Sie sind auf Seite 1von 14

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH FARMAKOLOGI


OBAT ANTIHISTAMIN

DISUSUN OLEH :

AGIN NOVITA (18/426127/SV15269)


LAILI AMILIA (18/426142/SV/15284)
HAYU NABILA (18/426140/SV/15282)
NABILA FEBRIANI (18/426149/SV/15291)
NOVIA ANI SUSILOWATI (18/431848/SV15819)
TAMA (18/431854/SV/15825)
VERONIKA NOVELIA S. (18/431855/SV/15826)
YUMNA ROHMA (18/431856/SV/15827)

PROGRAM STUDI DIPLOMA REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

SEKOLAH VOKASI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2019
i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

A. OBAT ANTIHISTAMIN................................................................................................ 1

B. MEKANISME KERJA DAN EFEK ANTIHISTAMIN ................................................ 2

1. Farmakokinetik ............................................................................................................... 2

2. Farmakodinamik ............................................................................................................. 3

C. MACAM JENIS ANTIHISTAMIN ............................................................................... 4

D. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI ANTIHISTAMIN............................................ 6

E. KESIMPULAN ............................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. iii

ii
A. OBAT ANTIHISTAMIN

Antihistamin merupakan obat yang sering dipakai dibidang dermatologi, terutama


untuk kelainan kronik dan rekuren. Antihistamin adalah zat yang dapat mengurangi atau
menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin. Ada
empat tipe reseptor histamin, yaitu H1, H2, H3, dan H4 yang keempatnya memiliki fungsi
dan distribusi yang berbeda. Pada kulit manusia hanya reseptor H1 dan H2 yang berperan
utama. Blokade reseptor oleh antagonis H1 menghambat terikatnya histamin pada reseptor
sehingga menghambat dampak akibat histamin misalnya kontraksi otot polos, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah dan vasodilatasi pembuluh darah.

Antihistamin (antagonis histamin adalah zat yang dapat mengurangi atau


menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblokir reseptor histamin.
Histamin merupakan derivat amin dengan berat molekul rendah yang diproduksi dari L-
histidine. Ada empat jenis reseptor histamin, namun yang dikenal secara luas hanya
reseptor histamin H1 dan H2. Reseptor H1 ditemukan pada neuron, otot polos, epitel dan
endotelium. Reseptor H2 ditemukan pada sel parietal mukosa lambung, otot polos,
epitelium, endotelium, dan jantung. Sementara reseptor H3 dan H4 ditemukan dalam
jumlah yang terbatas. Reseptor H3 terutama ditemukan pada neuron histaminergik, dan
reseptor H4 ditemukan pada sum-sum tulang dan sel hematopoitik perifer. stilah
antihistamin pertama kali ditujukan pada reseptor antagonis H1 yang digunakan untuk
terapi penyakit inflamasi dan alergi. Antagonis reseptor H1 dapat dibagi menjadi generasi
pertama dangenerasi kedua.

Antihistamin H1 generasi kedua lebih direkomendasikan dalam penanganan


urtikaria kronis karena lebih aman pada pemakaian jangka lama. Pada beberapa tahun
belakangan dikenal beberapa antihistamin H1 generasi kedua yang baru, yaitu Bilastine
dan Rupatadine. Kedua antihistamin baru ini memiliki keunggulan masing-masing
dibandingkan antihistamin generasi kedua sebelumnya. Bilastine merupakan antihistamin

1
H1 paling aman terhadap kardiovaskuler, dan Rupatadine selain juga aman terhadap
kardiovakuler, juga memilki efek terhadap platelet activating factor.

Bilastine merupakan antihistamin H1 yang baru dikenal luas dalam terapi


rhinokonjungtivitis dan urtikaria pada dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun. Bilastine
tidak dimetabolisme di hati, relatif aman, tidak menyebabkan efek kolinergik dan tidak
menyebabkan perubahan yang signifikan pada pemeriksaan laboratorium, vital sign, dan
gelombang EKG. Struktur Bilastin tidak berasal dari antihistamin lain, tidak juga metabolit
atau enansiomer dari antihistamin lainnya. Sama dengan antihistamin lainnya, Bilastin
merupakan antagonis reseptor H1. Bilastin berikatan dengan reseptor H1 dengan afinitas
sama dengan astemizol dan diphenhydramin, dan lebih kuat dari cetirizin dan fexofenadin.
Bilastin bekerja lebih selektif pada reseptor H1, dan sedikit bahkan tidak ada pada reseptor
H2, H3, H4, muskarinik, α1-dan β2 adrenergik, bradikinin B1, Leukotrien D4 dan reseptor
calcium. Bilastin tidak dimetabolisme di sel hati manusia dan tidak menghambat atau
menginduksi aktivitas enzim sitokrom P450.

Rupatadin merupakan salah satu antihistamin H1 non sedatif yang modern, dimana
juga mempunyai efek tambahan berupa antagonis platelet activating factor (PAF). Secara
komersial Rupatadin tersedia dalam bentuk sediaan tablet 10 mg di Spanyol dan beberapa
negara eropa lainnya. Di Jerman Rupatadin digunakan untuk terapi rinitis dan urtikaria
kronik pada dewasa dan anak-anak lebih dari 12 tahun dengan nama dagang Rupafin sejak
1 Agustus 2008 dan Urtimed sejak tahun 2010. Rupatadin berikatan lebih selektif dengan
reseptor H1 di jaringan paru dibandingkan di jaringan otak (serebelum).

B. MEKANISME KERJA DAN EFEK ANTIHISTAMIN

1. Farmakokinetik
Pada pemberian oral dan parenteral AH-1 biasanya muncul efek dalam waktu
15-30 menit dan maksimal pada waktu 1 jam. Efek ini bertahan selama 4 – 24jam.
Pada pemberian intramuskular atau intravena masa kerja lebih panjang mencapai
waktu 20jam, sehingga dapat diberikan 1 atau 2 kali dalam sehari. AH-1
didistribusikan ke seluruh tubuh melewati sawar darah-otak dan plasenta serta
diekskresikan melalui air susu ibu. Obat tersebut di metabolisme pada hati. Ekskresi
antihistamin terutama melalui ginjal dan dikeluarkan melalui urin. Pemberian jangka
lama beberapa jenis AH-1 dapat menyebabkan subsensitivitas.

2
2. Farmakodinamik
a. Mekanisme Kerja H1
Menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam
macam otot polos. Selain itu AH1(AntiHistamin1) bermanfaat untuk mengobati
reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin
endogen berlebihan.
Farmakodinamik H1 yaitu memblock reseptor H1 dengan efek terhadap
penciutan bronchi, usus, dan Rahim terhadap ujung saraf(vasodilatasi, naiknya
permeabilitas).
b. Farmakodinamik H2
Simetidine dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversible. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung,
sehingga pada pemberian simetidine atau ranitidine sekresi cairan lambung akan
dihambat. Pengaruh fisiologi simetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya,
tidak begitu penting. Walau tidak lengkap simetidin dan renitidin dapat
menghambat sekresi cairan lambung akibat perangsangan obat muskarinik atau
gastrin. Semistisin dan ranitidine mengurangi volume dan kadar ion hydrogen
cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan
pepsinogen menjadi pepsin juga menurun.
Famotidine merupakan AH2 sehingga dapat menghambat sekresi asam
lambung pada keadaan basal, malam dan kibat distimulasi oleh pentagastrin.
Famotidine 3x lebih proten daripada ranitidine dan 20x lebih proten daripada
simetidin.
Potensi nizatidine dalam menghambat sekresi asam lambung kurang lebih
sama dengan ranitidine.
c. Antihistamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulant dan memperkuat
kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit
Alzheimer’s dan Schizophrenia. Contoh obatnya adalah Ciproxifan dan
Clobenpropit.
d. Antihistamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator sedang diteliti khasiatnya sebagai
antiinflamasi dan analgesic. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa obat lainnya

3
juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik
dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai
antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin. Mampu mencegah
penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast sehingga mencegah
degranulasinya.

C. MACAM JENIS ANTIHISTAMIN


1. Anti histamin generasi pertama (AH1)
Obat anti histamin generasi pertama umumnya harus diminum berulang, khasiat
meredakan alerginya tidak tahan lama, dan menimbulkan efek samping mengantuk.
a. Golongan obat Ethanolamin
1) Diphenhydramine
Obat ini dapat membantu meredakan reaksi alergi seperti bersin, mata gatal,
atau tenggorokan gatal. Obat ini juga dapat digunakan untuk mengobati serta
mengurangi kemerahan akibat gatal di tubuh.
2) Dymenhydrinate
Obat ini dapat digunakan sebagai pencegahan dan mengobati gejala mual,
muntah, dan pusing akibat mabuk perjalanan.
3) Carbinoxamine
Obat ini digunakan untuk meringankan gejala seperti pilek, alergi, atau penyakit
pernapasan lainnya. Obat ini juga bisa digunakan sebagai obat dekongestan
yang meringankan hidung tersumbat.
b. Golongan obat Ethylamineddiamine
1) Tripelennamine
Obat ini digunakan untuk mengobati bersin, pilek, mata berair, gatal, ruam, dan
gejala lain dari alergi dan flu.
c. Golongan obat Alkylamine
1) Brompheniramine
Obat ini digunakan untuk mengatasi hidung berair, bersin, gatal, serta mata
berair akibat alergi atau flu.
2) Chlorpheniramine maleat
Obat ini digunakan untuk membantu meredakan pilek, bersin, mata gatal atau
berair, dan hidung dan tenggorokan gatal akibat alergi. Obat ini juga membantu
meringankan alergi pernapasan lainnya.

4
d. Golongan obat Piperazin
1) Cyclizine
Obat ini digunakan untuk mencegah atau mengobati mual, muntah, dan pusing
yang disebabkan oleh mabuk perjalanan.
2) Meclizine
Obat ini digunakan untuk mencegah atau mengobati mual, muntah, dan pusing
yang disebabkan oleh mabuk perjalanan.
3) Hydroxyzine
Obat ini digunakan untuk mengatasi gatal-gatal akibat alergi.
e. Golongan obat Phenothiazine
1) Promethazin
Obat ini digunakan untuk mengobati alergi seperti gatal, pilek, bersin, mata
gatal, atau mata berair. Obat ini biasanya digunakan dengan kombinasi obat-
obatan lain untuk mengobati anafilaksis akibat reaksi alergi parah.
f. Lain-lain
1) Cyproheptadine
Obat ini digunakan untuk meredakan gejala alergi seperti mata berair, mata
gatal, hidung gatal, dan bersin-bersin.
2. Anti histamin generasi kedua
Obat antihistamin generasi kedua adalah obat yang dibuat untuk menyempurnakan obat
generasi pertama. Obat ini mengurangi efek samping obat generasi pertama yaitu
mengantuk. Obat ini juga bekerja lebih lama di tubuh sehingga tidak membutuhkan
dosis yang banyak.
a. Cetirizine
Cetirizine adalah salah satu jenis obat antihistamin generasi kedua yang banyak
diresepkan untuk alergi ringan.
b. Loratadine
Loratadine adalah obat yang digunakan untuk mengobati alergi dan cenderung
dianjurkan untuk yang punya reaksi gatal-gatal.
c. Fexofenadine
Obat ini digunakan untuk meringankan gejala alergi termasuk bersin, mata merah,
gatal, atau berair.

5
D. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI ANTIHISTAMIN
Harap berhati-hati dalam menggunakan obat anti histamin jika menderita gangguan
ginjal, gangguan hati, tukak lambung, obstruksi usus, infeksi saluran kemih, pembengkakan
prostat, dan glaukoma. Ibu hamil, ibu menyusui, atau wanita yang sedang merencanakan
kehamilan, perlu menyesuaikan jenis dan dosis antihistamin menurut anjuran dokter. Hati-
hati jika ingin memberikan antihistamin pada anak-anak. Penggunaan tiap jenis obat
antihistamin berbeda-beda dan disesuaikan dengan usia. Jika diresepkan obat antihistamin
golongan pertama, hindari mengonsumsi zat alkohol atau minuman beralkohol karena dapat
memperparah efek rasa kantuk. Beri tahu dokter jika sedang menggunakan antihistamin
bersama dengan obat-obatan lainnya, termasuk produk herba, karena dikhawatirkan dapat
menyebabkan efek samping yang membahayakan.

Antihistamin yang menyebabkan kantuk mempunyai aktivitas antimuskarinik yang


nyata dan harus digunakan dengan hati-hati pada hipertrofi prostat, retensi urin, pasien
dengan risiko glukoma sudut sempit, obstruksi pyloroduodenal, penyakit hati dan epilepsi.
Dosis mungkin perlu diturunkan pada gangguan ginjal. Anak dan lansia lebih mudah
mendapat efek samping. Penggunaan pada anak di bawah 2 tahun tidak dianjurkan kecuali
atas petunjuk dokter dan tidak boleh digunakan pada neonatus. Banyak antihistamin harus
dihindari pada porfiria, meskipun beberapa (misalnya klorfenamin dan setirizin)
diperkirakan aman.

Indikasi dan kontraindikasi obat antihistamin :


1. Akrivastin
Indikasi: gejala alergi seperti hay fever, urtikaria.
Kontraindikasi: hipersensitif pada akrivastin atau triprolidin, hindari pada
gangguan ginjal.
2. Astemizol
Indikasi: gejala alergi seperti hay fever, urtikaria.
Kontraindikasi: kehamilan, menyusui.
3. Azatadin Maleat
Indikasi : gejala alergi seperti hay fever, urtikaria
Kontraindikasi : lihat antihistamin di depan; bayi baru lahir dan prematur; pasien
yang mendapat penghambat MAO; hipersensitivitas, serangan asma akut.

6
4. Bepotastin besilat
Indikasi : Rhinitis alergi, urtikaria
Kontraindikasi : hipersensitivitas
5. Brompheniramin Maleat
Indikasi : mengatasi gejala alergi seperti hay fever, pruritus, urtikaria
Kontraindikasi : -
6. Deksklorfeniramin Maleat
Indikasi : gejala alergi seperti rinitis alergi, urtikaria, saluran napas atas sistemik.
Kontraindikasi : bayi baru lahir, prematur, pasien dalam terapi penghambat MAO,
serangan asma akut.
7. Desloratadin
Indikasi : gejala yang berkaitan dengan rinitis alergi seasonal (SAR), urtikaria
idiopatik kronis.
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap desloratadin, kehamilan, menyusui.
8. Desloratadin+ Pseudoefedrin Sulfat
Indikasi : untuk melegakan gejala nasal dan non nasal pada rhinitis alergi,
termasuk hidung tersumbat.
Kontraindikasi : hipersensitif, glaukoma sudut sempit, retensi urin, pasien yang
menerima pengobatan penghambat MAO atau baru berhenti pengobatan dalam
14 hari, hipertensi berat, penyakit arteri koroner berat, riwayat stroke hemoragik
atau risiko terjadi stroke hemoragik.
9. Difenhidramin Hidroklorida
Indikasi : antihistamin, antiemetik, anti spamodik; parkinsonisme, reaksi
ekstrapiramidal karena obat; anak dengan gangguan emosi.
Kontraindikasi : bayi baru lahir atau prematur; menyusui; lihat juga keterangan
di atas.
10. Feksofenadin HCL
Indikasi : gejala alergi yang berkaitan dengan rinitis alergi pada anak 6-11 tahun.
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap feksofenadin dan komponennya.
11. Feniramin Maleat
Indikasi : gejala alergi seperti hay fever, urtikaria.
Kontraindikasi : hipertrofi prostat berat, serangan asma akut, bayi prematur; lihat
juga keterangan di atas.
12. Hidroksizin Hidroklorida
7
Indikasi : pruritus, ansietas (penggunaan jangka pendek)
Kontraindikasi : riwayat hipersensitivitas; lihat juga keterangan di atas.
13. Homoklorsiklizin Hidroklorida
Indikasi : gejala alergi seperti rinitis alergi, urtikaria.
Kontraindikasi : -
14. Klesmastin
Indikasi : gejala alergi seperti hay fever, urtikaria.
Kontraindikasi : -
15. Klorfeniramin Maleat
Indikasi : gejala alergi seperti hay fever, urtikaria; pengobatan darurat reaksi
anafilaktik.
Kontraindikasi : serangan asma akut, bayi prematur.
16. Levosetirizin Dihidroklorida
Indikasi : gejala alergi yang berkaitan dengan rhinitis alergi seasonal (termasuk
gejala okular), rhinitis alergi menahun, urtikaria idiopati kronis.
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap levosetirizin atau komponen penyusunnya
atau derivat piperasinPenderita gangguan ginjal berat dengan klirens kreatinin
kurang dari 10 mL/menit, kehamilan dan menyusui .
17. Loratadin
Indikasi : gejala alergi seperti hay fever, urtikaria.
Kontraindikasi : bayi prematur dan bayi baru lahir, asma akut, kehamilan dan
menyusui
18. Loratadin + Pseudoefedrin Sulfat
Indikasi : Mengurangi gejala hidung tersumbat, bersin, rinorea, lakrimasi yang
berkaitan dengan rinitis alergi dan flu.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, pasien yang menerima pengobatan
penghambat MAO atau baru berhenti pengobatan dalam 14 hari, glaukoma sudut
sempit, retensi urin, hipertensi berat, penyakit arteri koroner berat, hipertiroid,
dan anak di bawah 12 tahun.
19. Mebidrolin Napadisilat
Indikasi : gejala alergi seperti hay fever, urtikaria, rinitis alergi, gigitan serangga.
Kontraindikasi : adenoma prostat yang terkait dengan retensi urin, glaukoma
sudut sempit, serangan asma akut, bayi prematur.

8
20. Mekuitazin
Indikasi : gejala alergi seperti hay fever, urtikaria.
Kontraindikasi : glaukoma, adenoma prostat; lihat keterangan di atas.
21. Oksatomid
Indikasi : gejala alergi seperti hay fever, urtikaria, alergi makanan.
Kontraindikasi : -
22. Oksomemazin
Indikasi : gejala alergi kulit dan respirasi, batuk
Kontraindikasi : -
23. Prometazin Hidroklorida
Indikasi : gejala alergi seperti hay fever, urtikaria, pengobatan darurat reaksi
anafilaktik; premedikasi, sedasi dan motion sickness
Kontraindikasi : pasien koma, serangan akut asma, bayi prematur; lihat juga
keterangan di atas.
24. Rupatadin
Indikasi : rinitis alergi untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa.
Kontraindikasi : hipersensitivitas
25. Setirizin HCL
Indikasi rinitis menahun, rinitis alergi seasonal, konjungtivitis, pruritus, urtikaria
idiopati kronis.
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap obat dan komponennya, kehamilan dan
menyusui
26. Setirizine HCL + Pseudoefedrin
Indikasi : kongesti nasal, bersin, pruritus nasal dan okular yang mengikuti flu dan
rhinitis alergi potensial dan musiman.
Kontraindikasi : hipersensitif, hipertensi/penyakit arteri koroner, insufisiensi
ginjal, hipertiroid tidak terkontrol, aritmia berat, peningkatan tekanan intraokular,
retensi urin, pengguna obat beta bloker, amfetamin.
27. Siproheptadin Hidroklorida
Indikasi : gejala alergi seperti hay fever, urtikaria, migren.
Kontraindikasi : bayi baru lahir atau prematur, hipertrofi prostat, porfiria, pasien
usia lanjut; lihat juga keterangan di atas.

9
28. Terfenadin
Indikasi : gejala alergi seperti hay fever, urtikaria.
Kontraindikasi : hipersensitif, menyusui. Hindari penggunaan bersama astemizol.
Hindari pada gangguan hati yang jelas. Hindari pada hipokalemia atau diduga
terjadi pemanjangan interval QT. Hindari pemakaian bersama obat obat
aritmogenik seperti anti aritmia, antipsikotik, anti depresan trisiklik dan obat obat
yang menimbulkan gangguan keseimbangan elektrolit seperti diuretik.
29. Triprolidin Hidroklorida
Indikasi : gejala alergi seperti hay fever, urtikaria.
Kontraindikasi :
30. Triprolidin HCL + Pseudoefedrin HCL
Indikkasi : Meringankan pilek dan alergi pernapasan hidung.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap triprolidin HCl, pseudoefedrin HCl,
akrivastin, serta obat simpatomimetik lain.

E. KESIMPULAN
Antihistamin merupakan obat yang sering dipakai dalam bidang dermatologi.
Antihistamin merupakan zat yang menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan
cara memblokir jalan histamin. Reseptor histamin memiliki empat reseptor, yakni H1,
H2, H3, dan H4. Antagonis reseptor H1 dapat dibagi menjadi dua, yaitu generasi
pertama dan generasi kedua. Namun, generasi kedua lebih direkomendasikan karena
lebih aman dalam pemakaian jangka panjang.

Pemberian antihistamin akan muncul efek dalam waktu 15-30 menit dan bertahan
sekitar 4-24 jam. Obat akan dimetabolisme dalam tubuh melalui hati dan diekskresikan
melalui ginjal dan dikeluarkan bersama urin. Mekanisme obat histmin ini akan
menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot
polos. Selain itu obat ini memiliki fungsi meredakan hipersensifitas atau keadaan lain
yang disertai pelepasan histamine endogen yang berlebihan.

Macam-macam obat histamine pada generasi pertama yaitu golongan obat


methanolamin (dypenhydramine, dymenhydrinate, carbinoxamine), golongan obat
ethylamineddiamine (tripelennamine), golongan obat alkylamine (brompheniramine,
Chlorpheniramine maleat), golongan piperazin (cyclizine, meclizine, hydroxyzine),

10
golongan obat phenothiazine (promethazin), dan lain-lain (cyproheptadine). Sedangkan
obat histamine generasi kedua yaitu cetrizine, loratadine, fexofenadine.

Untuk penderita gangguan ginjal, hati, tukak lambung, obstruksi usus, infeksi
saluran kemih, pembengkakan prostat, glaucoma, ibu hamil dan menyusui, atau wanita
yang sedang merencanakan kehamilan perlu berhati-hati dalam penggunaan obat
antihistamin dan harus sesuai anjuran dan resep dokter. Apabila diresepkan obat
antihistamin golongan pertama sebaiknya menghindari konsumsi alkohol atau zat yang
mengandung alkohol karena dapat menyebabkan kantuk.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2014, No Title, https://id.scribd.com/doc/200705415/Tugas-Makalah-


AntiHistamin-Deny-docx#, 2014, .

Anonim, 2014, No Title, https://id.scribd.com/doc/199824213/obat-golongan-


ANTIHISTAMIN, 2014, .

Pustaka, T., 2018, Antihistamin terbaru dibidang dermatologi, 7, Supplement 4, 61–65.

Putra, I.., 2008, Pemakaian Antihistamin pada Anak,

iii

Das könnte Ihnen auch gefallen