Sie sind auf Seite 1von 26

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

REFERAT

PEDOMAN DIAGNOSIS dan TATALAKSANA ASMA


(GLOBAL INITIATIVE FOR ASTHMA 2019)

DIAJUKAN OLEH:
Morinda Daru Murti Lubis, S.Ked J510185075
Putri Andansari, S.Ked J510185051

PEMBIMBING:
dr. Musdalifah, Sp.P, M.Kes

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
AGUSTUS
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS
REFERAT
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Asma (Global Initiative For Asthma 2019)
Penyusun : Morinda Daru Murti Lubis S, Ked J510185075
Putri Andansari S, Ked J510185051

Pembimbing : dr. Musdalifah, Sp. P, M.Kes

Surakarta, Agustus 2019

Penyusun

Morinda Daru Murti Lubis S, Ked Putri Andansari S, Ked

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Musdalifah, Sp. P, M.Kes


Mengetahui
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

Dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp.PD

3
PEDOMAN DIAGNOSIS dan TATALAKSANA ASMA
(GLOBAL INITIATIVE FOR ASTHMA 2019)
Morinda Daru Murti Lubis, Putri Andansari
Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Kepaniteraan Klinik Ilmu Paru RSUD Karanganyar

ABSTRACT
Asthma is an important chronic airway disease and ia serious public health problem in various countries
around the world. Productivity decreases in asthmatics due to absenteeism from work or school. Advances in
science and technology in this part of the world are not supported to support the management of asthma.
Asthma is characterised by variable symptoms of wheeze, shortness of breath, chest tightness and/or cough, as
well as by variable expiratory airflow limitation. Pathological repair of the airways leads to structural changes
referred to as airway remodelling, which results in lower baseline lung function. The decrease in expiratory
airflow can be quantified by lung function measurements such as PEF or FEV 1, compared with the patient’ s
previous lung function or predicted values. The long-term goals of asthma management are: To achieve good
control and minimise future risk of exacerbations, fixed airflow limitation and side-effects.SABA and ICS are
the recommended management of asthma.

Keywords: asthma,definition,etiopatagenesisand management

PENDAHULUAN dada dan batuk yang waktu dan


intensitasnya dapat berubah-ubah,
Asma adalah penyakit saluran napas kronik
bersamaan dengan variasi hambatan aliran
yang penting dan merupakan masalah kesehatan
ekspirasi. Asma adalah gangguan
masyarakat yang serius pada berbagai negara di
peradangan saluran pernapasan yang
seluruh dunia. Produktivitas menurun pada
menarik banyak sel dan elemennya.
penderita asma akibat mangkir kerja atau
Inflamasi kronik menyebabkan
sekolah. Kemajuan ilmu dan teknologi di
hiperesponsif jalan nafas yang
belahan dunia ini tidak sepenuhnya mendukung
menimbulkan gejala episodik berulang
penatalaksanaan asma, hal ini tampak dari data
terdiri mengi, sesak napas, dada terasa berat
berbagai negara yang menunjukkan peningkatan
dan batuk-batuk malam dan atau dini hari.
kunjungan ke gawat darurat, rawat inap,
Gejala tersebut terkait dengan obstruksi
kesakitan dan bahkan kematian karena asma.
jalan napas luas, beragam dan bersifat
reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
PEMBAHASAN
Berbagai sel inflamasi berperan dalam
1. Definisi pathogenesis asma yaitu, sel mast, eosinofil,
Asma merupakan penyakit heterogen sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel
yang umumnya dengan karakteristik epitel.
inflamasi saluran napas kronik. Asma 2. Epidemiologi
ditandai dengan riwayat gejala pernapasan Studi Epidemiologi dan Sejarah Asma
seperti mengi, sesak napas, rasa tertekan di Alami: Hasil dan Pengobatan Regimen

4
(TENOR) adalah studi kohort observasional Peningkatan risiko eksaserbasi di masa
besar, 3 tahun, multisenter, dari 4.756 pasien depan yang membutuhkan kursus OCS juga
(n = 3.489 orang dewasa ≥18 tahun, n = 497 terlihat jika pasien memiliki eksaserbasi
remaja 13-17) usia, dan n = 770 anak usia 6- baru-baru ini yang membutuhkan kursus
12 tahun) dengan asma yang parah atau sulit OCS dalam tiga bulan sebelum baseline.
diobati. Tujuan utama TENOR adalah untuk
Survei Kesehatan Rumah Tangga
mengkarakterisasi riwayat alami penyakit
(SKRT) Asma merupakan sepuluh besar
dalam kelompok ini.
penyebab kesakitan dan kematian di
Pada pasien berusia ≥12 tahun, mereka Indonesia, hal itu tergambar dari data studi
yang melaporkan kunjungan ED terkait survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di
asma atau rawat inap semalam dalam 3 berbagai propinsi di Indonesia. Survei
bulan sebelum baseline lebih dari enam kali kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986
lipat lebih mungkin (OR = 6,33; 95% CI, menunjukkan asma menduduki urutan ke-5
4,57-8,76), untuk mengalami eksaserbasi dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi)
asma berat di masa depan (didefinisikan bersama-sama dengan bronkitis kronik dan
sebagai kunjungan ED terkait asma, rawat emfisema. Pada SKRT 1992, asma,
inap semalam, atau kematian terkait asma) bronkitis kronik dan emfisema sebagai
pada follow-up 18 bulan. penyebab kematian (mortaliti) ke-4 di
Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995,
Setelah disesuaikan untuk faktor
prevalensi asma di seluruh Indonesia
demografi dan klinis, risiko eksaserbasi
sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis
parah di masa depan tetap tinggi (OR =
kronik 11/ 1000 dan obstruksi paru 2/ 1000.
3,77; 95% CI, 2,62-55,43). Ketika analisis
secara individual disesuaikan untuk berbagai Berbagai penelitian menunjukkan
tindakan keparahan asma, peningkatan bervariasinya prevalensi asma , bergantung
risiko secara konsisten lebih dari lima kali kepada populasi target studi, kondisi
lipat (dinilai dokter: OR = 5,62; 95% CI, wilayah, metodologi yang digunakan dan
4,03-7,83; Pedoman Program Pencegahan sebagainya.
dan Pendidikan Asma Nasional dinilai: OR
Woolcock dan Konthen pada tahun
= 5,07 ; 95% CI, 3,62-7,11; pedoman GINA
1990 di Bali mendapatkan prevalensi asma
dinilai: OR = 5,32; 95% CI, 3,80-7,47) .28
pada anak dengan hipereaktiviti bronkus
Ketika disesuaikan untuk kontrol asma 2,4% dan hipereaktiviti bronkus serta
(menggunakan kuesioner penilaian terapi gangguan faal paru adalah 0,7%. Studi pada
asma; ATAQ), risiko eksaserbasi parah di anak usia SLTP di Semarang dengan
masa depan hampir empat kali lipat (OR = menggunakan kuesioner International Study
3,90; 95% CI, 2,77-5,50) . of Asthma and Allergies in Childhood
(ISAAC), didapatkan hasil dari 402
kuesioner yang kembali dengan rata-rata
5
umur 13,8-0,8 tahun didapatkan prevalensi prevalensi asma sebesar 7,7%, dengan
asma (gejala asma 12 bulan terakhir/ recent rincian laki-kali 9,2% dan perempuan 6,6%.
asthma) 6,2% yang 64% di antaranya
Rumah sakit Persahabatan, Jakarta
mempunyai gejala klasik. Bagian Anak
merupakan pusat rujukan nasional penyakit
FKUI/ RSCM melakukan studi prevalensi
paru di Indonesia, dan salah satu rumah
asma pada anak usia SLTP di Jakarta Pusat
sakit tipe B di Jakarta, menunjukkan data
pada 1995-1996 dengan menggunakan
perawatan penyakit asma sebagai tergambar
kuesioner modifikasi dari ATS 1978,
pada tabel 2. Data dari RSUD dr. Soetomo,
ISAAC dan Robertson, serta melakukan uji
Surabaya, Jawa Timur, menunjukkan kasus
provokasi bronkus secara acak. Seluruhnya
rawat interval 4 tahun, yaitu tahun 1986,
1296 siswa dengan usia 11 tahun 5 bulan –
1990, dan 1994. Didapatkan frekuensi
18 tahun 4 bulan, didapatkan 14,7% dengan
proporsi rawat inap asma menurun, hal
riwayat asma dan 5,8% dengan recent
tersebut kemungkinan karena keberhasilan
asthma. Tahun 2001, Yunus dkk melakukan
penanganan asma rawat jalan dan pemberian
studi prevalensi asma pada siswa SLTP se
penyuluhan sehingga kasus asma yang
Jakarta Timur, sebanyak 2234 anak usia 13-
dirawat menurun. Pada tabel 3 dapat dilihat
14 tahun melalui kuesioner ISAAC
data rawat inap di UPF Paru RS dr.
(International Study of Asthma and
Soetomo, Surabaya. Penelitian ISAAC
Allergies in Childhood), dan pemeriksaan
mendapatkan prevalensi gejala asma dalam
spirometri dan uji provokasi bronkus pada
12 bulan berdasarkan kuesioner tertulis di
sebagian subjek yang dipilih secara acak.
beberapa negara. Pada gambar 5 dapat
Dari studi tersebut didapatkan prevalensi
dilihat Indonesia berada di urutan paling
asma (recent asthma) 8,9% dan prevalensi
rendah dalam prevalensi asma.
kumulatif (riwayat asma) 11,5%.
3. Faktor Risiko
Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr.
Risiko berkembangnya asma merupakan
Sutomo, Surabaya melakukan penelitian di
interaksi antara faktor pejamu (host factor)
lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur
dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini
dengan menggunakan kuesioner modifikasi
termasuk predisposisi genetik yang
ATS yaitu Proyek Pneumobile Indonesia
mempengaruhi untuk berkembangnya asma,
dan Respiratory symptoms questioner of
yaitu genetik asma, alergik (atopi) ,
Institute of Respiratory Medicine, New
hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan
South Wales, dan pemeriksaan arus puncak
ras. Faktor lingkungan mempengaruhi
ekspirasi (APE) menggunakan alat peak
individu dengan kecenderungan/
flow meter dan uji bronkodilator.
predisposisi asma untuk berkembang
Seluruhnya 6662 responden usia 13-70
menjadi asma, menyebabkan terjadinya
tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan
eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-
gejala asma menetap. Termasuk dalam
6
faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi dan atau keduanya. Karena kompleksnya
lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, gambaran klinis asma, maka dasar genetik
infeksi pernapasan (virus), diet, status asma dipelajari dan diteliti melalui fenotip-
sosioekonomi dan besarnya keluarga. fenotip perantara yang dapat diukur secara
Interaksi faktor genetik/ pejamu dengan objektif seperti hipereaktiviti bronkus,
lingkungan dipikirkan melalui alergik/ atopi, walau disadari kondisi
kemungkinan : tersebut tidak khusus untuk asma. Banyak
gen terlibat dalam patogenesis asma, dan
a. pajanan lingkungan hanya
beberapa kromosom telah diidentifikasi
meningkatkan risiko asma pada individu
berpotensi menimbulkan asma, antara`lain
dengan genetik asma,
CD28, IGPB5, CCR4, CD22, IL9R,NOS1,
b. baik lingkungan maupun genetik reseptor agonis beta2, GSTP1; dan gen-gen
masing-masing meningkatkan risiko yang terlibat dalam menimbulkan asma dan
penyakit asma. atopi yaitu IRF2, IL-3,Il-4, IL-5, IL-13, IL-
9, CSF2 GRL1, ADRB2, CD14, HLAD,
TNFA, TCRG, IL-6, TCRB, TMOD dan
sebagainya.
Genetik mengontrol respons imun
Gen-gen yang berlokasi pada kompleks
HLA (human leucocyte antigen) mempunyai
ciri dalam memberikan respons imun
terhadap aeroalergen. Kompleks gen HLA
berlokasi pada kromosom 6p dan terdiri atas
gen kelas I, II dan III dan lainnya seperti
gen TNF-α. Banyak studi populasi
mengamati hubungan antara respons IgE
terhadap alergen spesifik dan gen HLA
kelas II dan reseptor sel T, didapatkan
hubungan kuat antara HLA alel DRB1*15
Faktor pejamu dengan respons terhadap alergen Amb av.
Asma adalah penyakit yang diturunkan Genetik mengontrol sitokin proinflamasi
telah terbukti dari berbagai penelitian. Kromosom 11,12,13 memiliki berbagai
Predisposisi genetik untuk berkembangnya gen yang penting dalam berkembangnya
asma memberikan bakat/ kecenderungan atopi dan asma. Fenotip alergik dikaitkan
untuk terjadinya asma. Fenotip yang dengan kromosom 11, kromosom 12
berkaitan dengan asma, dikaitkan dengan mengandung gen yang mengkode IFN- ,
ukuran subjektif (gejala) dan objektif mast cell growth factor, insulin-like growth
(hipereaktiviti bronkus, kadar IgE serum) factor dan nictric oxide synthase. Studi
7
berkesinambungan menunjukkan ada ikatan Mencetuskan eksaserbasi dan
positif antara petanda-petanda pada lokus atau`menyebabkan gejala-asma menetap.,
12q, asma dan IgE, demikian pula yaitu diantara lain:
kromosom 14 dan 19 1. Alergen di dalam dan di luar ruangan
Berikut merupakan faktor risiko asma: 2. Polusi udara di dalam dan di luar
a. Faktor Pejamu ruangan
1. Prediposisi Genetika 3. Infeksi pernapasan
2. Atopi 4. Latihan dan hiperventilasi
3. Jalan napas Hiperesponsif 5. Perubahan cuaca
4. Jenis kelamin 6. Belerang dioksida
5. Ras / etnik 7. Makanan, aditif (pengawet, penyedap,
6. Faktor Lingkungan pewarna makanan), obat-obatan
7. Mempengaruhi berkembangnya 8. Ekspresi emosional yang berlebihan
asma pada individu dengan 9. Asap rokok
predisposisi asma 10. Iritan (a.l. parfum, bau-bauan
8. Alergen di dalam ruangan menyelamatkan, semprotan rumah
• Tungau Domestik tangga).
• Alergen binatang Mutasi pada kluster-kluster gen sitokin
• Alergen kecoa pada kromosom 5 dihipotesiskan sebagai
• Jamur (jamur, jamur, ragi) predisposisi terjadinya asma. Berbagai gen
9. Alergen di luar ruangan pada kromosom 5q berperan dalam
• Tepung sari bunga progresiviti inflamasi baik pada asma
• Jamur (jamur, jamur, ragi) maupun atopi, yaitu gen yang mengkode
10. Bahan di Lingkungan kerja sitokin IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-12, IL-13,
11. Asap rokok dan GMCSF. Interleukin-4 sangat penting
• Perokok aktif dalam respons imun atopi, baik dalam
• Perokok pasif menimbulkan diferensiasi sel Th2 maupun
12. Polusi udara merangsang produksi IgE oleh sel B. Gen
• Polusi udara di luar ruangan IL-4 dan gen-gen lain yang mengatur
• Polusi udara di dalam regulasi ekspresi IL-4 adalah gen yang
ruangan berpredisposisi untuk terjadi asma dan atopi.
13. Infeksi pernapasan
Faktor lingkungan
14. Infeksi parasit
15. Status sosioekonomi Alergen dan sensitisasi bahan
16. Besar keluarga lingkungan kerja dipertimbangkan adalah
17. Diet dan obat penyebab utama asma, dengan pengertian
18. Obesiti faktor lingkungan tersebut pada awalnya
b. Faktor Lingkungan mensensitisasi jalan napas dan
8
mempertahankan kondisi asma tetap aktif dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot
dengan mencetuskan serangan asma atau polos bronkus, hipersekresi mukus dan
menyebabkan menetapnya gejala. vasodilatasi.
Reaksi Tipe Lambat
4. Patogenesis
Asma adalah gangguan peradangan
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah
saluran pernapasan yang menarik banyak sel
provokasi alergen dan melibatkan
dan elemennya. Inflamasi kronik
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T
menyebabkan peningkatan hiperesponsif
CD4 +, neutrofil dan makrofag.
jalan nafas yang menimbulkan gejala
episodik berulang terdiri mengi, sesak Inflamasi Kronik
napas, dada terasa berat dan batuk-batuk Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada
malam dan atau dini hari. Gejala tersebut inflamasi kronik. Sel ini adalah limfosit T,
terkait dengan obstruksi jalan napas luas, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel,
beragam dan bersifat reversibel dengan atau fibroblast dan otot polos bronkus.
tanpa pengobatan. Berbagai sel inflamasi Limfosit T
berperan dalam pathogenesis asma yaitu, sel Limfosit T yang berperan pada asma adalah
mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, limfosit T-CD4 + subtipe Th2. Limfosit T
neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan ini berperan sebagai orkestra inflamasi
dan berbagai faktor lain mempengaruhi dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-
tercetusnya inflamasi saluran napas pada 3, IL-4, IL-5, IL-13 dan GM-CSF.
penderita asma. Inflamasi dapat ditemukan Interleukin-4 berperan dalam menginduksi
pada berbagai bentuk asma seperti asma Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama IL-13
alergik, asma nonalergik, asma kerja dan menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE.
asma yang dicetuskan aspirin. IL-3, IL-5 dan GM-CSF berperan pada
Inflamasi Akut maturasi, aktivasi dan memperpanjang
Pencetus serangan asma dapat hidup eosinofil.
disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain Epitel
alergen, virus, iritan yang dapat Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan
menginduksi respons peradangan akut yang a.l 15-HETE, PGE2 pada penderita asma.
terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan tipe Sel epitel dapat mengekspresi marker
lambat membrane seperti molekul adhesi,
Reaksi Asma Tipe Cepat endothelin, nitric oxide synthase, sitokin
Alergen akan terikat pada IgE yang atau khemokin. Epitel pada asma sebagian
menempel pada sel mast dan terjadi besar sheeding. Mekanisme terjadinya
degranulasi sel mast . Degranulasi akan masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan
mengeluarkan preformed mediator seperti oleh eksudasi plasma, protein granul
histamin, protease dan new generated eosinofil, radikal bebas oksigen, TNF-
mediator seperti leukotrin, prostaglandin
9
alfa,enzim proteolitik sel mast dan
metaloprotease sel epitel.

5. Eosinofil
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil)
karakteristik untuk asma tapi tidak spesifik.
Eosinofil dapat ditemukan pada saluran
napas penderita asma adalah dalam keadaan
teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai
efektor dan mensintesis sejumlah sitokin
antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-
alfa dan mediator lipid antara lain LTC4 dan
PAF. Sebaliknya, IL-3, IL-5 dan GM-CSF
meningkatkan maturasi,aktivasi dan
memperpanjang kelangsungan hidup 6. Makrofag
eosinofil. Eosinofil yang mengandung
Merupakan sel terbanyak didapat pada
protein granul adalah eosinofil protein
organ pernapasan, baik pada orang normal
kationik (ECP), major basic protein (MBP),
sebagai penderita asma, didapatkan di
eosinofil peroksidase (EPO) dan eosinofil
alveoli dan seluruh percabangan bronkus.
derived neurotoksin (EDN) yang toksik
Makrofag dapat menghasilkan berbagai
terhadap epitel saluran napas.
mediator antara lain leukotrin, PAF serta
Sel Mast
sejumlah sitokin. Selain berperan dalam
Sel mast memiliki reseptor IgE dengan
proses inflamasi, makrofag juga berperan
afiniti yang tinggi. Hubungan silang reseptor
dalam remodeling jalan nafas. Peran
IgE dengan "faktor" pada sel mast mengaktifkan
tersebut melalui antara lain melalui sekresi
sel mast. Terjadi degranulasi sel mast yang
growth-promoting untuk fibroblast, sitokin,
mengeluarkan preformed mediator seperti
PDGF dan TGF.
histamin dan protease serta newly generated
mediator antara lain prostaglandin D2 dan Airway Remodeling
leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin
Proses inflamasi kronik pada asma akan
antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM
menimbulkan kerusakan jaringan yang
CSF.
secara fisiologis akan diikuti oleh proses
penyembuhan yang menghasilkan perbaikan
dan pergantian sel-sel mati / rusak dengan
sel-sel yang baru. Proses pemulihan tsb
melibatkan regenerasi / perbaikan jaringan
yang rusak / injuri dengan jenis sel
parenkim yang sama dan pergantian
10
jaringan yang rusak / terluka dengan
jaringan peyambung yang menghasilkan
jaringan skar. Pada asma, kedua proses tsb
berkontribusi dalam proses.

Penyembuhan dan inflamasiyang


kemudian akan menghasilkan perubahan
struktur yang mempunyai mekanisme sangat
kompleks dan belum banyak diketahui dan
disebut sebagai airway remodeling. Pada
asma terdapat proses saling keterkaitan
antara inflamasi dan remodelling. Infiltrasi
sel-sel inflamasi terlibat dalam proses
renovasi, Perubahan struktur yang terjadi
ialah:

1. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos


jalan napas
2. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar
mucus
3. Penebalan membran retikuler dasar
4. Pembuluh darah meningkat
5. peningkatan Matriks ekstraselular
6. Perubahan struktur parenkim
7. Peningkatan fibrogenik growth factor
sehingga menyebabkan fibrosis
Dari uraian di atas, sejauh ini airway
remodelling merupakan fenomena sekunder
dari peradangan atau merupakan peradangan
yang terus berlanjut. Konsekuensi klinis
airway remodeling adalah Peningkatan
frekuensi dan tanda asma seperti
hipereaktiviti jalan napas, masalah
distensibiliti / regangan jalan napas dan
obstruksi jalan nafas.

11
Saat ini disadari bahwa lingkungan remodeling jalan napas pada asma.
sangat berpengaruh pada terjadinya dan Berdasrkan pemikirantersebut, inflamasi dan
perburukan asma. Peningkatan kekerapan remodeling yang terjadi pada asma adalah
adalah akibat perubahan lingkungan yang konsekuensi dari peningkatan
beraksi pada genotip asma. Selain itu, kecenderungan injuri, kelemahan
terjadinya kerusakan epitel dan perubahan penyembuhan luka atau keduanya.
sifat epitel bronkus pada asma seperti lebih Teori TH-2 dan EMTU
rentan untuk terjadinya apoptosis akibat Teori lingkungan, terjadinya remodeling
oksidan, meningkatnya permeabiliti akibat pada asma serta tidak cukupnya sitokin
pajanan polutan, meningkatnya penglepasan proinflamasi untuk menjelaskan remodeling
sitokin dan mediator inflamasi dari epitel tersebut dan percobaan binatang yang
akibat pajanan polutan, yang berdampak menunjukkan peran EMTU mendatangkan
pada proses inflamasi dan remodeling. pemikiran baru pada patogenesis asma
Studi pada binatang percobaan Dipahami asma adalah inflamasi`kronik
mendapatkan bahwa injuri sel epitel jalan napas melalui mekanisme Th-2. Akan
menghasilkan penglepasan mediator tetapi berbagai sitokin yang merupakan hasil
proinflamasi yang bersifat fibroproliferasi aktivasi Th-2(sitokin Il-13, Il-4) yang
dan profibrogenic growth factors terutama dianggap berperan penting dalam
TGF dan familinya (fibroblast growth remodeling adalah berinteraksi dengan sel
factor, insulin growth factor, endothelin-1, epitel mediatornya dalam menimbulkan
platelet-derived growth factor, dan remodeling. Sitokin proinflamasi tersebut
sebagainya) yang berdampak pada tidak cukup kuat untuk menghasilkan
remodeling. Dari berbagai mediator remodeling tetapi .interaksinya dengan sel
tersebut, TGF adalah paling paling penting epitel dan mediatornya adalah mekanisme
karena mempromosi diferensiasi fibroblas yang dapat menjelaskan terjadinya airway
menjadi miofibroblas yang kemudian akan remodeling pad aasma. Sehingga
mensekresi kolagen interstisial, sedangkan dirumuskan suatu postulat bahwa kerusak
mediator/growth factor lainnya sebagai sel epitel dan sitokin-sitokin TH-2 beraksi
mitogen otot polos dan sel endotel. TGF dan bersama-sama dalam menimbulkan
efeknya pada fibroblas dan miofibroblas gangguan fungsi EMTU yang menghasilkan
dimulai pada sel epitel dan diteruskan ke aktivasi miofibroblas dan induksi respons
submukosa. Komunikasi antara sel-sel epitel inflamasi dan remodeling sebagai
dan sel-sel mesenkim tersebut dikaitkan karakteristik asma kronik.
dengan perkembangan embriogenik jalan 5. Gejala klinis
napas mendatangkan pikiran adanya
a. Bersifat episodik, seringkali reversible
epithelial mesenchymal tropic unit (EMTU)
dengan atau tanpa pengobatan
yang tetap aktif setelahahir atau menjadi b. Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa
reaktivasi pada asma dan menimbulkan
berat di dada dan berdahak
12
c. Gejala timbul/ memburuk terutama  Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada
malam/ dini hari jika terjadi perubahan musim/cuaca atau
d. Diawali oleh faktor pencetus yang suhu yang ekstrim (tiba-tiba)?
bersifat individu
 Apakah ada penyakit alergi lainnya
e. Respons terhadap pemberian
(rinitis, dermatitis atopi, konjunktivitis
bronkodilator
alergi)?
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam
riwayat penyakit :  Apakah dalam keluarga (kakek/nenek,

a. Riwayat keluarga (atopi) orang tua, anak, saudara kandung,


b. Riwayat alergi / atopi saudara sepupu) ada yang menderita
c. Penyakit lain yang memberatkan asma atau alergi?
d. Perkembangan penyakit dan pengobatan 2. Pemeriksaan Fisik
6. DIAGNOSIS Pada pemeriksaan fisik dapat
Secara umum untuk menegakkan
bervariasi dari normal sampai
diagnosis asma diperlukan anamnesis,
didapatkannya kelainan. Perlu
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
diperhatikan tanda-tanda asma dan
penunjang
penyakit alergi lainnya. Tanda asma
1. Anamnesis
yang paling sering ditemukan adalah
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan
mengi, namun pada sebagian pasien
dari pasien asma antara lain:
asma tidak didapatkan mengi diluar
 Apakah ada batuk yang berulang
serangan. Begitu juga pada asma yang
terutama pada malam menjelang dini
sangat berat berat mengi dapat tidak
hari?
terdengar (silent chest), biasanya pasien
 Apakah pasien mengalami mengi atau
dalam keadaan sianosis dan kesadaran
dada terasa berat atau batuk setelah
menurun.
 terpajan alergen atau polutan?
Secara umum pasien yang sedang
 Apakah pada waktu pasien mengalami mengalami serangan asma dapat
command cold merasakan sesak di dada ditemukan hal-hal sebagai berikut,
dan menjadi berkepanjangan (10 hari sesuai derajat serangan :
atau lebih)?
 Inspeksi
 Apakah ada mengi atau rasa berat di  pasien terlihat gelisah,
dada atau batuk setelah melakukan  sesak (napas cuping hidung, napas
aktifitas atau olah raga? cepat, retraksi sela iga, retraksi
 Apakah gejala-gejala tersebut di atas epigastrium, retraksi suprasternal),
berkurang/hilang setelah pemberian obat  sianosis
pelega (bronkodilator)?
13
 Palpasi  variabiliti faal paru, sebagai
 biasanya tidak ditemukan kelainan penilaian tidak langsung
 pada serangan berat dapat terjadi hiperesponsif jalan napas
pulsus paradoksus Banyak parameter dan metode
 Perkusi untuk menilai faal paru, tetapi
 biasanya tidak ditemukan kelainan yang telah diterima secara luas
 Auskultasi (standar) dan mungkin dilakukan
 ekspirasi memanjang, adalah pemeriksaan spirometri
 Mengi mungkin juga tidak ada dan arus puncak ekspirasi (APE).
selama eksaserbasi asma berat, 2. Spirometri
karena aliran udara berkurang Pengukuran volume ekspirasi
(disebut 'silent chest'), tetapi pada paksa detik pertama (VEP1) dan
saat-saat seperti itu,biasanya terdapat kapasiti vital paksa (KVP)
tanda-tanda fisik lain dari kegagalan dilakukan dengan manuver
pernapasan. ekspirasi paksa melalui prosedur
3. Pemeriksaan Penunjang yang standar. Pemeriksaan itu
Pemeriksaan penunjang yang sangat bergantung kepada
diperlukan untuk diagnosis asma: kemampuan penderita sehingga
1. Pemeriksaan fungsi/faal paru dibutuhkan instruksi operator
dengan alat spirometer yang jelas dan kooperasi
Umumnya penderita asma penderita. Untuk mendapatkan
sulit menilai beratnya gejala dan nilai yang akurat, diambil nilai
persepsi mengenai asmanya, tertinggi dari 2-3 nilai yang
demikian pula dokter tidak selalu reproducible dan acceptable.
akurat dalam menilai dispnea dan Obstruksi jalan napas diketahui
mengi; sehingga dibutuhkan dari nilai rasio VEP1/ KVP <
pemeriksaan objektif yaitu faal 75% atau VEP1 < 80% nilai
paru antara lain untuk prediksi.
menyamakan persepsi dokter dan Manfaat pemeriksaan
penderita, dan parameter objektif spirometri dalam diagnosis asma:
menilai berat asma.  Obstruksi jalan napas
Pengukuran faal paru diketahui dari nilai rasio
digunakan untuk menilai: VEP1/ KVP < 75% atau
 obstruksi jalan napas VEP1 < 80% nilai prediksi
 reversibiliti kelainan faal paru
14
 Reversibiliti, yaitu perbaikan atau bronkodilator oral 10-14 hari,
VEP1  15% secara spontan, atau respons terapi kortikosteroid
atau setelah inhalasi (inhalasi/ oral, 2 minggu)
bronkodilator (uji  Variabiliti, menilai variasi diurnal
bronkodilator), atau setelah APE yang dikenal dengan
pemberian bronkodilator oral variabiliti APE harian selama 1-2
10-14 hari, atau setelah minggu. Variabiliti juga dapat
pemberian kortikosteroid digunakan menilai derajat berat
(inhalasi/ oral) 2 minggu. penyakit
Reversibiliti ini dapat Nilai APE tidak selalu berkorelasi
membantu diagnosis asma dengan parameter pengukuran faal paru
 Menilai derajat berat asma lain, di samping itu APE juga tidak
3. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi selalu berkorelasi dengan derajat berat
dengan alat peak flow rate meter obstruksi. Oleh karenanya pengukuran
Nilai APE dapat diperoleh nilai APE sebaiknya dibandingkan
melalui pemeriksaan spirometri atau dengan nilai terbaik sebelumnya, bukan
pemeriksaan yang lebih sederhana nilai prediksi normal; kecuali tidak
yaitu dengan alat peak expiratory flow diketahui nilai terbaik penderita yang
meter (PEF meter) yang relatif sangat bersangkutan.
murah, mudah dibawa, terbuat dari 4. Uji provokasi bronkus, untuk menilai
plastik dan mungkin tersedia di ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus
berbagai tingkat layanan kesehatan Uji provokasi bronkus membantu
termasuk puskesmas ataupun instalasi menegakkan diagnosis asma. Pada
gawat darurat. Alat PEF meter relatif penderita dengan gejala asma dan faal
mudah digunakan/ dipahami baik oleh paru normal sebaiknya dilakukan uji
dokter maupun penderita, sebaiknya provokasi bronkus. Pemeriksaan uji
digunakan penderita di rumah sehari- provokasi bronkus mempunyai
hari untuk memantau kondisi asmanya. sensitiviti yang tinggi tetapi spesifisiti
Manuver pemeriksaan APE dengan rendah, artinya hasil negatif dapat
ekspirasi. menyingkirkan diagnosis asma
Manfaat APE dalam diagnosis persisten, tetapi hasil positif tidak
asma selalu berarti bahwa penderita tersebut
 Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai asma. Hasil positif dapat terjadi pada
APE  15% setelah inhalasi penyakit lain seperti rinitis alergik,
bronkodilator (uji bronkodilator), berbagai gangguan dengan
15
penyempitan jalan napas seperti
PPOK, bronkiektasis dan fibrosis
kistik.
5. Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick
test) untuk menilai ada tidaknya alergi
Komponen alergi pada asma
dapat diindentifikasi melalui
pemeriksaan uji kulit atau pengukuran
IgE spesifik serum. Uji tersebut
mempunyai nilai kecil untuk
mendiagnosis asma, tetapi membantu
mengidentifikasi faktor risiko/
pencetus sehingga dapat dilaksanakan
kontrol lingkungan dalam
penatalaksanaan. Uji kulit adalah cara
utama untuk mendiagnosis status
alergi/atopi, umumnya dilakukan
dengan prick test. Walaupun uji kulit
merupakan cara yang tepat untuk
diagnosis atopi, tetapi juga dapat
menghasilkan positif maupun negatif
palsu. Sehingga konfirmasi terhadap
pajanan alergen yang relevan dan
hubungannya dengan gejala harus
selalu dilakukan. Pengukuran IgE
spesifik dilakukan pada keadaan uji
kulit tidak dapat dilakukan (antara lain
dermatophagoism, dermatitis/ kelainan
kulit pada lengan tempat uji kulit, dan
lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total
tidak mempunyai nilai dalam
diagnosis alergi/ atopi.
6.Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan
untuk menyingkirkan penyakit selain
asma. 7.
16
8. TATALAKSANA  Manajemen berbasis kontrol berarti
1. Tujuan manajemen asma
bahwa perawatan disesuaikan dalam
 Tujuan jangka panjang dari
siklus penilaian, perawatan, dan
manajemen asma adalah untuk
peninjauan respons pasien yang
mencapai kontrol gejala yang baik,
berkelanjutan baik dalam
dan untuk meminimalkan risiko
pengendalian gejala maupun risiko
kematian terkait asma di masa
di masa depan (eksaserbasi dan efek
depan, eksaserbasi, pembatasan
samping)
aliran udara persisten, dan efek
 Untuk keputusan tentang pengobatan
samping dari pengobatan. Tujuan
asma, 'opsi pilihan' pada setiap
pasien sendiri mengenai asma
keputusan yang mewakili
mereka dan perawatannya juga harus
pengobatan untuk sebagian besar
diidentifikasi.
pasien, berdasarkan data rata-rata
2. Kemitraan profesional kesehatan pasien
kelompok untuk kemanjuran,
 Manajemen asma yang efektif
efektivitas dan keamanan dari uji
membutuhkan kerja sama antara
coba terkontrol secara acak, meta-
orang dengan penderita asma (atau
analisis dan studi observasi, dan
orang tua / pengasuh) dan penyedia
biaya bersih.
layanan kesehatan mereka.
 Untuk pasien individu, keputusan
 Mengajarkan keterampilan
perawatan juga harus
komunikasi kepada penyedia
mempertimbangkan karakteristik
layanan kesehatan dapat
atau fenotipe pasien yang
meningkatkan kepuasan pasien, hasil
kemungkinan respons pasien
kesehatan yang lebih baik, dan
terhadap pengobatan, bersama
mengurangi penggunaan sumber
dengan preferensi pasien dan
daya layanan kesehatan.
masalah-masalah praktis (teknik
 'Literasi kesehatan' pasien - yaitu,
penghirupan, kepatuhan, dan biaya
kemampuan pasien untuk kepada pasien).
mendapatkan, memproses dan
Obat dan strategi untuk pengendalian
memahami informasi kesehatan
gejala dan pengurangan risiko
dasar untuk membuat keputusan
kesehatan yang tepat - harus 1. Untuk keamanan, GINA tidak lagi
dipertimbangkan. merekomendasikan pengobatan asma
3. Membuat keputusan tentang pengobatan pada orang dewasa dan remaja dengan
asma SABA saja
17
2. GINA merekomendasikan bahwa semua kombinasi dosis rendah ICS-long-
orang dewasa dan remaja dengan asma acting beta2-agonist (LABA).
harus menerima perawatan pengontrol  Untuk orang dewasa dan remaja
yang mengandung ICS, baik sesuai dengan eksaserbasi walaupun ada
kebutuhan (pada asma ringan) atau terapi lain, risiko eksaserbasi
setiap hari, untuk mengurangi risiko berkurang dengan kombinasi ICS-
eksaserbasi yang serius dan untuk formoterol dosis rendah (dengan
mengendalikan gejala. beclometasone atau budesonide)
3. Asma ringan sebagai pemeliharaan dan pereda,
 Perawatan dengan ICS dosis rendah dibandingkan dengan perawatan
harian teratur sangat efektif dalam pengontrol pemeliharaan ditambah
mengurangi gejala asma dan sesuai kebutuhan SABA.
mengurangi risiko eksaserbasi terkait  Untuk anak-anak 6-11 tahun,
asma, rawat inap dan kematian. termasuk ICS dosis menengah dan
 Pada orang dewasa dan remaja kombinasi ICS-LABA dosis rendah,
dengan asma ringan, pengobatan sebagai terapi pemeliharaan dengan
dengan ICS-formoterol dosis rendah SABA sesuai kebutuhan.
yang diperlukan mengurangi risiko 5. Pengunduran pengobatan untuk
eksaserbasi yang berat sekitar dua menemukan dosis efektif minimum
pertiga dibandingkan dengan hanya Pertimbangkan untuk mengundurkan
perawatan SABA, dan tidak kalah pengobatan begitu kontrol asma yang
dengan ICS dosis rendah harian. baik telah dicapai dan dipertahankan
4. Peningkatan pengobatan jika asma tetap selama sekitar 3 bulan, untuk
tidak terkendali meskipun teknik menemukan perawatan pasien untuk
kepatuhan dan inhalasi baik mengendalikan gejala dan eksaserbasi
Untuk pasien dengan gejala persisten  Berikan pasien dengan rencana
dan / atau eksaserbasi walaupun ICS tindakan asma tertulis, pantau
dosis rendah, pertimbangkan untuk dengan cermat, dan jadwalkan
melakukan peningkatan tetapi periksa kunjungan tindak lanjut
terlebih dahulu untuk masalah umum  Jangan sepenuhnya menarik ICS
seperti teknik inhalasi, kepatuhan, kecuali ini diperlukan sementara
paparan alergen persisten dan untuk mengkonfirmasi diagnosis
komorbiditas. asma
 Untuk orang dewasa dan remaja, 6. Untuk semua pasien dengan asma
perawatan yang disukai adalah
18
 Berikan pelatihan keterampilan Pasien dengan kontrol gejala yang
inhaler: ini penting agar obat buruk dan / atau eksaserbasi meskipun
menjadi efektif, tetapi tekniknya sudah pengobatan harus dinilai faktor
sering salah yang berkontribusi, dan pengobatan
 Dorong kepatuhan dengan obat asma dioptimalkan. Jika masalah
pengontrol, bahkan ketika gejalanya berlanjut, rujuk ke pusat spesialis untuk
jarang penilaian fenotipik dan pertimbangan
 Memberikan pelatihan manajemen terapi tambahan termasuk biologic
diri asma (pemantauan sendiri gejala
Perawatan asma awal - opsi yang disarankan
dan / atau DTP, rencana tindakan
untuk orang dewasa dan remaja
asma tertulis dan tinjauan medis
Gejala yang Terapi
berkala) untuk mengendalikan gejala muncul Pilihan
Pertama
dan meminimalkan risiko
Semua pasien Terapi khusus SABA (tanpa ICS)
eksaserbasi dan kebutuhan tidak dianjurkan

pemanfaatan layanan kesehatan. Gejala  ICS-formoterol dosis rendah yang


asma diperlukan
 Untuk pasien dengan satu atau lebih yang Pilihan lain termasuk mengambil
jarang ICS setiap kali SABA diambil,
faktor risiko eksaserbasi:
terjadi, dalam kombinasi atau inhaler
 Resepkan obat teratur yang mis. terpisah
kurang
mengandung ICS setiap hari, dari dua
sediakan rencana tindakan asma kali
sebulan
tertulis, dan atur pemeriksaan
Gejala atau  ICS dosis rendah ** dengan
lebih sering daripada pasien kebutuhan SABA yang diperlukan, atau
asma untuk  ICS-formoterol dosis rendah yang
berisiko rendah
pereda dua diperlukan
 Identifikasi dan atasi faktor kali sebulan
Pilihan lain termasuk LTRA
atau lebih (kurang efektif daripada ICS, atau
risiko yang dapat dimodifikasi,
mengambil ICS setiap kali SABA
(mis. merokok, fungsi paru-paru diambil dalam kombinasi atau
inhaler terpisah. Pertimbangkan
rendah) kemungkinan kepatuhan dengan
pengontrol jika pereda adalah
 Pertimbangkan strategi dan SABA.
intervensi non-farmakologis Gejala asma  ICS-LABA dosis rendah sebagai
terapi pemeliharaan dan pereda
yang hampir dengan ICS-formoterol atau
untuk membantu dengan kontrol
setiap hari; sebagai perawatan pemeliharaan
gejala dan pengurangan risiko, atau bangun konvensional dengan SABA yang
karena asma diperlukan, ATAU
(mis. saran berhenti merokok, seminggu  ICS dosis menengah † dengan
sekali atau SABA sesuai kebutuhan
latihan pernapasan, beberapa
lebih,terutam
strategi penghindaran) a jika ada
7. Asma yang sulit diobati dan parah faktor risiko
19
Presentasi  Kortikosteroid oral jangka
Manajemen untuk anak-anak 6-11 tahun
asma awal pendek DAN memulai perawatan untuk mengendalikan gejala dan
adalah asma pengontrol reguler dengan ICS meminimalkan risiko di masa depan
yang sangat dosis tinggi, atau ICS-LABA
tidak dosis menengah
terkontrol,
atau dengan
eksaserbasi
akut
Sebelum memulai perawatan kontrol awal
 Catat bukti untuk diagnosis asma, jika
memungkinkan
 Catat tingkat kontrol gejala dan faktor risiko
pasien, termasuk fungsi paru-paru
 Pertimbangkan faktor yang memengaruhi
pilihan antara opsi perawatan yang tersedia
 Pastikan pasien dapat menggunakan inhaler
dengan benar
 Jadwalkan janji untuk kunjungan tindak lanjut
Setelah memulai perawatan kontrol awal
 Tinjau respons pasien setelah 2-3 bulan, atau
lebih awal tergantung pada urgensi klinis
 Lihat untuk rekomendasi untuk perawatan
berkelanjutan dan masalah manajemen utama
lainnya
 Pengunduran pengobatan setelah kontrol yang
baik dipertahankan selama 3 bulan.

Manajemen untuk orang dewasa dan


remaja untuk mengendalikan gejala dan
meminimalkan risiko di masa depan

20
Kortikosteroid inhalasi dosis harian rendah, sedang, dan tinggi

ICS dosis rendah memberikan sebagian besar manfaat klinis ICS untuk sebagian besar pasien asma. Namun,
respons ICS bervariasi antara pasien, sehingga beberapa pasien mungkin memerlukan ICS dosis menengah
jika asma mereka tidak terkontrol meskipun kepatuhannya baik dan teknik yang benar dengan ICS dosis
rendah (dengan atau tanpa LABA).
ICS dosis tinggi (dalam kombinasi dengan LABA atau secara terpisah) diperlukan oleh sangat sedikit pasien,
dan penggunaan jangka panjangnya dikaitkan dengan peningkatan risiko efek samping lokal dan sistemik,
yang harus diseimbangkan dengan manfaat potensial.
Adults and adolescents (12 years and older)
Daily dose (mcg) – see notes above
Drug
Low Medium High
Beclometasone dipropionate (CFC)* 200–500 >500–1000 >1000
Beclometasone dipropionate (HFA) 100–200 >200–400 >400
Budesonide (DPI) 200–400 >400–800 >800
Ciclesonide (HFA) 80–160 >160–320 >320
Fluticasone furoate (DPI) 100 n.a. 2
0
0
Fluticasone propionate(DPI) 100–250 >250–500 >500
Fluticasone propionate (HFA) 100–250 >250–500 >500
Mometasone furoate 110–220 >220–440 >440
Triamcinolone acetonide 400–1000 >1000–2000 >2000

Children 6–11 years – see notes above (for children 5 years and younger, see Box 6-6, p.144)
Beclometasone dipropionate (CFC)* 100–200 >200–400 >400
Beclometasone dipropionate (HFA) 50-100 >100-200 >200
Budesonide (DPI) 100–200 >200–400 >400
Budesonide (nebules) 250–500 >500–1000 >1000
Ciclesonide 80 >80-160 >160
Fluticasone furoate (DPI) n.a. n.a. n.a.
Fluticasone propionate (DPI) 100–200 >200–400 >400
Fluticasone propionate (HFA) 100–200 >200–500 >500
Mometasone furoate 110 ≥220–<440 ≥440
Triamcinolone acetonide 400–800 >800–1200 >1200
(SCIT) dan imunoterapi sublingual
Terapi Lainnya
(SLIT). Di masa lalu, beberapa studi
 Imunoterapi alergen dalam asma telah membandingkan
Imunoterapi spesifik-alergen dapat imunoterapi dengan terapi farmakologis,
menjadi pilihan pengobatan di mana atau menggunakan hasil standar seperti
alergi memainkan peran penting, eksaserbasi, dan sebagian besar studi
termasuk asma dengan dilakukan pada pasien dengan asma
rinokonjungtivitis alergi. Saat ini ada ringan.
dua pendekatan: imunoterapi subkutan
21
 Subcutaneous immunotherapy (SCIT) tahunan. Tinjauan sistematis uji
SCIT melibatkan identifikasi dan
terkontrol acak terkontrol plasebo dari
penggunaan alergen yang relevan secara vaksinasi influenza menunjukkan tidak
klinis, dan pemberian ekstrak dalam ada pengurangan eksaserbasi asma.
dosis yang semakin tinggi untuk Namun, tinjauan sistematis terbaru dan
menginduksi desensitisasi dan / atau meta-analisis yang mencakup studi
toleransi. Dokter Eropa cenderung pengamatan dengan berbagai desain
memilih imunoterapi alergen tunggal penelitian menunjukkan bahwa
sedangkan dokter Amerika Utara sering vaksinasi influenza mengurangi risiko
meresepkan beberapa alergen untuk eksaserbasi asma, meskipun untuk
pengobatan. Kematian akibat SCIT, sebagian besar studi, bisa tidak dapat
meskipun jarang, telah terjadi pada dikecualikan. Tidak ada bukti untuk
orang dengan asma terlepas dari tingkat peningkatan eksaserbasi asma setelah
keparahan penyakit.
vaksinasi influenza dibandingkan

 Sublingual immunotherapy (SLIT) dengan plasebo.


Ada beberapa studi yang
 Bronchial thermoplasty
membandingkan SLIT dengan terapi Termoplasti bronkial adalah opsi
farmakologis untuk asma. dari SLIT
perawatan potensial pada beberapa
untuk tungau debu rumah (HDM) pada
negara untuk pasien dewasa yang
pasien dengan asma dan rinitis alergi
asmanya tetap tidak terkontrol meskipun
HDM menunjukkan pengurangan ICS rejimen terapeutik yang dioptimalkan
dengan SLIT dosis tinggi. Dalam
dan rujukan ke pusat khusus asma .
penelitian lain pada pasien dengan asma Termoplasti bronkus melibatkan
dan rinitis alergi HDM, SLIT
perawatan saluran udara selama tiga
ditambahkan ke ICS dosis rendah atau bronkoskopi yang terpisah dengan
sedang menunjukkan meningkatkan
frekuensi radio. Perawatan ini dikaitkan
waktu untuk eksaserbasi selama dengan efek plasebo yang besar. Pada
pengurangan ICS pada asma yang
pasien yang menggunakan ICS-LABA
dikendalikan secara tidak optimal. dosis tinggi, termoplasti bronkus
Efek samping dari SLIT untuk
dikaitkan dengan peningkatan
alergen inhalan sebagian besar terbatas eksaserbasi asma selama periode
pada gejala oral dan gastrointestinal.
pengobatan 3 bulan, dan penurunan

 Vaksinasi eksaserbasi berikutnya, tetapi tidak ada


Risiko infeksi influenza itu sendiri efek menguntungkan pada fungsi paru-
dapat dikurangi dengan vaksinasi paru atau gejala asma dibandingkan
22
dengan pasien yang terkontrol merokok di kamar atau mobil yang
palsu.Tindak lanjut yang diperpanjang digunakan anak-anak mereka
dari beberapa pasien yang diobati  Sangat menganjurkan penderita
melaporkan penurunan eksaserbasi yang asma untuk menghindari paparan
berkelanjutan dibandingkan dengan pra- asap lingkungan
perawatan.  Menilai perokok / mantan perokok
untuk COPD karena strategi
 Vitamin D
Beberapa studi cross-sectional telah pengobatan tambahan mungkin
menunjukkan bahwa kadar vitamin D diperlukan
serum yang rendah terkait dengan 2. Aktivitas fisik
gangguan fungsi paru, frekuensi  Dorong penderita asma untuk
eksaserbasi yang lebih tinggi, dan melakukan aktivitas fisik rutin demi
respons kortikosteroid yang berkurang. manfaat kesehatannya secara umum
Suplementasi vitamin D dapat  Memberikan saran tentang
mengurangi tingkat eksaserbasi asma pencegahan bronkokonstriksi yang
yang memerlukan pengobatan dengan diinduksi olahraga dengan ICS
kortikosteroid sistemik pada pasien asma reguler
dengan baseline.  Memberikan saran tentang
pencegahan bronkokonstriksi yang
Non-pharmacologi
dipicu oleh olahraga terobosan
Selain perawatan farmakologis,
 pemanasan sebelum
strategi lain dapat dipertimbangkan jika
berolahraga
relevan, untuk membantu meningkatkan
 SABA sebelum berolahraga
kontrol gejala dan / atau mengurangi risiko
 formoterol ICS dosis rendah
di masa depan.
sebelum berolahraga
1. Penghentian merokok dan paparan ETS  Aktivitas fisik yang teratur
 Pada setiap kunjungan, sangat meningkatkan kebugaran
dianjurkan penderita asma yang kardiopulmoner, tetapi tidak
merokok untuk berhenti. Berikan memberikan manfaat spesifik
akses ke program konseling dan lainnya pada fungsi paru-paru atau
berhenti merokok (jika ada) gejala asma, kecuali berenang pada
 Anjurkan orang tua / pengasuh anak- orang muda dengan asma.
anak penderita asma untuk tidak
merokok dan tidak mengizinkan

23
 Ada sedikit bukti untuk  Memutuskan tentang resep beta-
merekomendasikan satu bentuk blocker oral atau intra-okuler
aktivitas fisik di atas yang lain berdasarkan kasus per kasus.
3. Menghindari paparan saat bekerja Lakukan perawatan di bawah
 Tanyakan semua pasien dengan pengawasan medis ketat oleh
asma awitan orang dewasa tentang seorang spesialis
riwayat pekerjaan mereka dan  Jika beta-blocker kardioselektif
paparan lainnya diindikasikan untuk kejadian
 Dalam manajemen asma akibat koroner akut, asma bukan
kerja, identifikasi dan hilangkan merupakan kontra-indikasi absolut,
kepekaan terhadap pekerjaan tetapi risiko / manfaat relatif harus
sesegera mungkin, dan singkirkan dipertimbangkan
pasien yang peka dari paparan lebih 5. Diet sehat
lanjut terhadap agen ini  Dorong pasien asma untuk
 Pasien dengan dugaan atau mengonsumsi makanan tinggi buah
konfirmasi asma pekerjaan harus dan sayuran untuk manfaat
dirujuk untuk penilaian ahli dan kesehatannya secara umum
saran, jika tersedia
9. Komplikasi
4. Menghindari obat-obatan yang dapat Komplikasi yang mungkin terjadi akibat
memperburuk asma asma, antara lain:
 Selalu bertanya tentang asma 1. Komplikasi akut asthma bila tidak
sebelum meresepkan NSAID, dan ditangani adalah asidosis respiratorik
menyarankan pasien untuk berhenti yang dapat mengancam terjadinya gagal
menggunakannya jika asma napas
memburuk 2. Pneumothorak
 Selalu bertanya kepada penderita 3. Pneumomediastinum dengnan empisema
asma tentang pengobatan yang subcutis
bersamaan 4. Atelectasis
 Aspirin dan NSAID (obat 5. Komplikasi psikologis dapat terjadi
antiinflamasi non-steroid) apabila sesak napas pada asthma
umumnya tidak dikontraindikasikan menyebabkan serangan panik dan
kecuali ada riwayat reaksi kecemasan yang dapat memperburuk
sebelumnya terhadap agen ini eksaserbasi asthma
6. Pada ibu hamil, asthma dapat
meningkatkan risiko gangguan pada
24
kehamilan seperti eklamsia. Ibu hamil Reference
dengan asthma cenderung lebih sering
Ducharme FM, Tse SM, Chauhan B.
harus menjalani persalinan secara seksio
Diagnosis, management, and prognosis of
sesarea preschool wheeze. Lancet. 2014 Apr
21;383(9928):1593–604. Available from:
10. Prognosis
Pasien anak dengan asthma yang http://dx.doi.org/10.1016/S0140-
6736(14)60615-2
masuk rumah sakit empat kali atau lebih
dalam tahun pertama sejak didiagnosis Andersson M, Hedman L, Bjerg A, Forsberg
asthma cenderung mengalami asthma B, Lundbäck B, Rönmark E. Remission and
persisten. Kematian akibat asthma Persistence of Asthma Followed From 7 to
19 Years of Age. Pediatrics. 2013 Aug
meningkat pada anak usia pra sekolah (5
1;132(2):e435 LP-e442. Available from:
tahun ke bawah). Pasien anak dengan
http://pediatrics.aappublications.org/content/
asthma cenderung mengalami remisi 132/2/e435.abstract
pada masa remaja akhir. Sebuah
penelitian longitudinal menunjukkan Fu J, Gibson PG, Simpson JL, McDonald
VM. Longitudinal Changes in Clinical
bahwa pada usia 19 tahun, remisi
Outcomes in Older Patients with Asthma,
ditemukan pada 21% pasien, asthma COPD and Asthma-COPD Overlap
periodik pada 38%, dan 41 % lainnya Syndrome. Respiration. 2014;87(1):63–74.
mengalami asthma persisten. Anak laki- Available from:
laki lebih tinggi tingkat remisinya http://www.karger.com/DOI/10.1159/00035
2053
dibandingkan dengan anak perempuan.
Pasien dewasa yang hanya memiliki National Heart Lung and Blood Institute N.
asthma memiliki prognosis yang baik Global initiative for asthma. Global strategy
dan tidak mengalami penurunan for asthma management and prevention.
NHBLI/WHO workshop. 1995:NIH
kapasitas paru yang signifikan. Seiring
Publication no. 95-3659.
penuaan, tumpang tindih asthma dan
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) Schunemann HJ, Jaeschke R, Cook DJ, Bria
semakin sering. Penurunan fungsi paru WF, El-Solh AA, Ernst A, Fahy BF, et al.
An official ATS statement: grading the
yang lebih signifikan ditemui pada
quality of evidence and strength of
pasien asthma dewasa yang tumpang
recommendations in ATS guidelines and
tindih mengalami PPOK. Kematian yang recommendations. Am J Respir Crit Care
berhubungan dengan asthma pada pasien Med 2006;174:605-14.
dewasa jarang ditemui. Namun
Bel EH. Clinical phenotypes of asthma. Curr
meningkat pada pasien asthma yang juga
Opin Pulm Med 2004;10:44-50.
mengalami PPOK
25
Moore WC, Meyers DA, Wenzel SE, Aaron SD, Vandemheen KL, FitzGerald JM,
Teague WG, Li H, Li X, D'Agostino R, Jr., Ainslie M, Gupta S, Lemiere C, Field SK, et
et al. Identification of asthma phenotypes al. Reevaluation of diagnosis in adults with
physician-diagnosed asthma. JAMA
using cluster analysis in the Severe Asthma
2017;317:269-79.
Research Program. Am J Respir Crit Care
Med 2010;181:315-23.
Miller MR, Hankinson J, Brusasco V,
Burgos F, Casaburi R, Coates A, Crapo R, et
Wenzel SE. Asthma phenotypes: the
al. Standardisation of spirometry. Eur Respir
evolution from clinical to molecular
J 2005;26:319-38.
approaches. Nat Med 2012;18:716-25.

Anderson GP. Endotyping asthma: new


Pellegrino R, Viegi G, Brusasco V, Crapo
insights into key pathogenic mechanisms in
RO, Burgos F, Casaburi R, Coates A, et al.
a complex, heterogeneous disease. Lancet
Interpretative strategies for lung function
2008;372:1107-19.
tests. Eur Respir J 2005;26:948-68.

Levy ML, Quanjer PH, Booker R, Cooper


Tan WC, Vollmer WM, Lamprecht B,
BG, Holmes S, Small I, General Practice
Mannino DM, Jithoo A, Nizankowska-
Airways Group. Diagnostic spirometry in
Mogilnicka E, Mejza F, et al. Worldwide
primary care: Proposed standards for
patterns of bronchodilator responsiveness:
general practice compliant with American
results from the Burden of Obstructive Lung
Thoracic Society and European Respiratory
Disease study. Thorax 2012;67:718-26.
Society recommendations: a General
Practice Airways Group (GPIAG) Reddel HK, Taylor DR, Bateman ED,
document, in association with the Boulet LP, Boushey HA, Busse WW,
Association for Respiratory Technology & Casale TB, et al. An official American
Physiology (ARTP) and Education for Thoracic Society/European Respiratory
Health. Prim Care Respir J 2009;18:130-47. Society statement: asthma control and
exacerbations: standardizing endpoints for
Quanjer PH, Stanojevic S, Cole TJ, Baur X,
clinical asthma trials and clinical practice.
Hall GL, Culver BH, Enright PL, et al.
Am J Respir Crit Care Med 2009;180:59-99.
Multi-ethnic reference values for spirometry
for the 3-95-yr age range: the global lung Brouwer AF, Brand PL. Asthma education
function 2012 equations. Eur Respir J and monitoring: what has been shown to
2012;40:1324-43. work. Paediatr Respir Rev 2008;9:193-9.

Reddel H, Ware S, Marks G, Salome C,


Jenkins C, Woolcock A. Differences Parsons JP, Hallstrand TS, Mastronarde
between asthma exacerbations and poor JG, Kaminsky DA, Rundell KW, Hull JH,
asthma control [erratum in Lancet Storms WW, et al. An official American
1999;353:758]. Lancet 1999;353:364-9. Thoracic Society clinical practice
guideline: exercise-induced

26
bronchoconstriction. Am J Respir Crit
Care Med 2013;187:1016-27.

Crapo RO, Casaburi R, Coates AL,


Enright PL, Hankinson JL, Irvin CG,
MacIntyre NR, et al. Guidelines for
methacholine and exercise challenge
testing-1999. Am J Respir Crit Care Med
2000;161:309-29.

Joos GF, O'Connor B, Anderson SD,


Chung F, Cockcroft DW, Dahlen B,
DiMaria G, et al. Indirect airway
challenges. Eur Respir J 2003;21:1050-68.

Ramsdale EH, Morris MM,


Roberts RS, Hargreave FE.
Asymptomatic bronchial
hyperresponsiveness in rhinitis. J
Allergy Clin Immunol
1985;75:573-7.

van Haren EH, Lammers JW,


Festen J, Heijerman HG, Groot
CA, van Herwaarden CL. The
effects of the inhaled
corticosteroid budesonide on lung
function and bronchial
hyperresponsiveness in adult
patients with cystic fibrosis.
Respir Med 1995;89:209-14.

27

Das könnte Ihnen auch gefallen