Sie sind auf Seite 1von 16

ARAHAN PRIORITAS PENGELOLAAN BLOK PEMANFAATAN

KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) UNIT VI


PADA AREAL MODEL MIKRO DAS (MDM) TALAWAAN

Badrun Zaini1), Bobby VJ Polii2), Hengki Djemie Walangitan3)


1)
Program Pascasarjana Agronomi, Universitas Sam RatuLangi;
2,3)
Dosen Pascasarjana Program Studi Agronomi, Universitas Sam Ratulangi Manado,
Email : badrunzaini1469@gmail.com

ABSTRACT

This study aims to: (1) analyze the management model of KPHL utilization block Unit VI which is in
Talawaan Micro Watershed (MDM) Model with Geographical Information System (GIS), (2) Arrange
alternative direction for management priority with a combination of GIS and Analytical Hirarchy Process (
AHP) as well as policy directions related to land tenure in forest areas that are in the utilization block of Unit
VI KPHL which are in Talawaan Micro Watershed (MDM) Model. The study was conducted for 3 (three)
months, starting from March to May 2017. The research location was the utilization block of Unit VI KPHL
located in the Talawaan Micro Watershed (MDM) Model Area. Data collection methods use primary data and
secondary data. Primary data is data obtained or collected by researchers directly from data sources in the
field. Secondary data in this study in the form of maps and supporting documents related to KPHL Unit VI,
namely: Map of Forest and Conservation Areas of North Sulawesi Province, digital data of the Micro
Watershed Model (MDM) area of Talawaan Sub-watershed, slope class map and soil type map . In addition,
the Forest Management Book and the KPHL Unit VI Long-Term Forest Management Plan Book (RPHJP) as
well as maps and other supporting documents. Analysis of the data used in this study uses a) Estimating the
amount of erosion using the Universal Soil Loss Equation (USLE) formula, used to calculate the estimated
erosion rates carried out at each land use unit (LMU) expressed in tonnes ha-1 year-1, then used as a
coefficient on the ecological target approach. b) Analytical Hierarchy Process (AHP) is used to prepare
alternatives for decision making. The results of this study indicate that land units (LMU) formed in the
research area were 26 LMU with a total area of 798.47 hectares spread over four forest areas, namely: in
Protected Forests (HL) Mt. Klabat totaling 8 polygons with an area of 487.76 hectares, HL Gn. Wiau totaling 4
polygons with an area of 148.79 hectares, Gn Saoan Limited Production Forest (HPT) as many as 12 polygons
with an area of 132, 80 hectares, Gn Wiau HPT totaling 2 polygons with an area of 29.12 hectares. Based on
the erosion hazard index there are 9 units of very light land, 2 units of light category, 3 units of medium
category and 11 units of land category. The Management Model formed in the study area is in the form of a
Social Forestry Program with a Community Forest Management Model (HKm) and Community Plantation
Forest (HTR), with each management period of 35 years and can be extended thereafter. Directions
Management priority according to AHP analysis with economic, ecological and social objectives is to
implement a management model with Land Utilities Type (LUT) Agrorestry, enrichment LUT and
reforestation LUT. With an economic target weighting of 429 points, an ecological target value of 143 points
and a social target value of 429 points. The direction of the Government's policy for the completion of land
tenure in this forest area is to provide access to the management of the area in the form of a Social Forestry
Program with the Community Forest Management (HKm) and Community Forest Plantation (HTR) Models.

Keywords: utilization of KPHL, management priorities


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menganalisis model pengelolaan blok pemanfaatan KPHL Unit VI
yang berada pada Model Mikro DAS (MDM) Talawaan dengan System Informasi Geografis (SIG), (2)
Menyusun alternatif arahan prioritas pengelolaan dengan kombinasi SIG dan Analytical Hirarchy Process
(AHP) serta arahan kebijakan terkait penguasaan tanah pada kawasan hutan yang berada pada blok
pemanfaatan KPHL Unit VI yang berada pada Model Mikro DAS (MDM) Talawaan. Penelitian dilakukan
selama 3 (tiga) bulan, mulai bulan Maret sampai Mei 2017. Lokasi penelitian adalah blok pemanfaatan KPHL
Unit VI yang berada pada areal Model DAS Mikro (MDM) Sub-Sub DAS Talawaan. Metode pengumpulan
data menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya di lapangan. Data sekunder dalam penelitian ini berupa
Peta dan dokumen penunjang yang berhubungan dengan KPHL Unit VI yaitu : Peta Kawasan Hutan dan
Konservasi Perairan Provinsi Sulawesi Utara, data digital areal Model DAS Mikro (MDM) Sub-Sub DAS
Talawaan, peta kelas lereng dan peta jenis tanah. Selain itu buku Tata Hutan dan Buku Rencana Pengelolaan
Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHL Unit VI serta peta dan dokumen penunjang lainnya. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan a) Pendugaan besaran erosi dengan menggunakan rumus
Universal Soil Loss Equation (USLE), digunakan untuk menghitung pendugaan besar erosi dilakukan pada
setiap unit penggunaan lahan (LMU) yang dinyatakan dalam ton ha-1 tahun-1, selanjutnya dijadikan koefisien
pada pendekatan sasaran ekologi. b) Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk menyiapkan
alternatif-alternatif didalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa satuan Unit
lahan (LMU) yang terbentuk pada wilayah penelitan sebanyak 26 LMU dengan luas keseluruhan 798,47 hektar
yang tesebar pada empat kawasan hutan yaitu : di Hutan Lindung (HL) Gn. Klabat sebanyak 8 polygon dengan
luas 487.76 hektar, HL Gn. Wiau sebanyak 4 polygon dengan luas 148,79 hektar, Hutan Produksi Terbatas
(HPT) Gn Saoan sebanyak 12 polygon dengan luas 132, 80 hektar, HPT Gn Wiau sebanyak 2 polygon dengan
luas 29,12 hektar. Berdasarkan Indeks kerawanan erosi terdapat lahan dengan kategori sangat ringan sebanyak
9 unit lahan, kategori ringan sebanyak 2 unit lahan, kategori sedang sebanyak 3 unit lahan dan lahan kategori
berat sebanyak 11 unit lahan. Model Pengelolaan yang terbentuk pada wilayah penelitian berupa Program
Perhutanan Sosial dengan Model Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Tanaman Rakyat
(HTR), dengan masing-masing jangka waktu pengelolaan selama 35 tahun dan dapat diperpanjang sesudahnya.
Arahan Prioritas pengelolaan sesuai analisa AHP dengan sasaran ekonomi, ekologi dan sosial adalah dengan
melaksanakan model pengelolaan dengan Land Utilities Type (LUT) Agrorestry, LUT pengkayaan dan LUT
reboisasi. Dengan bobot nilai sasaran ekonomi sebesar 429 poin, bobot nilai sasaran ekologi 143 poin dan
bobot nilai sasaran sosial sebesar 429 poin. Arahan kebijakan Pemerintah untuk penyelesaian penguasaan
tanah dalam kawasan hutan ini adalah dengan memberikan akses pengelolaan kawasan berupa Program
Perhutanan Sosial dengan Model Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Tanaman Rakyat
(HTR).

Kata kunci : pemanfaatan KPHL, prioritas pengelolaan,

PENDAHULUAN ditetapkan, yang menyangkut produksi hasil hutan


yang diinginkan dan jasa secara berkesinambungan,
Latar Belakang dengan dampak yang tidak diinginkan baik terhadap
Sumber daya hutan berperan sangat penting lingkungan maupun sosial, atau pengurangan nilai
bagi kehidupan manusia baik dari aspek sosial, yang terkandung didalamnya dan potensi potensinya
ekonomi dan ekologi. Sumber daya hutan menjadi pada masa yang akan datang. Konsep pengelolaan
salah satu modal pembangunan, baik dari segi Hutan lestari dilakukan pada semua fungsi hutan,
produksi hasil hutan, fungsi plasma nutfah maupun baik pada hutan dengan fungsi Produksi (HP),
sebagai penyanggah kehidupan. Terdapat manfaat Fungsi Lindung (HL) maupun Fungsi Konservasi.
dari hutan baik secara langsung (tangible) maupun Penyelenggaraan Kehutanan menurut
tidak langsung (intangible) sehingga dibutuhkan Undang- Undang Nomor : 41 tahun 1999 tentang
perencanaan pengelolaan sumberdaya hutan yang Kehutanan satu diantaranya adalah bertujuan untuk
semula berorientasi pada hasil hutan kayu (timber meng- optimalkan fungsi hutan yang meliputi :
based management) berubah menjadi resources fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi
based management. produksi untuk mencapai manfaat lingkungan,
Pengelolaan Hutan Lestari merupakan suatu ekonomi dan sosial dengan prinsip keseimbangan
proses pengelolaan hutan untuk mencapai satu atau dan lestari. Akan tetapi dalam perkembangannya
lebih tujuan pengelolaan yang secara jelas hutan mendapat tekanan yang begitu kuat sehingga

2
fungsi ekonomis hutan menjadi lebih kawasan hutan c). Meningkatkan devisa sektor
dominan, sedangkan fungsi ekologis dan fungsi kehutanan non kayu dan d). Terciptanya lapangan
sosial hutan kurang mendapat perhatian sehingga kerja baru di sektor kehutanan yang berasal dari
banyak mengalami gangguan dan kerusakan komoditi HHBK. Produktifitas HHBK juga sangat
sehingga, dibutuhkan suatu kelembagaan untuk tergantung pada kemampuan lahan dan keragaman
memastikan agar pengelolaan secara ekonomi dan jenis HHBK itu sendiri.
ekologi dapat berjalan dengan baik. Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan P.6/Menhut-II/2009 tanggal 29 Januari 2009 tentang
(KPH) di Indonesia dipandang sebagai solusi pembentukan wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan
strategis untuk melakukan kegiatan yang (KPH) bahwa kriteria dan indikator dalam
berorientasi pada perencanaan spasial dengan pembentukan wilayah KPH mempertimbangkan
memperhatikan kondisi sosial ekonomi lokal serta diantaranya : a.karakteristik lahan; b.tipe hutan; c.
menyatukan arah pelaksanaan kegiatan Pemerintah, fungsi hutan; d.kondisi daerah aliran sungai.
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kriteria dan indicator dalam pembentukan KPH ini
Kota (Kartodihardjo 1998, Kartodihardjo et al. 2011, umumnya berbentuk data spasial atau keruangan
Baplan 2006a). Menurut Kartordihardjo (2011) yang yang berorientasi geografis, memiliki sistem
bahwa integrasi instrumen dan sumberdaya yang ada koordinat tertentu dan informasi deskriptif. Data
untuk mewujudkan transformasi dan desentralisasi spasial dilambangkan dengan titik, garis, dan
kepemerintahan dan kelembagaan pengelolaan hutan polygon. Kumpulan titik, garis dan Polygon inilah
dapat disinergikan. Semangat pembangunan KPH yang kelak akan membentuk Blok-Blok tertentu
telah masuk didalam Rencana Strategis (Rentrsa) pada wilayah KPH.
Kementerian Kehutanan tahun 2010-2014 yang Blok-blok pada KPH terdiri atas petak-
berisikan delapan program Kementerian Kehutanan petak yang dibentuk dengan metoda desk analisk
dan satu diantaranya adalah program tersebut berdasarkan satuan pemetaan lahan atau Land
pembentukan dan penetapan pembangunan 120 Unit mapping Unit (LMU) yang didesain dengan
KPH diseluruh Indinesia. mengikuti batas alam maupun menggunakan
Unit-Unit KPH yang berada di Provinsi pendekatan Micro Catchment Area atau areal
Sulawesi Utara telah ditetapkan dengan Keputusan model DAS mikro (MDM) dengan menghitung
Menteri Kehutanan Nomor: SK.796/Menhut- kondisi biogeofisik lokasi setempat. Model DAS
VII/2009 tanggal 7 Desember 2009 yang terdiri dari Mikro merupakan suatu wadah pengelolaan DAS
sembilan Unit KPH yang meliputi 4 unit KPHL dan
dalam skala lapang yang digunakan sebagai
5 unit KPHP. Satu diantara KPHL yang telah siap
tempat untuk memperagakan proses partisipatif
beroperasi adalah KHPL Unit VI yang berada pada
wilayah Kabupaten Minahasa Utara, Kota Bitung dalam pengelolaan kegiatan rehabilitasi hutan dan
dan sebagian kecil diwilayah Kota Manado dengan lahan, teknik-teknik konservasi tanah dan air,
wilayah pengelolaan seluas 27.100,52 ha. Guna usaha tani yang sesuai dengan kemampuan lahan,
mengimplemantasikan program yang telah disusun sosial ekonomi dan kelembagaan masyarakat.
dan sebagai dasar pengelolaan KPHL Unit VI, telah Salah satu model DAS yang berada di
disyahkannya buku Rencana Pengelolaan Hutan wilayah KPHL Unit VI adalah Model DAS Mikro
Jangka Panjang (RPHJP) KPHL Unit VI. Buku (MDM) Sub-Sub Das Talawaan dengan luas
RPHJP memuat visi KPHL Unit VI tahun 2016 - 3.579 ha yang merupakan daerah hulu sub DAS
2025 adalah terwujudnya fungsi hidrologi dan Talawaan dan merupakan bagian dari Satuan
optimalnya hasil hutan bukan kayu bagi masyarakat Wilayah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (SWP
di sekitar KPHL. Adapun misi KPHL yaitu : 1). DAS) Likupang. Daerah tangkapan air ini
Pemantapan Kelembagaan 2). Pemantapan kawasan ditetapkan sebagai wilayah pengembangan model
wilayah kelola 3). Membangun persepsi dan DAS Mikro (MDM) karena memiliki potensi
partisipasi para pihak baik formal maupun informal sumberdaya air yang tidak dijumpai di wilayah
4) Percepatan rehabilitasi HL untuk pemulihan nilai lainnya yaitu terdapat banyak mata air. Dari
ekologi wawasan serta pendayagunaan potensi lahan banyak sumber mata air yang ada membentuk anak
Hutan Produksi untuk peningkatan nilai ekonomi sungai yaitu sungai Warat dan sungai Klutai sebagai
melalui pembangunan HTI berdaur pendek dalam sungai utama di areal mikro DAS ini. MDM
skema pemanfaatan wilayah hutan tertentu. 5). Talawaan juga merupakan salah satu penyedia
Membangun sistem informasi data potensi kawasan. sumberdaya air untuk Kota Manado dan sekitarnya.
Adapun visi KPHL Unit VI, tujuan kebijakan Sebagai areal Model DAS Mikro,
pengembangan HHBK pada KPHL UNIT VI permasalahan klasik yang dihadapi adalah terjadinya
diantaranya adalah : a). Mengurangi ketergantungan degradasi hutan, yakni perubahan dari areal hutan
pada hasil hutan kayu, b) peningkatan pendapatan menjadi lahan pertanian. Perubahan tutupan lahan
masyarakat sekitar hutan dari HHBK serta akan mempengaruhi pola tatanan spasial ekologi
menimbulkan kesadaran dalam pemeliharaan
yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya evolusi Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan
dalam fungsi ekosistem (Wang et al., 2006). suatu kajian guna mendapatkan arahan pengelolaan
Beberapa variabel karakteristik ekologi diantaranya Blok Pemanfaatan yang berada di MDM Talawaan
produktivitas biologi (tanaman biomassa), unsur berada dikawasan KPHL Unit VI yang bermanfaat
hara (bahan organik tanah dan kandungan nitrogen), untuk merumuskan Prioritas pengelolaan lahan
dan kapasitas konservasi air (Turner et al., 2003; sesuai dengan kerentanan erosi dan pola kebijakan
Hietel et al., 2004). Dampak dari penggunaan lahan yang mampu menyelesaikan penguasaan tanah
dan perubahan tutupan lahan pada sumberdaya dalam kawasan hutan khususnya areal blok
lingkungan DAS ditandai dengan adanya pemanfaatan yang berada pada MDM Talawaan.
sedimentasi yang diakibatkan oleh erosi tanah
(Potter 1991; Vörösmarty et al., 2000). Rumusan Masalah
Erosi tanah memberikan konsekuensi 1. Bagaimana membuat model pengelolaan pada
ekologi dan ekonomi yang sangat penting, blok pemanfaatan KPHL Unit VI yang berada
diantaranya erosi permukaan (surface erosion) pada Model Mikro Das (MDM) Talawaan
menyebabkan menipisnya lapisan top-soil yang dengan System Informasi Geografis (SIG).
berdampak pada merosotnya produktivitas lahan dan 2. Bagaimana menyusun alternatif arahan prioritas
meningkatnya muatan sedimen (sediment loads). pengelolaan dengan mengkombinasi System
Dalam kondisi alami, laju erosi tanah adalah Informasi Geografis (SIG) dan Analytical
sebanding dengan laju pelapukan dan pembentukan Hirarchy Process (AHP) serta arahan kebijakan
tanah. Namun jika kondisi lingkungan terganggu terkait penguasaan tanah pada kawasan hutan
maka terjadi percepatan erosi (accelerated yang berada pada blok pemanfaatan KPHL Unit
erosion) yang sangat merusak dan memerlukan VI yang berada pada Model Mikro Das (MDM)
usaha dan biaya yang besar untuk Talawaan.
mengendalikannya.
MDM Talawaan berada dikawasan KPHL Tujuan Penelitian
Unit VI merupakan Catchment Area yang sebagian Tujuan dalam penelitian ini adalah :
besar telah mengalami perubahan tutupan lahan, 1. Menganalisis model pengelolaan blok
yang tentu berdampak pada hidrologi yang dapat pemanfaatan KPHL Unit VI yang berada pada
diliat dari besaran erosi, disisi ekonomi wilayah Model Mikro Das (MDM) Talawaan dengan
penelitian merupakan Cathmanet Area yang System Informasi Geografis (SIG) dan
menunjang pendapatan ekonomi berupa aktifitas Analytical Hirarchy Process (AHP).
perikanan dan salah satu sumber penyuplai air 2. Menyusun alternatif arahan prioritas
bersih, adapun disisi ekonomi adanya pertumbuhan pengelolaan dengan pendekatan ekologi, sosial
penduduk membutuhkan lapangan pekerjaan, dan ekonomi serta arahan kebijakan terkait
meskipun diwilayah penelitian merupakan wilayah penguasaan tanah pada kawasan hutan yang
sub urban yang dipengaruhi oleh perkotaan akan berada pada blok pemanfaatan KPHL Unit VI
tetapi nyatanya bahwa penghasilan masyarakat yang berada pada Model Mikro Das (MDM)
setempat masih sangat dipengaruhi oleh lahan hutan Talawaan.
karena masih tergantung penghasilan hasil hutan
bukan kayu seperti talas, aren dengan demikian Manfaat Penelitian
kebutuhan lahan menjadi penting sebagai penyedia Manfaat penelitian ini sebagai bahan
lapangan pekerjaan bagi penduduk setempat. masukan dalam pengambilan keputusan penyusunan
Disisi lain degradasi hutan juga rencana jangka pendek terutama berkaitan dengan
menyebabkan permasalahan land tenure. Tenure model prioritas pengelolaan lahan dan penyelesaian
berasal dari bahasa latin “tenere” yang mencakup konflik pemasalahan penguasaan tanah dalam
arti: memelihara, memegang, memiliki. Istilah land kawasan hutan.
tenure dijelaskan dalam konteks legal sebagai sistem
pemanfaatan dan/atau kepemilikan tanah. Istilah METODE PENELITIAN
land tenure dapat juga menjelaskan bagaimana
seseorang atau pihak tertentu memangku dan/atau Lokasi dan waktu Penelitian
memiliki tanah (Gamin, 2014). Penguasaan dan Lokasi penelitian adalah blok pemanfaatan
kepemilikan lahan dikawasan hutan selalu menjadi KPHL Unit VI yang berada pada areal Model Das
hot issue dalam setiap penyelesaian permasalahan Mikro (MDM) Sub-Sub Das Talawaan. Secara
lahan yang berada didalam kawasan hutan. Tidak administratif lokasi penelitian berada diKecamatan
jarang hal ini menyebabkan konflik horizontal antar Dimembe Kabupaten Minahasa Utara. Lokasi
sesama masyarakat dan konflik vertical, dimana tersebut dipilih secara sengaja (purposive) karena
konflik yang ini terjadi antara pihak atau banyak berada pada blok pemanfaatan KPHL Unit VI yang
pihak dimasyarakat berhadapan dengan pihak berada didalam MDM Talawaan. Waktu penelitian
Pemerintah pengelola kawasan hutan. dilakukan selama 3 (tiga) bulan, terhitung mulai
4
bulan Maret 2018 sampai dengan Mei 2018. Adapun b. Pengumpulan Data Primer
letak lokasi penelitian sebagaimana tertera pada Data primer adalah data yang diperoleh atau
Gambar 1. dikumpulkan oleh peneliti secara langsung
dari sumber datanya. Data primer disebut
juga sebagai data asli atau data baru yang
memiliki sifat up to date. Untuk
mendapatkan data primer, peneliti mengambil
data secara langsung dilapangan. Teknik
yang dapat digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data primer antara lain
observasi, wawancara dan terhadap objek
yang memanfaatkan, menggunakan dan
menguasai tanah hutan yang berada pada
wilayah penelitian.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Penutupan lahan merupakan garis yang
menggambarkan batas penampakan area
Alat dan Bahan tutupan di atas permukaan bumi yang terdiri
a. Alat yang digunakan dalam penelitian dari bentangalam dan/atau bentang buatan
diantaranya perangkat komputer dengan (Anonim, 2011). Penutupan lahan dapat pula
system operasi ArcGIS 10.1, software MS berarti tutupan biofisik pada permukaan bumi
Office. yang dapat diamati dan merupakan hasil
b. Untuk mengetahui tingkat erosi pengaturan, aktivitas, dan perlakuan manusia
digunakan dengan pengambilan sampel yang dilakukan pada jenis penutup lahan
secara purposive sampling. tertentu untuk melakukan kegiatan produksi,
c. Data sosial ekonomi menggunakan data perubahan, ataupun perawatan pada areal
statistik kabupaten Minahasa Utara Tahun tersebut (Anonim, 2010).
2018, data kecamatan dalam angka tahun Estimasi penutupan lahan yang
2018 untuk mendapatkan data jumlah digunakan pada wilayah penelitian ini adalah:
penduduk desa disekitar lokasi penelitian hutan lahan kering primer, hutan lahan kering
yang akan dijadikan sampel. sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa
d. Data fisik untuk untuk kepentingan analisis sekunder, dan hutan tanaman yang merupakan
erosi meliputi data curah hujan bulanan di hasil reboisasi. Pemilihan kriteria penutupan
wilayah studi dari BMKG Kayuwatu lahan diambil dengan asumsi bahwa lokus
Sulawesi Utara. Data panjang lereng dan penelitian berada di daerah pada kelerengan
persentase kelerengan dianalisis dari peta landai hingga curam dengan topografi datar
topografi skala 1 : 50.000 serta data fisik hingga pegunungan yang kelak akan
tanah (tekstur dan bahan organik) untuk membentuk Land Mapping Unit (LMU) atau
menghitung nilai erodibilitas menggunakan peta Satuan Unit lahan yang dibentuk
data sekunder hasil analisis fisik tanah berdasarkan hasil merupakan hasil analisis
yang tersebar di wilayah studi sesuai data biogeofisik.
JICA, 2001 (Walangitan, 2012 dan c. Pengumpulan Data Sekunder
Anonim 2013). Data sekunder dalam penelitian ini
berupa Peta dan dokumen penunjang yang
Metode Pengumpulan Data berhubungan dengan KPHL Unit VI yaitu :
Metode yang dipakai dalam penelitian ini Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan
adalah metode survei, yaitu : metode untuk Provinsi Sulawesi Utara, data digital areal
memperoleh data lapangan dengan cara pengamatan, Model Das Mikro (MDM) Sub-Sub Das
pengukuran, dan pencatatan secara sistematik Talawaan, peta kelas lereng dan peta jenis
terhadap objek yang diteliti dan didukung hasil tanah. Selain itu buku Tata Hutan dan Buku
analisis laboratorium. Pengambilan sampel dan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
pengukuran di lapangan dilakukan dengan teknik (RPHJP) KPHL Unit VI serta peta dan
strata dengan pertimbangan lokasi pengambilan dokumen penujang lainnya.
(stratified purposive sampling). Tahapan
pengumpulan data penelitian terdiri atas 3 tahap Analisa Data
yaitu: Analisis data yang digunakan dalam
a. Tahap penyiapan peta kerja. Tujuan pada penelitian ini yaitu pendugaan besaran erosi Analisis
tahap ini adalah memperoleh gambaran Model Pengelolaan dengan kombinasi Sistem
kondisi biogeofisik termasuk penutupan lahan Informasi Geografis dan Analytical Hierarchy
lokasi penelitian. Process (AHP).
5
3) Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS).
a. Pendugaan besaran erosi Menurut Laflen and Moldenhauer (2003) dalam
Pendugaan besar erosi dilakukan pada As-syakur (2008), faktor panjang lereng yaitu
masing-masing tipe penggunaan lahan pada setiap perbandingan antara erosi dari tanah dengan
unit penggunaan lahan dinyatakan dalam ton ha-1 suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari
tahun-1, selanjutnya menjadi dijadikan koefisien tanah dengan panjang lereng 22 m di bawah
pada kendala tujuan sasaran ekologi. keadaan yang identik. Sedangkan faktor
Penelitian kehilangan tanah yang disebabkan kemiringan lereng, yaitu perbandingan antara
oleh erosi telah banyak dipublikasikan dengan besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah
menggunakan rumus Universal Soil Loss Equation kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya
(USLE), persamaan umum yang dikembangkan oleh erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah
Wischmeier & Smith (1978) untuk menghitung keadaan yang identik.
besar erosi (Nouwakpo et al, 2016).
Tabel 2. Panjang Lereng Menurut Tipe Penggunaan (L)
Besar erosi dihitung dengan menghitung
Tipe penggunaan lahan panjang lereng (m)
perkiraan rata-rata tanah hilang tahunan akibat erosi Sawah 40
lapisan permukaan yang dihitung dengan rumus Tegalan tanaman jagung 1
Tegalan tanaman sayuran 1
Universal Soil Loss Equation (USLE). Adapun Perkebunan dengan tutupan lahan baik 40.9
nilai erosi yang dapat ditoleransikan sering disebut Hutan sekunder 58
TSL (Tolerable Soil Loss) berkisar antara 12 – 60 Hutan alam 58
Kebun campuran (tan. semusim + cengkeh) 20,9
ton ha-1 tahun-1 (JICA, 2001). Kebun campuran (tan. cengkih + pepohonan) 20.9
Perhitungan laju erosi pada setiap satuan Pemukiman 25.0
Sumber : JICA, 2001 dalam Walangitan, 2012
lahan dan tipe usaha tani dihitung dengan
menggunakan model Universal of Soil Loss
Selanjutnya nilai panjang lereng
Equation (USLE) (Wischmeier dan Smith 1978).
menggunakan persamaan 9 (Dirjen RRL,1998)
Adapun yaitu :
L = √ …………………….… (3)
A = R K L S C P……………...........……….. (1)
Dimana :
A = banyaknya tanah yang tererosi (ton/ha/th) √
R = faktor indeks (erosivitas) hujan L = Nilai faktor panjang lereng
K = faktor erodibilitas tanah Lo = Panjang lereng
L = faktor panjang lereng Persen kemiringan lereng (S) dihitung pada peta
S = faktor kecuraman lereng topografi selanjutnya rata- rata nilai S menggunakan
C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tabel nilai faktor kemiringan lereng sebagaimana
P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah disajikan pada Tabel 3.
Masing-masing variabel dalam persamaan
USLE dihitung sebagai berikut : Tabel 3. Nilai Faktor Kemiringan Lereng (S)
1) Faktor erosivitas (R) hujan adalah kemampuan Kelas Lereng Kemiringann Rata-rata Nilai S
hujan dalam mengerosi tanah. Hujan 1I 0 -8 0.4
II 8- 15 1.4
menyebabkan erosi tanah melalui dua jalan III 15 - 25 3.1
yaitu pelepasan butiran tanah oleh pukulan air IVI 25 - 40 6.1
hujan pada permukaan tanah dan kontribusi V >40 11,9
Sumber : Pedoman penyusunan RTL-RLKT, Dirjen RRL (1998)
hujan terhadap aliran. Indeks erosivitas curah
hujan (R) dihitung dengan menggunakan data Perhitungan LS dapat juga dilakukan dengan
curah hujan rata-rata bulanan tahun 2016 – 2018. menggunakan Sistem Informasi Geografis. Mekanisme
Persamaan yang digunakan dalam menentukan yang mengkombinasikan data raster Shuttle Radar
tingkat erosivitas hujan dalam Aryad, 2010 Topography (SRTM) yang dirubah menjadi Degital
menggunakan Metode Lenvain digunakan untuk Elevation Model (DEM). Perhitungan panjang LS
menghitung nilai R sebagai berikut : sepenuhnya dilakukan secara digital. Tahapan
Rm = 2,21 (Rain) m 1,36 ………………..…(2) perhitungan LS.
Dimana : 4) Indeks Pengelolaan Tanaman (C)
Rm = erosivitas curah hujan bulanan Indeks pengelolaan tanaman dianalisis melalui
(Rain) m = curah hujan bulanan dalam cm pengamatan lapangan suatu usahatani. Data yang
2) Faktor erodibilitas (K) tanah merupakan faktor diamati adalah jenis tanaman, pola tanam, masa
kepekaan tanah terhadap erosi. Indeks bera, kondisi penutupan lahan dan pengelolaan
erodibilitas dihitung dengan menggunakan data bahan organik tanah. Nilai indeks C selain
hasil analisis fisik tanah JICA (2001) yang diperoleh dari hasil – hasil penelitian, juga
selanjutnya dihitung dengan menggunakan menggunakan tabel nilai C (Arsyad 2010) dan
monograf K. JICA (2001).

6
5). Faktor Upaya Pengelolaan Konservasi (P) berpasangan elemen pada setiap level hirarki
Indeks P diukur berdasarkan bentuk aplikasi terhadap suatu kreteria di level yang lebih
konservasi tanah metode mekanis yaitu tipe tinggi. Apabila suatu elemen dalam matrik
terasering (bentuk dan dimensi) yang diamati di dan dibandingkan dengan dirinya sendiri, maka
lapangan. Nilai indeks P diperoleh dengan diberi nilai 1. Jika i dibanding j mendapatkan
membandingkan kondisi lapangan dengan nilai nilai tertentu, maka j dibanding i merupakan
indeks P berdasarkan hasil-hasil penelitian yang kebalikkannya. Pada Tabel 4 memberikan
tersedia sebagaimana pada pedoman definisi dan penjelasan skala kuantitatif 1
penyusunan RTL-RLKT (Dirjen RRL, 1998), sampai dengan 9 untuk menilai tingkat
dan Arsyad (2010). kepentingan suatu elemen dengan elemen
lainnya. Struktur hirarki dapat dilihat pada
b. Analytical Hierarchy Process (AHP) gambar 2.
Analytical Hierarchy Process (AHP)
digunakan untuk menyiapkan alternatif-alternatif Tabel 4. Skala banding berpasangan pada Analytic
didalam pengambilan keputusan. Prosedur dalam hierarchy proses (AHP)
menggunakan metode AHP terdiri dari beberapa Intensitas Keterangan Penjelasan
kepentingan
tahap yaitu (Jayanath dan Garmini, 2003) yaitu : 1 Kedua elemen sama Dua elemen
a) Menyusun hirarki dari permasalahan yang pentingnya. menyumbangkan
3 Elemen yang satu lebih sama besar pada sifat
dihadapi Penyusunan hirarki yaitu dengan penting dari elemen lainnya. pengalaman dan
menentukan tujuan yang merupakan sasaran 5 Elemen yang satu pertimbangan sedikit
esensial/sangat penting menyokong satu
sistem secara keseluruhan pada level teratas. ketimbang elemen yang elemen atas lainnya.
Level berikutnya terdiri dari kriteria-kriteria lainnya. Pengalaman dan
untuk menilai atau mempertimbangkan pertimbangan dengan
kuat menyokong satu
alternatif-alternatif yang ada dan menentukan elemen atas lainnya
alternatif-alternatif tersebut. Setiap kriteria Satu dengan kuat
dapat memiliki subkriteria dibawahnya dan disokong dan
setiap kriteria dapat memiliki nilai intensitas 7 Satu elemen jelas lebih dominannya telah
penting dari elemen lainnya terlihat dalam
masing- masing. praktek
Bukti yang
menyokong satu
b) Menentukan prioritas elemen dengan langkah - elemen yng satu atas
langkah sebagai berikut: yang lain memiliki
- Langkah pertama dalam menentukan prioritas 9 Satu elemen mutlak lebih ingkat penegasan
penting dari elemen lainnya yang tinggi yang
elemen adalah membuat perbandingan 2,4,6,8 Nilai-nilai antara diantara mungkin
berpasangan, yaitu membandingkan elemen dua pertimbangan yang menguatkan
berdekatan kompromi
secara berpasangan sesuai kriteria yang di diperlukan antara dua
Jika untuk aktivasi 1
berikan. Untuk perbandingan berpasangan Kebalikan mendapat satu angka bila pertimbangan
digunakan bentuk matriks. Matriks bersifat dibandingkan dengan
aktivitas j. maka j
sederhana, berkedudukan kuat yang mempunyai nilai kebalikan
menawarkan kerangka untuk memeriksa bila dibandingkan dengan i
konsistensi, memperoleh informasi tambahan Sumber: Saaty (1993)
dengan membuat semua perbandingan yang
mungkin dan menganalisis kepekaan prioritas
secara keseluruhan untuk merubah
pertimbangan. Untuk memulai proses
perbandingan berpasangan, dimulai dari level
paling atas hirarki untuk memilih kriteria,
misalnya C, kemudian dari level dibawahnya
diambil elemen-elemen yang akan
dibandingkan, misal A1, A2, A3, A4, A5, maka
susunan elemen-elemen pada sebuah matrik.
- Selanjutnya mengisi matrik perbandingan
berpasangan yaitu dengan menggunakan
bilangan untuk merepresentasikan kepentingan
relatif dari satu elemen terhadap elemen lainnya
yang dimaksud dalam bentuk skala dari 1
sampai dengan 9. Skala ini mendefinisikan dan
menjelaskan nilai 1 sampai 9 untuk
pertimbangan dalam perbanding an
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis kelerengan didominasi oleh KL curam
dengan sebesar 72,83 % dari seluruh luas wilayah
penelitian. Secara keseluruhan kelas lereng wilayah
Deskripsi Umum Lokasi Penelitian
penelitian terdiri dari : kelerangan datar (0-8%) seluas
Wilayah penelitian terletak pada 96,99 Ha atau 12,15 %, landai (8-15%) seluas 3,25 Ha
koordinat geografis 124° 58' 52" – 125° 2' 17" atau 0,41 %, agak curam (16-25 %) 47,91 Ha (6,00 %)
BT dan 1° 28' 43" – 1 34’59" LU. Berdasarkan curam (26-40 %) seluas 581,53 Ha atau 72,83 % dan
administrasi pemerintahan wilayah Desa yang sangat curam (>40%) seluas 68,82 Ha atau 8,62 %.
masuk kedalam wilayah penelitian ini adalah : sebagaimana tersaji pada gambar 3.
Desa Klabat, Desa Pinilih dan Desa Wasian
yang berada di wilayah administratif
1000
Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa
Kelerengan
Utara Provinsi Sulawesi Utara. Wilayah yang 500
dipelajari dalam penelitian ini adalah areal Luas

blok pemnafaatan KPH Unit VI yang berada 0 Persentase


pada DAS mikro (MDM) yang berada pada 1 2 3 4 5 6 7
ketinggian 280 – 870 mdpl. Fungsi kawasan
yang yang berada dilokasi penelitian Gambar 3. Kelas Kelerengan pada pada wilayah penelitian
diantaranya: HL. Gn. Wiau, HL Gn. Klabat,
HPT. Gn. Saoan, dan HPT Gn. Wiau dengan Jenis Tanah
luas wilayah penelitian 798,49 Ha. Jenis tanah wilayah studi berdasarkan
klasifikasi tanah USDA. Menurut Joseph (2010)
Penutupan lahan dalam Walangitan dkk, (2013) jenis tanah di DAS
Talawaan didominasi oleh ordo tanah Inceptisol,
Penutupan Lahan (land cover) yang
sebagian Alfisol, Entisol, dan Ultisol. Namun dalam
selanjutnya disingkat PL, yang didefinisikan kajian ini disajikan dalam asosiasi tanah, karena
sebagai penyebutan kenampakan biofisik di keterbatasan data. Tanah di uraikan berdasarkan Satuan
permukaan bumi yang terdiri dari areal vegetasi, Peta Tanah (SPT) sebaran jenis tanah dapat dilihat
lahan terbuka, lahan terbangun, tubuh air dan pada Tabel 5.
lahan basah (Lillesand et al. 1990). Penggunaan
lahan adalah pengaturan, kegiatan dan input Tabel 5. Jenis Tanah Wilayah penelitian
No TAKSONOMI Luas
terhadap jenis tutupan lahan tertentu untuk 1 Dystropepts Dystrandepts Tropudults 131,22
menghasilkan sesuatu, mengubah atau 2 Dystropepts Humitropepts Tropohumults 291,33
3 Dystropepts Tropudulfts Humitropepts 9,87
mempertahankannya. Analisis akan lebih efektif 4 Humitropepts Dystrandepts Hydrandepts 366,05
jika data yang dihasilkan dari kedua istilah 798,47
tersebut digabungkan karena memungkin Sumber : Hasil analisis Laboratorium ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Unsrat (Walangitan 2013).
mendeteksi lokasi perubahan terjadi, perubahan
tipe dan bagaimana suatu lahan berubah (Jansen Walangitan, dkk (2013) Satuan Peta Tanah
dan Gregorio, 2002). Hasil penafsiran citra satelit ini merupakan asosiasi dari tiga greatgroup tanah
resolusi sedang tahun 2018 (Anonim, 2019), yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut :
kondisi tutupan lahan pada lokasi penelitian lebih - Dystropepts merupakan tanah ordo
dari 47 % didominasi oleh pertanian lahan kering Inceptisolls subordo tropepts dan great group
campur semak. Secara keseluruhan komposisi Dystropepts. Perbedaan dengan Eutropepts
tutupan lahan pada wilayah penelitian adalah : adalah kejenuhan Basa (NH4OAc) pada
Hutan sekunder 230,88 Ha (28,92%), Pertanian kedalaman 25-100 cm dari permukaan tanah
Lahan Kering 189,45 Ha (23,73 %), Pertanian besarnya < 50%.
Lahan Kering Campur Semak 378,16 Ha (47,36 - Dystrandepts Andepts yang terbentuk pada iklim
%). Adapaun Kodefikasi yang digunakan untuk lembab. Kata Dystr dari Yunani berarti
mempermudah analisis SIG penutupan lahan, infertile atau tidak subur. Andepts
merupakan subordo dari Inceptisol. Andepts
digunakan Kode: Hs digunakan untuk penutupan
memiliki kandungan abu volkan yang tinggi dan
lahan Hutan Sekunder, Kode Pt digunakan untuk memiliki kelembaban tanah yang kurang.
penutupan lahan Pertanian lahan kering dan Kode - Humitropepts merupakan greatgroup dari
Pc, digunakan untuk penutupan lahan Pertanian suborde Tropepts dan orde Inceptisols.
lahan kering campur semak Humitropepts adalah tropepts yang memiliki
Kelas Kelerengan kandungan humus yang tinggi dan berkisar
Analisis kelas kelerengan (KL) sebagaimana
pada daerah yang memiliki rata-rata curah
tersaji pada peta kelas kelerengan lokasi penelitian.

8
hujan yang tinggi. Tergolong tropepts karena yang homogen dalam suatu hamparan. Dalam
mempunyai resin temperatur isohipertermik. penelitian ini komponen yang digunakan dalam
- Tropohumults adalah greatgroup orde ultisols pembentukan satuan unit lahan adalah penutupan
sub orde humults. Humults merupakan lahan, kelerengan, jenis tanah.
ultisols yang mempunyai karbon organik Besaran nilai dari ketiga komponen ini
sebesar 0,9% (berdasarkan rata-rata sebagaimana tersaji pada pada tabel 5 hingga tabel 9
tertimbang) atau lebih di dalam 15 cm dan gambar 5. (BAB IV). Untuk mempermudah
bagian atas horison argilik atau kandik atau menganalisis data digunakan kodefikasi unttuk
mempunyai karbon organik sebesar 12/kg/m2 masing-masing komponen yang dianalisis.
atau lebih di antara permukaan tanah mineral Kodefikasi yang digunakan untuk Penutupan lahan
dan kedalaman 100 cm. Awalan tropo (PL) adalah Hutan Sekunder (Hs), pertanian lahan
menandakan tanah tersebut pada wilayah iklim kering (Pt), pertanian lahan kering campur semak
tropis. (Pc). Kodefikasi yang digunakan untuk diskripsikan
kelas lereng I, II, III, IV dan V. Kode I digunakan
Kondisi Sosial Lokasi Penelitian sebagai kodefikasi lerengan datar, kode II digunakan
Ketiga Desa peneliatian berada di untuk kelas lereng landai, kode III digunakan untuk
Kecamatan Dimembe. Jumlah Penduduk Kecamatan kelas lereng agak
Dimembe Tahun 2017 berjumlah 25.476 jiwa. Hasil analisis dengan menggunakan system
Cakupan luas wilayah 158,12 km, dengan demikian informasi geografis didapatkan satuan lahan yang
kepadatan penduduknya mencapai 161 jiwa/km. terbentuk adalah 26 satuan unit lahan sebagaimana
Jumlah penduduk Desa Klabat sebanyak 1.278 jiwa tersaji pada Tabel 12.
sedangkan Desa Tumataras memiliki jumlah Tabel 12. Land Mapping Unit Blok Pemanfaatan KPHL Unit VI
penduduk sebanyak 1.634 jiwa. Rasio jenis kelamin pada MDM Talawaan
dapat dilihat pada Tabel 10.
No. Kode_LR Kod_Tanah Kode_PL Kode LMU Nama Kwsn No. LMU Luas

1 V Trm Pt VTrmPt HPT Gn. Saoan 1 15,52


Tabel. 10 Rasio Jenis Kelamin pada lokasi penelitian
Jenis Desa 2 I Trm Pt ITrmPt HPT Gn. Saoan 2 21,78
Kelamin Klabat Panili Wasian 3 V Trm Pc VTrmPc HPT Gn. Saoan 3 13,08
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase 4 I Trm Pc ITrmPc HPT Gn. Saoan 4 6,45
Penduduk (%) Penduduk (%) Penduduk (%)
5 IV Trm Pc IVTrmPc HPT Gn. Saoan 5 8,87
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
Laki-laki 1.201 51,00 709 50,64 1.425 63,93 6 III Trm Pc IIITrmPc HPT Gn. Saoan 6 2,52
Perempuan 1.154 49,00 691 49,36 804 36,07 7 III Trm Pt IIITrmPt HPT Gn. Saoan 7 39,50
Jumlah 2.355 100,0 1.400 100,00 2.229 100,00 8 III Trp Pt IIITrpPt HPT Gn. Saoan 8 3,98
0
9 I Trp Pt ITrpPt HPT Gn. Saoan 9 5,52
Sumber : Dimembe dalam angka 2018
10 I Trm Pt ITrmPt HPT Gn. Saoan 10 5,69
11 I H Pt IHPt HPT Gn. Saoan 11 7,93
Pekerjaan 12 III H Pt IIIHPt HPT Gn. Saoan 12 1,95
Pekerjaan masyarakat di 3 (tiga) desa ini 13 IV Trm Pc IVTrmPc HPT Gn. Wiau 13 18,66

sangat beragam, mulai dari petani, pegawai Negeri 14 IV Trm HS IVTrmHS HL Gn. Wiau 14.a 23,17
15 IV Trm HS IVTrmHS HPT Gn. Wiau 14.b 10,47
Sipil, Anggota TNI dan Polri dan sebagian 16 IV Trm Pc IVTrmPc HL Gn. Wiau 15 60,27
merupakan karyawan swasta. 17 IV Trm HS IVTrmHS HL Gn. Wiau 16 2,37
18 IV Trm Pt IVTrmPt HL Gn. Wiau 17 62,98

Sarana Pendidikan 19 I Trp Pt ITrpPt HL Gn. Klabat 18 23,65


20 I Trp Pc ITrpPc HL Gn. Klabat 19 25,94
Sarana pendidikan yang terdapat pada 3
21 IV Trp Pc IVTrpPc HL Gn. Klabat 20 72,13
(tiga) Desa Penelitian sebagaimana tertera pada 22 II Hy Pc IIHyPc HL Gn. Klabat 21 3,24
tabel 11. 23 IV Hy Pc IVHyPc HL Gn. Klabat 22 167,29
24 IV Hy HS IVHyHS HL Gn. Klabat 23 151,66
Tabel. 11 Sarana Pendidikan Pada Lokasi Penelitian 25 V Hy HS VHyHS HL Gn. Klabat 24 40,21
Sarana Pendidikan Keterangan 26 IV Hy HS IVHyHS HL Gn. Klabat 25 3,65
Desa TK SD SMP SMA
Klabat 2 3 1 - Jumlah 798,47
Panili 1 2 - -
Wasian 3 2 - -
Jumlah 1.278 100,00 1.634 100,00
Sebagaimana tertera pada tabel 1 (BAB I)
Sumber : Dimembe dalam angka 2018 wilayah penelitian berada pada 4 kawasan hutan
yaitu : Kawasan HL Gn. Klabat, HL Gn. Wiau, HPT
Land Mapping Unit (LMU) Gn. Wiau dan HPT Saoan. Sesuai dengan tabel 12
Land Mapping Unit (LMU) adalah satuan diatas LMU yang terbentuk pada masing-masing
Unit lahan terkecil yang mempunyai kesamaan kawasan sebagaimana tersaji pada gambar 4,5,6 dan
kondisi biofisik terutama dalam hal tingkat gambar 7.
kerusakan/kekritisan, fungsi kawasan, ketebalan
tanah gambut dan morfologi Daerah Aliran Sungai
(Anonim, 2014). LMU atau Unit Lahan dapat pula
dibentuk dengan menggunakan komponen lainnya
9
Hasil perhitungan dugaan erosi diwilayah
penelitian, didominasi oleh lokasi dengan klasifikasi
sangat ringan sebesar 451, 50 Ha atau 56,55 %,
kategori ringan sebesar 20,61 ha (2,58 %) kategori
sedang sebesar 195,51 Ha (24,49 %) dan kategori
Gambar 4. Peta Land Mapping pada Gambar 6.Peta Land Mapping pada
berat 130,85 hektar (16,39%), besaran dugaan
kawasan HPT Gn. kawasan HL Gn. Klabat klasifikasi kelas bahaya erosi sebagaimana tersaji
gambar 8.

Gambar 5. Peta Land Mapping pada Gambar 7. Peta Land Mapping pada
kawasan HPT Gn. Saoan kawasan HL Gn. Wiau

Prediksi erosi tanah


Analisis pendugaan besar erosi dengan
persamaan USLE dilakukan dengan pendekatan
Gambar 8. Sebaran Kerentanan Erosi pada lokasi penelitian
satuan unit lahan. Nilai parameter R, K, LS dan
CP didapatkan dari data hasil pengamatan
lapangan dan data hasil-hasil penelitian yang Model Pengelolaan
pernah dilakukan sebelumnya. Gistut, 1994 mengatakan bahwa Sistem
Informasi Geografis (SIG) adalah sistem yang
Erosivitas (R).
Nilai erosivitas setiap satuan lahan dapat mendukung pengambilan keputusan spasial
dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi
mengacu pada peta zona curah hujan (peta
lokasi dengan karakteristik fenomena yang
lampiran 6) dan data rata-rata curah hujan bulanan
dari stasiun curah hujan yang mewakili masing- ditemukan di lokasi tersebut. SIG yang lengkap
masing zona, sebagaimana disajikan pada Tabel mencakup metodologi dan teknologi yang
diperlukan, yaitu data spasial perangkat keras,
12 . Hasil perhitungan erosivitas (R) pada setiap
perangkat lunak dan struktur organisasi, sedang
satuan lahan disajikan pada Tabel 13.
Murai, 1999 mengatakan bahwa SIG adalah
Indeks Bahaya Erosi sistem informasi yang digunakan untuk
Perhitungan nilai erosi yang dapat memasukkan, menyimpan, memanggil kembali,
ditoleransikan (TSL) dengan menggunakan data mengolah, menganalisis dan menghasilkan data
jenis tanah Puslittanak Bogor (1995) yang bereferensi geografis atau data geospatial, untuk
menunjukan bahwa di DTA danau Tondano dan mendukung pengambilan keputusan dalam
sekitarnya memiliki kedalaman tanah efektif rata- perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan,
rata adalah 1200 - 1500 mm, sub order tanah adalah sumber daya alam, lingkungan, transportasi,
enseptisol dengan nilai 1,00 umur guna tanah 400 fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya.
tahun dan berat volume tanah (bulk density) 1,1 - Sistem Informasi Geografis digunakan
1,34 (g/cm3), maka dengan persamaan (10) dalam pembuatan Land Mapping Unit (LMU)
diperoleh nilai erosi yang dapat ditoleransikan (TSL) atau peta satuan lahan dengan menggunakan
berkisar antara 33 – 50.25 Ton ha-1 tahun-1 teknik overlay (tumpangsusun), dimana beberapa
sehingga nilai rata-rata 40.125 ton ha-1 tahun-1. data disusun, dijadikan satu kemudian dianalisis
Klasifikasi bahaya erosi dapat dilihat pada Tabel 13. sesuai dengan kebutuhan. Data pendukung dalam
pembuatan LMU yaitu : data penutupan lahan,
Gambar 13. Indeks Bahaya Erosi
kelas lereng, jenis tanah dan curah hujan. Hasil
tumpang susun merupakan polarisasi tahapan
langkah-langkah Sistem Informasi Geografis
terdapat 26 Land Mapping Unit (LMU) dengan luas
keseluruhan 798,47 hektar yang tesebar pada empat
kawasan hutan yaitu : di Hutan Lindung (HL) Gn.
Klabat sebanyak 8 polygon dengan luas 487.76
hektar, HL Gn. Wiau sebanyak 4 polygon dengan
luas 148,79 hektar, Hutan Produksi Terbatas (HPT)
10
Gn Saoan sebanyak 12 polygon dengan luas 132, 80 3. Sasaran Sosial
hektar, HPT Gn Wiau sebanyak 2 polygon dengan Alternatif Prioritas Pengelolaan Pola
luas 29,12 hektar. Agroforestry dengan nilai bobot 652, di level
Mengingat wilayah penelitian memiliki kedua kegiatan Prioritasnya adalah Pola
fungsi Hutan Lindung (HL) dan hutan Produksi Pengkayaan dengan nilai bobot 217 dan yang
Terbatas (HPT) maka Model pengelolaan yang terakhir adalah Pola Reboisasi dengan nilai bobot
dipilih pada wilayah penelitian yang terletak pada 130.
kawasan HL adalah model pengelolaan Hutan
Kemasyakatan (HKm), sedangkan wilayah Kebijakan Pemerintah untuk Penyelesaian
penelitian yang terletak pada kawasan HPT model
Penguasaan Lahan Dalam Kawasan Hutan.
pengelolaan yang dipilih adalah Hutan Tanaman
Rakyat (HTR). Adapun dengan luas pada model Polarisasi Kebijakan Pemerintah untuk
pengelolaan HKm sebanyak 12 polygon dengan luas penyelesaian Penguasaan Lahan dalam Kawasan
636,55 hektar dan HTR sebanyak 14 polygon Hutan dapat dilakukan beberapa tindakan
dengan luas 161,92 hektar. diantaranya :
a. Review Tata Ruang/ Usulan perubahan Fungsi
Arahan Prioritas Pengelolaan Kawasan Hutan berkala
Prioritas pengelolaan yang akan Perubahan fungsi Kawasan Hutan berkaitan
dilakukan pada wilayah penelitian ini adalah pula dengan perubahan Pola Ruang baik ditingkat
dengan mengkombinasikan sasaran ekonomi, Kabupaten/ Kota maupun perubahan Pola Ruang
ekologi dan sosial, yang mampu didapatkan dari di Tingkat Provinsi. Undang-Undang Nomor : 26
pengelolaan lahan. AHP (Analytical Hierarchy Tahun 2007 tentang Penataan Ruang khususnya
Process) merupakan metode untuk memecahkan diatur pasal 20, 23 dan pasal 26, mengisyaratkan
suatu situasi yang komplek tidak terstruktur bahwa untuk dilakukannya peninjauan kembali
kedalam beberapa komponen dalam susunan yang (review) Rencana Tata Ruang Wilayah baik
hirarki dengan memberi nilai subjektif tentang ditingkat Kabupaten dan Kota maupun di Tingkat
pentingnya setiap variabel secara relatif, untuk Provinsi dapat dilakukan setiap 5 tahun sekali.
menetapkan beberapa alternatif prioritas model Sesuai dengan Peraturan Menteri
pengelolaan yang telah dibangun dengan Kehutanan Nomor : P. 34/Menhut-II/2010 tentang
menggunakan analisa system Informasi Geografis Tata Cara Perubahan Fungsi Kawasan Hutan,
(SIG) dengan metode oveylay tumpangsusun) sebagaiman telah beberapa kali dirubah terakhir
yang menghasilkan Land Mapping Unit (LMU) dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
sebanyak 26 Unit lahan. Kehutanan Nomor : P.16/MenLHK-II/2015
Selanjutnya Prioritas Pola pengelolaan tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
dilakukan dengan Land Utilities Type (LUT) Kehutanan Nomor P.34/Menhut-II/2010 tentang
Agroforestry, pengkayaan dan reboisasi. Wawancara Tata Cara Perubahan Fungsi Kawasan Hutan,
yang dilakukan didesa yang berada diwilayah tertulis bahwa tujuan dilakukan usulan Perubahan
penelitan, Agroforestry yang dilakukan masyarakat fungsi kawasan hutan untuk memantapkan dan
setempat yaitu dengan penanaman kayu yang mengoptimalisasikan fungsi kawasan hutan.
dikombinasikan dengan tanaman aren dan penanama
Usulan perubahan Fungsi Kawasan Hutan untuk
dengan kombinasi dengan tanaman talas.
tingkat Kabupaten dapat diajukan melalui Bupati
Analisa AHP dengan sasaran ekonomi,
dengan pengajuan surat yang ditujukan kepada
ekologi dan sosial menghasilkan bobot nilai
Menteri yang membidangi Kehutanan. Apabila
sebagai berikut :
lokasi usulan Perubahan fungsi kawasan hutan
1. Sasaran Ekonomi terletak melintasi lebih dari satu Kabupaten, maka
Alternatif Prioritas Pengelolaan adalah usulan perubahan Fungsi dilakukan melalui
Pola Agroforestry dengan bobot nilai tertinggi usulan Gubernur.
652 poin, dilevel kedua kegiatan Prioritasnya Perubahan berkala tata ruang setiap 5 tahun
adalah Pengkayaan dengan nilai bobot 217 poin dapat mengakomodir perubahan beberapa lokasi
dan terakhir kegiatan Prioritas Pola Reboisasi kawasan hutan dalam skala Kabupaten. Perubahan
dengan nilai bobot 130 poin. ini berkaitan dengan pengembangan pola ruang
2. Sasaran Ekologi Kabupaten atau kebutuhan strategis Kabupaten
Alternatif Prioritas Pengelolaan Pola yang mengisyaratkan dibutuhkannya perubahan
Agroforestry dengan nilai bobot 111, selanjutnya fungsi kawasan hutan, baik Perubahan Fungsi
kegiatan Prioritasnya adalah Pola Pengkayaan Antar Fungsi Pokok Kawasan Hutan maupun
dengan nilai bobot 333 poin dan yang terakhir perubahan Fungsi dalam Fungsi Pokok Kawasan
adalah Pola Reboisasi dengan nilai bobot 556. Hutan.
11
b. Perubahan fungsi kawasan hutan secara Parsial pengukuhan kawasan hutan dan pelaksanaannya
Usulan Perubahan fungsi kawasan hutan tanpa melalui tahapan pemancangan batas sementara
secara parsial umumnya dilakukan oleh Pemerintah dan inventarisasi hak-hak pihak ketiga, sehingga
Kabupaten/ Kota untuk mengakomodir kebutuhan pelaksanaannya langsung pada kegiatan tata batas,
yang bersifat parsial, misalnya perubahan/ denga demikian kegiatan ini lebih sederhana
penambahan pemukiman, kawasan penanggulangan dibandingkan dengan prosedur pengukuhan pada
bencana, relokasi dampak bencana maupun umumnya.
kebutuhan bidang lainya yang dianggap penting Ketiga Pola penyelesaian Penguasaan tanah
untuk dilakukan perubahan fungsi secara parsial. dalam kawasan hutan baik review tata ruang,
Wilayah penelitian dapat diajukan untuk perubahan fungsi secara parsial maupun mengikuti
dilakukan perbahan fungsi secara parsial mengingat pola PPTKH Per Pres 88 tahun 2017 kesemuanya
sebagian kawasan hutan baik pada kawasan HL Gn. dibutuhkan peranan dan keseriusan Pemerintah
Wiau, HPT Gn.Saoan maupun kawasan HPT Daerah untuk memberikan usulan, gambaran lokasi
Gn.Wiau sebagiaan besar telah menjadi lahan dan tentu berperan aktif baik di Tingkat Provinsi
pertanian masyarakat. Selain itu letak kawasan hutan maupun di Tingkat Pusat agar usulannya dapat
yang terlalu dekat dengan pemukiman masyarakat dipahami pusat sebagai sebuah usulan yang penting
menyebabkan hutan menjadi open access, dimana untuk ditindaklanjuti.
aktifitas keseharian masyarakat masih sangat Kawasan hutan yang berada di dalam
tergantung dengan hutan. wilayah penelitian ini terdiri atas 4 (empat) kawasan
Perubahan fungsi secara parsial umumnya hutan yaitu ; Hutan Lindung (HL) Gunung Klabat,
dilakukan untuk menurunkan grade fungsi kawasan HL Gn. Wiau, Hutan Produksi Terbatas (HPT) Gn.
hutan, dari Hutan Lindung (HL) menjadi Hutan Saoan dan HPT Gn. Wiau. Hasil penelurusan
Produksi Terbatas (HPT), HPT menjadi Hutan dokumen hasil tata batas pada Balai Pemantapan
Produksi, atau HPT menjadi Hutan Produksi yang Kawasan hutan Wilayah VI Manado, ke-empat
dapat di-Konversi (HPK). Apabila sudah berstatus kawasan yang berada diwilayah penelitian telah
HPK lebih mudah bagi Pemerintah Kabupaten/ Kota ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan
untuk pengajuan pelepasan kawasan hutan menjadi sebagaimana tertera pada tabel 20.
bukan kawasan hutan atau Areal Pengunaan Lain
(APL). Tabel 20. Daftar Surat Keputusan Penetapan Kawasan Hutan
No. Nama SK Penetapan Tanggal Luas (Ha)
Kawasan
c. Pola Percepatan Penyelesaian Penguasaan Tanah 1. HL Gn. Klabat SK.1827/Menhut- 25 Maret 5.617,88
II/KUH/2014 2014
dalam Kawasan Hutan (PPTKH). 2. HL Gn. Wiau SK.1837/Menhut 25 Maret 6.294,45
Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam II/KUH/2014 2014
3. HPT Gn. Saoan SK.1841/Menhut 25 Maret 4.157,94
Kawasan Hutan (PPTKH) merupakan turunan dari -VII/KUH/2014 2014
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 88 4. HPT Gn. SK.1833/Menhut 25 Maret 3.764,02
Wiau VII/KUH/2014 2014
Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Sumber : Statistik BPKH Wilayah VI Tahun 2018.
Tanah Dalam Kawasan Hutan. Prinsip dasar dari
terbitnya Perpress No. 88 Tahun 2017 adalah Sesuai dengan arahan kebijakan pada
memberikan akses dan asset kepada masyarakat. Peraturan Presiden Nomor : 88 Tahun 2017,
Pemberian asses kepada masyarakat dalam bentuk kebijakan dengan mengeluarkan bidang tanah dari
model pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm), dalam kawasan hutan melalui perubahan batas
Hutan Tanaman Rakyat (HTR), maupun Hutan Desa kawasan hutan atau melakukan perubahan kawasan
(HD) atau pun Kemitraan Kehutanan. Kesemua hutan menjadi areal Penggunaan Lain (APL),
program tersebut merupakan bagian dari program merupakan kawasan hutan yang masih dalam tahap
Perhutanan Sosial. Adapaun maksud pemberian penunjukan kawasan hutan. Adapunpun kawasan
asset dimana lokus areal dimaksud diusulkan untuk hutan yang berada dalam wilayah penelitian
perubahan batas, yang kelak menjadi bukan kawasan merupakan kawasan hutan yang telah ditetapkan,
hutanatau berubah menjadi Areal Penggunaan Lain sehingga kebijakan Pemerintah yang dapat
(APL), sehingga output akhir pada lokus lokasi yang dilakukan untuk penyelesaian penguasaan tanah
diusulkan adalah terbitnya sertifikat kepemilikan. dalam kawasan hutan ini adalah dengan memberikan
Sesuai dengan Peraturan Menteri akses pengelolaan kawasan berupa Program
Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : 3 Tahun Perhutanan Sosial dengan Model Pengelolaan Hutan
2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Tim Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Tanaman
Inventarisasi dan verifikasi penguasaan tanah dalam Rakyat (HTR), dengan masing-masing jangka waktu
kawasan hutan, apabila rekomendasi yang diberkan pengelolaan selama 35 tahun dan dapat diperpanjang
berupa perubahan batas, mekanisme yang dilakukan sesudahnya.
mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.44/ Menhut-II/2012 jo. Peraturan Menteri
Kehutanan P.62/Menhut-II/2013 tentang
12
KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA
Kesimpulan
- Satuan Unit lahan (LMU) yang terbentuk pada Anonim. (2000). Peraturan Pemerintah Republik
wilayah penelitan sebanyak 26 LMU dengan luas Indonesia Nomor 150 Tahun 2000 Tentang
keseluruhan 798,47 hektar yang tesebar pada Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk
empat kawasan hutan yaitu : di Hutan Lindung Produksi Biomassa, Kementerian Pertanian.
(HL) Gn. Klabat sebanyak 8 polygon dengan Anonim. (2007). Peraturan Pemerintah Nomor : 6
luas 487.76 hektar, HL Gn. Wiau sebanyak 4 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
polygon dengan luas 148,79 hektar, Hutan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,.
Produksi Terbatas (HPT) Gn Saoan sebanyak 12
Jakarta: Badan Planologi Kehutanan.
polygon dengan luas 132, 80 hektar, HPT Gn
Wiau sebanyak 2 polygon dengan luas 29,12 Anonim, 2007. Pedoman Teknis Gerakan
hektar. Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
- Berdasarkan Indeks kerawanan erosi terdapat Departemen Kehutanan RI Jakarta.
lahan dengan kategori sangat ringan sebanyak 9
unit lahan, kategori ringan sebanyak 2 unit lahan, Anonim, 2007. Peraturan Menteri Kehutanan
kategori sedang sebanyak 3 unit lahan dan lahan Nomor : P. 35/Menhut-II/2007 Tentang
kategori berat sebanyak 11 unit lahan. Hasil Bukan Kayu. Departemen Kehutanan
- Pola Pengelolaan yang terbentuk pada wilayah RI Jakarta.
penelitian berupa Model Pengelolaan Hutan Anonim 2007. Peraturan Menteri Kehutanan
Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Tanaman Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 Tentang
Rakyat (HTR) dan dengan jangka waktu Hutan Kemasyarakatan Departemen
pengelolaan selama 35 tahun dan dapat Kehutanan RI Jakarta.
diperpanjang sesudahnya.
- Arahan Prioritas pengelolaan sesuai analisa AHP Anonim, 2017. Laporan Hasil Pemancangan Batas
dengan sasaran ekonomi, ekologi dan sosial Sementara dan Identifikasi Hak-Hak Pihak
adalah dengan melaksanakan model pengelolaan ketiga di Kabupaten Minahasa Utara,
dengan Land Utilities Type (LUT) Agrorestry, BPKH Wilayah VI Manado.
LUT pengkayaan dan LUT reboisasi. Dengan
bobot nilai sasaran ekonomi sebesar 429 poin, Anonim, 2019. Laporan Penututupan lahan hasil
bobot nilai sasaran ekologi 143 poin dan bobot
Hasil Penafsiran citra resolusi sedang tahun
nilai sasaran sosial sebesar 429 poin.
2018, BPKH Wialyah VI Manado.
- Arahan kebijakan Pemerintah untuk penyelesaian
penguasaan tanah dalam kawasan hutan ini Arsyad Sitanala, (2010). Konservasi Tanah dan
adalah dengan memberikan akses pengelolaan Air. Edisi Kedua, IPB Press. Bogor.
kawasan berupa Program Perhutanan Sosial
dengan alternatif Model Pengelolaan Hutan Chichilnisky. (2005). Property Rights And
Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Tanaman Efficiency of Markets. Di dalam: Kant S,
Rakyat (HTR). Bery AR, editor. Institutions, Sustainability,
and Natural Resources institutions for
Saran Sustainable Forest Management. The
- Menggiatkan rencana aksi agar pelaksanaan Netherlands: Springer. Hlm141-154. Tokyo:
model pengelolaan prioritas berupa kegiatan The Netherlands: Springer.
Agroforestri, pengkayaan dan reboisasi agar
segera dilakukan dilapangan. Hal ini
Danimihardja S, 1978. Pemanfaatan dan
diharapkan dapat segera memperbaiki tutupan Pembudidayaan Talas, Pusat Pusat
lahan sehingga laju erosi permukaan yang Penelitian dan Pengembangan Biologi.
terjadi pada unit-unit lahan diwilayah penelitian
dapat diperlambat. Anonim, Departemen Kehutanan. 2002. Statistik
- Melakukan sosialiasi dan peningkatan Kehutanan Indonesia 2001. Badan
kesadaran masyarakat secara berkala Planologi, Kehutanan. Jakarta.
khususnya kepada masyarakat yang berada
disekitar wilayah penelitian. Effendi, D.S., 2009. Aren, Sumber Energi
- Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan Alternatif. Warta Penelitian dan
masukan bagi stakeholders pengelola KPHL Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian
Unit VI khususnya yang berada pada areal dan Pengembangan Pertanian.
MDM Talawaan.

13
Efendi, Bachtiar. 2002. Pembangunan Ekonomi Jayanath Ananda, Gamini Herath, 2003, The use
Daerah Berkeadilan, Kurnia Kalam of Analytic Hierarchy Process to
Semesta. Yogyakarta. incorporate stakeholder preferences into
regional forest planning, Forest Policy and
Djojohadikusumo, S. (1981). ndonesia Dalam Economics, (5) 13-26;
Perkembangan Dunia : Kini dan masa yang
JICA. 2001. The Study On Critical Land and
akan datang. Jakarta: LP3ES, Cet. Kelima,
Protection Forest Rehabilitation at Tondano
1981.
Watershed in The Republic of Indonesia.
Elvida, Y. d. (2010). Peran dan Koordinasi Para Draft Final, Volume I, Main Report. Nippon
Pihak Dalam Pengelolaan KPH. Di dalam Koei Co.,Ltd. and Kokusai Kogyo Co.,Ltd.
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Keraf, A. S. 2006. Etika Lingkungan, Penerbit
Volume. 7 No. 3, Desember 2010 : 227 –
Kompas, Jakarta.
246 . Bogor: Litbang Kehutanan.
Kader R. 2015. Pendapatan Usaha Tani Pola
FAO (Food and Agriculture Organization). 1976. Agroforestry berbasis Kelapa di Desa
A Framework for Land Evaluation. FAO Klabat Kabupaten Minahasa Utara
Soil Bulletin 52. Soil Resources
Kay, D.E. 1973. Root Crops. The Tropical
Management and Conservation Service
Product Institute. Foreign and Common
Land and Water Development Division.
Wealth Office. London.
FAO, 2000. Definition and Basic Principles of
Kartodihardjo H. 1998. Peningkatan Kinerja
Sustainable Forest Management in Relation
Pengusahaan Hutan Alam Produksi Melalui
to Criteria and Indicators.http://www.
Kebijaksanaan Penataan Institusi [disertasi].
fao.org. Diakses tanggal 19 Februari 2014].
Bogor (ID): Program Pasca Sarjana Institut
Foresta, H. dan G. Michon, 2000. Agroforestri Pertanian Bogor.
Indonesia: Beda Sistem Beda Pendekatan.
Kartodihardjo H, Nugroho B, Putro HR. 2011.
Gamin. 2014. Resolusi Konflik Dalam Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Pengelolaan Hutan Untuk Mendukung (KPH) Konsep, Peraturan Perundangan dan
Implementasi Redd+, Disertasi. Implementasi. Djajono A dan Siswanty L,
editor. Jakarta (ID): Direktorat Wilayah
Gistut. 1994. Sistem Informasi Geografis.
Pengelolaan dan Penyiapan Areal
Gramedia Pustaka Utama.
Pemanfaatan Kawasan Hutan, Ditjen
Gittinger P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek- Planologi, Kementrian Kehutanan.
Proyek Pertanian Edisi Kedua UI-Press
Kartodihardjo, H. (2011). Penanganan Konflik
Johns Hopkins.
Kehutanan: Peran dan Pengalaman Dewan
Gobyah.2003. Pengenalan Keraifan Lokal Kehutanan Nasional. Forum DKN Untuk
Indonesia. Rineka Cipta: Jakarta Mediasi Konflik. Disampaikan pada
Konggres Kehutanan Indonesia (KKI) ke V
Gobyah, I Ketut “ Berpijak pada Kearifan Lokal”
tanggal 21-. Jakarta: Kementerian
dalam http://www. balipos.co.id,
Kehutanan.
didownload 17/1/2019.
Latinopoulos, D. (2014). The impact of economic
Hairiah dkk, 2003. Pengantar Agroforestri. World
recession on outdoor recreation demand: An
Agroforesty Centre (ICRAF) Southeast
application of the travel cost method in
Asia Regional Office
Greece. Journal of Environmental Planning
and Management, 57(2), 254–273 http://
Hakim, dkk., 1986. Dasar-dasar Imu Tanah.
dx.doi.org/10.1080/09640568.2012.738
Penerbit Universitas Lampung, Lampung
602.
Jansen, L.J.M. and Di Gregorio, A., 2002,
Latumahina, F., Sahureka, M. 2006. Agroforestri;
Parametric land cover and land-use
Alternatif Pembangunan Pertanian dan
classifications as tools for environmental
Kehutanan Berkelanjutan di Maluku. Jurnal
change detection, Agriculture, Ecocsystem
Agroforestri, Vol.1, No.3, Desember 2006.
& Environment, 89-100.

14
Murai, S, 1999, Gis Work Book, Institute of Seminar Agroforestri dan Perladangan,
Industrial Science, University of Tokyo, 7- Jakarta.
22-1 Roppongi, Minatoku, Tokyo.
Sapari. A. 1995. Teknik Membuat Gula Aren.
Nouwakpo, S.K., Williams, C.J., Al- Hamdan, Surabaya: Karya Anda.
O.Z., Weltz, M.A., Pierson, F & Nearing,
Satjapradja, D, 1981. Agroforestri di Indonesia,
M. (2016). A review of concentrated flow
Pengertian dan Implementasinya. Makalah.
erosion processes on
Seminar Agroforestri dan Perladangan,
rangelands:Fundamental understanding and
Jakarta.
knowledge gaps. International Soil and
Water Conservation Research, 4, pp. 75-86. Soegianto A. 1994. Ekologi Kuantitatif : Metode
analisis populasi dan komunitas. Usaha
Nurfatriani, F. (2006). Konsep Nilai Ekonomi
Nasional, Surabaya.Pusat Inventarisasi dan
Total dan Metode Penilaian Sumberdaya
Statistik Kehutanan Badan Planologi
Hutan, Jurnal Penelitian Sosial dan
Kehutanan,
Ekonomi Kehutanan. Bogor: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Sugiono. (2009). Metode Penelitian Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Notohadiprawiro.2006. Pengelolaan Kesuburan
Alfa Beta.
Tanah dan Peningkatan Efisiensi
Pemupukan.http://soil.faperta.ugm.ac.id/tj/1 Soeseno, S. 1992. Bertanam Aren. Dalam
981/1984%20penge.pdf. Yuliana, A., F, Mukhyar dan A, Dja’far
Kajian Finansial Usaha Pengolahan Gula
Nurrochmat, D. (2005). Strategi Pengelolaan
Aren di Kecamatan Padang Batung
Hutan. Upaya Menyelamatkan Rimba yang
Kabupaten Hulu Sungai Selatan Bertanam
Tersisa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aren. Jurnal Agribisnis Perdesaan 222
Ontario Ministry of Natural Resources. 2003. Volume 01 Nomor 03 September 2011.
Management units in Ontario. What are
Sukirno S. (1994). Pengantar Teori Ekonomi.
Management Units. www.mnr.gov.on.ca.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Diakses 13 JNovember 2018.
Sumanto, S. (2009). Kebijakan Pengembangan
Pramuharsanto, Y., 2002. Kajian Komposisi Jenis
Perhutanan Sosial Dalam Perspektif
Pohon pada Pola Agroforestry Sepanjang
Resolusi Konflik. Jurnal Analisis Kebijakan
Jalan Patuk-Wonosari Kabupaten Gunung
Kehutanan Volume. 6 No. 1 April 2009 : 13
Kidul, Yogyakarta. Proposal Penelitian,
– 25. Jakarta: Litbang Kehutanan.
Jurusan Budi Daya Hutan, Fakultas
Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Sumarno, S. (2009). Sumarno 2010. Model
Yogyakarta. Tidak dipublikasikan. optimasi pengelolaan lahan.
http://www.google.com/search?q=optimalis
Gamin, 2014. Resolusi Konflik Dalam
asi+rehabilitasi+lahan&ie=utf-8&oe=utf-
Pengelolaan Hutan Untuk Mendukung
8&aq=t&rls=org.mozilla:en-
Implementasi Redd+, Disertasi, , IPB Press.
GB:official&client=firefox-a. Diakses tgl
Rayes M. L. 2006. Metode Inventarisasi Sumber 29 Mei 2016
Daya Lahan. Andi, Malang.
Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan
Saaty, T. L. (1993). The Analytical Hierarchy Air. Penerbit Andi Yogyakarta.
Process: Planning, Priority, Setting,
Tjwan, K.B, 1968. Buku Pengantar Ilmu Tanah,
Resource Allocation. Pittsburgh: University
Penerbit IPB Bogor.
of Pittsburgh Pers.
Walangitan, H. 2008. Analisis Keragaan Sistem
Santoso, B., F. Haryati dan S.A Kadarsih. 2005.
Usahatani Konservasi Pada Daerah
Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam
Tangkapan Air (Catchment Area) Danau
terhadap Pertumbuhan Produksi Serat Tiga
Tondano Kabupaten Minahasa Sulawesi
Kon Rami di Lahan Aluvial Malang. Jurnal
Utara. Disertasi.
Pupuk 5(2):14-18
Wiersum KF. 1987. Internasional Experiences in
Satjapradja, D, 1981. Agroforestri di Indonesia,
Social Forestry. dalam Social Forestry in
Pengertian dan Implementasinya. Makalah.
Indonesia. Workshop Report. FAO.

15
Wicaksono, MD. 2008. Pembangunan Kehutanan
Melalui Pengembangan Pusat – Pusat
Pertumbuhan di Lampung Timur, Warta
Kagama Edisi 2 2008.
Winarto, Yudho, “Rupanya, Pemerintah Hanya
Aktifkan Kembali Inpres No.2/2008”,
Kompas, 25 Juli 2011.
Wulan YC, Yasmi Y, Purba C, dan Wollenberg E.
2004. Analisa Konflik Sektor
Kehutanan di Indonesia 1997-2003. Bogor (ID):
CIFOR.
Teknomo, K et al. 1999. Penggunaan
Metode Analytical Hierarchy Process
dalam Menganalisa Faktor- Faktor yang
Mempengaruhi Pemilihan Moda
Kekampus”. Jurnal Teknik Sipil
Universitas Kristen Petra
Tiwari, Kanchan Shailendra, and Ashwin G.
Kothari. (2013 "Attribute reduction
algorithm for inconsistent information
system using rough set theory."

Turner MG, Pearson SM, Bolstad P and Wear


DN.2003. Effects of land-cover change on
spatial pattern of forest communities in the
Southern Appalachian Mountains (USA).
J.Landscape Ecology 18(5): 449-464
Wang, G.X. Wang, Y.B, Qian, J and Wu, Q.B.
2006. Land cover change and its impacts on
soil C and N in two watersheds in the center
of the Qinghai-Tibetan Plateau. J. Mountain
Research and Development 26 (2): 153-
162.
Van Duivenbooden 2007 Land Use Systems
Analysis, a Multi-Scale Methodology to
Explore Options for Development of
Sustainable Agricultural Production
Systems ICRISAT, B.P. 12404, Niamey,
Niger
Vörösmarty C.J, Green P, Salisbury J, Lammers
R. 2000. Global water resources:
Vulnerability from climate change and
population growth. J. Science. 289: 284-
288.
Zaini, B. 2009. Desain Pengelolaan Hutan
Lindung Gn Soputan pada Sub DAS
Noongan. Skripsi
Zimmerman, B.J. 2002. Becoming a Self
Regulated Learner: An Overview. Theory
into Practice, Vol.41, No.2, Hal 64-70.

16

Das könnte Ihnen auch gefallen