Sie sind auf Seite 1von 16

Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No.

2, September 2015

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN KEJADIAN TB PARU ANAK DI
WILAYAH PUSKESMAS GARUDA KOTA
BANDUNG
Mira Ayu Febrian
Universitas BSI Bandung, Email: mira.mye@bsi.ac.id

ABSTRACT - TB is an infectious disease which has long been known in the world. The
disease is becoming a pretty big problem for public health, especially in developing
countries like Indonesia. According to the WHO report of 2009, Indonesia ranked fifth
after India, China, South Africa and Nigeria. Child TB cases in 2011 was 1,707 / 100,000
population. West Java is the province that has the most TB in children is high, that is 267
/ 100,000 population. TB child will cause growth disorders, even to the death. This study
aimed to determine the nutritional status, patients with a history of contact with adult TB
patients and BCG immunization status in children TB history. This study used descriptive
method with a population of 22 respondents history of pulmonary TB child and his
parents. The sampling technique this study using total sampling. Retrieval of data
obtained by the study of documentation, questionnaires, and observations by using
univariate data processing percentages. Research results that the nutritional status of
almost half of the respondents including good nutrition (40.9%) and malnutrition
(36.4%), and a small proportion of respondents (22.7%) including malnutrition. Patients
with a history of contact with adult TB patients most respondents (72.7%) had a positive
contact history, and nearly half of the respondents (27.3%) had a history of negative
contact. Then, BCG immunization status almost all respondents (86.4%) had a positive
immunization status, and a small proportion of respondents (13.6%) had a negative
immunization status. The conclusion that the nutritional status of almost half of the
respondents nourished and malnourished. Contact history the majority of respondents
have a positive contact history. BCG immunization status then almost all respondents
have a positive immunization status.
Keywords: Nutritional status, contact history, BCG immunization, Tuberculosis Children
ABSTRAK - TB merupakan penyakit infeksi yang telah lama di kenal di dunia. Penyakit
ini menjadi masalah yang cukup besar bagi kesehatan masyarakat, terutama di negara
berkembang seperti Indonesia. Menurut laporan WHO 2009, Indonesia menduduki
peringkat kelima setelah India, Cina, South Afrika dan Nigeria. Kasus TB anak pada
2011 adalah 1.707/100.000 penduduk. Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki
penderita TB pada anak paling tinggi, yaitu 267/100.000 penduduk. TB anak akan
menyebabkan terjadinya gangguan tumbuh kembang, bahkan sampai pada kematian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status gizi, riwayat kontak penderita dengan
penderita TB dewasa, dan status imunisasi BCG pada anak riwayat TB Paru.Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif dengan jumlah populasi 22 responden anak riwayat TB
Paru dan orang tuanya. Teknik pengambilan sampel penelitian ini menggunakan total
sampling. Pengambilan data diperoleh dengan studi dokumentasi, kuesioner, dan
observasi dengan pengolahan data univariate menggunakan prosentase. Hasil Penelitian
bahwa status gizi hampir setengah responden termasuk gizi baik (40,9 %) dan gizi buruk
(36,4 %), dan sebagian kecil responden (22,7 %) termasuk gizi kurang. Riwayat kontak
penderita dengan penderita TB dewasa sebagian besar responden (72,7 %) memiliki
riwayat kontak positif, dan hampir setengah responden (27,3 %) memiliki riwayat kontak
negatif. Kemudian, status imunisasi BCG hampir seluruh responden (86,4 %) memiliki
status imunisasi positif, dan sebagian kecil responden (13,6%) memiliki status imunisasi
negatif. Kesimpulannya bahwa status gizi hampir setengah responden berstatus gizi baik

ISSN: 2338-7246 64
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

dan gizi buruk. Riwayat kontak sebagian besar responden mempunyai riwayat kontak
positif. Kemudian status imunisasi BCG hampir seluruh responden mempunyai status
imunisasi positif.
Kata Kunci : Status Gizi, Riwayat Kontak, Imunisasi BCG, Tuberkulosis Paru Anak

I. PENDAHULUAN yang berperan dalam kejadian penyakit


1.1 Latar Belakang Penelitian TB paru diantaranya adalah faktor anak,
Tuberkulosis merupakan penyakit faktor orang tua, dan faktor lingkungan
infeksi yang telah lama di kenal di dunia. (Fletcher, 1992; dalam Achmadi 2009).
Penyakit ini menjadi masalah yang cukup Sumber penularan penyakit TB adalah
besar bagi kesehatan masyarakat, penderita TB dengan BTA (+). Apabila
terutama di negara yang sedang penderita TB batuk, berbicara, atau
berkembang seperti Indonesia. Menurut bersin dapat menularkan kepada orang
laporan Word Health Organization lain. Tetapi faktor risiko yang berperan
(WHO) tahun 2009, Indonesia penting dalam penularan penyakit TB
menduduki peringkat kelima setelah adalah faktor anak diantaranya riwayat
India, Cina, South Afrika dan Nigeria kontak dengan penderita TB dewasa,
(Kemenkes RI, 2011). status gizi, dan status imunisasi BCG
Di kota Bandung di temukan kasus (Achmadi, 2009).
TB anak sebanyak 579 dari 67 Berdasarkan uraian diatas, penulis
puskesmas. 5 (lima) puskesmas tertinggi tertarik untuk meneliti “faktor-faktor
kasus TB anak yaitu puskesmas Garuda, yang berhubungan dengan kejadian TB
Pasir Kaliki, Sukahaji, Babakan Sari, dan paru pada anak”. Penelitian ini penting
Cigondewah. Puskesmas Garuda untuk dilakukan sebagai informasi dalam
merupakan kasus TB tertinggi yaitu menetapkan strategi dalam melaksanakan
sebanyak 40 kasus anak (Kemenkes Kota pembangunan kesehatan masyarakat di
Bandung, 2012). Seperti terlihat pada Kota Bandung.
tabel 1.2 dibawah ini.
1.2 Perumusan Masalah
Tabel 1.2 Jumlah TB Paru Anak (0-14 Berdasarkan uraian diatas penulis
tahun) Peringkat 5 Tertinggi di merumuskan masalah penelitian yaitu
Puskesmas Kota Bandung Tahun 2011 “Apakah Faktor-Faktor Yang
No. Nama UPT Jumlah Berhubungan Dengan Kejadian TB Paru
1. Puskesmas Garuda 40 anak (6,90 %) Pada Anak Di Wilayah Puskesmas
2. Puskesmas Pasir 36 anak (6,22 %) Garuda Kota Bandung ?”.
Kaliki
3. Puskesmas Sukahaji 35 anak (6,04 %)
4. Puskesmas Babakan 28 anak (4, 83 %)
1.3 Tujuan Penelitian
Sari 1.3.1 Tujuan Umum
5. Puskesmas 24 anak ( 4,14 %) Penelitian ini bertujuan untuk
Cigondewah
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bandung Tahun 2012
memperoleh gambaran faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian TB Paru
TB pada anak akan menyebabkan pada anak di wilayah Puskesmas Garuda
terjadinya gangguan tumbuh kembang, Kota Bandung.
bahkan sampai pada kematian. Bila TB 1.3.2 Tujuan Khusus
Paru pada anak tidak cepat ditangani 1. Mengidentifikasi status gizi anak (0-
akan cepat menyebar menjadi 14 tahun) riwayat TB Paru sebelum
parenkimatous type atau tuberculous terdiagnosa di Wilayah Puskesmas
neumonia, TB miliar, TB tulang Garuda Kota Bandung.
(skrofuloderma) dan TB sendi, TB 2. Mengidentifikasi kontak anak (0-14
abdomen, bahkan meningitis. tahun) riwayat TB Paru dengan
Menurut teori, banyak faktor yang penderita TB dewasa di Wilayah
dapat mempengaruhi kejadian penyakit Puskesmas Garuda Kota Bandung.
TB paru. Pada dasarnya berbagai faktor 3. Mengidentifikasi status imunisasi
saling berkaitan satu sama lain. Faktor BCG pada anak (0-14 tahun) riwayat

ISSN: 2338-7246 65
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

TB Paru sebelum terdiagnosa di 2. Batuk-batuk lebih dari 3 (tiga)


Wilayah Puskesmas Garuda Kota minggu
Bandung. 3. Sesak nafas
4. Nyeri dada
1.4 Manfaat Penelitian 5. Malaise
1.4.1 Manfaat Teoritis 6. Hasil test tuberculin/mantoex positif
1. Bagi Universitas BSI Fakultas Ilmu Untuk uji tuberculin dilakukan
Keperawatan untuk pengadaan dengan cara mantoex (penyuntikan
literature tentang “Faktor-faktor yang intrakutan)
berhubungan dengan kejadian TB 7. Hasil foto rontgen dada menunjukan
Paru pada anak (0-14 tahun). gambaran yang mendukung adanya
2. Bagi peneliti lain diharapkan hasil infeksi TB
penelitian ini dapat dijadikan evidence 2.1.4 Diagnosis Tuberkulosis Pada
based untuk penelitian selanjutnya. Anak
1.4.2 Manfaat Praktis Diagnosis pasti TB ditegakkan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dengan ditemukannya Mycobacterium
memberikan gambaran faktor-faktor yang Tuberculosis pada pemeriksaan sputum
berhubungan dengan penyakit TB Paru atau bilasan lambung, cairan
pada anak yang dapat dijadikan sebagai serebrospinal, cairan pleura, atau pada
informasi dan dapat dimanfaatkan biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan
sebagai bahan pertimbangan untuk menegakkan diagnosis pasti disebabkan
menentukan rencana tindak lanjut oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah
program penanggulangan TB Paru pada kuman (paucibacillary) dan sulitnya
anak khususnya di Puskesmas Garuda. pengambilan spesimen (sputum).
Kesulitan kedua, pengambilan
II. KAJIAN LITERATUR spesimen/sputum sulit dilakukan. Pada
2.1 Konsep Dasar Tuberkulosis anak, walaupun batuknya berdahak,
2.1.1 Pengertian Tuberkulosis biasanya dahak akan ditelan sehingga
TB paru adalah penyakit infeksi diperlukan bilasan lambung yang di
menahun menular yang disebabkan oleh ambil melalui nasogastrik tube (NGT)
kuman TB (Mycobacterium dan harus dilakukan oleh petugas
Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya berpengalaman.
masuk ke dalam tubuh manusia melalui
udara (pernapasan) ke dalam paru-paru, Tabel 2.1 Sistem Skor Gejala dan
kemudian menyebar dari paru-paru ke Pemeriksaan Penunjang TB Anak
organ tubuh yang lain melalui peredaran Ju
Parame
0 1 2 3 mla
darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran ter
h
pernafasan atau penyebaran langsung ke Kontak Tid Laporan BTA
organ tubuh lain (Depkes RI, 2011). TB ak keluarga, positif
jela BTA
2.1.2 Etiologi Tuberkulosis s negatif
1. Mycobacterium Tuberculosis atau tidak
tahu,
2. Mycobacterium Bovis BTA
3. Herediter tidak jelas
4. Jenis Kelamin Uji Neg Positif
Tuberk atif (10 mm
5. Usia ulin atau 5
6. Nutrisi mm pada
7. Infeksi berulang keadaan
imunosu
8. Anak yang mendapatkan terapi presi)
kortikosteroid kemungkinan terinfeksi Berat Bawah Klinis
Badan/ garis gizi buruk
lebih mudah. keadaa merah (BB/U
9. Anak yang tidak mematuhi aturan n gizi (KMS) <60%)
pengobatan. atau
BB/U<
2.1.3 Manifestasi Klinik 80%
1. Demam Demam 2
tanpa minggu

ISSN: 2338-7246 66
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

sebab maka perlu dilakukan pemeriksaan


jelas
Batuk 3 diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti
minggu bilasan lambung, patologi anatomi,
Pembes 1 cm, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang
aran jumlah
kelenja >1, dan sendi, funduskopi, CT-Scan, dan
r limfe tidak lain-lain.
koli, nyeri
aksila,
inguina 2.1.5 Klasifikasi Penyakit
l. Tuberkulosis Paru
Pembe Ada
ngkak- pemben Klasifikasi penyakit :
an gkak – 1. TB Paru
tulang an
/sendi
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan
panggu dahak, TB Paru dibagi dalam
l, lutut, TB Paru BTA (+)
falang.
Foto Nor Kesan 1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3
thoraks mal TB spesimen dahak SPS
/tid hasilnya BTA (+).
ak
jela 2) 1 spesimen dahak SPS
s hasilnya BTA (+) dan foto
Jumlah
rontgen dada menunjukan
Sumber: Buku Pedoman Nasional Pengendalian TB gambaran TB aktif.
Kemenkes Republik Indonesia Dirjen Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2011. 3) 1 spesimen dahak SPS
Penjelasan dari tabel di atas adalah: hasilnya BTA (+) dan
1. Diagnosis sistem scoring ditegakan biakan kuman TB (+).
oleh dokter. 4) 1 atau lebih spesimen dahak
2. Batuk dimasukan dalam skor setelah hasilnya (+) setelah 3
disingkirkan penyebab batuk kronik spesimen dahak SPS pada
lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan pemeriksaan sebelumnya
lain-lain. hasilnya BTA (-) dan tidak
3. Jika dijumpai Skrofuloderma (TB ada perbaikan setelah
pada kelenjar dan kulit), pasien dapat pemberian antibiotika non
langsung di diagnosis TB. OAT.
4. Berat badan di nilai saat pasien b. TB Paru BTA (-)
datang (moment opname). 1) Pemeriksaan 3 spesimen
5. Foto thoraks bukan alat diagnostik dahak SPS hasilnya BTA (-).
utama pada TB anak. 2) Foto rontgen dada
6. Semua anak dengan reaksi cepat menunjukan gambaran TB
BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari aktif.
setelah penyuntikan) harus di 3) Tidak ada perbaikan setelah
evaluasi dengan sistem scoring TB pemberian antibiotika non
anak. OAT, bagi pasien dengan
7. Anak di diagnosis TB jika jumlah HIV (-).
skor <6 (skor maksimal 14). 4) Ditentukan
8. Pasien usia balita yang mendapatkan (dipertimbangkan) oleh
skor 5, di rujuk ke RS untuk di dokter untuk diberi
evaluasi lebih lanjut. pengobatan.
Setelah dokter melakukan 2. TB Ekstra Paru
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan TB yang menyerang organ tubuh
pemeriksaan penunjang, maka dilakukan lain selain paru, misalnya pleura,
pembobotan dengan sistem skor. Pasien selaput otak, selaput jantung
dengan jumlah skor yang lebih atau sama (pericardium), kelenjar limfe,
dengan (≥6), harus ditatalaksanakan tulang, persendian, kulit, usus,
sebagai pasien TB dan mendapatkan ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
OAT. Bila skor kurang dari 6 tetapi dan lain-lain.
secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat

ISSN: 2338-7246 67
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

2.1.6 Penatalaksanaan Tuberkulosis Isoniazi 5-15 300 Hepatitis, neuritis


d perifer,
Paru hipersensitivitas
1. Pengobatan TB Paru Rifampi 10-20 600 Gastrointestinal,
Pengobatan TB dilakukan dengan sin reaksi kulit, hepatitis,
trombositopenia,
prinsip-prinsip sebagai berikut: peningkatan enzim
a. OAT harus diberikan dalam hati, cairan tubuh
berwarna orange
bentuk kombinasi beberapa jenis kemerahan
obat, dalam jumlah cukup dan Pirazin 15-30 2000 Toksisitas hati,
dosis tepat sesuai dengan amid arthralgia,gastrointes
tinal
kategori pengobatan. Jangan Etambu 15-20 1250 Neuritis optic,
gunakan OAT tunggal tol ketajaman mata
berkurang, buta
(monoterapi). Pemakaian OAT- warna merah-hijau,
Kombinasi Dosis Tetap (OAT- penyempitan lapang
KDT) lebih menguntungkan dan pandang,
hipersensitivitas,
sangat dianjurkan. gastrointestinal
b. Untuk menjamin kepatuhan Strepto 15-40 1000 Ototoksik,
misin nefrotoksik
pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) 2.2 Faktor-Faktor Yang
oleh seorang Pengawas Menelan Mempengaruhi Penyakit TB Paru
Obat (PMO). 2.2.1 Faktor Anak
c. Pengobatan TB diberikan dalam 1. Status Gizi
2 tahap, yaitu tahap intensif dan Gizi adalah suatu proses
lanjutan. organisme menggunakan makanan
1) Tahap awal (intensif) yang di konsumsi secara normal
2) Tahap lanjutan melalui proses digesti, absopsi,
Kategori anak (2RHZ/4RH). transportasi, penyimpanan,
Prinsip dasar pengobatan TB adalah metabolisme, dan pengeluaran zat-
minimal 3 macam obat dan diberikan zat yang tidak digunakan untuk
dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak mempertahankan kehidupan,
diberikan setiap hari, baik pada tahap pertumbuhan dan fungsi normal dari
intensif maupun tahap lanjutan dosis obat organ-organ serta menghasilkan
harus disesuaikan dengan berat badan energi (Supariasa, 2012).
anak. Status gizi buruk akan
menyebabkan kekebalan tubuh
Tabel 2.2 Dosis OAT Kombipak pada menurun sehingga memudahkan
Anak terkena infeksi TB Paru (Achmadi,
BB < 10 BB 10-19 BB 20-32 2009). TB Paru lebih banyak terjadi
Jenis Obat
Kg Kg Kg pada anak yang mempunyai gizi
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg buruk sehubungan dengan lemahnya
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg daya tahan tubuh anak yang kurang
Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg gizi. TB Paru juga dapat
memperburuk status gizi anak.
Tabel 2.3 Dosis OAT KDT pada Anak Penilaian status gizi secara langsung:
Berat
Badan
2 bulan tiap hari 4 bulan tiap hari RH a. Antropometri
RHZ (75/50/150) (75/50) Tabel 2.5 Penilaian Status Gizi
(Kg)
5-9 1 tablet 1 tablet Menurut Standar Baku Antropometri
10-14 2 tablet 2 tablet Berdasarkan Z-Score (Simpangan
15-19 3 tablet 3 tablet Baku) WHO – 2005
20-32 4 tablet 4 tablet
Indeks
Batas Status
No. yang
Tabel 2.4 Dosis OAT pada Anak Dipakai
Pengelompokan Gizi
Dosis 1. BB/U Jika Z-Score < -3,0 Gizi
Dosis
Nama Harian SD buruk
Maksimal Efek Samping
Obat (mg/kgB Jika Z-Score ≥ -3,0 Gizi
(mg/hari)
B/hari) SD s/d < -2,0 SD Kurang

ISSN: 2338-7246 68
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

Jika Z-Score ≥ -2,0 Gizi Baik parunya. Anak-anak menderita TB


SD s/d ≤ 2,0 SD
Jika Z-Score > 2,0 Gizi kebanyakan karena penularan dari
SD Lebih penderita dewasa (Depkes RI,
2. TB/U Jika Z-Score ≥ -2,0 Normal 2002).
SD
Jika Z-Score ≥ -3,0 Pendek Peluang seorang anak
SD s/d < -2,0 SD terinfeksi TB lebih banyak dijumpai
Jika Z-Score < -3,0 Sangat
SD Pendek
pada kelompok anak yang memiliki
3. BB/TB Jika Z-Score > 2,0 Gemuk intensitas kontak < 8 jam/hari
SD dibandingkan dengan > 8 jam/hari.
Jika Z-Score ≥ -2,0 Normal
SD s/d ≤ 2,0 SD Beberapa kepustakaan yang
Jika Z-Score ≥ -3 SD Kurus menyebutkan bahwa semakin erat
s/d < -2 SD kontak seorang anak dengan sumber
Jika Z-Score ≤ -3 SD Sangat
Kurus penularan, semakin tinggi peluang
Sumber: Kemenkes RI Direktorat Jenderal Bina anak tersebut mengalami infeksi TB.
Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2012. Kontak erat dengan pasien TB
dewasa dapat dilihat dari 2 aspek
b. Klinis yaitu aspek jarak seperti
c. Biokimia menggunakan kriteria “satu tempat
1. Penilaian status gizi zat besi tidur” dan aspek waktu “intensitas
2. Penilaian status gizi protein waktu < / > 8 jam/hari” (Diani,
a) Albumin (normalnya Darmawan, & Nurhanzah, 2010).
3,5-5 gram/100 ml)
b) Globulin (1,5-3 3. Imunisasi BCG
gram/100 ml) Imunisasi adalah suatu
c) Fibrinogen (0,2-0,6 tindakan untuk memberikan
gram/100 ml) perlindungan (kekebalan) di dalam
3. Penilaian status gizi vitamin tubuh bayi dan anak (Maryunani,
(Vit A, Vit D, Vit E, Vit C, 2010). Menurut Matondang CS, dkk
Vit B1, Vit B2, Vit B6) (2005) dalam buku Maryunani, 2010)
4. Penilaian status gizi mineral imunisasi adalah suatu cara untuk
(iodine, zink, kalsium, meningkatkan kekebalan seseorang
fosfor, magnesium, krom, secara aktif terhadap suatu antigen,
tembaga, selenium) sehingga bila kelak ia terpajan pada
d. Biofisik antigen yang serupa, tidak terjadi
2. Kontak Dengan Penderita TB penyakit.
Riwayat kontak adalah Upaya pencegahan suatu
adanya hubungan dengan penderita penyakit, termasuk penyakit TB
(Notoatmodjo, 1993). Timbulnya Paru, ialah dengan imunisasi.
penyakit TB pada anak dapat Pemberian imunisasi dimaksudkan
dipengaruhi juga oleh riwayat untuk menurunkan morbiditas,
kontak dengan penderita TB dewasa mortilitas, cacat, serta bila mungkin
yang merupakan pencetus. Karena didapatkan eradikasi di suatu daerah
kejadian TB pada anak sering atau negeri. Pemberian imunisasi
diakibatkan oleh penularan penderita BCG merupakan bagian dari faktor
dewasa yang selalu berhubungan imunisasi yang dianalisa untuk
dengan anak baik langsung maupun memprediksi kejadian TB Paru pada
tidak langsung. anak. Pemberian imunisasi BCG
Sumber penularan adalah dapat melindungi dari meningitis TB
penderita TB BTA (+) pada waktu dan TB milier dengan derajat
bersin atau batuk. Penderita proteksi sekitar 86 % (Wahab, 2002).
menyebar kuman ke udara dalam Pada hal ini menimbulkan hipotesis
bentuk droplet atau percikan dahak. bahwa BCG melindungi terhadap
Daya penularan dari seseorang penyebaran bakteri secara
penderita ditentukan oleh banyaknya hematogen, tetapi tidak mampu
kuman yang dikeluarkan dari membatasi pertumbuhan fokus yang

ISSN: 2338-7246 69
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

terlokalisasi seperti pada TB Paru luas lantai rumah dengan luas


(Wahab, 2002). ventilasi ≤ 10%
2. Cahaya
2.2.2 Faktor Orang Tua Rumah yang sehat
1. Pengetahuan Orang Tua memerlukan cahaya yang cukup,
Pengetahuan adalah tidak kurang dan tidak terlalu
merupakan hasil “tahu”, dan ini banyak. Kurangnya cahaya yang
terjadi setelah orang melakukan masuk ke dalam ruangan rumah,
pengindraan terhadap suatu objek terutama cahaya matahari di
tertentu. Pengindraan terjadi melalui samping kurang nyaman, juga
pancaindra manusia, yakni indra merupakan media atau tempat yang
penglihatan, pendengaran, baik untuk hidup dan
penciuman, rasa, dan raba. berkembangnya bibit-bibit penyakit
Terbentuknya perilaku baru, seperti Mycobacterium Tuberculosis.
terutama pada orang dewasa dimulai
pada domain kognitif, dalam arti 3. Luas Bangunan Rumah
subjek tahu terlebih dahulu terhadap Luas lantai bangunan rumah
stimulus yang berupa materi atau sehat harus cukup untuk penghuni di
objek di luarnya (Notoatmodjo, dalamnya. Artinya, luas lantai
2012). bangunan tersebut harus disesuaikan
2. Sosial Ekonomi dengan jumlah penghuninya. Luas
Status sosial ekonomi adalah bangunan yang tidak sebanding
kedudukan atau posisi seseorang dengan jumlah penghuninya akan
dalam masyarakat, status sosial menyebabkan perjubelan
ekonomi adalah gambaran tentang (overcrowded). Hal demikian tidak
keadaan seseorang atau suatu sehat sebab di samping kurangnya
masyarakat yang ditinjau dari segi konsumsi oksigen, juga bila salah
sosial ekonomi, gambaran itu seperti satu anggota keluarga terkena
tingkat pendidikan, pendapatan dan penyakit menular, seperti TB Paru,
sebagainya. Karena orang tua dapat akan mudah menular kepada
menyediakan semua kebutuhan anak anggota keluarga yang lain. Luas
baik primer maupun sekunder bangunan yang optimum adalah
(Soetjiningsih, 2010). apabila dapat menyediakan 2,5 – 3
3. Perilaku Orang Tua m³ untuk tiap anggota keluarganya
Menurut Notoatmodjo (2012) (Ginanjar, 2008).
perilaku kesehatan pada dasarnya 4. Kelembaban
adalah suatu respon seseorang Kelembaban dalam rumah
terhadap stimulus atau objek yang minimal 40% - 70% dan suhu
berhubungan dengan sakit dan ruangan yang ideal 18 – 30 ºC.
penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, dan minuman 5. Kepadatan Penghuni
serta lingkungan. Kepadatan hunian ditentukan
dengan jumlah kamar tidur dibagi
2.2.3 Faktor Lingkungan jumlah penghuni (sleeping density),
1. Ventilasi yaitu:
Menurut indikator pengawasan
rumah, luas ventilasi dikategorikan
ke dalam ventilasi memenuhi syarat Dapat dikategorikan menjadi tiga
kesehatan dan tidak memenuhi yaitu:
syarat, yaitu: a. Baik, bila kepadatan lebih atau
a. Memenuhi syarat kesehatan bila sama dengan 0,7
perbandingan luas ventilasi b. Cukup, bila kepadatan antara 0,5
dengan luas lantai rumah ≥ 10% - 0,7
b. Tidak memenuhi syarat c. Kurang, bila kepadatan kurang
kesehatan bila perbandingan dari 0,5

ISSN: 2338-7246 70
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

Bandung berjumlah 22 pasien (periode


III. METODE PENELITIAN Januari – Desember 2012).
3.1 Desain Penelitian
Dalam penelitian ini desain 3.3.2 Sampel dan Sampling
penelitian yang digunakan adalah metode Penelitian
deskriptif, yaitu suatu metode penelitian Sampel penelitian adalah
yang dilakukan dengan tujuan utama sebagian atau wakil populasi yang di
membuat gambaran atau deskripsi teliti. Teknik pengambilan sampel dalam
tentang suatu keadaan secara objektif penelitian ini adalah total sampel, karena
(Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini subjek penelitiannya ada 22 sampel.
menggambarkan tentang faktor-faktor Dikarenakan subjeknya kurang dari 100
yang berhubungan dengan kejadian TB sampel, sehingga sampel di ambil semua
Paru pada anak (0-14 tahun) di Wilayah (Arikunto, 2006). Dengan demikian
Puskesmas Garuda Kota Bandung tahun jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu
2013. sebanyak 22 anak (0-14 tahun) yang
mempunyai riwayat TB Paru dan orang
3.2 Kerangka Pemikiran tuanya.
FAKTOR ANAK
1. Status Gizi : Buruk, Kurang, Baik, dan 3.4 Variabel Penelitian
Lebih Variabel adalah sesuatu yang
2. Riwayat Kontak dengan Penderita TB
Dewasa: Kontak (+) dan kontak (-)
digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran
3. Status Imunisasi BCG : Imunisasi (+) yang dimiliki/didapatkan oleh satuan
dan Imunisasi (-) penelitian tentang sesuatu konsep
pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2010).
FAKTOR ORANG TUA Yang menjadi variabel dalam penelitian
1. Status Pengetahuan Orang Tua : Baik, TB ini adalah :
Cukup, dan Kurang
(+) 1. Status Gizi
2. Status Sosial Ekonomi : Baik, Sedang,
dan Kurang 2. Kontak penderita dengan TB
(+)
3. Status Perilaku Orang Tua : Baik dan
Buruk
Paru dewasa
3. Status Imunisasi BCG
FAKTOR LINGKUNGAN
1. Ventilasi
2. Cahaya
3.5 Definisi Konseptual dan
3. Luas Bangunan Definisi Operasional
4. Kelembaban 3.5.1 Definisi Konseptual
5. Kepadatan Penghuni
1. Status Gizi
Keterangan: Tidak Diteliti Diteliti Status gizi adalah ekspresi
dari keadaan keseimbangan dalam
(Fletcher, 1992; dalam Achmadi 2009) bentuk variabel tertentu, atau
Skema 3.1 Kerangka Pemikiran perwujudan dari nutriture bentuk
Faktor-Faktor yang Berhubungan variabel tertentu (Supariasa, 2012).
dengan Kejadian TB Paru pada Anak 2. Kontak penderita dengan TB Paru
dewasa
3.3 Populasi, Sampel dan Sampling Riwayat kontak adalah adanya
Penelitian hubungan dengan penderita
3.3.1 Populasi (Notoatmodjo, 1993). Timbulnya
Populasi adalah keseluruhan penyakit TB pada anak dapat
subjek penelitian yang akan diteliti dipengaruhi juga oleh riwayat
(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam kontak dengan penderita TB dewasa
penelitian ini adalah anak usia 0-14 tahun yang merupakan pencetus. Karena
dengan riwayat penyakit TB Paru dan kejadian TB pada anak sering
orang tuanya di Wilayah Puskesmas diakibatkan oleh penularan penderita
Garuda Kota Bandung. Adapun jumlah dewasa yang selalu berhubungan
anak dengan riwayat penyakit TB Paru di dengan anak baik langsung maupun
Wilayah Puskesmas Garuda Kota tidak langsung.
3. Imunisasi BCG

ISSN: 2338-7246 71
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

Imunisasi adalah suatu proses 3.6 Tempat Penelitian


untuk membuat sistem pertahanan Penelitian ini dilakukan di
tubuh kebal terhadap invasi Wilayah Puskesmas Garuda Kota
mikroorganisme (bakteri dan virus) Bandung Jawa Barat, penelitian ini
yang dapat menyebabkan infeksi dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 2013
sebelum mikroorganisme tersebut s.d 8 Juni 2013.
memiliki kecepatan untuk
menyerang tubuh (Maryunani, 3.7 Prosedur Pengumpulan Data
2010). Pada tahap awal pengumpulan
4. TB Paru data, peneliti meminta izin (Informed
TB paru adalah penyakit Concent) dan persetujuan terhadap semua
infeksi menahun menular yang orang tua responden yang berjumlah 22
disebabkan oleh kuman TB responden, dengan mendatangi
(Mycobacterium Tuberculosis). responden ke rumahnya. Prosedur yang
Kuman tersebut biasanya masuk ke digunakan adalah dengan studi
dalam tubuh manusia melalui udara dokumentasi, observasi, dan kuesioner.
(pernapasan) ke dalam paru-paru, Status gizi anak dilihat dari rekam medis
kemudian menyebar dari paru-paru dengan menggunakan indeks
ke organ tubuh yang lain melalui antropometri Z-Score WHO anthro 2005
peredaran darah, yaitu: kelenjar dan WHO anthroplus 2007 BB/U dilihat
limfe, saluran pernafasan atau dari jenis kelamin anak. Mengukur
penyebaran langsung ke organ tubuh riwayat kontak anak dengan penderita TB
lain (Depkes RI, 2011). dewasa menggunakan teknik kuesioner
pertanyaan tertutup jenis dichotomous
3.5.2 Definisi Operasional choice, yaitu pertanyaan yang hanya
Definisi operasional adalah menyediakan 2 jawaban/alternatif, dan
uraian tentang batasan variabel yang responden hanya memilih satu
dimaksud, atau tentang apa yang diukur diantaranya (Arikunto, 2006). Mengukur
oleh variabel yang bersangkutan status imunisasi BCG dengan
(Notoatmodjo, 2010). Variabel yang akan menggunakan kuesioner tertutup pada
diteliti dalam penelitian ini adalah status orang tua dari anak riwayat TB, studi
gizi, riwayat kontak dengan penderita TB dokumentasi KMS untuk anak usia 0-5
dewasa, dan status imunisasi BCG. tahun, dan observasi scar pada lengan
Tabel 3.1 Definisi Operasional Faktor- kanan anak riwayat TB. Sedangkan untuk
Faktor Yang Berhubungan Dengan mengetahui tentang diagnosa TB Paru
Kejadian TB Paru Pada Anak (0-14 pada anak (0-14 tahun) menggunakan
Tahun) studi dokumentasi Puskesmas Garuda.

3.8 Analisa Data


3.8.1 Pengolahan Data (Data
Processing)
1. Editing / memeriksa
2. Memberi Tanda Kode / coding
a. Status Gizi
0 = Status Gizi Buruk
1 = Status Gizi Kurang
2 = Status Gizi Baik
3 = Status Gizi Lebih
b. Riwayat Kontak Penderita TB
dengan Penderita TB Dewasa
0 = Riwayat Kontak Positif
1 = Riwayat Kontak Negatif
c. Status Riwayat Imunisasi
0 = Imunisasi Negatif
1 = Imunisasi Positif

ISSN: 2338-7246 72
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

3. Memasukan Data (Data Entry) / IV. HASIL PENELITIAN DAN


Processing PEMBAHASAN
4. Pembersihan Data (Cleaning) 4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Karakteristik Responden
3.8.2 Teknik Analisa Data Identifikasi karakteristik
Analisa data yang digunakan responden pada faktor-faktor yang
dalam penelitian ini adalah analisa berhubungan dengan kejadian TB Paru
presentase (Arikunto, 2010). Untuk pada anak (0-14 tahun) di wilayah
mendapatkan data yang diperoleh dari Puskesmas Garuda Kota Bandung
responden ditabulasi yang kemudian ditampilkan pada tabel 4.1 di bawah ini.
disajikan dalam bentuk tabel distribusi
persentase, dan untuk mengukurnya Tabel 4.1 Karakteristik Responden di
digunakan rumus persentase sebagai Wilayah Puskesmas Garuda Kota
berikut : Bandung Tahun 2013

Karakteristik Kategori F %
Keterangan : P = persentase 1. Umur Anak ≤ 60 bulan 11 50,0
X = Jumlah >60 bulan 11 50,0
jawaban responden 2. Pendidikan
Y = Jumlah skor a. Ibu SD 3 13,6
total SMP 8 36,4
SMA 11 50,0
Selanjutnya hasil perhitungan b. Ayah SD 3 13,6
tersebut di atas, di interpretasikan dengan SMP 4 18,2
menggunakan kriteria sebagai berikut SMA 14 63,6
(Arikunto, 2006) : PT 1 4,5
0% = Tak seorang pun
3. Pekerjaan
1-25 % = Sebagian kecil
a. Ibu IRT 21 95,5
responden
Buruh Pabrik 1 4,5
26-49 % = Hampir setengah
b. Ayah Karyawan 9 40,9
responden Swasta
50 % = Sebagian responden Wiraswasta 7 27,3
76-99 = Sebagian besar Kuli 1 4,5
responden Bangunan
Serabutan 2 9,1
76-99 % = Hampir seluruh
Tidak Bekerja 3 13,6
responden
Total 22 100,0
100 = Seluruh responden

3.9 Etika Penelitian Tabel 4.1 menggambarkan


Dalam melakukan penelitian ini, karakteristik responden. Dari tabel di atas
peneliti mendapatkan rekomendasi dari hasil penelitian menjelaskan bahwa
Dinas Kesehatan Kota Bandung dan responden anak berdasarkan umur
permintaan izin kepada Kepala mempunyai persentase yang sama antara
Puskesmas Garuda Kota Bandung. anak umur ≤ 60 bulan dan umur > 60
Setelah mendapat persetujuan, informad bulan.
consent barulah melakukan penelitian Dilihat dari pendidikan ibu,
dengan menekan etika, yaitu sebagian responden (50,0%) adalah
menandatangani ijin persetujuan dengan tingkat SMA, hampir setengah responden
nama kerahasiaan keluarga penderita (36,4%) adalah tingkat SMP, dan
yang diteliti dijamin oleh penelitian. sebagian kecil responden (13,6%) adalah
tingkat SD. Sedangkan pendidikan ayah
sebagian besar responden (63,6%) adalah
tingkat SMA, dan sebagian kecil
responden (18,2%) adalah tingkat SMP,

ISSN: 2338-7246 73
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

(13,6%) adalah tingkat SD, dan (4,5%) Wilayah Puskesmas Garuda Kota
adalah tingkat PT. Bandung ditampilkan pada tabel 4.3
Dilihat dari pekerjaan ibu, di bawah ini.
hampir seluruh responden (95,5%) adalah
ibu rumah tangga, dan sebagian kecil Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi
responden (4,5%) adalah buruh pabrik. Kontak Anak (0-14 Tahun)
Sedangkan pekerjaan ayah hampir Riwayat TB Paru dengan
setengah responden (40,9%) adalah Penderita TB Paru Dewasa di
karyawan swasta dan (27,3%) adalah Wilayah
wiraswasta, dan sebagian kecil responden Puskesmas Garuda Kota Bandung
(13,6%) adalah tidak bekerja, (9,1%) Tahun 2013
adalah serabutan, (4,5%) adalah
pedagang dan kuli bangunan. Riwayat Kontak dengan
F %
Penderita TB Dewasa
4.1.2 Analisa Univariate Positif 16 72,7
Analisa univariate digunakan Negatif 6 27,3
untuk mengetahui distribusi frekuensi Total 22 100,0
dari variabel yang terdapat pada
penelitian ini. Hasil analisis univariate Tabel 4.3 menggambarkan
dapat dilihat dibawah ini. riwayat kontak penderita TB dengan
1. Status Gizi penderita TB dewasa. Dari tabel di
Identifikasi status gizi pada atas dapat diketahui bahwa sebagian
anak (0-14 tahun) riwayat TB Paru besar responden (72,7 %)
sebelum terdiagnosa TB Paru di diantaranya memiliki riwayat kontak
Wilayah Puskesmas Garuda Kota positif, dan hampir setengah
Bandung ditampilkan pada tabel 4.2 responden (27,3 %) diantaranya
di bawah ini. memiliki riwayat kontak negatif.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Sehingga dapat disimpulkan bahwa
Status Gizi Anak (0-14 Tahun) sebagian besar responden
Riwayat TB Paru Sebelum mempunyai riwayat kontak positif
Terdiagnosa di Wilayah dengan penderita TB dewasa.
Puskesmas Garuda 3. Status Imunisasi BCG
Kota Bandung Tahun 2013 Identifikasi status imunisasi
BCG pada anak (0-14 tahun) riwayat
Status Gizi F % TB Paru di Wilayah Puskesmas
Baik 9 40,9 Garuda Kota Bandung ditampilkan
Kurang 5 22,7
Buruk 8 36,4 pada tabel 4.4 di bawah ini.
Total 22 100,0
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi
Tabel 4.2 menggambarkan Status Imunisasi BCG Pada Anak
status gizi pada anak riwayat TB (0-14 tahun) Riwayat TB Paru di
Paru sebelum terdiagnosa. Dari tabel Wilayah Puskesmas Garuda
di atas dapat diketahui bahwa Kota Bandung Tahun 2013
hampir setengah responden
diantaranya termasuk ke dalam gizi Imunisasi BCG F %
baik (40,9 %) dan gizi buruk (36,4 Positif 19 86,4
%), dan sebagian kecil responden Negatif 3 13,6
(22,7 %) diantaranya termasuk ke 22 100,0
Total
dalam gizi kurang. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa hampir setengah
responden termasuk ke dalam status Tabel 4.4 menggambarkan
gizi baik dan gizi buruk. status imunisasi BCG. Dari tabel di
2. Riwayat Kontak TB atas dapat diketahui bahwa hampir
Identifikasi kontak anak (0- seluruh responden (86,4 %)
14 tahun) riwayat TB Paru dengan diantaranya memiliki status
penderita TB Paru dewasa di imunisasi positif, dan sebagian kecil

ISSN: 2338-7246 74
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

responden (13,6%) diantaranya anak yang baik daya tahan tubuh anak
memiliki status imunisasi negatif. akan baik juga, kemungkinan anak
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terinfeksi TB bukan karena status gizinya
hampir seluruh responden sudah saja tapi bisa juga dipengaruhi oleh
mendapatkan imunisasi BCG. seringnya anak kontak dengan penderita
TB dewasa yang tidak diketahui oleh
4.2 Pembahasan keluarga anak, lamanya menghirup udara
TB merupakan salah satu tersebut, konsentrasi droplet dalam udara
penyakit infeksi yang dapat dan banyaknya kuman yang dikeluarkan
menimbulkan dampak pada status dari paru penderita TB dengan BTA (+)
kesehatan dan perkembangan anak, hal (Supariasa, 2012).
ini diakibatkan karena TB Paru pada Hasil penelitian juga hampir
anak sulit untuk didiagnosa. Oleh karena setengah responden mempunyai status
itu perlu dilakukan tindakan pencegahan gizi buruk dan sebagian kecil responden
dengan memahami faktor-faktor yang mempunyai status gizi kurang. Gizi
berhubungan dan berisiko untuk buruk muncul akibat ketidakcukupan zat
terjadinya kejadian TB Paru pada anak. gizi yang berlangsung lama sehingga
Pada penelitian ini dilakukan terhadap 22 persediaan/cadangan gizi akan digunakan
responden, diperoleh hasil gambaran untuk memenuhi ketidakcukupan itu,
faktor-faktor yang berhubungan dengan lama kelamaan akan terjadi kemerosotan
kejadian TB paru pada anak (0-14 tahun) jaringan yang ditandai dengan penurunan
di Wilayah Puskesmas Garuda Kota berat badan, proses ini berlanjut sehingga
Bandung tahun 2013, yaitu status gizi, mengakibatkan seseorang sakit
riwayat kontak penderita dengan (Supariasa, 2012).
penderita TB dewasa, dan status Anak yang status gizinya kurang
imunisasi BCG. atau buruk mengalami penurunan sistem
4.2.1 Status Gizi pada Anak (0-14 pertahanan dalam tubuh yang membuat
tahun) Riwayat TB Paru anak mudah terserang infeksi, dikatakan
Sebelum Terdiagnosa di bahwa manfaat gizi bagi tubuh yaitu
Wilayah Puskesmas Garuda berperan dalam mekanisme pertahanan
Kota Bandung tubuh terhadap penyakit TB Paru lebih
Gizi baik adalah keseimbangan banyak terjadi pada anak yang
antara kebutuhan dan masukan nutrisi mempunyai gizi buruk sehubungan
sehingga berpengaruh terhadap daya dengan lemahnya daya tahan tubuh anak
tahan tubuh dan respon imunologik yang kurang gizi. TB Paru juga dapat
terhadap penyakit, sedangkan gizi buruk memperburuk status gizi anak
merupakan status kondisi seseorang yang (Soeditama, 2002).
kekurangan nutrisi atau nutrisi di bawah Penyakit TB dapat dengan
standar rata-rata (Soeditama, 2002). mudah menyerang anak yang mempunyai
Status gizi pada anak sangat status gizi yang kurang. Seseorang
penting, karena status gizi yang baik akan dengan kondisi kurang gizi akan
meningkatkan daya tahan dan kekebalan mempunyai risiko 3,7 kali untuk
tubuh anak, sehingga anak tidak mudah menderita TB Paru berat dibandingkan
menderita penyakit TB. Dan bila dengan orang yang status gizinya cukup
terinfeksi pun, anak dengan status gizi atau lebih (Depkes RI, 2001).
yang baik cenderung menderita TB Hal ini tidak lepas dari peran
ringan dibandingkan dengan gizi buruk orang tua ibu yang hampir sebagian
(Soeditama, 2002). responden tingkat pendidikannya berlatar
Berdasarkan hasil penelitian belakang SMA dan Ayah sebagian besar
bahwa hampir setengah responden responden tingkat pendidikannya berlatar
mempunyai status gizi baik, diantaranya belakang SMA. Pendidikan orang tua
hampir seluruh responden mempunyai merupakan salah satu faktor yang penting
riwayat kontak positif, dan sebagian kecil dalam tumbuh kembang anak, karena
responden mempunyai riwayat kontak dengan pendidikan yang baik orang tua
negatif. Belum tentu dengan status gizi dapat menerima segala informasi dari

ISSN: 2338-7246 75
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

luar terutama cara pengasuhan anak yang dan hampir setengah responden riwayat
baik, bagaimana menjaga kesehatan kontak negatif. Penelitian ini juga sama
anaknya, pendidikannya dan sebagainya dengan penelitian Yulistyaningrum dan
(Soetjiningsih, 2010). Semakin tinggi Dwi Sarwani Sri Rejeki (2010), bahwa
pendidikan formal, akan semakin baik ada hubungan riwayat kontak TB dengan
keterampilan terdapat ketahanan pangan kejadian TB paru anak di BP4
keluarga, pola pengasuhan anak dan Purwokerto. Hasil ini sesuai dengan
pengetahuan tentang kesehatan untuk penelitian Dudeng ( 2 0 0 6 ) , yang
memanfaatkan pelayanan yang ada menyatakan bahwa anak yang pernah
(Depkes RI, 2001). Hal ini menunjang kontak dengan orang dewasa yang
penelitian bahwa pendidikan akan menderita TB BTA (+) atau suspek yang
berpengaruh terhadap pemberian nutrisi diduga menjadi sumber penular
pada anak. mempunyai risiko 3,91 kali lebih besar
Maka dari itu upaya menderita TB, dibandingkan dengan anak
pemeliharaan status gizi anak harus yang tidak mempunyai riwayat kontak.
dilakukan sejak dini oleh orang tua anak Anak-anak yang tinggal dirumah dimana
mulai dari mendatangi pelayanan terdapat orang dewasa yang mengidap
kesehatan terdekat untuk melakukan TB aktif atau yang memiliki risiko TB,
penilaian status gizi anak berupa akan memiliki risiko sama tingginya
penimbangan berat badan, pengukuran untuk mengidap TB.
tinggi badan berdasarkan umur anak Menurut Rosmayudi (2002),
selanjutnya dapat diketahui upaya-upaya sumber penularan yang paling berbahaya
untuk mempertahankan status gizi yang adalah penderita TB dewasa dan orang
baik bagi anak. dewasa yang menderita TB paru dengan
Berdasarkan uraian di atas dapat kavitas (lubang pada paru-paru). Kasus
di simpulkan bahwa faktor gizi yang seperti ini sangat infeksius dan dapat
buruk dan kurang dapat berpengaruh menularkan penyakit melalui batuk,
terhadap kejadian TB Paru pada anak, bersin dan percakapan. Semakin sering
akan tetapi pada hasil penelitian yang dan lama kontak, makin besar pula
dilakukan di Puskesmas Garuda Kota kemungkinan terjadi penularan. Sumber
Bandung tahun 2013 hampir setengah penularan bagi bayi dan anak yang
responden menunjukan status gizi yang disebut kontak erat adalah orang tuanya,
baik. orang serumah atau orang yang sering
berkunjung dan sering berinteraksi
4.2.2 Riwayat Kontak Penderita langsung.
dengan Penderita TB Dewasa Menurut Diani (2008) Kontak
di Wilayah Puskesmas Garuda yang erat dan berlangsung lama dengan
Kota Bandung penderita TB Paru dewasa yang tinggal
Riwayat kontak adalah adanya serumah, juga memudahkan terjadinya
hubungan dengan penderita penularan TB Paru pada bayi atau anak.
(Notoatmodjo, 1993). Timbulnya Penularannya bisa dari ayah, ibu, kakek,
penyakit TB pada anak dapat dipengaruhi nenek, kakak, pengasuh, dan yang
juga oleh riwayat kontak dengan lainnya sebagai sumber penularan yang
penderita TB dewasa yang merupakan utama.
pencetus. Karena kejadian TB pada anak Hasil penelitian juga diketahui
sering diakibatkan oleh penularan bahwa hampir setengah responden
penderita dewasa yang selalu diantaranya memiliki riwayat kontak
berhubungan dengan anak baik langsung negatif, dengan sebagian besar responden
maupun tidak langsung. diantaranya mempunyai status gizi buruk
Berdasarkan hasil penelitian dan hampir setengah responden
tentang faktor riwayat kontak penderita diantaranya mempunyai status gizi baik.
dengan penderita TB dewasa di Wilayah Berdasarkan uraian di atas dapat
Puskesmas Garuda Kota Bandung, dari disimpulkan bahwa sebagian besar
22 responden didapatkan sebagian besar responden mempunyai riwayat kontak
responden dengan riwayat kontak positif

ISSN: 2338-7246 76
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

positif akan mempengaruhi kejadian BCG, tetapi imunisasi BCG tidak dapat
penyakit TB Paru pada anak. menjamin tidak terjadinya infeksi TB
4.2.3 Status Imunisasi BCG pada Paru pada anak, kemungkinan anak
Anak (0-14 tahun) Riwayat TB menderita TB Paru sebelum diberikan
Paru di Wilayah Puskesmas imunisasi BCG atau anak menderita TB
Garuda Kota Bandung Paru karena faktor lain yang tidak diteliti
Berdasarkan hasil penelitian oleh peneliti seperti faktor lingkungan
bahwa hampir seluruh responden dan faktor orang tua.
mendapatkan imunisasi BCG. Hal ini
berarti responden tersebut telah diberikan 4.3 Keterbatasan Penelitian
imunsasi BCG. Pemberian imunisasi Dalam penelitian ini keterbatasan
BCG merupakan bagian dari faktor yang dihadapi oleh peneliti adalah:
imunisasi yang dianalisa untuk 1. Sampel yang digunakan terbatas
memprediksi kejadian TB Paru pada pada anak (0-14 tahun) riwayat TB
anak. Pemberian imunisasi BCG dapat di Wilayah Puskesmas Garuda Kota
melindungi dari meningitis TB dan TB Bandung saja, sehingga penelitian
milier dengan derajat proteksi sekitar ini tidak bersifat general bagi semua
86% (Wahab, 2002). BCG melindungi penderita TB yang berada di Kota
terhadap penyebaran bakteri secara Bandung.
hematogen, tetapi tidak mampu 2. Jumlah sampel terbatas sehingga
membatasi pertumbuhan fokus yang kesimpulan belum dapat dijadikan
terlokalisasi seperti pada TB Paru untuk generalisasi.
(Wahab, 2002).
Hal ini sejalan dengan Retno V. PENUTUP
(2008), berjangkitnya TB Paru pada anak 5.1 Kesimpulan
ini kemungkinan disebabkan cara Dari hasil penelitian dan
pemberian imunisasi BCG yang tidak pembahasan pada BAB IV tentang
tepat, misalnya cara penyuntikan yang “Faktor-Faktor yang Berhubungan
salah, dosis yang diberikan tidak sesuai dengan Kejadian TB Paru pada Anak (0-
dengan indikasi, area penusukan dan 14 tahun) di Wilayah Puskesmas Garuda
sudut penusukan yang salah. Bisa juga Kota Bandung” dapat disimpulkan
tergantung pada daya tahan tubuh anak, bahwa:
jumlah kuman dan lingkungan sekitar 1. Status gizi pada anak (0-14 tahun)
anak. Bila daya tahan tubuh kuat, risiko riwayat TB Paru sebelum
kecil untuk menderita TB Paru. terdiagnosa di Wilayah Puskesmas
Oleh karena itu pada penelitian Garuda Kota Bandung yaitu
ini, meskipun anak sudah diberikan hampir setengah responden
imunisasi BCG ternyata anak masih berstatus gizi baik (40,9 %) dan
terkena penyakit TB. Hal ini ada gizi buruk (36,4 %).
kemungkinan diakibatkan banyak faktor 2. Riwayat kontak anak (0-14 tahun)
diantaranya waktu pemberiannya kurang riwayat TB Paru dengan penderita
tepat atau oleh sebab lain sehingga TB dewasa di Wilayah Puskesmas
efektifitas proteksi dari vaksin BCG Garuda Kota Bandung diketahui
tersebut tidak optimal. bahwa sebagian besar responden
Pemberian imunisasi BCG akan (72,7 %) memiliki riwayat kontak
memberikan kekebalan aktif terhadap positif.
penyakit TB. Imunisasi yang terbentuk 3. Status imunisasi BCG pada anak
tidaklah menjamin tidak terjadinya (0-14 tahun) riwayat TB Paru
infeksi TB pada seseorang, namun sebelum terdiagnosa di Wilayah
infeksi yang terjadi tidak progresif dan Puskesmas Garuda Kota Bandung
tidak menimbulkan komplikasi yang hampir seluruh responden (86,4 %)
berat (Baratawidjaja, 2000). memiliki status imunisasi positif.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa hampir seluruh
responden sudah mendapatkan imunisasi

ISSN: 2338-7246 77
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

5.2 Saran Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur


5.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan Jakarta: Rinerka Cipta.
informasi awal untuk menentukan Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur
rencana tindak lanjut program Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
penanggulangan TB Paru pada anak Jakarta: Rinerka Cipta.
khususnya di Puskesmas Garuda Kota Bahar, A. (1999). TB paru Dalam Ilmu
Bandung. Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbit
5.2.2 Bagi Puskesmas FKUI.
Hasil penelitian ini diharapkan Baratawijaya, KG. (2000). Imunologi
dapat memberikan masukan kepada Dasar. Edisi 4. Jakarta: Balai
Puskesmas Garuda Kota Bandung untuk Penerbit FKUI.
memberikan penyuluhan tentang Chen Chih-Yi. (2011). Resiko Penyakit
pentingnya asupan gizi makanan bagi Tuberculosis. Journal Of Thoracic
pertumbuhan dan perkembangan anak Oncology. Edisi Januari.
dan upaya pencegahan meluasnya Departemen Kesehatan Republik
penularan penyakit TB Paru, dengan Indonesia. (2001). Pedoman
materi penyuluhan yang sederhana dan Nasional Penanggulangan
terarah sehingga keluarga termotivasi Tuberkulosis. Jakarta: Depkes.
melakukan pencegahan penularan Departemen Kesehatan Republik
penyakit TB Paru. Kemudian Indonesia. (2002). Pedoman
memberikan makanan tambahan bagi Nasional Penanggulangan
anak yang memiliki gizi buruk dan Tuberkulosis. Jakarta: Depkes.
kurang sehingga dengan asupan makanan Departemen Kesehatan Republik
yang bergizi maka daya tahan tubuh anak Indonesia. (2009). Pedoman
akan meningkat hingga siap melawan Nasional Penanggulangan
bakteri TB yang terhirup. Tuberkulosis. Jakarta: Depkes.
5.2.3 Bagi Penelitian Departemen Kesehatan Republik
Bagi peneliti lain diharapkan hasil Indonesia. (2011). Pedoman
penelitian ini dapat dijadikan bahan Nasional Penanggulangan
literatur untuk penelitian selanjutnya Tuberkulosis. Jakarta: Depkes.
disarankan tentang “Faktor-Faktor Yang Diani, Darmawan, & Nurhanzah. (2010).
Berhubungan dengan kejadian TB Paru Proporsi Infeksi Tuberkulosis dan
Anak” dengan menggunakan metode Gambaran Faktor Resiko pada
penelitian case control, dan tentang Balita yang Tinggal dalam Satu
faktor-faktor yang belum diteliti oleh Rumah dengan Pasien Tuberkulosis
peneliti yaitu faktor orang tua dan faktor Paru Dewasa. jurnal Sari Pediatri,
Lingkungan dengan sampel penelitian Vol 13, no 1 Juni 2011.
yang lebih banyak. Dinas Kesehatan Kota Bandung. (2009).
Buku Profil Kesehatan Kota
REFERENSI Bandung. Bandung: Dinkes.
Dinas Kesehatan Kota Bandung. (2011).
Achmadi, (2009). Faktor-Faktor Yang Buku Profil Kesehatan Kota
Mempengaruhi Status Gizi. http: Bandung. Bandung: Dinkes.
www.rajawana.com/component/cont Dudeng, Donatus. (2006). Faktor-Faktor
ent/article/32-health/334-2-faktor- Berhubungan dengan Kejadian TB
faktor.yang-mempengaruhi-status- Pada Anak di Kabupaten Gunung
gizi.pdf. Kidul Provinsi Daerah Istimewa
Achmadi, N. (2009). Pedoman Nasional Yogyakarta. Jurnal Berita
Penanggulangan TBC. Jakarta: Kedokteran Masyarakat (BKM). Vol
Depkes RI. 22, no.2.
Almatsier, Sunita. (2009). Prinsip Dasar Friedman. (2004). Keperawatan
Ilmu Keluarga. Jakarta: EGC.
Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.

ISSN: 2338-7246 78
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

Notoatmodjo, Soekidjo. (1993). Ilmu Soeditama. (2002). Ilmu Gizi. Jakarta:


Kesehatan Masyarakat Prinsip- Rineka Cipta.
Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. Soetjiningsih. (2010). Tumbuh Kembang
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Anak. Jakarta: EGC.
Kesehatan Masyarakat. Edisi Revisi. Strake JR. (2001). Transmission of
Jakarta: Rinerka Cipta. Mycobacterium Tuberculosis to and
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). from Children and Adolescent.
Metodologi Penelitian Kesehatan. Semin Pediatr Infect Dis 2001 ; 12 :
Edisi Revisi. Jakarta: Rinerka Cipta. 115-24.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Promosi Suardi. (2002). Imunologi Tuberkulosis.
Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan
Jakarta: Rineka Cipta. Anak FK UNPAD.
Rahajoe, Nastiti. (2008). Buku Ajar Supariasa, Dewa. (2012). Buku Penilaian
Respirologi Status Gizi. Jakarta: EGC.
Anak. Edisi 1. Jakarta: IDAI. Wahab, A. Samik. (2002). Sistem Imun
Rahajoe, Nastiti. (2008). Pedoman Imunisasi dan Penyakit Imun.
Nasional Tuberkulosis Anak. Jakarta: Jakarta: Widya Medika.
IDAI. Yulistyaningrum, Dwi Sarwani. (2010).
Retno. (2008). Pedoman Nasional Hubungan Riwayat Kontak
Tuberkulosis Anak. Jakarta: IDAI. Penderita TB Paru Dengan
Setiadi. (2007). Konsep Dan Penulisan Kejadian TB Paru Anak Di Balai
Riset Keperawatan. Yogyakarta: Pengobatan Penyakit Paru (BP4)
Graha Ilmu. Purwokerto.
Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
8. Vol 1. Jakarta: EGC.

ISSN: 2338-7246 79

Das könnte Ihnen auch gefallen