Sie sind auf Seite 1von 10

JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA 145

 
  Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010
 

Perilaku Geser pada Keadaan Layan dan Batas Balok Beton Bertulang Berlubang
Memanjang

(Shear Behavior in the Serviceability and Ultimate Limit State of Hollow Core Reinforced Concrete Beam)  
 
WIKU A. KRASNA, DJOKO SULISTYO, BAMBANG SUPRIYADI

ABSTRACT

I cross-section of reinforced concrete reduces weight and concrete needs, but the
reduction in strength is not considerably large. In addition, I section reinforced
concrete beam is relatively complicated and takes much longer time for
manufacturing. Another geometric cross-section which results in equivalent weight
reduction with that of I cross-section concrete beam may be hollow square cross-
sections of reinforced concrete beams. This research was conducted to identify and
compare the behavior of the shear and dynamic effects of hollow core reinforced
concrete beam with an I cross-section beam that equivalent with its. The specimens
being tested were four reinforced concrete beams, of 2000 mm length, consisted of a
T beam with bottom flange as control beam (BK) possessing dimensions of bfa = 600
mm, bw = 125 mm, bfb = 200 mm, h = 300 mm, tf = 100 mm, and three hollow core
T beams as tested beam (BB1, BB2 and BB3) possessing dimensions of bf = 600
mm, bw = 200 mm, blubang = 75 mm h = 300 mm, tf = 100 mm. Static loading was
applied by means of a hydraulic jack in a four-point loading system, were. Dynamic
loading test was carried out by vibrating the beams to obtain the natural frequency,
where the vibrating load were produced by a mechanical vibrator. Whilst the data
on the static load carrying capacity was recorded at the first crack and at each initial
additional crack until the ultimate fracture, those on dynamic loading was recorded
on the solid block, at the first crack and at yield. The parameters being used was the
magnitude of deflection, strain of the reinforcing steel and concrete, crack pattern
and natural frequency. It can be concluded that the hollow core reinforced concrete
beam can be used as an alternative to I section reinforced concrete beam. It was
noticed that the difference in shear load carrying capacity between control beam
(BK) and hollow beam (BB) was not considerably significant, where the difference
between BK (299.3 kN) and BB1 (337.6 kN) is 12.79%, that with BB2 (350, 6 kN)
or 17.14%, and that with BB3 (289.4 kN) or −3.31%. The natural frequency of BK
is 58.594 Hz, 15.769% larger than the natural frequency of BB3 with 49.354
Hz. The natural frequencies of tested beam decreased with the increased of damage
to the beam.
Keywords : hollow core reinforced concrete T beam, T reinforced concrete beam
with bottom flange, shear loding capacity, natural frequency.

 
PENDAHULUAN pengamatan beton bertulang dengan
penampang I pelaksanaan pembuatannya
cukup rumit dan memakan waktu lebih lama.
Dalam upaya meningkatkan efisiensi dalam
Oleh karena itu dibuat bentuk lain dari
suatu struktur bangunan, bentuk penampang
penampang beton yang pengurangan bobotnya
dari beton bertulang tidak lagi hanya berbentuk
ekivalen dengan balok beton penampang I,
persegi, tetapi dibuat beberapa bentuk
yaitu dengan membuat beton bertulang
penampang balok beton. Beton bertulang
berpenampang persegi berlubang memanjang
dengan penampang I mengurangi bobot dan
(hollow core beam).
kebutuhan beton, namun pengurangan
kekuatannya tidak terlalu besar. Berdasarkan
146   W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010  
 

Dalam penelitian ini pengujian dilakukan pada Hasil pengujian yang dilakukan terhadap balok
balok beton bertulang penampang T berlubang beton bertulang non-prismatis menunjukkan
memanjang (hollow core rc beam), dan balok terjadi peningkatan kerusakan dengan
beton bertulang penampang T dengan flens bertambahnya beban yang diberikan.
bawah sebagai balok kontrol.
Kuat Geser
Pengujian dilakukan untuk mengetahui
perilaku dan kekuatan geser pada keadaan Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI-03-
layan maupun batas, lendutan, pola retak,
2847-2002), perencanaan penampang terhadap
daktilitas dan frekuensi alami balok persegi, geser harus didasarkan pada:
balok berlubang dan balok T dengan flens
bawah. Tinjauan kekakuan, daktilitas, (1)
frekuensi alami dan arah pembebanan hanya
dengan = , = kuat geser nominal,
dilakukan pada arah sumbu kuat. Dari
= kuat geser terfaktor pada penampang
penelitian diharapkan dapat memberikan solusi
yang bermanfaat untuk mempermudah yang ditinjau, = kuat geser nominal yang
pemasangan dan pengerjaan baja tulangan dan disumbangkan oleh beton, = kuat geser
bekesting, serta pemanfaatan balok beton nominal yang disumbangkan oleh tulangan
berlubang memanjang sebagai pengganti balok geser, Φ = faktor reduksi kekuatan bahan
beton tampang I atau balok penampang T (0,75).
dengan flens bawah. Kuat geser balok beton bertulang merupakan
Sapramedi (2005) melalui penelitiannya pada penjumlahan dari kapasitas geser beton dengan
balok beton berlubang memanjang menyatakan kapasitas geser baja tulangan geser, yang
bahwa terjadi pengurangan nilai kuat geser dikalikan dengan faktor reduksi (Φ). Tahapan-
(Vc) akibat lubang. Pengurangan nilai Vc tahapan dalam perumusan kuat geser
menuntut penulangan gesernya harus lebih ditetapkan sebagai berikut:
banyak agar mampu menahan gaya geser yang a. Kapasitas geser beton yang hanya dibebani
terjadi. geser dan lentur
Gilang (2009) melakukan pengujian untuk
(2)
mengetahui karakteristik kekuatan hollow core
beam RC terhadap lentur dan geser. Pengujian dengan Vc = kuat geser (N), fc = kuat tekan
dilakukan terhadap balok beton persegi solid beton (MPa), bw = lebar badan balok (mm), d =
dengan bentang 2 m, dimensi 150/300 (BS), jarak dari tekan terluar ke pusat tulangan tarik
dan balok beton berlubang memanjang bentang (mm).
2 m, dimensi 150/300 dengan lubang yang
dibuat dari tiga buah pipa PVC diameter 50,8 b. Kapasitas geser tulangan geser
mm (BRD).
Penelitian geser lainnya dilakukan oleh (3)
Vecchio dan Collins (1988) yang
dengan Vs = kuat geser tulangan geser (N),
memperkirakan respons geser balok beton
Vu= kuat geser ultimit (N), Φ = faktor reduksi
bertulang dengan metode Modified
(0,75).
Compresion Field Theory. Hasil pengujian
balok berlubang yang dilakukan oleh (4)
University of Toronto dibandingkan tengan
perhitungan teoritis Modified Compresion dengan Av = luas tulangan geser yang berada
Field Theory menunjukkan bahwa rata-rata dalam jarak s (mm2), As = ½ Av = luas tulangan
rasio kekuatan geser eksperimen - teroritis sengkang, fy = tegangan leleh baja tulangan
adalah 1,01 % dengan coefisien of variation (MPa), s = jarak spasi (mm).
(COV) sebesar 9,9%.
Av minimum sebesar:
Saleh (2000) melakukan pengujian
eksperimental tentang deteksi kerusakan pada
(5)
balok beton bertulang non-prismatis dengan
pemberian beban dinamik. Penampang balok
Jarak antar tulangan geser maksimum tidak
non-prismatis yang diteliti memiliki ukuran
melebihi d/2 atau 600 mm.
(230-150 x 100) dengan panjang 3000 mm.
 
W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010   147  

Analisis kuat geser pada balok beton berlubang dengan µ = displacement ductility factor, δy =
(hollow core beam RC) adalah sama seperti lendutan saat leleh, δu = lendutan ultimit.
analisis pada balok beton biasa, hanya saja
penyebaran gaya geser pada balok berlubang Kekakuan Struktur
memanjang bekerja dalam penampang sisi luar
balok (Sapramedi, 2005). Sehingga kapasitas Menurut Timoshenko dan Gere (1987)
geser dari beton yang digunakan adalah: kekakuan didefinisikan sebagai gaya yang
dibutuhkan untuk menghasilkan suatu lendutan
(6) sebesar satu satuan, seperti yang ditunjukkan
pada Persamaan 8.
dengan Vc = kuat geser (N), f’c = kuat tekan
beton (MPa), b = lebar balok (mm), d = jarak
dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik
Pcr
(mm), m = lebar lubang (mm), n = tinggi k= (8)
lubang (mm). δ cr
m   dengan k = kekakuan (N/mm), Pcr = beban
kritis (N), δcr = lendutan pada saat Pcr (mm).

Frekuensi Alami
d  
n  
Semua sistem yang memiliki massa dan
elastisitas dapat mengalami getaran bebas atau
getaran yang terjadi tanpa rangsangan luar,
yang dapat dinyatakan dengan Persamaan 9
b   (Supriyadi, 2002).
GAMBAR 1. Penampang beton berlubang
(hollow core beam) 1 k
f=
2π m (9)
Daktilitas
dengan f = frekuensi alami (siklus/s, atau Hz),
Daktilitas menurut Park & Paulay (1974) k = kekakuan struktur (N/m atau kg/m), m =
merupakan kemampuan suatu struktur untuk massa dari struktur (kg.s2/cm)
mengalami lendutan yang cukup besar pada Frekuensi alami dan bentuk pola-pola/mode
saat beban maksimal tercapai sebelum normal dibedakan berdasarkan perletakan-
mengalami keruntuhan (Gambar 2). perletakan/tumpuan dari balok (Biggs, 1964).
a. Perletakan sederhana

(10)

b. Perletakan jepit-jepit

(11)
c. Perletakan salah satu ujungnya jepit dan
ujung lainnya tertumpu sederhana

GAMBAR 2. Hubungan pendekatan beban-lendutan (12)


(Paulay & Priestley, 1992)

Besarnya daktilitas diidentifikasikan sebagai d. Perletakan salah satu ujungnya jepit dan
displacement ductility factor µ, yaitu: ujung lainnya bebas

δu (13)
µ= (7)
δy
148   W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010  
 

dengan ω = frekuensi alami sudut, (rad/s), n = bentang 7 meter berdimensi 40/60, skala 1 :
pola/mode ke-1,2,3,…dst, l = panjang bentang 2).
(m), E = modulus elastisitas bahan (N/mm2), I
2. Pada balok benda uji dipasang tulangan
= Momen Inersia (mm4), m = massa,
geser sesuai dengan kebutuhan. Tulangan
(kg.s2/cm).
lentur dipasang lebih banyak, yaitu
sebanyak 5 buah tulangan dan 4 buah
METODE PENELITIAN tulangan perlu agar tidak terjadi keruntuhan
lentur sebelum keruntuhan geser.
Bahan Penelitian 3. Pemasangan strain gauge untuk
mengetahui regangan yang terjadi pada baja
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini tulangan dan beton. Pemasangan dilakukan
adalah beton jadi produksi PT. KARYA BETON pada balok kontrol (BK) dan balok
SUDHIRA, baja tulangan merek dagang KS berlubang (BB).
berdiameter S13 dan JKS berdiameter P6, kayu
4. Pemasangan strain gauge baja sebanyak
lapis dan kayu reng digunakan untuk membuat
tiga buah strain gauge pada baja tulangan
cetakan serta polyfoam sebagai pengisi lubang.
geser masing-masing pada posisi dekat
Alat Penelitian tumpuan (8 cm dari tumpuan), pada jarak 1
d (29 cm dari tumpuan), dan pada jarak 64
Alat-alat yang dipakai untuk menguji balok cm dari tumpuan (setelah titik
beton terdiri dari rangka baja (loading frame), pembebanan), serta satu buah pada tulangan
hydraulic jack dan hydraulic pump, load cell, lentur pada jarak 1d. Pada balok berlubang
data logger, LVDT (Linear Variable (BB) dipasang strain gauge pada beton di
Differential Transducer), mechanical vibrator, tepi lubang di dalam beton.
amplifier sensor, accelerometer dan set 5. Pemasangan strain gauge beton pada balok
komputer dengan Analog Convertor (PCL- berlubang (BB) dilakukan sebelum
812G). pengecoran balok dilakukan. Strain gauge
ditempelkan terlebih dahulu pada tahu
Benda Uji beton yang telah disiapkan sebelumnya,
sedangkan pada balok kontrol (BK)
Benda uji yang dibuat terdiri dari benda uji dilakukan setelah pengecoran. Strain
pendahuluan dan benda uji balok. Benda uji gauge ini diletakkan pada jarak 1d (29 cm
pendahuluan terdiri dari benda uji kuat tekan dari tumpuan). Masing-masing balok
beton, benda uji kuat tekan mortar dan benda terpasang dua buah strain gauge beton
uji kuat tarik tulangan. Benda uji balok dibuat dengan konfigurasi T.
sebanyak 4 buah, yaitu 1 buah balok I sebagai
kontrol (BK), 3 buah balok berlubang sebagai 6. Pengujian pendahuluan terdiri dari
balok uji (BB). pengujian kuat tarik baja berdasarkan SNI
07-2052-2002 dan pengujian kuat tekan
Pelaksanaan Penelitian beton berdasarkan SNI 03-1974-1990.
7. Pengujian benda uji balok dilakukan setelah
1. Pembuatan balok uji dengan mutu beton beton berumur 28 hari untuk balok BK dan
rencana fc’ = 25 Mpa, terdiri dari 4 buah balok BB. Benda uji ditempatkan pada
balok panjang 2000 mm, 1 buah balok loading frame dengan tumpuan sendi dan
penampang T dengan flens bawah sebagai rol pada kedua ujungnya. Set-up pengujian
balok kontrol (BK) berukuran: bfa = 600 balok beton dapat dilihat pada Gambar 3.
mm, bw = 125 mm, bfb = 200 mm, h = 300 Data yang diperoleh dari pengujian meliputi
mm, tf = 100 mm dan 3 balok pemampang lendutan selama pembebanan berlangsung,
T berlubang memanjang sebagai balok uji besarnya beban pada saat terjadi retak,
(BB1, BB2 dan BB3) berukuran: bf = 600 besarnya beban maksimum, pola retak,
mm, bw = 200 mm, blubang =75 mm h = 300 frekuensi alami balok pada kondisi utuh,
mm, tf = 100 mm (Standar Jembatan Bina retak awal, dan yield.
Marga Bentang 5 sampai 25 meter dengan

 
W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010   149  

 
a. Tampang memanjang pengujian geser
 

 
b. Tampang memanjang pengujian dinamik

 
c. Tampang melintang

GAMBAR 3. Set-up pengujian balok beton


150   W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010  
 

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian dari balok kontrol (BK) dan
balok berlubang (BB), ditunjukkan pada Tabel
1 dan Gambar 4.
Pengujian Pendahuluan
Kekakuan
Hasil pengujian 3 silinder beton diperoleh kuat
tekan rata-rata sebesar 33,786 MPa. Hasil uji
Kekakuan lentur balok didapat dari
kuat tarik baja tulangan untuk tegangan leleh
perbandingan beban dengan lendutan hasil
baja tulangan D13 dan P6 berturut-turut
eksperimen dengan pembebanan statis.
sebesar 428,532 MPa dan 340,179 MPa.
Besarnya nilai kekakuan yang didapat
disajikan dalam Tabel 2.
Kapasitas Beban
Daktilitas
Pengujian balok berlubang memanjang pada
penelitian ini dilakukan dengan metode
Besarnya daktilitas dari benda uji dapat dilihat
eksperimen, yang hasilnya akan dibandingkan
pada Tabel 3.
dengan perhitungan teoritis berdasarkan SNI-
03-2847-2002.

TABEL 1. Beban dan lendutan

Nilai beban (kN) Lendutan (mm) Lebar retak (mm) Tipe


No Benda Uji
Retak I Maks Retak I Maks Retak I Maks keruntuhan
1 BK 49,00 299,3 1,61 10,92 0,02 3 Tarik diagonal
2 BB1 48,70 337,6 1,94 22,98* 0,04 4 Geser
3 BB2 48,60 350,6 1,78 28,90 0,02 5 Geser
4 BB3 48,90 289,4 1,86 37,70 0,02 3 Tarik diagonal
5 Teoritis (SNI) 59,01 217,79
*) Pembacaan terakhir sebelum LVDT dilepas pada beban 299,60 kN

SNI-03-2847-2002

 
GAMBAR 4. Kurva beban – lendutan benda uji balok kontrol (BK) dan balok berlubang (BB)

 
W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010   151  

TABEL 2. Kekakuan lentur balok

Benda Beban (N) Lendutan (mm) Kekakuan (N/mm)


Uji Crack Yield Ultimit Crack Yield Ultimit Crack Yield Ultimit
BB1 48700 283100 337600 1,94 12,35 - 25103,093 22923,076 -
BB2 48600 298100 350600 1,78 9,98 28,90 27303,371 29869,739 12131,488
BB3 48900 266400 289400 1,86 10,43 37,78 26290,322 25541,706 7660,137
BK 49000 280200 299300 1,61 9,84 10,92 30434,783 28475,609 27408,425

TABEL 3. Nilai daktilitas benda uji

Lendutan (mm)
Benda uji Daktilitas Persantase (%)
Leleh Ultimit
BK 9,84 10,92 1,109 0
BB1 12,35 -* - -
BB2 9,89 28,9 2,922 163,48
BB3 10,43 37,78 3,622 226,60
Ket: *) LVDT dilepas pada beban 299,6 kN dengan nilai pembacaan terakhir 22,98 mm

Pola Retak dan Keruntuhan dilihat pada Tabel.2. Pada BK dan BB3
keruntuhan yang terjadi adalah tarik diagonal.
Pola keruntuhan balok uji dapat dilihat pada Hal ini terlihat pada retak yang terjadi, retak
Gambar 5. Pola retak balok kontrol (BK) pada daerah geser dan lentur hampir sama
maupun balok berlubang (BB1, BB2 dan BB3) besar dan banyaknya. Pada BB1 dan BB2
sama, yaitu diawali dengan retak pada tengah keruntuhan yang terjadi adalah geser, dapat
bentang, kemudian dilanjutkan dengan retak terlihat retak geser yang terjadi sangat
geser pada daerah tumpuan. Pada BK retak dominan dan lebar.
awal terjadi pada beban 49 kN dengan lebar
retak sebesar 0,02 mm, lendutan 1,61 mm, Frekuensi Alami
dimulai dari tengah bentang dan di dekat
tumpuan. Beban maksimum 299,3 kN dengan Frekuensi alami hasil eksperimen beban
lendutan 10,92 mm, lebar retak 3 mm. Untuk dinamik baik balok control (BK) dan balok
beban, lendutan dan lebar retak BB1, BB2 dan berlubang (BB3) dapat dilihat pada Tabel 4
BB3 pada masing-masing keadaan dapat serta Gambar 6 dan 7.

   
                           a. Balok kontrol b. Balok berlubang 1

c. Balok berlubang 2 d. Balok berlubang 3


GAMBAR 5. Pola keruntuhan balok uji
152   W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010  
 

TABEL 4 Frekuensi alami dan amplitudo hasil pengujian

Sendi - Utuh retak awal Yield


rol Amp frek % frek Amp frek % frek Amp frek % frek
Tumpuan Sendi-Rol
BK 2,671 58,594 0 2,344 46,876 0 1,111 38,086 0
BB3 3,322 49,354 -15,769 1,433 41,091 -12,341 1,46 25,39 -33,335
Tumpuan Sendi-Sendi
BK 3,045 47,771 0 0,899 47,965 0 0,628 38,536 0
BB3 - - - 3,743 58,594 22,159 2,632 34,668 -10,037
Ket: persentase diambil terhadap BK

GAMBAR 6. Diagram frekuensi balok uji (tumpuan sendi-rol)

GAMBAR 7. Diagram frekuensi balok uji (tumpuan sendi-sendi)

Dari Gambar 6 dan Gambar 7 terlihat bahwa ditandai dengan bertambahnya retak yang
balok uji BK maupun BB3 mengalami terjadi.
penurunan frekuensi alami. Hal ini disebabkan
karena terjadinya kerusakan pada balok yang

 
W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010   153  

KESIMPULAN Hz, kondisi yield 38,536 Hz dan BB3


34,668 Hz.
1. Kapasitas geser balok kontrol (BK) dan 8. Frekuensi alami balok uji mengalami
balok berlubang (BB) tidak berbeda jauh. penurunan akibat meningkatnya
Selisih antara BK (299,3 kN) dengan BB1 kerusakan seiring dengan penambahan
(337,6 kN) sebesar 12,79%, dengan BB2 bebannya.
(350,6 kN) sebesar 17,14% dan dengan
9. Balok beton bertulang penampang persegi
BB3 (289,4 kN) sebesar -3,31%.
berlubang memanjang dapat digunakan
2. Kapasitas geser balok uji hasil eksperimen sebagai alternatif pengganti balok beton
mempunyai nilai yang lebih besar bertulang penampang I atau balok
dibandingkan hasil perhitungan teoritis penampang T dengan flens bawah yang
berdasarkan SNI-03-2847-2002. Balok ekivalen.
kontrol BK memiliki kapasitas lebih besar
37,61%, BB1 sebesar 55,01%, BB2
DAFTAR PUSTAKA
sebesar 60,98% dan BB3 sebesar 32,88%
dari pada perhitungan teoritis.
Biggs, J.M. (1964). Structural dynamics. New
3. Perbandingan kekakuan balok kontrol York: McCraw-Hill Book company.
(BK) dengan BB1 sebesar -17,52% pada
retak awal dan -19,50% pada beban leleh. Gilang (2009). Perilaku geser dan lentur pada
Dengan BB2 sebesar -10,29% pada retak balok beton bertulang berlubang
awal, 4,89% saat beban leleh dan -55,74% lingkaran. Tugas Akhir, UGM,
pada ultimit. Dengan BB3 sebesar - Yogyakarta
13,62% pada retak awal, -10,30% saat Park, R., & Paulay T. (1974). Reinforced
beban leleh dan -72,05% pada ultimit. concrete structure. New York: Wiley
4. Daktilitas balok uji memiliki perbedaan Interscience Publication.
yang cukup besar. Balok berlubang (BB) Paulay, T. & Priestley, M.I.N. (1992). Seismic
memiliki daktilitas yang lebih daripada design of reinforced concrete and
balok kontrol (BK). BB2 memiliki masonry building. Canada: John Wiley
daktilitas 163,48% dan BB3 226,60% and Sons Inc.
lebih besar daripada BK.
Saleh, Fadillawaty (2000). Deteksi lokasi
5. Pada BB1 dan BB2 pola retak dan kerusakan balok beton non-prismatis
keruntuhan balok uji yang terjadi adalah dengan perubahan mode kelengkungan.
keruntuhan geser. Hal ini ditandai dengan Tesis, UGM, Yogyakarta.
terbentuknya retak geser yang lebar
dimulai dari tumpuan. Sapramedi, W.N. (2005). Analisis perilaku
geser dan lentur pada balok beton
6. Pada BK dan BB3 tipe keruntuhan yang bertulang berlubang lingkaran (hollow
terjadi adalah tarik diagonal, ini ditandai core RC beam). Tugas Akhir, UGM,
dengan terbentuknya retak-retak pada Yogyakarta
daerah lentur dan geser yang jumlah dan
lebarnya hampir sama. BK dan BB3 SNI 03-1747-1989 (1989). Metode, tata cara
mendapatkan pembebanan dinamik. dan spesifikasi pembangunan jembatan.
Badan Standarisasi Nasional.
7. Balok kontrol (BK) yang ekuivalen
dengan balok berlubang (BB) baik SNI 03-2847-2002 (2002). Tata cara
material maupun dimensi tidak menjamin perhitungan struktur beton untuk
memiliki frekuensi alami yang sama. bangunan gedung, Badan Standarisasi
Untuk balok geser pada kondisi utuh Nasional.
tumpuan sendi-rol, BK 58,594 Hz dan SNI 07-2052-2002 (2002). Baja tulangan
BB3 49,354 Hz, kondisi retak awal BK beton. Badan Standarisasi Nasional.
46,876 Hz, dan BB3 41,091Hz, kondisi
yield BK 38,086 Hz dan BB3 25,39 Hz. Supriyadi, B., et al. (2002). Pengaruh beban
Pada kondisi tumpuan sendi-sendi hidup dinamik pada struktur lantai
frekuensi alami BK 47,771 Hz, kondisi gedung berbentang panjang. Laporan
retak awal BK 47.965 Hz dan BB3 58,594
154   W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010  
 

Penelitian Hibah Bersaing IX/2, LPM-


UGM. Yogyakarta.
Timoshenko, S. P., dan Gere, J. M. (1987).
Mekanika bahan. Jakarta: Erlangga.
Vecchio, Frank J. & Collins, Michael P.
(1988). Predicting the Response of
Reinforce Concrete Beams Subjected to
Shear Using Modified Compresion Field
Theory. ACI Structural Journal, May-
June, 1988.

PENULIS:

Wiku A. Krasna*
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Jend. A.
Yani Km 36, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
*
Email: w_krasna@yahoo.co.id
Djoko Sulistyo dan Bambang Supriyadi
Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas
Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika
no. 2, Yogyakarta.
 
 
 

Das könnte Ihnen auch gefallen