Sie sind auf Seite 1von 106

LAPORAN PENELITIAN MADYA

BIDANG PTJJ

Efektivitas Model Distribusi Bahan Ajar Berbasis Online


(Kasus Pemanfaatan Toko Buku Online Pada Mahasiswa
UT di UPBJJ Surabaya)

Oleh:
Pardamean Daulay
Adi Suparto

PUSAT PENELITIAN KELEMBAGAAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM


LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS TERBUKA
2009
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIAN BIDANG PTJJ

1 a. Judul Penelitian : Efektivitas Model Distribusi Bahan Ajar Berbasis


Online (Kasus Pemanfaatan Toko Buku Online
Pada Mahasiswa UT di UPBJJ Surabaya)
b. Bidang Penelitian : PTJJ
c. Klasifikasi Penelitian : Madya
d. Bidang Ilmu :
2 Ketua Tim Peneliti
a. Nama : Pardamean Daulay, S.Sos., M.Si
b. NIP : 19761014 200604 1 002
c. Golongan Kepangkatan : Penata Muda/III-a
d. Jabatan Akademik : Asisten Ahli
e. Fakultas/Unit Kerja : FISIIP/UPBJJ-UT Surabaya
3. Anggota Tim Peneliti
a. Nama : Drs. Adi Suparto, M.Pd
b. NIP : 19551027 198303 1 002
c. Golongan Kepangkatan : Penata/III-c
d. Jabatan Akademik : Lektor
e. Fakultas/Unit Kerja : FKIP/UPBJJ-UT Surabaya
4 Lokasi Penelitian : UPBJJ-UT Surabaya
5 Lama Penelitian : 5 Bulan
6 Biaya Penelitian : Rp. 20.000.000,- (Dua pulu Juta Rupiah)
7 Sumber Biaya : Universitas Terbuka

Surabaya, Desember 2009


Mengetahui,
Kepala UPBJJ – UT Surabaya Peneliti,

Prof. Dr. Kisyani, M.Hum Pardamean Daulay, S.Sos., M.Si


NIP. 19621025 198601 2 001 NIP. 19761014 200604 1 002

Mengetahui, Menyetujui,
Ketua LPPM-UT Kepala Pusat Penelitian

Drs. Agus Joko Purwanto, M.Si Dra. Endang Nugraheni, M.Ed., M.Si
NIP. 19660508 199203 1 003 NIP. 19570422198503 2 001

2
ABSTRACT

Pardamean Daulay dan Adi Suparto, 2009. Effectivity of Online Based Printed
Learning Material Distribution Mode (Case of Using E-bookstore on UT Student in
UPBJJ Surabaya)

One of the weaknesses of UT as the holder of long distance study is the difficulty in
distributing the printed learning material to the students spread all over the country.
Recently, UT has developed online based printed learning material distribution which
is commonly known as UT E-bookstore. This research is to describe the effectivity of
using UT E-bookstore, and done by qualitative approach and quantitative approach.

The result of this research shows that (1) the students’ participation in using UT E-
bookstore is still low, which is only 0,31% from all students of UBJJ-UT Surabaya. It
implies that (a) the UT E-bookstore is still new that not all students know about it (b)
less socialization of using UT E-bookstore (c) limited access to the internet for the
students who live in some districts (d) the low skill of students in accessing the
internet. This research also shows that online based printed learning material
distribution is not effective yet to fulfill the students’ needs. It is caused by some
factors (a) the printed learning material distribution is not on time yet (b) the students
find difficulty in paying the printed learning material for no Mandiri Bank in their area
(c) the bad connection in accessing the UT website (d) the lack of printed learning
material needed by students. The presence of UT E-bookstore really helps full time
worked students but becomes a problem for those who get difficulty in accessing
the internet.

The suggestion given for the effectivity of UT E-bookstore is to give a workshop


about accessing internet for the students. This workshop could be held as a part of
New Student Orientation (OSMB) or in a particular time to increase the students’
proficiency in accessing the internet.

Keywork: Effectivity, printed learning material distributioin, UT E-bookstore

3
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang
telah memberikan rahmat, pertolongan dan petunjuknya-Nya sehingga laporan
penelitian ini dapat terselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Rasa
syukur ini dibarengi pula dengan do’a semoga di masa yang akan datang penulis
dapat mempersembahkan karya yang lebih baik.
Laporan penelitian yang berjudul “Efektivitas Model Distribusi Bahan Ajar
Berbasis Online (Kasus Pemanfaatan Toko Buku Online Pada Mahasiswa UT di
UPBJJ Surabaya)” merupakan penelitian bidang Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) yang
bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas distribusi bahan ajar berbasis online
(TBO-UT) sebagai model inovasi baru dalam penyelenggaraan PTJJ.
Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menemukan hambatan dan
rintangan terutama dalam proses pengolahan data. Namun berkat kesungguhan
dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya kesulitan tersebut dapat diatasi sehingga
laporan penelitian ini pun dapat diselesaikan. Rasanya sangat tepat bilama dalam
kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah memberi bantuan baik moril maupun materil sampai selesainya
penelitian ini. Ucapan terimka kasih tersebut penulis sampaikan antara lain kepada:
1. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM)
Universitas Terbuka, yang telah memberikan kepercayaan kepada peneliti
untuk melakukan penelitian bidang Pendidikan Jarak Jauh (PJJ), dengan
memberikan bantuan dana penelitian.
2. Kepala UPBJJ-UT Surabaya yang telah memberikan ijin penelitian dan
berbagai fasilitas untuk melaksanakan penelitian ini.
3. Mahasiswa UT yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian,
terutama mahasiswa program nonpendas yang ada di UPBJJ-UT Surabaya,
informasi yang telah disampaikan menjadi inspriasi bagi penulis untuk
menyusun laporan penelitian ini.
4. Rekan kerja di UPBJJ-UT Surabaya yang banyak memberi masukan dan saran
sehingga laporan penelitian ini dapat tersusun dengan baik.

Sebagai hamba yang dhaif, penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini
masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat

4
diharapkan. Akhirnya, kami berharap laporan penelitian ini dapat bermannfaat bagi
pembaca, khususnya bagi pihak UT dalam rangka mencari solusi yang terbaik
dalam melakukan distribusi bahan ajar.

Surabaya, Desember 2009

Peneliti

Pardamean Daulay
Adi Suparto

DAFTAR ISI

5
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ i
RINGKASAN....................................................................................................... ii
ABSTRAK........................................................................................................... v
PRAKATA........................................................................................................... vi
DAFTAR ISI........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah....................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 8


2.1 Kedudukan Bahan Ajar dalam Institusi PTJJ.................................. 8
2.2 Pendistribusian Bahan Ajar pada Institusi PTJJ …………………… 11
2.3 Internet Sebagai Media Transaksi (E-Commerce).......................... 12
2.4 Efektivitas Model Distribusi Bahan Ajar Berbasis Online................ 19
2.4.1 Karakteristik Mahasiswa........................................................ 21
2.4.2 Perubahan Paradigma Pelayanan PTJJ............................... 24
2.4.3 Prinsip Model Distribusi Bahan Ajar Berbasis Online di UT.. 25

BAB III METODO PENELITIAN ....................................................................... 27


3.1 Pendekatan Penelitian.................................................................. 27
3.2 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel......................................... 27
3.3 Variabel dan Instrumen Penelitian................................................ 29
3.4 Teknik Pengumpulan Data............................................................ 31
3.5 Teknik Analisis Data...................................................................... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 34


4.1 Sejarah Toko Buku Online (E-Bookstore UT).............................. 34
4.2 Mencari dan Membeli Bahan Ajar Lewat TBO-UT………………... 37
4.2.2 Pra Pencarian Bahan Ajar.................................................. 37
4.2.2 Pemesanan Bahan Ajar..................................................... 43
4.2.3 Alamat Pengiriman Bahan Ajar.......................................... 45
4.2.4 Metode Pengiriman............................................................ 46
4.2.5 Sistem Pembayaran Bahan Ajar........................................ 46
4.3 Efektifitas Model Distribusi Bahan Ajar Berbasis Online............. 48
4.3.1 Profil Responden................................................................ 48
4.3.2 Aksebilitas Mahasiswa dalam Pemanfaatan TBO-UT......... 54
4.3.3 Partisipasi Mahasiswa dalam Pemanfaatan TBO-UT......... 57
4.3.4 Persepsi Mahasiswa Terhadap Efektivitas TBO-UT............ 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 74


5.1 Simpulan......................................................................................... 74

6
5.2 Saran............................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 76
LAMPIRAN......................................................................................................... 79

DAFTAR TABEL

7
Halaman

Tabel 2.1 Pengelompokan Media Pembelajaran Menurut Rowntree....................10


Tabel 2.2 Arah Komunikasi menurut Andrea dan Watson............................... 14
Tabel 3.1 Rekapitulasi Jumlah Pembeli Bahan Ajar Melalui TBO-UT............. 28
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian........................................................... 31
Tabel 4.1 Ketersediaan Warnet di Sekitar tempat Tinggal Responden................ 55
Tabel 4.2 Jarak tempuh sarana internet dari tempat tinggal responden...............56
Tabel 4.3 Rekapitulasi jumlah pembeli dan jumlah bagan ajar melalui TBO....... 60
Tabel 4.4 Alasan responden menggunakan TBO-UT........................................... 61
Tabel 4.5 Waktu pemesanan bahan ajar melalui TBO-UT....................................63
Tabel 4.6 Lama menerima bahan ajar.................................................................. 63
Tabel 4.7 Kesulitan menggunakan TBO-UT..........................................................64
Tabel 4.8 Kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam menggunakan TBO..............64
Tabel 4.9 Cara menyelesaikan kesulitan............................................................ 67
Tabel 4.10 Kesesuaian TBO-UT dengan perkembangan zaman......................... 69
Tabel 4.11 Kemampuan akses internet memotivasi pemanfaatan TBO-UT......... 70
Tabel 4.12 Kesesuain TBO-UT dengan mahasiswa yang bekerja......................... 71
Tabel 4.13 Penggunaan TBO-UTmenyebabkan harga bahan ajar mahal..............72

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tampilan website UT www.ut.ac.id................................................... 38


Gambar 2. Tampilan UT Online…………………………………………………… 39
Gambar 3. Halaman depan TBO UT................................................................. 40
Gambar 4. Halaman Login................................................................................ 41
Gambar 5. Form Pelanggan Baru..................................................................... 42
Gambar 6. Account Baru berhasil di buat………………………………………… 42

8
Gambar 7. Kategori Modul di Ebookstore UT................................................... 43
Gambar 8. Tampilan kategori ADPU................................................................. 44
Gambar 9. Troli Anda……………………………………………………………….. 44
Gambar 10. Cara menghapus pesanan dari Troli Belanja................................. 45
Gambar 11. Cara Pengiriman Bahan Ajar........................................................... 45
Gambar 12. Informasi Pengiriaman Bahan Ajar.................................................. 46
Gambar 13. Sistem Pembayaran Bahan Ajar .................................................... 46
Gambar 14. Proses Pemesanan Bahan Ajar melalui TBO-UT........................... 47
Gambar 15. Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin................................ 49
Gambar 16. Profil Responden berdasarkan Usia................................................ 49
Gambar 17. Profil Responden Berdasarkan Tahun Masuk UT........................... 51
Gambar 18. Profil Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan............................. 51
Gambar 19. Asal Program Studi Responden...................................................... 52
Gambar 20. Asal Daerah Responden................................................................. 53
Gambar 21. Sumber Informasi TBO-UT.............................................................. 54
Gambar 22. Pemilikan Panduan TBO-UT........................................................... 57
Gambar 23. Tempat Mengakses Internet............................................................ 59

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Dewasa ini penyelenggaraan pendidikan tinggi jarak jauh (PTJJ), telah


berkembang dan semakin banyak diminati masyarakat. Hampir semua kawasan di
dunia telah memiliki dan mengembangkan institusi PTJJ. Jika pada awalnya,
institusi PTJJ dianggap marginal, tetapi belakangan ini beberapa PTJJ berkembang
pesat menjadi pusat-pusat unggulan institusi PTJJ dan mega universitas di dunia.
Setidaknya, Jung (2005) mencatat ada 11 mega universitas jarak jauh di seluruh
dunia, dimana kesebelas mega universitas tersebut tidak hanya dicirikan oleh
besarnya jumlah mahasiswa (lebih dari 100.000 mahasiswa) melainkan juga
karena kemampuan menyediakan fasilitas terpenting dalam sistem pendidikan

9
jarak jauh yaitu penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (Information and
Communication Technology, ICT) dalam pembelajaran.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang luar biasa saat ini,
berpengaruh terhadap beragamnya media pembelajaran yang dapat dipilih dan
digunakan. Banyak institusi penyelenggara PTJJ berlomba-lomba memanfaatkan
media pembelajaran yang canggih, modern dan mahal, karena ada anggapan
bahwa semakin canggih media yang digunakan, maka semakin tinggi pula nilai
pembelajarannya. Padmo dan Toha (2004), menyatakan bahwa asumsi ini tidak
selamanya benar, sebab media yang sederhana sekalipun, apabila digunakan
sesuai dengan karakteristik dan kemampuan mahasiswa dapat memberikan nilai
pembelajaran yang tidak sedikit. Untuk daerah terpencil dan terisolasi serta daerah
yang belum memiliki tenaga listrik dan sarana telekomunikasi, penggunaan media
yang sederhana akan lebih efektif.
Universitas Terbuka (UT) sebagai penyelenggara PTJJ di Indonesia
memiliki mahasiswa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan
perkembangan sosial, ekonomi, dan infrastruktur daerah yang tidak merata. Kondisi
ini menjadi hambatan dalam menentukan media dan sumber belajar yang akan
digunakan. Karena itu bahan ajar tercetak masih menjadi komponen utama dalam
proses belajar mengajar di UT, meskipun sebagian telah disertai dengan suplemen
yang berbentuk bahan ajar multi media, seperti: kaset audio, video, atau disket
maupun compact disk (CD) yang memuat materi berbantuan komputer dan
berbasis internet (e-learning). Dengan demikian, ketersediaan bahan ajar (modul)
dan ketepatan waktu penerimaannya perlu diperhitungkan agar mahasiswa
mempunyai waktu yang cukup untuk mempelajarinya.
Namun, mengingat kondisi geografis Indonesia yang 70% merupakan
lautan dan 30% daratan yang terdiri dari sekitar 17.000 pulau, mengakibatkan
distribusi bahan ajar bagi mahasiswa bukanlah hal yang mudah dan sederhana.
Kendala utama yang dihadapi adalah domisili mahasiswa yang tersebar di seluruh
pelosok tanah air, sementara transportasi darat, laut, dan udara saat ini belum
semuanya dapat diandalkan untuk menyampaikan bahan ajar dengan cepat ke
alamat mahasiswa. Berbagai kendala tersebut menyebabkan UT selalu berupaya
untuk terus menerus mencari dan memperbaiki model pendistribusian bahan ajar
yang ideal agar mahasiswa dapat memperoleh bahan ajar tepat waktu sesuai
dengan mata kuliah yang ditempuhnya.

10
Sebagai institusi penyelenggara PTJJ, UT telah mengembangkan berbagai
model pendistribusian bahan ajar. Pada tahun pertama beroperasi, UT hampir tidak
mengalami banyak hambatan dalam pendistribusian bahan ajar, karena model
yang digunakan adalah mengirimkan bahan ajar langsung ke alamat mahasiswa
yang bekerjasama dengan PT. Pos. Model distribusi bahan ajar seperti ini dapat
terlaksana karena sistem registrasi mata kuliah yang diterapkan UT masih
menggunakan sistem paket. Namun, seiring dengan perubahan sistem registrasi
mata kuliah, maka perubahan model pendistribusian bahan ajar pun ikut
mengalami perubahan, dimana bahan ajar dapat dibeli di UPBJJ setempat.
Selama ini layanan pendistribusian bahan ajar di UPBJJ masih mengalami
beberapa kendala, diantaranya dapat dilihat dari hasil penelitian Soelaiman (2005)
tentang analisis ketersediaan bahan ajar di UPBJJ yang menunjukkan bahwa,
UPBJJ mengalami kesulitan dalam melakukan prediksi kebutuhan bahan ajar,
terjadi kelebihan atau kekurangan dalam penyediaan bahan ajar untuk mata kuliah
tertentu sehingga tingkat efisiensi dari sistem penyediaan bahan ajar sangat
rendah. Inefisiensi dari sistem penyediaan bahan ajar, disebabkan oleh sistem yang
diterapkan oleh UT yang memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk tidak
perlu membeli bahan ajar bagi mata kuliah yang diregistrasikannya.

Lebih lanjut hasil penelitian Haryanto (2001) juga menunjukkan bahwa


berdasarkan data permintaan bahan ajar dan laporan hasil penjualan bahan ajar di
UPBJJ tampak bahwa persentasi bahan ajar yang terjual di masing-masing UPBJJ
sangat bervariasi, namun secara total bahan ajar yang terjual sekitar 42% dari
bahan ajar yang dikirim ke UPBJJ. Dengan demikian, permintaan bahan ajar oleh
UPBJJ tidak selalu menggambarkan kebutuhan bahan ajar mahasiswa dan tidak
terdapat hubungan antara mata kuliah yang diregistrasikan dengan bahan ajar
yang akan dibutuhkan oleh mahasiswa. Disamping itu, Putra (2007) juga
mengungkapkan bahwa mahasiswa yang berdomisili jauh dari UPBJJ, mengalami
kendala dalam memperoleh bahan ajar karena kesulitan transportasi dan masih
banyak dijumpai mahasiswa yang kesulitan mendapatkan bahan ajar terutama
menjelang ujian karena kehabisan stok.
Merujuk kepada berbagai temuan di atas, secara sinambung UT telah
menetapkan bahwa sistem layanan bahan ajar menempati posisi teramat penting
dalam manajemen UT di masa mendatang. Penyampaian bahan ajar tersebut

11
harus didukung oleh sistem distribusi yang handal, sehingga terdistribusi dengan
cepat dan mudah diperoleh mahasiswa. Dalam Renstra UT tahun 2005 – 2020,
secara khusus UT telah menekankan tiga fokus yang perlu dikembangkan yaitu; (1)
peningkatan layanan akademik; (2) peningkatan partisipasi mahasiswa; dan (3)
manajemen internal. Terkait dengan peningkatan layanan akademik, UT telah
menetapkan bahwa peningkatan akses mahasiswa terhadap sumber-sumber
belajar sebagai agenda utama, yaitu pada tahun 2010 harus tercapai titik akses
layanan akademik di 100% kabupaten/kota dan kecamatan (Renstra UT, 2004).
Selanjutnya, Renstra UT juga menyatakan bahwa UT akan memperluas
kesempatan belajar bagi masyarakat luas dengan cara meningkatkan penggunaan
teknologi dan jaringan kemitraan sehingga dapat memperluas daya jangkau
pelayanan pendidikan tinggi sampai kepada masyarakat di daerah terpencil.
Sebagai langkah operasional dari Renstra UT tersebut, secara
berkesinambungan UT telah melakukan pengembangan model distribusi bahan
ajar berbasis online (e-bookstore). Pengembangan model distribusi bahan ajar
berbasis online dilakukan sejak tahun 2008 sesuai dengan pengumuman Rektor
Nomor 6045.J31/LL/2007 tertanggal 16 April 2007 dan Surat PR III Nomor
6092/J31/LL/2007 tertanggal 17 April 2008 (Suparman, 2008). Melalui
pengembangan model distribusi bahan ajar berbasis online ini, mahasiswa tidak
harus datang ke UPBJJ untuk membeli bahan ajar, tetapi dapat memesan melalui
internet dan bahan ajar dapat diterima di alamat atau unit jasa layanan terdekat.
Dengan demikian, mahasiswa dapat memperoleh bahan ajar lebih cepat, akurat
dan efisien serta mampu menjamin kualitas pendistribusian bahan ajar, sehingga
visi dan misi UT menjadi salah satu penyelenggara PTJJ terkemuka di Asia pada
tahun 2010 dan di Dunia tahun 2020 dapat tercapai dan terealisasikan.
Berdasarkan pengamatan awal terhadap model pendistribusian bahan ajar
berbasis online, diketahui bahwa kehadiran toko buku online ternyata bermanfaat
bagi mahasiswa UT, khususnya mahasiswa yang bekerja full time, yaitu dengan
adanya kemudahan memperoleh bahan ajar tanpa harus datang ke kantor UPBJJ.
Kemudahan tersebut menjadi motivasi mahasiswa untuk meneruskan kuliahnya
yang selama ini sering terbengkalai, akibat bahan ajar (modul) yang dibutuhkan
tidak tersedia di UPBJJ, padahal beberapa diantara mereka telah memesan cukup
lama. Hal ini mengakibatkan mahasiswa yang bersangkutan tidak mempelajari
bahan ajar mata kuliah yang diregistrasinya pada saat pelaksanaan UAS.

12
Namun, berdasarkan temuan awal tersebut masih dirasakan pula bahwa
keberadaan toko buku online belum dirasakan maksimal terutama kesiapan
mahasiswa dalam pemanfaatannya dan kesiapan petugas UT dalam melayani
pengiriman bahan ajar sesuai pesanan. Indikasi ini dapat dilihat dari, pertama,
ketidaktahuan mahasiswa menggunakan fasilitas toko buku online yang
disebabkan sebagian besar mahasiswa belum mampu mengakses internet, kedua,
belum tersedia fasilitas internet di daerah, ketiga, harga modul semakin naik karena
harus membayar biaya (ongkos) kirim, keempat, pemesanan bahan ajar yang
belum berjalan lancar, kelima, lamanya pengiriman bahan ajar dari waktu
pemesanan, dan keenam, partisipasi mahasiswa yang belum maksimal dalam
memanfaatkan toko buku online, sehingga hanya mahasiswa tertentu saja yang
telah memanfaatkannya.
Di samping itu, sebagai suatu inovasi baru dalam pendistribusian bahan
ajar, mahasiswa UT yang berada di wilayah UPBJJ-UT Surabaya ternyata masih
mengalami kendala dalam pemanfaatannya, meskipun cara penggunaannya telah
disosialisasikan. Hasil penelitian Iriyani (2008) tentang implementasi TQM dalam
pelayanan Akademik di UPBJJ-UT Surabaya menemukan bahwa hampir 85%
mahasiswa program nonpendas mengalami kendala dalam pemanfaatan toko buku
online. Namun, dalam penelitian ini belum diungkap sama sekali tentang kendala-
kendala apa yang dihadapi mahasiswa dalam pemanfaatan toko buku online.
Padahal informasi tentang pemanfaatan toko buku online ini sangat penting bagi
UT sebagai bahan evaluasi untuk pengembangan model pendistribusian bahan ajar
yang lebih berkualitas kepada mahasiswa.
Berdasarkan beberapa temuan awal yang telah dikemukakan di atas, maka
penelitian ini akan mendeskripsikan bagaimana pemanfaatan model distribusi
bahan ajar melalui toko buku online UT (TBO-UT), yang dilihat dari aspek;
kesediaan dan persepsi mahasiswa terhadap pemanfaatan TBO-UT, aksebilitas
mahasiswa UT dalam memanfaatkan fasilitas TBO-UT, partisipasi mahasiswa
dalam memanfaatkan TBO-UT, karakteristik mahasiswa UT yang telah
memanfaatkan TBO-UT, dan kendala-kendala apa yang dihadapi mahasiswa UT
dalam pemanfaatan TBO-UT.
Mengingat pentingnya pemanfaatan TBO-UT bagi mahasiswa UT dalam
memperoleh bahan ajar, khususnya bagi mahasiswa UT yang berada di daerah
terpencil, maka penelitian tentang efektifitas pemanfaatan TBO-UT sebagai sebuah

13
inovasi baru dalam pendistribusian bahan ajar bagi mahasiswa UT dipandang
sangat penting, untuk mendapatkan berbagai masukan terhadap penyempurnaan
kelanjutan model distribusi bahan ajar yang lebih efektif, efisien dan berkualitas.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan signifikansi penelitian ini sebagaimana yang telah diuraikan
dalam latar belakang penelitian, maka permasalahan penelitian difokuskan pada
upaya untuk mengeksplorasi faktor-faktor penghambat dan pendukung
pemanfaatan toko buku online dalam pendistribusian bahan ajar bagi mahasiswa
UT. Permasalahan penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian
utama (grand question): bagaimana pemanfaatan toko buku online dalam
pendistribusian bahan ajar? Untuk menjawab pertanyaan utama tersebut dibuat
perincian permasalahan dalam bentuk pertanyaan khusus, yakni:
1. Bagaimana karakteristik mahasiswa yang telah menggunakan TBO-UT?
2. Bagaimana aksebilitas dan kendala mahasiswa dalam pemanfaatan TBO-UT?
3. Bagaimana persepsi mahasiswa UT terhadap model distribusi bahan ajar
melalui TBO-UT?
4. Bagaimana partisipasi mahasiswa UT dalam pemanfaatan TBO-UT?
5. Bagaimana efektifitas model distribusi bahan ajar melalui TBO-UT?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh deskripsi tentang
pemanfaatan toko buku online pada mahasiswa UT. Secara rinci tujuan penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut:
1. mengidentifikasi karakteristik mahasiswa yang telah menggunakan TBO-UT.
2. mendeskripsikan aksebilitas dan kendala mahasiswa UT dalam pemanfaatan
TBO-UT dalam pendistribusia bahan ajar.
3. mendeskripsikan persepsi mahasiswa UT terhadap model distribusi bahan ajar
melalui pemanfaatan TBO-UT.
4. mendeskripsikan partisipasi mahasiswa dalam pemanfaatan TBO-UT.
5. mendeskripsikan efektifitas model distribusi bahan ajar melalui TBO-UT.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan UT
terutama bagian distribusi bahan ajar. Secara teoretis, jika model distribusi bahan

14
ajar melalui pemanfaatan TBO-UT memiliki pengaruh terhadap peningkatan
kualitas pengelolaan pendistribusian bahan ajar kepada mahasiswa, maka hasil
penelitian ini mendukung teori E-commerce yang memandang bahwa proses
distribusi bahan ajar dapat dilakukan melalui pemanfaatan internet.
Selain itu, temuan penelitian ini akan memberikan informasi mengenai
kesediaan dan persepsi mahasiswa dalam pemanfaatan TBO, aksebilitas
mahasiswa UT dalam memanfaatkan fasilitas TBO, partisipasi mahasiswa dalam
memanfaatkan TBO, karakteristik mahasiswa UT yang telah memanfaatkan TBO,
dan kendala-kendala yang dihadapi mahasiswa UT dalam pemanfaatan TBO. Di
samping itu, hasil penelitian ini juga memberikan informasi untuk menjadi dasar
pengembangan bagi perbaikan dan penyempurnaan model distribusi bahan ajar
berbasis online di masa yang akan datang. Dengan demikian, hasil penelitian ini
berguna bagi UT untuk memperluas kerjasama, pengalaman, dan meningkatkan
keterampilan, serta dapat digunakan sebagai acuan alternatif dalam mencari dan
memperbaiki model pendistribusian bahan ajar yang ideal agar mahasiswa dapat
memperoleh bahan ajar tepat waktu sesuai dengan mata kuliah yang ditempuhnya.
Secara praktis, pengembangan model distribusi bahan ajar berbasis online
dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memperoleh bahan ajar
dari mana saja tanpa harus datang ke UPBJJ, tetapi dapat memesan melalui
internet dan bahan ajar dapat diterima di alamat masing-masing sehingga bahan
ajar yang dibutuhkan dapat diterima lebih cepat, tepat, akurat dan praktis serta
mampu menjamin pendistribusian bahan ajar yang berkualitas. Keberhasilan
mahasiswa dalam memperoleh bahan ajar tepat waktu dapat memperpanjang
waktu untuk mempelajari bahan ajar sehingga akan berdampak positif bagi hasil
belajar mahasisiwa dan tingkat kelulusan dalam ujian akhir semester. Dengan
demikian, keberhasilan penelitian ini secara tidak langsung memberikan manfaat
bagi UT dalam meningkatkan jumlah kelulusan mahasiswa.
Merujuk kepada manfaat, baik secara teoretis maupun praktis tersebut,
maka penelitian ini akan memberikan manfaat timbal balik (resiprocity of benefit)
antara mahasiswa dan UT dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, yang pada
akahirnya dapat meningkatkan kualitas belajar dan hasil belajar mahasiswa.

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kedudukan Bahan Ajar dalam Institusi PTJJ


Sistem Pendidikan Jarak Jauh (SPJJ) merupakan salah satu bentuk
pelayanan pendidikan bagi masyarakat luas. Sistem pendidikan ini memiliki
karakteristik yang unik sekaligus membedakannya dengan universitas
konvensional. Berbagai ahli telah menjelaskan pengertian dan karakteristik
pendidikan jarak jauh (PJJ) sesuai dengan sudut pandang masing-masing,
diantaranya Keegan (1984), Holmberg (1977), dan Moore (1973). Walaupun agak
sulit untuk mendapatkan satu definisi yang diterima oleh semua pakar PJJ, namun
karakteristik PJJ yang dikemukakan oleh Keegan (1984) dapat dipakai sebagai
acuan dasar untuk pembahasan dalam penelitian ini. Berikut ini adalah karakteristik
PJJ yang dikemukakan oleh Keegan (1984).

16
 adanya keterpisahan yang mendekati permanen antara tenaga pengajar
(guru atau dosen) dari peserta ajar (siswa atau mahasiswa) selama
program pendidikan;
 ada pengaruh dari suatu organisasi pendidikan yang membedakannya
dengan studi pribadi;

 pemanfaatan sarana komunikasi baik mekanis maupun elektronis untuk


menyampaikan bahan ajar;

 penyediaan sarana komunikasi dua arah sehingga peserta ajar dapat


mengambil inisiatif dialog dan mengambil manfaatnya.

 Kemungkinan pertemuan sekali-sekali untuk keperluan pengajaran dan


sosialisasi;

 Partisiapsi dalam bentuk industrialisasi pendidikan.

Berdasarkan uraian karakteristik PJJ tersebut dapat disimpulkan sedikitnya


dua karakteristik PJJ. Pertama, adanya keterpisahan antara pengajar dengan
peserta didik, baik ditinjau dari jarak, ruang maupun waktu. Kedua, adanya
penggunaan media. Keterpisahan antara pengajar dan peserta didik terlihat
sebagai elemen utama yang menjadi karakterisitk dasar pendidikan jarak jauh,
sementara penggunaan media, merupakan dampak dari adanya keterpisahan.
Adanya keterpisahan jarak baik dalam arti fisik maupun non-fisik menyebabkan
kegiatan pembelajaran tatap muka terjadi dalam frekuensi yang rendah. Sebagai
penggantinya, pembelajaran disampaikan melalui beragam media, sedangkan
interaksi mahasiswa dengan dosen dilakukan memanfaatkan sarana komunikasi.
Hakekat PTJJ menghendaki terlaksananya proses belajar mahasiswa secara
mandiri yang tidak memerlukan ruang kuliah (kampus) secara fisik. Dalam konteks
ini, yang diperlukan adalah penyediaan pembelajaran dalam bentuk media oleh
penyelenggara pendidikan dan pemberian bantuan belajar. Peserta ajar belajar
secara mandiri melalui berbagai media komunikasi dalam skala luas dan berjarak
jauh yang difasilitasi oleh pengelola pendidikan. Implikasinya bagi peserta ajar
adalah perlunya kesiapan, kesediaan, dan motivasi untuk belajar secara mandiri.
Proses belajar mandiri menghendaki mahasiswa untuk belajar atas prakarsa atau
inisiatif sendiri. Belajar mandiri dapat dilaksanakan secara sendiri dan ataupun
secara berkelompok. Mahasiswa juga dapat mengambil inisiatif untuk
memanfaatkan perpustakaan, mengikuti siaran radio, mengikuti tutorial serta
menggunakan sumber belajar lain seperti bahan ajar berbantuan komputer dan

17
program audio/video. Dengan demikian, program pendidikan dapat diikuti dari
mana saja selama bahan ajar (media belajar) tersedia.
Bahan ajar diartikan sebagai sarana menyampaikan materi atau substansi
yang dapat dipelajari oleh siswa. Bahan ajar biasanya berbentuk media yang
bervariasi yaitu; cetak, kaset audio, program video, kit percobaan dan peralatan
laboratorium, dan perangkat komputer. Media telah dimengerti sebagai alat
komunikasi yang digunakan untuk membawa suatu informasi. Apabila dikaitkan
dengan kegiatan pembelajaran, maka dapat diartikan bahwa media adalah alat
komunikasi yang digunakan untuk membawa informasi yang dimaksudkan untuk
pembelajaran. Media pembelajaran selain digunakan untuk menghantarkan
kegiatan pembelajaran secara utuh juga dapat dimanfaatkan untuk memberikan
penguatan maupun motivasi.
Kehadiran media pembelajaran menjadi salah satu ciri kesamaan diantara
institusi penyelenggara PTJJ, sementara salah satu yang membedakan diantara
institusi PTJJ adalah jenis media yang digunakan. Variasi penggunaan media antar
institusi PTJJ sangat beragam mengingat banyaknya jenis media yang dapat
dimanfaatkan, mulai dari media yang paling sederhana sampai pada yang paling
canggih. Media pembelajaran dalam PTJJ dapat dikatakan sumber belajar yang
direncanakan. Rowntree (1994) mengelompokkan media SPJJ dalam empat
kategori, yaitu cetak, audio-visual, praktikum, dan interaktif. Secara lengkap,
pengelompokkan media dalam SPJJ dapat terlihat pada Tabel 1 yang diadaptasi
dari Rowntree (1994) sebagaimana yang dituliskan oleh Padmo dan Toha (2003).

Tabel 2.1 Pengelompokan Media Pembelajaran Menurut Rowntree

18
Media cetak digolongkan sebagai teknologi generasi pertama dalam sistem
pendidikan jarak jauh. Hampir semua institusi pendidikan jarak jauh di dunia
memanfaatkan media cetak sebagai media utama untuk menyampaikan materi
ajar. Kenyataan yang demikian menempatkan media cetak dalam posisi
“primadona” dalam PTJJ. Kondisi tersebut tentu saja tidak hanya didasarkan pada
masalah biaya pengembangan dan pengadaan yang dapat dikategorikan lebih
murah dibanding dengan media lain. Fleksibilitas sebagai keunggulan media cetak
yang tidak dimiliki oleh media lain ternyata juga menjadi faktor pendorong atau
faktor yang menentukaan pemanfaatan media cetak pada PTJJ. Fleksibilitas media
cetak mencakup fleksibilitas tempat (dapat digunakan di mana saja), waktu (kapan
saja), wujud (buku materi pokok, buku kerja, panduan belajar, pamphlet, brosur,
peta, chart), jenis cetakan (tulisan, gambar, foto, grafik, tabel), serta
kemampuannya untuk dipadukan dengan media lain.
Disamping itu, fleksibilitas lain dari media cetak yang sangat menonjol
dalam pemanfaatannya dalam PTJJ adalah kemampuannya untuk disajikan dalam
format moduler. Pemanfaatan sistem moduler mempunyai makna bahwa materi
ajar dapat dipelajari bagian per bagian secara runtut dan berkesinambungan.
Dengan cara ini pengguna diharapkan akan mampu memahami materi ajar secara
menyeluruh. Institusi PTJJ yang berbasis pada media cetak (print based),
umumnya memanfaatkan sistem moduler dalam menyampaikan bahan ajar.
Lewis (1986) serta Yunus & Panen (2004) mencatat beberapa keunggulan
bahan ajar cetak dalam program belajar jarak jauh, antara lain:
1. Bahan ajar cetak merupakan medium instruksional yang terekam secara
permanen dan tidak asing lagi bagi peserta didik.
2. Mudah menggunakannya dan dapat didistribusikan secara langsung.
3. Mudah diperbaharui dalam bentuk-bentuk tertentu, misalnya sebagai lembaran-
lembaran lepas atau dalam jilid berlingkaran.
4. Dengan menggunakan word-procesor, membuat modifikasi terhadap teks dapat
dilakukan dengan mudah.
Pada umumnya media cetak dimanfaatkan sebagai media utama yang
berisikan materi-materi utama, sementara media lain berfungsi sebagai media yang
menyampaikan materi penjelasan. Kombinasi antara media cetak dengan media
video/televise merupakan contoh pemanfatan media secara terpadu. Media cetak
dipergunakan sebagai bahan utama yang dipergunakan untuk mempelajari

19
informasi yang terdapat dalam media televise/radio. Media video dalam hal ini,
digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep dalam materi ajar yang tidak dapat
diajarkan secara efektif melalui media cetak.

2.2 Pendistribusian Bahan Ajar pada Institusi PTJJ


Penyelenggaraan PTJJ bergantung kepada sistem yang menghasilkan tiga
keluaran yaitu: bahan ajar yang baik, pelayanan kepada mahasiswa yang efektif,
dan penggunaan sumberdaya yang efisien (Daniels, 1996). Ketiga keluaran di atas
berpengaruh terhadap pengelolaan bahan ajar. Para mahasiswa sudah harus dapat
mempelajari materi ajar begitu mereka selesai registrasi matakuliah, karena itu
bahan ajar harus selalu tersedia di tempat penjualannya. Sistem pengelolaan
bahan ajar terdiri dari pengembangan, pengadaan, pendistribusian, dan penjualan
bahan ajar kepada mahasiswa. Bahan ajar sebagai pengganti kehadiran pengajar
dalam melakukan transfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, mengakibatkan
bahan ajar ini harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat
mempelajarinya secara mandiri.
PTJJ dilandasi oleh manajemen industri karena adanya persamaan yang
mendasar dengan struktur industri dalam hal rasionalisasi, pembagian kerja, lini
perakitan, produksi massa, persiapan kerja, berorientasi pada tujuan, konsentrasi,
dan sentralisasi (Keegan, 1995). Sebagai suatu bentuk industri pembelajaran, PTJJ
secara struktural berbeda dengan pendidikan tatap muka. Perbedaan mendasar
dapat ditemui pada proses pengadaan, pendistribusian, dan penjualan bahan ajar
kepada mahasiswa yang melibatkan banyak pihak. Keterlibatan banyak pihak ini
membutuhkan suatu pengadministrasian yang baik sehingga secara keseluruhan
sistem ini dapat dilaksanakan secara efisien. Hal ini ditegaskan oleh Peters &
Keegan (1994), bahwa dalam industrialisasi belajar jarak jauh menuntut
pengadministrasian yang baik dan terpusat sehingga secara ekonomis dapat
dipertanggungjawabkan. Selain sisi efisiensi sistem pengelolaan bahan ajar seperti
yang dikemukan oleh Peters & Keegan (1994), penyediaan bahan ajar merupakan
salah satu jenis pelayanan kepada mahasiswa. Dengan demikian, tujuan dari
sistem pengelolaan bahan ajar adalah agar mahasiswa dapat memperoleh bahan
ajar tepat waktu sehingga mahasiswa dapat mempersiapkan diri lebih awal
sebelum mereka mengikuti ujian.

20
Model pendistribusian bahan ajar sangat signifikan dalam pendidikan jarak
jauh. Tersedianya model pendistribusian bahan ajar yang cepat, tepat dan mudah
diakses dapat memberikan motivasi pada mahasiswa untuk menyelesaikan
studinya tepat waktu. Rowntree (1994) dan Bates (1995) sependapat bahwa
pendistribusian bahan ajar dalam pendidikan jarak jauh perlu memperhatikan paling
tidak dua faktor, yaitu sasaran didik dan lokasi dimana peserta didik menerima
layanan bahan ajar. Disamping itu, dari segi geografi, demografi, jadwal
pengelolaan bahan ajar, keakuratan data dan tujuan pengiriman penting juga
menjadi pertimbangan (Soelaiman, 2005).
Sementara itu, Gagne (1988) dalam Padmo (2004) menyatakan bahwa
sikap seseorang terhadap berbagai media pembelajaran umumnya berbeda antara
mereka yang tinggal di perkotaan dan pedesaan, antara etnis atau antara kelompok
sosial ekonomi. Pada kelompok tertentu terdapat kemungkinan bahwa mereka
tidak memiliki atau bahkan belum mengenal peralatan elektronik seperti, internet.
Sebaliknya pada kelompok lain peralatan tersebut sudah biasa digunakan. Dengan
mengetahui siapa peserta didik, institusi penyelenggara PTJJ akan lebih mudah
menentukan model pendistribusian bahan ajar yang akan digunakan dan dapat
diterima sesuai dengan keadaan peserta didik.

2.3 Internet Sebagai Media Transaksi (E-Commerce)


Perkembangan teknologi saat ini semakin luas dan telah memasuki semua
lini kehidupan manusia. Hampir tidak ada lini kehidupan manusia yang belum
tersentuh dan bersinggungan dengan teknologi. Jika merujuk pada tujuh unsur
budaya Koentjaraningrat (2003), maka bisa dipastikan ketujuh unsur budaya
tersebut telah banyak dijalankan dengan menggunakan teknologi modern. Setiap
perkembangan teknologi tidak dapat berjalan sendiri tanpa bantuan teknologi
dalam bidang lain. Teknologi yang ada saling bantu membantu bekerjasama
menciptakan teknologi baru yang lebih bersifat massa dan murah. Dalam puncak
era informasi saat ini, perkembangan teknologi informasi apapun tidak bisa
dilepaskan dari peran jaringan komputer yang mengglobal atau lazim disebut
internet. Daryanto (2005) menyatakan bahwa melalui internet, seseorang dapat
memanfaatkan berbagai kemudahan untuk berkomunikasi, antara lain:
1. WWW atau World Wide Web
Biasa juga disebut web, adalah bagian yang paling menarik di internet. Melalui
web, kita dapat mengakses informasi tidak hanya berupa teks. Tetapi juga

21
gambar, suara, film, dll. Untuk mengakses web diperlukan browser atau lazim
disebut web browser.
2. Electronic Mail
Disingkat e-mail, yakni merupakan surat elektornik yang dikirimkan melalui
internet, dengan fasilitas ini kita bisa mengirim dan email dari dan ke pengguna
di seluruh dunia. Jika dibandingkan dengan pengiriman surat lewat kantor pos,
maka fasilitas email jauh lebih cepat.
3. Telnet
Dengan menggunakan telnet kita bisa menggunakan komputer untuk
berhubungan dengan komputer orang lain dan mencari atau mengambil
informasi yang ada pada komputer tersebut.
4. FTP atau File Transfer Protocol
Melalui software FTP, pengguna internet dapat mengirim file dri satu komputer
ke komputer yang lain. Proses mengirim file dai sau komputer ke komputer
yang lain disebut up-load.
5. Gopher
Adanya sistem dimana pemakai dapat mengakses informasi di komputer yang
lain, beda gopher dengan web adalah gopher tidak bisa menampilkan gambar,
hanya teks. Oleh sebab itu gopher mulai banyak ditinggalkan para pemakai
interne saat ini.
6. Chat Group atau IRC (Internet Relay Chat)
Adalah forum dimana pemakai dapat saling berdiskusi atau berbincang dengan
pemakai yang lain.
7. Newsgroup
Disebut juga ruang percakapan bagi para anggota yang mempunyai
kepentingan yang sama. Di intenet terdapat berbagai macam newsgroup
dengan masalah yang berlainan. Untuk menikmati fasilitas ini kita harus
terkoneksi dengan ISP yang menyediakan fasilitas ini, karena tidak semua ISP
menyediakannya.

Dalam kelebihannya yang selalu real time, lambat laun intenet merupakan
sarana untuk mencapai informasi yang selalu siap setiap saat jika dibutuhkan oleh
masyarakat. Sebagai sebuah media massa, internet menawarkan sesuatu yng baru
yang berbeda jika dibandingkan dengan media massa yang terlebih dahulu.
Kelebihan internet selain terletak pada informasinya yang selalu diperbaharui setiap
saat, juga kemampuan komuniksinya yang dua arah. Bahkan, bisa juga dibuat
interaksi sekelompok orang ke kelompok orang, sama persis seperti rapat di kantor
atau obrolan santai di warung kopi. Andrea dan Watson (2003) mengkategorikan
arah komunikasi ini menjadi tiga kategori, yaitu:

Tabel 2.2 Arah Komunikasi Menurut Andrea dan Watson (2003)

Synchronous Asynchronous
Satu ke satu (One to IM E-mail Handphone

22
One)
Satu ke Banyak Radio/TV/Newspapae Web page Internet
(One to Many) r
Banyak ke Banyak IRC Message Board Internet
(Many to Many)
Sumber : http://www.mindjack.com/feature/12ocvar.html

Pada Tabel 2.2 terlihat bahwa melalui internet orang bisa berkomunikasi
secara missal lebih dari media lainnya. Jika pada media massa konvensional
seperti radio, Koran atau televisi komunikasi hanya sanggup tersampaikan secara
searah dari media tersebut kepada embaca, pendengar, atau pemirsa mereka
dalam waktu yang sama. Hal ini tentu saja sangat berbeda dengan sifat komunikasi
internet, karena melalui internet dapat menampilkan sifat media massa yang
bersifat satu ke satu dan satu kebanyak tersebut dan menampilkan sifat komunikasi
internet yang merupakan kelebihannya yaitu banyak ke banyak. Kelebihan yang
tidak dimiliki oleh media massa konvensional lainnya inilah yang dapat membuat
internet berkembang pesat dengan waktu yang lebih singkat jika dibandingkan
dengan para media massa pendahulunya.
Dengan kelebihan yang beragam, maka muncullah tuntutan pasar agar
internet dengan segala kelebihan yang ditawarkannya sanggup untuk melayani
masyarakat atau individu secara mobile dan praktis. Pekerjaan yang tadinya
terpaku pada waktu dan tempat khusus, seperti pekerjaan kantor yang harus
dikerjakan secara rutin di kantor dan waktu yang terbatas, maka dengan bantuan
internet seorang pekerja kantor dapat mengerjakannya dimanapun serta
mengirimkannya via email atau fax ke kantornya. Berbagai cara hidup dan bentuk
kehidupan yang sebelumnya dilakukan berdasarkan relasi-relasi ilmiah, kini
dilakukan dengan model kehidupan yang dimediasi secara mendasar oleh
teknologi, sehingga berbagai fungsi alam kini diambil alih oleh substitusi teknologi
yang disebut kehidupan artificial (artificial life). Saat ini semua kehidupan manusia
telah beralih ke era digital dengan tambahan E di depan namanya atau awalan
cyber seperti E-book, E-card, E-mony, E-chek, E-bank, E-payment, serta Cyber
sex, Cyber law, Cyber crime, Cyber Culture, Cyber religion, Cyber Economic, dan
Cyber organism. Piliang (2005), menyebut fenomena ini sebagai migrasi
kemanusiaan secara besar-besaran. Jika pada permulaan era kolonialisme dan
merkantilisme, bangsa Eropa mencari daerah jajahan baru dan bermigrasi ke

23
daerah lain, maka pada saat ini umat manusia sedang mengalami migrasi menuju
dunia maya atau cyber yang dibangun lewat internet.
Salah satu aspek kehidupan manusia yang telah bermigrasi ke arah
cyberspace adalah perdagangan atau jual beli barang atau jasa yang dilakukan
lewat intenet, atau yang lazim disebut E-commerce. E-commerce memiliki banyak
sebutan yang dipakai oleh setiap orang agar memudahkan mereka untuk
mengucapkannya, yaitu Internet Commerce atau Ecom atau Immerce yang pada
dasarnya semua sebutan tersebut mempunyai makna yang sama. Istilah-istilah
tersebut berarti membeli atau menjual secara elektronik dan kegiatan ini dilakukan
pada jaringan Internet. E-Commerce juga dapat berarti pemasangan iklan,
penjualan, dan pelayanan terbaik dengan menggunakan sebuah web-shop bagi
seluruh pelanggannya (Wahana, 2006).
Lebih lanjut, Wen (2003) menjelaskan bahwa E-Commerce, sebagai suatu
fenomena yang menjual mimpi dan idealisme. E-Commerce sangat memudahkan
ketika seseorang yang ingin membeli suatu produk, namun tidak mengetahui
informasi tentang produk yang akan dibelinya untuk mencari informasinya di
Internet. Beberapa waktu yang lalu pada era sebelum internet, ketika seseorang
ingin membeli barang elektronik seperti kamera, radio, televisi, kalkulator, dan
sebagainya, maka orang tersebut harus mendatangi satu per satu toko yang
menjual barang-barang tersebut, meminta informasi dan harga serta
membandingkan antara satu toko dengan toko lainnya.
Berdasarkan defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa E-commerce
adalah transaksi yang mencakup penjualan atau pembelian barang yang dilakukan
secara elektronik ldengan menggunakan internet. Lebih dari menjual ataupun
membeli barang, E-commerce juga mencakup pemasagnan iklan, penjualan dan
dukungan dan pelayanan selama 24 jam lewat toko digital (web shop) bagi seluruh
pelanggannya di seluh dunia. Individu yang ingin mencari barang elektronik tinggal
menghidupkan komputer yang terkoneksi dengan internet lalu mengetikkan kata
kunci pencariannya di seaerch engine, jika individu tersebut mencari komputer
maka tinggal mengetikkan k o m p u t e r di seaerch engine maka ribuan toko
penjual komputer online di seluruh nusantara bahkan seluruh dunia sedang berada
di ujung jarinya. Konsumen yang hendak memilih belanjaan yang akan dibeli bisa
menggunakan ‘shopping cart’ untuk menyimpan data tentang barang-barang yang
telah dipilih dan akan dibayar. Konsep ‘shopping cart’ ini meniru kereta belanja

24
yang biasanya digunakan untuk berbelanja di pasar swalayan. ‘Shopping cart’
biasanya berupa formulir dalam web, dan dibuat dengan kombinasi CGI, database,
dan HTML. Barang-barang yang sudah dimasukkan ke shopping cart masih bisa
dihapus, jika pembeli berniat untuk membatalkan membeli barang tersebut. Jika
pembeli ingin membayar untuk barang yang telah dipilih, ia harus mengisi form
transaksi. Biasanya form ini menanyakan identitas pembeli serta nomor kartu
kredit. Karena informasi ini bisa disalahgunakan jika jatuh ke tangan yang salah,
maka pihak penyedia jasa E-commerce telah mengusahakan agar pengiriman
data-data tersebut berjalan secara aman, dengan menggunakan standar security
tertentu. Setelah pembeli mengadakan transaksi, retailer akan mengirimkan barang
yang dipesan melalui jasa pos langsung ke rumah pembeli, sehingga pembeli tidak
perlu lagi datang ke tempat penjualan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan E-commerce
menguntungkan banyak pihak, baik pihak konsumen, pihak produsen dan penjual
(retailer). Bagi pihak penjual (retailer) dapat memudahkan pemasaran barang-
barang yang akan dijual serta mempermudah proses penjualan. Sementara itu,
pihak konsumen, E-commerce dapat membuat waktu berbelanja menjadi singkat,
karena tidak perlu lagi mengelilingi pusat pertokoan untuk mencari barang yang
diinginkan. Selain itu, harga barang yang dijual melalui E-commerce biasanya lebih
murah dibandingkan dengan harga di toko, karena jalur distribusi dari produsen
barang ke pihak penjual lebih singkat dibandingkan dengan toko konvensional.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan beberapa manfaat
E-commerce, diantaranya; (1) meminimalisir bahaya kebakaran, (2) memperluas
jangkauan pasar, meningkatkan layanan untuk pelanggan, dan mengefisiensi
operasi, (3) keuntungan yang diperoleh jauh lebih besar, (4) mekanisme
pembayaran yang digunakan dalam transaksi di internet sangat mudah dan aman.
Di samping itu, jual beli online juga masih menyajikan kelebihan lainnya, yaitu
informasi yang didapatkan dari internet bersifat dua sudut pandang. Jika ada
individu atau komunitas yang pro atas suatu produk dan puas akan layanan produk
yang diberikan, maka kita juga dapat menemukan individu atau komunitas yang
kontra dengan produk tersebut dan berusaha memboikotnya. Dengan demikian,
konsumen dapat memutuskan barang apa yang akan dibeli dan bagaimana
layanan yang diberikan, sehingga dapat memberikan kepuasan pada waktu
pembelian barang dan layanan pasca jualnya.

25
Sebagai salah satu revolusi dalam teknologi informasi yang diciptakan oleh
manusia, E-commerce membawa perubahan besar secara cepat, dan berkembang
pesat dalam dunia per-internet-an, serta bagian dari mekanisme bisnis tersendiri
yang sangat menjanjikan (Bungin, 2006). International Data Corporation (IDC)
misalnya, melaporkan bahwa nilai transaksi di internet tumbuh secara dramatis,
dari US$ 318 juta (1985) menjadi US$ 95 miliar selama tahun 2000. Data terbaru
IDC juga menyebutkan, nilai transaksi via Internet di Asia-Pasifik mencapai US$
643,11 juta, dengan jumlah pengakses sekitar 7,9 juta. Dari angka tersebut, nilai
transaksi via Internet dari Indonesia diperkirakan sekitar US$ 1,16 juta dengan
angka pengakses sekitar 110 ribu (www.e-commerce.com).
Namun, pesatnya perkembangan teknologi dan kemampuan sumber daya
manusia yang menciptakan dan mengoperasikan internet memuat dua masalah
yang melekat. Pertama, masalah teknologi yang berkembang pesat untuk
memuaskan hasrat manusia yang tidak pernah puas untuk menciptakan teknologi
baru yang semakin canggih dan kecil. Kedua, masalah sosial yang muncul dari
perkembangan dan kemampuan manusia mengelola teknologi tersebut. Di dalam
era E-commerce ini masalah kerap dihadapi terletak pada kelemahan sistem
teknologi yang digunakan serta rentannya terhadap pembobolan uang oleh pihak
yang tidak bertanggungjawab yang hendak mengambil keuntungan dari kelemahan
sistem teknologi yang ada. Disamping itu, dampak E-commerce adalah sesuatu
yang belum bisa diprediksi sebelumnya yaitu berkurangnya interaksi sosial tatap
muka, penipuan lewat internet dan masih banyak lagi yang kesemuanya tercipta
lewat jual beli di internet.
Disamping itu, Wen (2003) juga mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan
oleh perkembangan E-commerce dalam kehidupan manusia yaitu:
1. terobosan terhadap ruang dan waktu
2. hubungan langsung antara pemasok dengan pemakai akhir
3. pengurangan keharusan menerka-nerka secara dramatis
4. dari pilihan terbatas menjadi permintaan terbatas
5. dampak terhadap real-estate untuk bisnis
6. perdagangan internasional antar individu
7. revolusi pemasaran produk dan jasa yang didigitalkan
8. perubahan bank-bank tradisional
9. tarif telekomunikasi akan menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah

26
10. Mendesak, kebutuhan akan perangkat hukum serta aturan main yang baru.
Teknologi E-commerce memang sesuatu yang sangat kompleks, tergantung
dari sisi mana memandangnya. Seorang individu yang bergelut dalam bidang
teknologi informasi (TI) dan ilmu komputer tentu menganggap hal itu merupakan
objek kajian mereka, namun dari sisi ilmu sosial seperti sosiologi juga turut
mengkajinya dari paradigma masing-masing ilmu. Menurut sudut pandang
sosiologi, tentu saja perdagangan di Internet masih dipandang sebagai sebuah nilai
dan pola perilaku baru yang muncul sebagai akibat perubahan sosial budaya yang
berpangkal pada perubahan teknologi informasi.
Penyelenggara PTJJ, memandang bahwa dari beberapa kemudahan
E-Commerce, dapat dimanfaatkan untuk menjual (mendidstribusikan bahan ajar
kepada mahasiswa), di samping ajang promosi seluas-luasnya tanpa adanya
proteksi dari pemerintah atau pihak lain yang mengatur mekanisme jual beli
(Pangaribuan, 2005). Adapun produk utama yang perlu dijual oleh PTJJ adalah
bahan ajar (modul, kaset, CD, dan lainnya) yang selama ini hanya dapat diperoleh
mahasiswa dengan membeli di tempat penjualan yang telah ditetapkan. UT
sebagai salah satu penyelenggara PTJJ, telah lama menerapkan penjualan bahan
ajar di beberapa UPBJJ yang ada. Namun, penjualan bahan ajar tersebut kurang
efektif karena mahasiswa yang berdomisili jauh dari UPBJJ, mengalami kendala
dalam memperoleh bahan ajar. Hal ini disbebakan kesulitan transportasi dan masih
banyak dijumpai mahasiswa yang kesulitan mendapatkan bahan ajar terutama
menjelang ujian karena kehabisan stok. Karena itu, UT telah melakukan
pengembangan model distribusi bahan ajar berbasis online (e-bookstore).
Pengembangan model distribusi bahan ajar berbasis online dilakukan sejak tahun
2008 sesuai dengan pengumuman Rektor Nomor 6045.J31/LL/2007 tertanggal 16
April 2007 dan Surat PR III Nomor 6092/J31/LL/2007 tertanggal 17 April 2008.
Penggunaan E-commerce di UT dapat dijadikan solusi dalam menjembatani
kendala ruang, jarak dan akses mahasiswa memperoleh bahan ajar sehingga
mahasiswa dapat memesan bahan ajar tanpa harus membeli buku di UPBJJ.

2.4 Efektivitas Model Distribusi Bahan Ajar Berbasis Online


Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu tingkat keberhasilan dalam
mencapai tujuan atau sasaran (Etzioni, 1964). Tetapi, efektivitas sesungguhnya
merupakan suatu konsep yang lebih luas, mencakup berbagai faktor di dalam

27
maupun di luar diri seseorang. Efektivitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi
produktivitas, akan tetapi juga dapat dilihat dari sisi persepsi atau sikap orangnya,
dan bagaimana tingkat kepuasan yang dicapai oleh orang (Robbins, 1997). Dengan
demikian efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting, karena mampu
memberikan gambaran mengenai keberhasilan dalam mencapai sasarannya atau
tingkat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Pelayanan bahan ajar merupakan komponen dari bantuan belajar yang
sangat penting pada pendidikan jarak jauh. Banyak pendapat yang menyebutkan
bahwa kualitas pendistribusian bahan ajar sangat menentukan tingkat keberhasilan
mahasiswa (Sewart, 1988). Akan tetapi apa saja komponen dan bagaimana
pendistribusian bahan ajar yang baik dan berkualitas sebaiknya dilakukan tidak ada
satu kesepakatan diantara para praktisi dan institusi PTJJ. Salah satu faktor
penting yang berpengaruh terhadap efektifitas pendistribusian bahan ajar adalah
latar belakang sosial dan budaya mahasiswa dan juga keberadaan teknologi.
Daryanto (2005) mengemukakan perubahan di bidang teknologi informasi
dan komunikasi akhir akhir ini telah secara dramatis merubah interaksi dan
hubungan manusia yang berakibat pada perubahan fundamental dari pelayanan
yang harus dilakukan oleh institusi PTJJ. Lebih lanjut Daniel (1997) bahkan secara
lebih tegas mengatakan bahwa teknologi merupakan bagian integral dari PTJJ.
Memang tidak bisa dipungkiri, saat ini di hampir seluruh perguruan tinggi (baik
konvensional maupun jarak jauh) sudah menggunakan pelayanan e-learning
sebagai salah satu komponen proses pembelajarannya. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi pada tahun 1995
telah mengeluarkan sebuah kebijakan terkait dengan Sistem Informasi Manajemen
di perguruan tinggi tertuang dalam Strisasi Sistem Informasi Manajeman Nasional
Perguruan Tinggi (SIMNAS DIKTI). Strisasi SIMNAS DIKTI terdiri atas :
(1) Subsistem Akademik,
(2) Subsistem Kemahasiswaan dan Alumni,
(3) Subsistem Registrasi,
(4) Subsistem Keuangan,
(5) Subsistem Ketenagaan,
(6) Subsistem Penelitian,
(7) Subsistem Pengabdian Masyarakat,
(8) Subsistem Sarana Prasarana, dan

28
(9) Subsistem Perpustakaan.
Berdasarkan kebijakan di atas dan kebutuhan internal kampus maka
subsistem database yang telah ada dapat lebih dikembangkan dalam sebuah
media promosi dan sekaligus internal kampus yang dapat diakses oleh civitas
akademika (mahasiswa, dosen, administrasi dan stake holder) bahkan masyarakat
secara online. Dengan demikian institusi PTJJ dalam hal ini UT harus lebih
progresif memodernisasikan pelayanannya dalam seluruh aspek kegiatannya.
Perubahan fundamental terhadap pelayanan pendistribusian bahan ajar
mencakup perubahan dari pendekatan yang selama ini menjadi primadona dari
pendekatan yang didominasi oleh peran tutor-counsellor menjadi pendekatan yang
lebih professional melalui costumer care. Demikian juga dari paradigma klasikal
dan uniform menjadi paradigm PTJJ yang personalized dan tailor made. Perubahan
paradigm PTJJ ini secara prinsip menuntut perubahan kelembagaan dan juga
perubahan perilaku dari pengelola PTJJ.
Pada bagian ini dibahas secara lebih khusus efektivitas pendestribusian
bahan ajar berbasis online melalui pemanfaatan TBO-UT. Pengukuran efektivitas
ini penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya tanggapan
mahasiswa terhadap model distribusi bahan ajar TBO UT, dengan mengkaji latar
belakang sosial dan budaya mahasiswa, khususnya dalam rangka melakukan
pengembangan model pelayanan distribusi bahan ajar kepada mahasiswa dimasa
yang akan datang.

2.4.1 Karakteristik Mahasiswa


Salah satu faktor yang penting dalam melakukan perubahan baik secara
kelembagaan maupun perubahan perilaku adalah mengetahui dengan lebih baik
karakteristik mahasiswa PTJJ khususnya UT. Dengan lebih memahami karaktersitik
mahasiswa akan lebih mudah mengidentifikasi dan memutuskan bentuk, jenis dan
tindakan apa yang harus dilakukan dalam melakukan perubahan.
Di berbagai negara karakteristik mahasiswa PTJJ hampir memiliki features
yang relatif sama dan sangat beragam sebagaimana yang dikemukakan Moore &
Kearsley (1996), yaitu antara lain terdiri dari variasi karakteristik di bawah ini
1) memiliki pengalaman (experienced-based)
2) aktif (active-learner)
3) beberapa memiliki keahlian tertentu (experts)
4) mandiri (independent)
5) praktis (hands-on)

29
6) berorientasi pada hidup (life-centered)
7) berorientasi pada pekerjaan (task-centered)
8) lebih menyukai penyelesaian masalah (solution-driven)
9) menyukai keterampilan (skill-seeking)
10) mengatur dirinya sendiri (self-directing)
11) motivasi dari dirinya sendiri (self motivation)
Berbagai karakteristik dan latar belakang mahasiswa PTJJ tersebut,
mengharuskan PTJJ untuk menyediakan berbagai pilihan bentuk pelayanan bahan
ajar yang relevan dan sesuai dengan karakteristik mahasiswa. Disamping itu,
terdapat beberapa karakteristik yang lebih spesifik bagi mahasiwa UT. Pannen
(1999) menyatakan bahwa mahasiswa UT adalah sekelompok masyarakat yang
karena suatu hal belum dapat memperoleh kesempatan menikmati pendidikan
tinggi pada institusi pendidikan tinggi tatap muka yang ada. Kelompok masyarakat
memilih UT karena berbagai alasan, seperti tidak dapat meninggalkan pekerjaan
dan lokasi PT tatap muka sulit dijangkau oleh calon mahasiswa. Indikasi ini tampak
dari banyaknya mahasiswa yang berdomisili di kota kecil yang tidak ada perguruan
tingginya. Selain itu, UT memberikan kebebasan dalam menentukan waktu belajar
dan cara belajar yang tidak dapat diperolehnya pada perguruan tinggi biasa.
Latar belakang ini tentunya akan sangat mempengaruhi bentuk dan jenis
layanan apa yang relevan dan yang lebih efektif bagi mahasiswa. Tentunya dengan
bervariasinya pilihan bentuk layanan akan lebih memudahkan mahasiwa dengan
karakteristik tertentu memilih bentuk layanan yang sesuai. Demikian halnya akan
sangat penting untuk menentukan langkah-langkah apa yang harus ditempuh oleh
UT untuk mengembangkan model distribusi bahan ajar yang sesuai dan
menciptakan pre kondisinya. Model distrbusi bahan ajar berbasis online dapat
menjadi suatu pilihan karena memiliki kemampuan yang sangat baik dalam
mendorong efisiensi pengelolaan layanan bahan ajar di masa mendatang,
mengingat teknologi informasi dan komunikasi akan semakin mudah diakses.
Beragamnya karakteristik mahasiswa UT mempengaruhi terhadap proses
adopsi inovasi. Berkenaan dengan penerapan inovasi, Errington (2001) dalam
Padmo dan Julaeha (2007) menyatakan bahwa kompetensi atau kemampuan
pengguna, dukungan sarana, dan kecukupan infrastruktur merupakan faktor yang
menentukan penerapan flexible learning dalam pembelajaran. Hal ini sesuai
dengan pendapat Bandalaria (2003) yang mengemukakan bahwa terdapat tiga
masalah utama yang menghambat partisipasi mahasiswa dalam belajar online.
Pertama, dispositional problems, yaitu masalah yang mengacu pada pribadi

30
mahasiswa, seperti sikap, rasa percaya diri, dan gaya belajar. Kedua,
circumstansial problems, yaitu masalah yang berkaitan dengan kondisi khusus
seperti geografis, ketersediaan waktu, dan sebagainya. Ketiga, teknical problems,
yaitu masalah yang berkaitan dengan hardware dan program software yang
digunakan dalam belajar online.
Penerapan distribusi bahan ajar melalui toko buku online yang sedang
dilaksanakan di UT merupakan salah satu bentuk inovasi sebagai akibat dari
perkembangan teknologi jaringan. Banyak faktor yang turut berpengaruh terhadap
penerapan inovasi. Menurut Rogers (1983) dalam Bungin (2006) terdapat 5
tahapan dalam suatu proses difusi inovasi dari yang terendah sampai tertinggi,
yang mencakup pengetahuan, persuasi, keputusan, pelaksanaan, dan konfirmasi.
1. Tahap pengetahuan ditunjukkan adanya kesadaran individu terhadap inovasi
dan adanya pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut
berfungsi.
2. Tahap persuasi ditunjukkan oleh terbentuknya sifat yang menyetujui atau tidak
menyetujui inovasi tersebut.
3. Tahap keputusan ditunjukkan adanya keterlibatan individu dalam aktivitas yang
membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi inovasi tersebut.
4. Tahap pelaksanaan ditunjukkan adanya individu yang melaksanakan
keputusannya sesuai dengan pilihan-pilihannya.
5. Tahap konfirmasi ditunjukkan adanya individu yang mencari pendapat yang
menguatkan keputusan yang telah diambil.
Berkenaan dengan penggunaan teknologi dalam pembelajaran, Technology
Acceptance Model yang diperkenalkan pertama kali oleh Davis (dalam Miller,
Rainer & Corley, 2003) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi seseorang
untuk menggunakan teknologi adalah manfaat yang akan diperoleh dan
kemudahan dalam penggunaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manfaat
yang diperoleh dan kemudahan dalam penggunaan keduanya memiliki hubungan
positif yang signifikan dengan jumlah waktu yang digunakan oleh mahasiswa dalam
belajar online. Apabila mahasiswa kurang memiliki rasa keperdulian dan
kemampuan serta aksebilitas untuk dapat melaksanakan inovasi tersebut, maka
inovasi tersebut tidak akan dapat diterapkan dengan optimal.
Disamping itu, tingkat keperdulian dan tingkat rasa mampu diri (self-
efficacy) seseorang dalam memanfaatkan e-learning dalam pembelajaran turut

31
berpengaruh terhadap upaya pemanfaatan e-learning dalam proses belajar. Hasil
penelitian Padmo dan Julaeha (2007) tentang tingkat keperdulian dan self efficacy
mahasiswa Universitas Terbuka terhadap e-learning menunjukkan bahwa tingkat
penilaian mahasiswa terhadap kemampuannya (rasa mampu diri/self-efficacy)
dalam menggunakan jaringan internet memiliki hubungan positif yang signifikan
dengan tingkat kepedulian mahasiswa terhadap e-learning. Hal ini berarti bahwa
semakin tinggi penilaian mahasiswa terhadap kemampuan dirinya dalam
menggunakan jaringan internet, semakin tinggi pula tingkat keperdulian mereka
dalam memanfaatkan e-learning.
Secara psikologis, seorang individu memandang suatu inovasi memiliki
manfaat apabila inovasi tersebut dapat membantu mereka untuk melakukan
pekerjaan dengan lebih baik. Dengan melihat manfaat tersebut, individu akan
terdorong untuk terlibat dalam penerapan inovasi tersebut dalam kegiatan sehari-
hari. Sementara itu, kemudahan dalam penggunaan suatu inovasi dapat dilihat dari
sedikitnya upaya yang dilakukan atau hambatan yang dihadapi pengguna dalam
menerapkan inovasi. Hal ini sangat berkaitan dengan persepsi pengguna terhadap
kemampuan dirinya dalam menerapkan inovasi yang ada.

2.4.2 Perubahan Paradigma Pelayanan PTJJ


Dalam prolog buku ”Perspectives on Distance Education: Toward a Culture
of Quality”, Koul (2006) berpendapat bahwa pada millennium ketiga ini ekspansi
PTJJ dunia telah memasuki gelombang ketiga. Gelombang pertama ditandai oleh
upaya untuk mengembangkan dasar-dasar sistem jaminan kualitas bagi PTJJ.
Gelombang kedua ditandai oleh upaya mengembangkan sistem jaminan kualitas
PTJJ dalam konteks internasional/global. Gelombang ketiga ditandai oleh upaya
untuk membangun budaya kualitas, sebuah dinamika dan agenda baru dalam
institusi PTJJ. Dinamika dan agenda baru institusi PTJJ di dunia ini, tidak lain
sebagai upaya untuk membangun budaya kualitas internasional, menjadi kelas
dunia (word class distance education). Salah satu alasan penting terjadinya agenda
baru ini adalah ”the fact that this system is going to play a very important role in the
21st century” (Ramanujam, 2001).
Perubahan yang mendasar dari pengelolaan PTJJ adalah juga dikarenakan
adanya perubahan pada lingkungan fisik maupun sosialnya. Perubahan
fundamental yang terjadi adalah dengan semakin tingginya persaingan diantara

32
PTJJ secara global yang memberikan service lebih berkualitas dan lebih
memuaskan konsumennya. Hal ini disebabkan karena perubahan paradigma
pengelolaan PTJJ di dunia dari paradigma lama yang lebih berorientasi pada
“manufacturing” menuju paradigma baru yang lebih berorientasi pada “sevices”.
Perubahan ini juga difasilitasi dengan keberadaan teknologi informasi dan
komunikasi saat ini yang memudahkan PTJJ untuk meningkatkan servicenya
melalui “on line service”. Orientasi pada service inilah yang mendasari terjadinya
perubahan paradigm PTJJ dan diyakini telah meningkatkan tingkat keberhasilan
mahasiswa dan retensi mahasiwa PTJJ (King, 2004).
Paradigma pengelolaan PTJJ secara konvensional yang lebih menekankan
para “manufacturing” bahan ajar, sumber sumber balajar dan berbagai bentuk
student support services mengakibatkan lambat dan kompleksnya pengelolaan
PTJJ. Paradigma ini lebih menitikberatkan pada institutional approach. Sehingga
pelayanan cenderung uniform dan rigid. Hal ini berakibat pada inefisiensi dan
lemahnya customized service kepada mahasiswa yang memiliki karakteristik yang
sangat heterogen. Service oriented PTJJ lebih menekankan dan memperhatikan
mahasiswa sebagai konsumen – consumer service oriented. Mahasiswa diletakkan
sebagai delighted customer yang memerlukan perhatian untuk dilayani
kebutuhannya. Pelayanan yang diberikan kepada mahasiwa harus memiliki
standard dan kualitas yang memadai. Kualitas pelayanan yang baik ini harus dapat
diterima oleh seluruh mahasiswa di berbagai daerah dengan berbagai karakteristik
dan latar belakang budayanya. Fokus pada pelayanan yang baik inilah yang harus
dijadikan pijakan pada pengelolaan PTJJ dimasa mendatang.

2.4.3 Prinsip Model Distribusi Bahan Ajar Berbasis Online di UT


Pengembangan aplikasi komputer sebagai sarana pengelolaan bahan ajar,
baik untuk UT Pusat maupun untuk UPBJJ telah dikembangkan. Aplikasi komputer
dalam pengelolaan inventori dan distribusi di UT Pusat, dikembangkan sejak tahun
1998 dan dipasang melalui Local Area Network (LAN-UT) sehingga semua unit
terkait dalam proses pendistribusian bahan ajar dapat terhubung. Penggunaan
aplikasi komputer ini bertujuan sebagai administrasi dan disiplin kerja bagi unit
terkait dan agar pimpinan UT dapat melakukan kontrol terhadap kinerja proses
penyediaan bahan ajar.

33
Perubahan fundamental dari PTJJ konvensional menuju PTJJ modern adalah
melalui intervensi teknologi informasi dan komunikasi. Prinsip PTJJ konvensional
yang mendasarkan pada isolasi mahasiswa dengan institusi dan dosen tidak lagi
relevan dengan paradigma PTJJ modern yang justru lebih menekankan pada
intensitas hubungan mahasiswa dengan berbagai sumber belajar yang tersedia
(Gunawardana, 1992). Dan teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan
kemudahan terjadinya intensitas hubungan ini, baik hubungan antara mahasiwa
dengan dosen maupun hubungan antar mahasiswa.
Melalui perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang telah
begitu besar mempengaruhi perubahan dalam hubungan manusia, PTJJ harus
mengikuti dan merespon perkembangan TIK ini. Akan tetapi perubahan TIK dapat
lebih efektif untuk diadopsi dengan mempertimbangkan faktor biaya, aksesibilitas,
layak, mudah dilakukan, dan fleksibel.
Secara sederhana perubahan melalui TIK harus memperhatikan tiga aspek:
economically efficient, technologically capable and socially adaptable. Dengan
demikian perubahan melalui TIK harus dilakukan dengan: (1) Menyediakan study
center atau video/Internet education center yang memungkinkan mahasiswa untuk
meningkatkan kapasitasnya, (2) Menyediakan orientasi terhadap mahasiswa
terhadap penggunaan media online secara rutin, dan (3) Upgrading baik software
maupun hardware yang memungkinkan transfer teknologi berjalan lebih cepat.
Melalui TIK PTJJ, paradigma menuju customer-oriented akan mendorong
motivasi mahasiswa untuk belajar dan bertahan (King, 2004). Dalam pendekatan ini
institusi PTJJ lebih melihat mahasiswa sebagai delighted student yang harus
mendapatkan pelayanan prima dalam mewujudkan keberhasialan mahasiswa.
Secara lebih ekstrim George Ritzer (2004) mengungkapkan bahwa universitas
menjadi bagian dari dunia bisnis dan pendidikan merupakan produk yang
dikonsumsi sehingga pendidikan pada dasarnya tidak ubahnya seperti Bank atau
pun Restoran Cepat Saji.
Dalam era teknologi jaringan yang semakin pesat, mahasiswa UT dituntut
untuk dapat memanfaatkan internet, sebagai salah satu bentuk inovasi pendidikan,
dalam pembelajaran. Mahasiswa UT secara terus menerus diperkenalkan terhadap
pemanfaatan teknologi dan peduli terhadap inovasi dalam pendidikan yang salah
satunya melalui pengembangan model distribusi bahan ajar berbasis online.

34
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kedudukan Bahan Ajar dalam Institusi PTJJ


Sistem Pendidikan Jarak Jauh (SPJJ) merupakan salah satu bentuk
pelayanan pendidikan bagi masyarakat luas. Sistem pendidikan ini memiliki
karakteristik yang unik sekaligus membedakannya dengan universitas
konvensional. Berbagai ahli telah menjelaskan pengertian dan karakteristik
pendidikan jarak jauh (PJJ) sesuai dengan sudut pandang masing-masing,
diantaranya Keegan (1984), Holmberg (1977), dan Moore (1973). Walaupun agak
sulit untuk mendapatkan satu definisi yang diterima oleh semua pakar PJJ, namun
karakteristik PJJ yang dikemukakan oleh Keegan (1984) dapat dipakai sebagai
acuan dasar untuk pembahasan dalam penelitian ini. Berikut ini adalah karakteristik
PJJ yang dikemukakan oleh Keegan (1984).

35
 adanya keterpisahan yang mendekati permanen antara tenaga pengajar
(guru atau dosen) dari peserta ajar (siswa atau mahasiswa) selama
program pendidikan;
 ada pengaruh dari suatu organisasi pendidikan yang membedakannya
dengan studi pribadi;

 pemanfaatan sarana komunikasi baik mekanis maupun elektronis untuk


menyampaikan bahan ajar;

 penyediaan sarana komunikasi dua arah sehingga peserta ajar dapat


mengambil inisiatif dialog dan mengambil manfaatnya.

 Kemungkinan pertemuan sekali-sekali untuk keperluan pengajaran dan


sosialisasi;

 Partisiapsi dalam bentuk industrialisasi pendidikan.

Berdasarkan uraian karakteristik PJJ tersebut dapat disimpulkan sedikitnya


dua karakteristik PJJ. Pertama, adanya keterpisahan antara pengajar dengan
peserta didik, baik ditinjau dari jarak, ruang maupun waktu. Kedua, adanya
penggunaan media. Keterpisahan antara pengajar dan peserta didik terlihat
sebagai elemen utama yang menjadi karakterisitk dasar pendidikan jarak jauh,
sementara penggunaan media, merupakan dampak dari adanya keterpisahan.
Adanya keterpisahan jarak baik dalam arti fisik maupun non-fisik menyebabkan
kegiatan pembelajaran tatap muka terjadi dalam frekuensi yang rendah. Sebagai
penggantinya, pembelajaran disampaikan melalui beragam media, sedangkan
interaksi mahasiswa dengan dosen dilakukan memanfaatkan sarana komunikasi.
Hakekat PTJJ menghendaki terlaksananya proses belajar mahasiswa secara
mandiri yang tidak memerlukan ruang kuliah (kampus) secara fisik. Dalam konteks
ini, yang diperlukan adalah penyediaan pembelajaran dalam bentuk media oleh
penyelenggara pendidikan dan pemberian bantuan belajar. Peserta ajar belajar
secara mandiri melalui berbagai media komunikasi dalam skala luas dan berjarak
jauh yang difasilitasi oleh pengelola pendidikan. Implikasinya bagi peserta ajar
adalah perlunya kesiapan, kesediaan, dan motivasi untuk belajar secara mandiri.
Proses belajar mandiri menghendaki mahasiswa untuk belajar atas prakarsa atau
inisiatif sendiri. Belajar mandiri dapat dilaksanakan secara sendiri dan ataupun
secara berkelompok. Mahasiswa juga dapat mengambil inisiatif untuk
memanfaatkan perpustakaan, mengikuti siaran radio, mengikuti tutorial serta
menggunakan sumber belajar lain seperti bahan ajar berbantuan komputer dan

36
program audio/video. Dengan demikian, program pendidikan dapat diikuti dari
mana saja selama bahan ajar (media belajar) tersedia.
Bahan ajar diartikan sebagai sarana menyampaikan materi atau substansi
yang dapat dipelajari oleh siswa. Bahan ajar biasanya berbentuk media yang
bervariasi yaitu; cetak, kaset audio, program video, kit percobaan dan peralatan
laboratorium, dan perangkat komputer. Media telah dimengerti sebagai alat
komunikasi yang digunakan untuk membawa suatu informasi. Apabila dikaitkan
dengan kegiatan pembelajaran, maka dapat diartikan bahwa media adalah alat
komunikasi yang digunakan untuk membawa informasi yang dimaksudkan untuk
pembelajaran. Media pembelajaran selain digunakan untuk menghantarkan
kegiatan pembelajaran secara utuh juga dapat dimanfaatkan untuk memberikan
penguatan maupun motivasi.
Kehadiran media pembelajaran menjadi salah satu ciri kesamaan diantara
institusi penyelenggara PTJJ, sementara salah satu yang membedakan diantara
institusi PTJJ adalah jenis media yang digunakan. Variasi penggunaan media antar
institusi PTJJ sangat beragam mengingat banyaknya jenis media yang dapat
dimanfaatkan, mulai dari media yang paling sederhana sampai pada yang paling
canggih. Media pembelajaran dalam PTJJ dapat dikatakan sumber belajar yang
direncanakan. Rowntree (1994) mengelompokkan media SPJJ dalam empat
kategori, yaitu cetak, audio-visual, praktikum, dan interaktif. Secara lengkap,
pengelompokkan media dalam SPJJ dapat terlihat pada Tabel 1 yang diadaptasi
dari Rowntree (1994) sebagaimana yang dituliskan oleh Padmo dan Toha (2003).

Tabel 2.1 Pengelompokan Media Pembelajaran Menurut Rowntree

37
Media cetak digolongkan sebagai teknologi generasi pertama dalam sistem
pendidikan jarak jauh. Hampir semua institusi pendidikan jarak jauh di dunia
memanfaatkan media cetak sebagai media utama untuk menyampaikan materi
ajar. Kenyataan yang demikian menempatkan media cetak dalam posisi
“primadona” dalam PTJJ. Kondisi tersebut tentu saja tidak hanya didasarkan pada
masalah biaya pengembangan dan pengadaan yang dapat dikategorikan lebih
murah dibanding dengan media lain. Fleksibilitas sebagai keunggulan media cetak
yang tidak dimiliki oleh media lain ternyata juga menjadi faktor pendorong atau
faktor yang menentukaan pemanfaatan media cetak pada PTJJ. Fleksibilitas media
cetak mencakup fleksibilitas tempat (dapat digunakan di mana saja), waktu (kapan
saja), wujud (buku materi pokok, buku kerja, panduan belajar, pamphlet, brosur,
peta, chart), jenis cetakan (tulisan, gambar, foto, grafik, tabel), serta
kemampuannya untuk dipadukan dengan media lain.
Disamping itu, fleksibilitas lain dari media cetak yang sangat menonjol
dalam pemanfaatannya dalam PTJJ adalah kemampuannya untuk disajikan dalam
format moduler. Pemanfaatan sistem moduler mempunyai makna bahwa materi
ajar dapat dipelajari bagian per bagian secara runtut dan berkesinambungan.
Dengan cara ini pengguna diharapkan akan mampu memahami materi ajar secara
menyeluruh. Institusi PTJJ yang berbasis pada media cetak (print based),
umumnya memanfaatkan sistem moduler dalam menyampaikan bahan ajar.
Lewis (1986) serta Yunus & Panen (2004) mencatat beberapa keunggulan
bahan ajar cetak dalam program belajar jarak jauh, antara lain:
1. Bahan ajar cetak merupakan medium instruksional yang terekam secara
permanen dan tidak asing lagi bagi peserta didik.
2. Mudah menggunakannya dan dapat didistribusikan secara langsung.
3. Mudah diperbaharui dalam bentuk-bentuk tertentu, misalnya sebagai
lembaran-lembaran lepas atau dalam jilid berlingkaran.
4. Dengan menggunakan word-procesor, membuat modifikasi terhadap teks
dapat dilakukan dengan mudah.
Pada umumnya media cetak dimanfaatkan sebagai media utama yang
berisikan materi-materi utama, sementara media lain berfungsi sebagai media yang
menyampaikan materi penjelasan. Kombinasi antara media cetak dengan media
video/televise merupakan contoh pemanfatan media secara terpadu. Media cetak
dipergunakan sebagai bahan utama yang dipergunakan untuk mempelajari

38
informasi yang terdapat dalam media televise/radio. Media video dalam hal ini,
digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep dalam materi ajar yang tidak dapat
diajarkan secara efektif melalui media cetak.

2.2 Pendistribusian Bahan Ajar pada Institusi PTJJ


Penyelenggaraan PTJJ bergantung kepada sistem yang menghasilkan tiga
keluaran yaitu: bahan ajar yang baik, pelayanan kepada mahasiswa yang efektif,
dan penggunaan sumberdaya yang efisien (Daniels, 1996). Ketiga keluaran di atas
berpengaruh terhadap pengelolaan bahan ajar. Para mahasiswa sudah harus dapat
mempelajari materi ajar begitu mereka selesai registrasi matakuliah, karena itu
bahan ajar harus selalu tersedia di tempat penjualannya. Sistem pengelolaan
bahan ajar terdiri dari pengembangan, pengadaan, pendistribusian, dan penjualan
bahan ajar kepada mahasiswa. Bahan ajar sebagai pengganti kehadiran pengajar
dalam melakukan transfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, mengakibatkan
bahan ajar ini harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat
mempelajarinya secara mandiri.
PTJJ dilandasi oleh manajemen industri karena adanya persamaan yang
mendasar dengan struktur industri dalam hal rasionalisasi, pembagian kerja, lini
perakitan, produksi massa, persiapan kerja, berorientasi pada tujuan, konsentrasi,
dan sentralisasi (Keegan, 1995). Sebagai suatu bentuk industri pembelajaran, PTJJ
secara struktural berbeda dengan pendidikan tatap muka. Perbedaan mendasar
dapat ditemui pada proses pengadaan, pendistribusian, dan penjualan bahan ajar
kepada mahasiswa yang melibatkan banyak pihak. Keterlibatan banyak pihak ini
membutuhkan suatu pengadministrasian yang baik sehingga secara keseluruhan
sistem ini dapat dilaksanakan secara efisien. Hal ini ditegaskan oleh Peters &
Keegan (1994), bahwa dalam industrialisasi belajar jarak jauh menuntut
pengadministrasian yang baik dan terpusat sehingga secara ekonomis dapat
dipertanggungjawabkan. Selain sisi efisiensi sistem pengelolaan bahan ajar seperti
yang dikemukan oleh Peters & Keegan (1994), penyediaan bahan ajar merupakan
salah satu jenis pelayanan kepada mahasiswa. Dengan demikian, tujuan dari
sistem pengelolaan bahan ajar adalah agar mahasiswa dapat memperoleh bahan
ajar tepat waktu sehingga mahasiswa dapat mempersiapkan diri lebih awal
sebelum mereka mengikuti ujian.

39
Model pendistribusian bahan ajar sangat signifikan dalam pendidikan jarak
jauh. Tersedianya model pendistribusian bahan ajar yang cepat, tepat dan mudah
diakses dapat memberikan motivasi pada mahasiswa untuk menyelesaikan
studinya tepat waktu. Rowntree (1994) dan Bates (1995) sependapat bahwa
pendistribusian bahan ajar dalam pendidikan jarak jauh perlu memperhatikan paling
tidak dua faktor, yaitu sasaran didik dan lokasi dimana peserta didik menerima
layanan bahan ajar. Disamping itu, dari segi geografi, demografi, jadwal
pengelolaan bahan ajar, keakuratan data dan tujuan pengiriman penting juga
menjadi pertimbangan (Soelaiman, 2005).
Sementara itu, Gagne (1988) dalam Padmo (2004) menyatakan bahwa
sikap seseorang terhadap berbagai media pembelajaran umumnya berbeda antara
mereka yang tinggal di perkotaan dan pedesaan, antara etnis atau antara kelompok
sosial ekonomi. Pada kelompok tertentu terdapat kemungkinan bahwa mereka
tidak memiliki atau bahkan belum mengenal peralatan elektronik seperti, internet.
Sebaliknya pada kelompok lain peralatan tersebut sudah biasa digunakan. Dengan
mengetahui siapa peserta didik, institusi penyelenggara PTJJ akan lebih mudah
menentukan model pendistribusian bahan ajar yang akan digunakan dan dapat
diterima sesuai dengan keadaan peserta didik.

2.3 Internet Sebagai Media Transaksi (E-Commerce)


Perkembangan teknologi saat ini semakin luas dan telah memasuki semua
lini kehidupan manusia. Hampir tidak ada lini kehidupan manusia yang belum
tersentuh dan bersinggungan dengan teknologi. Jika merujuk pada tujuh unsur
budaya Koentjaraningrat (2003), maka bisa dipastikan ketujuh unsur budaya
tersebut telah banyak dijalankan dengan menggunakan teknologi modern. Setiap
perkembangan teknologi tidak dapat berjalan sendiri tanpa bantuan teknologi
dalam bidang lain. Teknologi yang ada saling bantu membantu bekerjasama
menciptakan teknologi baru yang lebih bersifat massa dan murah. Dalam puncak
era informasi saat ini, perkembangan teknologi informasi apapun tidak bisa
dilepaskan dari peran jaringan komputer yang mengglobal atau lazim disebut
internet. Daryanto (2005) menyatakan bahwa melalui internet, seseorang dapat
memanfaatkan berbagai kemudahan untuk berkomunikasi, antara lain:
8. WWW atau World Wide Web
Biasa juga disebut web, adalah bagian yang paling menarik di internet. Melalui
web, kita dapat mengakses informasi tidak hanya berupa teks. Tetapi juga

40
gambar, suara, film, dll. Untuk mengakses web diperlukan browser atau lazim
disebut web browser.
9. Electronic Mail
Disingkat e-mail, yakni merupakan surat elektornik yang dikirimkan melalui
internet, dengan fasilitas ini kita bisa mengirim dan email dari dan ke pengguna
di seluruh dunia. Jika dibandingkan dengan pengiriman surat lewat kantor pos,
maka fasilitas email jauh lebih cepat.
10. Telnet
Dengan menggunakan telnet kita bisa menggunakan komputer untuk
berhubungan dengan komputer orang lain dan mencari atau mengambil
informasi yang ada pada komputer tersebut.
11. FTP atau File Transfer Protocol
Melalui software FTP, pengguna internet dapat mengirim file dri satu komputer
ke komputer yang lain. Proses mengirim file dai sau komputer ke komputer
yang lain disebut up-load.
12. Gopher
Adanya sistem dimana pemakai dapat mengakses informasi di komputer yang
lain, beda gopher dengan web adalah gopher tidak bisa menampilkan gambar,
hanya teks. Oleh sebab itu gopher mulai banyak ditinggalkan para pemakai
interne saat ini.
13. Chat Group atau IRC (Internet Relay Chat)
Adalah forum dimana pemakai dapat saling berdiskusi atau berbincang dengan
pemakai yang lain.
14. Newsgroup
Disebut juga ruang percakapan bagi para anggota yang mempunyai
kepentingan yang sama. Di intenet terdapat berbagai macam newsgroup
dengan masalah yang berlainan. Untuk menikmati fasilitas ini kita harus
terkoneksi dengan ISP yang menyediakan fasilitas ini, karena tidak semua ISP
menyediakannya.

Dalam kelebihannya yang selalu real time, lambat laun intenet merupakan
sarana untuk mencapai informasi yang selalu siap setiap saat jika dibutuhkan oleh
masyarakat. Sebagai sebuah media massa, internet menawarkan sesuatu yng baru
yang berbeda jika dibandingkan dengan media massa yang terlebih dahulu.
Kelebihan internet selain terletak pada informasinya yang selalu diperbaharui setiap
saat, juga kemampuan komuniksinya yang dua arah. Bahkan, bisa juga dibuat
interaksi sekelompok orang ke kelompok orang, sama persis seperti rapat di kantor
atau obrolan santai di warung kopi. Andrea dan Watson (2003) mengkategorikan
arah komunikasi ini menjadi tiga kategori, yaitu:

Tabel 2.2 Arah Komunikasi Menurut Andrea dan Watson (2003)

Synchronous Asynchronous
Satu ke satu (One to IM E-mail Handphone

41
One)
Satu ke Banyak Radio/TV/Newspapae Web page Internet
(One to Many) r
Banyak ke Banyak IRC Message Board Internet
(Many to Many)
Sumber : http://www.mindjack.com/feature/12ocvar.html

Pada Tabel 2.2 terlihat bahwa melalui internet orang bisa berkomunikasi
secara missal lebih dari media lainnya. Jika pada media massa konvensional
seperti radio, Koran atau televisi komunikasi hanya sanggup tersampaikan secara
searah dari media tersebut kepada embaca, pendengar, atau pemirsa mereka
dalam waktu yang sama. Hal ini tentu saja sangat berbeda dengan sifat komunikasi
internet, karena melalui internet dapat menampilkan sifat media massa yang
bersifat satu ke satu dan satu kebanyak tersebut dan menampilkan sifat komunikasi
internet yang merupakan kelebihannya yaitu banyak ke banyak. Kelebihan yang
tidak dimiliki oleh media massa konvensional lainnya inilah yang dapat membuat
internet berkembang pesat dengan waktu yang lebih singkat jika dibandingkan
dengan para media massa pendahulunya.
Dengan kelebihan yang beragam, maka muncullah tuntutan pasar agar
internet dengan segala kelebihan yang ditawarkannya sanggup untuk melayani
masyarakat atau individu secara mobile dan praktis. Pekerjaan yang tadinya
terpaku pada waktu dan tempat khusus, seperti pekerjaan kantor yang harus
dikerjakan secara rutin di kantor dan waktu yang terbatas, maka dengan bantuan
internet seorang pekerja kantor dapat mengerjakannya dimanapun serta
mengirimkannya via email atau fax ke kantornya. Berbagai cara hidup dan bentuk
kehidupan yang sebelumnya dilakukan berdasarkan relasi-relasi ilmiah, kini
dilakukan dengan model kehidupan yang dimediasi secara mendasar oleh
teknologi, sehingga berbagai fungsi alam kini diambil alih oleh substitusi teknologi
yang disebut kehidupan artificial (artificial life). Saat ini semua kehidupan manusia
telah beralih ke era digital dengan tambahan E di depan namanya atau awalan
cyber seperti E-book, E-card, E-mony, E-chek, E-bank, E-payment, serta Cyber
sex, Cyber law, Cyber crime, Cyber Culture, Cyber religion, Cyber Economic, dan
Cyber organism. Piliang (2005), menyebut fenomena ini sebagai migrasi
kemanusiaan secara besar-besaran. Jika pada permulaan era kolonialisme dan
merkantilisme, bangsa Eropa mencari daerah jajahan baru dan bermigrasi ke

42
daerah lain, maka pada saat ini umat manusia sedang mengalami migrasi menuju
dunia maya atau cyber yang dibangun lewat internet.
Salah satu aspek kehidupan manusia yang telah bermigrasi ke arah
cyberspace adalah perdagangan atau jual beli barang atau jasa yang dilakukan
lewat intenet, atau yang lazim disebut E-commerce. E-commerce memiliki banyak
sebutan yang dipakai oleh setiap orang agar memudahkan mereka untuk
mengucapkannya, yaitu Internet Commerce atau Ecom atau Immerce yang pada
dasarnya semua sebutan tersebut mempunyai makna yang sama. Istilah-istilah
tersebut berarti membeli atau menjual secara elektronik dan kegiatan ini dilakukan
pada jaringan Internet. E-Commerce juga dapat berarti pemasangan iklan,
penjualan, dan pelayanan terbaik dengan menggunakan sebuah web-shop bagi
seluruh pelanggannya (Wahana, 2006).
Lebih lanjut, Wen (2003) menjelaskan bahwa E-Commerce, sebagai suatu
fenomena yang menjual mimpi dan idealisme. E-Commerce sangat memudahkan
ketika seseorang yang ingin membeli suatu produk, namun tidak mengetahui
informasi tentang produk yang akan dibelinya untuk mencari informasinya di
Internet. Beberapa waktu yang lalu pada era sebelum internet, ketika seseorang
ingin membeli barang elektronik seperti kamera, radio, televisi, kalkulator, dan
sebagainya, maka orang tersebut harus mendatangi satu per satu toko yang
menjual barang-barang tersebut, meminta informasi dan harga serta
membandingkan antara satu toko dengan toko lainnya.
Berdasarkan defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa E-commerce
adalah transaksi yang mencakup penjualan atau pembelian barang yang dilakukan
secara elektronik ldengan menggunakan internet. Lebih dari menjual ataupun
membeli barang, E-commerce juga mencakup pemasagnan iklan, penjualan dan
dukungan dan pelayanan selama 24 jam lewat toko digital (web shop) bagi seluruh
pelanggannya di seluh dunia. Individu yang ingin mencari barang elektronik tinggal
menghidupkan komputer yang terkoneksi dengan internet lalu mengetikkan kata
kunci pencariannya di seaerch engine, jika individu tersebut mencari komputer
maka tinggal mengetikkan k o m p u t e r di seaerch engine maka ribuan toko
penjual komputer online di seluruh nusantara bahkan seluruh dunia sedang berada
di ujung jarinya. Konsumen yang hendak memilih belanjaan yang akan dibeli bisa
menggunakan ‘shopping cart’ untuk menyimpan data tentang barang-barang yang
telah dipilih dan akan dibayar. Konsep ‘shopping cart’ ini meniru kereta belanja

43
yang biasanya digunakan untuk berbelanja di pasar swalayan. ‘Shopping cart’
biasanya berupa formulir dalam web, dan dibuat dengan kombinasi CGI, database,
dan HTML. Barang-barang yang sudah dimasukkan ke shopping cart masih bisa
dihapus, jika pembeli berniat untuk membatalkan membeli barang tersebut. Jika
pembeli ingin membayar untuk barang yang telah dipilih, ia harus mengisi form
transaksi. Biasanya form ini menanyakan identitas pembeli serta nomor kartu
kredit. Karena informasi ini bisa disalahgunakan jika jatuh ke tangan yang salah,
maka pihak penyedia jasa E-commerce telah mengusahakan agar pengiriman
data-data tersebut berjalan secara aman, dengan menggunakan standar security
tertentu. Setelah pembeli mengadakan transaksi, retailer akan mengirimkan barang
yang dipesan melalui jasa pos langsung ke rumah pembeli, sehingga pembeli tidak
perlu lagi datang ke tempat penjualan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan E-commerce
menguntungkan banyak pihak, baik pihak konsumen, pihak produsen dan penjual
(retailer). Bagi pihak penjual (retailer) dapat memudahkan pemasaran barang-
barang yang akan dijual serta mempermudah proses penjualan. Sementara itu,
pihak konsumen, E-commerce dapat membuat waktu berbelanja menjadi singkat,
karena tidak perlu lagi mengelilingi pusat pertokoan untuk mencari barang yang
diinginkan. Selain itu, harga barang yang dijual melalui E-commerce biasanya lebih
murah dibandingkan dengan harga di toko, karena jalur distribusi dari produsen
barang ke pihak penjual lebih singkat dibandingkan dengan toko konvensional.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan beberapa manfaat
E-commerce, diantaranya; (1) meminimalisir bahaya kebakaran, (2) memperluas
jangkauan pasar, meningkatkan layanan untuk pelanggan, dan mengefisiensi
operasi, (3) keuntungan yang diperoleh jauh lebih besar, (4) mekanisme
pembayaran yang digunakan dalam transaksi di internet sangat mudah dan aman.
Di samping itu, jual beli online juga masih menyajikan kelebihan lainnya, yaitu
informasi yang didapatkan dari internet bersifat dua sudut pandang. Jika ada
individu atau komunitas yang pro atas suatu produk dan puas akan layanan produk
yang diberikan, maka kita juga dapat menemukan individu atau komunitas yang
kontra dengan produk tersebut dan berusaha memboikotnya. Dengan demikian,
konsumen dapat memutuskan barang apa yang akan dibeli dan bagaimana
layanan yang diberikan, sehingga dapat memberikan kepuasan pada waktu
pembelian barang dan layanan pasca jualnya.

44
Sebagai salah satu revolusi dalam teknologi informasi yang diciptakan oleh
manusia, E-commerce membawa perubahan besar secara cepat, dan berkembang
pesat dalam dunia per-internet-an, serta bagian dari mekanisme bisnis tersendiri
yang sangat menjanjikan (Bungin, 2006). International Data Corporation (IDC)
misalnya, melaporkan bahwa nilai transaksi di internet tumbuh secara dramatis,
dari US$ 318 juta (1985) menjadi US$ 95 miliar selama tahun 2000. Data terbaru
IDC juga menyebutkan, nilai transaksi via Internet di Asia-Pasifik mencapai US$
643,11 juta, dengan jumlah pengakses sekitar 7,9 juta. Dari angka tersebut, nilai
transaksi via Internet dari Indonesia diperkirakan sekitar US$ 1,16 juta dengan
angka pengakses sekitar 110 ribu (www.e-commerce.com).
Namun, pesatnya perkembangan teknologi dan kemampuan sumber daya
manusia yang menciptakan dan mengoperasikan internet memuat dua masalah
yang melekat. Pertama, masalah teknologi yang berkembang pesat untuk
memuaskan hasrat manusia yang tidak pernah puas untuk menciptakan teknologi
baru yang semakin canggih dan kecil. Kedua, masalah sosial yang muncul dari
perkembangan dan kemampuan manusia mengelola teknologi tersebut. Di dalam
era E-commerce ini masalah kerap dihadapi terletak pada kelemahan sistem
teknologi yang digunakan serta rentannya terhadap pembobolan uang oleh pihak
yang tidak bertanggungjawab yang hendak mengambil keuntungan dari kelemahan
sistem teknologi yang ada. Disamping itu, dampak E-commerce adalah sesuatu
yang belum bisa diprediksi sebelumnya yaitu berkurangnya interaksi sosial tatap
muka, penipuan lewat internet dan masih banyak lagi yang kesemuanya tercipta
lewat jual beli di internet.
Disamping itu, Wen (2003) juga mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan
oleh perkembangan E-commerce dalam kehidupan manusia yaitu:
11. terobosan terhadap ruang dan waktu
12. hubungan langsung antara pemasok dengan pemakai akhir
13. pengurangan keharusan menerka-nerka secara dramatis
14. dari pilihan terbatas menjadi permintaan terbatas
15. dampak terhadap real-estate untuk bisnis
16. perdagangan internasional antar individu
17. revolusi pemasaran produk dan jasa yang didigitalkan
18. perubahan bank-bank tradisional
19. tarif telekomunikasi akan menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah

45
20. Mendesak, kebutuhan akan perangkat hukum serta aturan main yang baru.
Teknologi E-commerce memang sesuatu yang sangat kompleks, tergantung
dari sisi mana memandangnya. Seorang individu yang bergelut dalam bidang
teknologi informasi (TI) dan ilmu komputer tentu menganggap hal itu merupakan
objek kajian mereka, namun dari sisi ilmu sosial seperti sosiologi juga turut
mengkajinya dari paradigma masing-masing ilmu. Menurut sudut pandang
sosiologi, tentu saja perdagangan di Internet masih dipandang sebagai sebuah nilai
dan pola perilaku baru yang muncul sebagai akibat perubahan sosial budaya yang
berpangkal pada perubahan teknologi informasi.
Penyelenggara PTJJ, memandang bahwa dari beberapa kemudahan
E-Commerce, dapat dimanfaatkan untuk menjual (mendidstribusikan bahan ajar
kepada mahasiswa), di samping ajang promosi seluas-luasnya tanpa adanya
proteksi dari pemerintah atau pihak lain yang mengatur mekanisme jual beli
(Pangaribuan, 2005). Adapun produk utama yang perlu dijual oleh PTJJ adalah
bahan ajar (modul, kaset, CD, dan lainnya) yang selama ini hanya dapat diperoleh
mahasiswa dengan membeli di tempat penjualan yang telah ditetapkan. UT
sebagai salah satu penyelenggara PTJJ, telah lama menerapkan penjualan bahan
ajar di beberapa UPBJJ yang ada. Namun, penjualan bahan ajar tersebut kurang
efektif karena mahasiswa yang berdomisili jauh dari UPBJJ, mengalami kendala
dalam memperoleh bahan ajar. Hal ini disbebakan kesulitan transportasi dan masih
banyak dijumpai mahasiswa yang kesulitan mendapatkan bahan ajar terutama
menjelang ujian karena kehabisan stok. Karena itu, UT telah melakukan
pengembangan model distribusi bahan ajar berbasis online (e-bookstore).
Pengembangan model distribusi bahan ajar berbasis online dilakukan sejak tahun
2008 sesuai dengan pengumuman Rektor Nomor 6045.J31/LL/2007 tertanggal 16
April 2007 dan Surat PR III Nomor 6092/J31/LL/2007 tertanggal 17 April 2008.
Penggunaan E-commerce di UT dapat dijadikan solusi dalam menjembatani
kendala ruang, jarak dan akses mahasiswa memperoleh bahan ajar sehingga
mahasiswa dapat memesan bahan ajar tanpa harus membeli buku di UPBJJ.
2.4 Efektivitas Model Distribusi Bahan Ajar Berbasis Online
Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu tingkat keberhasilan dalam
mencapai tujuan atau sasaran (Etzioni, 1964). Tetapi, efektivitas sesungguhnya
merupakan suatu konsep yang lebih luas, mencakup berbagai faktor di dalam
maupun di luar diri seseorang. Efektivitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi

46
produktivitas, akan tetapi juga dapat dilihat dari sisi persepsi atau sikap orangnya,
dan bagaimana tingkat kepuasan yang dicapai oleh orang (Robbins, 1997). Dengan
demikian efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting, karena mampu
memberikan gambaran mengenai keberhasilan dalam mencapai sasarannya atau
tingkat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Pelayanan bahan ajar merupakan komponen dari bantuan belajar yang
sangat penting pada pendidikan jarak jauh. Banyak pendapat yang menyebutkan
bahwa kualitas pendistribusian bahan ajar sangat menentukan tingkat keberhasilan
mahasiswa (Sewart, 1988). Akan tetapi apa saja komponen dan bagaimana
pendistribusian bahan ajar yang baik dan berkualitas sebaiknya dilakukan tidak ada
satu kesepakatan diantara para praktisi dan institusi PTJJ. Salah satu faktor
penting yang berpengaruh terhadap efektifitas pendistribusian bahan ajar adalah
latar belakang sosial dan budaya mahasiswa dan juga keberadaan teknologi.
Daryanto (2005) mengemukakan perubahan di bidang teknologi informasi
dan komunikasi akhir akhir ini telah secara dramatis merubah interaksi dan
hubungan manusia yang berakibat pada perubahan fundamental dari pelayanan
yang harus dilakukan oleh institusi PTJJ. Lebih lanjut Daniel (1997) bahkan secara
lebih tegas mengatakan bahwa teknologi merupakan bagian integral dari PTJJ.
Memang tidak bisa dipungkiri, saat ini di hampir seluruh perguruan tinggi (baik
konvensional maupun jarak jauh) sudah menggunakan pelayanan e-learning
sebagai salah satu komponen proses pembelajarannya. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi pada tahun 1995
telah mengeluarkan sebuah kebijakan terkait dengan Sistem Informasi Manajemen
di perguruan tinggi tertuang dalam Strisasi Sistem Informasi Manajeman Nasional
Perguruan Tinggi (SIMNAS DIKTI). Strisasi SIMNAS DIKTI terdiri atas :
(1) Subsistem Akademik,
(2) Subsistem Kemahasiswaan dan Alumni,
(3) Subsistem Registrasi,
(4) Subsistem Keuangan,
(5) Subsistem Ketenagaan,
(6) Subsistem Penelitian,
(7) Subsistem Pengabdian Masyarakat,
(8) Subsistem Sarana Prasarana, dan
(9) Subsistem Perpustakaan.

47
Berdasarkan kebijakan di atas dan kebutuhan internal kampus maka
subsistem database yang telah ada dapat lebih dikembangkan dalam sebuah
media promosi dan sekaligus internal kampus yang dapat diakses oleh civitas
akademika (mahasiswa, dosen, administrasi dan stake holder) bahkan masyarakat
secara online. Dengan demikian institusi PTJJ dalam hal ini UT harus lebih
progresif memodernisasikan pelayanannya dalam seluruh aspek kegiatannya.
Perubahan fundamental terhadap pelayanan pendistribusian bahan ajar
mencakup perubahan dari pendekatan yang selama ini menjadi primadona dari
pendekatan yang didominasi oleh peran tutor-counsellor menjadi pendekatan yang
lebih professional melalui costumer care. Demikian juga dari paradigma klasikal
dan uniform menjadi paradigm PTJJ yang personalized dan tailor made. Perubahan
paradigm PTJJ ini secara prinsip menuntut perubahan kelembagaan dan juga
perubahan perilaku dari pengelola PTJJ.
Pada bagian ini dibahas secara lebih khusus efektivitas pendestribusian
bahan ajar berbasis online melalui pemanfaatan TBO-UT. Pengukuran efektivitas
ini penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya tanggapan
mahasiswa terhadap model distribusi bahan ajar TBO UT, dengan mengkaji latar
belakang sosial dan budaya mahasiswa, khususnya dalam rangka melakukan
pengembangan model pelayanan distribusi bahan ajar kepada mahasiswa dimasa
yang akan datang.

2.4.1 Karakteristik Mahasiswa

Salah satu faktor yang penting dalam melakukan perubahan baik secara
kelembagaan maupun perubahan perilaku adalah mengetahui dengan lebih baik
karakteristik mahasiswa PTJJ khususnya UT. Dengan lebih memahami karaktersitik
mahasiswa akan lebih mudah mengidentifikasi dan memutuskan bentuk, jenis dan
tindakan apa yang harus dilakukan dalam melakukan perubahan.
Di berbagai negara karakteristik mahasiswa PTJJ hampir memiliki features
yang relatif sama dan sangat beragam sebagaimana yang dikemukakan Moore &
Kearsley (1996), yaitu antara lain terdiri dari variasi karakteristik di bawah ini
12) memiliki pengalaman (experienced-based)
13) aktif (active-learner)
14) beberapa memiliki keahlian tertentu (experts)
15) mandiri (independent)
16) praktis (hands-on)
17) berorientasi pada hidup (life-centered)
18) berorientasi pada pekerjaan (task-centered)

48
19) lebih menyukai penyelesaian masalah (solution-driven)
20) menyukai keterampilan (skill-seeking)
21) mengatur dirinya sendiri (self-directing)
22) motivasi dari dirinya sendiri (self motivation)
Berbagai karakteristik dan latar belakang mahasiswa PTJJ tersebut,
mengharuskan PTJJ untuk menyediakan berbagai pilihan bentuk pelayanan bahan
ajar yang relevan dan sesuai dengan karakteristik mahasiswa. Disamping itu,
terdapat beberapa karakteristik yang lebih spesifik bagi mahasiwa UT. Pannen
(1999) menyatakan bahwa mahasiswa UT adalah sekelompok masyarakat yang
karena suatu hal belum dapat memperoleh kesempatan menikmati pendidikan
tinggi pada institusi pendidikan tinggi tatap muka yang ada. Kelompok masyarakat
memilih UT karena berbagai alasan, seperti tidak dapat meninggalkan pekerjaan
dan lokasi PT tatap muka sulit dijangkau oleh calon mahasiswa. Indikasi ini tampak
dari banyaknya mahasiswa yang berdomisili di kota kecil yang tidak ada perguruan
tingginya. Selain itu, UT memberikan kebebasan dalam menentukan waktu belajar
dan cara belajar yang tidak dapat diperolehnya pada perguruan tinggi biasa.
Latar belakang ini tentunya akan sangat mempengaruhi bentuk dan jenis
layanan apa yang relevan dan yang lebih efektif bagi mahasiswa. Tentunya dengan
bervariasinya pilihan bentuk layanan akan lebih memudahkan mahasiwa dengan
karakteristik tertentu memilih bentuk layanan yang sesuai. Demikian halnya akan
sangat penting untuk menentukan langkah-langkah apa yang harus ditempuh oleh
UT untuk mengembangkan model distribusi bahan ajar yang sesuai dan
menciptakan pre kondisinya. Model distrbusi bahan ajar berbasis online dapat
menjadi suatu pilihan karena memiliki kemampuan yang sangat baik dalam
mendorong efisiensi pengelolaan layanan bahan ajar di masa mendatang,
mengingat teknologi informasi dan komunikasi akan semakin mudah diakses.
Beragamnya karakteristik mahasiswa UT mempengaruhi terhadap proses
adopsi inovasi. Berkenaan dengan penerapan inovasi, Errington (2001) dalam
Padmo dan Julaeha (2007) menyatakan bahwa kompetensi atau kemampuan
pengguna, dukungan sarana, dan kecukupan infrastruktur merupakan faktor yang
menentukan penerapan flexible learning dalam pembelajaran. Hal ini sesuai
dengan pendapat Bandalaria (2003) yang mengemukakan bahwa terdapat tiga
masalah utama yang menghambat partisipasi mahasiswa dalam belajar online.
Pertama, dispositional problems, yaitu masalah yang mengacu pada pribadi
mahasiswa, seperti sikap, rasa percaya diri, dan gaya belajar. Kedua,

49
circumstansial problems, yaitu masalah yang berkaitan dengan kondisi khusus
seperti geografis, ketersediaan waktu, dan sebagainya. Ketiga, teknical problems,
yaitu masalah yang berkaitan dengan hardware dan program software yang
digunakan dalam belajar online.
Penerapan distribusi bahan ajar melalui toko buku online yang sedang
dilaksanakan di UT merupakan salah satu bentuk inovasi sebagai akibat dari
perkembangan teknologi jaringan. Banyak faktor yang turut berpengaruh terhadap
penerapan inovasi. Menurut Rogers (1983) dalam Bungin (2006) terdapat 5
tahapan dalam suatu proses difusi inovasi dari yang terendah sampai tertinggi,
yang mencakup pengetahuan, persuasi, keputusan, pelaksanaan, dan konfirmasi.
6. Tahap pengetahuan ditunjukkan adanya kesadaran individu terhadap inovasi
dan adanya pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut
berfungsi.
7. Tahap persuasi ditunjukkan oleh terbentuknya sifat yang menyetujui atau tidak
menyetujui inovasi tersebut.
8. Tahap keputusan ditunjukkan adanya keterlibatan individu dalam aktivitas yang
membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi inovasi tersebut.
9. Tahap pelaksanaan ditunjukkan adanya individu yang melaksanakan
keputusannya sesuai dengan pilihan-pilihannya.
10. Tahap konfirmasi ditunjukkan adanya individu yang mencari pendapat yang
menguatkan keputusan yang telah diambil.
Berkenaan dengan penggunaan teknologi dalam pembelajaran, Technology
Acceptance Model yang diperkenalkan pertama kali oleh Davis (dalam Miller,
Rainer & Corley, 2003) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi seseorang
untuk menggunakan teknologi adalah manfaat yang akan diperoleh dan
kemudahan dalam penggunaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manfaat
yang diperoleh dan kemudahan dalam penggunaan keduanya memiliki hubungan
positif yang signifikan dengan jumlah waktu yang digunakan oleh mahasiswa dalam
belajar online. Apabila mahasiswa kurang memiliki rasa keperdulian dan
kemampuan serta aksebilitas untuk dapat melaksanakan inovasi tersebut, maka
inovasi tersebut tidak akan dapat diterapkan dengan optimal.
Disamping itu, tingkat keperdulian dan tingkat rasa mampu diri (self-
efficacy) seseorang dalam memanfaatkan e-learning dalam pembelajaran turut
berpengaruh terhadap upaya pemanfaatan e-learning dalam proses belajar. Hasil

50
penelitian Padmo dan Julaeha (2007) tentang tingkat keperdulian dan self efficacy
mahasiswa Universitas Terbuka terhadap e-learning menunjukkan bahwa tingkat
penilaian mahasiswa terhadap kemampuannya (rasa mampu diri/self-efficacy)
dalam menggunakan jaringan internet memiliki hubungan positif yang signifikan
dengan tingkat kepedulian mahasiswa terhadap e-learning. Hal ini berarti bahwa
semakin tinggi penilaian mahasiswa terhadap kemampuan dirinya dalam
menggunakan jaringan internet, semakin tinggi pula tingkat keperdulian mereka
dalam memanfaatkan e-learning.
Secara psikologis, seorang individu memandang suatu inovasi memiliki
manfaat apabila inovasi tersebut dapat membantu mereka untuk melakukan
pekerjaan dengan lebih baik. Dengan melihat manfaat tersebut, individu akan
terdorong untuk terlibat dalam penerapan inovasi tersebut dalam kegiatan sehari-
hari. Sementara itu, kemudahan dalam penggunaan suatu inovasi dapat dilihat dari
sedikitnya upaya yang dilakukan atau hambatan yang dihadapi pengguna dalam
menerapkan inovasi. Hal ini sangat berkaitan dengan persepsi pengguna terhadap
kemampuan dirinya dalam menerapkan inovasi yang ada.

2.4.2 Perubahan Paradigma Pelayanan PTJJ


Dalam prolog buku ”Perspectives on Distance Education: Toward a Culture
of Quality”, Koul (2006) berpendapat bahwa pada millennium ketiga ini ekspansi
PTJJ dunia telah memasuki gelombang ketiga. Gelombang pertama ditandai oleh
upaya untuk mengembangkan dasar-dasar sistem jaminan kualitas bagi PTJJ.
Gelombang kedua ditandai oleh upaya mengembangkan sistem jaminan kualitas
PTJJ dalam konteks internasional/global. Gelombang ketiga ditandai oleh upaya
untuk membangun budaya kualitas, sebuah dinamika dan agenda baru dalam
institusi PTJJ. Dinamika dan agenda baru institusi PTJJ di dunia ini, tidak lain
sebagai upaya untuk membangun budaya kualitas internasional, menjadi kelas
dunia (word class distance education). Salah satu alasan penting terjadinya agenda
baru ini adalah ”the fact that this system is going to play a very important role in the
21st century” (Ramanujam, 2001).
Perubahan yang mendasar dari pengelolaan PTJJ adalah juga dikarenakan
adanya perubahan pada lingkungan fisik maupun sosialnya. Perubahan
fundamental yang terjadi adalah dengan semakin tingginya persaingan diantara
PTJJ secara global yang memberikan service lebih berkualitas dan lebih

51
memuaskan konsumennya. Hal ini disebabkan karena perubahan paradigma
pengelolaan PTJJ di dunia dari paradigma lama yang lebih berorientasi pada
“manufacturing” menuju paradigma baru yang lebih berorientasi pada “sevices”.
Perubahan ini juga difasilitasi dengan keberadaan teknologi informasi dan
komunikasi saat ini yang memudahkan PTJJ untuk meningkatkan servicenya
melalui “on line service”. Orientasi pada service inilah yang mendasari terjadinya
perubahan paradigm PTJJ dan diyakini telah meningkatkan tingkat keberhasilan
mahasiswa dan retensi mahasiwa PTJJ (King, 2004).
Paradigma pengelolaan PTJJ secara konvensional yang lebih menekankan
para “manufacturing” bahan ajar, sumber sumber balajar dan berbagai bentuk
student support services mengakibatkan lambat dan kompleksnya pengelolaan
PTJJ. Paradigma ini lebih menitikberatkan pada institutional approach. Sehingga
pelayanan cenderung uniform dan rigid. Hal ini berakibat pada inefisiensi dan
lemahnya customized service kepada mahasiswa yang memiliki karakteristik yang
sangat heterogen. Service oriented PTJJ lebih menekankan dan memperhatikan
mahasiswa sebagai konsumen – consumer service oriented. Mahasiswa diletakkan
sebagai delighted customer yang memerlukan perhatian untuk dilayani
kebutuhannya. Pelayanan yang diberikan kepada mahasiwa harus memiliki
standard dan kualitas yang memadai. Kualitas pelayanan yang baik ini harus dapat
diterima oleh seluruh mahasiswa di berbagai daerah dengan berbagai karakteristik
dan latar belakang budayanya. Fokus pada pelayanan yang baik inilah yang harus
dijadikan pijakan pada pengelolaan PTJJ dimasa mendatang.

2.4.3 Prinsip Model Distribusi Bahan Ajar Berbasis Online di UT


Pengembangan aplikasi komputer sebagai sarana pengelolaan bahan ajar,
baik untuk UT Pusat maupun untuk UPBJJ telah dikembangkan. Aplikasi komputer
dalam pengelolaan inventori dan distribusi di UT Pusat, dikembangkan sejak tahun
1998 dan dipasang melalui Local Area Network (LAN-UT) sehingga semua unit
terkait dalam proses pendistribusian bahan ajar dapat terhubung. Penggunaan
aplikasi komputer ini bertujuan sebagai administrasi dan disiplin kerja bagi unit
terkait dan agar pimpinan UT dapat melakukan kontrol terhadap kinerja proses
penyediaan bahan ajar.
Perubahan fundamental dari PTJJ konvensional menuju PTJJ modern adalah
melalui intervensi teknologi informasi dan komunikasi. Prinsip PTJJ konvensional

52
yang mendasarkan pada isolasi mahasiswa dengan institusi dan dosen tidak lagi
relevan dengan paradigma PTJJ modern yang justru lebih menekankan pada
intensitas hubungan mahasiswa dengan berbagai sumber belajar yang tersedia
(Gunawardana, 1992). Dan teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan
kemudahan terjadinya intensitas hubungan ini, baik hubungan antara mahasiwa
dengan dosen maupun hubungan antar mahasiswa.
Melalui perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang telah
begitu besar mempengaruhi perubahan dalam hubungan manusia, PTJJ harus
mengikuti dan merespon perkembangan TIK ini. Akan tetapi perubahan TIK dapat
lebih efektif untuk diadopsi dengan mempertimbangkan faktor biaya, aksesibilitas,
layak, mudah dilakukan, dan fleksibel.
Secara sederhana perubahan melalui TIK harus memperhatikan tiga aspek:
economically efficient, technologically capable and socially adaptable. Dengan
demikian perubahan melalui TIK harus dilakukan dengan: (1) Menyediakan study
center atau video/Internet education center yang memungkinkan mahasiswa untuk
meningkatkan kapasitasnya, (2) Menyediakan orientasi terhadap mahasiswa
terhadap penggunaan media online secara rutin, dan (3) Upgrading baik software
maupun hardware yang memungkinkan transfer teknologi berjalan lebih cepat.
Melalui TIK PTJJ, paradigma menuju customer-oriented akan mendorong
motivasi mahasiswa untuk belajar dan bertahan (King, 2004). Dalam pendekatan ini
institusi PTJJ lebih melihat mahasiswa sebagai delighted student yang harus
mendapatkan pelayanan prima dalam mewujudkan keberhasialan mahasiswa.
Secara lebih ekstrim George Ritzer (2004) mengungkapkan bahwa universitas
menjadi bagian dari dunia bisnis dan pendidikan merupakan produk yang
dikonsumsi sehingga pendidikan pada dasarnya tidak ubahnya seperti Bank atau
pun Restoran Cepat Saji.
Dalam era teknologi jaringan yang semakin pesat, mahasiswa UT dituntut
untuk dapat memanfaatkan internet, sebagai salah satu bentuk inovasi pendidikan,
dalam pembelajaran. Mahasiswa UT secara terus menerus diperkenalkan terhadap
pemanfaatan teknologi dan peduli terhadap inovasi dalam pendidikan yang salah
satunya melalui pengembangan model distribusi bahan ajar berbasis online.

53
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan
kuantitatif digunakan untuk mengungkapkan hubungan antar variabel, sedangkan
pendekatan kualitatif dipergunakan untuk mendeskripsikan data yang diperoleh
melalui wawancara terbatas, sehingga dapat diperoleh suatu pemahaman yang
mendalam (insight) dan menyeluruh (whole).

54
3.2 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa UT program non pendas
yang ada di UPBJJ-UT Surabaya. Penentuan mahasiswa non pendas sebagai
populasi penelitian adalah karena saat ini TBO-UT hanya diperuntukkan bagi
mahasiswa program non pendas. Mahasiswa tersebut berasal dari empat fakultas
yaitu; FKIP, FISIP, FMIPA, dan FEKON. Sementara itu, penentuan UPBJJ-UT
Surabaya sebagai lokasi penelitian dilakukan melalui beberapa pertimbangan yaitu;
a. Jawa Timur memiliki sarana komunikasi dan transportasi yang dapat digunakan
mahasiswa. Saluran komunikasi yang ada sangat membantu proses
kelancaran mahasiswa untuk mengakses internet dan menggunakan TBO-UT.
b. Mahasiswa UT yang tercatat di UPBJJ Surabaya berasal dari berbagai daerah
di sekitar Jawa Timur yang mencakup Kota Provinsi, Kabupaten dan
Kecamatan. Dengan kondisi ini maka diharapkan data yang terkumpul dapat
mewakili kondisi mahasiswa dari berbagai wilayah mengenai aksebilitas,
persepsi, kesediaan dalam pemanfatan TBO-UT.
c. Keterbatasan waktu bila meneliti seluruh lokasi UPBJJ-UT, yaitu sebanyak 37
UPBJJ-UT di seluruh Indonesia.
Teknik penentuan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu
pembatasan sampel dengan hanya mengambil unit sampel yang sesuai dengan
tujuan penelitian. Artinya, responden dipilih atas kriteria atau pertimbangan yang
telah ditetapkan oleh peneliti. Ada dua alasan pemilihan teknik penarikan sampel
purposive sampling, yaitu; (1) tidak memungkinkan meneliti seluruh populasi
penelitian, dan (2) untuk memastikan data tentang efektivitas pemanfaatan TBO-
UT benar-benar dapat terjaring. Adapun kriteria sampel yang ditetapkan adalah:
a. mahasiswa UT program non pendas,
b. pernah membali bahan ajar melalui TBO-UT.
Untuk memperoleh jumlah sampel tersebut (mahasiswa UT) yang telah
melakukan pemesanan dan pembelian bahan ajar melalui TBO-UT, peneliti
memperoleh data melalui wawancara menggunakan telepon dengan pegawai Toko
Karunika UT di Jakarta. Berdasarkan laporan pemesanan dan penjualan bahan ajar
dari bulan Januari – Juni 2009, diketahui bahwa jumlah mahasiswa UT yang telah
melakukan pembelian bahan ajar dan yang berasal dari UPBJJ-UT Surabaya
adalah sekitar 170 orang. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.1.

55
Tabel 3.1 Rekapitulasi jumlah pembeli bahan ajar melalui TBO-UT

No Bulan Jumlah Pembeli

1 Januari 27
2 Pebruari 57
3 Maret 48
4 April 23
5 Mei 10
6 Juni 5
Total 170
Sumber : Toko Buku Karunika UT, 2009 (diolah)

Berdasarkan Tabel 3.1, maka jumlah sampel yang diambil adalah seluruh
anggota sampel yang telah ditetapkan, yaitu sebanyak 170 orang mahasiswa.
Pengambilan sampel ini didasarkan atas pendapat Singarimbun (1992) bahwa
dalam prosedur penentuan sampel penelitian, peneliti dapat menggunkan total
sampling agar menghasilkan data akurat untuk menjawab masalah penelitian.
Lebih lanjut, Singarimbun (1992) menyatakan bahwa dalam penarikan sampel
tidak ada ketentuan pasti menetapkan ukuran sampel penelitian, namun yang
harus diperhatikan adalah memastikan bahwa sampel penelitian sudah cukup
mewakili atau mencerminkan populasi yang diteliti. Kalau kriteria sampel yang
ditetapkan berukuran kecil, ada baiknya dilakukan total sampling yang
melibatkan semua anggota ke dalam sampel penelitian sehingga tercapai tingkat
representasi sempurna.

3.3 Variabel dan Instrumen Penelitian


Seluruh konsep yang secara teoritis merupakan bagian dari gejala sosial yang
diteliti atau variabel yang menjadi objek pengamatan, secara rinci telah dijabarkan
dalam tinjauan pustaka. Untuk selanjutnya dalam memenuhi persyaratan analisis
data sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, dilakukan definisi maupun
pengukuran (operasionalisasi) terhadap variabel-variabel tersebut. Nueman (2000),
menyatakan ketika peneliti ingin mengukur, maka tugas pertama adalah
menentukan konsep, ide atau konsepsi dan membangun ukuran yang akan
digunakan dalam proses empirisasi. Ada dua tahap yang harus dilalui dalam
pengukuran yaitu konseptualisasi dan operasionalisasi. Konseptualisasi adalah
proses memperoleh konsepsi dan penyaringan yang membawa pada definisi
konseptual atau teoritikal. Sementara itu, operasionalisasi konsep adalah upaya

56
menerjemahkan konsep atau sesuatu yang abstrak ke dalam bentuk yang konkrit
(Neuman, 2000). Dengan demikian, konsep yang telah diopersionalkan akan
memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas.
Untuk kebutuhan analisis deskriptif, maka operasionalisasinya lebih banyak
menggunakan ukuran nominal. Ukuran nominal yang dimaksud yaitu dasar dari
penggolongannya adalah kategori yang tidak tumpang tindih (mutually exclusive)
dan tuntas (exhaustive) (Singarimbun, 1989). Selanjutnya, dalam metoda penelitian
survei, pengukuran merupakan kegiatan yang pokok, sebab tanpa pengukuran,
objek penelitian tidak dapat dikelompokkan. Singarimbun, (1989) mengatakan
bahwa pengukuran adalah penggunaan angka-angka pada objek atau peristiwa
menurut aturan tertentu.
Untuk kepentingan eksplanatif, pertanyaan yang menyangkut variabel
demografi diukur dalam skala nominal, sedangkan variabel aksebilitas, persepsi
dan kesediaan memanfaatkan toko buku online diukur dalam skala interval. Skala
interval yang digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, variasi jawaban
berjenjang mulai dari 1 sampai 4 dalam kutub yang berlawanan. Dalam hal ini
responden secara bebas menentukan jawaban mana yang sesuai dengan
pendapatnya. Pertimbangan variasi jawaban genap (1 – 4) agar tidak ada jawaban
di tengah yang dapat diartikan ragu-ragu. Pertimbangan lain dalam memilih skala
Likert karena kemudahan dalam menyusun kuesioner, interval respon yang lebih
besar yang membuat skala ini dapat memberikan keterangan yang lebih nyata atau
tegas tentang pendapat atau sikap responden tentang isu yang dipertanyakan,
dapat memperlihatkan responsif alternatif mahasiswa terhadap pemanfaatan TBO-
UT (sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju). Instrumen penelitian
menggunakan kuesioner dan pedoman wawancara.
Untuk menghindari kerancuan dan kesalahpahaman dalam memahami
konsep dan variabel dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan variabel serta
instrumen penelitian yang akan digunakan dalam pengumpulan data. Variabel-
variabel yang akan diteliti dalam penelitian adalah :
1. Efektivitas pemanfaatan TBO-UT adalah suatu proses yang sengaja
direncanakan untuk memperoleh informasi atau data mengenai kelemahan dan
keterbatasan model distribusi bahan ajar berbasis online yang telah diterapkan
di UT. Hal ini dapat dilihat dari persepsi atau sikap dan tingkat kepuasan yang

57
dirasakan oleh mahasiswa UT. Informasi ini akan dijaring melalui kuesioner dan
wawancara terbatas kepada mahasiswa UT.
2. Aksesibilitas adalah keterpaan atau kemudahan mahasiswa memperoleh dan
memanfaatankan model distribusi bahan ajar berbasis online. Aksesibilitas
yang dimaksud dalam penelitian ini terkait dengan kemudahan mahasiswa
menjangkau warnet, cara memesan bahan ajar melalui TBO-UT, lama waktu
pemesanan, dan berbagai kemudaha-kemudahan lain yang diperoleh
mahasiswa dalam memperoleh bahan ajar.
3. Partisipasi adalah kesediaan mahasiswa untuk memanfaatkan toko buku online
dalam proses pendistribusian bahan ajar, yang diukur dari frekuensi
mahasiswa memesan dan membeli bahan ajar melalui TBO-UT.
4. Karakteristik mahasiswa UT adalah gambaran umum mahasiswa sebagai
pengguna TBO-UT. Karakteristik mahasiswa yang akan diamati dalam
penelitian ini adalah; jenis kelamin, program studi, usia, pekerjaan, dan asal
daerah. Asal daerah mahasiswa, dibagi dalam empat wilayah, yaitu ring A
(Surabaya, Sidoarjo, dan Mojokerto), ring B (Kab Madiun, Kota Madiun, Ngawi,
Magetan, dan Ponorogo), ring C (Gresik, Lamongan, Tuban, dan Bojonegoro),
dan ring D (Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep).
Untuk lebih memperjelas defenisi operasional variabel penelitian yang
dipakai dalam penelitian ini, maka operasionalisasi variebel disusun dalam bentuk
kisi-kisi instrumen penelitian sebagaimana terlihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen penelitian


Variabel Dimensi Indikator-indikator Nomor
Item
Kuesioner
Efektivitas 1. persepsi 1. layanan TBO-UT sesuai dengan 32, 24,
kebutuhan mahasiswa 36, 37
2. Kemampuan akses internet
memotivasi mahasiswa
memanfaatankan TBO-UT
3. pemanfaatan TBO-UT sesuai
dengan perkembangan zaman
4. layanan TBO-UT sesuai dengan
kebutuhan mahasiswa yang bekerja

58
2. kepuasaan 1. pemesanan melalui TBO-UT lebih 25, 26,
efisien dan ekonomis 27, 28,
2. bahan ajar yang dipesan lebih cepat 33, 34, 35
diperoleh mahasiswa
3. masih ada bahan ajar yang tidak
terlayani dengan baik
4. waktu pemesanan cukup lama
5. harga bahan ajar makin mahal
Aksebilitas 1. Fasilitas dan 1. tempat akses internet 11,12,
akses 2. ketersediaan akses internet 13,14
internet 3. jarak tempuh sarana internet
4. biaya akses internet
2. tempat 1. ketersediaan Bank Mandiri 22,23
pembayaran 2. jarak ke Bank Mandiri
Partisipasi 1. sumber 1. pernah memanfaatkan TBO-UT 9,10, 29
informasi 2. sumber informasi penggunaan TBO-
TBO-UT UT
2. pemesanan 1. berapa kali membeli bahan ajar 15,16,
bahan ajar lewat TBO-UT 17,18,
2. jumlah bahan ajar yang dibeli 19,20, 21
3. lama waktu pemesanan
4. kesulitan menggunakan TBO-UT
5. cara mengatasi kesulitan
Karakteristik Karakteristik 1. jenis kelamin 1,2,3,4,
mahasiswa mahasiswa 2. umur 5,6,7,8
3. program studi
4. semester
5. tahun registrasi pertama
6. pekerjaan

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama yaitu
mahasiswa UT. Teknik pengumpulan data dalam pendekatan kuantitatif dilakukan
dengan melalui penyebaran angket (kuesioner), yaitu teknik pengumpulan data
melalui sejumlah pertanyaan tertulis kepada informan untuk menjawab pertanyaan
penelitian tentang karakteristik mahasiswa, aksebilitas, dan kendala-kendala yang
dialami oleh mahasiswa dalam pemanfaatan TBO-UT.
Kegiatan pengumpulan data dilakukan selama 5 bulan, yaitu; dari bulan
Mei – September 2009. Sebelum melakukan penyebaran kuesioner, peneliti
melakukan uji coba pengisian kuesioner kepada 25 orang mahasiswa. Uji coba
pengisian kuesioner dilakukan pada saat pelaksanaan UAS (Ujian Akhir Semester)
2009.1 dan pada saat pelaksanaan kegiatan pelatihan Brodcasting di kantor
UPBJJ-UT Surabaya. Hasil uji coba kuesioner menunjukkan bahwa mahasiswa

59
ternyata masih banyak yang belum mengerti penggunaan TBO-UT dan belum
semua mahasiswa UT memanfaatkannya. Berdasarkan hasil uji kuesioner ini,
peneliti melakukan beberapa perbaikan dalam kuesioner, dan langkah selanjutnya
mengirimkan kuesioner kepada seluruh responden yang berjumlah 170.
Pengiriman kuesioner dilakukan ke alamat mahasiswa melalui jasa pos. Namun,
sampai batas akhir pengumpulan data, ternyata jumlah kuesioner yang kembali
kepada peneliti adalah sebanyak 57 kuesioner.
Pengumpulan data dalam pendekatan kualitatif dilakukan melalui
wawancara terbatas kepada mahasiswa. Data ini dipergunakan untuk menjawab
pertanyaan penelitian yang berhubungan dengan persepsi mahasiswa terhadap
efektivitas model distribusi bahan ajar melalui TBO-UT. Keseluruhan informasi yang
diperoleh dari mahasiswa, di cross chek dengan informasi dari pegawai UPBJJ-UT
Surabaya yang bertugas sebagai penanggungjawab layanan bahan ajar. Dalam hal
ini peneliti langsung mewawancarai mahasiswa dan petugas layanan bahan ajar
yang secara khusus bertanggungjawab memberikan layanan bahan ajar bagi
mahasiswa. Keselurahan hasil wawancara ditulis dalam catatan harian dan
dipergunakan untuk menganalisis data yang diperoleh melalui kuesioner.
Sementara, data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan (library
research) yaitu dengan mencari, membaca, mencatat, dan mengumpulkan bahan
bacaan dari literatur yang terdapat dalam perpustakaan, media cetak, internet serta
data-data lain yang relevan dengan masalah yang diteliti. Data-data ini digunakan
untuk kepentingan pembuatan laporan penelitian sehingga terarah dan sistematis
sesuai dengan tujuan penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data


Seluruh data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis data
kualitatif dan analisis data kuantitatif. Analisa data kualitatif digunakan untuk
mendeskripsikan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara terbatas kepada
beberapa orang mahasiswa, sementara analisis kuantitatif digunakan untuk
mendeskripsikan data-data yang diperoleh dari hasil kuesioner yang diedarkan
kepada mahasiswa. Tahapan yang dilakukan dalam analisa data kuantittaif, antara
lain : (1) data kuantitatif diolah dengan menggunakan bantuan SPSS versi 10.1 dan
dianalisa menggunakan metode statistik deskriptif. Pengolahan data dilakukan

60
selama dua bulan, yaitu Oktober – November 2009, (2) analisa data dilakukan
dengan membandingkan dan mencari hubungan satu variabel dengan variabel
lainnya dan diinterpretasikan dengan merujuk kepada tujuan penelitian.
Sementara itu, analisis data kualitatif dilakukan dengan mengacu kepada
pendapat Miles dan Huberman (1992), yang membagi tiga alur kegiatan analisis
data yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan melalui
verifikasi. Tahap pertama, reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan
perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang
muncul. Reduksi data meliputi kegiatan-kegiatan: meringkas data, mengkode,
menelusuri tema, membuat gugus, membuat partisi dan menulis memo (Sitorus,
1998). Dari data yang terkumpul kemudian dilakukan kategorisasi kedalam
beberapa topik penting yang kemudian dijadikan topik pembahasan.
Tahap kedua, penyajian data dilakukan dalam beberapa bentuk, yaitu (1)
kutipan beberapa topik; (2) tabel dan grafik untuk menggambarkan profil
mahasiswa, serta (3) gambar, untuk menunjukkan sarana dan fasilitas yang
dipergunakan mahasiswa pada saat pemanfaatan toko buku Online. Keseluruhan
jenis penyajian tersebut dirancang untuk menggabungkan informasi yang tersusun
dalam bentuk yang padu dan mudah dipelajari, dibaca dan ditafsirkan.
Tahap Ketiga, penarikan kesimpulan yang dilakukan setelah membaca
kembali keseluruhan data yang telah dinterpretasikan. Sebelum memberikan
kesimpulan akhir, peneliti terlebih dahulu menunjukkan kesimpulan sementara
kepada informan, apabila kesimpulan sudah sesuai, maka akan menjadi
kesimpulan akhir penelitian dan merumuskan beberapa rekomendasi sebagai
tindak lanut yang perlu dilakukan. Hasil analisa ini lalu dituangkan dalam bentuk
laporan penelitian.

61
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil temuan penelitian yang akan dibahas dalam bagian ini adalah; cara
menggunakan TBO-UT, efektivitas model distribusi bahan ajar melalui TBO-UT
yang mencakup; karakteristik mahasiswa yang memanfaatkan TBO-UT, partisipasi
mahasiswa dalam pemanfatan TBO-UT, aksebilitas dan kendala yang dihadapi
mahasiswa dalam pemanfaatan TBO-UT, dan persepsi mahasiswa UT terhadap
efektivitas model distribusi bahan ajar melalui TBO-UT, namun sebelum sampai
pada pemaparan tersebut, akan dijelaskan terlebih dahulu sejarah pemanfaatan
TBO-UT sebagai suatu layanan bantuan belajar bagi mahasiswa UT.

4.1 Sejarah Toko Buku Online (E-Bookstore UT)


Universitas Terbuka (UT) sebagai institusi Pendidikan Tinggi Jarak Jauh
(PTJJ) mempunyai peranan penting dalam peningkatan Sumber Daya Manusia
(SDM) di Indonesia. PJJ merupakan pendidikan yang bersifat massal, karena
penyelenggaraan pendidikan seperti ini terdapat jarak ruang dan waktu antara

62
pendidik dan peserta didik (Keegan, 1991). Keterpisahan ruang antara dosen dan
mahasiswa pada PTJJ menyebabkan, UT sebagai institusi PTJJ tidak perlu
menyediakan ruang kelas dan sebagai pengganti pertemuan mahasiswa dengan
dosen, disediakan bahan ajar (modul) dalam berbagai bentuk, baik cetak maupun
non cetak (multimedia). Dengan demikian, bahan ajar menduduki posisi penting
dalam proses belajar mahasiswa sehingga ketersediaan bahan ajar menjadi
prioritas utama, termasuk dalam proses distribusi bahan ajar kepada mahasiswa.
UT telah mengembangkan berbagai model pendistribusian bahan ajar. Pada
tahun pertama beroperasi, UT hampir tidak mengalami banyak hambatan dalam
pendistribusian bahan ajar, karena model yang digunakan adalah mengirimkan
bahan ajar langsung ke alamat mahasiswa bekerjasama dengan PT. Pos. Model
distribusi bahan ajar seperti ini dapat terlaksana karena sistem registrasi mata
kuliah menggunakan sistem paket. Namun, seiring dengan perubahan sistem
registrasi mata kuliah, maka perubahan model pendistribusian bahan ajar pun ikut
mengalami perubahan, dimana bahan ajar dapat dibeli di UPBJJ setempat.
Layanan distribusi bahan ajar di UPBJJ ternyata mengalami beberapa kendala,
diantaranya kesulitan melakukan prediksi kebutuhan bahan ajar yang
mengakibatkan terjadi kelebihan atau kekurangan dalam penyediaan bahan ajar
untuk mata kuliah tertentu, mahasiswa yang berdomisili jauh dari UPBJJ
mengalami kendala dalam memperoleh bahan ajar karena kesulitan transportasi
dan banyak dijumpai mahasiswa yang kesulitan mendapatkan bahan ajar terutama
menjelang ujian karena kehabisan stok. Dengan demikian tingkat efisiensi dari
sistem penyediaan bahan ajar di UPBJJ sangat rendah.
Terkait dengan itulah, diperlukan sistem manajemen pendistribusian bahan
ajar yang handal, terutama karena jumlah mahasiswa UT yang cukup besar dan
tersebar di seluruh pelosok tanah air serta bervariasinya prosedur pendistribusian
bahan ajar untuk setiap kelompok mahasiswa UT. Hal ini juga dilakukan seiring
dengan perubahan fundamental yang terjadi pada penyelenggaraan PTJJ yang
memberikan service berkualitas dan lebih memuaskan konsumennya. Mahasiswa
diletakkan sebagai delighted customer yang memerlukan perhatian untuk dilayani
kebutuhannya. Pelayanan yang diberikan kepada mahasiwa harus memiliki
standard dan kualitas yang memadai. Kualitas pelayanan yang baik ini harus dapat
diterima oleh seluruh mahasiswa di berbagai daerah dengan berbagai karakteristik
dan latar belakang budayanya. Perubahan ini juga difasilitasi dengan keberadaan

63
teknologi informasi dan komunikasi yang memudahkan PTJJ untuk meningkatkan
servicenya melalui “on line service” (King, 2004).
Keseriusan UT dalam menangani manajemen pendistribusian bahan ajar ini
tertuang dalam salah satu butir Rencana Strategis (Renstra) UT, yaitu UT akan
“menata sistem dalam pengelolaan proses belajar mengajar melalui pendidikan
jarak jauh agar terjadi pemerataan kesempatan bagi masyarakat untuk
memperoleh pendidikan tinggi”. Dalam salah satu analisis situasi yang diterangkan
dalam Renstra UT, dinyatakan bahwa untuk menjembatani kesenjangan kualitas
pendidikan tinggi di tanah air, diperlukan adanya penyebarluasan bahan ajar cetak
dan noncetak serta pelaksanaan evaluasi hasil belajar yang baku di seluruh
wilayah Indonesia. Selanjutnya, Renstra UT menyatakan bahwa dalam rencana
pengembangan UT kedepan, UT akan memperluas kesempatan belajar bagi
masyarakat luas dengan cara meningkatkan penggunaan teknologi dan jaringan
kemitraan sehingga dapat memperluas daya jangkau pelayanan pendidikan tinggi
sampai kepada masyarakat di daerah terpencil.

Sebagai langkah operasional dari Renstra UT mengenai pengelolaan


distribusi bahan ajar, UT memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi,
terutama pemanafaatan internet. Salah satu aspek kehidupan manusia yang telah
bermigrasi ke arah cyberspace adalah perdagangan atau jual beli barang atau jasa
yang dilakukan lewat intenet, atau yang lazim disebut E-commerce. Wen (2003)
menjelaskan bahwa E-Commerce, sebagai suatu fenomena yang menjual mimpi
dan idealisme. Beberapa waktu yang lalu pada era sebelum internet, ketika
seseorang ingin membeli barang elektronik seperti kamera, radio, televisi,
kalkulator, dan sebagainya, maka orang tersebut harus mendatangi satu per satu
toko yang menjual barang-barang tersebut, meminta informasi dan harga serta
membandingkan antara satu toko dengan toko lainnya. Namun, E-commerce dapat
membantu mengatasi persoalan masyarakat tersebut.
UT, sebagai penyelenggara PTJJ, memandang bahwa E-Commerce dapat
dimanfaatkan untuk menjual (mendistribusikan bahan ajar kepada mahasiswa).
Adapun produk utama yang dijual oleh UT adalah bahan ajar (modul, kaset, CD,
dan lainnya) yang selama ini hanya dapat diperoleh mahasiswa dengan membeli di
tempat penjualan yang telah ditetapkan. Pengembangan model distribusi bahan
ajar berbasis online dilakukan sejak tahun 2008 sesuai dengan pengumuman

64
Rektor Nomor 6045.J31/LL/2007 tertanggal 16 April 2007 dan Surat PR III Nomor
6092/J31/LL/2007 tertanggal 17 April 2008. Melalui pengembangan model distribusi
bahan ajar berbasis online, mahasiswa tidak harus datang ke UPBJJ untuk
membeli bahan ajar, tetapi dapat memesan melalui internet dan bahan ajar dapat
diterima di alamat atau unit jasa layanan terdekat. Disamping itu, melalui
pemanfaatan TBO-UT mahasiswa tidak perlu mengetikkan alamat pengiriman dan
penagihan berulang-ulang, mahasiswa selalu up to date untuk mengetahui status
ordernya, dan mahasiswa bisa mengetahu histori pesanan di TBO-UT.
Melalui pemanfaatan TBO-UT, mahasiswa dapat memperoleh bahan ajar
tanpa harus datang ke UPBJJ, tetapi hanya memesan melalui internet dan bahan
ajar diterima di alamat masing-masing, sehingga bahan ajar yang dibutuhkan dapat
diterima lebih cepat, tepat, akurat dan praktis serta mampu menjamin
pendistribusian bahan ajar yang berkualitas. Keberhasilan mahasiswa dalam
memperoleh bahan ajar tepat waktu dapat memperpanjang waktu untuk
mempelajari bahan ajar sehingga akan berdampak positif bagi hasil belajar
mahasisiwa dan tingkat kelulusan dalam ujian akhir semester.
4.2 Mencari dan Membeli Bahan Ajar Lewat TBO-UT
4.2.1 Pra Pencarian Bahan Ajar
Membuka dan memanfaatkan layanan TBO-UT sebenarnya cukup mudah
dan merupakan suatu kegiatan yang biasa dilakukan oleh siapa saja yang dapat
mengakses internet. Setelah mengarahkan web browsernya ke alamat TBO-UT,
maka user (pengguna) segera tiba di halaman depan situs TBO-UT. Setelah tiba
dihalaman depan, user segera mempunyai pilihan tentang tujuan mengakses
layanan situs TBO-UT. Jika user sudah pernah menggunakan layanan TBO-UT dan
telah menjadi member, maka tinggal melakukan login dengan menggunakan alamat
emel dan password ke kotak yang telah disediakan. Namun, bagi pengguna yang
belum menjadi member atau hanya ingin melihat-lihat bahan ajar dan harga dapat
membuka TBO-UT. Selanjutnya, apabila sudah tertarik pada bahan ajar dapat
langsung memesannya, tanpa harus datang ke tempat toko buku.
Untuk memudahkan pemanfaatan dan membuka TBO-UT, mahasiswa
dapat menggunakannya dengan tiga cara. Pertama, mahasiswa langsung
mengetikkan alamat TBO-UT online yaitu: http://ebook.ut.ac.id pada kotak alamat
search engine. Semua search engine yang mendukung baik satu paket dengan
system operasi yang digunakan maupun aplikasi terpisah (Third Party Application)

65
dapat digunakan karena situs toko buku online tidak membutuhkan sistem operasi
terbaru dengan Web Browser terbaru, tetapi cukup dengan menggunkan komputer
yang dapat tersambung di internet, maka dipastikan dapat membuka toko buku
online. Pada system operasi yang paling banyak digunakan orang seperti Windows
XP atau Windows 98 yang sudah terinstal satu paket dengan web browsernya,
yaitu Internet Explorer dapat digunakan untuk membuka situs TBO-UT. Jika
mahasiswa kurang puas dengan performa dan kemampuan Web Browser bawaan
system operasi yang telah ada di komputer, mahasiswa juga dapat menggunakan
Web Browser lain seperti Mozila, FireFox, Opera, dan Safari. Disamping itu,
mahasiswa juga dapat menggunakan sistem operasi lain seperti Macintosh
ataupun Linux dalam segala versi termasuk versi GUI.
Kedua, mahasiswa dapat membuka website UT terlebih dahulu. Websiite
UT dapat diakses di alamat www.ut.ac.id, dimana tampilannya (interface) terbagi
ke dalam 5 (lima) menu utama, yaitu; menu UT Online, menu mail, menu kalender,
menu info akademik, dan menu informasi umum. Kelima menu utama tersebut
ditempatkan secara terpisah sesuai dengan klasifikasi masing-masing. Pada kolom
paling kiri terdapat menu UT Online, kolom tengah ditempati menu mail, menu
kalender, dan menu info akademik, sementara pada kolom paling kanan terdapat
menu info umum.
Menu UT Online, pada prinsipnya, merupakan layanan bantuan belajar
berbasis internet atau yang sering disebut ”learning center” ataupun e-learning.
Melalui UT-Online, seorang mahasiswa dapat mengakses informasi umum dan
informasi layanan akademik. Informasi umum terdiri dari informasi umum dan
berita-berita aktual UT, program pendidikan yang ditawarkan UT, cara registrasi,
dan kalender akademik. Sementara itu, layanan akademik memuat materi
suplemen online, naskah latihan mandiri, tutorial on-line, nilai ujian akhir semester
(DNU Online), LKAM Online, Ujian Online, Video Online, Jurnal Elektronik, abstrak
hasil penelitian, perpustakaan Online, Forum Komuntas, dan Toko Buku Online.
Menu UT Online di bagi dalam 4 (empat) sub menu. Pada kolom paling kiri
terdapat menu utama dan forum interaksi komunitas, sementara pada kolom kanan
memuat tutorial Online dan pembelajaran digital. Pada menu utama tersedia
informasi tentang Aktivasi UT-Online, Informasi tentang UT, tentang UT-Online,
Kurikulum UT, Kesetaraan Matakuliah UT, informasi pendaftaran ujian online, mata
kuliah ujian Online, UT Online terkini, Kalender akademik, info SMS-UT, Panduan

66
Tutel (mahasiswa), Panduan Tutel (tutor), Panduan LM Online, Panduan Karakter
Matematika, Chatbox Member, dan Forum Tanggapan. Apabila mahasiswa
menginginkan menggunakan fasilitas toko buku online, maka dapat dilakukan
dengan cara mengklik sub-menu toko buku online.
Ketiga, lewat bantuan search engine. Search engine yang sering digunakan
untuk mencari situs TBO UT adalah yahoo.com dan goggle.com. Namun, diluar
kedua search engine tersebut masih banyak yang lain baik berbahasa Indonesia
maupun bahasa Inggris yang dapat membantu untuk pencarian situs toko buku
online UT. Secara garis besar cara penggunaan search engine sama saja dalam
sistematika pemakaian untuk mencari alamat internet yang diinginkan yaitu dengan
mengetiikkan kalimat yang mendukung pencarian seperti toko buku online UT,
modul UT, e-book store UT, dan lainnya. Dengan mengetikkan kalimat kunci pada
kotak pencarian dan menekan tombol enter, maka segera ribuan situs yang
membuat kata kunci yang diketikkan pada kotak pencarian tersebut segera
terpampang di layar monitor dan segera pula dapat menggunakannya untuk
membantu memilih situs yang diinginkan.
Pada halaman depan menu TBO-UT akan menampilkan produk-produk
bahan ajar (modul) UT yang ditampilkan dengan cover yang ada dan
diidentifikasikan dengan kode mata kuliah dan nama mata kuliah. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan mahasiswa dalam mencari produk yang akan
dibeli. Pada halaman ini mahasiswa diperbolehkan untuk melihat-lihat modul dan
harga terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membeli modul yang diinginkan.
Untuk menjadi anggota pengguna TBO-UT terdapat beberapa aturan yang
menjaga agar lalu lintas transaksi barang tetap aman dan nyaman bagi
pengunjungnya. Karena itu, sebagai sebuah komunitas, kehidupan sosial yang
terjadi pada sistem TBO-UT, juga memiliki pranata tersendiri yang dibangun secara
bersama sebagai sistem proteksi diri. Kehadiran setiap anggota diatur dan dikontrol
agar tidak mengganggu dan merusak jaringan (order), karena fasilitas TBO-UT
dibangun melalui teknologi media yang disimpan dalam kotak-kotak hard disk dan
server yang sangat rentan terhadap berbagai macam kerusakan fisik maupun
kerusakan karena perangkat program virus. Disamping itu, internet sebagai
kawasan tak bertuan dapat memungkinkan adanya penipuan dan penggelapan.
Wen (2003) menjelaskan bahwa dalam era E-commerce masalah yang kerap
dihadapi adalah kelemahan sistem teknologi yang digunakan serta rentannya

67
terhadap pembobolan uang oleh pihak yang tidak bertanggungjawab yang hendak
mengambil keuntungan dari kelemahan sistem teknologi yang ada.
Oleh karena itulah, bagi member (anggota) TBO-UT diminta untuk
menjalankan aturan-aturan dan persyaratan yang ditetapkan. Persyaratan utama
menjadi member TBO-UT adalah harus memiliki alamat e-mail dan memiliki
password. Oleh karena itu, seorang mahasiswa yang tertarik membeli modul
melalui TBO-UT, diwajibkan terlebih dahulu mendaftar sebagai member (anggota)
dengan cara membuat account atau login. Untuk membut account, mahasiswa
harus memiliki alamat e-mail yang dikirimkan ke pengelola. Pada halaman masuk
TBO-UT, mahasiswa diminta untuk memasukkan informasi masuk berupa alamat
email dan kata sandi. Apabila mahasiswa telah terdaftar sebagai member atau
sudah pernah berbelanja, maka langsung mengklik tombol pada kolom pelanggan
dan memasukkan informasi alamat email dan kata sandi yang digunakan ketika
pertama sekali berbelanja.

Sebaliknya, apabila ingin menjadi member baru (pelanggan baru) atau baru
pertama kali berbelanja, maka tinggal klik tombol pada kolom pelanggan baru.
Pada halaman berikutnya, muncul halaman yang berisi data-data yang diperlukan
untuk memproses pemesanan. Data-data yang bertanda asterik (*) harus diisi
(tidak boleh kosong). Setelah mengisi semua data yang diminta secara lengkap,
lalu menekan tombol lanjut, maka pada halaman berikutnya akan muncul
konfirmasi yang menyatakan bahwa akun telah diaktifkan. Untuk pelanggan baru,
ada form yang menampilkan item-item apa saja yang harus diisi terlebih dahulu.
Data-data yang dituliskan tersebut diperlukan untuk bertransaksi secara
online di TBO-UT sebagai mana mestinya. TBO-UT berkomitmen untuk menjaga
kerahasian data yang diberikan. Data-data tersebut hanya dipergunakan TBO-UT
untuk bertransaksi secara online dan juga diperlukan untuk hubungan bisnis antara
TBO-UT dengan mahasiswa. Setelah account baru dibuat, halaman berikut akan
menampilkan tanda account telah berhasil, sebagaimana pada Gambar 6.
Biasanya administratur TBO-UT akan mengirimkan konfirmasi akun kepada alamat
email yang dicantumkan pada saat mengisi data-data yang dibutuhkan. Sebuah
email pemeberitahuan akan dikirimkan melalui email yang digunakan pada saat
membuat account, Klik tombol untuk melanjutkan.

68
4.2.2 Pemesanan Bahan Ajar
Sebelum melakukan pemesanan bahan ajar melalui Ebookstore UT, ada
dua hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama, memilih buku atau modul-modul
pada Ebookstore UT. Pada tahap ini Ebookstore UT membagi dalam beberapa
kategori, yaitu modul dibagi ke dalam kategori matakuliah, tetapi hanya kode
matakuliahnya yang dituliskan, misalnya ESPA, BING, ADBI. Hal ini dimaksudkan
untuk memudahkan dalam pencarian bahan ajar yang diinginkan.
Kedua, klik salah satu kategori buku yang akan dibeli, misalnya jika
membeli kategori modul ADPU, kemudain akan keluar tampilan seperti dalam
Gambar 8. Pada tampilan ini akan ditampilan kuantiti/jumlah dari modul, nama
produk harga dan beli sekarang yang ditampilkan dengan troli belanja. Apabila
sudah memilih produk yang akan dibeli, klik gambar keranjang/troli yang artinya
masukan produk ke dalam troli belanja.

Berbelanja secara Online di TBO-UT hampir sama dengan berbelanja di


Mall. Pada saat memasuki department Store atau Mall, pelanggan (konsumen)
akan mengambil troli belanja sebagai tempat menaruh barang-barang sebelum
antri dikasir dan melakukan pembayaran. Hal yang sama juga terjadi di TBO-UT,
troli juga diberikan tapi wujudnya secara virtual. Troli belanja berbentuk tabel yang
menampilkan item apa saja yang hendak dibeli. Tombol “Troli” pada dasarnya
hanya menambahkan item yang hendak dibeli kedalam troli. Disamping itu, dapat
menambahkan item produk lebih dari satu kedalam troli atau mengeluarkanya dari
troli jika berubah pikiran dan tidak jadi membeli produk tersebut.
Jika ingin membeli produk ADPU4440 sebanyak 2 atau lebih, dapat
mengubah angka 1 pada kolom ditroli belanja menjadi 2 atau lebih, lalu klik tombol.
Jika masih berubah pikiran dan ingin mengeluarkan sebuah produk dari troli, tinggal
memberi tanda cek book pada kolom hapus persis disamping yang hendak
dikeluarkan, lalu klik tombol “Update” beli lagi.

4.2.3 Alamat Pengiriman Bahan Ajar


Jika sudah selesai berbelanja, klik tombol informasi pengiriman. Tahap ini
merupakan konfirmasi dari TBO-UT sebagai dasar alamat pengiriman bahan ajar

69
yang telah dipesan. Dalam hal ini, dipastikan alamat yang disampaikan benar-
benar terjangkau oleh kantor Pos, karena alamat pengiriman menjadi hal penting
untuk memastikan bahan ajar diterima atau tidak.

4.2.4 Metode Pengiriman


Untuk memilih metode pengiriman pemesanan yang telah ditetapkan
sebelumnya, perlu dicantumkan metode pengiriman yang diinginkan. Pilih salah
satu metode pengiriman yang ditawarkan. Unuk saat ini pengiriman bahan ajar
hanya tersedia melalui PT Pos Indonesia bagi kota-kota yang tercakup.

4.2.5 Sistem Pembayaran Bahan Ajar


Sebelum melakukan pembayaran bahan ajar, terlebih dahulu memilih
metode pembayaran yang diinginkan. Untuk saat ini, metode pembayaran yang
tersedia adalah melalui transfer bank Bank Mandiri. Silakan mengklik pembayaran
Mulai
via Bank Mandiri seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Setelah semua langkah-langkah tersebut dilaksanakan, maka langkah
sudahselesai.
terakhir adalah menekan proses ada accountHal ini penting untuk memastikan bahwa

proses pemesanan bahan ajar yang dilakukan benar-benar sudah tuntas.


No Isikan data &
Gambaran proses pemesanan bahan
Yes ajar melalui TBO-UT dapat dilihat pada
alamat e-mail

Gambar 14. cari bahan ajar

Ada Tidak ada selesai

Tuliskan alamat
pengiriman

Pilih metode
pengiriman

Tentukan sistem
pembayaran

Bayar jumlah biaya


bahan ajar lewat
Bank Mandiri

70
Selesai
Gambar 14. Proses Pemesanan Bahan Ajar melalui TBO-UT

4.3. Efektivitas Model Distribusi Bahan Ajar Berbasis Online


4.3.1 Profil Responden
Salah satu faktor yang penting dalam melakukan perubahan baik secara
kelembagaan maupun perubahan perilaku adalah mengetahui dengan lebih baik
karakteristik mahasiswa. Dengan lebih memahami karaktersitik mahasiswa akan
lebih mudah mengidentifikasi dan memutuskan bentuk, jenis dan tindakan apa
yang harus dilakukan dalam melakukan perubahan. Pannen (1999), menyatakan
bahwa mahasiswa UT adalah sekelompok masyarakat yang karena suatu hal
belum dapat memperoleh kesempatan menikmati pendidikan tinggi pada institusi
pendidikan tinggi tatap muka yang ada. Kelompok masyarakat memilih UT karena
berbagai alasan, seperti tidak dapat meninggalkan pekerjaan dan lokasi PT sulit
dijangkau oleh calon mahasiswa. Indikasi ini tampak dari cukup banyaknya
mahasiswa yang berdomisili di kota kecil yang tidak ada perguruan tingginya.
Selain itu, UT memberikan kebebasan dalam menentukan waktu belajar dan cara
belajar yang tidak dapat diperoleh pada perguruan tinggi biasa. Latar belakang ini
tentunya akan sangat mempengaruhi bentuk dan jenis layanan apa yang relevan
dan yang lebih efektif bagi mahasiswa.
Bervariasinya pilihan bentuk layanan akan lebih memudahkan mahasiwa
dengan karakteristik tertentu memilih bentuk layanan yang sesuai. Demikian halnya

71
akan sangat penting untuk menentukan langkah-langkah apa yang harus ditempuh
oleh UT untuk mengembangkan model distribusi bahan ajar yang sesuai bagi
mahasiswa. Dalam hal ini, Padmo dan Toha (2004), menyatakan penyediaan
layanan belajar dan media yang sederhana sekalipun sebenarnya tidak menjadi
masalah, bila digunakan sesuai dengan karakteristik dan kemampuan mahasiswa
dapat memberikan nilai pembelajaran yang baik dan bermanfaat motivasi belajar
dan pada akhirnya dapat mempercepat tingkat kelulusan mahasiswa.
Berdasarkan temuan data dari hasil pengolahan kuesioner menunjukkan
bahwa dilihat dari karakteristik jenis kelamin ternyata dari 57 responden, mayoritas
berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 32 orang (56,14%) dan laki-laki
sebanyak 25 orang (43,86%). Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian Oetoyo
dan Daulay (2007), menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa UT yang
menggunakan fasilitas forum komunitas FISIP UT adalah berjenis kelamin
perempuan dan sebagian besar bertempat tinggal di daerah perkotaan. Profil
responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar
Laki-Laki 15 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
43,86%

Sementara itu, dilihat dari faktor usia, mayoritas responden berusia antara
36 - 40 tahun sebanyak 42%, berusia 18 - 25 tahun sebanyak 38,00%, berusia
26 – 30 tahun sebanyak 15%, dan berusia 31 – 35 tahun sebanyak 5%. Data ini
menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa UT bukan berusia muda, tetapi rata-rata
Perempuan 56,14,00%
sudah bersusia lanjut. Hal ini berkaitan dengan persyaratan rekrutmen sebagai
calon mahasiswa UT yang sangat fleksibel dan memberikan kesempatan yang
sama kepada seluruh warga negara Indonesia, dengan catatan yang bersangkutan
sudah lulus SLTA atau sederajat yang dibuktikan dengan kepemilikan ijazah yang
sah/legal tanpa dibatasi tahun lulusan. Tidak adanya pembatasan tahun lulusan ini
memungkinkan semua orang yang lulus SLTA dapat mendaptar sebagai
mahasiswa UT. Terkecuali bagi calon mahasiswa FKIP (calon guru) harus memiliki
pengalaman mengajar minimal 1 tahun yang dibuktikan dengan Surat Keterangan
Mengajar dari Kepala Sekolah. Profil responden berdasarkan usia dapat dilihat
pada tabel Gambar 16.

72
Gambar 16 Profil Responden Berdasarkan Usia

Gambar 16 memperlihatkan bahwa mayoritas responden berada pada


kategori umur 36 – 40 tahun. Hal ini menarik untuk dikaji lebih lanjut karena usia 36
- 40 tahun adalah usia produktif, dimana mayoritas dari mahasiswa UT sudah
bekerja. Bila dibandingkan dengan usia rata-rata mahasiswa di berbagai perguruan
tinggi tatap muka pada setiap angkatan, maka usia mahasiswa UT relatif heterogen
dan mayoritas berada pada kategori umur 30 tahun ke atas. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar lulusan UT adalah usia produktif yang diprediksikan sudah
bekerja. Dengan status mereka yang umumnya bekerja, motivasi para mahasiswa
ketika melanjutkan studi di UT adalah karena UT menerapkan sistem belajar jarak
jauh dan terbuka. Sistem belajar seperti ini, dapat memberikan kemudahan bagi
mereka untuk melanjutkan studi dengan keterbatasan yang dimilikinya, baik waktu,
biaya dan tugas belajar yang harus ia ikuti, tanpa harus meninggalkan kantor.
Dengan sistem belajar jauh, mahasiswa UT bisa melakukan registrasi kapan saja
sesuai dengan batas kemampuan, dengan proses registrasi yang dianggap mudah,
praktis, dan tidak memerlukan waktu yang lama. Alasan lainnya adalah karena
obsesi/keinginan untuk mendapatkan gelar Sarjana Negeri dengan biaya murah;
modul-modul UT cukup sistematis karena penulis-penulis modulnyapun juga dari
Universitas Negeri terkemuka; prinsip ”kemandirian belajar” yang mendasari cara
belajar di UT dapat menambah kepercayaan diri dan menopang karir, menjadi lebih
mandiri, inovatif dan kreatif serta sanggup menerima tantangan, meningkatkan
kemampuan profesionalisme dan kompetensi; dan menambah wawasan dan
keilmuan serta mengikuti perkembangan kemajuan, baik dalam bidang IPTEKS
(ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni) maupun bidang lainnya.

73
Dilihat dari tahun masuk UT, mayoritas responden masuk tahun 2008
sebanyak 25 orang (43.85%), masukan tahun 2007 sebanyak 9 orang (15,78%),
masuk tahun 2006 sebanyak 7 orang (12,28%), masuk tahun 2004 sebanyak 6
orang (10,52%), masuk tahun 2009 sebanyak 5 orang (8,77%), dan masuk tahun
2003 sebanyak 3 orang (5,26%). Temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas
responden adalah mahasiswa baru yang berada pada kisaran semester III atau IV.
Kelompok mahasiswa inilah yang mengalami transisi pembelian modul, karena
pada awal-awal kuliah di UT mereka pernah merasakan pelayanan pembelian
modul di UPBJJ-UT Surabaya. Hal ini menjadi keuntungan karena mereka dapat
membandingkan atau memberikan penilaian terhadap distribusi bahan ajar. Profil
tahun masuk responden di UT dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Profil Reponden Berdasarkan Tahun Masuk UT

Mayoritas responden adalah sudah bekerja sebagai pegawai swasta


sebanyak 39 orang (35,62%), dan pegawai negeri sebanyak 19 orang (19,33%)
dan tenaga honorer sebanyak 3 orang (3,5%). Hal ini menunjukkan bahwa
mayoritas mahasiswa yang telah menggunakan pembelian modul melalui TBO
adalah mahasiswa yang telah bekerja dan memiliki penghasilan sendiri. Profil
responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 18.

74
Gambar 18 Profil Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Satu hal yang menjadi catatan (barangkali dapat dijadikan sebagai bahan
studi lebih lanjut), apakah aksesibilitas mahasiswa ke TBO lantaran memang
kesadaran/kebutuhan akan updated information ataukah ada alasan lain? Apabila
tingkat intensitas akses mereka ke website UT, khususnya ke TBO adalah karena
memang mereka membutuhkan updated information maka hal ini barangkali cocok
dengan karakteristik mahasiswa FISIP UT yang tergambar dalam visi dan misi
FISIP-UT, di mana visi misi itu menghendaki mahasiswa dan alumninya untuk
bersikap terbuka, cepat tanggap terhadap perubahan terkait dengan pembangunan
dan kemajuan masyarakat, mampu memahami, menjelaskan dan memecahkan
masalah-masalah sosial, budaya dan politik. Oleh karena itu, bagi mahasiswa
FISIP, akses internet adalah bukan sebagai alternatif kedua atau pilihan berikutnya,
tetapi memang merupakan suatu kebutuhan. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa responden yang telah memanfaatkan TBO berdasarkan fakultas dan
program studi dapat dilihat pada Gambar 19.

75
Gambar 19 Asal Program Studi Responden

Gambar 19 menunjukkan bahwa dari 57 responden, mayoritas adalah


mahasiswa yang berasal dari FEKON yaitu sebanyak (25,46%), FISIP (15,27%),
FKIP (10,18%), dan FMIPA (5,9%). Data ini sesuai dengan jumlah mahasiswa
UPBJJ-UT Surabaya, dimana pada masa registrasi 2009.1 FEKON memiliki 316
orang, FISIP 273 orang, FMIPA 18 orang, dan FKIP sebanyak 214 orang. Informasi
ini sesuai dengan tujuan utama pendirian UT adalah untuk meningkatkan kualitas
guru lulusan SPG agar menjadi lebih profesional. Namun, seiring dengan
perkembangan UT, tujuan tersebut mengalami perubahan, yaitu (1) memberikan
kesempatan yang luas bagi warga negara Indonesia dan warga negara asing,
dimana pun tempat tinggalnya untuk memperoleh pendidikan setingkat universitas,
(2) menyediakan layana pendidikan tinggi bagi mereka yang tidak dapat
melanjutkan kuliah di perguruan tinggi biasa, dan (3) mengembangkan program
pendidikan akademik dan profesional yang disesuaikan dengan kebutuhan nyata
pembangunan (Renstra UT, 2005). Dengan demikian, tujuan UT saat ini terfokus
pada fungsi pemerataan dan pendidikan berkelanjutan (continuing education)
sesuai dengan rencana strategis pembangunan pendidikan nasional.
UPBJJ-UT Surabaya memiliki wilayah jangkauan 15 Kabupaten dan 3 Kota.
Untuk mempermudah pengelolaan 18 daerah jangkauan tersebut, dibagi menjadi 4
kategori wilayah atau yang diberi nama ring A, B, C, dan D. Wilayah ring A terdiri
dari Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto (Kab/Kota), dan Jombang, wilayah ring B terdiri
dari Madin (Kab/Kota), Ngawi, Magetan dan Ponorogo, wilayah ring C teridir dari
Gresik, Lamongan, Tuban dan Bojonegoro, dan wilayah ring D adalah Bangkalan,
Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.

76
Gambar 20 Asal Daerah Responden

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 57 orang responden, ternyata


mayoritas berasal dari wilayah ring A, yaitu sebesar 35 orang (35,61%), wilayah
ring B sebesar 10 orang (10,18%), wilayah ring C sebesar 7 orang (7,12%), dan
wilayah ring D sebsar 5 orang (5,9%). Sebaran data ini kurang proforsional karena
sebagian besar responden berasal dari mereka yang berdomisili di wilayah
Kabupaten yang terdekat dengan Ibu Kota Provinsi, tetapi data ini justru memiliki
keuntungan. Data tersebut akan memberikan gambaran yang nyata mengenai
kondisi ketersediaan dan akses mahasiswa dalam menggunakan internet.

4.3.2 Aksebilitas Mahasiswa dalam Pemanfaatan TBO-UT


Dalam sistem pendidikan jarak jauh media secanggih apapun yang
digunakan tidak akan berarti apa-apa bagi mahasiswa apabila mereka tidak
memiliki akses untuk menggunakannya. Untuk itu, informasi mengenai aksebilitas
mahasiswa terhadap penggunaan TBO merupakan hal mutlak yang perlu diketahui
oleh UT sebagai penyelenggara pendidikan jarak jauh. Aksebilitas ini dapat
diartikan sebagai ketersediaan dan kemudahan untuk menggunakan media belajar
yang dalam hal ini adalah akses terhadap penggunaan internet.
Internet telah dikenal masyarakat umum dan telah banyak digunakan baik
dari mahasiswa, karyawan, sampai kalangan anak-anak. Bermacam alasan untuk
menggunakan internet, mulai dari sekedar ingin tahu sampai pada tingkat yang
lebih jauh lagi, misalnya bagi penyelenggara pendidikan jarak jauh dapat dijadikan
sebagai sumber belajar alternatif. Dikalangan mahasiswa UT ada semacam
anggapan bahwa mengakses internet adalah suatu kewajiban. Pandangan
mahasiswa tersebut ternyata mempengaruhi terhadap kemampuan responden
dalam menggunakan internet. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian
besar responden sudah mengetahui cara mengakses internet, dan pada umumnya
mereka mengakses internet dari warnet, yaitu sebanyak 38 orang (67,00%), dari
rumah sebanyak 3 orang (5,00%), dan dari tempat kerja sebanyak 16 (28,00%).
Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 21.

77
Gambar 21 Tempat Mengakses Internet

Gambar 21 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengakses


internet dari warnet yaitu sebanyak 38 orang (67,00%). Hal ini menunjukkan bahwa
ketersediaan warnet sudah tersedia sampai di tingkat Kecamatan. Berdasarkan
wawancara terbatas dengan responden, juga menunjukkan bahwa mereka tidak
mengalami kendala dalam menggunakan internet, karena untuk akses internet
dapat dilakukan di kantor atau tempat kerja. Selain ketersediaan, kemudahan untuk
memperoleh atau menggunkan akses internet merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi kebijakan penentuan media yang akan digunakan oleh UT. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa fasilitas internet berupa warnet di sekitar tempat
tinggal responden belum tentu tersedia seluruhnya. Hal ini cukup mendasar,
mengingat internet tergolong sebagai media yang menggunakn teknologi yang
relatif baru, ketersediaaannya juga terbatas, hanya di kota-kota besar. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan fasilitas
warnet telah terpasang di sekitar tempat tinggal mereka, terutama responden yang
bertampat tinggal di daerah kabupaten dan provinsi. Selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Ketersediaan Warnet di sekitar tempat tinggal


No Daerah Asal Ketersediaan Warnet Total %
Ya Tidak
1 Wilayah ring A 20 46,50 5 35,71 35 61,00
2 Wilayah ring B 5 11,62 5 35,71 10 18,00

78
3 Wilayah ring C 5 11,62 2 14,28 7 12,00
4 Wilayah ring D 3 6,96 2 14,28 5 9,00
Jumlah 43 100 14 100 57 100

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakana bahwa


fasilitas warnet telah tersedia di sekitar tempat tinggal mereka. Hal ini terlihat di
seluruh wilayah UPBJJ-UT Surabaya, karena itu ketersediaan warnet untuk
mengkases internet bukan menjadi penghalang bagi mahasiswa UT. Temuan ini
berbeda dengan hasil penelitian Toha (1999), yang menyimpulkan bahwa
aksebilitas mahasiswa UT terhadap media pembelajaran internet terbentur karena
warnet belum sampai di daerah terpencil dan jaringan kerjasama UT dengan
program WAN Kota milik Depdiknas juga tidak berjalan karena fokus
pengembangannya hanya pada daerah tertentu saja.
Disamping itu, jarak lokasi warnet dengan tempat tinggal responden juga
sangat mempengaruhi terhadap aksebilitas penggunaan TBO-UT, terkecuali bagi
mereka yang menggunakan akses internet dari kantor atau tempat kerja. Hasil
penelitian ini menunjukkan jarak warnet dengan tempat tinggal responden adalah
< 1 km sebayak 34 orang (59,65%), 1 – 2 km sebanyak 15 (26,31%), dan 3 – 4 km
sebanyak 8 orang (14,04%). Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Jarak tempuh sarana internet dari tempat tinggal responden
No Jarak tempuh Jumlah %

1 < 1 km 34 59,65
2 1 – 2 km 15 26,31
3 3 – 4 km 8 14,04
Jumlah 57 100

Pada awal munculnya internet, masyarakat masih mengalami kesulitatan


untuk mendapatkan dan menggunakannya. Hal ini selain terkait dengan faktor
keterjangkauan (biaya) juga terkait faktor kultural (computer/tehnology literacy).
Sebagai media dengan teknologi baru, media internet masih tergolong mahal
sehingga hanya dapat diakses oleh kalangan terbatas. Selain itu, faktor kultural-
kebiasaan seseorang untuk menggunkan media tersebut masih rendah, dapat
dikatakan bahwa secara kultural masyararakat Indonesia pada umumnya masih
tergolong gagap teknologi. Namun, hasil penelitan ini menunjukkan biaya akses
internet sudah tidak menjadi masalah bagi mahasiswa karena saat ini rata-rata

79
pemakaian warnet Rp. 3.000,/jam dan malah beberapa warnet yang memasang
tarif lebih murah terutama pada jam-jam tertentu pada saat sepi pelanggan.
Dengan demikian, dari segi akses untuk menggunakan internet tidak menjadi
masalah yang cukup berarti, tetapi masalah utama yang sedang dihadapi oleh
mahasiswa adalah peningkatan kemampuan penggunaan internet.
Berdasarkan data ini maka dapat disimpulkan bahwa aksebilitas dan
kendala pemanfaatan TBO-UT sebagai alternatif yang mudah dan murah dalam
distribusi bahan ajar, perlu dipertimbangkan secara matang. Penggunaan media
TBO-UT tidak akan mengalami kendala yang berarti karena mayoritas mahasiswa
mudah memperoleh internet untuk mengakses internet. Namun, UT harus
memberikan berbagai alternatif cara mengakses TBO-UT bila mahasiswa
mengalami kendala dalam mengaksesnya.
4.3.3 Partisipasi Mahasiswa dalam Pemanfaatan TBO UT
Salah satu karakteristik sistem pendidikan jarak jauh adalah pemanfaatan
beragam media dan sumber belajar sebagai alat penyampaian bahan ajar. Karena
itulah, UT sebagai penyelenggara pendidikan jarak jauh berkewajiban menyediakan
layanan bantuan belajar bagi mahasiswa termasuk didalamnya pelayanan distribusi
bahan ajar yang mudah dan murah. Pemanfaatan TBO UT sebagai media distribusi
bahan ajar merupakan suatu apresiasi dari pihak UT sebagai penyelenggara
pendidikan jarak jauh di Indonesia yang berkeinginan untuk selalu memberikan
layanan berkualitas bagi mahasiswa UT terutama bagi mereka yang berada di
daerah-daerah terpencil. Namun, TBO UT tidaklah berarti apa-apa, jika mahasiswa
UT tidak ada yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Uraian berikut akan
menjelaskan temuan data yang berhubungan dengan partisipasi mahasiswa UT
dalam pemanfaatan TBO-UT, yang dilihat dari aspek, sumber informasi
pemanfaatan TBO-UT, pemilikan panduan TBO-UT, jumlah mahasiswa yang telah
menggunakan TBO UT, lama waktu pemesanan bahan ajar, kendala mahasiswa
dalam menggunaan TBO-UT, dan frekuensi penggunaan TBO-UT
Berkaitan dengan sumber informasi dan pengenalan mahasiswa terhadap
fasilitas layanan distribusi bahan ajar melalui TBO-UT, ternyata hasil penelitian
menunjukkan bahwa mayoritas responden mengenal TBO dari katalog UT yaitu
sebanyak 25 orang (44,00%), website UT sebanyak 20 orang (35,00%), pegawai
UPBJJ-UT Surabaya sebanyak 7 orang (12,00%), dan teman sebanyak 5 orang
(9,00%). Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 22.

80
Gambar 22 Sumber Informasi TBO

Gambar 22 menunjukkan bahwa katalog UT dan website UT merupakan


sumber informasi yang paling banyak dipergunakan responden dalam mencari
pengenalan dan penggunaan TBO. Temuan ini menarik dan perlu menjadi kajian
penelitian lebih lanjut terkait dengan banyaknya mahasiswa UT yang telah
memanfaatkan website UT sebagai sumber informasi tentang layanan distribusi
bahan ajar melalui TBO-UT. Hal ini perlu ditindak lanjuti dengan cara
memaksimalkan pemanfaatan website UT dalam melakukan berbagai informasi
dan kebijakan UT yang baru dan sebagai sarana sosialisasi yang baik dan intensif
bila ingin memanfaatkan media dan sumber belajar yang belum begitu dikenal oleh
mahasiswa UT. Sementara itu, adanya kebijakan UT yang membagikan katalog
secara gratis menjadi hal yang didukung oleh mahasiswa, karena dengan demikian
mereka mengetahui informasi yang terbaru tentang peraturan yang ditetapkan UT.
Sementara itu, sebagian responden juga menyatakan memperoleh sumber
informasi dari pegawai UPBJJ-UT Surabaya. Umumnya informasi yang dimaksud
diperoleh dari pegawai UPBJJ-UT Surabaya yang berstatus sebagai dosen. Hal ini
sesuai dengan kebijakan Kepala UPBJJ-UT Surabaya yang menugaskan setiap
dosen untuk menjadi Pembimbing Akademik (PA) di masing-masing
Kabupaten/Kota yang berada dalam wilayah pembinaannya. Tugas PA tidak hanya
terkait dengan layanan akademik, tetapi juga layanan registrasi, kasus nilai dan
permasalahan lain yang dihadapi mahasiswa UT di daerah, termasuk bertugas
sebagai penyambung informasi antara UPBJJ-UT Surabaya dengan Dinas
Pendidikan serta dengan mahasiswa. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa

81
kebijakan yang diterapkan oleh Kepala UPBJJ-UT Surabaya cukup berhasil dalam
menyampaikan informasi kepada mahasiswa, sehingga kebijakan ini perlu terus
ditindaklanjuti. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh pegawai UPBJJ-
UT Surabaya Bapak Sucipto, S.Sos yang kesehariaanya bertugas sebagai
penanggungjawab layanan bahan ajar:
“...setelah keluar surat Rektor UT tentang pembelian modul tidak
dilakukan di UPBJJ-UT Surabaya, tetapi melalui internet, hampir setiap
hari mahasiswa menanyakan cara memesan buku di internet.
Untunglah kepala UPBJJ-UT Surabaya cepat tanggap dan memberikan
pengarahan kepada seluruh pegawai UPBJJ untuk perubahan
pembelian modul ini. Pimpinan juga mengharapkan seluruh pegawai
untuk mempelajari cara pembelian modul dan membantu setiap
mahasiswa yang membutuhkan pemesanan modul...”

Tingkat pengalaman responden terhadap penggunaan berbagai jenis media


dan sumber belajar merupakan hal yang penting untuk diketahui oleh UT.
Pengalaman mahasiswa menggunakan berbagai media sebagai sarana belajar
akan mempermudah mahasiswa untuk menggunakannya dan mempelajarinya.
Oleh karena itu, panduan tentang penggunaan media belajar, terutama yang
menggunakan media telekomunikasi, seperti internet perlu disediakan oleh UT.
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa mayoritas responden belum memiliki
panduan pemanfaatan TBO-UT, yaitu sebanyak 52 orang (91,00%), dan hanya 5
orang (9,00%) yang telah memiliki panduan TBO-UT. Pemilikan panduan TBO-UT
oleh responden secara lebih rinci terlihat pada Gambar 23.

82
Gambar 23 Pemilikan Panduan TBO

Tabel 23 menunjukkan mayoritas mahasiswa belum memiliki panduan


pemanfaatan TBO-UT, hal ini akan menyulitkan UT untuk memanfaatkan TBO-UT
sebagai media distribusi bahan ajar bagi mahasiswa di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, pemilikan panduan pemanfaatan TBO-UT perlu mendapat
perhatian yang besar bagi UT. Pengenalan dan sosialisasi mengenai panduan
pemanfaatan TBO-UT dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan yang melibatkan
mahasiswa UT, seperti pada kegiatan orientasi studi mahasiswa baru (OSMB),
pada kegiatan tutorial, menyebarkan brosur atau pada pertemuan khusus yang
diselenggarakan oleh UPBJJ-UT untuk memberikan penjelasan mengenai
pemanfaatan TBO-UT.
Minimnya mahasiswa yang telah memiliki panduan pemanfaatan TBO-UT
ini berkorelasi dengan rendahnya jumlah mahasiswa yang telah menggunakan
TBO-UT. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, jumlah mahasiswa yang telah
menggunakan layanan TBO-UT untuk memperoleh bahan ajar masih sedikit.
Setidaknya, data ini terlihat dari jumlah pembelian dan pemesanan bahan ajar dari
mahasiswa yang berasal dari UPBJJ-UT Surabaya yang telah dilayani oleh
Koperasi Karunika UT. Dari bulan Januari – Juni 2009, jumlah pembeli bahan ajar
sebanyak 170 orang, dan jumlah bahan ajar yang dipesan sebanyak 843 modul.
Selengkapnya dapat dilihat padaTabel 4.3.

Tabel 4.3 Rekapitulasi jumlah pembeli dan jumlah bahan ajar melalui TBO

No Bulan Jumlah Pembeli Jumlah Bahan Ajar

1 Januari 27 140
2 Pebruari 57 333
3 Maret 48 198
4 April 23 99
5 Mei 10 58
6 Juni 5 15
Total 170 843
Sumber : Toko Buku Karunika UT, 2009 (diolah)

Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yang menggunakan


TBO-UT di wilayah UPBJJ-UT Surabaya masih sedikit. Padahal, berdasarkan data
Koordinator Registrasi dan Pengujian UPBJJ-UT Surabaya, jumlah mahasiswa

83
nonpendas sampai tahun 2008 sebanyak 1.598 orang. Dengan demikian mahasiswa
yang telah menggunakan TBO baru mencapai 10,63 % dari keseluruhan mahasiswa
nonpendas yang ada di wilayah UPBJJ-UT Surabaya. Kecilnya persentase
mahasiswa yang telah mengunakan TBO ini dapat berarti bahwa, pertama fasilitas
TBO ini relatif baru maka mahasiswa yang mengakses relatif masih sedikit; kedua,
kurangnya sosialisasi penggunaan TBO secara meluas, ketiga mahasiswa mungkin
telah mengetahui tetapi karena di daerah tempat tinggalnya akses internet relatif
sulit dan kalaupun ada tarifnya relatif mahal, keempat, mahasiswa belum mampu
mengakses internet, karena tidak dapat dipungkiri bahwa hingga saat ini jumlah
mahasiswa UT yang belum mampu mengakses internet masih banyak.

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan TBO oleh


mahasiswa UT masih terbatas. Kondisi ini tentunya akan menghambat proses
belajar di UT yang hingga saat ini masih menggandalkan bahan ajar cetak (modul)
sebagai media pembelajaran utama. Sebagai media distribusi bahan ajar yang
cukup essensial, pemanfaatan TBO yang rendah merupakan kendala yang perlu
diatasi oleh UT. Berkaitan dengan itu, semestinya UT melakukan pelatihan internet
kepada mahasiswa. Pelatihan akses internet merupakan suatu kebutuhan yang
harus segera dilaksanakan oleh UT. Kegiatan ini dapat dirangkai pada saat
pelaksanaan Orientasi Mahasiswa Baru (OSMB) ataupun kegiatan yang secara
khusus untuk peningkatan kemampuan mahasiswa mengkases internet.
Disamping itu, temuan data juga menunjukkan bahwa walaupun mahasiswa
belum banyak yang memanfaatkan TBO dengan berbagai argumentasi yang telah
dijelaskan di atas, namun mahasiswa berpandangan bahwa TBO merupakan
terobosan yang sangat bagus dan perlu terus dikembangkan. Mereka berkeyakinan
kalau seluruh mahasiswa sudah mengetahui informasi tentang TBO dan mereka
sudah mampu mengkases internet, maka mahasiswa akan berpartisipasi dalam
pemanfaatanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 57 responden, memiliki
alasan yang beragam dalam memanfaatkan TBO, diantaranya praktis dan murah,
mudah dan cepat, menguasai penggunaan internet, dan terpaksa tidak ada pilihan
lain. Namun, sebagian besar responden menyatakan faktor yang menyebabkan
mereka menggunakan TBO adalah lebih praktis dibandingkan membeli bahan ajar di
UPBJJ. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.

84
Tabel 4.4. Alasan Responden Menggunakan TBO-UT
No Alasan Menggunakan TBO-UT Jumlah %

1 Praktis dan mudah 32 56,14


2 Mudah dan cepat 5 8,78
3 Menguasai penggunaan internet 8 14,03
4 Terpaksa tidak ada pilihan lain 12 21,05
Jumlah 57 100

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 32


(56,14%) menyatakan bahwa alasan menggunakan TBO-UT karena lebih praktis
dan mudah, kemudian terpaksa tidak ada pilihan lain sebanyak 12 orang (21,05%),
menguasai penggunaan internet sebanyak 8 orang (14,03%), dan mudah dan
cepat sebanyak 5 orang (8,78%). Dengan demikian, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa alasan-alasan responden menggunakan TBO-UT disebabkan
beberapa faktor dan mayoritas karena faktor praktis dan mudah.
Dalam penggunaannya TBO-UT tidak membutuhkan keahlian penguasaan
komputer untuk menjalankannya. Hal yang paling penting untuk dikuasai adalah
menjalankan browsing internet dan dapat mengoperasikan e-mail. Kedua hal
tersebut adalah hal mutlak yang harus dikuasai sebelum mengoperasikan komputer
dan mengakses TBO-UT. Dalam pemakaiannya TBO-UT secara mudah dapat
diakses dimanapun tempatnya asalkan dapat dipakai untuk mengakses internet,
baik melalui mobile computer ataupun desktop. Kepraktisan dan kemudahan
menggunakan TBO-UT tidak terlepas dari keberadaan website UT www.ut.c.id yang
telah memiliki fasilitas pembelajaran online (e-learning) yang biasa disebut UT
Online, yang salah satu fasilitas didalamnya adalah TBO-UT. Bagi mahasiswa UT,
keberadaan UT online sudah sangat familier sebagai layanan belajar selain bahan
ajar (modul). Apalagi jika website UT tersebut dikenal sebagai situs yang membiliki
daya guna yang tinggi dan mudah diopersikan.
Berikut profil salah seorang responden yang menyatakan bahwa
ketertarikannya memanfaatkan TBO-UT karena kepraktisan dan kemudahan
menggunakannya. Marsanda adalah salah satu pengguna TBO-UT yang paling
lama. Marsanda menggunakan TBO-UT mulai tahun 2008 dan termauk menjadi
member pertam sejak tahun 2008, tahun dimana TBO-UT dibuka pertama kalinya
bagi mahasiswa yang ingin memperoleh bahan ajar UT. Marsanda merupakan
salah satu pegawai Dinas Perhubungan Tanjung Perak-Surabaya. Sebenarnya

85
beliau lulusan sarjana ekonomi dari universitas swasta di daerah asalnya
Kalimantan Selatan, namun dia merasa ilmu yang diperoleh masih kurang sehingga
berminat kuliah di UT. Selain itu, juga sekaligus memotivasi istri yang saat ini juga
sedang mengikuti kuliah di UT. Sebelumnya, Marsanda selalu kerepotan membeli
bahan ajar di UPBJJ-UT Surabaya karena untuk datang ke UPBJJ harus minta izin
dulu kepada atasan dan yang sering terjadi dan menyedihkan sudah jauh-jauh
datang dari Tanjung Perak, ternyata bahan ajar yang dibutuhkan belum tentu ada.
Keberadaan TBO-UT sangat praktis dan mudah. Praktis karena tidak perlu membeli
bahan ajar ke UPBJJ-UT Surabaya dan tinggal memesan lewat internet bahan ajar
yang diinginkan akan dikirim ke alamat. Mudah, memasan buku dapat dilakukan
dimana saja, seperti saya memesan melalui internet yang ada di kantor.
Berdasarkan pengalaman responden dalam melakukan pemesanan bahan
ajar melalui TBO-UT, mayoritas responden membutuhkan waktu sekitar kurang 1
jam yaitu sebanyak 44 orang (77,19%), 1 – 3 jam sebanyak 8 orang (14,03%), dan
lebih dari 3 jam sebanyak 5 (8,78%). Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Waktu pemesanan bahan ajar melalui TBO-UT


No Waktu pemesanan Jumlah %

1 < 1 jam 44 77,19


2 1 – 3 jam 8 14,03
3 > 3 jam 5 8,78
Jumlah 57 100

Tabel 4.5 memperlihatkan mayoritas responden dalam melakukan


pemesanan bahan ajar melalui TBO hanya membutuhkan waktu kurang dari 1 jam
dan hanya sebagian kecil responden yaitu 5 orang (8,78%) yang membutuhkan
waktu diatas 3 jam. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa UT yang ada di wilayah
UPBJJ-UT Surabaya tidak kesulitan dalam menggunakan TBO untuk memesan
bahan ajar yang diinginkannya. Namun, sayangnya kecepatan responden dalam
memesan bahan ajar yang kurang dari 1 jam, tidak didukung oleh kecepatan
mereka memperoleh bahan ajar yang telah mereka pesan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa mayoritas responden memperoleh bahan ajar selama 2
minggu yaitu sebanyak 39 orang (68,43%). Padahal dalam informasi yang
disampaikan kepada mahasiswa, bahan ajar yang telah dipesan mahasiswa akan

86
sampai kepada alamat yang dituliskan mahasiswa paling lama 1 minggu.
Selengkapnya lama responden menerima bahan ajar dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Lama menerima bahan ajar

No Lama menerima bahan ajar Jumlah %

1 1 minggu 15 26,32
2 2 minggu 39 68,43
3 1 bulan 2 3,50
4 > 1 bulan 1 1,75
Jumlah 57 100

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa mayoritas responden memperoleh bahan


ajar yang telah dipesan melalui TBO adalah selama 2 minggu yaitu 39 orang
(68,43%), 1 minggu sebanyak 15 orang (26,32%), 1 bulan ada 2 orang (3,50%),
dan lebih dari 1 bulan ada 1 orang (1,75%). Hal ini menunjukkan pengelola TBO
belum konsisten dengan peraturan yang telah ditetapkan, dimana buku akan
diterima oleh mahasiswa paling lambat seminggu dari masa pemesanan. Hasil
penelitian ini menunjukkan mayoritas responden masih mengalami kesulitan dalam
menggunakan TBO, sebanyak 40 orang (70,17%), dan tidak mengalami kesulitan
sebanyak 17 orang (29,82%). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Kesulitan menggunakan TBO-UT

No Kesulitan menggunakan Jumlah %


TBO-UT
1 Ya 40 70,17
2 Tidak 17 29,82
Jumlah 57 100

Sebagai penyelenggara pendidikan jarak jauh, temuan data ini menjadi


masukan yang berharga bagi UT terutama untuk memperbaiki sistem dan prosedur
yang lebih baik. Hal ini diperlukan untuk memberikan pelayanan yang maksimal
dan memiliki standar kualitas yang memuaskan bagi mahasiswa. Hasil penelitian ini
juga menemukan bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa kesulitan yang
paling sering dihadapi adalah pengiriman bahan ajar yang terlambat yaitu sebanyak
27 orang mahasiswa (47,37%), Bank Mandiri belum ada di sekitar tempat tinggal
mahasiswa, yaitu sebanyak 15 orang (26,32%), proses pemesanan belum sampai

87
tuntas sebanyak 5 orang (8,77%), akses ke website UT sering tidak berjalan lancar
sebanyak 8 orang (14,04%), dan bahan ajar yang dibutuhkan mahasiswa tidak ada,
yaitu sebanyak 2 orang (3,50%). Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam menggunakan TBO

No Kesulitan-kseulitan yang dihadapi Jumlah %

1 Akses ke website UT sering tidak berjalan 8 14,04


2 Bahan ajar yang dipesan tidak ada 2 3,50
3 Pengiriman bahan ajar lama 27 47,37
4 Bank mandiri belum ada di daerah 15 26,32
4 Proses pemesanan belum sampai tuntas 5 8,77
Jumlah 57 100

Data di atas menunjukkan bahwa kesulitan yang paling sering ditemukan


oleh responden pada saat menggunakan TBO selama ini adalah berkaitan dengan
lamanya pengiriman bahan ajar dari target yang telah ditetapkan oleh UT. Hal ini
sebenarnya sangat bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan dalam
prosedur yang menyatakan bahwa mahasiswa dapat menerima bahan ajar paling
lama seminggu setelah pembayaran di Bank Mandiri. Berdasarkan hasil
wawancana dengan mahasiswa diketahui bahwa mereka terlambat menerima
bahan ajar disebabkan oleh beberapa hal diantaranya, mahasiwa tidak langsung
membayar bahan ajar ke Bank Mandiri sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan,
mahasiswa kesulitan membayar melalui Bank Mandiri karena di sekitar tempat
tinggal mereka belum ada Bank Mandiri, sebagaimana yang disampaikan oleh
salah seorang mahasiswa yang berasal dari Mojokerto berikut ini:
“ terus terang kalau saya diminta memilih, saya lebih baik memilih
membeli bahan ajar di UPBJJ, karena walaupaun membeli lewat
internet memudahkan bagi saya yang jauh dari Surabaya, tetapi
untuk membayarnya itu loh...pak saya tetap saja harus ke kota
karena di tempat saya tidak ada Bank Mandiri. Sehingga kalau saya
memesan bahan ajar tidak langsung dikirimkan karena memang
kesalahan saya yang tidak membayar biayanya ke Bank Mandiri.
Menurut saya, kalaupun tetap membeli modul lewat TBO, tetapi
membayarnya bisa lewat Bank yang lain tergantung mahasiswa ...”

Kesulitan lain, yang sering menjadi hambatan mahasiswa dalam membeli


bahan ajar adalah mencari Bank Mandiri sebagai tempat pembayaran bahan ajar,
yaitu sebanyak 15 orang (26,32%). Berdasarkan pengalaman mahasiswa dalam

88
mengoperasikan TBO-UT untuk memesan bahan ajar tidak mengalami kesulitan,
karena walaupun mereka mengalamai kesulitan, mereka dapat mempelajarinya
melalui panduan pemanfaatan TBO-UT yang telah disiapkan dalam katalog UT
ataupun website UT. Namun, kesulitan yang belum dapat diatasi adalah proses
pembayaran bahan ajar yang diwajibkan melalui Bank Mandiri, padahal Bank
Mandiri tidak selalu ada di setiap daerah, misalnya di tingkat kecamatan.
Selanjutnya, akses ke website UT yang terkadang tidak berjalan lancar juga
menjadi kesulitan yang sering dihadapi oleh responden, yaitu sebanyak 8 orang
(14,04%). Temuan ini menarik untuk ditindaklanjuti karena mahasiswa masih
merasakan sulitnya mengakses website UT, padahal akses terhadap website UT
memiliki peran yang penting agar mahasiswa dapat memesan bahan ajar melalui
TBO UT. Temuan ini juga memperkuat hasil penelitian Sukesih (2005) yang
menemukan bahwa alasan mahasiswa UT tidak memanfaatkan UT Online
disebabkan oleh ketidakmampuan mereka mengakses internet dan website UT
yang sering mengalami gangguan, karena itu mereka mengurungkan niatnya untuk
mengakses internet.
Disamping itu, bahan ajar yang dipesan oleh mahasiswa tidak ada atau
kehabisan stok, juga menjadi kesulitan yang disampaikan oleh responden yaitu
sebanyak 2 orang (3,50%). Hal ini terjadi akibat melonjaknya jumlah mahasiswa
D-2 perpustakaan pada masa registrasi 2009.1, sementara pihak LPBAUSI belum
menerima data dari UPBJJ, sehingga ada keterlambatan dalam pencetakan bahan
ajar yang dibutuhkan mahasiswa. Salah satu diantara mahasiswa yang mengalami
kesulitan tersebut berasal dari program studi D-2 Perpustakaan, FISIP UT,
sebagaimana yang disampaikannya berikut ini:
“...saya sangat kecewa sekali dengan pelayanan bahan ajar melalui
pemesanan di internet, bayangkan saja pak...saya sudah memesan
bahan ajar seminggu setelah masa registrasi, tetapi sampai
menjelang ujian saya juga tidak memperoleh bahan ajar yang saya
inginkan. Ndak...tahu lagi nih, nanti ujian apa saya bisa atau tidak,
saya berharap hal ini tidak terjadi lagi pada semester yang akan
datang...”

Kehabisan stok bahan ajar ini memang menunjukkan kesulitan yang paling
sedikit disampaikan oleh responden dibandingkan dengan kesulitan lainnya, tetapi
bagi UT data ini menjadi sangat penting karena dapat digunakan sebagai bahan
perbandingan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh mahasiswa dalam
membeli bahan ajar di UPBJJ. Hasil penelitian Soelaiman (2005) menunjukkan

89
bahwa, kesulitan menjual bahan ajar melalui UPBJJ karena adanya kelebihan atau
kekurangan dalam penyediaan bahan ajar untuk mata kuliah tertentu sehingga
tingkat efisiensi dari sistem penyediaan bahan ajar sangat rendah. Inefisiensi
tersebut muncul akibat sistem yang diterapkan oleh UT yang memberikan
kebebasan kepada mahasiswa untuk tidak perlu membeli bahan ajar bagi mata
kuliah yang diregistrasikannya. Jika kesulitan kehabisan stok ini menjadi kendala
juga bagi mahasiswa yang telah menggunakan TBO-UT, berarti model distribusi
bahan ajar berbasis online ini belum efesien. Oleh karena itu, UT perlu segera
mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah tersebut, sehingga
mahasiswa benar-benar memperoleh bahan ajar sesuai dengan mata kuliah yang
diregistrasikannya.
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi pada saat mengaplikasikan TBO-UT,
pada dasarnya akan mempengaruhi semangat mahasiswa belajar. Bahkan, jika
tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan mahasiswa tidak meneruskan
kuliah lagi di UT. Namun, temuan data penelitian ini menunjukkan mayoritas
responden mencari cara menyelesaikan kesulitan yang dihadapinya. Cara
menyelesaikan kesulitan yang paling sering dilakukan oleh responden adalah
menghubungi UPBJJ-UT Surabaya, yaitu sebanyak 27 orang (47,37%), menelpon
koperasi karunika sebanyak 20 orang (35,09%), menghubungi pengelola melalui e-
mail sebanyak 8 orang, dan meminta bantuan teman sebanyak 2 orang (3,50%).
Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Cara menyelesaikan kesulitan

No Cara menyelesaikan kesulitan Jumlah %


menggunakan TBO
1 Lewat e-mail 8 14,04
2 Minta bantuan teman 2 3,50
3 Menelpon koperasi karunika 20 35,09
4 Menghubungi UPBJJ-UT Surabaya 27 47,37
Jumlah 57 100

Berdasarkan wawancara dengan responden, mereka sering juga melakukan


beberapa cara tersebut secara bersamaan. Artinya, mereka menghubungi koperasi
kaurnika di Jakarta, tetapi pada waktu yang bersamaan juga meminta bantuan
kepada pegawai UPBJJ-UT Surabaya. Hal ini sesuai dengan pengalaman yang
dikemukakan oleh mahasiswa berikut ini:

90
“...saya mahasiswa jurusan komunikasi yang baru masuk UT masa
registrasi 2008.2. Sewaktu mendaftar saya mendapat penjelasan dari
Bapak Pardamean tentang cara memesan bahan ajar melalui
internet. Setelah itu, saya mencoba melakukan pemesanan, tetapi
sudah 1 minggu bahan ajar yang dipesan belum dikirim juga,
kemudian saya menghubungi Bapak Pardamean melalui telepon dan
menyarankan kepada saya untuk memberitahu petugas toko buku
online dengan mengirim e-mail. Namun, ternyata cara itu juga belum
berhasil dan selanjutnya saya memutuskan untuk menghubungi
Bapak Pardamean di kantor UPBJJ-UT Surabaya. Kesalahan saya
saat proses pemesanan, saya belum sampai tuntas...pengalaman itu
menjadi pelajaran bagi saya dan pada semester yang lalu saya tidak
mengalami kesulitan lagi dalam memesan bahan ajar...

4.3.4 Persepsi Mahasiswa terhadap Efektivitas TBO-UT


Dalam melihat media sebagai sarana belajar, setiap mahasiswa memiliki
persepsi yang berbeda baik mengenai tingkat kemudahan (penggunaan), kesukaan
(preferensi), maupun kesulitan dalam menggunakan media tersebut. Ketiga hal
tersebut pada dasarnya dipengaruhi oleh pengalaman mahasiswa dalam
menggunakan media tersebut. Kemudahan penggunaan layanan TBO-UT sebagai
media distribusi bahan ajar, pada umumnya ditentukan oleh beberapa hal seperti
kemudahan mengkases, melakukan pemesanan, pembayaran bahan ajar, dan cara
penggunaan media tersebut. Disamping itu, penggunaan media pembelajaran
harus memperhatikan masalah akses dan persepsi mahasiswa terhadap media
belajar yang digunakan dan diterapkan, karena sebaik apapun media belajar yang
akan diujicobakan oleh institusi PTJJ akan menjadi sia-sia, apabila mahasiswa
tidak memiliki akses yang cukup memadai. Padmo dan Toha (2004), menyatakan
bahwa meskipun bahan ajar yang akan disampaikan penting dan teknik
penyampaiannya juga baik, tidak akan bermanfaat, apabila mahasiswa memiliki
persepsi yang tidak baik terhadap media yang membawa bahan ajar tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan
bahwa TBO-UT sudah sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi saat ini.
Pendapat ini cenderung diungkapkan oleh responden yang berasal dari kategori
wilayah ring A (57,14%). Hal ini disebabkan oleh responden yang berada di wilayah
tersebut telah memiliki akses terhadap internet yang sangat mudah. Selain itu,
wilayah mereka yang berdekatan dengan ibu kota kabupaten maupun provinsi
sehingga menyebabkan keterbukaan terhadap inovasi baru seperti teknologi
internet sudah sangat familier. Alat komunikasi moden saat ini hampir semuanya

91
mencantumkan internet sebagai bagian dari kelebihan mereka. Bahkan, saat ini
perangkat teknologi bukan saja dianggap sebagai barang elektronis semata,
namun juga dianggap sebagai bagian dari fashion dan gaya hidup. Individu yang
ingin mencari barang elektronik tinggal menghidupkan komputer yang terkoneksi
dengan internet lalu mengetikkan kata kunci pencariannya di search engine, jika
individu tersebut mencari komputer maka tinggal mengetikkan k o m p u t e r di
search engine maka ribuan toko penjual komputer online seluruh nusantara bahkan
seluruh dunia sedang berada di ujung jarinya. Jika merujuk pada tujuh unsur
kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2003), maka bisa dipastikan ketujuh unsur
tersebut telah banyak dijalankan dengan menggunakan teknologi modren yang
bertujuan untuk semakin mempermudah kehidupan manusia. Kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi yang luar biasa saat ini, berpengaruh terhadap dunia
pendidikan, yang salah satunya dapat dilihat dari beragamnya media pembelajaran
yang dapat dipilih dan digunakan. Banyak institusi penyelenggara PTJJ berlomba-
lomba memanfaatkan media pembelajaran yang canggih, modern dan mahal,
karena ada anggapan bahwa semakin canggih media yang digunakan, maka
semakin tinggi pula nilai pembelajarannya.
Meskipun demikian, ternyata masih ada responden yang menjawab tidak
setuju tentang TBO-UT sesuai dengan perkembangan teknologi. Mayoritas
responden mahasiswa yang menjawab tidak setuju mayoritas berasal dari wilayah
ring C, yaitu sebanyak 3 orang (50,00%), wilayah ring D sebanyak 2 orang
(33,33%), dan wilayah ring B sebanyak 1 orang (16,67%). Selengkapnya pendapat
responden tentang kesesuain TBO-UT dengan perkembangan zaman dan
teknologi saat ini dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10. Kesesuain TBO-UT dengan perkembangan zaman

No Wilayah Asal Kesesuain TBO dengan perkembangan Total


Responden zaman
Sangat Setuju Tidak Sangat tidak
Setuju setuju setuju
1 Wilayah ring A 20 5 - - 25
(57,14%) (31,25%) (43,86%)
2 Wilayah ring B 9 7 1 - 17
(25,71%) (43,75%) (16,67%) (29,82%)
3 Wilayah ring C 5 2 3 - 10
(14,28%) (12,50%) (50,00%) (17,54%)
4 Wilayah ring D 1 2 2 - 5
(2,85%) (12,50%) (33,33%) (8,78%)

92
Total 35 16 6 - 57
(100%) (100%) (100%) (100%)

Penggunaan suatu inovasi baru termasuk TBO-UT dapat berlangsung


dengan cepat apabila penggunanya tidak memiliki hambatan dalam
menerapkannya. Hal ini sangat berkaitan dengan persepsi pengguna terhadap
kemampuan dirinya dalam menerapkan inovasi yang ada. Disamping itu, tingkat
keperdulian dan tingkat rasa mampu diri (self-efficacy) seseorang dalam
memanfaatkan e-learning dalam pembelajaran turut berpengaruh terhadap upaya
pemanfaatan e-learning dalam proses belajar. Hasil penelitian Padmo dan Julaeha
(2007) tentang tingkat keperdulian dan self efficacy mahasiswa Universitas Terbuka
terhadap e-learning menunjukkan bahwa tingkat penilaian mahasiswa terhadap
kemampuannya (rasa mampu diri/self-efficacy) dalam menggunakan jaringan
internet memiliki hubungan positif yang signifikan dengan tingkat kepedulian
mahasiswa terhadap e-learning. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi penilaian
mahasiswa terhadap kemampuan dirinya dalam menggunakan jaringan internet,
semakin tinggi pula tingkat keperdulian mereka dalam memanfaatkan e-learning.
Secara psikologis, seorang individu memandang suatu inovasi memiliki manfaat
apabila inovasi tersebut dapat membantu mereka untuk melakukan pekerjaan
dengan lebih baik. Dengan melihat manfaat tersebut, individu akan terdorong untuk
terlibat dalam penerapan inovasi tersebut dalam kegiatan sehari-hari.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden (57,14%)
menyatakan bahwa kemudahan dalam penggunaan internet memiliki hubungan
positif dengan jumlah waktu yang digunakan oleh mahasiswa dalam memanfaatkan
TBO-UT. Apabila mahasiswa kurang memiliki rasa keperdulian dan kemampuan
serta aksebilitas untuk dapat melaksanakan inovasi tersebut, maka inovasi tersebut
tidak dapat diterapkan dengan optimal. Data ini juga menunjukkan bahwa
kemampuan menggunakan internet menodorng untuk memanfaatan TBO-UT
mayoritas berasal dari wilayah ring A, yang berdekatan dengan ibu kota kabupaten
dan provinsi. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Kemampuan akses internet memotivasi pemanfaatan TBO


No Kemampuan menggunakan internet Total
dapat memotivasi pemanfaatan TBO

93
Wilayah Asal Sangat Setuju Tidak Sangat
Responden setuju setuju tidak
setuju
1 Wilayah ring A 25 - - 25
(57,14%) (43,86%)
2 Wilayah ring B 4 12 1 - 17
(43,75%) (25,71%)- (16,67%) (29,82%)
3 Wilayah ring C 5 2 3 - 10
(14,28%) (12,50%) (50,00%) (17,54%)
4 Wilayah ring D 1 2 2 - 5
(2,85%) (12,50%) (33,33%) (8,78%)
Total 35 16 6 - 57
(100%) (100%) (100%) (100%)

Disamping itu, data hasil olahan kuesioner juga menunjukkan bahwa


persepsi responden terhadap kesesuain TBO-UT dengan perkembangan zaman
dan kemampuan menggunakan media internet ternyata tidak selalu berhubungan
dengan tingkat kesukaan mahasiswa dalam menggunakan TBO-UT. Hal ini
tercermin pada data penelitian sebagai berikut. Sebagian besar mahasiswa
menyatakan TBO-UT sudah sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini dan
mereka sudah mampu menggunakan internet, namun tingkat kesukaan mereka
terhadap media TBO-UT masih rendah. Hanya pada kelompok mahasiswa yang
sudah bekerja saja yang menyatakan menyukai TBO-UT, sementara mahasiswa
yang belum bekerja menyatakan tidak suka, dan lebih menyukai pembelian bahan
ajar di UPBJJ-UT saja. Karakteristik yang dimiliki oleh TBO-UT akan berdampak
pada proses pemanfaatannya. Proses pemanfaatan TBO-UT antara lain melibatkan
faktor waktu didalamnya. Media yang fleksibel artinya dapat dimanfaatkan kapan
saja, dimana saja, dan tidak tergantung pada tempat dan waktu penggunaannya,
umumnya akan mudah digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
keberadaan TBO-UT sangat bermanfaat bagi responden yang sibuk bekerja,
karena mereka dapat memesan bahan ajar dari kantor tempat dimana mereka
bekerja dan tidak perlu lagi datang ke kantor UPBJJ. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa TBO-UT sebenarnya sangat bermanfaat bagi mereka yang
bekerja. Selengkapnya dapat dilihat dari Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Kesesuain TBO-UT dengan mahasiswa yang bekerja

No Kesesuain TBO-UT dengan mahasiswa Total


yang bekerja

94
Wilayah Asal Sangat Setuju Tidak Sangat
Responden setuju setuju tidak
setuju
1 Wilayah ring A 20 5 - - 25
(64,00%) (20,00%) (43,86%)
2 Wilayah ring B 7 9 1 - 17
(22,00%) (50,00%) (10,00%) (29,82%)
3 Wilayah ring C 3 2 5 - 10
(9,00%) (10,00%) (70,00%) (17,54%)
4 Wilayah ring D 1 2 2 - 5
(3,00%) (10,00%) (20,00%) (8,78%)
Total 31 18 8 - 57
(100%) (100%) (100%) (100%)

Pada dasarnya media baik sebagai media informasi ataupun sebagai


layanan bantuan belajar selalu terkait dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh
mahasiswa. Perbedaannya terletak pada jumlah biaya yang perlu dikeluarkan untuk
dapat memanfaatkannya, karena media yang satu biayanya dapat lebih murah atau
lebih mahal dari media lainnya. Kondisi ini memungkinkan sesorang hanya dapat
memanfaatkan media tertentu dan tidak dapat memanfaatkan media lainnnya.
Kondisi ini memungkinkan seseorang hanya dapat memanfaatkan media tertentu
dan tidak dapat memanfaatkan media lainnya, misalnya karena biaya yang
dikeluarkan lebih besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden (87,00%) menyatakan bahwa biaya membeli bahan ajar melalui TBO-
UT semakin mahal. Hal ini disebabkan adanya biaya tambahan pengiriman bahan
ajar ke alamat mahasiswa yang menggunakan jasa PT. Pos. Selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 4.13

Tabel 4.13. Penggunaan TBO menyebabkan harga bahan ajar mahal

No Penggunaan TBO menyebabkan harga Total


Wilayah Asal bahan ajar mahal
Responden Sangat Setuju Tidak Sangat
setuju setuju tidak
setuju
1 Wilayah ring A 20 5 - - 25
(57,14%) (31,25%) (43,86%)
2 Wilayah ring B 7 9 1 - 17
(43,75%) (25,71%) (16,67%) (29,82%)
3 Wilayah ring C 8 2 - - 10
(64,28%) (12,50%) (17,54%)
Wilayah ring D 1 4 - - 5
(2,85%) (45,83%) (8,78%)
Total 35 16 6 - 57

95
(100%) (100%) (100%) (100%)

Tabel 4.14 menunjukkan mayoritas responden menyatakan penggunaan


TBO-UT menyebabkan harga bahan ajar UT ikut naik. Temuan data ini
menunjukkan bahwa kendala biaya dirasakan oleh responden dalam pemanfaatan
TBO-UT. Karena itu peta yang menggambarkan kemampuan finansial mahasiswa
merupakan hal yang sangat penting diperhatikan oleh institusi penyelenggara
PTJJ. Dalam hal ini, UT harus mempelajari dengan cermat segmen pasar yang
akan menjadi sasaran pengguna TBO-UT. Penggunaan media yang relatif mahal
dapat diterapkan untuk program-program khusus dan segmen pasar yang khusus
dan terbatas pula. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa UT hanya dapat
mengembangkan dan memanfaatkan media secara terbatas. Namun, pemikiran
tentang pemanfaatan media yang tepat sasaran dan tepat guna perlu diperhatikan,
karena itu penjualan bahan ajar di UPBJJ yang selama ini telah berjalan patut
dipertimbangkan kembali untuk dilaksanakan kembali secara bersamaan dengan
model distribusi melalui TBO-UT.

96
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Dari hasil analisis yang dilakukan terhadap data penelitian, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Dilihat dari karakteristik responden, mayoritas berjenis kelamin perempuan
yaitu sebesar 32 orang (56,14%) dan laki-laki sebanyak 25 orang (43,86%),
usia responden antara 36 - 40 tahun sebanyak 42,00%, mayoritas pekerjaan
responden sebagai pegawai swasta (35,62%), tahun masuk di UT mayoritas
responden masuk tahun 2008 (43.85%), berasal dari FEKON (15,27%), dan
mayoritas responden berasal dari wilayah ring A, yang terdiri dari Surabaya,
Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang,
2. Aksebilitas mahasiswa terhadap pemanfaatan internet cukup baik, dimana
fasilitas internet berupa warnet telah tersedia di sekitar tempat tinggal
responden, jarak warnet dengan tempat tinggal responden < 1 km, dan mereka
dapat mengakses internet dari rumah dan tempat kerja. Temuan ini berbeda
dengan hasil penelitian Toha (1999), yang menyimpulkan bahwa aksebilitas
mahasiswa UT terhadap media pembelajaran berbasis internet terbentur
karena warnet belum sampai di daerah terpencil dan jaringan kerjasama UT
dengan program WAN Kota milik Depdiknas juga tidak berjalan karena fokus
pengembangannya hanya pada daerah tertentu saja.
3. Persepsi mahasiswa terhadap pemanfaatan layanan TBO-UT sangat terkait
dengan tingkat kemudahan (penggunaan) dan kesukaan (preferensi) dalam
menggunakan media tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas

97
responden (57,14%) menyatakan bahwa kemudahan dalam penggunaan
internet berhubungan dengan pemanfaatan TBO-UT, namun tingkat kesukaan
mereka terhadap media TBO-UT masih beragam. Kelompok mahasiswa yang
sudah bekerja menyatakan menyukai layanan TBO-UT, sementara mahasiswa
yang belum bekerja lebih menyukai pembelian bahan ajar di UPBJJ-UT.
4. Partisipasi mahasiswa dalam pemanfaatan TBO-UT belum maksimal, dimana
dari 1.598 orang mahasiswa nonpendas di UPBJJ-UT Surabaya, hanya 170
orang (10,63%) yang telah memanfaatan TBO-UT. Kecilnya persentase
mahasiswa yang telah mengunakan TBO ini dapat berarti bahwa, pertama
fasilitas TBO ini relatif baru maka mahasiswa yang mengakses relatif masih
sedikit; kedua, kurangnya sosialisasi penggunaan TBO secara meluas, ketiga
mahasiswa mungkin telah mengetahui tetapi karena di daerah tempat
tinggalnya akses internet relatif sulit dan kalaupun ada tarifnya relatif mahal,
keempat, mahasiswa belum mampu mengakses internet, karena tidak dapat
dipungkiri bahwa hingga saat ini jumlah mahasiswa UT yang belum mampu
mengakses internet masih cukup banyak.
5. Model distribusi bahan ajar berbasis online (TBO-UT) merupakan inovasi yang
bagus dalam pelayanan bahan ajar bagi mahasiswa UT, terutama bagi mereka
yang bekerja full time, karena mahasiswa tidak harus datang ke UPBJJ untuk
membeli bahan ajar, tetapi dapat memesan melalui internet dan bahan ajar
dapat diterima di alamat atau unit jasa layanan terdekat. Namun, penelitian ini
juga menunjukkan bahwa dalam proses pemanfaatannya, TBO-UT belum
dapat memenuhi kebutuhan mahasiswa UT, disebabkan oleh beberapa faktor;
pertama, pengiriman bahan ajar masih sering terlambat dari jadwal yang telah
ditentukan, kedua, mahasiswa kesulitan membayar biaya bahan ajar karena
Bank Mandiri belum tersedia di sekitar tempat tinggal mahasiswa, keempat,
akses ke website UT masih sering tidak berjalan lancar, dan keempat, stok
bahan ajar yang dibutuhkan oleh mahasiswa habis, padahal mereka sudah
sangat membutuhkannya.

5.2. Saran
a. Melakukan pengenalan dan sosialisasi tentang pemanfaatan TBO-UT, hal ini
dapat dilakukan melalui kegiatan yang melibatkan mahasiswa UT, seperti

98
orientasi studi mahasiswa baru (OSMB), kegiatan tutorial, dan menyebarkan
brosur atau pertemuan khusus yang diselenggarakan oleh UPBJJ-UT.
b. Memaksimalkan pemanfaatan website UT dalam melakukan berbagai
informasi yang berkaitan dengan kebijakan akademik dan nonakademik
kepada mahasiswa, karena website UT ternyata menjadi sumber informasi
utama responden dalam memperoleh cara pemanfaatan TBO-UT.
c. Melakukan penelitian lanjutan yang mungkin berguna bagi UT dalam membuat
kebijakan, terkait dengan tingkat kepuasan mahasiswa dalam pemanfaatan
layanan distribusi bahan ajar, sehingga dapat menjawab tindakan yang
dilakukan mahasiswa apabila bahan ajar tidak diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA

Bandalaria, M.dP. (2003). Shifting to online tutorial support system: A syntesis of


experience. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, 4 (1), 32 – 41.

Bates, T. (1995). Technology, open learning and distance education. New York:
Routledge.

Bungin, Burhan (2006). Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus


Teknologi Komunikasi di Masyarakata, Kencana, Jakarta.

Buku Rencana Strategis (RENSTRA) UT 2005 – 2020, Universitas Terbuka, 2004.

Daniel, J.S. (1997). Mega Universities and knowledge media. Technology strategies
for higher education, Great Nritain: Kogan Page.

Daryanto. (2005). Memahami Kerja Internet, Bandung, Yrama Media.

Haryanto, (2001). Pelayanan Modul dan Berkas registrasi Kepada Mahasiswa


Program D-2 PGSD Beasiswa Pemda Daerah Tingkat I di Seluruh
Indonesia, Laporan Penelitian, LPPM Universitas Terbuka, Jakarta.

Heinich, R., Molenda, M. & Russell, J. D. (1996). Instructional media and


technologies for learning. New Jersey: Prentice Hall.

Iriyani, Dwi. (2008). Implemantasi Total Quality Management dalam Sistem


Layanan Akademik di UPBJJ-UT Surabaya, Laporan Penelitian, LPPM
Universitas Terbuka, Jakarta.

Indrajit, Richardus, Eko. (2001). E-Commerce Kiat dan Strategi Bisnis di Dunia
Maya, PT. Elexmedia Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.

99
Jung, Insung. 2005. “Quality Assurance Survey of Mega Universities”, dalam
McIntosh, Ch. Ed. Perspectives on Distance Education: Lifelong Learning
& Distance Higher Education. Canada-France: Commonwealth of
Learning / UNESCO Publishing.

Kai-Ming Cheng. 2008. World Class University Are Not Build Overnight. Diunduh
dari http://www.dikti.go.id., 21 April 2008.

Koul, Badri N. (2006). “Towards a Culture of Quality in Open Distance Learning:


Current Practices”, dalam Koul, Badri N. & Kanwar, Asha. Eds. 2006.
Perspectives on Distance Education: Towards a Culture of Quality.
Vancouver. Commonwealth of Learning.

Koentjaraningrat, (2003). Pengantar Antropologi I, Rineka Cipta, Jakarta.

Keegan, (1991). Foundations Of Distance Education, Biddles Ltd. Great Britain.

Katalog Universitas Terbuka 2009, Jakarta

Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman, (1992). Analisis Data Kualitatif, Buku
Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Terjemahan dari Analyzing
Qualitative Data : A Source Book for New Methods. UI Press, Jakarta.

Moore, M.G. (1989). Three types of interaction. The American Journal of Distance
Education I (2), 1 -5.

Ramanujam, P.R. Agust (2001). Distance Open Learning in the Devoloping Asian
Countries: Problems and passible Solutions. ZIFF. Papiere 117, Fern
Universitat, Hagen.

Neuman, Lawrence, W. (2000). Social Research Methods: Qualitative and


Quantitative Approaches, Allyn and Bacon, 4 ed,

Padmo, Dewi & Mohamad Toha Anggoro, (2003). Aksesibilitas dan Kendala
Pemanfaatan Media Belajar di Indonesia, Jurnal Pendidikan Terbuka dan
Jarak Jauh, Volume 4 no. 2 September 2003.

Padmo, Dewi & Julaeha, Siti, (2007). Tingkat Kepedulian dan Self Efficacy
Mahasiswa Universitas Terbuka Terhadap E-Learning, Jurnal Pendidikan
Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 8 no. 1 Maret 2007.

Putra, Anang, Agung, M. Sastrawan. (2007). Perkembangan Layanan Bahan Ajar,


dalam Said, Ansnah et. Perkembangan Universitas Terbuka :Perjalanan
Mencari Jati Diri Menuju PTJJ Unggulan, hal. 182 – 208, Universitas
Terbuka, 2007.

Pangaribuan, Nurmala, (2007). Resensi Buku : E-Commerce Kiat dan Strategi


Bisnis di Dunia Maya, Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh,
Volume 6 no. 2 September 2005.

100
Piliang, Yasraf Amir. (2004). Posrelitas: Realitas Kebudayaan Dalam Era
Posmetafisika, Jalasutra, Yogyakarta.

Rowntree, D. 1994. Exploring open and distance learning. London: Kogan Page.

Ritzer, George (2004). Teori Sosial Posmodern, Kreasi Wacana, Yogyakarta

Soelaiman, Nuraini dan Listyarini, Sri, (2004). Pengelolaan Distribusi Bahan Ajar di
Universitas Terbuka, Makalah tidak diterbitkan.

Soelaiman, Nuraini, (2005). Analisis Ketersediaan Bahan Ajar di UPBJJ, Jurnal


Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 6 no. 2 September 2005.

Singarimbun, Masri., dan Sofyan Effendi (ed). (1989). Metode Penelitian Survai,
LP3ES, Jakarta.

Suparma, Atwi, M. (2008). Pidato Rektor UT “Pengantar Kebijakan Pengembangan


Universitas Terbuka : Catatan Pengantar Rektor Untuk Membangun UT
Masa Depan, disampaikan pada Kegiatan Rakornas UT 2008.

Sewart, D. (ed). (1988). Distance Education International Perspectives, New York:


Routledge.

Singgih Santoso, 2001, SPSS versi 10, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Yunus, Muhammad & Panen, Paulina, (2004). Pengembangan Bahan Ajar


Pendidikan Jarak Jauh, Makalah tidak diterbitkan.

Wen, Sayling. (2003). Future of E-Commerce: Menciptakan Kekayaan di Zaman


Jaringan. Lucky Publisher, Batam Centre.

Wahana, K. (2006). Apa dan Bagaimana E-Commerce, Andi Offset, Yogyakarta.

101
Lampiran 1.

ANGKET PENILAIAN MAHASISWA TERHADAP


EFEKTIVITAS PEMANFAATAN TOKO BUKU ONLINE

Dalam rangka meningkatkan pelayanan Universitas Terbuka (UT) kepada mahasiswa, kami
memerlukan informasi Anda tentang hal-hal yang berkaitan dengan pemanfaatan toko buku
online sebagai model pendistribusian bahan ajar. Untuk itu kami mohon kesediaan Anda untuk
mengisi kuesioner ini.

Kerahasian identitas Anda, kami jamin dan tidak akan berpengaruh terhadap nilai UAS Anda,
maka dari itu Anda tidak perlu takut atau ragu-ragu dalam memberikan jawaban, sesuai
dengan kondisi yang Anda rasakan.

Atas partisipasi Anda dalam mengisi kuesioner ini kami sampaikan terima kasih.

Hormat Kami,

Tim Peneliti

Petunjuk : Berikan jawaban Anda pada pertanyaan-pertanyaan berikut dengan cara


membubuhkan tanda check ( ) atau mengisi titik-titik pada kolom yang
telah disediakan sehubungan dengan pemanfaatan toko buku online......................
Keterangan :
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju

I. Data Pribadi Mahasiswa

01. Nama :

102
02. Jenis Kelamin :  Laki-laki
 Perempuan
03. Umur :
04. Program Studi :
05. Semester :
06. Tahun Registrasi Pertama :
07. Pekerjaan
08. Alamat Kantor :
Alamat Rumah :

II. Pemanfaatan Toko Buku Online


No Pertanyaan
09 Apakah Anda sudah pernah memanfaatkan toko buku online?
 Ya
 Tidak
10 Jika Ya, darimana Anda mengetahui informasi cara penggunaan toko buku
online?
 Katalog UT
 website UT
 Pegawai UPBJJ-UT Surabaya
 Teman
 Lainnya ____________________________
11 Untuk melakukan pemesanan bahan ajar melalui toko buku online, dimana Anda
mengakses internet?
 Warnet
 Rumah
 Kantor (tempat kerja)
 Kantor UPBJJ-UT Surabaya
 Lainnya _____________________________
12 Berapa jarak tempuh ke tempat akses internet?
________________________________________________
13 Apakah fasilitas internet tersedia di tempat Anda?
 Ya
 Tidak
14 Berapa biaya akses internet yang Anda keluarkan per jam?

103
Rp.____________________
15 Sudah berapa kali Anda membeli bahan ajar melalui toko buku online?
_______________________________________________
16 Berapa jumlah bahan ajar yang Anda beli?
_______________________________
17 Apakah Anda pernah mengalami kesulitan dalam membeli bahan ajar melalui
toko buku online?
 Ya
 Tidak
18 Jika Ya, masalah apa yang pernah Anda alami?
_____________________________________________________
19 Bagaimana Anda mencari solusi terhadap masalah terebut?
 menelpon langsung Karunika UT
 melalui email
 menghubungi UPBJJ-UT Surabaya
 Teman sesama mahasiswa UT
 Lainnya ________________________
20 Apakah pihak yang Anda hubungi memberikan feedback atas masalah yang Anda
sampaikan?
 Ya
 Tidak
21 Berapa lama waktu yang diperlukan untuk pemesanan bahan ajar melalui toko
buku online sampai pada alamat yang ditentukan?
_______________________________________________________
22 Apakah di tempat Anda sudah ada Bank Mandiri?
 Ya
 Tidak
23 Berapa jarak Bank Mandiri dari tempat Anda?
____________________________

104
III. Penilaian Anda terhadap Efektivitas Toko Buku Online
No Pertanyaan Pilihan Jawaban
SS S TS STS
24 Kemampuan menggunakan internet memotivasi saya
memanfaatkan toko buku online.
25 Pembelian bahan ajar lewat toko buku online lebih
efisien dan ekonomis dari pada membeli di UPBJJ.
26 Bahan ajar yang dipesan melalui toko buku online
lebih cepat diperoleh mahasiswa.
27 Layanan pembelian bahan ajar melalui toko buku
online belum terlayani dengan baik.
28 Masih ada pesanan bahan ajar melalui toko buku
online yang tidak terlayani (stock habis).
29 Cara permanfaatan toko buku online diinformasikan
oleh UPBJJ secara baik.
30 Pernahkah Anda memanfaatkan fasilitas toko buku
online dalam memperoleh bahan ajar
31 Saya tidak memiliki kendala dalam melakukan
pemesanan bahan ajar melalui toko buku online
32 Fasilitas toko buku online sesuai dengan kebutuhan
yang saya harapkan selama ini.
33 Waktu pemesanan bahan ajar dengan penerimaan
bahan ajar cukup lama.
34 Akses terhadap website UT lama, sehingga
mengganggu pemesanan bahan ajar.
35 Harga bahan ajar makin mahal
36 Layanan TBO-UT sesuai dengan perkembangan
zaman
37 Layanan TBO-UT sesuai dengan kebutuhan
mahasiswa yang bekerja

Tuliskan komentar dan masukan Anda untuk perbaikan pemanfaatan toko buku online
dimasa yang akan datang

Terimakasih Atas peran serta Anda

105
dalam menjawab seluruh pertanyaan

106

Das könnte Ihnen auch gefallen