Sie sind auf Seite 1von 11

RESISTEMATISASI DAN RESTRUKTURALISASI ILMU MA’ANI

DALAM DESAIN PEMBELAJARAN ILMU BALAGHAH


R. Taufiqurrochman

Email: hr.taufiq@yahoo.com
Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Alamat Korespondensi: Jalan Gajayana 50 Malang, Telp/Fax (0341) 558916

Abstract
The development of semantics as part of Balaghah (Rhetoric) is necessary because of the fact
that the semantics got less popularity and it is thought to be hard to learn. For this reason it is
necessary to design the learning of ma’ani (semantics) that has orientation to the re-
systematization and re-structuralization of the learning material. There is fundamental change in
the system of rhetoric, that is placing the ma’ani at the beginning, followed by bayan and badi’.
Ma’ani has to be presented easily because it is the gate for the balaghah. The position of Maani in
the hierarchy of balaghah can not be separated from grammar that is familiar to be learnt by
Indonesian students. The consequence of Ma’ani as the follow up of nahwu is the change of system
of learning materials that differs the nahwu perspective and balaghah perspective. Eventually,
rhetoric of Arabic language is not only used when analyzing the divine text such as Quran and
Hadith but also literary works, poems, prose, advertising , journalism, and others. By having such
application balaghah is expected to be more inclusive, not only for analyzing literary works but
also for many other analysis, because the final aim of the balaghah is forming civilized people
indicated by the ability of adapting oneself properly, beautifully, according to the situation and
condition.
Kata Kunci
Resistematisasi, Restrukturalisasi, Ilmu Balaghah, Ilmu Ma’ani

Pendahuluan Permasalahannya adalah bagaimana


mengajarkan ilmu balaghah secara efektif dan
Retorika mempunyai pengaruh besar terhadap efisien? Mengingat, posisi ilmu balaghah di antara
penggunaan gaya bahasa. Asas retorika dalam “body of knowledge” ilmu-ilmu bahasa Arab
berbahasa sebenarnya ada dalam berbagai (baca: linguistik) telah tercerai berai. Dalam arti,
bahasa, termasuk bahasa Indonesia maupun beberapa bahasan ilmu balaghah ada yang telah
Arab. Ia didefinisikan sebagai seni dikaji dalam ilmu nahwu (sintaks), ilmu semantik
berkomunikasi, baik dalam ucapan maupun (dalalah), ilmu uslub (stailistika). Bahkan juga
tulisn atau suatu metode yang sistematis untuk terdapat dalam bahasan ilmu lain seperti: ilmu
memahami sebuah ungkapan yang bisa adab (sastra), ilmu komunikasi, jurnalistik, seni,
mempengaruhi sikap dan perasaan (Gorys Keraf dan sebagainya. Adanya inter-diskursus tersebut
dalam Bin Muhammad, T.th: 311). Dalam kajian sekaligus membuktikan bahwa bahasa bagaikan
bahasa Arab, retorika disebut dengan balaghah. air. Ia ada dimana-mana dan disinilah sebenarnya
Secara ilmiah, balaghah merupakan disiplin ilmu letak al-Qur'an yang dengan bahasanya ia
yang mengarahkan pembelajarnya untuk bisa menebar mukjizat. Dan, karena itu pula ilmu
mengungkapkan ide pikiran dan perasaan balaghah yang mencakup ilmu ma’ani, ilmu badi’,
seseorang berlandaskan kejernihan jiwa dan ilmu bayan disusun oleh para pakar bahasa Arab
ketelitian dalam menangkap keindahan (Glosari setelah berkembangnya ilmu nahwu dan sharaf.
Bahasa dan Kesusteraan Arab, 1996). Maka,
kemampuan membedakan berbagai uslub Selain masalah posisi ilmu balaghah dalam
(ungkapan) adalah tujuan utama pembelajaran konstruksi ilmu yang itu amat penting dalam
ilmu balaghah adalah pada akhirnya seseorang menentukan dan membatasi materi ajar,
bisa mengetahui kemukjizatan bahasa al-Qur'an balaghah sejak awal dikaitkan dengan sastra. Itu
dan al-Hadits lalu ia mengimaninya. artinya, balaghah amat terkait dengan seni dan
budaya. Dengan memahami seni dan budaya,
Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

seseorang akan memiliki cita rasa yang dengan budaya lokal (Indonesia), sebab adanya wawasan
itu ia dapat mengetahui sebuah keindahan yang luas pada diri dosen dan mahasiswa
bahasa. Permasalahannya adalah saat ini ilmu mengenai ekuivalensi budaya akan
sastra, seni dan budaya –di Indonesia misalnya– mempermudah proses atau metode
kurang diminati oleh para pelajar. Entah karena pembelajaran balaghah. Ketiga, penetapan tujuan
ilmu sastra itu dikesankan eksklusif hanya bagi akhir pembelajaran ilmu balaghah sebagaimana
sastrawan dalam komunitas terbatas ataukah tujuan awal terbentuk ilmu tersebut. Yakni,
memang materinya sulit? Ketika pelajar bahasa di sebagai media untuk memahami keindahan
Indonesia kurang memiliki gairah memahami bahasa al-Qur'an.
aspek budayanya sendiri melalui pelajaran
sastra, maka situasi ini jelas mempengaruhi Balaghah sebagai follow up ilmu nahwu
proses pembelajaran ilmu balaghah. Balaghah
yang tujuannya agar penutur dapat Dalam konteks linguistik modern, Al-Khuli
menyampaikan pesan (ucapan atau tulisan) membagi linguistik (ilmu lughah) menjadi dua
dengan bahasa yang indah sesuai dengan situasi bagian; ilmu lughah nadzari (linguistik teoritis)
dan kondisi, akan sulit diaplikasikan dalam dan ilmu lughah tathbiqi (linguistik terapan).
pembelajaran apabila muqtadhal-hal yang itu Pada bagian linguistik teoritis, Al-Khuli
terkait dengan budaya belum dipahami oleh menetapkan bahwa ilmu balaghah termasuk
pelajar, sehingga pada saat dosen bagian dari qawaid (ilmu tatabahasa) selain
mengetengahkan ekuivalensi budaya antara Arab morfologi (sharaf) dan sintaks (nahwu).
dan indonesia, maka padanan kalimat yang
Tammam Hassan memiliki pandangan lain
diungkapkan oleh seorang dosen, keindahan dan
tentang posisi ilmu balaghah yang terdiri dari
ketepatannya kurang dirasakan oleh pelajar.
ilmu ma’ani, ilmu bayan dan ilmu badi’. Menurut
Permasalahan lain yang tidak kalah pentingnya Tammam (T.Th:18), ilmu ma’ani follow up
dalam proses pembelajaran ilmu balaghah adalah (kelanjutan atau puncak) dari ilmu nahwu. Sebab,
situasi kajian-kajian ilmu al-Qur'an dan ilmu obyek kajian ilmu ma’ani hampir sama ilmu
bahasa Arab baik di sekolah, perguruan tinggi nahwu. Kaidah yang berlaku pada ilmu nahwu
maupun pesantren yang hampir tidak menyentuh juga dipakai dalam ilmu ma’ani. Perbedaannya
tataran ilmu balaghah. Akibatnya, ilmu balaghah terletak pada wilayah kajian kalimat. Ilmu nahwu
seperti tidak terkait dengan ilmu al-Qur'an, tafsir, bersifat mufrad (inklusif) hanya pada tataran
nahwu, bahasa Arab, dan sebagainya. Pelajaran struktur dalam kalimat tanpa terpengaruh
al-Qur'an, misalnya, hanya sebatas pada ilmu kalimat lain di sekitarnya sehingga yang
tajwid, ilmu qira’ah, ulumul-qur’an, tafsir-takwil dihasilkan adalah makna gramatikal yang
dan tidak dihubungkan dengan ilmu balaghah memuat kedudukan kata dalam kalimat.
dalam kurikulum yang ada pada sebuah lembaga Sedangkan ilmu ma’ani lebih bersifat tarkibi
pendidikan. Demikian juga dengan ilmu bahasa (eksklusif) dengan melihat hubungan antar
Arab yang berkutat pada tataran struktur bahasa kalimat sehingga makna yang diperoleh adalah
seperti nahwu dan sharaf. Hal ini bisa dilihat makna fungsional yang itu diperlukan dalam
dalam beberapa kurikulum yang diterapkan di memahami hubungan antara tuturan dan
lembaga pendidikan formal maupun non-formal konteks. Adapun ilmu bayan, menurut Tammam,
seperti: pesantren, sekolah dan perguruan tinggi. berhubungan erat dengan ilmu ma’ajim
(leksikologi) karena obyek kajian ilmu bayan
Melihat permasalahan di atas, penting kiranya lebih banyak melihat hubungan antara kata dan
adanya desain pembelajaran ilmu balaghah yang makna seperti: denotatif (isti’arah), konotatif
mudah diimplementasikan dan dapat (majaz), kemiripan kata (tasyabbuh), dls.
berlangsung secara efektif dan efisien –terutama Sedangkan ilmu badi’ lebih membahas pada
untuk pelajar– dengan memperhatikan ketiga hal penguasaan seni berbahasa dan tidak
di atas; posisi ilmu balaghah dalam kontsruksi berhubungan dengan makna.
ilmu bahasa, hubungan ilmu balaghah dengan
budaya lokal, serta kepentingan ilmu balaghah Melihat posisi ilmu balaghah seperti di atas, maka
dalam mengenalkan keindahan bahasa al-Qur'an. dalam pembelajaran bahasa Arab di Indonesia,
ilmu balaghah harus diposisikan sebagai
Desain pembelajaran balaghah dalam tulisan ini kelanjutan ilmu nahwu. Jika di dalam nahwu ada
berpijak pada ketiga permasalahan diatas. upaya untuk mendesain materi nahwu yang
Pertama, Posisi ilmu balaghah dalam kontruksi simpel dan sistematis, maka demikian juga dalam
ilmu bahasa dan hubungannya dengan ilmu balaghah. Memahamkan posisi balaghah sifatnya
lainnya. Dengan memahami posisi ilmu balaghah, amat penting agar kajian ilmu bahasa di
materi-materi ajar ilmu balaghah didesain secara Perguruan Tinggi tidak larut dalam perdebatan
mudah. Kedua, hubungan ilmu balaghah dengan teori nahwu semata, sementara ilmu balaghah

52 Restrukturalisasi dan Resistematisasi Ilmu Ma’ani


Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

yang sarat dengan keindahan makna berbahasa ،‫فًا أيها الشعداء ! أحشنىا إىل البائشني والفقراء‬
justru diabaikan. Kesadaran akan posisi balaghah
perlu direspon oleh pengajar bahasa sejak dini, ،‫ وارمحىا من يف األرض‬،‫وامشحىا دمىع األشقًاء‬
terutama di pesantren atau lembaga pendidikan
.‫يرمحكم من يف الشماء‬
berbasis Islam. Dalam rangka ini, maka analisis
terhadap materi ilmu balaghah tetap terus
diperlukan untuk mencari formula yang tepat Kemudian, dosen/guru mencontohkan kalimat
sehingga mata kuliah balaghah tidak dinilai sulit, lain yang tak bersajak indah, misalnya:
eksklusif, dan sebagainya.
‫ وامشحىا دمىع‬،‫فًا أيها الفارحني ! أحشنىا إىل الفقراء‬
Balaghah sebagai seni sastra
.‫ يرمحكم اهلل‬،‫ وارمحىهم‬،‫البائشني‬
Balaghah sering dilihat sebagai seni
kesusasteraan (fann adaby), bukan sebagai Sekalipun kedua kalimat di atas memiliki pesan
sebuah disiplin ilmu. Pandangan ini sebenarnya yang sama, akan tetapi kalimat pertama memiliki
bermaksud agar fokus kajian balaghah tidak sajak yang indah daripada kalimat kedua yang
terjebak pemaparan teori, definisi dan problem akhirannya tak sama. Ungkapan al-Manfaluthy
bahasa yang banyak dikaji dalam linguistik. mempunyai motif menyentuh perasaan orang-
Sebab, bila proses pembelajaran balaghah hanya orang kaya dan membela isu-isu kemiskinan
semata membincangkan definisi istilah tertentu dalam gaya bahasa sajak yang cukup menarik.
dan rumusan kaidah, maka proses itu tidak akan Ketika pelajar diminta membandingkan, mereka
dapat membentuk cita rasa seni kesusasteraan. akan merasakan sebuah cita rasa bahasa sastra.
Padahal, asas utama balaghah bukan untuk
menghakimi antara benar dan salah, tapi antara Selain dipakai sebagai analisis teks atau kritik
indah atau tidak. sastra, guru dan siswa juga dituntut aktif
melahirkan karya sastra atau ungkapan
Terlepas dari perdebatan bahwa balaghah itu balaghiyah. Peran aktif untuk selalu produktif ini
ilmu ataukah seni, penulis melihat tetap ada selalu diperlukan agar balaghah tidak semata-
benang merah, baik balaghah sebagai ilmu mata sebagai alat kritik atau alat merasakan nilai
maupun seni. Sebagai ilmu, karena ilmu ma’ani sastra teks lain, tapi juga sebagai alat untuk
dan ilmu bayan adalah kelanjutan dari ilmu memproduksi teks atau bahasa yang baik dari
nahwu dan ilmu leksikologi (semantik-leksikal). para penutur sendiri (dosen dan mahasiswa).
Sebagai seni, karena ilmu badi’ memaparkan
keindahan dalam bertutur kata dan memahami Balaghah dan Ilmu Komunikasi
rahasia dibalik ungkapan, terutama al-Qur'an
Komunikasi adalah suatu proses pembentukan,
sebagai kitab sastra terbesar.
penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan
Pada hekekatnya, ilmu balaghah adalah yang terjadi di dalam diri seseorang dan/atau di
pembelajaran seni sastra yang bermaksud antara dua orang atau lebih dengan tujuan
menumbuhkan sensitivitas pelajar terhadap cita tertentu. Dari definisi ini, paling tidak ada dua
rasa seni. Karena itu, dosen balaghah selain harus kata kunci yang berhubungan erat dengan
punya cita rasa seni, ia juga dituntut memiliki balaghah. Pertama, tentang pesan (maqal) yang
keahlian mampu menerjemahkan ekuivalensi itu artinya komunikasi bersifat simbolis
(padanan) kata, kalimat, wacana dan budaya dari menggunakan lambang seperti karakteristik
bahasa sumber ke bahasa sasaran, dari budaya bahasa (al-Lughah Ramziyyah). Lambang paling
Arab ke budaya lokal (Indonesia/daerah). umum dalam komunikasi antar manusia adalah
bahasa verbal, baik secara lisan atau tulisan.
Menurut Abdul al-‘Alim Ibrahim (2002), dosen Kedua, tentang tujuan yang berarti komunikasi
atau pengajar ilmu balaghah harus mampu dilakukan secara sadar, sengaja yang oleh
membuat perbandingan dalam pengajaran dan pelakunya memiliki tujuan atau keinginan
latihan. Pemahaman filosofis-logis yang dimiliki tertentu (maqam).
pengajar yang mampu menampilkan silogisme
(qiyas) sangat efektif membantu pemahaman Kedua hal ini di atas (maqal dan maqam) adalah
siswa. Misalnya, saat mengajarkan sajak, dosen obyek utama bahasan ilmu balaghah. Dengan
juga menampilkan padanan kalimat yang tidak demikian, teori-teori dalam ilmu balaghah dapat
memiliki unsur sajak yang indah. Contoh, digunakan dalam ilmu komunikasi sehingga
ungkapan ayat yang dipakai al-Manfaluthy: proses hubungan transaksional antar mutakallim
dan mukhatab berjalan efektif dan proporsional.
Dengan kata lain, ilmu balaghah bisa memberi
sumbangsih besar terhadap ilmu komunikasi dan

R. Taufiqurrochman 53
Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

juga sebaliknya. Maka, dalam hubungan dengan Nilai sastra selalu dimiliki oleh setiap bahasa.
pembelajaran balaghah, dosen dan mahasiswa Bahkan, dalam penuturan sehari-hari, seseorang
harus terlibat dalam komunikasi yang intens secara sadar maupun tidak, tahu maupun tidak
sehingga asas komunikasi massa menjadi bekal tahu, kerap berujar atau mendengar bentuk-
dalam memahami materi-materi ilmu balaghah. bentuk balaghah seperti: tasybih (simile),
Lebih dari itu, skill berbahasa yang baik, sopan isti’arah (metafora), kinayah (kiasan), amar
dan sarat makna yang menjadi tujuan balaghah (perintah), nahy (larangan), qashr
dapat dengan mudah diterapkan dalam (pengkhususun), taqdim (mendahulukan), nida’
keseharian, seperti: percakapan, pidato/orasi, (panggilan), dan lain sebagainya.
presentasi, dan sebagainya.
Dalam kajian tasybih (simile) –misalnya–
Balaghah dan Jurnalistik “seorang pemberani”, baik di dalam bahasa Arab
maupun Indonesia dilambangkan dengan “singa
Derasnya arus informasi global melalui berbagai atau ‫”أسد‬, “orang yang berwajah bersih”
media cetak maupun elektronik, sedikit banyak
menarik minat orang untuk mempelajari ilmu dilambangkan seperti “bulan purnama atau ‫”بدر‬.
jurnalistik yang juga masih terkait dengan Akan tetapi, ada juga perbedaan makna tasybih
komunikasi. Dalam jurnalistik dikenalkan antara budaya Arab dengan Indonesia yang
tatacara dan gaya penulisan berita, penulisan dalam hal ini dosen dituntut bisa memahami
lead retorika, lead-lead stilistik, pengenalan ekuivalensi antar budaya. Misalnya, “orang
publik, dan sebagainya. Jika melihat materi bodoh” dilambangkan “keledai” (Arab) tapi dalam
jurnalistik tentang lead stilistik, misalnya, di sana bahasa Indonesia dilambangkan “lembu”. Hewan
ada istilah lead parodi (kata mutiara), lead bunglon, sering kita lambangkan sebagai orang
epigram (sajak), lead berurutan/sequence munafik, tapi dalam budaya Arab justru dimaknai
(washal), exclamation lead (ta’ajjub/nida’), sebagai orang yang berpendirian teguh seperti
quotation lead (iqtibas), dan sebagainya pepatah “‫”أحزم من احلرباء‬. Kita memaknai
(Kusumaningrat, 2005). Aneka lead (teras berita)
“munafik” karena warna kulit bunglon selalu
ini dapat juga ditemukan dalam ilmu balaghah
berubah-ubah saat berpindah tempat dari dahan
klasik yang sejatinya lebih kaya. Itu artinya,
ke tanah. Sedangkan orang Arab menilai seekor
penguasaan ilmu balaghah yang mumpuni dapat
bunglon tidak akan berpindah dari sebuah dahan
membekali seseorang skill jurnalistik yang baik
ke dahan lain sebelum ia yakin tangannya dapat
pula.
memegang dahan lain itu.
Pemaparan penulis tentang hubungan balaghah
dengan jurnalistik di sini, bukan sekedar untuk Contoh lain, ungkapan “‫ ”جراه جراء سنماري‬bila
menunjukkan adanya relasi antar keduanya, atau hanya diterjemahkan “balasannya seperti balasan
memaparkan keunggulan balaghah. Lebih dari pada Sinimmari”, pelajar merasa kurang
itu, sesungguhnya dalam pembelajaran ilmu menghayati makna di balik ungkapan itu.
balaghah, dosen/guru dapat memanfaatkan Berbeda jika dosen menerjemahkannya “Air susu
media jurnalistik sepeti: surat kabar, majalah, dibalas air tuba”, maka kedua ungkapan tersebut
internet, dan sebagainya sebagai media analisis memiliki pesan atau makna yang sama, yakni
unsur-unsur balaghah dalam pembelajaran di untuk menggambar balasan buruk yang diterima
dalam/di luar kelas. Kekayaan teori dalam ilmu oleh seseorang yang telah berbuat baik. Contoh
balaghah dapat dengan mudah diaplikasikan lain, dalam metafora (isti’arah) orang Arab
dalam memahami maksud berita, menulis artikel, menyebut “‫”عقراب الشاعة‬. Jika ungkapan ini
menangkap tema wawancara, menilai tajuk diterjemahkan secara harfiyah berarti
berita, dan sebagainya. Dengan aktivitas ini, “kalajengking jam”, sehingga terjemahan ini sulit
balaghah akan tetap memiliki relevansi kuat di dipahami oleh pelajar. Lebih ekuivalen (sepadan)
era informasi global. Keotentikan dan keunikan dan mudah dipahami, bila ungkapan itu
balaghah dapat menjadi sumber inspirasi bagi diterjemahkan “jarum jam”.
pelajar maupun para jurnalis. Penulis melihat,
pemasaran ilmu balaghah dalam dunia jurnalistik Atas dasar itu, maka pemahaman budaya lokal
akan cepat mengembalikan popularitas ilmu menjadi modal dasar dalam merasakan nilai
balaghah. Selain itu, cita rasa bahasa balaghah sastra yang dimiliki bahasa Arab atau budaya
bisa dimanfaatkan dalam dunia periklanan, sasaran. Karenanya, guru dituntut mampu
pariwisata, dan sebagainya, maka ilmu balaghah menghayati sastra dan budaya Indonesia dan bisa
menjadi interdisipliner. menerjemahkannya saat mengajarkan ilmu
balaghah. Pembelajaran balaghah dengan cara
Balaghah dan Budaya Lokal mengkaitkan elemen retorika Arab dengan

54 Restrukturalisasi dan Resistematisasi Ilmu Ma’ani


Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

menerjemahkannya melalui retorika budaya kata, pilihan kalimat dan efek yang ditimbulkan
bahasa Indonesia akan lebih membuat proses serta adanya deviasi.
pembelajaran bersifat realistik, sebab apa yang
dipelajari pelajar juga ditemukannya dalam Keserasian pilihan fonem dalam al-Qur'an dapat
situasi setempat. Lebih dari itu, pelajar memiliki dirasakan saat ayat al-Qur'an dibaca atau
nilai tambah, yakni penguasaan bahasa dan diperdengarkan. Huruf-hurufnya seolah menyatu,
budaya Indonesia yang itu akan meningkatkan perpindahan dari satu nada ke nada berikutnya
rasa nasionalisme. sangat bervariasi. Hal itu muncul sebagai akibat
permainan huruf konsonan dan vokal yang
Balaghah sebagai media I’jaz al-Qur'an dilengkapi pengaturan harakat, sukun, mad dan
ghunnah. Misalnya, dalam surah al-Kahfi ayat 9-
Balaghah, sebagaimana ilmu-ilmu epistimologis 16. Akhiran ayat-ayat tersebut diakhiri dengan
lainnya di dalam Islam, sejak awal memang bunyi /a/, namun diiringi dengan konsonan
berhubungan dengan al-Qur'an. Disusunnya ilmu bervariatif hingga menimbulkan hembusan suara
itu bermaksud untuk membedah rahasia al- yang berbeda, yaitu ba, da, ta, dan qa.
Qur'an sebagai mukjizat terbesar.
Kemukjizatannya terkandung pada aspek bahasa Selain keindahan bunyi, pemilihan fonem
dan isinya. Dari aspek bahasa, al-Qur'an memiliki tertentu dalam ayat al-Qur'an juga memiliki
tingkat fashahah dan balaghah yang tinggi. kaitan atau efek terhadap maknanya. Mahmud
Ahmad Najlah (1981) mengkaji huruf sin pada
Sedangkan dari aspek isi, pesan dan kandungan surah al-Naas terutama ayat 5 dan ayat 6. Huruf
maknanya melampaui batas-batas kemampuan sin termasuk konsonan frikatif. Konsonan ini
manusia. Bahasa Arab sebagai pengantar al- diucapkan dengan cara mulut terbuka, namun
Qur'an diakui mempunyai tingkat balaghah yang harus dengan menempelkan gigi atas dan gigi
tinggi, sensitifitas dalam hermeneutiknya, bawah pada ujung lidah. Huruf ini dipilih dengan
mempunyai ragam gaya bahasa dan kosakata tujuan untuk memberi kesan bisikan seperti
yang sangat kaya. Hal inilah yang mendorong makna yang terdapat pada kedua ayat tersebut.
lahirnya ilmu balaghah yang pada awalnya
struktur ilmu balaghah belum lengkap seperti Demikian tingginya tingkat bahasa al-Qur'an
yang dikenal saat ini. mulai dari pemilihan suara, kata, kalimat dan
sebagainya, kian membuktikan bahwa al-Qur'an
Adalah Abu Ubaidah bin al-Matsani (211 H.) adalah mukjizat dan karya sastra terbesar. Oleh
adalah orang pertama yang mengarang buku sebab itu, pembelajaran ilmu balaghah di
dalam bidang ilmu bayan dengan kitabnya Majaz perguruan tinggi harus berujung pada tujuan
al-Qur'an (Zaenuddin, 2007:16). Beliau adalah mengungkap I’jaz al-Qur'an. Pada proses
murid Khalil bin Ahmad al-Farahidy yang juga pembelajaran, siswa harus diberi stimulus atau
guru Sibawaih. Dalam bidang ilmu ma’ani, kitab motivasi agar mereka terus bersemangat
I’jaz al-Qur'an karya al-Jahidz adalah kitab mempelajari ilmu balaghah. Pelajar harus
pertama yang membahas masalah ini. Sedangkan dikondisikan untuk menguasai baca-tulis al-
kitab pertama dalam ilmu badi’ adalah karangan Qur'an hingga tafsirnya.
Ibn al-Mu’taz dan Qudamah bin Ja’far. Pada fase
berikutnya, muncul Abdul Qahir al-Jurjani yang Dalam tataran ini, baik dosen maupun
mengarang kitab Dalail al-Ijaz dalam ilmu ma’ani mahasiswa, harus terlebih dahulu didorong
dan Asraar al-Balaghah dalam ilmu bayan. untuk cinta membaca, mendengar dan meneliti
Setelah itu muncul Sakkaki dengan kitabnya bahasa al-Qur'an. Dalam proses ini, dosen
Miftah al-Ulum yang mencakup segala masalah dituntut bisa menunjukkan hasil riset tentang
dalam ilmu balaghah, hingga pada akhirnya nilai bahasa dan sastra al-Qur'an. Namun
struktur ilmu balaghah menjadi lengkap. Selain sebelum itu, pihak mahasiswa dan dosen perlu
tokoh-tokoh tersebut, masih banyak tokoh atau membekali diri dengan skill ilmu al-Qur'an, ilmu
ahli balaghah lain yang memiliki tingkat qira’ah, ilmu tajwid dan ilmu-ilmunya yang
kepedulian tinggi untuk meneliti rahasia bahasa terkait.
al-Qur'an.
Tujuan Pembelajaran Ilmu Balaghah (Ma’ani)
Berdasarkan tujuan awal lahirnya balaghah,
maka desain pembelajaran ilmu balaghah Berpijak pada dasar-dasar pemikiran di atas,
seharusnya berujung pada upaya memahami tujuan pembelajaran ilmu balaghah dapat dirinci
bahasa al-Qur'an. Sebab, ketinggian bahasa al- sebagai berikut:
Qur'an tidak akan pernah tertandingi hingga
kapanpun. Taraf ketinggian balaghah al-Qur'an Pertama, mendorong pelajar untuk memahami
dapat dilihat dari aspek pemilihan fonem, kata- dan meneliti struktur dan gaya bahasa al-Qur'an

R. Taufiqurrochman 55
Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

hingga mereka bisa mengetahui dan merasakan Inti metode ini adalah pembelajaran ilmu
tingkat fasahah dan balaghah al-Qur'an dan juga balaghah (ilmu ma’ani) dimulai dari penyajian
al-Hadits. kaidah ilmu ma’ani terlebih dulu, lalu diikuti
dengan contoh-contoh untuk memperjelas kaidah
Kedua, meningkatkan kemampuan pelajar dalam yang telah dipelajari. Artinya, metode ini
mengkaji bahasa Arab dan melatih mereka untuk berangkat dari sesuatu yang umum menuju yang
menghayati keindahan bahasanya melalui karya khusus. Dengan teori yang diketahui, pelajar
sastra, baik puisi maupun prosa. dituntun untuk melihat berbagai contoh,
menganalisis fenomena, mengkritisi berbagai
Ketiga, menunjukkan bahwa ilmu balaghah karya (teks), dan sebagainya. Metode Deduktif
teramat penting dan materi-materinya dapat cenderung diarahkan pada hafalan terhadap
dimanfaatkan dalam berbagai bidang. kaidah melalui pendefinisian (ta’rif) dan prinsip
umum (al-mabda’ al-‘amm), baru ditindaklanjuti
Keempat, mendorong pelajar untuk lebih
dengan dengan pemberian contoh ungkapan
memahami budaya bahasa Arab sekaligus budaya
(teks) yang relevan, dan aplikasi kaidah.
lokal (Indonesia/daerah) dan melatih mereka
mencontohi gaya bahasa Arab yang indah dan Dengan demikian, metode deduktif dinilai kurang
ekuivalensinya dalam bahasa Indonesia/daerah. tepat bagi pemula, sebab para pelajar akan
merasa sulit saat kali pertama mereka dituntut
Kelima, meningkatkan kemampuan pelajar dalam
memahami teori-teori yang masih sangat asing
bertutur kata atau menyampaikan ide secara
bagi mereka. Selain itu, tuntutan untuk menghafal
baik, indah dan kontekstual dalam segala
teori yang membutuhkan waktu lama juga akan
keadaan, seperti saat berkomunikasi sehari-hari,
membuat proses belajar terasa membosankan.
melakukan kritik sastra, membaca pesan di
Metode ini tepat dipakai bagi santri/pelajar
media massa, dan sebagainya.
jurusan bahasa Arab yang sebelumnya mereka
Pendekatan dan Metode Ilmu Balaghah telah mengenal ilmu tatabahasa Arab
(Ma’ani) (nahwu/sharaf) sehingga mata kuliah balaghah
bagi mereka bukan lagi dianggap hal baru.
Pembelajaran bahasa yang bertumpu pada Apalagi jika mereka telah berbiasa menghafal
kaidah seperti balaghah (ma’ani), dosen dituntut kaidah-kaidah dalam ilmu nahwu, wazan sharaf,
untuk menanamkan “kebermaknaan” dan dan sebagainya, tentu hal ini menjadi modal
“pemahaman mendalam” pada diri pelajar dasar bagi guru dalam proses belajar-mengajar.
terhadap kaidah yang ada. Dan, hal itu
memerlukan kerja keras dan penggunaan metode Kedua, Induktif (Thariqah Istinbatiyyah)
pembelajaran yang variatif, menyenangkan dan
Metode induktif merupakan kebalikan metode
tidak membosankan. Metode memang menjadi
deduktif. Pembelajaran balaghah atau ilmu
faktor paling penting untuk mencapai
ma’ani diawali dengan penyajian contoh-contoh
keberhasilan proses belajar-mengajar
yang relevan, lalu dibaca, didiskusikan,
sebagaimana diketahui bahwa al-thariqah
disimpulkan dalam bentuk kaidah. Pada tahap
ahammu min al-maaddah, wa lakinna al-mudarris
awal, pelajar diminta mengamati contoh,
al-mutqin ahammu min kulli syai’in, metode lebih
membandingkan dengan lainnya, bila perlu
penting daripada materi, tapi guru yang
mereka diajak mencari contoh lain, lalu
profesional jauh lebih penting dari segalanya.
diarahkan kepada pengambilan kesimpulan.
Segala macam teknik pembelajaran bisa saja
diterapkan dalam pembelajaran balaghah Secara rinci, metode induktif mengikuti 5
(ma’ani), namun pada hakekatnya teknik itu langkah, yaitu: pendahuluan (mukaddimah),
harus bertumpu al-tadriib al-jadd ‘ala al-isti’mal, penyajian (‘ardh), pengaitan atau perelasian
yakni latihan yang mendalam dan kontinyu (rabth), penyimpulan kaidah (istinbat qaidah),
dalam memperaktekkan bahasa atau kaidah- dan aplikasi (tathbiq). Menurut Tammam, pada
kaidah balaghah dengan memperhatikan dasarnya metode ini sama dengan prosedur kerja
berbagai konteks penggunaan dan tujuan yang dilakukan para ahli nahwu, termasuk juga
penuturannya. ulama balaghah ketika mengumpulkan materi,
lalu memilah dan memilih (klasifikasi dan
Deduktif dan Induktif
verifikasi), kemudian diinduksikan dan
Secara garis besar, ada 2 model pendekatan yang dikaidahkan.
dipakai dalam metode pembelajaran, termasuk
Pada tahap awal, dosen atau guru memberikan
dalam bidang ilmu ma’ani.
“pemanasan” berupa apersepsi, dialog ringan,
Pertama, Deduktif (Thariqah Qiyasiyah) atau pengajuan pertanyaan, dan penjelasan

56 Restrukturalisasi dan Resistematisasi Ilmu Ma’ani


Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

mengenai pokok bahasan dan tujuan topik Pengalaman mereka itu berimbas pada
pelajaran yang akan dipelajari sehingga pelajar munculnya persepsi negatif dan minat yang
lebih siap memahami materi. Tahap berikutnya, minim. Oleh sebab itu, berikut beberapa rambu
penyajian, merupakan esensi pelajaran. Dalam pembelajaran ilmu balaghah (ma’ani) yang perlu
hal ini, dosen diharap mampu menyajikan materi diperhatikan dosen atau guru.
ilmu ma’ani secara menarik dan berorientasi
pada pencapaian tujuan, dengan tetap Pertama, tidak menjadikan ilmu balaghah
memperhatikan materi sebelumnya, sehingga (ma’ani) sebagai mata kuliah yang hanya untuk
tercipta kesinambungan sekaligus sebagai bahan dihafal kaidahnya, definisinya beserta contoh-
muraja’ah (evaluasi). Pada tahap rabth, dosen contohnya tanpa ada pemahaman dan aplikasi.
memberikan perbandingan (muwazanah) dengan
menampilkan banyak contoh dan diharapkan Kedua, pelajar diberi kesempatan mengaplikasi
juga mengetengahkan ekuivalensi antara kaidah yang mereka ketahui secara alamiah dan
contoh/ungkapan dalam bahasa Arab (al-Qur'an, merasakan nilai-nilai seni dan keindahannya.
al-Hadits, syair, natsr, dsb) dengan padanannya
Ketiga, asas utama pembelajaran ilmu balaghah
dalam bahasa/budaya lokal/Indonesia seperti:
(ma’ani) ialah mengaikatkannya secara langsung
pepatah, kata mutiara, puisi, kalimat populer,
dengan teks-teks Arab –terutama al-Qur'an– yang
bahasa iklan dan jurnalistik, tatabahasa
memiliki unsur dan nilai retorika dan layak
Indonesia, dan sebagainya yang kesemuanya
dijadikan contoh. Kesalahan terbesar
membantu pelajar agar lebih cepat memahami
pembelajaran balaghah adalah asas ilmu
materi. Selanjutnya, para pelajar diminta
balaghah telah diperkenalkan sebelum peserta
mengambil kesimpulan dengan cara diskusi dan
benar-benar memahami teks Arab.
sejenisnya. Setelah itu, kaidah yang telah
disimpulkan dan dipahami diaplikasikan dalam Keempat, merelasikan contoh-contoh retorika
bentuk latihan atau tugas, baik lisan maupun Arab dengan apa yang senantiasa dipakai dalam
tulisan, intensif (mukatstsaf) maupun ekstensif percakapan sehari-sehari, dengan ungkapan
(muwassa’), sehingga tercipta keterpaduan bahasa Indonesia dan dengan budaya atau
antara teori dan praktik (kaidah dan aplikasinya) konteks tempat para pelajar berada.
atau antara ranah kognitif dan praktik psiko-
motorik, dan antara ma’rifah lughawiyah dan Kelima, menghubungkan antara satu unsur
mumarasah lughawiyah. retorika dengan unsur lain, seperti: al-jinas
dengan al-saj’ yang sama-sama menunjukkan
Menurut penulis, metode induktif lebih tepat keserasian suara/fonem, antara al-muqabalat
diterapkan dalam pembelajaran ilmu balaghah dengan al-tawriyyat dari segi keindahan
(ma’ani) karena metode ini mendorong peserta maknanya, al-amr, al-nahy dan al-istifham
didik untuk terlibat dan berpartisipasi aktif dibawah satu kata kunci thalab, lalu al-tasybih
dalam proses pembelajaran, terutama berlatih dengan al-istidraj yang sama-sama melahirkan
dalam berpikir logis. Metode ini juga lebih mudah imiginasi dengan realitas, dan sebagainya.
diaplikasikan dan lebih alami, karena pada Karena, dosen perlu membuat bagan ilmu ma’ani
mulanya kaidah ilmu ma’ani (balaghah) disusun (balaghah) sebagai bahan pemetaan dan materi
berdasarkan pengamatan, periwayatan dan ajar bagi peserta didiknya agar mereka memiliki
performa kebahasaan, lalu disimpulkan dalam kerangka pikir yang lengkap sebelum melangkah
bentuk kaidah atau disiplin ilmu seperti saat ini. lebih lanjut.
Walaupun demikian, dosen bisa juga menerapkan
kedua metode tergantung situasi dan kondisi Keenam, perlu membangkitkan hubungan
pelajar. retorika dari aspek psikologi dengan realitas
(konteks) atau situasi saat teks-teks retorika
Rambu- Rambu Pembelajaran Ilmu Balaghah dikeluarkan. Dengan cara ini, pelajar bisa
(Ma’ani) merasakan kenapa para sastrawan berbicara
tentang sifat arif, cinta, perang, wanita, toleransi
Sehubungan bahwa pelajar bahasa Arab di
dan seterusnya.
kurang banyak mengenal budaya Arab, apalagi
jarang memahami dan menikmati karya sastra Resistematisasi Materi Ilmu Balaghah
Arab (ayat, matan hadis, syair, natsr), maka ilmu (Ma’ani)
balaghah jelas terasa asing dan terkadang, sejak
awal ilmu balaghah (ma’ani) telah dianggap sulit. Materi ilmu balaghah, termasuk ilmu ma’ani,
Alasan itu, biasanya didasarkan pada pengalaman tidak statis, tetapi selalu berkembang. Sekalipun
mereka dalam belajar ilmu bahasa Arab lainnya ilmu balaghah pada awalnya ditujukan untuk
seperti: nahwu, sharaf, insya’, dan sebagainya memahami keindahan bahasa al-Qur'an, namun
yang menurut mereka juga sulit dikuasai.

R. Taufiqurrochman 57
Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

teori-teori, contoh, dan tujuan penuturan ide kajian seputar itu lebih sulit bagi pelajar. Tak
dalam ilmu ma’ani dapat juga terterapkan dalam salah jika Tammam menegaskan bahwa ilmu
berbagai hal sebagaimana dasar pemikiran di bayan adalah bagian dari ilmu leksikologi, ilmu
atas. Ini artinya, materi ilmu balaghah tidak mufradat atau semantik-leksikal. Itu artinya,
menutup adanya pengembangan dan pelajar akan langsung dihadapkan pada analisis
resistematisasi. makna kata yang rumit sehingga pada tahap
selajutnya, proses pembelajaran akan terjebak
Berikut ini beberapa hal yang perlu pada tataran analisis kata dan makna, lalu
diketengahkan sehubungan dengan proyek menafikan pentingnya konteks atau kesesuaian
pengembangan ilmu ma’ani. antara teks dan konteks yang itu justru dibahas
dalam ilmu ma’ani.
Mendahulukan Ilmu Ma’ani
Selain alasan tentang content, para pelajar bahasa
Selama ini, dalam beberapa literatur ilmu Arab di Indonesia, sejak awal telah bersentuhan
balaghah seperti: al-balaghah al-wadihah, ilmu dengan kaidah bahasa dalam pelajaran ilmu
ma’ani ditempatkan setelah ilmu bayan dan sharaf dan ilmu nahwu, sehingga pada tahap
diakhiri dengan ilmu badi’. Penulis melihat selanjutnya ketika belajar ilmu balaghah,
penempatan ilmu bayan sebagai materi awal ilmu seharusnya mereka disuguhi materi lanjutan
balaghah, lalu setelah itu ilmu ma’ani bagi pelajar yang masih bersinggungan dengan ilmu analisis
amat menyulitkan. Ketika mereka baru struktur kata dan kalimat bahasa Arab (baca:
diperkenalkan ilmu balaghah, mereka telah nahwu-sharaf). Materi tersebut adalah ilmu
dihadapkan pada kajian tentang fashahah yang ma’ani.
didalamnya ada bahasan kata yang fasih, gharib,
mukhalafah al-qiyas, juga tentang kalimat yang Ilmu Ma’ani dipetakan menurut perspektif
fasih, kalimat yang tidak tanafur (berat), dha’fu nahwu dan balaghah
al-ta’lif, dan sebagainya.
Bila dilihat dari beberapa literatur ilmu ma’ani,
Sesungguhnya istilah-istilah ini jelas masih baru umumnya dimulai dari hal ihwal seputar musnad
yang untuk memahaminya perlu waktu lebih ilaih (Subyek: Diterangkan) dan musnad
lama yang itu dapat mengurangi minat belajar (Predikat: Menerangkan), selanjutnya tentang
balaghah. Ini problem mendasar pembelajaran kalam khabari, kalam insya’i, fashl dan washl,
balaghah. Kurangnya gairah belajar akibat qashr, ijaz, ithnab dan musawah. Melihat ilmu
adanya tuntutan untuk menghafal beberapa ma’ani yang hanya 6 bab tersebut, dibanding bab-
istilah dan definisi tersebut adalah sebuah bab dalam ilmu nahwu, maka sesungguhnya
pengantar yang kurang tepat. bahasan ilmu ma’ani lebih sedikit. Walaupun
demikian, tapi para pelajar masih tetap saja
Penulis lebih memilih ilmu ma’ani dalam urutan merasa sulit dan mengira kajian ilmu ma’ani
pertama, lalu ilmu bayan dan terakhir ilmu badi’. teramat luas.
Seperti yang disampaikan Tammam Hassan
bahwa ilmu ma’ani adalah puncak dari ilmu Atas dasar ini, menurut hemat penulis, pembaban
nahwu, penulis melihat bahwa follow up ilmu ilmu ma’ani dapat disederhanakan menjadi 2
nahwu atau jenjang lanjutan dari ilmu tata (dua) kajian utama; yakni perspektif nahwu
bahasa Arab adalah ilmu ma’ani. Sebagaimana (sintaks) dan perspektif balaghah (retorika).
diketahui, di dalam materi-materi ilmu ma’ani, Pada perspektif nahwu, dibahas 2 hal, yaitu:
terdapat bahasan tentang tentang bagian kalimat klasifikasi kalimat dan analisis bagian/unsur
seperti: musnad ilaih yang berbentuk fa’il, naib al- kalimat. Sedangkan dalam perspektif retorika,
fail, dan seterusnya, juga tentang kalam insya’i dibahas 3 hal utama, yaitu: klasifikasi kalimat,
thalaby yang bisa dipakai dalam bentuk amr, analisis pembentukan kalimat dan variasi
nahy, nida’, istifham, tamanni, lalu tentang jumlah hubungan lafal dan makna.
ismiyah, jumlah fi’liyah, serta bahasan lainnya.
Melihat istilah itu, definisi dan contoh yang Disebut perspektif nahwu karena bahasan yang
terdapat dalam ilmu ma’ani, maka bahasan itu dimuat dalam ilmu ma’ani hampir sama dengan
tampak lebih familiar dan telah dikenal pelajar bahasan ilmu nahwu. Bedanya, hanya
ketika mereka belajar ilmu nahwu. diperkenalkannya fungsi atau tujuan dari unsur-
unsur kalimat seperti pe-makrifat-an, pe-nakirah-
Terlebih lagi saat ilmu bayan mengetengahkan an, penyebutan dan penghapusan musnad ilaih
bab tasybih, majaz, isti’arah yang itu membahas dari kalimat. Karena itu, penekanan pada aspek
hubungan antara lafal dan makna, sinonim tujuan pemakaian sebuah bentuk kata amat
mutlak, sinonim mutlak, perluasan makna, diperlukan bagi pelajar dengan terus memberi
penyempitan makna, dan sebagainya, maka

58 Restrukturalisasi dan Resistematisasi Ilmu Ma’ani


Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

latihan-latihan yang disesuaikan dengan konteks penulis- lebih efektif dimulai dari kalimat dan
dan keadaan pelajar dalam sehari-hari. berlanjut ke unsur-unsur kalimat. Sebab, bila
ilmu balaghah lebih tertuju pada ujaran bahasa
Tabel 1 yang disesuaikan dengan konteks, maka ujuran
Ilmu Ma’ani: Prespektif Nahwu dan Perspektif itu berarti sebuah kalimat, bukan kata.
Balaghah Karenanya sangat logis bila diawali dengan
kalimat, lalu unsur-unsurnya diurai berikut
ILMU MA’ANI bentuk dan tujuannya masing-masing.
Perspektif Nahwu Perspektif Balaghah
1 Kalimat 1 Kalimat Secara berurutan, penyuguhan materi ilmu
a. Ismiyah – a. Kalam Khobari ma’ani diawali dari bahasan kalimat bermula dari
Fi’liyah b. Kalam Insya’i perspektif nahwu lalu dibandingkan dalam
b. Itsbat – Manfi perspektif balaghah. Kemudian, unsur kalimat
2 Unsur Kalimat 2 Pembentukan dalam perspektif nahwu diurai dalam kajian
a. Musnad Ilaih – Kalimat musnad ilaih, musnad dan aneka bentuk musnad
Musnad a. Fashl ilaih yang terdiri dari ta’rif, tankir, dikr dan hadzf,
b. Ta’rif – Tankir b. Washl yang dilengkapi dengan tujuan pembentukan
Musnad Ilaih c. Qashr
unsur-unsur tersebut. Setelah itu, proses
c. Dikr – Hadzf
Musnad Ilaih pembelajaran berlanjut pada pembentukan
3 Variasi Hubungan kalimat dan analisisnya, yakni kajian fashl-washl
Lafal dan Makna dan qashr. Lalu, diakhiri dengan bahasan tentang
a. Ijaz variasi hubungan lafal dan makna (Ijaz, ithnab
b. Ithnab dan musawah).
c. Musawah
Kajian tentang variasi hubungan lafal dan makna
Materi Ilmu Ma’ani: berawal dari kalimat
ini sekaligus sebagai pengantar untuk memahami
menuju ke unsur kalimat
dimensi ilmu balaghah tahap kedua, yaitu ilmu
Dengan pemetaan materi sebagaimana di atas, bayan. (Selengkapnya dapat dilihat dalam bagan
pembelajaran ilmu ma’ani –menurut hemat 1 berikut ini).

Bagan 1 Baru Struktur Ilmu Ma’ani

R. Taufiqurrochman 59
Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

Bagan ilmu ma’ani, sebaiknya diberikan oleh mengaplikasikan teori-teori sesuai situasi dan
dosen pada awal pembelajaran agar sejak dini kondisi.
pelajar mengerti peta keilmuan dalam ilmu
ma’ani. Keempat, dalam bab pembentukan kalimat
dengan teknik fashl -penggabungan dua kalimat
Tidak hanya satu literatur tanpa indikator huruf athaf- lebih didahulukan
dari washl. Sebab, washl telah lama diketahui saat
Terkait dengan pengembangan materi ilmu belajar huruf athaf pada mata kuliah ilmu nahwu.
ma’ani, sebaiknya dosen tidak mengikat proses Selain itu, pengenalan fashl untuk
pengayaan materi dengan hanya menggunakan mengidentifikasi relasi kalimat tanpa indikator
satu buku saja. Bahkan, dosen perlu lahir adalah bagian dari pelatihan berpikir logis
menganjurkan buku-buku bidang studi lain yang dan filosofis. Sedangkan pembentukan kalimat
terkait dengan ilmu balaghah dan bisa dijadikan dengan teknik qashr diakhirkan daripada fashl
bandingan dalam memahami konteks pemakaian dan washl, karena bagian-bagian qashr lebih
kalimat, penerapan tujuan dan analisis banyak seperti: qashr haqiqi dan qashr idhafi,
perbandingan, semisal buku kumpulan kata-kata qashr sifat ala mawsuf dan qashr mawsuf ala sifat.
mutiara, surat kabar, kumpulan puisi, novel, teks- Karena demikian banyak, lebih baik ia diakhirkan
teks pidato dan sebagainya. agar tidak menyulitkan

Restrukturalisasi Materi Ilmu Ma’ani Penutup

Atas dasar kebutuhan dan skala prioritas, berikut Minimnya animo masyarakata untuk
ini beberapa alasan logis tentang urutan atau mempelajari ilmu balaghah sehingga popularitas
struktur materi-materi ilmu ma’ani sebagaimana ilmu tersebut menurun, bahkan sering tidak
desain silabus di atas. dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan
adalah berawal dari adanya kesulitan yang
Pertama, jumlah ismiyah (kalimat nominal) lebih dihadapi guru maupun siswa dalam mempelajari
didahulukan pembahasannya daripada jumlah ilmu balaghah. Jika ini masalahnya, maka upaya
fi’liyah (kalimat verbal). Hal ini karena pelajar pengembangan materi ilmu balaghah, termasuk
lebih vamiliar dengan jumlah ismiyah dalam ilmu ma’ani, menjadi keniscayaan. Desain
pemakaian bahasa sehari-hari mereka seiring pembelajaran ilmu ma’ani yang berorientasi pada
dengan tata bahasa Indonesia yang hanya restrukturalisasi dan resistematisasi materi
mengenal jumlah ismiyah. adalah menjadi jawaban untuk mengatasi
kesulitan yang dihadapi pengajar atau pelajar
Kedua, mendahulukan materi kalimat positif
dalam proses pembelajaran. Ada perubahan yang
daripada kalimat negatif untuk mempermudah
cukup fundamental di dalam sistematika cabang
pembedaan antara kedua kalimat tersebut
ilmu balaghah, yaitu menempatkan ilmu ma’ani
dimana dengan tambahan beberapa indikator
pada posisi awal, lalu ilmu bayan dan diakhiri
seperti huruf la atau ma, maka pelajar langsung
ilmu badi’. Ilmu ma’ani harus disajikan dengan
cepat bisa membedakan antara kedua kalimat
mudah karena ia adalah pintu bagi keseluruhan
tersebut, dan mampu membuat kalimat negatif
ilmu balaghah.
dari kalimat positif dengan hanya sedikit
perubahan dan penambahan. Oleh karena itu, posisi dasar ilmu ma’ani dalam
heirarkhi ilmu balaghah harus pula tidak lepas
Ketiga, bahasan kalam khabari lebih didahulukan
dari ilmu tata bahasa (sharaf-nahwu) yang lebih
daripada kalam insya’i, sebab pengajaran kalimat
banyak dikaji oleh pelajar di Indonesia.
berita (kalam khabari) lebih mudah daripada
Konsekwensi ilmu ma’ani yang berposisi sebagai
kalam insyai. Pencontohan kalam khabari mudah
follow up dari ilmu nahwu adalah perubahan
dipahami hanya dengan analisis teks, akan tetapi
sistematika materi ajar ilmu ma’ani yang
kalam insya’i terkadang membutuhkan praktik
dibedakan antara perspektif nahwu dan
dan intonasi seperti saat membedakan antara
perspektif balaghah.
perintah dan larangan, pertanyaan atau
panggilan, dan sebagainya yang itu lebih Sajian materi yang ringkas dan sederhana dengan
membutuh penyajian situasi lengkap sehingga mengutamakan latihan dan aplikasi teori,
pembelajaran lebih bermakna. Selain alasan utamanya jika memakai metode induksi, akan
teknis, pendahuluan kalam khabari lebih urgen lebih menghidupkan suasana belajar dan
karena pelajar didorong untuk lebih mengenal menumbuhkan rasa kebermaknaan dalam diri
pribadi mukhatab. Dengan memahami keadaan pelajar. Pada akhirnya, mereka akan mudah
mukhatab, pada tahap selanjutnya para pelajar menerapkan ilmu ma’ani, bukan hanya saat
akan mudah membuat contoh dan menganalisis teks agama semisal al-Qur'an dan

60 Restrukturalisasi dan Resistematisasi Ilmu Ma’ani


Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

al-Hadis, tapi juga karya sastra, puisi, prosa, kata- sastra, tapi juga semua orang, sebab tujuan final
kata mutiara, bahasa iklan, bahasa jurnalistik, balaghah adalah membentuk manusia beradab
ungkapan sehari-hari dan sebagainya. yang indikasinya ia mampu menyesuaikan diri
secara baik, santun dan indah sesuai dengan
Dengan fenomena tersebut, ilmu balaghah situasi dan kondisi dimana ia berada.
diharap tidak lagi eksklusif hanya bagi penikmat

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muthallib, Muhammad. 1994. Al-Balaghah wa al-Uslubiyah. Mesir: Al-Syirkah al-Mishriyah al-
Alamiyah li al-Naysr.

Al-Akhdhary, Imam. 1993. Ilmu Balaghah. Bandung: Al-Ma’arif.

Al-Hasyimi, Ahmad. 1994. Jawahir al-Balaghah. Libanon: Daar al-Fikr.

Al-Jarim, Ali dan Usman Musthafa. 1994. Al-Balaghah al-Wadhihah. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.

Bin Muhammad, Azhar. Tanpa tahun. Menterjemah Budaya Retorika Melayu melalui Pelaksanaan
Pengajaran Ilmu Balaghah Arab dalam Kalangan Pelajar Melayu. Malaysia: Persidangan
Penterjemahan Antarbangsa ke-11.

Glosari Bahasa dan Kesusteraan Arab. 1996. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Kusumanningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2006. Jurnalistik: Teori dan Praktik.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tammam Hassan. Tanpa tahun. Al-Lughah al-Arabiyah: Ma’naha wa Mabnaha. Maroko: Daar al-
Tsaqafah.

Wahab, Muhbib Abdul. 2009. Pemikiran Linguistik Tammam Hassan dalam Pembelajaran Bahasa
Arab. Jakarta: UIN Press dan Center of Quality Development and Assurance – Lembaga
Peningkatan dan Jaminan Mutu (LPJM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Zaenuddin, Mamat dan Yayan Nurbayan. 2007. Pengantar Ilmu Balaghah. Bandung: PT. Refika
Aditama.

Ibrahim, Abdul al-‘Alim. 2002. Al-Muwajjih al-Fanny li Mudarris al-Lughah al-‘Arbiyyah. Kairo: Daar
al-Ma’rifah.

R. Taufiqurrochman 61

Das könnte Ihnen auch gefallen