Sie sind auf Seite 1von 10

KEBIJAKAN KONSERVASI BAHAN GALIAN

DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA MINERAL DI INDONESIA

Oleh :
Bambang T. Setiabudi dan R. Hutamadi
SUBDIT. KONSERVASI

ABSTRACT

Mineral conservation basically is an effort of mineral protection, improvement and utilization


and is wisely carried out to provide economic and social benefits, environmental preservation and
sustainable development. In relation to the implementation of conservation principles, formulation of
concepts of mineral policy is urgently needed to anticipate the development of mining industries in
Indonesia.
Mineral conservation policy in the management of mineral resources has to be in harmony with
the mission of development of the Indonesian mining sector. Two important things that should be
focused, firstly, optimal utilization of mineral resources and reserves which is environmentally
friendly, improving the level of people prosperity, and secondly, management of mineral resources
that encourages both domestic and foreign investment in Indonesia. The implementation of
conservation policy needs basic strategy that may be applied differently in the Western Indonesia and
the Eastern Indonesia regions.
In the context of improvement of mining investment, mineral conservation policy should be able
to encourage the exploitation of minerals that have added values and high market prices, and to
encourage the involvement of local community in mining industry.
During the period of 2001 – 2003, Conservation Division has formulated several concepts of mineral
regulations, including:
• Concept of government regulation draft on mineral conservation;
• Concept of technical guidance on the procedures of resource and reserve estimation and
mineral inspection;
• Concept of technical guidance on the procedures of mining recovery inspection/monitoring;
• Concept of criteria and determination procedures of accessory and other minerals; and
• Concept of technical guidance on mineral conservation inspection/monitoring in laterite mining.

SARI

Konservasi bahan galian pada hakekatnya adalah upaya perlindungan, perbaikan dan
penggunaan bahan galian secara bijaksana yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial
yang tinggi, menjaga kelestarian fungsi lingkungan, serta menjamin kesinambungan pembangunan
bagi masyarakat. Untuk mendukung penerapan kaidah konservasi berdasarkan paradigma, program
dan strategi yang tepat, maka diperlukan penyusunan kebijakan konservasi bahan galian sebagai
langkah antisipasi dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan umum. Pembahasan kebijakan
konservasi dalam makalah ini meliputi hasil penyusunan konsep peraturan, pedoman teknis, kriteria
di bidang konservasi bahan galian dan implementasinya dalam kegiatan usaha pertambangan di
Indonesia.
Kebijakan konservasi bahan galian dalam perspektif pengelolaan sumber daya mineral harus
selaras dengan misi pembangunan sektor pertambangan di Indonesia. Dua hal penting yang harus
menjadi perhatian utama adalah, pertama, pemanfaatan sumber daya dan cadangan bahan galian
secara optimal, berwawasan lingkungan dan memberi dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat,
dan kedua, pengelolaan sumber daya dan cadangan yang mendorong peningkatan investasi dalam
negeri dan penanaman modal asing di Indonesia. Dalam implementasinya, kebijakan konservasi
memerlukan strategi dasar yang berbeda untuk kawasan Indonesia bagian barat dan timur sesuai
dengan karakter masing-masing wilayah tersebut.

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
5-1
Dalam hubungan dengan peningkatan investasi di sektor pertambangan, kebijakan konservasi
bahan galian diharapkan dapat mendorong pemanfaatan bahan galian yang memiliki nilai tambah
dan potensi pasar yang tinggi, serta industri pertambangan yang melibatkan partisipasi masyarakat
lokal.
Dalam periode 2001 – 2003, Subdirektorat Konservasi telah menyusun beberapa konsep
regulasi konservasi, yaitu:
• Konsep rancangan peraturan pemerintah tentang konservasi bahan galian;
• Konsep pedoman teknis tata cara penetapan dan pengawasan sumber daya dan cadangan bahan
galian;
• Konsep pedoman teknis tata cara pengawasan recovery penambangan dalam rangka konservasi
bahan galian;
• Konsep kriteria dan tata cara penetapan bahan galian lain dan mineral ikutan; dan
• Konsep pedoman teknis pengawasan konservasi bahan galian pada pertambangan logam laterit.

1. PENDAHULUAN hidup. Pada satu sisi, pemanfaatan bahan


galian adalah langkah positif yang tak
Ada beberapa hal penting yang menjadi terhindarkan untuk mencukupi kebutuhan
perhatian dalam pengelolaan sumber daya komoditi mineral yang selalu mendorong
alam pada periode reformasi (GBHN 1999- upaya eksploitasi bahan galian semaksimal
2004). Pertama adalah peningkatan mungkin. Pada sisi lainnya, kegiatan
pemanfaatan potensi sumber daya alam dan pertambangan dapat dikatakan sebagai
lingkungan hidup dengan melakukan penggunaan teknologi yang membawa
konservasi, rehabilitasi dan penghematan dampak kerusakan lingkungan. Hal ini
penggunaan, dengan menerapkan teknologi menjadi bahan perdebatan yang tak kunjung
ramah lingkungan. Kedua, pendelegasian selesai. Semangat liberalisasi dunia industri
wewenang secara bertahap dari Pemerintah mineral mendorong pengusaha terus
(Pusat) kepada Pemerintah Daerah dalam mengeksplorasi dan mengeksploitasi bahan
pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam tambang seraya menolak upaya proteksi lahan.
secara selektif dan pemeliharaan lingkungan Sebaliknya kepentingan lain yang
hidup sehingga kualitas ekosistem tetap mengatasnamakan perlindungan lingkungan
terjaga. Ketiga, pendayagunaan sumber daya hidup dan hak-hak asasi manusia mendorong
alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran kelompok swadaya masyarakat dan pengelola
rakyat dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup terus memperjuangkan
fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, kampanye anti pertambangan.
pembangunan yang berkelanjutan, Konservasi Bahan Galian (selanjutnya
kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat ditulis KBG) pada hakekatnya adalah upaya
lokal, serta penataan ruang. Semuanya ini perlindungan, perbaikan dan penggunaan
merupakan paradigma baru didalam bahan galian secara bijaksana yang dapat
menentukan kebijakan konservasi bahan memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang
galian sebagai bagian dari pengelolaan sumber tinggi, menjaga kelestarian fungsi
daya mineral. Oleh karena itu setiap kebijakan lingkungan, serta menjamin kesinambungan
konservasi bahan galian diarahkan kepada pembangunan bagi masyarakat. Oleh
pembangunan untuk keadilan dan karenanya, KBG diharapkan mampu menjadi
kesejahteraan rakyat, dan desentralisasi atau titik tengah yang bersifat menjaga
dekonsentrasi pengelolaan sumber daya keseimbangan (equalizer) dan menjadi
mineral dari Pemerintah kepada Pemerintah jembatan kedua kepentingan tersebut.
Daerah, serta optimalisasi manfaat dan Untuk mendukung pelaksanaan KBG
minimalisasi dampak lingkungan untuk berdasarkan paradigma, program dan strategi
mewujudkan pembangunan yang yang tepat, maka diperlukan penyusunan
berkelanjutan. kebijakan KBG dan mensosialisasikannya
Secara dikotomis, pengelolaan sumber secara nasional. Penyusunan regulasi ini
daya mineral selalu dihadapkan pada dua dimaksudkan sebagai langkah antisipasi dalam
kepentingan besar, yaitu usaha peningkatan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan
produksi (atau konsumsi) bahan galian dan umum baik untuk jangka pendek maupun
usaha proteksi (atau pelestarian) lingkungan jangka panjang dengan penyediaan peraturan

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
5-2
dan kebijakan dengan tujuan untuk Kebijakan konservasi bahan galian tidak
meningkatkan pembangunan sektor diarahkan semata-mata untuk tujuan proteksi
pertambangan umum yang berlandaskan suatu bahan galian atau suatu kawasan dan
hukum dan kaidah konservasi. Pembahasan juga bukan untuk liberalisasi eksploitasi
tentang kebijakan KBG dalam makalah ini sumber daya alam. Berbeda dengan
meliputi hasil penyusunan konsep peraturan, konservasi sumber daya hayati, KBG lebih
pedoman teknis, kriteria di bidang konservasi diarahkan kepada pemanfaatan sumber daya
bahan galian dan implementasinya dalam dan cadangan secara optimal bagi kepentingan
kegiatan usaha pertambangan di Indonesia. masyarakat, pencegahan penyia-nyiaan bahan
galian, teknik penambangan/pengolahan yang
2. KEBIJAKAN UMUM KONSERVASI berwawasan lingkungan, serta pembangunan
SUMBER DAYA MINERAL DI komunitas yang berkelanjutan.
INDONESIA Dalam implementasinya, kebijakan
konservasi memerlukan strategi dasar yang
Pengelolaan sumber daya mineral berbeda untuk kawasan Indonesia bagian barat
memiliki beberapa landasan hukum antara dan timur sesuai dengan karakter masing-
lain: masing wilayah tersebut. Untuk Kawasan
• UUD 1945, khususnya Pasal 33 ayat 3, Barat Indonesia (KBI), khususnya Pulau Jawa
• UU. No. 4 / 1982 tentang ketentuan- dan Sumatra yang dinilai lebih maju
ketentuan pokok lingkungan hidup, dibandingkan dengan Kawasan Timur
• UU. No. 23 / 1997 tentang lingkungan Indonesia, kebijakan pemanfaatan bahan
hidup, galian yang bersifat protektif lebih
• UU No. 22 / 1999 tentang pemerintahan diutamakan. Sedangkan bagi Kawasan Timur
daerah, Indonesia (KTI), kebijakan yang mengarah
• UU No. 25 / 1999 tentang perimbangan kepada peningkatan aspek ekonomi daerah
keuangan antara Pemerintah Pusat dan dan kesejahteraan masyarakatnya perlu
Daerah. diprioritaskan. Hal ini sesuai dengan
• PP No. 20 / 1990 tentang pengendalian pengembangan ekonomi KTI dalam jangka
pencemaran air, pendek yang masih mengandalkan ekploitasi
• Keputusan Menteri No.1261/K/25/MPE/ sumber daya mineralnya. Dalam pemanfaatan
1999 tentang pengawasan produksi sumber daya alam (termasuk mineral) yang
pertambangan umum, berkelanjutan, kebijakan dan strategi
percepatan pembangunan KTI diwujudkan
• Keputusan Menteri No.1453/K/29/
dalam, pertama, upaya upaya eksploitasi
MEM/2000 tentang pedoman
sumber daya alam termasuk kelautan dan
pengawasan konservasi bahan galian
potensi keanekaragaman hayati (biodiversity)
pertambangan umum,
dalam batas-batas lestari, dan kedua, upaya
• Keputusan Menteri No. 51/1995 tentang
penganekaragaman (diversifikasi) ekonomi
AMDAL,
baik penganekaragaman horisontal maupun
• PP No. 25 / 2000, tentang kewenangan vertikal (Kaisiepo, 2002).
pemerintah dan kewenangan propinsi Dalam hubungan dengan peningkatan
sebagai daerah otonom. investasi di sektor pertambangan, kebijakan
konservasi bahan galian diharapkan dapat
Kebijakan KBG dalam perspektif mendorong pemanfaatan bahan galian yang
pengelolaan sumber daya mineral harus memiliki nilai tambah dan potensi pasar yang
selaras dengan misi pembangunan sektor tinggi, serta industri pertambangan yang
pertambangan di Indonesia. Paling tidak ada melibatkan partisipasi masyarakat lokal.
dua hal penting yang harus menjadi perhatian Kebijakan ini menyangkut proses perijinan
utama dalam penyusunan kebijakan sejak penyelidikan umum, eksplorasi sampai
konservasi ini. Pertama, pemanfaatan sumber tahap eksploitasi atau produksi tambang.
daya dan cadangan bahan galian secara Selain itu juga termasuk kebijakan yang
optimal, bijaksana, berwawasan lingkungan menyangkut standarisasi pengelolaan usaha
dan memberi dampak positif bagi pertambangan yang berasaskan optimalisasi
kesejahteraan masyarakat. Kedua, bahan galian, berpihak kepada masyarakat
pemanfaatan sumber daya dan cadangan yang lokal dan berwawasan lingkungan. Peranan
mendorong peningkatan investasi dalam pengusaha swasta sangat diperlukan untuk
negeri dan penanaman modal asing di penerapan kebijakan ini terutama untuk
Indonesia. pengembangan pertambangan skala besar.

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
5-3
Sedangkan pemerintah hanya menjalankan • Konsep rancangan peraturan perundang-
fungsi administratif dan fasilitator, tanpa perlu undangan tentang konservasi bahan
terjun sebagai pelaku bisnis pertambangan galian
umum. • Konsep pedoman teknis tata cara
penetapan dan pengawasan sumberdaya
3. PENYUSUNAN KONSEP REGULASI dan cadangan bahan galian
KONSERVASI BAHAN GALIAN • Konsep pedoman teknis tata cara
pengawasan recovery penambangan
Dalam RUU Pertambangan Umum (versi dalam rangka konservasi bahan galian
Agustus 2002) disebutkan bahwa dalam • Konsep kriteria dan tata cara penetapan
pengelolaan pertambangan umum, Pemerintah bahan galian lain dan mineral ikutan
memiliki kewenangan dalam pembuatan • Konsep pedoman teknis pengawasan
kebijakan nasional, peraturan dan standarisasi konservasi bahan galian pada
nasional di bidang pertambangan bahan pertambangan logam laterit
galian, termasuk kebijakan di bidang
pemasaran, pemanfaatan dan konservasi bahan 4.1 Rancangan peraturan perundang-
galian. Selain itu Pemerintah (Pusat dan undangan tentang konservasi bahan
Daerah) dapat memberikan Izin Usaha galian
Pertambangan (IUP) atau Perjanjian Usaha Konsep rancangan peraturan pemerintah
Pertambangan (PUP) kepada Badan Usaha tentang KBG mengatur tentang perencanaan,
Milik Negara/Daerah, perusahaan swasta pelaksanaan dan pengawasan kaidah KBG
maupun perorangan untuk melakukan pada usaha pertambangan umum sejak tahap
kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi penyelidikan umum, eksplorasi,
sampai operasi produksi. Di sisi lain penambangan, pengangkutan, pengolahan dan
pemegang IUP atau PUP memiliki kewajiban pemurnian, sampai pada tahap penutupan
untuk melakukan pengelolaan dan tambang. Hal-hal penting yang diatur dalam
pemantauan lingkungan pertambangan, regulasi KBG ini antara lain adalah sumber
termasuk kegiatan reklamasi, konservasi daya dan cadangan, recovery penambangan,
sumber daya dan cadangan dan penanganan stripping ratio, cut off grade, bahan galian
limbah sampai penutupan tambang. Meskipun kadar marginal dan kadar rendah, recovery
demikian, ketentuan-ketentuan dalam bidang penambangan / pengolahan / pengangkutan,
konservasi sumberdaya mineral belum diatur penanganan mineral ikutan dan bahan galian
lebih lanjut dalam bentuk perundang- lain, penanganan sisa cadangan, penanganan
undangan. Karena tidak adanya peraturan tailing, peningkatan nilai tambah bahan galian
kebijakan tentang pengelolaan bahan galian dan penutupan tambang serta penataan
secara nasional menyebabkan terjadinya wilayah konservasi.
berbagai masalah konservasi dalam usaha Pembinaan dan pengawasan KBG
pertambangan umum (Hutamadi, dkk., 2003). dilakukan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah
Penyusunan konsep regulasi KBG Daerah, meliputi semua hal yang berhubungan
dilakukan oleh Tim Penyusun dibentuk dengan aspek konservasi yang telah ditetapkan
berdasarkan SK Direktur Jenderal Geologi dan bagi pelaku usaha pertambangan.
Sumber Daya Mineral atau SK Direktur
Sumber Daya Mineral dan terdiri dari para 4.2 Pedoman teknis tata cara penetapan
ahli geologi dan pertambangan. Tim penyusun dan pengawasan sumber daya dan
bersidang, mengumpulkan bahan-bahan dan cadangan bahan galian
merumuskan konsep selama periode tertentu Perhitungan sumber daya dan cadangan
(3-4 bulan). Hasil penyusunan konsep regulasi pada umumnya hanya mempertimbangkan
diserahkan kepada Direktorat Sumber daya aspek ekonomi perusahaan, lingkungan fisik
Mineral dan Direktorat Jenderal Geologi dan dan kimia tanpa mempertimbangkan aspek
Sumber Daya Mineral. konservasi, dan kuantitasnya dapat berubah-
ubah sesuai dengan kondisi ekonomi dan
4. HASIL KEGIATAN PENYUSUNAN teknologi. Oleh karenanya aspek konservasi
KONSEP REGULASI KBG PERIODE perlu diterapkan dalam perhitungan sumber
2001-2003 daya dan cadangan sehingga tercapai
pemanfaatan yang optimal dan berkelanjutan.
Dalam periode 2001 – 2003, Untuk menghindari kesalahan dalam
Subdirektorat Konservasi telah menyusun perhitungan dan penyalahgunaan hak
beberapa konsep regulasi konservasi, yaitu: pemanfaatan sumber daya dan cadangan,

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
5-4
pemerintah memandang perlu untuk yang melakukan perhitungan cadangan
menerbitkan suatu pedoman teknis tata cara kembali, setelah penambangan berjalan
penetapan dan pengawasan sumber daya dan selama hampir 16 tahun, menghasilkan jumlah
cadangan bahan galian yang dapat menjadi cadangan (tahun 2002) yang sangat besar
acuan bagi pemerintah dan pelaku usaha (11.686.895,66 ton). Dengan kapasitas
pertambangan. produksi yang kecil akan menyebabkan sisa
Ruang lingkup pedoman teknis ini cadangan batubara yang besar pada saat izin
meliputi tata cara penetapan dan pengawasan, produksi berakhir tahun 2005.
pelaksanaan penetapan dan pengawasan, serta
pelaporan sumber daya dan cadangan bahan 4.3 Pedoman teknis tata cara pengawasan
galian. Tata cara penetapan sumber daya dan recovery penambangan dalam rangka
cadangan bahan galian mengacu kepada konservasi bahan galian
standar klasifikasi sumber daya dan cadangan Recovery Penambangan adalah
mineral dan batubara (SNI), dan parameter- perbandingan antara hasil penambangan
parameter teknis. Parameter penetapan sumber menggunakan metode tertentu dengan jumlah
daya meliputi variasi dimensi, variasi sebaran, cadangan layak tambang berdasarkan
dan mutu/kadar bahan galian, serta penghitungan cadangan terbukti dan desain
keterdapatan bahan galian lain dan mineral penambangan. Pada usaha pertambangan
ikutan. Selain itu parameter penting lainnya umum, recovery penambangan memiliki
adalah metoda estimasi sumber daya dan pengaruh dalam menentukan kinerja dan
cadangan dan skala peta yang dipergunakan. keberhasilan kegiatan penambangan.
Penetapan cadangan bahan galian, selain Penambangan yang efektif dan efisien
menggunakan parameter tersebut diatas, juga seharusnya mampu menambang cadangan
harus memperhitungan parameter dari layak tambang secara optimal sehingga
berbagai aspek teknik, ekonomi, hukum dan menunjukkan nilai recovery penambangan
lingkungan. Parameter aspek keteknikan yang baik. Namun pada kenyataannya masih
dalam perhitungan cadangan meliputi sistem ada usaha pertambangan yang hanya
penambangan, sistem pengolahan/pemurnian, mementingkan aspek ekonomi saja tanpa
sistem pengangkutan, stripping ratio dan cut menghiraukan kaidah konservasi dalam
off grade. Parameter aspek ekonomi adalah melaksanakan kegiatan penambangannya
infra struktur, tenaga kerja, harga komoditas sehingga negara dirugikan. Oleh karena itu,
bahan galian, jenis produk utama dan dalam rangka penerapan KBG perlu dilakukan
sampingan, serta nilai dan prospek bahan pemantauan dan evaluasi recovery
galian. Parameter aspek lingkungan mencakup penambangan berdasarkan pedoman teknis
rencana pengelolaan lingkungan sesuai pengawasan recovery penambangan. Pedoman
dengan peraturan yang berlaku, diantaranya teknis ini adalah acuan bagi pemerintah dan
mengenai tailing atau limbah, air keluaran pelaku usaha pertambangan dalam mengawasi
tambang, reklamasi, dan lain-lain. optimalisasi perolehan tambang dan
Pengawasan sumber daya dan cadangan mencegah penyimpangan dalam pelaksanaan
dilaksanakan oleh instansi pemberi izin sesuai sistem penambangan.
dengan kewenangannya. Obyek pengawasan Pengawasan recovery penambangan
meliputi peta-peta hasil eksplorasi, hasil dilaksanakan terhadap pemegang IUP, PUP
analisa laboratorium, pengolahan data, metoda dan IPR, baik secara administrasi maupun
perhitungan sumber daya/cadangan, sistem teknik, untuk setiap periode tertentu kegiatan
penambangan, recovery penambangan/ penambangan yang dilakukan. Pengawasan
pengolahan, penanganan bahan galian administratif dilakukan dengan menelaah,
kadar/kualitas rendah, penanganan sisa melakukan perhitungan dan mengevaluasi
cadangan, penanganan tailing, dan upaya laporan perusahaan tambang yang berkaitan
peningkatan nilai tambah. dengan perizinan, studi kelayakan (penetapan
Masalah konservasi yang berkaitan recovery penambangan), rencana kerja dan
dengan penetapan cadangan dijumpai di biaya dan hasil kegiatan perusahaan serta
beberapa lokasi usaha pertambangan. Pada produksi tambang. Sedangkan pengawasan
Tambang Bauksit Kijang (Lahar, dkk., 2003), teknis dilakukan dengan cara pengecekan,
perhitungan cadangan menghasilkan cadangan pengukuran, korelasi data, pengambilan conto,
yang tidak optimal (underestimate), karena analisis conto dan due diligence (jika
jarak/spasi pemercontohan untuk perhitungan diperlukan) di lapangan atas data kegiatan
cadangan tidak tepat. Di daerah Tambang teknis pertambangan.
batubara Bukit Sunur (Djunaedi dan Djabar)

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
5-5
Pemeriksaan teknis secara langsung di berwenang dan pemegang ijin usaha
wilayah usaha pertambangan dilakukan pertambangan paling lambat 2 minggu setelah
terhadap beberapa hal penting diantaranya: pengawasan selesai.
• keadaan bahan galian (bentuk, sebaran,
kadar/kualitas) 4.4 Kriteria dan tata cara penetapan
• cadangan layak tambang (batas, bahan galian lain dan mineral ikutan
geometri, kadar/kualitas) Dalam pelaksanaan penambangan yang
• desain penambangan, pada tambang memenuhi kaidah KBG, diperlukan suatu
terbuka meliputi tata letak bukaan ukuran dan parameter yang dapat dipakai
tambang, batas bukaan tambang, pit sebagai standar untuk melakukan penilaian
slope, rencana pengupasan tanah pucuk dan penetapan suatu bahan galian dan mineral
(top soil) dan lapisan/tanah penutup tertentu. Selain itu juga diperlukan suatu
(overburden), penambangan bahan prosedur atau mekanisme dalam menetapkan
galian, jalan tambang, waste disposal secara teknis suatu bahan galian lain dan
area, tempat pengolahan, tempat mineral ikutan. Kebutuhan ini dirasakan
penimbunan bahan galian, tailing pond sangat penting mengingat belum adanya
dan jadual penambangan regulasi yang mengatur secara khusus
• desain penambangan, pada tambang mengenai penanganan bahan galian lain dan
bawah tanah meliputi lorong tambang, mineral ikutan. Bahan Galian Lain dalam hal
sistem ventilasi, batas cadangan yang ini adalah endapan bahan galian yang berada
akan ditambang, panel, stope, pillar, ore di wilayah izin usaha pertambangan namun
pass, dll tidak termasuk bahan galian yang diusahakan,
• jumlah, kapasitas dan cara kerja sedangkan Mineral Ikutan didefinisikan
peralatan penambangan termasuk sebagai mineral/unsur selain mineral/unsur
peralatan pengupasan, pembongkaran, utama yang diusahakan, menurut genesanya
penggalian, pemuatan dan pengangkutan terjadi secara bersama-sama dengan mineral
• target dan realisasi produksi (tahunan, utama. Dalam rancangan peraturan tentang
triwulan, bulanan dan mingguan) konservasi bahan galian, disebutkan bahwa
• realisasi recovery penambangan pada pelaksanaan penambangan, apabila
terdapat bahan galian lain dan mineral ikutan
• penanganan produk sampingan (by
yang tergali atau terganggu keberadaannya,
product), bahan galian lain, mineral
harus diupayakan untuk ditempatkan di suatu
ikutan, bahan galian tertinggal, bahan
lokasi dan ditangani dengan baik. Pada saat
galian kadar marginal dan kadar rendah
yang tepat bahan galian dan mineral ikutan
• (jika diperlukan) pemercontoan produk
tersebut dapat dimanfaatkan untuk
utama, produk sampingan, bahan galian
kepentingan masyarakat atau, jika telah
lain, mineral ikutan dan bahan galian
memiliki nilai ekonomis, dapat diusahakan
tertinggal
untuk dipasarkan.
• penanganan cadangan yang belum Kegiatan usaha pertambangan bahan
ditambang dan sisa cadangan pada saat galian mempunyai peranan penting dalam
sebagian atau seluruh blok penambangan memberikan nilai tambah secara nyata kepada
diakhiri, dan pertumbuhan ekonomi nasional dan
• kompetensi dan kualifikasi tenaga pembangunan daerah secara berkelanjutan. Di
pelaksana penambangan. beberapa tempat kegiatan penambangan
umumnya hanya menambang dan mengolah
Pengawasan recovery penambangan komoditas mineral utama dan tidak
dilaksanakan secara berkala, sekurang- memanfaatkan bahan galian lain dan mineral
kurangnya satu kali dalam setahun dan ikutan sehingga tidak memperoleh nilai
sewaktu-waktu apabila diperlukan. Dalam tambah dari bahan galian lain atau mineral
pelaporannya, hasil pengawasan disusun ikutan yang ada pada suatu wilayah usaha
sesuai dengan materi yang diawasi disertai pertambangan. Dalam upaya optimalisasi
penjelasannya, dengan mengisi format pemanfaatan bahan galian dan pengawasan
pengawasan yang telah ditentukan. Pengawas kegiatan usaha pertambangan diperlukan
dapat memberikan rekomendasi berdasarkan adanya kriteria dan tata cara penetapan Bahan
evaluasi hasil pengawasan untuk mencapai Galian Lain dan Mineral Ikutan.
recovery penambangan optimal. Laporan hasil
pengawasan ini disampaikan kepada pemberi
ijin usaha pertambangan, instansi yang

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
5-6
Kriteria dan tata cara penetapan bahan Kriteria untuk mengelompokkan suatu
galian lain dan mineral ikutan ini mineral ikutan didasarkan pada faktor geologi
dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah mineral ikutan, konservasi bahan galian
dan pelaku kegiatan usaha pertambangan (optimalisasi manfaat) dan teknologi atau
untuk menetapkan dan menilai secara obyektif pengusahaan (ekonomi). Mineral yang
bahan galian lain dan mineral ikutan yang ada memenuhi kriteria mineral ikutan dilaporkan
dalam wilayah usaha pertambangan. oleh pemegang izin usaha pertambangan
Penyusunan kriteria dan tata cara penetapan kepada pihak pemberi izin usaha
ini bertujuan untuk merumuskan sebagian pertambangan untuk ditetapkan sebagai
kebijakan regulasi di bidang konservasi bahan mineral ikutan. Mineral utama dan mineral
galian sehingga pemerintah dan pelaku usaha ikutan yang ditemukan atau dihasilkan dari
pertambangan dapat mengelola bahan galian kegiatan ekplorasi atau eksploitasi harus
secara bijaksana dan berkelanjutan. Kriteria dijelaskan dalam laporan eksplorasi atau
dan tata cara penetapan ini meliputi kriteria eksploitasi oleh pemegang izin usaha
umum dan tata cara teknis penetapan bahan pertambangan (Sesuai dengan rancangan
galian lain dan mineral ikutan pada izin usaha Peraturan Pemerintah tentang Konservasi
pertambangan mineral logam, non logam dan Bahan Galian).
batubara, baik pada tahap eksplorasi maupun Penetapan mineral ikutan dilakukan
produksi. dengan mengacu pada kriteria dan tata cara
Kriteria untuk mengelompokkan suatu teknis penetapan mineral ikutan, yang
bahan galian sebagai Bahan Galian Lain meliputi penilaian dan evaluasi terhadap
didasarkan pada faktor perizinan, geologi faktor-faktor kelas sumber daya, geologi,
endapan bahan galian dan konservasi, teknologi dan pengusahaan
teknologi/pengusahaan (ekonomi). Bahan (ekonomi) (lihat Matrik 2). Berdasarkan
galian yang memenuhi kriteria bahan galian penilaian kategori teknologi terhadap
lain, minimal kelas hipotetik dilaporkan oleh kelompok mineral ikutan 1 sampai 4, maka
pemegang izin usaha pertambangan kepada mineral ikutan dapat digolongkan menjadi 3
pihak pemberi izin usaha pertambangan. tipe:
Bahan galian yang diusahakan dan bahan • Tipe 1: Mineral ikutan berpotensi
galian lain yang ditemukan atau dihasilkan pengusahaan, yaitu kelompok mineral
dari kegiatan ekplorasi atau eksploitasi harus ikutan yang memiliki potensi tinggi untuk
dijelaskan dalam laporan eksplorasi atau diusahakan;
eksploitasi oleh pemegang izin usaha • Tipe 2: Mineral ikutan berpotensi
pertambangan . pengembangan, yaitu kelompok mineral
Penetapan teknis bahan galian lain ikutan yang memiliki potensi
dilakukan dengan mengacu pada kriteria dan sedang/menengah dan memiliki
tata cara teknis penetapan yang meliputi kemungkinan untuk dikembangkan
penilaian dan evaluasi terhadap faktor-faktor sebagai komoditas usaha pertambangan;
kelas sumber daya, geologi, konservasi, • Tipe 3: Mineral ikutan berpotensi
teknologi dan pengusahaan (lihat Matrik 1). sumberdaya, yaitu kelompok mineral
Berdasarkan penilaian dan evaluasi tersebut, ikutan yang memiliki potensi rendah dan
bahan galian lain dapat digolongkan menjadi 3 belum dapat dikembangkan sebagai
tipe: komoditas usaha pertambangan.
• Tipe 1: Bahan galian lain berpotensi
pengusahaan, yaitu kelompok bahan galian 4.5 Pedoman teknis pengawasan
yang memiliki potensi tinggi untuk konservasi bahan galian pada
diusahakan; pertambangan logam laterit
• Tipe 2: Bahan galian lain berpotensi Pedoman ini merupakan acuan teknis
pengembangan, yaitu kelompok bahan untuk pengawasan kegiatan pertambangan
galian yang memiliki potensi logam laterit nikel dan bauksit dalam rangka
sedang/menengah dan memiliki konservasi bahan galian yang meliputi tata
kemungkinan untuk dikembangkan cara, pelaksana dan pelaporan hasil
sebagai komoditas usaha pertambangan; pengawasan. Pada saat ini penambangan
• Tipe 3: Bahan galian lain berpotensi laterit kurang memperhatikan manfaat mineral
sumber daya, yaitu kelompok bahan galian ikutan, bahan galian lain dan bijih (nikel atau
yang memiliki potensi rendah dan belum bauksit) berkadar marginal atau rendah. Tanah
dapat dikembangkan sebagai komoditas penutup sering dibuang begitu saja meskipun
usaha pertambangan. masih mengandung bahan logam berharga

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
5-7
seperti kromit, kobal, titan, dan lainnya. o data dan cara penanganan slag
Lapisan limonit yang memiliki kadar nikel o data dan cara penanganan bahan-
rendah, misalnya, sering tidak diolah dan bahan pencampur (batubara, antrasit,
hanya dianggap waste materials. Selain itu batugamping).
tailing hasil pengolahan bijih nikel atau o jika diperlukan, pemercontoan
bauksit masih dapat dimanfaatkan ulang terhadap produk utama (misalnya
(reuse/recycle). Ditambah lagi penambangan feronikel).
logam laterit selalu mengakibatkan perubahan o data dan cara penanganan cadangan
rona awal permukaaan bumi yang luas (stock pile) yang belum diolah.
sehingga dampak lingkungannya sangat besar. o upaya peningkatan nilai tambah,
Oleh karena itu pengawasan penambangan termasuk pemanfaatan mineral ikutan
logam tipe laterit perlu dilakukan secara atau produk sampingan (jika ada).
cermat dengan berpegang pada suatu pedoman o kompetensi dan kualifikasi tenaga
teknis. pelaksana pengolahan dan pemurnian.
Pengawasan teknis secara langsung
dilakukan dengan cara pengecekan, 4.6 Rencana penyusunan regulasi
pengukuran, korelasi data, pengambilan conto, Penyusunan regulasi pada tahun 2004
analisis conto dan jika diperlukan due direncanakan berupa penyusunan dua buah
diligence di lapangan atas data dan kegiatan konsep pedoman teknis dengan pembiayaan
teknis pertambangan. Tata cara pengawasan dari anggaran APBN dan DIK-S, yaitu:
teknis di lapangan menyangkut pemeriksaan • Konsep Pedoman teknis tata cara
terhadap hal berikut ini: penanganan bahan galian lain dan mineral
• Tahap Eksplorasi: ikutan pada pertambangan batubara.
o metoda eksplorasi dan estimasi Perencanaan regulasi ini diusulkan
sumber daya laterit dan mineral berdasarkan evaluasi tim konservasi
ikutannya; terhadap hasil kegiatan pemantauan dan
o profil laterit hasil pemboran dan inventarisasi konservasi di lapangan
sumur uji, kadar bijih laterit dan selama ini yang menunjukkan masih
mineral ikutannya pada lapisan laterit; banyaknya masalah konservasi pada usaha
o penentuan cut off grade untuk high pertambangan batubara terutama belum
grade saprolitic ore dan low grade dimanfaatkannya bahan galian lain seperti
saprolitic ore. lempung (yang berpotensi sebagai bahan
industri keramik), pasir kuarsa, bitumen
• Tahap Penambangan: padat, dan bahan galian lainnya. Untuk
o rencana dan desain penambangan, lebih mengoptimalkan pemanfaatan bahan
o jumlah, kapasitas dan peralatan galian di wilayah usaha pertambangan
penambangan batubara perlu disiapkan pedoman teknis
o target dan realisasi produksi. sebagai acuan dalam penanganan bahan
o realisasi recovery penambangan. galian lain tersebut.
o data dan cara penanganan bahan • Konsep Pedoman teknis penentuan bahan
galian lain, bahan galian tertinggal, galian lain dan mineral ikutan pada
limonit kadar tinggi dan kadar rendah pertambangan emas alluvial. Konsep
o jika diperlukan, pemercontoan pedoman teknis ini dimaksudkan sebagai
terhadap produk sampingan, bahan acuan bagi pemerintah dan pelaku usaha
galian lain, mineral ikutan dan bahan pertambangan untuk menentukan secara
galian tertinggal. obyektif bahan galian lain dan mineral
o data dan cara penanganan cadangan ikutan yang terdapat di wilayah usaha
yang belum ditambang dan cadangan pertambangan emas aluvial. Pada
tersisa umumnya usaha pertambangan emas
o kompetensi dan kualifikasi tenaga alluvial saat ini masih belum menerapkan
pelaksana penambangan. kaidah konservasi tentang pengelolaan
bahan galian lain dan mineral ikutan
• Tahap Pengolahan dan Pemurnian: karena belum adanya peraturan atau
o metoda dan proses pengolahan kebijakan yang berupa pedoman teknis
o jumlah, kapasitas dan cara kerja sebagai acuan untuk penentuan bahan
peralatan pengolahan dan pemurnian. galian lain dan mineral ikutan yang
o target dan realisasi produksi seharusnya dikelola dengan baik.
o realisasi recovery pengolahan.

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
5-8
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya
5. PENUTUP Mineral, 2001. Konsep Pedoman Teknis
Tata Cara Penetapan dan Pengawasan
Kebijakan konservasi bahan galian Sumber Daya dan Cadangan Bahan
merupakan salah satu landasan dalam Galian, DIK-S, Bandung.
pengelolaan sumber daya mineral untuk Direktorat Inventarisasi Sumber Daya
mewujudkan tercapainya pemanfaatan bahan Mineral, 2002. Konsep Pedoman Teknis
galian baik jangka pendek maupun jangka Tata Cara Pengawasan Recovery
panjang untuk kepentingan nasional dengan Penambangan Dalam Rangka Konservasi
memperhatikan berbagai kepentingan sektor Bahan Galian, PKSDM, Bandung .
di luar pertambangan. Implementasi kebijakan Djunaedi, E. K. Dan Djabar, F., 2004.
konservasi segera dilakukan dengan Pemantauan dan evaluasi konservasi
mempertimbangkan karakteristik wilayah sumber daya mineral di Daerah Bukit
Pulau Jawa dan luar jawa, Kawasan Barat Sunur, Kab. Bengkulu Utara, Provinsi
Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Bengkulu, Makalah Kolokium DIM,
Sebagai bahan pertimbangan dalam Bandung (dalam Kumpulan Makalah ini).
menentukan kebijakan konservasi perlu Hutamadi, R., Setiabudi, B.T. dan Gunadi, R.,
dilakukan kajian pemanfaatan dan potensi 2003. Konservasi Bahan Galian dan
sumber daya dan cadangan bahan galian, Permasalahannya, Makalah Kolokium
terutama penilaian (assessment) secara Direktorat Inventarisasi Sumber Daya
kuantitatif berbagai jenis komoditas dan tipe Mineral Tahun Anggaran 2002.
endapan bahan galian. Penyediaan data dan Kaisiepo, M., 2002. Sumber Daya Geologi
informasi kuantitatif yang memberikan Untuk Mensejahterakan Masyarakat
gambaran prospek suatu kawasan Kawasan Timur Indonesia. Makalah, PIT
pertambangan lebih ditingkatkan untuk IAGI ke 31, Surabaya.
melengkapi data yang bersifat genetik, Lahar, H., Harahap I. A. dan Bagdja. M.,
kualitatif. 2004. Pemantauan dan evaluasi konservasi
sumber daya mineral di Daerah Kijang,
Kabupaten Kijang, Provinsi Riau, Makalah
DAFTAR PUSTAKA Kolokium DIM, Bandung (dalam
Kumpulan Makalah ini).
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya
Mineral, 2001. Konsep Rancangan
Peraturan Pemerintah Tentang Konservasi
Bahan Galian, DIK-S, Bandung.

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
5-9
Matrik 1 : Tata Cara Penetapan Bahan Galian Lain
Kelas Sumber Daya
Terukur/Terunjuk Tereka/Hipotetik
Kondisi Geologi

Sederhana A B

Moderat C D

Kompleks E F

Kelompok
A B C D E F
Manfaat

Besar 1 1 1 2 2 2

Kecil 3 3 3 4 4 4

Kelompok
1 2 3 4
Teknologi/Pengusahaan

Sederhana BGL Tipe 1 BGL Tipe 1 BGL Tipe 2 BGL Tipe 3


Tinggi BGL Tipe 2 BGL Tipe 2 BGL Tipe 3 BGL Tipe 3
Keterangan:
BGL Tipe 1: Bahan galian lain berpotensi pengusahaan, yaitu kelompok bahan galian yang memiliki potensi tinggi untuk diusahakan
BGL Tipe 2: Bahan galian lain berpotensi pengembangan, yaitu kelompok bahan galian yang memiliki potensi sedang/menengah dan
memiliki kemungkinan untuk dikembangkan sebagai komoditas usaha pertambangan
BGL Tipe 3: Bahan galian lain berpotensi sumberdaya, yaitu kelompok bahan galian yang memiliki potensi rendah dan
belum dapat dikembangkan sebagai komoditas usaha pertambangan

Matrik 2 : Tata Cara Penetapan Mineral Ikutan


Kelas Sumber Daya
terukur/terunjuk tereka/hipotetik
Kondisi Geologi

Sederhana A B

Moderat C D

Kompleks E F

Kelompok
A B C D E F
Manfaat

Besar 1 1 1 2 2 2

Kecil 3 3 3 4 4 4

Kelompok
1 2 3 4
Teknologi/Pengusahaan

Konvesional MI Tipe 1 MI Tipe 1 MI Tipe 2 MI Tipe 3

Menengah-Maju MI Tipe 2 MI Tipe 2 MI Tipe 3 MI Tipe 3


Keterangan:
MI Tipe 1: Mineral ikutan berpotensi pengusahaan, yaitu kelompok mineral ikutan yang memiliki potensi tinggi untuk diusahakan
MI Tipe 2: Mineral ikutan berpotensi pengembangan, yaitu kelompok mineral ikutan yang memiliki potensi sedang/menengah dan
memiliki kemungkinan untuk dikembangkan sebagai komoditas usaha pertambangan
MI Tipe 3: Mineral ikutan berpotensi sumberdaya, yaitu kelompok mineral ikutan yang memiliki potensi rendah dan
belum dapat dikembangkan sebagai komoditas usaha pertambangan

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
5-10

Das könnte Ihnen auch gefallen