Sie sind auf Seite 1von 12

Integrasi Fuzzy FMEA dan AHP Winanto dan Santoso

INTEGRASI METODE FUZZY FMEA DAN AHP DALAM ANALISIS DAN


MITIGASI RISIKO RANTAI PASOK BAWANG MERAH
[Integration Fuzzy FMEA and AHP Method in Risk Management of Shallot Supply
Chain]

Erwin Arya Winanto, Imam Santoso*


Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Brawijaya
Jl Veteran, Malang Jawa Timur 65145
*Email korespondensi: imamsantoso@ub.ac.id

Diterima: 17 November 2016


Disetujui: 25 Februari 2017

ABSTRACT
This study aimed to identify, determine and formulate the mitigation strategies of
shallot supply chain risk using Fuzzy FMEA and AHP. Risk identification was performed
on shallot supply chain actors include farmers (suppliers), tengkulak (distributors) and
pengecer (retailers). Fuzzy FMEA was used as a tool to measure the risks identified
priorities. AHP was used as a tool for determining the weighting strategies in supply chain
risk mitigation strategies. Research showed that there were some risks identified on the
perpetrators of the supply chain in terms of supply and demand. Risk priorities for supply
chain farmers (suppliers) were risks associated with government policies that were policies
related to shallot imports, the risk priority of middlemen (distributors) supply chain was
risks associated with shallot imports competition, and the risk priority of retailers supply
chain was a risk for competitor with other retailers. There were six alternative mitigation
strategies, and the highest priority was choosing the right varieties, followed by a
partnership, improve the promotion, maintain quality, maintain price stability, and maintain
supplies.
Keywords: AHP, Fuzzy FMEA, Risk Management, Shallot.

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menentukan dan merumuskan
strategi mitigasi risiko rantai pasok bawang merah menggunakan FMEA Fuzzy dan AHP.
identifikasi risiko dilakukan terhadap pelaku rantai pasok bawang merah termasuk petani
(pemasok), tengkulak (distributor) dan pengecer (retailer). Fuzzy FMEA digunakan sebagai
alat untuk mengukur risiko prioritas yang diidentifikasi. AHP digunakan sebagai alat untuk
menentukan bobot strategi mitigasi risiko rantai pasok. Penelitian menunjukkan bahwa ada
beberapa risiko yang teridentifikasi pada para pelaku rantai pasok dalam hal penawaran dan
permintaan. Prioritas risiko rantai pasok petani (pemasok) berkaitan dengan risiko
kebijakan pemerintah yaitu kebijakan terkait impor bawang merah; prioritas risiko rantai
pasok perantara (distributor) berkaitan dengan risiko persaingan dengan importir bawang
merah; dan prioritas risiko rantai pasok pengecer adalah risiko pesaing dengan pengecer
lainnya. Terdapat enam strategi mitigasi alternatif, dan prioritas tertinggi adalah memilih
varietas yang tepat, diikuti oleh kemitraan, meningkatkan promosi, menjaga kualitas,
menjaga stabilitas harga, dan menjaga persediaan.

Kata kunci: AHP, Bawang Merah, Fuzzy FMEA, , Manajemen Risiko

Jurnal Teknologi Industri & Hasil Pertanian Vol. 22 No.1, Maret 2017 21
Integrasi Fuzzy FMEA dan AHP Winanto dan Santoso

PENDAHULUAN produksi bawang merah di Kota Batu,


Jawa Timur yang mengalami peningkatan
Kompleksitas dan tingginya
mulai tahun 2011 sampai 2013.
ketergantungan dari jaringan rantai pasok
Fuzzy FMEA adalah
secara keseluruhan menjadikannya lebih
pengembangan dari metode FMEA
rentan terhadap gangguan/persoalan.
konvensional yang menampilkan
Setiap gangguan yang terjadi dalam salah
flexibility untuk ketakpastian akibat
satu pelaku rantai pasok dapat
informasi yang dimiliki samar maupun
memengaruhi jaringan rantai pasok
unsur preferensi subjektif yang digunakan
secara menyeluruh seperti berhentinya
dalam penilaian terhadap mode kegagalan
aliran arus informasi dan sumber daya
yang terjadi. Penambahan konsep Fuzzy
dari setiap tingkat dalam rantai pasok
pada algoritma FMEA memungkinkan
yang menyebabkan terjadinya
data yang digunakan berupa data
ketidakseimbangan antara pasokan dan
linguistik ataupun data numerik yang
permintaan (Suharjito et al., 2010).
akan mempunyai nilai membership pada
Kesadaran akan perlunya manajemen
setiap atributnya (Iqbal et al., 2013).
risiko menjadi semakin penting. Produk
Analytical Hierarchy Process
pertanian dan non-pertanian berbeda
(AHP) merupakan suatu teknik kuantitatif
dalam hal manajemen risiko rantai pasok
yang dikembangkan untuk kasus-kasus
karena (1) produk-produk pertanian
yang mempunyai berbagai tingkat
umumnya bersifat perishable, (2)
(hirarki) analisis. Metode ini adalah suatu
penanaman, pertumbuhan, dan
cara praktis untuk mengatasi bermacam
pemanenan memiliki proses yang berbeda
hubungan fungsional pada suatu jaringan
dan tergantung pada iklim dan musim, (3)
yang kompleks. Metode ini menggunakan
bentuk dan ukuran hasil panen yang
perbandingan secara berpasangan,
bervariasi, dan (4) produk pertanian
menghitung faktor pembobot, dan
bersifat kamba, sehingga penanganan
menganalisisnya sehingga menghasilkan
dalam produk pertanian menjadi lebih
prioritas relatif di antara alternatif yang
sulit (Suharjito et al., 2010). Oleh karena
ada. AHP merupakan metode yang
itu, perlu pengendalian risiko rantai pasok
sederhana dan fleksibel yang dapat
untuk menghindari akibat berkelanjutan
menampung kreativitas untuk pemecahan
yang dapat terjadi pada setiap titik dalam
suatu masalah (Herjanto, 2009).
jaringan pasokan (Karningsih et al.,
Tujuan penelitian ini adalah
2007).
mengidentifikasi risiko rantai pasok
Salah satu daerah penghasil
bawang merah, menentukan risiko
bawang merah di Jawa Timur adalah
prioritas bawang merah menggunakan
Kota Batu, Jawa Timur. Kota Batu
fuzzy FMEA, dan memformulasi strategi
memiliki potensi yang besar terkait
mitigasi risiko rantai pasok bawang
produksi bawang merah. Contohnya di
merah menggunakan metode AHP.
Desa Torongrejo, para petani rata-rata
memiliki lahan kurang dari 5000 M2
lahan teras siring untuk bawang merah BAHAN DAN METODE
dan dipanen rata-rata umur 40-50 HST Bahan dan Alat
untuk daun, umur 80 HST untuk umbi
Bahan dan alat yang digunakan
dan menghasilkan 1,5-2 ton/1000 M2.
pada penelitian ini adalah lembar
Selain itu juga dapat dilihat dari hasil
kuesioner, perangkat metode metode

22 Jurnal Teknologi Industri & Hasil Pertanian Vol. 22 No.1, Maret 2017
Integrasi Fuzzy FMEA dan AHP Winanto dan Santoso

fuzzy FMEA dan perangkat AHP enam responden yang terdiri dari, dua
(software Criterium Decision Plus). orang dari pihak petani, dua orang dari
pihak distributor, dan dua orang dari
Metode Penelitian pihak peritel. Kriteria severity (S)
ditunjukkan pada Tabel 1, occurance (O)
Penelitian dilaksanakan di Desa
pada Tabel 2 dan detection (D) pada
Torongrejo, Kecamatan Junrejo, Batu,
Tabel 3. Faktor severity, occurance dan
Jawa Timur pada tahun 2015. Prosedur
detection pada fuzzy FMEA dievaluasi
penelitian diawali dari survei
dengan cara linguistik. Istilah linguistik
pendahuluan, studi literatur, identifikasi
dan bilangan fuzzy yang digunakan untuk
dan perumusan masalah, penentuan
mengevaluasi faktor severity, occurance
responden dan pakar, pembuatan
dan detection mengikuti Wang et al.,
kuesioner, pengumpulan data,
(2009). Kepentingan relatif dari faktor
pengukuran risiko prioritas menggunakan
severity, occurance dan detection juga
metode fuzzy FMEA, dan perumusan
dinilai bobotnya menggunakan istilah
strategi mitigasi menggunakan metode
linguistik (Wang et al., 2009). Analisis
AHP. Diagram alir penelitian dapat
data dilaksanakan di Laboratorium
dilihat pada Gambar 1.
Manajemen Agroindustri, Fakultas
Data yang didapatkan pada fuzzy
Teknologi Pertanian, Universitas
FMEA merupakan hasil dari kuesioner
Brawijaya.
dan deep interview dengan para
responden. Penelitian ini menggunakan

Survei Pendahuluan Studi Literatur

Identifikasi dan Perumusan Masalah

Penentuan Responden dan Pakar

Penyusunan Kuesioner

Pengumpulan Data

Identifikasi Risiko Rantai


Pasok

Pengukuran Risiko Dengan


Fuzzy FMEA

Penentuan Strategi Dengan


AHP

Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Gambar 1. Diagram alir penelitian


Penentuan prioritas strategi membutuhkan suatu pemetaan dengan
mitigasi risiko rantai pasok bawang metode AHP untuk menjelaskan
merah di Kota Batu, Jawa Timur keterkaitan antar kriteria dalam

Jurnal Teknologi Industri & Hasil Pertanian Vol. 22 No.1, Maret 2017 23
Winanto dan Santoso Integrasi Fuzzy FMEA dan AHP

merumuskan strategi mitigasi risiko. Anggota Rantai Pasok


Penentuan alternatif prioritas tingkat
Suatu rantai pasok terdiri dari
kepentingan dari strategi untuk formulasi
berbagai pihak, baik terlibat secara
prioritas strategi mitigasi risiko rantai
langsung maupun secara tidak langsung
pasok bawang merah di Kota Batu, Jawa
(Astuti et al., 2010). Dalam suatu rantai
Timur dilakukan dengan metode AHP
pasok, keterlibatan pihak lain dalam
yang dilakukan dengan menggunakan
aliran barang/jasa dan informasi
software Criterium Decision Plus.
merupakan hal penting demi tersedianya
Tahapan-tahapan dari metode analisis
barang/jasa untuk konsumen. Rantai
AHP adalah (1) merumuskan masalah
pasok bawang merah yang ada di Desa
dengan menggunakan hierarki, (2)
Torongrejo terdiri dari pihak petani
menyusun matriks pendapat individu dari
(supplier), tengkulak (distributor), dan
masing-masing pakar, (3)
peritel (pengecer).
membandingkan antar elemen yaitu
perbandingan antar kriteria dan Petani (supplier)
perbandingan antar pilihan, dan (4) Petani yang menjadi supplier
menyusun matriks pendapat gabungan bawang merah di Desa Torongrejo adalah
dari masing-masing pakar. delapan kelompok tani yang berada di
sekitar desa. Kelompok tani tersebut
HASIL DAN PEMBAHASAN diantaranya adalah Kelompok Tani
Gambaran Umum Kota Batu Mulyo Sejati dari Dusun Krajan Desa
Torongrejo, Kelompok Tani Agro Mulyo
Batu merupakan sebuah kota
dari Dusun Ngukir Desa Torongrejo,
yang berada di Provinsi Jawa Timur,
Kelompok Tani Rukun Tani dari Dusun
Indonesia. Kota Batu terletak 90 km
Klerek Desa Torongrejo, Kelompok Tani
sebelah barat daya Surabaya atau 15 km
Tani Makmur dari Dusun Krajan Desa
sebelah barat laut Malang.Kota Batu yang
Torongrejo, Kelompok Tani Gotong
mempunyai hawa sejuk merupakan
Royong dari Dusun Klerek Desa
kawasan yang tepat untuk budidaya
Torongrejo, Kelompok Tani Sri Rejeki
pertanian dan buah-buahan. Di bidang
dari Dusun Krajan Desa Torongrejo,
pertanian, contohnya Kota Batu memiliki
Kelompok Tani Puji Lestari dari Dusun
kawasan perkebunan bawang merah
Ngukir Desa Torongrejo, dan Kelompok
terbesar yang terletak di Desa Torongrejo
Tani Rukun Makmur dari Dusun Klerek
Kecamatan Junrejo. Kota ini juga
Desa Torongrejo. Upaya yang dapat
termasuk penghasil Jamur Tiram Putih
dilakukan agar kemampuan petani dapat
dan Jamur tiram Sumbergondo yang
berkembang adalah melalui lembaga atau
banyak ditemukan di Desa Sumbergondo
kelompok yang akanberperan dalam
Kecamatan Bumiaji. Batu merupakan
perubahan perilaku dan menjalin
salah satu daerah penghasil apel terbesar
kerjasama antar anggotanya (Rukka et al.,
di Indonesia yang membuatnya dijuluki
2008).
sebagai kota apel. Batu juga dikenal
sebagai kawasan agropolitan, sehingga Tengkulak (Distributor)
juga mendapat julukan kota agropolitan. Distributor dalam rantai pasok
bawang merah di Desa Torongrejo adalah
dari distributor perorangan yang juga
berasal dari Desa Torongrejo.Area

24 Jurnal Teknologi Industri & Hasil Pertanian Vol. 22 No.1, Maret 2017
Integrasi Fuzzy FMEA dan AHP Winanto dan Santoso

pemasaran distributor ini adalah disediakan untuk meningkatkan hasil


konsumen akhir yang berada di sekitar produksi (Dewi et al., 2012).
Desa dan didistribusikan ke peritel Pihak Gapoktan Torong Makmur
(pengecer) di Pasar Karangploso yang kemudian melakukan pengiriman sarana
ada di Kabupaten Malang, Jawa produksi yang dipesan oleh petani dengan
Timur.Elemen karakteristik dasar dari menggunakan transportasi yang telah
struktur distribusi fisik adalah aliran disediakan. Keterlambatan dapat terjadi
bahan dan produk yang memiliki periode karena banyaknya order yang diterima,
dimana produk atau bahan tidak kerusakan sarana transportasi, dan
mengalami perubahan (Agnieszka dan ketidaktersediaan barang yang dipesan.
Wieczorek, 2012). Transportasi adalah salah satu aktivitas
utama dalam logistik dan memiliki
Peritel (Pengecer)
peranan penting dalam
Peritel dalam rantai pasok perusahaan.Pengiriman barang
bawang merah ini adalah peritel mempunyai suatu misi yaitu
(pengecer) di Pasar Karangploso yang mengantarkan barang yang tepat pada
ada di Kabupaten Malang. Peritel tempat dan waktu yang tepat (Hardo et al.,
(pengecer) ini mendapatkan pasokan 2012).
bawang merah dari tengkulak
(distributor) dari Desa Torongrejo yang Distributor
membawa bawang merah ke Pasar Aktivitas pertama yang dilakukan
Karangploso untuk dipasarkan. Menurut oleh tengkulak (distributor) adalah
Havaldar dan Cavale (2007), peritel membeli/memasok bawang merah dari
mendapatkan barang dari petani yang berada disekitar Desa
perusahaan/distri- butor/wholesaler dan Torongrejo. Kemudian bawang merah
menjualnya di berbagai ukuran yang akan di bawa ke Pasar Karangploso untuk
sesuai untuk konsumennya. dipasarkan secara langsung ke konsumen
akhir dan melakukan penjualan ke peritel
Aktivitas Rantai Pasok (pengecer). Pemesanan dapat dilakukan
pada saat hari itu juga atau tidak.
Supplier
Tengkulak (distributor) menyampaikan
Aktivitas pertama yang dilakukan pesanannya secara langsung ke pihak
oleh petani adalah melakukan pembelian petani (supplier). Pekerjaan utama dari
bibit, dan pupuk melalui toko bernama distributor adalah mendistribusikan
Kios Pertanian Torong Makmur yang produknya serata mungkin dan seluas
disediakan Gapoktan Torong Makmur mungkin kepada penyalur dibawahnya
untuk menjual bibit, pupuk organik dan atau kepada konsumen langsung (Royan,
anorganik dan obat-obatan pertanian 2009).
organik dan anorganik untuk petani di Selain memasok bawang merah,
Desa Torongrejo yang tergabung dalam tengkulak (distributor) juga memasok
kelompok tani anggota Gapoktan Torong hasil pertanian lain seperti seledri, daun
Makmur ataupun tidak. Pembelian dapat prei, jagung manis, bunga kol, dan kubis.
dilakukan dengan sistem pembayaran Hal ini dilakukan agar tidak hanya
tunai.Bibit yang memiliki sertifikat bergantung pada bawang
standar nasional, pupuk, dan obat-obatan merah.Penjualan/pemasaran dilakukan
yang memadai adalah sarana yang perlu secara langsung atau tanpa melalui

Jurnal Teknologi Industri & Hasil Pertanian Vol. 22 No.1, Maret 2017 25
Winanto dan Santoso Integrasi Fuzzy FMEA dan AHP

perantara. Hal ini dilakukan agar pertanian lain seperti cabe merah, cabe
memudahkan dalam mel
melakukan hijau, cabe kecil, tomat, serai, jahe, dan
penjualan dan juga mencegah mahalnya jeruk nipis. Hal ini dilakukan agar tidak
biaya.Informasi terkait pemesanan hanya bergantung pada bawang merah.
bawang merah juga dapat dilakukan Penjualan/pemasaran dilakukan secara
secara langsung ke pihak tengkulak langsung atau tanpa melalui perantara.
(distributor) agar tidak terjadi kesalahan Hal ini dilakukan agar memudahkan
informasi pemesanan. Menurut College dalam melakukan penjualan. Pemesanan
(2009), pemasaran langsung adalah ad bawang merah juga dilakukan secara
pemasaran tanpa menggunakan jasa langsung
angsung ke pihak peritel (pengecer) agar
perantara semisal agen. tidak terjadi kesalahan informasi
pemesanan. Menurut College (2009),
Peritel (Pengecer)
pemasaran langsung adalah pemasaran
Aktivitas peritel (pengecer) adalah tanpa menggunakan jasa perantara
melakukan penjualan secara langsung ke semisal agen.
konsumen akhir. Peritel (pengecer)
mendapatkan pasokan bawang merah dari Pola Aliran Rantai Pasok
distributor yang kemudian d
dijual
Aliran bawang merah di Desa
langsung ke konsumen akhir di Pasar
Torongrejoo melibatkan petani (supplier),
(
Karangploso Kabupaten Malang. Aliran
tengkulak (distributor), peritel (pengecer),
informasi pada peritel (pengecer) adalah
dan konsumen. Aliran bawang merah
dari dua arah. Pertama, retailer
dimulai dari petani (supplier) yang
merupakan sumber informasi terkait
menjual bawang merah ke pihak
produk perusahaan kepada pelanggan,
tengkulak (distributor) yang selanjutnya
selain itu feedback juga merupakan
merupak poin
dialirkan ke pihak peritel (pengecer) dan
penting dari konsumen kepada
sampai ke tangan konsumen. Pola aliran
perusahaan melalui pihak retailer.
rantai pasok bawang merah dapat dilihat
(Havaldar dan Cavale, 2007).
pada Gambar 2.
Selain memasok bawang merah,
peritel (pengecer) juga memasok hasil

Gambar 2. Prosedur aliran rantai pasok bawang merah


1. Petani (supplier),
2. Tengkulak (distributor),
3. Peritel (pengecer),
4. Konsumen akhir,
= Aliran barang,
= Aliran informasi

Dari desain aliran distribusi, menggunakan tipe aliran distribusi retail


rantai pasok bawang merah ini storage with customer pickup.
pickup Hal ini

26 Jurnal Teknologi Industri & Hasil Pertanian Vol. 22 No.1, Maret 2017
Integrasi Fuzzy FMEA dan AHP Winanto dan Santoso

karena bawang merah didistribusikan ke metode agregasi dengan mencari rata-rata


tengkulak (distributor) terlebih dahulu menggunakan rata-rata geometri sehingga
kemudian didistribusikan ke peritel didapatkan bobot sama dengan satu.
(pengecer). Konsumen mengambil sendiri Menurut Wang et al., (2009), pada fuzzy
bawang merah yang ada di pihak peritel FMEA, diperhitungkan bobot
(pengecer). Tipe retail storage with kepentingan relatif dari anggota tim, dan
customer pickup, stok disimpan di toko jumlah dari semua bobot tersebut sama
ritel, kemudian konsumen datang ke toko dengan satu.
ritel, melakukan order secara online atau
melalui telepon lalu mengambilnya di Perhitungan Agregasi Nilai Severity,
toko ritel (Chopra dan Meindl, 2007). Occurance, dan Detection
Severity menunjukkan seberapa
Identifikasi Risiko Rantai Pasok
serius dampak yang terjadi akibat dari
Identifikasi risiko dilakukan kegagalan. Occurance menunjukkan
dengan pengisian kuesioner oleh tingkat kemungkinan atau peluang
responden, setelah itu dilakukan validasi terjadinya kegagalan. Detection
dengan cara melakukan wawancara menggambarkan ketersediaan perangkat
mendalam dengan responden. Para pakar dan tingkat deteksi terhadap penyebab
menilai risiko dari setiap rantai pasok kegagalan dari kontrol yang dipasang
yang teridentifikasi dari sisi severity, (Basjir et al., 2011). Penilaian hasil
occurance, dan detection dan masing- agregasi nilai severity, occurance, dan
masing pakar menilai berdasarkan detection untuk masing-masing risiko
pengalaman yang dimiliki. Karena pakar ditunjukkan pada Tabel 1, Tabel 2, dan
yang digunakan ada empat orang, maka Tabel 3.
selanjutnya dari hasil penilaian dilakukan

Tabel 1. Agregasi nilai S, O, dan D pihak petani (supplier)

Risiko di tingkat petani S O D FRPN Ranking


Kekurangan lahan 7 7 5 6.515 12
Terjadinya perubahan pesanan dari distributor 6 7 5 6.076 14
Ketidaksesuaian bibit/varietas 8.485 5.916 6 6.986 4
Kenaikan harga bibit/varietas 7.483 6.481 5.477 6.673 10
Adanya pesaing dari petani daerah lain 8 7 5.477 7.057 3
Kelangkaan pupuk 7.483 6.928 5.477 6.823 8
Keterlambatan pasokan bibit dan pupuk 8 6.481 5.477 6.878 7
Kehabisan stok ketika ada pesanan 7 6.481 6.481 6.711 9
Penurunan jumlah hasil panen 9 6 5 6.934 6
Kerusakan mesin dan peralatan ketika panen 7 6 6 6.434 13
Kendala ketika musim hujan 8.485 7 4.472 6.941 5
Risiko terkait kebijakan pemerintah 8.485 7.483 8 8.035 1
Risiko terkait persaingan dengan bawang 8.485 6.928 7.483 7.720 2
merah impor
Risiko terkait penanganan pasca panen 7.483 6.481 5 6.544 11
diambil pemerintah (peringkat 1), dan
Tabel 1 menunjukkan bahwa
adanya persaingan dengan bawang impor
risiko yang dirasakan petani lebih terkait
(peringkat 2) dan persaingan dengan
dengan kekurang tepatan kebijakan yang
produksi bawang daerah lain (peringkat

Jurnal Teknologi Industri & Hasil Pertanian Vol. 22 No.1, Maret 2017 27
Winanto dan Santoso Integrasi Fuzzy FMEA dan AHP

3). Risiko berikutnya yang berpengaruh sarana produksi. Hasil penelitian ini juga
adalah ketidaktersediaan bibit (peringkat memperkuat temuan riset Budiningsih
4) dan adanya faktor gangguan cuaca dan Pujiharjo (2007) bahwa faktor
(peringkat 5). Hal ini sejalan dengan resiko awang merah disebabkan faktor
temuan riset yang dilakukan Sriyadi teknis yakni harga yang cenderung tidak
(2010); Fauzan (2016) bahwa risiko stabil. Selain itu belum adanya
produksi petani bawang merah relatif perlindungan terhadap kehadiran impor
tinggi baik karena beberapa aspek bawang merah. Faktor lainnya adalah
diantaranya inefesiensi maupun karena adanya gangguan serangan hama
keterbatasan dari sisi permodalan penyakit dan terjadinya perubahan cuaca
terutama dalam memenuhi kebutuhan yang ekstrim.

Tabel 2. Risiko teridentifikasi rantai pasok tengkulak (distributor)

Risiko Teridentifikasi S O D FRPN Rangking


Risiko mengalami perubahan pesanan 4.899 5.477 5 5.107 7
dari peritel
Risiko adanya pesaing dengan distributor 6.481 6.928 3.873 5.937 2
lain
Risiko mengalami penurunan kualitas 6.481 5.916 4.472 5.808 3
bawang merah
Risiko mengalami keterlambatan pasokan 5.477 5.292 5 5.310 6
bawang merah
Risiko mengalami kehabisan stok ketika 5 6 6 5.525 5
ada pesanan
Risiko terkait persaingan dengan bawang 7.483 7 4.899 6.686 1
merah impor
Risiko mengalami penumpukan stok 6.481 5 5.477 5.733 4
bawang merah
pemerintah mengatur bea impor dan
Tabel 2 menunjukkan bahwa waktu impor sehingga tidak merugikan
risiko tertinggi pada tingkat tengkulak tata niaga bawang merah. Namun
(distributor) adalah adanya produk demikian risiko adanya penurunan atau
bawang merah impor, dan adanya kerusakan bawang mewah serta
persaingan dari ditributor lain. Hasil penumpukan stok yang kurang terkendali
temuan riset Mayrowani dan Darwis merupakan faktor risiko berikutnya yang
(2009) menunjukkan perlunya perlu memperoleh perhatian.
Tabel 3. Risiko Teridentifikasi Rantai Pasok Peritel (Pengecer)

Risiko Teridentifikasi S O D FRPN Rangking


Risiko mengalami perubahan pesanan 5.477 5 5 5.211 5
dari konsumen
Risiko adanya pesaing dengan peritel lain 7.483 8 6.481 7.421 1
Risiko mengalami penurunan kualitas 6.481 6.481 5.477 6.252 2
bawang merah
Risiko mengalami keterlambatan pasokan 6 4.899 4.472 5.266 4
bawang merah
Risiko mengalami kehabisan stok ketika 6.481 5.966 5.477 6.065 3
ada pesanan

28 Jurnal Teknologi Industri & Hasil Pertanian Vol. 22 No.1, Maret 2017
Integrasi Fuzzy FMEA dan AHP Winanto dan Santoso

Tabel 3 menunjukkan, risiko pemerintah dalam menjaga kualitas dan


teridentifikasi rantai pasok peritel bawang merah.
(pengecer) adalah hadirnya peritel lain.
Hal ini akan diperparah oleh adanya Mitigasi Risiko Rantai Pasok
risiko penurunan kualitas bawah merah Hasil pengolahan AHP
dan terjadinya kekurangan atau kehabisan menggunakan software Criterium
stok bawang merah. Hal ini sejalan Decision Plus diperoleh bobot dan faktor
dengan temuan riset yang dilakukan prioritas yang berpengaruh dalam
Ernawati dan Tualeka (2013); penentuan strategi mitigasi risiko rantai
Mayrowani dan Darwis (2009) bahwa pasok bawang merah di Kota Batu, Jawa
diperlukan sinergi antara petani dengan Timur. Struktur strategi mitigasi risiko
pihak terkait terutama pengecer dan rantai pasok bawah merah disajikan
dalam Gambar 3.

Level I:
Strategi Mitigasi Risiko Rantai Pasok
Tujuan

Persaingan Adanya Pesaing


Kebijakan
Dengan Bawang Dengan Peritel
Pemerintah Level II:
Merah Impor Lain
(0.784) Faktor
(0.135) (0.081)

Menjaga
Memilih Varietas Menjaga Menjalin Meningkatkan Menjaga
Kestabilan Level III:
Yang Tepat Kualitas Kemitraan Promosi Pasokan
Harga Alternatif
(0.381) (0.131) (0.171) (0.137) (0.081)
(0.099)
Gambar 3. Struktur hierarki AHP

Gambar 3 menunjukkan bahwa dilakukan adalah sebesar 32.930 ton dan


faktor prioritas dalam penentuan strategi pada tahun 2008 jumlah impor bawang
mitigasi rantai pasok bawang merah merah yang dilakukan mencapai 128.015
adalah faktor kebijakan pemerintah ton. Namun pada tahun 2009 terjadi
dengan bobot sebesar 0,784. Faktor ini penurunan signifikan jumlah impor
mempunyai bobot yang cukup tinggi bawang merah yaitu menjadi 67.330 ton
karena kebijakan pemerintah untuk dan pada tahun 2011 kembali mengalami
mengimpor bawang merah terutama peningkatan jumlah impor bawang merah
dalam jumlah banyak akan merugikan menjadi 156.381 ton. Selain itu,
pihak petani (supplier). Menurut data kebijakan pemerintah juga terkait dengan
BPS (2010), terjadi fluktuasi impor sarana produksi yang terdiri dari (1)
bawang merah yang dilakukan benih, (2) pupuk, (3) zat pengatur tumbuh,
menunjukkan peningkatan jumlah impor (4) pestisida, dan (5) inokulasi. Hal yang
bawang merah yaitu dimana pada tahun juga ikut memberi pengaruh adalah
2002 jumlah impor bawang merah yang kebijakan pemerintah terkait subsidi

Jurnal Teknologi Industri & Hasil Pertanian Vol. 22 No.1, Maret 2017 29
Winanto dan Santoso Integrasi Fuzzy FMEA dan AHP

pupuk yaitu jika subsidi pupuk dikurangi daya simpan lebih tinggi, dan (5) nilai
maka akan membebani petani karena penyusutan dalam pemasaran (ekspor)
harus membeli pupuk non-subsidi yang lebih kecil, sekitar 10% (varietas lokal
memiliki harga jauh lebih mahal. mencapai 15%).

Strategi Prioritas KESIMPULAN


Hasil pengolahan AHP Hasil Risiko prioritas untuk rantai pasok
pengolahan AHP menggunakan software petani (supplier) adalah risiko terkait
Criterium Decision Plus diperoleh bobot kebijakan pemerintah yaitu kebijakan
dan strategi prioritas yang berpengaruh terkait bawang merah impor, risiko
dalam penentuan strategi mitigasi risiko prioritas rantai pasok tengkulak
rantai pasok bawang merah di Kota Batu, (distributor) adalah risiko terkait
Jawa Timur yang dapat dilihat pada persaingan dengan bawang merah impor,
Gambar 3. Gambar tersebut menunjukkan dan risiko prioritas rantai pasok peritel
bahwa strategi prioritas dalam penentuan (pengecer) adalah risiko adanya pesaing
strategi mitigasi rantai pasok bawang dengan peritel lain. Hasil Analisis dengan
merah adalah faktor memilih varietas metode AHP menunjukkan terdapat 6
yang tepat dengan bobot sebesar 0,381. alternatif strategi. Strategi terpilih dengan
Strategi ini mempunyai bobot yang cukup prioritas tertinggi adalah memilih varietas
tinggi karena varietas memiliki peranan yang tepat, menjalin kemitraan, dan
yang penting yaitu setiap varietas meningkatkan promosi.
memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Petani (suplier) di Desa DAFTAR PUSTAKA
Torongrejo mayoritas menggunakan Agnieszka W-M and K. Wieczorek. 2012.
varietas Nganjuk. Hal ini karena, bawang Distribution management in
merah varietas ini mempunyai kelebihan company X. Polish Journal of
yaitu lebih tahan terhadap serangan hama Management Studies. 6(1):196-
namun memiliki kelemahan yaitu 205
Astuti, R., Marimin, R. Poerwanto,
memiliki ukuran yang lebih kecil dan
Machfud, dan Y. Arkeman.
produksi umbi yang lebih sedikit. 2010. Kebutuhan dan struktur
Bawang merah impor rata-rata kelembagaan rantai pasok buah
menggunakan varietas Bangkok. Varietas manggis (Studi kasus rantai
Bangkok memiliki kelebihan yaitu pasok di kabupaten Bogor).
memiliki ukuran buah yang besar dan Jurnal Manajemen Bisnis.
anakan yang banyak. Namun varietas 3(1):99-115.
Basjir, M., S. Hari, dan Suef. 2011.
Bangkok juga memiliki kelemahan yaitu
Pengembangan Model
tidak bisa dijadikan bibit sehingga harus Penentuan Prioritas Perbaikan
segera dijual ketika panen dan juga lebih Terhadap Mode Kegagalan
rentan terhadap serangan hama. Menurut Komponen dengan Metodologi
Rahayu dan Nur (2004), beberapa FMEA, Fuzzy dan TOPSIS yang
keunggulan varietas bawang merah impor Terintegrasi. Institut Teknologi
yaitu (1) memiliki bentuk umbi yang Sepuluh Nopember. Surabaya.
1-12.
bulat dan berukuran besar dengan warna
BPS. 2010. Kegiatan Impor Indonesia.
merah memikat, (2) jumlah anakan umbi http://www.bps.go.id/publicatio
banyak, (3) hasil produksinya tinggi, (4)

30 Jurnal Teknologi Industri & Hasil Pertanian Vol. 22 No.1, Maret 2017
Integrasi Fuzzy FMEA dan AHP Winanto dan Santoso

ns/publikasi2013.php. Diunduh: Herjanto, E. 2009. Sains Manajemen:


22 November 2015. Analisis Kuantitatif Untuk
Budiningsih, S., dan Pujiharto, 2007. Pengambilan Keputusan.
Analisis risiko usahatani Penerbit Grasindo. Jakarta. 293
bawang merah di desa Klikiran hlm.
Kecamatan Jatibarang Iqbal, M., M. Lailil, dan Y.S. Nanang,.
Kabupaten Brebes. Agritech. 2013. Penggunaan Fuzzy FMEA
9(2) : 127-143. dalam mengidentifikasi risiko
Chopra, S. and Meindl, P. 2007. Supply kegagalan proses pemasangan
Chain Management: Strategy, dan perbaikan AC. Jurnal
Planning, and Operation. Person Teknologi Informasi dan Ilmu
Prentice Hall Inc. USA. 528 hlm. Komputer. 2(7):1-6.
College, M. R. 2009. Teknik Membuka Karningsih, P.D., B. Kayis, dan S. Kara.
Bisnis Desain Arsitektur. 2007. Development of
Penerbit PT Elex Media knowledge based system for
Komputindo. Jakarta. 151 hlm. supply chain risk identification
Dewi, I.G.A.C., I.K. Suamba, dan in multi-site & multi-partners
Ambarawati. 2012. Analisis global manufacturing supply
efisiensi usahatani padi sawah chain. Proceeding of The 13th
(Studi kasus di subak Pacung Asia Pacific Management
Babakan, Kecamatan Mengwi, Conference. Australia. pp 466-
Kabupaten Badung). E-Jurnal 471.
Agribisnis dan Agrowisata Mayrowani, H. dan Darwin, V. 2009.
1(1):1-10 Perspektif pemasaran bawang
Ernawati, D.,dan Tualeka,A.R., 2013. merah di Kabupaten Brebes,
Risk assessment dan Jawa Tengah. Proseiding
pengendalian risiko pada sektor Seminar Nasional Peningkatan
pertanian (studi kasus di Daya Saing Agribisnis
pertanian bawang merah desa Berorientasi Kesejahteraan
kendalrejo, kecamatan bagor, Petani. Bogor 14 Oktober 2009.
kabupaten nganjuk). The Rahayu, E., dan B. Nur. 2004. Bawang
Indonesian Journal of Merah. PT Penebar Swadaya.
Occupational Safety and Health. Jakarta. 94 hlm.
2(2):154 – 161. Royan, F.M. 2009. Distributorship
Fauzan, M., 2016. Pendapatan, risiko, Management: Cara Cerdas
dan efisiensi ekonomi usahatani Mengelola dan Memberdayakan
bawang merah di Kabupaten Distributor Secara Efektif. PT
Bantul. Agraris. 2(2): 102-107. Gramedia Pustaka Utama.
Hardo, P., D, Suprapto, dan R. Jakarta. 472 hlm.
Muhammad. 2012. Perancangan Rukka, H., Buhaerah, dan K. Sahariah.
sistem pengawasan pengiriman 2008. Peranan kelompok tani
barang menggunakan GPRS, Paraikatte dalam pemenuhan
GPS, Google Maps, Android, kebutuhan usahatani (Kasus
dan RFID pada Intelligent Petani Padi Sawah di Kelurahan
Warehouse Management System. Tamarunang, Kecamatan Somba
The 1st Symposium in Industrial Opu, Kabupaten Gowa). Jurnal
Technology. Agrisistem, 4(2):77-86.
Havaldar, K.K. and V.M. Cavale. 2007. Sinha, K. C and S. Labi. 2007.
Sales and Distribution TransportationDecision Making:
Management. McGraw Hill. Principles of Project Evaluation
New Delhi. and Programming. John Wiley

Jurnal Teknologi Industri & Hasil Pertanian Vol. 22 No.1, Maret 2017 31
Winanto dan Santoso Integrasi Fuzzy FMEA dan AHP

& Sons, Inc. New Jersey. 544


hlm.
Sriyadi, 2010. Risiko Produksi Dan
Keefisienan Relatif Usahatani
Bawang Putih Di Kabupaten
Karanganyar (Procudtion Risk
And Relative Efficiency Of
Garlic Farming In Karanganyar
Regency). Jurnal Pembangunan
Pedesaan. 10(2): 69-76.
Suharjito, Marimin, Machfud, B.
Haryanto dan Sukardi. 2010.
Identifikasi dan Evaluasi Risiko
Manajemen Rantai Pasok
Komoditas Jagung Dengan
Pendekatan Logika Fuzzy.
Jurnal Manajemen dan
Organisasi. 1(2):118-134.
Wang, Y. M., K-S. Chin., K.K.P. Gary,
and J-B. Yang.. 2009. Risk
evaluation in failure mode and
effects analysis using fuzzy
weighted geometric mean.
International Journal of Expert
Systems with Application.
36(31):1195-1207.

32 Jurnal Teknologi Industri & Hasil Pertanian Vol. 22 No.1, Maret 2017

Das könnte Ihnen auch gefallen