Sie sind auf Seite 1von 22

MAKALAH

TEKNIK KOSMETOLOGI
FORMULASI ANTIPERSPIRANT

Dosen : Prof..Dr. Teti Indrawati, M.Si.,Apt.

Disusun Oleh :
Ulfah Istiqomah 16334083
Rini Kartini 16334089

FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
SERENGSENG SAWAH - JAKARTA
2019

i
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ANTIPERSPIRANT” dalam waktu yang ditentukan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata KuliahTeknik
Kosmetologi.Makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Untuk itu
kritik dan saran yang membangun dalam perbaikan karya tulis ini sangat kami
harapkan.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca.

Jakarta, Juli 2019

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1. Latar belakang ..................................................................................................... 1
1.2. Rumusan masalah ............................................................................................... 2
1.3. Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB II................................................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 3
2.1. Anatomi dan Fisiologi kulit ................................................................................ 3
2.2. Antiperspirant ..................................................................................................... 6
2.3. Metode pembuatan antiperspirant ....................................................................... 8
2.4. Evaluasi Efektivitas Sediaan Antiperspirant ....................................................... 9
BAB III ............................................................................................................................. 11
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 11
3.1. Formulasi Antiprespirant .................................................................................. 11
3.2. Metode pembuatan formulasi............................................................................ 14
3.3. Evaluasi ............................................................................................................. 15
BAB IV ............................................................................................................................. 17
PENUTUPAN ................................................................................................................... 17
4.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 17
4.2. Saran ................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Masalah bau badan dapat dialami oleh setiap orang dan dapat
disebabkan oleh beberapa hal, seperti faktor genetik, kondisi kejiwaan,
faktor makanan, faktor kegemukan dan bahan pakaian yang dipakai.
Keringat yang dikeluarkan seseorang sangat terlibat dalam proses
timbulnya bau badan, dimana kelenjar apokrin yang menghasilkannya
telah terinfeksi oleh bakteri yang berperan dalam proses pembusukan
(Jacoeb, 2007).
Beberapa bakteri yang diduga menjadi penyebab bau badan
tersebut diantaranya ialah Staphylococcus epidermidis, Corynebacterium
acne, Pseudomonas aeruginosa dan Streptococcus pyogenes (Endarti et
al., 2002). Penggunaan antibiotik yang tidak benar biasanya akan
membuat bakteri menjadi bersifat resisten dan tetap memperbanyak diri
dalam inangnya. Menurut Bartlett (2007) bakteri S. epidermidis umumnya
telah resisten terhadap antibiotik penisilin dan metisilin, sehingga perlu
diketahui bahan alternatif yang dapat membasmi atau menghambat
pertumbuhan bakteri tersebut (Hamdiyati dkk, 2007).
Seseorang membeli antiperspirant bertujuan untuk mengurangi atau
menutupi bau badan yang tidak enak (BPOM, 2009). Meningkatnya
penggunaan antiperspirant dan deodorant disebabkan pergaulan modern,
sehingga dirasa perlu untuk mengurangi atau menghilangkan bau badan,
yang disebabkan perubahan kimia keringat oleh bakteri. Perkembangannya
tidak disangsikan lagi setelah disajikan bentuk antipesrspiran stick, yang
penggunaannya mudah cepat mengering dikulit.

1
1.2. Rumusan masalah
 Bagaimana karakteristik antiperspirant?
 Apa saja komponen antiperspirant?
 Apa saja metode pembuatan antiperspirant ?
 Bagaimana evaluasi antiperspirant?
 Bagaimana formulasi antiperspirant?

1.3. Tujuan
 Untuk memahami karakteristik sediaan antiperspirant
 Untuk memahami komponen yang baik pada sediaan antiperspirant
 Untuk memahami evaluasi antiperspirant
 Untuk membuat formulasi antiperspirant

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi kulit


1. Definisi Kulit
Kulit menutupi semua permukaan tubuh dan mempunyai fungsi
utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan
rangsangan dari luar tubuh. Kulit melindungi tubuh dengan sejumlah
mekanisme biologis, seperti proses pelepasan sel yang sudah mati
sehingga terjadi proses pembentukan lapisan tanduk secara terus
menerus, pengatura suhu tubuh, serta pembentukan pigmen untuk
melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet yang dipancarkan oleh
matahari. Kulit juga berguna sebagai indra peraba yang membantu
kita untuk merasakan serta kulit juga merupakan pertahanan tubuh
terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Azhara, 2011).

2. Anatomi Kulit
Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis.
Epidermis merupakan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm,
sedangkan dermis berupa jaringan ikat agak padat yang berasal dari
mesoderm. Di bawah dermis terdapat selapis jaringan ikat longgar
yaitu hipodermis, di beberapa tempat terdiri dari jaringan lemak
(Kalangi, 2013). Sedangkan menurut Harahap (2000), Kulit terbagi
atas tiga lapisan pokok yaitu epidermis, dermis atau korium dan
jaringan subkutan atau subkutis.
a. Epidermis, terbagi lagi atas empat lapisan yaitu basal atau stratum
germinativum, lapisan malphigi atau stratum spinosum, lapisan
granular atau stratum granulosum dan lapisan tanduk atau stratum
korneum.
b. Dermis atau korium merupakan lapisan di bawah epidermis dan di
atas jaringan subkutan. Dermis terdiri atas jaringan ikat.

3
c. Jaringan subkutan (subkutis atau hipodermis) merupakan lapisan
yang langsung dibawah dermis.

3. Fungsi Kulit
Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan
tubuh dengan lingkungan sekitar. Kulit berfungsi sebagai:
 Pelindung Kulit berfungsi sebagai pelindung melalui jaringan
tanduk sel epidermis paling luar yang membatasi masuknya
benda-benda dari luar tubuh yang dapat membahayakan. Kulit
juga menghasilkan melanin yang memberi perlindungan dari sinar
ultraviolet yang dipancarkan oleh matahari.
 Pengatur Suhu Kulit berfungsi sebagai pengatur suhu tubuh
dengan cara mengurangi peredaran darah di kulit pada suhu
dingin dan kulit membantu pengeluaran keringat melalui pori-pori
sehingga terjadi penguapan keringat pada suhu panas sehingga
tubuh tidak terjadi panas yang berlebihan.

 Penyerapan Kulit dapat menyerap bahan tertentu seperti gas dan


zat larut dalam lemak lebih mudah masuk kedalam kulit dan
masuk ke peredaran darah, karena dapat bercampur dengan lemak
yang menutupi permukaan kulit masuknya zat-zat tersebut
melalui folikel rambut dan hanya sekali yang melalui muara
kelenjar keringat. Fungsi penyerapan juga dibutuhkan untuk
penetrasi obat kedalam peredaran darah yang ada di kulit.

4
 Indera Perasa Indera perasa yang ada dikulit bekerja karena
rangsangan terhadap sensoris dalam kulit. Fungsi indera perasa
yang utama adalah merasakan nyeri, perabaan, panas dan dingin
(Harahap, 2000).

4. Kelenjar Keringat dan Perspirasi


Ada dua jenis kelenjar keringat, yaitu:
a. Kelenjar keringat ekrin mensekresi cairan jernih, yaitu keringat
yang mengandung 95 -97 persen air dan mengandung beberapa
mineral, seperti garam, sodium klorida, granula minyak, glusida,
dan sampingan dari metabolisme seluler. Kelenjar ini terdapat di
seluruh kulit, mulai dari telapak tangan dan telapak kaki sampai
kulit kepala. Jumlahnya diseluruh badan sekitar 2 juta,
menghasilkan 4liter keringat dalam waktu 24 jam pada orang
dewasa. Bentuknya langsing, bergulung-gulung dan salurannya
bermuara langsung pada permukaan kulit yang tidak ada
rambutnya.
b. Kelenjar keringat aprokin lebih besar daripada ekrin, hanya
terdapat di daerah-daerah ketiak, puting susu, daerah kelamin, dan
manghasilkan cairan yang agak kental serta berbau khas pada
setiap orang. Muaranya berdekatan dengan muara kelenjar
sebasea pada saluran folikel rambut. Kelnjar keringat aprokin
jumlahnya tidak terlalu banyak dan hanya sedikit cairan yang
disekresikan dari kelenjar ini.

5. Penyebab Bau Badan


Mengeluarkan keringat merupakan cara yang alami untuk
mendinginkan tubuh. Dengan berkeringat maka akan terbentuk
lingkungan yang sempurna bagi pertumbuhan bakteri karena bakteri
berkembang dengan baik di lingkungan panas dan lembab seperti
ketiak manusia. Pada dasarnya, keringat hanya terdiri dari air dan
garam, sehingga tidak mempunyai bau yang istimewa. Bau dari badan
kita sebenarnya disebabkan oleh bakteri yang menguraikan keringat

5
dengan melepaskan asam 3-methyl-2-hexenoic, yang mempunyai bau
yang sangat kuat (BPOM, 2009).
Masalah bau badan dapat dialami oleh setiap orang dan dapat
disebabkan oleh beberapa hal, seperti faktor genetik, kondisi
kejiwaan, faktor makanan, faktor kegemukan dan bahan pakaian yang
dipakai. Keringat yang dikeluarkan seseorang sangat terlibat dalam
proses timbulnya bau badan, dimana kelenjar apokrin yang
menghasilkannya telah terinfeksi oleh bakteri yang berperan dalam
proses pembusukan (Jacoeb, 2007). Beberapa bakteri yang diduga
menjadi penyebab bau badan tersebut diantaranya ialah
Staphylococcus epidermidis, Corynebacterium acne, Pseudomonas
aeruginosa dan Streptococcus pyogenes (Endarti et al., 2002).
Penggunaan antibiotik yang tidak benar biasanya akan membuat
bakteri menjadi bersifat resisten dan tetap memperbanyak diri dalam
inangnya. Menurut Bartlett (2007) bakteri S. epidermidis umumnya
telah resisten terhadap antibiotik penisilin dan metisilin, sehingga
perlu diketahui bahan alternatif yang dapat membasmi atau
menghambat pertumbuhan bakteri tersebut (Hamdiyati dkk, 2007).
Bau badan muncul karena penguraian lemak sebum pada kulit
menjadi asam lemak bebas (Endarti dkk, 2004).

2.2. Antiperspirant
Antiperspirant adalah bahan astringent yang digunakan pada kulit
untuk mengurangi keringat. Sedangkan Deodorant adalah zat yang
digunakan pada tubuh terutama untuk mengurangi bau badan yang
disebabkan oleh bakteri pengurai. Deodorant digunakan pada tubuh untuk
mengurangi bau badan yang disebabkan oleh bakteri pengurai keringat.
Food Drug Administration (FDA) menggolongkan dan mengatur deodorant
sebagai Kosmetik OTC (Over-The-Counter) (BPOM, 2009).
Sedangkan antiperspirant Deodorant digunakan pada tubuh untuk
mengurangi bau badan yang disebabkan oleh bakteri pengurai keringat.
Food Drug Administration (FDA) menggolongkan dan mengatur deodorant

6
sebagai Kosmetik OTC (Over-The-Counter) (BPOM, 2009).
Sedangkan antiperspirant adalah bahan astringent yang digunakan
pada kulit untuk mengurangi keringat. Di Amerika (FDA), antiperspirant
dikategorikan sebagai obat sebab cara kerjanya mempengaruhi fungsi tubuh
yaitu kelenjar keringat (BPOM, 2009).
Antiperspirants biasanya dipakai pada ketiak, sementara deodorant
dapat juga digunakan pada kaki dan daerah lain dalam bentuk semprot tapi
seiring dengan perkembangan jaman, saat ini antiperspirant juga digunakan
pada kaki untuk mengurangi keringat berlebih di daerah kaki (BPOM,
2009).
1. Mekanisme Kerja Antiperspiran
Untuk mengerti bagaimana mekanisme kerja deodorant
antiperspirant, kita harus mengerti kenapa kita memerlukan deodorant
atau antiperspirant. Seseorang membeli deodorant atau antiperspirant
bertujuan untuk mengurangi atau menutupi bau badan yang tidak enak
(BPOM, 2009).
Deodorant bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang ditemukan pada axial sedangkan antiperspirant
bekerja dengan cara membatasi jumlah sekresi kelenjar keringat yang
dikirim ke permukaan kulit melalui pembentukan halangan atau
sumbatan pada saluran keringat. Sebagai akibatnya, mekanisme
kerjanya akan mengurangi produksi keringat pada kelenjar keringat.
Perbedaan antara antiperspirant & deodorant yaitu:
 Deodorant membiarkan pengeluaran keringat tetapi mencegah bau
melalui cara melawannya dengan bahan antiseptik yang membunuh
bakteri penyebab bau juga menutup bau dengan bahan parfum.
 Antiperspirant mengandung perfume dan bahan kimia yang
menghambat atau menyumbat pori-pori untuk menghentikan
pengeluaran keringat (BPOM, 2009).

7
2. Macam- macam sediaan antiperspirant
Antiperspirant dapat berbentuk aerosol, bedak kompak, emulsi, krim,
larutan, atau stik.
a. Antiperspirant aerosol
b. Antiperspirant bedak kompak
c. Antiperspirant emulsi, merupakan larutan yang mengandung
emulgator. Untuk larutan yang mengandung kadar elektrolit tinggi
diperlukan ketelitian dalam memilih emulgator, agar tidak mudah
rusak.
d. Antiperspirant krim
e. Antiperspirant larutan
f. Antiperpirant stik, dibuat menggunakan garam kompleks dengan
penambahan laktat ke dalam aluminium klorhidrat. Garam
kompleks natrium aluminium klorhidroksilaktat dapat campur
dengan Natrium Stearatatau sabun lain, karena ionisasi Aluminium
dapat ditekan jika pH larutan meningkat menjadi 8-8,5 ,
menyebabkan sangat mudah campur.

3. Komponen sediaan antiperspiran


Formulasi sediaan antiperspirant terdiri dari komponen sebagai
berikut :
a. Zat Aktif, biasanya merupakan Alumunium Klorhidroksida atau
garam-garam serupa.
b. Sistem cair untuk melarutkan zat aktif atau untuk mensuspensikan
zat aktif atau bagian dari emulsi air dalam minyak
c. Zat tambahan, seperti talk
d. Parfum
e. Bahan pensuspensi

2.3. Metode pembuatan antiperspirant


Produk kosmetika dalam bentuk gel dapat berkisar mulai dari lotion yang
kental seperti misalnya roll-ball antiperspirant sampai ke gel thiksotropik

8
yang sangat kental dan tidak bisa mengalir, yang dapat digunakan sebagai
kosmetika hairdressing dan hair setting.
 Lotion kental lebih mudah dibuatnya, yaitu dengan menambahkan sedikit
demi sedikit gellant padat ke dalam fase cair yang diaduk terus menerus
dengan cepat memakai propeller yang digerakkan turbin.
 Gel kental yang tidak bisa mengalir cara pembuatannya lebih sulit,
karena pada produk akhirnya udara tidak bisa melarikan diri dari
dalamnya seperti pada lotion kental. Gel kental harus dibuat dalam ruang
tanpa udara atau perlu diadakan proses pembuangan udara yang rumit.
Pemakaian carboxyvinyl polymers (misalnya karbopol) mempermudah
pengeluaran udara dari dalam gel.
 Deodorant stik. Agak berbeda cara pembuatannya daripada lipstik karena
merupakan gel sabun dan pembuatannya mirip dengan pembuatan
emulsi, suatu fase minyak (fatty acid) diadukkan ke dalam suatu fase
larutan dalam air pada suhu sekitar 70oC. Gel panas yang terbentuk
diisikan ke dalam cetakan pada suhu sekitar 60-65oC dan dibiarkan
memadat (Jungerman, 1974).

2.4. Evaluasi Efektivitas Sediaan Antiperspirant


Evaluasi efektivitas antiperspirant dapat dilakukan dengan menggunakan
dua metode yaitu:
1. Metode Noda (Semi kuantitatif terbaik)
Berbagai metode noda telah dilakukan untuk mendeteksi dan
mengukur jumlah keringat yang keluar di permukaan kulit. Pada
pemeriksaan klinik dilakukan metode berdasarkan reaksi Iodum Pati. Di
samping itu metode yang sangat sederhana dan cepat berdasarkan reaksi
biru Bromfenol yang disuspensikan ke dalam minyak silikon, akan
memberikan noda kebiruan pada permulaan keluarnya keringat, yang
dapat diamati pada tiap terbukanya pembuluh keringat melalui lapisan
transparan larutan indikator.
Dengan mengkombinasikan kedua metode tersebut di atas
diperoleh catatan permanen noda hitam biru pada kertas toilet yang

9
telah mengabsorpsi keringat. Kemudian dapat diulang dengan
meletakkan pada ketiak bola pingpong yang disalut dengan campuran
serbuk Biru Bromfenol yang dibalut dengan kain kassa. Salutan
berubah menjadi biru dengan sedikit keringat, kepekatan warna yang
dihasilkan menunjukkan kecepatan sekresi ketiak.
2. Metode Pencatatan Kontinyu dan Gravitasi
 Metode Gravitasi
Metode ini lebih baik untuk mengevaluasi efektivitas antiperspirant.
Dalam metode ini bahan absorben yang telah mengabsorbsi keringat
ditimbang, sebagai bahan absorben digunakan kain kassa yang telah
ditarra.
 Metode Pencatatan Kontinyu
Metode ini paling teliti karena menggunakan higrometer elektronik.
Prinsip yang digunakan adalah sama, yakni dengan membuang terus
menerus uap lembab yang dihasilkan oleh bagian kulit yang tertutup
dengan menggunakan aliran udara kering.

Tiap metode mempunyai perbedaan dalam menggunakan tipe detektor


uap lembab. Beberapa metode menggunakan Higrometer resistan dan
kapasitan, lainnya ada yang menggunakan analisa gas infra merah, dan
analisa air elektrolit.
Detektor analisa air elektrolit terdiri dari ukuran aliran dan gulungan
salisan fosforpentoksida. Sewaktu gas kering dialirkan melalui
gulungan air yang dibebaskan diabsorbsi oleh fosforpentoksida. Arus
yang melalui gulungan diukur terus menerus dan harus sesuai dengan
jumlah air yang diabsorbsi oleh gulungan (Anonim, 1995).

10
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Formulasi Antiprespirant


 Praformulasi
Bahan alam :
Lidah buaya(Aloe vera)berupa pita dengan helaian yang memanjang.
daunnya berdaging tidak tipis, tak bertulang, berwarna hijau keabu-
abuan, bersifaat sukulen (banyak memiliki kandungan air) dan banyak
memiliki kandungan getah atau lendir (gel) sbg bahan baku obat.
tanaman lidah buaya tahan pada kekeringan di karenakan didalam daun
banyak tersimpan cadangan air yang bisa digunakan pada saat
kekurangan air. wujud daunnya mirip pedang dengan ujungnya
meruncing, permukaan daunnya dilapisi oleh lilin, dengan duri lemas
dipinggirnya. panjang daun bisa meraih 50 – 75 cm, dengan berat 0, 5
kg – 1 kg, daun melingkar rapat di sekitar batang bersaf-saf.

Pemeriksaan Bahan Tambahan

1. Aluminium chlorohydrate
Adalah kelompok garam yang mempunyai rumus umum AlnCl (3n-m)
(OH)m, biasa digunakan dalam deodorant dan antiprespirant serta flokulan
pada permunian air. Aluminium chlorhydrate digunakan dalam
antiprespirant dan pada treatment normal lebih dari yang diperlukan untuk
pengaturan suhu tubuh.
2. Aluminium suphate (Tawas)
Tawas adalah semacam bau putih agak bening yang bisa digunakan untuk
membeningkan air. Selain manfaatnya untuk menjernihkan air,
ternyatatawas juga dapat digunakan untuk menghilangkan bau badan
khususnya di daerah ketiak. Tawas merupakan salah satu bahan aktif dari
antiprespirant, walaupun demikian, awal tahun 2005 US Food and Drug
Administration tidak lagi mengakuinya sebagai pengurang keringat.
3. Potasium aluminium suphate (Potasium alum)
Potassium aluminium sulfate adalah bahan kimia yang sesuai dengan

11
rumus kimia KAI(SO4)212H2O, juga dikenal sebagai Aluminium
Potassium Sulfate. Potasium alum adalah astringent dan antiseptic,
oleh karena itu Potassium alum dapat digunakan sebagai deodorant
dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri penyebab bau badan
sekaligus mengurangi keluarnya keringat.
4. Aluminium Zirconium Tetrachlorohydrx gly
Anhydrous aluminium zirconium tetrachlorohydrex gly atau sinonimnya
Aluminum Zirconium Chloride Hydroxide; Aluminum Zirconium
tetrachlorohydtare; Aluminum zirconium chlorhydrate mempunyai dua
gugus fungsi utama antiprespiran, yaitu:

12
 Ion aluminium dan zirconium membentuk gel yang
menyumbat pori-pori pada kulit, sumbatan yang mencegah
keluarnya keringat dari pori-pori. Kemampuan menyumbat ini
biasa terjadi pada antiprespirant berbasis aluminium.
 Anhydrous aluminium zirconium tetrachlorohydrex gly
bersifat higroskopik sehingga menyerap keringat yang
dihasilkan pori- pori yang tidak tersumbat pada tempat
pertama.

Kedua fungsi inilah yang dapat mengurangi keringat sehingga


aluminium zirconium tetrachlorohydrex gly dikatakan dapat
megurangi bau badan. Dalam Peraturan Kepala Badan POM RI No.
HK.00.05.42.1018 Tahun 2008, penggunaan Aluminium zirconium
tetrachlorohydrex gly dalam kosmetik dibatasi 20% sebagai
Anhydrous aluminium zirconium chloride hydroxide atau 5,4%
sebagai zirconium serta mencantumkan peringatan “Jangan
digunakan pada kulit yang teriritasi/luka” (BPOM , 2009)

5. Aquadest
Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berasa
Nama Lain : Aqua, aqua purificata
Nama Kimia : Dihidrogen oksida
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 16,02
Kelarutan :-
pH :7
Titik Didih : 100◦C
Wadah : Dalam wadah tertutup baik
Stabilitas :-
Inkompatibilitas : -
Sifat Khusus :-

13
Formula antiprespirant

BAHAN FORMULA 1 FORMULA 2 FORMULA 3


Lendir daun Lidah 15% 15% 15%
buaya
12,5 g 12,5 g 12,5 g
Aluminium
chlorohydrate
Aluminium suphate 2g 2g 2g
Potasium aluminium 3,5g 3,5g 3,5 g
suphate
AluminiumZirconium 30g 30 g 30g
Tetrachlorohydrx gly

Aquadest 100ml 100ml 100ml

3.2. Metode pembuatan formulasi


Dilakukan formulasi deodoran batang tipe alkohol gel dan tipe
lemak dengan zat aktif lendir daun lidah buaya (Aloe vera Linn.)
konsentrasi 12 , 15 dan 18%. Lendir daun lidah buaya mempunyai
aktivitas antibakteri Staphylococcus epidermidis yang diduga menjadi
penyebab bau badan, dengan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum
(KHTM) 15% v/v. Tipe alkohol gel dengan lendir daun lidah buaya (Aloe
vera Linn.) konsentrasi 15 dan 18% serta tipe lemak konsentrasi 18%
memberikan zona hambat tumbuh terhadap bakteri Staphylococcus
epidermidis.
Uji stabilitas fisik sediaan deodoran batang yang dibuat
memperlihatkan adanya kestabilan bentuk, warna, bau dan homogenitas
selama waktu penyimpanan.Kelebihan dari metode formulasi deodoran
bentuk batang dengan Lendir Daun Lidah Buaya memberikan hasil uji
keamanan yang menunjukkan bahwa deodoran batang tipe alkohol gel
dan tipe lemak dengan daun lendir lidah buaya (Aloe vera Linn.)
konsentrasi terbesar (18%) tidak memperlihatkan adanya iritasi, sehingga
aman untuk digunakan.

14
3.3. Evaluasi

 Pemeriksaan organoleptis
Hasil uji organoleptik deodorant yang baik adalah jika sampel sediaan
memiliki bentul, warna dan bau yang baik. Deodorant roll-on
dilakukan terhadap homogenitas, antara 3,6 (agak homogen) -4,07
(sangat homogen kelembutan, antara 3,9 (agak lembut)(sangat
lembut).kesan lengket dikulit dan penerimaan panelis terhadap
produk3,07(agak lengket)-3,53 (tidak lengket).Nilai rata-rata tingkat
homogenitas produk yang dinilai oleh panelis berkisar.Nilai rata-rata
penerimaan panelis terhadap produk berkisar antara 3,33
(biasalnetral)-3,5.
 Uji stabilitas
 Dilakukan terhadap pH
 dan viskositas dengan pengarnatan setiap tujuh hari sekali
selama 35 hari.
 Laju perubahan pH reJatif terhadap kondisi.
 Laju perubahan viskositas relatif terhadap kondisi awal.

 Uji Iritasi

 Iritasi kulit
 Ketebalan pada kulit

 Uji Kosmomikrobiologi

 Kosmetika peka terhadap mikroba


 Rusak , berubah warna, dan encer
 Kontaminasi selama prose pembuatan
 Kontaminasi selama proses penyimpanan
 Kontaminasi saat pemakaian

15
 Uji Pengawetan

 Bahan pengawet yang digunakan


 Ketahanan dari pengawet
 Reaksi pengawet apabila dicampur dengan bahan lain.
 Uji Homogenitas
Uji homogenitas adalah uji yang dilakukan pada suatu sediaan dengan
membandingkan keseragaman zat yang tersebar merata ke seluruh
sediaan. Biasanya digunakan preparat dan diamati dengan mikrroskop
untuk melihat tingkat kehomogenan sediaan tersebut.

 Uji Titik Potong


Pada pengujian titik potong sediaan deodorant akan diamati berat air
berbanding dengan variabel hari pengujian. Semakin rendah titik
potong maka massa deodorant akan semakin lunak dan sebaliknya
apabila titik potong tinggi. Titik potong deodorant adalah 100 ml
berdasarkan literatur.

 pH
pH derajat keasamaan digunakan untuk menyatakan tingkat
keasamaan atau konsentrasi H+ dalam suatu sediaan. Nilai pH
berdasarkan dari 0 hingga 14. Suatu sediaan dikatakan netral apabila
memiliki nilai Ph = 7. Nilai pH > 7 menunjukkan memiliki sifat basa,
sedangkan nilai <7 adalah asam. pH deodorant yag dianjurkan oleh
literatur yaitu berkisar 7- 8.

 Uji Keamanan Sediaan Deodorant


Uji keamanan dilakukan untuk memastikan apakah sediaan tersebut
aman digunakan pada manusia atau tidak. Pada pengujian sediaan
deodorant. Sediaan tersbut diujikan pada sukarelawan. Kemudian,
dicatat respon sukarelawan terhadap timbulnya rasa panas, eritema,
gatal-gatal, atau perih. Jika respon negatif, maka dianggap aman.

16
BAB IV
PENUTUPAN

4.1. Kesimpulan
Karakteristik antiperspirant yang baik adalah dapat menghilangkan keringat
berlebihan, tidak merangsang kulit atau tidak iritasi pada kulit, dapat
membunuh atau mengurangi aktivitas bakteri yang tidak menguntungan,
tidak beracun, cocok untuk semua jenis kulit, mudah digunakan, nyaman,
tidak meninggalkan bekas, tidak lengket, tidak merubah/mengurangi aroma
parfum, mudah disimpan.
Metode pembuatan antiperspirant dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu,
metode noda, metode pencatatan kontinyu dan gravitasi dan yang terakhir
metode gravitasi
Komponen yang digunakan adalah bahan alam yaitu lendir lidah buaya
dengan penambahan bahan tambahan untuk membantu dalam pembuatan
sediaannya.

4.2. Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih mendalam dalam pembuatan sediaan
antiperspirant agar dapat diciptakan inovasi baru untuk sediaan
antiperspirant yang bisa tahan lebih lama saat dipakai.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia Edisi


ke IV, Jakarta. 1995.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia Edisi
ke III, Jakarta. 1979
3. Rohman, apriana. Formulasi dan Mekanisme Kerja Antiperspiran,
Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta. 2011.
4. Jungerman, Eric, Ph.D. Antiprespirant : News Trends In Formulation and

Testing Technology. Presented December1 1, 1973,N ew York City


5. J Heritage E,G,V, Evans , R,A Killington. “Human Fisiologi”. Cambrige
University Press. 1999
6. Tranggono, Retno. I, Latifah, Fatma. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 2007
7. Klepak, Philip dan Walkey, Jack. Antiprespirants and Deodorants.
International
8. Federation Of Cosmetic Chemists (IFSCC). London. 2000 Edn., 69-100.
9. Atun, khasanah, dkk. “Pemanfaatan Ekstrak Sereh (Chymbopogon nardus
L) Sebagai Alternatif Antibakteri Staphylococcus epidermidis Pada
Deodoran Parfum Spray” . Universitas Negeri Yogyakarta. 2010
10. Soeryati, Sri, dkk. “Formulasi Deodoran Bentuk Batang (Stick) dengan
Lendir
Daun Lidah Buaya (Aloe vera Linn)”. Universitas Padjajaran,
Jatinangor- Sumedang. 2010
11. Salma, Atika. Dkk. “Pemanfaatan Ekstrak Daun Kenikir (Tagetes erectus)
sebagai alternatif antibakteri Staphylococcus epidermidis Pada
Deodoran Parfume Spray”. Universitas Negeri Yogyakarta. 2012

18
19

Das könnte Ihnen auch gefallen