Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Abstract
Base line health research has been done in Indonesia (RISKESDAS 2007). Collecting datos which
consist of health data describing nutritional status of children under-five (antrophometri data) in all
region of Indonesia. These datos is anallyzed by using GIS method. The fact not yet been analysed by
using GIS method. therefore this article will be studied by spatial. These paper can reveal factual
information. which can be use to support regional policy. Objective : Identifying most seriously
district/province through nutritional status of children under-five. Method. GIS Analyse with spatial
(subdividing data and overlay with union method] Data of RISKESDAS 2007. Result: Areas of high
levels of potentially vulnerable to nutritional problems are are: Tasikmalaya City. Distric of
Tasikmalaya, Cianjur, Garut, Ciamis, Bandung, Subang and Majalengka. High levels of potentially
affected areas transmitted infections (ARl. diarrhea. pneumonia) and do not use posyandu are: District
of Purwakarta, Karawang. Bekasi, Bogar. Sukabumi. Tasikmalaya, City of Tasikmalaya, Bekasi and
Bogar. There are four districts of most serious nutritional status ofchildren which is in high category
are Cianjur, Garut, Tasikmalaya and Tasikmalaya City. Cases ofnutritional status with 3 combination
of indicator at risk is spread all district. Problematic areas of nutrition cases of high category. and
intermediate categories. mostly found in the district. Both intermediate and high categories. is a region
adjacent. This map instruct the fact that problem of nutritional status tend to represent epidemiology
problems.Conclusion: There are four districts ofmost serious nutritional status ofchildren which is in
high category are Cionjur, Garut, Tasikmalaya and Tasikmalaya City.
Key words: spatial anallyses, nutritional status. children under-five, posyandu, vulnerable
Abstrak
Latar Belakang : Riset Kesehatan Dasar telah dilakukan di Indonesia (RISKESDAS 2007). Riset telah
mengumpulkan data-data yang terdiri dari data kesehatan yang menggambarkan status gizi anak di
bawah lima (antrophometri data) di seluruh wilayah Indonesia. Kenyataanya masih sedikit analisis
dengan menggunakan metode GIS, oleh karena itu artikel ini akan dikaji dengan metode spasial. Kajian
ini diharapkan dapat memberikan informasi faktual, yang dapat mendukung kebijakan daerah. Tujuan:
Mengidentifikasi daerah kabupaten/provinsi rawan status gizi anak balita, Metode: Analisa GIS
denganmenggunakan metode spasial (pengelompokan data dan overlay dengan cara union). Data
RISKESDAS 2007. Hasil: Wilayah tingkat tinggi potensi rawan gizi bermasalah (bersumber overlay
antara peta sebaran status gizi balita dengan peta sebaran KK rniskin) adalah; Kota Tasikmalaya, Kab.
Tasikmalaya, Cianjur, Garut, Ciamis, Bandung, Subang dan Majalengka. Wilayah tingkat tinggi
berpotensi terkena infeksi penyakit (berdasarkan peta sebaran resiko Infeksi Penyakit dan pemanfaatan
posyandu) adalah: Kabupaten Purwakarta, Karawang, Bekasi, Bogor, Sukabumi, Tasikmalaya, Kota
Submit: 23 Mei 20II, Review 1: 7 luni 2011, Review 2: 7 luni 2011, Eligible article: 30 Desember20II
K
merupakan salah satu tolok ukur eerminan
hasil anal isis keruangan (spatia/). Melalui analisis
keadaan gizi masyarakat seeara luas.
spasial penentu kebijakan dapat lebih mudah
Kasus gizi buruk tidak hanya menjadi
mengetahui permasalahan, untuk selanjutnya dapat
beban keluarga tetapi juga menjadi beban
mengambil kebijakan yang tepat.?" Sumber Daya
Negara.
Manusia yang berkualitas perlu disiapkan sejak
Selaras dengan hasil penelitian di Pusat' dini, salah satu eara yang dapat dilakukan yaitu
Penelitian dan Pengembangan Gizi, Bogor, resiko indentifikasi daerah rawan balita melalui
kehilangan IQ pada gizi buruk sebesar 13,5 point' geoinformasi peta yang dihasilkan diharapkan
dan hasil penelitian lain sebesar 10 point.' mampu menjadi aeuan tindakan intervensi terhadap
Sementara, Anak yang menderita kurang gizi persiapan SDM. Oleh karen a itu perlu diketahui
istunted) berat mempunyai rata-rata IQ II point sebaran masalah status gizi balita dan hubungannya
lebih rendah dibandingkan rata-rata anak-anak yang dengan faktor lain (KK Miskin serta pemanfaatan
tidak stunted (UNICEF, 1998).3 Oleh karena itu posyandu dengan jumlah kejadian infeksi penyakit
kondisi anak balita merupakan salah satu aspek pada balita.) dan mengidentifikasikan Iokasi balita
penting pada permasalahan kesehatan masyarakat yang rawan gizi.
Kesehatan dan status gizi balita merupakan Data Riskesdas 2007 untuk wilayah Provinsi
salah satu tolok ukur yang dapat mencerminkan Jawa Barat bel urn dipetakan dan dianalisis seeara
keadaan gizi masyarakat luas. Pola pengasuhan spatial. Hal ini menarik untuk dikaji karena
anak di masyarakat pada umumya lebih meng- Informasi seeara spatial diharapkan mampu
utarnakan anak balita. Hasil penelitian di Gunung mendukung kemudahan intervensi kebijakan seeara
Kidul menunjukkan bahwa pada saat paeeklik orang Iokal spesifik.
tua lebih mengutamakan konsumsi anak balita."
Demikian juga dengan hasil riset distribusi makan
keluarga di tempat pengungsian di Sulawesi Utara, Bahan dan Cara
sebanyak 78% orang tua dari 265 Kepala Keluarga Data yang dianalisis adalah data sekunder
(KK) pengungsi mengutamakan makan anak Riskesdas 2007. Pengambilan data dilakukan
Balita." dengan metode wawaneara. Pengukuran berat dan
Pemantauan Status Gizi balita telah panjang badan (antrophometri) dengan meng-
dilakukan pemerintah tereerrnin dari data rutin yang gunakan alat yang sudah terkalibrasi. Variabel yang
masuk di sebagian wilayah. Melalui kegiatan dianalisis meliputi status gizi balita, KK miskin,
Riskesdas 2007 data status gizi balita berhasil pemanfaatan posyandu oleh RT yang mempunyai
dikumpulkan meliputi seluruh wilayah Indonesia. balita, kejadian penyakit pada balita imunisasi
Data atau fakta wilayah mengenai kondisi balita (diare, ISPA, pneumonia). Sebelum dianalisis
Peta Keterangan
Peta 1. Sebaran status gizi bermasalah. Data yang di petakan meliputi Variabel status gizi bermasalah
Status gjzi yaitu variabel komposit dari 3 indeks gabungan BB/U; TB/U; dan BBITB diklasifikasikan
Bermasalah menjadi: TidakKurus-TidakPendek-Gemuk (TKTPG); TidakKurus-Pendek- TidakGemuk
(TKPTG) ; TidakKurus -Pendek-Gemuk (TKPG); KurusPendek (K_P) ; Kurus-TidakPendek
(K_TP)
Peta 2. Sebaran status KK miskin pada keluarga balita. Data yang dipetakan meliputi variabel KK
KK Miskin miskin pada quintil I dan quintil 2 (golongan KK miskin berdasarkan pengeluaran RT menurut
BPS)
Peta 3. Peta hasil overlay/tumpang tindih dari peta I dan peta 2. Peta daerah potensi rawan gizi
Daerah Berpotensi bennasalah merupakan peta hasil overlay antara peta sebaran status gizi bermasalah dengan
Status Gizi peta sebaran KK miskin orang tua balita. Peta menggambarkan wilayah rawan gizi
Bermasalah berdasarkan daerah KK miskin, dan daerah terdapat kasus gizi yang bermasalah.
Peta 4. Pemanfaatan Sebaran keluarga balita yang tidak memanfaatkan posyandu. Data yang dipetakan merupakan
Posyandu variabel RT pada Keluarga Balita yang tidak memanfaatkan posyandu.
Sebaran balita yang beresiko sakit. Data yang di petakan merupakan variabel komposit dari 4
variabel infeksi penyakit yang sering diderita balita. Dipilih 4 variabel penyakit yang menurut
Peta 5. beberapa literatur sering diderita balita dan turut mempengaruhi status gizi balita. antara kain
Resiko Penyakit Diaere, ISPA, Pneumonia. Variabel komposit dikategorikan resiko dan tidak beresiko. Resiko
pada Balita apabila pada I bulan terakhir menderita diare dan atau lspa, pneumonia. Resiko sakit
berdasarkan gejala dan atau diagnosa nakes
Peta6 Peta hasil overlay antara peta 4 dan 5, yaitu variabel resiko Jnfeksi Penyakit Menular (diare,
Daerah Berpotensi Jspa, pneumonia) dan pemanfaatan posyandu. Peta menggambarkan wilayah rawan penyakit
Rawan penyakit berdasarkan daerah yang mepunyai balita beresiko sakit tinggi dan daerah yang rendah dalam
I
pada balita memanfaatkan posyandu.
l
20 Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor I, Maret Tahun 2012
Lanjutan Tabel I.
Peta Keterangan
Identifikasi daerah yang tergolong potensi rawan gizi bersumber pada keempat variabel
Peta 7. Merupakan hasil overlay antara peta daerah potensi rawan penyakit (peta 3) dan peta daerah
Daerah Rawan Gizi potensi rawan status gizi bermasalah (peta 6), maka diperoleh peta yang menunjukkan daerah
berpotensi secara simuItan berdasarkan keempat variabel tersebut.(peta 7). Peta ini
menunjukkan daerah yang mempunyai kasus gizi bermasalah tinggi, KK miskin tinggi, balita
terinfeksi penyakit tinggi dan daerah dimana persentase keluarga balita tidak memanfaatkan
posyandu euklup tinggi.
Status Balita *
KK Tidak Beresiko Terinfeksi
Kabupaten/kota Sebarau Status Gizi
Miskin Memanfaatkan Penyakit (Diare, ISPA,
Bermasalah (%)
(%) Posyaudu (%) Pneumonia) (%)
I Kab.Bogor 43,4 51,0 32,2 56,0
2 Kab.Sukabumi 49,1 47,6 32,2 55,6
3 Kab. Cianjur 51,6 53,5 22,8 56,2
4 Kab.Bandung 52,1 51,0 35,6 40,2
5 Kab.Garut 53,0 56,3 22.4 47,6
6 Kab.Tasikmalaya 51,2 52,0 33,1 65,8
7 Kab.Ciamis 43,9 57,7 26,9 56,0
8 Kab.Kuningan 44,6 51,3 12, I 55,6
9 Kab.Cirebon 47,5 50,3 12,7 56,2
10 Kab.Majalengka 52,1 51,7 24,2 40,2
II Kab.Sumedang 48,1 43,0 19,1 47,6
12 Kab.lndramayu 43,1 52,2 20,8 65,8
13 Kab.Subang 53,8 58,0 16,6 44,6
14 Kab.Purwakatta 40,4 46,4 38,0 53,9
15 Kab.Karawang 48,4 45,5 31,3 67,1
16 Kab.Bekasi 38,8 50,4 33,5 50,0
Status Balila *
KK Tidak Beresiko Terinfeksi
Kabupalen/kola Sebaran Status Gizi
Miskin Memanfaalkan Penyakit (Dlare, ISPA,
Bermasalah (%)
(%) Posyandu (%) Pneumonia) (%)
17 Kola Bogor 35,8 56,1 24,4 58,5 ~
18 Kola Sukabumi 36,1 55,7 23,8 53,1 1,
~
19 Kola Bandung 41,4 56,0 17,8 50,0
20 Kola Cirebon 46,9 57,5 10,4 55, I ,,i
21 Kola Bekasi 38,8 52,1 43,0 61,3
40,1
22
23
Kola
Kola
Depok
Cimahi
44,9
41,1
50,0
51,7 24,7
43,4
41,9
t
24 Kola Tasikmalaya 53,2 57,9 23,0 58,9
25 Kola Banjar 39,5 52,5 17,7 49,8
Tolal 45,7 52,0 25,8 51,1
"Status Balita merupakan kondisi dimana balita tersebut terdapat pada keluarga miskin, pada RT yang tidak memanfaatkan
posyandu, dalam kondisi status gizi bennasalah dan pede kondisi beresiko terkena infeksi penyakit menular
-
-.----'
I !
~-t-:--- -~~f9>' c'
..
-'-'" ..
, ,
.. ~:g~~~i~=~:~~:;:~~o~·· ·J
19'
_.
..---
~::~. ~.~-"
." ..
I
DIARE.J$PA PNEUNOllflA PROVINS' JAWA BARAT zooe
_ . _ .... H ••
_::~.:":'.,_ ...
--'-'-
~
~
.. '
_... ~.
-,~ ..
OAEAAHRAWo6Jol Gizr
n _n n•
n n n
t ..----.
,_. ,,,.
Sangat memprihatinkan terdapat 9 wilayah persebaran resiko infeksi penyakit eukup tinggi
potensi tinggi dan 7 wilayah sedang. Di mana seperti di Indramayu dan Karawang tetapi setelah di
wilayah tinggi dan sedang semua terpola pada overlay pada daerah Karawang tetap tinggi
wilayah yang saling berdekatan. Sesuai teori sementara Indramayu menjadi kategori sedang. Hal
Blornrn bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh ini menggambarkan seeara faktual faktor
faktor lingkungan hal ini dapat tergambarkan pemanfaatan posyandu eukup berperan di
melalui peta 6. Menurut Iingkungan sosial budaya Indrarnayu.
dimungkinkan pada daerah ini saling terkait pada
tingkat pemanfaatan posyandu. Selain itu, Daerah Potensl Rawan Gizi
dimungkinkan pula daerah ini saling terkait pada
Identifikasi daerah yang tergolong potensi
faktor polutan udara, cuaca dan iklim. Lingkungan
rawan gizi bersumber pada keempat variabel (tabel
telah mendukung pada tingginya kasus infeksi
3). Setelah fakta data dipetakan seeara overlay
penya kiIt. i .s
antara peta daerah potensi rawan penyakit (peta 3)
Wilayah tingkat rendah terdapat di Kota dan peta daerah potensi rawan status gizi
Cimahi, Bandung, Banjar dan Cirebon. Kabupaten bermasalah (peta 6), maka diperoleh peta yang
Subang, Sumedang, Majalengka, Cirebon dan
Kuningan. Walaupun di daerah pantura peta
menunjukkan daerah berpotensi seeara simultan di kabupaten Tasikmalaya masuk pada klasifikasi
berdasarkan keempat variabel tersebut.tpeta 7) tinggi. Walaupun KK miskin sedang, tetapi, infeksi
Klasifikasi dengan resiko tinggi, me- penyakit cukup tinggi dan banyak ibu balita yang
nunjukan dacrah tcrsebut mempunyai kasus gizi tidak memanfaatkan posyandu, oleh karena itu
bcrmasalah tinggi, sccara faktual discbabkan oleh daerah ini tergolong rawan tingkat tinggi. Hal
faktor KK miskin tinggi, kejadian penyakit infeksi scrupa juga tcrjadi pada klasifikasi rcndah.
tinggi dan pemanfaatan posyandu oleh balita/ibu Bcbcrapa kabupatcn yang mempunyai tingkat
balita rendah. Sehingga pada daerah tersebut infeksi penyakit tinggi dan RT yang memanfaatkan
merupakan daerah rawan dan berpotensi rawan gizi Posyandu tinggi (persen tidak memanfaatkan
(dilihat dari empat variabel). Terdapat 4 wilayah posyandu rendah), wilayah ini masuk pada
tergolong rawan tingkat resiko tinggi, dan 14 klasifikasi sedang, seperti Kabupaten lndramayu.
wilayah dikategorikan sedang. Pada daerah Pemanfaatan posyandu secara faktual turut
Kategori sedang ini mempunyai dua kemungkin, mempengaruhi rcndahnya potensi wilayah status
akan berubah ke tingkat kategori tinggi atau gizi bermasalah.
kategori rendah, oleh karena itu sebaiknya perhatian
tidak hanya pada daerah kategori tinggi tetapi juga Kesimpulan
fokus pada kategori sedang. Sementara itu hanya 8
I. Wilayah tingkat tinggi potensi rawan gizi
wilayah mempunyai kategori rendah.
bermasalah (bersumber overlay antara peta
Seperti pada peta rawan infeksi penyakit, sebaran status gizi kronis maupun akut dengan
pada peta sebaran potensi rawan status gizi (peta I) peta sebaran KK miskin orang tua balita)
juga menggambarkan pola sebaran yang saling adalah Kota Tasikmalaya. Kab. Tasikmalaya,
berdekatan, pada klasifikasi yang sejenis. Hal ini Cianjur, Garut, Ciamis, Bandung, Subang dan
menunjukan keterkaitan antara faktor faktor gizi Majalengka (8 daerah).
buruk antar wilayah, dan menunjukan gejala
2. Wilayah tingkat tinggi berpotcnsi terkena
masalah epidemiologi." Terjadi masalah ketidak
infeksi penyakit menular (berdasarkan faktor
seirnbangan antara balita status gizi buruk dan
variabel resiko lnfeksi Penyakit diare, Ispa,
kurang sebagai pejamu dengan agen parasit dan
pneumonia dan pemanfaatan posyandu lSPA,
lingkungan biologis, sosial ekonomi budaya.
diare, pneumonia) adalah Kabupaten
Wilayah berpotensi kategori tinggi meliputi
Purwakarta, Karawang, Bekasi, Bogor,
wilayah, Kabupaten, Cianjur, Garut, Tasik-malaya
Sukabumi, Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya,
dan Kota Tasikrnalaya. Wilayah yang berpotensi
Bekasi dan Bogor.
dengan kategori sedang adalah Kabupaten
Karawang, Bekasi, Bogor, Sukabumi, Bandung, 3. Wilayah yang berpotensi rawan gizi dengan
Subang, lndramayu, Majalengka dan Ciamis. Kota kategori tinggi (bersumber pada 4 faktor, status
Bekasi, Depok, Bogor, Sukabumi, dan Cirebon. gizi, KK miskin, infeksi penyakit dan
Sedangkan potensi rendah meliputi Kabupaten pcman faatan posyandu) mcliputi empat
Purwakarta, Sumedang, Cirebon, Kuningan dan wilayah, Kabupaten Cianjur, Garut,
Kota Cimahi, Bandung serta kota Banjar. Wilayah Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya.
kategori sedang dan tinggi terdapat di provinsi 4. Kasus Gizi bennasalah berdasarkan 3 indeks
bagian selatan. Pada wilayah tersebut, aksesabiliti, gabungan menyebar di seluruh wilayah
karakteristik sosial, dan potensi SDA perlu Provinsi Jawa Barat. Demikian juga dengan
dipertimbangkan dalam kebijakan kesehatan faktor-faktor KK miskin, infeksi penyakit
khususnya gizi. Seperti di Kabupaten Bireun, Aceh, menular dan tingkat pemanfaatan posyandu
didaerah pesisir faktor yang signifikan (0,26) oleh Balita.
terhadap status gizi buruk temyata adalah 5. Wilayah kasus gizi bermasalah kategori tinggi,
pengetahuan dan sikap tentang gizi/kesehatan dan katcgori sedang banyak terjadi di wilayah
Wilayah-wilayah dimana sebaran status gizi Kabupaten. Baik kategori sedang maupun
bennasalah tinggi dan KK miskin tinggi tetapi tinggi merupakan wilayah yang berdampingan.
masuk pada klasifikasi sedang seperti, kabnpaten Gambaran ini mengarah pada fakta bahwa
Subang, hal ini disebabkan tingginya pemanfaatan masalah gizi cenderung merupakan masalah
posyandu oleh ibu balita dan rendah kasus resiko epidemiologi.
infeksi penyakit pada balita. Demikian sebaliknya
Saran 9. Supriasa ION dkk, (2002) Penilaian Status
Kebijakan penanganan gizi bennasalah Gizi.Penerbit Buku Kedokteran.1akarta.1: 13-
diharapkan dilakukan secara lokal spesifik dan 14.
perhatian lebih diutamakan pada daerah miskin. 10. Mongkolchati A, et all. Prevalence and
Kebijakan kesehatan dan Gizi di harapkan incidence of child stunting from birth to two
memperhatikan faktor-faktor lingkungan setempat. years of life in Thai children: based on the
.Prospective Cohort Study of Thai
Daftar Pustaka Children (PCTC).2000-2002.(Kutip 14
I. Amelia, dkk, (1995/1 996). Pola Pertumbuhan Desember 2011).
dan Pola Asuh Belajar Anak SD Pasca http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2134
Pernulihan Gizi Buruk.Laporan Penelitian 4798
Rutin I995.Litabangkes. II. M Norhayati et all. Malnutrition and its risk
2. Anonim,(2000) Rencana Aksi Pangan dan Gizi factors among children 1-7 years old in rural
nasional 2001-2005 Pemerintah RI Malaysian communities. I 997.Kutip 17
Bekerjasama dengan WHO. DEPKES.1akarta Desember 20 II .
3. Ahmad Syafiq, Ir. .MSc, PhD 2.Tinjauan Atas http://apjcn.nhri.org.tw/server/apj cnlV 01 ume61
Kesehatan dan Gizi Anak Usia Dini, Bappenas voI6.4/norhayatil.htm
17 Juli 2007. Kutip 17 Desember 20 II. 12. MAA Khan Attak adn S.ALI. Malnutrition and
http://staff.ui.ac.idlinternalll 0004000 IO/publik associated Risk factors in Pre school children
asi/Tinjaun Atas kesehatan dan Gizi anak Usia (2-5 years) in Distric Swabi (NWFP) Pakistan.
Dini.pdf .1 med sei 10(2) 34-39.V 2- 2010.
4. Sri Prihatini(l999), Distribusi Konsumsi 13. Daldjoeni, (2003). Geografi Kota dan Desa. PT
Pangan antar anggota Rumah tangga Pada Saat Alumni. Bandung.4:118-121
Krisis Ekonomi di dua Desa lOT Kabupaten 14. Winarko Agus (2002).Faktor Penentu
Subang. Jurnal P3GM, Jilid 22. Bogor. Kegagalan Tumbuh Kembang Bayi 0-9 bulan.
5. Tjukarni, T, dkk. (2002). Studi Efektifitas Laporan Penelitian DIP 2002. Departemen
Pemberian Bantuan Pangan bagi Pengungsi di Kesehatan. Jakarta.
Sulut, Jatim dan Sultra, Laporan Penelitian 15. Adi J. Mustafa. Global Environmental
DIP 2002. DEPKES. Jakarta. Change dan Masalah Kesehatan Lingkungan.
6. Laurini, R, and Thompson, D. (1992). www.scribd.comlGis-Kesehatan-Inovasi-VoI-
Fundamental of Spatial Information System. 3-Xvii-Maret-2005- P- 35 dikutip 20
Academic Press Limeted. London. Desember 20 I I
7. Prahasta, E, 2002, Sistem Informasi Geografis 16. Lawson et.all, (1999) Disease Mapping and
: Tutorial Arcvie, ITB, Bandung. Risk Assesment For Public Health.
8. Wahyono T, (2002). Analisis Data Statistik Ltd,England
SPSSI4. Elex Media Komp.Gramedia.
Jakarta.9.2: 125-128