Sie sind auf Seite 1von 9

ANALISIS SEGMENTASI PASAR FASHION WANITA BERDASARKAN

MOTIF PEMBELIAN DAN SHOPPING LIFESTYLE


(Survei pada Konsumen Fashion Item Wanita di Kota Surabaya dan Malang)

Ayu Dyah Hapsari


Mohammad Iqbal
Fakultas Ilmu Administrasi
Univеrsitas Brawijaya
Malang
Еmail: Ayudyahhapsari19@gmail.com

ABSTRACT

The globalization era shifted the function of fashion to meet the demands of consumer’s lifestyle. This showed that
the buying motive paradigm has changed. It needed market groupings or market homogenity that was called
market segmentation to simplify companies to target its consumers. In terms of fashion market potential, Women’s
Fashion market segment was more stable and vast compared to men’s. Therefore, researcher interested in
conducting research entitled “Analisis Segmentasi Pasar Fashion Wanita Berdasarkan MotifPembelian dan
Shopping Lifestyle”. The type of research used was descriptive research with quantitative approach. The sample
used was as much as 183 respondents who were women in productive ages, ever made a purchase of fashion
items, and was living in Surabaya or Malang. Sampling technique in this research was using nonprobability
sampling technique by taking samples using purposive sampling. Data collection method in this research was by
spreading questionnaires and using literature study. Data analysis in this research was descriptive analysis,
factor analysis, and cluster analysis. The results of this study resulted in five different segments, namely
1)Powered Early Adulthood,2)Proffessionals,3)High End Early Adulthood,4)Mid-Income Mature, and
5)Progressive Youth. Each segment has different characteristics, profiles, and behaviors. This can affect
consumer choice on purchasing fashion items.

Keywords: Market Segmentation, Women’s Fashion, Buying Motive, Shopping Lifestyle


АBSTRАK

Kemajuan zaman membuat fungsi fashion bergeser menjadi tuntutan terpenuhinya gaya hidup (lifestyle)
konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan paradigma motif pembelian. Dibutuhkan
pengelompokan pasar atau homogenitas pasar yang disebut segmentasi pasar untuk memudahkan perusahaan
menyasar konsumennya. Ditinjau dari potensionalitas pasar fashion, maka segmen pasar fashion wanita lebih luas
dan lebih stabil dibandingkan dengan segmen pasar fashion laki- laki. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Segmentasi Pasar Fashion Wanita Berdasarkan Motif Pembelian
dan Shopping Lifestyle”. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif. Sampel sebanyak 183 orang responden yang merupakan wanita berusia produktif, pernah melakukan
pembelian fashion item, dan berada di Surabaya atau Malang. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik
nonprobability sampling dengan cara pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah menyebar kuesioner dan studi kepustakaan. Analisis yang digunakan
yaitu analisis deskriptif, analisis faktor, dan analisis cluster. Hasil penelitian ini menghasilkan lima segmen yang
berbeda, yakni Powered Early Adulthood, 2) Proffessionals, 3) High End Early Adulthood, 4) Mid-Income
Mature, dan 5) Progressive Youth. Masing-masing segmen mempunyai karakteristik, profil, dan perilaku berbeda.
Hal ini dapat berpengaruh terhadap pilihan konsumen pada pembelian fashion item.

KataKunci: Segmentasi Pasar, Fashion Wanita, Motif Pembelian, Shopping Lifestyle.

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 64 No. 2 November 2018| 27


administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id
PЕNDАHULUАN motivation. Dalam hal ini yang terpenting konsumen
Pada dasarnya fashion merupakan alat yang dapat memenuhi barang (fashion) apa yang sedang
dipakai untuk melindungi tubuh dari debu dan udara diinginkannya. Konsumen akan merasa puas ketika
luar, dan digunakan untuk memperindah sudah membelinya dan akan terganggu perasaannya
penampilan. Fashion adalah segala sesuatu yang ketika tidak membelinya.
digunakan pada tubuh, baik dengan maksud Keinginan konsumen untuk selalu ingin
melindungi tubuh maupun memperindah penampilan memenuhi kebutuhan dan keinginannya untuk
tubuh. (Roesbani, 1984). Fashion diartikan sebagai mencapai kepuasan menyebabkan terbentuknya
segala sesuatu yang dikenakan dari ujung kepala Shopping Lifestyle. Menurut Japarianto dan
hingga ujung kaki, meliputi baju, sarung, dan kain Sugiharto (2011), Shopping Lifestyle menunjukkan
panjang; serta pelengkap yang berguna dan atau cara seseorang mengalokasikan pendapatannya,
melengkapi seperti selendang, topi, sepatu, tas, ikat seperti dari segi dana untuk berbagai alternatif
pinggang, yang disebut millimeries, serta pelengkap preferensinya. Pengusaha dalam industri fashion
lain yang mendukung keindahan seperti hiasan harus jeli dan memahami pasar fashion dari 2 (dua)
rambut dan perhiasan yang disebut dengan segi, yaitu dari motif pembelian, serta dari segi
accessories. (Jalins dan Mamdy, 1985). shopping lifestyle konsumen dengan melihat
Kemajuan zaman dan peradaban manusia, kecenderungan konsumen pada fashion (model dan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, gaya berpakaian) ataupun brand (merek) sebagai
pertumbuhan ekonomi (peningkatan kemampuan dasar pembelian mereka. Kesadaran seseorang akan
daya beli) serta peningkatan status sosial, membuat fashion dan kemampuan untuk memilih, berpakaian
fungsi fashion tidak lagi hanya sekedar kebutuhan seruapa atau meniru, dan bersikap responsif terhaap
pokok. Proses perubahan fashion terdiri dari fashion dinamakan fashion consciousness.
beberapa tahapan, termasuk perubahan dalam Sementara keadaan seseorang yang cenderung brand
berpakaian dan gaya penampilan, penyebaran consciousness lebih mementingkan harga yang
fashion, penerimaan fashion, dan penurunan fashion mahal, merek terkenal, dan percaya terhadap indikasi
(Fring, 1994). Fungsi fashion sudah bergeser bahwa harga yang tinggi menunjukkan kualitas yang
menjadi tuntutan terpenuhinya gaya hidup (lifestyle) baik. (Milewski, 2005).
konsumen. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi Dibutuhkan pengelompokan pasar atau
perubahan paradigma tujuan pemenuhan atau motif homogenitas pasar yang disebut segmentasi pasar
pembelian, yaitu dari pembelian berdasarkan agar bisnis fashion itu lebih terarah, berjalan efektif,
kebutuhan menjadi pembelian berdasarkan dan efisien. Menurut Kotler dan Amstrong (2003)
keinginan membeli padahal belum mendesak bahwa segmentasi pasar adalah melakukan
dibutuhkan pemakaiannya dalam waktu dekat. pembagian pasar dari heterogen menjadi homogen
Paradigma pembelian konsumen dibedakan yang disebabkan oleh adanya perbedaan kebiasaan
menjadi 2 (dua) motif pembelian, yaitu motif membeli, kebutuhan pemakaian, penggunaan barang
pembelian berdasarkan rasional konsumen dan motif yang dibeli, dan motif atau tujuan ketika membeli.
pembelian berdasarkan emosional konsumen. Fashion ada sebagai mekanisme psikososial,
Menurut Angel et al dalam Subagio (2011), banyak wanita menjadikan pemilihan pakaian
paradigma atau motif pembelian rasional adalah sebagai sarana untuk mendukung gaya hidup
keputusan pembelian yang semata-mata karena mereka, serta sebagai citra yang mencerminkan
kebutuhan, obyektif, dan mendapatkan manfaat dari presepsi mereka tentang kelas sosial. (McNeill,
barang (fashion) yang dibelinya. Motif pembelian 2018). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat
seperti ini didefinisikan sebagai motif pembelian disimpulkan bahwa fashion terkait dengan
utilitarian atau utilitarian buying motivation. kesejahteraan emosional wanita dan memainkan
Sedangkan keputusan pembelian berdasarkan peran penting dalam diri wanita yang
keinginan konsumen yang didorong oleh faktor mengindikasikan bahwa pasar fashion wanita luas
emosional yang ada dalam diri konsumen yang sulit dan dinamis. Wanita merupakan konsumen potensial
ditahan untuk tidak segera memiliki dan membelinya bagi para produsen untuk menawarkan
dengan berbagai alasan serta motif pembeliannya Produk-produknya (Sumarwan et al., 2011).
tanpa memperhitungkan berbagai akibatnya disebut Surabaya menjadi kota terbesar kedua di
motif pembelian hedonis atau hedonis buying Indonesia, juga menjadi sasaran bagi para pebisnis

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 64 No. 2 November 2018| 28


administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id
ritel baik lokal maupun asing, dengan banyaknya Motif Pembelian
pembangunan shopping mall. Menurut Motif pembelian menurut Rook (dalam
Dispendukcapil Kota Surabaya (2018), pada 2017 Herabadi : 2003), adalah suatu keadaan dalam
jumlah penduduk kota Surabaya sebanyak 3.057.766 pribadi seseorang yang mendorong keinginan
jiwa. Mereka terdiri dari 1.526.583 laki-laki dan individu untuk melakukan kegiatan tertentu.
1.531.183 wanita. Jumlah wanita yang lebih banyak Kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari
ini sesuai dengan fokus penelitian yakni pasar dorongan yang ada dalam dirinya (self drive) menuju
fashion wanita. Selain itu, di Kota Surabaya terdapat penyesuaian diri untuk memenuhi kebutuhan dan
32 pusat perbelanjaan yang yang hingga tahun 2020 rasa puas.
akan ditambah jumlahnya sebanyak 13 pusat
perbelanjaan lagi (okezone.com, 2017). Hedonic Buying Motivation
Kota Malang, sebagai salah satu kota besar Menurut Arnold and Reynolds dalam Kang
yang cukup menjadi perhatian dan barometer fashion and Park-Poaps (2009), motif berbelanja hedonis
di Jawa Timur. Menurut data dari BPS Kota Malang adalah kebutuhan tiap individu akan suasana dimana
2017, tercatat ada 40 perusahaan kategori tekstil dan seseorang merasa bahagia dan senang. Adapun
pakaian jadi, dari total 243 perusahaan di Kota indikator dari motif hedonis sebagai berikut:
Malang dalam berbagai kategori. (malangkota.go.id, 1.Adventure Shopping
2018). Ditambah lagi menurut Dispendukcapil 2.Gratification Shopping
Malang 2017 jumlah penduduk Kota Malang sebesar 3.Role Shopping
895.387 jiwa yang terdiri dari 446.933 jiwa laki-laki 4.Value Shopping
dan wanita sebanyak 448.454 jiwa, yang mana 5.Social Shopping
jumlah wanita yang lebih banyak ini mendukung 6.Idea Shopping
fokus penelitian yakni pasar fashion wanita. Maka
peneliti memilih Kota Surabaya dan Malang menjadi Utilitarian Buying Motivation
lokasi penelitian. Menurut Babin et al. dalam Kang and Park-
Poaps (2009), motivasi belanja utilitarian
KAJIAN PUSTАKА berorientasi tugas, rasional, dan kognitif, dengan niat
Segmentasi Pasar atau keinginan untuk membeli produk secara efisien
Kotler (2003:173) mengatakan bahwa dan rasional.
segmentasi pasar merupakan suatu aktivitas pasar
membagi atau mengelompokkan pasar yang Shopping Lifestyle
heterogen menjai pasar yang homogen memiliki Sproles and Kendall (1986) mengungkapkan
kesamaan dalam hal minat, daya beli, geografis, bahwa terdapat empat indikator berdasarkan teori
perilaku pembelian, maupun gaya hidup. Sedangkan Consumer Styles Inventory (CSI) Shopping Style
menurut Kasali (2005:119) segmentasi pasar adalah Characteristics untuk menentukan karakteristik
proses mengkotak- kotakkan pasar (yang heterogen) shopping lifestyle, yaitu brand consciousness,
kedalam kelompok-kelompok “Potential fashion consciousness, shopping consumption, dan
Customers” yang memiliki kesamaan kebutuhan atau impulsive buying. Pada penelitian ini hanya
kesamaan karakter yang memiliki respon yang sama menggunakan dua indikator dari variabel ini yakni
dalam membelanjakan uangnya. Fashion Consciousness dan Brand Consciousness
Tidak ada cara tunggal untuk membuat mengacu pada relevansi topik yang berkaitan dengan
segmen pasar. Seorang pemasar harus mencoba preferensi fashion.
variabel segmentasi yang berbeda, sendiri atau dalam
kombinasi, mencari cara terbaik untuk memandang MЕTODE PЕNЕLITIАN
struktur pasar. Menurut Kotler (2005: 315), variabel
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
utama yang dipergunakan dalam mensegmentasi
deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Lokasi
pasar konsumen adalah sebagai berikut:
dalam penelitian ini terletak di Kota Surabaya dan
a. Segmentasi Geografis
Malang populasi dalam penelitian ini adalah wanita
b. Segmentasi Demografis
yang sedang berada di Kota Surabaya dan Malang,
c. Segmentasi Psikografis
berusia antara 16-60 tahun, serta pernah membeli
d. Segmentasi Perilaku

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 64 No. 2 November 2018| 29


administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id
fashion item. Berdasarkan hasil perhitungan rumus X4.8 0.686
Machin and Campbell tersebut, maka peneliti
X1.2 0.838
membutuhkan sampel minimal sebanyak 115 orang
responden (Perhitungan Rumus Machin dapat dilihat X1.1 6 0.799 Value
pada Lampiran 1). Nilai 115 (hasil pembulatan
ke atas) merupaka kriteria minimal untuk dapat X1.3 0.785
memperoleh data yang akurat Untuk mendapatkan
X2.9 0.839
hasil yang lebih akurat peneliti menambahkan
sampel menjadi 200 orang responden, namun ada X2.8 7 0.732 Social
sebanyak 17 responden yang tidak melengkapi
seluruh pernyataan item pada kuesioner sehingga X2.10 0.728
jumlah sampel pada penelitian ini didapatkan Sumber: Diolah Peneliti, 2018.
sebanyak 183 orang responden, yaitu wanita yang
sedang berada di Kota Surabaya dan Malang, berusia Dari hasil rotasi faktor dapat diketahui
antara 16-60 tahun, dan pernah membeli fashion pengumpulan variabel motivasi pembelian pada
item. masing-masing faktor sebagai berikut:
HАSIL DАN PЕMBАHАSАN
Faktor 1: Untuk saya berbelanja seperti sebuah
Tabel 1 Hasil Rotasi Faktor
petualangan, berbelanja membuat saya berada di
Item Faktor Faktor Loading Nama Faktor
dunia saya sendiri, ketika perasaan tidak enak saya
X4.4 0.825 berbelanja, saya berbelanja sebagai hadiah untuk diri
saya, saya berbelanja untuk mencati tahu trend
X4.2 0.822
terbaru, saya berbelanja untuk mengupdate produk
apa saja yang tersedia di toko saat ini. Faktor ini
X4.5 1 0.790
Fashion Consciousness terbentuk dari gabungan tiga indikator yakni
adventure, idea, dan gratification. Maka untuk
X4.1 0.747 mempermudah, peneliti memberi istilah “High
Shopping Interest”, karena ketiga indikator ini
X4.3 0.745 memiliki ciri dan kesamaan yakni ketertarikan tinggi
terhadap shopping.
X2.2 0.817

X2.1 0.790 Faktor 2: Saya senang berbelanja untuk orang lain,


karena pada saat mereka bahagia saya ikut bahagia,
X2.3 2 0.768
Adventure, Idea,
saya menikmati belanja untuk teman dan saudara,
and Gratification saya senang berbelanja mencari hadiah untuk
X2.4 0.616 seseorang.
X2.12 0.545
X2.6 0.877 Faktor 3: Saya hanya pergi shopping apabila benar-
benar diperlukan, saya hanya membeli pakaian yang
X2.7 3 0.800 Role saya butuhkan, saya hanya membeli pakaian jika
memang telah saya rencanakan
X2.5 0.741

X3.1 0.899 Faktor 4: Berbelanja dengan yang lain mempererat


ikatan kami, saya berbelanja bersama teman dan
X3.2 4 0.831 Utilitarian Consumption keluarga untuk bersosialisasi, saya menikmati
berbelanja bersama.
X3.3 0.790

X4.6 0.896 Faktor 5: Saya membeli pakaian ketika sedang


Brand Consciousness diskon, saya membeli pakaian dengan
X4.7 5 0.869 membandingkan harga dari beberapa toko, saya haya

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 64 No. 2 November 2018| 30


administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id
membeli pakaian jika memang telah saya Value,
rencanakan. Motif Role, Utilitar Value, Role Utilit
Pembelian Value ian Role HSI arian
Shopping
Faktor 6 : Banyak orang memandang saya memiliki Lifestyle FC BC BC FC FC
gaya berpakaian yang mengesankan, saya Sumber: Diolah Peneliti, 2018.
melengkapi koleksi pakaian saya dengan mode
terbaru, saya percaya dengan kemampuan saya Interpretasi Cluster 1 (Powered Early
dalam mengenali trend fashion, saya selalu terupdate Adulthood).
dengan perkembangan fashion dan trend terbaru, Cluster 1 terdiri dari usia 21 – 30 tahun,
saya biasanya memiliki satu atau lebih pakaian dari pendapatan Rp.2.000.000 – Rp. 4.000.00, memiiliki
trend terbaru motivasi pembelian yang cenderung pada hedonik
role dan hedonik value, serta cenderung fashion
Faktor 7 : Saya percaya pada merek terkenal, merek consciousness. Segmen ini penulis namai sebagai
terkenal pasti mempunyai kualitas yang bagus, saya “Powered Early Adulthood”, karena menurut
membeli produk dengan merek terkenal meskipun Zimbardo (2000) usia 21-30 tahun adalah tergolong
harganya mahal. usia dewasa awal. Pada tahapan dewasa awal,
segmen ini telah memiliki penghasilan, sehingga
Tabel 2 Final Cluster Centers istilah “Powered” mengacu pada kemampuan
segmen ini untuk mendanai dirinya secara finansial
Cluster
dan telah mampu membuat keputusan pembelian.
Indikator
1 2 3 4 5 Intrpretasi Cluster 2 (Proffessionals)
High Shopping Interest 4.73 3.78 4.73 3.90 3.22 Cluster 2 terdiri dari usia 31-40 tahun dengan
pendapatan antara Rp 4.000.000 – Rp 6.000.000 dan
Role 5.16 4.00 4.98 3.91 3.76
>Rp 8.000.000, memiliki motivasi pembelian yang
Utilitarian Consumption 4.37 4.09 4.04 3.87 3.92 cenderung hedonik value dan utilitarian, serta
Social 4.79 3.90 4.89 3.90 3.49 cenderung brand consciousness. Segmen ini penulis
Value 5.16 4.39 5.36 4.33 3.40 namai sebagai “Proffessionals” karena memiliki usia
Fashion Consciousness 3.44 4.78 4.85 3.72 4.12 mapan dengan pendapatan mapan yang karakternya
Brand Consciousness 3.42 5.10 5.33 3.25 4.30 adalah wanita karier.
Sumber: Diolah Peneliti, 2018.
Interpretasi Cluster 3 (High End Early
Berdasarkan hasil analisis didapatkan Adulthood).
kecenderungan cluster yang terbentuk dengan item Pada cluster 3 ditemukan responden dengan
yang ada. Jika nilai rata – rata item lebih besar dari tingkat pendapatan semakin tinggi, terutama di atas
3.5 ((1+6)/2) maka item dapat mendukung cluster 8.000.000. Cluster 3 didominasi usia 21-30 tahun
yang terbentuk, namun jika item memiliki nilai rata dan memiliki motivasi pembelian yang cenderung
– rata dibawah 3,5 maka item tersebut bersifat kurang kepada hedonik value dan hedonik role, serta
mendukung pada cluster yang sudah ada. cenderung brand consciousness. Segmen ini penulis
Tabel 3 Rekapitulasi Cluster dengan Karakteristik namai sebagai “High End Early Adulthood”, karena
Responden pada fase usia dewasa awal ini tergolong memiliki
Parameter Cluster penghasilan yang tinggi.

1 2 3 4 5 Interpretasi Cluster 4 (Mid-Income Mature).


21- <21
30 31-40 21-30 >41 tahu
Cluster 4 terdiri dari usia di atas 40 tahun dengan
Usia
tahun tahun tahun tahun n pendapatan antara Rp 4.000.000 – Rp 6.000.000,
Rp.4-6 memiliki motivasi pembelian yang cenderung kepada
Rp. juta dan Rp<
Pendapatan 2-4 >Rp.8 Rp>8j Rp.4- 2 hedonik role, dan hedonik high shopping interest, serta
juta juta uta 6 juta juta cenderung fashion consciousness. Segmen ini penulis
namai sebagai “Mid Income Mature” karena memiliki
usia yang matang dengan pendapatan menengah.
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 64 No. 2 November 2018| 31
administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id
Interpretasi Cluster 5 (Progressive Youth). Segmen Proffessionals
Cluster 5 terdiri dari usia di bawah 21 tahun, Segmen Proffessionals merupakan segmen
dengan pendapatan di bawah Rp 2.000.000, memiliki yang memiliki rentang usia yang mapan yakni 31-40
motivasi pembelian yang utilitarian, dan cenderung tahun. Menurut Zimbardo (2000) usia 31-40
Brand Consciousness. Segmen ini penulis namai termasuk pada tahapan usia dewasa. Pada tahap ini,
sebagai “Progressive Youth” karena memiliki usia individu mengalami transisi menghadapi pertanyaan
muda dengan pendapatan yang rendah, bisa juga yang lebih serius menyangkut penentuan
belum berpendapatan. tujuannya.Individu biasanya berfokus pada keluarga
dan pengembangan karier (Havigshurt dalam
Segmen Powered Early Adulthood Wrightsman, 1994). Pendapatan menengah ke atas
Segmen powered youth merupakan segmen juga menggambarkan pekerjaan dan tingkat
yang memiliki rentang usia yakni antara 21-30 tahun. kesibukan mereka yang beragam. Hal ini dapat
Menurut Zimbardo (2000) usia 21-30 termasuk pada menjadi rasionalisasi bagi segmen ini untuk dominan
tahapan dewasa awal. Dalam perkembangan sosio pada motif pembelian utilitarian yang berorientasi
emosional, seorang pada tahap dewasa awal akan tugas, rasional, dan kognitif, dengan niat atau
mengalami perubahan hubungan dewasa dengan keinginan untuk membeli produk secara efisien dan
orangtuanya, membangun hubungan yang dekat rasional (Babin et al, dalam Kang and Park-Poaps,
dengan sekitarnya, bekerjasama dengan sekitarnya, 2013).
memiliki kemampuan untuk berhubungan lebih baik Selain itu, motif pembelian yang juga dominan
dengan orang lain, (Havighurst dalam Wrightsman, adalah value, yang lebih berorientasi kepada manfaat
1994). Hal ini erat kaitannya dengan motif pembelian secara ekonomis. Keadaan ini menggambarkan segmen
yang dominan pada segmen ini yakni hedonik role Proffessionals tidak terlalu gemar berbelanja,
bahwa berbelanja untuk orang lain atau memberikan dikarenakan terbatasnya waktu yang mereka miliki
hadiah kepada orang lain membuat diri sendiri untuk berbelanja. Hal ini dibuktikan dengan
bahagia. (Arnold and Reynolds dalam Kang and kecenderungan mereka terhadap Brand consciousness,
Park-Poaps, 2013). dibandingkan Fashion consciousness, yakni cenderung
Karakter tersebut dapat dimanfaatkan mementingkan harga yang mahal, merek terkenal, dan
perusahaan untuk menyasar segmen powered youth percaya terhadap indikasi bahwa harga yang tinggi
dengan stategi buy one get one, dimana mereka bisa menunjukkan kualitas yang baik (Milewski, 2005).
mendapatkan lebih dari satu barang dalam sekali Mereka tidak memiliki waktu untuk melakukan
transaksi pembelian, dan barang tersebut dapat pertimbangan terhadap mode fashion, maka ketika
mereka berikan ke berikan ke orang lain. Strategi ini melakukan keputusan pembelian segmen ini akan
didukung dengan motif pembelian hedonik value langsung menjadikan brand sebagai tolok ukur
yang juga dominan pada segmen Powered Early produk yang baik bagi mereka.
Adulthood, yakni berbelanja untuk berburu diskon, Strategi yang dapat dilakukan perusahaan
berburu barang murah dan menurunkan harga dilihat fashion adalah menetapkan diskon namun tetap
sebagai permainan yang harus dimenangkan atau membangun brand image yakni dengan menetapkan
tantangan yang harus ditaklukkan. (Arnold and diskon yang tidak membuat produk terkesan
Reynolds dalam Kang and Park-Poaps, 2013). murahan. Salah satunya adalah dengan strategi
Segmen Powered Early Adulthood membership card yang membangun loyalitas mereka
cenderung kepada Fashion Consciousness, yakni dengan memberikan keuntungan yang lebih bila
kesadaran seseorang akan fashion dan kemampuan memiliki membership card. Hal ini didukung dengan
untuk memilih, berpakaian serupa atau meniru, dan karakter profil mereka yang sibuk dan tidak punya
bersikap responsif terhadap fashion, (Milewski, banyak waktu, maka mereka akan cenderung
2005). Strategi buy one get one dengan menawarkan cashless dan lebih memilih penggunaan kartu untuk
dua jenis barang fashion yang berbeda mode mampu pembelian.
membuat segmen Powered Early Adulthood merasa
mendapatkan keuntungan lebih saat berbelanja, dan Segmen High End Early Adulthood
perusahaan fashion lebih mudah menyasar mereka. Segmen ini memiliki karakter yang hampir
mirip dengan segmen Powered Early Adulthood
dilihat dari segi usia dan motivasi pembelian.

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 64 No. 2 November 2018| 32


administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id
Perbedaannya terletak pada pendapatan yang sangat memiliki ketertarikan yang lebih terhadap
jauh berbeda yakni di atas Rp 8.000.000, dapat berbelanja.
dikatakan segmen ini adalah orang-orang yang Perkembangan sosio emosional lain yang
sukses pada usia muda. Sukses di usia muda mungkin terjadi yakni memilih untuk berkembang.
membuat mereka mempunyai power untuk Memandang bahwa setiap bagian kehidupan ini
memberikan dirinya eksklusivitas, dibuktikan denan sebagai suatu masa yang kritis untuk tumbuh dan
kecenderungan mereka terhadap brand menjadi dewasa. Maka tahap usia ini selalu optimis
consciousness yang cenderung mementingkan harga memanfaatkan apa yang dimiliki, merasa bahwa
yang mahal, merek terkenal, dan percaya terhadap hidup baru dimulai pada usia 40 tahun (Gunarsa,
indikasi bahwa harga yang tinggi menunjukkan 1988). Hal ini dapat menjadi rasionaliasai motif
kualitas yang baik (Milewski, 2005). pembelian yang juga dominan pada segmen ini,
Hal ini memberikan peluang bagi perusahaan yakni hedonik role yakni berbelanja untuk orang lain
fashion untuk menyasar mereka dengan strategi yang atau memberikan hadiah kepada orang lain membuat
berbau eksklusivitas, yakni mirip dengan strategi diri sendiri bahagia (Arnold and Reynolds dalam
yang diterapkan untuk segmen 2 yakni menetapkan Kang and Park-Poaps, 2013).
diskon yang tidak terkesan murahan, yakni Segmen ini dapat disasar perusahaan fashion
membership card yang memberi keuntungan lebih dengan menggunakan strategi “buy more to pay for
saat berbelanja, mengingat walaupun memiliki less”, strategi ini akan memacu mereka untuk
pendapatan yang tinggi, namun motif pembelian melakukan adventure shopping sebagai ciri high
yang dominan pada segmen ini adalah hedonik shopping interest, dan pembelian lebih dari satu
value, yang berorientasi pada nilai ekonomis. barang akan cocok untuk karakter hedonik role,
Selain itu strategi celebrity endorsement karena mereka dapat memberikannya kepada orang
yakni menggunakan artis sebagao bintang iklan di lain.
media-media, mulai dari media cetak, media sosial, Strategi cashback dan voucher juga dapat
maupun media televisi (Shimp, 2003). Penggunaan digunakan karena segmen pada usia ini biasanya
brand ambassador yakni seseorang yang telah berumah tangga dan orientasinya mengacu
mempresentasikan potret atau citra terbaik suatu kepada barang lain sebagai bonus yang bisa mereka
produk. Seseorang ini biasanya dari kalangan dapatkan yang akan bermanfaat untuk kehidupan
selebriti atau orang-orang popular lainnya (Soehadi mereka. Beberapa barang dengan fashion mode yang
dalam Prawira, 2012). Penggunaan brand berbeda yang bisa mereka dapatkan dalam satu
ambassador dapat meningkatkan image high class di transaksi cocok dengan kecenderungan mereka yang
mata anak muda sehingga dapat menaikkan image fashion consiousness.
brand tersebut, mengingat segmen ini cenderung
pada brand consciousness. Pada usia ini cenderung Segmen Progressive Youth
mencari public figure untuk dijadikan role model Segmen ini merupakan segmen dengan
dalam hidup mereka. rentang usia di bawah 21 tahun. Menurut Zimbardo
(2000) usia ini termasuk pada tahap remaja. Sarlito
Segmen Mid-Income Mature (2012) mendefinisikan bahwa masa remaja adalah
Segmen ini memiliki pendapatan antara Rp masa dimana terjadi perkembangan secara psikologi,
4.000.000 – Rp 6.000.000 dan rentang usia yakni di dimana perkembangan ini mengacu pada aspek
atas 41 tahun. Menurut Zimbardo (2000) rentang kejiwaan. Namun pendapatan mereka yang rendah
usia ini termasuk dalam masa dewasa tengah. Dalam yakni di bawah Rp2.000.000 menyebabkan mereka
perkembangan sosio emosional tahap usia ini yakni dominan pada motif pembelian utilitarian yakni
merasa terjebak dalam rutinitas hidup akan tetapi berorientasi tugas, rasional, dengan niat atau
yakin tidak akan bisa mengalahkan rutinitas itu. keinginan untuk membeli produk secara efisien dan
Cirinya antara lain timbulnya sikap menolak rasional (Babin et al, dalam Kang and Park-Poaps,
terhadap proses menua, misalnya bersolek secara 2009) dikarenakan mereka belum memiliki power
berlebihan untuk menutupi proses penuaannya untuk membeli.
(Gunarsa, 1988). Hal ini dapat menjadi rasionalisasi Maka dapat dikatakan bahwa segmen
motif pembelian yang dominan pada segmen ini Progressive Youth bukanlah merupakan pasar utama
yakni high shopping interest dimana mereka perusahaan fashion. Perusahaan tidak perlu fokus

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 64 No. 2 November 2018| 33


administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id
menyasar segmen ini, namun strategi yang karakteristik usia 21-30 tahun, dengan pendapatan
diterapkan bisa mirip dengan cluster 1. di atas Rp 8.000.000, cenderung hedonik value
dan role, serta memiliki kesadaran lebih terhadap
KЕSIMPULАN DАN SАRАN brand consciousness dibandingkan fashion
Kеsimpulаn consciousness. Berdasarkan karakteristik tersebut
1. Hasil analisa cluster mengelompokkan maka segmen ini memiliki potensi yang lebih
responden ke dalam lima segmen, yaitu: 1) besar dibandingkan segmen yang lainnya untuk
Powered Early Adulthood, 2) Proffessionals 3) disasar karena memiliki power yang lebih besar
High End Early Adulthood 4) Mid-Income untuk berbelanja fashion dibandingkan segmen
Mature, dan 5) Progressive Youth. lainnya.
2. Masing-masing segmen mempunyai
karakteristik, profil, dan perilaku yang DАFTАR PUSTАKА
berbeda-beda dimana hal ini dapat berpengaruh Armstrong, dan Kotler. 2003. Dasar-dasar
terhadap kebutuhan konsumen pada pembelian Pemasaran. Jilid 1, Edisi Kesembilan.
fashion item. Segmen Powered Early Jakarta: Penerbit PT. Indeks Gramedia.
Adulthood cenderung hedonik role, hedonik
Kotler dan Keller. 2009. Manajemen Pemasaran.
value, dan fashion consciousness. Segmen Jilid I. Edisi ke 13. Jakarta: Erlangga
Proffessionals cenderung hedonik value dan
utilitarian, serta brand consciousness. Segmen Kotler, Philip dan Gary Armstrong, 2003. Dasar-
High-End Early Adulthood cenderung hedonik dasar Pemasaran, Jilid 1, Edisi Kesembilan,
value, hedonik role, dan brand consciousness. Jakarta, PT. Indeks Gramedia
Segmen Progressive Youth cenderung Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 2012. Prinsip-
utilitarian dan brand consciousness. prinsip Pemasaran. Edisi13. Jilid 1. Jakarta:
3. Berdasarkan karakteristik, profil, dan perilaku Erlangga
masing-masing segmen yang tebentuk dapat
dilakukan strategi pemasaran yang sesuai bagi Sarlito Wirawan Sarwono. 2012. Psikologi Remaja.
setiap segmen. Segmen Powered Early Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Adulthood dapat disasar dengan strategi buy Subagio, Hartono. 2011 : Pengaruh Atribut
one get one, segmen Proffessionals dapat Supermaket terhadap Motif Belanja Hedonik
disasar dengan strategi membership card. Motif Belanja Utilitarian dan Loyalitas
Segmen High-End Early Adulthood dapat Konsumen. Jurnal Manajemen Pemasaran
disasar dengan strategi membership card dan Vol. 6 No. 1.
celebrity endorsement. Segmen Mid-Income
Mature dapat disasar dengan strategi “buy Zimbardo. (2000). Psychology and Life. USA: Scott,
more to pay for less” seperti cashback dan Foresman and Company.
voucher. Jurnal:
Arnold, M.J. and Reynolds, K.E. 2003.Hedonic
Sаrаn
shopping motivations Journal of Retailing,
1. Dalam menyebarkan kuesioner kepada
vol. 79, pp. 77-95. USA: Department of
responden, peneliti menjumpai kesulitan untuk
Marketing, John Cook School of Busiess,
memilih sampel secara heterogen. Pengambilan
Saint Louis University
sampel dilakukan di shopping mall, sehingga
responden secara demografis didominasi oleh Engel, James et al. 2006. Consumer Behaviour.
usia 21-30 tahun, dimana hal tersebut Mason: Permissions Department, Thomson
mempengaruhi hasil penelitian. Oleh sebab itu Business and Economics
disarankan dalam penelitian relevan yang Jiyun Kang and Haesun Park-Poaps. 2009.
mendatang, pengambilan sampel dapat lebih Hedonic and Utilitarian Shopping
mewakili semua kelompok usia konsumen Motivations of Fashion Leadership.
sehingga proses segmentasi pasar lebih akurat.
2. Perusahaan fashion sebaiknya berkonsentrasi Kang Jiyun, Haesun Park-Poaps (2010). Hedonic
pada segmen High-End Early Adulthood dengan and Utilitarian Shopping Motivations of

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 64 No. 2 November 2018| 34


administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id
Fashion Leadership. USA: Louisana State
University
McNeill, Lisa S. 2018. Fashion and women’s self-
concept: a typology for self-fashioning using
clothing. New Zealand, University of Otago
Milewski, J.A. 2005. Fashion and The Culture of
Consumption Perceptions of Fashion Trends
Among College Students. Paper presented at
the Annual Meeting, Marriot Hotel. Loews
Philadelphia, PA: The American
Sociological Association.
Internet:
Dispendukcapil.surabaya.go.id (2018, Mei 31).
Jumlah Penduduk Surabaya Tahun 2017.
Diakses 16 Juli 2018, dari
https://dispendukcapil.surabaya.go.id/statisti
k/index.php
Malangkota.bos.go.id (2017, Maret 19). Penduduk
Kota Malang Menurut Kecamatan dan Jenis
Kelamin. Diakses 16 Juli 2018, dari
https://malangkota.bps.go.id/statictable/201
7/03/19/440/penduduk-kota - malang-
menurut-kecaatan-dan-jenis-kelamin-tahun-
2017
Ngalam.co (2015, Juni 23). Mall Olympic Garden
Terbesar di Kota Malang. Diakses 16 Juli
2018, dari
https://ngalam.com/2015/06/23/mall-
olympic-garden-mall-terbesar-di-kota-
malang
Okezone.com (2017, 18 September). Surabaya
Kebut Pencocokan Jumlah Penduduk
Hingga Akhir Tahun. Diakses 1 Desember
2017, dari http://news.detik.com/berita-
jawa-timur/d-3647897/surabaya-kebut-
pencocokan-jumlah-penduduk-hingga-
akhir-tahun

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 64 No. 2 November 2018| 35


administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

Das könnte Ihnen auch gefallen