Sie sind auf Seite 1von 34

Referat

NEUROPATI PERIFER

Disusun Oleh:

Siti Sarah S. (1320070100061)

Endah Ayu Puspita Sari (1310070100063)

Eva Malik Kusniah (1310070100068)

Resi Erman (1310070100070)

Preseptor:

dr. Yulson Rasyid, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN NEUROLOGY RSUD SOLOK

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

2017

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat rahmat dan karunia-Nya, telah dapat diselesaikan penyusunan

referatneuropati perifer.

Dengan selesainya referat ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orang

tua yang selalu memberikan do’a, motivasi, semangat agar selalu berusaha untuk

menyelesaikan pendidikan kedokteran ini, kepada pembimbing dr.Reno Sari Caniago,

Sp.S yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan referat ini.

Saran serta kritik membangun tentu sangat penulis harapkan untuk

penyempurnaan dan perbaikan di masa mendatang. Akhir kata, semoga laporan ini

dapat bermanfaat bagi mahasiswa kedokteran dan dapat menjadi salah satu referensi

mengenai demensia vascular.

Solok, 06 September 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ····························································· ii
DAFTAR ISI ········································································ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang ································································ 1
1.2. TujuanPenulisan ······························································ 2
1.3. Manfaat Penulisan .........................................................................,.. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi ······················································· 4
2.2. Definisi ............................................................................................. 8
2.3. Epidemiologi ·································································· 8
2.4. Etiologi……………………………………………………. ............... 9
2.5. Klasifikasi ······································································ 12
2.6. Patofisiologi ··································································· 14
2.7. Gambaran Klinis Neuropati ················································· 18
2.8. Penegakan Diagnosis Neuropati ············································ 20
2.9. Penatalaksanaan Neuropati ·················································· 25
2.10. Komplikasi Neuropati ······················································ 28
2.11. Prognosa ······································································· 29

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan ···································································· 30

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Penyakit neuropati perifer sangat umum untuk ditemukan pada masyarakat.
Secara definisi penyakit ini memiliki pengertian yang sangat luas. Hal ini sangat
bergantung terhadap bagian mana dari sistem saraf tepi yang terkena dan kerusakan
macam apa yang terjadi. Klasifikasi dari neuropati perifer sangat bermacam,
klasifikasi dasar dibagi atas kelainan saraf somatik perifer, saraf otonom perifer,
maupun kedua bagian saraf tersebut. Dasar pembagian lain adalah berdasarkan
anatomis kerusakan yang terjadi pada saraf, yaitu mononeuropati, mononeuropati
multipleks dan polineuropati.
Gejala dan tanda neuropati perifer cukup sering ditemukan pada pasien usia
lanjut, dan seringkali dianggap sebagai bagian dari proses penuaan. Namun, sering
ditemukan berbagai kondisi yang menjadi penyebab neuropati perifer pada usia tua,
antara lain diabetes mellitus, keganasan, gangguan metabolik, defisiensi nutrisi dan
pemakaian obat-obatan dalam jangka waktu lama seperti obat anti kejang atau
kemoterapi. Selain itu, juga terdapat penyebab idiopatik neuropati perifer pada usia
3
tua, yaitu polineuropati aksonal kronik, dimana keadaan ini sering dijumpai.
Prevalensi neuropati perifer pada usia lanjut tidak banyak diketahui. Hal ini
disebabkan sedikitnya penelitian dan keterbatasan waktu yang dibutuhkan dalam
2
mempelajari kasus neuropati perifer pada usia lanjut. Selain itu beberapa studi yang
dilakukan hanya mencakup gejala neuropati tertentu, seperti prevalensi neuropati
sensorik, otonom atau neuropati pada keganasan. Dari sedikit penelitian neuropati
3,4
perifer yang bersifat umum, prevalensinya berkisar antara 2,4% sampai 8%.
Sedangkan pada penelitian terbaru dari subjek usia lanjut yang tidak bekerja
3
dilaporkan angka kejadian neuropati perifer mencapai 31%.
Menurut NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey)
penderita neuropati perifer yang ditandai dengan rasa kesemutan, tebal maupun nyeri

4
mencapai 16,8% dari masyarakat US. Pada penelitian prevalensi di daerah Bombay
dan Sicilia, ditemukan bahwa keadaan neuropati perifer banyak ditemukan di
masyarakat. Pada daerah India, menurut survey terdapat 2-4% pasien mengalami
neuropati perifer. Prevalensi neuropati perifer di Sicilia mencapai 7% dengan 3%
diantaranya merupakan akibat dari komplikasi diabetes mellitus.
Nyeri neuropati adalah nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau
disfungsi primer pada sistem saraf . Prevalensi nyeri neuropati diperkirakan 1% dari
total populasi dan 1/3 diantaranya adalah penderita diabetes mellitus . Nyeri neuropati
pada penderita diabetes mellitus pada umumnya dirasakan di daerah kaki (ujung
ekstremitas bawah) dan jarang diatas lutut, ataupun ekstremitas atas. Deskripsi Nyeri
neuropatik ditandai dengan rasa terbakar, rasa ditikam, kesetrum, disobek, tegang,
diikat, atau allodinia . Bila tanpa pengobatan yang baik keluhan nyeri sering kali
disertai dengan gangguan tidur dan mood.
Farmakoterapi untuk nyeri neuropati seringkali menemui kesulitan, sebab
obat-obat analgesik maupun opioid umumnya kurang efektif . Disamping hal tersebut
diatas, diketahui pula bahwa tidak semua penderita nyeri neuropatik menunjukkan
simptom nyeri yang sama.

1.2 Tujuan
Mahasiswa kepaniteraan klinik senior dapat mampu mengetahui, memahami,
dan menjelaskan tentang :
a. Anatomi dan fisiologi sistem saraf perifer
b. Definisi neuropati
c. Epidemiologi neuropati
d. Etiologi neuropati
e. Klasifikasi neuropati
f. Patofisiologi neuropati
g. Gambaran klinis neuropati
h. Penegakkan diagnosis neuropati
i. Penatalaksanaanneuropati

5
j. Komplikasi neuropati
k. Prognosis neuropati

1.3 Manfaat
a. Bagi penulis
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari,
mengidentifikasi dan mengembangkan teori yang telah disampaikan mengenai
Neuropati.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan yang
ada kaitannya dengan pelayanan kesehatan khususnya yang berkaitan dengan
Neuropati.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Sistem saraf perifer terdiri dari 12 pasang saraf serabut otak (saraf cranial)
yang terdiri dari 3 pasang saraf sensorik, 5 pasang saraf motorik dan 4 pasang saraf
gabungan. Selanjutnya 31 pasang saraf sumsum tulang belakang (saraf spinal) yang
terdiri dari 8 pasang saraf cervical, 12 pasang saraf thoracal, 5 pasang saraf lumbal, 5
pasang saraf lumbal dan 1 pasang saraf coccygeus6.
Otak dan sumsum tulang belakang berkomunikasi dengan seluruh bagian
tubuh melalui saraf cranial dan saraf spinal. Saraf-saraf tersebut adalah bagian dari
sistem saraf perifer yang membawa informasi sensoris ke sistem saraf pusat dan
membawa pesan-pesan dari sistem saraf pusat ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar
diseluruh tubuh atau disebut juga dengan sistem saraf somatik. Selain dari kedua
macam saraf perifer yang termasuk sistem saraf somatik di atas, juga terdiri dari
sistem saraf otonom. 12 pasang saraf cranial muncul dari berbagai bagian batang
otak. Beberapa saraf cranial hanya tersusun dari serabut sensorik tetapi sebagian
besar tersusun dari serabut sensorik dan serabut motorik, kedua belas tersebut adalah6
:
1. Nervus Olfaktorius (CN I)
Merupakan saraf sensorik. Saraf ini berasal dari epithelium olfaktori mukosa
nasal. Berkas serabut sensorik mengarah ke bulbus olfaktori dan menjalar
melalui traktus olfaktori sampai ke ujung bebas lobus temporal ( girus
olfaktori), tempat persepsi indra penciman berada.
2. Nervus Opticus (CN II)
Merupakan saraf sensorik. Impuls dari batang dan kerucut retina dibawa ke
badan sel akson yang membentuk saraf optik. Setiap saraf optic keluar dari
bola mata pada bintik buta dan masuk ke rongga cranial melalui foramen
optic. Seluruh serabut memanjang saat traktus optic bersinapsis pada sisi

7
lateral nuclei genikulasi thalamus dan menonjol ke atas sampai ke area visual
lobus oksipital untuk persepsi indra penglihatan.
3. Nervus Occulomotorius (CN III)
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik.
Neuron motorik berasal dari otak tengah dan membawa impuls ke seluruh otot
bola mata (kecuali otot oblik suprior dan rektus lateral), ke otot yang mebuka
kelopak mata dan ke otot polos tertentu pada mata. Saraf sensorik membawa
informasi otot (kesadaran perioperatif) dari otot mata yang terinervasi ke otak.
4. Nervus Trochlearis (CN IV)
Adalah saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik dan
merupakan sara terkecil dalam saraf cranial. Neuron motorik berasal dar
langit-langit otak tengah dan membawa impuls ke otot oblik superior bola
mata. Serabut sensorik dan spindle otot menyampaikan informasi indra otot
dari otot oblik superior ke otak.
5. Nervus Trigeminus (CN V)
Saraf cranial terbesar, merupakan saraf gabungan tetapi sebagian besar terdiri
dari saraf sensorik. Bagian ini membentuk saraf sensorik utama pada wajah
dan rongga nasal serta rongga oral. Neuron motorik berasal dari dari pons dan
menginnervasi otot mstikasi kecuali otot buccinator. Badan sel neuron
sensorik terletak dalam rongga trigeminal. Serabut ini bercabang ke arah distal
menjadi 3 divisi :
 Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak mata, bola mata,
kelenjar air mata, sisi hidung, rongga nasal dan kulit dahi serta kepala.
 Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah, rongga oral
(gigi atas,gusi, dan bibir) dan palatum.
 Cabang mandibular membawa informasi dari gigi bawah, gusi, bibir,
kulit rahang dan area temporal kulit kepala.
6. Nervus Abdusen (CN VI)
Merupakan sarag gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik.
Neuron motorik berasl dari sebuah nucleus pada pons yang menginnervasi

8
otot rectus lateral mata. Serabut sensorik membawa pesan proprioseptif dari
otot rectus lateral ke pons.
7. Nervus Fasialis (CN VII)
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik terletak dalam nuclei pons.
Neuron ini menginervasi otot ekspresi wajah, termasuk kelenjar air mata dan
kelenjar saliva. Neuron sensorik membawa informasi dari reseptorpengecap
pada dua pertiga bagian anterior lidah.
8. Nervus vestibulocochlearis (CN VIII)
Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki 2 divisi. Cabang koklear atau
auditori menyampaikan informasi dari reseptor untuk indra pendengaran
dalam organ korti telinga dalam ke nuclei koklear pada medulla ke kolikuli
inferior, ke bagian medial nuclei genikulasi pada thalamus dan kemudian ke
area auditori pada lobus temporal. Cabang vestibular membawa informasi
yang berkaitan dengan ekuilibrium dan orientasi kepala terhadap ruang yang
diterima reseptor sensorik pada telinga dalam.
9. Nervus glossopharingeus (CN IX)
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berawal dari meddula dan
menginnervasi otot untuk wicara dan menelan serta kelenjar saliva parotid.
Neuron sensorik membawa informasi yang berkaitan dengan rasa dari
sepertiga bagian posterior lidah dan sensai umum farng dan laring; neuron ini
juga membawa informasi mengenai tekanan darah dar reseptor sensorik dalam
pembuluh darah tertentu.
10. Nervus Vagus (CN X)
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berasal dari dalam medulla dan
menginnervasi hampir semua organ torak dan abdomen. Neuron sensorik
membawa informasi dari faring, laring, trakea, esophagus, jantung dan visera
abdomen ke medulla dan pons.
11. Nervus Accecorius (CN XI)
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari serabut motorik.
Neuron motorik berasal dari dua area : bagian cranial berawal dari medulla

9
dan menginnervasi otot volunteeer faring dan laring, bagian spinal muncul
dari medulla spinal serviks dan menginnervasi otot trapezius dan
sternocleidomastoideus. Neuron sensorik membawa informasi dari otot yang
sama yang terinervasi oleh saraf motorik; misalnya otot laring, faring,
trapezius dan sternokleidomastoid.
12. Nervus Hypoglossus (CN XII)
Termasuk saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik.
Neuron motorik berawal dari medulla dan mensuplai otot lidah. Neuron
sensorik membawa informasi spindle ke otot lidah.
Bagian saraf tepi selain saraf cranial adalah 31 pasang saraf spinal berawal
dari kornu melalui radiks dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Pada bagian distal
radiks dorsal ganglion, dua radiks bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua
saraf tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa informasi ke
korda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda melalui neuron eferen.
 Nervus sevikalis : 8 pasang, C1- C8.
 Nrevus torakalis : 12 pasang, T1-T12.
 Nervus Lumbalis : 5 pasang, L1-L5.
 Nervus Sacralis : 5 pasang, S1-S5
 Nervus koksigeus : 1 pasang
Setelah saraf spinal meninggalkan kornu melalui foramen intervertebralis,
Saraf kemudian becabang menjadi 4 divisi yaitu :cabang meningeal, ramus dorsal,
cabang ventral dan cabang viseral. Pleksus adalh jaring-jaring serabut saraf yang
terbentuk dari ramus ventral selurih saraf spinla, kecuali TI dan TII yang merupakan
awal saraf interkosta.
Secara fungsional sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan
sistem eferen. Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik
ke sistem saraf pusat (SSP). Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSp
ke otot dan kelenjar. Sistem saraf eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua sub
divisi yaitu divisi somatic (volunter) berkaitan dengan perubahan lingkungan
eksternal dan pembentukan respon motorikvolunteer pada otot rangka. Divisi otonom

10
(involunter) mengendalikan selueruh respon involunter pada otot polos, otot jantung,
dan kelenjardengan cara menstransmisi impuls saraf melalui dua jalursaraf simpatis
yang berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla spinalis, saraf parasimpatis
bersal dari area otak dan sacral pada medulla spinalis. Sebagian besar organ internal
dibawah kendali otonom memiliki inervasi simpatis dan parasimpatis.

2.2 Definisi Neuropati


Neuropati adalah gangguan saraf perifer yang meliputi kelemahan motorik
gangguan sensorik, otonom dan melemahnya refleks tendon yang dapatbersifat akut
atau kronik. Beberapa saraf perifer yang terkena meliputisemua akar saraf spinalis,
sel ganglion radiks dorsalis, semua saraf periferdengan semua cabang terminalnya,
susunan saraf autonom, dan saraf otak kecuali saraf optikus dan olfaktorius.
Neuropati perifer adalah penyakit pada saraf perifer. Saraf tersebut adalah semua
saraf selain yang ada di enchepalon dan medulla spinalis (perifer berarti jauh dari
pusat).Sebagian Neuropati perifer diakibatkan kerusakan pada sumbu serabut saraf
(akson), yang mengirimkan perasaan pada otak. Kadang kala, PN disebabkan
kerusakan pada selubung serabut saraf (mielin). Ini mempengaruhi isyarat nyeri
(sakit) yang dikirim ke otak.

Neuropati perifer dapat menjadi gangguan ringan atau kelemahan yang


melumpuhkan. neuropati perifer biasanya dirasakan sebagai kesemutan, pegal, mati
rasa atau rasa seperti terbakar pada kaki dan jari kaki, tetapi juga dapat dialami pada
tangan dan jari, Juga dapat dirasa dikitik-kitik, nyeri tanpa alasan, atau rasa yang
tampaknya lebih hebat daripada biasa. Gejala neuropati perifer dapat bersifat
sementara: kadang sangat sakit, dan tiba-tiba hilang. Neuropati perifer berat dapat
mengganggu waktu berjalan kaki atau berdiri.

2.3 Epidemiologi Neuropati


Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes
melitus didunia. Telah terbukti bahwa komplikasi kronis pada DM umumnya terjadi

11
akibat gangguan pembuluh darah (angiopati) dan kelainan pada saraf (neuropati).
Laki-laki relatif lebih banyak dari pada perempuan. Prevalensinya 2400/100.000 (2,4
%) meningkat seiring bertambahnya usia 8000/100.000 (8%).4
Martyn dan Hughes melaporkan tiga studi populasi dengan prevalensi
masing-masing antara lain di Italia (penduduk usia lebih dari 55 tahun, prevalensi
8%), di Bombay India (semua penduduk dewasa berbagai usia, 2,4%), dan Sisilia
Italia (semua penduduk dewasa berbagai usia, 7%).Odenheim dan kawan-kawan
mendapatkan prevalensi neuropati perifer sensorik meningkat seiring pertambahan
usia, dimana ia menemukan prevalensi gangguan posisi pada 6% populasi usia 65-74
tahun, 9% pada populasi usia 75-84 tahun, dan 13% pada populasi usia lebih dari 85
8
tahun. Sedangkan Lor dan kawan-kawan yang melakukan penelitian pada komunitas
urban di Petaling Jaya Malaysia menemukan prevalensi neuropati sensorik sebesar
20%, dimana kecenderungannya juga meningkat sesuai usia.3
Kerusakan saraf perifer dialami oleh 2,4% populasi di dunia. Prevalensi ini
akan meningkat 8% seiring bertambahnya usia. Penyebab polineuropati yang paling
sering dijumpai adalah polineuropati sensorimotor diabetik, dimana 66% penderita
DM tipe 1 dan 59% penderita DM tipe 2 mengalami polineuropati. Sedangkan
polineuropati genetic yang paling sering adalah akibat Charcot-Marie-Tooth type 1a,
dimana 30 dari 100.000 populasi mengalaminya. Mononeuropati terbanyak
disebabkan oleh carpal tunnel syndrome yang prevalensinya 3% - 5% dari populasi
orang dewasa.4

2.4 Etiologi Neuropati


Terdapat beberapa penyebab neuropati perifer. Antaranya cedera mendadak,
tekanan berkepanjangan pada saraf, dan destruksi saraf akibat penyakit atau
keracunan. Penyebab tersering neuropati perifer adalah diabetes mellitus, defisiensi
vitamin, alkoholisme yang bersamaan dengan gizi buruk, dan kelainan bawaan.
Tekanan pada saraf dapat akibat tumor, pertumbuhan tulang abnormal, postur paksa
karena kekakuan untuk jangka yang lama. Artritis rematoid, vibrasi berlebihan dari

12
peralatan berat, perdarahan pada saraf, herniasi diskus, terpapar dingin atau radiasi,
dan berbagai jenis kanser juga dapat menekan saraf.

Penyebab lain adalah bahan toksik, termasuk logam berat (timbal, air raksa,
arsen), karbon monoksida, dan pelarut. Keseluruhan penyebab dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :

 Otoimmunitas(poliradikuloneuropati demielinatif inflamatori).


 Vaskulitis (kelainan jaringan ikat).
 Kelainan sistemik (diabetes, uremia, sarkoidosis, myxedema,
akromegali).
 Kanser (neuropati paraneoplastik).
 Infeksi (leprosi, kelainan Lyme, AIDS, herpes zoster).
 Disproteinemia (mieloma, krioglobulinemia).
 Defisiensi nutrisional serta alkoholisme.
 Kompresi dan trauma.
 Bahan industri toksik serta obat-

Penyebab nyeri neuropatik yang paling sering : (3-5)

Nyeri neuropatik perifer

 Poliradikuloneuropati demielinasi inflamasi akut dan kronik

 Polineuropati alkoholik

 Polineuropati oleh karena kemoterapi

 Sindrom nyeri regional kompleks (complex regional pain syndrome)

 Neuropati jebakan (misalnya, carpal tunnel syndrome)

 Neuropati sensoris oleh karena HIV

13
 Neuralgia iatrogenik (misalnya, nyeri post mastektomi atau nyeri post
thorakotomi)

 Neuropati sensoris idiopatik

 Kompresi atau infiltrasi saraf oleh tumor

 Neuropati oleh karena defisiensi nutrisional

 Neuropati diabetic

 Phnatom limb pain

 Neuralgia post herpetic

 Pleksopati post radiasi

 Radikulopati (servikal, thorakal, atau lumbosakral)

 Neuropati oleh karena paparan toksik

 Neuralgia trigeminus (Tic Doulorex)

 Neuralgia post traumatic

Nyeri neuropatik sentral

 Mielopati kompresif dengan stenosis spinalis

 Mielopati HIV

 Multiple sclerosis

 Penyakit Parkinson

 Mielopati post iskemik

14
 Mielopati post radiasi

 Nyeri post stroke

 Nyeri post trauma korda spinalis

2.5 Klasifikasi Neuropati


Klasifikasi Neuropati perifer dapat diklasifikasikan mengikuti jumlah saraf
yang terkena atau jenis sel saraf yang terkena ( motorik, sensorik,otonom), atau
proses yang memberi efek pada saraf (peradangan misalnya neuritis).1
1. Mononeuropati
Mononeuropati adalah jenis neuropati yang hanya mempengaruhi saraf
tunggal. Penyebab paling umum mononeuropati adalah melalui kompresi
fisika; pada saraf yang dikenai sebagai neuropati kompresi. Salah satu
contoh dari neuropati kompresi adalah Carpal tunnel syndrom. Cedera
langsung ke saraf, gangguan suplai darah(iskemia),atau peradangan juga
dapat menyebabkan mononeuropati.
2. Multipleks Mononeuritis
Multipleks mononeuritis ada adalah kondisi dua atau lebih
mononeuropati yang berkembang secara berdekatan yang terjadi akibat
infeksi primer. Pola keterlibatan adalah asimetris,walaubagaimanapun,
apabila penyakit ini berkembang , defisit menjadi lebih terimpit dan
simetris, sehingga sulit untuk membedakan dari polineuropati. Oleh
karena itu, perhatian terhadap gejala awal adalah penting.
Mononeuritis multipleks juga dapat menyebabkan rasa sakit, yang
dicirikan sebagai nyeri yang sangat dalam, nyeri yang lebih buruk di
malam hari, sering di punggung bawah, pinggul atau kaki. Pada pasien
dengan diabetes mellitus, multipleks mononeuritis biasanya ditemui
sebagai akut, nyeri unilateral, nyeri paha parah diikuti oleh kelemahan otot
anterior dan kehilangan refleks lutut.
3. Polineuropati

15
Dalam polineuropati, sel-sel saraf di berbagai bagian tubuh yang
terkena, tanpa memperhatikan sara mana yang dilalui. Tidak semua sel
saraf yang terkena dalam kasus tertentu. Dalam aksonopati distal, satu
pola umum, badan sel neuron tetap utuh, tapi akson yang terpengaruh
secara proporsional panjangnya. Neuropati diabetes adalah penyebab
paling umum dari pola ini. Dalam polineuropati denielinasi, selubung
mielin sekitar akson rusak, yang mempengaruhi kemampuan akson untuk
mengkonduksi impuls listrik. Pola lain yang terjadi yaitu mempengaruhi
sel tubuh dari neuron secara langsung. Hal ini biasanya terjadi pada
neuron motorik (dikenal sebagai penyakit neuron motorik) atau neuron
sensorik (dikenal sebagai neuropati sensorik atau ganglionopati akar
dorsal).
Efek dari ini menyebabkan gejala di lebih dari satu bagian tubuh,
sering secara simetris pada sisi kiri dan kanan. Adapun neuropati apapun,
gejala utama termasuk kelemahan atau kejanggalan gerakan
(motor),sensasi yang tidak biasa atau tidak menyenangkan seperti
kesemutan atau terbakar, pengurangan kemampuan untuk merasakan
tekstur, suhu, dan gangguan keseimbangan ketika berdiri atau berjalan
(sensorik). Pada kebanyakan polineuropati, gejala-gejala ini dirasakan
dahulu dan paling parah pada kaki. Gejala otonom juga dapat terjadi
seperti pusing ketika berdiri, disfungsi ereksi dan kesulitan mengendalikan
buang air kecil.
4. Neuropati otonom
Neuropati otonom merupakan bentuk polineuropati yng
mempengaruhi sistem saraf involunter, sistem saraf non-sensorik ( sistem
saraf otonom) yang mempengaruhi sebagian besar organ internal seperti
otot kandung kemih, sistem kardiovaskular, saluran pencernaan, dan organ
kelamin. Saraf-saraf ini tidak berada di bawah kendali kesadaran
seseorang dan berfungsi secara otomatis. Serabut saraf otonom
membentuk koleksi besar di toraks, abdomen dan panggul di luar medulla

16
spinalis dan otak. Umumnya neuropati oonom terlihat pada pasien dengn
diabetes mellitus tipe 1 dan 2 dalam jangka panjang. Dalam sebagian
besar tapi tidak semua kasus, neuropati otonom terjadi bersama bentuk-
bentuk neuropai yang lain, seperti neuropati sensorik.

.
2.6 Patofisiologi Neuropati
Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah:sensitisasi
perifer, ectopic discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan
ekspresi dan distribusi saluran ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraf,
dan meningkatkan eksitabilitas membran, sehingga muncul aktivitas ektopik yang
bertanggung jawab terhadap munculnya nyeri neuropatik spontan.3
Kerusakan jaringan dapat berupa rangkaian peristiwa yang terjadi di
nosiseptor disebut nyeri inflamasi akut atau nyeri nosiseptif, atauterjadi di jaringan
saraf, baik serabut saraf pusat maupun perifer disebutnyeri neuropatik. Trauma atau
lesi di jaringan akan direspon olehnosiseptor dengan mengeluarkan berbagai mediator
inflamasi, sepertibradikinin, prostaglandin, histamin, dan sebagainya. Mediator
inflamasidapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan munculnya nyerispontan,
atau membuat nosiseptor lebih sensitif (sensitasi) secara langsungmaupun tidak
langsung. Sensitasi nosiseptor menyebabkan munculnyahiperalgesia. Trauma atau
lesi serabut saraf di perifer atau sentral dapatmemacu terjadinya remodelling atau
hipereksibilitas membran sel. Dibagian proksimal lesi yang masih berhubungan
dengan badan sel dalam beberapa jam atau hari, tumbuh tunas-tunas baru(sprouting).
Baik nyeri neuropatik perifer maupun sentral berawal dari sensitisasi neuron
sebagai stimulus noksious melalui jaras nyeri sampai ke sentral. Bagian dari jaras ini
dimulai dari kornu dorsalis, traktus spinotalamikus (struktur somatik) dan kolum
dorsalis (untuk viseral), sampai talamus sensomotorik, limbik, korteks prefrontal dan
korteks insula. Karakteristik sensitisasi neuron bergantung pada: meningkatnya
aktivitas neuron; rendahnya ambang bata stimulus terhadap aktivitas neuron itu

17
sendiri misalnya terhadap stimulus yang non noksious, dan luasnya penyebaran areal
yang mengandung reseptor yang mengakibatkan peningkatan letupan-letupan dari
berbagai neuron.

Gambar 1. Neuron

Gambar 2. Proses patologi neuropati perifer

18
Secara umum neuropati perifer terjadi akibat 3 proses patologi yaitu
degenerasi wallerian, degenerasi aksonal dan demielinisasi segmental3. Proses
spesifik dari beberapa penyakit yang menyebabkan neuropati masih belum diketahui.
Pada degenerasi wallerian, terjadi degenerasi myelin sebagai akibat dari
kelainan pada akson. Degenerasi akson berlangsung dari distal sampai lesi fokal
sehingga merusak kontinuitas akson. Reaksi ini biasanya terjadi pada mononeuropati
fokal akibat trauma atau infark saraf perifer.
Degenerasi aksonal, yang biasanya disebut dying-back phenomenon,
kebanyakan menunjukkan degenerasi aksonal pada daerah distal. Polineuropati akibat
degenerasi akson biasanya bersifat simetris dan selama perjalanan penyakit akson
berdegenerasi dari distal ke proksimal. Proses ini sering didapatkan pada penderita
polineuropati kausa metabolik.
Pada degenerasi akson dan Wallerian, perbaikannya lambat karena menunggu
regenerasi akson, disamping memulihkan hubungan dengan serabut otot, organ
sensorik dan pembuluh darah.
Pada demielinisasi segmental terjadi degenerasi fokal dari myelin. Reaksi ini
dapat dilihat pada mononeuropati fokal dan pada sensorimotor general atau neuropati
motorik predominan. Polineuropati demielinasi segmental yang didapat biasanya
akibat proses autoimun atau yang berasal dari proses inflamasi, dapat pula terdapat
pada polineuropati herediter. Pada kelainan ini perbaikan dapat terjadi secara cepat
karena yang diperlukan hanya remielinisasi.
Pada polineuritis idiopatik akut dapat terjadi infiltrasi limfosit, sel plasma dan
sel mononuklear pada akar-akar saraf spinalis, sensorik dan ganglion simpatis dan
saraf perifer. Pada polineuropati difteri terjadi demielinisasi pada serat-serat saraf di
akar dan ganglion sensorik dengan reaksi inflamasi.
Mekanisme yang mendasari neuropati perifer tergantung dari kelainan yang
mendasarinya. Diabetes sebagai penyebab tersering, dapat mengakibatkan neuropati
melalui peningkatan stress oksidatif yang meningkatkan Advance Glycosylated End
products (AGEs), akumulasi polyol, menurunkan nitric oxide, mengganggu fungsi

19
endotel, mengganggu aktivitas Na/K ATP ase, dan homosisteinemia. Pada
hiperglikemia, glukosa berkombinasi dengan protein, menghasilkan protein
glikosilasi, yang dapat dirusak oleh radikal bebas dan lemak, menghasilkan AGE
yang kemudian merusak jaringan saraf yang sensitif. Selain itu, glikosilasi enzim
antioksidan dapat mempengaruhi sistem pertahanan menjadi kurang efisien.

Gambar 3. Patofisiologi pada neuropati diabetik. Dari:Head KA. Peripheral


neuropathy:pathogenic mechanisms and alternative therapies. Alternative
Medicine Review 2006;11(4):294-2963
Glukosa di dalam sel saraf diubah menjadi sorbitol dan polyol lain oleh enzim aldose
reductase. Polyol tidak dapat berdifusi secara pasif ke luar sel, sehingga akan
terakumulasi di dalam sel neuron, yang menganggu kesetimbangan gradien osmotik
sehingga memungkinkan natrium dan air masuk ke dalam sel dalam jumlah banyak.
Selain itu, sorbitol juga dikonversi menjadi fruktosa, dimana kadar fruktosa yang
tinggi meningkatkan prekursor AGE. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf
menurunkan aktivitas Na/K ATP ase.

Gambar 4. Jalur sorbitol, sebagai salah satu mekanisme patogenesis pada


neuropati perifer. Dari: Head KA. Peripheral neuropathy:pathogenic

20
mechanisms and alternative therapies. Alternative Medicine Review
2006;11(4):294-2963
Nitric oxide memainkan peranan penting dalam mengontrol aktivitas Na/K
ATPase. Radikal superoksida yang dihasilkan oleh kondisi hiperglikemia mengurangi
stimulasi NO pada aktivitas Na/K ATPase. Selain itu, penurunan kerja NO juga
mengakibatkan penurunan aliran darah ke saraf perifer

2.7 Gambaran Klinis Neuropati 1


1. Metabolik
a. Neuropati diabetik :
*Polineuropati : komplikasi diabetes melitus yang paling sering terjadi
Gejala & tanda : - gangguan motorik tungkai lebih sering terkena daripada
tangan
- gangguan sensorik kaos kaki dan sarung tangan
berupa gangguan rasa nyeri & suhu, vibrasi serta
posisi.
* Otonom neuropati :
Gejala & tanda : keringat berkurang, hipotensi ortostatik, nokturnal diare,
inkontinensi alvi, konstipasi, inkontinensi dan retensio urin,
gastroparesis dan impotensi.
*Mononeuropati :
Gejala & tanda : terutama mengenai nervi kranialis (terutama nervi untuk
pergerakan bola mata) dan saraf tepi besar dengan gejala
nyeri
b. Polineuropati uremikum :
Terjadi pada pasien uremia kronis (gagal ginjal kronis)
Gejala & tanda : - gangguan sensorimotor simetris pada tungkai & tangan
- rasa gatal, geli dan rasa merayap pada tungkai dan paha
memberat pada malam hari, membaik bila kaki
digerakkan (restless leg syndrome)

21
2. Nutrisional
a. Polineuropati defisiensi :
- Piridoksin : pada penggunaan Izoniazid (INH)
Gejala & tanda : neuropati sensorimotor dan neuropati optika
- Asam folat : sering pada penggunaan fenitoin > intake asam folat yang
kurang
- Niasin : pada pasien defisiensi multiple
b. Polineuropati alkoholik : Neuropati karena defisiensi multivitamin dan
thiamin
Gejala & tanda : gangguan sensorimotor simetris terutama tungkai tahap
lanjut mengenai tangan.
3. Toksik
a. Arsenik : keracunan arsen secara kronik (akumulasi kronik)
Gejala &tanda : - gangguan sensoris berupa nyeri & gangguan motorik yang
berkembang lambat gangguan GIT mendahului ganggauan neuropati oleh
karena intake arsen.
b. Merkuri :
Gejala & tanda : menyerupai keracunan arsen.
4. Drug induced
a. Obat antineoplasma : (Cisplastin, carboplastin, vincristin)
Gejala &tanda : - Banyak sebagai gangguan sensorik polineuropati
- Kloramfenikol & metronodazole : gangguan sensoris
ringan/akral parestesia, kadang optik neuropati.
b. Keganasan / paraneoplastic polyneuropathy
Gejala & tanda : - Banyak dalam bentuk distal simetrikal sensorimotor
polineuropati akibat ”remote effect” keganasan seperti: mieloma multipel,
Limfoma
- Gejala motorik seperti ataksia, atrofi tingkat lanjut kelumpuhan.
5. Trauma : neuropati jebakan.

22
2.8 Penegakan Diagnosis Neuropati
2.8.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik1,5 :
- Gangguan sensorik meliputi parestesia, nyeri, terbakar, penurunan
rasa raba, vibrasi dan posisi. Hilangnya sensasi (getar,
posisi/proprioseptif, suhu, dan nyeri) pada bagian distal ekstremitas
menunjukkan neuropati perifer.
- gangguan motorik berupa kelemahan otot-otot
- refleks tendon menurun
- fasikulasi
Ketika pasien mengeluh rasa kebas, keram, nyeri atau lemah utamanya
dibagian distal ekstremitas, langkah pertama adalah menentukan letak lesi
apakah lesinya di saraf perifer, radix atau plexus. Lesi CNS biasanya disertai
gejala lain seperti sulit berbicara, diplopia, ataxia, kelemahan nervus cranialis,
atau pada kasus mielopati didapatkan penurunan fungsi digestif dan kandung
kemih, refleks patologis positif dan tonus otot spastik. Jika lesinya pada saraf
perifer biasanya menunjukkan gejala asimetrik dan gangguan sensorik yang
mengikuti dermatom, bisa juga disertai nyeri leher atau low back pain. Lesi
pada pleksus juga menunjukkan gejala yang asimetrik dengan gangguan
sensorik pada beberapa nervus pada satu ekstremitas.
Setelah menetukan letak lesi (nervus perifer yang bermasalah),
langkah selanjutnya adalah mencari penyebab/etiologinya. Pada tahap awal
neuropati perifer, pasien menunjukkan gejala progresif meliputi hilangnya
sensasi sensorik, kebas, dan nyeri ataupun rasa terbakar pada ekstremitas
inferior (stocking and gloves). Lama kelamaan, gangguan sensorik ini akan
mengenai bagian proksimal ekstremitas disertai kelemahan otot ringan bahkan
atropi. Pada neuropati perifer akut, pasien biasanya menunjukkan gejala yang
sama tapi lebih berat, nyeri lebih dominan dan progresnya cepat. Pada kasus
acute inflammatory demyelinating disorder (misalnya Guillain-Barré
syndrome) dan chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy,

23
kelemahan otot lebih dominan dibandingkan dengan gangguan sensorik dan
merupakan gejala awal yang khas.

2.8.2 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium1,5 :
Tes darah dapat meliputidarah lengkap, profil metabolik, laju endap darah,
gula darah puasa, vitamin B12, dan kadar TSH.
Pungsi lumbal dan analisis CSF membantu dalam diagnosis Guillain-Barré
syndromedan chronic inflammatory demyelinating neuropathy.
Elektrodiagnostik, membantu dalam differensial diagnosisjenis neuropati tipe
aksonal, demielinisasi, atau campuran.
- Gula darah puasa : didapatkan hiperglikemi
- fungsi ginjal
- kadar vitamin B1, B6, B12 darah : defisiensi vitamin B1, B6 dan B12
- kadar logam berat : kadar arsenik dan merkuri tinggi
- fungi hormon tiroid :didapatkan hipotiroidisme
- Lumbal pungsi : protein CSF meningkat
Gold Standard :
- EMG : degenerasi aksonal & demielinisasi
- Biopsi saraf

24
Gambar 5. Penyebab neuropati perifer berdasarkan kondisi klinis

25
Gambar 6. Diagnosis pasien neuropati perifer

Evaluasi pasien dengan neuropati perifer dilakukan dengan pemeriksaan darah


lengkap, comprehensive metabolic profile, laju endap darah, gula darah puasa,
vitamin B12, dan TSH. Pemeriksaan tambahan dilakukan jika ada indikasi, misalnya
mencari kemungkinan adanya keganasan, pemeriksaan antibodi antimyelin-associated
glycoprotein untuk mengevaluasi neuropati sensorimotor, antibody anti-gangliosida,
krioglobulin, dananalisis CSF digunakan untuk mengevaluasi neuropati demyelinasi
inflamasi kronik, antibody anti-sulfatida untuk mengevaluasi polineuropati autoimun,
serta tes genetik jika dicurigai neuropati perifer herediter. Pungsi lumbal dan analisis
CSF membantu dalam mendiagnosis Guillain-Barré syndrome dan neuropati
demyelinasi inflamasi kronik dimana didapatkan peningkatan protein CSF.
Pemeriksaan elektodiagnostik membantu membedakan apakah neuropati
disebabkanoleh kerusakan akson (axonalneuropathy) atau kerusakan myelin
(demyelinating neuropathy), ataupun keduanya (mixed neuropathy).

26
Pemeriksaan elektrodiagnostik direkomendasikan jika pada anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan hasil yang
bermakna. Ada 2 jenis pemeriksaan elektrodiagnostik yang utama yaitu pemeriksaan
konduksi saraf dan Elektromiografi (EMG). Pemeriksaan konduksi saraf menilai
bentuk, amplitudo, periode laten, dan kecepatan konduksi dari sebuah sinyal elektrik
yang dihantarkan melalui nervus yang diperiksa. Kerusakan aksonal akan
menampakkan gambaran amplitude yang mengecil, sedangkan proses demyelinisasi
menampakkan gambaran periode laten yang memanjang dan kecepatan konduksi
yang lambat. EMG dapat mendeteksi kerusakan akson yang aktif. Potensial aksi saraf
motorik pada kontaksi otot volunter juga dinilai.1
Pemeriksaan konduksi saraf yang normal dan EMG yang menurun secara
signifikan mengarah pada diagnosis neuropati perifer, sedangkan konduksi saraf yang
abnormal menguatkan diagnosis.
Keterbatasan pemeriksaan elektrodiagnosis yaitu hanya dapat mendeteksi
kelainan pada saraf yang besar (saraf bermielin). Dengan keterbatasan ini, terjadi
penurunan sensitifitas dalam mendiagnosis neuropati yang mengenai saraf kecil
contohnya pasien dengan keluhan gangguan sensorik nyeri, suhu, dan fungsi otonom.
Sehingga pada kasus ini ada pemeriksaan khusus untuk menilai fungsi otonom, dan
tes non-elektro diagnosis lainnya biopsi epidermis dapat menghasilkan diagnosis.
Biopsi saraf dilakukan jika pada tes laboratorium dan elektrodiagnostik tidak
ditemukan kelainan atau untuk memastikan diagnosis sebelum melakukan tindakan
agresif, misalnya pada vaskulitis sebelum pemberian steroid atau kemoterapi). Lokasi
biopsi biasanya di nervus suralis dan nervus peroneal superficialis. Jika pada semua
pemeriksaan tidak didapatkan hasil bermakna dan pemeriksaan elektrodiagnostik
menunjukkan neuropati perifer simetris tipe aksonal maka dianggap diagnosisnya
adalah neuropati perifer idiopatik. Biopsi epidermis dapat dilakukan pada pasien
dengan keluhan rasa terbakar, kebas, dan nyeri dimana diduga kerusakan terjadi pada
serabut saraf kecil. Kerusakan serabut saraf kecil dapat mendasari tahap awal dari
beberapa neuropati perifer dan tidak dapa dideteksi dengan pemeriksaan
elektrodiagnostik.

27
2.9 Penatalaksanaan Neuropati

Gambar 7. Alur diagnostik neuropati perifer. Dari: England JD, Asbury AK.
Peripheral neuropathy. The Lancet 2004;363:2151-613
2.9.1 Penatalaksanaan Farmakologik
- Terapi kausatif
Neuropati perifer disebabkan oleh banyak penyebab. Kausa yang
paling bisa ditatalaksanai meliputi diabetes melitus, hipotiroidisme, dan
defisiensi vitamin neurotropik. Adapula obat yang merangsang proteosintesis
untuk regenerasi sel Schwann diantaranya metilkobalamin (derivat B12)
dengan dosis 1500mg/hari selama 6-10 minggu, gangliosid (intrinsic
membrane sel neuron) dengan dosis 2x200mg intramuskuler selama 8
minggu.

28
- Simptomatis :
Obat-obatan yang banyak digunakan sebagai terapi nyeri neuropati
adalah anti depresan trisiklik dan anti konvulsan karbamasepin.

Anti depresan

Dari berbagai jenis anti depresan, yang paling sering digunakan untuk
terapi nyeri neuropati adalah golongan trisiklik, seperti amitriptilin,
imipramin, maprotilin, desipramin. Mekanisme kerja anti depresan trisiklik
(TCA) terutama mampu memodulasi transmisi dari serotonin dan norepinefrin
(NE). Anti depresan trisiklik menghambat pengambilan kembali serotonin (5-
HT) dan noradrenalin oleh reseptor presineptik. Disamping itu, anti depresan
trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5-HT (autoreseptor), sehingga
secara keseluruhan mampu meningkatkan konsentrasi 5-HT dicelah sinaptik.
Hambatan reuptake norepinefrin juga meningkatkan konsentrasi norepinefrin
dicelah sinaptik. Peningkatan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik
menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang akan
mengurangi aktivitas adenilsiklasi. Penurunan aktivitas adenilsiklasi ini akan
mengurangi siklik adenosum monofosfat dan mengurangi pembukaan Si-Na.
Penurunan Si-Na yang membuka berarti depolarisasi menurun dan nyeri
berkurang.(4,6-9)

Anti konvulsan

Anti konvulsan merupakan gabungan berbagai macam obat yang


dimasukkan kedalam satu golongan yang mempunyai kemampuan untuk
menekan kepekaan abnormal dari neuron-neuron di sistem saraf sentral.
Seperti diketahui nyeri neuropati timbul karena adanya aktifitas abnormal dari
sistem saraf. Nyeri neuropati dipicu oleh hipereksitabilitas sistem saraf sentral
yang dapat menyebabkan nyeri spontan dan paroksismal. Reseptor NMDA
dalam influks Ca2+ sangat berperan dalam proses kejadian wind-up pada

29
nyeri neuropati. Prinsip pengobatan nyeri neuropati adalah penghentian proses
hiperaktivitas terutama dengan blok Si-Na atau pencegahan sensitisasi sentral
dan peningkatan inhibisi. (4,6-9)

Karbamasepin dan Okskarbasepin

Mekanisme kerja utama adalah memblok voltage-sensitive sodium


channels (VSSC). Efek ini mampu mengurangi cetusan dengan frekuensi
tinggi dari neuron. Okskarbasepin merupakan anti konvulsan yang struktur
kimianya mirip karbamasepin maupun amitriptilin. Dari berbagai uji coba
klinik, pengobatan dengan okskarbasepin pada berbagai jenis nyeri neuropati
menunjukkan hasil yang memuaskan, sama, atau sedikit diatas karbamazepin,
hanya saja okskarbasepin mempunyai efek samping yang minimal.

Lamotrigin

Merupakan anti konvulsan baru untuk stabilisasi membran melalui


VSCC, merubah atau mengurangi pelepasan glutamat maupun aspartat dari
neuron presinaptik, meningkatkan konsentrasi GABA di otak. Khusus untuk
nyeri neuropati penderita HIV, digunakan lamotrigin sampai dosis 300 mg
perhari. Hasilnya, efektivitas lamotrigin lebih baik dari plasebo, tetapi 11 dari
20 penderita dilakukan penghentian obat karena efek samping. Efek samping
utama lamotrigin adalah skin rash, terutama bila dosis ditingkatkan dengan
cepat.

Gabapentin

Akhir-akhir ini, penggunaan gabapentin untuk nyeri neuropati cukup


populer mengingat efek yang cukup baik dengan efek samping minimal.
Khusus mengenai gabapentin, telah banyak publikasi mengenai obat ini
diantaranya untuk nyeri neuropati diabetika, nyeri pasca herpes, nyeri
neuropati sehubungan dengan infeksi HIV, nyeri neuropati sehubungan
dengan kanker dan nyeri neuropati deafferentasi. Gabapentin cukup efektif

30
dalam mengurangi intensitas nyeri pada nyeri neuropati yang disebabkan oleh
neuropati diabetik, neuralgia pasca herpes, sklerosis multipel dan lainnya.
Dalochio, Nicholson mengatakan bahwa gabapentin dapat digunakan sebagai
terapi berbagai jenis neuropati sesuai denngan kemampuan gabapentin yang
dapat masuk kedalam sel untuk berinteraksi dengan reseptor α2β yang
merupakan subunit dari Ca2+-channel.

- Vitamin neurotropik : B1, B6, B12, asam folat


2.9.2 Penatalaksanaan Non-farmakologik
- Terapi suportif seperti menurunkan berat badan, dietdan pemilihan sepatu
yang sesuai ukuran, nyaman, dan tidak menyebabkan penekananjuga dapat
membantu.
- Fisioterapi, mobilisasi, masase otot dan gerakan sendi
Sasaran pengobatan neuropati perifer adalah mengontrol penyakit yang
mendasarinya dan menghilangkan gejala (simptomatis). Yang pertama
dilakukan adalah menghentikan penggunaan obat-obatan atau bahan yang
menjadi pencetus, memperbaiki gizi (pada defisiensi vitamin neurotropik),
dan mengobati penyakit yang mendasarinya (seperti pemberian kortikosteroid
pada immune-mediatedneuropathy). Neuropati inflamasi akut membutuhkan
penanganan yang lebih cepat dan agresif dengan pemberian immunoglobulin
dan plasmapheresis.

2.10 Komplikasi Neuropati

1. Komplikasi saraf DM dikaki dan tungkai bawah


Neuropati pada tungkai dan kaki akan terasa didaerah tungkai bawah dan kaki
bagian kiri dan kanan, gejalanya mulai dari kesemutan, dan jika parah maka
akan terjadi baal atau banyak disebut dengan mati rasa. Kadang-kadang nya
terjadi panas, seperti rasa kita terkena cabai pedas. Jika orang merasakan nyeri
dengan denyut terus menerus maka bisa sajakan mengganggu tidurnya.

31
2. Neuropati pada saluran pencernaan
Neuropati pada saluran pencernaan bisa menyebabkan diare dan biasanya
akan terjadi pada waktu malam hari. Namun juga ada sebagian orang yang
mengalami gangguan konstipasi akibat dari neuropati saluran pencernaan ini.

3. Neuropati kandung kemih


Untuk kandung kemih keluhannya adalah kencing yang tidak lancar, jika tidak
diobati dengan baik maka akan timbul infeksi dan rasa sakit pada saluran
kandung kemih tersebut.

2.11 Prognosis Neuropati


Hasil akhir neuropati sangat tergantung pada penyebabnya. Neuropati perifer
sangat bervariasi dari gangguan yang reversible sampai komplikasi yang bersifat
fatal. Pada kasus yang paling baik, saraf yang rusak akan ber-regenerasi. Sel saraf
tidak bisa digantikan jika mati namun mempunyai kemampuan untuk pulih dari
kerusakan. Kemampuan pemulihan tergantung kerusakan dan umur seseorang dan
keadaan kesehatan orang tersebut. Pemulihan berlangsung dalam beberapa minggu
sampai beberapa tahun karena pertumbuhan sel saraf sangat lambat. Pemulihan
sepenuhnya mungkin tidak bisa terjadi dan sulit ditentukan prognosis hasil akhirnya.
Jika disebabkan keadaan degeneratif seperti penyakit Charcot-Marie-Tooth, kondisi
akan bertambah buruk. Mungkin terdapat periode dimana penyakit tersebut mencapai
kondisi statis namun belum ada pengobatan yang telah ditemukan untuk penyakit ini.
Sehingga gejala-gejala akan terus berlangsung dan memburuk. Beberapa neuropati
berakibat fatal. Keadaan yang fatal ini telah dikaitkan dengan kasus difteri, keracunan
botulisme dan lain-lain.
Beberapa penyakit dengan neuropati juga bisa berakibat fatal namun
penyebab kematian tidak selalu berkaitan dengan neuropati, seperti halnya pada
kanker

32
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Neuropati adalah gangguan saraf perifer yang meliputi kelemahan


motorik gangguan sensorik, otonom dan melemahnya refleks tendon yang
dapat bersifat akut atau kronik. Etiologi neuropati adalah metabolik,
nutrisional, toksik, keganasan , trauma infeksi-inflamasi,autoimun dan
genetik.
Neuropati perifer dapat diklasifikasikan menjadi empat klasifikasi
yaitu mononeuropati, mononeuropati multipleks, polineuropati dan neuropati
otonom.
Diagnosis neuropati ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gold standard untuk diganosis neuropati
adalah pemeriksaan Elektromiografi (EMG) dan biopsi saraf.
Sasaran pengobatan neuropati perifer adalah mengontrol penyakit
yang mendasarinya dan menghilangkan gejala (simptomatis). Yang pertama
dilakukan adalah menghentikan penggunaan obat-obatan atau bahan yang
menjadi pencetus, memperbaiki gizi (pada defisiensi vitamin neurotropik),
dan mengobati penyakit yang mendasarinya (seperti pemberian kortikosteroid
pada immune-mediatedneuropathy). Neuropati inflamasi akut membutuhkan
penanganan yang lebih cepat dan agresif dengan pemberian immunoglobulin
dan plasmapheresis.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Afriani, Ika Resti. (2011, Agustus 09). Penatalaksanaan Pasien Dengan Stroke
Non Hemoragik. UMY e-Case, Retrieved March 11, 2012.

2. Baehr, Mathias., M. Frotscher. 2010. Diagnosis Topik Neurologu Duus:


anatomi, fisiologi, tanda, gejala edisi 4. Jakarta: EGC
.
3. Frida, Meiti. Clinical Approach and Electrodiagnostic in Peripheral Neuropathy
in Elderly. Padang:Department of Neurology, Medical Faculty ofUniversity of
Andalas, Dr. M. Djamil Hospital.

4. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. PMK No. 5 ttg Panduan Praktik
Klinis Dokter di FASYANKES Primer. Jakarta: Kemenkes RI

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2013. Standar Pelayanan Medik


Neurologi. Jakarta: Perdossi

6. Price, SA, Wilson, LM. 2006. PatofisiologiKonsepKlinis Proses-Proses


Penyakit.Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC

7. Sherwood, L.2012.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Jakarta : EGC

8. Yayasan Spiritia. 2014. Lembar Info Neuropati Perifer. Jakarta: Yayasan


Spiritia

34

Das könnte Ihnen auch gefallen