Sie sind auf Seite 1von 7

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol.

5(2): 33 - 39, Juli 2017 Deasy Happyana

ANALISIS TINGKAT KEUNTUNGAN USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG RAKYAT DI


KABUPATEN WONOGIRI

Analysis of Operating Profit Small Fattening Beef Cattle in Wonogiri District

Deasy Happyana

Department of Agribusiness, Faculty of Agriculture, Universitas Sebelas Maret Surakarta


Jl. Ir. Sutami No.36A, Jebres, Surakarta, Central Java 57126, Indonesia
email : deasyhappyana@yahoo.com

ABSTRACT

Beef cattle breeding business in Wonogiri District is dominated by small scale in which capital and
profits too low. The size of the profits derived from the balance of the sale value of production and
production costs that is issued by the breeder. The maximum profit would be achieved if all factors of
production have been allocated in an optimal and efficient use, both technically and economically efficient
manner. Objective analysis profit function is to describe the situation now, the circumstances in the future
or planning and action of a business related to the rate of business profit and net income scale beef cattle
farms of the people.The results showed that total revenue (TR) of beef cattle breeding business people have
an average of Rp.89.360.625.00 per farmer per one period of fattening cattle, while the total cost (TC) on
average Rp.85.119.873.00 each farmers per one period of fattening cattle. So that the magnitude of the rate
of profit(π) obtained by each farmer in one period of fattening cattle for Rp.4.240.752.00 and the R / C
ratio of 1:05. The results of the analysis showed that the profit rate of beef cattle breeding business in
Wonogiri Regency financially advantageous (value profit π> 0 and the return value cost ratio of R / C>
1). Results of regression equation analysis function simultaneously benefit breeders show concentrate feed
costs, labor costs and costs of cows significant ((P <0.05)) on the level of business profit beef cattle farms
in Wonogiri. Based on the calculation of the value of R adjusted Rvalues obtained 83.2% showed variable
2 2

variation concentrate feed and forage costs, drug costs, labor costs, fees and charges cage feeder cattle
can be explained by either a variable rate of the business profits of beef cattle breeders. The remaining
16.8% operating income level variable cattle ranchers explained by variations in other variables outside
the model. Partially variable concentrate feed costs, labor costs and the cost of feeder cattle significantly
(P <0.05) to the level of business profit breeding beef cattle people. As for the cost of forage ariable drug
costs are not significant (P> 0.5) on the level of beef cattle breeding business benefit of the people.

Keywords: Function Gain, Beef Cattle, Wonogiri

PENDAHULUAN Berkaitan dengan hal tersebut, perlu di


identifikasi alternatif pola pengembangan
Strategi pembangunan peternakan peternakan rakyat yang mernpunyai skala usaha
mempunyai prospek yang baik dimasa depan, yang ekonomis yang mampu memberikan
karena permintaan akan bahan-bahan yang kontribusi terhadap pendapatan keluarga yang
berasal dari ternak akan terus meningkat seiring cukup memadai. Kecilnya skala usaha
dengan peningkatan jumlah penduduk, peternakan sapi potong di Kab. Wonogiri yang
pendapatan, dan kesadaran masyarakat untuk dominan di sebabkan oleh masalah skala
mengkonsumsi pangan bergizi tinggi sebagai kepemilikan modal peternak yang terbatas
pengaruh dari naiknya tingkat pendidikan rata- sehingga berakibat pada rendahnya pendapatan
rata penduduk (Santosa, 1996). yang di terima. Tingkat pendapatan berkaitan
Pembangunan dan pengembangan dengan tingkat keuntungan yang optimal
tersebut salah satunya adalah pembangunan di sehingga peternak harus memahami aspek –
bidang pertanian yang meliputi pembangunan di aspek teknis dan ekonomis produksi. Besar
bidang peternakan, dimana salah satu usaha kecilnya keuntungan yang diperoleh akan sangat
peternakan yang banyak di lakukan oleh di tentukan oleh nilai jual hasil produksi dan
masyarakat di pedesaan adalah beternak sapi biaya produksi yang di keluarkan oleh peternak.
potong, yang berbentuk usaha peternakan rakyat. Keuntungan maksimum akan dicapai apabila
semua faktor produksi telah dialokasikan

33
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(2): 33 - 39, Juli 2017 Deasy Happyana

penggunaannya secara optimal dan efisien, baik Adapun pengambilan sampel yang
efisien secara teknis dan ekonomis. Artinya dilakukan dengan metode proportional sampling
peternak harus optimal dalam menggunakan dengan rumus sebagai berikut:
input produksi agar tercapai suatu produktivitas PK
yang tinggi sekaligus melakukan efisiensi biaya. NK = xN
(Mandaka dan Hutagaol, 2005) P
Tujuan analisis fungsi keuntungan ini Keterangan:
adalah juga untuk menggambarkan keadaan NK : jumlah sampel yang diambil pada
sekarang, keadaan yang akan datang atau kecamatan k
perencanaan dan tindakan dari suatu usaha . PK : populasi pada kecamatan
Sehingga untuk mengetahui tingkat keuntungan P : populasi seluruhnya
usaha , skala hasil usaha peternakan sapi potong N : total sampel
rakyat, maka perlu dilakukan suatu penelitian
tentang analisis fungsi keuntungan peternakan Tabel 1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian
sapi potong di Kab. Wonogiri. Kecamatan
Jumlah
Pk/P
Jumlah
Peternak Sample
MATERI DAN METODE Ngadirojo 4.791 0,2408 24
Baturetno 4.076 0.2049 20
Penelitian ini dilaksanakan pada usaha Wuryantoro 3.538 0.1778 18
Jatipurno 2.755 0.1395 15
penggemukan sapi potong Kelompok Tani Nguntoronadi 2.463 0.1238 12
Ternak Sapi Potong di Kabupaten Wonogiri, Wonogiri 2.266 0.1139 11
dalam periode waktu pemeliharaan Tahun 2015. Total 19889 10000 100
Sumber : Disnakperla Kab. Wonogiri 2015
Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi adalah kelompok elemen yang Pengambilan sampel dilakukan secara
lengkap yang biasanya berupa orang, objek, purposive sampling, yaitu pemilihan sampel
transaksi, atau kejadian di mana kita tertarik secara sengaja yang didasarkan pada tujuan
untuk mempelajarinya atau menjadi obyek tertentu yaitu jumlah kepemilikan ternak sapi
penelitian (Supranto, 2000). Dalam penelitian potong. Pemilihan sampel yang dilakukan secara
ini, populasi yang diambil adalah Kelompok sengaja dimaksudkan untuk mendapatkan tujuan
Tani Ternak Sapi Potong di Kabupaten dari penelitian.Pada umumnya ukuran sampel
Wonogiri. Dalam penelitian ditetapkan 6 yang digunakan adalah antara 30 sampai 500
(Enam) kecamatan secara sengaja (purposive elemen menurut Roscoe (1975) dalam Sekaran
sampling) dimana keenam kecamatan ini yang (1992) maka penulis mengambil sampel
menurut data dari Dinas Peternakan dan sebanyak 100 peternak.
Perikanan Kabupaten Wonogiri merupakan
kecamatan yang melakukan usaha penggemukan Jenis dan Sumber Data
ternak sapi potong dalam periode penggemukan Data primer, yaitu data yang berisikan
4 bulan (Dinas Peternakan dan Perikanan data mengenai biaya input yang dikeluarkan dan
Kabupaten Wonogiri, 2015). penerimaan dari usaha penggemukan dalam satu
Penelitian ini mengambil sampel masa penggemukan yang diperoleh dari sampel
sebanyak 100 peternak, dengan didasarkan pada peternak sapi potong. Data primer ini diperoleh
asumsi dalam pengelolaan usaha peternakan sapi dari survai lapang (field survey) dengan
potong terdapat homogenitas dari populasi, atau melakukan wawancara mendalam (indepth
dengan mempertimbangkan tingkat homogenitas interview) dan pengisian kuesioner terstruktur
peternak yang relatif tinggi dalam hal cara dengan peternak sampel. Data primer yang
beternak sapi potong, faktor produksi yang digunakan merupakan data cross section,
digunakan dan penanganan produksi. Hal ini maksudnya adalah pengambilan data dilakukan
juga sesuai dengan Singarimbun dan Efendi pada tahun yang sama. Data ini adalah data-data
(1989) dan Singarimbun (1997) bahwa bila suatu yang akan meliputi variabel dalam penelitian
data dianalisis dengan statistik parametrik, maka serta informasi tentang gambaran dari usaha
jumlah sampel harus besar, karena nilai-nilai yang dilakukan oleh peternak sapi potong.
atau skor yang diperoleh distribusi harus Data sekunder, yaitu berisikan data
mengikuti distribusi normal, sampel yang pendukung penelitian mengenai usaha
tergolong sampel besar yang distribusinya peternakan sapi potong yang diperoleh dengan
normal adalah sampel yang jumlahnya >30 mengumpulkan data yang telah ada pada
diambil secara acak (random). instansi-instansi terkait dan publikasi dari
lembaga-lembaga yang relevan dengan

34
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(2): 33 - 39, Juli 2017 Deasy Happyana

penelitian ini. Data sekunder yang digunakan Keterangan :


dalam penelitian ini berupa data peternak, profil Py = Harga jual sapi potong (Rp)
peternakan, gambaran umum daerah penelitian, Y = Produksi sapi potong (Ekor)
populasi, produksi petemakan, dan potensi PX1 = Harga pakan konsentrat (Rp)
pengembangan peternakan dan data-data X1 = Jumlah pakan konsentrat (Kg)
pendukung lain yang didapat dari instansi- PX2 = Harga pakan hijauan (Rp)
instansi yang berkaitan di kabupaten dan daerah X2 = Jumlah pakan hijauan (Kg)
sampel. PX3 = Harga obat-obatan (Rp)
X3 = Jumlah obat-obatan (Set)
Variabel Penelitian dan Analisis Data PX4 = Harga upah tenaga kerja (Rp)
Variabel dalam penelitian ini meliputi : X4 = Jumlah tenaga kerja (JOK)
*
= Tingkat keuntungan (selisih Px5 = Harga sapi bakalan (Rp)
antara hasil penjualan dengan X5 = Jumlah sapi bakalan (Ekor)
total biaya) . Px6 = Harga Kandang (Rp)
W1* = Biaya konsentrat. X6 = Penyusutan Kandang (periode)
W2* = Biaya hijauan .
W3* = Biaya obat . Jika K > 0, maka usaha peternakan sapi potong
W4* = Biaya tenaga kerja . tersebut menguntungkan.
W5* = Biaya sapi bakalan . Jika K < 0, maka usaha peternakan sapi potong
W6* = Biaya Penyusutan Kandang . tersebut tidak menguntungkan.

Teknik analisis data sebagai berikut: Analisis kedua diuji dengan


Analisis terhadap hipotesis pertama untuk menggunakan fungsi keuntungan dengan teknik
mengetahui deskripsi tingkat keuntungan (profit Unit Output Price (UOP) Cobb-Douglas Profit
description) dari usaha peternakan sapi potong. Function (UOP-CDPF) melalui analisis regresi
Kondisi ini dapat diketahui dengan berganda. Di Indonesia, fungsi keuntungan ini
mendeskripsikan seberapa besar tingkat telah banyak digunakan untuk penelitian
penerimaan total dan biaya-biaya yang terhadap berbagai jenis usaha, termasuk usaha
dikeluarkan. Tujuan utama suatu usaha secara peternakan sapi potong rakyat. Spesifikasi fungsi
umum adalah memperoleh laba maksimal. Laba keuntungan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah total penerimaan (TR = Total Revenue) adalah fungsi keuntungan Cobb-Douglas yang
dikurangi dengan total biaya (TC = Total Cost). diturunkan dari fungsi produksi Cobb-Douglas.
Jadi laba ditentukan oleh dua hal yakni Dengan alat analisis ini, maka hampir
penerimaan dan biaya. Jadi perubahan laba yang semua parameter yang berkaitan langsung
akan didapatkan tergantung dari perubahan dengan produksi dapat diperoleh (Simatupang,
penerimaan (MR = Marginal Revenue) dan 1988). Alasan lain penggunaan model analisis
perubahan biaya (MC = Marginal Cost). fungsi keuntungan menurut Lau and Yotopoulus
Menurut Soekartawi (2003) bahwa (1972) cit Andri (1992) adalah karena model ini
kondisi usaha dapat diketahui dengan dinilai memiliki beberapa kelebihan bila
mendeskripsikan seberapa besar tingkat dibandingkan dengan fungsi produksi dan
penerimaan total dan biayabiaya yang program linier, diantaranya adalah:
dikeluarkan dengan rumus sebagai berikut:  Fungsi penawaran ouput dan fungsi
K = Pr.T - B permintaan input dapat diduga bersama-
K = Pr.T - (BT + BTT) sama tanpa harus membuat fungsi produksi
yang eksplisit.
Keterangan:  Fungsi keuntungan dapat digunakan untuk
K = Keuntungan menelaah efisiensi teknis, harga dan
Pr.T = Penerimaan total ekonomi.
BT = Biaya tetap Di dalam model fungsi keuntungan,
BTT = Biaya tidak tetap peubah-peubah yang diamati adalah peubah
harga output dan input.
Dikarenakan biaya produksi adalah Fungsi keuntungan Cobb-Douglas
banyaknya input dikalikan harganya, maka tersebut menggunakan model regresi linier
tingkat keuntungan dari usaha peternakan berganda (multiple linier regression) yang
tersebut dapat dihitung sebagai berikut: sebelumnya telah dinormalkan dahulu dengan
unit harga output (UOP) dan ditransformasikan
K = Py.Y - (Px1.X1 + PX2.X2 + PX3.X3 + PX4. X4 dalam bentuk logaritma, sehingga persamaannya
+ Px5.X5+ Px6.X6 ) adalah sebagai berikut:

35
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(2): 33 - 39, Juli 2017 Deasy Happyana

multikolinieritas baru menjadi masalah apabila


In * = 0 + 1 In W1* + 2 In W2* + 3 In W3* + 4 In derajatnya lebih tinggi dibanding dengan
W4* + 5 in W5* + ei korelasi di antara seluruh variabel secara
Keterangan : serentak. Apabila r2< R2 berarti tidak ada gejala
*
= Tingkat keuntungan (selisih antara multikolinieritas, tetapi jika r2> R2 maka model
hasil penjualan dengan biaya) yang tersebut mengandung masalah multikolinieritas
telah dinormalkan dengan tingkat harga (Gujarati, 1999).
output.
W1* = Biaya konsentrat c. Uji Heteroskedastisitas
W2* = Biaya hijauan Tidak terpenuhinya asumsi terdapat
W3* = Biaya obat varians yang sama dari setiap kesalahan
W4* = Biaya tenaga kerja penganggu (ei) akan menimbulkan gejala
W5* = Biaya sapi heterokedastisitas. Uji ini dilaksanakan untuk
W6* = Biaya Penyusutan Kandang .. mengetahui apakah model penyimpang dari
0 = Konstanta / intersep asumsi klasik yaitu homoskedastisitas, artinya
1-4 = Koefisien regresi variabel independen varian tiap unsur disturbance (Vi) adalah suatu
ei = Variabel gangguan angka konstan yang sama dengan 2. Berikut
inilah yang disebut homokedastisitas atau varian
Setelah didapat koefisien regresi dari yang sama (Gujarati, 1999).
masing-masing variabel, selanjutnya dilakukan
uji asumsi klasik untuk menguji apakah model HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian ini bisa digunakan atau tidak sehingga
akan menghasilkan koefisien regresi yang tidak Analisis Tingkat Keuntungan
bisa, dan uji statistik untuk menentukan tingkat Hasil analisis data menunjukkan bahwa
signifikansinya. Uji yang digunakan adalah: rata-rata penerimaan total per masa usaha
a. Uji Asumsi Klasik penggemukan ternak sapi potong yang diperoleh
Dalam penelitian ini untuk mencari tiap peternak sebesar Rp. 89.360.625.- (Tabel
koefisien regresi digunakan metode kuadrat 21). Sedangkan biaya total rata-rata yang
terkecil (OLS = Ordinary Least Square) yang dikeluarkan peternak responden dalam satu masa
bertujuan untuk melihat apakah regresi penggemukan sapi adalah sebesar Rp.
bermasalah atau tidak sehingga akan 85.264.600.-
menghasilkan koefisien regresi yang tidak bias. Adapun rata-rata biaya yang dikeluarkan
Agar diperoleh koefisien regresi yang linier oleh peternak sampel yaitu biaya pakan
terbaik tidak bias harus dipenuhi beberapa konsentrat sebesar Rp. 7.388.727.- tiap peternak,
asumsi klasik (Gujarati, 1999). Asumsi klasik ini biaya pakan hijauan sebesar Rp. 870.842.- tiap
diantaranya bahwa semua kesalahan penganggu peternak biaya obat-obatan Rp. 217.842.- tiap
variasinya sama (homoskedastisitas), tidak ada peternak, biaya upah tenaga kerja Rp.
gejala auto korelasi antara kesalahan penganggu 4.587.450.- tiap peternak, biaya sapi bakalan
dan tidak ada kolinieritas ganda 71.488.500.- tiap peternak, biaya penyusutan
(multikolinieritas) antara variabel bebas peralatan Rp.41.987.- tiap peternak, biaya
(Soeharno, 2006). penyusutan kandang Rp. 414.184.- tiap peternak
Pelanggaran terhadap asumsi-asumsi , biaya PBB Rp. 6.641.- tiap peternak,biaya
klasik tersebut dapat diketahui melalui pengujian listrik dan air Rp. 103.700.- tiap peternak dan
terhadap gejala multikolinieritas dan biaya Transport Rp. 144.970.- tiap peternak.
heteroskedastisitas. Tingkat keuntungan yang diperoleh
peternak dari hasil usaha peternakan sapi potong
b. Uji Multikolinieritas memberikan gambaran terhadap kondisi
Multikolinieritas merupakan suatu produksi peternakan sapi potong, dimana
keadaan dimana dalam satu atau lebih variabel semakin tinggi tingkat keuntungan peternak dari
independen terdapat korelasir atau hubungan hasil usaha peternakan sapi potong akan
dengan variabel independen lainnya. Dengan memberikan gambaran bahwa usaha
kata lain satu atau lebih variabel independennya peternakannya berhasil dan ini akan berdampak
merupakan suatu fungsi linier dari variabel pada kesejahteraan peternak karena usaha
independen yang lain. Untuk mendeteksi ada peternakan akan memberikan kontribusi pada
tidaknyamultikolinieritas dilakukan pengujian kesejahteraan peternak, begitu juga sebaliknya.
dengan metode VIF, yaitu dengan Pada umumnya sapi potong di Kabupaten
membandingkan nilai (r2), Xi, ....., Xn dengan Wonogiri dipelihara dengan cara tradisional,
nilai R2. Menurut L.R. Klein, masalah dimana jumlah pemilikan ternak dalam skala

36
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(2): 33 - 39, Juli 2017 Deasy Happyana

kecil, dengan modal, keterampilan dan teknologi keuntungan () > 0 dan nilai R/C ratio di atas 1.
yang masih terbatas. Peternakan yang dikelola Maka dapat dikatakan bahwa usaha peternakan
secara tradisional masih mempunyai banyak sapi potong rakyat di Kabupaten Wonogiri
kelemahan, diantaranya adalah pemanfaatan sangat menguntungkan secara finansial.
sumber daya produksi belum maksimal.
Analisis tingkat keuntungan usaha Analaisis Fungsi Keuntungan
dihitung dengan memasukkan biaya total. Hasil Analisis regresi yang digunakan untuk
analisis data menunjukkan bahwa usaha menganalisis fungsi keuntungan adalah model
peternakan sapi potong di Kabupaten Wonogiri analisis fungsi produksi Cobb-Douglas dengan
adalah secara finansial menguntungkan. Kondisi spesifikasi fungsi keuntungan UOP-CDPF (Unit
ini terlihat dari besarnya nilai penerimaan total Output Price Cobb-Douglass Profit Function).
yang melebihi biaya totalnya (TR>TC). Dengan menggunakan software Eviews 9.0,
Bahwa biaya total rata-rata sebesar maka diperoleh persamaan umum sebagai
Rp.85.119.873.- merupakan penjumlahan dari berikut :
seluruh biaya rata-rata yang dikeluarkan dalam
mendukung usaha penggemukan sapi. LY = 25.387115711 - 1.50098057323*LX1 -
0.257347122778*LX2 - 0.349614494485*LX3 -
Penerimaan total (TR) dari usaha penggemukan
2.12821004307*LX4 + 2.89402044135*LX5 -
sapi ini rata-rata sebesar Rp.89.360.625.- per satu 0.137550673377*LX6
masa penggemukan sapi potong, sehingga
tingkat keuntungan () yang didapat tiap peternak Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Pengaruh
dalam satu kali masa penggemukan sapi sebesar Beberapa Faktor terhadap
Rp.4.240.752.-. Pendapatan Petani Ternak Sapi
Potong di Kabupaten Wonogiri
Tabel 2. Struktur Penerimaan Total, Biaya Total No Variabel Koefisien t-hitung Probabilitas
dan Tingkat Keuntungan Usaha Regresi Signifikansi
Peternakan Sapi Potong Per Satu Kali 1. LX1 -1.500981 -4.841712 0.0000***
2. LX2 -0.257347 -1.502613 0.1363ns
Masa Penggemukan di Kabupaten 3. LX3 -0.349614 -1.542239 0.1264ns
Wonogiri 4. LX4 -2.128210 -4.336637 0.0000***
No Uraian Frekuensi 5. LX5 2.894020 20.52081 0.0000***
6. LX6 -0.137551 -1.391189 0.1675ns
1. Penerimaan Total (TR) Rp. 89.360.625.- Adjusted 0.831994
Biaya Total (TC) R-Square
2. Biaya pakan konsentrat Rp. 85.119.873.- F- 82.71083
Biaya pakan hijauan Rp. 7.388.727.- Statistik
F-Sig 0.000000
Biaya obat Rp. 870.842.-
Biaya upah tenaga kerja Rp. 217.842.- Sumber: Analisis Data Primer
Biaya sapi bakalan Keterangan:
**
Biaya penyusutan Rp. 4.587.450.- ) berpengaruh nyata pada tingkat
kandang Rp. 71.488.500.- kepercayaan 95%
***
Biaya penyusutan ) berpengaruh nyata pada tingkat
peralatan Rp. 414.184,- kepercayaan 99%
ns
Biaya PBB ) tidak berpengaruh nyata pada tingkat
Biaya listrik dan air Rp. 41.987.- kepercayaan 95% dan 99%
Biaya transportasi Rp. 6.641.-
Rp. 103.700.- Pengaruh Variabel Biaya Pakan Konsentrat
Rp. 144.970.- terhadap Tingkat Keuntungan
Variabel biaya pakan konsentrat
Tingkat Keuntungan
Rp. 4.240.752.- berpengaruh nyata (P<0.05)terhadap variabel
( =TR-TC)
keuntungan peternak. Hal ini berarti menerima
Keterangan: Nilai TR > TC, dengan tingkat
hipotesis kedua, artinya variabel
keuntungan usaha peternak yang
independen biaya pakan konsentrat
menguntungkan ( > 0), dan nilai
berpengaruh secara nyata terhadap variabel
R/C = 1,16
keuntungan yang diterima peternak
penggemukan sapi potong.
Berdasarkan perhitungan tersebut maka
Hal ini di sebabkan pemberian konsentrat
dapat disimpulkan bahwa karena tingkat
pada sapi penggemukan sangat menentukan
keuntungan peternak di atas Rp. 0,- ( > 0) dan
dalam pertambahan bobot badan dan efisiensi
nilai Return Cost Ratio (R/C) sebesar 1,16.
penggunaan pakan,sehingga efisiensi penggunaan
Menurut Soekartawi (2003) bahwa suatu usaha
konsentrat yang di iringi peningkatan berat badan
dikatakan menguntungkan jika tingkat

37
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(2): 33 - 39, Juli 2017 Deasy Happyana

sapi yang optimal akan dapat meningkatkan independen biaya upah tenaga kerja berpengaruh
keuntungan , karena penggunaan konsentrat secara nyata terhadap variabel keuntungan
dalam ransum akan dapat meningkatkan nilai gizi yang diterima peternak penggemukan sapi
ransum, yang juga akan membantu aktivitas potong.
mikroba menjadi optimal. Hal ini terkait dengan perbedaan curahan
jam kerja diantara peternak lebih di sebabkan oleh
Pengaruh Variabel Biaya Pakan Hijauan perbedaan waktu yang diperlukan untuk mencari
terhadap Tingkat Keuntungan hijauan dimana bagi peternak yang menempuh
Variabel biaya pakan hijauan tidak jarak yang lebih jauh akan menghabiskan waktu
berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap variabel lebih lama sedangkan dalam pengelolaan ternak
keuntungan peternak. Hal ini berarti menolak relatif sama seperti kebersihan kandang dan waktu
hipotesis kedua, artinya variabel independen pemberian pakan .
biaya pakan hijauan tidak berpengaruh secara nyata
terhadap variabel keuntungan yang diterima Pengaruh Variabel Biaya Bakalan Sapi
peternak penggemukan sapi potong. Terhadap Tingkat Keuntungan
Hal ini terjadi karena pakan hijauan yang Variabel biaya sapi bakalan
diberikan pada ternak sapi potong kuantitas dan berpengaruh secara nyata (P<0.05) terhadap
kualitasnya rendah terutama pada saat musim variabel keuntungan peternak. Hal ini berarti
kemarau, seperti rumput lapang dan limbah menerima hipotesis kedua, artinya variabel
pertanian seperti limbah jerami padi, jerami independen biaya bakalan berpengaruh
jagung, jerami kedelai dan jerami kacang, secara nyata terhadap variabel keuntungan
tanpa ada sentuhan proses teknologi seperti yang diterima peternak penggemukan sapi
fermentasi pakan. Hal ini disebabkan potong.
karena lahan kering Kabupaten Wonogiri Hal ini disebabkan karena penjualan
merupakan daerah yang rawan kekeringan ternak sapi potong hasil penggemukan
dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah merupakan sumber penerimaan terbesar dari
usaha penggemukan sapi potong. Jadi apabila
Pengaruh Variabel Biaya Obat Terhadap semakin banyak jumlah ternak yang dimiliki,
Tingkat Keuntungan. maka tingkat keuntungan pun akan ikut
Variabel biaya obat tidak berpengaruh meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian
nyata (P>0.05) terhadap variabel keuntungan Sudiyono et al. (2004) bahwa semakin banyak
peternak. Hal ini berarti menolak hipotesis jumlah ternak sapi potong yang dipelihara maka
kedua, artinya variabel independen biaya obat semakin tinggi keuntungan peternak yang
tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel didapat.
keuntungan yang diterima peternakpenggemukan
sapi potong. Pengaruh Variabel Biaya Penyusutan
Hal ini terjadi karena tindakan Kandang Sapi Terhadap Tingkat
pencegahan, penanggulangan dan pengobatan Keuntungan
penyakit ternak sapi potong tidak dilakukan Variabel biaya penyusutan kandang
dengansecara baik oleh peternak, apalagi daerah tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap
lahan kering Kabupaten Wonogiri mempunyai variabel keuntungan peternak. Hal ini berarti
suhu udara dan kelembaban udara yang tinggi menolak hipotesis kedua, artinya variabel
sehingga memungkinkan semakin independen biaya penyusutan kandang tidak
berkembangnya secara baik beberapa penyakit berpengaruh secara nyata terhadap variabel
ternak tropis seperti penyakit scabies dan fasciola keuntungan yang diterima peternakpenggemukan
hepatica (cacing hati). Menurut Mubyarto (1999) sapi potong.
bahwa perkembangan jenis ternak di Indonesia, Biaya penyusutan kandang semakin lama
juga dipengaruhi oleh curah hujan dan kesuburan waktu pemelihraan maka semakin besar biaya
tanah, serta dua faktor tambahan yakni kelembaban penyusutan kandang yang ditanggung. Biaya
dan suhu udara. penyusutan kandang berbeda-beda pada skala
usaha yang berbeda karena pada usaha tersebut,
Pengaruh Variabel Biaya Upah Tenaga Kerja kandang yang digunakan sesuai dengan jumlah
Terhadap Tingkat Keuntungan sapi yang diusahakan, berbeda dengan pendapat
Variabel biaya upah tenaga kerja Rasyaf (2002), bahwa biaya tetap dalam usaha
berpengaruh secara nyata (P<0.05) terhadap peternakan adalah biaya tetap yang terlibat dalam
variabel keuntungan yang diterima peternak proses produksi dan tidak berubah meskipun ada
penggemukan sapi potong. Hal ini berarti perubahan jumlah hasil produksi yang
menerima hipotesis kedua, artinya variabel dihasilkan. Teori ini berlaku jika semua peternak

38
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(2): 33 - 39, Juli 2017 Deasy Happyana

memiliki kandang yang sama dan skala usaha DAFTAR PUSTAKA


yang berbeda, akan tetapi kondisi lapangan
dalam penelitian ini, peternak memiliki kandang Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei, Jakarta:
berdasarkan skala sapi yang akan mereka LP3ES
pelihara jika peternak memelihara sapi dalam Gujarati,D. 1999. Basic Ekonometris.
jumlah banyak maka kandang yang dibuat juga Jakarta:Penerbit PT.Erlangga.
akan besar, sebaliknya jika jumlah ternak yang Mandaka, S. dan M.P. Hutagaol. 2005. Analisis
akan dipelihara sedikit maka luas kandangnya fungsi keuntungan, efisiensi ekonomi
pun kecil. kemungkinan skema kredit bagi
pengembangan skala usaha peternakan
S1MPULAN sapi perah rakyat di Kelurahan Kebon
Pedes Kota Bogor. Jurnal Agro Ekonomi,
Penerimaan total (TR) dari usaha Vol. 23 No.2, Oktober 2005. p:191-208.
peternakan sapi potong rakyat ini rata-rata Mubyarto . 1999. Pengantar Ekonomi Pertanian
sebesar Rp. 39.898.474.00 tiap peternak per satu Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit LP3ES.
masa penggemukan ternak sapi potong, Rasyaf, M. 2002. Beternak Ayam Pedaging.
sedangkan biaya totalnya (TC) rata-rata Penebar Swadaya . Jakarta.
Rp.34.270.431,75 tiap peternak per satu Roscoe, 1975, dikutip dari Uma Sekaran, 2006,
masa penggemukan ternak sapi potong. Metode Penelitian Bisnis,. Salemba
Sehingga besarnya tingkat keuntungan (n) yang Empat, Jakarta.
diperoleh tiap peternak dalam satu kali masa Santoso,U.,Uka Kusnadi dan Dedi Sugandi
penggemukan ternak sapi potong sebesar .1996.Analisis Ekonomi Usaha Ternak
Rp.5.628.042,25 dan nilai R/C Ratio 1.16 Sapi Potong di Wilayah Jawa
menunjukkan bahwa usaha peternakan sapi Barat.Laporan Hasil Penelitian.Lemlit
potong di Kabupaten Wonogiri menguntungkan Universitas Padjajaran Bandung.
secara finansial (nilai keuntungan it > 0 dan nilai Singarimbun. 1997. Metode Penelitian. Jakarta :
return cost ratio R/C > 1). Penerbit PT. Erlangga.
Analisis persamaan regresi fungsi Soeharno, 2006. Teori Mikroekonomi. Andi
keuntungan peternak menunjukkan : Offset, Yogyakarta.
• Secara serentak biaya pakan konsentrat, Soekartawi..2003. Teori Ekonomi Produksi
biaya upah tenaga kerja dan biaya sapi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi
bakalan berpengaruh nyata((P<0.05)) Cobb-Douglas. Jakarta: Penerbit PT.Raja
terhadap tingkat keuntungan usaha Grafindo Persada.
peternakan sapi potongdi Kabupaten Sudiyono, A. 2004.Pemasaran Pertanian.
Wonogiri. Universitas Muhamadiyah Malang.
• Berdasarkan perhitungan nilai R2 Supranto. 2000.Statistik Teori dan Aplikasi.
2
didapatkan nilai adjusted R sebesar 0,832. Jakarta : Erlangga.
Ini berarti 83.2 persen variasi variabel biaya
pakan konsentrat, biaya pakan hijauan, biaya
obat, biaya upah tenaga kerja,biaya kandang
dan biaya sapi bakalan dapat menerangkan
dengan baik variabel tingkat keuntungan
usaha peternak sapi potong. Sisanya 16.8
persen variabel tingkat pendapatan usaha
peternak sapi potong dijelaskan oleh variasi
variabel lain di luar model.
• Secara parsial variabel biaya pakan
konsentrat, biaya upah tenaga kerja dan
biaya sapi bakalan berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap tingkat keuntungan usaha
peternakan sapi potong rakyat. Sedangkan
untuk variabel biaya pakan hijauan biaya
obat tidak berpengaruh nyata (P>0,5)
terhadap tingkat keuntungan usaha
peternakan sapi potong rakyat.

39

Das könnte Ihnen auch gefallen