakan Hasil Belajar Peserta didik. Jurnal
PendidikanSains Pascasarjana. Tahun 2013 Nomor 1 Volume 6.
Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Yamin, Martinis. 2007. Perfesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta:


Gaung Persada Press.

Yamin, M. 2013. Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: GP


Press Group.

Yager, Robert E. 1996. Science Technologi Society as Reform in Science Education.


New York: State University of New York.

Young, Hugh D, dkk. 2002. Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga.

Yumna, Hayyu. 2018. Pengembangan Buku Teks IPA Terpadu SMP/MTs Tema
Banjir dengan Model Sequenced Berbasis Problem Based Learning untuk
Meningkatkan Sikap Peduli. Tesis: UNP.

Zahra, Melta. 2017. Efektivitas Pembelajran SETS (Science, Environment,


Technology, Society) Terhadap Keterampilan Proses Sains Pokok Bahasan
Usaha dan Energi. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung.

Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter: konsepsi dan aplikasinya dalam


Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana, Prenada Media Group.

Das könnte Ihnen auch gefallen