Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Oleh:
SUDARKO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: “Hubungan Dinamika dan
Peran Kelompok dengan Kemampuan Anggota dalam Penerapan Inovasi
Teknologi Usahatani Kopi Rakyat (Kasus di Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo
Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur)” adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Sudarko
NRP. I351080091
ABSTRACT
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
HUBUNGAN DINAMIKA DAN PERAN KELOMPOK DENGAN
KEMAMPUAN ANGGOTA DALAM PENERAPAN INOVASI
TEKNOLOGI USAHATANI KOPI RAKYAT
(Kasus di Desa Sidomulyo Kecamatan Silo, Kabupaten Jember
Provinsi Jawa Timur)
SUDARKO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Basita Ginting, MA
Judul Tesis : Hubungan Dinamika dan Peran Kelompok dengan
Kemampuan Anggota dalam Penerapan Inovasi Teknologi
Usahatani Kopi Rakyat (Kasus di Desa Sidomulyo,
Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur)
Nama Mahasiswa : Sudarko
NRP : I351080091
Program Studi : Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Disetujui:
Komisi Pembimbing,
Mengetahui:
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga tesis yang berjudul “Hubungan Dinamika dan Peran
Kelompok dengan Kemampuan Anggota dalam Penerapan Inovasi Teknologi
Usahatani Kopi Rakyat” dapat diselesaikan.
Penelitian ini merupakan salah satu prasyarat bagi mahasiswa untuk
menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis menyampaikan
banyak terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
(1) Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS dan Prof. Dr. Pang S Asngari selaku ketua dan
anggota komisi pembimbing serta Dr. Ir. Basita Ginting, MA selaku penguji
luar komisi yang telah dengan sabar dalam membimbing, mengarahkan,
memberikan motivasi, dukungan, masukan dan saran demi perbaikan dan
penyelesaian penelitian ini.
(2) Koordinator dan wakil koordinator Program Mayor Ilmu Penyuluhan
Pembangunan Pascasarjana IPB, Fakultas Ekologi Manusia dan seluruh staf
yang telah memberikan fasilitasi dan bantuan dalam penyelesaian penelitian.
(3) Rektor Universitas Jember yang telah memberikan ijin belajar dan Beasiswa
melalui Program IMHERE Departemen Pendidikan Nasional RI.
(4) Kepala Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, Ir. Adikarta
sebagai PPL Perkebunan dan P. Suwarno yang telah menyediakan tempat
tinggal selama proses pengumpulan data serta seluruh kelompoktani kopi
rakyat dan tokoh masyarakat yang bersedia menjadi responden dan informan
penelitian.
(5) Keluarga besar tercinta di Malang dan Lumajang serta istri penulis Hesti
Herminingsih, SP. MP. dan Huga Hamdi S anak kami atas segala doa restu,
dukungan, perhatian, pengertian dan kasih sayangnya.
(6) Seluruh rekan mahasiswa PPN atas dukungan, semangat dan dorongannya
untuk terus maju serta semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu
persatu.
Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Sudarko
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL........................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xvi
PENDAHULUAN....................................................................................... 1
Latar Belakang Penelitian...................................................................... 1
Masalah Penelitian................................................................................. 6
Tujuan Penelitian................................................................................... 8
Manfaat Penelitian ................................................................................ 9
Definisi Istilah........................................................................................ 9
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 11
Pengertian Kelompok............................................................................. 11
Dinamika Kelompok.............................................................................. 13
Peran Kelompok..................................................................................... 19
Kemampuan Anggota Kelompok ........... .............................................. 22
Teori Adopsi Inovasi.............................................................................. 23
Penerapan Inovasi Teknologi................................................................. 27
Karakteristik Individu............................................................................ 38
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ....................................... 44
Kerangka Pemikiran............................................................................... 44
Hipotesis Penelitian................................................................................ 46
METODE PENELITIAN ............................................................................ 48
Rancangan Penelitian............................................................................. 48
Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................. 48
Populasi dan Sampel.............................................................................. 48
Data dan Instrumentasi........................................................................... 49
Analisis Data.......................................................................................... 51
Definisi Operasional.............................................................................. 51
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 55
Gambaran Umum Daerah Penelitiaan..................................................... 55
Letak Geografis dan Keadaan Wilayah........................................ 55
Keadaan Penduduk menurut Kelompok Usia............................... 56
Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian............................ 58
Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan......................... 59
Sarana Pendidikan dan Kesehatan................................................ 57
Sarana dan Prasarana Perekonomian............................................ 60
Keadaan dan Potensi Perkebunan................................................ 61
Sarana Perhubungan dan Komunikasi.......................................... 60
Sektor Usahatani Kopi Rakyat Desa Sidomulyo.......................... 64
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Populasi dan sampel petani kopi rakyat di Desa Sidomulyo
Kecamatan Silo Kabupaten Jember......................................................... 49
2 Luas wilayah Desa Sidomulyo Kecamatan Silo menurut penggunaan... 56
3 Jumlah penduduk Desa Sidomulyo Kecamatan Silo berdasarkan
kelompok usia......................................................................................... 57
4 Distribusi penduduk Desa Sidomulyo Kecamatan Silo berdasarkan
struktur mata pencaharian....................................................................... 58
5 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan Desa Sidomulyo
Kecamatan Silo....................................................................................... 59
6 Banyaknya sekolah, murid dan guru Desa Sidomulyo........................... 60
7 Banyaknya sarana kesehatan dan tenaga medis Desa Sidomulyo........... 60
8 Luas perkebunan dan potensi produksi kopi rakyat Desa Sidomulyo.... 62
9 Prasarana perhubungan darat Desa Sidomulyo Kecamatan Silo............ 62
10 Sarana transportasi desa Sidomulyo Kecamatan Silo............................. 63
11 Sarana komunikasi Desa Sidomulyo Kecamatan Silo............................ 64
12 Sarana dan fasilitas kelompoktani Suluhtani.......................................... 72
13 Sarana dan fasilitas kelompoktani Sidomulyo........................................ 81
14 Sarana dan fasilitas kelompoktani Curah Manis..................................... 83
15 Sarana dan fasilitas kelompoktani Tunas Jaya........................................ 85
16 Sarana dan fasilitas kelompoktani Barokah............................................ 86
17 Deskripsi karaktersitik anggota kelompoktani kopi rakyat..................... 88
18 Rataan skor dinamika kelompoktani kopi rakyat Desa Sidomulyo........ 95
19 Rataan skor peran kelompoktani kopi rakyat Desa Sidomulyo.............. 104
20 Rataan skor kemampuan anggota kelompoktani dalam penerapan
inovasi teknologi kopi rakyat Desa Sidomulyo....................................... 111
21 Hubungan karakteristik anggota kelompoktani dengan kemampuan
anggota dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat........ 126
22 Hubungan dinamika kelompoktani dengan kemampuan anggota
dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat...................... 137
23 Hubungan peran kelompoktani dengan kemampuan anggota dalam
penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat................................. 149
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian............................................................ 47
2. Struktur kelompoktani Suluhtani......................................................... 71
3. Struktur kelompoktani Sidomulyo....................................................... 80
4. Struktur kelompoktani Curahmanis..................................................... 82
5. Struktur kelompoktani Tunas Jaya....................................................... 84
6. Struktur kelompoktani Barokah........................................................... 87
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta lokasi penelitian......................................................................... 166
2. Hasil out put uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian….... 167
3. Hasil out put analisis korelasi Tau-B Kendall…………………...… 169
PENDAHULUAN
luas areal kopi Indonesia total mencapai 1.309.732 ha dengan produksi nasional
sebanyak 682.158 ton. Perkebunan kopi merupakan sumber mata pencaharian
utama bagi 1.589.334 rumah tangga petani (Ditjenbun 2007).
Kesadaran petani kopi rakyat untuk menerapkan inovasi teknologi
merupakan kunci adanya perubahan menuju tercapainya produksi dan
produktivitas kopi yang tinggi, sehingga peningkatan kesadaran dalam penerapan
inovasi teknologi perlu mendapatkan prioritas perhatian bagi pihak-pihak yang
terkait. Demikian juga dengan wilayah Kabupaten Jember Jawa Timur
sebagai daerah yang secara umum sesuai untuk menempatkan kegiatan
perkebunan sebagai kegiatan ekonomi penduduk yang paling dominan. Kabupaten
Jember merupakan salah satu daerah produsen kopi terbesar kedua di Jawa Timur
setelah Kabupaten Malang dengan jumlah petani kopi di tahun 2008 mencapai
sekitar 17.090 orang dan jumlah produksi 1.976,87 ton. Produksi tersebut
sebagian besar kontribusinya adalah dari wilayah Kecamatan Silo dengan
produksi 788,83 ton, dengan luas areal 2.192,23 ha dan rata-rata produktivitasnya
sekitar 0,4 ton/ha (Dishutbun Kabupaten Jember 2006).
Perkebunan kopi di Kabupaten Jember sebagian besar didominasi oleh
kumpulan kebun-kebun kecil yang dimiliki petani (perkebunan rakyat) dengan
luas lahan antara satu sampai dua hektar. Petani yang memiliki perkebunan
rakyat ini belum mempunyai modal, teknologi dan pengetahuan yang cukup untuk
mengelola tanaman secara optimal. Dengan demikian, produktivitas tanaman
adalah relatif rendah dibandingkan dengan potensinya. Selain itu, petani
umumnya juga belum mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu seperti yang
dipersyaratkan untuk ekspor. Dengan demikian upaya meningkatkan produksi dan
mutu kopi perkebunan rakyat dengan meningkatkan kemajuan penerapan inovasi
teknologi melalui kelembagaan kelompok tani perlu segera mendapat perhatian
dari berbagai pihak yang terkait.
Syahyuti (1995) berpendapat bahwa pembangunan pertanian dan pedesaan
melalui penetrasi besar-besaran pihak luar, baik pemerintah maupun non
pemerintah umumnya menggunakan pendekatan kelompok sebagai sebuah bentuk
rekayasa sosial, dengan menciptakan pola-pola ikatan baru secara coercive
(seragam dan bertarget). Pengembangan kelompoktani produktif pada saat ini
3
telah terbentuk lebih dari dua dasarwarsa yang lalu sebagai satu jenis institusi
sosial penting pada masyarakat pertanian-pedesaan, masih ada kelompoktani yang
belum menunjukkan kinerja ataupun prestasi yang cukup baik. Hal ini terjadi, di
samping karena kondisi usaha pertanian yang kurang menggembirakan juga
diakibatkan adanya ketidakpastian kebijakan pemerintah.
Menurut Purwanto dan Wardani (2006), adanya Surat Keputusan Bersama
(SKB) Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri Tahun 1991 yang
menjadikan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) tidak berfungsi, karena BPP
berfungsi sebagai instalasi Dinas Subsektor. Selanjutnya keluar lagi SKB Menteri
Pertanian dan Menteri Dalam Negeri 1996 yang ingin mengusahakan
berfungsinya Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) dan BPP, namun
belum sampai berhasil sudah tersusul oleh adanya otonomi daerah. Pada
kenyataannya otonomi daerah mengakibatkan bervariasinya pengelolaan
penyuluhan di masing-masing daerah tingkat II. Ada yang mempertahankan
keberadaan BIPP, namun ada juga yang menghapuskan sama sekali, karena telah
terjadi polemik bahkan menganggap penyuluhan sebagai beban bila dikaitkan
dengan anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD). Balai Informasi Penyuluhan
Pertanian yang mempunyai instalasi BPP adalah pengelola kelompoktani,
sehingga apabila lembaga pengelolanya tidak jelas maka keberadaan
kelompoktani juga tidak jelas pula. Artinya, walaupun kelompoktani tersebut ada
namun akibat tidak jelas pembinaannya umumnya kelompoktani tersebut kurang
atau tidak dinamis, peran dan fungsi kelompoktani tidak berjalan sebagaimana
yang diharapkan. Selanjutnya terbit Undang-undang Nomor 16 tahun 2006
tentang sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan untuk menata
kembali pelaksanaan penyuluhan, sehingga di era reformasi ini perlu kiranya
dikaji keefektivan undang-undang tersebut dalam pembinaan dan pemberdayaan
kelompoktani.
Menurut Setiana (2005), pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk
mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi,
pendekatan pemberdayaan petani mementingkan masyarakat lokal yang mandiri
sebagai suatu sistem yang mengorganisasi diri sendiri. Adanya kerangka
pemberdayaan diharapkan tercipta kondisi, suasana atau iklim yang
5
Tujuan Penelitian
Berdasarkan berbagai permasalahan yang berkembang, secara spesifik
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Mengkaji karakteristik anggota, dinamika dan peran Kelompoktani Kopi
Rakyat Tingkat Madya maupun Tingkat Lanjut di Desa Sidomulyo
Kecamatan Silo Kabupaten Jember.
(2) Menganalisis kemampuan anggota Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat
Madya maupun Tingkat Lanjut dalam menerapkan inovasi teknologi usahatani
kopi rakyat di Desa Sidomulyo Kecamatan Silo Kabupaten Jember.
(3) Menjelaskan hubungan karakteristik anggota, dinamika dan peran
Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat Madya maupun Tingkat Lanjut dengan
kemampuan anggota dalam menerapkan inovasi teknologi usahatani kopi
rakyat di Desa Sidomulyo Kecamatan Silo Kabupaten Jember.
9
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
(1) Memberikan informasi dan pengetahuan bagi para petani kopi rakyat,
penyuluh, dan masyarakat pada umumnya tentang pentingnya dinamika dan
peran kelompok bagi peningkatkan kemampuan petani dalam menerapkan
inovasi teknologi.
(2) Memberikan masukan yang berarti bagi pemerintah desa, pemerintah
daerah, perusahaan perkebunan dan pihak-pihak yang terkait sebagai dasar
dalam menentukan kebijaksanaan dalam pembinaan, strategi pengembangan
dan pemberdayaan kelompoktani kopi rakyat.
(3) Sebagai bahan acuan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang
dinamika dan peran kelompok terkait dengan kemampuan petani dalam
penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat.
Definisi Istilah
(1) Usahatani kopi rakyat adalah pengelolaan tanaman kopi yang diusahakan
oleh perkebunan rakyat atau selain perkebunan milik negara dan milik
swasta.
(2) Kelompoktani kopi rakyat adalah kumpulan petani kopi rakyat (bapak, ibu
dan pemuda tani) yang terikat secara nonformal atas dasar keserasian,
kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya), keakraban,
kepentingan bersama dan saling percayamempercayai serta mempunyai
pimpinan untuk mencapai tujuan bersama.
(3) Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat Madya (KKRTM) adalah kelompoktani
yang memiliki skor penilaian (501-750 poin) dari rentang skor (1-1000 poin)
dari lima jurus kemampuan, yaitu: (1) Kemampuan kelompok dalam
merencanakan kegiatan untuk meningkatkan produktivitas usahatani dengan
menerapkan teknologi yang tepat dan memanfaatkan sumber daya secara
optimal; (2) Kemampuan melaksanakan dan mentaati perjanjian dengan
pihak lain; (3) Kemampuan pemupukan modal dan pemanfaatan modal
secara rasional; (4) Kemampuan meningkatkan hubungan kelembagaan
antara kelompok dengan koperasi/KUD dan (5) Kelompok menerapkan
10
Pengertian Kelompok
Kelompok merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik kebutuhan sosiologis, ekonomis maupun kebutuhan psikologisnya.
Dengan berkelompok, manusia dapat mengembangkan potensi, aktualisasi dan
eksistensi dirinya (Soekanto 2006). Beberapa ahli telah merumuskan beberapa
definisi tentang kelompok, antara lain:
(1) Kelompok adalah kumpulan orang-orang yang bergaul (berinteraksi satu
sama lain secara teratur dalam suatu periode waktu serta menganggap
dirinya saling bergantung dalam kaitannya dengan pencapaian satu tujuan
bersama atau lebih (Wexley & Yuki 2005).
(2) Kelompok adalah kumpulan individu yang terdiri dari dua atau lebih
individu dan kehadiran masing-masing individu mempunyai arti serta nilai
bagi orang lain dan ada dalam situasi saling mempengaruhi (Kartono 2006).
(3) Menurut Johnson dan Johnson (Sarwono 2005), sebuah kelompok adalah
dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka yang masing-masing
menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari
keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, masing-masing
menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan
bersama.
(4) Kelompok adalah kumpulan dari dua individu atau lebih dengan tingkat
interaksi yang sangat bervariasi, demikian pula dengan tingkat kesadaran
atau pencapaian tujuan bersamanya (Sarwono 2005).
(5) Kelompok didefinisikan sebagai dua individu atau lebih yang berinteraksi
dan saling bergantung untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Robbins 2007).
(6) Menurut Cohen (Simamora 1992), kelompok adalah sejumlah orang yang
berinteraksi secara bersama dan memiliki kesadaran sebagai anggota yang
didasarkan pada kehendak-kehendak perilaku yang disepakati.
(7) Secara sosiologis, kelompok sosial didefinisikan sebagai himpunan atau
kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama. Hubungan tersebut
menyangkut kaitan timbalbalik yang saling mempengaruhi dan juga
kesadaran untuk saling tolong-menolong (Soekanto 2006).
12
Dinamika Kelompok
Menurut Setiana (2005), perubahan perilaku petani secara individu
biasanya lebih lambat dibandingkan apabila petani aktif dalam kegiatan
kelompok. Demikian pula dalam hal penyebaran dan penerapan inovasi teknologi
umumnya lebih cepat dan meluas jangkauannya. Karena keunggulan penyebaran
inovasi teknologi melalui keberadaan kelompok, maka perlu diketahui tingkat
14
dinamika kelompok. Ada tiga peranan penting dari keberadaan kelompok yaitu:
(1) media sosial atau media penyuluhan yang hidup, wajar dan dinamis, (2) alat
untuk mencapai perubahan sesuai dengan tujuan penyuluhan dan (3) tempat atau
wadah untuk pernyataan aspirasi yang murni dan sehat sesuai dengan tujuan dan
keinginan. Kemampuan suatu kelompok dalam mengakses informasi teknologi
dan menyebarkan teknologi tersebut dalam anggota kelompok sangat tergantung
pada seberapa dinamis kelompok tersebut. Dinamika kelompok sendiri diartikan
sebagai kekuatan-kekuatan yang terdapat di dalam atau lingkungan kelompok
yang akan menentukan perilaku anggota kelompok dan perilaku kelompok yang
bersangkutan dalam bertindak melaksanakan kegiatan demi tercapainya tujuan
bersama yang merupakan tujuan kelompok.
Mardikanto (1993) berpendapat bahwa untuk melakukan analisis terhadap
dinamika kelompok pada hakekatnya dapat dilakukan melalui dua macam
pendekatan antara lain: (1) pendekatan sosiologis, yaitu analisis dinamika
kelompok melalui analisis terhadap bagian-bagian atau komponen kelompok dan
analisis terhadap proses sistem sosial tersebut. Pendekatan seperti ini, terutama
dilakukan untuk melakukan analisis dinamika kelompok terhadap kelompok-
kelompok sosial dan (2) pendekatan psikososial, yaitu analisis dinamika
kelompok melalui analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika
kelompok itu sendiri. Pendekatan seperti ini, lebih sering diterapkan pada
kelompok-kelompok tugas. Meskipun demikian, karena masih banyak kelompok
(termasuk kelompoktani) yang merupakan bentuk peralihan dari kelompok sosial
ke kelompok tugas, di dalam analisis dinamika kelompoknya seringkali masih
dilakukan penggabungan terhadap kedua macam pendekatan tersebut.
Pendekatan sosiologis meliputi dua analisis, yaitu analisis terhadap
bagian-bagian organisasi dan proses sosial yang terjadi di dalam kelompok.
Analisis terhadap bagian organisasi pada dasarnya merupakan analisis terhadap
unsur-unsur yang terdapat di dalam kelompok yang diatur dan disediakan oleh
kelompok yang bersangkutan demi berlangsungnya kegiatan-kegiatan untuk
mencapai tujuan bersama.
15
(6) kontrol sosial, yaitu proses pengawasan terhadap perilaku atau kegiatan setiap
anggota kelompok agar tidak menyimpang aturan yang telah disepakai demi
tercapainya tujuan bersama.
Pendekatan psikososial untuk menganalisis dinamika kelompok
dimaksudkan untuk mengkaji terhadap segala sesuatu yang akan berpengaruh
terhadap perilaku anggota-anggota kelompok dalam melaksanakan kegiatan demi
tercapainya tujuan kelompok. Unsur-unsur dinamika kelompok tersebut meliputi
(Purwanto & Huraerah 2006):
(1) tujuan kelompok, yaitu hasil akhir atau keadaan yang diinginkan oleh semua
anggota kelompok. Berkaitan dengan hal itu, kejelasan tujuan kelompok akan
sangat berpengaruh terhadap perilaku atau tindakan-tindakan anggota
kelompok. Sehingga perlu dikaji sampai seberapa jauh tujuan kelompok
benar-benar telah dipahami dan dihayati oleh setiap anggota kelompok yang
bersangkutan;
(2) struktur kelompok, yaitu suatu pola yang teratur tentang bentuk tata hubungan
antara individu-individu dalam kelompok yang sekaligus menggambarkan
kedudukan dan peran masing-masing untuk mencapai tujuan kelompok.
Ketidakjelasan mengenai struktur kelompok akan berakibat terhadap
ketidakjelasan kedudukan, peran, hak, kewajiban dan kekuasaan masing-
masing anggota, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak mungkin berjalan efektif
dan efisien dalam mencapai tujuan;
(3) fungsi tugas, yaitu seperangkat tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap
anggota kelompok sesuai dengan fungsi masing-masing sesuai dengan
kedudukannya dalam struktur kelompok. Sehingga setiap orang harus
memahami betul tugas-tugas yang harus dilaksanakan untuk tujuan
kelompok;
(4) pembinaan dan pemeliharaan kelompok, yaitu upaya kelompok untuk tetap
memelihara dan mengembangkan kehidupan kelompok atau upaya kelompok
untuk berusaha memelihara tatakerja dalam kelompok, mengatur,
memperkuat dan mengekalkan kelompok;
(5) kekompakkan kelompok, yang diartikan sebagai rasa keterikatan anggota
kelompok terhadap kelompoknya. Rasa keterikatan itu dapat dilihat atau
18
Peran Kelompok
Menurut Berlo (1960), peran merupakan serangkaian tingkah laku yang
harus dikerjakan dan tidak boleh dikerjakan berdasarkan posisi yang
didudukinya. Setiap individu mempunyai posisi yang berbeda-beda dalam suatu
sistem sosial dan mempunyai norma-norma tersendiri. Suatu tingkah laku peran
dapat ditinjau dari: (1) prescription role, merupakan pernyataan yang dilakukan
seseorang berdasarkan perannya; (2) description role, merupakan gambaran
tingkah laku secara nyata yang dilakukan seseorang berdasarkan perannya dan (3)
expectation role, merupakan gambaran tingkah laku seseorang tentang tingkah
laku yang diharapkan berdasarkan perannya.
Soekanto (2006) mengatakan bahwa peran adalah aspek dinamis
kedudukan/status yang mencakup kewajiban dan hak seseorang. Peran seseorang
dalam kedudukannya pada suatu posisi, meliputi: (1) norma-norma yang
dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat dan (2)
sustu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat
20
sebagai organisasi dan perilaku yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Peran seseorang dalam msyarakat harus dilaksanakan untuk mempertahankan
kedinamisan kehidupan dalam lingkungan masyarakat. Pelaksanaan peran
seseorang biasanya dapat dilihat di masyarakat atau dilakukan melalui lembaga
kemasyarakatan yang ada.
Peran kelompoktani dalam pembangunan pertanian diharapkan menjadi
pilar utama dan terdepan dalam setiap kegiatan pelaksanaan kegiatan
pembangunan. Menurut Departemen Pertanian (2001), peran kelompoktani ada
tiga yaitu: (1) sebagai kelas belajar-mengajar; (2) sebagai unit produksi dan (3)
sebagai wahana kerjasama. Abbas (1995) menjelaskan bahwa peran
kelompoktani sebagai kelas belajar-mengajar, kelompoktani sebagai wadah bagi
setiap anggota kelompok untuk berinteraksi guna meningkatkan pengetahuan,
sikap dan keterampilan dalam berusahatani yang lebih baik dan menguntungkan,
serta menumbuhkan dorongan untuk lebih mandiri. Sebagai unit produksi
usahatani, kelompoktani merupakan kesatuan unit usahatani untuk bertindak
dalam meningkatkan produktivitas, mutu hasil produksi dan mencapai skala
ekonomi yang lebih menguntungkan. Peran kelompok sebagai wahana kerjasama
diartikan kelompok sebagai wadah untuk mempererat kerjasama di antara petani
dalam kelompok dan antar kelompok dengan pihak lain untuk menghadapi
berbagai ancaman tantangan, hambatan dan gangguan pada prapanen, pascapanen,
pemasaran dan pemupukan modal sehingga petani mempunyai daya tawar yang
baik.
Upaya-upaya untuk mengembangkan kemampuan kelompok sebagai
kelas belajar-mengajar meliputi; menggali dan merumuskan belajar, berhubungan
dan bekerjasama dengan sumber informasi dan teknologi yang diperlukan,
menciptakan iklim belajar yang sesuai, mempersiapkan sarana belajar,
berperanserta aktif dalam proses belajar-mengajar, mengemukakan keinginan,
pendapat maupun masalah, merumuskan kesepakatan bersama, menaati dan
melaksanakan kesepakatan, merencanakan dan melaksanakan pertemuan berkala.
Selanjutnya, upaya untuk mengembangkan kemampuan kelompok
sebagai unit produksi usahatani, antara lain; mengambil keputusan dalam
menentukan pola usahatani yang menguntungkan, menyusun rencana definitif
21
praktik baru yang diharapkan mampu membawa perubahan bagi khalayak yang
menjadi target adopter. Aspek kebaruan dari suatu inovasi terlihat ketika inovasi
tersebut dapat memberikan pengetahuan baru pada pihak adopter, selanjutnya
muncul keyakinan pada pihak adopter bahwa inovasi tersebut perlu untuk
diadopsi dan terakhir adanya keputusan untuk mengadopsi inovasi tersebut oleh
pihak adopter. Ada lima sifat inovasi yang secara empiris setiap sifat saling
berhubungan satu sama lain tetapi secara konseptual berbeda.
Kelima sifat inovasi tersebut ialah: (1) keuntungan relatif, (2) keserasian
atau kompatibilitas, (3) kerumitan atau kompleksitas, (4) ketercobaan dan (5)
keterlihatan atau observabilitas. Keuntungan relatif ialah suatu tingkatan dimana
ide baru dianggap sebagai sesuatu yang lebih baik dari pada ide lama yang telah
diadopsi atau yang telah ada sebelumnya. Tingkat keuntungan di sini bisa diukur
dari keuntungan secara ekonomi dan keuntungan lainnya seperti sosial, status,
prestise dan sebagainya (Rogers 2003, Rogers & Shoemaker 1995).
Keputusan untuk mengadopsi atau menerapkan inovasi tidak datang begitu
saja hanya karena pertimbangan keuntungan relatif. Ada pertimbangan lain yang
harus yang dilakukan oleh adopter, yaitu keserasian atau kompatibilitas.
Kompatibilitas ialah tingkat keserasian antara inovasi yang akan didifusikan
dengan nilai-nilai, pengalaman masa lalu dan kebutuhan potensial dari adopter.
Suatu ide yang memiliki keserasian maka akan mengurangi ketidakpastian bagi
calon adopter sehingga tidak ada keraguan untuk mengadopsi. Suatu inovasi harus
memiliki keserasian dengan: (1) sistem nilai dan kepercayaan dari sosial budaya
setempat, (2) ide-ide yang diperkenalkan sebelumnya dan (3) kebutuhan adopter
untuk melakukan inovasi (Hubeis 2007).
Keberhasilan suatu inovasi sangat ditentukan oleh tingkat kerumitan.
Kerumitan adalah tingkat dimana suatu inovasi dipersepsikan sebagai relatif sulit
untuk dimengerti atau digunakan. Pada umumnya seseorang atau masyarakat
bahkan sistem sosial atau organisasi kurang berminat jika suatu inovasi dirasakan
terlalu rumit atau sulit digunakan. Selain kerumitan, sifat inovasi yang biasanya
dijadikan pertimbangan adopter ialah ketercobaan. Ketercobaan atau trialabilitas
adalah suatu tingkat dimana suatu inovasi dapat dimungkinkan untuk diuji
cobakan pada skala yang terbatas. Dengan dilakukannya uji coba maka adopter
25
bagaimana inovasi itu berperan atau berfungsi. Beberapa ahli berpendapat bahwa
individu melakukan peranan yang pasif dalam memperoleh kesadaran atau
pengetahuan, kecuali sampai suatu saat mengalami kejadian buruk sehingga
mengetahui betapa pentingnya inovasi. Jika pada tahap pengetahuan, sikap
mental yang berfungsi pada tingkat kognitif, maka pada tahap persuasi, sikap
mental yang berfungsi lebih banyak pada tingkat afektif atau sikap. Oleh karena
itu, pada tahap ini keterlibatan individu mengarah pada aspek psikologisnya.
Setelah mengetahui ide-ide baru dan teknologi baru maka akan ada evaluasi
informasi yang diterimanya. Pada tahap membuat keputusan merupakan tahapan
dimana seseorang melakukan aktivitas untuk memilih mengadopsi atau menolak
suatu inovasi.
Adopsi itu sendiri merupakan keputusan untuk menggunakan secara penuh
suatu inovasi sebagai suatu kegiatan yang terbaik dari yang pernah ada. Rogers
dan Shoemaker (1995) menyatakan bahwa adopsi sendiri memiliki dua
kemungkinan, yaitu: (1) adopsi berlanjut dan (2) adopsi tidak berlanjut. Penolakan
ada dua jenis, antara lain: (1) penolakan aktif, yaitu apabila seseorang
mempertimbangkan mengadopsi inovasi (termasuk mencobanya), tetapi kemudian
memutuskan untuk tidak mengadopsi dan (2) penolakan pasif, yaitu seseorang
yang tidak pernah sama sekali mempertimbangkan menggunakan suatu inovasi.
Selanjutnya pada tahap penerapan, seseorang dapat dikatakan berada pada
tahap penerapan apabila telah memulai kegiatan inovasi sebagai jawaban dari
masalah atau kebutuhan yang dihadapi. Namun, pada tahap ini proses keputusan
inovasi masih semata-mata bersifat mental. Selain itu juga telah terjadi perubahan
perilaku karena ide-ide baru telah benar-benar dipraktekkan. Dalam tahap ini
sebenarnya calon adopter masih mengalami ketidakpastian dalam keputusannya
meskipun telah mengambil keputusan untuk menghadapi inovasi. Setelah tahap
penerapan, seseorang masih harus melewati tahap selanjutnya untuk dapat
dikatakan sebagai adopter inovasi teknologi, yaitu tahap penegasan. Sejumlah
penelitian mengajukan bukti empiris bahwa suatu keputusan untuk menerima atau
menolak suatu inovasi, sering bukan merupakan tahapan akhir dari suatu proses
keputusan inovasi. Masih terdapat tahapan lain dimana seseorang memerlukan
kembali penegasan atas ide baru. Pada tahap konfirmasi, seseorang atau
27
Lubang tanam harus dibuat 3-6 bulan sebelum tanam. Ukuran lubang 50 x 50 x 50
cm, 60 x 60 x 60 cm, 75 x 75 x 75 cm atau 1 x 1 x 1 m untuk tanah yang berat.
Tanah galian diletakkan di kiri dan kanan lubang. Lubang dibiarkan terbuka
selama 3-6 bulan. Dua sampai empat minggu sebelum tanam, tanah galian yang
telah dicampur dengan pupuk kandang yang masak sebanyak 15/20 kg/lubang,
dimasukkan kembali ke dalam lubang. Tanah urugan tidak boleh dipadatkan.
Penanaman dilakukan pada musim hujan dan leher akar bibit ditanam rata dengan
permukaan tanah (Najiyati & Danarti 2001).
Dalam pemeliharaan tanaman kopi harus memperhatikan teknik
penyiangan dan pemeliharaan tanaman pelindung atau penaung. Penyiangan
meliputi: membersihkan gulma di sekitar tanaman kopi, penyiangan dapat
dilakukan bersama-sama dengan penggemburan tanah dan untuk tanaman dewasa
dilakukan dua kali setahun. Tanaman kopi sangat memerlukan naungan untuk
menjaga agar tanaman kopi jangan berbuah terlalu banyak sehingga kekuatan
tanaman cepat habis. Pohon pelindung ditanam satu sampai dua tahun sebelum
penanaman kopi atau memanfaatkan tanaman pelindung yang ada. Jenis tanaman
untuk pohon pelindung antara lain lamtoro, dadap, sengon dan sebagainya.
Pengaturan pohon pelindung, berupa: (1) tinggi pencabangan pohon pelindung
diusahakan dua kali tinggi pohon kopi, (2) pemangkasan pohon pelindung
dilakukan pada musim hujan dan (3) apabila tanaman kopi dan pohon pelindung
telah cukup besar, pohon pelindung bisa diperpanjang menjadi satu banding dua
atau satu banding empat (Najiyati & Danarti 2001).
Pada tanaman kopi perlu dilakukan pemangkasan bentuk, produksi dan
peremajaan. Pemangkasan bentuk meliputi: tinggi pangkasan 1,5–1,8 meter,
cabang primer teratas harus dipotong tinggi satu ruas dan pemangkasan dilakukan
di akhir musim hujan. Pangkasan Produksi meliputi: pembuangan tunas wiwilan
(tunas air) yang tumbuh ke atas, pembuangan cabang cacing dan cabang balik
yang tidak menghasilkan buah, pembuangan cabang-cabang yang terserang hama
penyakit dan pemangkasan dilakukan tiga sampai empat kali setahun dan
dikerjakan pada awal musim hujan. Pangkasan Rejupinasi (peremajaan) meliputi:
ditujukan pada tanaman yang sudah tua dan produksinya sudah turunmenurun,
pada awal musim hujan, batang dipotong miring setinggi 40-50 cm dari leher
31
akar, bekas potongan dioles dengan aspal, tanah di sekeliling tanaman dicangkul
dan dipupuk, beberapa tunas yang tumbuh dipelihara satu sampai dua tunas yang
pertumbuhannya baik dan lurus ke atas dan setelah cukup besar, disambung
dengan jenis yang baik dan produksinya tinggi (Najiyati & Danarti 2001).
Tanaman kopi memerlukan pemupukan yang tepat waktu, dosis dan jenis
pupuk. Dosis pemupukan kopi per pohon sesuai dengan kriteria umur adalah: (a)
umur satu tahun 50 gram Urea, 40 gram TSP dan 40 gram KCl, (b) umur dua
tahun 100 gram Urea, 80 gram TSP dan 80 gram KCl, (c) tiga tahun 150 gram
Urea, 100 gram TSP dan 100 gram KCl, (d) umur empat tahun 200 gram Urea,
100 gram TSP dan 100 gram KCl, (e) umur 5-10 tahun 300 gram Urea, 150 gram
TSP dan 240 gram KCl dan (f) umur 10 tahun ke atas 500 gram Urea, 200 gram
TSP dan 320 gram KCl. Pupuk diberikan dua kali setahun yaitu awal dan akhir
musim hujan masing-masing setengah dosis. Cara pemupukan dengan membuat
parit melingkar pohon sedalam ± 10 cm, dengan jarak proyek tajuk pohon kurang
lebih satu meter (Najiyati & Danarti 2001).
Pengendalian hama penyakit harus dilakukan dengan memperhatikan
prinsip-prinsip pengendalian hama secara terpadu. Hama penyakit yang sering
menyerang tanaman kopi yaitu hama bubuk buah dan bubuk cabang. Hama bubuk
buah, penyebab adalah sejenis kumbang kecil dan menyerang buah muda dan tua.
Pengendalian dengan mekanis yaitu dengan mengumpulkan buah-buah yang
terserang, secara kultur teknis dengan penjarangan naungan dan tanaman
sedangkan secara kimia dengan insektisida Dimecron 50 SCW, Tamaron,
Argothion, Lebaycide, Sevin 85 S dengan dosis dua cc/liter air. Bubuk Cabang
(Xyloborus moliberus), menyerang/menggerek cabang dan ranting kecil tiga
sampai tujuh dari pucuk kopi. Daun menjadi kuning dan rontok kemudian cabang
akan mengering. Pengendalian sama seperti pada hama bubuk buah. Penyakit
yang umumnya sering menyerang adalah karat daun, penyebabnya adalah sejenis
Cendawan. Tanda serangan terdapat bercak merah kekuningan pada bagian bawah
daun, sedangkan di permukaan daun ada bercak kuning. Kemudian daun gugur,
ujung cabang muda kering dan buah kopi menjadi hitam kering dan kualitas tidak
baik selanjutnya tanaman akan mati. Pengendalian secara kultur teknis dengan
32
menanam jenis kopi yang unggul dan tahan berbagai penyakit (Najiyati
& Danarti 2001).
Penanganan panen tanaman kopi harus memperhatikan siklus
pembungaannya. Tanaman kopi dikenal sebagai tanaman yang masa
pembungaannya tidak serentak, terdiri dari tiga sampai empat kali dalam
setahun yang dikenal dengan istilah pembungaan pendahuluan, pertengahan dan
akhir. Sebagian dari tanaman ini ada yang berbunga sepanjang tahun, hal ini
sangat tergantung pada iklim dan jenisnya. Ketidakserentakan masa pembungaan
mengakibatkan masa panen kopi tidak serentak, yaitu ada panen
pendahuluan, panen utama (besar) dan panen akhir (Yahmadi 2007)
Untuk memperoleh hasil yang bermutu tinggi, buah kopi harus dipetik
setelah betul-betul matang, kopi memerlukan waktu dari kuncup bunga
delapan sampai sebelas bulan untuk Robusta dan enam sampai delapan bulan
untuk Arabica. Beberapa jenis kopi seperti kopi Liberika dan kopi yang ditanam
di daerah basah akan menghasilkan buah sepanjang tahun sehingga pemanenan
bisa dilakukan sepanjang tahun. Kopi jenis Robusta dan kopi yang ditanam di
daerah kering biasanya menghasilkan buah pada musim tertentu sehingga
pemanenan juga dilakukan secara musiman. Musim panen ini biasanya
terjadi mulai bulan Mei/Juni dan berakhir pada bulan Agustus atau September
(Notodimedjo 1985).
Ketepatan waktu panen sangat berpengaruh terhadap mutu kopi
yang dihasilkan. Oleh sebab itu, kopi harus dipanen pada tingkat kematangan
yang tepat. Tingkat kematangan yang tepat dapat ditandai dengan buah yang
telah berwarna merah terang. Pemetikan buah kopi tidak dapat dijalankan secara
sekaligus, tetapi ada beberapa tingkat. Secara garis besar terbagi menjadi
tiga tingkatan, yaitu: (1) Tingkat permulaan atau voor oogst dikatakan juga
lelesan karena pada tingkatan ini buah yang dipetik belum begitu banyak. Buah
yang diambil terutama adalah buah yang dimakan bubuk atau buah kopi yang
kering, (2) Tingkat pertengahan atau hoofd oogst atau panen raya, buah yang
dipetik adalah buah yang benar-benar merah dan masak tua. Tingkat pertama
agak sedikit kemudian semakin banyak. Pada akhirnya, buah kopi masak mulai
berkurang dan (3) Tingkat terakhir atau na oogst atau sering disebut racutan.
33
Pada tingkatan ini buah kopi di kebun sudah tinggal sedikit. Semua buah pada
tingkatan ini harus diambil baik yang muda ataupun tua dan yang ada di atas
tanah. Tujuannya adalah agar kebun bersih dan tidak menjadi sarang bubuk buah
(Yahmadi 2007).
Pemetikan buah pada umumnya dilakukan oleh tenaga kerja wanita
dengan sistem borongan agar panen dapat dipercepat. Seorang tenaga kerja yang
baik dapat mencapai sekitar 60 kg/hari kopi basah. Rata-rata ukuran umum
adalah sekitar 40 kg/hari kopi basah. Pemetikan dilakukan dengan sangat tertib,
yaitu hanya kopi yang merah masak saja yang dipetik, dilakukan satu per satu dan
tidak boleh dipetik satu dompol sekaligus. Kecuali yang masak dan yang kering
harus diambil. Di samping itu, bila terdapat kotoran luwak yang berisi biji kopi
harus diambil karena kopi tersebut merupakan yang paling mahal harganya.
Apabila dalam pemetikan buah terdapat pohon kopi yang tinggi, pemetikan
dilakukan dengan menggunakan tangga yang berkaki tiga dan dapat dipindah-
pindah (Najiyati & Danarti 2001).
Penanganan pascapanen kopi melalui berbagai tahapan pengolahan. Biji
kopi yang sudah siap diperdagangkan adalah berupa biji kopi kering yang sudah
terlepas dari daging buah, kulit tanduk dan kulit arinya, butiran biji kopi yang
demikian ini disebut kopi beras atau market coffee. Kopi beras berasal dari
buah kopi basah yang telah mengalami beberapa tingkat proses pengolahan.
Secara garis besar dan berdasarkan cara kerjanya, maka terdapat dua cara
pengolahan buah kopi basah menjadi kopi beras, yaitu yang disebut
pengolahan buah kopi cara basah dan cara kering (Ciptadi & Nasution 1985).
Menurut Yahmadi (2007), pengolahan buah kopi secara basah biasa
disebut West lndische Bereiding (WIB), sedangkan pengolahan cara kering
biasa disebut Ost Indische Bereiding (OIB). Perbedaan pokok dari kedua cara
tersebut di atas adalah pada cara kering pengupasan daging buah, kulit tanduk
dan kulit ari dilakukan setelah kering (kopi gelondong), sedangkan cara basah
pengupasan daging buah dilakukan sewaktu masih basah.Metode pengolahan
kering merupakan metode cukup sederhana, sehingga sering digunakan untuk
kopi Robusta dan juga 90 persen kopi Arabika di Brazil.
34
dengan air untuk memindahkan buah kopi yang mengambang (buah kopi kering
di pohon dan terkena penyakit antestatia atau stephanoderes) dan biasanya
diproses dengan pengolahan kering. Sedangkan buah kopi yang tidak
mengambang dipindahkan menuju bagian pemecah atau pulper. Pulping
bertujuan untuk memisahkan kopi dari kulit terluar dan mesocarp hasilnya
adalah pulp. Prinsip kerjanya melepaskan exocarp dan mesocarp buah kopi
dimana prosesnya dilakukan di dalam air mengalir. Proses ini menghasilkan
kopi hijau kering dengan jenis yang berbeda-beda. Macam-macam alat pulper
yang sering digunakan: Disc Pulper (cakram pemecah), Drum pulper, Raung
Pulper, Roller pulper dan Vis pulper. Untuk di Indonesia yang sering digunakan
adalah Vis Pulper dan Raung Pulper. Perbedaan pokok kedua alat ini
adalah kalau Vis Pulper hanya berfungsi sebagai pengupas kulit saja,
sehingga hasilnya harus difermentasi dan dicuci lagi, sedangkan Raung
Pulper berfungsi sebagai pencuci sehingga kopi yang keluar dari mesin ini
tidak perlu difermentasi dan dicuci lagi tetapi masuk ke tahap pengeringan
(Puslitkoka Indonesia 2009).
Proses fermentasi bertujuan untuk melepaskan daging buah
berlendir yang masih melekat pada kulit tanduk dan pada proses pencucian akan
mudah terlepas (terpisah), sehingga mempermudah proses pengeringan.
Hidrolisis pektin disebabkan, oleh pektihase yang terdapat di dalam buah atau
reaksinya bisa dipercepat dengan bantuan jasad renik. Proses fermentasi ini
terjadi dengan bantuan organisme Saccharomyces yang disebut dengan proses
peragian dan pemeraman. Biji kopi yang ke luar dari mesin pulper dialirkan
lewat saluran sebelum masuk bak fermentasi. Selama dalam pengaliran lewat
saluran ini dapat dinamakan proses pencucian pendahuluan. Di dalam
pencucian pendahuluan ini biji kopi yang berat (bernas) dapat dipisahkan
dari sisa-sisa daging buah yang terbawa, lapisan lendir, biji-biji yang hampa
karena bagian ini terapung di atas aliran air sehingga mudah dipisahkan
(Puslitkoka Indonesia 2009).
Proses fermentasinya pengolahan kopi secara basah terbagi tiga cara,
yaitu: (1) pengolahan cara basah tanpa fermentasi, biji kopi yang setelah melalui
pencucian pendahuluan dapat langsung dikeringkan dan (2) pengolahan cara
36
basah dengan fermentasi kering. Biji kopi setelah pencucian pendahuluan lalu
digundukan dalam bentuk gunungan kecil (kerucut) yang ditutup karung goni.
Di dalam gundukan itu segera terjadi proses fermentasi alami. Agar supaya
proses fermentasi berlangsung secara merata, maka perlu dilakukan
pengadukan dan pengundukan kembali sampai proses fermentasi dianggap
selesai yaitu bila lapisan lendir mudah terlepas dan (3) pengolahan cara basah
dengan fermentasi basah. Setelah biji tersebut melewati proses pencucian
pendahuluan segera ditimbun dan direndam dalam bak fermentasi. Bak
fermentasi ini terbuat dari bak plester semen dengan alas miring. Di tengah
dasar dibuat saluran dan ditutup dengan plat yang berlubang-lubang. Proses
fermentasi di dalam bak-bak fermentasi tersebut dilakukan bertingkat-tingkat
serta diselingi oleh pergantian air rendaman. Pada tingkat pertama
perendaman dilakukan selama 10 jam. Selama proses fermentasi ini dengan
bantuan kegiatan jasad renik, terjadi pemecahan komponen lapisan lendir
tersebut maka akan terlepas dari permukaan kulit tanduk biji kopi. Proses
fermentasi akan berlangsung selama lebih kurang dari satu setengah sampai
empat setengah hari tergantung pada keadaan iklim dan daerahnya. Proses
fermentasi yang terlalu lama akan menghasilkan kopi beras yang berbau apek
disebabkan oleh terjadinya pemecahan komponen isi putih lembaga (Puslitkoka
Indonesia 2009).
Pencucian secara manual dilakukan pada biji kopi dari bak fermentasi
dialirkan dengan air melalui saluran dalam bak pencucian yang segera diaduk
dengan tangan atau diinjak-injak dengan kaki. Selama proses ini, air di dalam bak
dibiarkan terus mengalir ke luar dengan membawa bagian-bagian yang
terapung berupa sisa-sisa lapisan lendir yang terlepas. Pencucian biji dengan
mesin pencuci dilakukan dengan memasukkan biji kopi tersebut ke dalam suatu
mesin pengaduk yang berputar pada sumbu horizontal dan mendorong biji kopi
dengan air mengalir. Pengaduk mekanik ini akan memisahkan lapisan lendir yang
masih melekat pada biji dan lapisan lendir yang masih melekat pada biji dan
lapisan lendir yang telah terpisah ini akan terbuang lewat aliran air yang
seterusnya dibuang (Puslitkoka Indonesia 2009).
37
20-25°C, (3) gudang harus bersih, bebas dari hama penyakit serta bau asing dan
(4) karung ditumpuk di lantai yang dilapisi alas kayu setinggi 10 cm (Puslitkoka
Indonesia 2009).
Standar mutu kopi untuk pengolahan kering, meliputi: (1) kadar air
maksimum 13 persen (bobot/bobot), (2) kadar kotoran berupa ranting, batu,
gumpalan tanah dan benda-benda asing lainnya maksimum nol sampai lima
persen (bobot/bobot), (3) bebas dari serangga hidup, (4) bebas dari biji yang
berbau busuk, berbau kapang dan bulukan, (5) biji tidak lolos ayakan ukuran tiga
milimeter kali tiga milimeter (delapan mesh) dengan maksimum lolos satu persen
(bobot/bobot) dan (6) untuk bisa disebut biji ukuran beger, harus memenuhi
persyaratan lolos ukuran (3,6 mesh) dengan maksimum lolos satu persen
(bobot/bobot). Pengolahan basah, meliputi: (1) kadar air maksimum 12 persen
(bobot/bobot), (2) kadar kotoran berupa ranting, batu, gumpalan tanah dan
berupa kotoran lainnya maksimum setengah persen (bobot/bobot), (3) bebas dari
serangga hidup, (4) bebas dari biji yang berbau busuk, berbau kapang dan bulukan
dan (5) Untuk Robusta, dibedakan ukuran besar (L) dan kecil (S) (Puslitkoka
Indonesia 2009).
Karakteristik Individu
Karakteristik individu adalah ciri-ciri atau sifat-sifat pribadi yang dimiliki
seseorang yang diwujudkan dalam pola pikir, sikap dan tindakannya terhadap
lingkungan. Karakteristik individu merupakan bagian dari pribadi dan melekat
pada diri seseorang. Karakteristik ini mendasari tingkah laku seseorang dalam
situasi kerja maupun situasi yang lainnya (Rogers & Shoemaker 1995). Menurut
Mardikanto (1993), karakteristik individu ialah sifat-sifat yang melekat pada diri
seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, antara lain: umur, jenis
kelamin, posisi, jabatan, status sosial dan agama.
Lionberger (1960) mengemukakan bahwa karakteristik individu atau
personal adalah semua faktor yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan
dan lingkungan, yaitu umur, pendidikan dan karakteristik psikologis. Karakteristik
psikologis ialah rasionalitas, fleksibilitas mental, orientasi pada usahatani sebagai
bisnis, dan kemudahan menerima inovasi. Karakteristik individu atau petani
dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan formal, jumlah tanggungan
39
diartikan sebagai proses yang berperan pada intensitas, arah dan lamanya
berlangsung upaya individu ke arah pencapaian tujuan (Robbins 2007).
Istilah motivasi paling tidak memuat tiga unsur esensial. Pertama, faktor
pendorong atau pembangkit motif, baik internal maupun eksternal. Kedua, tujuan
yang ingin dicapai. Ketiga, strategi yang diperlukan oleh individu atau kelompok
untuk mencapai tujuan tersebut (Danim 2004). Clayton Aldelfer mengemukakan
teori ERG yang merupakan hasil kajian empiris tentang teori hirarki kebutuhan
Maslow. Teori ERG mengelompokkan adanya tiga kebutuhan inti manusia, yaitu
eksistensi, keterhubungan dan pertumbuhan, sehingga dikenal dengan teori ERG.
Teori kebutuhan McClelland memfokuskan pada tiga kebutuhan, yaitu prestasi,
kekuasaan dan kelompok pertemanan. Dewasa ini salah satu penjelasan yang
paling banyak diterima secara luas mengenai motivasi adalah teori pengharapan
(ekspektasi) dari Victor Vroom. Teori pengharapan beragumen bahwa kekuatan
dari kecenderungan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu bergantung pada
kekuatan pengharapan (Robbins 2007).
Menurut Suwandari et al. (2005) bahwa peranan kelompoktani sangat
strategis dalam pembangunan pertanian. Kenyataan di lapangan, para petani yang
berkelompok menunjukkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yang tidak berkelompok. Kenyataan tersebut membuktikan bahwa usahatani
secara berkelompok berperan cukup besar dalam mengembangkan skala usaha
yang lebih ekonomis dan efisien dalam wahana gerakan massal bahwa dengan
aktifnya petani dalam keanggotaan kelompoktani atau berkelompok meningkatkan
motivasi untuk berproduksi lebih baik. Dengan berkelompok petani akan lebih
dapat bertukar informasi dan dorongan untuk menguasai serta menerapkan
teknologi pertanian. Menurut Kusnadi (2006), bahwa motivasi berkelompok
memiliki hubungan yang nyata terhadap efektivitas kelompoktani.
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Kerangka Pemikiran
Keberhasilan pembangunan pertanian sangat ditentukan oleh kelancaran
arus informasi dan inovasi teknologi. Teknologi merupakan cara atau alat yang
digunakan untuk mempermudah dan mempercepat tercapainya tujuan. Kemajuan
dan pembangunan dalam bidang apapun tidak dapat terlepas dari kemajuan
teknologi, termasuk pembangunan bidang pertanian. Penemuan dan penerapan
teknologi baru di bidang pertanian diharapkan dapat meningkatkan produktivitas
dan kualitas usahatani. Kelembagaan penyaluran informasi dan inovasi teknologi
tersebut melibatkan banyak institusi dan menyangkut kelembagaan penelitian
maupun penyuluhan. Selain itu, keberhasilan pembangunan pertanian juga sangat
ditunjang oleh peranserta kelompoktani sebagai saluran informasi dan wahana
pendidikan nonformal bagi petani anggota.
Peran kelompoktani baik kelompoktani kopi rakyat tingkat madya maupun
kelompoktani kopi rakyat tingkat lanjut dalam pembangunan dapat ditingkatkan
melalui kegiatan penyuluhan sebagai wujud nyata dari peranserta pemerintah dan
masyarakat dalam menyalurkan informasi bagi petani, sehingga petani sebagai
sasaran sekaligus subyek kegiatan dalam kelompok dapat memperoleh pendidikan
baru, pengetahuan baru, menyerap dan mengadopsi inovasi untuk meningkatkan
produksi, pendapatan dan kesejahteraan keluarganya. Kelompoktani menghendaki
terwujudnya pertanian yang baik, usahatani yang optimal dan keluarganya dapat
sejahtera dalam perkembangan hidupnya. Kelompoktani dapat berfungsi sebagai
modal terpeliharanya dan berkembangnya pengertian, pengetahuan dan
keterampilan serta kegotongroyongan berusahatani para anggotanya.
Kegiatan bersama secara sukarela oleh kelompoktani merupakan salah
satu faktor pemacu pembangunan pertanian. Kegiatan bersama tersebut dapat
diterapkan pada masalah-masalah mendesak yang dapat diatasi sebaik-baiknya
dengan kerjasama kelompok. Pada proses selanjutnya, kelompoktani diharapkan
berkembang melalui pembinaan yang intensif dan berkesinambungan.
Berkembangnya kelompoktani ini berarti terjadi peningkatan dinamika kelompok,
berarti pula peningkatan fungsi dan kegiatannya.
45
Hipotesis Penelitian
(1) Terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik anggota kelompoktani
kopi rakyat (umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal, jumlah anggota
keluarga, luas lahan, pengalaman usahatani kopi, masa keanggotaan,
kekosmopolitan dan motivasi berkelompok) dengan kemampuan anggota
kelompok dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat
(budidaya, penyediaan saprodi, panen, pascapanen dan mengakses informasi
teknologi, modal dan pasar)
(2) Terdapat hubungan nyata positif antara dinamika kelompok (tujuan, struktur,
fungsi tugas, pembinaan, kekompakkan, suasana, tekanan dan efektivitas
47
Karakteristik
Anggota Kelompok Kemampuan
(X1) Dinamika
Anggota Kelompok
X1.1 Umur Kelompok
X1.2 Pendidikan formal
dalam Penerapan
(X2)
X1.3 Pendidikan X2.1 Tujuan Inovasi Teknologi
nonformal X2.2 Struktur (Y)
X1.4 Jumlah anggota X2.3 Fungsi tugas Y1. Penguasaan inovasi
keluarga X2.4 Pembinaan teknologi budidaya
X1.5 Luas lahan X2.5 Kekompakkan Y2 Pemenuhan saprodi
X1.6 Pengalaman X2.6 Suasana Y3 Pemanenan
usahatani kopi X2.7Tekanan Y4 Pascapanen
X1.7 Masa keanggotaan X2.8 Efektivitas (pengolahan dan
X1.8 Kekosmopolitan pergudangan)
X1.9 Motivasi Y5 Mengakses
berkelompok informasi teknologi,
modal dan pasar
Peran Kelompok
(X3)
X3.1 Kelas belajar-
mengajar
X3.2 Unit produksi
usahatani
X3.3 Wahana
kerjasama
Rancangan Penelitian
Penelitian dirancang sebagai penelitian diskriptif korelasional dengan
metode survei dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk menjelaskan:
karakteristik anggota kelompoktani, dinamika dan peran kelompoktani,
kemampuan anggota kelompoktani dalam menerapkan inovasi teknologi
usahatani, faktor-faktor karakteristik anggota kelompoktani berhubungan dengan
kemampuan anggota kelompoktani dalam menerapkan inovasi teknologi
usahatani, hubungan dinamika kelompoktani dengan kemampuan anggota dalam
menerapan inovasi teknologi dan hubungan peran kelompoktani dengan
kemampuan anggota dalam menerapkan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat.
N
n = ;
1 + Ne 2
Keterangan :
N= jumlah populasi
n= jumlah sampel
e = persen kelonggaran ketelitian
Ni
ni = xn
N
Keterangan:
ni = jumlah sampel pada strata ke i
n = jumlah sampel seluruhnya
Ni = jumlah sampel total
N = jumlah populasi seluruhnya
Analisis Data
Data penelitian ditabulasikan terlebih dahulu kemudian dianalisis dengan
pendekatan statistik deskriptif dan inferensial. Analisis statistik deskriptif tingkat
pekerjaannya mengatur, mengolah, menyajikan dan menyusun data untuk
mendiskripsikan karakteristik objek penelitian agar dapat ditarik pengertian dan
makna tertentu. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menjelaskan
karakteristik anggota kelompoktani, tingkat dinamika dan peran kelompoktani
serta tingkat kemampuan anggota kelompoktani dalam menerapkan inovasi
teknologi usahatani kopi rakyat.
Analisis statistik inferensial digunakan uji statistik korelasi Tau-B
Kendall dengan software SPSS versi 17.00 for windows untuk menguji hipotesis
hubungan faktor-faktor karakteristik anggota kelompoktani dengan kemampuan
anggota kelompoktani dalam menerapkan inovasi teknologi usahatani, dinamika
kelompoktani dengan kemampuan anggota dalam menerapkan inovasi teknologi
dan hubungan peran kelompoktani dengan kemampuan anggota dalam
menerapkan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat. Model formulasi korelasi
Tau-B Kendall tersebut adalah (Siegel 1985):
S
τ =
1 N ( N − 1)
2
Keterangan:
τ = Koefisien korelasi Tau-B Kendall
S = Jumlah pasangan jenjang
N = Banyak objek yang diurutkan
Definisi Operasional
(1) Karakteristik petani adalah ciri-ciri yang melekat pada diri petani sebagai
individu manusia. Karakteristik petani pada penelitian meliputi sebagai
berikut:
(a) Umur adalah usia responden dihitung sejak lahirnya hingga saat penelitian
dilakukan dalam satuan tahun yang dibulatkan dari tanggal lahirnya.
52
Desa Sidomulyo memiliki enam dusun yaitu Dusun Krajan, Tanah manis,
Sidodadi, Curah Damar, Garahan Kidul, dan Gunung Gumitir. Banyaknya Rukun
Warga 25 dan Rukun Tetangga 61 dengan jumlah rumah tangga 2.950. Luas Desa
Sidomulyo kurang lebih 5.145,57 hektar atau 51,46 km2 dengan penggunaan
mayoritas untuk areal perkebunan dan hutan, selebihnya terdiri dari pemukiman
umum, pertanian sawah, ladang/tegalan, bangunan, sarana rekreasi, olah raga serta
lainnnya. Tata guna tanah di Desa Sidomulyo Kecamatan Silo Kabupaten Jember
ditunjukkan pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 3 jumlah penduduk pada usia 0-15 tahun sekitar 2.525
jiwa atau 25,25 persen, usia 16-55 tahun mencapai jumlah 6.369 jiwa atau 63,77
persen, sedangkan usia >56 tahun berjumlah 992 jiwa atau 9,93 persen, sehingga
dapat disimpulkan bahwa kelompok penduduk usia angkatan kerja atau produktif
Desa Sidomulyo adalah kelompok penduduk yang paling besar jumlahnya
dibanding dengan kelompok penduduk usia anak-anak dan penduduk kelompok
usia lanjut. Penduduk usia 16-55 tahun merupakan penduduk yang termasuk
dalam usia angkatan kerja.
manusia (SDM) yang berkualitas pada aspek spiritual. Di wilayah ini sudah ada
Taman Pendidikan Quran (TPQ) sebanyak empat gedung dan Pondok Pesantren
sebanyak dua tempat.
Pesantren 2 350 12
TPQ 4 786 4
Sumber: Profil Desa Sidomulyo (Bapemas 2009)
daerah setempat, serta memiliki produksi yang tinggi. Tanaman kopi yang
dimiliki oleh para anggota kelompoktani di Desa Sidomulyo merupakan tanaman
kopi yang produktif dengan rata-rata umur kopi lima tahun ke atas. Produktivitas
rata-rata tanaman kopi pada saat penelitian, berkisar antara 7-10,56 kwintal/ha
kopi ose kering.
Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pengelolaan usahatani kopi rakyat di
Desa Sidomulyo berasal dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar
keluarga. Umumnya para anggota kelompoktani kopi rakyat di Desa Sidomulyo
tidak hanya mengusahakan usahatani kopi saja, akan tetapi juga melakukan
pekerjaan lain seperti buruh tani, pegawai/karyawan swasta, pegawai negeri,
pedagang, peternak dan bekerja pada sektor jasa. Namun tidak hanya itu, para
anggota kelompoktani kopi juga mengusahakan tanaman seperti alpokat, kelapa,
pisang, pete dan sengon sebagai tanaman penaung. Upah yang berlaku untuk
tenaga kerja pada umumnya adalah sebanyak Rp 12.000 sampai dengan
Rp 15.000/orang/hari. Sistem upah yang berlaku di Desa Sidomulyo dibedakan
berdasarkan jenis kelamin (antara pria dan wanita nilainya tidak sama), selain itu
upah yang diberlakukan juga dilihat dari tingkat kesulitan pekerjaan yang
dilakukan oleh para pekerja tersebut. Umumnya pekerjaan yang berat, seperti:
sulaman, pemupukan, rempesan, tokokan dan sebagainya dilakukan oleh tenaga
kerja pria, sedangkan tenaga kerja wanita melakukan pekerjaan yang lebih ringan,
seperti: sortiran, petik bubuk, petik raya, racutan dan lelesan.
Kegiatan Pascapanen.-- Sistem pengolahan kopi gelondong ke dalam
bentuk kopi ose, dibedakan menjadi dua cara, yaitu sistem pengolahan basah dan
sistem pengolahan kering. Sistem pengolahan basah adalah cara pengolahan biji
kopi dari bentuk gelondong basah menjadi ose kering melalui tahapan fermentasi
(pemeraman) dahulu sebelum dilakukan penggerbusan/pelepasan kulit ari dari biji
kopi. Sistem pengolahan kering adalah cara pengolahan biji kopi dari bentuk
gelondong basah menjadi ose kering tanpa melalui tahapan fermentasi
(pemeraman) dahulu sebelum dilakukan penggerbusan/pelepasan kulit ari dari biji
kopi.
Oleh karena itu, sistem pengolahan basah memerlukan tahapan, alat dan
tenaga yang lebih banyak dibanding dengan sistem pengolahan kering. Apabila
66
dilihat dari mutu atau kualitas kopi yang dihasilkan, maka biji kopi hasil sistem
pengolahan basah memiliki kualitas yang lebih baik dibanding biji kopi hasil
sistem pengolahan kering. Kadar air biji kopi dari pengolahan basah lebih kecil
yaitu sekitar 12 persen.
Penanganan pasca panen yang dilakukan oleh para anggota kelompoktani
kopi rakyat di Desa Sidomulyo adalah dengan menggunakan sistem pengolahan
kering dan basah. Walaupun sistem pengolahan basah menghasilkan biji kopi ose
dengan mutu yang lebih baik dibanding dengan biji kopi sistem pengolahan
kering, namun para anggota kelompoktani di Desa Sidomulyo lebih cenderung
memilih sistem pengolahan kering. Hal ini disebabkan karena proses pekerjaan
dalam sistem pengolahan kering lebih mudah (tidak rumit) daripada sistem
pengolahan basah. Selain itu, dalam sistem pengolahan kering, air yang
dibutuhkan jauh lebih hemat dibanding sistem pengolahan basah, sehingga cara
ini dinilai oleh para anggota kelompoktani kopi di Desa Sidomulyo sebagai cara
pengolahan kopi yang paling efektif dan efisien kecuali ada pesanan khusus
dengan harga yang sesuai maka pengolahan cara basah akan dilakukan seperti
pada tahun 2004 dan 2005.
Melalui proses pengolahan kering, pada umumnya dari 100 kg kopi
gelondong akan dihasilkan 26 kg kopi ose kering dengan tingkat kadar air
sebanyak 14 persen. Jadi, tingkat penyusutannya adalah sebanyak 74 persen.
Untuk pengolahan basah, dari 100 kg kopi gelondong akan dihasilkan 23 kg kopi
ose kering dengan kadar air 12 persen, sehingga tingkat penyusutannya adalah
sebanyak 77 persen. Mutu biji kopi yang dihasilkan oleh para anggota
kelompoktani kopi di Desa Sidomulyo adalah mutu 3-4 untuk olah kering
sedangkan untuk olah basah bisa mampu masuk pada mutu 1-2, dengan
grade/kelas antara 1– 6. Mutu kopi Kelas satu merupakan mutu kopi yang paling
baik, sedangkan mutu kopi Kelas 3-4 merupakan mutu kopi pertengahan.
Kegiatan Pemasaran Kopi Rakyat.-- Pemasaran hasil kopi yang dilakukan
pada umumnya adalah dengan cara langsung dijual oleh para anggota
kelompoktani kepada kelompoktani lain, koperasi dan pedagang pengumpul yang
ada di Desa Sidomulyo sehingga para anggota kelompoktani tidak membutuhkan
biaya transportasi untuk menjual hasil kopi tersebut. Namun selain dijual kepada
67
seminggu sekali dilakukan apabila ada teknologi baru yang harus segera
disampaikan atau ada program pemerintah yang harus segera direalisasikan.
Sidomulyo. Desa Sidomulyo pada awalnya hanya ada satu kelompok yaitu Suluh
Tani yang berdiri sejak tahun 1983. Atas instruksi dari petugas penyuluh dengan
persetujuan dari anggota kelompok setempat guna memudahkan koordinasi
selanjutnya dibentuk menjadi tiga Kelompoktani. Hal tersebut dikarenakan Suluh
Tani pada waktu itu terdiri dari tiga dusun (Dusun Sidomulyo, Dusun Krajan dan
Dusun Curah Manis). Selanjutnya dengan bertambahnya jumlah penduduk maka
ada pula penambahan atau pemekaran jumlah dusun di Desa Sidomulyo, sehingga
terbentuk dua Kelompoktani yaitu kelompoktani Tunas Jaya dan Kelompoktani
Barokah. Dua Kelompoktani ini merupakan para pesanggem atau anggota
kelompoktani penggarap hutan yang memiliki kebun kopi dengan sistem sharing
dengan perhutani di bawah koordinasi sebuah LMDH (Lembaga Masyarakat Desa
Hutan) Wana Arta. yang diketua P. Santoso. Kemudian kelompoktani di wilayah
ini membetuk Gabungan Kelompoktani (Gapoktan) yang bernama Gapoktan
Usaha Jaya. Prestasi yang dicapai Gapoktan Usaha Jaya menjadi Gapoktan paling
maju se-Jawa Timur. Hal ini berdasarkan hasil Diklat yang diselenggarakan oleh
Dinas Pertanian provinsi Jawa Timur. Dinas Pertanian Kabupaten Jember
melakukan seleksi terhadap Gapoktan yang menerima dana PUAP di Kabupaten
Jember. Selanjutnya Gapoktan Usaha Jaya sebagai wakil dari kabupaten Jember
untuk mengikuti diklat di Malang serta menjadi tuan rumah acara temuwicara
Gapoktan Kopi Se-Jember bersama Bupati Jember.
Ketua kelompok yang terpilih biasanya adalah seorang tokoh kharismatik
(orang yang dituakan di masyarakat). Tingginya rasa hormat masyarakat pada
sesepuh menyebabkan sesepuh sebagai orang yang kharismatik (disegani). Rasa
segan tersebut pada akhirnya menjadikan masyarakat untuk mengangkat secara
demokratis atau menjadikannya sebagai ketua kelompok. Semua kelompoktani
tersebut dibina oleh seorang penyuluh muda untuk UPTD Dinas Perkebunan dan
Kehutanan. Keikutsertaan penyuluh dalam aktivitas-aktivitas yang dilakukan
kelompok menyebabkan mayoritas anggota kelompoktani terus termotivasi
mengikuti kegiatan-kegiatan pembinaan. Anggota kelompoktani yang kurang aktif
biasanya anggota kelompoktani yang memiliki usaha lain di luar sektor pertanian
seperti usaha jasa, perdagangan dan lain sebagainya. Kelompoktani di Desa
Sidomulyo menyerap informasi dan mendapatkan inovasi teknologi dari berbagai
71
KETUA
SEKRETARIS
BENDAHARA
ANGGOTA
Jumlah anggota tersebut tidak mengalami perubahan hingga saat ini. Hal
tersebut dikarenakan antar anggota satu dengan anggota yang lain masih memiliki
hubungan kekerabatan yang sekaligus menjadi penduduk setempat yang tetap.
Pertambahan penduduk ataupun pertambahan jumlah anggota kelompoktani kopi
biasanya berasal dari anak anggota kelompok yang meneruskan usahataninya.
Ketua bertugas sebagai koordinator dan memimpin dalam setiap kegiatan
kelompoktani, sekretaris di bagian administrasi dan bendahara di bidang
pendanaan. Kelompoktani Suluh Tani memiliki lima tujuan dasar yaitu antara
lain: (1) Meningkatkan pendapatan anggota kelompoktani, (2) Memperbanyak
kegiatan kerja/usahatani, (3) Mendukung dan meningkatkan ekspor komoditas
72
kopi, (4) Memajukan industri perkopian melalui penyediaan bahan baku dan (5)
Menjaga stabilitas perekonomian daerah dan nasional. Kegiatan kelompoktani
diarahkan agar kelompok tumbuh dan berkembang sebagai kelas belajar bersama
yang efektif dan juga sebagai unit produksi yang ekonomis. Untuk ketersediaan
sarana dan fasilitas kelompok dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Sarana dan fasilitas kelompoktani Suluh Tani
Keterangan Item Jumlah (unit)
Sarana budidaya dan pengolahan kopi
(a) Handspryer 21
(b) Hummermill 2
(c) Timbangan gantung 8
(d) Gunting pangkas 54
(e) Gergaji 59
(f) Pisau okulasi 12
(g) Timbangan duduk 1
(h) Alat pengering kopi stasioner 1
(i) Alat pengupas kulit (pulping) 1
(j) Alat pemisah kulit (huller) 1
(k) Alat sangrai 1
(l) Penggilingan kopi 1
(m) Alat pres pengemas 1
Sarana pertemuan
(a) Gubug pertemuan 1
(b) Rumah ketua 1
(c) Sekolahan dasar 1
Sarana pemupukan modal
(a) Koperasi serba usaha Robana 1
Sarana Komunikasi dan arsip
(a) Laporan kegiatan kelompok 2
(b) Hp dan interkom 25
(c) Koleksi buku tentang kopi dan lainnya 40
(4) Juara III pada lomba lingkungan hidup kategori penyelamat sumber air
dengan (50% lebih lahan di Desa Sodomulyo ditanami kebun kopi), 11 Juni
1988 penyelenggara Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Kelompoktani Sidomulyo.-- Kelompok tersebut didirikan pada tahun 1997
dengan anggota sebanyak 30 orang dengan total luas lahan anggota 30 ha.
Kelompoktani kopi ini sudah termasuk tingkat Madya/sangat berkembang.
Tujuan dan asas kelompok adalah:
(1) Berdasarkan gotongroyong, saling bahumembahu serta tidak menyimpang
dari azas Pancasila dan UUD 1945;
(2) Meningkatkan produktivitas usahatani dengan teknologi pengendalian hama
terpadu sesuai dengan potensi wilayah dan peluang pasarnya;
(3) Memperbaiki penanganan hasil lepas panen sesuai dengan kebutuhan dan
mutu yang lebih menguntungkan;
(4) Melestarikan dan mendayagunakan musuh alami serta mempertahankan
kondisi agroekosistem perkebunan yang ramah dan berkelanjutan dan
(5) Menampung aspirasi anggota.
Ketua kelompok bertugas sebagai koordinator, sekretaris di bagian
administrasi dan bendahara di bidang pendanaan. Ketua kelompok mempunyai
kewajiban dan hak antara lain: (1) menentukan tata kehidupan kelompok, (2)
menyetujui/mendisposisikan segala keuangan yang ada kaitannya dengan
kelompok, (3) menyampaikan pertanggungjawaban pengurus dalam rapat
anggota pada akhir masa jabatannya, (4) mengolah hasil laporan manajer/seksi
dan (5) memberi informasi dan mendampingi tamu dinas dan ekstern.
Sekretaris memiliki kewajiban dan hak: (1) bertanggungjawab atas
administrasi kelompok, (2) menyusun notulen rapat anggota bersama atau rapat
anggota tahunan, (3) bersama ketua menyusun rencana kerja, (4) mempersiapkan
dan menyimpan surat-surat penting serta dokumen kelompok dan (5) mengatur
rapat-rapat intern kelompok. Bendahara berkewajiban: (1) mengatur dana-dana
dengan persetujuan ketua, (2) mengatur belanja atau pendapatan kelompok, (3)
menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja kelompok dan (4) mengatur
dan menyelamatkan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan keuangan kelompok.
Seksi Bidang Saprodi usahatani berkewajiban: (1) mencatat populasi tanaman
79
kebun, (2) menyediakan sarana dan prasarana produksi dan reproduksi, (3)
mengatur dan menentukan tata kerja di kebun kelompok. Seksi Produksi dan
pengolahan hasil berkewajiban: (1) menyediakan sarana dan prasarana produksi
hasil perkebunan kelompok, (2) mengolah dan memperbaiki mutu kopi hasil
kelompok, (3) merencanakan dan mengkoordinir kegiatan teknologi pengolahan
hasil pertanian kebun kopi. Seksi Pemasaran berkewajiban: (1) mengatur dan
menentukan pemasaran dan (2) menggali kemitraan/kerjasama dengan pihak
ketiga baik bibit maupun hasil produksi dan pemasarannya. Sedangkan untuk
seksi humas bertugas: merencanakan pengembangan usaha kelompok dan mencari
terobosan-terobosan baru di luar usaha kelompoktani yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup kelompok. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 3.
Kelompoktani Sidomulyo merupakan kelompok yang memiliki jejaring
usaha yang paling banyak di antara kelompok yang lainnya. Pada tahun 2007
mendapatkan sertifikasi kopi layak ekspor dari UTZ Certified dari Lembaga
sertifikasi Belanda, sehingga terjadi MoU dengan eksportir yaitu PT Indokom
Citra Persada. Pada tahun yang sama kelompoktani juga melakukan kontrak
kerjasama dengan Universitas Jember untuk program Community Development
Program proyek IMHERE selama tiga setengah tahun yang dibiayai oleh World
Bank, dan pada tahun 2009 mendapat bantuan modal dari Dinas Perkebunan
melalui program CSR. Selain itu juga sering mendapatkan pelatihan dan
lokakarya seperti tahun 2003 studi banding ke KSD Cipta Mandiri Bali, Sekolah
Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dan Sekolah Lapangan (SL)
Agribisnis, Diklat koperasi dan UMKM di Malang pada tahun 2009, partisipasi
pada program penelitian Belanda tentang penyakit bubuk kopi (PBKO) kopi pada
tahun 2009, dan lokarya pemasaran dan manajemen industri kopi, pelatihan pupuk
organik, serta pelatihan internet oleh IMHERE program.
Setiap tanggal satu minggu pertama tiap bulan bersama acara arisan dan
pengajian rutin (jamaah Nurul Jadid) tiap hari jumat malam anggota kelompok
berkumpul untuk melakukan pengajian keliling dilanjutkan diskusi kelompok
serta mendapat penyuluhan dari PPL. Hal menarik kegiatan arisan semua anggota
komitmen terhadap pengembalian uang arisan minimal Rp. 20.000,- dan
80
KETUA
SEKRETARIS BENDAHARA
ANGGOTA
mengelola usahatani kopi. Untuk ketersediaan sarana dan fasilitas kelompok dapat
dilihat pada Tabel 13.
KETUA
SEKRETARIS BENDAHARA
ANGGOTA
pelaku agribisnis kopi agar tercipta sinergis dalam pembangunan perkebunan kopi
rakyat. Untuk ketersediaan sarana dan fasilitas kelompok dapat dilihat pada
Tabel 14.
Selain itu juga sering ikut dalam kegiatan diklat baik yang diadakan oleh
perusahaan swasta, universitas, dan Puslitkoka Indonesia. Anggota kelompok
cukup terbuka dengan adanya inovasi teknologi khususnya pada budidaya kopi.
Untuk pengolahan kopi masih pada tataran mencoba seperti pada pengolahan kopi
bubuk pernah dilakukan pada tahun 1997 tetapi kemudian berhenti terkendala
masalah modal dan pasar yang sulit bersaing.
Kelompoktani Tunas Jaya.-- Kelompoktani Tunas Jaya (Gambar 5) sudah
masuk tingkat Lanjut/Berkembang. Kelompok sudah pernah ikut pelatihan
SLPHT tahun 2003. Jumlah anggota sebayak 25 anggota kelompoktani kopi
dengan luas lahan garapan sekitar 30 ha. Hampir seluruh anggota kelompok
Tunas Jaya merupakan para pekerja buruh perkebunan perhutani baik sebagai
penyadap pinus ataupun sebagai perawat kebun-kebun milik perhutani maupun
84
swasta yang tinggal di dalam lokasi kebun atau hutan tersebut. Istilah perhutani
adalah kaum pesanggem.
KETUA
BENDAHARA
SEKRETARIS
ANGGOTA
kemudian menanami dengan tanaman kopi. Kebun yang ada di hutan tersebut
dinamakan warga hutan kirangan atau tetelan yang berarti lahan tidak jelas
pemiliknya atau tanah sisaan Untuk jelasnya sarana dan fasilitas kelompok dapat
dilihat pada Tabel 15.
KETUA
SEKRETARIS
BENDAHARA
Seksi Produksi
Seksi Saprodi Seksi Pemasaran
ANGGOTA
Umur
Pengukuran umur dengan menghitung usia anggota kelompok sejak
lahirnya hingga saat penelitian diterapkan. Kematangan seseorang (fisik, biologis
dan psikologis) dapat dilihat dari beberapa kriteria salah satunya adalah dengan
melihat umur. Umur anggota kelompoktani sangat mempengaruhi dalam
mengelola usahatani khususnya dalam penerapan inovasi teknologi. Semakin
berpengalaman atau semakin berumur biasanya lebih matang dalam mengambil
keputusan untuk mencoba atau menerapkan suatu inovasi usahatani kopi.
88
Umur responden paling tinggi adalah 65 tahun dan paling rendah adalah
29 tahun sedangkan rata-rata umur keseluruhan responden adalah 45 tahun. Hal
ini mengindikasikan usahatani kopi rakyat masih banyak diminati kaum anggota
kelompoktani muda. Kondisi umur yang rata-rata masuk pada dewasa
memberikan peluang kepada anggota kelompoktani kopi untuk lebih
89
Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan usaha dalam mengembangkan potensi diri
menuju sumberdaya manusia yang berkualitas baik dari segi ilmu pengetahuan,
penguasaan teknologi serta pembentukkan karakter yang baik. Perilaku seseorang
akan dapat diarahkan menjadi lebih baik dengan menempuh pendidikan formal
baik dari pola pikir, kreativitas dan keterampilan dalam kehidupan bermasyarakat.
Keragaan pendidikan Formal dilihat pada Tabel 17.
Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki tingkat
pendidikan berkategori rendah, Sekolah Dasar (SD) dan sederajat yaitu dengan
persentase KKRTM sebanyak 80,00 persen dan KKRTL sebanyak 57,35 persen.
Kisaran pendidikan terendah adalah tamat SD dan sederajat dan tertinggi adalah
tamat perguruan tinggi (PT). Berdasarkan kondisi tersebut maka peningkatan
kapasitas anggota kelompoktani kopi melalui pendidikan dan latihan tambahan
perlu mendapat prioritas agar menunjang dalam meningkatkan pengelolaan
usahatani kopi. Menurut Slamet (2003), pemberdayaan anggota kelompoktani
sebagai suatu peningkatan pendidikan bagi anggota kelompoktani dan
keluarganya haruslah menggunakan landasan falsafah kerja meningkatkan potensi
dan kemampuan, sehingga mampu mandiri dalam mengelola usahataninya.
Pendidikan Nonformal
Untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan praktis
anggota kelompoktani perlu belajar melalui pendidikan nonformal. Pendidikan
nonformal dapat didapat oleh anggota kelompoktani dengan mengikuti pelatihan-
pelatihan, kursus-kursus tani, penyuluhan/kunjungan lapangan, studi banding dan
90
dan 1-2 orang tua atau kerabat keluarga. Mosher (1986) berpendapat bahwa
anggota kelompoktani pada umumnya memegang dua peranan yaitu sebagai
jurutani atau cultivator dan sekaligus pengelola (manajer). Pengambilan
keputusan dalam berusahatani akan dapat dipengerahui oleh ketersediaan
sumberdaya yang dimilikinya termasuk jumlah anggota keluarga yang dapat
menjadi penyedia tenaga kerja juga dapat menjadi beban tanggungan hidup.
Usahatani kopi rakyat pada umumnya merupakan usaha keluarga yang
melibatkan ayah, ibu, dan anak serta anggota keluarga yang lain. Besar keluarga
akan turut mempengaruhi keberhasilan usahatani, peningkatan produksi dan
pendapatan keluarga.
Luas Lahan
Luas kebun garapan anggota kelompoktani memiliki kaitan penting
dengan penyediaan sarana produksi, tenaga kerja dan permodalan. Secara teoritis
semakin luas lahan garapan maka penggunaan biaya produksi akan semakin
efisien. Semakin luas lahan garapan semakin besar pula potensi hasil
usahataninya, sehingga semakin besar modal dan keuntungan yang akan didapat
saat pemanenen tiba. Hal ini juga terkait erat dengan perencanaan dalam
penggunaan inovasi teknologi yang tepat guna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota kelompok luas lahan
tersempit adalah 0,25 ha dan terluas adalah 2,8 ha. Pada Tabel 17 dapat lihat
bahwa mayoritas anggota KKRTM memiliki luas garapan tanaman kopi pada
kategori luas (1,25-2,80 ha) sebanyak 45,00 persen. Luas lahan anggota KKRTL
mayoritas berkategori sedang (0,9-1,00 ha) yaitu sebanyak 47,05 persen. Secara
keseluruhan rata-rata luas lahan anggota kelompoktani kopi rakyat adalah 1,14 ha.
Untuk meningkatkan produksi kopi strategi yang paling relevan adalah
mengintensifkan usahatani kopi dengan penerapan inovasi teknologi yang sesuai
dengan lokalitas setempat agar mampu meningkatkan produktivitas. Selain itu
teknologi pengolahan kopi primer dan sekunder menjadi hal penting guna
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Menurut Rogers (2003) dan
Leeuwis (2004), anggota kelompoktani yang memiliki lahan yang lebih luas akan
lebih inovatif dalam mengelola usahataninya. Hal ini terkait dengan efisien
ekonomis dan optimalisasi dalam penggunaan input produksi usahatani.
92
ekonomi, sehingga terus eksis sampai sekarang ini. Keadaan ini sesuai dengan
hasil penelitian Kusnadi (2006) yang menyatakan bahwa mayoritas anggota
kelompoktani padi masa keanggotaannya berkisar antara 3-9 tahun. Artinya,
anggota kelompok mampu membina hubungan baik dengan sesama anggotanya
maupun dalam menjaga dan mempertahankan nilai dan eksistensi kelompok.
Kekosmopolitan
Kekosmopolitan anggota kelompoktani menentukan tingkat kapasitas dan
kecepatan anggota kelompoktani dalam mengadopsi suatu inovasi teknologi.
Kekosmopolitan yang dimaksud adalah (1) keterbukaan anggota kelompok
dengan sesama anggota kelompok ataupun luar kelompok, (2) seringnya anggota
pergi ke luar desa mencari informasi dan inovasi usahatani, dan (3) frekuensi
anggota dalam membaca media cetak dan mendengarkan informasiyang disiarkan
media elektronik, sehingga terbuka dengan adanya inovasi dan teknologi baru.
Tabel 17 menunjukkan bahwa mayoritas anggota kelompoktani kopi rakyat
memiliki tingkat kekosmopolitan dalam kategori tinggi yaitu anggota KKRTM
sebanyak 90,00 persen dan KKRTL sebanyak 70,58 persen. Fenomena ini dapat
dijelaskan bahwa mayoritas anggota kelompoktani kopi sudah terbuka dengan
berbagai informasi dan inovasi usahatani, sehingga anggota kelompok merasa
bahwa mencari berbagai sumber informasi (majalah Sinar Tani, Trubus, Pelita
Perkebunan, Radar, televisi, radio, dan internet), namun sebagian aggota
mendapatkan itu semua dari fasilitas kelompotani dan PPL yang langganan
berbagai media informasi tersebut. Diskusi dengan anggota kelompok dan luar
kelompok, serta mencari sumber informasi terkait usahatani kopi ke luar desapun
sering dilakukan dan menganggap itu merupakan hal yang penting untuk
kemajuan usahataninya. Menurut pendapat Leeuwis (2004), kekosmopolitan
memiliki hubungan positif dengan proses adopsi inovasi teknologi. Menurut
Mardikanto (1993), kekosmopolitan dicirikan oleh frekuensi dan jarak perjalanan
serta pemanfaatan media masa. Anggota kelompoktani yang lebih kosmopolit
adopsi inovasi berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan anggota
kelompoktani localite (tertutup dan terkungkung sistem sosialnya).
94
Motivasi Berkelompok
Anggota kelompoktani dalam memutuskan sesuatu pasti
mempertimbangkan dulu baikburuknya. Anggota kelompoktani dalam
memutuskan untuk bergabung dalam kelompoktani tentunya juga memiliki
dorongan tertentu seperti memang kesadaran sendiri untuk menjadi anggota
kelompoktani maju, ajakan teman atau saudara dan atau paksaan dari pihak-pihak
tertentu untuk bergabung dalam kelompok.
Hasil penelitian menunjukkan (Tabel 17) bahwa ternyata mayoritas
anggota kelompok memiliki motivasi berkelompok pada kategori tinggi yaitu
KKRTM sebanyak 85,00 persen dan KKRTL sebanyak 57,35 persen. Hal ini
artinnya, petani kopi rakyat memiliki motivasi tinggi, sehingga kelompoktani
merupakan kebutuhan guna dapat memajukan usahataninya.
Berdasarkan data penelitian sebanyak 63,64 responden menyatakan masuk
anggota kelompoktani dengan kesadaran sendiri. Anggota kelompoktani tersebut
beralasan dengan bergabung menjadi anggota kelompok maka anggota
kelompoktani akan dapat tambahan pengetahuan, wawasan baru dan keterampilan
baru, selain mendapatkan kemudahan fasilitas bersama, sehingga merasa menjadi
bagian dari anggota kelompoktani yang lainnya. Motif berkelompok kategori
sedang sebanyak 27,27 persen, kelompok ini menyatakan bahwa saat bergabung
menjadi kelompoktani karena saran, ajakan dan himbauan orang-orang
terdekatnya seperti teman, saudara dan sesama anggota kelompoktani kopi.
Untuk kategori motif berkelompok rendah hanya sebanyak 9,09 persen saja,
anggota kelompoktani kategori ini menyatakan bahwa mau bergabung menjadi
kelompoktani karena ada rasa tidak enak “sungkan” dengan adanya kunjungan
PPL kerumahnya serta himbauan kepala desa agar mau berkelompok dalam
mengelola usahatani kopinya. Menurut Slamet (2003), salah satu dimensi penting
dalam belajar adalah learning to be yaitu memecahkan dengan sendiri,
memutuskan sendiri dan memikul tanggung jawab secara mandiri. Oleh karena itu
kelompok sebagai unit belajarmengajar para anggotanya sebaiknya memiliki
kesadaran sendiri untuk mau bergabung dalam kelompok dan menjadi kebutuhan
dalam mengembangkan diri dan usahataninya.
95
Tujuan Kelompok
Tujuan kelompok adalah sesuatu atau keadaan yang ingin dicapai
kelompok dan para anggotanya. Dalam pengukurannya menggunakan indikator:
(1) sifat dan kejelasan tujuan, (2) penjabaran tujuan menjadi rencana kerja
kelompok dan (3) kesesuaian antara rencana kerja dengan keinginan dan
kebutuhan anggota. Hasil penelitian (Tabel 18) menunjukkan bahwa unsur tujuan
KKRTM maupun KKRTL termasuk dalam kategori tinggi dengan rataan skor
masing-masing 2,57 dan 2,61 pada rentang skor 1-3. Sebanyak 73,86 persen
96
Struktur Kelompok
Struktur kelompok adalah tata hubungan antara anggota dalam kelompok
yang sekaligus menggambarkan kedudukan dan peran masing-masing anggota
dalam pencapaian tujuan kelompok. Dalam pengukurannya menggunakan
indikator: (1) struktur pengambilan keputusan, (2) struktur tugas dan wewenang,
(3) struktur prosedur aturan dan (4) struktur komunikasi. Hasil penelitian
(Tabel 18) menunjukkan bahwa secara umum unsur struktur kelompoktani kopi
rakyat dalam kategori sedang dengan rataan skor 2,31 pada rentang skor 1-3. Hal
ini berbeda dengan hasil penelitian Yuliatin (2002) struktur kelompoktani
transmigran pada kategori tinggi karena struktur dalam pengambilan keputusan
berjalan dengan baik dan penetapan keputusan cukup demokratis.
97
Pembinaan Kelompok
Pembinaan adalah usaha yang dilakukan kelompok untuk menjaga
kehidupan dan keberlangsungan kelompok. Unsur pembinaan kelompok
tersebut diukur dengan melihat:(1) upaya menumbuhkan aktivitas dan partisipasi,
(2) menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap keberhasilan kelompok,
(3) penyediaan fasilitas dan (4) penciptaan norma, aturan dan sanksi. Hasil
penelitian (Tabel 18) menunjukkan bahwa unsur pembinaan kelompok masuk
dalam kategori tinggi KKRTM dengan rataan skor 2,61 dan KKRTL rataan skor
2,62 pada rentang skor 1-3. Sebanyak 70,45 persen anggota kelompok yang
menjadi responden menyatakan semua anggota terlibat dan partisipasi dalam
setiap kegiatan kelompok, sebanyak 23,86 persen menyatakan sebagian saja yang
berpartisipasi dan hanya 5,68 persen anggota kelompok yang menyatakan
sebagian kecil saja anggota kelompok yang berpartisipasi dalam kegiatan
kelompok. Rasa tanggung jawab terhadap keberhasilan kelompok sebanyak
69,32 persen menyatakan memiliki rasa tanggung jawab dengan alasan sudah
menjadi kewajiban anggota, sebanyak 26,14 persen menyatakan kurang memiliki
rasa tanggung jawab dengan alasan biar pengurus saja yang memiliki tanggung
jawab, dan hanya 4,55 persen yang menyatakan tidak perlu memiliki tanggung
jawab dengan alasan tidak ada pembinaan.
Tentang penyediaan fasilitas sebanyak 68,18 persen menyatakan bahwa
penyediaan fasilitas memadai dengan alasan fasilitas yang ada dalam kelompok
terus bertambah dan semua fasilitas bantuan pemerintah atau pihak lain masuk
dalam inventaris kelompok, sebanyak 26,14 persen menyatakan fasilitas
kelompok kurang memadai karena sering rusak atau tidak jelas pemeliharaannya
dan sebanyak 5,68 persen menyatakan tidak memadai peralatan sudah tua dan
antri saat mau memakai. Aturan, norma dan sanksi yang berlaku dalam kelompok
sebanyak 57,95 persen menyatakan sangat memahami dengan baik karena sepakat
dan mendapat sosialisasi saat masuk menjadi kelompok, sedangkan sebanyak
32,95 persen responden menyatakan kurang memahami karena tidak semua
aturan, sanksi dan norma tertulis dengan lengkap. Hanya sebanyak 9,09 persen
responden yang menyatakan tidak memahami sama sekali karena pengurus tidak
pernah memberikan penjelasan atau masa bodoh terhadap anggotanya.
100
Kekompakkan Kelompok
Kekompakkan yang dimaksud yaitu adanya rasa keterikatan anggota
terhadap kelompoknya. Pengukuran unsur kekompakkan ini dengan melihat
beberapa hal, yaitu: (1) nilai-nilai tujuan kelompok, (2) keloyalan, kerukunan dan
homogenitas dan (3) perasaan memiliki dan senasib sepenanggungan dalam
menjalankan kegiatan. Berdasar hasil penelitian (Tabel 18) tingkat kekompakkan
anggota KKRTM berkategori tinggi dengan rataan skor 2,39 dan anggota
KKRTL berkategori sedang dengan rataan skor 2,28 pada rentang skor 1-3.
Catwright dan Zander (1968) menjelaskan bahwa kekompakkan kelompok
merupakan hasil dari semua tindakan yang memperkuat anggota kelompok untuk
tetap tinggal dalam kelompok. Tentang dorongan untuk segera mencapai tujuan-
tujuan kelompok sebanyak 50 persen responden menjawab semua anggota
memilikinya dengan alasan anggota sadar bahwa tujuan kelompok tidak bisa
dicapai secara individu, sebanyak 26,14 persen menyatakan bahwa hanya
sebagian anggota kelompok saja yaitu yang aktif dan 23,86 persen menjawab
bahwa hanya sebagia kecil saja yang memiliki dorongan untuk mencapai tujuan
dengan alasan, itu merupakan tugas pengurus. Perasaan menjadi anggota
kelompoktani selama ini, yang menjawab sangat bangga adalah sebanyak 54,55
persen dengan alasan ada pengakuan dari pihak luar, banyak prestasi dalam lomba
dan dapat bantuan dan kemudahan dari berbagai pihak. Padahal yang sama
sebanyak 29,55 persen responden menjawab kurang bangga dengan alasan biasa
saja tidak ada yang istimewa dan sebanyak 15,91 persen merasa tidak bangga
karena kelompok hanya sekedar berkumpul saja.
Taat dan loyal dalam melaksanakan kewajiban agar tujuan kelompok
segera tercapai sebanyak 36,36 persen responden menjawab semua anggota
memilikinya dengan alasan utamanya merupakan bagian dari komitmen
kelompok, sebanyak 44,32 persen responden menyatakan sebagian anggota yang
memilikinya dan sebanyak 19,32 persen sebagian kecil anggota yang taat dan
loyal. Sebanyak 51,14 persen responden menyatakan bahwa semua anggota
bersolidaritas tinggi dengan merasa memiliki dan senasib sepenanggungan dalam
menjalankan kegiatan kelompok dengan alasan utama merupakan bagian dari
gotongroyong. Responden yang menyatakan hanya sebagai kelompok yang
101
Suasana Kelompok
Suasana kelompok adalah keadaan kelompok akibat pengaruh lingkungan
fisik dan non-fisik (interaksi anggota) yang memberi pengaruh pada anggota
dalam mencapai tujuan kelompok. Pengukuran unsur suasana kelompok dengan
melihat: (1) semangat mencapai efisiensi dan efektivitas kerja, (2) menghindari
pertentangan, (3) ketaatan pengawasan dan (4) sarana dan fasilitas. Hasil
penelitian (Tabel 18) menunjukkan bahwa suasana KKRTM dan KKRTL
berkategori tinggi dengan masing-masing rataan skor 2,49 dan 2,63 dengan
rentang skor 1-3. Keadaan ini berbeda dengan hasil penelitiannya Yuliatin bahwa
suasana kelompoktani transmigran kategori sedang, bahkan hasil penelitian
Effendi suasana kelompoktani sayuran kategori rendah.
Sebanyak 71,59 persen responden menyatakan bahwa semua anggota
semangat untuk mencapai efisiensi dan efektivitas kelompok dalam mencapai
tujuan kelompok dan sebanyak 28,41 persen menyatakan hanya sebagian anggota
saja, sebanyak 47,73 persen responden menjawab semua anggota di dalam
kelompok berusaha berbuat atau bertindak sesuai dengan aturan atau norma
kelompok, sebanyak 39,77 persen menyatakan hanya sebagian saja dan 12,5
persen responden menyatakan sebagian kecil saja dengan alasan sanksi tidak jelas
diterapkan. Sebanyak 52,27 persen responden menyatakan semua antar anggota
selalu saling mengawasi setiap perilaku atau sepakterjang anggota agar tujuan
kelompok tercapai dan kadang-kadang sebanyak 47,73 persen. Tentang kondisi
sarana dan fasilitas yang menciptakan kemudahan dan kedamaian anggota di
dalam kelompok agar tercapai tujuan kelompok sebanyak 79,55 persen responden
menyatakan semua sarana dan fasilitas mendukung dan sebanyak 20,45 persen
hanya sebagian sarana dan fasilitas mendukung suasana kerja yang kondusif.
Tekanan Kelompok
Tekanan kelompok merupakan segala sesuatu (bisa dari dalam atau luar
kelompok) yang menimbulkan ketegangan dan ketergantungan dalam kelompok
yang dapat memberi pengaruh positif kepada kelompok. Unsur tekanan
102
kelompok tersebut diukur dengan melihat: (1) adanya penghargaan bagi yang
berprestasi, (2) sanksi bagi yang melanggar peraturan dan (3) tantangan dan
kritik yang sifatnya membangun kemajuan dan dinamika kelompok. Unsur
tekanan kelompoktani kopi rakyat menurut hasil penelitian (Tabel 18) KKRTM
berkategori sedang dengan rataan skor 1,77 dan KKRTM berkategori rendah
rataan skor 1,61 pada rentang skor 1-3. Levis (1996) berpendapat bahwa tekanan
kelompok perlu untuk meningkatkan kedinamisan namun apabila tekanannya
terlalu tinggi dapat mengganggu kedinamisan, sehingga tekanan hendaklah
dikondisikan sebegitu rupa yang berdampak baik bagi kemajuan sebuah
kelompok.
Sebanyak 23,86 persen responden menyatakan selalu ada penghargaan
bagi setiap anggota berprestasi dalam mencapai tujuan kelompok, dengan alasan
agar semua anggota merasa diperhatikan dan lebih semangat lagi dalam bekerja
dan berprestasi. Bentuk penghargaan tersebut minimal pujian dan pengakuan
seperti mendapat kesempatan menjadi perwakilan atau delegasi jika ada pelatihan
26,14 persen responden menyatakan bahwa hanya sebagian saja anggota
kelompoktani yang dapat penghargaan jika berprestasi karena keinginan atau
kedekatan dengan kelompok. Sebanyak 50 persen responden menyatakan tidak
ada atau sebagian kecil saja yang dapat penghargaan jika berprestasi. Hal ini
menunjukkan bahwa pentingnya nilai penghargaan belum mendapatkan perhatian
dari kelompoktani, sehingga belum menjadi budaya, penghargaan biasanya yang
sering dari instansi atau lembaga pemerintah kepada kelompoktaninya bukan
kepada anggotanya. Sebanyak 7,95 persen responden menyatakan semua anggota
mendapatkan sanksi jika melanggar peraturan atau norma. Namun berdasarkan
pengamatan dan wawancara sanksi yang konkret bentuknya terdapat pada
kelompoktani Sidomulyo yaitu berupa sistem girikan (kerja bakti bersama di
lahan anggota secara bergiliran) sanksi berupa denda sebanyak Rp. 30.000,- bagi
anggota yang melanggar seperti tidak ikut girikan tanpa ada alasan yang jelas dan
bagi yang memberikan makanan berat saat kebunnya mendapat giliran karena
yang diperbolehkan hanya minuman dan rokok secukupnya. Sebanyak
46,59 persen responden menyatakan sebagian saja anggota yang mendapat sanksi
jika melanggar karena tergantung kepada keinginan dan kebijakan pimpinan.
103
Sebanyak 45,45 persen responden menyatakan sebagian kecil saja yang mendapat
sanksi itu pun apabila sudah diperingatkan atau dinasehati berkali-kali. Sanksi
yang terberat adalah dikeluarkan dari keanggotaan kelompoktani. Selanjutnya
tentang adanya tantangan dan kritik dari sesama anggota dan dari kelompoktani
lainnya sebanyak 9,09 persen menyatakan semua anggota kelompok bersedia
dengan alasan tantangan dan kritik memacu kemajuan dan untuk evaluasi diri dan
kelompok. Sebanyak 37,50 persen responden menyatakan sebagian anggota
kelompok saja yang bersedia dengan alasan tidak semua tantangan dan kritik
memiliki sifat membangun bahkan membuat bingung dan tanpa ada solusinya.
Bahkan sebanyak 53,41 persen responden menyatakan sebagian kecil saja angota
yang mau menerima tantangan dan kritik dengan alasan tidak terbiasa
mendapatkan kritik dalam bekerja dan cenderung merasa tegang, bersalah atau
bahkan minder jika terlalu banyak kritik dari apa yang dilakukannya. Penyuluh
dalam memberikan masukan tidak dalam bentuk kritik tetapi pendekatan persuasi
dengan suasana kekeluargaan dan keakraban.
Efektivitas Kelompok
Efektivitas kelompok adalah tingkat keberhasilan kelompok dalam
mencapai tujuan-tujuannya. Pengukurannya dengan melihat: (1) pencapaian
tujuan kelompok, (2) tingkat produktivitas usahatani dan (3) kepuasan anggota
atas kinerja kelompok. Hasil penelitian (Tabel 18) menunjukkan bahwa
efektivitas kelompok baik KKRTM maupun KKRTL berkategori tinggi dengan
masing-masing rataan skor 2,8 dan 2,54 pada rentang skor 1-3. Keadaan ini
sesuai dengan penelitian Yuliatin bahwa efektivitas kelompoktani transmigran
juga masuk dalam kategori tinggi namun berbeda dengan hasil penelitiannya
Effendi bahwa efektivitas kelompoktani sayuran masuk dalam kategori sedang.
Sebanyak 62,50 persen responden menyatakan bahwa anggota selalu
memiliki sikap dan semangat untuk mendukung seluruh pencapaian tujuan
kelompok dengan alasan sebagai bentuk tanggung jawab moral bergabung dalam
kelompoktani. Sebanyak 29,55 persen responden menyatakan anggota kurang
mendukung terhadap pencapain tujuan kelompok dengan alasan ada beberapa
tujuan yang menurutnya kurang sesuai dengan perkembangan kondisi kelompok.
Sebanyak 7,95 persen saja responden yang menyatakan anggota tidak mendukung
104
dalam pencapaian tujuan kelompok dengan alasan tujuan kelompok sudah tidak
sesuai lagi dengan keinginannya. Selanjutnya 69,32 persen responden menyatakan
bahwa setelah bergabung menjadi kelompok, produktivitas usahatani kopi
cenderung meningkat terus dengan alasan banyak inovasi teknologi yang dapat
diterapkan dalam usahatani kopi rakyat. Sebanyak 25 persen menyatakan bahwa
produktivitas kurang maksimal dan berfluktuasi dan hanya sebanyak 7,95 persen
responden yang menyatakan tidak maksimal yaitu sama saja dibandingkan
sebelum bergabung dengan kelompoktani. Sebanyak 70,45 persen anggota
kelompok merasa sangat puas bergabung dengan kelompok karena kinerja
kelompok sesuai dengan rencana kerja yang dibuat secara bersama-sama.
Sebanyak 20,45 persen responden menyatakan kurang puas dengan kinerja
kelompok dengan alasan tidak semua kegiatan kelompok dapat memberikan hasil
yang nyata bagi anggotanya dan hanya 9,09 persen yang menyatakan bahwa tidak
puas dengan kinerja kelompok karena kinerja kelompok tidak maksimal dan akan
dinamis bila ada bantuan proram atau proyek dari pemerintah.
Tabel 19. Rataan skor peran kelompoktani kopi rakyat Desa Sidomulyo
Unsur Peran Rataan Skor* (Rentang Skor 1-3)
Kelompok KKRTM KKRTL
Kelas Belajarmengajar 2,61 2,26
Unit Produksi 2,74 2,61
Wahana Kerjasama 2,72 2,75
Unit Ekonomi 2,43 2,23
Total Rataan Skor Peran Kelompok 2,64 2,47
Keterangan: *Rentang Sor 1,00-1,65 = Rendah, 1,66-2,31 = Sedang, 2,32-3,00 = Tinggi
skor 2,64 dan KKRTL 2,47 pada rentang skor 1-3. Pada KKRTM kelompok
berperan tinggi baik sebagai kelas belajarmengajar, unit produksi, wahana
kerjasama dan unit ekonomi. Pada KKRTL kelompok berperan tinggi sebagai
unit produksi dan wahana kerjasama namun peran kelompok sebagai kelas
belajarmengajar dan unit ekonomi masih dalam kategori sedang. Artinya,
kelompoktani kopi yang memiliki tingkat lebih tinggi lebih tinggi pula perannya
terhadap anggotanya. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Arimbawa (2004)
bahwa peran kelompok usaha bersama pada program hutan kemasyarakatan
kategori tinggi adalah peran kelompok sebagai kelas belajarmengajar dan wahana
kerjasama sedangkan peran kelompok sebagai unit produksi masuk dalam
kategori rendah. Mengingat pentingnya peran kelompok sebagai unit ekonomi
maka perlu segera mendapat perhatian oleh berbagai pihak untuk mendapat
pembinaan agar meningkat perannya, sehingga eksistensi kelompok di masa yang
akan datang dapat terjamin.
kopi, (4) menyediakan pupuk yang diperlukan dalam usahatani kopi, (5)
menyediakan obat-obatan yang diperlukan dalam usahatani kopi, (6) menyediakan
peralatan/mesin (semprot, huller dan lain-lainnya) yang diperlukan dalam
usahatani kopi dan (7) berperan dalam meningkatkan produksi dan mutu kopi
melalui kegiatan dan usaha bersama.
Hasil penelitian (Tabel 19) menunjukkan bahwa peran kelompok sebagai
unit produksi secara umum berkategori tinggi. KKRTM dengan rataan skor 2,74
dan KKRTLdengan rataan skor 2,61 pada rentang skor 1-3. Sebanyak 69,32
persen responden menyatakan sangat setuju bahwa kelompok berperan dalam
menentukan sistem dan pola usahatani, sebanyak 29,55 persen responden
kurang setuju dan hanya 1,14 persen responden yang tidak setuju. Sebanyak
77,27 persen responden sangat setuju bahwa kelompok berperan dalam
penyusunan RKK/RDKK dan sebanyak 22,73 persen responden kurang setuju
kelompok berperan dalam penyusunan RKK/RDKK. Sebanyak 55,69 persen
responden sangat setuju bahwa kelompok berperan dalam menyediakan bibit yang
diperlukan dalam usahatani kopi, sebanyak 40,91 persen kurang setuju dan
3,41 persen responden tidak setuju dengan alasan bibit adalah usaha sendiri dari
daerah lain stock kelompok habis dan terbatas. Sebanyak 71,59 persen responden
menyatakan sangat setuju bahwa kelompok menyediakan pupuk yang diperlukan
dalam usahatani kopi, sebanyak 23,86 persen responden kurang setuju dan
sebanyak 4,55 persen responden tidak setuju.
Tentang peran kelompok dalam menyediakan obat-obatan yang diperlukan
dalam usahatani kopi sebanyak 53,41 persen responden menyatakan sangat setuju,
43,18 persen kurang setuju dan 3,41 persen tidak setuju kelompok berperan
sebagai penyedia obat-obatan yang diperlukan dalam usahatani kopi. Obat-obatan
didapat dari kelompok melalui kios dengan sistem pembelian kolektif, sehingga
dapat harga lebih murah. Sebanyak 67,05 persen responden sangat setuju bahwa
kelompok berperan menyediakan peralatan/mesin (semprot, huller, pulper dan
lain-lainnya) yang diperlukan dalam usahatani kopi, sebanyak 30,68 persen
kurang setuju dan sebanyak 2,27 persen tidak setuju bahwa kelompok berperan
menyediakan peralatan/mesin (semprot, huller, pulper dan lain-lainnya) yang
diperlukan dalam usahatani kopi. Banyak bantuan peralatan atau mesin pengolah
108
menyediakan sarana produksi dan sebanyak 27,27 persen kurang setuju. Sebanyak
77,27 persen responden juga sangat setuju bahwa kelompok berperan dalam
menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam pengolahan kopi dan
sebanyak 27,27 persen kurang setuju. Tentang pernyataan bahwa kelompok
berperan menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam pemasaran kopi
sebanyak 69,32 persen responden sangat setuju dan 30,68 persen responden
kurang setuju. Sebanyak 75 persen responden sangat setuju bahwa kelompok
berperan dalam bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait dalam penyediaan
modal kerja atau bantuan kredit dan sebanyak 25 persen kurang setuju. Tentang
pernyataan bahwa kelompok wadah kerjasama dalam evaluasi terhadap kinerja
keberhasilan anggota kelompok dalam berusahatani kopi sebanyak 70,45 persen
sangat setuju dan sebanyak 29,55 persen kurang setuju.
kualitas dan kuantitas komoditas kopi rakyat sudah saatnya diarahkan pada
pendekatan agribisnis dan agroindustri. Konsep agribisnis bertumpu pada
pemberdayaan para anggota kelompoktani kopi agar mampu berusahatani secara
berkelompok yang berorientasi profit serta mengadopsi inovasi teknologi yang
bercirikan efisiensi tinggi dan produk yang kompetitif. Tingkat kemampuan
anggota dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat dapat diukur
dengan melihat: (1) penguasaan inovasi teknologi budidaya, (2) pemenuhan
kebutuhan saprodi, (3) teknik pemanenan, (4) penanganan pascapanen dan (5)
kemampuan dalam mengakses informasi teknologi, permodalan dan pasar.
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 20) menunjukkan bahwa tingkat
kemampuan anggota secara umum dalam penerapan inovasi teknologi usahatani
kopi berkategori tinggi. KKRTM dengan total rataan skor 2,66 dan KKRTL
dengan total rataan skor 2,38 pada rentang skor 1-3. Hal ini berbeda dengan hasil
penelitian Yusnadi (1992) bahwa tingkat penerapan inovasi anggota kelompoktani
kopi dalam pengembangan perkebunan kopi rakyat tergolong sedang. Tingkat
kemampuan anggota dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat
secara jelas dapat dilihat pada Tabel 20.
kelompok, (3) teknik penanaman bibit yang dianjurkan dalam usahatani kopi
dapat diterapkan oleh anggota kelompok, (4) jarak tanam penanaman bibit dan
jumlah populasi per hektar serta umur bibit sesuai anjuran, (5) tata cara
pemupukan yang dianjurkan dalam usahatani kopi dapat diterapkan oleh anggota
kelompok, (6) tata cara pengaturan air yang dianjurkan dalam usahatani kopi
dapat diterapkan oleh anggota kelompok, (7) teknik pengendalian hama dan
penyakit yang dianjurkan dalam usahatani kopi dapat diterapkan oleh anggota
kelompok, (8) pemilihan dan teknik penanaman tanaman pelindung yang
dianjurkan dalam usahatani kopi dapat diterapkan oleh anggota kelompok dan (9)
tata cara pemangkasan yang dianjurkan dalam usahatani kopi dapat diterapkan
oleh anggota kelompok.
Hasil penelitian (Tabel 20) menunjukkan bahwa tingkat kemampuan
anggota dalam penerapan inovasi teknologi budidaya berkategori tinggi.
KKRTM dengan rataan skor 2,69 dan KKRTL dengan rataan skor 2,72 pada
rentang skor 1-3. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Effendi (2001) bahwa
tingkat penerapan teknologi usahatani sayuran dalam teknik budidaya secara
umum masuk kategori sedang.
Sebanyak 78,41 persen responden menyatakan seluruh teknik pengolahan
tanah yang dianjurkan dalam usahatani kopi dapat diterapkan oleh anggota
kelompok yaitu memecah dan menggeburkan tanah, pembersihan gulma serta
membuat lubang tanam kedalaman 12-24 cm dan dibiarkan selama tiga-enam
bulan. Sebanyak 21,59 persen responden menyatakan hanya sebagian teknik
anjuran yang dapat diterapkan yaitu hanya melakukan pemerataan tanah dan
pembersihan gulma saja. Menurut penyuluh areal pertanaman kopi secara umum
dapat berasal dari: (1) tanah bukaan baru (dari hutan cadangan), (2) tanah bukaan
ulangan (dari kopi ke kopi) dan (3) tanah rotasi (dari tanaman lain ke kopi secara
bergantian) dan tanah konversi (dari tanaman lain ke kopi secara permanen).
Setelah pembukaan lahan selesai maka sisa akar dan akar tunggal harus
disingkirkan agar tidak menjadi sumber infeksi penyakit akar atau nematoda.
Apabila tanah kondisinya miring maka perlu dilakukan pembuatan teras. Berdasar
observasi lapangan di Desa Sidomulyo areal pertanaman kopi berasal dari tanah
bukaan ulang dan bukaan baru. Tanah bukaan baru berasal dari bekas hutan yang
113
diletakkan dalam satu teras, diatur dengan jarak tanam sesuai lebar teras. Hal ini
untuk mengantisipasi apabila kemudian hari dilakukan penyulaman, selain
memudahkan penelusuran klon juga tidak mengubah imbangan komposisi klon
kopi. Lubang tanaman biasanya anggota kelompoktani membuat paling lambat 3-
6 bulan sebelum penanaman. Semakin berat struktur tanah anggota kelompoktani
akan membuka lubang semakin lama dan diberi lebih banyak bahan organik.
Lubang tanaman sebaiknya dibuat ketika tanah masih cukup basah. Untuk
penanaman pada awal musim hujan lubang dibuat pada akhir musim hujan
sebelumnya (terbuka kurang lebih setengah tahun). Ukuran lubang sekitar antara
40 cm x 40 cm x 40 cm tergantung pada struktur tanah.
Jumlah bibit kopi yang ditanam tiap hektarnya menurut anjuran tidak lebih
dari 2000 pohon agar tanaman kopi dapat tumbuh dengan baik. Umur bibit kopi
yang akan ditanam sebaiknya berumur sembilan bulan sampai satu tahun. Jenis
varietas kopi yang direkomendasikan adalah BP 42, BP 234, BP 288, BP 358, BP
409, SA 237, BP 436, BP 920, BP 534, BP 936 dan SA 203. Secara umum
anggota kelompok sudah menerapkan inovasi teknologi pembibitan yang
dianjurkan yaitu: (1) jarak kedalaman tanam kopi antara 12-24 cm dari permukaan
tanah; (2) waktu pembuatan lubang antara tiga sampai enam bulan sebelum bibit
kopi ditanam dan (3) populasi kopi perhektarnya tidak lebih dari dua ribu pohon
untuk menjaga tanaman mendapatkan cahaya matahari dan sumber hara yang
cukup. Anggota kelompoktani kopi rakyat di Desa Sidomulyo juga sudah mampu
menerapkan bibit unggul bersertifikat yang jelas jenis dan asal-usulnya, biasanya
berasal dari perkebunan pemerintah dan bantuan dari Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia. Anggota kelompoktani mengembangkan bibit tersebut dengan
perbanyakan dengan proses penyambungan antara batang bawah dan dengan
batang atas. Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan bibit selanjutnya
memperbanyak dengan menyambung antara bibit biasa atau lokal (kopi nangka)
dengan bibit klon unggul anjuran yang sesuai lokalita seperti BP 358, BP 409 dan
BP 534.
Sebanyak 68,18 persen responden menyatakan semua tata cara pemupukan
yang dianjurkan dalam usahatani kopi dapat diterapkan oleh anggota kelompok
(pupuk seimbang organik dan anorganik dengan dosis yang tepat) dan sebanyak
115
31,82 persen hanya sebagian saja yang dapat diterapkan. Sebanyak 76,14 persen
responden menyatakan semua teknik pengaturan air yang dianjurkan dalam
usahatani kopi dapat diterapkan oleh anggota kelompok yaitu ada saluran irigasi
dan membuat rorak dan sebanyak 23,86 persen responden menyatakan hanya
sebagian yang dapat diterapkan yaitu membuat saluran irigasi saja atau membuat
rorak saja. Anggota kelompoktani biasanya menggunakan dua jenis pupuk yaitu
pupuk organik dan anorganik. Jenis pupuk anorganik yang sering dipakai dalam
usahatani kopi adalah urea dan TSP sedangkan pupuk organik yang pakai adalah
pupuk kemasan buatan pabrik dan buatan sendiri dari kompos dan kotoran ternak
terutama dari kotoran kambing dan sapi. Sesuai dengan persyaratan para eksportir
dan buyer dari luar negeri penggunaan pupuk anorganik hanya secukupnya saja
tidak boleh berlebihan dan harus seimbang bahkan ada kelompoktani yang hanya
menggunakan pupuk organik agar kopinya benar-benar organik dan bermutu
spesial.
Sebanyak 65,91 persen responden menyatakan semua teknik
pengendalian hama dan penyakit yang dianjurkan dalam usahatani kopi dapat
diterapkan oleh anggota kelompok yaitu secara terpadu sesuai dengan prinsip
PHT, sebanyak 29,55 persen responden menyatakan hanya sebagian yang dapat
diterapkan yaitu dilakukan apabila sudah ada hama dan penyakit. Sebanyak 4,55
persen responden menyatakan tidak dapat menerapkan karena keterbatasan
tenaga kerja. Hama penyakit yang sering menyerang tanaman kopi robusta di
wilayah ini adalah bubuk buah, bubuk cabang, kutu putih, nematode dan penyakit
cendawan akar coklat. Pengendaliannya dengan sistem pengendalian hama
terpadu dan metode biologis namun apabila cara tersebut masih kurang berhasil
anggota kelompoktani terpaksa memakai bahan obat kimia yang aman bagi
lingkungan. Penyakit bubuk buah atau penyakit penggerek kopi (PPKo) dicegah
dengan Hipotan yang mampu merangsang dan menarik kumbang besar dengan
24 botol perhektar dilakukan selama dua bulan pada tanaman buah kopi yang
sudah berwarna merah. Agar mata rantai penyakit pengerek terputus, kopi yang
buah kopi terserang diambil dan direbus lalu dijadikan bubuk, sehingga telur
kumbang akan mati. Kutu putih dikendalikan dengan musuh alaminya yaitu laba-
laba dan kumbang hitam akan tetapi apabila populasi semut gramang terlalu tinggi
116
maka disemprot dengan Supraside. Penyakit nematode yang dibawa oleh cacing
halus dikendalikan cara mekanis yaitu dicabut dan dibakar. Penyakit cendawan
akar coklat diatasi dengan cara mekanis juga yaitu dengan mencabut pohon dan
membersihkan lubang bekas tanaman yang sakit dilanjutkan dengan membuat
parit isolasi sedalam 80 cm dan membiarkannya selama 1-2 tahun.
Sebanyak 76,14 persen responden menyatakan bahwa semua pemilihan
dan teknik penanaman tanaman pelindung yang dianjurkan dalam usahatani kopi
dapat diterapkan oleh anggota kelompok yaitu menanam penaung sementara dan
tetap glirisida, lamtoro, alpukat, dadap dan sengon laut dengan populasi sekitar
400 pohon/ha. Sebanyak 23,86 persen responden menyatakan hanya sebagian
pemilihan dan teknik penanaman tanaman pelindung yang dianjurkan dalam
usahatani kopi dapat diterapkan oleh anggota kelompok yaitu jenis naungan dan
populasi semaunya anggota kelompoktani. Berdasarkan petunjuk teknis kopi
robusta dari penyuluh dan Puslitkoka Indonesia, penanaman tanaman naungan
harus dilakukan paling lambat satu tahun sebelum kopi dipindah ke pertanaman.
Jarak tanam harus disesuiakan dengan jarak tanam kopi. Tanaman naungan ada
dua macam yaitu naungan sementara dan naungan tetap. Pohon naungan
sementara misalnya Flemingia yang ditanam dalam barisan dengan arah utara
selatan. Pohon naungan tetap misalnya lamtoro. Perbandingan antara pohon
naungan tetap dengan tanaman kopi tergantung pada jenis pohon naungan dengan
jarak tanam kopi. Apabila naungan yang digunakan lamtoro maka
perbandingannya adalah 1:1, setelah naungan tetap cukup besar maka naungan
sementara harus dikurangi secara bertahap. Mayoritas anggota kelompoktani kopi
di Desa Sidomulyo menanam pohon naungan atau pelindung pohon lamtoro dan
glirisade dengan pertimbangan daun pohon pelindung jenis ini juga dapat
dimanfaatkan sebagai makanan ternak dan sumber pupuk kompos alami yang
baik bagi tanaman kopi. Selain itu anggota kelompoktani juga menanam alpukat,
kelapa dan petai dengan jarak yang aman untuk menambah penghasilan tambahan.
Sebanyak 78,41 persen responden menyatakan semua teknik
pemangkasan yang dianjurkan dalam usahatani kopi dapat diterapkan oleh
anggota kelompok yaitu meliputi pemangkasan pembentukkan tajuk,
pemangkasan produksi, dan pemangkasan peremajaan serta wiwil kasar dan halus
117
19,32 persen sebagian saja dapat dipenuhi dengan alasan menyediakan bibit hanya
untuk ditanam saja sekitar 1800 pohon perhektar dan tidak memiliki cadangan
bibit untuk jaga-jaga di kala ada yang mati atau rusak dan sebanyak 15,91 persen
tidak mampu menerapkan dengan alasan bibit ditanam seadanya saja istilahnya
anggota kelompoktani bibit cabutan yang ditanam secara tambal sulam. Sebanyak
65,91 persen responden menyatakan bahwa mampu memenuhi kebutuhan pupuk
dalam usahatani kopi, sebanyak 28,41 persen sebagian saja mampu memenuhi
kebutuhan pupuk dengan alasan sebagian membeli secara mandiri karena perlu
pupuk yang lain dan sebanyak 5,68 persen menyatakan tidak mampu dalam
pemenuhan sarana pupuk kimia dengan alasan harga terlalu mahal dan
mensubstitusi dengan pupuk organik seperti pupuk kompos dan kandang.
Sebanyak 65,91 persen responden menyatakan bahwa mampu memenuhi
kebutuhan obat-obatan dalam usahatani kopi, sebanyak 23,86 persen sebagian
mampu memenuhi kebutuhan dengan alasan harga obat-obatan mahal jadi hanya
membeli yang penting-penting saja dan sebanyak 10,23 persen tidak mampu
memenuhi dengan alasan tanpa memakai obat kimiawi mengandalkan musuh
alaminya. Sebanyak 57,95 persen responden menyatakan mampu memenuhi
kebutuhan peralatan usahatani kopi, sebanyak 35,23 persen sebagian mampu
dipenuhi dengan alasan peralatan yang mahal tidak dapat dipenuhi sendiri,
sehingga bergabung dengan anggota kelompoktani atau kelompok lainnya dan
sebanyak 6,82 persen tidak mampu memenuhi dengan alasan tidak perlu susah-
sudah memakai peralatan seadanya saja. Sebanyak 56,82 persen responden
menyatakan mampu memenuhi kebutuhan bibit tanaman pelindung, sebanyak
38,64 persen menyatakan hanya sebagian yang mampu dipenuhi dengan alasan
perlu banyak tenaga kerja, sehingga dikerjakan tenaga kerja dari keluarga saja
dan sebanyak 4,55 persen menyatakan tidak mampu memenuhinya dengan alasan
medan atau lokasi kebun yang sulit ditanami.
(2) mampu melakukan panen kopi saat kopi benar-benar matang dan merah,
(3) mampu melakukan panen kopi dengan petik tertib, satu persatu dan bersih
dan (4) selalu mempersiapkan peralatan panen seperti tangga, keranjang petik dan
lainnya.
Hasil penelitian (Tabel 20) menunjukkan bahwa kemampuan anggota
KKRTM dan KKRTL dalam menerapkan teknik pemanenan produksi kopi
berkategori tinggi dengan rataan skor 2,63 dan 2,39 pada rentang skor 1-3.
Sebanyak 55,68 persen responden menyatakan bahwa anggota kelompok mampu
seluruhnya menerapkan panen kopi yang sesuai dengan tingkatan waktu petik
(permulaan, pertengahan dan akhiran), sebanyak 31,82 persen sebagian dapat
diterapkan yaitu saat panen raya/pertengahan saja dengan alasan kebun tidak luas
dan lokasinya sulit biar tidak rugi dipetik saat panen raya saja dan sebanyak
12,5 persen menyatakan tidak mampu menerapkannya karena panen untuk segera
memenuhi kebutuhan hidup, sehingga kurang peduli jadwal panen. Sebanyak
51,14 persen menyatakan bahwa mampu melakukan panen kopi saat kopi benar-
benar matang dan merah, sebanyak 36,36 persen sebagian saja yang dapat
diterapkan karena agar segera dapat hasil banyak, sehingga kurang peduli kopi
sudah hijau atau merah diambil semua dan sebanyak 12,5 persen tidak mampu
menerapkannya karena kebun tidak aman sehinga panen awal untuk menghindari
pencurian. Sebanyak 60,23 persen menyatakan seluruh anggota mampu
melakukan panen kopi dengan petik tertib, satu persatu dan bersih, sebanyak
27,27 persen hanya sebagian dapat diterapkan karena memakai buruh petik wanita
dan laki-laki secara borongan, sehingga kuantitas produksi menjadi prioritas dan
sebanyak 12,5 persen tidak mampu menerapkan karena mengutamakan hasil.
Sebanyak 65,91 persen menyatakan mampu selalu mempersiapkan peralatan
panen seperti tangga, keranjang petik dan lainnya, 22,73 persen hanya sebagian
karena hanya membawa keranjang dan karung petik saja dan sebanyak
11,36 persen responden tidak mampu menerapkan dengan alasan tanpa persiapan
khusus peralatan seadanya saja.
Keterangan responden menyatakan bahwa panen kopi dilakukan sebanyak
tiga kali dalam setahun. Panen awal atau panen kopi bubuk adalah sekitar bulan
April, panen raya adalah sekitar bulan Juli dan panen akhir sekitar bulan
120
Oktober. Pemetikan kopi tahap awal biasanya adalah petik buah yang terkena
penyakit bubuk, sehingga merah sebelum waktunya. Panen raya merupakan
pemetikan dengan hasil kopi yang terbaik yaitu kopi benar-benar matang dan
berwarna merah dan panen akhir atau disebut panen lelesan/racutan dengan
jumlah yang sedikit dan biasanya dipanen semua baik warna buah kopi yang
masih hijau dan kuning dan sisa buah kopi dipohon tinggal 10 persen. Tenaga
kerja pemetik biasanya tenaga wanita dengan sistem harian atau borongan.
Sistem harian para pemetik diberi upah sekitar Rp. 15.000,- tetapi diberi
makan dan minum sekedarnya, sedangkan sistem borongan setiap satu
kilogram diberi upah Rp. 200,- Peralatan yang dipakai dalam pemanenan
yaitu: (1) kocok/keranjang, alat yang terbuat dari bambu atau rotan yang
digunakan untuk menampung sementara buah kopi; (2) sapu, untuk
mengumpulkan buah kopi yang jatuh; (3) sak atau karung plastik, sebagai tempat
buah kopi hasil panen dan (4) tangga segitiga, untuk membantu mengambil buah
kopi yang tinggi.
tidak mampu menerapkan karena lokasi kebun jauh, sehingga sulit mengolah kopi
sesegera mungkin. Sebanyak 65,91 persen responden menyatakan terampil dan
mampu melakukan pengolahan kopi baik teknik kering maupun basah karena
sering mendapatkan pelatihan dan praktek bersama, sebanyak 25 persen
menyatakan sebagian saja dapat diterapkan karena yang sering menerapkan
pengolahan kering kecuali ada pesanan atau harga kopi jatuh sekali dan sebanyak
9,09 persen tidak mampu menerapkan dengan benar karena kopi langsung dijual
ke pedagang sistem borongan, sehingga tanpa pengolahan dulu. Sebanyak 55,68
persen menyatakan bahwa selalu menjaga kualitas kopi dengan curing
(pengeringan ulang, pembersihan dan hulling) kopi sesuai dengan prosedur,
sebanyak 31,82 persen menyatakan sebagian saja yang dapat diterapkan karena
keterbatsan sarana dan peralatan dan sebanyak 12,50 persen tidak mampu
menerapkannya karena dijual dalam sistem kopi gelondongan.
Setelah proses pemetikan buah merah selesai proses selanjutnya adalah
sortasi. Sortasi biasanya memakai bak dengan ukuran 2x1 meter. Cara kerjanya
dengan merendam buah kopi pada bak yang berisi air untuk memisahkan kopi
yang kualitas baik dan kopi yang jelek atau kampong. Kopi yang baik adalah kopi
yang tenggelam dalam air dan ke luar dari bak yang dapat diolah dengan sistem
basah. Untuk kopi yang mengambang diambil dan kemudian diproses secara
kering. Lama perendaman maksimal 36 jam biar rendemen tetap baik. Setelah
direndam maka dimasukkan pada mesin pulper untuk mengupas kulit buah.
Kapasitas mesin pulper yang dipakai biasanya satu ton per empat jam untuk mesin
tipe GX 160 (5.5) merupakan bantuan Dikti dengan bahan bakar dua liter per ton
buah kopi dan juga memakai mesin kneyser (pengupas kulit buah) dengan
kapasitas dua ton perjam. Fermentasi adalah proses pelepasan kulit tanduk dengan
biji. Kelompoktani kopi di Desa Sidomulyo biasanya melakukan fermentasi jenis
kering atau dry fermentation dengan memasukkan kopi ke dalam karung plastik
atau sak selama kurang dari setengah hari (12 jam). Fermentasi dilakukan jika
mesin washer tidak mampu memproses mengingat kapasitasnya hanya satu ton
per jam. Proses selanjutnya adalah pencucian atau washing. Kelompoktani kopi
Desa Sidomulyo melakukan proses pencucian dengan dua metode yaitu metode
manual dan mekanis. Pencucian manual dilakukan setelah kopi yang difermentasi
122
sudah siap untuk dicuci. Pencucian manual dilakukan di sungai atau bak pencuci.
Pencucian secara mekanis menggunakan mesin washer dengan tenaga penggerak
diesel tenaga 22 pk/2200 rpm. Setelah pencucian biji kopi langsung dianginkan di
para-para, baru setelah air pencucian kering dijemur di lantai jemur yang sudah
dibersihkan selama 4-5 hari (kadar air biji kopi 14-16 persen). Setelah kering kopi
dikupas dengan mesin huller untuk memisahkan kopi dari kulit tanduk dan kulit
ari. Kemudian setelah keluar dari mesin huller biji kopi didinginkan dulu
sebelum dimasukkan dalam karung (karung goni untuk pasar ekspor dan karung
plastik untuk pasar lokal), untuk menghindari biji kopi pucat baru dikemas, terus
dimasukkan gudang.
Sebanyak 31,82 persen saja responden menyatakan mampu menyimpan
hasil olahan kopi dengan gudang yang sesuai dengan standar karena agar dapat
kualitas premium dengan modifikasi standar gudang, sebanyak 37,5 persen hanya
sebagian standar gudang yang mampu diterapkan karena keterbatasan biaya untuk
membuat gudang dan 12,5 persen tidak mampu menerapkan, sehingga langsung
dijual begitu biji kopi kering. Pergudangan yang dilakukan oleh kelompoktani
kopi diwilayah ini adalah dengan memasukan kopi dalam runag khusus yang
memiliki ventilasi yang baik, suhu ruangan hangat, sehingga ruang dibuat
sedemikian rupa, kelembaban udara baik dengan memberi kafling dan alas dari
bambu atau kayu setinggi 10-15 cm pada sisi bawah dan bagian samping tidak
boleh berhubungan langsung dengan tembok atau dinding. Namun pada suhu
ekstrim misalnya terlalu kering maka kelembaban bisa dinaikan dengan menyiram
air di sekitar gudang dan apabila terlalu tinggi dapat dikeringkan dengan Vis
dryer.Untuk mengukur kadar kelembaban kopi petani sudah mampu
menggunakan alat tester namanya koka tester yang mampu mendeteksi secara
otomastis kadar air kopi. Berdasarkan standar mutu, kadar air kopi untuk
pengolahan basah minimal 12 persen dan untuk pengolahan kering minimal
13 persen.
Sebanyak 51,14 persen responden mampu dalam sortir dan memahami
standar mutu kopi karena sudah sering dapat penyuluhan, pelatihan dan belajar
dari pedagang atau eksportir, sebanyak 21,59 persen hanya sebagian mampu
dipahami karena disortir dengan peralatan sederhana seperti ayakan manual dan
123
mata dan tangan telanjang dan sebanyak 27,27 persen menyatakan anggota belum
mampu menerapakan sortir sesuai standar mutu kopi karena berpikiran sortir tidak
penting karena kenyataannya oleh pedagang semua hasil produksi dimasukkan
dalam kategori mutu kopi asalan (mutu menengah) yaitu Grade 3 dan 4. Anggota
kelompoktani sudah memiliki catatan klasifikasi mutu kopi (berdasar warna,
ukuran, kulit tanduk, biji pecah dan lubang biji), sehingga mampu untuk
mengetahui mutu kopi. Kopi akan masuk kategori Mutu 1 apabila (jumlah nilai
cacat maksimum 11), kategori Mutu 2 (jumlah nilai cacat antara 12-25), kategori
Mutu 3 (jumlah nilai cacat antara 26-44), kategori Mutu 4 (jumlah nilai cacat
antara 45-80), kategori Mutu 5 (jumlah nilai cacat antara 81-150) dan kategori
Mutu 6 (jumlah nilai cacat antara 151-225).
Anggota kelompoktani kopi di Desa Sidomulyo sebagian sudah mampu
mengolah sampai tahap sekunder, biji kopi diolah menjadi kopi bubuk yang siap
konsumsi. Pengolahan biji kopi melalui beberapa tahap pengolahan yaitu: (1)
penyangraian, (2) penggilingan dan (3) pengayakan. Proses penyangraian kopi
dilakukan pada suhu 200-225oC yang bertujuan untuk mendapatkan kopi rendang
yang berwarna coklat kayu manis kehitaman. Proses penyangraian menggunakan
dua metode yaitu metode tertutup dan terbuka. Metode tertutup menyebabkan
kopi bubuk yang dihasilkan mempunyai rasa agak asam akibat tertahannya air dan
beberapa jenis asam yang mudah menguap. Aroma lebih tajam dan terhindar dari
pemcemaran bau dari luar seperti bau bahan bakar. Mesin penyangraian
berkapasitas 35-100 kg sekali penyangraian. Sedangkan penyangraian tertutup
menggunakan wajan yang terbuat dari keramik atau tanah liat. Selanjutnya kopi
yang sudah disangrai didinginkan terus dilakukan penggilingan dengan mesin
penggiling. Proses penggilingan dimaksudkan untuk mengecilkan ukuran partikel
dari biji kopi. Setelah digiling bubuk kopi diproses dengan pengayakan agar
diperoleh kopi bubuk yang halus dan seragam. Pada umumnya dilakukan dengan
alat pengayak yang mempunyai ukuran 40 mesh. Ukuran kopi bubuk dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu kasar atau regular grind, sedang atau
drip grind dan halus atau fine grind. Proses yang paling akhir adalah
pengemasan di dalam plastik yang dilengkapi dengan nama produk, depkes, ijin
124
usaha, logo atau gambar, alamat atau nomor telepon yang dipres dengan
menggunakan mesin pengepres.
karena terkait dengan kepercayaan dan persaingan bisnis dan sebanyak 28,41
persen anggota yang belum mampu mengakses permintaan pasar karena
menyerahkan saja pada pedagang. Sebanyak 46,59 persen responden yang
menyatakan bahwa anggota mampu mengakses harga pasar, sebanyak 17,05
persen menyatakan sebagian anggota saja yang mampu dan sebanyak 36,36
persen belum mampu mengakses harga pasar karena tidak perlu survei harga yang
penting segera dapat uang untuk menutup kebutuhan sehari-hari. Sebanyak 44,32
persen responden menyatakan anggota mampu mengakses lembaga pemasaran
yaitu melalui kelompok dapat menggandeng eksportir dan memiliki setifikat
UTZ Kapeh dari Belanda, sehingga produk kopi dapat mudah diterima pasar luar
negeri, sebanyak 36,64 persen menyatakan hanya sebagian saja yang mampu dan
sebanyak 17,05 persen menyatakan anggota belum mampu mengakses lembaga
pemasaran karena kelompok lemah dalam membuat jaringan, sehingga masih
menjual produk kopi kepada kelompok lain yang memiliki jaringan dengan
lembaga pemasaran.
menjalin hubungan baik dengan pihak luar yang mampu menjadi mitra kerja
dalam mengakses informasi inovasi teknologi, modal dan pasar hasil produksi
kopi.
usahatani kopi rakyat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa tidak semua kelompoktani
memiliki struktur kelompok yang kompleks tetapi masih sederhana yaitu hanya
ketua, sekretaris dan bendahara serta anggota kelompok. Seringkali struktur
pengambilan keputusan dan struktur komunikasi dalam menyampaikan pesan dan
pembagian tugas terkait dengan penerapan inovasi teknologi kurang begitu jelas.
Akibatnya nilai pesan dan persepsi anggota dapat berbeda-beda, sehingga
mengganggu kelancaran koordinasi dan pembagian tugas sesuai dengan
kedudukannya. Kondisi ini kurang sesuai dengan penelitian Effendi (2001)
menyebutkan struktur kelompok berhubungan positif dan nyata dengan
kemampuan penerapan inovasi teknologi usahatani sayuran.
anggota lainnya saat kesusahan, identitas khusus kelompok seperti model arisan,
waktu memetik kopi bersamaan agar dapat menjualnya secara bersama-sama,
sering mendapat prestasi dalam lomba-lomba kelompoktani dan kecilnya terjadi
perselisihan dan pertentangan yang merugikan eksistensi kelompok.
Selain itu tekanan dari kelompok lain berupa kritikan apabila tidak menerapkan
inovasi teknologi pascapanen yang dianjurkan.
kinerja kelompok kurang memberikan hasil yang nyata dan dinamis apabila ada
bantuan program atau proyek dari pemerintah.
tinggi maka kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat
juga tinggi. Pada umumnya anggota kelompoktani kopi sudah mampu
menerapkan inovasi teknologi pada aspek budidaya dan masih kurang dalam
teknik pascapanen dan mengakses informasi, modal dan pasar, oleh karena itu
peran kelompok sebagai kelas belajarmengajar tentang off farm usahatani kopi
sangat diperlukan oleh anggota kelompoktani.
kelompok belum optimal dalam menyediakan bibit unggul yang diperlukan oleh
anggota dan juga untuk sarana produksi yang lainnya.
Hubungan Unit Produksi
Usahatani dengan Kemampuan
Penyediaan Saprodi
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,436 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, peran kelompok sebagai unit produksi berhubungan positif dan
sangat nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi budidaya kopi
rakyat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kelompok selalu berusaha dalam
penyediaan pupuk, bibit, obat-obatan dan sarana produksi lainnya agar anggota
mampu memenuhi kebutuhan saprodi dalam usahatani kopi. Selain itu diperkuat
juga dengan data bahwa lebih dari 60 persen responden menyatakan setuju bahwa
peran kelompok sebagai unit produksi berpengaruh terhadap tingkat kemampuan
angota dalam penyediaan kebutuhan saprodi usahatani kopi.
diterima. Artinya, peran kelompok sebagai unit produksi berhubungan positif dan
sangat nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi pascapanen kopi
rakyat. Apabila peran kelompok sebagai kelas belajarmengajar tinggi maka
kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat juga tinggi.
Hal ini dapat dijelaskan mayoritas anggota 72,73 persen setuju bahwa kelompok
berperan dalam meningkatkan produksi dan mutu kopi melalui kegiatan bersama.
Pekerjaan pascapanen kopi merupakan kegiatan yang cukup rumit yang
memerlukan kecepatan dan ketepatan dalam setiap tahapan pengolahannya,
sehingga apabila dilakukan secara bersama-sama dengan anggota kelompoktani
maka akan membantu dalam meningkatkan kualitas produk kopi yang dihasilkan.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam menerapkan inovasi teknologi budidaya
peran kelompok sebagai wahana kerjasama sangat penting untuk menunjang
kelancaran berusahatani kopi. Bentuk kerjasama tersebut biasanya dapat berupa
mencari bibit unggul secara bersama ke luar desa dan juga pengendalian hama
penyakit serta kerja bakti dalam pembersihan lahan setelah panen raya selesai.
ketika semua biji kopi sudah merah harus segera dipanen secara serentak dan
diolah secara cepat agar mendapatkan mutu kopi yang baik.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
(1) Karakteristik anggota Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat Madya (KKRTM)
mayoritas adalah berkategori umur lanjut (46-65 tahun), berpendidikan formal
berkategori rendah (tamat SD), berpendidikan nonformal berkategori tinggi
(5-6 kali/triwulan), jumlah anggota keluarga berkategori sedang (4-5 orang),
memiliki luas lahan berkategori luas (1,25-2,80 ha), pengalaman berusahatani
kopi berkategori banyak (13-37 tahun), masa keanggotaan kelompoktani
berkategori lama (10-25 tahun), kekosmopolitan dan motivasi berkelompok
berkategori tinggi.
(2) Karakteristik anggota Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat Lanjut (KKRTL)
mayoritas adalah berkategori umur lanjut (46-65 tahun), berpendidikan formal
berkategori rendah (tamat SD), berpendidikan nonformal berkategori sedang
(3-4 kali/triwulan), jumlah anggota keluarga berkategori sedang (4-5 orang),
memiliki luas lahan berkategori sedang (0,90-1,00 ha), pengalaman
berusahatani berkategori kurang (3-6 tahun), masa keanggotaan berkategori
baru (2-7 tahun), kekosmopolitan dan motivasi berkelompok berkategori
tinggi.
(3) Tingkat dinamika KKRTM maupun KKRTL berkategori tinggi. Unsur
dinamika KKRTM yang masih berkategori sedang yaitu: struktur dan tekanan
kelompok, sedangkan unsur dinamika KKRTL yang berkategori sedang yaitu
struktur dan kekompakkan kelompok, namun unsur tekanan masih
berkategori rendah. Tingkat peran KKRTM berkategori tinggi dan KKRTL
juga berkategori tinggi namun masih rendah pada peran kelompok sebagai
kelas belajarmengajar dan unit ekonomi.
(4) Tingkat kemampuan anggota KKRTM dan KKRTL dalam penerapan inovasi
teknologi usahatani kopi berkategori tinggi namun pada anggota KKRTL
masih kurang dalam penerapan inovasi teknologi pascapanen dan mengakses
informasi inovasi teknologi, modal dan pasar.
159
LAMPIRAN