Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Daftar Isi…..
7. Hidrogenasi Alkena
8. Indikator Asam-Basa
9. Ligand-Field Theory
10. Orbital Atom
magnesium oxide
Again, noble gas structures are formed, and the
magnesium oxide is held together by very strong
attractions between the ions. The ionic bonding is
stronger than in sodium chloride because this time
you have 2+ ions attracting 2- ions. The greater the
charge, the greater the attraction.
calcium chloride
potassium oxide
Fe3+ [Ar]3d5
Cu2+ [Ar]3d9
Zn2+ [Ar]3d10
Ag+ [Kr]4d10
[Xe]4f145d106
Pb2+
s2
Note that once the co-ordinate bond has been set up, all
the hydrogens attached to the oxygen are exactly
equivalent. When a hydrogen ion breaks away again, it
could be any of the three.
If you choose to follow this link, use the BACK button on your
browser to return quickly to this page later.
That means that all the 3-level orbitals are now empty.
The aluminium re-organises (hybridises) six of these (the
3s, three 3p, and two 3d) to produce six new orbitals all
with the same energy. These six hybrid orbitals accept
lone pairs from six water molecules.
Carbon monoxide, CO
Chlorine
Hydrogen chloride
For example:
Even with a more complicated molecule like PCl3,
there's no problem. In this case, only the outer
electrons are shown for simplicity. Each atom in this
structure has inner layers of electrons of 2,8. Again,
everything present has a noble gas structure.
Promotion of an electron
Hybridisation
Crystal Field
Theory
A splitting of energy levels ("crystal field splitting") occurs because the orientation of
the d orbital wavefunctions will increase an electron's energy when the orbital is
located in a region of high electron density, and lower it when the reverse is true. In
where r is the radius of the d orbital and R is the metal-ligand internuclear distance. A
large crystal field splitting energy is provided by ligands with high negative charge and
small radius, and by metal cations with a large oxidation number.
Let denote the cubic splitting, the tetrahedral splitting, and the octahedral
splitting. Then
For octahedral splitting (Cotton 1990, p. 266), in order of increasing , some common species are
In the presence of octahedral crystal field splitting (with a configuration), there are
two possible states for compounds: high spin ( ) and low spin ( ). Depending
on the system, high spin or low spin may be favored.
The crystal field states corresponding to the Russell-Saunders states have been
level
The energy of the five 3d orbitals increases when the six O2-
ions are brought close to the Mn2+ ion. However, the energy of
two of these orbitals (3dx2-y2 and 3dz2) increases much more
than the energy of the other three (3dxy, 3dxz, and 3dyz), as
shown in the figure below. The crystal field of the six O 2- ions in
MnO therefore splits the degeneracy of the five 3d orbitals.
Three of these orbitals are now lower in energy than the other
two.
By convention, the dxy, dxz, and dyz orbitals in an octahedral
complex are called the t2g orbitals. The dx2-y2 and dz2 orbitals, on
the other hand, are called the eg orbitals.
Once again, the negative ions in the crystal split the energy of
the d atomic orbitals on the transition-metal ion. The
tetrahedral crystal field splits these orbitals into the same t2g
and eg sets of orbitals as does the octahedral crystal field.
But the two orbitals in the eg set are now lower in energy than
the three orbitals in the t2g set, as shown in the figure below.
t = 4/9 o
Square-Planar Complexes
The splitting of d orbitals in the crystal field model not only depends on the
geometry of the complex, it also depends on the nature of the metal ion, the charge on
this ion, and the ligands that surround the metal. When the geometry and the ligands are
held constant, this splitting decreases in the following order.
Pt4+ > Ir3+ > Rh3+ > Co3+ > Cr3+ > Fe3+ > Fe2+ > Co2+ > Ni2+ > Mn2+
strong-field
weak-field ligands
ligands
When the geometry and the metal are held constant, the
splitting of the d orbitals decreases in the following order.
- -
CO CN- > NO2- > NH3 > > H2O > OH- F- Cl- > Br-
NCS- SCN-
strong-field weak-field
ligands ligands
Ligands that give rise to large differences between the energies
of the t2g and eg orbitals are called strong-field ligands. Those
at the opposite extreme are known as weak-field ligands.
Practice Problem 5:
Dayatarik antarmolekul adalah dayatarik yang terjadi antara suatu molekul dan molekul
tetangganya. Gaya tarik yang mengikat molekul secara tersendiri (sebagai contoh, ikatan kovalen)
dikenal dengan dayatarik intramolekul. Dua kata tersebut membingungkan yang mana untuk
lebih amannya membuang salah satu diantaranya dan tidak digunakan lagi. Istilah ”intramolekul”
tidak akan digunakan lagi pada bagian ini.
Semua molekul mengalami dayatarik antarmolekul, meskipun pada beberapa kasus dayatarik yang
terjadi sangatlah lemah. Pada gas seperti hidrogen, H2. Jika kamu memperlambat gerak molekul
melalui pendinginan, dayatarik cukup besar bagi molekul untuk tetap bersama sampai pada
akhirnya membentuk cairan dan kemudian padatan.
Pada kasus hidrogen dayatarik sangat lemah yang mana molekul membutuhkan pendinginan
sampai 21 K (-252°C) sebelum dayatarik cukup kuat untuk mengkondensasi hidrogen menjadi
cairan. Dayatarik antarmolekul yang dimiliki oleh helium lebih lemah - molekul tidak ingin tetap
bersama untuk membentuk cairan sampai temperatur menurun sampai 4 K (-269°C).
Gaya dispersi (salah satu tipe dari gaya van der Waals adalah yang kita setujui pada halaman ini)
yang juga dikenal dengan “gaya London” (dinamakan demikian setelah Fritz London mengusulkan
untuk pertama kalinya).
Dayatarik yang ada di alam bersifat elektrik. Pada molekul yang simetris seperti hidrogen,
bagaimanapun, tidak terlihat mengalami distorsi secara elektrik untuk menghasilkan bagian positif
atau bagian negatif. Akan tetapi hanya dalam bentuk rata-rata.
Diagram dalam bentuk lonjong (the lozenge-shaped) menggambarkan molekul kecil yang simetris -
H2, boleh jadi, atau Br2. Tanda arsir menunjukkan tidak adanya distorsi secara elektrik.
Akan tetapi elektron terus bergerak, serta merta dan pada suatu waktu elektron tersebut mungkin
akan ditemukan di bagian ujung molekul, membentuk ujung -. Pada ujung yang lain sementara
akan kekurangan elaktron dan menjadi +.
Catatan: (dibaca "delta") berarti “agak” (slightly) - karena itu + berarti “agak
positif”.
Kondisi yang terakhir elektron dapat bergerak ke ujung yang lain, membalikkan polaritas molekul.
"Selubung lingkarang" yang konstan dari elektron pada molekul menyebabkan fluktuasi dipol yang
cepat pada molekul yang paling simetris. Hal ini terjadi pada molekul monoatomik - molekul gas
mulia, seperti helium, yang terdiri dari atom tunggal.
Jika kedua elektron helium berada pada salah satu sisi secara bersamaan, inti tidak terlindungi oleh
elektron sebagaimana mestinya untuk saat itu.
Dipol-dipol sementara yang bagaimana yang membemberikan kenaikan dayaarik
antarmolekul
Bayangkan sebuah molekul yang memiliki polaritas sementara yang didekati oleh salah satu yang
terjadi menjadi termasuk non-polar hanya saat itu saja. (kejadian yang tidak disukai, tetapi hal ini
menjadikan diagram lebih mudah digambarkan! Pada kenyataannya, satu molekul lwbih menyukai
memiliki polaritas yang lebih besar dibandingkan yang lain pada saat seperti itu - dan karena itu
akan menjadi yang paling dominan).
Seperti molekul yang ditemukan pada bagian kanan, elektronnya akan cenderung untuk ditarik oleh
ujung yang agak positif pada bagian sebelah kiri.
Hal ini menghasilkan dipol terinduksi pada penerimaan molekul, yang berorientasi pada satu cara
yang mana ujung + ditarik ke arah ujung - yang lain.
Pada kondisi yang terakhir elektron pada bagian kiri molekul dapat bergerak ke ujung yg lain. Pada
saat terjadi hal ini, meraka akan menolak elektron pada bagian kanan yang satunya.
Polaritas kedua molekul adalah berkebalikan, tetapi kamu masih memiliki yang + tertarik -.
Selama molekul saling menutup satu sama lain polaritas akan terus berfluktuasi pada kondisi yang
selaras karena itu dayatarik akan selalu terpelihara.
Tidak ada alasan kenapa hal ini dibatasi pada dua molekul. Selama molekul saling mendekat
pergerakan elektron yang selaras dapat terjadi pada molekul yang berjumlah sangat banyak.
Diagram ini menunjukkan bagaimana cacat secara keseluruhan dari molekul yang berikatan secara
bersamaan pada suatu padatan dengan menggunakan gaya van der Waals. Pada kondisi yang
terakhir, tentunya, kamu akan menggambarkan susunan yang sedikit berbeda selama meraka terus
berubah - tetapi tetap selaras.
Kekuatan gaya dispersi
Gaya dispersi antara molekul-molekul adalah lebih lemah dibandingkan dengan ikatan kovalen
diantara molekul. Hal ini tidak memungkinkan untuk memberikan harga yang eksak, karena ukuran
dayatarik bervariasi sekali dengan ukuran dan bentuk molekul.
helium -269°C
neon -246°C
argon -186°C
kripton -152°C
xenon -108°C
radon -62°C
Alasan yang mendasari bahwa titik didih meningkat sejalan dengan menurunnya posisi unsur pada
golongan adalah kenaikan jumlah elektron, dan juga tentunya jari-jari atom. Lebih banyak elektron
yang kamu miliki, dan lebih menjauh sejauh mungkin, yang paling besar memungkikan dipol
sementara terbesar dan karena itu gaya dispersi paling besar.
Karena dipol sementara lebih besar, molekul xenon lebih melekat (stickier) dibandingkan dengan
molekul neon. Molekul neon akan berpisah satu sama lain pada temperatur yang lebih rendah
dibandingkan molekul xenon - karena itu neon memiliki titik didih yang lebih rendah.
Hal ini adalah suatu alasan (semua yang lainnya sebanding) molekul yang lebih besar memiliki lebih
banyak elektron dan lebih menjauh dari dipol sementara yang dapat dihasilkan - dan karena itu
molekul yang lebih besar lebih melekat.
Ukuran molekul juga begitu. Molekul yang panjang kurus dapat menghasilkan dipol sementara yang
lebih besar berdasarkan pada pergerakan elektronnya dibandingkan molekul pendek gemuk yang
mengandung jumlah elektron yang sama.
Molekul yang panjang kurus juga dapat lebih dekat satu sama lain - dayatarik meraka lebih efektif
jika molekul-molekulnya benar-benar tertutup.
Sebagai contoh, molekul hidrokarbon butana dan 2-metilpropan keduanya memiliki rumus molekul
C4H10, tetapi atom-atom disusun berbeda. Pada butana atom karbon disusun pada rantai tunggal,
tetapi 2-metilpropan memiliki rantai yang lebih pendek dengan sebuah cabang.
Butana memiliki titik didih yang lebih tinggi karena gaya dispersinya lebih besar. Molekul yang lebih
panjang (dan juga menghasilkan dipol sementara yang lebih besar) dapat lebih berdekatan
dibandingkan molekul yang lebih pendek dan lebih gemuk 2-metilpropan.
Molekul seperti HCl memiliki dipol permanen karena klor lebih elektronegatif dibandingkan hidrogen.
Kondisi permanen ini, pada saat pembentukan dipol akan menyebabkan molekul saling tarik
menarik satu sama lain lebih dari yang meraka bisa lakukan jika hanya menyandarkan pada gaya
dispersi saja.
Hal ini sangat penting untuk merealisasikan bahwa semua molekul mengalami gaya dispersi.
Interaksi dipol-dipol bukan suatu alternatif gaya dispersi - penjumlahannya. Molekul yang memiliki
dipol permanen akan memiliki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan dengan molekul yang hanya
memiliki dipol yang berubah-ubah secara sementara.
Agak mengherankan dayatarik dipol-dipol agak sedikit dibandingkan dengan gaya dispersi, dan
pengaruhnya hanya dapat dilihat jika kamu membandingkan dua atom dengan jumlah elektron
yang sama dan ukuran yang sama pula. Sebagai contoh, titik didih etana, CH 3CH3, dan
fluorometana, CH3F adalah:
Kenapa dipilih dua molekul tersebut untuk dibandingkan? Keduanya memiliki jumlah elektron yang
identik, dan jika kamu membuat model kamu akan menemukan bahwa ukurannya hampir sama -
seperti yang kamu lihar pada diagram. Hal ini berarti bahwa gaya dispersi kedua molekul adalah
sama.
Titik didih fluorometana yang lebih tinggi berdasarkan pada dipol permanen yang besar yang terjadi
pada molekul karena elektronegatifitas fluor yang tinggi. Akan tetapi, walaupun memberikan
polaritas permanen yang besar pada molekul, titik didih hanya meningkat kira-kira 10°.
°.
Berikut ini contoh yang lain yang menunjukkan dominannya gaya dispersi. Triklorometan, CHCl3,
merupakan molekul dengan gaya dispersi yang tinggi karena elektronegatifitas tiga klor. Hal itu
menyebabkan dayatarik dipol-dipol lebih kuat antara satu molekul dengan tetangganya.
Dilain pihak, tetraklorometan, CCl4, adalah non polar. Bagian luar molekul tidak seragam - in pada
semua arah. CCl4 hanya bergantung pada gaya dispersi
Karena itu manakah yang memiliki titik didih yang lebih tinggi? CCl 4 tentunya, karena CCl4
molekulnya lebih besar dengan lebih banyak elektron. Kenaikan gaya dispersi lebih dari sekedar
menggantikan untuk kehilangan interaksi dipol-dipol.
CHCl3 61.2°C
CCl4 76.8°C
Hidrogenasi Alkena
Ditulis oleh Jim Clark pada 17-10-2007
Halaman ini menjelaskan tentang reaksi yang terjadi antara ikatan karbon-karbon rangkap
dalam alkena dengan hidrogen yang dibantu dengan sebuah katalis logam. Reaksi ini
disebut hidrogenasi. Halaman ini juga mencakup tentang produksi mentega dari lemak
dan minyak hewani atau nabati.
Hidrogenasi etena
Etena bereaksi dengan hidrogen pada suhu sekitar 150°C dengan adanya sebuah katalis
nikel (Ni) yang halus. Reaksi ini menghasilkan etana.
Reaksi ini tidak begitu berarti sebab etena merupakan senyawa yang jauh lebih
bermanfaat dibanding etana yang dihasilkan! Akan tetapi, sifat-sifat reaksi dari ikatan
karbon-karbon rangkap pada etena juga berlaku pada reaksi ikatan karbon-karbon
rangkap yang terdapat pada alkena-alkena yang jauh lebih kompleks.
Lemak dan minyak dari hewan dan tumbuh-tumbuhan merupakan molekul-molekul yang
mirip, yang membedakan hanya titik leburnya saja. Jika senyawanya berwujud padat
pada suhu kamar, maka disebut lemak. Jika berwujud cair sering disebut sebagai minyak.
Titik lebur senyawa-senyawa ini sangat ditentukan oleh keberadaan ikatan karbon-karbon
rangkap (C=C) dalam molekulnya. Semakin tinggi jumlah ikatan C=C, semakin rendah
titik leburnya.
Jika senyawanya tidak mengandung ikatan C=C, maka zat tersebut dikatakan jenuh.
Lemak jenuh sederhana biasanya memiliki struktur sebagai berikut:
Jika hanya ada satu ikatan C=C pada masing-masing rantai hidrokarbon, maka zat ini
disebut sebagai lemak tak-jenuh-tunggal (mono-unsaturated) (atau minyak tak-jenuh-
tunggal, karena kemungkinan zat ini berwujud cair pada suhu kamar.)
Jika ada dua atau lebih ikatan karbon-karbon rangkap pada masing-masing rantai, maka
zat tersebut dikatan tidak-jenuh-majemuk (polyunsaturated).
Sebagai contoh:
Untuk menyederhanakan, pada semua gambar ini, ketiga rantai hidrokarbon pada masing-
masing molekul dianggap sama. Meskipun tidak harus sama ketiga-tiganya - terkadang
terdapat campuran beberapa jenis rantai dalam molekul yang sama.
Pembuatan mentega
Prosedur ini menghasilkan sebuah "minyak yang terhidrogenasi parsial" atau "lemak
yang terhidrogenasi parsial".
Untuk memperoleh tekstur akhir yang diinginkan, anda perlu menghidrogenasi cukup
banyak ikatan. Akan tetapi, ada manfaat kesehatan yang mungkin diperoleh ketika
memakan lemak atau minyak tak-jenuh-tunggal atau tak-jenuh-majemuk ketimbang
lemak atau minyak yang jenuh - sehingga semua ikatan karbon-karbon rangkap yang ada
dalam minyak tersebut tidak perlu dihidrogeasi semuanya.
Diagram alir berikut menunjukkan proses hidrogenasi sempurna dari sebuah minyak tak-
jenuh-tunggal yang sederhana.
Kekurangan hidrogen sebagai sebuah bahan untuk mengeraskan lemak dan minyak
Ada beberapa risiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat memakan lemak atau
minyak yang terhidrogenasi. Para konsumen mulai menyadari hal ini, dan pabrik-pabrik
yang memproduksi makanan juga terus mencari cara-cara alternatif untuk mengubah
minyak menjadi padatan yang bisa dioleskan pada makanan.
Ikatan-ikatan rangkap pada lemak dan minyak tak-jenuh cenderung membuat gugus-
gugus yang ada di sekitarnya tertata dalam bentuk "cis".
Suhu relatif tinggi yang digunakan dalam proses hidrogenasi cenderung mengubah
beberapa ikatan C=C menjadi bentuk "trans". Jika ikatan-ikatan khusus ini tidak
dihidrogenasi selama proses, maka mereka masih cenderung terdapat dalam produk akhir
mentega khususnya pada molekul-molekul lemak trans.
Konsumsi lemak trans telah terbukti dapat meningkatkan kadar kolesterol (khususnya
bentuk LDL yang lebih berbahaya) - sehingga bisa menyebabkan meningkatnya risiko
penyakit jantung.
Proses apapun yang cenderung meningkatkan jumlah lemak trans dalam makanan
sebaiknya dihindari. Baca dengan seksama label makanan, dan hindari makanan apapun
yang mengandung (atau dimasak dalam) minyak terhidrogenasi atau lemak
terhidrogenasi.
Indikator Asam-Basa
Halaman ini menggambarkan bagaimana indikator asam-basa bekerja, dan bagaimana pemilihan
indikator yang tepat untuk titrasi tertentu.
Bagaimanakah cara kerja indikator
Indikator sebagai asam lemah
Lakmus
Lakmus adalah asam lemah. Lakmus memiliki molekul yang sungguh rumit yang akan kita
sederhanakan menjadi HLit. "H" adalah proton yang dapat diberikan kepada yang lain. "Lit" adalah
molekul asam lemah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa akan terjadi kesetimbangan ketika asam ini dilarutkan dalam air.
Pengambilan versi yang disederhanakan kesetimbangan ini:
Lakmus yang tidak terionisasi adalah merah, ketika terionisasi adalah biru.
Sekarang gunakan Prinsip Le Chatelier untuk menemukan apa yang terjadi jika anda menambahkan
ion hidroksida atau beberapa ion hidrogen yang lebih banyak pada kesetimbangan ini.
Pada beberapa titik selama terjadi pergerakan posisi kesetimbangan, konsentrasi dari kedua warna
akan menjadi sebanding. Warna yang anda lihat merupakan pencampuran dari keduanya.
Alasan untuk membubuhkan tanda kutip disekitar kata "netral" adalah bahwa tidak terdapat alasan
yang tepat kenapa kedua konsentrasi menjadi sebanding pada pH 7. Untuk lakmus, terjadi
perbandingan warna mendekati 50 / 50 pada saat pH 7 - hal itulah yang menjadi alasan kenapa
lakmus banyak digunakan untuk pengujian asam dan basa. Seperti yang akan anda lihat pada
bagian berikutnya, hal itu tidak benar untuk indikator yang lain.
Jingga metil adalah salah satu indikator yang banyak digunakan dalam titrasi. Pada larutan yang
bersifat basa, jingga metil berwarna kuning dan strukturnya adalah:
Sekarang, anda mungkin berfikir bahwa ketika anda menambahkan asam, ion hidrogen akan
ditangkap oleh yang bermuatan negatif oksigen. Itulah tempat yang jelas untuk memulainya. Tidak
begitu!
Pada faktanya, ion hidrogen tertarik pada salah satu ion nitrogen pada ikatan rangkap nitrogen-
nitrogen untuk memberikan struktur yang dapat dituliskan seperti berikut ini:
Anda memiliki kesetimbangan yang sama antara dua bentuk jingga metil seperti pada kasus lakmus
- tetapi warnanya berbeda.
Anda sebaiknya mencari sendiri kenapa terjadi perubahan warna ketika anda menambahkan asam
atau basa. Penjelasannya identik dengan kasus lakmus - bedanya adalah warna.
Pada kasus jingga metil, pada setengah tingkat dimana campuran merah dan kuning menghasilkan
warna jingga terjadi pada pH 3.7 - mendekati netral. Ini akan diekplorasi dengan lebih lanjut pada
bagian bawah halaman.
Fenolftalein
Fenolftalein adalah indikator titrasi yang lain yang sering digunakan, dan fenolftalein ini merupakan
bentuk asam lemah yang lain.
Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan ion-nya berwarna merah muda terang.
Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan ke arah kiri, dan mengubah
indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari
kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya - mengubah indikator menjadi
merah muda.
Setengah tingkat terjadi pada pH 9.3. Karena pencampuran warna merah muda dan tak berwarna
menghasilkan warna merah muda yang pucat, hal ini sulit untuk mendeteksinya dengan akurat!
Rentang pH indikator
Pentingnya pKind
Berpikirlah tentang indikator yang umum, HInd - dimana "Ind" adalah bagian indikator yang
terlepas dari ion hidrogen yang diberikan keluar:
Karena hal ini hanya seperti asam lemah yang lain, anda dapat menuliskan ungkapan K a untuk
indikator tersebut. Kita akan menyebutnya Kind untuk memberikan penekanan bahwa yang kita
bicarakan di sini adalah mengenai indikator.
Pikirkanlah apa yang terjadi pada setengah reaksi selama terjadinya perubahan warna. Pada titik ini
konsentrasi asam dan ion-nya adalah sebanding. Pada kasus tersebut, keduanya akan
menghapuskan ungkapan Kind.
anda dapat menggunakan hal ini untuk menentukan pH pada titik reaksi searah. Jika anda
menyusun ulang persamaan yang terakhir pada bagian sebelah kiri, dan kemudian mengubahnya
pada pH dan pKind, anda akan memperoleh:
Hal itu berarti bahwa titik akhir untuk indikator bergantung seluruhnya pada harga pK ind. Untuk
indikator yang kita miliki dapat dilihat dibawah ini:
indikator pKind
lakmus 6.5
fenolftalein 9.3
Rentang pH indikator
Indikator tidak berubah warna dengan sangat mencolok pada satu pH tertentu (diberikan oleh
harga pKind-nya). Malahan, mereka mengubah sedikit rentang pH.
Dengan mengasumsikan kesetimbangan benar-benar mengarah pada salah satu sisi, tetapi
sekarang anda menambahkan sesuatu untuk memulai pergeseran tersebut. Selama terjadi
pergeseran kesetimbangan, anda akan memulai untuk mendapatkan lebih banyak dan lebih banyak
lagi pembentukan warna yang kedua, dan pada beberapa titik mata akan mulai mendeteksinya.
Sebagai contoh, jika anda menggunakan jingga metil pada larutan yang bersifat basa maka warna
yang dominan adalah kuning. Sekarang mulai tambahkan asam karena itu kesetimbangan akan
mulai bergeser.
Pada beberapa titik akan cukup banyak adanya bentuk merah dari jingga metil yang menunjukkan
bahwa larutan akan mulai memberi warna jingga. Selama anda melakukan penambahan asam lebih
banyak, warna merah akhirnya akan menjadi dominan yang mana anda tidak lagi melihat warna
kuning.
Terjadi perubahan kecil yang berangsur-angsur dari satu warna menjadi warna yang lain,
menempati rentang pH. Secara kasar "aturan ibu jari", perubahan yang tampak menempati sekitar
1 unit pH pada tiap sisi harga pKind.
Harga yang pasti untuk tiga indikator dapat kita lihat sebagai berikut:
Berikut ini dapat dilihat dengan lebih mudah dalam bentuk diagram.
Sebagai contoh, jingga metil akan berwarna kuning pada tiap larutan dengan pH lebih besar dari
4.4. Hal ini tidak dapat dibedakan antara asam lemah dengan pH 5 atau basa kuat dengan pH 14.
Diagram berikut menunjukkan kurva pH untuk penambahan asam kuat pada basa kuat. Bagian
yang diarsir pada gambar tersebut adalah rentang pH untuk jingga metil dan fenolftalein.
anda dapat melihat bahwa tidak terdapat perubahan indikator pada titik ekivalen.
Akan tetapi, gambar menurun tajam pada titik ekivalen tersebut yang menunjukkan tidak terdapat
perbedaan pada volume asam yang ditambahkan apapun indikator yang anda pilih. Akan tetapi, hal
tersebut berguna pada titrasi untuk memilihih kemungkinan warna terbaik melalui penggunaan tiap
indikator.
Jika anda mengguanakan fenolftalein, anda akan mentitrasi sampai fenolftalein berubah menjadi
tak berwarna (pada pH 8,8) karena itu adalah titik terdekat untuk mendapatkan titik ekivalen.
Dilain pihak, dengan menggunakan jingga metil, anda akan mentitrasi sampai bagian pertama kali
muncul warna jingga dalam larutan. Jika larutan berubah menjadi merah, anda mendapatkan titik
yang lebih jauh dari titik ekivalen.
Kali ini adalah sangat jelas bahwa fenolftalein akan lebih tidak berguna. Akan tetapi jingga metil
mulai berubah dari kuning menjadi jingga sangat mendekati titik ekivalen.
anda memiliki pilihan indiaktor yang berubah warna pada bagian kurva yang curam.
Kurva berikut adalah untuk kasus dimana asam dan basa keduanya sebanding lemahnya - sebagai
contoh, asam etanoat dan larutan amonia. Pada kasus yang lain, titik ekivalen akan terletak pada
pH yang lain.
Anda dapat melihat bahwa kedua indikator tidak dapat digunakan. Fenolftalein akan berakhir
perubahannya sebelum tercapai titik ekivalen, dan jingga metil jauh ke bawah sekali.
Ini memungkinkan untuk menemukan indiaktor yang memulai perubahan warna atau
mengakhirinya pada titik eqivalen, karena pH titik ekivalen berbeda dari kasus yang satu ke kasus
yang lain, anda tidak dapat mengeneralisirnya.
Secara keseluruhan, anda tidak akan pernah mentitrasi asam lemah dan asam basa melalui adanya
indikator.
Hal ini terjadi bahwa fenolftalein selesai mengalami perubahan warnanya pada pH yang tepat
dengan titik ekivalen pada saat untuk pertamakalinya natrium hidrogenkarbonat terbentuk.
Perubahan warna jingga metil dengan tepat terjadi pada pH titik ekivalen bagian kedua reaksi.
Ligand-Field Theory
Orbital Atom
Ketika planet bergerak mengitari matahari, kita dapat menggambarkan jalur yang ditempuh oleh
planet itu yang disebut dengan orbit. Gambaran sederhana dari atom juga sama dengan fenomena
tersebut dan kita dapat menggambar elektron-elektron yang mengorbit mengelilingi nukleus ( inti
atom ). Walaupun sesungguhnya elektron-elektron tidak mengorbit pada jalur yang tetap melainkan
mengorbit pada sebuah ruang yang disebut dengan orbital.
Orbit dan orbital terkesan sama, tetapi sebenarnya memiliki makna yang cukup berbeda. Kita perlu
memahami perbedaan di antara keduanya.
Untuk menggambar suatu jalur kita perlu mengetahui secara pasti di mana objek tersebut berada
dan ke arah mana objek itu bergerak. Sayangnya, kita tidak bisa melakukan hal tersebut untuk
elektron-elektron.
Prinsip ketidakpastian Heisenberg menunjukkan bahwa kita tidak dapat mengetahui secara
pasti di mana elektron itu berada dan ke arah mana elektron itu bergerak. Hal ini membuat kita
tidak mungkin menggambarkan secara tepat jalur atau orbit dari elektron yang mengelilingi
nukleus. Tetapi ada suatu cara lain yang bisa diterima untuk menggambarkan pergerakan elektron-
elektron di sekitar nukleus.
Bayangkan kita memiliki satu atom hidrogen dan menentukan posisi elektronnya pada suatu waktu
tertentu. Segera sesudahnya, kita kembali menentukan posisi elektron ini, dan kita mendapati
elektron itu sudah ada di posisi yang berbeda. Kita tidak mengerti bagaimana elektron ini berpindah
dari posisi yang pertama ke posisi yang kedua.
Kita coba untuk terus mencari titik-titik posisi dari elektron tersebut, dan kita akan perlahan-lahan
menemukan suatu gambaran 3 dimensi peta posisi dari elektron tersebut.
Dalam kasus elektron hidrogen, elektron dapat ditemukan di manapun di sekeliling nukleus.
Diagram menunjukkan kemungkinan dari posisi elektron yang membentuk ruang wilayah yang
mengelilingi nukleus.
Pada 95% dari hasil pengamatan, elektron dapat ditemukan dalam suatu ruang wilayah yang relatif
dekat dengan nukleus. Wilayah dari ruang tersebut kita sebut dengan orbital.
Kita dapat beranggapan bahwa orbital merupakan suatu ruang wilayah di mana elektron itu
bergerak di dalamnya.
Orbital yang dihuni oleh elektron hidrogen disebut dengan orbital 1s. Angka "1" menunjukkan
bahwa orbital tersebut memiliki tingkat energi yang terdekat dengan nukleus. Huruf "s"
menunjukkan bentuk dari orbital tersebut. Orbital s berbentuk bulat simetris yang mengelilingi
nukleus.
Orbital di sebelah kiri merupakan orbital 2s. Bentuknya sama dengan orbital 1s kecuali ruang
wilayahnya yang lebih jauh dari nukleus - di mana letaknya pada tingkat energi kedua.
Jika kita perhatikan secara seksama, kita dapat menemukan bahwa terdapat wilayah di mana rapat
elektronnya lebih tinggi ( di mana titik-titiknya lebih pekat ) dekat dengan nukleus. "Kerapatan
elektron" merupakan suatu istilah yang dipakai untuk memberitahukan kemungkinan kita dapat
menemukan elektron pada posisi tertentu.
Elektron-elektron 2s ( dan juga 3s, 4s ) berada dalam posisi dekat dengan nukleus daripada yang
mungkin kita bayangkan. Efek dari ini adalah pengurangan energi dari elektron dalam orbital s.
Semakin dekat elektron dengan nukleus, semakin rendah energinya.
orbital p
Tidak semua elektron memiliki sifat seperti orbital s. Pada tingkat energi pertama, orbital hanya
terdiri dari orbital 1s, tetapi ketika kita memasuki tingkat energi kedua, selain daripada orbital 2s,
kita akan menemukan orbital 2p.
Orbital p berbentuk seperti 2 buah balon yang identik yang diikat di tengahnya. Gambar di sebelah
kiri menunjukkan adanya titik yang membagi ruang wilayah. Perlu diingat, orbital menunjukkan
95% kemungkinan elektron itu berada.
Tidak seperti orbital s, orbital p memiliki arah tertentu - pertama yang mengarah ke atas dan yang
mengarah ke bawah.
Pada tiap tingkat energi ada kemungkinan terdapat 3 orbital p yang arahnya saling tegak lurus satu
sama lain. Arah dari tiap orbital p ini diberi simbol px, py dan pz. x, y dan z merupakan koordinat
dari orbital-orbital tersebut.
Orbital p pada tingkat energi kedua disebut dengan 2px, 2py dan 2pz. Begitu juga pada orbital
lainnya 3px, 3py dan 3pz, maupun 4px, 4py dan 4pz dan seterusnya.
Seluruh tingkat energi selain dari tingkat energi pertama memiliki orbital p. Pada energi level yang
lebih tinggi bentuk dari balon akan semakin lonjong, yang berarti kemungkinan elektron berada
akan semakin jauh dari nukleus.
orbital d dan f
Selain daripada orbital s dan p, terdapat dua bentuk orbital lainnya di mana elektron berada pada
tingkat energi yang lebih tinggi. Pada tingkat energi ketiga, kita akan menemukan 5 bentuk dari
orbital d ( dengan bentuk dan penamaan yang lebih rumit ), dan tentunya juga orbital 3s dan
orbital 3p (3px, 3py dan 3pz). Pada tingkat energi ketiga kita akan menemukan total 9 orbital.
Pada tingkat energi keempat, selain daripada orbital 4s , 4p dan 4d , kita juga akan menemukan
tambahan 7 buah orbital f - dengan total 16 orbital. Orbital s, p, d dan f memiliki tingkat energi
yang lebih tinggi.
Kita dapat membayangkan sebuah atom seperti sebuah istana - di mana nukleus berada pada lantai
bawah tanah, kemudian tiap lantai terdiri dari kamar-kamar (orbital) yang akan ditempati oleh
elektron-elektron. Lantai pertama hanya terdiri dari satu kamar ( yaitu orbital 1s ); lantai kedua
terdiri dari 4 kamar ( orbital 2s, 2px, 2py dan 2pz ); lantai ketiga terdiri dari 9 kamar ( satu orbital
3s, tiga orbital 3p dan 5 orbital 3d ) dan seterusnya. Tetapi kamar-kamar tersebut tidaklah besar.
Tiap orbital hanya dapat ditempati oleh 2 elektron.
Cara yang lazim digunakan untuk menggambarkan orbital yang dihuni oleh elektron adalah dengan
cara " kotak-kotak elektron ".
"Kotak-kotak elektron"
Orbital dapat diwakili oleh kotak dan atom digambarkan sebagai anak panah. Anak panah ke atas
dan anak panah ke bawah digunakan untuk menggambarkan elektron yang berbeda arah.
Orbital 1s ditempati oleh 2 elektron seperti gambar di sebelah kanan dan kita bisa menuliskannya
lebih singkat dengan 1s2 . Kata ini dibaca " satu s dua " bukan " satu s kuadrat ".
Ingat, angka 1 mewakili tingkat energi, huruf s mewakili tipe dari orbital dan angka 2 mewakili
jumlah elektron yang berada pada orbital tersebut.
Elektron mengisi dari orbital pada tingkat energi rendah ( dekat dengan nukleus ) sebelum mengisi
pada orbital pada tingkat yang lebih tinggi. Ketika dihadapkan pada orbital yang berada pada energi
yang sama, elektron akan mengisi orbital yang kosong dahulu.
Diagram di bawah ini menggambarkan tingkat energi orbital sampai tingkat energi keempat.
Perhatikan bahwa orbital s selalu memiliki energi yang rendah daripada orbital p pada seluruh
tingkat energi, jadi orbital s akan ditempati terlebih dahulu oleh elektron sebelum menempati
orbital p.
Kita akan menemui kejanggalan pada posisi orbital 3d. Orbital ini berada pada tingkat energi yang
lebih tinggi daripada 4s - jadi elektron akan menempati orbital 4s lebih dahulu sebelum menempati
orbital 3d dan baru kemudian 4p. Kejanggalan berikutnya akan kita temui pada tingkat energi yang
lebih tinggi lagi, sebagai contoh, di mana terjadi penindihan tingkat energi yang mengakibatkan
orbital 4f akan terisi setelah orbital 6s.
Inti-inti atom yang tidak stabil, baik karena komposisi jumlah proton
dan neutronnya yang tidak seimbang ataupun karena tingkat
energinya yang tidak berada pada keadaan dasarnya, cenderung
untuk berubah menjadi stabil. Bila ketidakstabilan inti disebabkan
karena komposisi jumlah proton dan neutronnya yang tidak seimbang,
maka inti tersebut akan berubah dengan memancarkan radiasi alpha
atau radiasi beta (β). Kalau ketidakstabilannya disebabkan karena
tingkat energinya yang berada pada keadaan tereksitasi maka akan
berubah dengan memancarkan radiasi gamma. Proses perubahan atau
transformasi inti atom yang tidak stabil menjadi atom yang lebih stabil
tersebut dinamakan peluruhan radioaktif.
Ethanoic acid
Phenol
If you follow this link, you may have to explore several other
pages before you are ready to come back here again. Use
the BACK button (or HISTORY file or GO menu) on your
browser to return to this page.
Ethanol
In fact, the carboxylic acids have widely different acidities. One obvious
difference is between methanoic acid, HCOOH, and the other simple
carboxylic acids:
pKa
HCOOH 3.75
CH3COOH 4.76
CH3CH2COOH 4.87
CH3CH2CH2COOH 4.82
As the next table shows, the more chlorines you can attach the better:
pKa
CH3COOH 4.76
CH2ClCOOH 2.86
CHCl2COOH 1.29
CCl3COOH 0.65
pKa
CH2FCOOH 2.66
CH2ClCOOH 2.86
CH2BrCOOH 2.90
CH2ICOOH 3.17
pKa
CH3CH2CH2COOH 4.82
CH3CH2CHClCOOH 2.84
CH3CHClCH2COOH 4.06
CH2ClCH2CH2COOH 4.52
ORGANIC BASES
This page explains why simple organic bases are
basic and looks at the factors which affect their
relative strengths. For A'level purposes, all the bases
we are concerned with are primary amines -
compounds in which one of the hydrogens in an
ammonia molecule, NH3, is replaced either by an alkyl
group or a benzene ring.
Methylamine
To summarise:
For example:
pKb
CH3NH2 3.36
CH3CH2NH2 3.27
CH3CH2CH2NH2 3.16
CH3CH2CH2CH2NH2 3.39
Ikatan kimia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Portal Kimia
Ikatan kimia adalah sebuah proses fisika yang bertanggung jawab dalam interaksi gaya
tarik menarik antara dua atom atau molekul yang menyebabkan suatu senyawa diatomik
atau poliatomik menjadi stabil. Penjelasan mengenai gaya tarik menarik ini sangatlah
rumit dan dijelaskan oleh elektrodinamika kuantum. Dalam prakteknya, para kimiawan
biasanya bergantung pada teori kuantum atau penjelasan kualitatif yang kurang kaku
(namun lebih mudah untuk dijelaskan) dalam menjelaskan ikatan kimia. Secara umum,
ikatan kimia yang kuat diasosiasikan dengan transfer elektron antara dua atom yang
berpartisipasi. Ikatan kimia menjaga molekul-molekul, kristal, dan gas-gas diatomik
untuk tetap bersama. Selain itu ikatan kimia juga menentukan struktur suatu zat.
Kekuatan ikatan-ikatan kimia sangatlah bervariasi. Pada umumnya, ikatan kovalen dan
ikatan ion dianggap sebagai ikatan "kuat", sedangkan ikatan hidrogen dan ikatan van der
Waals dianggap sebagai ikatan "lemah". Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa ikatan
"lemah" yang paling kuat dapat lebih kuat daripada ikatan "kuat" yang paling lemah.
Contoh model titik Lewis yang menggambarkan ikatan kimia anatara karbon C, hidrogen
H, dan oksigen O. Penggambaran titik lewis adalah salah satu dari usaha awal kimiawan
dalam menjelaskan ikatan kimia dan masih digunakan secara luas sampai sekarang.
Daftar isi
[sembunyikan]
← 1 Tinjauan
← 2 Sejarah
← 3 Teori ikatan valensi
← 4 Teori orbital molekul
← 5 Perbandingan antara teori ikatan valensi dan teori orbital molekul
← 6 Ikatan dalam rumus kimia
← 7 Ikatan kuat kimia
← 7.1 Ikatan kovalen
← 7.2 Ikatan polar kovalen
← 7.3 Ikatan ion
← 7.4 Ikatan kovalen koordinat
← 7.5 Ikatan pisang
← 7.6 Ikatan 3c-2e dan 3c-4e
← 7.7 Ikatan tiga elektron dan satu elektron
← 7.8 Ikatan aromatik
← 7.9 Ikatan logam
← 8 Ikatan antarmolekul
← 8.1 Dipol permanen ke dipol permanen
← 8.2 Ikatan hidrogen
← 8.3 Dipol seketika ke dipol terimbas (van der Waals)
← 8.4 Interaksi kation-pi
← 9 Elektron pada ikatan kimia
← 10 Referensi
← 11 Pranala luar
[sunting] Tinjauan
Elektron yang mengelilingi inti atom bermuatan negatif dan proton yang terdapat dalam
inti atom bermuatan negatif, mengingat muatan yang berlawanan akan saling tarik
menarik, maka dua atom yang berdekatan satu sama lainnya akan membentuk ikatan.
Dalam gambaran yang paling sederhana dari ikatan non-polar atau ikatan kovalen, satu
atau lebih elektron, biasanya berpasangan, ditarik menuju sebuah wilayah diantara dua
inti atom. Gaya ini dapat mengatasi gaya tolak menolak antara dua inti atom yang positif,
sehingga atraksi ini menjaga kedua atom untuk tetap bersama, walaupun keduanya masih
akan tetap bergetar dalam keadaan kesetimbangan. Ringkasnya, ikatan kovalen
melibatkan elektron-elektron yang dikongsi dan dua atau lebih inti atom yang bermuatan
positif secara bersamaan menarik elektron-elektron bermuatan negatif yang dikongsi.
Dalam gambaran ikatan ion yang disederhanakan, inti atom yang bermuatan positif
secara dominan melebihi muatan positif inti atom lainnya, sehingga secara efektif
menyebabkan satu atom mentransfer elektronnya ke atom yang lain. Hal ini
menyebabkan satu atom bermuatan positif dan yang lainnya bermuatan negatif secara
keseluruhan. Ikatan ini dihasilkan dari atraksi elektrostatik di antara atom-atom dan
atom-atom tersebut menjadi ion-ion yang bermuatan.
Semua bentuk ikatan dapat dijelaskan dengan teori kuantum, namun dalam prakteknya,
kaidah-kaidah yang disederhanakan mengijinkan para kimiawan untuk memprediksikan
kekuatan, arah, dan polaritas sebuah ikatan. Kaidah oktet (Bahasa Inggris: octet rule) dan
teori VSEPR adalah dua contoh kaidah yang disederhanakan tersebut. Ada pula teori-
teori yang lebih canggih, yaitu teori ikatan valens yang meliputi hibridisasi orbital dan
resonans, dan metode orbital molekul kombinasi linear orbital atom (Bahasa Inggris:
Linear combination of atomic orbitals molecular orbital method) yang meliputi teori
medan ligan. Elektrostatika digunakan untuk menjelaskan polaritas ikatan dan efek-
efeknya terhadap zat-zat kimia.
[sunting] Sejarah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah kimia dan Sejarah molekul
Spekulasi awal dari sifat-sifat ikatan kimia yang berawal dari abad ke-12 mengganggap
spesi kimia tertentu disatukan oleh sejenis afinitas kimia. Pada tahun 1704, Isaac Newton
menggarisbesarkan teori ikatan atomnya pada "Query 31" buku Opticksnya dengan
mengatakan atom-atom disatukan satu sama lain oleh "gaya" tertentu.
Pada tahun 1819, setelah penemuan tumpukan volta, Jöns Jakob Berzelius
mengembangkan sebuah teori kombinasi kimia yang menekankan sifat-sifat
elektrogenativitas dan elektropositif dari atom-atom yang bergabung. Pada pertengahan
abad ke-19 Edward Frankland, F.A. Kekule, A.S. Couper, A.M. Butlerov, dan Hermann
Kolbe, beranjak pada teori radikal, mengembangkan teori valensi yang pada awalnya
disebut "kekuatan penggabung". Teori ini mengatakan sebuah senyawa tergabung
berdasarkan atraksi kutub positif dan kutub negatif. Pada tahun 1916, kimiawan Gilbert
N. Lewis mengembangkan konsep ikatan elektron berpasangan. Konsep ini mengatakan
dua atom dapat berkongsi satu sampai enam elektron, membentuk ikatan elektron
tunggal, ikatan tunggal, ikatan rangkap dua, atau ikatan rangkap tiga.
Dalam kata-kata Lewis sendiri:
An electron may form a part of the shell of two different atoms and cannot be
“ said to belong to either one exclusively. ”
Pada tahun yang sama, Walther Kossel juga mengajukan sebuah teori yang mirip dengan
teori Lewis, namun model teorinya mengasumsikan transfer elektron yang penuh antara
atom-atom. Teori ini merupakan model ikatan polar. Baik Lewis dan Kossel membangun
model ikatan mereka berdasarkan kaidah Abegg (1904).
Pada tahun 1927, untuk pertama kalinya penjelasan matematika kuantum yang penuh atas
ikatan kimia yang sederhana berhasil diturunkan oleh fisikawan Denmark Oyvind
Burrau.[1] Hasil kerja ini menunjukkan bahwa pendekatan kuantum terhadap ikatan kimia
dapat secara mendasar dan kuantitatif tepat. Namun metode ini tidak mampu
dikembangkan lebih jauh untuk menjelaskan molekul yang memiliki lebih dari satu
elektron. Pendekatan yang lebih praktis namun kurang kuantitatif dikembangkan pada
tahun yang sama oleh Walter Heitler and Fritz London. Metode Heitler-London menjadi
dasar dari teori ikatan valensi. Pada tahun 1929, metode orbital molekul kombinasi linear
orbital atom (Bahasa Inggris: linear combination of atomic orbitals molecular orbital
method), disingkat LCAO, diperkenalkan oleh Sir John Lennard-Jones yang bertujuan
menurunkan struktur elektronik dari molekul F2 (fluorin) dan O2 (oksigen) berdasarkan
prinsip-prinsip dasar kuantum. Teori orbital molekul ini mewakilkan ikatan kovalen
sebagai orbital yang dibentuk oleh orbital-orbital atom mekanika kuantum Schrödinger
yang telah dihipotesiskan untuk atom berelektron tunggal. Persamaan ikatan elektron
pada multielektron tidak dapat diselesaikan secara analitik, namun dapat dilakukan
pendekatan yang memberikan hasil dan prediksi yang secara kualitatif cukup baik.
Kebanyakan perhitungan kuantitatif pada kimia kuantum modern menggunakan baik
teori ikatan valensi maupun teori orbital molekul sebagai titik awal, walaupun pendekatan
ketiga, teori fungsional rapatan (Bahasa Inggris: density functional theory), mulai
mendapatkan perhatian yang lebih akhir-akhir ini.
Pada tahun 1935, H. H. James dan A. S. Coolidge melakukan perhitungan pada molekul
dihidrogen.Berbeda dengan perhitungan-perhitungan sebelumnya yang hanya
menggunakan fungsi-fungsi jarak antara elektron dengan inti atom, mereka juga
menggunakan fungsi yang secara eksplisit memperhitungkan jarak antara dua elektron.[2]
Dengan 13 parameter yang dapat diatur, mereka mendapatkan hasil yang sangat
mendekati hasil yang didapatkan secara eksperimen dalam hal energi disosiasi. Perluasan
selanjutnya menggunakan 54 parameter dan memberikan hasil yang sangat sesuai
denganhasil eksperimen. Perhitungan ini meyakinkan komunitas sains bahwa teori
kuantum dapat memberikan hasil yang sesuai dengan hasil eksperimen. Namun
pendekatan ini tidak dapat memberikan gambaran fisik seperti yang terdapat pada teori
ikatan valensi dan teori orbital molekul. Selain itu, ia juga sangat sulit diperluas untuk
perhitungan molekul-molekul yang lebih besar.
[sunting] Teori ikatan valensi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Teori ikatan valensi
Pada tahun 1927, teori ikatan valensi dikembangkan atas dasar argumen bahwa sebuah
ikatan kimia terbentuk ketika dua valensi elektron bekerja dan menjaga dua inti atom
bersama oleh karena efek penurunan energi sistem. Pada tahun 1931, beranjak dari teori
ini, kimawan Linus Pauling mempublikasikan jurnal ilmiah yang dianggap sebagai jurnal
paling penting dalam sejarah kimia: "On the Nature of the Chemical Bond". Dalam jurnal
ini, berdasarkan hasil kerja Lewis dan teori valensi ikatan Heitler dan London, dia
mewakilkan enam aturan pada ikatan elektron berpasangan:
Buku teks tahun 1939 Pauling: On the Nature of Chemical Bond menjadi apa yang
banyak orang sebut sebagai "kitab suci" kimia modern. Buku ini membantu kimiawan
eksperimental untuk memahami dampak teori kuantum pada kimia. Namun, edisi 1959
selanjutnya gagal untuk mengalamatkan masalah yang lebih mudah dimengerti
menggunakan teori orbital molekul. Dampak dari teori valensi ini berkurang sekitar tahun
1960-an dan 1970-an ketika popularitas teori orbital molekul meningkat dan
diimplementasikan pada beberapa progam komputer yang besar. Sejak tahun 1980-an,
masalah implementasi teori ikatan valensi yang lebih sulit pada program-program
komputer telah hampir dipecahkan dan teori ini beranjak bangkit kembali.
Teori orbital molekul (Bahasa Inggris: Molecular orbital tehory), disingkat MO,
menggunakan kombinasi linear orbital-orbital atom untuk membentuk orbital-orbital
molekul yang menrangkumi seluruh molekul. Semuanya ini seringkali dibagi menjadi
orbital ikat, orbital antiikat, dan orbital bukan-ikatan. Orbital molekul hanyalah sebuah
orbital Schrödinger yang melibatkan beberapa inti atom. Jika orbital ini merupakan tipe
orbital yang elektron-elektronnya memiliki kebolehjadian lebih tinggi berada di antara
dua inti daripada di lokasi lainnya, maka orbital ini adalah orbital ikat dan akan
cenderung menjaga kedua inti bersama. Jika elektron-elektron cenderung berada di
orbital molekul yang berada di lokasi lainnya, maka orbital ini adalah orbital antiikat dan
akan melemahkan ikatan. Elektron-elektron yang berada pada orbital bukan-ikatan
cenderung berada pada orbital yang paling dalam (hampir sama dengan orbital atom), dan
diasosiasikan secara keseluruhan pada satu inti. Elektron-elektron ini tidak menguatkan
maupun melemahkan kekuatan ikatan.
Pada beberapa bidang, teori ikatan valensi lebih baik daripada teori orbital molekul.
Ketika diaplikasikan pada molekul berelektron dua, H2, teori ikatan valensi, bahkan
dengan pendekatan Heitler-London yang paling sederhana, memberikan pendekatan
energi ikatan yang lebih dekat dan representasi yang lebih akurat pada tingkah laku
elektron ketika ikatan kimia terbentuk dan terputus. Sebaliknya, teori orbital molekul
memprediksikan bahwa molekul hidrogen akan berdisosiasi menjadi superposisi linear
dari hidrogen atom dan ion hidrogen positif dan negatif. Prediksi ini tidak sesuai dengan
gambaran fisik. Hal ini secara sebagian menjelaskan mengapa kurva energi total terhadap
jarak antar atom pada metode ikatan valensi berada di atas kurva yang menggunakan
metode orbital molekul. Situasi ini terjadi pada semua molekul diatomik homonuklir dan
tampak dengan jelas pada F2 ketika energi minimum pada kurva yang menggunakan teori
orbital molekul masih lebih tinggi dari energi dua atom F.
Konsep hibridisasi sangatlah berguna dan variabilitas pada ikatan di kebanyakan senyawa
organik sangatlah rendah, menyebabkan teori ini masih menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari kimia organik. Namun, hasil kerja Friedrich Hund, Robert Mulliken, dan
Gerhard Herzberg menunjukkan bahwa teori orbital molekul memberikan deskripsi yang
lebih tepat pada spektrokopi, ionisasi, dan sifat-sifat magnetik molekul. Kekurangan teori
ikatan valensi menjadi lebih jelas pada molekul yang berhipervalensi (contohnya PF5)
ketika molekul ini dijelaskan tanpa menggunakan orbital-orbital d yang sangat krusial
dalam hibridisasi ikatan yang diajukan oleh Pauling. Logam kompleks dan senyawa yang
kurang elektron (seperti diborana) dijelaskan dengan sangat baik oleh teori orbital
molekul, walaupun penjelasan yang menggunakan teori ikatan valensi juga telah dibuat.
Pada tahun 1930, dua metode ini saling bersaing sampai disadari bahwa keduanya
hanyalah merupakan pendekatan pada teori yang lebih baik. Jika kita mengambil struktur
ikatan valensi yang sederhana dan menggabungkan semua struktur kovalen dan ion yang
dimungkinkan pada sekelompok orbital atom, kita mendapatkan apa yang disebut sebagai
fungsi gelombang interaksi konfigurasi penuh. Jika kita mengambil deskripsi orbital
molekul sederhana pada keadaan dasar dan mengkombinasikan fungsi tersebut dengan
fungsi-fungsi yang mendeskripsikan keseluruhan kemungkinan keadaan tereksitasi yang
menggunakan orbital tak terisi dari sekelompok orbital atom yang sama, kita juga
mendapatkan fungsi gelombang interaksi konfigurasi penuh. Terlihatlah bahwa
pendekatan orbital molekul yang sederhana terlalu menitikberatkan pada struktur ion,
sedangkan pendekatan teori valensi ikatan yang sederhana terlalu sedikit menitikberatkan
pada struktur ion. Dapat kita katakan bahwa pendekatan orbital molekul terlalu ter-
delokalisasi, sedangkan pendekatan ikatan valensi terlalu ter-lokalisasi.
Sekarang kedua pendekatan tersebut dianggap sebagai saling memenuhi, masing-masing
memberikan pandangannya sendiri terhadap masalah-masalah pada ikatan kimia.
Perhitungan modern pada kimia kuantum biasanya dimulai dari (namun pada akhirnya
menjauh) pendekatan orbital molekul daripada pendekatan ikatan valensi. Ini bukanlah
karena pendekatan orbital molekul lebih akurat dari pendekatan teori ikatan valensi,
melainkan karena pendekatan orbital molekul lebih memudahkan untuk diubah menjadi
perhitungan numeris. Namun program-progam ikatan valensi yang lebih baik juga
tersedia.
Panjang Energi
Ikatan
(pm) (kJ/mol)
H — Hidrogen
H–H 74 436
H–O 96 366
H–F 92 568
C — Karbon
N — Nitrogen
O–H 96 366
F–H 92 568
S — Belerang
Ikatan kovalen adalah ikatan yang umumnya sering dijumpai, yaitu ikatan yang
perbedaan elektronegativitas di antara atom-atom yang berikat sangatlah kecil atau
hampir tidak ada. Ikatan-ikatan yang terdapat pada kebanyakan senyawa organik dapat
dikatakan sebagai ikatan kovalen. Lihat pula ikatan sigma dan ikatan pi untuk penjelasan
LCAO terhadap jenis ikatan ini.
Ikatan polar kovalen merupakan ikatan yang sifat-sifatnya berada di antara ikatan
kovalen dan ikatan ion.
Ikatan ion merupakan sejenis interaksi elektrostatik antara dua atom yang memiliki
perbedaan elektronegativitas yang besar. Tidaklah terdapat nilai-nilai yang pasti yang
membedakan ikatan ion dan ikatan kovalen, namun perbedaan elektronegativitas yang
lebih besar dari 2.0 bisanya disebut ikatan ion, sedangkan perbedaan yang lebih kecil dari
1.5 biasanya disebut ikatan kovalen.[3] Ikatan ion menghasilkan ion-ion positif dan negatif
yang berpisah. Muatan-muatan ion ini umumnya berkisar antara -3 e sampai dengan +3e.
[sunting] Ikatan kovalen koordinat
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Ikatan kovalen koordinat
Ikatan kovalen koordinat, kadangkala disebut sebagai ikatan datif, adalah sejenis ikatan
kovalen yang keseluruhan elektron-elektron ikatannya hanya berasal dari salah satu atom,
penderma pasangan elektron, ataupun basa Lewis. Konsep ini mulai ditinggalkan oleh
para kimiawan seiring dengan berkembangnya teori orbital molekul. Contoh ikatan
kovalen koordinat terjadi pada nitron dan ammonia borana. Susunan ikatan ini berbeda
dengan ikatan ion pada perbedaan elektronegativitasnya yang kecil, sehingga
menghasilkan ikatan yang kovalen. Ikatan ini biasanya ditandai dengan tanda panah.
Ujung panah ini menunjuk pada akseptor elektron atau asam Lewis dan ekor panah
menunjuk pada penderma elektron atau basa Lewis
Ikatan pisang adalah sejenis ikatan yang terdapat pada molekul-molekul yang mengalami
terikan ataupun yang mendapat rintangan sterik, sehingga orbital-orbital ikatan tersebut
dipaksa membentuk struktur ikatan yang mirip dengan pisang. Ikatan pisang biasanya
lebih rentan mengalami reaksi daripada ikatan-ikatan normal lainnya.
Dalam ikatan tiga-pusat dua-elektron, tiga atom saling berbagi dua elektron. Ikatan
sejenis ini terjadi pada senyawa yang kekurangan elektron seperti pada diborana. Setiap
ikatan mengandung sepasang elektron yang menghubungkan atom boron satu sama
lainnya dalam bentuk pisang dengan sebuah proton (inti atom hidrogen) di tengah-tengah
ikatan, dan berbagi elektron dengan kedua atom boron. Terdapat pula Ikatan tiga-pusat
empat-elektron yang menjelaskan ikatan pada molekul hipervalen.
Ikatan-ikatan dengan satu atau tiga elektron dapat ditemukan pada spesi radikal yang
memiliki jumlah elektron gasal (ganjil). Contoh paling sederhana dari ikatan satu elektron
dapat ditemukan pada kation molekul hidrogen H2+. Ikatan satu elektron seringkali
memiliki energi ikat yang setengah kali dari ikatan dua elektron, sehinggi ikatan ini
disebut pula "ikatan setengah". Namun terdapat pengecualian pada kasus dilitium. Ikatan
dilitium satu elektron, Li2+, lebih kuat dari ikatan dilitium dua elektron Li2. Pengecualian
ini dapat dijelaskan dengan hibridisasi dan efek kelopak dalam. [4]
Contoh sederhana dari ikatan tiga elektron dapat ditemukan pada kation dimer helium,
He2+, dan dapat pula dianggap sebagai "ikatan setengah" karena menurut teori orbital
molekul, elektron ke-tiganya merupakan orbital antiikat yang melemahkan ikatan dua
elektron lainnya sebesar setengah. Molekul oksigen juga dapat dianggap memiliki dua
ikatan tiga elektron dan satu ikatan dua elektron yang menjelaskan sifat paramagnetiknya.
[5]
Molekul-molekul dengan ikatan elektron gasal biasanya sangat reaktif. Ikatan jenis ini
biasanya hanya stabil pada atom-atom yang memiliki elektronegativitas yang sama.[5]
Pada kebanyakan kasus, lokasi elektron tidak dapat ditandai dengan menggunakan garis
(menandai dua elektron) ataupun titik (menandai elektron tungga). Ikatan aromatik yang
terjadi pada molekul yang berbentuk cincin datar menunjukkan stabilitas yang lebih.
Pada benzena, 18 elektron ikatan mengikat 6 atom karbon bersama membentuk struktur
cincin datar. "Orde" ikatan antara dua atom dapat dikatakan sebagai (18/6)/2=1.5 dan
seluruh ikatan pada benzena tersebut adalah identik. Ikatan-ikatan ini dapat pula ditulis
sebagai ikatan tunggal dan rangkap yang berselingan, namun hal ini kuranglah tepat
mengingat ikatan rangkap dan ikatan tunggal memiliki kekuatan ikatan yang berbeda dan
tidak identik.
Pada ikatan logam, elektron-elektron ikatan terdelokalisasi pada kekisi (lattice) atom.
Berbeda dengan senyawa organik, lokasi elektron yang berikat dan muatannya adalah
statik. Oleh karena delokalisai yang menyebabkan elektron-elektron dapat bergerak
bebas, senyawa ini memiliki sifat-sifat mirip logam dalam hal konduktivitas, duktilitas,
dan kekerasan.
Terdapat empat jenis dasar ikatan yang dapat terbentuk antara dua atau lebih molekul,
ion, ataupun atom. Gaya antarmolekul menyebabkan molekul saling menarik atau
menolak satu sama lainnya. Seringkali hal ini menentukan sifat-sifat fisik sebuah zat
(seperti pada titik leleh).
Ikatan hidrogen bisa dikatakan sebagai dipol permanen yang sangat kuat seperti yang
dijelaskan di atas. Namun, pada ikatan hidrogen, proton hidrogen berada sangat dekat
dengan atom penderma elektron dan mirip dengan ikatan tiga-pusat dua-elektron seperti
pada diborana. Ikatan hidrogen menjelaskan titik didih zat cair yang relatif tinggi seperti
air, ammonia, dan hidrogen fluorida jika dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang
lebih berat lainnya pada kolom tabel periodik yang sama.
Dipol seketika ke dipol terimbas, atau gaya van der Waals, adalah ikatan yang paling
lemah, namun sering dijumpai di antara semua zat-zat kimia. Misalnya atom helium,
pada satu titik waktu, awan elektronnya akan terlihat tidak seimbang dengan salah satu
muatan negatif berada di sisi tertentu. Hal ini disebut sebagai dipol seketika (dwikutub
seketika). Dipol ini dapat menarik maupun menolak elektron-elektron helium lainnya,
dan menyebabkan dipol lainnya. Kedua atom akan seketika saling menarik sebelum
muatannya diseimbangkan kembali untuk kemudian berpisah.
Interaksi kation-pi terjadi di antara muatan negatif yang terlokalisasi dari elektron-
elektron pada orbital π dengan muatan positif.
Pada kasus ikatan ion, elektron pada umumnya terlokalisasi pada atom tertentu, dan
elektron-elektron todal bergerak bebas di antara atom-atom. Setiap atom ditandai dengan
muatan listrik keseluruhan untuk membantu pemahaman kita atas konsep distribusi
orbital molekul. Gaya antara atom-atom secara garis besar dikarakterisasikan dengan
potensial elektrostatik kontinum (malaran) isotropik.
Sebaliknya pada ikatan kovalen, rapatan elektron pada sebuah ikatan tidak ditandai pada
atom individual, namun terdelokalisasikan pada MO di antara atom-atom. Teori
kombinasi linear orbital yang diterima secara umum membantu menjelaskan struktur
orbital dan energi-energinya berdasarkan orbtial-orbital dari atom-atom molekul. Tidak
seperti ikatan ion, ikatan kovalen bisa memiliki sifat-sifat anisotropik, dan masing-
masing memiliki nama-nama tersendiri seperti ikatan sigma dan ikatan pi.
Atom-atom juga dapat membentuk ikatan-ikatan yang memiliki sifat-sifat antara ikatan
ion dan kovalen. Hal ini bisa terjadi karena definisi didasari pada delokalisasi elektron.
Elektron-elektron dapat secara parsial terdelokalisasi di antara atom-atom. Ikatan sejenis
ini biasanya disebut sebagai ikatan polar kovalen. Lihat pula elektronegativitas.
Oleh akrena itu, elektron-elektron pada orbital molekul dapat dikatakan menjadi
terlokalisasi pada atom-atom tertentu atau terdelokalisasi di antara dua atau lebih atom.
Jenis ikatan antara dua tom ditentukan dari seberapa besara rapatan elektron tersebut
terlokalisasi ataupun terdelokalisasi pada ikatan antar atom
STEREOISOMERISM - GEOMETRIC
ISOMERISM
Geometric isomerism (also known as cis-trans
isomerism or E-Z isomerism) is a form of
stereoisomerism. This page explains what
stereoisomers are and how you recognise the
possibility of geometric isomers in a molecule.
What is stereoisomerism?
CH3CH=CHCH3
The table shows the melting point and boiling point of the cis and trans
isomers of 1,2-dichloroethene.
cis -80 60
trans -50 48
In each case, the higher melting or boiling point is
shown in red.
This is common. You can see the same effect with the cis and trans
isomers of but-2-ene:
cis-but-2-ene -139 4
trans-but-2- -106 1
ene
The slight charge on the top of the molecule (as drawn) is exactly
balanced by an equivalent charge on the bottom. The slight charge
on the left of the molecule is exactly balanced by the same charge
on the right.
You might have thought that the same argument would lead to a
higher melting point for cis isomers as well, but there is another
important factor operating.
Trans isomers pack better than cis isomers. The "U" shape of the
cis isomer doesn't pack as well as the straighter shape of the trans
isomer.