Sie sind auf Seite 1von 11

Review Jurnal dengan Pendekatan Epidemiologi Deskriptid

(Disusun guna untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Epidemiologi Kelas C)

Dosen Pengampu:

Arina Mufida Ersanti, S. KM., M. Epid

Oleh :

Kelompok 12

Selvi Irmayanti 182110101100

Rr. Fitria Hapsari Joweono 182110101101

Nuzul Annisa Rahmawati 182110101107

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2019
131
Media Ilmu Kesehatan Vol. 7, No. 2, Agustus 2018

KEJADIAN LUAR BIASA KERACUNAN “CUMI-CUMIAN”


DI SEKOLAH DASAR NEGERI 1 TRASAN BANDONGAN KABUPATEN MAGELANG

OUTBREAK BY "CALAMARI LIKE" POISONING AT ELEMENTARY SCHOOL 1


TRASAN BANDONGAN MAGELANG DISTRICT
Nasir Ahmad1*, Adi Isworo2, Citra Indriani3

*1Program Studi Kesehatan Masyarakat, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi,
Jalan Terusan Jenderal Sudirman Cimahi 40533, Email: nasirahmad3443@gmail.com, Indonesia
2
Politeknik Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jl. Perintis Kemerdekaan, Kramat
Utara, Magelang Utara, Kota Magelang, Jawa Tengah 56115, Indonesia
3
Field Epidemiology Training Programs (FETP), Universitas Gadjah Mada, Jl. Farmako, Sekip Utara,
55281, Sinduadi, Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia
ABSTRACT
Background: On May 4th, 2016, at 12:30 district surveillance officer of Magelang Health Department
received reports from Public Health Center of Bandongan about 21 students of SDN 1 Trasan who suffered
from the same food-poisoning symptoms.
Objective: Investigation was carried out to identify the source, how it spread and how to control it.
Methods: This study used descriptive analytic and mapping the cases distribution location. The case was
people experiencing symptoms of dizziness or abdominal pain or nausea or vomiting. Data analysis was
done by using bivariate analysis. Data collection were done through interviews, observations and laboratory
tests on the food samples.
Results: The case was 50 students (from 1-6 grade students). The perceived symptoms were dizziness
(77%), nausea (42%), abdominal pain (40%) and vomiting (8%). Attack rate found ranged from 14.3% to
60% with the highest Attack rate found on class three (60%). The incubation period of 15-240 minutes (mean
72.3 minutes). Calamari like positive Bacillus cereus and Rhodamine-B 10 mg/kg.
Conclusion: The outbreak of food poisoning because calamari like contaminated Bacillus cereus. We
suggested the school committee to provide the socialization of harmful food for the students. The teachers
should restrict the permission for the food vendor to sell at school.

Keywords: Bacillus cereus, , Food Poisoning, Outbreak, Rhodamine B, School Food

PENDAHULUAN bahan berbahaya, maupun racun alami yang


Keracunan makanan terjadi saat bakteri terkandung dalam pangan yang sebagian di
patogen jenis tertentu membawa penyakit antaranya menimbulkan Kejadian Luar Biasa
mengontaminasi makanan termasuk di (KLB) keracunan pangan.3
dalamnya intoksikasi makanan dapat Pada tanggal 4 Mei 2016, sekitar pukul
mengakibatkan penyakit keracunan 12.30 petugas surveilans Dinas Kesehatan
makanan.1,2 Keracunan makanan masih Kabupaten Magelang menerima laporan dari
menjadi masalah kesehatan di Indonesia. petugas surveilans Puskesmas Bandongan
Pangan merupakan jalur utama penyebaran adanya 21 anak Sekolah Dasar Negeri (SDN)
patogen dan toksin yang diproduksi oleh Trasan 1 yang mengalami gejala pusing,
mikroba patogen. Pangan juga dapat sakit perut, mual, dan muntah. Anak yang
menimbulkan masalah serius jika diperiksa dengan dugaan keracunan
mengandung racun akibat cemaran kimia, makanan setelah mengonsumsi “cumi-

Kejadian Luar Biasa Keracunan “Cumi-Cumian” di Sekolah Dasar Negeri 1 Trasan Bandongan Kabupaten Magelang
Nasir Ahmad, Adi Isworo, Citra Indriani
MIK P-ISSN 2252-3413, E-ISSN 2548-6268
132
Media Ilmu Kesehatan Vol. 7, No. 2, Agustus 2018

cumian" (tepung digoreng tipis berbentuk batasan kontrol adalah anak SDN Trasan 1
cumi) dengan diberi rasa-rasa. Korban yang tidak mengalami gejala pusing, sakit
makan “cumi-cumian” sekitar pukul 09.00 perut, mual, muntah pada tanggal 4 Mei 2016
saat istirahat sesi pertama dan mulai muncul setelah istirahat pertama.
gejala sekitar pukul 09.30 dan kemudian
dibawa ke Puskesmas Bandongan pada HASIL DAN PEMBAHASAN
pukul 11.30. Pada tanggal 5 dan 7 Mei 2016 Berdasarkan hasil wawancara di SDN
tim KLB Dinas Kesehatan beserta karyasiswa Trasan 1 tanggal 7 Mei 2016, terdapat total
FETP melakukan investigasi bertujuan untuk 50 kasus yang diidentifikasi dari kelas 1 – 6.
1) Mengetahui gambaran besarnya KLB Gejala yang dirasakan adalah pusing (77%),
keracunan makanan, 2) Mengidentifikasi mual (42%), sakit perut (40%), dan muntah
agen penyebab dan cara penularan yang (8%).
berkontribusi terhadap kejadian KLB, 3)
Melakukan tindakan pengendalian KLB
sehingga dapat memberikan rekomendasi
agar terhindar dari kejadian serupa.

BAHAN DAN CARA PENELITIAN


Penelitian ini menggunakan analitik Gambar 1. Kurve epidemik KLB keracunan
makanan SDN 1 Trasan Bandongan,
deskriptif dan pemetaan sebagai gambaran Kabupaten Magelang
lokasi sebaran kasus. Populasi studi ini Tabel 1. Distribusi Kasus Dan Attack Rate
adalah anak kelas 1-6 di SDN Trasan 1. Data Berdasarkan Kelas
Attack
dikumpulkan melalui: 1) Wawancara dengan Populasi Percent
Kelas Kasus Rate
berisiko (%) (%)
panduan kuesioner terstruktur, 2) Observasi
1 14 2 4 14,3
kepada semua anak yang terpapar dan tidak 2 18 8 16 44,4
terpapar, 3) Pemeriksaan laboratorium 3 20 12 24 60,0
4 22 10 20 45,4
terhadap sampel makanan dari sisa makanan 5 23 10 20 43,5
siswa berupa cumi-cumian dan sausnya 6 19 8 16 42,1
Total 116 50 100
dikirim ke laboratorium Balai Besar Teknik
Sumber: Data primer 2016
Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Gejala sakit pertama kali muncul pada
Penyakit (BBTKL&PP). Definisi kasus adalah pukul 09.15 tanggal 04 Mei 2016 setelah
anak SDN Trasan 1 yang mengalami salah anak tersebut makan cumi-cumian pukul
satu atau lebih dari gejala pusing, sakit perut, 09.00. Kurva berikut menunjukkan penularan
mual, muntah pada tanggal 4 Mei 2016 penyakit secara common source dengan
setelah istirahat pertama. Sedangkan masa inkubasi 15-240 menit (mean 72,3

Kejadian Luar Biasa Keracunan “Cumi-Cumian” di Sekolah Dasar Negeri 1 Trasan Bandongan Kabupaten Magelang
Nasir Ahmad, Adi Isworo, Citra Indriani
MIK P-ISSN 2252-3413, E-ISSN 2548-6268
133
Media Ilmu Kesehatan Vol. 7, No. 2, Agustus 2018

menit). Sebagian besar kasus adalah anak terkontaminasi oleh bakteri. Penularan
laki-laki (54%). penyakit secara common source artinya
Attack rate berkisar antara 14,3-60 penularan keracunan makanan bersumber
tertinggi di kelas 3 (60%). Populasi at risk nya dari satu sumber yang berlangsung dalam
adalah sebanyak 116 anak dan yang sakit waktu yang cepat dan tidak menular antar
sebanyak 50 anak sehingga attack rate nya penderita.
50/116 = 43,1 Cumi-cumian dibuat dari bahan dasar
Tabel 2. Attack Rate Berdasarkan Jenis tepung kemudian digoreng dengan minyak
Makanan
Jumlah Jumlah Attack goreng. Setelah itu diberi saus perasa, ada
Jenis
No yang yang Rate rasa stroberi, bluberi, anggur, dan balado.
Makanan Makan Sakit (%)
1 Cumi- Saus cumi-cumian ini memiliki warna yang
cumian 67 50 74,6
mencolok dan jika saus terkena kulit,
2 Tempura 11 3 27,2
warnanya susah dihilangkan. Investigasi
3 Cimol 4 4 100
Sumber: Data Primer 2016 mendalam tidak dapat dilakukan karena
Tabel 2 menunjukkan bahwa attack pedagang dicari-cari kemana-mana tidak
rate terbesar 100% adalah Cimol namun ditemukan.
cimol tidak mewakili keseluruhan kasus. Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Sampel Makanan
Cumi-Cumian
Attack rate yang mewakili keseluruhan kasus
Jenis
dan memiliki attack rate yang besar yaitu Hasil
Pemeriksaan
74,6%.
Bacillus cereus Positif
Staphilococcus Negatif
aureus
Rhodamin B Positif dengan kadar 10
mg/kg
Sumber: Data Primer 2016
Sampel yang didapat hanya sampel
cumi-cumian. Pengambilan sampel cumi-
cumian ini didapat dari sisa makanan siswa
yang dibuang di tempat sampah. Sampel
dalam keadaan baik terbungkus oleh plastik
Gambar 2. Distribusi kasus berdesarkan yang tertutup. Sampel diambil dan
tempat
Cara penularan pada peristiwa dimasukkan ke dalam coolbox lalu dibawa ke
keracunan makanan di SDN Trasan 1 laboraturium. Pemeriksaan sampel makanan
Kecamatan Bandongan yaitu siswa membeli cumi-cumian dengan parameter uji

makanan di pedagang cumi-cumian. Diduga mikrobiologi dan kimia untuk melihat agen

makanan cumi-cumian tersebut sudah penyebab dari keracunan. Hasilnya

Kejadian Luar Biasa Keracunan “Cumi-Cumian” di Sekolah Dasar Negeri 1 Trasan Bandongan Kabupaten Magelang
Nasir Ahmad, Adi Isworo, Citra Indriani
MIK P-ISSN 2252-3413, E-ISSN 2548-6268
134
Media Ilmu Kesehatan Vol. 7, No. 2, Agustus 2018

menunjukkan cumi-cumian positif Bacillus Bacillus cereus merupakan bakteri


cereus dan terdapat kadar rhodamin B aerobik Gramitif atau fakultatif anaerobik,
sebesar 10 mg/kg. motil, pembentuk spora, berbentuk batang
Tindakan yang sudah dilakukan yaitu 1) yang tersebar luas di lingkungan. Keracunan
Pengobatan penderita dan edukasi akan timbul jika seseorang menelan bakteri
perawatan yang telah dilakukan oleh tim atau bentuk sporanya, kemudian bakteri
paramedis Puskesmas Bandongan; 2) bereproduksi dan menghasilkan toksin di
Investigasi epidemiologi dan pengambilan dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi

sampel makanan sisa makanan korban, serta pangan yang telah mengandung toksin

mengirimkannya ke BBTKL&PP di tersebut.5,6


Yogyakarta; 3) Penyuluhan di kelas 1-6 oleh Ada dua tipe toksin yang dihasilkan
karyasiswa dan dinas kesehatan tentang oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang
jajanan yang berbahaya. menyebabkan diare dan toksin yang
Gejala utama dan masa inkubasi pada menyebabkan muntah (emesis). Bakteri
kasus ini mengarah pada agen penyebab penghasil toksin penyebab muntah bisa
bakteri Staphilococcus aureus dan Bacillus mencemari pangan berbahan beras, kentang
cereus serta bahan kimia rhodamin B. tumbuk, pangan yang mengandung pati, dan
Proporsi Kasus sebagian besar berjenis tunas sayuran. Bakteri penghasil toksin
kelamin laki-laki. Namun, laki-laki dan penyebab diare bisa mencemari sayuran dan
perempuan memiliki proporsi yang hampir daging.6 Penyimpanan memiliki kemungkinan
sama sehingga jenis kelamin tidak berisiko terkontaminasi spora dan pertumbuhan
2 Bacillus cereus di bahan makanan.
untuk menimbulkan keracunan. Farmashinta
(2013) menyatakan bahwa keracunan Kepatuhan yang ketat dengan langkah-
makanan bukan penyakit yang menyerang langkah higienis standar dan persyaratan
salah satu organ khusus pada laki-laki atau suhu selama persiapan dan penyimpanan
perempuan, sehingga keracunan pangan makanan sangat diperlukan untuk mencegah
dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan wabah foodborne lanjut disebabkan oleh

dengan perbedaan yang acak dan dapat toksin Bacillus cereus.7

merata.4 Kurva epidemik menunjukkan Pada umumnya, bahaya akibat

common source dengan satu sumber pengonsumsian rhodamin B akan muncul jika
penularan dan berlangsung cepat. Gambaran zat warna ini dikonsumsi dalam jangka
gejala, masa inkubasi, dan jenis makanan panjang. Tetapi, perlu diketahui pula bahwa
maka agen penyebab paling potensial adalah rhodamin B juga dapat menimbulkan efek
Bacillus cereus didukung dengan hasil akut jika tertelan sebanyak 500 mg/kg, yang
laboratorium positif Bacillus cereus.

Kejadian Luar Biasa Keracunan “Cumi-Cumian” di Sekolah Dasar Negeri 1 Trasan Bandongan Kabupaten Magelang
Nasir Ahmad, Adi Isworo, Citra Indriani
MIK P-ISSN 2252-3413, E-ISSN 2548-6268
135
Media Ilmu Kesehatan Vol. 7, No. 2, Agustus 2018

merupakan dosis toksiknya. Efek toksik yang Diharapkan Puskesmas Bandongan


mungkin terjadi adalah iritasi saluran cerna.8 memberikan penyuluhan cara memproses
Penggunaan zat pewarna baik alami makanan secara higienis kepada penjual
maupun buatan sebagai bahan tambahan makanan sekolah di Bandongan.
makanan telah diatur dalam Peraturan Diharapkan Guru SDN 1 Trasan agar
Menteri Kesehatan RI Nomor mengawasi dan memperketat izin penjual
722/MenKes/Per/VI/88 mengenai Bahan makanan di sekolah dan memberikan
Tambahan Makanan, sedangkan zat warna penyuluhan kepada siswa tentang
yang dilarang digunakan dalam pangan kebersihan tangan saat menjamah makanan
tercantum dalam Peraturan Menteri dan keamanan pangan.
Kesehatan RI Nomor 239/MenKes/Per/V/85
mengenai Zat Warna Tertentu yang TERIMA KASIH
Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya. 1. drg. Maya Kristanti selaku Kepala
Dalam peraturan-peraturan tersebut, Puskesmas Bandongan
pemerintah mengatur bahan tambahan 2. dr. Hendarto, M.Kes selaku Kepala Dinas
makanan apa saja yang diperbolehkan dan Kesehatan Kabupaten Magelang, email:
batas maksimum penggunaannya. Salah dinkes@magelangkab.go.id
satu pewarna sintetis yang dilarang
digunakan sebagai bahan tambahan pangan KEPUSTAKAAN

adalah Rhodamin B.9,10 1. Chin, James,. Kandun, Nyoman (Editor).


Manual Pemberantasan Penyakit Menular.
Jakarta: CV. Infomedika; 2009
KESIMPULAN 2. WHO. http://www.searo.who.int diakses
tanggal 19 Mei 2016; 2015
Besar kemungkinan penyebab
3. Pusat Data dan Informasi. Ketahanan
keracunan adalah toksin yang dihasilkan Pangan Di Indonesia. Buletin Jendela
Data & Informasi (2); 2015
Bacillus cereus karena kadar rhodamin B
4. Farmashinta AR. Faktor Risiko Keracunan
dalam sampel terlalu kecil dapat Makanan dari Analisa Kasus yang Dirawat
Inap di Rumah Sakit Umum Daerah
menimbulkan keracunan akut.
(RSUD) Cibinong Kabupaten Bogor Jawa
Potensial cemaran diduga karena Barat Tahun 2008-2012. Depok: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
higena yang kurang baik dari pengolah
Indonesia; 2013
makanan dan penyimpanan makanan siap 5. Bottone, E. J. Bacillus cereus, a volatile
human pathogen. Clinical microbiology
kosumsi yang cukup lama yang reviews, 2010, 23(2), 382-398.
memungkinkan bakteri Bacillus cereus 6. Badan POM.
http://ik.pom.go.id/v2014/artikel/Keracunan -
memproduksi toksin yang menyebabkan Pangan-Akibat-Bakteri-Patogen3.pdf
keracunan. diakses tanggal 19 Mei 2016
7. Schmid, Daniela, et al. Elucidation of
enterotoxigenic Bacillus cereus
outbreaks

Kejadian Luar Biasa Keracunan “Cumi-Cumian” di Sekolah Dasar Negeri 1 Trasan Bandongan Kabupaten Magelang
Nasir Ahmad, Adi Isworo, Citra Indriani
MIK P-ISSN 2252-3413, E-ISSN 2548-6268
136
Media Ilmu Kesehatan Vol. 7, No. 2, Agustus 2018

in Austria by complementary
epidemiological and microbiological
investigations, 2013. International journal
of food microbiology, 2016, 232: 80-86
8. Badan POM.
http://ik.pom.go.id/v2015/artikel/Bahaya-
Rhodamin-B-sebagai-Pewarna-pada-
Makanan.pdf diakses tanggal 19 Mei 2016
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
722/MenKes/Per/VI/88 mengenai Bahan
Tambahan Makanan.
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 239/MenKes/Per/V/85 mengenai
Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan
Sebagai Bahan Berbahaya.

Kejadian Luar Biasa Keracunan “Cumi-Cumian” di Sekolah Dasar Negeri 1 Trasan Bandongan Kabupaten Magelang
Nasir Ahmad, Adi Isworo, Citra Indriani
MIK P-ISSN 2252-3413, E-ISSN 2548-6268
Judul : Kejadian Luar Biasa Keracunan “Cumi-Cumian” di Sekolah Dasar Negeri 1 Trasan
Bandongan Kabupaten Magelang

1. Karakteristik Orang
Kejadian tersebut mengakibatkan 50 kasus terjangkit keracunan makanan.

a. Distribusi Kasus dan Attack Rate Berdasarkan Kelas

Kelas Populasi Beresiko Kasus Attack Rate (%)

1 14 2 14,3

2 18 8 44,4

3 20 12 60,0

4 22 10 45,4

5 23 10 43,5

6 19 8 42,1

Total 116 50

Menurut tebel di atas dapat disimpulkan bahwa yang paling banyak terkena kasus
keracunan adalah kelas 3 SD dengan attack rate 60,0%. Populasi at risk nya sebanyak
116 anak dan yang sakit sebanyak 50 anak, sehingga attack rate nya 50/116 = 43,1%

b. Distribusi Kasus Berdasarkan Jenis Makanan

Jumlah yang Jumlah yang Attack Rate


No. Jenis Makanan (%)
Makan Sakit

1 Cumi-cumian 67 50 74,6

2 Tempura 11 3 27,2

3 Cimol 4 4 100

Berdasarkan table diatas, dapat disimpulkan bahwa attack rate yang mewakili
keseluruhan kasus yaitu jenis makanan cumi-cumian sebanyak 74,6%. Sedangkan
attack rate 100% adalah jenis makanan cimol, namun jenis makanan ini tidak
mewakili keseluruhan kasus.

c. Hasil Pemeriksaan Sampel Makanan Cumi-Cumian

Jenis Pemeriksanan Hasil

Bacillus cereus Positif

Staphilococcus aureus Negatif

Rhodamin B Postif dengan kadar 10 mg/kg

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa makanan cumi-cumian positif


mengandung Bacillus cereus dan terdapat kadar Rhodamin B sebesar 10 mg/kg, yang
merupakan agen penyebab dari keracunan.

d. Gejala yang Dirasakan


Gejala yang dirasakan oleh siswa yang keracunan yaitu pusing 77%, mual 42%, sakit
perut 40%, dan muntah 8%

e. Usia

Usia Penderita (orang)

Kelas 1 SD (6-7 tahun) 2/50

Kelas 2 SD (7-8 tahun) 8/50

Kelas 3 SD (8-9 tahun) 12/50

Kelas 4 SD (9-10 tahun) 10/50

Kelas 5 SD (10-11 tahun) 10/50

Kelas 6 SD (11-12 tahun) 8/50

Dari penelitian tersebut didapatkan data bahwa yang paling banyak mengalami keracunan
makanan pada usia 8-9 tahun.
f. Jenis Kelamin
Penelitian tersebut didapatkan data bahwa penderita demam berdarah dengue paling
banyak adalah jenis kelamin laki-laki. Penderita demam berdarah dengue perempuan
berjumlah 23 orang dan laki-laki 27 orang.

2. Karakteristik Tempat
Keracunan makanan terjadi di SDN 1 Trasan, Kecamatan Bandongan, Kabupaten
Magelang. Setelah siswa muncul gejala – gejala pusing, mual, sakit perut dan muntah,
para siswa di bawa ke Puskesmas Bandongan.

Menurut denah sekolah tersebut, didapatkan hasil bahwa kasus keracunan yang paling
banyak dialami siswa adalah kelas yang lebih dekat dengan penjual cumi-cumi.

3. Karakteristik Waktu
Kejadian Luar Biasa terjadi pada tanggal 4 Mei 2019. Para siswa memakan makanan
tersebut pada istirahat pertama tepatnya pada pukul 9.00. Kemunculan gejala pertama,
pada pukul 9.15 dan dibawa ke Puskesmas Bandongan pada pukul 11.30. Dari hal
tersebut didapatkan masa inkubasinya adalah 15-240 menit.
Kurva Epidemik KLB Keracunan Makanan
25
Mulai Makan
20

15
Total

10

0
8.30 9.00 9.30 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 13.00 13.30 14.00 14.30

Time

Das könnte Ihnen auch gefallen