Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Deasy Happyana
ABSTRACT
Beef cattle breeding business in Wonogiri District is dominated by small scale in which capital and
profits too low. The size of the profits derived from the balance of the sale value of production and
production costs that is issued by the breeder. The maximum profit would be achieved if all factors of
production have been allocated in an optimal and efficient use, both technically and economically efficient
manner. Objective analysis profit function is to describe the situation now, the circumstances in the future
or planning and action of a business related to the rate of business profit and net income scale beef cattle
farms of the people.The results showed that total revenue (TR) of beef cattle breeding business people have
an average of Rp.89.360.625.00 per farmer per one period of fattening cattle, while the total cost (TC) on
average Rp.85.119.873.00 each farmers per one period of fattening cattle. So that the magnitude of the rate
of profit(π) obtained by each farmer in one period of fattening cattle for Rp.4.240.752.00 and the R / C
ratio of 1:05. The results of the analysis showed that the profit rate of beef cattle breeding business in
Wonogiri Regency financially advantageous (value profit π> 0 and the return value cost ratio of R / C>
1). Results of regression equation analysis function simultaneously benefit breeders show concentrate feed
costs, labor costs and costs of cows significant ((P <0.05)) on the level of business profit beef cattle farms
in Wonogiri. Based on the calculation of the value of R adjusted Rvalues obtained 83.2% showed variable
2 2
variation concentrate feed and forage costs, drug costs, labor costs, fees and charges cage feeder cattle
can be explained by either a variable rate of the business profits of beef cattle breeders. The remaining
16.8% operating income level variable cattle ranchers explained by variations in other variables outside
the model. Partially variable concentrate feed costs, labor costs and the cost of feeder cattle significantly
(P <0.05) to the level of business profit breeding beef cattle people. As for the cost of forage ariable drug
costs are not significant (P> 0.5) on the level of beef cattle breeding business benefit of the people.
33
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(2): 33 - 39, Juli 2017 Deasy Happyana
penggunaannya secara optimal dan efisien, baik Adapun pengambilan sampel yang
efisien secara teknis dan ekonomis. Artinya dilakukan dengan metode proportional sampling
peternak harus optimal dalam menggunakan dengan rumus sebagai berikut:
input produksi agar tercapai suatu produktivitas PK
yang tinggi sekaligus melakukan efisiensi biaya. NK = xN
(Mandaka dan Hutagaol, 2005) P
Tujuan analisis fungsi keuntungan ini Keterangan:
adalah juga untuk menggambarkan keadaan NK : jumlah sampel yang diambil pada
sekarang, keadaan yang akan datang atau kecamatan k
perencanaan dan tindakan dari suatu usaha . PK : populasi pada kecamatan
Sehingga untuk mengetahui tingkat keuntungan P : populasi seluruhnya
usaha , skala hasil usaha peternakan sapi potong N : total sampel
rakyat, maka perlu dilakukan suatu penelitian
tentang analisis fungsi keuntungan peternakan Tabel 1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian
sapi potong di Kab. Wonogiri. Kecamatan
Jumlah
Pk/P
Jumlah
Peternak Sample
MATERI DAN METODE Ngadirojo 4.791 0,2408 24
Baturetno 4.076 0.2049 20
Penelitian ini dilaksanakan pada usaha Wuryantoro 3.538 0.1778 18
Jatipurno 2.755 0.1395 15
penggemukan sapi potong Kelompok Tani Nguntoronadi 2.463 0.1238 12
Ternak Sapi Potong di Kabupaten Wonogiri, Wonogiri 2.266 0.1139 11
dalam periode waktu pemeliharaan Tahun 2015. Total 19889 10000 100
Sumber : Disnakperla Kab. Wonogiri 2015
Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi adalah kelompok elemen yang Pengambilan sampel dilakukan secara
lengkap yang biasanya berupa orang, objek, purposive sampling, yaitu pemilihan sampel
transaksi, atau kejadian di mana kita tertarik secara sengaja yang didasarkan pada tujuan
untuk mempelajarinya atau menjadi obyek tertentu yaitu jumlah kepemilikan ternak sapi
penelitian (Supranto, 2000). Dalam penelitian potong. Pemilihan sampel yang dilakukan secara
ini, populasi yang diambil adalah Kelompok sengaja dimaksudkan untuk mendapatkan tujuan
Tani Ternak Sapi Potong di Kabupaten dari penelitian.Pada umumnya ukuran sampel
Wonogiri. Dalam penelitian ditetapkan 6 yang digunakan adalah antara 30 sampai 500
(Enam) kecamatan secara sengaja (purposive elemen menurut Roscoe (1975) dalam Sekaran
sampling) dimana keenam kecamatan ini yang (1992) maka penulis mengambil sampel
menurut data dari Dinas Peternakan dan sebanyak 100 peternak.
Perikanan Kabupaten Wonogiri merupakan
kecamatan yang melakukan usaha penggemukan Jenis dan Sumber Data
ternak sapi potong dalam periode penggemukan Data primer, yaitu data yang berisikan
4 bulan (Dinas Peternakan dan Perikanan data mengenai biaya input yang dikeluarkan dan
Kabupaten Wonogiri, 2015). penerimaan dari usaha penggemukan dalam satu
Penelitian ini mengambil sampel masa penggemukan yang diperoleh dari sampel
sebanyak 100 peternak, dengan didasarkan pada peternak sapi potong. Data primer ini diperoleh
asumsi dalam pengelolaan usaha peternakan sapi dari survai lapang (field survey) dengan
potong terdapat homogenitas dari populasi, atau melakukan wawancara mendalam (indepth
dengan mempertimbangkan tingkat homogenitas interview) dan pengisian kuesioner terstruktur
peternak yang relatif tinggi dalam hal cara dengan peternak sampel. Data primer yang
beternak sapi potong, faktor produksi yang digunakan merupakan data cross section,
digunakan dan penanganan produksi. Hal ini maksudnya adalah pengambilan data dilakukan
juga sesuai dengan Singarimbun dan Efendi pada tahun yang sama. Data ini adalah data-data
(1989) dan Singarimbun (1997) bahwa bila suatu yang akan meliputi variabel dalam penelitian
data dianalisis dengan statistik parametrik, maka serta informasi tentang gambaran dari usaha
jumlah sampel harus besar, karena nilai-nilai yang dilakukan oleh peternak sapi potong.
atau skor yang diperoleh distribusi harus Data sekunder, yaitu berisikan data
mengikuti distribusi normal, sampel yang pendukung penelitian mengenai usaha
tergolong sampel besar yang distribusinya peternakan sapi potong yang diperoleh dengan
normal adalah sampel yang jumlahnya >30 mengumpulkan data yang telah ada pada
diambil secara acak (random). instansi-instansi terkait dan publikasi dari
lembaga-lembaga yang relevan dengan
34
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(2): 33 - 39, Juli 2017 Deasy Happyana
35
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(2): 33 - 39, Juli 2017 Deasy Happyana
36
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(2): 33 - 39, Juli 2017 Deasy Happyana
kecil, dengan modal, keterampilan dan teknologi keuntungan () > 0 dan nilai R/C ratio di atas 1.
yang masih terbatas. Peternakan yang dikelola Maka dapat dikatakan bahwa usaha peternakan
secara tradisional masih mempunyai banyak sapi potong rakyat di Kabupaten Wonogiri
kelemahan, diantaranya adalah pemanfaatan sangat menguntungkan secara finansial.
sumber daya produksi belum maksimal.
Analisis tingkat keuntungan usaha Analaisis Fungsi Keuntungan
dihitung dengan memasukkan biaya total. Hasil Analisis regresi yang digunakan untuk
analisis data menunjukkan bahwa usaha menganalisis fungsi keuntungan adalah model
peternakan sapi potong di Kabupaten Wonogiri analisis fungsi produksi Cobb-Douglas dengan
adalah secara finansial menguntungkan. Kondisi spesifikasi fungsi keuntungan UOP-CDPF (Unit
ini terlihat dari besarnya nilai penerimaan total Output Price Cobb-Douglass Profit Function).
yang melebihi biaya totalnya (TR>TC). Dengan menggunakan software Eviews 9.0,
Bahwa biaya total rata-rata sebesar maka diperoleh persamaan umum sebagai
Rp.85.119.873.- merupakan penjumlahan dari berikut :
seluruh biaya rata-rata yang dikeluarkan dalam
mendukung usaha penggemukan sapi. LY = 25.387115711 - 1.50098057323*LX1 -
0.257347122778*LX2 - 0.349614494485*LX3 -
Penerimaan total (TR) dari usaha penggemukan
2.12821004307*LX4 + 2.89402044135*LX5 -
sapi ini rata-rata sebesar Rp.89.360.625.- per satu 0.137550673377*LX6
masa penggemukan sapi potong, sehingga
tingkat keuntungan () yang didapat tiap peternak Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Pengaruh
dalam satu kali masa penggemukan sapi sebesar Beberapa Faktor terhadap
Rp.4.240.752.-. Pendapatan Petani Ternak Sapi
Potong di Kabupaten Wonogiri
Tabel 2. Struktur Penerimaan Total, Biaya Total No Variabel Koefisien t-hitung Probabilitas
dan Tingkat Keuntungan Usaha Regresi Signifikansi
Peternakan Sapi Potong Per Satu Kali 1. LX1 -1.500981 -4.841712 0.0000***
2. LX2 -0.257347 -1.502613 0.1363ns
Masa Penggemukan di Kabupaten 3. LX3 -0.349614 -1.542239 0.1264ns
Wonogiri 4. LX4 -2.128210 -4.336637 0.0000***
No Uraian Frekuensi 5. LX5 2.894020 20.52081 0.0000***
6. LX6 -0.137551 -1.391189 0.1675ns
1. Penerimaan Total (TR) Rp. 89.360.625.- Adjusted 0.831994
Biaya Total (TC) R-Square
2. Biaya pakan konsentrat Rp. 85.119.873.- F- 82.71083
Biaya pakan hijauan Rp. 7.388.727.- Statistik
F-Sig 0.000000
Biaya obat Rp. 870.842.-
Biaya upah tenaga kerja Rp. 217.842.- Sumber: Analisis Data Primer
Biaya sapi bakalan Keterangan:
**
Biaya penyusutan Rp. 4.587.450.- ) berpengaruh nyata pada tingkat
kandang Rp. 71.488.500.- kepercayaan 95%
***
Biaya penyusutan ) berpengaruh nyata pada tingkat
peralatan Rp. 414.184,- kepercayaan 99%
ns
Biaya PBB ) tidak berpengaruh nyata pada tingkat
Biaya listrik dan air Rp. 41.987.- kepercayaan 95% dan 99%
Biaya transportasi Rp. 6.641.-
Rp. 103.700.- Pengaruh Variabel Biaya Pakan Konsentrat
Rp. 144.970.- terhadap Tingkat Keuntungan
Variabel biaya pakan konsentrat
Tingkat Keuntungan
Rp. 4.240.752.- berpengaruh nyata (P<0.05)terhadap variabel
( =TR-TC)
keuntungan peternak. Hal ini berarti menerima
Keterangan: Nilai TR > TC, dengan tingkat
hipotesis kedua, artinya variabel
keuntungan usaha peternak yang
independen biaya pakan konsentrat
menguntungkan ( > 0), dan nilai
berpengaruh secara nyata terhadap variabel
R/C = 1,16
keuntungan yang diterima peternak
penggemukan sapi potong.
Berdasarkan perhitungan tersebut maka
Hal ini di sebabkan pemberian konsentrat
dapat disimpulkan bahwa karena tingkat
pada sapi penggemukan sangat menentukan
keuntungan peternak di atas Rp. 0,- ( > 0) dan
dalam pertambahan bobot badan dan efisiensi
nilai Return Cost Ratio (R/C) sebesar 1,16.
penggunaan pakan,sehingga efisiensi penggunaan
Menurut Soekartawi (2003) bahwa suatu usaha
konsentrat yang di iringi peningkatan berat badan
dikatakan menguntungkan jika tingkat
37
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(2): 33 - 39, Juli 2017 Deasy Happyana
sapi yang optimal akan dapat meningkatkan independen biaya upah tenaga kerja berpengaruh
keuntungan , karena penggunaan konsentrat secara nyata terhadap variabel keuntungan
dalam ransum akan dapat meningkatkan nilai gizi yang diterima peternak penggemukan sapi
ransum, yang juga akan membantu aktivitas potong.
mikroba menjadi optimal. Hal ini terkait dengan perbedaan curahan
jam kerja diantara peternak lebih di sebabkan oleh
Pengaruh Variabel Biaya Pakan Hijauan perbedaan waktu yang diperlukan untuk mencari
terhadap Tingkat Keuntungan hijauan dimana bagi peternak yang menempuh
Variabel biaya pakan hijauan tidak jarak yang lebih jauh akan menghabiskan waktu
berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap variabel lebih lama sedangkan dalam pengelolaan ternak
keuntungan peternak. Hal ini berarti menolak relatif sama seperti kebersihan kandang dan waktu
hipotesis kedua, artinya variabel independen pemberian pakan .
biaya pakan hijauan tidak berpengaruh secara nyata
terhadap variabel keuntungan yang diterima Pengaruh Variabel Biaya Bakalan Sapi
peternak penggemukan sapi potong. Terhadap Tingkat Keuntungan
Hal ini terjadi karena pakan hijauan yang Variabel biaya sapi bakalan
diberikan pada ternak sapi potong kuantitas dan berpengaruh secara nyata (P<0.05) terhadap
kualitasnya rendah terutama pada saat musim variabel keuntungan peternak. Hal ini berarti
kemarau, seperti rumput lapang dan limbah menerima hipotesis kedua, artinya variabel
pertanian seperti limbah jerami padi, jerami independen biaya bakalan berpengaruh
jagung, jerami kedelai dan jerami kacang, secara nyata terhadap variabel keuntungan
tanpa ada sentuhan proses teknologi seperti yang diterima peternak penggemukan sapi
fermentasi pakan. Hal ini disebabkan potong.
karena lahan kering Kabupaten Wonogiri Hal ini disebabkan karena penjualan
merupakan daerah yang rawan kekeringan ternak sapi potong hasil penggemukan
dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah merupakan sumber penerimaan terbesar dari
usaha penggemukan sapi potong. Jadi apabila
Pengaruh Variabel Biaya Obat Terhadap semakin banyak jumlah ternak yang dimiliki,
Tingkat Keuntungan. maka tingkat keuntungan pun akan ikut
Variabel biaya obat tidak berpengaruh meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian
nyata (P>0.05) terhadap variabel keuntungan Sudiyono et al. (2004) bahwa semakin banyak
peternak. Hal ini berarti menolak hipotesis jumlah ternak sapi potong yang dipelihara maka
kedua, artinya variabel independen biaya obat semakin tinggi keuntungan peternak yang
tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel didapat.
keuntungan yang diterima peternakpenggemukan
sapi potong. Pengaruh Variabel Biaya Penyusutan
Hal ini terjadi karena tindakan Kandang Sapi Terhadap Tingkat
pencegahan, penanggulangan dan pengobatan Keuntungan
penyakit ternak sapi potong tidak dilakukan Variabel biaya penyusutan kandang
dengansecara baik oleh peternak, apalagi daerah tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap
lahan kering Kabupaten Wonogiri mempunyai variabel keuntungan peternak. Hal ini berarti
suhu udara dan kelembaban udara yang tinggi menolak hipotesis kedua, artinya variabel
sehingga memungkinkan semakin independen biaya penyusutan kandang tidak
berkembangnya secara baik beberapa penyakit berpengaruh secara nyata terhadap variabel
ternak tropis seperti penyakit scabies dan fasciola keuntungan yang diterima peternakpenggemukan
hepatica (cacing hati). Menurut Mubyarto (1999) sapi potong.
bahwa perkembangan jenis ternak di Indonesia, Biaya penyusutan kandang semakin lama
juga dipengaruhi oleh curah hujan dan kesuburan waktu pemelihraan maka semakin besar biaya
tanah, serta dua faktor tambahan yakni kelembaban penyusutan kandang yang ditanggung. Biaya
dan suhu udara. penyusutan kandang berbeda-beda pada skala
usaha yang berbeda karena pada usaha tersebut,
Pengaruh Variabel Biaya Upah Tenaga Kerja kandang yang digunakan sesuai dengan jumlah
Terhadap Tingkat Keuntungan sapi yang diusahakan, berbeda dengan pendapat
Variabel biaya upah tenaga kerja Rasyaf (2002), bahwa biaya tetap dalam usaha
berpengaruh secara nyata (P<0.05) terhadap peternakan adalah biaya tetap yang terlibat dalam
variabel keuntungan yang diterima peternak proses produksi dan tidak berubah meskipun ada
penggemukan sapi potong. Hal ini berarti perubahan jumlah hasil produksi yang
menerima hipotesis kedua, artinya variabel dihasilkan. Teori ini berlaku jika semua peternak
38
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(2): 33 - 39, Juli 2017 Deasy Happyana
39