Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ABSTRACT
This study aims to: (1) analyze the management model of KPHL utilization block Unit VI which is in
Talawaan Micro Watershed (MDM) Model with Geographical Information System (GIS), (2) Arrange
alternative direction for management priority with a combination of GIS and Analytical Hirarchy Process (
AHP) as well as policy directions related to land tenure in forest areas that are in the utilization block of Unit
VI KPHL which are in Talawaan Micro Watershed (MDM) Model. The study was conducted for 3 (three)
months, starting from March to May 2017. The research location was the utilization block of Unit VI KPHL
located in the Talawaan Micro Watershed (MDM) Model Area. Data collection methods use primary data and
secondary data. Primary data is data obtained or collected by researchers directly from data sources in the
field. Secondary data in this study in the form of maps and supporting documents related to KPHL Unit VI,
namely: Map of Forest and Conservation Areas of North Sulawesi Province, digital data of the Micro
Watershed Model (MDM) area of Talawaan Sub-watershed, slope class map and soil type map . In addition,
the Forest Management Book and the KPHL Unit VI Long-Term Forest Management Plan Book (RPHJP) as
well as maps and other supporting documents. Analysis of the data used in this study uses a) Estimating the
amount of erosion using the Universal Soil Loss Equation (USLE) formula, used to calculate the estimated
erosion rates carried out at each land use unit (LMU) expressed in tonnes ha-1 year-1, then used as a
coefficient on the ecological target approach. b) Analytical Hierarchy Process (AHP) is used to prepare
alternatives for decision making. The results of this study indicate that land units (LMU) formed in the
research area were 26 LMU with a total area of 798.47 hectares spread over four forest areas, namely: in
Protected Forests (HL) Mt. Klabat totaling 8 polygons with an area of 487.76 hectares, HL Gn. Wiau totaling 4
polygons with an area of 148.79 hectares, Gn Saoan Limited Production Forest (HPT) as many as 12 polygons
with an area of 132, 80 hectares, Gn Wiau HPT totaling 2 polygons with an area of 29.12 hectares. Based on
the erosion hazard index there are 9 units of very light land, 2 units of light category, 3 units of medium
category and 11 units of land category. The Management Model formed in the study area is in the form of a
Social Forestry Program with a Community Forest Management Model (HKm) and Community Plantation
Forest (HTR), with each management period of 35 years and can be extended thereafter. Directions
Management priority according to AHP analysis with economic, ecological and social objectives is to
implement a management model with Land Utilities Type (LUT) Agrorestry, enrichment LUT and
reforestation LUT. With an economic target weighting of 429 points, an ecological target value of 143 points
and a social target value of 429 points. The direction of the Government's policy for the completion of land
tenure in this forest area is to provide access to the management of the area in the form of a Social Forestry
Program with the Community Forest Management (HKm) and Community Forest Plantation (HTR) Models.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menganalisis model pengelolaan blok pemanfaatan KPHL Unit VI
yang berada pada Model Mikro DAS (MDM) Talawaan dengan System Informasi Geografis (SIG), (2)
Menyusun alternatif arahan prioritas pengelolaan dengan kombinasi SIG dan Analytical Hirarchy Process
(AHP) serta arahan kebijakan terkait penguasaan tanah pada kawasan hutan yang berada pada blok
pemanfaatan KPHL Unit VI yang berada pada Model Mikro DAS (MDM) Talawaan. Penelitian dilakukan
selama 3 (tiga) bulan, mulai bulan Maret sampai Mei 2017. Lokasi penelitian adalah blok pemanfaatan KPHL
Unit VI yang berada pada areal Model DAS Mikro (MDM) Sub-Sub DAS Talawaan. Metode pengumpulan
data menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya di lapangan. Data sekunder dalam penelitian ini berupa
Peta dan dokumen penunjang yang berhubungan dengan KPHL Unit VI yaitu : Peta Kawasan Hutan dan
Konservasi Perairan Provinsi Sulawesi Utara, data digital areal Model DAS Mikro (MDM) Sub-Sub DAS
Talawaan, peta kelas lereng dan peta jenis tanah. Selain itu buku Tata Hutan dan Buku Rencana Pengelolaan
Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHL Unit VI serta peta dan dokumen penunjang lainnya. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan a) Pendugaan besaran erosi dengan menggunakan rumus
Universal Soil Loss Equation (USLE), digunakan untuk menghitung pendugaan besar erosi dilakukan pada
setiap unit penggunaan lahan (LMU) yang dinyatakan dalam ton ha-1 tahun-1, selanjutnya dijadikan koefisien
pada pendekatan sasaran ekologi. b) Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk menyiapkan
alternatif-alternatif didalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa satuan Unit
lahan (LMU) yang terbentuk pada wilayah penelitan sebanyak 26 LMU dengan luas keseluruhan 798,47 hektar
yang tesebar pada empat kawasan hutan yaitu : di Hutan Lindung (HL) Gn. Klabat sebanyak 8 polygon dengan
luas 487.76 hektar, HL Gn. Wiau sebanyak 4 polygon dengan luas 148,79 hektar, Hutan Produksi Terbatas
(HPT) Gn Saoan sebanyak 12 polygon dengan luas 132, 80 hektar, HPT Gn Wiau sebanyak 2 polygon dengan
luas 29,12 hektar. Berdasarkan Indeks kerawanan erosi terdapat lahan dengan kategori sangat ringan sebanyak
9 unit lahan, kategori ringan sebanyak 2 unit lahan, kategori sedang sebanyak 3 unit lahan dan lahan kategori
berat sebanyak 11 unit lahan. Model Pengelolaan yang terbentuk pada wilayah penelitian berupa Program
Perhutanan Sosial dengan Model Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Tanaman Rakyat
(HTR), dengan masing-masing jangka waktu pengelolaan selama 35 tahun dan dapat diperpanjang sesudahnya.
Arahan Prioritas pengelolaan sesuai analisa AHP dengan sasaran ekonomi, ekologi dan sosial adalah dengan
melaksanakan model pengelolaan dengan Land Utilities Type (LUT) Agrorestry, LUT pengkayaan dan LUT
reboisasi. Dengan bobot nilai sasaran ekonomi sebesar 429 poin, bobot nilai sasaran ekologi 143 poin dan
bobot nilai sasaran sosial sebesar 429 poin. Arahan kebijakan Pemerintah untuk penyelesaian penguasaan
tanah dalam kawasan hutan ini adalah dengan memberikan akses pengelolaan kawasan berupa Program
Perhutanan Sosial dengan Model Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Tanaman Rakyat
(HTR).
2
fungsi ekonomis hutan menjadi lebih kawasan hutan c). Meningkatkan devisa sektor
dominan, sedangkan fungsi ekologis dan fungsi kehutanan non kayu dan d). Terciptanya lapangan
sosial hutan kurang mendapat perhatian sehingga kerja baru di sektor kehutanan yang berasal dari
banyak mengalami gangguan dan kerusakan komoditi HHBK. Produktifitas HHBK juga sangat
sehingga, dibutuhkan suatu kelembagaan untuk tergantung pada kemampuan lahan dan keragaman
memastikan agar pengelolaan secara ekonomi dan jenis HHBK itu sendiri.
ekologi dapat berjalan dengan baik. Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan P.6/Menhut-II/2009 tanggal 29 Januari 2009 tentang
(KPH) di Indonesia dipandang sebagai solusi pembentukan wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan
strategis untuk melakukan kegiatan yang (KPH) bahwa kriteria dan indikator dalam
berorientasi pada perencanaan spasial dengan pembentukan wilayah KPH mempertimbangkan
memperhatikan kondisi sosial ekonomi lokal serta diantaranya : a.karakteristik lahan; b.tipe hutan; c.
menyatukan arah pelaksanaan kegiatan Pemerintah, fungsi hutan; d.kondisi daerah aliran sungai.
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kriteria dan indicator dalam pembentukan KPH ini
Kota (Kartodihardjo 1998, Kartodihardjo et al. 2011, umumnya berbentuk data spasial atau keruangan
Baplan 2006a). Menurut Kartordihardjo (2011) yang yang berorientasi geografis, memiliki sistem
bahwa integrasi instrumen dan sumberdaya yang ada koordinat tertentu dan informasi deskriptif. Data
untuk mewujudkan transformasi dan desentralisasi spasial dilambangkan dengan titik, garis, dan
kepemerintahan dan kelembagaan pengelolaan hutan polygon. Kumpulan titik, garis dan Polygon inilah
dapat disinergikan. Semangat pembangunan KPH yang kelak akan membentuk Blok-Blok tertentu
telah masuk didalam Rencana Strategis (Rentrsa) pada wilayah KPH.
Kementerian Kehutanan tahun 2010-2014 yang Blok-blok pada KPH terdiri atas petak-
berisikan delapan program Kementerian Kehutanan petak yang dibentuk dengan metoda desk analisk
dan satu diantaranya adalah program tersebut berdasarkan satuan pemetaan lahan atau Land
pembentukan dan penetapan pembangunan 120 Unit mapping Unit (LMU) yang didesain dengan
KPH diseluruh Indinesia. mengikuti batas alam maupun menggunakan
Unit-Unit KPH yang berada di Provinsi pendekatan Micro Catchment Area atau areal
Sulawesi Utara telah ditetapkan dengan Keputusan model DAS mikro (MDM) dengan menghitung
Menteri Kehutanan Nomor: SK.796/Menhut- kondisi biogeofisik lokasi setempat. Model DAS
VII/2009 tanggal 7 Desember 2009 yang terdiri dari Mikro merupakan suatu wadah pengelolaan DAS
sembilan Unit KPH yang meliputi 4 unit KPHL dan
dalam skala lapang yang digunakan sebagai
5 unit KPHP. Satu diantara KPHL yang telah siap
tempat untuk memperagakan proses partisipatif
beroperasi adalah KHPL Unit VI yang berada pada
wilayah Kabupaten Minahasa Utara, Kota Bitung dalam pengelolaan kegiatan rehabilitasi hutan dan
dan sebagian kecil diwilayah Kota Manado dengan lahan, teknik-teknik konservasi tanah dan air,
wilayah pengelolaan seluas 27.100,52 ha. Guna usaha tani yang sesuai dengan kemampuan lahan,
mengimplemantasikan program yang telah disusun sosial ekonomi dan kelembagaan masyarakat.
dan sebagai dasar pengelolaan KPHL Unit VI, telah Salah satu model DAS yang berada di
disyahkannya buku Rencana Pengelolaan Hutan wilayah KPHL Unit VI adalah Model DAS Mikro
Jangka Panjang (RPHJP) KPHL Unit VI. Buku (MDM) Sub-Sub Das Talawaan dengan luas
RPHJP memuat visi KPHL Unit VI tahun 2016 - 3.579 ha yang merupakan daerah hulu sub DAS
2025 adalah terwujudnya fungsi hidrologi dan Talawaan dan merupakan bagian dari Satuan
optimalnya hasil hutan bukan kayu bagi masyarakat Wilayah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (SWP
di sekitar KPHL. Adapun misi KPHL yaitu : 1). DAS) Likupang. Daerah tangkapan air ini
Pemantapan Kelembagaan 2). Pemantapan kawasan ditetapkan sebagai wilayah pengembangan model
wilayah kelola 3). Membangun persepsi dan DAS Mikro (MDM) karena memiliki potensi
partisipasi para pihak baik formal maupun informal sumberdaya air yang tidak dijumpai di wilayah
4) Percepatan rehabilitasi HL untuk pemulihan nilai lainnya yaitu terdapat banyak mata air. Dari
ekologi wawasan serta pendayagunaan potensi lahan banyak sumber mata air yang ada membentuk anak
Hutan Produksi untuk peningkatan nilai ekonomi sungai yaitu sungai Warat dan sungai Klutai sebagai
melalui pembangunan HTI berdaur pendek dalam sungai utama di areal mikro DAS ini. MDM
skema pemanfaatan wilayah hutan tertentu. 5). Talawaan juga merupakan salah satu penyedia
Membangun sistem informasi data potensi kawasan. sumberdaya air untuk Kota Manado dan sekitarnya.
Adapun visi KPHL Unit VI, tujuan kebijakan Sebagai areal Model DAS Mikro,
pengembangan HHBK pada KPHL UNIT VI permasalahan klasik yang dihadapi adalah terjadinya
diantaranya adalah : a). Mengurangi ketergantungan degradasi hutan, yakni perubahan dari areal hutan
pada hasil hutan kayu, b) peningkatan pendapatan menjadi lahan pertanian. Perubahan tutupan lahan
masyarakat sekitar hutan dari HHBK serta akan mempengaruhi pola tatanan spasial ekologi
menimbulkan kesadaran dalam pemeliharaan
yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya evolusi Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan
dalam fungsi ekosistem (Wang et al., 2006). suatu kajian guna mendapatkan arahan pengelolaan
Beberapa variabel karakteristik ekologi diantaranya Blok Pemanfaatan yang berada di MDM Talawaan
produktivitas biologi (tanaman biomassa), unsur berada dikawasan KPHL Unit VI yang bermanfaat
hara (bahan organik tanah dan kandungan nitrogen), untuk merumuskan Prioritas pengelolaan lahan
dan kapasitas konservasi air (Turner et al., 2003; sesuai dengan kerentanan erosi dan pola kebijakan
Hietel et al., 2004). Dampak dari penggunaan lahan yang mampu menyelesaikan penguasaan tanah
dan perubahan tutupan lahan pada sumberdaya dalam kawasan hutan khususnya areal blok
lingkungan DAS ditandai dengan adanya pemanfaatan yang berada pada MDM Talawaan.
sedimentasi yang diakibatkan oleh erosi tanah
(Potter 1991; Vörösmarty et al., 2000). Rumusan Masalah
Erosi tanah memberikan konsekuensi 1. Bagaimana membuat model pengelolaan pada
ekologi dan ekonomi yang sangat penting, blok pemanfaatan KPHL Unit VI yang berada
diantaranya erosi permukaan (surface erosion) pada Model Mikro Das (MDM) Talawaan
menyebabkan menipisnya lapisan top-soil yang dengan System Informasi Geografis (SIG).
berdampak pada merosotnya produktivitas lahan dan 2. Bagaimana menyusun alternatif arahan prioritas
meningkatnya muatan sedimen (sediment loads). pengelolaan dengan mengkombinasi System
Dalam kondisi alami, laju erosi tanah adalah Informasi Geografis (SIG) dan Analytical
sebanding dengan laju pelapukan dan pembentukan Hirarchy Process (AHP) serta arahan kebijakan
tanah. Namun jika kondisi lingkungan terganggu terkait penguasaan tanah pada kawasan hutan
maka terjadi percepatan erosi (accelerated yang berada pada blok pemanfaatan KPHL Unit
erosion) yang sangat merusak dan memerlukan VI yang berada pada Model Mikro Das (MDM)
usaha dan biaya yang besar untuk Talawaan.
mengendalikannya.
MDM Talawaan berada dikawasan KPHL Tujuan Penelitian
Unit VI merupakan Catchment Area yang sebagian Tujuan dalam penelitian ini adalah :
besar telah mengalami perubahan tutupan lahan, 1. Menganalisis model pengelolaan blok
yang tentu berdampak pada hidrologi yang dapat pemanfaatan KPHL Unit VI yang berada pada
diliat dari besaran erosi, disisi ekonomi wilayah Model Mikro Das (MDM) Talawaan dengan
penelitian merupakan Cathmanet Area yang System Informasi Geografis (SIG) dan
menunjang pendapatan ekonomi berupa aktifitas Analytical Hirarchy Process (AHP).
perikanan dan salah satu sumber penyuplai air 2. Menyusun alternatif arahan prioritas
bersih, adapun disisi ekonomi adanya pertumbuhan pengelolaan dengan pendekatan ekologi, sosial
penduduk membutuhkan lapangan pekerjaan, dan ekonomi serta arahan kebijakan terkait
meskipun diwilayah penelitian merupakan wilayah penguasaan tanah pada kawasan hutan yang
sub urban yang dipengaruhi oleh perkotaan akan berada pada blok pemanfaatan KPHL Unit VI
tetapi nyatanya bahwa penghasilan masyarakat yang berada pada Model Mikro Das (MDM)
setempat masih sangat dipengaruhi oleh lahan hutan Talawaan.
karena masih tergantung penghasilan hasil hutan
bukan kayu seperti talas, aren dengan demikian Manfaat Penelitian
kebutuhan lahan menjadi penting sebagai penyedia Manfaat penelitian ini sebagai bahan
lapangan pekerjaan bagi penduduk setempat. masukan dalam pengambilan keputusan penyusunan
Disisi lain degradasi hutan juga rencana jangka pendek terutama berkaitan dengan
menyebabkan permasalahan land tenure. Tenure model prioritas pengelolaan lahan dan penyelesaian
berasal dari bahasa latin “tenere” yang mencakup konflik pemasalahan penguasaan tanah dalam
arti: memelihara, memegang, memiliki. Istilah land kawasan hutan.
tenure dijelaskan dalam konteks legal sebagai sistem
pemanfaatan dan/atau kepemilikan tanah. Istilah METODE PENELITIAN
land tenure dapat juga menjelaskan bagaimana
seseorang atau pihak tertentu memangku dan/atau Lokasi dan waktu Penelitian
memiliki tanah (Gamin, 2014). Penguasaan dan Lokasi penelitian adalah blok pemanfaatan
kepemilikan lahan dikawasan hutan selalu menjadi KPHL Unit VI yang berada pada areal Model Das
hot issue dalam setiap penyelesaian permasalahan Mikro (MDM) Sub-Sub Das Talawaan. Secara
lahan yang berada didalam kawasan hutan. Tidak administratif lokasi penelitian berada diKecamatan
jarang hal ini menyebabkan konflik horizontal antar Dimembe Kabupaten Minahasa Utara. Lokasi
sesama masyarakat dan konflik vertical, dimana tersebut dipilih secara sengaja (purposive) karena
konflik yang ini terjadi antara pihak atau banyak berada pada blok pemanfaatan KPHL Unit VI yang
pihak dimasyarakat berhadapan dengan pihak berada didalam MDM Talawaan. Waktu penelitian
Pemerintah pengelola kawasan hutan. dilakukan selama 3 (tiga) bulan, terhitung mulai
4
bulan Maret 2018 sampai dengan Mei 2018. Adapun b. Pengumpulan Data Primer
letak lokasi penelitian sebagaimana tertera pada Data primer adalah data yang diperoleh atau
Gambar 1. dikumpulkan oleh peneliti secara langsung
dari sumber datanya. Data primer disebut
juga sebagai data asli atau data baru yang
memiliki sifat up to date. Untuk
mendapatkan data primer, peneliti mengambil
data secara langsung dilapangan. Teknik
yang dapat digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data primer antara lain
observasi, wawancara dan terhadap objek
yang memanfaatkan, menggunakan dan
menguasai tanah hutan yang berada pada
wilayah penelitian.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Penutupan lahan merupakan garis yang
menggambarkan batas penampakan area
Alat dan Bahan tutupan di atas permukaan bumi yang terdiri
a. Alat yang digunakan dalam penelitian dari bentangalam dan/atau bentang buatan
diantaranya perangkat komputer dengan (Anonim, 2011). Penutupan lahan dapat pula
system operasi ArcGIS 10.1, software MS berarti tutupan biofisik pada permukaan bumi
Office. yang dapat diamati dan merupakan hasil
b. Untuk mengetahui tingkat erosi pengaturan, aktivitas, dan perlakuan manusia
digunakan dengan pengambilan sampel yang dilakukan pada jenis penutup lahan
secara purposive sampling. tertentu untuk melakukan kegiatan produksi,
c. Data sosial ekonomi menggunakan data perubahan, ataupun perawatan pada areal
statistik kabupaten Minahasa Utara Tahun tersebut (Anonim, 2010).
2018, data kecamatan dalam angka tahun Estimasi penutupan lahan yang
2018 untuk mendapatkan data jumlah digunakan pada wilayah penelitian ini adalah:
penduduk desa disekitar lokasi penelitian hutan lahan kering primer, hutan lahan kering
yang akan dijadikan sampel. sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa
d. Data fisik untuk untuk kepentingan analisis sekunder, dan hutan tanaman yang merupakan
erosi meliputi data curah hujan bulanan di hasil reboisasi. Pemilihan kriteria penutupan
wilayah studi dari BMKG Kayuwatu lahan diambil dengan asumsi bahwa lokus
Sulawesi Utara. Data panjang lereng dan penelitian berada di daerah pada kelerengan
persentase kelerengan dianalisis dari peta landai hingga curam dengan topografi datar
topografi skala 1 : 50.000 serta data fisik hingga pegunungan yang kelak akan
tanah (tekstur dan bahan organik) untuk membentuk Land Mapping Unit (LMU) atau
menghitung nilai erodibilitas menggunakan peta Satuan Unit lahan yang dibentuk
data sekunder hasil analisis fisik tanah berdasarkan hasil merupakan hasil analisis
yang tersebar di wilayah studi sesuai data biogeofisik.
JICA, 2001 (Walangitan, 2012 dan c. Pengumpulan Data Sekunder
Anonim 2013). Data sekunder dalam penelitian ini
berupa Peta dan dokumen penunjang yang
Metode Pengumpulan Data berhubungan dengan KPHL Unit VI yaitu :
Metode yang dipakai dalam penelitian ini Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan
adalah metode survei, yaitu : metode untuk Provinsi Sulawesi Utara, data digital areal
memperoleh data lapangan dengan cara pengamatan, Model Das Mikro (MDM) Sub-Sub Das
pengukuran, dan pencatatan secara sistematik Talawaan, peta kelas lereng dan peta jenis
terhadap objek yang diteliti dan didukung hasil tanah. Selain itu buku Tata Hutan dan Buku
analisis laboratorium. Pengambilan sampel dan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
pengukuran di lapangan dilakukan dengan teknik (RPHJP) KPHL Unit VI serta peta dan
strata dengan pertimbangan lokasi pengambilan dokumen penujang lainnya.
(stratified purposive sampling). Tahapan
pengumpulan data penelitian terdiri atas 3 tahap Analisa Data
yaitu: Analisis data yang digunakan dalam
a. Tahap penyiapan peta kerja. Tujuan pada penelitian ini yaitu pendugaan besaran erosi Analisis
tahap ini adalah memperoleh gambaran Model Pengelolaan dengan kombinasi Sistem
kondisi biogeofisik termasuk penutupan lahan Informasi Geografis dan Analytical Hierarchy
lokasi penelitian. Process (AHP).
5
3) Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS).
a. Pendugaan besaran erosi Menurut Laflen and Moldenhauer (2003) dalam
Pendugaan besar erosi dilakukan pada As-syakur (2008), faktor panjang lereng yaitu
masing-masing tipe penggunaan lahan pada setiap perbandingan antara erosi dari tanah dengan
unit penggunaan lahan dinyatakan dalam ton ha-1 suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari
tahun-1, selanjutnya menjadi dijadikan koefisien tanah dengan panjang lereng 22 m di bawah
pada kendala tujuan sasaran ekologi. keadaan yang identik. Sedangkan faktor
Penelitian kehilangan tanah yang disebabkan kemiringan lereng, yaitu perbandingan antara
oleh erosi telah banyak dipublikasikan dengan besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah
menggunakan rumus Universal Soil Loss Equation kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya
(USLE), persamaan umum yang dikembangkan oleh erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah
Wischmeier & Smith (1978) untuk menghitung keadaan yang identik.
besar erosi (Nouwakpo et al, 2016).
Tabel 2. Panjang Lereng Menurut Tipe Penggunaan (L)
Besar erosi dihitung dengan menghitung
Tipe penggunaan lahan panjang lereng (m)
perkiraan rata-rata tanah hilang tahunan akibat erosi Sawah 40
lapisan permukaan yang dihitung dengan rumus Tegalan tanaman jagung 1
Tegalan tanaman sayuran 1
Universal Soil Loss Equation (USLE). Adapun Perkebunan dengan tutupan lahan baik 40.9
nilai erosi yang dapat ditoleransikan sering disebut Hutan sekunder 58
TSL (Tolerable Soil Loss) berkisar antara 12 – 60 Hutan alam 58
Kebun campuran (tan. semusim + cengkeh) 20,9
ton ha-1 tahun-1 (JICA, 2001). Kebun campuran (tan. cengkih + pepohonan) 20.9
Perhitungan laju erosi pada setiap satuan Pemukiman 25.0
Sumber : JICA, 2001 dalam Walangitan, 2012
lahan dan tipe usaha tani dihitung dengan
menggunakan model Universal of Soil Loss
Selanjutnya nilai panjang lereng
Equation (USLE) (Wischmeier dan Smith 1978).
menggunakan persamaan 9 (Dirjen RRL,1998)
Adapun yaitu :
L = √ …………………….… (3)
A = R K L S C P……………...........……….. (1)
Dimana :
A = banyaknya tanah yang tererosi (ton/ha/th) √
R = faktor indeks (erosivitas) hujan L = Nilai faktor panjang lereng
K = faktor erodibilitas tanah Lo = Panjang lereng
L = faktor panjang lereng Persen kemiringan lereng (S) dihitung pada peta
S = faktor kecuraman lereng topografi selanjutnya rata- rata nilai S menggunakan
C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tabel nilai faktor kemiringan lereng sebagaimana
P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah disajikan pada Tabel 3.
Masing-masing variabel dalam persamaan
USLE dihitung sebagai berikut : Tabel 3. Nilai Faktor Kemiringan Lereng (S)
1) Faktor erosivitas (R) hujan adalah kemampuan Kelas Lereng Kemiringann Rata-rata Nilai S
hujan dalam mengerosi tanah. Hujan 1I 0 -8 0.4
II 8- 15 1.4
menyebabkan erosi tanah melalui dua jalan III 15 - 25 3.1
yaitu pelepasan butiran tanah oleh pukulan air IVI 25 - 40 6.1
hujan pada permukaan tanah dan kontribusi V >40 11,9
Sumber : Pedoman penyusunan RTL-RLKT, Dirjen RRL (1998)
hujan terhadap aliran. Indeks erosivitas curah
hujan (R) dihitung dengan menggunakan data Perhitungan LS dapat juga dilakukan dengan
curah hujan rata-rata bulanan tahun 2016 – 2018. menggunakan Sistem Informasi Geografis. Mekanisme
Persamaan yang digunakan dalam menentukan yang mengkombinasikan data raster Shuttle Radar
tingkat erosivitas hujan dalam Aryad, 2010 Topography (SRTM) yang dirubah menjadi Degital
menggunakan Metode Lenvain digunakan untuk Elevation Model (DEM). Perhitungan panjang LS
menghitung nilai R sebagai berikut : sepenuhnya dilakukan secara digital. Tahapan
Rm = 2,21 (Rain) m 1,36 ………………..…(2) perhitungan LS.
Dimana : 4) Indeks Pengelolaan Tanaman (C)
Rm = erosivitas curah hujan bulanan Indeks pengelolaan tanaman dianalisis melalui
(Rain) m = curah hujan bulanan dalam cm pengamatan lapangan suatu usahatani. Data yang
2) Faktor erodibilitas (K) tanah merupakan faktor diamati adalah jenis tanaman, pola tanam, masa
kepekaan tanah terhadap erosi. Indeks bera, kondisi penutupan lahan dan pengelolaan
erodibilitas dihitung dengan menggunakan data bahan organik tanah. Nilai indeks C selain
hasil analisis fisik tanah JICA (2001) yang diperoleh dari hasil – hasil penelitian, juga
selanjutnya dihitung dengan menggunakan menggunakan tabel nilai C (Arsyad 2010) dan
monograf K. JICA (2001).
6
5). Faktor Upaya Pengelolaan Konservasi (P) berpasangan elemen pada setiap level hirarki
Indeks P diukur berdasarkan bentuk aplikasi terhadap suatu kreteria di level yang lebih
konservasi tanah metode mekanis yaitu tipe tinggi. Apabila suatu elemen dalam matrik
terasering (bentuk dan dimensi) yang diamati di dan dibandingkan dengan dirinya sendiri, maka
lapangan. Nilai indeks P diperoleh dengan diberi nilai 1. Jika i dibanding j mendapatkan
membandingkan kondisi lapangan dengan nilai nilai tertentu, maka j dibanding i merupakan
indeks P berdasarkan hasil-hasil penelitian yang kebalikkannya. Pada Tabel 4 memberikan
tersedia sebagaimana pada pedoman definisi dan penjelasan skala kuantitatif 1
penyusunan RTL-RLKT (Dirjen RRL, 1998), sampai dengan 9 untuk menilai tingkat
dan Arsyad (2010). kepentingan suatu elemen dengan elemen
lainnya. Struktur hirarki dapat dilihat pada
b. Analytical Hierarchy Process (AHP) gambar 2.
Analytical Hierarchy Process (AHP)
digunakan untuk menyiapkan alternatif-alternatif Tabel 4. Skala banding berpasangan pada Analytic
didalam pengambilan keputusan. Prosedur dalam hierarchy proses (AHP)
menggunakan metode AHP terdiri dari beberapa Intensitas Keterangan Penjelasan
kepentingan
tahap yaitu (Jayanath dan Garmini, 2003) yaitu : 1 Kedua elemen sama Dua elemen
a) Menyusun hirarki dari permasalahan yang pentingnya. menyumbangkan
3 Elemen yang satu lebih sama besar pada sifat
dihadapi Penyusunan hirarki yaitu dengan penting dari elemen lainnya. pengalaman dan
menentukan tujuan yang merupakan sasaran 5 Elemen yang satu pertimbangan sedikit
esensial/sangat penting menyokong satu
sistem secara keseluruhan pada level teratas. ketimbang elemen yang elemen atas lainnya.
Level berikutnya terdiri dari kriteria-kriteria lainnya. Pengalaman dan
untuk menilai atau mempertimbangkan pertimbangan dengan
kuat menyokong satu
alternatif-alternatif yang ada dan menentukan elemen atas lainnya
alternatif-alternatif tersebut. Setiap kriteria Satu dengan kuat
dapat memiliki subkriteria dibawahnya dan disokong dan
setiap kriteria dapat memiliki nilai intensitas 7 Satu elemen jelas lebih dominannya telah
penting dari elemen lainnya terlihat dalam
masing- masing. praktek
Bukti yang
menyokong satu
b) Menentukan prioritas elemen dengan langkah - elemen yng satu atas
langkah sebagai berikut: yang lain memiliki
- Langkah pertama dalam menentukan prioritas 9 Satu elemen mutlak lebih ingkat penegasan
penting dari elemen lainnya yang tinggi yang
elemen adalah membuat perbandingan 2,4,6,8 Nilai-nilai antara diantara mungkin
berpasangan, yaitu membandingkan elemen dua pertimbangan yang menguatkan
berdekatan kompromi
secara berpasangan sesuai kriteria yang di diperlukan antara dua
Jika untuk aktivasi 1
berikan. Untuk perbandingan berpasangan Kebalikan mendapat satu angka bila pertimbangan
digunakan bentuk matriks. Matriks bersifat dibandingkan dengan
aktivitas j. maka j
sederhana, berkedudukan kuat yang mempunyai nilai kebalikan
menawarkan kerangka untuk memeriksa bila dibandingkan dengan i
konsistensi, memperoleh informasi tambahan Sumber: Saaty (1993)
dengan membuat semua perbandingan yang
mungkin dan menganalisis kepekaan prioritas
secara keseluruhan untuk merubah
pertimbangan. Untuk memulai proses
perbandingan berpasangan, dimulai dari level
paling atas hirarki untuk memilih kriteria,
misalnya C, kemudian dari level dibawahnya
diambil elemen-elemen yang akan
dibandingkan, misal A1, A2, A3, A4, A5, maka
susunan elemen-elemen pada sebuah matrik.
- Selanjutnya mengisi matrik perbandingan
berpasangan yaitu dengan menggunakan
bilangan untuk merepresentasikan kepentingan
relatif dari satu elemen terhadap elemen lainnya
yang dimaksud dalam bentuk skala dari 1
sampai dengan 9. Skala ini mendefinisikan dan
menjelaskan nilai 1 sampai 9 untuk
pertimbangan dalam perbanding an
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis kelerengan didominasi oleh KL curam
dengan sebesar 72,83 % dari seluruh luas wilayah
penelitian. Secara keseluruhan kelas lereng wilayah
Deskripsi Umum Lokasi Penelitian
penelitian terdiri dari : kelerangan datar (0-8%) seluas
Wilayah penelitian terletak pada 96,99 Ha atau 12,15 %, landai (8-15%) seluas 3,25 Ha
koordinat geografis 124° 58' 52" – 125° 2' 17" atau 0,41 %, agak curam (16-25 %) 47,91 Ha (6,00 %)
BT dan 1° 28' 43" – 1 34’59" LU. Berdasarkan curam (26-40 %) seluas 581,53 Ha atau 72,83 % dan
administrasi pemerintahan wilayah Desa yang sangat curam (>40%) seluas 68,82 Ha atau 8,62 %.
masuk kedalam wilayah penelitian ini adalah : sebagaimana tersaji pada gambar 3.
Desa Klabat, Desa Pinilih dan Desa Wasian
yang berada di wilayah administratif
1000
Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa
Kelerengan
Utara Provinsi Sulawesi Utara. Wilayah yang 500
dipelajari dalam penelitian ini adalah areal Luas
8
hujan yang tinggi. Tergolong tropepts karena yang homogen dalam suatu hamparan. Dalam
mempunyai resin temperatur isohipertermik. penelitian ini komponen yang digunakan dalam
- Tropohumults adalah greatgroup orde ultisols pembentukan satuan unit lahan adalah penutupan
sub orde humults. Humults merupakan lahan, kelerengan, jenis tanah.
ultisols yang mempunyai karbon organik Besaran nilai dari ketiga komponen ini
sebesar 0,9% (berdasarkan rata-rata sebagaimana tersaji pada pada tabel 5 hingga tabel 9
tertimbang) atau lebih di dalam 15 cm dan gambar 5. (BAB IV). Untuk mempermudah
bagian atas horison argilik atau kandik atau menganalisis data digunakan kodefikasi unttuk
mempunyai karbon organik sebesar 12/kg/m2 masing-masing komponen yang dianalisis.
atau lebih di antara permukaan tanah mineral Kodefikasi yang digunakan untuk Penutupan lahan
dan kedalaman 100 cm. Awalan tropo (PL) adalah Hutan Sekunder (Hs), pertanian lahan
menandakan tanah tersebut pada wilayah iklim kering (Pt), pertanian lahan kering campur semak
tropis. (Pc). Kodefikasi yang digunakan untuk diskripsikan
kelas lereng I, II, III, IV dan V. Kode I digunakan
Kondisi Sosial Lokasi Penelitian sebagai kodefikasi lerengan datar, kode II digunakan
Ketiga Desa peneliatian berada di untuk kelas lereng landai, kode III digunakan untuk
Kecamatan Dimembe. Jumlah Penduduk Kecamatan kelas lereng agak
Dimembe Tahun 2017 berjumlah 25.476 jiwa. Hasil analisis dengan menggunakan system
Cakupan luas wilayah 158,12 km, dengan demikian informasi geografis didapatkan satuan lahan yang
kepadatan penduduknya mencapai 161 jiwa/km. terbentuk adalah 26 satuan unit lahan sebagaimana
Jumlah penduduk Desa Klabat sebanyak 1.278 jiwa tersaji pada Tabel 12.
sedangkan Desa Tumataras memiliki jumlah Tabel 12. Land Mapping Unit Blok Pemanfaatan KPHL Unit VI
penduduk sebanyak 1.634 jiwa. Rasio jenis kelamin pada MDM Talawaan
dapat dilihat pada Tabel 10.
No. Kode_LR Kod_Tanah Kode_PL Kode LMU Nama Kwsn No. LMU Luas
sangat beragam, mulai dari petani, pegawai Negeri 14 IV Trm HS IVTrmHS HL Gn. Wiau 14.a 23,17
15 IV Trm HS IVTrmHS HPT Gn. Wiau 14.b 10,47
Sipil, Anggota TNI dan Polri dan sebagian 16 IV Trm Pc IVTrmPc HL Gn. Wiau 15 60,27
merupakan karyawan swasta. 17 IV Trm HS IVTrmHS HL Gn. Wiau 16 2,37
18 IV Trm Pt IVTrmPt HL Gn. Wiau 17 62,98
Gambar 5. Peta Land Mapping pada Gambar 7. Peta Land Mapping pada
kawasan HPT Gn. Saoan kawasan HL Gn. Wiau
13
Efendi, Bachtiar. 2002. Pembangunan Ekonomi Jayanath Ananda, Gamini Herath, 2003, The use
Daerah Berkeadilan, Kurnia Kalam of Analytic Hierarchy Process to
Semesta. Yogyakarta. incorporate stakeholder preferences into
regional forest planning, Forest Policy and
Djojohadikusumo, S. (1981). ndonesia Dalam Economics, (5) 13-26;
Perkembangan Dunia : Kini dan masa yang
JICA. 2001. The Study On Critical Land and
akan datang. Jakarta: LP3ES, Cet. Kelima,
Protection Forest Rehabilitation at Tondano
1981.
Watershed in The Republic of Indonesia.
Elvida, Y. d. (2010). Peran dan Koordinasi Para Draft Final, Volume I, Main Report. Nippon
Pihak Dalam Pengelolaan KPH. Di dalam Koei Co.,Ltd. and Kokusai Kogyo Co.,Ltd.
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Keraf, A. S. 2006. Etika Lingkungan, Penerbit
Volume. 7 No. 3, Desember 2010 : 227 –
Kompas, Jakarta.
246 . Bogor: Litbang Kehutanan.
Kader R. 2015. Pendapatan Usaha Tani Pola
FAO (Food and Agriculture Organization). 1976. Agroforestry berbasis Kelapa di Desa
A Framework for Land Evaluation. FAO Klabat Kabupaten Minahasa Utara
Soil Bulletin 52. Soil Resources
Kay, D.E. 1973. Root Crops. The Tropical
Management and Conservation Service
Product Institute. Foreign and Common
Land and Water Development Division.
Wealth Office. London.
FAO, 2000. Definition and Basic Principles of
Kartodihardjo H. 1998. Peningkatan Kinerja
Sustainable Forest Management in Relation
Pengusahaan Hutan Alam Produksi Melalui
to Criteria and Indicators.http://www.
Kebijaksanaan Penataan Institusi [disertasi].
fao.org. Diakses tanggal 19 Februari 2014].
Bogor (ID): Program Pasca Sarjana Institut
Foresta, H. dan G. Michon, 2000. Agroforestri Pertanian Bogor.
Indonesia: Beda Sistem Beda Pendekatan.
Kartodihardjo H, Nugroho B, Putro HR. 2011.
Gamin. 2014. Resolusi Konflik Dalam Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Pengelolaan Hutan Untuk Mendukung (KPH) Konsep, Peraturan Perundangan dan
Implementasi Redd+, Disertasi. Implementasi. Djajono A dan Siswanty L,
editor. Jakarta (ID): Direktorat Wilayah
Gistut. 1994. Sistem Informasi Geografis.
Pengelolaan dan Penyiapan Areal
Gramedia Pustaka Utama.
Pemanfaatan Kawasan Hutan, Ditjen
Gittinger P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek- Planologi, Kementrian Kehutanan.
Proyek Pertanian Edisi Kedua UI-Press
Kartodihardjo, H. (2011). Penanganan Konflik
Johns Hopkins.
Kehutanan: Peran dan Pengalaman Dewan
Gobyah.2003. Pengenalan Keraifan Lokal Kehutanan Nasional. Forum DKN Untuk
Indonesia. Rineka Cipta: Jakarta Mediasi Konflik. Disampaikan pada
Konggres Kehutanan Indonesia (KKI) ke V
Gobyah, I Ketut “ Berpijak pada Kearifan Lokal”
tanggal 21-. Jakarta: Kementerian
dalam http://www. balipos.co.id,
Kehutanan.
didownload 17/1/2019.
Latinopoulos, D. (2014). The impact of economic
Hairiah dkk, 2003. Pengantar Agroforestri. World
recession on outdoor recreation demand: An
Agroforesty Centre (ICRAF) Southeast
application of the travel cost method in
Asia Regional Office
Greece. Journal of Environmental Planning
and Management, 57(2), 254–273 http://
Hakim, dkk., 1986. Dasar-dasar Imu Tanah.
dx.doi.org/10.1080/09640568.2012.738
Penerbit Universitas Lampung, Lampung
602.
Jansen, L.J.M. and Di Gregorio, A., 2002,
Latumahina, F., Sahureka, M. 2006. Agroforestri;
Parametric land cover and land-use
Alternatif Pembangunan Pertanian dan
classifications as tools for environmental
Kehutanan Berkelanjutan di Maluku. Jurnal
change detection, Agriculture, Ecocsystem
Agroforestri, Vol.1, No.3, Desember 2006.
& Environment, 89-100.
14
Murai, S, 1999, Gis Work Book, Institute of Seminar Agroforestri dan Perladangan,
Industrial Science, University of Tokyo, 7- Jakarta.
22-1 Roppongi, Minatoku, Tokyo.
Sapari. A. 1995. Teknik Membuat Gula Aren.
Nouwakpo, S.K., Williams, C.J., Al- Hamdan, Surabaya: Karya Anda.
O.Z., Weltz, M.A., Pierson, F & Nearing,
Satjapradja, D, 1981. Agroforestri di Indonesia,
M. (2016). A review of concentrated flow
Pengertian dan Implementasinya. Makalah.
erosion processes on
Seminar Agroforestri dan Perladangan,
rangelands:Fundamental understanding and
Jakarta.
knowledge gaps. International Soil and
Water Conservation Research, 4, pp. 75-86. Soegianto A. 1994. Ekologi Kuantitatif : Metode
analisis populasi dan komunitas. Usaha
Nurfatriani, F. (2006). Konsep Nilai Ekonomi
Nasional, Surabaya.Pusat Inventarisasi dan
Total dan Metode Penilaian Sumberdaya
Statistik Kehutanan Badan Planologi
Hutan, Jurnal Penelitian Sosial dan
Kehutanan,
Ekonomi Kehutanan. Bogor: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Sugiono. (2009). Metode Penelitian Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Notohadiprawiro.2006. Pengelolaan Kesuburan
Alfa Beta.
Tanah dan Peningkatan Efisiensi
Pemupukan.http://soil.faperta.ugm.ac.id/tj/1 Soeseno, S. 1992. Bertanam Aren. Dalam
981/1984%20penge.pdf. Yuliana, A., F, Mukhyar dan A, Dja’far
Kajian Finansial Usaha Pengolahan Gula
Nurrochmat, D. (2005). Strategi Pengelolaan
Aren di Kecamatan Padang Batung
Hutan. Upaya Menyelamatkan Rimba yang
Kabupaten Hulu Sungai Selatan Bertanam
Tersisa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aren. Jurnal Agribisnis Perdesaan 222
Ontario Ministry of Natural Resources. 2003. Volume 01 Nomor 03 September 2011.
Management units in Ontario. What are
Sukirno S. (1994). Pengantar Teori Ekonomi.
Management Units. www.mnr.gov.on.ca.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Diakses 13 JNovember 2018.
Sumanto, S. (2009). Kebijakan Pengembangan
Pramuharsanto, Y., 2002. Kajian Komposisi Jenis
Perhutanan Sosial Dalam Perspektif
Pohon pada Pola Agroforestry Sepanjang
Resolusi Konflik. Jurnal Analisis Kebijakan
Jalan Patuk-Wonosari Kabupaten Gunung
Kehutanan Volume. 6 No. 1 April 2009 : 13
Kidul, Yogyakarta. Proposal Penelitian,
– 25. Jakarta: Litbang Kehutanan.
Jurusan Budi Daya Hutan, Fakultas
Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Sumarno, S. (2009). Sumarno 2010. Model
Yogyakarta. Tidak dipublikasikan. optimasi pengelolaan lahan.
http://www.google.com/search?q=optimalis
Gamin, 2014. Resolusi Konflik Dalam
asi+rehabilitasi+lahan&ie=utf-8&oe=utf-
Pengelolaan Hutan Untuk Mendukung
8&aq=t&rls=org.mozilla:en-
Implementasi Redd+, Disertasi, , IPB Press.
GB:official&client=firefox-a. Diakses tgl
Rayes M. L. 2006. Metode Inventarisasi Sumber 29 Mei 2016
Daya Lahan. Andi, Malang.
Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan
Saaty, T. L. (1993). The Analytical Hierarchy Air. Penerbit Andi Yogyakarta.
Process: Planning, Priority, Setting,
Tjwan, K.B, 1968. Buku Pengantar Ilmu Tanah,
Resource Allocation. Pittsburgh: University
Penerbit IPB Bogor.
of Pittsburgh Pers.
Walangitan, H. 2008. Analisis Keragaan Sistem
Santoso, B., F. Haryati dan S.A Kadarsih. 2005.
Usahatani Konservasi Pada Daerah
Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam
Tangkapan Air (Catchment Area) Danau
terhadap Pertumbuhan Produksi Serat Tiga
Tondano Kabupaten Minahasa Sulawesi
Kon Rami di Lahan Aluvial Malang. Jurnal
Utara. Disertasi.
Pupuk 5(2):14-18
Wiersum KF. 1987. Internasional Experiences in
Satjapradja, D, 1981. Agroforestri di Indonesia,
Social Forestry. dalam Social Forestry in
Pengertian dan Implementasinya. Makalah.
Indonesia. Workshop Report. FAO.
15
Wicaksono, MD. 2008. Pembangunan Kehutanan
Melalui Pengembangan Pusat – Pusat
Pertumbuhan di Lampung Timur, Warta
Kagama Edisi 2 2008.
Winarto, Yudho, “Rupanya, Pemerintah Hanya
Aktifkan Kembali Inpres No.2/2008”,
Kompas, 25 Juli 2011.
Wulan YC, Yasmi Y, Purba C, dan Wollenberg E.
2004. Analisa Konflik Sektor
Kehutanan di Indonesia 1997-2003. Bogor (ID):
CIFOR.
Teknomo, K et al. 1999. Penggunaan
Metode Analytical Hierarchy Process
dalam Menganalisa Faktor- Faktor yang
Mempengaruhi Pemilihan Moda
Kekampus”. Jurnal Teknik Sipil
Universitas Kristen Petra
Tiwari, Kanchan Shailendra, and Ashwin G.
Kothari. (2013 "Attribute reduction
algorithm for inconsistent information
system using rough set theory."
16