Sie sind auf Seite 1von 8

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.

4 Tahun 2015

PENGARUH KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN (IB) ANTARA SAPI


BALI DARA DENGAN SAPI BALI YANG PERNAH BERANAK DI
KECAMATAN PEMAYUNG KABUPATEN BATANGHARI
Fachroerrozi Hoesni1
Abstract
The purpose of this research is to know the comparative success of artificial
insemination (IB) between the Wallaby dara with Wallaby ever litter is in district
Pemayung District Batanghari.
The method used is the method surve. Data retrieval is done by noting the central
services directly from artificial insemination Pemayung Sub District Batanghari.
Livestock which sample is 15% of acceptors artificial insemination beef cattle with dara
Bali Bali beraanak ever. Determination of sampling was done randomly (Simple Random
Sampling).
Data collected processed in descriptive and analyzed using Chi Square test and test t.
To know the link between number of insemination should be done for every marital status
kebuntingan, and the success of the kebuntingan one kaliu artificial insemination based
on marital status, as well as the calculation of the number of service per consepsi.
Based on the research results obtained in comparison to the fact that Conception Rate
(CR) and Service per Consepsi (S/C) for beef and cattle ever dara increased and each is
45%; 48.88% and 2.22; 2.04. In addition, the results of the study also showed the absence
of differences, the number of insemination should be done to produce a kebuntingan good
on beef as well as beef ever dara litter (P > 0.05). Similarly, the success of the
kebuntingan one time artificial insemination because it proved there is no entanglement
result kebuntingan one time artificial insemination with marital status (p. > 0.05).
Research results can be concluded that there is no difference between artificial
insemination success Wallaby dara with Wallaby ever litter, reviewed the amount of the
insemination must be made for each kebuntingan and kebuntingan success one time
artificial insemination.
Keywords: insemination, service per consepsi (S/C)
PENDAHULUAN adalah melalui sapi adalah melalui
Sapi Bali merupakan salah satu penyediaan bibit produktif yang dapat
bangsa asli sapi dan murni Indonesia, digunakan untuk memperbaiki mutu
dimana sapi Bali memiliki ciri genetik ternak sapi di pedesaan. Penyediaan
khas dan keunggulan yang tidak kalah bibit dapat melelui infort bibit sapi
jika dibandingkan dengan bangsa sapi unggul yang kemudian dijadikan sumber
lainnya. Peranan sapi Bali sangat semen untuk keperluan insemunasi
penting dalam pembangunan subsektor buatan.
peternakan, sehinggan untuk Menurut Udin (2012) Inseminasi
meningkatkan produktivitas ternak sapi buatan (IB) merupakan salah satu
Bali perlu dilakukan sistem perkawinan teknologi yang dapat memberikan
secara iseminasi buatan. Dalam peluang bagi pejantan unggul untuk
meningkatkan usaha peternakan usaha menyebarluaskan keturunannya secara
ternak sapi Bali dapat diadakan maksimal, dimana penggunaan pejantan
perluasan dan pengembangan pada kawin alam terbatas dalam
pertenakan sapi Bali di Indonesia, salah meningkatkan populasi ternak, karena
satu daerah pengembangan ternak sapi setiap ejakulasi dapat membuahi seekor
Bali di Provinsi Jambi adalah betina.Inseminasi buatan (IB) adalah
Kecamatan Pemayung Kabupaten suatu teknologi tepat guna yang dapat
Batang Hari. dimamfaatkan untuk meningkatkan
Langkah yang ditempuh dalam upaya mutu dan produktivitas ternak.
peningkatan produktifitas ternak sapi Keuntungan yang dicapai dalam
program inseminasi buatan diantara
1
Dosen Fakultas Peternakan Universitas adalah untuk memperbaiki mutu genetik,
Jambi
efesien dalam pemakaian pejantan,
terbukanya kesempatan untuk

20

Pengaruh Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) antara Sapi Bali Dara dengan Sapi Bali yang
Pernah Beranak di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.4 Tahun 2015

menggunakan pejantan unggul secara beranak dan ternak dara jika ditinjau
luas, mencegah penularan penyakit. dari tolak ukur keberhasilan inseminasi
mengurangi gangguan fisik yang buatan yakni CR/NR Dan S/C.
berlebihan terhadap sapi betina pada Berdasarkan pernyataan diatas maka
waktu kawin, serta menghemat biaya perlu dilakukan penelitian untuk
(Djanah. 1985). mengetahui perbandingan keberhasilan
Keberhasilan inseminasi buatan (IB) inseminasi buatan antara sapi Bali dara
dapat dinilai dengan mengukur angka dengan sapi Bali yang pernah beranak di
kawin per kebuntingan (S/C). Angka Kecamatan Pemayung Kabupaten
kebuntingan (CR). dan angka tidak Batang Hari.
diminta kawin ulang (NR). Toelihere Penelitian ini bertujuan untuk
(1981). menyatakan bahwa faktor mengetahui perbandingan keberhasilan
keberhasilan inseminasi buatan inseminasi buatan (IB) antara sapi Bali
dipengaruhi oleh pengetahun pertenak dara dengan sapi Bali yang pernah
dalam gejala birahi, pelaksanaan beranak di Kecamatan Pemayung
inseminasi buatan, pengalaman Kabupaten Batang Hari.
inseminator dan kualitas sperma. Manfaat dari penelitian ini untuk
Selanjutnya Ardikarta (1981) memberikan informasi dan pengetahuan
menyatakan bahwa faktor faktor yang tentang perbandingan keberhasilan
memperngaruhi inseminasi buatan inseminasi buatan antara sapi Bali dara
adalah fertilitas, keterampilan dengan sapi Bali yang pernah beranak
inseminator, deteksi birahi, waktu serta meningkatkn mutu genetik ternak
inseminasi, jumlah sperma, dosis sabi Bali dengan teknologi inseminasi
inseminasi dan komposisi semen. buatan di Kecamatan Pemayung
Salisbury dan van Demark (1985), Kabupaten Batang Hari.
menyatakan bahwa sapi Bali dara lebih TINJAUAN PUSTAKA
tinggi fertilitasnya bila dibandingkan Keadaan Umum Ternak Sapi Bali
dengan ternak dewasa, fertilitas sapi Sapi Bali merupakan ternak asli
dara akan meningkat sampai umur 4 Indonesia yang mempunyai potensi
tahun, kemudian akan stabil sampai genetik dan nilai ekonomis yang cukup
umur 6 tahun, setelah itu akan menurun baik untuk dikembangkan sebagai ternak
secara bertahap. Selanjutnya potong (Yasin dan Dilaga, 1993).
berdasarkan hal tersebut sangat besar Selanjutnya menurut departemen
kemungkinan bahwa keberhasilan Pertanian (1987) bahwa sapi Bali betina
inseminasi buatan pada sapi Bali dara dan jantan muda mempunyai warna
dan sapi Bali yang pernah beranak yang coklat kemerah-merahan, sedangkan
berumur kurang dari 6 tahun akan lebih jantan dewasa berwarna hitam, terdapat
tinggi apabila dibandingkan dengan warna putih pada kaki bagian bawah,
ternak dewasa yang berumur lebih dari 6 perut bawah serta warna putih setengah
tahun. lingkaran pada pantatnya, garis lembut
Di kecamatan Pemayung inseminasi warna hitam pada punggungnya.
buatan dilakukan pada ternak sapi dara Huitama (1986), menyatakan bahwa
dan sapi induk (yang pernah beranak). tinggi jantan dewasa 135 cm dan tinggi
Terdapat kecendrungan bahwa 60% betina dewasa 120 cm dengan bobot
pelaksanaan inseminasi buatan pada 300-400 kg. Reksohadiprojo (1985),
ternak induk. Kecendrungan lebih menyatakan bahwa sapi Bali merupakan
disebabkkan oleh anggapan bahwa tipe Banteng (Bos Sandicus) yang ada di
angka kelahiran yang dihasilkan lebih Indonesian terutama di Bali, Lombok,
tinggi dan belum pernah di evaluasi Flores, Sulawesi, Jawa Timur dan
berdasarkan tolak ukur keberhasilan kalimantan. Selanjutnya Murtidjo (1993)
inseminasi buatan yang lain seperti menyatakan bahwa sapi Bali adalah ras
CR/NR dan S/C. Atas dasar tersebut, potong Indonesia yang fasilitasnya lebih
perlu suatu pengkajian bagaimana dari pada sapi potong asal Eropa,
sebenarnya kebersamaan inseminasi walaupun pertumbuhannya lambat dan
buatan pada ternak induk yang pernah mempunyai metodek beternak yang

21

Pengaruh Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) antara Sapi Bali Dara dengan Sapi Bali yang
Pernah Beranak di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.4 Tahun 2015

panjang, tetapi sapi Bali mempunyai penggunaan penjantan unggul,


tingkat adaptasi yang tinggi terhadap penghemat biaya, tenaga, seleksi dan
lingkungan tropis, kemampuan mengurangi penularan penyakit serta
mengkonversi makanan berkualitas mempertinggi efesiensi repreduksi
rendah menjadi daging amat tinggi dan (Toelihere, 2001).
daya tahan terhadap penyakit tinggi. Perogram inseminasi buatan dapat
Murtidjo (1993), menyatakan bahwa berjalan dengan lancar sebagaimana
sapi Bali betina rata-rata dewasa yang diharapkan, perlu drperhatikan
kelaminya pada umur 18 bulan dengan beberapa aspek seperti populasi sapi
rataan siklus estrus 18 hari yaitu pada betina mencukupi untuk akseptor
sapi betina muda berkisar 20-21 hari dan inseminasi buatan dan sarana
betina dewasa 16-23 hari, lama perhubungan lancar serta cara
birahinya berkisar 36-48 jam dengan pemeliharaan ternak baik. (Dinas
masa subur 18-27 jam. Perkawinan sapi Petenakan Provinsi, 1, 1990).
Bali sebaiknya setelah tercapai dewasa Faktor Penunjang Keberhasilan
tubuh. Inseminasi Buatan
Inseminasi Buatan Adikarta (1981), menyatakan bahwa
Inseminasi buatan (IB) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
salah satu bentuk rekayasa teknik keberhasilan inseminasi buatan adalah
mengawunkan ternak dengan kondisi ternak, deteksi birahi, tenaga
mendedosisikan semen ke dalam saluran inseminator yang berpengalaman, waktu
reproduksi betina (Toelihere, 2001). inseminasi, dosis inseminasi dan
Inseminasi buatan adalah suatu cara komposisi semen. Sejalan penjelasan
perkawinan dimana semen pejantan Anonim (1981), yang menyatakan
disadap untuk disimpan dalam kondisi bahwa beberapa hal yang dapat
tertentu diluar tubuh hewan kemudian mempengaruhi inseminasi buatan adalah
dengan menggunakan suatu alat semen kondisi ternak, tingkat pendidikan
dimasukan kedalam saluran kelamin peternak, pengalaman melahirkan untuk
betina supaya terjadi kebuntingan sapi, kualitas sperma yang baik dan
(AAK, 1986). Inseminasi buatan tenaga inseminator yang berpengalaman.
merupakan suatu cara yang baik untuk Di daerah tropis, makanan sangat
meningkatkan poulasi dan reproduksi berpengaruh terhadap prestasi produksi,
ternak baik secara kualitatif maupun kurangnya makanan akan menyebabkan
kuantitatif (Toelihere, 2001). terjadinya kekurangan energi, keadaan
Kegiatan inseminasi buatan dimulai ini dapat menghambat pertumbuhan,
dari penampangan semen yang penurunan bobot badan dan dapat
menggunakan vagina buatan atau menimbulkan gangguan reproduksi,
elektroejakulator, penyimpanan semen, pengetahuan peternak yang kurang
deteksi birahi dan inseminasi (Blakely terhadap gejala birahi dapat
dan David, 1991). Untuk mencapai hasil mengakibatkan waktu perkawinan yang
yang memuaskan dalam praktek tidak tepat, hal ini merupakan faktor
inseminasi buatan, perlu diketahui waktu pembatas dalam efesiensi reproduksi
dimulainya birahi serta waktu optimum (Lindsay, dkk, 1982).
birahi (Djanah, 1985). Salisbury dan Van Demark (1985),
Salisbury dan Van Demark (1985), menyatakan bahwa waktu yang paling
menyatakan bahwa waktu optimal untuk tepat untuk inseminasi buatan dan
melakukan inseminasi buatan tidak akan pengamatan gejala-gejala birahi
diketahui apabila peternak tidak cermat mempunyai arti yang cukup penting
dalam mengamati gejala birahi, oleh dalam menunjang keberhasilan
karena itu, keterampilan peternak dalam inseminasi buatan.
menunjang inseminasi buatan sangat Tolak Ukur Keberhasilan Inseminasi
dibutuhkan agar tercapai hasil yang Buatan
baik. Toelihere (1985), menyatakan bahwa
Mamfaat dari program inseminasi keberhasilan inseminasi buatan diukur
buatan adalah untuk meningkatkan dari nilai angka tidak minta kawin ulang

22

Pengaruh Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) antara Sapi Bali Dara dengan Sapi Bali yang
Pernah Beranak di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.4 Tahun 2015

(NR), kawin perkebuntingan (S/R) dan dara rata-rata birahi sekali dalam 20 hari
angka kebuntingan (CR), NR adalah dengan variasi 18-22 hari, sapi yang
persentase sapi yang tidak kembali telah melahirkan birahi sekali dalam 21-
birahi dalam waktu 60 sampai 90 hari 22 hari. Soenarjo (19888), menyatakan
setelah inseminasi, S/R digunakan untuk bahwa fertilitas adalah kesanggupan
perhitungan jumlah inseminasi buatan menghasilkan keturunan atau dapat
yang dibutuhkan seekor sapi betina berkembang biak.
sampai terjadi kebuntingan. Reksohardiprojo (1985), menyatakan
Toelihere (1985), menyatakan bahwa bahwa masa birahi, lama birahi dan
pada perkawinan normal jarang masa bunting ternak perlu diketahui
ditemukan suatu keadaan dimana hewan peternak untuk mendapatkan hasil yang
jantan dan betina mencapai kapasitas baik dari perkawinan ternak. Agar
kesuburan 100%, Walaupun masing- berlangsungnya konsepsi yang baik
masing mencapai tingkatan kesuburan perlu diketahui waktu yang tepat untuk
80%, pengaruh kombinasi menghasilkan mengawinkan sapi, lama saat birahi
angka konsepsi sebesar 64%. adalah 6-36 jam dengan rata-rata 18 jam
Soenardjo (1988), menyatakan pada sapi betina dewasa dan 15 jam
bahwa pada daerah yang sedang pada sapi betina dara (Syarif dan
dikembangkan inseminasi buatan, Soemoprastowo, 1984).
seringkali fertilitas yang didapat Djanah (1985), menyatakan bahwa 0-
berdasarkan angka untuk mita kawin 6 jam setelah gejala birahi terlalu awal
ulang (NR) lebih kecil dari 50%. untuk diinseminasi yaiyu 6-10 jam dan
Petugas inseminasi buatan merupakan 20-30 jam setelah birahi merupakan
faktor yang paling penting sebagai waktu yang baik untuk inseminasi
penyebab luasnya hasil fertilitas di Balai buatan dan setelah 20-30 jam setelah
inseminasi. birahi sudah terlambat untuk inseminasi.
Reproduksi Pada Sapi Korelasi terhadap umur melahirkan
Reproduksi meripakan upaya tidak adanya hubungan tingkat produksi
memperbanyak diri atau keturunan yang dan fertilisasi, juga termasuk ‘’cross
bertujuan mempertahankan keberadaan section’’ dari jumlah banyak kelompok
spesies di alam (Yatim 1990), sapi (Salisbury dan Van Demark, 1985).
Selanjutnya Tilman, dkk (1989), Syarif dan Soemoprastowo(1984),
menyatakan bahwa kecepatan menyatakan bahwa sapi yang baru
reproduksi merupakan petunjuk yang melahirkan anak boleh dikawinkan
baik untuk berhasilnya produksi ternak setelah 60 hari melahirkan.
dimana fungsi reproduksi tergantung Umur dan besar badan sapi dara pada
pada perkembangan fsiologik alat tubuh waktu dikawinkan pertama kali, harus
terutama alat reproduksi. dipertimbangkan dari segi angka
Talip (1988), menyatakan bahwa konsepsi, fertilitas sapi dara sering
dewasa kelamin adalah periode dimana sedikit lebih rendah dari pada fertilitas
proses reproduksi dimulai terjadi dan sapi pernah beternak sehingga untuk
pada sapi dara, dewasa kelamin ditandai melahirkan anak dalam keadaan hidup,
dengan birahi dan ovulasi pertama serta bangsa, umur, besar badan sapi jantan
perkembangan kuat dari seksual yang harus pula dipertimbangkan (Salisbury
menunjukan keinginan untuk populasi. dan Van Demark, 1985).
Selanjutnya Salisbury dan Van Demark Toelihere (1985), menyatakan bahwa
(1985), menyatakan bahwa cara meraba waktu yang diperlukan untuk inovulasi
alat reproduksi melewati dinding estrus biasanya tercapai menjelang
reltrum. Syarif dan Sumoprastowo periode estrus pertama setelah
(1984), menyatakan bahawa siklus melahirkan. Selanjutnya Salisbury dan
birahi atau daur birahi yaitu jarak antara Van DEMARK (1985), menyatakan
satu birahi dengan birahi berikutnya, bahwa sapi Bali dara lebih tinggi
dimana siklus birahi antara sapi dara fertilitasnya bila dibandingkan dengan
dengan sapi yang telah melahirkan ternak dewasa, fertilitas sapi dara
terdapat sedikit perbedaan dimana sapi tersebut akan meningkat mencapai 4

23

Pengaruh Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) antara Sapi Bali Dara dengan Sapi Bali yang
Pernah Beranak di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.4 Tahun 2015

tahun, Kemudian akan stabil sampa Data Yang Dihimpun


umur 6 tahun, setelah itu akan menurun Data yang dihimpun meliputi jumlah
secara bertahap. inseminasi yang harus dilakukan untuk
Partodihardjo (1980), menyatakan setiap kebuntingan dan kebuntingan
bahwa siklus birahi berdasarkan gejala hasil satu kali inseminasi buatan.
yang terlihat dai luar tubuh terbagi Pengelolahan Data
empat fase yaitu proestrus, estrus, Data yang dihimpun diolah secara
metestrus dan diestrus. Proestrus adalah deskriptif dan dianalisia dengan dengan
fase persiapan terlihat perubahan- menggunakan uji t menurut Nazir
perubahan tingkah laku dan perubahan (1988), pada uji Chi Kuadrat apabila
alat kelamin luar, fase estrus ternak dijumpai nilai frekuensi harapan yang
betina memperlihatkan gejala-gejala kurang dari 5 maka menggunakan
gelisah, nafsu makan berkurang atau koreksi YATE’S menurut Hadi (1983)
hilang sama sekali, menghampiri dan Purnomo (2006), dengan terlebih
pejantan,tidak lari ketika pejantan dahulu silakukan transformasi Log (X
menungganginya, vulva bengkak dan +1) menurut Steel dan Torrie (1991),
memerah serta keluarnya lendir yang untuk mengetahui keterkaitan antara
bening, metestrus gejala estrus masih jumlah inseminasi yang harus dilakukan
ada tetapi ternak menolak. untuk setiap kebuntingan dengan status
Waktu ovulasi mulai dari awal estrus marital, dan keberhasilan kebuntingan
sampai ovulasi berkisar 16-65 jam, satu kali inseminasi buatan berdasarkan
tetapi angka rata-ratanya berdekatan, status marital, serta perhitungan angka
yaitu ovulasi terjadi rata-rata 30 jam service per conseption menurut
sesudah awal estrus (Salisbury dan Van Toelihere (1981), Untuk melihat
Demark, 1985). keterkaitan tersebut digunakan rumus
METODE PENELITIAN sebagai berikut :
Tempat dan Waktu Uji Chi Kuadrat
Penelitian dilaksanakan diwilayah
kerja sentral Pelayanan Inseminasi
Buatan di Kecamatan Pemayung
Kabupaten Batang Hari, mulai dari
tanggal 2 Juni sampai dengan tanggal 12
Juli 2015.
Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam keterangan :
penelitian ini adalah 85 ekor ternak sapi = Nilai yang diharapkan
Bali akseptor inseminasi buatan, data
yang digunakan mulai 1 januari 2015
sampai dengan 30 Mei 2015 dari 572 = Jumlah semua baris dan kolom
ekor ternak sapi akseptor inseminasi
buatan dari satu sentral pelayanan = Jumlahbaris
inseminasi buatan di Kecamatan
Pemayung Kabupaten Batang Hari. = Jumlahkolom
Metode Penelitian Uji t
Metode yang digunakan adalah
metode survei. Pengambilan data =
dilakukan dengan mencatat langsung
dari sentral pelayanan inseminasi buatan Keterangan :
Kecamatan Pemayung Kabupaten = Sumsquare dari sampel 1
Batang Hari. Ternak yang dijadikan
sampel adalah 15% dari akseptor = Sumsquare dari sampel 1
inseminasi buatan sapi Bali dara dengan = Besar sampel 1
sapi Bali yang pernah beranak. = Besar sampel 2
Penentuan sampel dilakukan secara acak
(Simpele Random Sampling). = Standar error dari beda

24

Pengaruh Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) antara Sapi Bali Dara dengan Sapi Bali yang
Pernah Beranak di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.4 Tahun 2015

Sumsquaretidak lain dari : Pengolahan data untukternak


akseptor inseminasi buatan antara sapi
Bali dara dengan sapi Bali yang pernah
Keterangan : beranak, dengan rumus NR, CR dan
S/C, sebagai berikut :
=PengamatanVariabelke 1
Non-Return Rate (NR) adalah
n = BesarSampel persentase hewan yang tidak kembali
SS = Sumsquare atau apabila tidak ada permintaan
t= insemsi lebih lanjut dalam waktu 28
sampai 35 atau 60 sampai 90 hari.
Dimana rumus Non-Return digunakan.
NR = x 100%

Angka Konsepsi atau Conseption persentase sapi betina yang bunting pada
Rate (CR) adalah suatu ukuran terbaik inseminasi pertama.Dimana rumus
dalam penilaian hasil inseminasi adalah Conseption Rate (CR) yang digunakan.
CR= x 100%

Service per Conseption (S/C) adalah Untuk melihat keberhasilan dari


penilaian atau jumlah pelayanan perkawinan cara inseminas ibuatan pada
inseminasi (service) yang dibutuhkan ternak dapat dilihat dari angka S/C
oleh seekor betina sampai terjadi (service per conception), artinya untuk
kebuntingan atau konsepsi.Untuk mendapatkan ternak bunting berapa kali
mencari S/C digunakan rumus sebagai inseminasi harus dilakukan. Angka
berikut : kebuntingan (conception rate), dan
angka tidak minta kawin ulang (non-
S/C =
return rate).Dari hasil penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN menunjukkan bahwa ternak akseptor
Tolak Ukur Keberhasilan Inseminasi inseminasi buatan antara sapi Bali dara
Buatan (IB) Pada Masing-Masing dengan sapi Bali yang pernah beranak
Status Marital tertera padaTabel 1.
Tabel 1.Tolok Ukur Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) Pada Masing-Masing Status
Marital
TolokUkur Sapi Bali Dara Sapi Bali Yang
PernahBeranak
Non-Return Rate (NR) 45% 48,88%
Conception Rate (CR) 45% 48,88%
Service Per Conception S/C 2,22 2,04
Dari hasil perhitungan menunjukkan kesuburan kelompok betina tersebut.
bahwa terdapat kesamaan keberhasilan Selanjutnya Direktorat Jendral
inseminasi yang harus dilakukan untuk Peternakan (1993) menyatakan berapa
terjadi kebuntingan pada masing-masing faktor yang turut mempengaruh
status marital, dilihat dari angka service ikeberhasilan inseminasi buatan adalah
per conception (S/C),Toelihere (1981), ternak, keterampilan inseminator,
menyatakan bahwa pada perkawinan deteksibirahi, waktu inseminasi,
normal jarang ditemukan suatu keadaan jumlahspermadalamdosisinseminasi.
dimana hewan jantan dan betina Keterkaitan antara Jumlah
mencapai kapasitas kesuburan 100%, Inseminasi yang harus dilakukan
walaupun masing-masing mencapai untuk setiap Kebuntingan dengan
tingkatan kesuburan 80%, angka Status Marital (Status Perkawinan)
konsepsi (CR) sebesar 64%, nilai S/C Keterkaitan antara jumlah inseminasi
semakin tinggi kesuburan induk dalam yang harus dilakukan untuk setiap
kelompok tersebut, sebaliknya, semakin kebuntingan dengan status marital yaitu
tinggi nilai S/C semakin rendah nilai berapa kali inseminasi buatan yang

25

Pengaruh Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) antara Sapi Bali Dara dengan Sapi Bali yang
Pernah Beranak di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.4 Tahun 2015

harus dilakukan hingga terjadi beranak.Jumlah inseminasi dilakukan


kebuntingan antara sapi Bali dara untuk setiap kebuntingan dengan status
dengan sapi Bali yang pernah marital tertera padaTabel 2.
Tabel 2.Keterkaitan antara Jumlah Inseminasi yang harus dilakukan
Setiap Kebuntingan dengan Status Marital
∑ Service Sapi Bali Dara Sapi Bali yang Total
(ekor) PernahBeranak (ekor)
1 kali 40 45 85
2 kali 5 6 11
3 kali 1 - 1
Total 46 51 97
Dari hasil analisis statistic tahun, kemudian akan stabil sampai 6
menunjukkan bahwa tidak yang harus tahun, setelah itu akanm enurun secara
dilakukan untuk setiap kebuntingan bertahap.
dengan status marital (P>0.05). Hal ini KeberhasilanKebuntinganSatu Kali
menunjukkan bahwa inseminasi buatan InseminasiBuatan (IB) Bedasarkan
pada masing-masing status marital Status Marital (Status Perkawinan)
menhasilkan service per conception Keberhasilan kebuntingan satu kali
yang sama. Kondisi ini diduga karena inseminas ibuatan berdasarkan status
fertilitas antara kedua status marital marital yaitu penentu ternak menjadi
ternak sapi sama, selain itu diduga bunting setelah pelaksanaan
(pernahberanak) ternak masih dalam pemeriksaan kebuntingan dengan cara
periode fertil yang sama. Kondisi ini, palpasirektal. Hal ini sejalan dengan
sesuai dengan fakta dilapangan yakni pernyataan Salisbury dan Van Demark
umumnya akseptor IB materi penelitian (1985), bahwa cara yang dipakai untuk
ini berumur kurang dari 6 memeriksa sapi bunting dengan meraba
tahun.Menurut Salisburydan Van alat reproduksi melewati dinding
Demark (1985), menyatakan bahwa sapi rektum. Tabel 3 menunjukan
bali dara lebih tinggi fertilitasnya bila perbandingan keberhasilan kebuntingan
dibandingkan dengan ternak dewasa, satu kali inseminasi buatan berdasarkan
fertilitas sapi dara tersebut akan 4 status marital.
Tabel 3.KeberhasilankebuntinganSatu Kali InseminasiBuatan (IB) Berdasarkan Status
Marital
Pemeriksaankebuntingan Sapi Bali Sapi Bali yang Total
(PKB) Dara pernahBeranak
Bunting 18 22 40
Tidak Bunting 22 23 45
Total 40 45 85
Hasil analisis statistik menunjukan sperma, dosis inseminasi dan komposisi
bahwa tidak terdapat keterkaitan antara semen.Selanjutnya
kebuntingan satu kali inseminasi buatan Davis,dkk(2006),menyatakan bahwa
berdasarkan status marital (P > 0.05). respon induk maupun dara terhadap
Hal ini diduga karena Fertilitas status GnRH sama, seperti respon ovulasi dan
marital ternak tersebut relative sama, pelepasan LH.
selain itu diduga bahwa sapi Bali dara KESIMPULAN
dan sapi Bali yang pernah beranak Dari kesimpulan dapat disimpulkan
memiliki kondisi yang sama seperti bahwa tidak ada perbedaan keberhasilan
kondisi hormonal reproduksi. Tingkat inseminasi buatan antara sapi Bali dara
ovulasi dari kondisi organ-organ dengan sapi Bali yang pernah beranak,
reproduksinya.Menurut Adikarta (1981) ditinjau dari jumlah inseminasi yang
menyatakan bahwa faktor yang harus dilakukan untuk setiap
mempengaruhi inseminasi buatan adalah kebuntingan dan keberhasilan
fertilitas, keterampilan inseminator, kebuntingan satu kali inseminasi buatan.
deteksi birahi, waktu inseminasi, jumlah
26

Pengaruh Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) antara Sapi Bali Dara dengan Sapi Bali yang
Pernah Beranak di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.4 Tahun 2015

DAFTAR PUSTAKA Salisbury, G.W. dan N.L Van Demark,


Aksi Agraris Kanisius, 1986. Kawan 1985. Fisiologi Reproduksi dan
Beternak. Yayasan Kanisius, Inseminsi Buatan pada sapi.
Yogyakarta Adikarta, RJ, 1981. Terjemahan Djanur, R. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Inseminasi Buatan pada sapi dan
Sihombing, D. T. H, 1997. Ilmu Ternak
kerbau. Universitas Gadja Mada, Babi. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta. Yogyakarta.
Anonim, 1981. Petunjuk Beternak Sapi Soenarjo, G.D dan Toriie. J. H, 1991.
potong dan kerja. Kanisius, Prinsip dan Prosedur Statistika.
Yogyakarta. Suatu Pendekatan Biometik.
Belihere, M.R, 1981. Inseminasi Buatan Penerbit P.T. Gramedia, Jakarta.
Pada Ternak. Angkasa, Bandung. Talip, C. 1988. Evaluasi dan Reproduksi
Belihere, M.R, 1981. Fisiologi Sapi Potong di Indonesia. Buletin
Reproduksi pada Ternak Angkasa, Teknik dan Pengembangan
Bandung. Peternakan hal ; 21. Direktorat
Blakely, J. dan H.B. David, 1991. Ilmu Bina Produktivitas Peternak,
Peternakan. Gadja Mada Jakarta.
University Press,Yogyakata. Toelihere,M.R. 1985 Inseminasi Buatan
Departemen Pertanian, 1987. Buku Pada Ternak. Angkasa, Bandung.
Harian Peternak. Derektorat Toelihere, 2001. Prosesing dan
Jendral Peternakan Proyek Pembekuan Semen serta
Pengembangan Pertanian Pemanfaatan Semen Beku.
Peternak Kecil, Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Davis,H., Cazalo.M, Rutledge. M, Small.J, Indonesia (LIPI), Cibinong.
Kastelic.,J.,and Mapletoft, R, 2006.
Tilaman, A. D H., Hartadi., S,
Reptop duction fertility and
Development.ohttp://www.publish.cs Reksohadiprodjo, dan S,
iro.au/paper=RD v18n2Ab13. Lebdosukodjo, 1989. Ilmu
Diakses 28 Oktober, 2007 Makanan Ternak Dasar. Gadjah
Dinas Peternakan Provinsi Jambi, 1990. Mada University Press,
Kebijakan Oprasional Pembangunan Yogyakarta.
Peternakan Dalam Pelit V, Dinas Udin. 2012. Teknologi Inseminasi
Peternakan Jambi, Jambi. |Buatan dan Transfer Embrio Pada
Derektorat Jendral Peternakan, 1993. Materi Sapi. Penerbit Sukabina Press,
Pelatihan Peternakan KUD. Padang.
Djanah, D, 1985. Mengenal Inseminasi
Purnomo, W. 2006. Uji Chi Kuadrat.
Buatan. CV. Simplex, Jakarta.
Hadi. S, 1983, Statistik. Jilid II. Yayasan http://www.google.co.id/searchhl
Penerbit Fakultas Psikologis. Gadja =en&q=yates
Mada, Yogyakarta. koreksi+chi+kuadrat, Diakses 8
Huitema, H, 1986. Peternakan di Daerah Nopember 2007.
Tropis. Arti Ekonomi dan Syarif, M. Z. Dan R. M, Sumoprastowo,
Kemampuannya. PT. Gramedia, 1984. Ternak Perah. CV.
Jakarta. Yasaguna, Jakarta.
Lindsay, dkk, 1982. Reproduksi Ternak Di Yasin dan S. H, Dilaga, 1993.
Indonesia Fakultas Peternakan dan Peternakan Sapi Bali dan
Perikanan Universitas Brawijaya,
Permasalahannya. BumiAngkasa,
Malang.
Murtidjo, B. A, 1993. Beternak Sapi Potong. Jakarta.
Kansinus, Yogyakarta. Yatim. W, 1990. Reproduksi dan
Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Embriologi. Transito, Bandung.
Indonesia, Jakarta.
Partodihardjo. S, 1980. Ilmu Reproduksi
Hewan. Mutiara, Jakarta.
Reksohadiprodjo, S. 1985. Pengembangan
Peternakan di Daerah Transmigrasi
BPFE, Yogyakarta.

27

Pengaruh Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) antara Sapi Bali Dara dengan Sapi Bali yang
Pernah Beranak di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari

Das könnte Ihnen auch gefallen