Sie sind auf Seite 1von 181

HUBUNGAN DINAMIKA DAN PERAN KELOMPOK DENGAN

KEMAMPUAN ANGGOTA DALAM PENERAPAN INOVASI


TEKNOLOGI USAHATANI KOPI RAKYAT
(Kasus di Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember
Provinsi Jawa Timur)

Oleh:
SUDARKO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: “Hubungan Dinamika dan
Peran Kelompok dengan Kemampuan Anggota dalam Penerapan Inovasi
Teknologi Usahatani Kopi Rakyat (Kasus di Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo
Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur)” adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2010

Sudarko
NRP. I351080091
ABSTRACT

SUDARKO. The Correlation of Dynamic and Role of Groups with Member’s


Capability in Technological Innovation Implementation of smallholder Coffee
Farming (Study In Sidomulyo Village Silo District Jember Regency East Java).
Supervised by AMIRUDDIN SALEH and PANG S. ASNGARI.

The objectives of this study were as follows: (1) to analyze the


characteristics of farmer group members in implementing technological innovation
of smallholders coffee farming; (2) analyze the ability level of farmer group
members and (3) describe the characteristics of members, dynamic and role of
groups that associated with member’s capability. The study was designed as a
descriptive correlation study that conducted in January-March 2010. The number of
88 respondents using proportionate stratified random sampling method of all
smallholder coffee farming groups in Sidomulyo Village Silo District Jember
Regency. Primary and secondary data were analyzed using descriptive and
inferential statistics with Tau-B Kendall correlation. Results showed that there
were some differences in the characteristic between members of smallholder coffee
farming groups for intermediate level and advanced level. Group dynamic and role
intermediate and advanced level were high, but for advanced level still low on
group role as an economic units. Member’s capability level of them were high but
for advanced level still low in the technological innovation implementation of post
harvest and access to information, capital and markets. Characteristics of group
members that showed significantly positive correlation with capability in the
technological innovation implementation of coffee farming were the experience of
farming, membership mass of farming group, the cosmopolite level and motivation.
Group dynamic that showed significantly positive correlation with capability in the
technological innovation implementation of coffee farming were group goals,
group building, cohesiveness, group atmosphere, pressure and effectiveness of
group. Likewise, the significantly positive correlation was found in the role of
farming groups and capability in the technological innovation implementation
of coffee farming.

Keywords: dynamic, role of group, capability, coffee


RINGKASAN

SUDARKO. Hubungan Dinamika dan Peran Kelompok dengan Kemampuan


Anggota dalam Penerapan Inovasi Teknologi Usahatani Kopi Rakyat (Kasus
di Desa Sidomulyo Kecamatan Silo Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur).
Di bimbing oleh AMIRUDDIN SALEH dan PANG S. ASNGARI.

Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti


penting terutama di negara yang sedang berkembang. Kesadaran petani kopi
rakyat untuk menerapkan inovasi teknologi merupakan kunci adanya perubahan
menuju tercapainya produksi dan produktivitas kopi yang tinggi, sehingga
peningkatan kesadaran dalam penerapan inovasi teknologi perlu mendapatkan
prioritas perhatian bagi pihak-pihak yang terkait. Berdasarkan berbagai
permasalahan yang berkembang, maka secara spesifik tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut: (1) untuk mengkaji karakteristik anggota kelompoktani, tingkat
dinamika dan peran kelompok baik tingkat madya dan lanjut dalam menerapkan
inovasi teknologi usahatani kopi rakyat; (2) menganalisis tingkat kemampuan
anggota kelompoktani tingkat madya dan lanjut dalam menerapkan inovasi
teknologi usahatani kopi rakyat dan (3) menjelaskan karakteristik, dinamika dan
peran kelompok baik tingkat madya dan lanjut yang berhubungan dengan
kemampuan anggota dalam menerapkan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat.
Penelitian dirancang sebagai penelitian deskriptif korelasional dengan
metode survei yang dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2010. Jumlah sampel
adalah 88 responden dengan metode proportionate stratified random sampling dari
semua kelompoktani kopi rakyat yang ada di Desa Sidomulyo Kecamatan Silo
Kabupaten Jember. Data penelitian meliputi data primer dan sekunder dengan
menggunakan instrumen dari definisi operasional setiap peubah penelitian. Data
dianalisis dengan statistik deskriptif dan inferensial dengan menguji hipotesis
menggunakan korelasi Tau-B Kendall.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Karakteristik anggota
Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat Madya (KKRTM) mayoritas adalah
berkategori umur lanjut (46-65 tahun), berpendidikan formal berkategori rendah
(tamat SD), berpendidikan nonformal berkategori tinggi (5-6 kali/triwulan), jumlah
anggota keluarga berkategori sedang (4-5 orang), memiliki luas lahan berkategori
luas (1,25-2,80 ha), pengalaman berusahatani kopi berkategori banyak (13-37
tahun), masa keanggotaan kelompoktani berkategori lama (10-25 tahun),
kekosmopolitan dan motivasi berkelompok berkategori tinggi; (2) Karakteristik
anggota Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat Lanjut (KKRTL) mayoritas adalah
berkategori umur lanjut (46-65 tahun), berpendidikan formal berkategori rendah
(tamat SD), berpendidikan nonformal berkategori sedang (3-4 kali/triwulan),
jumlah anggota keluarga berkategori sedang (4-5 orang), memiliki luas lahan
berkategori sedang (0,90-1,00 ha), pengalaman berusahatani berkategori kurang
(3-6 tahun), masa keanggotaan berkategori baru (2-7 tahun), kekosmopolitan dan
motivasi berkelompok berkategori tinggi; (3) Tingkat dinamika KKRTM maupun
KKRTL berkategori tinggi. Unsur dinamika KKRTM yang masih berkategori
sedang yaitu: struktur dan tekanan kelompok, sedangkan unsur dinamika KKRTL
yang berkategori sedang yaitu struktur dan kekompakkan kelompok, namun unsur
tekanan masih berkategori rendah. Tingkat peran KKRTM berkategori tinggi dan
KKRTL juga berkategori tinggi namun masih rendah pada peran kelompok sebagai
kelas belajarmengajar dan unit ekonomi; (4) Tingkat kemampuan anggota KKRTM
dan KKRTL dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi berkategori tinggi
namun pada anggota KKRTL masih kurang dalam penerapan inovasi
teknologi pascapanen dan mengakses informasi inovasi teknologi, modal dan
pasar; (5) Karakteristik anggota kelompoktani kopi rakyat yang berhubungan nyata
positif dengan kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi
rakyat yaitu: pengalaman usahatani, masa keanggotaan kelompoktani, tingkat
kekosmopolitan dan motivasi berkelompok; (6) Unsur dinamika kelompoktani kopi
rakyat yang berhubungan nyata positif dengan kemampuan dalam penerapan
inovasi teknologi usahatani kopi rakyat yaitu: tujuan, pembinaan, kekompakkan,
suasana, tekanan dan efektivitas kelompok; (7) Peran kelompoktani kopi rakyat
yang berhubungan nyata positif dengan kemampuan dalam penerapan inovasi
teknologi usahatani kopi rakyat yaitu: peran kelompok sebagai kelas belajar-
mengajar, unit produksi, wahana kerjasama dan unit ekonomi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan sebagai berikut: (1) KKRTL
perlu meningkatkan kedinamisan dan perannya sebagai kelas belajar mengajar dan
unit ekonomi terutama dalam pemupukan modal dan pemanfaatan modal secara
rasional dengan mendirikan koperasi yang mampu menjalin kerjasama dengan
lembaga lainnya. Kemampuan anggota KKRTL juga segera perlu diperbaiki
terutama dalam penerapan inovasi teknologi pascapanen dan akses informasi
inovasi teknologi, modal dan pasar; (2) KKRTM sebaiknya terus memperkuat
jaringan kerjasama kemitraan kelembagaan antara koperasi kelompok dengan
pihak-pihak pemerintah (Dinas terkait, Perbankan, Lembaga penelitian dan
Perguruan Tinggi) dan swasta pelaku agribisnis kopi (penyedia input produksi,
pedagang, eksportir, dan industri pengolahan) melalui peningkatkan program
pendidikan, penyuluhan, pelatihan dan pendampingan kepada kelompoktani guna
mempercepat dan memantapkan penerapan inovasi teknologi usahatani kopi;
(3) Untuk meningkatkan daya saing usahatani kopi rakyat perlu terus ditingkatkan
peran KKRTM dan KKRTL melalui kerjasama aktif dengan lembaga-lembaga
pemerintah dan stakeholder kopi yang terkait terutama untuk kemudahan dalam
mengakses inovasi teknologi, modal dan pasar.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
HUBUNGAN DINAMIKA DAN PERAN KELOMPOK DENGAN
KEMAMPUAN ANGGOTA DALAM PENERAPAN INOVASI
TEKNOLOGI USAHATANI KOPI RAKYAT
(Kasus di Desa Sidomulyo Kecamatan Silo, Kabupaten Jember
Provinsi Jawa Timur)

SUDARKO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Basita Ginting, MA
Judul Tesis : Hubungan Dinamika dan Peran Kelompok dengan
Kemampuan Anggota dalam Penerapan Inovasi Teknologi
Usahatani Kopi Rakyat (Kasus di Desa Sidomulyo,
Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur)
Nama Mahasiswa : Sudarko
NRP : I351080091
Program Studi : Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Disetujui:

Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS Prof. Dr. Pang S Asngari


Ketua Anggota

Mengetahui:

Ketua Program Studi, Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Prof. Dr. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 10 Mei 2010 Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga tesis yang berjudul “Hubungan Dinamika dan Peran
Kelompok dengan Kemampuan Anggota dalam Penerapan Inovasi Teknologi
Usahatani Kopi Rakyat” dapat diselesaikan.
Penelitian ini merupakan salah satu prasyarat bagi mahasiswa untuk
menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis menyampaikan
banyak terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
(1) Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS dan Prof. Dr. Pang S Asngari selaku ketua dan
anggota komisi pembimbing serta Dr. Ir. Basita Ginting, MA selaku penguji
luar komisi yang telah dengan sabar dalam membimbing, mengarahkan,
memberikan motivasi, dukungan, masukan dan saran demi perbaikan dan
penyelesaian penelitian ini.
(2) Koordinator dan wakil koordinator Program Mayor Ilmu Penyuluhan
Pembangunan Pascasarjana IPB, Fakultas Ekologi Manusia dan seluruh staf
yang telah memberikan fasilitasi dan bantuan dalam penyelesaian penelitian.
(3) Rektor Universitas Jember yang telah memberikan ijin belajar dan Beasiswa
melalui Program IMHERE Departemen Pendidikan Nasional RI.
(4) Kepala Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, Ir. Adikarta
sebagai PPL Perkebunan dan P. Suwarno yang telah menyediakan tempat
tinggal selama proses pengumpulan data serta seluruh kelompoktani kopi
rakyat dan tokoh masyarakat yang bersedia menjadi responden dan informan
penelitian.
(5) Keluarga besar tercinta di Malang dan Lumajang serta istri penulis Hesti
Herminingsih, SP. MP. dan Huga Hamdi S anak kami atas segala doa restu,
dukungan, perhatian, pengertian dan kasih sayangnya.
(6) Seluruh rekan mahasiswa PPN atas dukungan, semangat dan dorongannya
untuk terus maju serta semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu
persatu.
Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Mei 2010

Sudarko
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Malang Jawa Timur pada tanggal 03 Februari


1980 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Bapak Ratemin
(almarhum) dan Ibu Tukinah. Pendidikan Sekolah Dasar di SDN 02 Kalirejo
Kalipare Malang tamat tahun 1993, melanjutkan pendidikan ke SLTP di SMP
Islam Hasanuddin Kesamben Blitar tamat tahun 1996 dan melanjutkan ke SLTA di
SMUN I Talun Blitar tamat tahun 1999. Pada tahun 1999 penulis mengikuti
UMPTN masuk Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Universitas Jember
(UNEJ) dan tamat tahun 2003 dengan predikat Cumlaude. Pada tahun 2004 penulis
mengikuti test CPNS Dikti dan diterima sebagai staf pengajar di Fakultas Pertanian
Universitas Jember dan masuk pada Laboratorium Komunikasi dan Penyuluhan
Pertanian.
Mata kuliah yang pernah diampu adalah: Sosiologi Pertanian, Komunikasi
dan Penyuluhan, Evaluasi Program Pembangunan, Metodologi Penelitian Sosek
dan Komunikasi Bisnis. Pengalaman penelitian dan karya ilmiah adalah:
Pengembangan Pertanian Organik yang Berkelanjutan, Gerakan Terpadu
Pengentasan Kemiskinan Provinsi Jawa Timur, Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang
Mempengaruhi Produksi Agroindustri Tempe Pasca Kenaikan BBM, Penyusunan
Indeks Pembangunan Pertanian di Kabupaten Mojokerto, Kajian Evaluasi
Persiapan, Pelaksanaan dan Prospektif PAM-DKB Bidang Penciptaan Lapangan
Kerja yang Kontinyu dan Sustain di Jawa Timur, Pengembangan Wilayah
Agropolitan Kabupaten Mojokerto, Perencanaan Kebijakan Pembangunan
Pertanian di Dataran Tinggi Kabupaten Bondowoso, Model Strategi Pemberdayaan
UKM di Jawa Timur, Prospek dan Perilaku Peternak Ayam Ras Pasca Isu Flu
Burung di Kabupaten Blitar.
Pengalaman penulisan artikel jurnal adalah: Tingkat Keuntungan
Kompetitif Usahatani Wijen dan Kelayakan Finansial Agroindustri Minyak Wijen
Di Kabupaten Situbondo dimuat di Jurnal Sosiohumaniora, Efisiensi Biaya dan
Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Produksi Agroindustri Tempe
Pasca Kenaikan Harga BBM dimuat di Jurnal J-SEP. Pada tahun 2008 penulis
mendapatkan beasiswa dari Diknas melalui program IMHERE melanjutkan jenjang
master di Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor (IPB), Fakultas Ekologi Manusia.
xii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL........................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xvi
PENDAHULUAN....................................................................................... 1
Latar Belakang Penelitian...................................................................... 1
Masalah Penelitian................................................................................. 6
Tujuan Penelitian................................................................................... 8
Manfaat Penelitian ................................................................................ 9
Definisi Istilah........................................................................................ 9
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 11
Pengertian Kelompok............................................................................. 11
Dinamika Kelompok.............................................................................. 13
Peran Kelompok..................................................................................... 19
Kemampuan Anggota Kelompok ........... .............................................. 22
Teori Adopsi Inovasi.............................................................................. 23
Penerapan Inovasi Teknologi................................................................. 27
Karakteristik Individu............................................................................ 38
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ....................................... 44
Kerangka Pemikiran............................................................................... 44
Hipotesis Penelitian................................................................................ 46
METODE PENELITIAN ............................................................................ 48
Rancangan Penelitian............................................................................. 48
Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................. 48
Populasi dan Sampel.............................................................................. 48
Data dan Instrumentasi........................................................................... 49
Analisis Data.......................................................................................... 51
Definisi Operasional.............................................................................. 51
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 55
Gambaran Umum Daerah Penelitiaan..................................................... 55
Letak Geografis dan Keadaan Wilayah........................................ 55
Keadaan Penduduk menurut Kelompok Usia............................... 56
Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian............................ 58
Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan......................... 59
Sarana Pendidikan dan Kesehatan................................................ 57
Sarana dan Prasarana Perekonomian............................................ 60
Keadaan dan Potensi Perkebunan................................................ 61
Sarana Perhubungan dan Komunikasi.......................................... 60
Sektor Usahatani Kopi Rakyat Desa Sidomulyo.......................... 64
xiii

Kegiatan Penyuluhan di Desa Sidomulyo..................................... 67


Keadaan Kelompoktani Kopi Rakyat di Desa Sidomulyo............ 69
Karakteristik Anggota Kelompoktani Responden.................................. 87
Umur............................................................................................. 87
Pendidikan Formal........................................................................ 89
Pendidikan Nonformal.................................................................. 89
Jumlah Anggota Keluarga............................................................. 90
Luas Lahan.................................................................................... 91
Pengalaman Berusahatani Kopi.................................................... 92
Masa Keanggotaan Kelompoktani................................................ 92
Kekosmopolitan............................................................................ 93
Motivasi Berkelompok................................................................. 94
Tingkat Dinamika Kelompoktani Kopi Rakyat...................................... 95
Tujuan Kelompok......................................................................... 95
Struktur Kelompok....................................................................... 96
Fungsi Tugas Kelompok............................................................... 98
Pembinaan Kelompok................................................................... 99
Kekompakkan Kelompok............................................................. 100
Suasana Kelompok........................................................................ 101
Tekanan Kelompok....................................................................... 101
Efektivitas Kelompok................................................................... 103
Tingkat Peran Kelompoktani Kopi Rakyat............................................. 104
Peran Kelompok sebagai Kelas Belajarmengajar......................... 105
Peran Kelompok sebagai Unit Produksi Usahatani...................... 106
Peran Kelompok sebagai Wahana Kerjasama.............................. 108
Peran Kelompok sebagai Unit Ekonomi....................................... 109
Tingkat Kemampuan Anggota dalam Penerapan Inovasi Teknologi
Usahatani Kopi Rakyat........................................................................... 110
Kemampuan Anggota dalam Penerapan Inovasi Teknologi
Budidaya....................................................................................... 111
Kemampuan Anggota dalam Pemenuhan Saprodi....................... 117
Kemampuan Anggota dalam Teknik Pemanenan......................... 118
Kemampuan Anggota dalam Teknik Pascapanen........................ 120
Kemampuan Anggota dalam Mengakses Informasi Inovasi
Teknologi, modal dan pasar.......................................................... 124
Hubungan Karakteristik Anggota Kelompok dengan Kemampuan
Penerapan Inovasi Teknologi Usahatani Kopi Rakyat............................ 125
Hubungan Dinamika Kelompok dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Usahatani Kopi Rakyat............................................. 137
Hubungan Peran Kelompok dengan Kemampuan Penerapan Inovasi
Teknologi Usahatani Kopi Rakyat.......................................................... 149
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 158
Kesimpulan............................................................................................ 158
Saran...................................................................................................... 159
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 160
LAMPIRAN................................................................................................ 165
xiv

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Populasi dan sampel petani kopi rakyat di Desa Sidomulyo
Kecamatan Silo Kabupaten Jember......................................................... 49
2 Luas wilayah Desa Sidomulyo Kecamatan Silo menurut penggunaan... 56
3 Jumlah penduduk Desa Sidomulyo Kecamatan Silo berdasarkan
kelompok usia......................................................................................... 57
4 Distribusi penduduk Desa Sidomulyo Kecamatan Silo berdasarkan
struktur mata pencaharian....................................................................... 58
5 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan Desa Sidomulyo
Kecamatan Silo....................................................................................... 59
6 Banyaknya sekolah, murid dan guru Desa Sidomulyo........................... 60
7 Banyaknya sarana kesehatan dan tenaga medis Desa Sidomulyo........... 60
8 Luas perkebunan dan potensi produksi kopi rakyat Desa Sidomulyo.... 62
9 Prasarana perhubungan darat Desa Sidomulyo Kecamatan Silo............ 62
10 Sarana transportasi desa Sidomulyo Kecamatan Silo............................. 63
11 Sarana komunikasi Desa Sidomulyo Kecamatan Silo............................ 64
12 Sarana dan fasilitas kelompoktani Suluhtani.......................................... 72
13 Sarana dan fasilitas kelompoktani Sidomulyo........................................ 81
14 Sarana dan fasilitas kelompoktani Curah Manis..................................... 83
15 Sarana dan fasilitas kelompoktani Tunas Jaya........................................ 85
16 Sarana dan fasilitas kelompoktani Barokah............................................ 86
17 Deskripsi karaktersitik anggota kelompoktani kopi rakyat..................... 88
18 Rataan skor dinamika kelompoktani kopi rakyat Desa Sidomulyo........ 95
19 Rataan skor peran kelompoktani kopi rakyat Desa Sidomulyo.............. 104
20 Rataan skor kemampuan anggota kelompoktani dalam penerapan
inovasi teknologi kopi rakyat Desa Sidomulyo....................................... 111
21 Hubungan karakteristik anggota kelompoktani dengan kemampuan
anggota dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat........ 126
22 Hubungan dinamika kelompoktani dengan kemampuan anggota
dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat...................... 137
23 Hubungan peran kelompoktani dengan kemampuan anggota dalam
penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat................................. 149
xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian............................................................ 47
2. Struktur kelompoktani Suluhtani......................................................... 71
3. Struktur kelompoktani Sidomulyo....................................................... 80
4. Struktur kelompoktani Curahmanis..................................................... 82
5. Struktur kelompoktani Tunas Jaya....................................................... 84
6. Struktur kelompoktani Barokah........................................................... 87
xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Peta lokasi penelitian......................................................................... 166
2. Hasil out put uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian….... 167
3. Hasil out put analisis korelasi Tau-B Kendall…………………...… 169
PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian


Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting
dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya:
(1) memanfaatkan kekayaan sumberdaya alam secara lestari dan berkelanjutan
dan (2) memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan
produksi perkebunan dan bahan baku industri. Secara nasional, subsektor
perkebunan telah memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan nasional.
Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara produsen utama kopi robusta dunia
dengan pangsa pasar sebesar 20 persen dari ekspor kopi robusta dunia. Namun
beberapa tahun terakhir, yaitu sejak 1998 telah digeser oleh Vietnam yang saat ini
pangsa pasar kopi robustanya telah mencapai lebih dari 30 persen dari
perdagangan kopi robusta dunia. Saat ini Indonesia merupakan negara produsen
kopi utama keempat setelah Brasil, Vietnam dan Colombia. Secara umum,
rendahnya tingkat produktivitas dan produksi kopi Indonesia disebabkan
sebagian besar areal tanaman kopi merupakan perkebunan rakyat yang umumnya
diusahakan secara monokultur dan belum menerapkan kultur teknis yang
sesuai anjuran dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dan lembaga
terkait lainnya, kesadaran petani akan benih unggul bermutu masih rendah
(Ditjenbun 2007).
Ambarsari et al. (2004) juga menyatakan bahwa kopi merupakan salah satu
komoditi perdagangan subsektor perkebunan yang mempunyai peluang untuk
dikembangkan dalam rangka usaha memperbesar pendapatan negara dan
meningkatkan penghasilan pengusaha dan petani. Yahmadi (2007) mencatat
bahwa sumbangan ekspor kopi terhadap nilai ekspor hasil pertanian adalah cukup
besar berkisar antara 12-13 persen. Areal tanaman kopi tersebar mulai dari
Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan Nusa Tenggara dan sekitar 90-95 persen areal
tersebut merupakan perkebunan rakyat.
Pengembangan kopi di Indonesia dimulai sejak periode tahun 1960-an,
dalam bentuk perkebunan rakyat. Selama tiga dasa warsa, pengembangan kopi
telah memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Pada tahun 1968 luas areal
tanaman kopi masih 339.418 ha dengan produksi 153.478 ton, pada tahun 2006
2

luas areal kopi Indonesia total mencapai 1.309.732 ha dengan produksi nasional
sebanyak 682.158 ton. Perkebunan kopi merupakan sumber mata pencaharian
utama bagi 1.589.334 rumah tangga petani (Ditjenbun 2007).
Kesadaran petani kopi rakyat untuk menerapkan inovasi teknologi
merupakan kunci adanya perubahan menuju tercapainya produksi dan
produktivitas kopi yang tinggi, sehingga peningkatan kesadaran dalam penerapan
inovasi teknologi perlu mendapatkan prioritas perhatian bagi pihak-pihak yang
terkait. Demikian juga dengan wilayah Kabupaten Jember Jawa Timur
sebagai daerah yang secara umum sesuai untuk menempatkan kegiatan
perkebunan sebagai kegiatan ekonomi penduduk yang paling dominan. Kabupaten
Jember merupakan salah satu daerah produsen kopi terbesar kedua di Jawa Timur
setelah Kabupaten Malang dengan jumlah petani kopi di tahun 2008 mencapai
sekitar 17.090 orang dan jumlah produksi 1.976,87 ton. Produksi tersebut
sebagian besar kontribusinya adalah dari wilayah Kecamatan Silo dengan
produksi 788,83 ton, dengan luas areal 2.192,23 ha dan rata-rata produktivitasnya
sekitar 0,4 ton/ha (Dishutbun Kabupaten Jember 2006).
Perkebunan kopi di Kabupaten Jember sebagian besar didominasi oleh
kumpulan kebun-kebun kecil yang dimiliki petani (perkebunan rakyat) dengan
luas lahan antara satu sampai dua hektar. Petani yang memiliki perkebunan
rakyat ini belum mempunyai modal, teknologi dan pengetahuan yang cukup untuk
mengelola tanaman secara optimal. Dengan demikian, produktivitas tanaman
adalah relatif rendah dibandingkan dengan potensinya. Selain itu, petani
umumnya juga belum mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu seperti yang
dipersyaratkan untuk ekspor. Dengan demikian upaya meningkatkan produksi dan
mutu kopi perkebunan rakyat dengan meningkatkan kemajuan penerapan inovasi
teknologi melalui kelembagaan kelompok tani perlu segera mendapat perhatian
dari berbagai pihak yang terkait.
Syahyuti (1995) berpendapat bahwa pembangunan pertanian dan pedesaan
melalui penetrasi besar-besaran pihak luar, baik pemerintah maupun non
pemerintah umumnya menggunakan pendekatan kelompok sebagai sebuah bentuk
rekayasa sosial, dengan menciptakan pola-pola ikatan baru secara coercive
(seragam dan bertarget). Pengembangan kelompoktani produktif pada saat ini
3

dipandang sebagai langkah strategis dalam menumbuhkan kewirausahaan di


kalangan masyarakat pedesaan. Pemberdayaan para petani pada dasarnya adalah
sebagai langkah untuk membangun ekonomi masyarakat.
Mosher (1986) berpendapat bahwa salah satu syarat pelancar pembangunan
pertanian adalah adanya kegiatan kerjasama kelompoktani. Subyek pembangunan
pertanian adalah masyarakat petani (kelompoktani). Pangarsa et al. (2003) juga
berpendapat bahwa sebagai salah satu komponen sistem agribisnis maka peran
kelompok sangat menentukan keberhasilan pembangunan pertanian. Petani harus
berkelompok, mengingat usahatani pada umumnya dihadapkan pada banyaknya
intervensi dari lingkungan agribisnisnya. Perlu diingat bahwa semua yang
mengintervensi usahatani tersebut pada dasarnya adalah sebuah lembaga, karena
yang mengintervensi adalah lembaga, maka usahatani yang diusahakan secara
individu kurang mempunyai posisi tawar, karena petani berhadapan dengan
lembaga yang jauh lebih kuat. Intervensi lembaga pada usahatani tidak selalu
menguntungkan. Untuk itu, usahatani harus diperkuat untuk menghadapi
lingkungan yang mempengaruhinya. Upaya penguatan kelompoktani harus
menyentuh tiga aspek, yaitu kelompok sebagai media belajar, sebagai unit
produksi dan sebagai lembaga ekonomi. Pada era agribisnis seperti sekarang ini
kelompoktani sebagai unit ekonomi, telah mendapatkan perhatian yang lebih
banyak sebagai media belajar dan unit produksi.
Penyuluhan pertanian sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa (khususnya petani) dan memajukan kesejahteraan umum merupakan salah
satu kunci sukses dalam rangka memperkuat kelompoktani, selain dukungan
inovasi teknologi serta kebijaksanaan makro ekonomi yang berpihak pada petani..
Banyak kelompoktani telah ditumbuhkan, tetapi banyak pula yang dipertanyakan
eksistensinya. Sering kelompok tumbuh menjamur seiring dengan adanya
tawaran paket kredit, tawaran subsidi sarana produksi, bantuan fisik dan dalam
rangka dianjurkan untuk menerapkan teknologi. Fakta juga telah menunjukkan,
dengan berakhirnya bantuan tersebut, maka berakhir pula kelompoknya dan
teknologi anjuran mulai ditinggalkan (Purwanto & Wardani 2006).
Kelompoktani sebagai lembaga pelaksana pembangunan pertanian di tingkat
desa, sampai saat ini tetap menarik untuk ditelaah, karena meskipun kelompoktani
4

telah terbentuk lebih dari dua dasarwarsa yang lalu sebagai satu jenis institusi
sosial penting pada masyarakat pertanian-pedesaan, masih ada kelompoktani yang
belum menunjukkan kinerja ataupun prestasi yang cukup baik. Hal ini terjadi, di
samping karena kondisi usaha pertanian yang kurang menggembirakan juga
diakibatkan adanya ketidakpastian kebijakan pemerintah.
Menurut Purwanto dan Wardani (2006), adanya Surat Keputusan Bersama
(SKB) Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri Tahun 1991 yang
menjadikan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) tidak berfungsi, karena BPP
berfungsi sebagai instalasi Dinas Subsektor. Selanjutnya keluar lagi SKB Menteri
Pertanian dan Menteri Dalam Negeri 1996 yang ingin mengusahakan
berfungsinya Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) dan BPP, namun
belum sampai berhasil sudah tersusul oleh adanya otonomi daerah. Pada
kenyataannya otonomi daerah mengakibatkan bervariasinya pengelolaan
penyuluhan di masing-masing daerah tingkat II. Ada yang mempertahankan
keberadaan BIPP, namun ada juga yang menghapuskan sama sekali, karena telah
terjadi polemik bahkan menganggap penyuluhan sebagai beban bila dikaitkan
dengan anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD). Balai Informasi Penyuluhan
Pertanian yang mempunyai instalasi BPP adalah pengelola kelompoktani,
sehingga apabila lembaga pengelolanya tidak jelas maka keberadaan
kelompoktani juga tidak jelas pula. Artinya, walaupun kelompoktani tersebut ada
namun akibat tidak jelas pembinaannya umumnya kelompoktani tersebut kurang
atau tidak dinamis, peran dan fungsi kelompoktani tidak berjalan sebagaimana
yang diharapkan. Selanjutnya terbit Undang-undang Nomor 16 tahun 2006
tentang sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan untuk menata
kembali pelaksanaan penyuluhan, sehingga di era reformasi ini perlu kiranya
dikaji keefektivan undang-undang tersebut dalam pembinaan dan pemberdayaan
kelompoktani.
Menurut Setiana (2005), pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk
mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi,
pendekatan pemberdayaan petani mementingkan masyarakat lokal yang mandiri
sebagai suatu sistem yang mengorganisasi diri sendiri. Adanya kerangka
pemberdayaan diharapkan tercipta kondisi, suasana atau iklim yang
5

memungkinkan potensi yang ada berkembang melalui kegiatan organisasi dan


kelompok-kelompok.
Di samping itu, berbagai kemampuan dan potensi petani dapat
dikembangkan dalam suatu kegiatan kelompok yang memiliki kesamaan
kepentingan. Petani yang tergabung dalam kelompok dapat saling menukar
informasi, pengetahuan, inovasi teknologi dan pengalaman mengenai
usahataninya melalui wadah kelompok. Melalui wadah kelompoktani, petani
juga dapat saling bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan dalam usahataninya
sehingga cita-cita dibentuknya suatu kelompok dapat terwujud, yaitu menjadi
petani yang memiliki kemampuan dalam pengembangan kapasitas; produktivitas,
pemasaran, keamanan usahatani, berkelompok, berjaringan dan kapasitas dalam
peningkatan kemajuan usaha. Terbentuknya kelompoktani tersebut akan
memudahkan dalam menyampaikan program, tujuan dan proyek yang akan
dan hendak dicapai oleh kelompoktani. Kelompoktani yang telah terbentuk,
diharapkan dapat dijadikan sebagai media untuk berkelompok dalam rangka
meningkatkan kapasitas dan kapabilitas petani dengan atau tanpa adanya
intervensi dari luar sehingga pendapatan dan kesejahteraannya dapat
meningkat. Dengan demikian akan timbul kedinamisan dari kelompok-kelompok
tersebut. Peran kelompoktani terhadap anggotanya diharapkan akan
berdampak terhadap pembangunan perkebunan kopi rakyat, sehingga para
anggota akan dengan serius terus mengembangkan usahataninya.
Mawardi (2008) menyebutkan bahwa untuk membangun daya saing
komoditas kopi salah satu upaya strategisnya adalah pemberdayaan kelembagaan
petani kopi. Petani kopi rakyat pada umumnya merupakan petani kecil dengan
luas areal usahatani sekitar satu hektar. Oleh karena itu, pemberdayaan
kelompoktani akan menjadi salah satu faktor penting dalam upaya meningkatkan
daya saing produk kopi yang dihasilkan. Pemberdayaan kelompoktani selain
diharapkan akan menunjang produktivitas kebun juga dapat meningkatkan mutu.
Pemberdayaan kelompoktani dalam rangka peningkatan daya saing pasar kopi
sekurang-kurangnya memiliki tiga unsur penting, yaitu: (1) pembentukan dan
penguatan kelompoktani; (2) penguatan penerapan ilmu pengetahuan dan inovasi
teknologi di tingkat petani dan (3) membangun prasarana dan sarana produksi
6

yang diperlukan. Kelompoktani diharapkan sebagai wahana bagi petani untuk


meningkatkan kinerja dan menyelesaikan masalah sosial ekonomi melalui
penguasaan inovasi teknologi guna meningkatkan produktivitas dan mutu kopi.
Petani kopi rakyat di Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember
Jawa Timur sudah membentuk wadah kelompoktani yaitu sebanyak lima
kelompoktani kopi rakyat dengan masing-masing sudah tingkat lanjut sampai
madya. Kelompok tersebut bertujuan untuk dapat mengelola usahatani kopi rakyat
secara baik dengan jalan menerapkan inovasi teknologi. Namun kenyataannya
sampai saat ini belum memberikan hasil yang maksimal. Ketidakberhasilan
kelompok mengindikasikan tidak tercapainya tujuan kelompok dan peran
kelompok dalam meningkatkan kemampuan anggotanya. Selanjutnya karena
pencapaian tujuan kelompok adalah gambaran dari dinamika kelompok maka
ketidakberhasilan tersebut sekaligus merupakan gambaran dari dinamika
kelompok itu sendiri. Oleh karena itu, peningkatan kemampuan petani kopi
melalui kelompok sangat penting guna menjawab permasalahan pengelolaan
usahatani kopi rakyat tersebut. Maka dari itu dinamika dan peran kelompok
tersebut masih terus perlu pembinaan dan peningkatan dalam upaya peningkatan
penerapan inovasi dan teknologi (Puslitkoka Indonesia 2005). Berdasarkan latar
belakang tersebut maka dirasakan perlu dilakukan penelitian yang mengkaji
mengenai hubungan dinamika dan peran kelompoktani kopi rakyat terhadap
kemampuan anggota dalam penerapan inovasi teknologi di Desa Sidomulyo
Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Usahatani kopi tersebut diharapkan dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat di kawasan perkebunan rakyat Desa
Sidomulyo pada khususnya dan kawasan perkebunan rakyat di Indonesia pada
umumnya.
Masalah Penelitian
Pengembangan dan pembangunan perkebunan bertujuan untuk mewujudkan
partisipasi masyarakat perkebunan menuju masyarakat maju, mandiri, dan
sejahtera. Menyadari kondisi dan potensi masyarakat yang beragam maka
pemberdayaan melalui pendekatan kelompok-kelompok menjadi lebih efisien
dalam penerapan dan pengembangan inovasi teknologi. Teknologi yang
7

tepatguna di era globalisasi sangat diperlukan demi kemajuan dan kesejahteraan


petani.
Pengelolaan perkebunan kopi rakyat pada umumnya masih kurang dalam
penerapan inovasi teknologi, sehingga tidak jarang petani mengalami
permasalahan dalam peningkatan produktivitas dan mutu produk kopi yang
dihasilkannya. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kopi robusta di
Wilayah Kabupaten Jember Jawa Timur ialah masih banyak petani kopi yang
belum menggunakan bibit unggul sesuai dengan kondisi lingkungan setempat.
Selain itu, petani di lokasi tersebut pada umumnya masih banyak yang
menggunakan teknologi tradisional dalam panen dan pascapanen. Akibatnya,
mutu kopi yang dihasilkan tidak masuk pada kategori mutu pertama dan hanya
masuk pada mutu kopi asalan atau kualitas rendah.
Kesadaran petani kopi rakyat untuk menerapkan inovasi teknologi tersebut
merupakan kunci dari adanya perubahan menuju tercapainya produksi dan
produktivitas kopi yang tinggi. Oleh sebab itu, peningkatan kesadaran dalam
mengadopsi dan menerapkan teknologi baru perlu mendapatkan prioritas
perhatian bagi pihak-pihak yang terkait. Masalah penerapan inovasi teknologi
merupakan masalah yang kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang
terkait satu dengan yang lain, sehingga keberadaan kelompok petani kopi rakyat
yang diakui dan merupakan kebutuhan semua anggota dapat menjadi pendorong
keberhasilan usahatani kopi rakyat. Suatu kelompok yang sudah terbentuk
diharapkan dapat meningkatkan dinamikanya dan berperan sebagai: (1) kelas
belajar-mengajar, (2) unit produksi usahatani, (3) wahana kerjasama dan (4) unit
ekonomi antara anggota kelompok dengan kelompok lainnya dalam upaya
menghadapi tantangan perbaikan sistem produksi sesuai dengan permintaan pasar
dan mendorong pengembangan industri pedesaan agar tercipta pasar lokal
(emerging market) dan lapangan kerja produktif.
Kelompoktani kopi rakyat perlu dilakukan pembinaan yang intensif melalui
program-program penyuluhan, sehingga keberadaannya dapat memberikan
kontribusi dalam meningkatkan kemampuan anggotanya. Mengingat masih
banyak keberadaan kelompok yang kurang dinamis dan kurang berperan dalam
meningkatkan kemampuan anggotanya karena lebih mementingkan terealisasinya
8

program pembangunan. Akibatnya anggota kelompok semakin tergantung pada


adanya bantuan program-program pemerintah dan lembaga penyandang dana
lainnya. Kondisi tersebut merupakan masalah yang harus segera dipecahkan,
sehingga kelompoktani kopi rakyat dapat menjadi wadah untuk meningkatkan
kemampuan anggotanya dalam mengelola usahatani kopi rakyat dan memainkan
peranan penting dalam pembangunan pertanian dan perkebunan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
(1) Seperti apakah karakteristik anggota, dinamika dan peran Kelompoktani
Kopi Rakyat Tingkat Madya maupun Tingkat Lanjut di Desa Sidomulyo
Kecamatan Silo Kabupaten Jember?
(2) Seberapa besar tingkat kemampuan anggota Kelompoktani Tingkat Madya
maupun Tingkat Lanjut dalam menerapkan inovasi teknologi usahatani kopi
rakyat di Desa Sidomulyo Kecamatan Silo Kabupaten Jember?
(3) Sejauhmana hubungan karakteristik anggota, dinamika dan peran
Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat Madya maupun Tingkat Lanjut dengan
kemampuan anggota dalam menerapkan inovasi teknologi usahatani kopi
rakyat di Desa Sidomulyo Kecamatan Silo Kabupaten Jember?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan berbagai permasalahan yang berkembang, secara spesifik
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Mengkaji karakteristik anggota, dinamika dan peran Kelompoktani Kopi
Rakyat Tingkat Madya maupun Tingkat Lanjut di Desa Sidomulyo
Kecamatan Silo Kabupaten Jember.
(2) Menganalisis kemampuan anggota Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat
Madya maupun Tingkat Lanjut dalam menerapkan inovasi teknologi usahatani
kopi rakyat di Desa Sidomulyo Kecamatan Silo Kabupaten Jember.
(3) Menjelaskan hubungan karakteristik anggota, dinamika dan peran
Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat Madya maupun Tingkat Lanjut dengan
kemampuan anggota dalam menerapkan inovasi teknologi usahatani kopi
rakyat di Desa Sidomulyo Kecamatan Silo Kabupaten Jember.
9

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
(1) Memberikan informasi dan pengetahuan bagi para petani kopi rakyat,
penyuluh, dan masyarakat pada umumnya tentang pentingnya dinamika dan
peran kelompok bagi peningkatkan kemampuan petani dalam menerapkan
inovasi teknologi.
(2) Memberikan masukan yang berarti bagi pemerintah desa, pemerintah
daerah, perusahaan perkebunan dan pihak-pihak yang terkait sebagai dasar
dalam menentukan kebijaksanaan dalam pembinaan, strategi pengembangan
dan pemberdayaan kelompoktani kopi rakyat.
(3) Sebagai bahan acuan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang
dinamika dan peran kelompok terkait dengan kemampuan petani dalam
penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat.

Definisi Istilah
(1) Usahatani kopi rakyat adalah pengelolaan tanaman kopi yang diusahakan
oleh perkebunan rakyat atau selain perkebunan milik negara dan milik
swasta.
(2) Kelompoktani kopi rakyat adalah kumpulan petani kopi rakyat (bapak, ibu
dan pemuda tani) yang terikat secara nonformal atas dasar keserasian,
kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya), keakraban,
kepentingan bersama dan saling percayamempercayai serta mempunyai
pimpinan untuk mencapai tujuan bersama.
(3) Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat Madya (KKRTM) adalah kelompoktani
yang memiliki skor penilaian (501-750 poin) dari rentang skor (1-1000 poin)
dari lima jurus kemampuan, yaitu: (1) Kemampuan kelompok dalam
merencanakan kegiatan untuk meningkatkan produktivitas usahatani dengan
menerapkan teknologi yang tepat dan memanfaatkan sumber daya secara
optimal; (2) Kemampuan melaksanakan dan mentaati perjanjian dengan
pihak lain; (3) Kemampuan pemupukan modal dan pemanfaatan modal
secara rasional; (4) Kemampuan meningkatkan hubungan kelembagaan
antara kelompok dengan koperasi/KUD dan (5) Kelompok menerapkan
10

teknologi, pemanfaatan informasi, serta kerja sama kelompok dicerminkan


oleh tingkat produksi dari usaha tani para anggota kelompok.
(4) Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat Lanjut (KKRTL) adalah kelompoktani
yang memiliki skor penilaian (251-500 poin) dari rentang skor (1-1000 poin)
dari lima jurus kemampuan, yaitu: (1) Kemampuan kelompok dalam
merencanakan kegiatan untuk meningkatkan produktivitas usaha tani dengan
menerapkan teknologi yang tepat dan memanfaatkan sumber daya secara
optimal; (2) Kemampuan melaksanakan dan mentaati perjanjian dengan
pihak lain; (3) Kemampuan pemupukan modal dan pemanfaatan modal
secara rasional; (4) Kemampuan meningkatkan hubungan kelembagaan
antara kelompok dengan koperasi/KUD dan (5) Kelompok menerapkan
teknologi, pemanfaatan informasi, serta kerja sama kelompok dicerminkan
oleh tingkat produksi dari usaha tani para anggota kelompok.
(5) Varietas kopi adalah jenis tanaman kopi yang ada di lokasi penelitian yaitu
varietas kopi jenis Robusta. Kopi Robusta merupakan keturunan beberapa
spesies kopi, terutama Coffee canephora. Tumbuh baik di ketinggian 400-
700 m di atas permukaan laut (dpl), temperatur 21-24°C dengan bulan
kering 3-4 bulan secara berturut-turut dan 3-4 kali hujan kiriman.
(6) Inovasi teknologi adalah sesuatu teknologi yang mempunyai sifat kebaruan
yang meliputi teknologi budidaya, panen, pascapanen dan akses informasi
inovasi teknologi, modal dan pasar dalam usahatani kopi rakyat.
(7) Penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat adalah tingkat
kemampuan petani kopi rakyat dalam menerapkan inovasi teknologi yang
dianjurkan oleh penyuluh dan dinas-dinas terkait.
(8) Karakteristik adalah keberagaman ciri dan sifat-sifat dari individu petani
kopi rakyat.
(9) Dinamika kelompok adalah tingkat kegiatan dan keefektifan kelompok
dalam rangka mencapai tujuannya.
(10) Peran adalah aspek dinamis terhadap kedudukan/status sehubungan dengan
hak dan kewajiban.
(11) Kemampuan adalah keragaman kemampuan yang dimiliki individu petani
dalam mengerjakan usahatani kopi rakyat.
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Kelompok
Kelompok merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik kebutuhan sosiologis, ekonomis maupun kebutuhan psikologisnya.
Dengan berkelompok, manusia dapat mengembangkan potensi, aktualisasi dan
eksistensi dirinya (Soekanto 2006). Beberapa ahli telah merumuskan beberapa
definisi tentang kelompok, antara lain:
(1) Kelompok adalah kumpulan orang-orang yang bergaul (berinteraksi satu
sama lain secara teratur dalam suatu periode waktu serta menganggap
dirinya saling bergantung dalam kaitannya dengan pencapaian satu tujuan
bersama atau lebih (Wexley & Yuki 2005).
(2) Kelompok adalah kumpulan individu yang terdiri dari dua atau lebih
individu dan kehadiran masing-masing individu mempunyai arti serta nilai
bagi orang lain dan ada dalam situasi saling mempengaruhi (Kartono 2006).
(3) Menurut Johnson dan Johnson (Sarwono 2005), sebuah kelompok adalah
dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka yang masing-masing
menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari
keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, masing-masing
menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan
bersama.
(4) Kelompok adalah kumpulan dari dua individu atau lebih dengan tingkat
interaksi yang sangat bervariasi, demikian pula dengan tingkat kesadaran
atau pencapaian tujuan bersamanya (Sarwono 2005).
(5) Kelompok didefinisikan sebagai dua individu atau lebih yang berinteraksi
dan saling bergantung untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Robbins 2007).
(6) Menurut Cohen (Simamora 1992), kelompok adalah sejumlah orang yang
berinteraksi secara bersama dan memiliki kesadaran sebagai anggota yang
didasarkan pada kehendak-kehendak perilaku yang disepakati.
(7) Secara sosiologis, kelompok sosial didefinisikan sebagai himpunan atau
kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama. Hubungan tersebut
menyangkut kaitan timbalbalik yang saling mempengaruhi dan juga
kesadaran untuk saling tolong-menolong (Soekanto 2006).
12

(8) Chaplin (Walgito 2003) menyebutkan bahwa kelompok adalah kumpulan


individu yang secara umum memiliki karakteristik yang sama, atau yang
sedang mengejar suatu tujuan bersama, dan saling berinteraksi baik secara
bertatap muka maupun tidak.
Pengertian kelompok menurut Iver dan Page (Mardikanto 1993) adalah
himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama sehingga terdapat hubungan
timbalbalik dan saling pengaruh mempengaruhi serta memiliki kesadaran untuk
saling tolong menolong. Sherif dan Sherif (Ahmadi 1991) menyatakan bahwa
kelompok adalah suatu unit sosial yang terdiri dari dua atau lebih individu yang
telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sudah terdapat
pembagian tugas, mempunyai struktur dan norma-norma tertentu yang khas bagi
kelompok tersebut.
Sprott memberikan pengertian kelompok sebagai beberapa orang yang
bergaul satu dengan yang lain. Kurt Lewin juga berpendapat bahwa ”The essence
of a group is not the similarity or dissimilarity of its members but their
interdependence.” Selain itu, Smith mendefinisikan kelompok sebagai suatu unit
yang terdapat beberapa individu yang mempunyai kemampuan untuk berbuat
dengan kesatuannya dengan cara dan atas dasar kesatuan persepsi (Santoso 2004).
Mardikanto (1993) juga memberikan pengertian bahwa kelompok
merupakan himpunan yang terdiri dari dua atau lebih individu manusia yang
memiliki ciri-ciri seperti memiliki ikatan yang nyata, interaksi dan interelasi
sesama anggotanya, memiliki struktur dan pembagian tugas yang jelas dan
memiliki kaidah atau norma tertentu yang disepakati bersama, serta keinginan dan
tujuan bersama. Menurut Tomosoa (Mardikanto 1993), salah satu ciri kelompok
ialah sebagai suatu kesatuan sosial yang memiliki kepentingan bersama dan
tujuan bersama. Selain itu, Cartwright dan Zander (1968) mengemukakan sepuluh
ciri kelompok, yaitu: (1) kelompok ditandai oleh adanya interaksi;(2) adanya
pembatasan tertentu sebagai anggota; (3) menyadari bahwa anggota adalah
kepunyaan kelompok; (4) berpartisipasi sesuai dengan kedudukannya terhadap
objek model ideal yang sesuai dengan super egonya; (5) adanya ganjaran dari
kelompok terhadap anggota yang melanggar norma dan ketentuan kelompok
lainnya; (6) adanya norma sesuai dengan kepentingan umum; (7) harus ada
13

identifikasi terhadap objek modelnya; (8) mempunyai sifat saling ketergantungan


antar sesama anggota kelompok dalam mencapai tujuan bersama;(9) mempunyai
persepsi kolektif yang sama tentang segala sesuatu hal sepanjang menyangkut
kelangsungan hidup kelompok dan (10) adanya kecenderungan berperilaku yang
sama terhadap lingkungan kelompok.
Kelompoktani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk
atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi
sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha
anggota. Kelompoktani pada dasarnya adalah organisasi nonformal di perdesaan
yang ditumbuhkembangkan dari, oleh dan untuk petani. Ciri-ciri kelompoktani
yaitu: (1) saling mengenal, akrab dan saling percaya diantara sesama anggota,
(2) mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dalam berusahatani,
(3) memiliki kesamaan dalam tradisi atau pemukiman, hamparan usaha,
jenis usaha, status ekonomi maupun sosial, bahasa, pendidikan dan
ekologi, (4) ada pembagian tugas dan tanggung jawab sesama anggota
berdasarkan kesepakatan bersama. Penumbuhan kelompoktani didasarkan pada
prinsip-prinsip: (1) kebebasan , menghargai individu petani untuk
berkelompok sesuai keinginan dan kepentingannya, (2) keterbukaan,
penyelenggaraan penyuluhan dilakukan secara terbuka antara penyuluh dan
pelaku utama serta pelaku usaha, (3) partisipatif, semua anggota terlibat dan
memiliki hak serta kewajiban yang sama dalam mengembangkan serta mengelola
kelompoktani, (4) keswadayaan, mengembangkan kemampuan penggalian potensi
diri sendiri para anggota dalam penyediaan sumberdaya guna terwujudnya
kemandirian, (5) kesetaraan, hubungan antara penyuluh, pelaku utama dan usaha
merupakan mitra sejajar dan (6) kemitraan, berdasarkan saling menghargai,
menguntungkan, memperkuat dan saling membutuhkan ( Deptan 2007).

Dinamika Kelompok
Menurut Setiana (2005), perubahan perilaku petani secara individu
biasanya lebih lambat dibandingkan apabila petani aktif dalam kegiatan
kelompok. Demikian pula dalam hal penyebaran dan penerapan inovasi teknologi
umumnya lebih cepat dan meluas jangkauannya. Karena keunggulan penyebaran
inovasi teknologi melalui keberadaan kelompok, maka perlu diketahui tingkat
14

dinamika kelompok. Ada tiga peranan penting dari keberadaan kelompok yaitu:
(1) media sosial atau media penyuluhan yang hidup, wajar dan dinamis, (2) alat
untuk mencapai perubahan sesuai dengan tujuan penyuluhan dan (3) tempat atau
wadah untuk pernyataan aspirasi yang murni dan sehat sesuai dengan tujuan dan
keinginan. Kemampuan suatu kelompok dalam mengakses informasi teknologi
dan menyebarkan teknologi tersebut dalam anggota kelompok sangat tergantung
pada seberapa dinamis kelompok tersebut. Dinamika kelompok sendiri diartikan
sebagai kekuatan-kekuatan yang terdapat di dalam atau lingkungan kelompok
yang akan menentukan perilaku anggota kelompok dan perilaku kelompok yang
bersangkutan dalam bertindak melaksanakan kegiatan demi tercapainya tujuan
bersama yang merupakan tujuan kelompok.
Mardikanto (1993) berpendapat bahwa untuk melakukan analisis terhadap
dinamika kelompok pada hakekatnya dapat dilakukan melalui dua macam
pendekatan antara lain: (1) pendekatan sosiologis, yaitu analisis dinamika
kelompok melalui analisis terhadap bagian-bagian atau komponen kelompok dan
analisis terhadap proses sistem sosial tersebut. Pendekatan seperti ini, terutama
dilakukan untuk melakukan analisis dinamika kelompok terhadap kelompok-
kelompok sosial dan (2) pendekatan psikososial, yaitu analisis dinamika
kelompok melalui analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika
kelompok itu sendiri. Pendekatan seperti ini, lebih sering diterapkan pada
kelompok-kelompok tugas. Meskipun demikian, karena masih banyak kelompok
(termasuk kelompoktani) yang merupakan bentuk peralihan dari kelompok sosial
ke kelompok tugas, di dalam analisis dinamika kelompoknya seringkali masih
dilakukan penggabungan terhadap kedua macam pendekatan tersebut.
Pendekatan sosiologis meliputi dua analisis, yaitu analisis terhadap
bagian-bagian organisasi dan proses sosial yang terjadi di dalam kelompok.
Analisis terhadap bagian organisasi pada dasarnya merupakan analisis terhadap
unsur-unsur yang terdapat di dalam kelompok yang diatur dan disediakan oleh
kelompok yang bersangkutan demi berlangsungnya kegiatan-kegiatan untuk
mencapai tujuan bersama.
15

Unsur-unsur tersebut menurut Krech (Mardikanto 1993) mencakup:


(1) tujuan kelompok yaitu hasil akhir yang ingin dicapai baik berupa sesuatu
objek atau keadaan serta keinginan-keinginan lain yang diinginkan dan dapat
memuaskan semua anggota kelompok yang bersangkutan;
(2) unsur-unsur kelompok yang menyangkut pembagian tugas dan hak serta
kewajiban anggota-anggota kelompok, yang meliputi: (a) jenjang sosial,
pelapisan kelompok ini menunjukkan perbedaan nilai atau prestise tertentu
yang akan membedakan penghargaan, kehormatan, dan hak atau wewenang
anggota-anggotanya. Adanya jenjang sosial akan menjadi faktor pendorong
bagi setiap anggota untuk bekerja keras agar memperoleh tingkat
penghormatan dan kekuasaan atau wewenang yang lebih tinggi di dalam
kelompoknya; (b) peran kedudukan yakni peran yang harus dilakukan atau
ditunjukkan oleh anggota kelompok sesuai dengan kedudukan yang
diperolehnya dalam struktur sistem sosial yang bersangkutan dan (c)
kekuasaan, yaitu kewenangan yang mampu menggerakkan orang lain demi
tercapainya tujuan yang diinginkan;
(3) unsur-unsur yang berkaitan dengan aturan dan kebiasaan-kebiasaan yang
harus ditaati oleh semua anggota dalam menunjukkan perilaku,
melaksanakan peran dan tindakan demi tercapai tujuan kelompok, meliputi:
(a) kepercayaan, yakni segala sesuatu yang secara akal atau perasaan anggota
kelompok dinilai dan diterima sebagai kebenaran yang digunakan sebagai
landasan kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan; (b)
sanksi, yakni perlakuan yang diberikan kepada setiap anggota kelompok yang
berupa penghargaan bagi yang mentaati atau melaksanakan dengan benar dan
hukuman bagi yang melanggar aturan-aturan atau kebiasaan kelompok; (c)
norma, yakni aturan-aturan tentang perilaku yang harus ditaati dan
ditunjukkan oleh setiap anggota kelompok dan (d) perasaan-perasaan, yakni
tanggapan emosional yang diberikan atau ditunjukkan oleh setiap anggota
terhadap kelompoknya dan
(4) unsur-unsur dalam kelompok yang harus diupayakan atau disediakan demi
terlaksananya kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan,
meliputi: (a) kemudahan, yaitu segala sesuatu yang memiliki nilai, yang
16

diperlukan kelompok untuk dapat melaksanakan kegiatan demi tercapai


tujuan kelompok dan (b) tegangan dan himpitan, yaitu adanya tegangan atau
tekanan-tekanan yang dapat memperkuat kesatuan dan persatuan antar sesama
anggota kelompok demi tercapai tujuan.
Apabila ditinjau dari proses sosial perlu dianalisis adanya beberapa
kegiatan yang perlu dilaksanakan oleh setiap kelompok yang mencakup
(Mardikanto 1993):
(1) komunikasi, yaitu interaksi antar sesama anggota dalam pelaksanaan kegiatan
demi tercapainya tujuan kelompok. Komunikasi di dalam kelompok harus
diupayakan untuk menembus setiap isolasi sosial yang ada di dalam kelompok
sehingga semua pihak dapat dan mau berinteraksi untuk mencapai tujuan
kelompok yang sudah disepakati;
(2) pemeliharaan batas, yaitu pemeliharaan batas-batas sistem sosial (kelompok)
dengan lingkungannya. Pemeliharaan batas tersebut dimaksudkan agar ada
perbedaan yang jelas antara sesama anggota kelompok dengan yang bukan
anggota kelompoknya sehingga terpupuk rasa kesetiakawanan dalam
mewujudkan identitas kelompok maupun untuk menghadapi tekanan dari luar;
(3) kaitan sistemik, yaitu proses terjadinya jalinan atau keterkaitan antar sistem
sosial atau kelompok satu dengan yang lainnya. Pemahaman tentang konsep
ini memberikan petunjuk agar setiap kelompok juga harus menjalin hubungan
dengan kelompok yang lain untuk mencapai tujuan bersama;
(4) pelembagaan, yaitu proses pengembangan fungsi-fungsi sosial atau
hubungan-hubungan sosial. Konsep ini memberikan arahan bahwa untuk
tercapainya tujuan-tujuan kelompok perlu dikembangkan lembaga-lembaga
atau subkelompok yang harus menjalankan fungsinya masing-masing secara
jelas;
(5) sosialisasi, yaitu proses pembelajaran atau pewarisan nilai-nilai kelompok
dalam rangka menyiapkan setiap anggota kelompok untuk dapat
melaksanakan perannya sesuai dengan kedudukannya dalam kelompok,
sehingga berperilaku dan dapat melaksanakan kegiatan demi tercapainya
tujuan kelompok dan
17

(6) kontrol sosial, yaitu proses pengawasan terhadap perilaku atau kegiatan setiap
anggota kelompok agar tidak menyimpang aturan yang telah disepakai demi
tercapainya tujuan bersama.
Pendekatan psikososial untuk menganalisis dinamika kelompok
dimaksudkan untuk mengkaji terhadap segala sesuatu yang akan berpengaruh
terhadap perilaku anggota-anggota kelompok dalam melaksanakan kegiatan demi
tercapainya tujuan kelompok. Unsur-unsur dinamika kelompok tersebut meliputi
(Purwanto & Huraerah 2006):
(1) tujuan kelompok, yaitu hasil akhir atau keadaan yang diinginkan oleh semua
anggota kelompok. Berkaitan dengan hal itu, kejelasan tujuan kelompok akan
sangat berpengaruh terhadap perilaku atau tindakan-tindakan anggota
kelompok. Sehingga perlu dikaji sampai seberapa jauh tujuan kelompok
benar-benar telah dipahami dan dihayati oleh setiap anggota kelompok yang
bersangkutan;
(2) struktur kelompok, yaitu suatu pola yang teratur tentang bentuk tata hubungan
antara individu-individu dalam kelompok yang sekaligus menggambarkan
kedudukan dan peran masing-masing untuk mencapai tujuan kelompok.
Ketidakjelasan mengenai struktur kelompok akan berakibat terhadap
ketidakjelasan kedudukan, peran, hak, kewajiban dan kekuasaan masing-
masing anggota, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak mungkin berjalan efektif
dan efisien dalam mencapai tujuan;
(3) fungsi tugas, yaitu seperangkat tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap
anggota kelompok sesuai dengan fungsi masing-masing sesuai dengan
kedudukannya dalam struktur kelompok. Sehingga setiap orang harus
memahami betul tugas-tugas yang harus dilaksanakan untuk tujuan
kelompok;
(4) pembinaan dan pemeliharaan kelompok, yaitu upaya kelompok untuk tetap
memelihara dan mengembangkan kehidupan kelompok atau upaya kelompok
untuk berusaha memelihara tatakerja dalam kelompok, mengatur,
memperkuat dan mengekalkan kelompok;
(5) kekompakkan kelompok, yang diartikan sebagai rasa keterikatan anggota
kelompok terhadap kelompoknya. Rasa keterikatan itu dapat dilihat atau
18

ditunjukkan pada kesamaan tindakan, kerjasama, kesadaran menjadi anggota,


persamaan nasib, homogenitas perilaku, kesepakatan terhadap tujuan
kelompok dan pengakuan terhadap kepemimpinan kelompok;
(6) suasana kelompok, yaitu lingkungan fisik dan nonfisik (emosional) yang akan
mempengaruhi perasaan setiap anggota kelompok terhadap kelompoknya.
Suasana tersebut dapat berupa keramahtamahan, kesetiakawanan, kebebasan
bertindak dan suasana fisik seperti kerapihan, keteraturan dan sebagainya;
(7) tekanan kelompok, yaitu tekanan-tekanan atau ketegangan dalam kelompok
yang menyebabkan kelompok tersebut berusaha keras untuk mencapai tujuan
kelompok;
(8) keefektivan kelompok, yaitu keberhasilan kelompok untuk mencapai
tujuannya yang dapat dilihat pada tercapainya keadaan atau perubahan yang
memuaskan anggotanya dan
(9) agenda terselubung, yaitu tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh kelompok
yang diketahui oleh semua anggotanya, tetapi tidak dinyatakan secara tertulis.
Danim (2004) berpendapat bahwa dinamika kelompok merupakan
kondisi dinamis yang tercipta atau diciptakan oleh kelompok atau anggota-
anggota kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Kondisi dinamis adalah
aktivitas program yang muncul dari individu atau anggota kelompok. Kondisi
dinamis itu tercermin dalam pola interaksi, aktivitas rutin keseharian atau sifat-
sifat kondusif lain yang diarahkan kepada usaha memacu tujuan tertentu. Kondisi
yang dinamis itu akan mempermudah usaha memacu kegiatan-kegiatan yang
produktif. Cartwright dan Zender (1968) dan Levis (1996) mengemukakan bahwa
dinamika kelompok dapar diukur dengan menggunakan unsur seperti: (1) tujuan
kelompok; (2) struktur kelompok; (3) fungsi kelompok; (4) pembinaan kelompok;
(5) kekompakkan kelompok; (6) suasana kelompok; (7) tekanan kelompok dan (8)
keefektivan kelompok.
Anantanyu et al. (2005) menyatakan bahwa tingkat dinamika kelompok
Perkumpulan Petani Pengelola Air (P3A) pada umumnya berada pada kategori
dinamis. Unsur sistem sosial sudah berkembang dengan baik, walaupun ada
unsur-unsur sistem sosial yang memerlukan peningkatan seperti jenjang sosial,
fasilitas, norma dan tekanan/tegangan. Unsur proses sosial, seperti: memelihara
19

batas, kaitan sistemik dan sosialisasi juga membutuhkan peningkatan. Lingkungan


sosial berpotensi berhubungan dengan tingkat dinamika kelompok karena masih
adanya anggapan bahwa diperlukan bimbingan dan pembinaan pada masyarakat
oleh institusi pemerintah. Menurut Junaidi (2002), sebagian besar kelompoktani
yang menerapkan inovasi pupuk organik memiliki dinamika kategori sedang.
Analisisnya menggunakan deskriptif kualitatif pedekatan psikososial, meliput i:
(1) maksud dan tujuan kelompok; (2) struktur; (3) fungsi; (4) memelihara
keutuhan kelompoktani; (5) membina kekompakkan; (6) suasana; (7) tekanan-
tekanan; (8) keefektivan kelompok dan (9) maksud terselubung kelompoktani.
Selain itu, Purwanto dan Wardani (2006) juga berpendapat bahwa keragaan
dinamika kelompoktani yang didasarkan pada peran dan fungsi kelompok
sebagian besar dinamikanya adalah berkategori sedang. Penelitian Effendi (2001)
tentang hubungan dinamika kelompok dengan penerapan teknologi tanaman
sayuran dataran rendah menyimpulkan bahwa unsur dinamika yang masih
berkategori rendah meliputi: pembinaan, suasana dan tekanan kelompok. Unsur
berkategori sedang meliputi: tujuan, struktur, fungsi dan efektivitas kelompok.
Unsur yang berkategori tinggi hanya pada kekompakkan kelompok.

Peran Kelompok
Menurut Berlo (1960), peran merupakan serangkaian tingkah laku yang
harus dikerjakan dan tidak boleh dikerjakan berdasarkan posisi yang
didudukinya. Setiap individu mempunyai posisi yang berbeda-beda dalam suatu
sistem sosial dan mempunyai norma-norma tersendiri. Suatu tingkah laku peran
dapat ditinjau dari: (1) prescription role, merupakan pernyataan yang dilakukan
seseorang berdasarkan perannya; (2) description role, merupakan gambaran
tingkah laku secara nyata yang dilakukan seseorang berdasarkan perannya dan (3)
expectation role, merupakan gambaran tingkah laku seseorang tentang tingkah
laku yang diharapkan berdasarkan perannya.
Soekanto (2006) mengatakan bahwa peran adalah aspek dinamis
kedudukan/status yang mencakup kewajiban dan hak seseorang. Peran seseorang
dalam kedudukannya pada suatu posisi, meliputi: (1) norma-norma yang
dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat dan (2)
sustu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat
20

sebagai organisasi dan perilaku yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Peran seseorang dalam msyarakat harus dilaksanakan untuk mempertahankan
kedinamisan kehidupan dalam lingkungan masyarakat. Pelaksanaan peran
seseorang biasanya dapat dilihat di masyarakat atau dilakukan melalui lembaga
kemasyarakatan yang ada.
Peran kelompoktani dalam pembangunan pertanian diharapkan menjadi
pilar utama dan terdepan dalam setiap kegiatan pelaksanaan kegiatan
pembangunan. Menurut Departemen Pertanian (2001), peran kelompoktani ada
tiga yaitu: (1) sebagai kelas belajar-mengajar; (2) sebagai unit produksi dan (3)
sebagai wahana kerjasama. Abbas (1995) menjelaskan bahwa peran
kelompoktani sebagai kelas belajar-mengajar, kelompoktani sebagai wadah bagi
setiap anggota kelompok untuk berinteraksi guna meningkatkan pengetahuan,
sikap dan keterampilan dalam berusahatani yang lebih baik dan menguntungkan,
serta menumbuhkan dorongan untuk lebih mandiri. Sebagai unit produksi
usahatani, kelompoktani merupakan kesatuan unit usahatani untuk bertindak
dalam meningkatkan produktivitas, mutu hasil produksi dan mencapai skala
ekonomi yang lebih menguntungkan. Peran kelompok sebagai wahana kerjasama
diartikan kelompok sebagai wadah untuk mempererat kerjasama di antara petani
dalam kelompok dan antar kelompok dengan pihak lain untuk menghadapi
berbagai ancaman tantangan, hambatan dan gangguan pada prapanen, pascapanen,
pemasaran dan pemupukan modal sehingga petani mempunyai daya tawar yang
baik.
Upaya-upaya untuk mengembangkan kemampuan kelompok sebagai
kelas belajar-mengajar meliputi; menggali dan merumuskan belajar, berhubungan
dan bekerjasama dengan sumber informasi dan teknologi yang diperlukan,
menciptakan iklim belajar yang sesuai, mempersiapkan sarana belajar,
berperanserta aktif dalam proses belajar-mengajar, mengemukakan keinginan,
pendapat maupun masalah, merumuskan kesepakatan bersama, menaati dan
melaksanakan kesepakatan, merencanakan dan melaksanakan pertemuan berkala.
Selanjutnya, upaya untuk mengembangkan kemampuan kelompok
sebagai unit produksi usahatani, antara lain; mengambil keputusan dalam
menentukan pola usahatani yang menguntungkan, menyusun rencana definitif
21

kelompok serta rencana permodalan, menerapkan inovasi teknologi sesuai dengan


rekomendasi, berhubungan dengan penyedia sarana produksi dan pemasaran hasil,
menaati dan melaksanakan kesepakatan, menganalisis dan menilai hasil usahatani,
mengatasi keadaan darurat dan mengelola administrasi kelompok.
Upaya untuk mengembangkan kemampuan kelompok sebagai wahana
kerjasama antara lain; menciptakan suasana saling kenal, saling mempercayai dan
berkeinginan untuk bekerjasama, menciptakan suasana keterbukaan dalam
menyatakan pendapat dan pandangan untuk mencapai tujuan bersama, mengatur
dan melaksanakan pembagian tugas sesuai kesepakatan, mengembangkan
kedisiplinan dan rasa tanggung jawab, merencanakan dan melaksanakan
musyawarah dan pertemuan lainnya, menaati dan melaksanakan kesepakatan,
melaksanakan tukarmenukar pikiran, bekerjasama dengan penyedia sarana
produksi, pengolahan dan pemasaran, mengembangkan kader kepemimpinan,
mengadakan pemupukan modal dan mengadakan hubungan melembaga dengan
koperasi dalam melaksanakan Rencana Definitif Kelompok (RDK), pengolahan,
pemasaran hasil dan permodalan (Deptan 2001).
Menurut Pangarsa et al. (2009) pada era agribisnis seperti sekarang ini,
maka kelompoktani sebaiknya juga berperan sebagai unit ekonomi (lembaga
ekonomi) tentunya mendapatkan perhatian yang lebih banyak. Kelompok yang
dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi akan tetap eksis, sekalipun tidak
mendapatkan bantuan pemerintah. Dengan konsep tersebut, maka di berbagai
daerah telah dimunculkan konsep, yaitu subkelompok atau kelompok kegiatan,
kelompok dan gabungan kelompok (Gapoktan). Walaupun secara kuantitas
jumlah kelompok dan gapoktan telah banyak, namun sebagian besar kelompok
tersebut belum berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Gapoktan masih difungsikan
sebatas dalam rangka membagi subsidi pupuk, sebagai media pertemuan dalam
rangka sosialisasi peraturan pemerintah. Seharusnya apapun bentuknya kelompok
dan gapoktannya yang penting dapat difungsikan sebagai lembaga ekonomi.
Lembaga ekonomi yang dimaksud dapat berbentuk sebagai unit pemasaran, unit
permodalan atau simpan pinjam, koperasi tani, kemitraan dengan pengusaha, unit
pelayanan jasa alsintan dan atau unit agroindustri.
22

Purwaningsih (2005) telah melakukan penelitian tentang peranan


kelompok usaha bersama, ternyata kelompok usaha bersama telah berperan nyata
dalam perbaikan posisi tawar dan peningkatan pendapatan petani gula. Menurut
Wahyunindyawati et al.(2003), peran kelompoktani juga penting dalam adopsi
sebuah inovasi teknologi. Untuk lebih dapat mengadopsi teknologi usahatani padi
spesifik lokasi serta untuk dapat diterapkan pada petani dengan mudah melalui
kelompoktani dengan model cooperative farming.
Penelitian Arimbawa (2004) menyimpulkan bahwa peran kelompok
sebagai kelas belajar-mengajar berkategori tinggi. Indikator kelompok sebagai
wadah belajar-mengajar meliputi: keaktifan anggota pada setiap pertemuan
kelompok untuk belajar bersama, aktif berdiskusi, frekuensi hadir, penggunaan
kelompok sebagai sumber informasi dengan sarana dan prasarana yang
menunjang para anggota kelompok untuk belajar, peran kelompok sebagai unit
produksi usahatani berkategori rendah. Indikator peran kelompok sebagai unit
produksi meliputi: (1) penggunaan ide-ide baru dalam berusahatani seperti
penggunaan bibit, pupuk, pola tanam, pengendalian hama dan penyakit,
pemangkasan dan pemanenan dan (2) pemenuhan dan pencarian faktor-faktor
produksi usahatani. Peran kelompok sebagai wahana kerjasama anggota
berkategori tinggi. Indikator peran kelompok sebagai wahana kerjasama meliputi:
(1) kerjasama dalam pencarian informasi usahatani; (2) kerjasama dalam
pencarian (komoditi usahatani, faktor-faktor produksi dan informasi pasar) dan (3)
kerjasama dalam manajemen usahatani (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi).

Kemampuan Anggota Kelompok


Salah satu fokus penting dalam pembangunan pertanian adalah
pembangunan sumberdaya manusia (SDM). Wujud dari pengembangan SDM
tersebut dapat difokuskan pada peningkatan kemampuan individu dan dapat
dimulai dari kelompok-kelompok. Menurut Marliati (2008), kemampuan petani
adalah segala daya yang dimiliki petani (pengetahuan, keterampilan dan sikap
positif) untuk mampu mandiri menjalankan usahatani atau agribisnis. Pemenuhan
kebutuhan pengembangan kemampuan petani dapat diwujudkan melalui kinerja
penyuluh pertanian dan memberdayakan petani secara berkualitas dengan
memposisikan petani sebagai subyek atau mitra sejajar yang memiliki potensi atau
23

daya untuk dikembangkan dan adanya dukungan atau memanfaatkan potensi


kelompok-kelompok dan sistem sosial. Petani yang memiliki kemampuan
diharapkan menjadi petani mandiri. Petani mandiri, adalah petani yang mampu
berbuat yang terbaik untuk dirinya dan keluarganya, mampu memanfaatkan segala
potensi yang ada secara optimal untuk kesejahteraannya.
Menurut Gibson et al. (1996), bahwa kemampuan petani dapat dilihat dan
dilakukan dalam suatu lembaga atau kelompok yang mewadahi pembangunan
masyarakat. Peran kelompok dapat membantu anggota mengembangkan potensi
yang dimilikinya agar mampu berkreasi dan berswadaya dalam memenuhi
kehidupannya. Puspadi (2002) juga berpendapat bahwa kompetensi merupakan
kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas secara efektif dan kompetensi
merupakan refleksi dari kinerja. Kemampuan kerja perlu dimiliki oleh ketua
kelompok maupun anggota kelompok. Aktualisasi kemampuan anggota dapat
lihat dari kemampuan anggota melaksanakan program yang dilakukan oleh
kelompok atau dari penerapan teknologi yang diterima oleh kelompok.
Kemampuan anggota kelompok dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan kelompok
seperti penerapan inovasi teknologi, pemanfaatan sarana usahatani, kemampuan
dalam kegiatan panen, pascapanen dan pemasarannya.
Menurut hasil penelitian Arimbawa (2004), kemampuan anggota
kelompok usaha bersama pengelolaan hutan kemasyarakatan dalam penguasaan
teknologi yang meliputi teknologi budidaya, pemenuhan sarana produksi dan
pemasaran dalam kategori sedang. Kemampuan teknologi budidaya meliputi:
pemilihan dan penanaman bibit, pengolahan tanah, ketepatan dalam penggunaan
peralatan usahatani, keterampilan dalam pemupukan, pengairan tanaman,
pengendalian hama penyakit, teknik pemangkasan tanaman dan teknologi pasca
panen. Kemampuan anggota dalam pemenuhan sarana produksi yang meliputi:
perolehan bibit, pupuk, pestisida dan peralatan usahatani. Kemampuan anggota
dalam pemasaran meliputi: pemilihan tempat penjualan hasil usahatani dan
kemampuan petani dalam perolehan kredit.

Teori Adopsi Inovasi


Inovasi merupakan elemen utama dalam suatu proses difusi inovasi.
Rogers (Hubeis 2007) mendefinisikan inovasi sebagai suatu ide, gagasan atau
24

praktik baru yang diharapkan mampu membawa perubahan bagi khalayak yang
menjadi target adopter. Aspek kebaruan dari suatu inovasi terlihat ketika inovasi
tersebut dapat memberikan pengetahuan baru pada pihak adopter, selanjutnya
muncul keyakinan pada pihak adopter bahwa inovasi tersebut perlu untuk
diadopsi dan terakhir adanya keputusan untuk mengadopsi inovasi tersebut oleh
pihak adopter. Ada lima sifat inovasi yang secara empiris setiap sifat saling
berhubungan satu sama lain tetapi secara konseptual berbeda.
Kelima sifat inovasi tersebut ialah: (1) keuntungan relatif, (2) keserasian
atau kompatibilitas, (3) kerumitan atau kompleksitas, (4) ketercobaan dan (5)
keterlihatan atau observabilitas. Keuntungan relatif ialah suatu tingkatan dimana
ide baru dianggap sebagai sesuatu yang lebih baik dari pada ide lama yang telah
diadopsi atau yang telah ada sebelumnya. Tingkat keuntungan di sini bisa diukur
dari keuntungan secara ekonomi dan keuntungan lainnya seperti sosial, status,
prestise dan sebagainya (Rogers 2003, Rogers & Shoemaker 1995).
Keputusan untuk mengadopsi atau menerapkan inovasi tidak datang begitu
saja hanya karena pertimbangan keuntungan relatif. Ada pertimbangan lain yang
harus yang dilakukan oleh adopter, yaitu keserasian atau kompatibilitas.
Kompatibilitas ialah tingkat keserasian antara inovasi yang akan didifusikan
dengan nilai-nilai, pengalaman masa lalu dan kebutuhan potensial dari adopter.
Suatu ide yang memiliki keserasian maka akan mengurangi ketidakpastian bagi
calon adopter sehingga tidak ada keraguan untuk mengadopsi. Suatu inovasi harus
memiliki keserasian dengan: (1) sistem nilai dan kepercayaan dari sosial budaya
setempat, (2) ide-ide yang diperkenalkan sebelumnya dan (3) kebutuhan adopter
untuk melakukan inovasi (Hubeis 2007).
Keberhasilan suatu inovasi sangat ditentukan oleh tingkat kerumitan.
Kerumitan adalah tingkat dimana suatu inovasi dipersepsikan sebagai relatif sulit
untuk dimengerti atau digunakan. Pada umumnya seseorang atau masyarakat
bahkan sistem sosial atau organisasi kurang berminat jika suatu inovasi dirasakan
terlalu rumit atau sulit digunakan. Selain kerumitan, sifat inovasi yang biasanya
dijadikan pertimbangan adopter ialah ketercobaan. Ketercobaan atau trialabilitas
adalah suatu tingkat dimana suatu inovasi dapat dimungkinkan untuk diuji
cobakan pada skala yang terbatas. Dengan dilakukannya uji coba maka adopter
25

potensial dapat melihat terlebih dahulu tingkat keberhasilan atau peluang


keberhasilan dari inovasi yang akan diadopsi. Hal ini disebabkan bahwa sesuatu
yang baru mengandung resiko kegagalan atau keberhasilan. Untuk itu calon
adopter perlu mempelajari inovasi dalam skala yang lebih kecil. Selanjutnya, sifat
inovasi yang tidak kalah pentingnya bagi adopter ialah keterlihatan atau
observabilitas. Keterlihatan ialah tingkat dimana hasil suatu inovasi dapat dilihat
bagi orang lain. Keterlihatan hasil inovasi yang dapat dilihat dengan mata maka
memungkinkan seseorang dapat mempertimbangkan untuk menerimanya dari
pada inovasi yang bersifat abstrak yang hanya diwujudkan dalam pikiran atau
hanya dibayangkan (Hubeis 2007).
Proses inovasi sampai diterima oleh seseorang, mengalami suatu proses
mental dalam diri orang yang bersangkutan. Dalam kaitannya dengan status
menerima ide inovasi, posisi mental seseorang dapat dikelompokkan menjadi lima
tahapan, yaitu: (1) kesadaran, yaitu tahapan dimana seseorang pertama kali
mengetahui inovasi teknologi, (2) minat, yaitu tahapan dimana seseorang berusaha
mencari secara luas dan detail informasi yang berkaitan dengan suatu ide inovasi
dalam upaya mencari kemungkinan kegunaan dan penerapannya, (3) evaluasi,
yaitu tahapan dimana seseorang mempertimbangkan dan menyelidiki untuk
mendapatkan informasi dan fakta-fakta dari sudut pandang kondisi yang ada, (4)
percobaan, yaitu tahapan dimana seseorang secara tentatif mencoba suatu ide
untuk memperoleh tambahan informasi dalam suatu percobaan dan (5) penerapan,
yaitu tahapan dimana seseorang menerapkan ide-ide baru secara praktis dalam
kegiatan operasional (Hubeis 2007).
Sebuah proses mental akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan
inovasi. Proses keputusan inovasi merupakan suatu aktivitas individu atau
organisasi yang bertahap. Namun batasan dari setiap tahapan tersebut tidak begitu
jelas. Proses keputusan ini menurut Rogers (2003) mengajukan suatu model
proses keputusan inovasi yang mengkonseptualisasikan lima tahap, yaitu: (1)
tahap pengetahuan, (2) tahap persuasi, (3) tahap keputusan, (4) tahap penerapan
dan (5) tahap penegasan.
Proses keputusan inovasi dimulai dari tahap pengetahuan. Pada tahap ini
individu mulai menyadari pentingnya melakukan inovasi dan memahami
26

bagaimana inovasi itu berperan atau berfungsi. Beberapa ahli berpendapat bahwa
individu melakukan peranan yang pasif dalam memperoleh kesadaran atau
pengetahuan, kecuali sampai suatu saat mengalami kejadian buruk sehingga
mengetahui betapa pentingnya inovasi. Jika pada tahap pengetahuan, sikap
mental yang berfungsi pada tingkat kognitif, maka pada tahap persuasi, sikap
mental yang berfungsi lebih banyak pada tingkat afektif atau sikap. Oleh karena
itu, pada tahap ini keterlibatan individu mengarah pada aspek psikologisnya.
Setelah mengetahui ide-ide baru dan teknologi baru maka akan ada evaluasi
informasi yang diterimanya. Pada tahap membuat keputusan merupakan tahapan
dimana seseorang melakukan aktivitas untuk memilih mengadopsi atau menolak
suatu inovasi.
Adopsi itu sendiri merupakan keputusan untuk menggunakan secara penuh
suatu inovasi sebagai suatu kegiatan yang terbaik dari yang pernah ada. Rogers
dan Shoemaker (1995) menyatakan bahwa adopsi sendiri memiliki dua
kemungkinan, yaitu: (1) adopsi berlanjut dan (2) adopsi tidak berlanjut. Penolakan
ada dua jenis, antara lain: (1) penolakan aktif, yaitu apabila seseorang
mempertimbangkan mengadopsi inovasi (termasuk mencobanya), tetapi kemudian
memutuskan untuk tidak mengadopsi dan (2) penolakan pasif, yaitu seseorang
yang tidak pernah sama sekali mempertimbangkan menggunakan suatu inovasi.
Selanjutnya pada tahap penerapan, seseorang dapat dikatakan berada pada
tahap penerapan apabila telah memulai kegiatan inovasi sebagai jawaban dari
masalah atau kebutuhan yang dihadapi. Namun, pada tahap ini proses keputusan
inovasi masih semata-mata bersifat mental. Selain itu juga telah terjadi perubahan
perilaku karena ide-ide baru telah benar-benar dipraktekkan. Dalam tahap ini
sebenarnya calon adopter masih mengalami ketidakpastian dalam keputusannya
meskipun telah mengambil keputusan untuk menghadapi inovasi. Setelah tahap
penerapan, seseorang masih harus melewati tahap selanjutnya untuk dapat
dikatakan sebagai adopter inovasi teknologi, yaitu tahap penegasan. Sejumlah
penelitian mengajukan bukti empiris bahwa suatu keputusan untuk menerima atau
menolak suatu inovasi, sering bukan merupakan tahapan akhir dari suatu proses
keputusan inovasi. Masih terdapat tahapan lain dimana seseorang memerlukan
kembali penegasan atas ide baru. Pada tahap konfirmasi, seseorang atau
27

pengambil keputusan memerlukan penguatan atas keputusan inovasi yang telah


dibuat. Seiring berjalannya waktu mungkin juga mengembalikan keputusan yang
telah dibuat dengan mencari informasi negatif dari suatu inovasi. Tahap
penegasan berlangsung setelah terjadi keputusan atau penolakan untuk jangka
waktu yang tidak tertentu. Menurut Sudarta (2002), sekarang ini banyak petani
yang sudah terbuka dan berpikir positif terhadap teknologi baru di bidang
pertanian.

Penerapan Inovasi Teknologi


Keberhasilan kegiatan penelitian dan pengkajian pertanian/perkebunan
ditentukan oleh tingkat penerapan hasilnya oleh pengguna sasaran (petani).
Penerapan inovasi teknologi tersebut diharapkan dapat mendorong pembangunan
pertanian di daerah sehingga sektor pertanian mampu berfungsi sebagai mesin
penggerak perekonomian nasional. Oleh sebab itu, diseminasi inovasi teknologi
perlu dilakukan secara terusmenerus. Kegiatan diseminasi bukan sekedar
penyebarluasan informasi dan inovasi teknologi pertanian, tetapi petani
diharapkan dapat menerapkannya dalam usahatani sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraannya (Balitbang Pertanian 2001).
Inovasi didefinisikan sebagai suatu gagasan, praktek atau objek yang
dianggap baru oleh pengguna atau oleh satuan adopsi yang lain. Jadi kriteria baru
merupakan kriteria utama suatu inovasi. Terkait dengan teknologi, selama suatu
teknologi masih baru dalam pandangan pengguna maka teknologi dalam hal ini
dapat dianggap suatu inovasi. Teknologi didefinisikan sebagai sebuah rancangan
tindakan instrumental untuk mengurangi ketidakpastian dalam hubungan sebab
akibat yang terdapat dalam upaya meraih hasil yang diinginkan. Terkait dengan
inovasi, hanya teknologi baru yang dapat dikatakan sebagai inovasi. Apabila
teknologi itu tidak baru dalam pandangan penggunanya maka teknologi tersebut
tidak lagi dapat dianggap sebagai suatu inovasi (Deptan 2001).
Levis (1996) membagi manfaat teknologi menjadi dua yaitu yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif. Manfaat teknologi dari segi kuantitatif meliputi: (1)
produk yang dihasilkan meningkat, (2) tenaga yang dipergunakan sedikit, (3)
keuntungan yang dihasilkan meningkat dan (4) lebih efektif dan efisien
pelaksanaannya. Manfaat teknologi dari segi kualitatif meliputi: (1) mutu produk
28

yang dihasilkan meningk, (2) kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan kerja


terjamin, (3) pengetahuan dan keterampilan masyarakat bertambah, (4) bertambah
positifnya sikap masyarakat terhadap setiap teknologi baru dan (5) kelestarian
lingkungan terjamin.
Menurut Mawardi (2008), untuk menghasilkan mutu kopi yang baik dan
diterima pasar dunia perlu penguatan inovasi dan teknologi di tingkat petani.
Petani kopi harus memiliki penguasaan pengetahuan dan inovasi teknologi yang
baik. Penguatan inovasi teknologi dapat dilakukan melalui penyuluhan dan
pelatihan. Berdasar pengalaman yang paling efektif yaitu dengan cara
memberikan pengawalan (backstopping) secara langsung di tingkat petani selama
proses produksi agar petani tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat
menurunkan mutu kopi.
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kopi Robusta adalah masih
belum digunakannya benih unggul sesuai dengan kondisi lingkungan setempat
dan penerapan teknologi usahatani yang kurang optimal. Kebiasaan menggunakan
benih dari pohon yang berbuah lebat atau bahkan dari benih sapuan masih banyak
dijumpai. Hal ini menyebabkan produktivitas rata-rata pertahun rendah sebagai
akibat tanaman mengalami pembuahan lebat dua tahun sekali. Salah satu upaya
untuk meningkatkan produktivitas kopi Robusta adalah dengan perbaikan benih.
Penggantian benih anjuran dapat dilakukan secara bertahap, baik dengan metode
sambungan di lapangan pada tanaman kopi yang telah ada maupun penanaman
baru dengan benih asal setek. Adapun klon-klon kopi Robusta yang yang
dianjurkan adalah BP 42, BP 234, BP 288, BP358, BP 409 dan SA 237.
Mengingat kopi Robusta bersifat menyerbuk silang maka penanamannya harus
poliklonal, tiga sampai empat klon untuk setiap hamparan kebun. Demikian pula
sifat kopi Robusta sering menunjukkan reaksi berbeda apabila ditanam pada
kondisi lingkungan yang berbeda maka komposisi klon kopi Robusta untuk suatu
kondisi lingkungan tertentu harus berdasarkan pada stabilitas daya hasil,
kompabilitas (keserempakan saat berbunga) antar klon untuk kondisi lingkungan
tertentu serta keseragaman ukuran biji (Puslitkoka Indonesia 2003).
Usaha untuk merebut peluang pasar kopi antara lain dengan
pengembangan tanaman kopi melalui kegiatan peremajaan, peluasan dan
29

rehabilitasi tanaman kopi. Peremajaan adalah usaha menggantikan tanaman yang


secara ekonomis tidak menguntungkan lagi karena produktivitasnya rendah
sehingga perlu diganti dengan yang baru dan dapat menghasilkan produktivitas
yang tinggi. Kegiatan perluasan adalah menanam tanaman kopi di areal baru yang
lingkungannya sesuai dengan persyaratan untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman kopi. Rehabilitasi kebun adalah kegiatan untuk memulihkan kondisi
kebun ke keadaan yang lebih baik, sehingga produktivitasnya meningkat.
Rehabilitasi tanaman ditujukan pada populasi tanaman yang telah berkurang
karena kesalahan kultur teknis, serangan hama dan penyakit serta kekeringan yang
mengakibatkan produktivitas tanaman per hektar rendah atau tidak
menguntungkan untuk diusahakan (Spillane 1990).
Menurut Najiyati dan Danarti (2001), pada dasarnya budidaya kopi
melalui kegiatan perluasan, peremajaan dan rehabilitasi adalah sama seperti pada
kegiatan penanaman baru. Syarat Tumbuh. Lokasi tanaman meliputi: (1) letaknya
terisolir dari pertanaman kopi varietas lain sekitar 100 meter, (2) lahan bebas
hama dan penyakit dan (3) mudah pengawasan. Kondisi tanah yang harus
dimiliki antara lain: (1) pH tanah berkisar 5,5-6,5, (2) top soil minimal dua
persen dan (3) struktur tanah subur gembur kedalaman relatif lebih dari 100 cm.
Keadaan iklim yang harus dipenuhi meliputi: (1) tinggi tempat 800-2.000 meter di
atas permukaan laut (m dpl), Robusta 400-700 m dpl, (2) suhu berkisar 15º- 25ºC
dan (3) curah hujan 1.750-3.000 mm/tahun dengan bulan kering tiga bulan.
Bahan tanaman (benih) untuk usahatani kopi sebaiknya memiliki kualitas
unggul. Untuk perbanyakan tanaman di lapangan diperlukan bibit siap salur
dengan kriteria sebagai berikut: sumber benih harus berasal dari kebun induk atau
perusahaan yang telah ditunjuk, umur bibit 8-12 bulan, tinggi 20-40 cm, jumlah
minimal daun tua sebanyak 5-7 lembar, jumlah cabang primer hanya satu,
diameter batang berkisar 5-6 cm, kebutuhan bibit/ha dengan ketentuan, jarak
tanam berkisar 1,25 m x 1,25 m, populasi 6.400 tanaman dan sulaman berkisar
25 persen (Najiyati & Danarti 2001).
Pada proses penanaman bibit kopi harus memperhatikan jarak tanam dan
pengolahan tanah. Sistem jarak tanam untuk kopi antara lain: segi empat berjarak
2,5 x 2,5 m, pagar berjarak 1,5 x 1,5 m dan pagar ganda berjarak 1,5 x 1,5 x 3 cm.
30

Lubang tanam harus dibuat 3-6 bulan sebelum tanam. Ukuran lubang 50 x 50 x 50
cm, 60 x 60 x 60 cm, 75 x 75 x 75 cm atau 1 x 1 x 1 m untuk tanah yang berat.
Tanah galian diletakkan di kiri dan kanan lubang. Lubang dibiarkan terbuka
selama 3-6 bulan. Dua sampai empat minggu sebelum tanam, tanah galian yang
telah dicampur dengan pupuk kandang yang masak sebanyak 15/20 kg/lubang,
dimasukkan kembali ke dalam lubang. Tanah urugan tidak boleh dipadatkan.
Penanaman dilakukan pada musim hujan dan leher akar bibit ditanam rata dengan
permukaan tanah (Najiyati & Danarti 2001).
Dalam pemeliharaan tanaman kopi harus memperhatikan teknik
penyiangan dan pemeliharaan tanaman pelindung atau penaung. Penyiangan
meliputi: membersihkan gulma di sekitar tanaman kopi, penyiangan dapat
dilakukan bersama-sama dengan penggemburan tanah dan untuk tanaman dewasa
dilakukan dua kali setahun. Tanaman kopi sangat memerlukan naungan untuk
menjaga agar tanaman kopi jangan berbuah terlalu banyak sehingga kekuatan
tanaman cepat habis. Pohon pelindung ditanam satu sampai dua tahun sebelum
penanaman kopi atau memanfaatkan tanaman pelindung yang ada. Jenis tanaman
untuk pohon pelindung antara lain lamtoro, dadap, sengon dan sebagainya.
Pengaturan pohon pelindung, berupa: (1) tinggi pencabangan pohon pelindung
diusahakan dua kali tinggi pohon kopi, (2) pemangkasan pohon pelindung
dilakukan pada musim hujan dan (3) apabila tanaman kopi dan pohon pelindung
telah cukup besar, pohon pelindung bisa diperpanjang menjadi satu banding dua
atau satu banding empat (Najiyati & Danarti 2001).
Pada tanaman kopi perlu dilakukan pemangkasan bentuk, produksi dan
peremajaan. Pemangkasan bentuk meliputi: tinggi pangkasan 1,5–1,8 meter,
cabang primer teratas harus dipotong tinggi satu ruas dan pemangkasan dilakukan
di akhir musim hujan. Pangkasan Produksi meliputi: pembuangan tunas wiwilan
(tunas air) yang tumbuh ke atas, pembuangan cabang cacing dan cabang balik
yang tidak menghasilkan buah, pembuangan cabang-cabang yang terserang hama
penyakit dan pemangkasan dilakukan tiga sampai empat kali setahun dan
dikerjakan pada awal musim hujan. Pangkasan Rejupinasi (peremajaan) meliputi:
ditujukan pada tanaman yang sudah tua dan produksinya sudah turunmenurun,
pada awal musim hujan, batang dipotong miring setinggi 40-50 cm dari leher
31

akar, bekas potongan dioles dengan aspal, tanah di sekeliling tanaman dicangkul
dan dipupuk, beberapa tunas yang tumbuh dipelihara satu sampai dua tunas yang
pertumbuhannya baik dan lurus ke atas dan setelah cukup besar, disambung
dengan jenis yang baik dan produksinya tinggi (Najiyati & Danarti 2001).
Tanaman kopi memerlukan pemupukan yang tepat waktu, dosis dan jenis
pupuk. Dosis pemupukan kopi per pohon sesuai dengan kriteria umur adalah: (a)
umur satu tahun 50 gram Urea, 40 gram TSP dan 40 gram KCl, (b) umur dua
tahun 100 gram Urea, 80 gram TSP dan 80 gram KCl, (c) tiga tahun 150 gram
Urea, 100 gram TSP dan 100 gram KCl, (d) umur empat tahun 200 gram Urea,
100 gram TSP dan 100 gram KCl, (e) umur 5-10 tahun 300 gram Urea, 150 gram
TSP dan 240 gram KCl dan (f) umur 10 tahun ke atas 500 gram Urea, 200 gram
TSP dan 320 gram KCl. Pupuk diberikan dua kali setahun yaitu awal dan akhir
musim hujan masing-masing setengah dosis. Cara pemupukan dengan membuat
parit melingkar pohon sedalam ± 10 cm, dengan jarak proyek tajuk pohon kurang
lebih satu meter (Najiyati & Danarti 2001).
Pengendalian hama penyakit harus dilakukan dengan memperhatikan
prinsip-prinsip pengendalian hama secara terpadu. Hama penyakit yang sering
menyerang tanaman kopi yaitu hama bubuk buah dan bubuk cabang. Hama bubuk
buah, penyebab adalah sejenis kumbang kecil dan menyerang buah muda dan tua.
Pengendalian dengan mekanis yaitu dengan mengumpulkan buah-buah yang
terserang, secara kultur teknis dengan penjarangan naungan dan tanaman
sedangkan secara kimia dengan insektisida Dimecron 50 SCW, Tamaron,
Argothion, Lebaycide, Sevin 85 S dengan dosis dua cc/liter air. Bubuk Cabang
(Xyloborus moliberus), menyerang/menggerek cabang dan ranting kecil tiga
sampai tujuh dari pucuk kopi. Daun menjadi kuning dan rontok kemudian cabang
akan mengering. Pengendalian sama seperti pada hama bubuk buah. Penyakit
yang umumnya sering menyerang adalah karat daun, penyebabnya adalah sejenis
Cendawan. Tanda serangan terdapat bercak merah kekuningan pada bagian bawah
daun, sedangkan di permukaan daun ada bercak kuning. Kemudian daun gugur,
ujung cabang muda kering dan buah kopi menjadi hitam kering dan kualitas tidak
baik selanjutnya tanaman akan mati. Pengendalian secara kultur teknis dengan
32

menanam jenis kopi yang unggul dan tahan berbagai penyakit (Najiyati
& Danarti 2001).
Penanganan panen tanaman kopi harus memperhatikan siklus
pembungaannya. Tanaman kopi dikenal sebagai tanaman yang masa
pembungaannya tidak serentak, terdiri dari tiga sampai empat kali dalam
setahun yang dikenal dengan istilah pembungaan pendahuluan, pertengahan dan
akhir. Sebagian dari tanaman ini ada yang berbunga sepanjang tahun, hal ini
sangat tergantung pada iklim dan jenisnya. Ketidakserentakan masa pembungaan
mengakibatkan masa panen kopi tidak serentak, yaitu ada panen
pendahuluan, panen utama (besar) dan panen akhir (Yahmadi 2007)
Untuk memperoleh hasil yang bermutu tinggi, buah kopi harus dipetik
setelah betul-betul matang, kopi memerlukan waktu dari kuncup bunga
delapan sampai sebelas bulan untuk Robusta dan enam sampai delapan bulan
untuk Arabica. Beberapa jenis kopi seperti kopi Liberika dan kopi yang ditanam
di daerah basah akan menghasilkan buah sepanjang tahun sehingga pemanenan
bisa dilakukan sepanjang tahun. Kopi jenis Robusta dan kopi yang ditanam di
daerah kering biasanya menghasilkan buah pada musim tertentu sehingga
pemanenan juga dilakukan secara musiman. Musim panen ini biasanya
terjadi mulai bulan Mei/Juni dan berakhir pada bulan Agustus atau September
(Notodimedjo 1985).
Ketepatan waktu panen sangat berpengaruh terhadap mutu kopi
yang dihasilkan. Oleh sebab itu, kopi harus dipanen pada tingkat kematangan
yang tepat. Tingkat kematangan yang tepat dapat ditandai dengan buah yang
telah berwarna merah terang. Pemetikan buah kopi tidak dapat dijalankan secara
sekaligus, tetapi ada beberapa tingkat. Secara garis besar terbagi menjadi
tiga tingkatan, yaitu: (1) Tingkat permulaan atau voor oogst dikatakan juga
lelesan karena pada tingkatan ini buah yang dipetik belum begitu banyak. Buah
yang diambil terutama adalah buah yang dimakan bubuk atau buah kopi yang
kering, (2) Tingkat pertengahan atau hoofd oogst atau panen raya, buah yang
dipetik adalah buah yang benar-benar merah dan masak tua. Tingkat pertama
agak sedikit kemudian semakin banyak. Pada akhirnya, buah kopi masak mulai
berkurang dan (3) Tingkat terakhir atau na oogst atau sering disebut racutan.
33

Pada tingkatan ini buah kopi di kebun sudah tinggal sedikit. Semua buah pada
tingkatan ini harus diambil baik yang muda ataupun tua dan yang ada di atas
tanah. Tujuannya adalah agar kebun bersih dan tidak menjadi sarang bubuk buah
(Yahmadi 2007).
Pemetikan buah pada umumnya dilakukan oleh tenaga kerja wanita
dengan sistem borongan agar panen dapat dipercepat. Seorang tenaga kerja yang
baik dapat mencapai sekitar 60 kg/hari kopi basah. Rata-rata ukuran umum
adalah sekitar 40 kg/hari kopi basah. Pemetikan dilakukan dengan sangat tertib,
yaitu hanya kopi yang merah masak saja yang dipetik, dilakukan satu per satu dan
tidak boleh dipetik satu dompol sekaligus. Kecuali yang masak dan yang kering
harus diambil. Di samping itu, bila terdapat kotoran luwak yang berisi biji kopi
harus diambil karena kopi tersebut merupakan yang paling mahal harganya.
Apabila dalam pemetikan buah terdapat pohon kopi yang tinggi, pemetikan
dilakukan dengan menggunakan tangga yang berkaki tiga dan dapat dipindah-
pindah (Najiyati & Danarti 2001).
Penanganan pascapanen kopi melalui berbagai tahapan pengolahan. Biji
kopi yang sudah siap diperdagangkan adalah berupa biji kopi kering yang sudah
terlepas dari daging buah, kulit tanduk dan kulit arinya, butiran biji kopi yang
demikian ini disebut kopi beras atau market coffee. Kopi beras berasal dari
buah kopi basah yang telah mengalami beberapa tingkat proses pengolahan.
Secara garis besar dan berdasarkan cara kerjanya, maka terdapat dua cara
pengolahan buah kopi basah menjadi kopi beras, yaitu yang disebut
pengolahan buah kopi cara basah dan cara kering (Ciptadi & Nasution 1985).
Menurut Yahmadi (2007), pengolahan buah kopi secara basah biasa
disebut West lndische Bereiding (WIB), sedangkan pengolahan cara kering
biasa disebut Ost Indische Bereiding (OIB). Perbedaan pokok dari kedua cara
tersebut di atas adalah pada cara kering pengupasan daging buah, kulit tanduk
dan kulit ari dilakukan setelah kering (kopi gelondong), sedangkan cara basah
pengupasan daging buah dilakukan sewaktu masih basah.Metode pengolahan
kering merupakan metode cukup sederhana, sehingga sering digunakan untuk
kopi Robusta dan juga 90 persen kopi Arabika di Brazil.
34

Pegeringan buah kopi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:


pengeringan alami dan buatan. Pengeringan alami yaitu pengeringan dengan
menggunakan sinar matahari, caranya sangat sederhana tidak memerlukan
peralatan dan biaya yang besar tetapi memerlukan tempat pengeringan yang
luas dan waktu pengeringan yang lama karena buah kopi mengandung gula
dan pektin. Pengeringan biasanya dilakukan di daerah yang bersih, kering dan
permukaan lantai yang rata, dapat berupa lantai plester semen atau tanah
telanjang yang telah diratakan dan dibersihkan. Ketebalan pengeringan 30-40
mm, terutama pada awal kegiatan pengeringan untuk menghindari terjadinya
proses fermentasi. Panas yang timbul pada proses ini akan mengakibatkan
perubahan warna dan buah menjadi masak. Pada awal pengeringan buah yang
basah harus sering dibalik dengan alat penggaruk. Lamanya proses pengeringan
tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat kematangan dan kadar air
dalam buah kopi, biasanya proses pengeringan memakan waktu sekitar tiga
sampai empat minggu. Setelah proses pengeringan kadar air akan menjadi
sekitar 12 persen. Pengeringan kopi secara buatan memiliki banyak keuntungan.
Keuntungan pengeringan buatan adalah dapat menghemat biaya dan juga
tenaga kerja. Hal yang perlu diperhatikan adalah pengaturan suhunya.
Pengeringan sebaiknya pada suhu rendah yaitu 55°C akan menghasilkan buah
kopi yang berwarna merah dan tidak terlalu keras. Untuk buah kopi kering
dengan kadar air rendah dikeringkan dengan suhu tidak terlalu tinggi sehingga
tidak akan terjadi perubahan rasa. Peralatan pengeringan yang biasa
digunakan, yaitu mesin pengering statik dengan alat penggaruk mekanik,
mesin dari drum yang berputar dan mesin pengering vertikal (Puslitkoka
Indonesia 2009).
Metode pengolahan kopi secara basah memerlukan lebih banyak tahapan
dibandingkan dengan metode pengolahan kering. Proses metode pengolahan
basah meliputi: penerimaan; pulping; klasifikasi; fermentasi; pencucian;
pengeringan; pengawetan dan penyimpanan. Hasil panen harus secepat mungkin
dipindahkan ke tempat yang aman untuk menghindari pemanasan langsung yang
dapat menyebabkan kerusakan seperti perubahan warna buah dan buah kopi
menjadi busuk. Hasil panen masuk ke dalam tangki penerima yang dilengkapi
35

dengan air untuk memindahkan buah kopi yang mengambang (buah kopi kering
di pohon dan terkena penyakit antestatia atau stephanoderes) dan biasanya
diproses dengan pengolahan kering. Sedangkan buah kopi yang tidak
mengambang dipindahkan menuju bagian pemecah atau pulper. Pulping
bertujuan untuk memisahkan kopi dari kulit terluar dan mesocarp hasilnya
adalah pulp. Prinsip kerjanya melepaskan exocarp dan mesocarp buah kopi
dimana prosesnya dilakukan di dalam air mengalir. Proses ini menghasilkan
kopi hijau kering dengan jenis yang berbeda-beda. Macam-macam alat pulper
yang sering digunakan: Disc Pulper (cakram pemecah), Drum pulper, Raung
Pulper, Roller pulper dan Vis pulper. Untuk di Indonesia yang sering digunakan
adalah Vis Pulper dan Raung Pulper. Perbedaan pokok kedua alat ini
adalah kalau Vis Pulper hanya berfungsi sebagai pengupas kulit saja,
sehingga hasilnya harus difermentasi dan dicuci lagi, sedangkan Raung
Pulper berfungsi sebagai pencuci sehingga kopi yang keluar dari mesin ini
tidak perlu difermentasi dan dicuci lagi tetapi masuk ke tahap pengeringan
(Puslitkoka Indonesia 2009).
Proses fermentasi bertujuan untuk melepaskan daging buah
berlendir yang masih melekat pada kulit tanduk dan pada proses pencucian akan
mudah terlepas (terpisah), sehingga mempermudah proses pengeringan.
Hidrolisis pektin disebabkan, oleh pektihase yang terdapat di dalam buah atau
reaksinya bisa dipercepat dengan bantuan jasad renik. Proses fermentasi ini
terjadi dengan bantuan organisme Saccharomyces yang disebut dengan proses
peragian dan pemeraman. Biji kopi yang ke luar dari mesin pulper dialirkan
lewat saluran sebelum masuk bak fermentasi. Selama dalam pengaliran lewat
saluran ini dapat dinamakan proses pencucian pendahuluan. Di dalam
pencucian pendahuluan ini biji kopi yang berat (bernas) dapat dipisahkan
dari sisa-sisa daging buah yang terbawa, lapisan lendir, biji-biji yang hampa
karena bagian ini terapung di atas aliran air sehingga mudah dipisahkan
(Puslitkoka Indonesia 2009).
Proses fermentasinya pengolahan kopi secara basah terbagi tiga cara,
yaitu: (1) pengolahan cara basah tanpa fermentasi, biji kopi yang setelah melalui
pencucian pendahuluan dapat langsung dikeringkan dan (2) pengolahan cara
36

basah dengan fermentasi kering. Biji kopi setelah pencucian pendahuluan lalu
digundukan dalam bentuk gunungan kecil (kerucut) yang ditutup karung goni.
Di dalam gundukan itu segera terjadi proses fermentasi alami. Agar supaya
proses fermentasi berlangsung secara merata, maka perlu dilakukan
pengadukan dan pengundukan kembali sampai proses fermentasi dianggap
selesai yaitu bila lapisan lendir mudah terlepas dan (3) pengolahan cara basah
dengan fermentasi basah. Setelah biji tersebut melewati proses pencucian
pendahuluan segera ditimbun dan direndam dalam bak fermentasi. Bak
fermentasi ini terbuat dari bak plester semen dengan alas miring. Di tengah
dasar dibuat saluran dan ditutup dengan plat yang berlubang-lubang. Proses
fermentasi di dalam bak-bak fermentasi tersebut dilakukan bertingkat-tingkat
serta diselingi oleh pergantian air rendaman. Pada tingkat pertama
perendaman dilakukan selama 10 jam. Selama proses fermentasi ini dengan
bantuan kegiatan jasad renik, terjadi pemecahan komponen lapisan lendir
tersebut maka akan terlepas dari permukaan kulit tanduk biji kopi. Proses
fermentasi akan berlangsung selama lebih kurang dari satu setengah sampai
empat setengah hari tergantung pada keadaan iklim dan daerahnya. Proses
fermentasi yang terlalu lama akan menghasilkan kopi beras yang berbau apek
disebabkan oleh terjadinya pemecahan komponen isi putih lembaga (Puslitkoka
Indonesia 2009).
Pencucian secara manual dilakukan pada biji kopi dari bak fermentasi
dialirkan dengan air melalui saluran dalam bak pencucian yang segera diaduk
dengan tangan atau diinjak-injak dengan kaki. Selama proses ini, air di dalam bak
dibiarkan terus mengalir ke luar dengan membawa bagian-bagian yang
terapung berupa sisa-sisa lapisan lendir yang terlepas. Pencucian biji dengan
mesin pencuci dilakukan dengan memasukkan biji kopi tersebut ke dalam suatu
mesin pengaduk yang berputar pada sumbu horizontal dan mendorong biji kopi
dengan air mengalir. Pengaduk mekanik ini akan memisahkan lapisan lendir yang
masih melekat pada biji dan lapisan lendir yang masih melekat pada biji dan
lapisan lendir yang telah terpisah ini akan terbuang lewat aliran air yang
seterusnya dibuang (Puslitkoka Indonesia 2009).
37

Pengeringan pendahuluan kopi pengolahan basah, kadar air berkurang dari


60 menjadi 53 persen. Sebagai alternatif kopi dapat dikeringkan dengan sinar
matahari dua atau tiga hari dan sering diaduk. Kadar air yang diperoleh dapat
mencapai 45 persen. Pengeringan kopi dilanjutkan pada sinar matahari hingga
kadar air mencapai 11 persen yang pada akhirnya dapat menjaga stabilitas
penyimpanan. Pengeringan biasanya dilakukan dengan menggunakan baki
dengan penutupnya yang dapat digunakan sepanjang hari. Rata-rata pengeringan
antara 10-15 hari. Pengeringan buatan (suhu tidak lebih dari 55°C) juga
banyak digunakan sejak pengeringan kopi alami menjadi lebih sulit dilakukan
pada perkebunan yang lebih luas (Puslitkoka Indonesia 2009).
Proses selanjutnya baik kopi yang diproses secara kering maupun basah
ialah curing yang bertujuan untuk menjaga penampilan sehingga baik
untuk diekspor maupun diolah kembali. Tahapan proses curing ini meliputi:
(1) Pengeringan ulang. Kopi dari hasil pengolahan basah maupun kering harus
dipastikan kadar airnya 11 persen. Apabila tidak tercapai harus segera
dilakukan pengeringan ulang, hal ini sangat penting dalam proses
penyimpanan; (2) Pembersihan. Buah kopi parchment kering yang dikeringkan
secara alami banyak mengandung kotoran seperti kerikil, potongan besi dan
benda asing lainnya. Kotoran tersebut harus dihilangkan. Pembersihan dapat
dilakukan dengan mengeluarkan kotoran dengan saringan untuk
memindahkan kotoran yang berukuran besar, pemisah magnetik untuk
memindahkan potongan baja, pemindahan debu dengan bantuan hembusan angin;
(3) Hulling. Di dalam mesin huller, maka biji kopi itu dihimpit dan diremas,
dengan demikian kulit tanduk dan kulit arinya akan terlepas. Pecahan kulit
tanduk dan kulit ari setelah ke luar dari mesin huller tertiup dan terpisah dari
biji kopi beras yang akan berjatuhan ke bawah dan masuk ke dalam wadah dan
(4) Penyimpanan. Buah kopi dapat disimpan dalam bentuk buah kopi kering
atau buah kopi parchment kering yang membutuhkan kondisi penyimpanan yang
sama. Di Indonesia kopi yang sudah diklasifikasi mutunya disimpan di dalam
karung goni dan dijahit zigzag mulutnya dengan tali goni selanjutnya
disimpan di dalam gudang penyimpanan. Syarat gudang penyimpanan kopi,
yaitu: (1) gudang mempunyai ventilasi yang cukup, (2) suhu gudang optimum
38

20-25°C, (3) gudang harus bersih, bebas dari hama penyakit serta bau asing dan
(4) karung ditumpuk di lantai yang dilapisi alas kayu setinggi 10 cm (Puslitkoka
Indonesia 2009).
Standar mutu kopi untuk pengolahan kering, meliputi: (1) kadar air
maksimum 13 persen (bobot/bobot), (2) kadar kotoran berupa ranting, batu,
gumpalan tanah dan benda-benda asing lainnya maksimum nol sampai lima
persen (bobot/bobot), (3) bebas dari serangga hidup, (4) bebas dari biji yang
berbau busuk, berbau kapang dan bulukan, (5) biji tidak lolos ayakan ukuran tiga
milimeter kali tiga milimeter (delapan mesh) dengan maksimum lolos satu persen
(bobot/bobot) dan (6) untuk bisa disebut biji ukuran beger, harus memenuhi
persyaratan lolos ukuran (3,6 mesh) dengan maksimum lolos satu persen
(bobot/bobot). Pengolahan basah, meliputi: (1) kadar air maksimum 12 persen
(bobot/bobot), (2) kadar kotoran berupa ranting, batu, gumpalan tanah dan
berupa kotoran lainnya maksimum setengah persen (bobot/bobot), (3) bebas dari
serangga hidup, (4) bebas dari biji yang berbau busuk, berbau kapang dan bulukan
dan (5) Untuk Robusta, dibedakan ukuran besar (L) dan kecil (S) (Puslitkoka
Indonesia 2009).

Karakteristik Individu
Karakteristik individu adalah ciri-ciri atau sifat-sifat pribadi yang dimiliki
seseorang yang diwujudkan dalam pola pikir, sikap dan tindakannya terhadap
lingkungan. Karakteristik individu merupakan bagian dari pribadi dan melekat
pada diri seseorang. Karakteristik ini mendasari tingkah laku seseorang dalam
situasi kerja maupun situasi yang lainnya (Rogers & Shoemaker 1995). Menurut
Mardikanto (1993), karakteristik individu ialah sifat-sifat yang melekat pada diri
seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, antara lain: umur, jenis
kelamin, posisi, jabatan, status sosial dan agama.
Lionberger (1960) mengemukakan bahwa karakteristik individu atau
personal adalah semua faktor yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan
dan lingkungan, yaitu umur, pendidikan dan karakteristik psikologis. Karakteristik
psikologis ialah rasionalitas, fleksibilitas mental, orientasi pada usahatani sebagai
bisnis, dan kemudahan menerima inovasi. Karakteristik individu atau petani
dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan formal, jumlah tanggungan
39

keluarga, luas lahan usahatani, pengalaman berusahatani, kekosmopolitan dan


motivasi berkelompok.
Padmowihardjo (2002) mengatakan bahwa umur bukan merupakan faktor
psikologis, tetapi sesuatu yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis.
Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan
dengan umur. Faktor pertama adalah mekanisme belajar dan kematangan otak,
organ-organ sensual dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi
pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar lainnya. Wiraatmadja (1990)
mengemukakan bahwa umur petani akan mempengaruhi penerimaan petani
terhadap inovasi.
Umur merupakan suatu indikator umum tentang kapan suatu perubahan
harus terjadi. Umur menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga
terdapat keragaman tindakannya berdasarkan usia yang dimiliki. Rakhmat (2001)
mengatakan bahwa kelompok orangtua melahirkan pola tindakan yang pasti
berbeda dengan anak-anak muda. Kemampuan mental tumbuh lebih cepat pada
masa anak-anak sampai dengan pubertas, dan agak lambat sampai awal dua
puluhan dan merosot perlahan-lahan sampai tahun-tahun terakhir.
Umur juga berkorelasi dengan tingkat penerimaan suatu inovasi atau
teknologi baru. Robbins (2007) mengatakan bahwa para pekerja yang sudah tua
cenderung kurang luwes dan menolak teknologi baru. Selanjutnya dijelaskan
bahwa umur juga berkolerasi dengan produktivitas. Produktivitas akan merosot
dengan semakin bertambahnya usia seseorang. Keterampilan individu terutama
menyangkut kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi menurun seiring
berjalannya waktu, dan kurangnya rangsangan intelektual semua berkontribusi
terhadap menurunnya produktivitas. Menurut Kusnadi (2006) bahwa umur
memiliki hubungan yang nyata terhadap efektivitas kelompoktani.
Mardikanto (1993) menyatakan bahwa pendidikan petani umumnya
mempengaruhi cara dan pola pikir petani dalam mengelola usahatani. Pendidikan
yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih dinamis.
Menurut Soekartawi (1986), salah satu faktor yang dapat mengubah pola pikir dan
daya nalar petani adalah pendidikan. Menurut Tjondronegoro (Sastraatmaja
1986), bahwa pendidikan nonformal merupakan perpaduan dari kegiatan
40

menggugah minat atau keinginan, menyebarkan pengetahuan, keterampilan dan


kecakapan, sehingga diharapkan terjadinya perubahan perilaku (sikap, tindakan
dan pengetahuan). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin efisien
bekerja dan semakin banyak mengetahui cara-cara atau teknik berusahatani yang
lebih baik dan menguntungkan. Menurut Kusnadi (2006), pendidikan formal
memiliki hubungan yang nyata terhadap efektivitas kelompoktani.
Jumlah tanggungan keluarga merupakan banyaknya orang yang menjadi
tanggungan baik keluarga maupun bukan yang tinggal serumah dan menjadi
tanggung jawabnya (Soekartawi 1986). Jumlah tanggungan keluarga berhubungan
dengan kemampuan keluarga akan penyediaan tenaga kerja. Keluarga petani
merupakan kesatuan unit produksi dan kesatuan unit konsumsi. Jumlah anggota
keluarga berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi suatu keluarga (Asdi 1996).
Selain itu, menurut Istiyanti dan Hadidarwanto (1999), bahwa jumlah tanggungan
keluarga berpengaruh nyata terhadap perilaku petani terutama terhadap
pengambilan resiko dalam berusahatani.
Lahan merupakan sarana produksi bagi usahatani, termasuk salah satu
faktor produksi dan pabrik hasil pertanian. Lahan adalah sumberdaya alam fisik
yang mempunyai peranan penting dalam berbagai segi kehidupan manusia
khususnya petani (Mosher 1986). Lahan usahatani merupakan aset bagi petani
dalam menghasilkan produksi dan sekaligus sumber kehidupan. Pada umumnya,
petani dengan kepemilikan lahan usaha yang lebih luas, menempati posisi sosial
lebih tinggi di lingkungan sosialnya (Mardikanto 1993). Tjakrawiralaksana (1996)
menyebutkan bahwa lahan merupakan manifestasi atau pencerminan dari faktor-
faktor alam yang berada di atas dan di dalam permukaan bumi dan berfungsi
sebagai: (1) tempat diselenggarakan kegiatan pertanian, seperti bercocok tanam
dan memelihara ternak atau ikan dan (2) tempat pemukiman keluarga tani.
Hernanto (1993) mengklasifikasikan luas lahan usahatani berdasarkan tiga
bagian, yaitu: (1) sempit, dengan luas kurang dari sama dengan setengah hektar,
(2) sedang, dengan luas setengah sampai dua hektar dan (3) luas, jika lebih dari
dua hektar.
Faktor yang mempengaruhi petani dalam meningkatkan produktivitas
usahatani adalah luas lahan usahatani yang dikerjakan. Luas lahan juga
41

mempengaruhi kecepatan petani dalam menerima suatu inovasi. Perbedaan status


penguasaan lahan dapat menunjukkan perbedaan terhadap pengelolaan usahatani
yang dilakukan. Status penguasaan pemilik cenderung mengelola usahatani
dengan baik dan memperhatikan kelestarian lingkungan. Sebaliknya, status
penguasaan lahan penyewa mengelola lahan untuk usahatani dengan tidak
memperhatikan kondisi lingkungan dan cenderung mengeksploitasi lahan secara
besar-besaran (Salikin, 2003). Pambudy (2003) mengemukakan bahwa perilaku
pertanian agribisnis sangat berhubungan dengan besaran luas lahan. Semakin luas
usahanya maka semakin tinggi jiwa wirausahanya. Pemilikan lahan usahatani di
Jawa umumnya sempit sehingga sempitnya pemilikan lahan setiap keluarga,
mendorong pemiliknya untuk memanfaatkan seoptimal mungkin.
Berdasar penelitian Purwoto (1993) bahwa faktor sosial-ekonomi yang
berpengaruh terhadap sikap petani terhadap resiko produksi adalah sempitnya dan
tersebarnya lahan garapan. Sempitnya lahan usahatani mendorong petani
menganut prinsip dahulukan selamat, sedangkan tersebarnya lahan garapan
menyulitkan petani melakukan pengontrolan secara baik. Implikasinya dalam
usahatani mutlak ditumbuhkan sekaligus dikembangkan kegiatan berkelompok
sehingga terbentuk unit hamparan lahan yang relatif lebih mudah dikelola
sekaligus dikontrol secara baik.
Padmowihardjo (2002) mengemukakan bahwa pengalaman, baik yang
menyenangkan maupun yang mengecewakan akan berpengaruh pada proses
belajar seseorang. Seseorang yang pernah mengalami keberhasilan dalam proses
belajar, maka ia telah memiliki perasaan optimis akan keberhasilan di masa
mendatang. Sebaliknya, seseorang yang pernah memiliki pengalaman
mengecewakan, maka dia telah memiliki perasaan pesimis untuk dapat berhasil.
Pengalaman seseorang bertambah sejalan dengan bertambahnya usia. Pengalaman
dapat diukur secara kuantitatif berdasarkan jumlah tahun seseorang dalam bidang
usahatani; serta pengalaman yang bersifat kualitatif. Konsekuensi masa depan
ditentukan oleh pengalaman masa lalu, dampak dari pengalaman, serta
pengamatan seseorang terhadap yang lain. Mosher (1986) juga menyatakan bahwa
pengalaman berusahatani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
motivasi dan aktivitas petani dalam usahataninya. Cita-cita petani berdasarkan
42

pengalaman yang baik, mengenai cara bercocoktanam yang baik dan


menguntungkan akan mempengaruhi terlaksananya pembangunan pertanian
Pengalaman seorang petani berpengaruh dalam mengelola usahatani yang
dilakukan. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi proses pengambilan
keputusan, sehingga petani yang memiliki pengalaman berusahatani lebih lama
cenderung sangat efektif dalam proses pengambilan keputusan (Mardikanto,
1993). Menurut Kusnadi (2006), pengalaman berusahatani memiliki hubungan
yang nyata terhadap efektivitas kelompoktani.
Menurut Kusnadi (2006) masa keanggotaan memiliki hubungan yang
nyata terhadap efektivitas kelompoktani. Setiap anggota kelompok memiliki masa
keanggotaan yang dapat bersamaan dan juga dapat berbeda-beda. Lamanya
seorang petani menjadi anggota kelompok tentunya akan berdampak kepada
pengalaman yang dimiliki sebagai anggota kelompok. Pengalaman menjadi
anggota kelompok diperkirakan akan memiliki pengaruh terhadap kemampuannya
dalam menerapkan inovasi teknologi dalam berusahatani.
Rogers dan Shoemoker (1995) berpendapat bahwa sikap kosmopolitan
akan dapat mempertinggi kemampuan empati dan daya empati. Daya empati akan
mempertinggi kemampuan komunikasi seseorang dalam mencari atau menerima
ide-ide baru. Dengan demikian, kekosmopolitan dapat diartikan sebagai sifat-sifat
keterbukaan petani terhadap dunia luar dan dapat dengan mudah menerima bentuk
ide-ide baru dalam rangka pembaharuan. Menurut Kusnadi (2006) bahwa
kekosmopolitan menunjukkan hubungan yang nyata terhadap efektivitas
kelompoktani.
Motivasi merupakan akibat dari adanya interaksi antara individu dengan
situasi dan lingkungannya. Secara terminologis, motivasi dikembangkan dari
istilah movere yang bermakna pindah atau bergerak. Dalam konteks perilaku, hal
tersebut merupakan proses psikologis yang dapat meningkatkan dan mengarahkan
perilaku untuk mencapai tujuan (Morgan et al. 1962). Danim (2004)
mendefinisikan motivasi sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat,
tekanan, atau mekanisme psikologi yang mendorong seseorang atau sekelompok
orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai yang dikehendakinya. Motivasi juga
43

diartikan sebagai proses yang berperan pada intensitas, arah dan lamanya
berlangsung upaya individu ke arah pencapaian tujuan (Robbins 2007).
Istilah motivasi paling tidak memuat tiga unsur esensial. Pertama, faktor
pendorong atau pembangkit motif, baik internal maupun eksternal. Kedua, tujuan
yang ingin dicapai. Ketiga, strategi yang diperlukan oleh individu atau kelompok
untuk mencapai tujuan tersebut (Danim 2004). Clayton Aldelfer mengemukakan
teori ERG yang merupakan hasil kajian empiris tentang teori hirarki kebutuhan
Maslow. Teori ERG mengelompokkan adanya tiga kebutuhan inti manusia, yaitu
eksistensi, keterhubungan dan pertumbuhan, sehingga dikenal dengan teori ERG.
Teori kebutuhan McClelland memfokuskan pada tiga kebutuhan, yaitu prestasi,
kekuasaan dan kelompok pertemanan. Dewasa ini salah satu penjelasan yang
paling banyak diterima secara luas mengenai motivasi adalah teori pengharapan
(ekspektasi) dari Victor Vroom. Teori pengharapan beragumen bahwa kekuatan
dari kecenderungan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu bergantung pada
kekuatan pengharapan (Robbins 2007).
Menurut Suwandari et al. (2005) bahwa peranan kelompoktani sangat
strategis dalam pembangunan pertanian. Kenyataan di lapangan, para petani yang
berkelompok menunjukkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yang tidak berkelompok. Kenyataan tersebut membuktikan bahwa usahatani
secara berkelompok berperan cukup besar dalam mengembangkan skala usaha
yang lebih ekonomis dan efisien dalam wahana gerakan massal bahwa dengan
aktifnya petani dalam keanggotaan kelompoktani atau berkelompok meningkatkan
motivasi untuk berproduksi lebih baik. Dengan berkelompok petani akan lebih
dapat bertukar informasi dan dorongan untuk menguasai serta menerapkan
teknologi pertanian. Menurut Kusnadi (2006), bahwa motivasi berkelompok
memiliki hubungan yang nyata terhadap efektivitas kelompoktani.
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Kerangka Pemikiran
Keberhasilan pembangunan pertanian sangat ditentukan oleh kelancaran
arus informasi dan inovasi teknologi. Teknologi merupakan cara atau alat yang
digunakan untuk mempermudah dan mempercepat tercapainya tujuan. Kemajuan
dan pembangunan dalam bidang apapun tidak dapat terlepas dari kemajuan
teknologi, termasuk pembangunan bidang pertanian. Penemuan dan penerapan
teknologi baru di bidang pertanian diharapkan dapat meningkatkan produktivitas
dan kualitas usahatani. Kelembagaan penyaluran informasi dan inovasi teknologi
tersebut melibatkan banyak institusi dan menyangkut kelembagaan penelitian
maupun penyuluhan. Selain itu, keberhasilan pembangunan pertanian juga sangat
ditunjang oleh peranserta kelompoktani sebagai saluran informasi dan wahana
pendidikan nonformal bagi petani anggota.
Peran kelompoktani baik kelompoktani kopi rakyat tingkat madya maupun
kelompoktani kopi rakyat tingkat lanjut dalam pembangunan dapat ditingkatkan
melalui kegiatan penyuluhan sebagai wujud nyata dari peranserta pemerintah dan
masyarakat dalam menyalurkan informasi bagi petani, sehingga petani sebagai
sasaran sekaligus subyek kegiatan dalam kelompok dapat memperoleh pendidikan
baru, pengetahuan baru, menyerap dan mengadopsi inovasi untuk meningkatkan
produksi, pendapatan dan kesejahteraan keluarganya. Kelompoktani menghendaki
terwujudnya pertanian yang baik, usahatani yang optimal dan keluarganya dapat
sejahtera dalam perkembangan hidupnya. Kelompoktani dapat berfungsi sebagai
modal terpeliharanya dan berkembangnya pengertian, pengetahuan dan
keterampilan serta kegotongroyongan berusahatani para anggotanya.
Kegiatan bersama secara sukarela oleh kelompoktani merupakan salah
satu faktor pemacu pembangunan pertanian. Kegiatan bersama tersebut dapat
diterapkan pada masalah-masalah mendesak yang dapat diatasi sebaik-baiknya
dengan kerjasama kelompok. Pada proses selanjutnya, kelompoktani diharapkan
berkembang melalui pembinaan yang intensif dan berkesinambungan.
Berkembangnya kelompoktani ini berarti terjadi peningkatan dinamika kelompok,
berarti pula peningkatan fungsi dan kegiatannya.
45

Peran kelompoktani sangat strategis dalam pembangunan pertanian.


Kenyataan di lapangan, para petani yang berkelompok menunjukkan produktivitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak berkelompok. Kenyataan
tersebut membuktikan bahwa usahatani secara berkelompok berperan cukup besar
dalam mengembangkan skala usaha yang lebih ekonomis dan efisien dalam
wahana gerakan massal. Semakin tinggi aktivitas petani dalam kelompoknya
tentunya akan dapat semakin meningkatkan daya guna dan proses penerimaan
inovasi teknologi sebagai akibat adanya kebersamaan dalam pelaksanaan
usahatani.
Untuk memantapkan penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat,
karakteristik anggota kelompok tentunya mempunyai arti penting. Apabila
karakteristik anggota kelompoktani tersebut tidak ada pembatasnya atau sesuatu
yang menghambat maka sangat dimungkinkan diterapkannya inovasi teknologi
secara optimal atau sesuai dengan yang dianjurkan. Karakteristik anggota
kelompok tersebut, yaitu; umur, pendidikan formal dan nonformal, jumlah
keluarga, luas lahan, pengalaman berusahatani kopi, masa keanggotaan
kelompoktani, kekosmopolitan dan motivasi berkelompok.
Karakteristik anggota kelompok tersebut diduga akan berhubungan
dengan kemampuan anggota dalam menjalankan usahatani kopi rakyat. Dinamika
kelompok sebagai indikator keefektifan kelompok dalam rangka mencapai
tujuannya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang ada dan terjadi dalam
kelompok. Beberapa faktor tersebut adalah adanya tujuan kelompok, struktur,
fungsi tugas, pembinaan, kekompakkan anggota, suasana, tekanan dan efektivitas
kelompok itu sendiri. Apabila kelompoktani memiliki dinamika yang tinggi maka
kemampuan anggota kelompok dalam menerapkan inovasi teknologi diharapkan
dapat meningkat pula, sedangkan peran kelompok dapat dilihat dari empat
pendekatan, yaitu: (1) kelompok sebagai kelas belajarmengajar, (2) kelompok
sebagai unit produksi usahatani, (3) kelompok sebagai wahana kerjasama dan (4)
kelompok sebagai unit ekonomi. Peran kelompoktani diharapkan menjadi pilar
utama dalam meningkatkan kemampuan dan keberhasilan anggota dalam
berusahatani kopi rakyat. Oleh karena itu, diduga peran kelompoktani tersebut
46

berhubungan dengan tingkat kemampuan anggota dalam menerapka inovasi


teknologi usahatani kopi rakyat.
Pada hakekatnya kelompoktani dibentuk untuk mempermudah anggota-
anggotanya mencapai apa yang dibutuhkan dan apa yang dinginkannya. Dengan
adanya kesadaran seperti itu maka setiap anggota akan berusaha agar
kelompoknya dapat benar-benar efektif dalam menjalankan fungsinya, dengan
meningkatkan dinamika dan perannya dalam memanfaatkan segala potensi yang
ada pada anggota dan lingkungannya untuk mencapai tujuan kelompok.
Dinamika kelompoktani kopi rakyat memiliki kemungkinan besar
berhubungan dan berpengaruh terhadap kemampuan anggota dalam penerapan
inovasi teknologi yang dianjurkan oleh penyuluh dari Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Universitas, dan lembaga-
lembaga pemerintah dan swasta lainnya. Kemampuan anggota kelompok dalam
penerapan inovasi teknologi meliputi penguasaan inovasi teknologi budidaya kopi
rakyat, pemenuhan saprodi, teknik pemanenan, penanganan pascapanen
(pengolahan dan pergudangan) dan mengakses informasi teknologi, permodalan
dan informasi pasar. Petani yang tangguh dalam berusahatani adalah petani yang
mempunyai kemampuan untuk melihat tantangan dan peluang. Selain itu, petani
juga harus mampu untuk bekerjasama baik secara individu maupun kelompok,
inovatif dan berdayasaing. Untuk lebih jelasnya hubungan antara peubah-peubah
penelitian dapat dilihat dalam skema kerangka pemikiran pada Gambar 1.

Hipotesis Penelitian
(1) Terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik anggota kelompoktani
kopi rakyat (umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal, jumlah anggota
keluarga, luas lahan, pengalaman usahatani kopi, masa keanggotaan,
kekosmopolitan dan motivasi berkelompok) dengan kemampuan anggota
kelompok dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat
(budidaya, penyediaan saprodi, panen, pascapanen dan mengakses informasi
teknologi, modal dan pasar)
(2) Terdapat hubungan nyata positif antara dinamika kelompok (tujuan, struktur,
fungsi tugas, pembinaan, kekompakkan, suasana, tekanan dan efektivitas
47

kelompok) dengan kemampuan anggota dalam penerapan inovasi teknologi


usahatani kopi rakyat (budidaya, penyediaan saprodi, panen, pascapanen dan
mengakses informasi teknologi, modal dan pasar).
(3) Terdapat hubungan nyata positif antara peran kelompok (sebagai kelas belajar-
mengajar, unit produksi usahatani, wahana kerjasama dan unit ekonomi)
dengan kemampuan anggota dalam penerapan inovasi teknologi usahatani
kopi rakyat (budidaya, penyediaan saprodi, panen, pascapanen dan mengakses
informasi teknologi, modal dan pasar).

Karakteristik
Anggota Kelompok Kemampuan
(X1) Dinamika
Anggota Kelompok
X1.1 Umur Kelompok
X1.2 Pendidikan formal
dalam Penerapan
(X2)
X1.3 Pendidikan X2.1 Tujuan Inovasi Teknologi
nonformal X2.2 Struktur (Y)
X1.4 Jumlah anggota X2.3 Fungsi tugas Y1. Penguasaan inovasi
keluarga X2.4 Pembinaan teknologi budidaya
X1.5 Luas lahan X2.5 Kekompakkan Y2 Pemenuhan saprodi
X1.6 Pengalaman X2.6 Suasana Y3 Pemanenan
usahatani kopi X2.7Tekanan Y4 Pascapanen
X1.7 Masa keanggotaan X2.8 Efektivitas (pengolahan dan
X1.8 Kekosmopolitan pergudangan)
X1.9 Motivasi Y5 Mengakses
berkelompok informasi teknologi,
modal dan pasar
Peran Kelompok
(X3)
X3.1 Kelas belajar-
mengajar
X3.2 Unit produksi
usahatani
X3.3 Wahana
kerjasama

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian


METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian
Penelitian dirancang sebagai penelitian diskriptif korelasional dengan
metode survei dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk menjelaskan:
karakteristik anggota kelompoktani, dinamika dan peran kelompoktani,
kemampuan anggota kelompoktani dalam menerapkan inovasi teknologi
usahatani, faktor-faktor karakteristik anggota kelompoktani berhubungan dengan
kemampuan anggota kelompoktani dalam menerapkan inovasi teknologi
usahatani, hubungan dinamika kelompoktani dengan kemampuan anggota dalam
menerapan inovasi teknologi dan hubungan peran kelompoktani dengan
kemampuan anggota dalam menerapkan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat.

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Maret 2010
di Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur.
Lokasi Penelitian dipilih secara sengaja atau purposive dengan pertimbangan: (1)
Kecamatan Silo merupakan sentra usahatani kopi rakyat (41 persen luas areal
perkebunan kopi rakyat) dengan produktivitas (0,9-1,2 ton/ha/tahun) tertinggi di
Kabupaten Jember (Dishutbun 2009), (2) adanya kecukupan sampel kelompoktani
dengan komoditas kopi rakyat dan (3) sebagian besar petani kopi rakyat di lokasi
ini sudah menerapkan inovasi teknologi usahatani kopi dan telah memiliki
sertifikat Utz Kapeh dan terkenal dengan kopi organiknya yang bermutu
internasional.

Populasi dan Sampel


Populasi penelitian adalah seluruh petani kopi rakyat yang ada di Desa
Sidomulyo Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Pengambilan sampel dengan
menggunakan metode proportionate stratified random sampling (Nazir 2003;
Sugiyono 2006). Untuk menentukan ukuran sampel ditarik secara random dari
masing-masing stratum digunakan formulasi Slovin (Umar 2003).
49

N
n = ;
1 + Ne 2

Keterangan :
N= jumlah populasi
n= jumlah sampel
e = persen kelonggaran ketelitian

Jadi, jumlah sampel penelitian dapat dihitung sebagai berikut:


133
n= ; n = 88
1 + (133 x(0,06 2 ))
Dalam penentuan sampel pada tiap kelompok dapat menggunakan rumus
sebagai berikut (Riduwan 2007):

Ni
ni = xn
N

Keterangan:
ni = jumlah sampel pada strata ke i
n = jumlah sampel seluruhnya
Ni = jumlah sampel total
N = jumlah populasi seluruhnya

Penyebaran populasi dan sampel penelitian berdasarkan tingkatan


kelompoktani kopi rakyat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Populasi dan sampel petani kopi rakyat di Desa Sidomulyo
Kecamatan Silo Kabupaten Jember
Nama Kelompoktani Tingkatan Kelompok Populasi Sampel
(orang) (orang)
Suluhtani Lanjut(Berkembang) 30 20
Sidomulyo Madya(Sangat Berkembang) 30 20
Curah Manis Lanjut(Berkembang) 25 16
Tunas Jaya Lanjut(Berkembang) 25 16
Barokah Lanjut(Berkembang) 23 16
Jumlah 133 88

Data dan Instrumentasi


Penelitian menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan lapangan serta wawancara
terstruktur dan mendalam dengan responden menggunakan daftar pertanyaan
(kuesioner) yang telah disiapkan meliputi data tentang: (1) karakteristik individu
petani, (2) tingkat dinamika dan peran kelompok dan (3) tingkat kemampuan
50

dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi . Data sekunder diperoleh


melalui telaah berbagai kepustakaan, laporan dan dokumen yang relevan dari
berbagai instansi yang relevan seperti Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia,
Kantor Kepala Desa, Kantor Kecamatan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas
Pertanian, Badan Pusat Statistik dan instansi lainnya meliputi data tentang: (1)
profil dan kegiatan kelompoktani kopi, (2) potensi (luas, produksi dan
perkembangan) perkebunan, (3) petunjuk teknis penerapan inovasi teknologi
usahatani kopi, (4) profil dan kondisi geografis wilayah dan (5) program-program
pembinaan kelompoktani. Penelitian menggunakan instrumen penelitian dalam
bentuk kuesioner yang memuat pertanyaan dan pernyataan-pernyataan untuk
responden. Selain itu digunakan pula pedoman (panduan) wawancara untuk
mendapatkan informasi dan penjelasan dari informan kunci yang dibutuhkan
penelitian.
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur atau instrumen
dapat mengukur apa yang ingin diukur. Ada beberapa cara yang dapat dipakai
untuk menetapkan kesahihan alat ukur, yaitu: (1) validitas isi, yaitu sejauh mana
isi alat pengukur mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka
konsep, (2) validitas konstruktif, yaitu menyusun tolok ukur operasional
berdasarkan kerangka dari konsep yang akan diukur dan (3) validitas eksternal,
yaitu validitas yang diperoleh dengan cara mengkorelasikan alat pengukur baru
dengan alat ukur yang sudah valid (Singarimbun & Effendi 2006). Penelitian ini
menggunakan validitas konstruktif, yaitu menyusun tolok ukur operasional
berdasarkan kerangka dari suatu konsep dan teori. Adapun upaya yang dilakukan
ialah: (a) membuat tolok ukur berdasarkan kerangka konsep dan teori yang
diperoleh dari beberapa kajian pustaka dan (b) berkonsultasi dengan dosen
pembimbing dan berbagai pihak yang dianggap menguasai materi.
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan dalam mengukur gejala yang
sama dalam waktu yang berbeda. Uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran telah konsisten bila dilakukan pengukuran lagi. Terdapat beberapa
cara untuk mengukur indeks reliabilitas, yaitu: teknik pengukuran ulang, teknik
belah dua, teknik Cronbach Alpa dan teknik paralel. Penelitian ini menggunakan
51

pengujian reliabilitas Cronbach Alpa terhadap 20 responden dan didapat nilai


r hitung Cronbach Alpa sebesar 0,9 sehingga lebih besar dari r tabel (α: 0,05, db: 18) yaitu
(0,4) sehingga disimpulkan instrumen reliabel untuk pengumpulan data penelitian.

Analisis Data
Data penelitian ditabulasikan terlebih dahulu kemudian dianalisis dengan
pendekatan statistik deskriptif dan inferensial. Analisis statistik deskriptif tingkat
pekerjaannya mengatur, mengolah, menyajikan dan menyusun data untuk
mendiskripsikan karakteristik objek penelitian agar dapat ditarik pengertian dan
makna tertentu. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menjelaskan
karakteristik anggota kelompoktani, tingkat dinamika dan peran kelompoktani
serta tingkat kemampuan anggota kelompoktani dalam menerapkan inovasi
teknologi usahatani kopi rakyat.
Analisis statistik inferensial digunakan uji statistik korelasi Tau-B
Kendall dengan software SPSS versi 17.00 for windows untuk menguji hipotesis
hubungan faktor-faktor karakteristik anggota kelompoktani dengan kemampuan
anggota kelompoktani dalam menerapkan inovasi teknologi usahatani, dinamika
kelompoktani dengan kemampuan anggota dalam menerapkan inovasi teknologi
dan hubungan peran kelompoktani dengan kemampuan anggota dalam
menerapkan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat. Model formulasi korelasi
Tau-B Kendall tersebut adalah (Siegel 1985):

S
τ =
1 N ( N − 1)
2

Keterangan:
τ = Koefisien korelasi Tau-B Kendall
S = Jumlah pasangan jenjang
N = Banyak objek yang diurutkan

Definisi Operasional
(1) Karakteristik petani adalah ciri-ciri yang melekat pada diri petani sebagai
individu manusia. Karakteristik petani pada penelitian meliputi sebagai
berikut:
(a) Umur adalah usia responden dihitung sejak lahirnya hingga saat penelitian
dilakukan dalam satuan tahun yang dibulatkan dari tanggal lahirnya.
52

Pengukuran dengan menggunakan skala rasio kemudian dikelompokkan


dalam tiga kategori melalui perhitungan persentil yaitu: muda (29-38),
dewasa (41-45 tahun) dan lanjut (46-65 tahun).
(b) Pendidikan formal adalah jumlah tahun responden bersekolah sampai
dengan penelitian dilakukan. Pengukuran dengan menggunakan skala rasio
kemudian dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu: rendah (tamat SD),
sedang (tamat SLTP) dan tinggi (tamat SLTA-PT).
(c) Pendidikan nonformal adalah banyaknya pengalaman belajar yang pernah
diikuti responden melalui kegiatan pelatihan, kursus-kursus maupun
penyuluhan yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan usahatani kopi selama kurun waktu tiga bulan terakhir dalam
satuan kali. Pengukuran dengan skala rasio kemudian dikelompokkan
dalam tiga kategori melalui perhitungan persentil yaitu: rendah (1-2 kali),
sedang (3-4 kali) dan tinggi (5-6 kali).
(d) Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya orang dalam keluarga yang
tinggal serumah dan menjadi tangggungan responden termasuk dirinya
sendiri sampai pada saat penelitian. Pengukuran dengan skala rasio
kemudian dikelompokkan dalam tiga kategori melalui perhitungan
persentil yaitu: kecil (2-3 orang), sedang (4-5 orang) dan banyak (6-7
orang).
(e) Luas lahan adalah jumlah satuan hamparan luas lahan yang dimiliki
responden dalam berusahatani dalam satuan hektar sampai pada saat
penelitian. Pengukuran dengan skala rasio kemudian dikelompokkan
dalam tiga kategori melalui perhitungan persentil yaitu: sempit (0,25-0,80
ha), sedang (0,90-1,00 ha) dan luas (1,25-2,80 ha).
(f) Pengalaman adalah lamanya responden melakukan usahatani kopi rakyat
dalam satuan tahun sampai pada saat penelitian. Pengukuran dengan skala
rasio kemudian dikelompokkan dalam tiga kategori melalui perhitungan
persentil yaitu: kurang (3-6 tahun), sedang (7-12 tahun) dan banyak (13-37
tahun).
(g) Masa keanggotaan adalah lamanya responden menjadi anggota
kelompoktani kopi rakyat dalam satuan tahun sampai pada saat penelitian.
53

Pengukuran dengan skala rasio kemudian dikelompokkan dalam tiga


kategori melalui perhitungan persentil yaitu: baru (2-7 tahun), sedang (8-9
tahun) dan lama (10-25 tahun).
(h) Kekosmopolitan adalah (1) keterbukaan anggota kelompok dengan sesama
anggota kelompok ataupun luar kelompok, (2) seringnya anggota pergi
keluar desa mencari informasi dan inovasi usahatani, dan (3) frekuensi
anggota dalam membaca, mendengarkan media cetak dan elektronik
sehingga terbuka dengan adanya inovasi dan teknologi baru dalam satu
bulan terakhir. Pengukuran dengan tiga kategori berdasar rataan skor
yaitu: rendah (skor 1,00-1,65), sedang(skor 1,66-2,31), dan tinggi (skor
2,32-3,00).
(i) Motivasi berkelompok adalah alasan utama yang mendorong responden
untuk menjadi anggota kelompok. Pengukuran dengan tiga kategori yaitu:
rendah (paksaan) skor satu, sedang (pengaruh teman) skor dua dan tinggi
(kesadaran sendiri) skor tiga.
(2) Dinamika kelompok adalah segala kekuatan yang ada di dalam kelompok
(kelompoktani kopi rakyat) yang mempengaruhi kelompok dan anggota.
Indikator-indikator dinamika kelompok tersebut meliputi: (a) tujuan
kelompok, (b) struktur kelompok, (c) fungsi-tugas, (d) pembinaan kelompok,
(e) kekompakan kelompok, (f) suasana kelompok, (g) tekanan kelompok dan
(h) efektivitas kelompok. Pengukuran berdasarkan unsur-unsur yang
mempengaruhi kedinamisan kelompok. Masing-masing unsur tersebut
dioperasionalkan dalam bentuk indikator dan parameter peubah untuk
mengukur peubah dinamika kelompok (setuju, kurang setuju dan tidak setuju).
(3) Peran kelompok adalah aspek dinamis terhadap kedudukan kelompok
sehubungan dengan hak dan kewajiban kelompok kepada anggota kelompok,
yaitu meliputi: (a) kelompok sebagai kelas belajar mengajar, (b) kelompok
sebagai unit produksi usahatani, (c) kelompok sebagai wahana kerjasama dan
(d) unit ekonomi. Masing-masing unsur tersebut dioperasionalkan dalam
bentuk indikator dan parameter peubah untuk mengukur peubah peran
kelompok (setuju, kurang setuju dan tidak setuju).
54

(4) Kemampuan anggota kelompok adalah keragaman kemampuan anggota


kelompok dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat secara
berkelompok maupun secara individu. Kemampuan anggota kelompok
penerapan inovasi teknologi meliputi (a) penguasaan inovasi teknologi
budidaya kopi rakyat, (b) pemenuhan saprodi, (c) teknik pemanenan, (d)
penanganan pascapanen (pengolahan dan pergudangan) dan (e) akses
informasi teknologi dan informasi pasar. Masing-masing unsur tersebut
dioperasionalkan dalam bentuk indikator dan parameter peubah untuk
mengukur peubah kemampuan anggota kelompok (rendah, sedang dan tinggi).
HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Daerah Penelitian

Letak Geografis dan Keadaan Wilayah


Desa Sidomulyo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Silo Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur dan secara topografi dikelilingi oleh
pegunungan atau perbukitan, diantaranya Pegunungan Argopuro di sebelah utara,
Pegunungan Pace/Sanen di sebelah selatan dan Gunung Gumitir di sebelah timur.
Letak geografis wilayah ini diantara 113o30’ – 114o Bujur Timur dan 8o – 8o30’
Lintang Selatan. Dilihat dari potensi alamnya, Desa Sidomulyo termasuk desa
perkebunan. Batas-batas wilayah Desa Sidomulyo adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Desa Sumberjati (Kecamatan Silo)
Sebelah selatan : Desa Pace/Silo (Kecamatan Silo)
Sebelah barat : Desa Garahan (Kecamatan Silo)
Sebelah timur : Desa Curah Leduk (Kecamatan Kalibaru Banyuwangi).
Desa Sidomulyo memiliki permukaan datar dan daerah perbukitan dengan
memiliki ketinggian tanah ± 650 m dari permukaan laut. Curah hujan di Desa
Sidomulyo rata-rata sebanyak ± 2.000 mm/tahun. Suhu rata-rata di Desa
Sidomulyo adalah ± 21°C dengan kelembaban udara mencapai 75-90 persen.
Jarak dari Desa Sidomulyo sampai ke pusat pemerintahan Kecamatan Silo adalah
± 13 km. Jarak Desa Sidomulyo dengan ibukota kabupaten/kotamadya daerah
tingkat II adalah ± 40 km, sedangkan jarak dari Desa Sidomulyo ke ibukota
provinsi daerah tingkat I adalah ± 267 km. Fasilitas sarana dan prasarana yang
menghubungkan antara desa dengan desa, desa dengan kabupaten, maupun desa
dengan ibukota provinsi mudah dijangkau karena banyak tersedia angkutan
umum.
Jalan aspal dengan sarana dan prasarana yang memadai telah tersedia
untuk menghubungkan wilayah Desa Sidomulyo dengan desa-desa lain yang ada
disekitarnya. Hal ini memudahkan segala aktivitas sosial ekonomi dapat dilakukan
dengan baik dan lancar walaupun masih terdapat jalan-jalan yang belum beraspal,
desa tidak memiliki masalah dalam jalur perhubungan darat.
56

Desa Sidomulyo memiliki enam dusun yaitu Dusun Krajan, Tanah manis,
Sidodadi, Curah Damar, Garahan Kidul, dan Gunung Gumitir. Banyaknya Rukun
Warga 25 dan Rukun Tetangga 61 dengan jumlah rumah tangga 2.950. Luas Desa
Sidomulyo kurang lebih 5.145,57 hektar atau 51,46 km2 dengan penggunaan
mayoritas untuk areal perkebunan dan hutan, selebihnya terdiri dari pemukiman
umum, pertanian sawah, ladang/tegalan, bangunan, sarana rekreasi, olah raga serta
lainnnya. Tata guna tanah di Desa Sidomulyo Kecamatan Silo Kabupaten Jember
ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas wilayah Desa Sidomulyo Kecamatan Silo menurut


penggunaan
Penggunaan Luas (ha)
Pemukiman Umum 16,00
Pertanian Sawah
(a) Sawah Irigasi 55,00
(b) Sawah Setengah Teknis 150,00
(c) Sawah Tadah Hujan 56,60
Ladang/Tegalan 636,60
Perkebunan
(a) Rakyat 309,90
(b) Negara 1.192,50
(c) Swasta 542,60
Hutan
(a) Hutan Lindung 1.849,90
(b) Hutan Produksi 772,70
(c) Hutan Cagar Alam 135,00
Bangunan
(a) Perkantoran 0,50
(b) Sekolah 2,50
(c) Pasar 0,50
(d) Jalan 1,80
Rekreasi dan Olahraga
(a) Lapanganan Sepak Bola 1,50
(b) Lapanganan Voli dan Basket 0,50
Lain-lain 2,50
Jumlah 5.145,57
Sumber : Profil Desa Sidomulyo (Bapemas 2009)

Keadaan Penduduk menurut Kelompok Usia


Berdasar hasil survei, jumlah penduduk Desa Sidomulyo secara
keseluruhan pada tahun 2009 sebanyak 10.227 jiwa, yang terdiri dari 4.706 jiwa
penduduk laki-laki dan 5.521 jiwa penduduk perempuan dengan distribusi
menurut usia seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
57

Berdasarkan Tabel 3 jumlah penduduk pada usia 0-15 tahun sekitar 2.525
jiwa atau 25,25 persen, usia 16-55 tahun mencapai jumlah 6.369 jiwa atau 63,77
persen, sedangkan usia >56 tahun berjumlah 992 jiwa atau 9,93 persen, sehingga
dapat disimpulkan bahwa kelompok penduduk usia angkatan kerja atau produktif
Desa Sidomulyo adalah kelompok penduduk yang paling besar jumlahnya
dibanding dengan kelompok penduduk usia anak-anak dan penduduk kelompok
usia lanjut. Penduduk usia 16-55 tahun merupakan penduduk yang termasuk
dalam usia angkatan kerja.

Tabel 3. Jumlah penduduk Desa Sidomulyo Kecamatan Silo berdasarkan


kelompok usia

Gol. Usia Jumlah Persentase


(tahun) (jiwa) (%)
0–1 165 1,61
1–5 790 7,72
6 – 10 828 8,10
11 – 15 819 8,01
16 – 20 832 8,14
21 – 25 751 7,34
26 – 30 734 7,18
31 – 35 886 8,66
36 – 40 634 6,20
41 – 45 1.176 11,50
46 – 50 797 7,79
51 – 55 738 7,22
56 – 58 594 5,81
> 58 483 4,72
Total 10.227 100,00
Sumber: Profil Desa Sidomulyo (Bapemas 2009)

Kelompok umur produktif ini adalah tenaga yang potensial untuk


pengembangan usahatani kopi rakyat. Jumlah penduduk usia angkatan kerja yang
ada diwilayah tersebut mendominasi berarti kebutuhan tenaga kerja di Desa
Sidomulyo dapat dikatakan tersedia dengan mudah dan terkecukupan. Penduduk
usia < 16 tahun (usia anak-anak) dan antara 56 tahun sampai > 58 tahun (usia
lanjut) merupakan penduduk yang kategori bukan angkatan kerja produktif yang,
presentasenya adalah 36,23 persen.
58

Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian


Tabel 4 menunjukkan bahwa penduduk Desa Sidomulyo menggantungkan
kehidupan ekonominya pada potensi geografis dan sumberdaya alamnya yang
cocok untuk bidang pertanian. Secara lebih rinci, struktur mata pencaharian
,penduduk Desa Sidomulyo dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi penduduk Desa Sidomulyo Kecamatan Silo


berdasarkan kelompok usia
Struktur Mata Pencaharian Jumlah Jiwa Persentase (%)
Petani, peternak, buruhtani 5.162 87,98
PNS, Jasa/Perdagangan 675 11,51
Sektor Industri 30 0,51
Jumlah 5.867 100,00
Sumber: Profil Desa Sidomulyo (Bapemas 2009)

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa struktur mata pencaharian


penduduk Desa Sidomulyo mayoritas 87,98 persen sebagai petani pemilik,
penggarap, buruh tani dan peternak. Hal ini memungkinkan karena letak
topografi Desa Sidomulyo berada pada ketinggian kurang lebih 650 meter di atas
permukaan laut yang dikelilingi oleh kawasan hutan dan pegunungan yang subur,
sehingga memiliki potensi yang cukup besar untuk menjalankan usaha pertanian
dan peternakan. Pada umumnya selain menjadi petani juga berprofesi sebagai
peternak kambing, sapi dan ayam.
Struktur mata pencaharian kedua dari penduduk Desa Sidomulyo adalah
sebagai PNS, jasa/perdagangan yaitu 11,51 persen dari seluruh angkatan kerja.
Jasa perdagangan meliputi sebagi pedagang, pemilik toko dan pelaku bisnis
lainnya. Struktur mata pencaharian ketiga atau mata pencaharian yang paling
sedikit dilakukan oleh penduduk Desa Sidomulyo adalah sebagai pekerja di sektor
industri, yaitu sekitar 0,51 persen dari seluruh angkatan kerja. Sektor industri
meliputi profesi pengusaha agroindustri baik sebagai pengolah kopi maupun
pembuat makanan ringan seperti keripik singkong, tempe dan tahun, sebagai
tenaga atau staf pabrik (Gondorukem Perhutani, pemecah batu dan PTPN).
59

Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan


Pendidikan hingga saat ini memegang peran penting dalam era
pembangunan. Pada tingkat pedesaan juga mulai disosialisasikan pada pentingnya
jenjang pendidikan bagi kesejahteraan penduduknya. Apabila tingkat pendidikan
masyarakat tinggi, maka pembangunan juga berjalan lancar. Gambaran mengenai
tingkat pendidikan penduduk Desa Sidomulyo dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa


Sidomulyo Kecamatan Silo
Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)
SD tidak tamat 1.498 28,85
Tamat SD/Sederajat 1.993 38,38
Tamat SLTP/Sederajat 1.076 20,72
Tamat SLTA/Sederajat 567 10,92
Tamat D1 17 0,33
Tamat D2 10 0,19
Tamat D3 8 0,15
Tamat S1 24 0,46
Jumlah 5.193 100,00
Sumber: Profil Desa Sidomulyo (Bapemas 2009)

Tabel 5 menunjukkan, bahwa kondisi tingkat pendidikan penduduk Desa


Sidomulyo sudah dapat dikatakan memiliki pendidikan yang cukup, karena
sebanyak 71,15 persen dari total jumlah penduduk mencapai tingkat pendidikan
wajib belajar 9 tahun dan sebagian kecil dari mereka juga telah mencapai jenjang
pendidikan tinggi hingga sarjana (S1). Prasarana pendidikan formal yang dimiliki
Desa Sidomulyo yaitu Taman Kanak-Kanak (TK) sampai dengan SLTA.

Sarana Pendidikan dan Kesehatan


Sarana pendidikan dan kesehatan merupakan lembaga penting dalam
pengembangan kualitas sumberdaya manusia. Keberadaan lembaga tersebut perlu
mendapat perhatian dan prioritas bagi semua pihak baik pemerintah maupun
masyarakat itu sendiri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Di Desa Sidomulyo sudah memiliki sarana pendidikan mulai dari
tingkatan Taman Kanak-kanak (TK) sampai tingkatan SLTA. Untuk tingkat SLTP
dan SLTA dikelola oleh nondiknas atau swasta. Selain itu tidak kalah pentingnya
adanya pendidikan agama sebagai pondasi dalam pengembangan sumber daya
60

manusia (SDM) yang berkualitas pada aspek spiritual. Di wilayah ini sudah ada
Taman Pendidikan Quran (TPQ) sebanyak empat gedung dan Pondok Pesantren
sebanyak dua tempat.

Tabel 6. Banyaknya sekolah, murid dan guru Desa Sidomulyo


Kecamatan Silo
Tingkat Jumlah Gedung Jumlah Murid Jumlah Guru
Sekolahan (unit) (siswa) (orang)
TK 3 156 7
Sekolah Dasar 9 1.435 63
SLTP 1 149 14
SLTA 1 59 13

Pesantren 2 350 12

TPQ 4 786 4
Sumber: Profil Desa Sidomulyo (Bapemas 2009)

Untuk melayani masyarakat di bidang kesehatan sudah ada puskesmas


pembantu tingkat desa dan poliklinik. Selain itu untuk meningkatkan kesehatan
ibu dan anak balita juga diaktifkan kegiatan Posyandu. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Banyaknya sarana kesehatan dan tenaga medis Desa Sidomulyo

Jumlah JumlahTenaga medis


Jenis Pelayanan
(unit) (orang)
Poliklinik 1 2
Puskesmas pembantu 1 3
Posyandu 40 60
Sumber: Profil Desa Sidomulyo (Bapemas 2009)

Sarana dan Prasarana Perekonomian


Sarana dan prasarana merupakan faktor pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat. Sarana dan prasarana yang menunjang di wilayah
Sidomulyo sudah cukup memadai. Infrastruktur seperti jalan beraspal dan
jembatan penghubung antara desa juga sudah cukup baik. Jalan utama desa dapat
dilalui kendaraan Roda 2 maupun Roda 4.
Keadaan perekonomian suatu wilayah turut ditentukan oleh kelembagaan
ekonomi dan sosial di wilayah tersebut. Kelembagaan ekonomi yang telah berdiri
dalam menunjang aktivitas perekonomian Desa Sidomulyo meliputi: Usaha
61

Bersama, Kelompok Simpan Pinjam, Pasar Desa, Kios Perorangan, Toko,


Kios/Toko Pertanian, Kelompoktani, Kelompok ternak, Warung Serba Ada,
Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Desa Serba Usaha dan Koperasi Karyawan
serta pasar desa yang buka setiap hari selasa. Selain itu wilayah ini juga terdapat
pusat penelitian dan pembibitan peternakan milik pemerintah provinsi Jawa Timur
dan ASEAN.

Keadaan dan Potensi Perkebunan


Dalam Profil Desa Sidomulyo disebutkan bahwa beberapa sumber
produksi tanaman perkebunan yang diusahakan penduduk meliputi: tanaman kopi,
cengkeh, tembakau, tebu dan buah-buahan seperti alpukat, durian, mangga,
rambutan dan salak dengan luas keseluruhan perkebunan rakyat 309,9 ha.
Menurut Data BPS 2008, Desa Sidomulyo menghasilkan alpukat 126,50 ton
mangga 25,50 ton, rambutan 94,90 ton, durian 28 ton dan salak 3 ton. Luas areal
tanaman kehutanan yaitu kayu mindi 6 ha, jati 8 ha, mahoni 16 ha dan sengon 30
ha. Kondisi alam dan potensi geografis Desa Sidomulyo sangat cocok untuk
tanaman kopi (khususnya dari spesies Robusta Spp) akhirnya menjadikan tanaman
kopi adalah sebagai sumber produksi tanaman perkebunan utama di Desa
Sidomulyo. Produksi kopi di Desa Sidomulyo diusahakan di atas lahan dengan
luas total 170 ha dengan potensi produksi 1800 kw (BPS 2008).
Selain itu anggota kelompoktani Sidomulyo memiliki tanah garapan di
hutan milik perhutani yang ditanami kopi dengan aturan dalam satu hektar kebun
minimal tanaman kerasnya (“leger bahasa lokal”) sebanyak 400 pohon dan
seorang anggota kelompoktani minimal satu garapan luasnya kurang lebih 0,25
ha dengan tanaman kopinya berjumlah sekitar 400 pohon. Pada tahun 2009 luas
keseluruhan hutan yang dikelola bersama masyarakat 434,35 ha, namun itu
termasuk luas kebun yang dikelola oleh anggota kelompoktani di luar Desa
Sidomulyo. Potensi produksi kebun kopi di hutan tersebut kurang lebih 116,21 ton
pertahun. Bulan panen kopi biasanya terjadi antara bulan Juli sampai dengan
bulan September. Waktu panen yang lama ini dikarenakan tanaman kopi
mengalami tiga kali masa panen raya dalam satu kali musim tanam.
62

Produksi rata-rata tanaman kopi berkisar antara 0,9-1,2 ton/ha/tahun.


Produktivitas kopi rakyat di Desa Sidomulyo merupakan tertinggi Sekabupaten
Jember, sehingga kelompoktaninya sering mendapat tamu dari luar negeri seperti
Belanda, Afrika, Perancis dan negara lainnya bahkan ada yang belajar perkopian
yaitu dari anggota kelompoktani Negara Timor-Timur. Untuk lebih jelasnya luas
dan potensi produksi kopi rakyat di Desa Sidomulyo dapat disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Luas perkebunan dan potensi produksi kopi rakyat Desa


Sidomulyo
Produksi Produktivitas
Wilayah Luas (ha)
(ton) (ton/ha)
Kab. Jember 5.592,00 1.705,23 0,53
Kecamatan Silo 2.290,46 686,29 0,63
Desa Sidomulyo 170,00 180,00 1,06
Sumber: Profil Desa Sidomulyo (Bapemas 2009)

Sarana Perhubungan dan Komunikasi


Sarana dan prasarana perhubungan maupun komunikasi merupakan hal
yang sangat penting bagi kelancaran arus kegiatan sosial ekonomi dari kota ke
desa dan sebaliknya dari desa ke kota. Sarana dan prasarana tersebut juga dapat
meringankan aktivitas penduduk untuk melakukan segala kegiatan. Prasarana
perhubungan darat di Desa Sidomulyo disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Prasarana perhubungan darat di Desa Sidomulyo Kecamatan Silo


Keterangan
Jenis Prasarana
Ada/Tidak Baik/Rusak
Terminal Tidak -
Jalan Kabupaten/Provinsi Ada Baik
Jalan Desa Ada Baik
Jembatan Ada Baik
Stasiun Kereta Api Ada Baik
Sumber: Profil Desa Sidomulyo (Bapemas 2009)

Dukungan sarana dan prasarana perhubungan maupun komunikasi akan


sangat membantu proses interaksi antara desa dengan kota agar berjalan dengan
cepat, terutama bagi para anggota kelompoktani kopi rakyat dalam hal
pengangkutan hasil panen dan pemasaran kopinya. Sarana dan prasarana
perhubungan maupun komunikasi yang kurang memadai akan menyebabkan
terhambatnya proses pemasaran, sehingga keuntungan yang diperoleh para
63

anggota kelompoktani juga kurang maksimal, bahkan juga tidak menutup


kemungkinan akan mengakibatkan kerugian.
Pada Tabel 9 dapat diketahui untuk prasarana perhubungan darat berupa
terminal masih belum tersedia di Desa Sidomulyo, hal ini menunjukkan bahwa
kemudahan untuk mencapai transportasi yang lebih mudah dan cepat masih dinilai
kurang, akan tetapi dengan adanya jalan kabupaten/provinsi yang melintasi
wilayah Desa Sidomulyo, kemudian adanya jalan desa dan jembatan yang
memadai serta jarak stasiun kereta api yang dekat dengan desa menyebabkan
prasarana ini sudah cukup membantu kelancaran perhubungan darat antara Desa
Sidomulyo dengan kota serta daerah sekitarnya. Keadaan sarana transportasi di
Desa Sidomulyo disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Sarana transportasi di Desa Sidomulyo Kecamatan Silo


Jenis Sarana Keterangan
Kendaraan umum roda 4 atau lebih Ada
Kendaraan umum roda 3 Tidak
Kendaraan umum roda 2 Ada
Kereta Api Ada
Sumber: Profil Desa Sidomulyo (Bapemas 2009)

Sarana dan prasarana perhubungan maupun komunikasi merupakan dua


hal yang harus saling melengkapi, karena apabila salah satunya kurang atau tidak
ada, maka kelancaran interaksi dan aktivitas sosial ekonomi akan terhambat atau
bahkan tidak akan dapat berjalan. Berdasarkan data pada Tabel 10 dapat diketahui
bahwa jenis sarana transportasi yang tersedia di Desa Sidomulyo adalah jenis
transportasi darat yang meliputi kendaraan umum Roda 4 atau lebih, kendaraan
umum Roda 2 dan kereta api. Jenis sarana transportasi air tidak tersedia karena
wilayah Desa Sidomulyo bukan termasuk desa yang dekat dengan daerah perairan
seperti danau, sungai besar ataupun laut.
Pada era teknologi seperti saat ini, kehadiran sarana telekomunikasi
sangatlah penting untuk menunjang kelancaran dan kemudahan segala aktivitas
baik sosial maupun ekonomi. Daerah-daerah yang letaknya agak jauh dari kota
seperti Desa Sidomulyo akan sangat membutuhkan teknologi komunikasi,
sehingga kegiatan bisnis dan informasi pasar dapat diperoleh dengan cepat. Jenis
sarana telekomunikasi di Desa Sidomulyo disajikan pada Tabel 11.
64

Pada Tabel 11 dapat diketahui bahwa kepemilikan jenis sarana


telekomunikasi di Desa Sidomulyo ada tiga macam, yaitu telepon pribadi, wartel
dan internet. Kepemilikan telepon pribadi dan tersedianya wartel di Desa
Sidomulyo tersebut telah menunjukkan bahwa telekomunikasi disana sudah cukup
memadai, sehingga hal ini dapat membantu kelancaran komunikasi dan aktivitas
sosial ekonomi Desa Sidomulyo dengan kota maupun daerah sekitarnya.

Tabel 11. Sarana komunikasi di Desa Sidomulyo Kecamatan Silo

Jenis Sarana Keterangan


Telepon Pribadi Ada
Telepon Umum Tidak
Wartel Ada
Interkom Ada
Internet Desa Ada
Sumber: Profil Desa Sidomulyo (Bapemas 2009)

BPS (2008) mencatat bahwa sambungan telepon sebanyak 21 buah dan


Telex satu sambungan. Selain itu untuk mengikuti dan mencari informasi
serta inovasi teknologi, Desa Sidomulyo telah memasang internet di balai desa
dan di koperasi serba usaha Buah Ketakasi. Untuk media informasi secara
global Desa Sidomulyo juga memiliki Website yang beralamatkan
www.sidomulyo-jember.com.

Sektor Usahatani Kopi Rakyat Desa Sidomulyo


Keadaan Umum.-- Penduduk Desa Sidomulyo pada umumnya memiliki
mata pencaharian utama guna mencukupi kebutuhannya, antara lain sebagai
anggota kelompoktani, buruh tani, pegawai/karyawan swasta, pegawai negeri,
pedagang, peternak dan yang lain sebagai penyedia jasa di bidang transportasi
serta keterampilan. Salah satu mata pencaharian utama yang banyak didominasi
oleh penduduk Desa Sidomulyo adalah sebagai petani, buruh tani, pekebun dan
peternak, yaitu sebanyak 5.162 jiwa atau sebanyak 88,08 persen dari keseluruhan
jumlah penduduk.
Keadaan Kopi Rakyat.-- Jenis tanaman kopi yang diusahakan oleh para
anggota kelompoktani kopi rakyat di Desa Sidomulyo adalah dari spesies Robusta
Spp. Kopi Robusta tahan terhadap penyakit karat daun, memerlukan syarat
tumbuh serta pemeliharaan yang ringan, sesuai dengan kondisi iklim dan cuaca
65

daerah setempat, serta memiliki produksi yang tinggi. Tanaman kopi yang
dimiliki oleh para anggota kelompoktani di Desa Sidomulyo merupakan tanaman
kopi yang produktif dengan rata-rata umur kopi lima tahun ke atas. Produktivitas
rata-rata tanaman kopi pada saat penelitian, berkisar antara 7-10,56 kwintal/ha
kopi ose kering.
Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pengelolaan usahatani kopi rakyat di
Desa Sidomulyo berasal dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar
keluarga. Umumnya para anggota kelompoktani kopi rakyat di Desa Sidomulyo
tidak hanya mengusahakan usahatani kopi saja, akan tetapi juga melakukan
pekerjaan lain seperti buruh tani, pegawai/karyawan swasta, pegawai negeri,
pedagang, peternak dan bekerja pada sektor jasa. Namun tidak hanya itu, para
anggota kelompoktani kopi juga mengusahakan tanaman seperti alpokat, kelapa,
pisang, pete dan sengon sebagai tanaman penaung. Upah yang berlaku untuk
tenaga kerja pada umumnya adalah sebanyak Rp 12.000 sampai dengan
Rp 15.000/orang/hari. Sistem upah yang berlaku di Desa Sidomulyo dibedakan
berdasarkan jenis kelamin (antara pria dan wanita nilainya tidak sama), selain itu
upah yang diberlakukan juga dilihat dari tingkat kesulitan pekerjaan yang
dilakukan oleh para pekerja tersebut. Umumnya pekerjaan yang berat, seperti:
sulaman, pemupukan, rempesan, tokokan dan sebagainya dilakukan oleh tenaga
kerja pria, sedangkan tenaga kerja wanita melakukan pekerjaan yang lebih ringan,
seperti: sortiran, petik bubuk, petik raya, racutan dan lelesan.
Kegiatan Pascapanen.-- Sistem pengolahan kopi gelondong ke dalam
bentuk kopi ose, dibedakan menjadi dua cara, yaitu sistem pengolahan basah dan
sistem pengolahan kering. Sistem pengolahan basah adalah cara pengolahan biji
kopi dari bentuk gelondong basah menjadi ose kering melalui tahapan fermentasi
(pemeraman) dahulu sebelum dilakukan penggerbusan/pelepasan kulit ari dari biji
kopi. Sistem pengolahan kering adalah cara pengolahan biji kopi dari bentuk
gelondong basah menjadi ose kering tanpa melalui tahapan fermentasi
(pemeraman) dahulu sebelum dilakukan penggerbusan/pelepasan kulit ari dari biji
kopi.
Oleh karena itu, sistem pengolahan basah memerlukan tahapan, alat dan
tenaga yang lebih banyak dibanding dengan sistem pengolahan kering. Apabila
66

dilihat dari mutu atau kualitas kopi yang dihasilkan, maka biji kopi hasil sistem
pengolahan basah memiliki kualitas yang lebih baik dibanding biji kopi hasil
sistem pengolahan kering. Kadar air biji kopi dari pengolahan basah lebih kecil
yaitu sekitar 12 persen.
Penanganan pasca panen yang dilakukan oleh para anggota kelompoktani
kopi rakyat di Desa Sidomulyo adalah dengan menggunakan sistem pengolahan
kering dan basah. Walaupun sistem pengolahan basah menghasilkan biji kopi ose
dengan mutu yang lebih baik dibanding dengan biji kopi sistem pengolahan
kering, namun para anggota kelompoktani di Desa Sidomulyo lebih cenderung
memilih sistem pengolahan kering. Hal ini disebabkan karena proses pekerjaan
dalam sistem pengolahan kering lebih mudah (tidak rumit) daripada sistem
pengolahan basah. Selain itu, dalam sistem pengolahan kering, air yang
dibutuhkan jauh lebih hemat dibanding sistem pengolahan basah, sehingga cara
ini dinilai oleh para anggota kelompoktani kopi di Desa Sidomulyo sebagai cara
pengolahan kopi yang paling efektif dan efisien kecuali ada pesanan khusus
dengan harga yang sesuai maka pengolahan cara basah akan dilakukan seperti
pada tahun 2004 dan 2005.
Melalui proses pengolahan kering, pada umumnya dari 100 kg kopi
gelondong akan dihasilkan 26 kg kopi ose kering dengan tingkat kadar air
sebanyak 14 persen. Jadi, tingkat penyusutannya adalah sebanyak 74 persen.
Untuk pengolahan basah, dari 100 kg kopi gelondong akan dihasilkan 23 kg kopi
ose kering dengan kadar air 12 persen, sehingga tingkat penyusutannya adalah
sebanyak 77 persen. Mutu biji kopi yang dihasilkan oleh para anggota
kelompoktani kopi di Desa Sidomulyo adalah mutu 3-4 untuk olah kering
sedangkan untuk olah basah bisa mampu masuk pada mutu 1-2, dengan
grade/kelas antara 1– 6. Mutu kopi Kelas satu merupakan mutu kopi yang paling
baik, sedangkan mutu kopi Kelas 3-4 merupakan mutu kopi pertengahan.
Kegiatan Pemasaran Kopi Rakyat.-- Pemasaran hasil kopi yang dilakukan
pada umumnya adalah dengan cara langsung dijual oleh para anggota
kelompoktani kepada kelompoktani lain, koperasi dan pedagang pengumpul yang
ada di Desa Sidomulyo sehingga para anggota kelompoktani tidak membutuhkan
biaya transportasi untuk menjual hasil kopi tersebut. Namun selain dijual kepada
67

pedagang pengumpul di Desa Sidomulyo sendiri, ada juga beberapa anggota


kelompoktani kopi yang menjual hasil kopinya di luar Desa Sidomulyo, yaitu
Sempolan (Toko Baru sebagai pengumpul di daerah Sempolan dan sekitarnya).
Para anggota kelompoktani tidak memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan
harga jual kopi ke pedagang pengumpul, antara anggota kelompoktani yang satu
dengan anggota kelompoktani yang lainnya memiliki harga jual yang berbeda-
beda, karena mereka akan memilih para pedagang pengumpul yang bersedia
membeli hasil kopinya dengan harga yang lebih tinggi. Harga kopi pada akhir-
akhir ini yaitu tahun 2010 berkisar antara Rp 18.000/kg sampai Rp 20.000/kg
kopi ose kering, sedangkan pada tahun sebelumnya harga kopi rata-rata
berkisar antara Rp 15.000/kg sampai Rp 16.000/kg kopi ose kering.
Anggota kelompoktani kopi di Desa Sidomulyo juga memiliki kerjasama
pemasaran dengan PT Indokom Citra Persada. Pada tahun 2007 PT. Indokom
menargetkan jumlah ekspor kopi untuk wilayah Kecamatan Silo Utara (meliputi
daerah Garahan dan Sidomulyo) sebanyak 290 ton kopi ose kering, sedangkan
Desa Sidomulyo pada tahun 2007 mampu memenuhi ekspor kopinya sekitar 40
ton. Faktor lain yang menyebabkan naiknya harga kopi Robusta ini adalah karena
mayoritas mutu kopi yang dihasilkan oleh para anggota kelompoktani kopi di
Desa Sidomulyo juga telah memenuhi standar ekspor, sehingga pada tahun 2007
mendapatkan sertifikat kopi layak ekspor dari UTZ Certified. UTZ Certified
merupakan sertifikasi komoditas kopi dari Belanda yang dipercaya oleh PT.
Indokom untuk menilai kelayakan mutu kopi yang akan diekspor. Mutu kopi
yang bagus lebih banyak dipasarkan untuk kebutuhan ekspor, sedangkan mutu
kopi yang kurang bagus atau kurang memenuhi standar ekspor akan dipasarkan
untuk kebutuhan lokal.

Kegiatan Penyuluhan di Desa Sidomulyo


Penyuluhan di Desa Sidomulyo dilakukan secara kelompok maupun
individu. Penyuluhan kelompok dilakukan setiap bulan secara bergilir dari rumah
anggota kelompoktani satu ke anggota kelompoktani lainnya, sedangkan
penyuluhan individu dilakukan agar penyuluh lebih dekat dengan anggota
kelompoktani dan dapat membantu memecahkan masalah mengenai budidaya
kopi. Desa Sidomulyo memiliki seorang penyuluh tanaman perkebunan dan
68

penyuluh tanaman pangan, yang bertugas untuk memberikan penyuluhan di


seluruh kelompoktani kopi maupun kelompoktani tanaman pangan di Desa
Sidomulyo. Dalam penyampaian informasi penyuluhan, penyuluh tidak hanya
memberikan materi saja namun juga demonstrasi plot (Demplot) yang bertujuan
agar anggota kelompoktani dapat langsung mempraktekkan dan mengetahui
hasilnya. Penyuluhan juga dilakukan langsung di kebun yaitu dengan kerja bakti
di kebun kopi misalnya saja melakukan pemangkasan secara bergilir dari tiap
kebun milik anggota kelompoktani yang dilakukan setiap hari jumat. Kegiatan
tersebut dikenal dengan nama “girikan,” girikan dilakukan pada kebun-kebun kopi
milik anggota kelompoktani dengan luas kebun maksimal 0,5 ha. Penyuluhan juga
dilakukan oleh dinas-dinas terkait contohnya Dinas Perkebunan dan Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia serta perguruan tinggi di Jember seperti
Universitas Negeri Jember maupun Politeknik Negeri Jember. Materi dan demplot
yang disampaikan beragam mulai dari budidaya, panen, pasca panen dan
pemasaran serta masalah kelembagaan juga diberikan. Selain itu perusahaan
pertanian seperti perusahaan obat-obatan serta eksportir kopi (PT Indokom
Citra Persada) juga memberikan penyuluhan kepada anggota kelompoktani, hanya
saja perusahaan-perusahaan tersebut lebih bersifat komersial dan berorientasi
bisnis.
Metode penyuluhan memakai tiga pendekatan yaitu pendekatan individu,
kelompok dan pendekatan massal. Pendekatan individu melalui kunjungan
langsung ke rumah anggota kelompoktani atau langsung ke kebun saat bekerja.
Pendekatan kelompok melalui penyuluhan rutin dan saat ada pendidikan
pelatihan. Pendekatan massal melalui media elektronik TV dan Radio serta
internet, media cetak melalui majalah, koran, brosur, leaflet yang dibagikan
melalui aparat desa atau ketua kelompoktani. Menurut data penyuluh dan
pengakuan anggota kelompoktani materi penyuluhan mulai dari on-farm sampai
off-farm. Aspek budidaya, penanganan pascapanen, pemasaran dan kelembagaan.
Materi tersebut disampaikan secara bertahap baik secara teori dan langsung
praktek di kebun anggota kelompoktani. Frekuensi penyuluhan menurut anggota
kelompoktani yang menjadi responden, 72 persen menyatakan perlu ditingkatkan.
Selama ini penyuluhan rutin dilakukan antara 1-4 kali perbulan. Penyuluhan
69

seminggu sekali dilakukan apabila ada teknologi baru yang harus segera
disampaikan atau ada program pemerintah yang harus segera direalisasikan.

Keadaan Kelompoktani Kopi Rakyat di Desa Sidomulyo


Kelompoktani Secara Umum.--Sejak jaman penjajahan belanda keadaan
tanah di Desa Sidomulyo kebanyakan masih merupakan tanah kosong yang
ditumbuhi semak dan alang-alang. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
sebagian kecil tanah ditanami dengan tanaman jagung, ketela pohon dan
tanaman lainnya namun hanya cukup untuk makan sehari-hari. Selain itu ada juga
tanaman kopi peninggalan Belanda.
Adanya kebun kopi peninggalan Belanda menyebabkan masyarakat
mempunyai anggapan bahwa iklim dan keadaan tanah di wilayah Desa Sidomulyo
sangat cocok untuk ditanami kopi. Sekitar tahun 1974 sebagian masyarakat yang
mampu perekonomiannya mencoba untuk meremajakan tanaman kopi yang telah
ada. Pada mulanya baik jumlah produksi maupun mutu yang dihasilkan masih
tergolong rendah, sehingga hasil panennya hanya dikonsumsi sendiri. Hal ini
disebabkan masyarakat anggota kelompoktani belum mengetahui teknik
budidaya yang baik dan sarana usahatani yang masih tradisional. Pada tahun 1981
sebagai upaya peningkatan pembangunan perkebunan rakyat pemerintah
membentuk proyek Peremajaan Rehabilitasi dan Perluasan Tanaman Ekspor
(PRPTE). Program proyek PRPTE tersebut yaitu penyediaan bibit unggul,
penyediaan pupuk dengan sistem kredit, bantuan sertifikasi lahan dan melakukan
pembinaan dan pendampingan teknik budidaya sampai pascapanen. Pada saat ini
menurut data Dishutbun Kabupaten Jember (2009), sebaran luas areal kopi rakyat
di Jember mencapai 5.592,00 ha yang tersebar di 31 kecamatan di Kabupaten
Jember dengan sentra areal berada di delapan kecamatan yaitu Kecamatan Silo
2.290,46 ha, Jelbuk 615,51 ha, Ledokombo 534, 31 ha Sumberjambe 586,02 ha,
Panti 389,09 ha, Tanggul 256,73 ha, Sumberbaru 289,25 ha, Sukorambi 107,82
dan 522,81 ha tersebar di 23 kecamatan yang lainnya. Mengingat banyaknya
permasalahan yang perlu dipecahkan secara bersama maka anggota kelompoktani
kopi memiliki gagasan untuk membentuk suatu perkumpulan anggota
kelompoktani atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama. Kelompoktani Suluh
Tani merupakan cikalbakal atau pioner dari kelompoktani yang ada di
70

Sidomulyo. Desa Sidomulyo pada awalnya hanya ada satu kelompok yaitu Suluh
Tani yang berdiri sejak tahun 1983. Atas instruksi dari petugas penyuluh dengan
persetujuan dari anggota kelompok setempat guna memudahkan koordinasi
selanjutnya dibentuk menjadi tiga Kelompoktani. Hal tersebut dikarenakan Suluh
Tani pada waktu itu terdiri dari tiga dusun (Dusun Sidomulyo, Dusun Krajan dan
Dusun Curah Manis). Selanjutnya dengan bertambahnya jumlah penduduk maka
ada pula penambahan atau pemekaran jumlah dusun di Desa Sidomulyo, sehingga
terbentuk dua Kelompoktani yaitu kelompoktani Tunas Jaya dan Kelompoktani
Barokah. Dua Kelompoktani ini merupakan para pesanggem atau anggota
kelompoktani penggarap hutan yang memiliki kebun kopi dengan sistem sharing
dengan perhutani di bawah koordinasi sebuah LMDH (Lembaga Masyarakat Desa
Hutan) Wana Arta. yang diketua P. Santoso. Kemudian kelompoktani di wilayah
ini membetuk Gabungan Kelompoktani (Gapoktan) yang bernama Gapoktan
Usaha Jaya. Prestasi yang dicapai Gapoktan Usaha Jaya menjadi Gapoktan paling
maju se-Jawa Timur. Hal ini berdasarkan hasil Diklat yang diselenggarakan oleh
Dinas Pertanian provinsi Jawa Timur. Dinas Pertanian Kabupaten Jember
melakukan seleksi terhadap Gapoktan yang menerima dana PUAP di Kabupaten
Jember. Selanjutnya Gapoktan Usaha Jaya sebagai wakil dari kabupaten Jember
untuk mengikuti diklat di Malang serta menjadi tuan rumah acara temuwicara
Gapoktan Kopi Se-Jember bersama Bupati Jember.
Ketua kelompok yang terpilih biasanya adalah seorang tokoh kharismatik
(orang yang dituakan di masyarakat). Tingginya rasa hormat masyarakat pada
sesepuh menyebabkan sesepuh sebagai orang yang kharismatik (disegani). Rasa
segan tersebut pada akhirnya menjadikan masyarakat untuk mengangkat secara
demokratis atau menjadikannya sebagai ketua kelompok. Semua kelompoktani
tersebut dibina oleh seorang penyuluh muda untuk UPTD Dinas Perkebunan dan
Kehutanan. Keikutsertaan penyuluh dalam aktivitas-aktivitas yang dilakukan
kelompok menyebabkan mayoritas anggota kelompoktani terus termotivasi
mengikuti kegiatan-kegiatan pembinaan. Anggota kelompoktani yang kurang aktif
biasanya anggota kelompoktani yang memiliki usaha lain di luar sektor pertanian
seperti usaha jasa, perdagangan dan lain sebagainya. Kelompoktani di Desa
Sidomulyo menyerap informasi dan mendapatkan inovasi teknologi dari berbagai
71

pihak atau lembaga. Inovasi teknologi tersebut terutama mengenai teknologi


budidaya, pemasaran, pengolahan dan manajemen melalui kerjasama dengan
lembaga lain. Lembaga-lembaga tersebut antara lain Dinas Perkebunan,
Universitas Jember, Pusat Penelitian Kopi-Kakao Indonesia, Politeknik Jember,
dan perusahaan swasta. Bentuk kerjasamanya antara lain aplikasi teknologi
pengeringan dan pengolahan bersama dan pengendalian hama terpadu (PHT),
SL Agribisnis, pelatihan dan seminar dan kegiatan-kegiatan lainnya yang terkait
dengan usahatani kopi.
Kelompoktani Suluh Tani.-- Kelompoktani Suluh Tani didirikan pada
tahun 1983 dengan anggota sebanyak 30 orang dan total lahan anggota 40 ha.
Kelompoktani kopi ini sudah termasuk tingkat Lanjut/berkembang. Struktur
kelompok dapat dilihat pada Gambar 2.

KETUA

SEKRETARIS
BENDAHARA

ANGGOTA

Gambar 2. Struktur kelompoktani Suluh Tani

Jumlah anggota tersebut tidak mengalami perubahan hingga saat ini. Hal
tersebut dikarenakan antar anggota satu dengan anggota yang lain masih memiliki
hubungan kekerabatan yang sekaligus menjadi penduduk setempat yang tetap.
Pertambahan penduduk ataupun pertambahan jumlah anggota kelompoktani kopi
biasanya berasal dari anak anggota kelompok yang meneruskan usahataninya.
Ketua bertugas sebagai koordinator dan memimpin dalam setiap kegiatan
kelompoktani, sekretaris di bagian administrasi dan bendahara di bidang
pendanaan. Kelompoktani Suluh Tani memiliki lima tujuan dasar yaitu antara
lain: (1) Meningkatkan pendapatan anggota kelompoktani, (2) Memperbanyak
kegiatan kerja/usahatani, (3) Mendukung dan meningkatkan ekspor komoditas
72

kopi, (4) Memajukan industri perkopian melalui penyediaan bahan baku dan (5)
Menjaga stabilitas perekonomian daerah dan nasional. Kegiatan kelompoktani
diarahkan agar kelompok tumbuh dan berkembang sebagai kelas belajar bersama
yang efektif dan juga sebagai unit produksi yang ekonomis. Untuk ketersediaan
sarana dan fasilitas kelompok dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Sarana dan fasilitas kelompoktani Suluh Tani
Keterangan Item Jumlah (unit)
Sarana budidaya dan pengolahan kopi
(a) Handspryer 21
(b) Hummermill 2
(c) Timbangan gantung 8
(d) Gunting pangkas 54
(e) Gergaji 59
(f) Pisau okulasi 12
(g) Timbangan duduk 1
(h) Alat pengering kopi stasioner 1
(i) Alat pengupas kulit (pulping) 1
(j) Alat pemisah kulit (huller) 1
(k) Alat sangrai 1
(l) Penggilingan kopi 1
(m) Alat pres pengemas 1
Sarana pertemuan
(a) Gubug pertemuan 1
(b) Rumah ketua 1
(c) Sekolahan dasar 1
Sarana pemupukan modal
(a) Koperasi serba usaha Robana 1
Sarana Komunikasi dan arsip
(a) Laporan kegiatan kelompok 2
(b) Hp dan interkom 25
(c) Koleksi buku tentang kopi dan lainnya 40

Kegiatan tersebut mengarah pada pengembangan organisasi, administrasi,


teknik budidaya, pengolahan dan pemasaran serta aspek permodalan. Untuk
mencapai maksud tersebut kelompok telah melakukan beberapa kegiatan seperti
pertemuan-pertemuan seperti: Forum Komunikasi Penyuluhan Pertanian (FKPP),
diskusi kelompok, temu wicara, widya wisata, kegiatan sosial dan kegiatan
penunjang lainnya:
(1) Pertemuan kelompok. Pertemuan dilakukan minimal sebulan dua kali.
Pertemuan pertama membahas masalah-masalah yang ada secara teoritis
terutama masalah budidaya, pengolahan dan pemasaran kopi serta masalah
73

yang terkait dengan usahatani kopi. Pertemuan kedua dilakukan di lapangan


atau di kebun untuk melakukan praktek langsung tentang permasalahan atau
inovasi teknologi yang dibimbing oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
atau penyuluh lainnya. Sedangkan penyuluhan oleh PPL biasanya dilakukan
pada malam Jumat minggu ke-4 bersama acara pengajian.
(2) Penyusunan Rencana Kerja Kelompok (RKK). Setiap tahun kelompoktani
melakukan penyusunan rencana kerja kelompok secara tertulis yang
dilakukan secara bersama-sama anggota di bawah bimbingan PPL agar
rencana kerja dapat lebih terarah dan mudah dikerjakan oleh anggota
kelompoktani.
(3) Pemupukan modal. Sebagai usaha untuk meningkatkan dan
mensinambungkan usahatani perlu dilakukan pemupukan modal secara
individu ataupun kelompok. Modal dapat disimpan dalam koperasi Robana
yang berdiri sejak 30 Maret 1999 Badan Hukun 134/BH/KDK
13.12/1.3/III/1999 dan juga di Simpedes secara individu. Usaha untuk
menambah modal kelompok yaitu melalui simpan pinjam koperasi,
penyewaan peralatan dan iuran anggota dan donatur lainnya. Kas yang ada
sekitar Rp. 8.446.000,-.
(4) Arisan anggota kelompok. Arisan ini dilakukan setiap dua minggu sekali
yang besarnya uang arisan setiap orang bervariasi sesuai dengan
kemampuan tetapi biasanya minimal Rp. 20.000,- perorang.
(5) Kegiatan usahatani dan pengolahan kopi. Kelompoktani melakukan kegiatan
usahatani mulai dari penyiapan lahan atau pengolahan tanah, pemeliharaan
tanaman, perlindungan tanaman, dan sampai pada pengolahan kopi dan
pemasaran. Pemasaran dilakuan secara bersama-sama dengan bekerja sama
dengan Eksportir kopi untuk mendapatkan harga yang paling sesuai. Untuk
meningkatkan nilai tambah maka kelompok melakukan pengolahan kopi
sampai pada kopi bubuk siap komsumsi. Pengolahan kopi tersebut telah
mendapat ijin dari DEPKES PIRT No. 210350901031 dengan nama Kopi
murni organik ”Robbana.” Kopi tersebut telah dikemas dalam plastik dan
mulai berproduksi pada tahun 1998.
74

Kegiatan sosial kemasyarakatan kelompoktani yaitu:


(a) Pelestarian Sumber Air
Di desa Sidomulyo terdapat tiga lokasi mata air besar. Mata air ini
dimanfaatkan selain sebagai kebutuhan pokok masyarakat (mandi, cuci, masak
dan minum) juga dipergunakan sebagai irigasi sawah dan kebun. Secara
bergotongroyong agar sumber mata air di wilayah ini lestari maka dilakukan
perawatan yaitu menjaga pohon-pohon besar dan menanam kembali apabila
pohon telah rusak atau ditebang.
(b) Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Posyandu
Pelayanan KB dan posyandu diterapkan dengan harapan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat tani. Kegiatan dilakukan sebulan sekali, anggota
kelompok berpartisipasi manakala mengantarkan ibu atau anak balita agar
memriksakan kesehatan dan perkembangan pertumbuhannya.
(c) Siskamling
Siskamling dilakukan setiap malam secara bergiliran dengan harapan dapat
menjaga keamanan lingkungan dan kebun kopi yang ada di sekitar rumah.
Siskamling juga sebagai media menyampaikan berita terkini tentang
kehidupan anggota kelompok dan masyarakat lainnya untuk disebarkan ke
anggota yang lainnya.
(d) Pengajian
Kegiatan pengajian untuk membina spiritual bagi anggota kelompok dan
masyarakat sekitarnya. Selain itu juga untuk meningkatkan kerukunan antar
umat beragama. Pengajian diterapkan seminggu sekali.
(e) Arisan gotong-royong rumah tangga
Arisan ini bertujuan untuk menghimpun dana secara bersama-sama untuk
keperluan para anggota sesuai dengan kebutuhan. Selain itu juga ada
gotongroyong secara bergiliran menyumbang tenaga dan bahan-bahan seperti
saat ada warga yang membangun rumah atau ada hajatan besar.
(f) Rukun kifayah
Kegiatan sosial dengan memberikan sumbangan uang, tenaga, dukungan moril
dan keperluan lainnya bagi para anggota dan masyarakat lain yang tertimpa
musibah seperti ada keluarga yang meninggal dunia.
75

(g) Kelompok Capir


Bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan peserta tentang usahatani dan
inovasi teknologi serta tentang program pemerintah keberhasilan
pembangunan pertanian dan perkebunan baik melalui televisi, radio dan
kegiatan permainan simulasi.
Kegiatan Pendidikan dan Kesenian kelompok adalah sebagai berikut:
(a) Kejar Paket A
Untuk meningkatkan pengetahuan pendidikan para anggota kelompok dan
masyarakat sekitar dilakukan setiap malam Jumat.
(b) Sekolah lapangan (pendidikan, pelatihan dan kursus)
Kegiatan pendidikan usahatani yang diterapkan di lapanganan atau kebun baik
kebun milik anggota kelompoktani atau kebun demplot yang dibimbing oleh
penyuluh atau pihak-pihak dari berbagai dinas yang ingin melakukan
pengabdian kepada masyarakat. Bentuk kegiatan ini seperti SLPHT, SL
Agribisnis, Diklat komoditas kopi, diklat kepemimpinan KTNA dan Musda
KTNA.
(c) Perkumpulan kesenian
Perkumpulan kesenian yang ada adalah Samroh dan Jaranan. Kegiatan ini
selain untuk melestarikan kebudayaan juga sebagai sarana bersosialisasi baik
tingkat dusun, desa ataupun luar desa karena biasanya apabila masyarakat ada
hajatan seperti sunatan, perkawinan atau syukuran panen sering memanggil
kelompok kesenian tersebut.
Kegiatan penunjang kelompoktani lainnya adalah:
(a) Karya wisata
Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan memotivasi anggota kelompoktani
untuk meningkatkan produktivitas usahataninya. Dilakukan dengan
membandingkan serta belajar dari kelompok lain tentang inovasi dan
teknologi serta informasi penting lainnya. Kegiatan ini seperti karya wisata ke
perkebunan kopi di Lampung, perkebunan vanili dan kopi di Bali,
perkebunan kopi swasta di lingkungan Besuki, perkebunan PTPN dan
wilayah lainnya. Kegiatan ini dilakukan melalui program pemerintah, swasta
ataupun swadaya kelompok.
76

(b) Pendekatan personal


Kegiatan pengurus kelompok kepada anggotanya dengan melakukan
pendekatan pribadi. Kunjungan ke rumah-rumah atau ke kebun masing-
masing bersama penyuluh. Tujuan kegiatan ini adalah memecahkan masalah
yang bersifat individu, mengenalkan inovasi teknologi dan menyadarkan
anggota kelompoktani yang belum mengerti pentingnya peranan kelompok
dan penerapan inovasi teknologi.
(c) Temu wicara
Temu wicara dilakukan dengan kelompok lain guna meningkatkan wawasan,
pengetahuan dan informasi pertanian. Seperti pada acara temu wicara anggota
kelompoktani kopi se Jawa Timur di Surabaya ataupun kegiatan seminar atau
lokakarya lainnya.
(d) Membangun jejaring
Membina hubungan dengan berbagai instansi seperti perbankan, Puslitkoka
Indonesia, Universitas, Eksportir dan perusahan-perusahan lainnya serta
dinas-dinas terkait. Kegiatan ini telah dirintis kelompok guna melancarkan dan
mengembangkan usahatani terutama pada aspek inovasi teknologi dan
pemasaran. Gambaran kerjasama kelembagaan antara lain: aplikasi teknologi
pengeringan dengan Universitas Jember, SLPHT kopi dengan Puslitkoka
Indonesia.
(e) Pembinaan kader
Pembinaan kader dilakukan agar keberlangsungan kelompok dapat terjaga
dengan melakukan komunikasi dan pendekatan yang bersifat intensif melalui
kegiatan usahatani kopi maupun kegiatan di luar usahatani.
Manfaat kelompok terhadap masyarakat secara umum adalah:
(1) Manfaat sosial masyarakat:
(a) Rasa kebersamaan dan sikap gotongroyong yang merupakan ciri khas
kehidupan pedesaan tampak lebih berkembang.
(b) Kesadaran akan kehidupan yang selaras dengan alam meningkat. Seperti
kegiatan untuk menjaga kebersihan lingkungan dengan membuat sumur,
pelestarian sumber air, kamar mandi. Pemanfaatan sampah dan kotoran
hewan untuk pupuk organik.
77

(c) Pengetahuan, sikap dan keterampilan berusahatani masyarakat meningkat


dengan adanya kelompok. Seperti adanya penyuluhan, diklat, temu wicara
dan sekolah lapangan serta sekolah kejar paket.
(d) Keamanan lebih mantap dengan adanya siskamling dan kesadaran hidup
berkelompok dan bersama, sehingga saling menjaga antara angggota
kelompok dan masyarakat.
(2) Manfaat Lingkungan:
(a) Lingkungan lebih terjaga dengan adanya kebun kopi yang produktif
karena banyak tanaman penaung seperti lamtoro, alpukat, petai dan sengon
yang dapat menjadi penghijauan dan penjaga sumber air.
(b) Sarana dan prasarana jalan meningkat dengan adanya kebun produktif,
sehingga lingkungan sekitar menjadi tertata baik.
(3) Manfaat Ekonomi:
(a) Tingkat kesejahteraan anggota kelompoktani kopi meningkat karena
adanya peningkatan pendapatan dari usahatani kopi hal ini terbukti banyak
anggota kelompoktani yang naik haji, membangun rumah besar, dapat
menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi.
(b) Anggota kelompoktani mudah untuk mendapatkan modal dan sarana
usahatani karena adanya koperasi dan arisan kelompok.
(c) Mengakses dengan instansi dan perusahaan ekspotir kopi lebih mudah
karena sudah memiliki kepercayaan dan tanggung jawab secara
berkelompok.
Prestasi yang pernah dicapai Kelompok adalah:
(1) Kelompoktani yang mengusahakan kopi secara pendekatan organic farming
system dan mengolah kopi sampai siap konsumsi yaitu dalam bentuk kemasan
bubuk dengan kapasitas sekali sangrai 35 kg.
(2) Juara I Kelompoktani perkebunan dalam lomba karya usahatani tanaman kopi
pada tanggal 21 Juni 1989 penyelenggara Dinas Perkebunan Jawa Timur.
(3) Juara II Nasional Kelompoktani berprestasi dalam proyek PRPTE 22 Juli
1989 penyelenggara Departemen Pertanian RI.
78

(4) Juara III pada lomba lingkungan hidup kategori penyelamat sumber air
dengan (50% lebih lahan di Desa Sodomulyo ditanami kebun kopi), 11 Juni
1988 penyelenggara Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Kelompoktani Sidomulyo.-- Kelompok tersebut didirikan pada tahun 1997
dengan anggota sebanyak 30 orang dengan total luas lahan anggota 30 ha.
Kelompoktani kopi ini sudah termasuk tingkat Madya/sangat berkembang.
Tujuan dan asas kelompok adalah:
(1) Berdasarkan gotongroyong, saling bahumembahu serta tidak menyimpang
dari azas Pancasila dan UUD 1945;
(2) Meningkatkan produktivitas usahatani dengan teknologi pengendalian hama
terpadu sesuai dengan potensi wilayah dan peluang pasarnya;
(3) Memperbaiki penanganan hasil lepas panen sesuai dengan kebutuhan dan
mutu yang lebih menguntungkan;
(4) Melestarikan dan mendayagunakan musuh alami serta mempertahankan
kondisi agroekosistem perkebunan yang ramah dan berkelanjutan dan
(5) Menampung aspirasi anggota.
Ketua kelompok bertugas sebagai koordinator, sekretaris di bagian
administrasi dan bendahara di bidang pendanaan. Ketua kelompok mempunyai
kewajiban dan hak antara lain: (1) menentukan tata kehidupan kelompok, (2)
menyetujui/mendisposisikan segala keuangan yang ada kaitannya dengan
kelompok, (3) menyampaikan pertanggungjawaban pengurus dalam rapat
anggota pada akhir masa jabatannya, (4) mengolah hasil laporan manajer/seksi
dan (5) memberi informasi dan mendampingi tamu dinas dan ekstern.
Sekretaris memiliki kewajiban dan hak: (1) bertanggungjawab atas
administrasi kelompok, (2) menyusun notulen rapat anggota bersama atau rapat
anggota tahunan, (3) bersama ketua menyusun rencana kerja, (4) mempersiapkan
dan menyimpan surat-surat penting serta dokumen kelompok dan (5) mengatur
rapat-rapat intern kelompok. Bendahara berkewajiban: (1) mengatur dana-dana
dengan persetujuan ketua, (2) mengatur belanja atau pendapatan kelompok, (3)
menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja kelompok dan (4) mengatur
dan menyelamatkan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan keuangan kelompok.
Seksi Bidang Saprodi usahatani berkewajiban: (1) mencatat populasi tanaman
79

kebun, (2) menyediakan sarana dan prasarana produksi dan reproduksi, (3)
mengatur dan menentukan tata kerja di kebun kelompok. Seksi Produksi dan
pengolahan hasil berkewajiban: (1) menyediakan sarana dan prasarana produksi
hasil perkebunan kelompok, (2) mengolah dan memperbaiki mutu kopi hasil
kelompok, (3) merencanakan dan mengkoordinir kegiatan teknologi pengolahan
hasil pertanian kebun kopi. Seksi Pemasaran berkewajiban: (1) mengatur dan
menentukan pemasaran dan (2) menggali kemitraan/kerjasama dengan pihak
ketiga baik bibit maupun hasil produksi dan pemasarannya. Sedangkan untuk
seksi humas bertugas: merencanakan pengembangan usaha kelompok dan mencari
terobosan-terobosan baru di luar usaha kelompoktani yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup kelompok. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 3.
Kelompoktani Sidomulyo merupakan kelompok yang memiliki jejaring
usaha yang paling banyak di antara kelompok yang lainnya. Pada tahun 2007
mendapatkan sertifikasi kopi layak ekspor dari UTZ Certified dari Lembaga
sertifikasi Belanda, sehingga terjadi MoU dengan eksportir yaitu PT Indokom
Citra Persada. Pada tahun yang sama kelompoktani juga melakukan kontrak
kerjasama dengan Universitas Jember untuk program Community Development
Program proyek IMHERE selama tiga setengah tahun yang dibiayai oleh World
Bank, dan pada tahun 2009 mendapat bantuan modal dari Dinas Perkebunan
melalui program CSR. Selain itu juga sering mendapatkan pelatihan dan
lokakarya seperti tahun 2003 studi banding ke KSD Cipta Mandiri Bali, Sekolah
Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dan Sekolah Lapangan (SL)
Agribisnis, Diklat koperasi dan UMKM di Malang pada tahun 2009, partisipasi
pada program penelitian Belanda tentang penyakit bubuk kopi (PBKO) kopi pada
tahun 2009, dan lokarya pemasaran dan manajemen industri kopi, pelatihan pupuk
organik, serta pelatihan internet oleh IMHERE program.
Setiap tanggal satu minggu pertama tiap bulan bersama acara arisan dan
pengajian rutin (jamaah Nurul Jadid) tiap hari jumat malam anggota kelompok
berkumpul untuk melakukan pengajian keliling dilanjutkan diskusi kelompok
serta mendapat penyuluhan dari PPL. Hal menarik kegiatan arisan semua anggota
komitmen terhadap pengembalian uang arisan minimal Rp. 20.000,- dan
80

maksimal tidak terbatas, sehingga bisa terkumpul sekitar Rp 3.000.000,- untuk


disisihkan sebagai modal usahatani sedangkan iuran anggota kelompok sebanyak
Rp.1.000,-.

KETUA

SEKRETARIS BENDAHARA

Seksi Saprodi Seksi Humas Seksi Produksi dan


Seksi Pemasaran
Pengolahan

ANGGOTA

Gambar 3. Struktur kelompoktani Sidomulyo

Selain itu kegiatan kelompok yang untuk meningkatkan kebersamaan dan


belajar bersama adanya kerjabakti yang disebut girikan yang merupakan kegiatan
gotongroyong yang sering dipakai untuk praktek kebun, kerja bersama membantu
anggota kelompoktani lain dalam usahatani kopi. Girikan dilakukan di kebun kopi
milik anggota kelompoktani dengan luasan kerja maksimal 0,5 ha secara
bergiliran tiap minggunya pada haru jumat pagi. Apabila kebetulan ada anggota
kelompok yang tidak hadir dalam kegiatan girikan ini tanpa ijin ketua maka dapat
denda uang sebanyak Rp. 30.000,-. Denda juga berlaku bagi anggota yang
melanggar kesepakatan yaitu memberikan makanan selain rokok dan air minum
saat kebunnya dapat giliran. Hal ini dilakukan agar kegiatan girikan ini tidak
menjadi beban, sehingga semua anggota dapat berpartisipasi aktif dalam semua
kegiatan tanpa ada rasa berat hati. Menurut pengakuan responden, sanksi ini
cukup efektif dalam mengaktifkan semangat kerjasama dan gotongroyong dalam
81

mengelola usahatani kopi. Untuk ketersediaan sarana dan fasilitas kelompok dapat
dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Sarana dan fasilitas kelompoktani Sidomulyo


Item Jumlah (buah/unit)
Sarana budidaya dan pengolahan kopi
(a) Handspryer 21
(b) Hummermill 3
(c) Timbangan gantung 9
(d) Gunting pangkas 54
(e) Gergaji 53
(f) Pisau okulasi 12
(g) Timbangan duduk 3
(h) Alat pengering kopi stasioner 3
(i) Alat pengupas kulit(pulping) 1
(j) Alat pemisah kulit (huller) 2
(k) Alat pengsangraian dan Penggilingan kopi 1
(l) Alat pres pengemas 1
(m) Alat pengukur kadar kopi (koka tester) 1
(n) Seperangkat penampung dan pipa sumber air 1
(o) Pabrik mini pengolah basah 1
Sarana pertemuan
(a) Balai desa 1
(b) Koperasi 1
Sarana pemupukan modal
(a) Koperasi serba usaha Buah Ketakasih 1
(b) Kios pertanian 1
Sarana Komunikasi dan arsip
(a) Laporan kegiatan kelompok 1
(b) Hp dan interkom 25
(c) Koleksi buku tentang kopi dan lainnya 60

Prestasi kelompoktani Sidomulyo antara lain: (1) menjadi tim penerima


tamu Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia saat kunjungan kebun kopi rakyat
terutama tamu luar negeri seperti Kanada, Kolumbia, Australia, Belanda dan
Perancis, (2) kelompok yang berhasil pada penerapan teknologi olah basah pada
kopi rakyat, (3) pelopor kelompok yang mendapatkan UTZ Kapeh Certification
dari Belanda untuk memenuhi GAP (Good Agriculture Practices) yang meliputi
aspek ramah lingkungan, sosial ekonomi, pekerja dan masyarakat sekitar dan
penciptaan Eco Friendly Cultivation; (4) Kelompok yang mendirikan koperasi
serba usaha kerjasama dengan Bank Jatim, Bank Mandiri, Universitas Jember dan
Dinas Perkebunan yang sudah berkembang pesat dengan badan hukum
518/500.BH/XV1.7/436.313/2007, pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) 2009
jumlah aktiva Rp. 198.762.680,- dan (5) mengolah kopi sampai siap konsumsi
82

yaitu dalam bentuk kemasan bubuk dengan kapasitas sekali sangrai 70 kg


dengan daerah pemasaran sampai kota-kota di Jawa Timur.
Kelompoktani Curah Manis.-- Kelompoktani Curah Manis (Gambar 4)
merupakan kelompoktani tertua kedua setelah Kelompok Suluh Tani. Kelompok
tersebut didirikan pada tahun 1995 dengan anggota sebanyak 25 orang dengan
total luas lahan anggota 23 ha.

KETUA

SEKRETARIS BENDAHARA

ANGGOTA

Gambar 4. Struktur kelompoktani Curah Manis

Kelompoktani Curah Manis sudah masuk tingkat Lanjut/Berkembang.


Pertemuan kelompok untuk koordinasi, tukar pengalaman dan penyuluhan
dilakukan biasanya pada tanggal lima minggu pertama. Tempat pertemuan
biasanya di Mushola atau di rumah masing-masing anggota. Pertemuan anggota
kelompok diagendakan dua kali sebulan. Ketua kelompotani bertugas sebagai
koordinator, sekretaris di bagian administrasi dan bendahara di bidang pendanaan.
Mayoritas pendidikan anggota kelompoktani Curah Manis adalah tamat sekolah
dasar (SD) dan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP).
Kegiatan kelompok dalam usahatani kopi masih dalam tingkatan produksi
kopi belum mampu untuk melakukan pengolahan kopi sampai siap konsumsi,
seperti Kopi Bubuk. Bentuk kerjasama dengan instansi lain seperti dengan
perusahaan swasta yaitu PT. Indokom Citrapersada Surabaya dalam hal
pemasaran kopi. Anggota kelompok pernah mendapatkan pelatihan SLPHT pada
tahun 2003 dan SL Agribisnis tahun 2003 dari Dinas Perkebunan dan Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Pembinaan terhadap kelompoktani oleh
lembaga pemerintah dan swasta tersebut sangat bermanfaat dalam meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia khususnya petani dan keluarganya, sehingga untuk
meningkatkan daya saing petani kopi rakyat pembinaan sebaiknya untuk semua
83

pelaku agribisnis kopi agar tercipta sinergis dalam pembangunan perkebunan kopi
rakyat. Untuk ketersediaan sarana dan fasilitas kelompok dapat dilihat pada
Tabel 14.

Tabel 14. Sarana dan fasilitas kelompoktani Curah Manis

Item Jumlah (buah/unit)


Sarana budidaya dan pengolahan kopi
(a) Handspryer 5
(b) Hummermill 3
(c) Timbangan gantung 7
(d)Gunting pangkas 40
(e) Gergaji 52
(f) Pisau okulasi 12
(g)Timbangan duduk 2
(h)Alat pengering kopi stasioner 3
(i) Alat pengupas kulit (pulping) 1
(j) Alat pemisah kulit (huller) 2
Sarana pertemuan
(a) Rumah Anggota 1
(b) Rumah ketua 1
(c) Mushola 1
Sarana pemupukan modal
(a) Kas Kelompok 1
(b) Koperasi Buah Ketakasih 1
Sarana Komunikasi dan arsip
(a) Laporan kegiatan kelompok 1
(b) Hp dan interkom 27
(c) Koleksi buku tentang kopi dan lainnya 33

Selain itu juga sering ikut dalam kegiatan diklat baik yang diadakan oleh
perusahaan swasta, universitas, dan Puslitkoka Indonesia. Anggota kelompok
cukup terbuka dengan adanya inovasi teknologi khususnya pada budidaya kopi.
Untuk pengolahan kopi masih pada tataran mencoba seperti pada pengolahan kopi
bubuk pernah dilakukan pada tahun 1997 tetapi kemudian berhenti terkendala
masalah modal dan pasar yang sulit bersaing.
Kelompoktani Tunas Jaya.-- Kelompoktani Tunas Jaya (Gambar 5) sudah
masuk tingkat Lanjut/Berkembang. Kelompok sudah pernah ikut pelatihan
SLPHT tahun 2003. Jumlah anggota sebayak 25 anggota kelompoktani kopi
dengan luas lahan garapan sekitar 30 ha. Hampir seluruh anggota kelompok
Tunas Jaya merupakan para pekerja buruh perkebunan perhutani baik sebagai
penyadap pinus ataupun sebagai perawat kebun-kebun milik perhutani maupun
84

swasta yang tinggal di dalam lokasi kebun atau hutan tersebut. Istilah perhutani
adalah kaum pesanggem.

KETUA

BENDAHARA
SEKRETARIS

Seksi Saprodi Seksi Produksi Seksi Pemasaran

ANGGOTA

Gambar 5. Struktur kelompoktani Tunas Jaya

Pada tahun 2009 untuk membantu anggota kelompoktani hutan dalam


pengelolaan kebun kopi dibentuk Unit Bisnis Kopi (UBK) yang berkonsentrasi
dalam pelaksanaan manajemen perkopian di Perum Perhutani Kesatuan
Pemangku Hutan (KPH) Jember. Kegiatannya adalah seperti mengawasi kegiatan
ubinan (sharing hasil kopi rakyat), penanganan pascapanen dan pemasaran hasil
produksi kopi.
Tujuan umum terbentuknya UBK adalah: (1) mengoptimalkan
penanganan produksi kopi dan pascapanennya, (2) memperoleh pendapatan bagi
perusahaan, karyawan, LMDH dan kelompoktani kopi dan (3) memberikan
perlindungan dari fluktuasi harga kopi, permainan harga oleh tengkulak, sistem
ijon serta jaminan pasar. Untuk itu LMDH dan UBK merupakan lembaga yang
saling membutuhkan dalam upaya pengembangan usahatani kopi rakyat.
Untuk meningkatkan keamanan dan sharing pendapatan maka KPH
Jember mengeluarkan aturan/kebijakan pembagian hasil kopi dari anggota
kelompoktani hutan yaitu anggota kelompoktani dapat 70 persen dari hasil kopi
ose kering, Perhutani 15 persen, LMDH lima persen, FK LMDH lima persen,
Muspika 3 persen, Pemerintah Desa satu persen dan Fasilitator lima persen. Pada
awal reformasi 1997 banyak warga yang melakukan pembukaan lahan hutan
85

kemudian menanami dengan tanaman kopi. Kebun yang ada di hutan tersebut
dinamakan warga hutan kirangan atau tetelan yang berarti lahan tidak jelas
pemiliknya atau tanah sisaan Untuk jelasnya sarana dan fasilitas kelompok dapat
dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Sarana dan fasilitas kelompoktani Tunas Jaya

Item Jumlah (buah/unit)


Sarana budidaya dan pengolahan kopi
(a) Handspryer 21
(b) Hummermill 3
(c) Timbangan gantung 9
(d) Gunting pangkas 30
(e) Gergaji 59
(f) Pisau okulasi 19
(g) Timbangan duduk 2
(h) Alat pengering kopi stasioner 2
(i) Alat pengupas kulit(pulping) 1
(j) Alat pemisah kulit (huller) 1
Sarana pertemuan
(a) Rumah ketua 1
(b) Gubuk kebun pesanggem 1
Sarana pemupukan modal
(a) Koperasi serba usaha Buah Ketakasih 1
(b) Kios pertanian 1
Sarana Komunikasi dan arsip
(a) Laporan kegiatan kelompok 20
(b) Hp dan interkom 1
(c) Koleksi buku tentang kopi dan lainnya 8

Kelompoktani dianjurkan bergabung dengan Lembaga Masyarakat Desa


Hutan agar memudahkan dalam koordinasi dan pembinaan. Para anggota
kelompoktani hutan berkewajiban merawat serta memelihara tanaman kopi dan
tanaman keras (leger) seperti kayu-kayuan dengan populasi minimal 400
pohon/ha, sehingga walau ditanami kopi fungsi hutan sebagai konservasi
lingkungan tidak terganggu.
Kelompoktani Barokah.-- Kelompoktani Barokah (Gambar 6) sudah masuk
tingkat Lanjut/Berkembang. Kelompok sudah pernah ikut pelatihan Sekolah
Lapanganan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) tahun 2003 yang merupakan
bagian dari proyek Integrated Pest Management Smallholder Estate Crop (IPM-
SEC) Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur. Para petani selain menjadi petani
juga bekerja sebagai penyadap pinus ataupun sebagai perawat kebun-kebun milik
perhutani maupun swasta yang tinggal di dalam lokasi kebun atau hutan tersebut,
86

istilah perhutani adalah kaum pesanggem. Mayoritas anggota kelompoktani kopi


rakyat tersebut mengelola usahtani kopi di wilayah hutan milik perhutani,
biasanya bekas hutan yang sudah ditebang dan menjadi gundul. Untuk
ketersediaan sarana dan fasilitas kelompok dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Sarana dan Fasilitas Kelompoktani Barokah


Item Jumlah(buah/unit)
Sarana budidaya dan pengolahan kopi
(a) Handspryer 21
(b) Hummermill 3
(c) Timbangan gantung 9
(d) Gunting pangkas 54
(e) Gergaji 53
(f) Pisau okulasi 12
(g) Timbangan duduk 3
(h) Alat pengering kopi stasioner 3
(i) Alat pengupas kulit(pulping) 1
(j) Alat pemisah kulit (huller) 2
Sarana pertemuan
(a) Rumah ketua 1
(b) Gubuk kebun pesanggem 1
Sarana pemupukan modal
(a) Koperasi Serba Usaha Buah Ketakasih 1
(b) Kios pertanian 1
Sarana Komunikasi dan arsip
(a) Laporan kegiatan kelompok
(b) Hp dan interkom 20
(c) Koleksi buku tentang kopi dan lainnya 12

Adanya tanaman kopi dan tanaman pelindung membantu konservasi lahan


hutan. Hal ini merupakan upaya agar fungsi hutan tetap lestari walaupun dikelola
oleh masyarakat. Dalam mengelola usahatani kopi kelompok dibina dan dibantu
oleh Unit Bisnis Kopi (UBK) bentukan KPH Jember. Lembaga UBK secara
organisasi di bawah Tim Pengembangan usaha KPH Jember, sehingga
bertanggungjawab kepada Tim Pengembangan Usaha KPH Jember.
Dalam menjalankan fungsinya UBK selalu berkoordinasi dengan unsur
Perhutani, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), kelompoktani, tokoh
masyarakat dan profesional pebisnis kopi. Jumlah anggota sebanyak 23 anggota
kelompoktani kopi dengan luas lahan garapan sekitar 29 ha.
Hampir seluruh anggota kelompok Barokah sama dengan kelompoktani
Tunas Jaya yaitu merupakan para pekerja buruh perkebunan perhutani yang
bekerja secara part time atau tenaga lepas, sehingga dengan adanya hutan
87

kemasyarakatan dengan komoditas kopi berdampak pada meningkatnya


pendapatan dan kesejahteraan para petani.

KETUA

SEKRETARIS
BENDAHARA

Seksi Produksi
Seksi Saprodi Seksi Pemasaran

ANGGOTA

Gambar 6. Struktur kelompoktani Barokah

Karakteristik Anggota Kelompoktani Responden


Karakteristik Anggota Kelompoktani memiliki pengaruh yang penting
dalam penerapan suatu inovasi teknologi. Karakteristik anggota kelompoktani
anggota yang diamati meliputi; umur anggota kelompoktani, pendidikan formal,
pendidikan nonformal, Jumlah tanggungan keluarga, luas lahan/kebun,
pengalaman berusahatani kopi, masa keanggotaan, kekosmopolitan, dan motivasi
berkelompok. Setiap tingkat kelompoktani tentunya memiliki persamaan ataupun
perbedaan dalam hal karakteristik keanggotaannya. Deskripsi karakteristik
anggota kelompoktani baik Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat Madya
(KKRTM) maupun Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat Lanjut (KKRTL)
tersebut secara jelas dapat dilihat pada Tabel 17.

Umur
Pengukuran umur dengan menghitung usia anggota kelompok sejak
lahirnya hingga saat penelitian diterapkan. Kematangan seseorang (fisik, biologis
dan psikologis) dapat dilihat dari beberapa kriteria salah satunya adalah dengan
melihat umur. Umur anggota kelompoktani sangat mempengaruhi dalam
mengelola usahatani khususnya dalam penerapan inovasi teknologi. Semakin
berpengalaman atau semakin berumur biasanya lebih matang dalam mengambil
keputusan untuk mencoba atau menerapkan suatu inovasi usahatani kopi.
88

Berdasarkan data pada Tabel 17 dapat dijelaskan bahwa mayoritas anggota


kelompoktani kopi berada pada rentang usia yang tergolong lanjut (46-65 tahun),
untuk Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat Madya (KKRTM) sebanyak
45,00 persen dan Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat Lanjut (KKRTL) sebanyak
36,75 persen. Kategori muda (29-38) juga cukup besar yaitu untuk KKRTM
sebanyak 30,00 persen dan KKRTL sebanyak 33,83 persen.

Tabel 17. Deskripsi karakteristik anggota kelompoktani kopi rakyat


KKRTM KKRTL
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
Umur Muda (29-38 tahun) 6 30,00 23 33,83
Dewasa (41-45 tahun) 5 25,00 20 29,42
Lanjut (46-65 tahun) 9 45,00 25 36,75
Pendidikan Rendah (SD) 16 80,00 39 57,35
formal Sedang(SLTP) 4 20,00 22 32,36
Tinggi (SLTA-PT) 0 0,00 7 10,29
Pendidikan Rendah (1-2 kali/triwulan) 1 5,00 29 42,65
nonformal Sedang (3-4 kali/triwulan) 8 40,00 29 42,65
Tinggi (5-6 kali/triwulan) 11 55,00 10 14,70
Jumlah Kecil (2-3 orang) 10 50,00 24 35,29
anggota Sedang (4-5 orang) 10 50,00 41 60,29
keluarga Banyak 6-7 orang) 0 0,00 3 4,42
Luas lahan Sempit (0,25-0,80 ha) 4 20,00 24 35,29
Sedang (0,90-1,00 ha) 7 35,00 32 47,05
Luas (1,25-2,80 ha) 9 45,00 12 17,66
Pengalaman Kurang (3-6 tahun) 0 0,00 27 39,71
berusahatani Sedang (7-12 tahun) 4 20,00 21 30,87
kopi Banyak (13-37 tahun) 16 80,00 20 29,42
Masa Baru (2-7 tahun) 2 10,00 32 47,05
keanggotaan Sedang (8-9 tahun) 4 20,00 13 19,12
kelompoktani Lama (10-25 tahun) 14 70,00 23 33,83
Kekosmopolitan Rendah (skor 1,00-1,65) 0 0,00 3 4,42
Sedang(skor 1,66-2,31) 2 10,00 17 25,00
Tinggi (skor 2,32-3,00) 18 90,00 48 70,58
Motivasi Rendah (skor 1,00-1,65) 1 5,00 7 10,29
berkelompok Sedang(skor 1,66-2,31) 2 10,00 22 32,36
Tinggi (skor 2,32-3,00) 17 85,00 39 57,35
n= 20 n= 68

Umur responden paling tinggi adalah 65 tahun dan paling rendah adalah
29 tahun sedangkan rata-rata umur keseluruhan responden adalah 45 tahun. Hal
ini mengindikasikan usahatani kopi rakyat masih banyak diminati kaum anggota
kelompoktani muda. Kondisi umur yang rata-rata masuk pada dewasa
memberikan peluang kepada anggota kelompoktani kopi untuk lebih
89

meningkatkan produktivitasnya karena mayoritas memiliki kondisi fisik yang


cukup baik, sehingga potensi untuk menggarap lahan dengan jauh lebih baik
masih sangat besar. Rata-rata keseluruhan umur anggota kelompoktani tergolong
sedang atau umur dewasa memberikan peluang untuk dapat mengelola agribisnis
kopi lebih baik melalui dinamika kelompok dan penerapan inovasi teknologi.
Menurut Mardikanto (1993) kapasitas belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh
umur. Kapasitas belajar umumnya berkembang cepat sampai dengan umur
20 tahun dan semakin berkurang hingga pada puncaknya umur sekitar 55 tahun.

Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan usaha dalam mengembangkan potensi diri
menuju sumberdaya manusia yang berkualitas baik dari segi ilmu pengetahuan,
penguasaan teknologi serta pembentukkan karakter yang baik. Perilaku seseorang
akan dapat diarahkan menjadi lebih baik dengan menempuh pendidikan formal
baik dari pola pikir, kreativitas dan keterampilan dalam kehidupan bermasyarakat.
Keragaan pendidikan Formal dilihat pada Tabel 17.
Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki tingkat
pendidikan berkategori rendah, Sekolah Dasar (SD) dan sederajat yaitu dengan
persentase KKRTM sebanyak 80,00 persen dan KKRTL sebanyak 57,35 persen.
Kisaran pendidikan terendah adalah tamat SD dan sederajat dan tertinggi adalah
tamat perguruan tinggi (PT). Berdasarkan kondisi tersebut maka peningkatan
kapasitas anggota kelompoktani kopi melalui pendidikan dan latihan tambahan
perlu mendapat prioritas agar menunjang dalam meningkatkan pengelolaan
usahatani kopi. Menurut Slamet (2003), pemberdayaan anggota kelompoktani
sebagai suatu peningkatan pendidikan bagi anggota kelompoktani dan
keluarganya haruslah menggunakan landasan falsafah kerja meningkatkan potensi
dan kemampuan, sehingga mampu mandiri dalam mengelola usahataninya.

Pendidikan Nonformal
Untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan praktis
anggota kelompoktani perlu belajar melalui pendidikan nonformal. Pendidikan
nonformal dapat didapat oleh anggota kelompoktani dengan mengikuti pelatihan-
pelatihan, kursus-kursus tani, penyuluhan/kunjungan lapangan, studi banding dan
90

kegiatan sejenis lainnya tiga bulan terakhir. Keragaan pendidikan Nonformal


anggota dapat dilihat di Tabel 17.
Berdasarkan Tabel 17 dapat diuraikan bahwa tingkat pendidikan non
formal anggota KKRTM mayoritas kategori tinggi sebanyak 55,00 persen, untuk
KKRTL mayoritas masih dalam kategori rendah dan sedang masing-masing
sebanyak 42,65 persen. Peningkatan pendidikan nonformal bagi anggota
kelompoktani kopi rakyat perlu segera mendapat prioritas. Menurut Rogers
(2003), agar suatu inovasi dapat mudah diterima apabila anggota kelompoktani
memiliki sikap lebih berkenan terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan
tentunya melalui kegiatan pendidikan nonformal. Anggota KKRTM yang paling
sering mendapatkan pendidikan, pelatihan dan kursus tambahan, yaitu sebanyak
55,00 persen berpendidikan nonformal kategori tinggi (5-6 kali dalam tiga bulan
terakhir) mengikuti pendidikan nonformal baik penyuluhan, kursus, diklat dan
seminar atau lokakarya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kelompoktani Sidomulyo
merupakan kelompoktani yang paling berkembang dan sudah memiliki jaringan
kerjasama yang luas seperti dengan Puslitkoka Indonesia, Universitas Jember,
Politeknik Jember, Eksportir, dan Dinas-dinas yang terkait dengan kegiatan
pemberdayaan anggota kelompoktani kopi rakyat.

Jumlah Anggota Keluarga


Adanya jumlah anggota yang menjadi tanggungan keluarga dapat
memberikan semangat untuk dapat bekerja dan berusahatani lebih baik. Jumlah
tanggungan keluarga yang banyak merupakan sumber tenaga kerja keluarga dalam
beragribisnis kopi apabila dalam usia produktif. Sebaliknya apabila tanggungan
keluarga tersebut dalam usia nonproduktif merupakan beban tanggung jawab yang
harus memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Berdasarkan penelitian bahwa secara
keseluruhan jumlah tanggungan keluarga anggota kelompok berkisar antara 2-7
jiwa. Tabel 17 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga anggota
KKRTM berada pada kategori kecil dan sedang masing-masing sebanyak
50,00 persen. Anggota KKRTL mayoritas berkategori sedang yaitu sebanyak
60,29 persen. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa mayoritas anggota kelompok
sadar akan keluarga kecil sejahtera karena mayoritas tanggungan keluarga hanya
di bawah lima dengan komposisi 2-3 anak dan satu istri atau 1-2 anak, satu istri
91

dan 1-2 orang tua atau kerabat keluarga. Mosher (1986) berpendapat bahwa
anggota kelompoktani pada umumnya memegang dua peranan yaitu sebagai
jurutani atau cultivator dan sekaligus pengelola (manajer). Pengambilan
keputusan dalam berusahatani akan dapat dipengerahui oleh ketersediaan
sumberdaya yang dimilikinya termasuk jumlah anggota keluarga yang dapat
menjadi penyedia tenaga kerja juga dapat menjadi beban tanggungan hidup.
Usahatani kopi rakyat pada umumnya merupakan usaha keluarga yang
melibatkan ayah, ibu, dan anak serta anggota keluarga yang lain. Besar keluarga
akan turut mempengaruhi keberhasilan usahatani, peningkatan produksi dan
pendapatan keluarga.

Luas Lahan
Luas kebun garapan anggota kelompoktani memiliki kaitan penting
dengan penyediaan sarana produksi, tenaga kerja dan permodalan. Secara teoritis
semakin luas lahan garapan maka penggunaan biaya produksi akan semakin
efisien. Semakin luas lahan garapan semakin besar pula potensi hasil
usahataninya, sehingga semakin besar modal dan keuntungan yang akan didapat
saat pemanenen tiba. Hal ini juga terkait erat dengan perencanaan dalam
penggunaan inovasi teknologi yang tepat guna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota kelompok luas lahan
tersempit adalah 0,25 ha dan terluas adalah 2,8 ha. Pada Tabel 17 dapat lihat
bahwa mayoritas anggota KKRTM memiliki luas garapan tanaman kopi pada
kategori luas (1,25-2,80 ha) sebanyak 45,00 persen. Luas lahan anggota KKRTL
mayoritas berkategori sedang (0,9-1,00 ha) yaitu sebanyak 47,05 persen. Secara
keseluruhan rata-rata luas lahan anggota kelompoktani kopi rakyat adalah 1,14 ha.
Untuk meningkatkan produksi kopi strategi yang paling relevan adalah
mengintensifkan usahatani kopi dengan penerapan inovasi teknologi yang sesuai
dengan lokalitas setempat agar mampu meningkatkan produktivitas. Selain itu
teknologi pengolahan kopi primer dan sekunder menjadi hal penting guna
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Menurut Rogers (2003) dan
Leeuwis (2004), anggota kelompoktani yang memiliki lahan yang lebih luas akan
lebih inovatif dalam mengelola usahataninya. Hal ini terkait dengan efisien
ekonomis dan optimalisasi dalam penggunaan input produksi usahatani.
92

Pengalaman Berusahatani Kopi


Pengalaman merupakan guru yang terbaik bagi anggota kelompoktani.
Pengalaman anggota kelompoktani diukur dengan menghitung lamanya anggota
kelompoktani berusahatani kopi. Semakin banyak pengalaman biasanya anggota
kelompoktani semakin cakap dalam penerapan inovasi teknologi mengingat
usahatani kopi memerlukan keterampilan khusus dalam penerapan inovasi
teknologi utamanya pada pengolahan primer ataupun pengolahan sekundernya.
Hasil penelitian pada Tabel 17 menunjukkan bahwa sebanyak 80,00 persen
anggota KKRTM berkategori pengalaman banyak (13-37 tahun) dan anggota
KKRTL terbesar berkategori pengalaman kurang (3-6 tahun) yaitu sebanyak
39,71 persen. Rata-rata pengalaman anggota dalam berusahatani kopi secara
keseluruhan adalah 12,98 tahun dengan nilai pengalaman paling kurang adalah 3
tahun dan pengalaman terbanyak adalah 37 tahun. Kondisi , sehingga mayoritas
anggota kelompok sudah memiliki pengalaman berusahatani kopi, sehingga
memudahkan dalam menerima inovasi teknologi usahatani karena anggota
kelompoktani telah mencoba dan membuktikan sendiri. Menurut Mardikanto
(1993), keberhasilan usahatani hanya dapat dicapai melalui proses belajar dan
pengalaman dalam menghadapi kegagalan sebagai pelajaran menuju kemajuan di
masa mendatang.

Masa Keanggotaan Kelompoktani


Semakin lama bergabung dalam suatu kelompok maka semakin mengerti
akan nilai-nilai kelompok dan semakin banyak partisipasi dalam kegiatan
kelompok. Semakin mengerti akan nilai-nikai kelompok maka akan memudahkan
dalam pencapaian tujuan bersama kelompok. Hasil penelitian (Tabel 17) didapat
data bahwa masa keanggotaan menjadi kelompoktani terbaru adalah dua tahun
dan terlama adalah 25 tahun. Berdasarkan pada Tabel 17 dapat diketahui bahwa
mayoritas anggota KKRTM berkategori keanggotaan lama (10-25 tahun)
yaitu sebanyak 70,00 persen dan anggota KKRTL mayoritas berkategori baru
(2-7 tahun) yaitu sebanyak 47,05 persen. Secara keseluruhan rata-rata masa
keanggotaan menjadi kelompok berada pada 9,82 tahun. Kondisi ini menunjukkan
bahwa keberadaan kelompok penting dan sudah berperan lama bagi anggotanya
baik sebagai unit belajar-mengajar, produksi, wahana kerjasama dan lembaga
93

ekonomi, sehingga terus eksis sampai sekarang ini. Keadaan ini sesuai dengan
hasil penelitian Kusnadi (2006) yang menyatakan bahwa mayoritas anggota
kelompoktani padi masa keanggotaannya berkisar antara 3-9 tahun. Artinya,
anggota kelompok mampu membina hubungan baik dengan sesama anggotanya
maupun dalam menjaga dan mempertahankan nilai dan eksistensi kelompok.

Kekosmopolitan
Kekosmopolitan anggota kelompoktani menentukan tingkat kapasitas dan
kecepatan anggota kelompoktani dalam mengadopsi suatu inovasi teknologi.
Kekosmopolitan yang dimaksud adalah (1) keterbukaan anggota kelompok
dengan sesama anggota kelompok ataupun luar kelompok, (2) seringnya anggota
pergi ke luar desa mencari informasi dan inovasi usahatani, dan (3) frekuensi
anggota dalam membaca media cetak dan mendengarkan informasiyang disiarkan
media elektronik, sehingga terbuka dengan adanya inovasi dan teknologi baru.
Tabel 17 menunjukkan bahwa mayoritas anggota kelompoktani kopi rakyat
memiliki tingkat kekosmopolitan dalam kategori tinggi yaitu anggota KKRTM
sebanyak 90,00 persen dan KKRTL sebanyak 70,58 persen. Fenomena ini dapat
dijelaskan bahwa mayoritas anggota kelompoktani kopi sudah terbuka dengan
berbagai informasi dan inovasi usahatani, sehingga anggota kelompok merasa
bahwa mencari berbagai sumber informasi (majalah Sinar Tani, Trubus, Pelita
Perkebunan, Radar, televisi, radio, dan internet), namun sebagian aggota
mendapatkan itu semua dari fasilitas kelompotani dan PPL yang langganan
berbagai media informasi tersebut. Diskusi dengan anggota kelompok dan luar
kelompok, serta mencari sumber informasi terkait usahatani kopi ke luar desapun
sering dilakukan dan menganggap itu merupakan hal yang penting untuk
kemajuan usahataninya. Menurut pendapat Leeuwis (2004), kekosmopolitan
memiliki hubungan positif dengan proses adopsi inovasi teknologi. Menurut
Mardikanto (1993), kekosmopolitan dicirikan oleh frekuensi dan jarak perjalanan
serta pemanfaatan media masa. Anggota kelompoktani yang lebih kosmopolit
adopsi inovasi berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan anggota
kelompoktani localite (tertutup dan terkungkung sistem sosialnya).
94

Motivasi Berkelompok
Anggota kelompoktani dalam memutuskan sesuatu pasti
mempertimbangkan dulu baikburuknya. Anggota kelompoktani dalam
memutuskan untuk bergabung dalam kelompoktani tentunya juga memiliki
dorongan tertentu seperti memang kesadaran sendiri untuk menjadi anggota
kelompoktani maju, ajakan teman atau saudara dan atau paksaan dari pihak-pihak
tertentu untuk bergabung dalam kelompok.
Hasil penelitian menunjukkan (Tabel 17) bahwa ternyata mayoritas
anggota kelompok memiliki motivasi berkelompok pada kategori tinggi yaitu
KKRTM sebanyak 85,00 persen dan KKRTL sebanyak 57,35 persen. Hal ini
artinnya, petani kopi rakyat memiliki motivasi tinggi, sehingga kelompoktani
merupakan kebutuhan guna dapat memajukan usahataninya.
Berdasarkan data penelitian sebanyak 63,64 responden menyatakan masuk
anggota kelompoktani dengan kesadaran sendiri. Anggota kelompoktani tersebut
beralasan dengan bergabung menjadi anggota kelompok maka anggota
kelompoktani akan dapat tambahan pengetahuan, wawasan baru dan keterampilan
baru, selain mendapatkan kemudahan fasilitas bersama, sehingga merasa menjadi
bagian dari anggota kelompoktani yang lainnya. Motif berkelompok kategori
sedang sebanyak 27,27 persen, kelompok ini menyatakan bahwa saat bergabung
menjadi kelompoktani karena saran, ajakan dan himbauan orang-orang
terdekatnya seperti teman, saudara dan sesama anggota kelompoktani kopi.
Untuk kategori motif berkelompok rendah hanya sebanyak 9,09 persen saja,
anggota kelompoktani kategori ini menyatakan bahwa mau bergabung menjadi
kelompoktani karena ada rasa tidak enak “sungkan” dengan adanya kunjungan
PPL kerumahnya serta himbauan kepala desa agar mau berkelompok dalam
mengelola usahatani kopinya. Menurut Slamet (2003), salah satu dimensi penting
dalam belajar adalah learning to be yaitu memecahkan dengan sendiri,
memutuskan sendiri dan memikul tanggung jawab secara mandiri. Oleh karena itu
kelompok sebagai unit belajarmengajar para anggotanya sebaiknya memiliki
kesadaran sendiri untuk mau bergabung dalam kelompok dan menjadi kebutuhan
dalam mengembangkan diri dan usahataninya.
95

Tingkat Dinamika Kelompoktani Kopi Rakyat


Tumbuh dan berkembangya suatu kelompoktani merupakan suatu bentuk
eksistensi kelembagaan pedesaan yang cukup strategis dalam pembangunan
pertanian secara umum. Kemampuan anggota kelompok dalam menjalankan
kegiatan usahatani seiring dengan tingkat dinamika suatu kelompok.
Selengkapnya hasil penelitian disajikan dalam Tabel 18.

Tabel 18. Rataan skor dinamika kelompoktani kopi rakyat Desa


Sidomulyo
Rataan Skor* (Rentang skor 1-3)
Unsur Dinamika
KKRTM KKRTL
Tujuan Kelompok 2,57 2,61
Struktur Kelompok 2,31 2,31
Fungsi Tugas Kelompok 2,56 2,54
Pembinaan Kelompok 2,61 2,62
Kekompakkan Kelompok 2,39 2,28
Suasana Kelompok 2,49 2,63
Tekanan Kelompok 1,77 1,61
Efektivitas Kelompok 2,80 2,54
Total rataan skor dinamika kelompok 2,44 2,39
Keterangan: *Rentang Skor 1,00-1,65 = Rendah, 1,66-2,31 = Sedang, 2,32-3,00 = Tinggi

Dinamika kelompok merupakan kekuatan-kekuatan yang ada dalam


kelompok yang menentukan perilaku kelompok dan anggotanya. Tingkat
dinamika kelompok dalam penelitian ini diukur berdasarkan pernyataan anggota
terhadap delapan unsur yang meliputi: tujuan kelompok, struktur kelompok,
fungsi tugas, pembinaan, kekompakkan, suasana, tekanan dan efektivitas
kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika kelompoktani kopi
rakyat di Desa Sidomulyo Kabupaten Jember secara umum berkategori tinggi
dengan total rataan skor KKRTM 2,44 dan KKRTL 2,39 pada rentang skor 1-3.

Tujuan Kelompok
Tujuan kelompok adalah sesuatu atau keadaan yang ingin dicapai
kelompok dan para anggotanya. Dalam pengukurannya menggunakan indikator:
(1) sifat dan kejelasan tujuan, (2) penjabaran tujuan menjadi rencana kerja
kelompok dan (3) kesesuaian antara rencana kerja dengan keinginan dan
kebutuhan anggota. Hasil penelitian (Tabel 18) menunjukkan bahwa unsur tujuan
KKRTM maupun KKRTL termasuk dalam kategori tinggi dengan rataan skor
masing-masing 2,57 dan 2,61 pada rentang skor 1-3. Sebanyak 73,86 persen
96

anggota kelompok responden menyatakan kelompok mempunyai tujuan yang


sangat jelas dengan keinginan sebelum masuk kelompok dan hanya 1,14 persen
yang meyatakan tujuan kelompok tidak jelas. Tentang pemahaman akan semua
tujuan yang jelas digariskan selama menjadi anggota kelompok dan relevansi
keinginan sewaktu masuk menjadi anggota kelompok dengan tujuan semula
sebanyak 63,64 persen anggota kelompok responden menyatakan sangat jelas dan
sangat sesuai.
Pada umumnya kelompok sudah memiliki tujuan yang jelas dan tertulis
secara lengkap bahkan ada yang sudah menuangkan dalam bentuk Anggaran
Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) kelompok dan rencana kerja
kelompok/rencana definitif kebutuhan kelompok (RKK/RDKK), sehingga
mempermudah dan meningkatkan kepercayaan anggota pada kelompok. Tujuan
kelompok dibuat dengan musyawarah antara pengurus, pembina kelompok (PPL
dan kepala desa) dan anggota kelompok. Relevansi tujuan anggota dengan
kelompoknya, keformalan tujuan kurang dan tertulis lengkap merupakan hal yang
penting untuk mewujudkan kedinamisan kelompok. Hal ini berbeda dengan hasil
penelitian Effendi (2001) bahwa tujuan kelompoktani sayuran termasuk dalam
kategori sedang karena tujuan kelompok telah memiliki rencana kerja tetapi
kurang jelas dan tidak tertulis, sehingga hanya merumuskan rencana kerja secara
garis besar saja.

Struktur Kelompok
Struktur kelompok adalah tata hubungan antara anggota dalam kelompok
yang sekaligus menggambarkan kedudukan dan peran masing-masing anggota
dalam pencapaian tujuan kelompok. Dalam pengukurannya menggunakan
indikator: (1) struktur pengambilan keputusan, (2) struktur tugas dan wewenang,
(3) struktur prosedur aturan dan (4) struktur komunikasi. Hasil penelitian
(Tabel 18) menunjukkan bahwa secara umum unsur struktur kelompoktani kopi
rakyat dalam kategori sedang dengan rataan skor 2,31 pada rentang skor 1-3. Hal
ini berbeda dengan hasil penelitian Yuliatin (2002) struktur kelompoktani
transmigran pada kategori tinggi karena struktur dalam pengambilan keputusan
berjalan dengan baik dan penetapan keputusan cukup demokratis.
97

Struktur pengambilan keputusan dalam kelompok idealnya ditentukan


dengan jalan musyawarah secara bersama-sama yang dipimpin oleh ketua dan
pengurusnya yang sudah ditetapkan siapa menduduki jabatan atau posisi apa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sebanyak 28,41 persen anggota
kelompok responden yang menyatakan bahwa semua anggota kelompok berperan
dalam menentukan keputusan kelompok dengan jalan musyawarah. Sebanyak
53,41 persen menyatakan bahwa ketua kelompok yang mengambil keputusan
dengan berkonsultasi dengan anggota dan hanya 18,18 persen anggota kelompok
responden yang menyatakan bahwa ketua kelompok yang menentukan keputusan
kelompok.
Untuk struktur tugas dan wewenang hasil penelitian menunjukkan
sebanyak 32,95 persen anggota kelompok responden menyatakan kedudukan,
pembagian tugas dan wewenang sangat jelas sesuai dengan kedudukan masing-
masing dalam kelompok, sehingga pekerjaan dapat selesai lebih mudah dan cepat.
Sebanyak 48,86 persen menyatakan kurang jelas struktur tugas dan wewenang
karena anggota bisa berbagi tugas dan tanggung jawab saat ada sesuatu hal
rintangan, dan hanya 18,18 persen yang menyatakan tidak jelas yaitu anggota
dapat saja bertindak sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya
Tentang struktur prosedur aturan hasil penelitian menunjukkan sebanyak
55,68 persen menyatakan sangat jelas karena pengurus kelompok sering
menyosialisasikan dan dijelaskan juga dalam AD/ART kelompok, sehingga
dapat dipakai dalam mengawasi dan mengontrol perilaku anggota.
Sebanyak 35,23 persen menyatakan kurang jelas prosedurnya dengan alasan
dalam implementasi aturan dapat berubah-rubah sesuai dengan situasi dan
kondisi.
Struktur komunikasi sudah lancar baik antar ketua dan pengurusnya
ataupun pengurus ke anggotanya. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak
60,23 persen anggota kelompok responden menyatakan penyampaian informasi
usahatani kopi dapat dikomunkasikan dengan baik dan lancar. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa para anggota dan pengurus sering bertemu dalam acara-acara
sosial seperti pengajian rutin, rukun kifayah, dan pertemuan di kebun, sehingga
komunikasi dapat berjalan dengan efektif.
98

Fungsi Tugas Kelompok


Fungsi tugas adalah usaha yang seharusnya dilakukan oleh kelompok dan
anggota untuk pencapaian tujuan. Pengukurannya dengan indikator: fungsi tugas
memberi (1) kepuasan, (2) informasi, (3) koordinasi dan (4) penjelasan. Hasil
penelitian (Tabel 18) menunjukkan bahwa unsur fungsi tugas masuk dalam
kategori tinggi, KKRTM dengan rataan skor 2,56 dan KKRTL rataan skor 2,54
pada rentang skor 1-3. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yuliatin (2002)
bahwa fungsi tugas kelompoktani trasmigran kategori tinggi namun berbeda
dengan hasil penelitiannya Effendi (2001) bahwa fungsi tugas kelompoktani
sayuran masuk dalam kategori sedang.
Sebanyak 59,09 persen responden anggota kelompoktani kopi menyatakan
sangat puas dengan melaksanakan tugas semua tujuan dapat tercapai, sebanyak
35,23 persen menyatakan belum puas karena tugas belum menggapai semua
tujuan kelompok, dan hanya sebanyak 5,68 persen saja yang menyatakan bahwa
tidak puas karena semua tujuan tidak tercapai. Penyampaian informasi tentang
sesuatu mengenai usahtani kopi sebanyak 76,14 persen menyatakan sangat baik
dengan bukti semua anggota merasa mendapatkan informasi terkait
perkembangan usahatani secara cepat dan tepat. Sebanyak 23,86 persen
menyatakan bahwa penyampaian informasi kurang baik karena kadang-kadang
saja sampai pada seluruh anggota. Selanjutnya untuk kegiatan kelompok sebanyak
44,32 persen berpendapat bahwa koordinasi sudah dilakukan dan setiap anggota
memiliki pengertian yang sama, sehingga memudahkan dalam pembagian tugas
bersama kelompok. Sebanyak 46,59 persen menyatakan kurang ada pengertian
dalam koordinasi tugas kelompok dan hanya sebanyak 9,09 persen menyatakan
tidak ada pengertian dalam koordinasi tugas kelompok. Sebanyak 61,36 persen
anggota kelompok menyatakan bahwa ada pemahaman bersama atas penjelasan
pengurus kelompok atau petugas kelompok antara satu kegiatan dengan kegiatan
yang lainnya, sisanya sebanyak 29,55 menyatakan kadang-kdang dan hanya 9,09
persen menyatakan tidak mengerti sama sekali atas hubungan atau penjelasan dari
kegiatan kelompok.
99

Pembinaan Kelompok
Pembinaan adalah usaha yang dilakukan kelompok untuk menjaga
kehidupan dan keberlangsungan kelompok. Unsur pembinaan kelompok
tersebut diukur dengan melihat:(1) upaya menumbuhkan aktivitas dan partisipasi,
(2) menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap keberhasilan kelompok,
(3) penyediaan fasilitas dan (4) penciptaan norma, aturan dan sanksi. Hasil
penelitian (Tabel 18) menunjukkan bahwa unsur pembinaan kelompok masuk
dalam kategori tinggi KKRTM dengan rataan skor 2,61 dan KKRTL rataan skor
2,62 pada rentang skor 1-3. Sebanyak 70,45 persen anggota kelompok yang
menjadi responden menyatakan semua anggota terlibat dan partisipasi dalam
setiap kegiatan kelompok, sebanyak 23,86 persen menyatakan sebagian saja yang
berpartisipasi dan hanya 5,68 persen anggota kelompok yang menyatakan
sebagian kecil saja anggota kelompok yang berpartisipasi dalam kegiatan
kelompok. Rasa tanggung jawab terhadap keberhasilan kelompok sebanyak
69,32 persen menyatakan memiliki rasa tanggung jawab dengan alasan sudah
menjadi kewajiban anggota, sebanyak 26,14 persen menyatakan kurang memiliki
rasa tanggung jawab dengan alasan biar pengurus saja yang memiliki tanggung
jawab, dan hanya 4,55 persen yang menyatakan tidak perlu memiliki tanggung
jawab dengan alasan tidak ada pembinaan.
Tentang penyediaan fasilitas sebanyak 68,18 persen menyatakan bahwa
penyediaan fasilitas memadai dengan alasan fasilitas yang ada dalam kelompok
terus bertambah dan semua fasilitas bantuan pemerintah atau pihak lain masuk
dalam inventaris kelompok, sebanyak 26,14 persen menyatakan fasilitas
kelompok kurang memadai karena sering rusak atau tidak jelas pemeliharaannya
dan sebanyak 5,68 persen menyatakan tidak memadai peralatan sudah tua dan
antri saat mau memakai. Aturan, norma dan sanksi yang berlaku dalam kelompok
sebanyak 57,95 persen menyatakan sangat memahami dengan baik karena sepakat
dan mendapat sosialisasi saat masuk menjadi kelompok, sedangkan sebanyak
32,95 persen responden menyatakan kurang memahami karena tidak semua
aturan, sanksi dan norma tertulis dengan lengkap. Hanya sebanyak 9,09 persen
responden yang menyatakan tidak memahami sama sekali karena pengurus tidak
pernah memberikan penjelasan atau masa bodoh terhadap anggotanya.
100

Kekompakkan Kelompok
Kekompakkan yang dimaksud yaitu adanya rasa keterikatan anggota
terhadap kelompoknya. Pengukuran unsur kekompakkan ini dengan melihat
beberapa hal, yaitu: (1) nilai-nilai tujuan kelompok, (2) keloyalan, kerukunan dan
homogenitas dan (3) perasaan memiliki dan senasib sepenanggungan dalam
menjalankan kegiatan. Berdasar hasil penelitian (Tabel 18) tingkat kekompakkan
anggota KKRTM berkategori tinggi dengan rataan skor 2,39 dan anggota
KKRTL berkategori sedang dengan rataan skor 2,28 pada rentang skor 1-3.
Catwright dan Zander (1968) menjelaskan bahwa kekompakkan kelompok
merupakan hasil dari semua tindakan yang memperkuat anggota kelompok untuk
tetap tinggal dalam kelompok. Tentang dorongan untuk segera mencapai tujuan-
tujuan kelompok sebanyak 50 persen responden menjawab semua anggota
memilikinya dengan alasan anggota sadar bahwa tujuan kelompok tidak bisa
dicapai secara individu, sebanyak 26,14 persen menyatakan bahwa hanya
sebagian anggota kelompok saja yaitu yang aktif dan 23,86 persen menjawab
bahwa hanya sebagia kecil saja yang memiliki dorongan untuk mencapai tujuan
dengan alasan, itu merupakan tugas pengurus. Perasaan menjadi anggota
kelompoktani selama ini, yang menjawab sangat bangga adalah sebanyak 54,55
persen dengan alasan ada pengakuan dari pihak luar, banyak prestasi dalam lomba
dan dapat bantuan dan kemudahan dari berbagai pihak. Padahal yang sama
sebanyak 29,55 persen responden menjawab kurang bangga dengan alasan biasa
saja tidak ada yang istimewa dan sebanyak 15,91 persen merasa tidak bangga
karena kelompok hanya sekedar berkumpul saja.
Taat dan loyal dalam melaksanakan kewajiban agar tujuan kelompok
segera tercapai sebanyak 36,36 persen responden menjawab semua anggota
memilikinya dengan alasan utamanya merupakan bagian dari komitmen
kelompok, sebanyak 44,32 persen responden menyatakan sebagian anggota yang
memilikinya dan sebanyak 19,32 persen sebagian kecil anggota yang taat dan
loyal. Sebanyak 51,14 persen responden menyatakan bahwa semua anggota
bersolidaritas tinggi dengan merasa memiliki dan senasib sepenanggungan dalam
menjalankan kegiatan kelompok dengan alasan utama merupakan bagian dari
gotongroyong. Responden yang menyatakan hanya sebagai kelompok yang
101

bersolidaritas tinggi sebanyak 42,05 persen dan 6,82 persen menyatakan


sebagian kecil saja anggota yang bersolidaritas tinggi dengan alasan tidak semua
anggota terlibat langsung dalam semua kegiatan kelompok.

Suasana Kelompok
Suasana kelompok adalah keadaan kelompok akibat pengaruh lingkungan
fisik dan non-fisik (interaksi anggota) yang memberi pengaruh pada anggota
dalam mencapai tujuan kelompok. Pengukuran unsur suasana kelompok dengan
melihat: (1) semangat mencapai efisiensi dan efektivitas kerja, (2) menghindari
pertentangan, (3) ketaatan pengawasan dan (4) sarana dan fasilitas. Hasil
penelitian (Tabel 18) menunjukkan bahwa suasana KKRTM dan KKRTL
berkategori tinggi dengan masing-masing rataan skor 2,49 dan 2,63 dengan
rentang skor 1-3. Keadaan ini berbeda dengan hasil penelitiannya Yuliatin bahwa
suasana kelompoktani transmigran kategori sedang, bahkan hasil penelitian
Effendi suasana kelompoktani sayuran kategori rendah.
Sebanyak 71,59 persen responden menyatakan bahwa semua anggota
semangat untuk mencapai efisiensi dan efektivitas kelompok dalam mencapai
tujuan kelompok dan sebanyak 28,41 persen menyatakan hanya sebagian anggota
saja, sebanyak 47,73 persen responden menjawab semua anggota di dalam
kelompok berusaha berbuat atau bertindak sesuai dengan aturan atau norma
kelompok, sebanyak 39,77 persen menyatakan hanya sebagian saja dan 12,5
persen responden menyatakan sebagian kecil saja dengan alasan sanksi tidak jelas
diterapkan. Sebanyak 52,27 persen responden menyatakan semua antar anggota
selalu saling mengawasi setiap perilaku atau sepakterjang anggota agar tujuan
kelompok tercapai dan kadang-kadang sebanyak 47,73 persen. Tentang kondisi
sarana dan fasilitas yang menciptakan kemudahan dan kedamaian anggota di
dalam kelompok agar tercapai tujuan kelompok sebanyak 79,55 persen responden
menyatakan semua sarana dan fasilitas mendukung dan sebanyak 20,45 persen
hanya sebagian sarana dan fasilitas mendukung suasana kerja yang kondusif.

Tekanan Kelompok
Tekanan kelompok merupakan segala sesuatu (bisa dari dalam atau luar
kelompok) yang menimbulkan ketegangan dan ketergantungan dalam kelompok
yang dapat memberi pengaruh positif kepada kelompok. Unsur tekanan
102

kelompok tersebut diukur dengan melihat: (1) adanya penghargaan bagi yang
berprestasi, (2) sanksi bagi yang melanggar peraturan dan (3) tantangan dan
kritik yang sifatnya membangun kemajuan dan dinamika kelompok. Unsur
tekanan kelompoktani kopi rakyat menurut hasil penelitian (Tabel 18) KKRTM
berkategori sedang dengan rataan skor 1,77 dan KKRTM berkategori rendah
rataan skor 1,61 pada rentang skor 1-3. Levis (1996) berpendapat bahwa tekanan
kelompok perlu untuk meningkatkan kedinamisan namun apabila tekanannya
terlalu tinggi dapat mengganggu kedinamisan, sehingga tekanan hendaklah
dikondisikan sebegitu rupa yang berdampak baik bagi kemajuan sebuah
kelompok.
Sebanyak 23,86 persen responden menyatakan selalu ada penghargaan
bagi setiap anggota berprestasi dalam mencapai tujuan kelompok, dengan alasan
agar semua anggota merasa diperhatikan dan lebih semangat lagi dalam bekerja
dan berprestasi. Bentuk penghargaan tersebut minimal pujian dan pengakuan
seperti mendapat kesempatan menjadi perwakilan atau delegasi jika ada pelatihan
26,14 persen responden menyatakan bahwa hanya sebagian saja anggota
kelompoktani yang dapat penghargaan jika berprestasi karena keinginan atau
kedekatan dengan kelompok. Sebanyak 50 persen responden menyatakan tidak
ada atau sebagian kecil saja yang dapat penghargaan jika berprestasi. Hal ini
menunjukkan bahwa pentingnya nilai penghargaan belum mendapatkan perhatian
dari kelompoktani, sehingga belum menjadi budaya, penghargaan biasanya yang
sering dari instansi atau lembaga pemerintah kepada kelompoktaninya bukan
kepada anggotanya. Sebanyak 7,95 persen responden menyatakan semua anggota
mendapatkan sanksi jika melanggar peraturan atau norma. Namun berdasarkan
pengamatan dan wawancara sanksi yang konkret bentuknya terdapat pada
kelompoktani Sidomulyo yaitu berupa sistem girikan (kerja bakti bersama di
lahan anggota secara bergiliran) sanksi berupa denda sebanyak Rp. 30.000,- bagi
anggota yang melanggar seperti tidak ikut girikan tanpa ada alasan yang jelas dan
bagi yang memberikan makanan berat saat kebunnya mendapat giliran karena
yang diperbolehkan hanya minuman dan rokok secukupnya. Sebanyak
46,59 persen responden menyatakan sebagian saja anggota yang mendapat sanksi
jika melanggar karena tergantung kepada keinginan dan kebijakan pimpinan.
103

Sebanyak 45,45 persen responden menyatakan sebagian kecil saja yang mendapat
sanksi itu pun apabila sudah diperingatkan atau dinasehati berkali-kali. Sanksi
yang terberat adalah dikeluarkan dari keanggotaan kelompoktani. Selanjutnya
tentang adanya tantangan dan kritik dari sesama anggota dan dari kelompoktani
lainnya sebanyak 9,09 persen menyatakan semua anggota kelompok bersedia
dengan alasan tantangan dan kritik memacu kemajuan dan untuk evaluasi diri dan
kelompok. Sebanyak 37,50 persen responden menyatakan sebagian anggota
kelompok saja yang bersedia dengan alasan tidak semua tantangan dan kritik
memiliki sifat membangun bahkan membuat bingung dan tanpa ada solusinya.
Bahkan sebanyak 53,41 persen responden menyatakan sebagian kecil saja angota
yang mau menerima tantangan dan kritik dengan alasan tidak terbiasa
mendapatkan kritik dalam bekerja dan cenderung merasa tegang, bersalah atau
bahkan minder jika terlalu banyak kritik dari apa yang dilakukannya. Penyuluh
dalam memberikan masukan tidak dalam bentuk kritik tetapi pendekatan persuasi
dengan suasana kekeluargaan dan keakraban.

Efektivitas Kelompok
Efektivitas kelompok adalah tingkat keberhasilan kelompok dalam
mencapai tujuan-tujuannya. Pengukurannya dengan melihat: (1) pencapaian
tujuan kelompok, (2) tingkat produktivitas usahatani dan (3) kepuasan anggota
atas kinerja kelompok. Hasil penelitian (Tabel 18) menunjukkan bahwa
efektivitas kelompok baik KKRTM maupun KKRTL berkategori tinggi dengan
masing-masing rataan skor 2,8 dan 2,54 pada rentang skor 1-3. Keadaan ini
sesuai dengan penelitian Yuliatin bahwa efektivitas kelompoktani transmigran
juga masuk dalam kategori tinggi namun berbeda dengan hasil penelitiannya
Effendi bahwa efektivitas kelompoktani sayuran masuk dalam kategori sedang.
Sebanyak 62,50 persen responden menyatakan bahwa anggota selalu
memiliki sikap dan semangat untuk mendukung seluruh pencapaian tujuan
kelompok dengan alasan sebagai bentuk tanggung jawab moral bergabung dalam
kelompoktani. Sebanyak 29,55 persen responden menyatakan anggota kurang
mendukung terhadap pencapain tujuan kelompok dengan alasan ada beberapa
tujuan yang menurutnya kurang sesuai dengan perkembangan kondisi kelompok.
Sebanyak 7,95 persen saja responden yang menyatakan anggota tidak mendukung
104

dalam pencapaian tujuan kelompok dengan alasan tujuan kelompok sudah tidak
sesuai lagi dengan keinginannya. Selanjutnya 69,32 persen responden menyatakan
bahwa setelah bergabung menjadi kelompok, produktivitas usahatani kopi
cenderung meningkat terus dengan alasan banyak inovasi teknologi yang dapat
diterapkan dalam usahatani kopi rakyat. Sebanyak 25 persen menyatakan bahwa
produktivitas kurang maksimal dan berfluktuasi dan hanya sebanyak 7,95 persen
responden yang menyatakan tidak maksimal yaitu sama saja dibandingkan
sebelum bergabung dengan kelompoktani. Sebanyak 70,45 persen anggota
kelompok merasa sangat puas bergabung dengan kelompok karena kinerja
kelompok sesuai dengan rencana kerja yang dibuat secara bersama-sama.
Sebanyak 20,45 persen responden menyatakan kurang puas dengan kinerja
kelompok dengan alasan tidak semua kegiatan kelompok dapat memberikan hasil
yang nyata bagi anggotanya dan hanya 9,09 persen yang menyatakan bahwa tidak
puas dengan kinerja kelompok karena kinerja kelompok tidak maksimal dan akan
dinamis bila ada bantuan proram atau proyek dari pemerintah.

Tingkat Peran Kelompoktani Kopi Rakyat


Peran kelompok merupakan kedudukan kelompok bagi anggota kelompok.
Peran kelompoktani dalam pembangunan pertanian dalam arti luas merupakan
pilar utama guna memberdayakan dan menguatkan kelembagaan usahatani
khususnya di sentra-sentra produksi kopi rakyat. Pengukuran peran kelompok
dengan melihat peran kelompok sebagai: (1) kelas belajarmengajar, (2) unit
produksi usahatani, (3) wadah kerjasama dan (4) unit ekonomi. Keragaan peran
kelompoktani kopi rakyat dapat dijelaskan pada Tabel 19.

Tabel 19. Rataan skor peran kelompoktani kopi rakyat Desa Sidomulyo
Unsur Peran Rataan Skor* (Rentang Skor 1-3)
Kelompok KKRTM KKRTL
Kelas Belajarmengajar 2,61 2,26
Unit Produksi 2,74 2,61
Wahana Kerjasama 2,72 2,75
Unit Ekonomi 2,43 2,23
Total Rataan Skor Peran Kelompok 2,64 2,47
Keterangan: *Rentang Sor 1,00-1,65 = Rendah, 1,66-2,31 = Sedang, 2,32-3,00 = Tinggi

Berdasar pada Tabel 19 dapat diketahui bahwa tingkat peran kelompoktani


kopi rakyat secara umum berkategori tinggi, untuk KKRTM dengan total rataan
105

skor 2,64 dan KKRTL 2,47 pada rentang skor 1-3. Pada KKRTM kelompok
berperan tinggi baik sebagai kelas belajarmengajar, unit produksi, wahana
kerjasama dan unit ekonomi. Pada KKRTL kelompok berperan tinggi sebagai
unit produksi dan wahana kerjasama namun peran kelompok sebagai kelas
belajarmengajar dan unit ekonomi masih dalam kategori sedang. Artinya,
kelompoktani kopi yang memiliki tingkat lebih tinggi lebih tinggi pula perannya
terhadap anggotanya. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Arimbawa (2004)
bahwa peran kelompok usaha bersama pada program hutan kemasyarakatan
kategori tinggi adalah peran kelompok sebagai kelas belajarmengajar dan wahana
kerjasama sedangkan peran kelompok sebagai unit produksi masuk dalam
kategori rendah. Mengingat pentingnya peran kelompok sebagai unit ekonomi
maka perlu segera mendapat perhatian oleh berbagai pihak untuk mendapat
pembinaan agar meningkat perannya, sehingga eksistensi kelompok di masa yang
akan datang dapat terjamin.

Peran Kelompoktani sebagai


Kelas Belajarmengajar
Peran kelompoktani sebagai kelas belajarmengajar diukur dengan melihat
enam indikator. Enam indikator tersebut yaitu: (1) kelompok merupakan suatu
kelas untuk mempelajari teknologi usahatani kopi; (2) kelompok merupakan suatu
tempat untuk pencarian informasi usahatani baik kepada penyuluh, kontak tani,
formulator swasta atau sesama anggota; (3) kelompok memiliki sarana belajar
(ruangan pertemuan, alat tulis dan lainnya) yang mendukung sebagai tempat
belajar; (4) pertemuan dan kegiatan kelompok sebagai tempat bertanya tentang
usahatani kopi; (5) pertemuan dan kegiatan kelompok sebagai tempat pemecahan
permasalahan-permasalahan dalam usahatani kopi dan (6) kegiatan-kegiatan
kelompok sebagai tempat untuk mencapai kesepakatan bersama dalam mengelola
usahatani kopi.
Hasil penelitian (Tabel 19) menunjukkan kategori peran KKRTM sebagai
kelas belajarmengajar berkategori tinggi dengan rataan skor 2,61 dan KKRTL
berkategori sedang dengan rataan skor 2,26 pada rentang skor 1-3. Sebanyak
59,09 persen responden menyatakan sangat setuju bahwa kelompok merupakan
suatu kelas untuk mempelajari teknologi usahatani kopi dengan alasan banyak
106

program penyuluhan ditujukan kepada kelompok bukan individu sehingga banyak


kesempatan belajar inovasi dan teknologi terkini. Sebanyak 23,86 persen
responden kurang setuju dengan alasan sarana belajar kadang tidak memadai.
Sebanyak 17,05 persen responden bahkan tidak setuju dengan hal tersebut dengan
alasan kelompok belum memiliki sarana dan fasilitas yang memadai karena
keterbatasan anggaran.
Sebanyak 61,36 persen responden menyatakan sangat setuju bahwa
kelompok merupakan suatu tempat untuk pencarian informasi usahatani baik
kepada penyuluh, kontak tani, formulator swasta atau sesama anggota. Sebanyak
22,73 persen kurang setuju dan hanya 15,01 persen tidak setuju dengan hal
tersebut. Sebanyak 53,41 persen responden menyatakan sangat setuju kelompok
memiliki sarana belajar (ruangan pertemuan, alat tulis, dan lainnya) yang
mendukung sebagai tempat belajar, 22,73 persen kurang setuju dan 23,86 persen
tidak setuju. Tentang pertemuan dan kegiatan kelompok sebagai tempat bertanya
tentang usahatani kopi sebanyak 51,14 persen sangat setuju, sebanyak 27,27
persen kurang setuju dan 21,59 persen tidak setuju dengan alasan seringkali
kelompok tidak memiliki solusi yang tepat. Sebanyak 56,82 persen responden
menyatakan sangat setuju bahwa pertemuan dan kegiatan kelompok sebagai
tempat pemecahan permasalahan-permasalahan dalam usahatani kopi, sebanyak
2,59 persen kurang setuju dan 21,59 persen tidak setuju. Indikator keenam
tentang kegiatan-kegiatan kelompok sebagai tempat untuk mencapai kesepakatan
bersama dalam mengelola usahatani kopi sebanyak 57,95 persen responden
sangat setuju, sebanyak 17,05 persen responden kurang setuju dan sebanyak 25
persen tidak setuju dengan alasan masih banyak anggota yang berpikir
kepentingan individu bukan kepentingan kelompok.

Peran Kelompoktani sebagai


Unit Produksi Usahatani
Peran kelompok sebagai unit produksi usahatani diukur dengan tujuh
indikator. Tujuh indikator tersebut adalah: (1) kelompok berperan dalam
menentukan sistem dan pola usahatani, (2) kelompok berperan dalam penyusunan
Rencana Kerja Kelompok/Rencana Definitif Kerja Kelompok (RKK/RDKK), (3)
kelompok berperan dalam menyediakan bibit yang diperlukan dalam usahatani
107

kopi, (4) menyediakan pupuk yang diperlukan dalam usahatani kopi, (5)
menyediakan obat-obatan yang diperlukan dalam usahatani kopi, (6) menyediakan
peralatan/mesin (semprot, huller dan lain-lainnya) yang diperlukan dalam
usahatani kopi dan (7) berperan dalam meningkatkan produksi dan mutu kopi
melalui kegiatan dan usaha bersama.
Hasil penelitian (Tabel 19) menunjukkan bahwa peran kelompok sebagai
unit produksi secara umum berkategori tinggi. KKRTM dengan rataan skor 2,74
dan KKRTLdengan rataan skor 2,61 pada rentang skor 1-3. Sebanyak 69,32
persen responden menyatakan sangat setuju bahwa kelompok berperan dalam
menentukan sistem dan pola usahatani, sebanyak 29,55 persen responden
kurang setuju dan hanya 1,14 persen responden yang tidak setuju. Sebanyak
77,27 persen responden sangat setuju bahwa kelompok berperan dalam
penyusunan RKK/RDKK dan sebanyak 22,73 persen responden kurang setuju
kelompok berperan dalam penyusunan RKK/RDKK. Sebanyak 55,69 persen
responden sangat setuju bahwa kelompok berperan dalam menyediakan bibit yang
diperlukan dalam usahatani kopi, sebanyak 40,91 persen kurang setuju dan
3,41 persen responden tidak setuju dengan alasan bibit adalah usaha sendiri dari
daerah lain stock kelompok habis dan terbatas. Sebanyak 71,59 persen responden
menyatakan sangat setuju bahwa kelompok menyediakan pupuk yang diperlukan
dalam usahatani kopi, sebanyak 23,86 persen responden kurang setuju dan
sebanyak 4,55 persen responden tidak setuju.
Tentang peran kelompok dalam menyediakan obat-obatan yang diperlukan
dalam usahatani kopi sebanyak 53,41 persen responden menyatakan sangat setuju,
43,18 persen kurang setuju dan 3,41 persen tidak setuju kelompok berperan
sebagai penyedia obat-obatan yang diperlukan dalam usahatani kopi. Obat-obatan
didapat dari kelompok melalui kios dengan sistem pembelian kolektif, sehingga
dapat harga lebih murah. Sebanyak 67,05 persen responden sangat setuju bahwa
kelompok berperan menyediakan peralatan/mesin (semprot, huller, pulper dan
lain-lainnya) yang diperlukan dalam usahatani kopi, sebanyak 30,68 persen
kurang setuju dan sebanyak 2,27 persen tidak setuju bahwa kelompok berperan
menyediakan peralatan/mesin (semprot, huller, pulper dan lain-lainnya) yang
diperlukan dalam usahatani kopi. Banyak bantuan peralatan atau mesin pengolah
108

dari berbagai pihak melalui kelompok yang dipakai secara bersama-sama.


Tentang kelompok berperan dalam meningkatkan produksi dan kualitas/mutu kopi
melalui kegiatan dan usaha bersama sebanyak 72,73 persen responden sangat
setuju dan sebanyak 27,27 persen kurang setuju dengan alasan tidak semua
anggota kelompoktani dapat menggunakan fasilitas kelompok secara bebas
mengingat keterbatasan kemampuan dan keterampilan anggota.

Peran Kelompoktani sebagai


Wahana Kerjasama
Peran kelompok sebagai wahana kerjasama diukur dengan menggunakan
tujuh indikator. Tujuh indikator tersebut antara lain: (1) wadah yang baik untuk
saling keterbukaan informasi, (2) tempat untuk bekerjasama dalam penentuan dan
pengelolaan usahatani, (3) menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam
menyediakan sarana produksi, (4) dalam menjalin kerjasama dengan pihak-pihak
terkait dalam pengolahan kopi, (5) menjalin kerjasama dengan pihak-pihak
terkait dalam pemasaran kopi, (6) bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait
dalam penyediaan modal kerja atau bantuan kredit dan (7) kerjasama evaluasi
terhadap kinerja keberhasilan anggota kelompok dalam mengelola usahatani kopi.
Hasil penelitian (Tabel 19) menunjukkan bahwa peran kelompoktani
sebagai wahana kerjasama secara umum adalah berkategori tinggi. KKRTM
dengan rataan skor 2,72 dan KKRTL 2,75 pada rentang skor 1-3. Menurut Slamet
(2003), bahwa dengan adanya kelompok maka ada forum belajar sekaligus
kerjasama dalam pengambilan keputusan dalam memperbaiki taraf hidup,
sehingga akan tumbuh dan berkembangnya kemandirian anggota kelompoktani.
Sebanyak 76,14 persen responden menyatakan sangat setuju bahwa kelompok
sebagai wadah yang baik untuk saling keterbukaan informasi usahatani dan
sebanyak 23,86 persen kurang setuju kelompok sebagai wadah yang baik untuk
saling keterbukaan informasi usahatani. Selanjutnya 79,55 persen responden
sangat setuju bahwa kelompok sebagai tempat untuk bekerjasama dalam
penentuan dan pengelolaan usahatani dan sebanyak 20,45 persen responden
kurang setuju kelompok sebagai tempat untuk bekerjasama dalam penentuan dan
pengelolaan usahatani. Sebanyak 72,73 persen responden sangat setuju bahwa
kelompok sebagai wadah menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam
109

menyediakan sarana produksi dan sebanyak 27,27 persen kurang setuju. Sebanyak
77,27 persen responden juga sangat setuju bahwa kelompok berperan dalam
menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam pengolahan kopi dan
sebanyak 27,27 persen kurang setuju. Tentang pernyataan bahwa kelompok
berperan menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam pemasaran kopi
sebanyak 69,32 persen responden sangat setuju dan 30,68 persen responden
kurang setuju. Sebanyak 75 persen responden sangat setuju bahwa kelompok
berperan dalam bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait dalam penyediaan
modal kerja atau bantuan kredit dan sebanyak 25 persen kurang setuju. Tentang
pernyataan bahwa kelompok wadah kerjasama dalam evaluasi terhadap kinerja
keberhasilan anggota kelompok dalam berusahatani kopi sebanyak 70,45 persen
sangat setuju dan sebanyak 29,55 persen kurang setuju.

Peran Kelompoktani sebagai


Unit Ekonomi
Misi pembangunan ekonomi nasional adalah memberdayakan masyarakat
dan seluruh kekuatan ekonominya dengan mengembangkan sistem ekonomi
kerakyatan. Sistem ini mensyaratkan adanya partisipasi yang luas dari seluruh
masyarakat baik dalam proses pembangunan maupun dalam menikmati hasil-
hasilya. Oleh karena itu, kelompoktani di samping sebagai lembaga sosial harus
berperan dalam peningkatan perekonomian para anggotanya. Berdasarkan
kenyataan yang ada bahwa kelompoktani yang memiliki peran ekonomi yang baik
akan lebih eksis dalam berkiprah di masyarakat. Peran kelompoktani sebagai unit
ekonomi dapat diukur dengan lima indikator. Lima indikator tersebut adalah:
(1) wadah untuk membantu anggota dalam memasarkan hasil produksi kopi,
(2) berfungsi sebagai unit permodalan dan simpanpinjam bagi semua anggota, (3)
berperan dalam pembentukan atau pendirian koperasi tani, (4) berperan dalam
menjalin kerjasama atau kemitraan dengan pengusaha dan (5) berperan dalam unit
pelayanan jasa alsin dan atau unit agroindustri. Berdasarkan hasil penelitian
(Tabel 19) didapatkan bahwa peran KKRTM sebagai unit ekonomi berkategori
tinggi dengan rataan skor 2,43 dan KKRTL berkategori sedang dengan masing-
masing rataan skor 2,23 pada rentang skor 1-3. Peran kelompoktani sebagai unit
ekonomi sangat penting untuk menjaga keberlangsungan usahatani. Usahatani
110

kopi rakyat merupakan bisnis dengan motif mendapatkan keuntungan. Oleh


karena itu menurut Syahyuti (1995) pembentukan dan penumbuhan kelompoktani
dan Gapoktan harus ditempatkan dalam konteks yang lebih luas yaitu konteks
pembangunan ekonomi dan kemandirian anggota kelompoktani menuju
pembangunan yang berkelanjutan atau sustainable rural development, sehingga
keberadaan kelompoktani sebagai lembaga pedesaan yang mampu eksis secara
riel berperan bagi pemberdayaan para anggotanya.
Sebanyak 46,59 persen responden menyatakan bahwa kelompok berperan
sebagai wadah untuk membantu anggota dalam memasarkan hasil produksi kopi,
sebanyak 21,59 persen responden menyatakan kurang setuju dengan hal tersebut
dan 31,82 persen responden menyatakan tidak setuju dengan alasan seringkali
anggota menjual hasil kopinya tidak melalui kelompok namun melalui pedagang
tengkulak. Sebanyak 38,64 persen anggota sangat setuju bahwa kelompok
berfungsi sebagai unit permodalan dan simpanpinjam bagi semua anggota dan
47,73 persen responden kurang setuju dengan hal tersebut selanjutnya sebanyak
13,64 persen tidak setuju. Tentang pernyataan bahwa kelompok berperan dalam
pembentukkan atau pendirian koperasi tani sebanyak 32,95 persen responden
sangat setuju, sebanyak 39,77 persen kurang setuju dan sebanyak 27, 27 persen
tidak setuju kelompok berperan dalam pembentukkan atau pendirian koperasi
tani. Sebanyak 55,68 persen responden sangat setuju bahwa kelompok berperan
dalam menjalin kerjasama atau kemitraan dengan pengusaha, sebanyak 26,14
persen kurang setuju dan sebanyak 18,18 persen tidak setuju. Tentang pernyataan
bahwa kelompok berperan dalam unit pelayanan jasa alsintan dan atau unit
agroindustri sebanyak 64,77 persen responden sangat setuju, 21,59 persen kurang
setuju dan 13,64 persen tidak setuju dengan alasan anggota mayoritas mengolah
produk primernya saja dan produk sekundernya belum, sehingga pengolahan
produk primer anggota sudah bisa mengolah secara individu.

Tingkat Kemampuan Anggota dalam Penerapan Inovasi Teknologi


Usahatani Kopi Rakyat
Pembangunan perkebunan kopi rakyat akan dapat berhasil apabila anggota
kelompoktani kopi mau dan mampu menerapkan inovasi teknologi yang tepat
guna dan sesuai dengan lingkungannya. Pada era perdagangan global peningkatan
111

kualitas dan kuantitas komoditas kopi rakyat sudah saatnya diarahkan pada
pendekatan agribisnis dan agroindustri. Konsep agribisnis bertumpu pada
pemberdayaan para anggota kelompoktani kopi agar mampu berusahatani secara
berkelompok yang berorientasi profit serta mengadopsi inovasi teknologi yang
bercirikan efisiensi tinggi dan produk yang kompetitif. Tingkat kemampuan
anggota dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat dapat diukur
dengan melihat: (1) penguasaan inovasi teknologi budidaya, (2) pemenuhan
kebutuhan saprodi, (3) teknik pemanenan, (4) penanganan pascapanen dan (5)
kemampuan dalam mengakses informasi teknologi, permodalan dan pasar.
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 20) menunjukkan bahwa tingkat
kemampuan anggota secara umum dalam penerapan inovasi teknologi usahatani
kopi berkategori tinggi. KKRTM dengan total rataan skor 2,66 dan KKRTL
dengan total rataan skor 2,38 pada rentang skor 1-3. Hal ini berbeda dengan hasil
penelitian Yusnadi (1992) bahwa tingkat penerapan inovasi anggota kelompoktani
kopi dalam pengembangan perkebunan kopi rakyat tergolong sedang. Tingkat
kemampuan anggota dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat
secara jelas dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Rataan skor kemampuan anggota kelompoktani dalam


penerapan inovasi teknologi kopi rakyat Desa Sidomulyo
Rataan Skor*
Unsur Penerapan Inovasi Teknologi (Rentang Skor 1-3)
KKRTM KKRTL
Budidaya 2,69 2,72
Pemenuhan Saprodi 2,72 2,47
Pemanenan 2,63 2,39
Pascapanen 2,51 2,25
Mengakses Informasi inovasi Teknologi, modal dan pasar 2,74 2,05
Total Rataan Skor Kemampuan Penerapan Inovasi Teknologi 2,66 2,38
Keterangan: *Rentang Skor 1,00-1,65 = Rendah, 1,66-2,31 = Sedang, 2,32-3,00 = Tinggi

Kemampuan Anggota dalam Penerapan


Inovasi Teknologi Budidaya
Tingkat kemampuan anggota dalam penerapan inovasi teknologi
budidaya dapat diukur dengan sembilan indikator. Sembilan indikator tersebut
adalah: (1) teknologi pengolahan tanah yang dianjurkan dalam usahatani kopi
dapat diterapkan oleh anggota kelompok, (2) teknik pemeliharaan dan pemilihan
bibit yang dianjurkan dalam usahatani kopi dapat diterapkan oleh anggota
112

kelompok, (3) teknik penanaman bibit yang dianjurkan dalam usahatani kopi
dapat diterapkan oleh anggota kelompok, (4) jarak tanam penanaman bibit dan
jumlah populasi per hektar serta umur bibit sesuai anjuran, (5) tata cara
pemupukan yang dianjurkan dalam usahatani kopi dapat diterapkan oleh anggota
kelompok, (6) tata cara pengaturan air yang dianjurkan dalam usahatani kopi
dapat diterapkan oleh anggota kelompok, (7) teknik pengendalian hama dan
penyakit yang dianjurkan dalam usahatani kopi dapat diterapkan oleh anggota
kelompok, (8) pemilihan dan teknik penanaman tanaman pelindung yang
dianjurkan dalam usahatani kopi dapat diterapkan oleh anggota kelompok dan (9)
tata cara pemangkasan yang dianjurkan dalam usahatani kopi dapat diterapkan
oleh anggota kelompok.
Hasil penelitian (Tabel 20) menunjukkan bahwa tingkat kemampuan
anggota dalam penerapan inovasi teknologi budidaya berkategori tinggi.
KKRTM dengan rataan skor 2,69 dan KKRTL dengan rataan skor 2,72 pada
rentang skor 1-3. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Effendi (2001) bahwa
tingkat penerapan teknologi usahatani sayuran dalam teknik budidaya secara
umum masuk kategori sedang.
Sebanyak 78,41 persen responden menyatakan seluruh teknik pengolahan
tanah yang dianjurkan dalam usahatani kopi dapat diterapkan oleh anggota
kelompok yaitu memecah dan menggeburkan tanah, pembersihan gulma serta
membuat lubang tanam kedalaman 12-24 cm dan dibiarkan selama tiga-enam
bulan. Sebanyak 21,59 persen responden menyatakan hanya sebagian teknik
anjuran yang dapat diterapkan yaitu hanya melakukan pemerataan tanah dan
pembersihan gulma saja. Menurut penyuluh areal pertanaman kopi secara umum
dapat berasal dari: (1) tanah bukaan baru (dari hutan cadangan), (2) tanah bukaan
ulangan (dari kopi ke kopi) dan (3) tanah rotasi (dari tanaman lain ke kopi secara
bergantian) dan tanah konversi (dari tanaman lain ke kopi secara permanen).
Setelah pembukaan lahan selesai maka sisa akar dan akar tunggal harus
disingkirkan agar tidak menjadi sumber infeksi penyakit akar atau nematoda.
Apabila tanah kondisinya miring maka perlu dilakukan pembuatan teras. Berdasar
observasi lapangan di Desa Sidomulyo areal pertanaman kopi berasal dari tanah
bukaan ulang dan bukaan baru. Tanah bukaan baru berasal dari bekas hutan yang
113

berada di lereng gunung sekitar wilayah desa. Secara umum anggota


kelompoktani kopi di Desa Sidomulyo sudah melakukan penyiapan lahan seperti
yang dianjurkan oleh penyuluh yaitu mengolah tanah dan menggeburkan terlebih
dahulu dan membersihkan sisa akar dan tunggul supaya tidak ada sumber
penyakit yang tersisa.
Sebanyak 75 persen responden menyatakan bahwa seluruh teknik
pemeliharaan dan pemilihan bibit yang dianjurkan dalam usahatani kopi dapat
diterapkan oleh anggota kelompok yaitu bibit dipelihara dengan baik dan asal usul
jelas serta bibit atas multi varietas dalam satu hamparan kebun dengan varietas BP
358, BP 409, BP 534 dan SA 237. Sebanyak 25 persen responden menyatakan
hanya sebagian menerapkan teknik pemeliharaan dan pemilihan bibit yaitu hanya
satu atau dua varietas saja. Sebanyak 79,55 persen teknik penanaman bibit yang
dianjurkan dalam usahatani kopi dapat diterapkan oleh anggota kelompok yaitu
membuat lubang tanam dan pemberian kaporit dan pupuk kandang sekitar 3-6
bulan sebelum tanam. Sebanyak 20,45 persen responden menyatakan sebagian
saja yag dapat diterapkan yaitu pembuatan lubang saja sekitar kurang 3 bulan
sebelum tanam. Sebanyak 56,82 persen responden menyatakan jarak tanam
penanaman bibit dan jumlah populasi per hektar serta umur bibit sesuai anjuran
seluruhnya dapat diterapkan yaitu jarak tanam 2,5 x 2, 5 m dengan populasi
maksimal 2000 pohon/ha dan umur bibit sembilan bulan sampai satu tahun.
Sebanyak 28,41 persen responden menyatakan sebagian saja teknik dapat
diterapkan dengan memodifikasi jarak tanam dan bibit kurang atau lebih dari
anjuran dan sebanyak 14,77 persen responden menyatakan tidak menerapkan
teknik anjuran karena merasa rumit dan meniru cara leluhur.
Berdasar penelitian dan informasi penyuluh tentang teknik penanaman di
sini meliputi jarak tanam, jumlah bibit kopi yang ditanam, lubang tanam maupun
umur kopi. Jarak tanam harus sesuai dengan jenis kopi. Kopi jenis robusta
memerlukan jarak tanam lebih lebar dari pada kopi jenis arabika. Pada tanah yang
subur memerlukan jarak tanam lebih lebar dari pada tanah yang kurang subur.
Pada lahan yang memiliki kemiringan kurang dari 15 persen tiap klon ditanam
dengan lajur yang sama, berseling dengan klon lain, pergantian klon mengikuti
arah timur barat. Apabila kemiringan tanah lebih dari 15 persen tiap klon
114

diletakkan dalam satu teras, diatur dengan jarak tanam sesuai lebar teras. Hal ini
untuk mengantisipasi apabila kemudian hari dilakukan penyulaman, selain
memudahkan penelusuran klon juga tidak mengubah imbangan komposisi klon
kopi. Lubang tanaman biasanya anggota kelompoktani membuat paling lambat 3-
6 bulan sebelum penanaman. Semakin berat struktur tanah anggota kelompoktani
akan membuka lubang semakin lama dan diberi lebih banyak bahan organik.
Lubang tanaman sebaiknya dibuat ketika tanah masih cukup basah. Untuk
penanaman pada awal musim hujan lubang dibuat pada akhir musim hujan
sebelumnya (terbuka kurang lebih setengah tahun). Ukuran lubang sekitar antara
40 cm x 40 cm x 40 cm tergantung pada struktur tanah.
Jumlah bibit kopi yang ditanam tiap hektarnya menurut anjuran tidak lebih
dari 2000 pohon agar tanaman kopi dapat tumbuh dengan baik. Umur bibit kopi
yang akan ditanam sebaiknya berumur sembilan bulan sampai satu tahun. Jenis
varietas kopi yang direkomendasikan adalah BP 42, BP 234, BP 288, BP 358, BP
409, SA 237, BP 436, BP 920, BP 534, BP 936 dan SA 203. Secara umum
anggota kelompok sudah menerapkan inovasi teknologi pembibitan yang
dianjurkan yaitu: (1) jarak kedalaman tanam kopi antara 12-24 cm dari permukaan
tanah; (2) waktu pembuatan lubang antara tiga sampai enam bulan sebelum bibit
kopi ditanam dan (3) populasi kopi perhektarnya tidak lebih dari dua ribu pohon
untuk menjaga tanaman mendapatkan cahaya matahari dan sumber hara yang
cukup. Anggota kelompoktani kopi rakyat di Desa Sidomulyo juga sudah mampu
menerapkan bibit unggul bersertifikat yang jelas jenis dan asal-usulnya, biasanya
berasal dari perkebunan pemerintah dan bantuan dari Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia. Anggota kelompoktani mengembangkan bibit tersebut dengan
perbanyakan dengan proses penyambungan antara batang bawah dan dengan
batang atas. Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan bibit selanjutnya
memperbanyak dengan menyambung antara bibit biasa atau lokal (kopi nangka)
dengan bibit klon unggul anjuran yang sesuai lokalita seperti BP 358, BP 409 dan
BP 534.
Sebanyak 68,18 persen responden menyatakan semua tata cara pemupukan
yang dianjurkan dalam usahatani kopi dapat diterapkan oleh anggota kelompok
(pupuk seimbang organik dan anorganik dengan dosis yang tepat) dan sebanyak
115

31,82 persen hanya sebagian saja yang dapat diterapkan. Sebanyak 76,14 persen
responden menyatakan semua teknik pengaturan air yang dianjurkan dalam
usahatani kopi dapat diterapkan oleh anggota kelompok yaitu ada saluran irigasi
dan membuat rorak dan sebanyak 23,86 persen responden menyatakan hanya
sebagian yang dapat diterapkan yaitu membuat saluran irigasi saja atau membuat
rorak saja. Anggota kelompoktani biasanya menggunakan dua jenis pupuk yaitu
pupuk organik dan anorganik. Jenis pupuk anorganik yang sering dipakai dalam
usahatani kopi adalah urea dan TSP sedangkan pupuk organik yang pakai adalah
pupuk kemasan buatan pabrik dan buatan sendiri dari kompos dan kotoran ternak
terutama dari kotoran kambing dan sapi. Sesuai dengan persyaratan para eksportir
dan buyer dari luar negeri penggunaan pupuk anorganik hanya secukupnya saja
tidak boleh berlebihan dan harus seimbang bahkan ada kelompoktani yang hanya
menggunakan pupuk organik agar kopinya benar-benar organik dan bermutu
spesial.
Sebanyak 65,91 persen responden menyatakan semua teknik
pengendalian hama dan penyakit yang dianjurkan dalam usahatani kopi dapat
diterapkan oleh anggota kelompok yaitu secara terpadu sesuai dengan prinsip
PHT, sebanyak 29,55 persen responden menyatakan hanya sebagian yang dapat
diterapkan yaitu dilakukan apabila sudah ada hama dan penyakit. Sebanyak 4,55
persen responden menyatakan tidak dapat menerapkan karena keterbatasan
tenaga kerja. Hama penyakit yang sering menyerang tanaman kopi robusta di
wilayah ini adalah bubuk buah, bubuk cabang, kutu putih, nematode dan penyakit
cendawan akar coklat. Pengendaliannya dengan sistem pengendalian hama
terpadu dan metode biologis namun apabila cara tersebut masih kurang berhasil
anggota kelompoktani terpaksa memakai bahan obat kimia yang aman bagi
lingkungan. Penyakit bubuk buah atau penyakit penggerek kopi (PPKo) dicegah
dengan Hipotan yang mampu merangsang dan menarik kumbang besar dengan
24 botol perhektar dilakukan selama dua bulan pada tanaman buah kopi yang
sudah berwarna merah. Agar mata rantai penyakit pengerek terputus, kopi yang
buah kopi terserang diambil dan direbus lalu dijadikan bubuk, sehingga telur
kumbang akan mati. Kutu putih dikendalikan dengan musuh alaminya yaitu laba-
laba dan kumbang hitam akan tetapi apabila populasi semut gramang terlalu tinggi
116

maka disemprot dengan Supraside. Penyakit nematode yang dibawa oleh cacing
halus dikendalikan cara mekanis yaitu dicabut dan dibakar. Penyakit cendawan
akar coklat diatasi dengan cara mekanis juga yaitu dengan mencabut pohon dan
membersihkan lubang bekas tanaman yang sakit dilanjutkan dengan membuat
parit isolasi sedalam 80 cm dan membiarkannya selama 1-2 tahun.
Sebanyak 76,14 persen responden menyatakan bahwa semua pemilihan
dan teknik penanaman tanaman pelindung yang dianjurkan dalam usahatani kopi
dapat diterapkan oleh anggota kelompok yaitu menanam penaung sementara dan
tetap glirisida, lamtoro, alpukat, dadap dan sengon laut dengan populasi sekitar
400 pohon/ha. Sebanyak 23,86 persen responden menyatakan hanya sebagian
pemilihan dan teknik penanaman tanaman pelindung yang dianjurkan dalam
usahatani kopi dapat diterapkan oleh anggota kelompok yaitu jenis naungan dan
populasi semaunya anggota kelompoktani. Berdasarkan petunjuk teknis kopi
robusta dari penyuluh dan Puslitkoka Indonesia, penanaman tanaman naungan
harus dilakukan paling lambat satu tahun sebelum kopi dipindah ke pertanaman.
Jarak tanam harus disesuiakan dengan jarak tanam kopi. Tanaman naungan ada
dua macam yaitu naungan sementara dan naungan tetap. Pohon naungan
sementara misalnya Flemingia yang ditanam dalam barisan dengan arah utara
selatan. Pohon naungan tetap misalnya lamtoro. Perbandingan antara pohon
naungan tetap dengan tanaman kopi tergantung pada jenis pohon naungan dengan
jarak tanam kopi. Apabila naungan yang digunakan lamtoro maka
perbandingannya adalah 1:1, setelah naungan tetap cukup besar maka naungan
sementara harus dikurangi secara bertahap. Mayoritas anggota kelompoktani kopi
di Desa Sidomulyo menanam pohon naungan atau pelindung pohon lamtoro dan
glirisade dengan pertimbangan daun pohon pelindung jenis ini juga dapat
dimanfaatkan sebagai makanan ternak dan sumber pupuk kompos alami yang
baik bagi tanaman kopi. Selain itu anggota kelompoktani juga menanam alpukat,
kelapa dan petai dengan jarak yang aman untuk menambah penghasilan tambahan.
Sebanyak 78,41 persen responden menyatakan semua teknik
pemangkasan yang dianjurkan dalam usahatani kopi dapat diterapkan oleh
anggota kelompok yaitu meliputi pemangkasan pembentukkan tajuk,
pemangkasan produksi, dan pemangkasan peremajaan serta wiwil kasar dan halus
117

dan sebanyak 21,59 persen responden menyatakan hanya sebagai anggota


kelompok yang dapat menerapkan teknik tersebut dengan alasan terlalu sibuk
dengan pekerjaan yang lainnya. Secara umum anggota kelompoktani sudah
mampu menerapkan anjuran mengenai pemangkasan yang sebaiknya dilakukan
seperti pemangkasan produksi yang biasa disebut wiwil halus dan wiwil kasar.
Wiwil kasar dilakukan dengan membuang tunas yang tidak diperlukan dengan
cara mematahkan dengan tangan agar ruas yang terpendek dari tunas ikut
terbuang. Wiwil kasar dilakukan setiap bulan sekali pada musim hujan dan dua
bulan sekali pada musim kemarau. Wiwil halus dilakukan dengan membuang
cabang balik, cabang liar, cabang kering dan cabang sakit. Wiwil halus dilakukan
tiga bulan setelah panen dan diulang lagi tiga bulan kemudian. Kegiatan
pemangkasan ini memakai alat yang mudah diperoleh seperti pisau tajam yang
steril bisanya petani merebus di dalam air mendidih. Selanjutnya anggota
kelompoktani kopi juga mampu melakukan pemangkasan peremajaan, sesuai
dengan petunjuk penyuluh yaitu dilakukan setelah panen dan buah kopi benar-
benar habis dengan cara membuang cabang jelek dan tua dan melakukan
penyambungan dengan bibit yang unggul.

Kemampuan Anggota dalam


Pemenuhan Saprodi
Kemampuan Anggota dalam pemenuhan sarana produksi diukur dengan
lima indikator. Indikator tersebut adalah: (1) mampu memenuhi kebutuhan sarana
bibit per ha (termasuk cadangan untuk mengganti tanaman yang mati) yang akan
ditanam di areal usahatani, (2) mampu memenuhi kebutuhan pupuk dalam
usahatani kopi, (3) mampu memenuhi kebutuhan obat-obatan dalam
usahatani kopi, (4) mampu memenuhi kebutuhan peralatan usahatani kopi dan
(5) mampu memenuhi kebutuhan bibit tanaman pelindung.
Hasil penelitian (Tabel 20) menunjukkan bahwa kemampuan anggota
dalam pemenuhan saprodi masuk dalam kategori tinggi. KKRTM dengan rataan
skor 2,72 dan KKRTL dengan rataan skor 2,47 pada rentang skor 1-3. Berdasar
data penelitian sebanyak 64,77 persen responden menyatakan seluruh anggota
mampu memenuhi kebutuhan sarana bibit per ha (termasuk cadangan untuk
mengganti tanaman yang mati) yang akan ditanam di areal usahatani, sebanyak
118

19,32 persen sebagian saja dapat dipenuhi dengan alasan menyediakan bibit hanya
untuk ditanam saja sekitar 1800 pohon perhektar dan tidak memiliki cadangan
bibit untuk jaga-jaga di kala ada yang mati atau rusak dan sebanyak 15,91 persen
tidak mampu menerapkan dengan alasan bibit ditanam seadanya saja istilahnya
anggota kelompoktani bibit cabutan yang ditanam secara tambal sulam. Sebanyak
65,91 persen responden menyatakan bahwa mampu memenuhi kebutuhan pupuk
dalam usahatani kopi, sebanyak 28,41 persen sebagian saja mampu memenuhi
kebutuhan pupuk dengan alasan sebagian membeli secara mandiri karena perlu
pupuk yang lain dan sebanyak 5,68 persen menyatakan tidak mampu dalam
pemenuhan sarana pupuk kimia dengan alasan harga terlalu mahal dan
mensubstitusi dengan pupuk organik seperti pupuk kompos dan kandang.
Sebanyak 65,91 persen responden menyatakan bahwa mampu memenuhi
kebutuhan obat-obatan dalam usahatani kopi, sebanyak 23,86 persen sebagian
mampu memenuhi kebutuhan dengan alasan harga obat-obatan mahal jadi hanya
membeli yang penting-penting saja dan sebanyak 10,23 persen tidak mampu
memenuhi dengan alasan tanpa memakai obat kimiawi mengandalkan musuh
alaminya. Sebanyak 57,95 persen responden menyatakan mampu memenuhi
kebutuhan peralatan usahatani kopi, sebanyak 35,23 persen sebagian mampu
dipenuhi dengan alasan peralatan yang mahal tidak dapat dipenuhi sendiri,
sehingga bergabung dengan anggota kelompoktani atau kelompok lainnya dan
sebanyak 6,82 persen tidak mampu memenuhi dengan alasan tidak perlu susah-
sudah memakai peralatan seadanya saja. Sebanyak 56,82 persen responden
menyatakan mampu memenuhi kebutuhan bibit tanaman pelindung, sebanyak
38,64 persen menyatakan hanya sebagian yang mampu dipenuhi dengan alasan
perlu banyak tenaga kerja, sehingga dikerjakan tenaga kerja dari keluarga saja
dan sebanyak 4,55 persen menyatakan tidak mampu memenuhinya dengan alasan
medan atau lokasi kebun yang sulit ditanami.

Kemampuan Anggota dalam


Teknik Pemanenan
Kemampuan Anggota dalam teknik pemanenan diukur dengan empat
indikator. Indikator tersebut adalah: (1) mampu melakukan panen kopi yang
sesuai dengan tingkatan waktu petik (permulaan, pertengahan, akhiran),
119

(2) mampu melakukan panen kopi saat kopi benar-benar matang dan merah,
(3) mampu melakukan panen kopi dengan petik tertib, satu persatu dan bersih
dan (4) selalu mempersiapkan peralatan panen seperti tangga, keranjang petik dan
lainnya.
Hasil penelitian (Tabel 20) menunjukkan bahwa kemampuan anggota
KKRTM dan KKRTL dalam menerapkan teknik pemanenan produksi kopi
berkategori tinggi dengan rataan skor 2,63 dan 2,39 pada rentang skor 1-3.
Sebanyak 55,68 persen responden menyatakan bahwa anggota kelompok mampu
seluruhnya menerapkan panen kopi yang sesuai dengan tingkatan waktu petik
(permulaan, pertengahan dan akhiran), sebanyak 31,82 persen sebagian dapat
diterapkan yaitu saat panen raya/pertengahan saja dengan alasan kebun tidak luas
dan lokasinya sulit biar tidak rugi dipetik saat panen raya saja dan sebanyak
12,5 persen menyatakan tidak mampu menerapkannya karena panen untuk segera
memenuhi kebutuhan hidup, sehingga kurang peduli jadwal panen. Sebanyak
51,14 persen menyatakan bahwa mampu melakukan panen kopi saat kopi benar-
benar matang dan merah, sebanyak 36,36 persen sebagian saja yang dapat
diterapkan karena agar segera dapat hasil banyak, sehingga kurang peduli kopi
sudah hijau atau merah diambil semua dan sebanyak 12,5 persen tidak mampu
menerapkannya karena kebun tidak aman sehinga panen awal untuk menghindari
pencurian. Sebanyak 60,23 persen menyatakan seluruh anggota mampu
melakukan panen kopi dengan petik tertib, satu persatu dan bersih, sebanyak
27,27 persen hanya sebagian dapat diterapkan karena memakai buruh petik wanita
dan laki-laki secara borongan, sehingga kuantitas produksi menjadi prioritas dan
sebanyak 12,5 persen tidak mampu menerapkan karena mengutamakan hasil.
Sebanyak 65,91 persen menyatakan mampu selalu mempersiapkan peralatan
panen seperti tangga, keranjang petik dan lainnya, 22,73 persen hanya sebagian
karena hanya membawa keranjang dan karung petik saja dan sebanyak
11,36 persen responden tidak mampu menerapkan dengan alasan tanpa persiapan
khusus peralatan seadanya saja.
Keterangan responden menyatakan bahwa panen kopi dilakukan sebanyak
tiga kali dalam setahun. Panen awal atau panen kopi bubuk adalah sekitar bulan
April, panen raya adalah sekitar bulan Juli dan panen akhir sekitar bulan
120

Oktober. Pemetikan kopi tahap awal biasanya adalah petik buah yang terkena
penyakit bubuk, sehingga merah sebelum waktunya. Panen raya merupakan
pemetikan dengan hasil kopi yang terbaik yaitu kopi benar-benar matang dan
berwarna merah dan panen akhir atau disebut panen lelesan/racutan dengan
jumlah yang sedikit dan biasanya dipanen semua baik warna buah kopi yang
masih hijau dan kuning dan sisa buah kopi dipohon tinggal 10 persen. Tenaga
kerja pemetik biasanya tenaga wanita dengan sistem harian atau borongan.
Sistem harian para pemetik diberi upah sekitar Rp. 15.000,- tetapi diberi
makan dan minum sekedarnya, sedangkan sistem borongan setiap satu
kilogram diberi upah Rp. 200,- Peralatan yang dipakai dalam pemanenan
yaitu: (1) kocok/keranjang, alat yang terbuat dari bambu atau rotan yang
digunakan untuk menampung sementara buah kopi; (2) sapu, untuk
mengumpulkan buah kopi yang jatuh; (3) sak atau karung plastik, sebagai tempat
buah kopi hasil panen dan (4) tangga segitiga, untuk membantu mengambil buah
kopi yang tinggi.

Kemampuan Anggota dalam


Teknik Pascapanen
Kemampuan anggota dalam teknik pascapanen diukur dengan lima
indikator. Indikator tersebut adalah: (1) mampu menerapkan (proses pengeringan,
pengupasan dan seterusnya) kopi sesegera mungkin setelah panen selesai, (2)
terampil dan mampu melakukan pengolahan kopi baik teknik kering maupun
basah, (3) selalu menjaga kualitas kopi dengan curing (pengeringan ulang,
pembersihan dan Hulling) kopi sesuai dengan prosedur, (4) mampu menyimpan
hasil olahan kopi dengan gudang yang sesuai dengan standar dan (5) mampu
dalam sortir dan memahami standar mutu kopi.
Hasil penelitian (Tabel 20) menunjukkan bahwa kemampuan anggota
KKRTM dalam penerapan teknik pascapanen berkategori tinggi dengan rataan
skor 2,51, sedangkan KKRTL berkategori sedang dengan rataan skor 2,25 pada
rentang skor 1-3. Sebanyak 53,41 persen responden menyatakan mampu
menerapkan (proses pengeringan, pengupasan dan seterusnya) kopi sesegera
mungkin setelah panen selesai, sebanyak 25 persen menyatakan hanya sebagian
karena tenaga kerja dan kapasitas peralatan terbatas dan sebanyak 21,59 persen
121

tidak mampu menerapkan karena lokasi kebun jauh, sehingga sulit mengolah kopi
sesegera mungkin. Sebanyak 65,91 persen responden menyatakan terampil dan
mampu melakukan pengolahan kopi baik teknik kering maupun basah karena
sering mendapatkan pelatihan dan praktek bersama, sebanyak 25 persen
menyatakan sebagian saja dapat diterapkan karena yang sering menerapkan
pengolahan kering kecuali ada pesanan atau harga kopi jatuh sekali dan sebanyak
9,09 persen tidak mampu menerapkan dengan benar karena kopi langsung dijual
ke pedagang sistem borongan, sehingga tanpa pengolahan dulu. Sebanyak 55,68
persen menyatakan bahwa selalu menjaga kualitas kopi dengan curing
(pengeringan ulang, pembersihan dan hulling) kopi sesuai dengan prosedur,
sebanyak 31,82 persen menyatakan sebagian saja yang dapat diterapkan karena
keterbatsan sarana dan peralatan dan sebanyak 12,50 persen tidak mampu
menerapkannya karena dijual dalam sistem kopi gelondongan.
Setelah proses pemetikan buah merah selesai proses selanjutnya adalah
sortasi. Sortasi biasanya memakai bak dengan ukuran 2x1 meter. Cara kerjanya
dengan merendam buah kopi pada bak yang berisi air untuk memisahkan kopi
yang kualitas baik dan kopi yang jelek atau kampong. Kopi yang baik adalah kopi
yang tenggelam dalam air dan ke luar dari bak yang dapat diolah dengan sistem
basah. Untuk kopi yang mengambang diambil dan kemudian diproses secara
kering. Lama perendaman maksimal 36 jam biar rendemen tetap baik. Setelah
direndam maka dimasukkan pada mesin pulper untuk mengupas kulit buah.
Kapasitas mesin pulper yang dipakai biasanya satu ton per empat jam untuk mesin
tipe GX 160 (5.5) merupakan bantuan Dikti dengan bahan bakar dua liter per ton
buah kopi dan juga memakai mesin kneyser (pengupas kulit buah) dengan
kapasitas dua ton perjam. Fermentasi adalah proses pelepasan kulit tanduk dengan
biji. Kelompoktani kopi di Desa Sidomulyo biasanya melakukan fermentasi jenis
kering atau dry fermentation dengan memasukkan kopi ke dalam karung plastik
atau sak selama kurang dari setengah hari (12 jam). Fermentasi dilakukan jika
mesin washer tidak mampu memproses mengingat kapasitasnya hanya satu ton
per jam. Proses selanjutnya adalah pencucian atau washing. Kelompoktani kopi
Desa Sidomulyo melakukan proses pencucian dengan dua metode yaitu metode
manual dan mekanis. Pencucian manual dilakukan setelah kopi yang difermentasi
122

sudah siap untuk dicuci. Pencucian manual dilakukan di sungai atau bak pencuci.
Pencucian secara mekanis menggunakan mesin washer dengan tenaga penggerak
diesel tenaga 22 pk/2200 rpm. Setelah pencucian biji kopi langsung dianginkan di
para-para, baru setelah air pencucian kering dijemur di lantai jemur yang sudah
dibersihkan selama 4-5 hari (kadar air biji kopi 14-16 persen). Setelah kering kopi
dikupas dengan mesin huller untuk memisahkan kopi dari kulit tanduk dan kulit
ari. Kemudian setelah keluar dari mesin huller biji kopi didinginkan dulu
sebelum dimasukkan dalam karung (karung goni untuk pasar ekspor dan karung
plastik untuk pasar lokal), untuk menghindari biji kopi pucat baru dikemas, terus
dimasukkan gudang.
Sebanyak 31,82 persen saja responden menyatakan mampu menyimpan
hasil olahan kopi dengan gudang yang sesuai dengan standar karena agar dapat
kualitas premium dengan modifikasi standar gudang, sebanyak 37,5 persen hanya
sebagian standar gudang yang mampu diterapkan karena keterbatasan biaya untuk
membuat gudang dan 12,5 persen tidak mampu menerapkan, sehingga langsung
dijual begitu biji kopi kering. Pergudangan yang dilakukan oleh kelompoktani
kopi diwilayah ini adalah dengan memasukan kopi dalam runag khusus yang
memiliki ventilasi yang baik, suhu ruangan hangat, sehingga ruang dibuat
sedemikian rupa, kelembaban udara baik dengan memberi kafling dan alas dari
bambu atau kayu setinggi 10-15 cm pada sisi bawah dan bagian samping tidak
boleh berhubungan langsung dengan tembok atau dinding. Namun pada suhu
ekstrim misalnya terlalu kering maka kelembaban bisa dinaikan dengan menyiram
air di sekitar gudang dan apabila terlalu tinggi dapat dikeringkan dengan Vis
dryer.Untuk mengukur kadar kelembaban kopi petani sudah mampu
menggunakan alat tester namanya koka tester yang mampu mendeteksi secara
otomastis kadar air kopi. Berdasarkan standar mutu, kadar air kopi untuk
pengolahan basah minimal 12 persen dan untuk pengolahan kering minimal
13 persen.
Sebanyak 51,14 persen responden mampu dalam sortir dan memahami
standar mutu kopi karena sudah sering dapat penyuluhan, pelatihan dan belajar
dari pedagang atau eksportir, sebanyak 21,59 persen hanya sebagian mampu
dipahami karena disortir dengan peralatan sederhana seperti ayakan manual dan
123

mata dan tangan telanjang dan sebanyak 27,27 persen menyatakan anggota belum
mampu menerapakan sortir sesuai standar mutu kopi karena berpikiran sortir tidak
penting karena kenyataannya oleh pedagang semua hasil produksi dimasukkan
dalam kategori mutu kopi asalan (mutu menengah) yaitu Grade 3 dan 4. Anggota
kelompoktani sudah memiliki catatan klasifikasi mutu kopi (berdasar warna,
ukuran, kulit tanduk, biji pecah dan lubang biji), sehingga mampu untuk
mengetahui mutu kopi. Kopi akan masuk kategori Mutu 1 apabila (jumlah nilai
cacat maksimum 11), kategori Mutu 2 (jumlah nilai cacat antara 12-25), kategori
Mutu 3 (jumlah nilai cacat antara 26-44), kategori Mutu 4 (jumlah nilai cacat
antara 45-80), kategori Mutu 5 (jumlah nilai cacat antara 81-150) dan kategori
Mutu 6 (jumlah nilai cacat antara 151-225).
Anggota kelompoktani kopi di Desa Sidomulyo sebagian sudah mampu
mengolah sampai tahap sekunder, biji kopi diolah menjadi kopi bubuk yang siap
konsumsi. Pengolahan biji kopi melalui beberapa tahap pengolahan yaitu: (1)
penyangraian, (2) penggilingan dan (3) pengayakan. Proses penyangraian kopi
dilakukan pada suhu 200-225oC yang bertujuan untuk mendapatkan kopi rendang
yang berwarna coklat kayu manis kehitaman. Proses penyangraian menggunakan
dua metode yaitu metode tertutup dan terbuka. Metode tertutup menyebabkan
kopi bubuk yang dihasilkan mempunyai rasa agak asam akibat tertahannya air dan
beberapa jenis asam yang mudah menguap. Aroma lebih tajam dan terhindar dari
pemcemaran bau dari luar seperti bau bahan bakar. Mesin penyangraian
berkapasitas 35-100 kg sekali penyangraian. Sedangkan penyangraian tertutup
menggunakan wajan yang terbuat dari keramik atau tanah liat. Selanjutnya kopi
yang sudah disangrai didinginkan terus dilakukan penggilingan dengan mesin
penggiling. Proses penggilingan dimaksudkan untuk mengecilkan ukuran partikel
dari biji kopi. Setelah digiling bubuk kopi diproses dengan pengayakan agar
diperoleh kopi bubuk yang halus dan seragam. Pada umumnya dilakukan dengan
alat pengayak yang mempunyai ukuran 40 mesh. Ukuran kopi bubuk dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu kasar atau regular grind, sedang atau
drip grind dan halus atau fine grind. Proses yang paling akhir adalah
pengemasan di dalam plastik yang dilengkapi dengan nama produk, depkes, ijin
124

usaha, logo atau gambar, alamat atau nomor telepon yang dipres dengan
menggunakan mesin pengepres.

Kemampuan Anggota Kelompok dalam


Mengakses Informasi Inovasi
Teknologi Modal dan Pasar
Kemampuan anggota dalam teknik mengakses informasi inovasi
teknologi, modal dan pasar diukur dengan lima indikator. Indikator tersebut
adalah: (1) mampu mencari informasi inovasi teknologi usahatani kopi, (2)
mampu mengakses permodalan/kredit dari lembaga-lembaga terkait, (3) mampu
mengakses informasi permintaan pasar, (4) mampu mengakses harga pasar dan
(5) mampu mengakses lembaga pemasaran.
Hasil penelitian (Tabel 20) menunjukkan bahwa kemampuan anggota
KKRTM dalam mengakses inovasi teknologi, permodalan dan pasar berkategori
tinggi dengan rataan skor 2,74 dan KKRTL masuk kategori sedang dengan rataan
skor 2,05 pada rentang skor 1-3. Sebanyak 51,14 persen responden menyatakan
anggota mampu mencari informasi inovasi teknologi usahatani kopi, sebanyak
22,73 persen sebagian saja yang mampu karena anggota yang aktif dalam
kelompok yang umumnya proaktif terhadap mengakses inovasi teknologi dan
sebanyak 26,14 persen belum mampu dengan alasan sulit untuk memahami materi
inovasi teknologi tanpa bimbingan. Sebanyak 53,41 persen responden menyatakan
anggota mampu mengakses permodalan/kredit dari lembaga-lembaga terkait
yaitu melalui koperasi dan kelompok untuk dihubungkan dengan lembaga
permodalan yang ada seperti perbankan, pemerintah (Pemda, Universitas, Disbun
dan Puslit) dan swasta, sebanyak 23,86 persen responden menyatakan hanya
sebagian anggota yang mampu karena bagi yang sudah menjadi anggota koperasi
saja yang mudah dalam mengakses permodalan dan sebanyak 22,73 persen
menyatakan anggota belum mampu karena belum ada koperasi. Sebanyak 46,59
persen responden menyatakan bahwa anggota mampu mengakses informasi
permintaan pasar dengan menjalin hubungan baik dengan pedagang besar dan
eksportir serta asosiasi kopi bahkan mencari sendiri melalui media elektronik
seperti internet, sebanyak 25 persen menyatakan hanya sebagian kelompok yang
mampu mengakses informasi permintaan pasar karena hanya kelompok atau
anggota yang menjadi pedagang saja yang mampu mengakses permintaan pasar
125

karena terkait dengan kepercayaan dan persaingan bisnis dan sebanyak 28,41
persen anggota yang belum mampu mengakses permintaan pasar karena
menyerahkan saja pada pedagang. Sebanyak 46,59 persen responden yang
menyatakan bahwa anggota mampu mengakses harga pasar, sebanyak 17,05
persen menyatakan sebagian anggota saja yang mampu dan sebanyak 36,36
persen belum mampu mengakses harga pasar karena tidak perlu survei harga yang
penting segera dapat uang untuk menutup kebutuhan sehari-hari. Sebanyak 44,32
persen responden menyatakan anggota mampu mengakses lembaga pemasaran
yaitu melalui kelompok dapat menggandeng eksportir dan memiliki setifikat
UTZ Kapeh dari Belanda, sehingga produk kopi dapat mudah diterima pasar luar
negeri, sebanyak 36,64 persen menyatakan hanya sebagian saja yang mampu dan
sebanyak 17,05 persen menyatakan anggota belum mampu mengakses lembaga
pemasaran karena kelompok lemah dalam membuat jaringan, sehingga masih
menjual produk kopi kepada kelompok lain yang memiliki jaringan dengan
lembaga pemasaran.

Hubungan Karakteristik Anggota Kelompok dengan Kemampuan


Penerapan Inovasi Teknologi Usahatani Kopi Rakyat
Hasil penelitian (Tabel 21) menunjukkan bahwa karakteristik anggota
berhubungan dengan tingkat penerapan inovasi teknlogi usahatani kopi rakyat
dan masing-masing memiliki hubungan dengan keeratan dan arah yang berbeda.
Karakteritik anggota kelompoktani yan dimaksud meliputi: (1) umur anggota
kelompok, (2) pendidikan formal, (3) pendidikan nonformal, (4) jumlah anggota
keluarga, (5) luas lahan, (6) pengalaman berusahatani kopi, (7) masa keanggotaan
kelompoktani, (8) Kekosmopolitan dan (9) motivasi berkelompok.

Hubungan Umur dengan Kemampuan


Penerapan Inovasi Teknologi
Usahatani Kopi Rakyat
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 20) didapat nilai probabilitas
lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis ditolak. Artinya, umur anggota
kelompoktani berhubungan tidak nyata dengan kemampuan penerapan inovasi
teknologi kopi rakyat. Hal ini dapat dijelaskan anggota kelompoktani yang
berumur lebih tua tingkat adopsinya dalam pengembangan kopi rakyat lebih
rendah dari anggota kelompoktani yang berusia relatif lebih muda. Kondisi ini
126

mengisyaratkan bahwa semakin tinggi umur anggota maka semakin menurun


tingkat kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi. Semakin lanjut umur
anggota kelompoktani akan menurunkan kemampuan fisik, pemahaman respon
dan motivasi dalam berusaha padahal dalam usahatani kopi membutuhkan
kekuatan fisik yang prima karena selain lokasi kebun yang relatif susah juga
penanganan kopi cukup rumit, sehingga perlu keterampilan dan semangat tinggi.

Tabel 21. Hubungan karakteristik anggota kelompok dengan kemampuan


penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat
Kemampuan penerapan inovasi teknologi ( τ b)
Karakteristik Budidaya Penyedian Pemanenan Pascapanen Mengakses
anggota saprodi informasi inovasi
teknologi, modal
dan pasar
Umur -0,031 0,081 -0,155 -0,127 0,008
Pendidikan formal 0,027 0,038 0,087 -0,007 -0,055
Pendidikan
0,003 0,109 0,006 0,134 0,172
nonformal
Jumlah angota
0,137 0,093 -0,128 -0,108 0,105
Keluarga
Luas lahan -0,048 0,002 -0,010 -0,169 0,022
Pengalaman
0,173 0,407** 0,350** 0,306** 0,437**
berusahatani kopi
Masa keanggotaan 0,094 0,295** 0,196* 0,284** 0,463**
Kekosmopolitan 0,374** 0,241** 0,127 0,230** 0,230**
Motivasi
0,194* 0,222* 0,204* 0,252** 0,213*
berkelompok
Keterangan: * Korelasi nyata (p<0,05) τ b: Koefisien rank Tau-B Kendall
** Korelasi sangat nyata (p<0,01)

Hubungan Pendidikan Formal dengan


Kemampuan Penerapan Inovasi
Teknologi Usahatani Kopi Rakyat
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai
probabilitas lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis ditolak. Artinya, pendidikan
formal anggota kelompoktani berhubungan tidak nyata dengan kemampuan
penerapan inovasi teknologi kopi rakyat. Hal ini karena mayoritas pendidikan
formal anggota kelompoktani kopi rakyat masuk pada kategori rendah dan sedikit
yang berpendidikan formal kategori tinggi, sehingga dalam mengelola usahatani
kopi lebih mengandalkan pendidikan nonformal yang didapat dari berbagai
sumber seperti adanya kursus tani, pendidikan dan pelatihan dan kegiatan-
kegiatan lainnya yang dapat meningkatkan kemampuan anggota dalam
menerapkan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat. Hal ini berbeda dengan
127

penelitian Kusnadi (2006), bahwa pendidikan formal memiliki hubungan yang


nyata terhadap efektivitas kelompoktani. Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, semakin efisien bekerja dan semakin banyak mengetahui cara-cara atau
teknik berusahatani yang lebih baik dan menguntungkan.

Hubungan Pendidikan Nonformal dengan


Kemampuan Penerapan Inovasi Teknologi
Usahatani Kopi Rakyat
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai probabilitas lebih
besar dari 0,05, sehingga hipotesis ditolak. Artinya, pendidikan nonformal
anggota kelompoktani berhubungan tidak nyata dengan kemampuan penerapan
inovasi teknologi kopi rakyat. Hal ini karena secara umum akumulasi jumlah
anggota kelompoktani yang memiliki pendidikan nonformal mayoritas masih
dalam kategori rendah-sedang yaitu frekuensinya 1-4 kali dalam tiga bulan
terakhir seperti ikut dalam penyuluhan, kursus, diklat dan lain sebagainya. Hal ini
berbeda dengan hasil penelitian Marliati (2008) menyebutkan bahwa pendidikan
nonformal berpengaruh nyata dengan pemenuhan kebutuhan pengembangan
kapasitas anggota kelompoktani dalam berusahatani dan tingkat kemandirian
anggota kelompoktani dalam beragribisnis tanaman pangan maupun perkebunan.

Hubungan Jumlah Anggota Keluarga


Kemampuan dengan Penerapan Inovasi
Teknologi Usahatani Kopi Rakyat
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai probabilitas lebih
besar dari 0,05, sehingga hipotesis ditolak. Artinya, jumlah anggota keluarga
anggota kelompoktani berhubungan tidak nyata dengan kemampuan penerapan
inovasi teknologi kopi rakyat. Hal ini karena ditemukan bahwa mayoritas jumlah
anggota keluarga anggota kelompoktani masuk dalam kategori rendah dan sedang
yaitu jumlah anggota keluarga berkisar antara 2-5 orang yang menjadi tanggungan
hidup kepala keluarga anggota kelompoktani kopi rakyat. Hal ini kurang sesuai
dengan hasil penelitian Yusnadi (1992) bahwa semakin besar jumlah keluarga
maka semakin tinggi tingkat adopsi dalam pengembangan kopi rakyat.
128

Hubungan Luas Lahan dengan Kemampuan


Penerapan Inovasi Teknologi
Usahatani Kopi Rakyat
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai probabilitas
lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis ditolak. Artinya, luas lahan anggota
kelompoktani berhubungan tidak nyata dengan kemampuan penerapan inovasi
teknologi kopi rakyat. Hal ini karena dari penelitian diketahui bahwa mayoritas
anggota kelompoktani memiliki lahan dengan kategori sedang dan sempit dengan
luas lahan berkisar antara 0,25 sampai 1,00 ha. Kondisi ini kurang sesui dengan
dengan penelitian Yusnadi (1992) bahwa semakin luas lahan maka semakin tinggi
adopsi dalam usahatani kopi rakyat.

Hubungan Pengalaman Berusahatani


Kopi dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Budidaya
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,173 dan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis
ditolak. Artinya, pengalaman berusahatani kopi anggota kelompoktani
berhubungan positif dan tidak nyata dengan kemampuan penerapan inovasi
teknologi budidaya kopi rakyat. Semakin banyak anggota memiliki pengalaman
usahatani semakin tinggi pula kemampuan anggota dalam penerapan inovasi
teknologi budidaya kopi rakyat. Pengalaman usahatani anggota kelompoktani
berhubungan tidak nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi
budidaya kopi rakyat karena mayoritas pengalaman usahatani masuk paada
kategori rendah dan sedang yaitu memiliki pengalaman berkisar antara 3-12 tahun
berkerja sebagai anggota kelompoktani kopi rakyat.

Hubungan Pengalaman Berusahatani


Kopi dengan Kemampuan
Penyediaan Saprodi
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,407 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, pengalaman berusahatani kopi anggota kelompoktani
berhubungan positif dan sangat nyata dengan kemampuan penyediaan saprodi
129

budidaya kopi rakyat. Semakin banyak anggota memiliki pengalaman usahatani


semakin tinggi pula kemampuan anggota kelompoktani dalam penyediaan
saprodi. Hal ini dapat dipahami, karena dengan pengalaman usahatani yang
banyak tentu saja anggota kelompoktani kopi akan semakin cakap dan banyak
memiliki jaringan kerjasama dengan penyediaan saprodi. Semakin banyak
pengalaman usahatani kopi biasanya mereka juga semakin lama bergabung
dengan kelompoktani, sehingga banyak menerima manfaat dari peran kelompok
terhadap anggotanya

Hubungan Pengalaman Berusahatani


Kopi dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Pemanenan
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,350 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, pengalaman berusahatani kopi anggota kelompoktani
berhubungan positif dan sangat nyata dengan kemampuan anggota dalam inovasi
teknologi pemanenan. Semakin banyak anggota memiliki pengalaman usahatani
semakin tinggi pula kemampuan anggota kelompoktani dalam penerapan inovasi
teknologi pemanenan. Kondisi ini dapat dipahami, karena dengan pengalaman
usahatani yang banyak tentu saja anggota kelompoktani kopi akan semakin cakap
dan banyak mendapatkan pelajaran bahkan pengalaman gagal, sehingga sudah
banyak membandingkan keuntungan dan kerugian dalam penerapan inovasi
teknologi pemanenan.

Hubungan Pengalaman Berusahatani


Kopi dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Pascapanen
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,306 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, pengalaman berusahatani kopi anggota kelompoktani
berhubungan positif dan sangat nyata dengan kemampuan dengan kemampuan
penerapan inovasi teknologi pascapanen kopi rakyat. Semakin banyak anggota
memiliki pengalaman usahatani semakin tinggi pula kemampuan anggota
kelompoktani dalam penerapan inovasi teknologi pascapanen. Pengalaman
usahatani anggota kelompoktani berhubungan sangat nyata dengan kemampuan
130

anggota kelompoktani dalam penerapan inovasi teknologi pascapanen kopi rakyat


karena semakin banyak memiliki pengalaman usahatani maka semakin bisa
memilih inovasi teknologi tepat dan menguntungkan dalam kegiatan pascapanen
baik pada pengolahan primer kopi (pengolahan setelah petik) dan pengolahan
sekunder kopi (pengolahan kopi ose kering siap sampai konsumsi).

Hubungan Pengalaman Berusahatani


Kopi dengan Kemampuan Penerapan
Mengakses Informasi Inovasi
Teknologi Modal dan Pasar
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,437 dan nilai probabilitas lebih kecil 0,01, sehingga hipotesis diterima.
Artinya, penggalaman berusahatani kopi anggota kelompoktani berhubungan
positif dan sangat nyata dengan kemampuan penerapan mengakses inovasi
teknologi, modal dan pasar. Semakin banyak pengalaman usahatani anggota
kelompoktani maka semakin tinggi pula kemampuan anggota kelompoktani dalam
penerapan mengakses inovasi teknologi, modal dan pasar. Hal ini karena semakin
banyak pengalaman usahatani tentunya anggota kelompoktani kopi yang menjadi
anggota kelompoktani semakin terpacu untuk memajukan usahanya, sehingga
berusaha mengakses inovasi teknologi, permodalan dan pasar. Hal ini sesuai
dengan penelitian Yusnadi (1992) bahwa pengalaman berusahatani kopi memiliki
hubungan yang nyata dengan penerapan teknologi dengan pengalaman yang
banyak maka anggota kelompoktani semakin menyadari bahwa usahatani kopi
merupakan sumber kehidupan, sehingga semakin respon dengan inovasi teknologi
untuk pengembangan perkebunan kopi rakyat.

Hubungan Masa Keanggotaan


Kelompoktani dengan Kemampuan
Penerapan Inovasi Teknologi
Budidaya
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,094 dan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis
ditolak. Artinya, masa keanggotaan kelompoktani berhubungan positif dan tidak
nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi budidaya kopi rakyat.
Semakin lama anggota bergabung dengan kelompoktani semakin tinggi pula
kemampuan anggota dalam penerapan inovasi teknologi budidaya kopi rakyat.
131

Hal ini karena mayoritas masa keanggotaan anggota kelompoktanimasuk pada


kategori baru dan sedang sebanyak 57,95 persen yaitu bergabung dalam
kelompoktani berkisar antara 2-9 tahun. Semakin baru masa keanggotaan tentunya
semakin sedikit merasakan peran kelompoktani sebagai media belajar menerapkan
teknologi budidaya kopi rakyat.

Hubungan Masa Keanggotaan


Kelompoktani dengan Kemampuan
Penyediaan Saprodi
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,295 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, masa keanggotaan kelompoktani berhubungan positif dan
sangat nyata dengan kemampuan penyediaan saprodi budidaya kopi rakyat.
Semakin lama anggota bergabung dengan kelompoktani maka semakin tinggi pula
kemampuan anggota kelompoktani dalam penyediaan saprodi. Hal ini karena
dengan masa keanggotaan yang lama tentu saja anggota kelompoktani kopi akan
semakin aktif berpartisipasi dalam kelompok dan banyak memiliki jaringan
kerjasama dengan penyediaan saprodi. Semakin lama bergabung dengan
kelompoktani, sehingga banyak menerima manfaat dari peran kelompok terhadap
anggotanya.

Hubungan Masa Keanggotaan


Kelompoktani dengan Kemampuan
Penerapan Inovasi Teknologi
Pemanenan
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,196 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, masa keanggotaan kelompoktani berhubungan positif dan nyata
dengan kemampuan anggota dalam inovasi teknologi pemanenan. Semakin lama
anggota bergabung dengan kelompoktani maka semakin tinggi pula kemampuan
anggota kelompoktani dalam penyediaan saprodi. Hal ini karena dengan masa
keanggotaan usahatani yang lama tentu saja anggota kelompoktani kopi akan
semakin banyak belajar dan kerjasama dengan anggota yang lain, sehingga sudah
banyak mencoba dan membandingkan keuntungan dan kerugian dalam penerapan
inovasi teknologi pemanenan.
132

Hubungan Masa Keanggotaan


Kelompoktani dengan Kemampuan
Penerapan Inovasi Teknologi
Pascapanen
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,284 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, masa keanggotaan kelompoktani berhubungan positif dan
sangat nyata dengan kemampuan dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi
pascapanen kopi rakyat. Semakin lama anggota bergabung dengan kelompoktani
maka semakin tinggi pula kemampuan anggota kelompoktani dalam penerapan
inovasi teknologi pascapanen. Hal ini dapat dipahami, karena semakin lama
anggota bergabung dengan kelompoktani maka semakin bisa memilih inovasi
teknologi tepat dan menguntungkan dalam kegiatan pascapanen baik pada
pengolahan primer kopi (pengolahan setelah petik) dan pengolahan sekunder kopi
(pengolahan kopi ose kering siap sampai siap konsumsi atau dipasarkan).

Hubungan Masa Keanggotaan


Kelompoktani dengan Kemampuan
Penerapan Mengakses Inovasi
Teknologi, Modal dan Pasar
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,463 dan nilai probabilitas lebih kecil 0,01, sehingga hipotesis diterima.
Artinya, masa keanggotaan anggota kelompoktani berhubungan positif dan sangat
nyata dengan kemampuan penerapan mengakses inovasi teknologi, modal dan
pasar. Semakin lama masa keanggotaan anggota kelompoktani maka semakin
tinggi pula kemampuan anggota kelompoktani dalam penerapan mengakses
inovasi teknologi, modal dan pasar. Hal ini dapat dipahami, karena semakin lama
menjadi anggota kelompoktani usahatani tentunya anggota kelompoktani kopi
semakin banyak mendapatkan kemudahan dari fasilitas dan peran
kelompoktaninya, sehingga terpacu untuk memajukan usahanya, sehingga
berusaha mengakses inovasi teknologi, permodalan dan pasar. Hal ini
bertentangan hasil penelitian Rukka (2008) bahwa masa keanggotaan (lama
menjadi anggota kelompok) mempunyai hubungan negatif dan tidak nyata
terhadap peranan kelompoktani dalam pemenuhan kebutuhan usahataninya.
133

Hubungan Kekosmopolitan dengan


Kemampuan Penerapan Inovasi
Teknologi Budidaya
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,374 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, kekosmopolitan anggota kelompoktani berhubungan positif dan
sangat nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi budidaya kopi
rakyat. Semakin tinggi kekosmopolitan anggota semakin tinggi pula kemampuan
anggota dalam penerapan inovasi teknologi budidaya kopi rakyat. Hal ini dapat
dipahami, karena mayoritas tingkat kekosmopolitan anggota kelompok masuk
paada kategori tinggi. Selain itu semakin tinggi tingkat kekosmopolitan anggota
kelompoktani maka semakin tinggi respon dengan inovasi usahatani kopi dari luar
atau dari media informasi, sehingga mudah untuk menyerap, mencoba dan
menerapkan inovasi teknologi budidaya kopi.

Hubungan Kekosmopolitan dengan


Kemampuan Penyediaan Saprodi
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,241 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, kekosmopolitan anggota kelompoktani berhubungan positif dan
sangat nyata dengan kemampuan penyediaan saprodi budidaya kopi rakyat.
Semakin tinggi kekosmopolitan anggota semakin tinggi pula kemampuan anggota
dalam penerapan inovasi teknologi budidaya kopi rakyat. Hal ini dapat dipahami,
karena mayoritas tingkat kekosmopolitan anggota kelompok masuk paada
kategori tinggi sebanyak 75 persen. Selain itu semakin tinggi tingkat
kekosmopolitan anggota kelompoktani maka semakin tinggi respon dengan
inovasi usahatani kopi dari luar atau dari media informasi, sehingga kemampuan
anggota dalam penyediaan saprodi dapat lebih baik.

Hubungan Kekosmopolitan dengan


Kemampuan Penerapan Inovasi
Teknologi Pemanenan
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,127 dan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis
ditolak. Artinya, kekosmopolitan anggota kelompoktani berhubungan positif dan
134

tidak nyata dengan kemampuan anggota dalam inovasi teknologi pemanenan.


Semakin tinggi kekosmopolitan anggota semakin tinggi pula kemampuan anggota
dalam penerapan inovasi teknologi pemanenan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
tingkat kekosmopolitan yang tinggi biasanya dimiliki oleh kepala rumah tangga
sedangkan yang banyak berperan dalam pelaksanaan kegiatan pemanenan adalah
para wanita baik dari keluarga sendiri atau tenaga kerja dari luar.

Hubungan Kekosmopolitan dengan


Kemampuan Penerapan Inovasi
Teknologi pascapanen
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,230 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, kekosmopolitan anggota kelompoktani berhubungan positif dan
sangat nyata dengan kemampuan dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi
pascapanen kopi rakyat. Semakin tinggi kekosmopolitan anggota semakin tinggi
pula kemampuan anggota dalam penerapan inovasi teknologi pascapanen. Hal ini
terjadi karena semakin kosmopolit maka semakin terbuka wawasan dan cara
pandang terhadap teknologi, sehingga bisa memilih inovasi teknologi tepat dan
menguntungkan dalam kegiatan pascapanen baik pada pengolahan primer kopi
(pengolahan setelah petik) dan pengolahan sekunder kopi (pengolahan kopi ose
kering siap sampai dikonsumsi atau dijual).

Hubungan Kekosmopolitan dengan


Kemampuan Penerapan Mengakses Informasi
Inovasi Teknologi, Modal dan Pasar
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,230 dan nilai probabilitas lebih kecil 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, kekosmopolitan anggota kelompoktani berhubungan positif dan
sangat nyata dengan kemampuan penerapan mengakses informasi inovasi
teknologi, modal dan pasar. Semakin tinggi kekosmopolitan anggota semakin
tinggi pula kemampuan anggota dalam penerapan mengakses inovasi teknologi,
modal dan pasar. Hal ini terjadi karena semakin tinggi kekosmopolitan tentunya
anggota kelompoktani kopi yang menjadi anggota kelompoktani semakin banyak
memiliki relasi dan jaringan usaha, sehingga terpacu untuk memajukan usahanya,
sehingga termotivasi mengakses inovasi teknologi, permodalan dan pasar dengan
135

menjalin hubungan baik dengan pihak luar yang mampu menjadi mitra kerja
dalam mengakses informasi inovasi teknologi, modal dan pasar hasil produksi
kopi.

Hubungan Motivasi Berkelompok dengan


Kemampuan Penerapan Inovasi
Teknologi Budidaya
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,194 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, motivasi berkelompok anggota kelompoktani berhubungan
positif dan nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi budidaya kopi
rakyat. Semakin tinggi motivasi berkelompok maka semakin tinggi pula
kemampuan anggota dalam penerapan inovasi teknologi budidaya kopi rakyat.
Hal ini terjadi karena mayoritas motivasi berkelompok anggota kelompoktani
masuk paada kategori tinggi. Selain itu motivasi berkelompok merupakan modal
dasar anggota untuk mengerjakan setiap inovasi budidaya usahatani kopi dengan
baik dan sesuai dengan anjuran.

Hubungan Motivasi Berkelompok dengan


Kemampuan Penyediaan Saprodi
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,222 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, motivasi berkelompok anggota kelompoktani berhubungan
positif dan nyata dengan kemampuan penyediaan saprodi budidaya kopi rakyat.
Semakin tinggi motivasi berkelompok semakin tinggi pula kemampuan anggota
kelompoktani dalam penyediaan saprodi. Hal ini terjadi karena dengan motivasi
berkelompok yang tinggi tentu saja anggota kelompoktani kopi akan semakin
semangat untuk mencari dan proaktif dalam kelompoknya agar mampu memiliki
jaringan kerjasama dengan penyediaan saprodi.

Hubungan Motivasi Berkelompok


denganKemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Pemanenan
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,204 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, motivasi berkelompok anggota kelompoktani berhubungan
136

positif dan nyata dengan kemampuan anggota dalam inovasi teknologi


pemanenan. Semakin tinggi motivasi berkelompok anggota semakin tinggi pula
kemampuan anggota kelompoktani dalam penerapan inovasi teknologi
pemanenan. Hal ini terjadi karena mayoritas motivasi berkelompok anggota
kelompoktani masuk paada kategori tinggi 63,64 persen. Selain itu motivasi
berkelompok merupakan modal dasar anggota untuk mengerjakan setiap inovasi
pemanenan kopi dengan baik dan sesuai dengan anjuran.

Hubungan Motivasi Berkelompok


dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi pascapanen
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,252 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, motivasi berkelompok anggota kelompoktani berhubungan
positif dan sangat nyata dengan kemampuan dengan kemampuan penerapan
inovasi teknologi pascapanen kopi rakyat. Semakin tinggi motivasi berkelompok
semakin tinggi pula kemampuan anggota kelompoktani dalam penerapan inovasi
teknologi pascapanen. Hal ini terjadi karena semakin tinggi motivasi berkelompok
maka semakin semangat untuk belajar dan saling kerjsama dalam memilih
menerapkan inovasi teknologi tepat dan menguntungkan dalam kegiatan
pascapanen baik pada pengolahan primer kopi (pengolahan setelah petik) dan
pengolahan sekunder kopi (pengolahan kopi ose kering sampai siap konsumsi
atau dijual).

Hubungan Motivasi Berkelompok dengan


Kemampuan Penerapan Mengakses Informasi
Inovasi Teknologi, Modal dan Pasar
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 21) didapat nilai koefisien
korelasi 0,213 dan nilai probabilitas lebih kecil 0,05, sehingga hipotesis diterima.
Artinya, motivasi berkelompok anggota kelompoktani berhubungan positif dan
nyata dengan kemampuan penerapan mengakses inovasi teknologi, modal dan
pasar. Semakin tinggi motivasi berkelompok anggota kelompoktani maka
semakin tinggi pula kemampuan anggota kelompoktani dalam penerapan
mengakses inovasi teknologi, modal dan pasar. Hal ini terjadi karena semakin
motivasi berkelompok tentunya anggota kelompoktani kopi yang menjadi anggota
137

kelompoktani semakin terpacu untuk memajukan usahanya, sehingga berusaha


mengakses inovasi teknologi, permodalan dan pasar. Hal ini juga didukung oleh
data penelitian bahwa mayoritas motivasi berkelompok anggota kelompoktani
masuk pada kategori tinggi.

Hubungan Dinamika Kelompok dengan Kemampuan Penerapan Inovasi


Teknologi Usahatani Kopi Rakyat
Tingkat dinamika kelompok diduga berhubungan nyata dengan tingkat
kemampuan anggota dalam penerapan inovasi teknologi usahatani. Hasil
penelitian (Tabel 22) menunjukkan bahwa hubungan dinamika kelompok dengan
tingkat kemampuan anggota dalam penerapan inovasi teknologi memiliki
hubungan dan keeratan yang bervariasi.

Tabel 22. Hubungan dinamika kelompok dengan kemampuan dalam


penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat
Kemampuan penerapan inovasi teknologi ( τ b)
Budidaya Penyedian Pema- Pasca- Mengakses
Dinamika kelompok saprodi nenan panen informasi
inovasi
teknologi,
modal dan pasar
Tujuan kelompok -0,046 0,175* 0,171 0,032 0,174*
Struktur kelompok -0,004 0,042 -0,011 0,054 0,051
Fungsi tugas kelompok 0,124 0,060 0,067 0,105 0,066
Pembinaan kelompok 0,185* 0,255** 0,203* -0,138 0,226**
Kekompakkan
0,231* 0,149 0,336** 0,113 0,140
kelompok
Suasana kelompok -0,030 -0,154 -0,056 0,056 0,188*
Tekanan kelompok -0,080 0,191* 0,236** 0,398** 0,310**
Efektivitas kelompok 0,047 0,208* 0,060 0,116 0,320**
Keterangan: * Korelasi nyata (p<0,05) τ b: Koefisien rank Tau-B Kendall
** Korelasi sangat nyata (p<0,01)

Hubungan Tujuan Kelompok dengan


Kemampuan Penerapan Inovasi Teknologi
Budidaya, pemanenan dan Pascapanen
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai probabilitas lebih
besar dari 0,05, sehingga hipotesis ditolak. Artinya, tujuan kelompok
berhubungan tidak nyata dengan kemampuan penerapan teknologi budidaya,
pemanenan dan pascapanen usahatani kopi rakyat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
tujuan kelompok mayoritas belum begitu formal walaupun sudah banyak
yang tertulis dan jelas, sehingga tujuan kurang begitu mengikat para anggotanya
138

untuk menerapkan segala inovasi teknologi budidaya yang dianjurkan oleh


penyuluh atau lembaga pemerintah atau swasta yang membina kelompoktani kopi
rakyat.

Hubungan Tujuan Kelompok dengan


Kemampuan Penyediaan Saprodi
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi 0,175 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, tujuan kelompok berhubungan positif dan nyata dengan
kemampuan penyediaan saprodi budidaya kopi rakyat. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa semakin jelas tujuan kelompok maka semakin mudah
pula anggota kelompok dalam penyediaan saprodi. Hal ini dapat dijelaskan
semakin jelas tujuan kelompok yang sejalan dengan tujuan individu setiap
anggota maka semakin mudah pula mewujudkan dalam RKK/RDKK khususnya
dalam pemenuhan saprodi. Hasil penelitian Effendi (2001) menyebutkan bahwa
tujuan kelompok berhubungan nyata dengan penerapan teknologi usahatani
sayuran di Wilayah Balikpapan.

Hubungan Tujuan Kelompok dengan


Kemampuan Penerapan Mengakses Informasi
Inovasi Teknologi, Modal dan Pasar
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi 0,174 dan nilai probabilitas lebih kecil 0,05, sehingga hipotesis diterima.
Artinya, tujuan kelompok berhubungan positif dan nyata dengan kemampuan
penerapan mengakses inovasi teknologi, modal dan pasar. Hal ini dapat dijelaskan
semakin jelas tujuan kelompok yang sejalan dengan tujuan individu setiap
anggota maka semakin mudah pula mewujudkan dalam RKK/RDKK khususnya
kerjasama dalam mengakses inovasi teknologi, permodalan dan pasar dengan
lembaga terkait.

Hubungan Struktur Kelompok dengan


Kemampuan Penerapan Inovasi
Teknologi Usahatani Kopi Rakyat
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai probabilitas lebih
besar dari 0,05, sehingga hipotesis ditolak. Artinya, struktur kelompok
berhubungan tidak nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi
139

usahatani kopi rakyat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa tidak semua kelompoktani
memiliki struktur kelompok yang kompleks tetapi masih sederhana yaitu hanya
ketua, sekretaris dan bendahara serta anggota kelompok. Seringkali struktur
pengambilan keputusan dan struktur komunikasi dalam menyampaikan pesan dan
pembagian tugas terkait dengan penerapan inovasi teknologi kurang begitu jelas.
Akibatnya nilai pesan dan persepsi anggota dapat berbeda-beda, sehingga
mengganggu kelancaran koordinasi dan pembagian tugas sesuai dengan
kedudukannya. Kondisi ini kurang sesuai dengan penelitian Effendi (2001)
menyebutkan struktur kelompok berhubungan positif dan nyata dengan
kemampuan penerapan inovasi teknologi usahatani sayuran.

Hubungan Fungsi Tugas dengan


Kemampuan Penerapan Inovasi
Teknologi Usahatani Kopi Rakyat
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai probabilitas lebih
besar dari 0,05, sehingga hipotesis ditolak. Artinya, fungsi tugas berhubungan
tidak nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi usahatani kopi
rakyat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dari pengakuan anggota kelompoktani
bahwa masih banyak 40,91 persen yang menyatakan belum dan kurang puas
dengan fungsi tugas yang diberikan oleh kelompok dalam berusaha untuk
mencapai semua tujuannya. Selain itu seringkali masih lemah tingkat koordinasi
dalam kegiatan kelompok yang berakibat pada pelaksanaan kegiatan yang
tumpang tindih dan belum efisien, sehingga kegiatan kelompok tidak dapat
berjalan dengan efektif. Kondisi ini bertentangan dengan hasil penelitian Effendi
(2001) menyebutkan bahwa fungsi tugas kelompok berhubungan positif dan nyata
dengan penerapan teknologi usahatani sayuran.

Hubungan Pembinaan Kelompok


dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Budidaya
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi 0,185 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, pembinaan kelompok berhubungan positif dan nyata dengan
kemampuan penerapan inovasi teknologi budidaya kopi rakyat. Semakin baik dan
intensif pembinaan kelompok semakin tinggi kemampuan anggota dalam
140

penerapan inovasi teknologi budidaya. Keadaan ini dapat dipahami bahwa


pembinaan kelompok terhadap anggota akan menumbuhkan partisipasi anggota,
sehingga tumbuh rasa tangung jawab terhadap pencapain tujuan bersama dengan
menjaga ketertiban aturan dan norma yang dibuat bersama. Pengamatan
dilapangan menunjukkan bahwa pembinaan kelompok diwujudkan dalam bentuk
kunjungan rutin ketua kelompok kepada anggota yang tidak hadir dalam
pertemuan rutin kelompok, membantu anggota dalam bentuk penyediaan fasilitas
sarana dan peralatan usahatani seperti kemudahan mendapatkan pupuk, bibit,
gergaji, cangkul, sabit dan lain sebagainya. Kondisi ini berbeda dengan penelitian
Effendi (2001) menyebutkan bahwa pembinaan kelompok berhubungan positif
dan tidak nyata dengan penerapan teknologi usahatani sayuran.

Hubungan Pembinaan Kelompok dengan


Kemampuan Penyediaan Saprodi
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi 0,255 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, pembinaan kelompok berhubungan positif dan sangat nyata
dengan kemampuan penyediaan saprodi budidaya kopi rakyat. Semakin baik dan
intensif pembinaan kelompok semakin tinggi pula kemampuan anggota
kelompoktani dalam penyediaan saprodi. Pembinaan kelompok terhadap anggota
akan menumbuhkan partisipasi anggota, sehingga tumbuh rasa tangung jawab
terhadap pecapain tujuan bersama dengan menjaga ketertiban aturan dan norma
yang dibuat bersama. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pembinaan
kelompok diwujudkan dalam bentuk kunjungan rutin ketua kelompok kepada
anggota yang tidak hadir dalam pertemuan rutin kelompok, membantu anggota
dalam bentuk penyediaan fasilitas sarana dan peralatan usahatani seperti
kemudahan mendapatkan pupuk, bibit, gergaji, cangkul, sabit dan lain
sebagainya.

Hubungan Pembinaan Kelompok


denganKemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Pemanenan
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi 0,203 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, pembinaan kelompok berhubungan positif dan nyata dengan
141

kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi pemanenan kopi rakyat. Semakin


baik dan intensif pembinaan kelompok semakin tinggi pula kemampuan anggota
kelompoktani dalam penerapan inovasi teknologi pemanenan kopi. Sehingga
semakin baik pembinaan maka semakin baik pula kemampuan anggota dalam
penerapan inovasi teknologi. Pembinaan kelompok terhadap anggota akan
menumbuhkan partisipasi anggota, sehingga tumbuh rasa tangung jawab terhadap
pecapain tujuan bersama dengan menjaga ketertiban aturan dan norma yang
dibuat bersama. Pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa pembinaan
kelompok diwujudkan dalam bentuk kunjungan rutin ketua kelompok kepada
anggota yang tidak hadir dalam pertemuan rutin kelompok, membantu anggota
dalam bentuk penyediaan fasilitas sarana dan peralatan usahatani seperti
kemudahan mendapatkan pupuk, bibit, gergaji, cangkul, sabit dan lain
sebagainya.
Hubungan Pembinaan Kelompok
dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi pascapanen
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi -0,138 dan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis
ditolak. Artinya, pembinaan kelompok berhubungan negatif dan tidak nyata
dengan kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi pascapanen pada
usahatani kopi rakyat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa masih banyak 46,59 persen
anggota kelompok yang masih hanya menerapkan sebagian saja inovasi teknologi
pascapanen dengan berbagai alasan mulai dari terdesak dengan kebutuhan hidup
sampai terbatasnya fasilitas dan sarana prasarana untuk melakukan penanganan
pascapanen kopi.

Hubungan Pembinaan Kelompok dengan


Kemampuan Penerapan Mengakses
Inovasi Teknologi, Modal dan Pasar
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi 0,226 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, pembinaan kelompok berhubungan positif dan sangat nyata
dengan kemampuan penerapan mengakses inovasi teknologi, modal dan pasar
kopi rakyat. Semakin baik dan intensif pembinaan kelompok semakin tinggi pula
142

kemampuan anggota kelompoktani dalam penerapan inovasi teknologi


pascapanen. Sehingga semakin baik pembinaan maka semakin baik pula
kemampuan anggota dalam penerapan inovasi teknologi. Pembinaan kelompok
terhadap anggota akan menumbuhkan partisipasi anggota, sehingga tumbuh rasa
tangung jawab terhadap pecapain tujuan bersama dengan menjaga ketertiban
aturan dan norma yang dibuat bersama. Pengamatan dilapangan menunjukkan
bahwa pembinaan kelompok diwujudkan dalam bentuk kunjungan rutin ketua
kelompok kepada anggota yang tidak hadir dalam pertemuan rutin kelompok,
membantu anggota dalam bentuk penyediaan fasilitas sarana dan peralatan
usahatani seperti kemudahan mendapatkan pupuk, bibit, gergaji, cangkul, sabit
dan memberikan bantuan modal informasi pasar melalui koperasi atau lembaga
keuangan lainnya.

Hubungan Kekompakkan Kelompok


dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Budidaya
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi 0,231 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01 ini berarti hipotesis
diterima. Artinya, kekompakkan kelompok berhubungan positif dan sangat nyata
dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi budidaya kopi rakyat. Semakin
tinggi tingkat kekompakkan kelompok semakin tinggi pula kemampuan anggota
dalam penerapan inovasi teknologi budidaya. Hal ini dapat dijelaskan adanya rasa
keterikatan anggota dan memiliki terhadap kelompoknya akan mendorong
pencapain tujuan, tumbuh dan berkembangnya rasa bangga atas eksistensi dan
prestasi kelompok yang selanjutnya mudah menaati dan loyal terhadap kewajiban
serta bersolidaritas tinggi. Wujud kekompakkan kelompok dapat dilihat dari
berjalannya berbagai kegiatan seperti kerja bakti bersama dikebun secara
bergantian yang disebut girikan, tingkat kehadiran yang tinggi dalam setiap
kegiatan, adanya rukun kifayah yang setiap anggota membantu anggota lainnya
saat kesusahan, identitas khusu kelompok seperti model arisan, penggunaan
bahasa sehari-hari misalnya kelompoktani Sidomulyo bahasa Jawa medok dan
kelompoktani Suluh Tani bahasa Madura, sering mendapat prestasi dalam lomba-
lomba kelompoktani dan kecilnya terjadi perselisihan dan pertentangan yang
merugikan eksistensi kelompok. Keadaan ini didukung oleh hasil penelitian
143

Effendi (2001) menyebutkan bahwa kekompakan kelompok berhubungan positif


dan nyata dengan penerapan teknologi usahatani sayuran.

Hubungan Kekompakkan Kelompok dengan


Kemampuan Penyediaan Saprodi, pascapanen
dan Mengakses Informasi Teknologi
Modal dan Pasar
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai probabilitas lebih
besar dari 0,05, sehingga hipotesis ditolak. Artinya, kekompakkan kelompok
berhubungan tidak nyata dengan kemampuan penyediaan saprodi budidaya,
pascapanen dan mengakses informasi teknologi, modal dan pasar. Hal ini dapat
dipahami karena berdasarkan data penelitian bahwa sebanyak 50 persen anggota
menyatakan kurang aktif dan hanya sebagian kecil saja memiliki dorongan untuk
mencapai tujuan dengan alasan sudah diurus oleh pengurusnya. Sebanyak 45,41
persen kurang bangga dengan kelompoknya dengan berbagai alasan mulai dari
hanya dijadikan tempat berkumpul dan bersosialisasi sampai hanya sekedar
mengisi waktu luang. Selain itu hanya 36,36 persen yang menyatakan taat dan
loyal dalam kelompoknya.

Hubungan Kekompakkan Kelompok


denganKemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Pemanenan
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi 0,336 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01 ini berarti hipotesis
diterima. Artinya, kekompakkan kelompok berhubungan positif dan sangat nyata
dengan kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi pemanenan kopi rakyat.
Semakin tinggi tingkat kekompakkan kelompok semakin tinggi pula kemampuan
anggota dalam penerapan inovasi teknologi pemanenan. Hal ini dapat dijelaskan
adanya rasa keterikatan anggota dan memiliki terhadap kelompoknya akan
mendorong pencapain tujuan, tumbuh dan berkembangnya rasa bangga atas
eksistensi dan prestasi kelompok yang selanjutnya mudah menaati dan loyal
terhadap kewajiban serta bersolidaritas tinggi. Wujud kekompkkan kelompok
dapat dilihat dari berjalannya berbagai kegiatan seperti kerja bakti bersama
dikebun secara bergantian yang disebut girikan, tingkat kehadiran yang tinggi
dalam setiap kegiatan, adanya rukun kifayah yang setiap anggota membantu
144

anggota lainnya saat kesusahan, identitas khusus kelompok seperti model arisan,
waktu memetik kopi bersamaan agar dapat menjualnya secara bersama-sama,
sering mendapat prestasi dalam lomba-lomba kelompoktani dan kecilnya terjadi
perselisihan dan pertentangan yang merugikan eksistensi kelompok.

Hubungan Suasana Kelompok dengan


Kemampuan Penerapan Inovasi Teknologi
Budidaya, Penyediaan Saprodi
Pemanenan dan Pascapanen
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai probabilitas lebih
besar dari 0,05, sehingga hipotesis ditolak. Artinya, suasana kelompok
berhubungan tidak nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi
budidaya, penyediaan saprodi, pemanenan dan pascapanen usahatani kopi rakyat.
Hal ini dapat dijelaskan sebanyak 51,83 persen anggota kelompok menyatakan
bahwa anggota berbuat dan bertindak tidak sesuai dengan norma dan aturan
bersama karena sanksi ditidak jelas dan tegas bagi anggota yang melanggar.
Selain itu masih cukup besar 47,73 persen anggota kelompok yang menyatakan
tidak perlu mengawasi perilaku angggota yang lainnya dalam mencapai tujuan
kelompok. Keadaan ini searah dengan hasil penelitian Effendi (2001)
menyebutkan bahwa suasana kelompok berhubungan dan tidak nyata dengan
penerapan teknologi usahatani sayuran.

Hubungan Suasana Kelompok


dengan Kemampuan Penerapan Mengakses
Inovasi Teknologi, Modal dan Pasar
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi 0,188 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, suasana kelompok berhubungan positif dan nyata dengan
kemampuan penerapan mengakses inovasi teknologi, modal dan pasar kopi
rakyat. Hal ini dapat dijelaskan suasana kelompok yang nyaman akan
memberikan semangat kerja yang baik. Umumnya suasana dalam mengakses
inovasi teknologi, modal dan pasar sudah kondusif untuk bekerjasama selain
suasana pedesaan yang penuh dengan kerukunan dan gotongroyong maka
seringnya adanya pertemuan sosial seperti hajatan perkawinan, slametan,
peringatan hari keagamaan, pengajian dan kegiatan lain khas pedesaan menjadi
145

media komunikasi tukar pengalaman dalam mengakses informasi, permodalan


dan pasar. Selain itu adanya fasilitas internet yang ada di balai desa dan kopreasi
memberikan nuansa baru dalam mencari informasi inovasi teknologi usahatani
kopi yang dikelolanya.

Hubungan Tekanan Kelompok


dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Budidaya
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi -0,080 dan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis
ditolak. Artinya, tekanan kelompok berhubungan negatif dan tidak nyata dengan
kemampuan penerapan inovasi teknologi budidaya kopi rakyat. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa tekanan kelompok masih berkategori rendah-sedang baik
tekanan yang berasal dari dalam kelompok seperti adanya penghargaan dan sanksi
dari luar kelompok seperti adanya tantangan dan kritik pada pelaksanan penerapan
inovasi teknologi budidaya kopi. Oleh karena itu, tekanan kelompok perlu
ditingkatkan pada kondisi yang optimal agar memacu penerapan teknologi
budidaya kopi. Keadaan ini selaras dengan hasil penelitian Effendi (2001)
menyebutkan bahwa tekanan kelompok berhubungan dan tidak nyata dengan
penerapan teknologi usahatani sayuran.

Hubungan Tekanan Kelompok dengan


Kemampuan Penyediaan Saprodi
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi 0,191 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 ini berarti hipotesis
diterima. Artinya, tekanan kelompok berhubungan positif dan nyata dengan
kemampuan penyediaan saprodi budidaya kopi rakyat. Kondisi ini memberikan
arti bahwa semakin tinggi tekanan kelompok baik dari dalam atau luar kelompok
memberikan pengaruh positif terhadap tingkat penerapan inovasi teknologi
usahatani kopi. Wujud adanya tekanan kelompok seperti adanya penghargaan
yang sesuai dengan prestasi, adanya sanksi yang jelas bagi anggota yang
melanggar aturan dan norma kelompok baik sanksi materi berupa uang atau
material seperti semen, serta adanya tantangan dan kritik baik dari sesama anggota
ataupun dari kelompok lain tentang sepak terjang kegiatan kelompoktani.
146

Hubungan Tekanan Kelompok


dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Pemanenan
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi 0,236 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01 ini berarti hipotesis
diterima. Artinya, tekanan kelompok berhubungan positif dan sangat nyata
dengan kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi pemanenan kopi rakyat.
Kondisi ini memberikan arti bahwa semakin tinggi tekanan kelompok baik dari
dalam atau luar kelompok memberikan pengaruh positif terhadap tingkat
penerapan inovasi teknologi usahatani kopi. Hal ini dapat dijelaskan wujud
adanya tekanan kelompok seperti adanya penghargaan yang sesuai dengan
prestasi yaitu angota akan diberikan kesempatan yang pertama untuk memakai
mesin pengolah kopi apabila hampir semua panen kopi dipetik merah semua,
adanya sanksi bagi anggota yang melanggar aturan dan norma kelompok baik
sanksi materi seperti berupa uang atau material seperti semen bagi yang
melanggar aturan yang disepakati, serta adanya tantangan dan kritik baik dari
sesama anggota ataupun dari kelompok lain tentang sepak terjang kegiatan
kelompoktani.

Hubungan Tekanan Kelompok


dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi pascapanen
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi 0,398 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01 ini berarti hipotesis
diterima. Artinya, tekanan kelompok berhubungan positif dan sangat nyata
dengan kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi pascapanen kopi rakyat.
Kondisi ini memberikan arti bahwa semakin tinggi tekanan kelompok baik dari
dalam atau luar kelompok memberikan pengaruh positif terhadap tingkat
penerapan inovasi teknologi usahatani kopi. Hal ini dapat dijelaskan wujud
adanya tekanan kelompok seperti adanya penghargaan bagi anggota yang mau
mengolah sistem basah mengingat dibutuhkan keuletan dan keterampilan khusus
dalam pengolahan basah dan adanya penghargaan berupa kesempatan untuk
dikirim ikut pelatihan bagi anggota yang mau dan mampu untuk mengolah kopi
pada tingkat sekunder seperti pengolahan kopi bubuk, sirup kopi dan kopi instan.
147

Selain itu tekanan dari kelompok lain berupa kritikan apabila tidak menerapkan
inovasi teknologi pascapanen yang dianjurkan.

Hubungan Tekanan Kelompok dengan


Kemampuan Penerapan Mengakses Informasi
Inovasi Teknologi, Modal dan Pasar
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi 0,310 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01 ini berarti hipotesis
diterima. Artinya, tekanan kelompok berhubungan positif dan sangat nyata
dengan kemampuan dalam penerapan mengakses inovasi teknologi, modal dan
pasar. Kondisi ini memberikan arti bahwa semakin tinggi tekanan kelompok baik
dari dalam atau luar kelompok memberikan pengaruh positif terhadap tingkat
penerapan inovasi teknologi usahatani kopi. Hal ini dapat dijelaskan wujud
adanya tekanan kelompok seperti adanya penghargaan bagi kelompok yang
anggotanya mampu mencari jaringan kerjasama baik dari lembaga pemerintah
maupun swasta. Sanksi yang berat juga diberikan kepada anggota kelompok yang
melanggar perjanjian atau kontrak dengan mitrakerja seperti eksportir dan
koperasi dan perbankan yaitu dalam bentuk dikeluarkan dari keanggotaan
kelompok dan dikucilkan secara sosial.

Hubungan Efektivitas Kelompok


dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Budidaya
Pemanenan dan Pascapanen
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai probabilitas lebih
besar dari 0,05, sehingga hipotesis ditolak. Artinya, efektivitas kelompok
berhubungan tidak nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi
budidaya, pemanenan dan pascapanen usahatani kopi rakyat. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa masih banyak 37,5 persen anggota yang merasa kurang
mendukung terhadap pencapaian tujuan kelompok dengan berbagai alasan seperti
ada beberapa tujuan kelompok yang kurang sesuai dengan perkembangan
kelompok. Selain itu sebanyak 32,95 persen anggota menyatakan bahwa
produktivitas kelompok masih kurang maksimal dan cenderung berfluktuasi dan
sebanyak 29,54 persen menyatakan kurang puas dengan kinerja kelompok karena
148

kinerja kelompok kurang memberikan hasil yang nyata dan dinamis apabila ada
bantuan program atau proyek dari pemerintah.

Hubungan Efektivitas Kelompok denga


Kemampuan Penyediaan Saprodi
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi 0,208 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, efektivitas kelompok berhubungan positif dan nyata dengan
kemampuan penyediaan saprodi budidaya kopi rakyat. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa anggota sangat berkepentinagn dengan peran kelompok dalam penyediaan
saprodi seperti pengadaan pupuk yang harus melalui rencana definitif kebutuhan
kelompok , sehingga pembelian ke distributor resmi pupuk harus melalui kolektif
kelompok. Efektivitas kelompok paling dapat dirasakan anggota dalam hal
penyediaan saprodi guna peningkatan produktivitas anggota dan kelompok.

Hubungan Efektivitas Kelompok dengan


Kemampuan Penerapan Mengakses
Informasi Inovasi Teknologi
Modal dan Pasar
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 22) didapat nilai koefisien
korelasi 0,320 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, efektivitas kelompok berhubungan positif dan sangat nyata
dengan kemampuan penerapan mengakses inovasi teknologi, modal dan pasar
kopi rakyat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa anggota sangat berkepentinagn
dengan peran kelompok dalam membantu anggota untuk mengakses inovasi
teknologi, modal dan pasar karena lembaga pemerintah, perbankan, koperasi atau
perusahaan swasta lebih mudah memberikan kepercayaan dan mengakses kepada
kelompoktani dibandingkan melalui individu anggota. Kondisi ini sesuai dengan
hasil penelitian Effendi (2001) bahwa efektivitas kelompok berhubungan nyata
dengan penerapan teknologi usahatani sayuran. Hal ini juga senada dengan
pendapat Levis (1996) bahwa kelompok yang efektif akan meningkatkan
kedinamisan kelompok yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas,
moral dan kepuasan para anggotanya.
149

Hubungan Peran Kelompok dengan Kemampuan Penerapan Inovasi


Teknologi Usahatani Kopi Rakyat
Hasil penelitian (Tabel 23) menunjukkan bahwa peran kelompok
berhubungan nyata dengan tingkat kemampuan anggota dalam penerapan
usahatani kopi dengan tingkat keeratan yang berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya
nilai hubungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Hubungan peran kelompok dengan kemampuan penerapan


inovasi teknologi usahatani kopi rakyat
Kemampuan penerapan inovasi teknologi ( τ b)
Peran Kelompok Budidaya Penyedian Pemanenan Pasca- Mengakses
saprodi panen informasi inovasi
teknologi, modal
dan pasar
Kelas belajar-
0,113 0,419** 0,297** 0,238** 0,433**
mengajar
Unit produksi
0,062 0,436** 0,170* 0,323** 0,418**
Usahatani
Wahana kerjasama 0,181* 0,049 -0,022 -0,057 0,039
Unit ekonomi 0,067 0,393** 0,347** 0,304** 0,316**
\Keterangan: * Korelasi nyata (p<0,05) τ b: Koefisien rank Tau –B
Kendall
** Korelasi sangat nyata (p<0,01)

Hubungan Kelas Belajarmengajar


dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Budidaya
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,113 dan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis
ditolak. Artinya, peran kelompok sebagai kelas belajarmengajar berhubungan
positif dan tidak nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi budidaya
kopi rakyat. Hal ini dapat dijelaskan pada umumnya anggota kelompoktani kopi
sudah lama belajar dan mampu menerapkan inovasi teknologi pada aspek
budidaya. Selain itu masih banyak 40,91 persen anggota yang menyatakan bahwa
peran kelompok sebagai kelas belajarmengajar belum bisa optimal karena
keterbatasan sarana dan media belajar.

Hubungan Kelas Belajarmengajar dengan


Kemampuan Penyediaan Saprodi
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,419 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
150

diterima. Artinya, peran kelompok sebagai kelas belajarmengajar berhubungan


positif dan sangat nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi
budidaya kopi rakyat. Apabila peran kelompok sebagai kelas belajarmengajar
tinggi maka kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat
juga tinggi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa mayoritas 61,36 persen menyatakan
sangat setuju bahwa kelompok merupakan tempat yang baik untuk mencari
informasi usahatani terutama dalam hal penyediaan saprodi. Selain itu sebanyak
57,95 persen anggota menyatakan kelompok sebagai tempat untuk menemukan
kesepakatan bersama dalam mengelola usahatani kopi rakyat.

Hubungan Kelas Belajarmengajar


dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Pemanenan
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,297 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, peran kelompok sebagai kelas belajarmengajar berhubungan
positif dan sangat nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi
pemanenan kopi rakyat. Apabila peran kelompok sebagai kelas belajarmengajar
tinggi maka kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat
juga tinggi. Pada umumnya anggota kelompoktani kopi sudah mampu
menerapkan inovasi teknologi pada aspek budidaya dan masih kurang dalam
teknik pascapanen dan mengakses informasi, modal dan pasar, oleh karena itu
peran kelompok sebagai kelas belajarmengajar tentang off farm usahatani kopi
sangat diperlukan oleh anggota kelompoktani. Selain itu sebanyak 57,95 persen
anggota menyatakan kelompok sebagai tempat untuk menemukan kesepakatan
bersama dalam melakukan kegiatan pemanenankopi rakyat.

Hubungan Kelas Belajarmengajar


dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi pascapanen
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,238 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, peran kelompok sebagai kelas belajarmengajar berhubungan
positif dan sangat nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi
pascapanen kopi rakyat. Apabila peran kelompok sebagai kelas belajarmengajar
151

tinggi maka kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat
juga tinggi. Pada umumnya anggota kelompoktani kopi sudah mampu
menerapkan inovasi teknologi pada aspek budidaya dan masih kurang dalam
teknik pascapanen dan mengakses informasi, modal dan pasar, oleh karena itu
peran kelompok sebagai kelas belajarmengajar tentang off farm usahatani kopi
sangat diperlukan oleh anggota kelompoktani.

Hubungan Kelas Belajarmengajar dengan


Kemampuan Penerapan Mengakses
Informasi Inovasi Teknologi
Modal dan Pasar
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,433 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima artinya, peran kelompok sebagai kelas belajarmengajar berhubungan
positif dan sangat nyata dengan kemampuan dalam penerapan mengakses inovasi
teknologi, modal dan pasar kopi rakyat. Apabila peran kelompok sebagai kelas
belajarmengajar tinggi maka kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi
usahatani kopi rakyat juga tinggi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa mayoritas
61,36 persen menyatakan sangat setuju bahwa kelompok merupakan tempat yang
baik untuk mencari informasi usahatani terutama dalam hal mengakses informasi,
modal dan pasar. Selain itu sebanyak 57,95 persen anggota menyatakan kelompok
sebagai tempat untuk menemukan kesepakatan bersama dalam mengelola
usahatani kopi rakyat.

Hubungan Unit Produksi Usahatani


dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Budidaya
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,062 dan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis
ditolak. Artinya, peran kelompok sebagai unit produksi berhubungan positif dan
tidak nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi budidaya kopi
rakyat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa masih banyak 29,68 persen anggota yang
menganggap kelompok kurang berperan dalam menentukan pola tanam usahatani
kopi rakyat dan sebanyak 44,31 persen anggota juga menyatakan bahwa
152

kelompok belum optimal dalam menyediakan bibit unggul yang diperlukan oleh
anggota dan juga untuk sarana produksi yang lainnya.
Hubungan Unit Produksi
Usahatani dengan Kemampuan
Penyediaan Saprodi
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,436 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, peran kelompok sebagai unit produksi berhubungan positif dan
sangat nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi budidaya kopi
rakyat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kelompok selalu berusaha dalam
penyediaan pupuk, bibit, obat-obatan dan sarana produksi lainnya agar anggota
mampu memenuhi kebutuhan saprodi dalam usahatani kopi. Selain itu diperkuat
juga dengan data bahwa lebih dari 60 persen responden menyatakan setuju bahwa
peran kelompok sebagai unit produksi berpengaruh terhadap tingkat kemampuan
angota dalam penyediaan kebutuhan saprodi usahatani kopi.

Hubungan Unit Produksi Usahatani


dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Pemanenan
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,170 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, peran kelompok sebagai unit produksi berhubungan positif dan
nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi pemanenan kopi rakyat.
Hal ini dapat dijelaskan mayoritas anggota 72,73 persen setuju bahwa kelompok
berperan dalam meningkatkan produksi dan mutu kopi melalui kegiatan bersama.
Anggota kelompoktani biasanya melakukan pemanenan secara bersama-sama agar
mudah dalam melakukan pekerjaan pascapanen karena terkait dengan peralatan
dan mesin pengolah kopi yang dimiliki oleh kelompoktani. Semakin banyak dan
serentak dalam pemanenan maka semakin mudah dan efisien dalam penggunaan
mesin dan peralatan pengolahan kopi secara bersama-sama.

Hubungan Unit Produksi Usahatani


dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi pascapanen
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,323 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
153

diterima. Artinya, peran kelompok sebagai unit produksi berhubungan positif dan
sangat nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi pascapanen kopi
rakyat. Apabila peran kelompok sebagai kelas belajarmengajar tinggi maka
kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat juga tinggi.
Hal ini dapat dijelaskan mayoritas anggota 72,73 persen setuju bahwa kelompok
berperan dalam meningkatkan produksi dan mutu kopi melalui kegiatan bersama.
Pekerjaan pascapanen kopi merupakan kegiatan yang cukup rumit yang
memerlukan kecepatan dan ketepatan dalam setiap tahapan pengolahannya,
sehingga apabila dilakukan secara bersama-sama dengan anggota kelompoktani
maka akan membantu dalam meningkatkan kualitas produk kopi yang dihasilkan.

Hubungan Unit Produksi Usahatani dengan


Kemampuan Penerapan Mengakses
Informasi Inovasi Teknologi
Modal dan Pasar
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,418 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, peran kelompok sebagai unit produksi berhubungan positif dan
sangat nyata dengan kemampuan dalam penerapan mengakses inovasi teknologi,
modal dan pasar kopi rakyat. Apabila peran kelompok sebagai kelas
belajarmengajar tinggi maka kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi
usahatani kopi rakyat juga tinggi. Hal ini dapat dijelaskan dalam penyediaan
saprodi sangat terkait dengan kemampuan anggota dalam mengakses informasi
teknologi usahatani, modal dan pasar, karena biasanya anggota kelompoktani
sebelum memutuskan suatu teknologi maka akan berpikir berapa biayanya dan
dapat modal dari mana serta setelah berproduksi dengan menggunakan teknologi
tersebut apakah masih menguntungkan.

Hubungan Wahana Kerjasama


dengan Kemampuan Penerapan
Inovasi Teknologi Budidaya
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,181 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, peran kelompok sebagai wahana kerjasama berhubungan positif
dan nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi budidaya kopi rakyat.
154

Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam menerapkan inovasi teknologi budidaya
peran kelompok sebagai wahana kerjasama sangat penting untuk menunjang
kelancaran berusahatani kopi. Bentuk kerjasama tersebut biasanya dapat berupa
mencari bibit unggul secara bersama ke luar desa dan juga pengendalian hama
penyakit serta kerja bakti dalam pembersihan lahan setelah panen raya selesai.

Hubungan Wahana Kerjasama dengan


Kemampuan Penerapan InovasiTeknologi
Penyediaan Saprodi Pemanenan, Pascapanen
dan Mengakses Informasi, Modal dan Pasar
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai probabilitas
lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis ditolak. Artinya, peran kelompok sebagai
wahana kerjasama berhubungan tidak nyata dengan kemampuan anggota dalam
penerapan inovasi teknologi penyediaan saprodi, pemanenan, pascapanen dan
mengakses informasi inovasi teknologi, modal dan pasar. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa tidak semua kelompoktani mampu menjalin kerjasama dengan pihak
terkait dalam penyediaan saprodi, sehingga masih tergantung dan bergabung
dengan kelompok lain yang lebih maju. Kondisi tersebut mengakibatkan masih
rendahnya kerjasama anggota dalam memenuhi kebutuhan saprodi, pemanenan,
pascapanen dan mengakses informasi inovasi teknologi, modal dan pasar. Peran
kelompok sebagai wahana kerjasama dalam pascapanen belum sepenuhnya
tercapai karena pengurus kelompoktani belum mampu untuk mengkoordinasikan
dan membagi tugas secara jelas setiap masing-masing anggota dalam kegiatan
pascapanen. Demikian juga dalam mengakses nformasi inovasi teknologi, modal
dan pasar, masih banyak para anggota terrutama dari kelompoktani yang belum
mempunyai lembaga koperasi mengakses informasi teknologi, modal dan pasar
tanpa melalui kelompok namun berusaha sendiri karena dalam prakteknya sulit
membuat kontrak kerjasama seperti dengan pihak perbankan apabila
kelompoktani belum memiliki koperasi yang berbadan hukum.

Hubungan Unit Ekonomi dengan


Kemampuan Penerapan Inovasi
Teknologi Budidaya
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,067 dan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis
ditolak. Artinya, peran kelompok sebagai unit ekonomi berhubungan positif dan
155

tidak nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi budidaya kopi


rakyat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa masih banyak 53,41 persen anggota yang
menyatakan bahwa kelompok kurang berperan berperan wadah untuk membantu
anggota dalam memasarkan hasil produksi kopi, sehingga seringkali anggota
menjual hasil kopinya tidak melalui kelompok namun melalui pedagang
tengkulak. Sebanyak 61,16 persen menyatakan bahwa kelompok masih kurang
berfungsi optimal sebagai unit permodalan dan simpan pinjam dalam mendukung
penerapan inovasi teknologi budidaya kopi rakyat.

Hubungan Unit Ekonomi dengan


Kemampuan Penyediaan Saprodi
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,393 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, peran kelompok sebagai unit ekonomi berhubungan positif dan
sangat nyata dengan kemampuan dalam penyediaan saprodi untuk budidaya kopi
rakyat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa peran kelompok sebagai unit ekonomi
sangat berpengaruh pada kemampuan anggota dalam penyediaan saprodi untuk
usahatani karena anggota tidak mampu secara sendiri-sendiri dalam penyediaan
saprodi terutama pada penyediaan pupuk, bibit dan alsintan. Oleh sebab itu peran
kelompok sebagai unit ekonomi perlu terus ditingkatkan untuk dapat membantu
para anggota dalam penyediaan saprodi.

Hubungan Unit Ekonomi dengan


Kemampuan Penerapan Inovasi
Teknologi Pemanenan
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,347 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, hipotesis diterima.
Artinya, peran kelompok sebagai unit ekonomi berhubungan positif dan sangat
nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi pemanenan kopi rakyat.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa peran kelompok sebagai unit ekonomi benar-benar
penting dalam membantu anggota dalam penerapan inovasi teknologi pemanenan.
Menurut para anggota peran kelompok sebagai unit ekonomi sangat membantu
anggota dalam penerapan teknologi pemanenan seperti menyediakan pinjaman
modal untuk membayar tenaga kerja pemetik saat musim panen tiba biasanya
156

ketika semua biji kopi sudah merah harus segera dipanen secara serentak dan
diolah secara cepat agar mendapatkan mutu kopi yang baik.

Hubungan Unit Ekonomi dengan


Kemampuan Penerapan Inovasi
Teknologi pascapanen
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,304 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, peran kelompok sebagai unit ekonomi berhubungan positif dan
sangat nyata dengan kemampuan penerapan inovasi teknologi pascapanen kopi
rakyat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa anggota dalam penerapan inovasi teknologi
pascapanen membutuhkan peran kelompok sebagai unit ekonomi terutama pada
pelayanan jasa alsintan dan unit agroindustri karena dengan berkelompok mudah
untuk mencoba menggunakan peralatan dan mesin dengan skala kelompok,
sehingga lebih efektif, efisien dan mengurangi resiko kerugian dan kegagalan.

Hubungan Unit Ekonomi dengan


Kemampuan Penerapan Mengakses
Inovasi Teknologi, Modal dan Pasar
Hasil uji statistik Tau-B Kendall (Tabel 23) didapat nilai koefisien
korelasi 0,316 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01, sehingga hipotesis
diterima. Artinya, peran kelompok sebagai unit ekonomi berhubungan positif dan
sangat nyata dengan kemampuan dalam penerapan mengakses inovasi teknologi,
modal dan pasar kopi rakyat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan
meningkatnya peran kelompok sebagai unit ekonomi maka kelompok perlu
menjalin kerjasama dan kemitraan dengan pihak-pihak lembaga pemerintah dan
swasta (pedagang, eskportir, perusahaan dan koperasi), sehingga anggota
kelompok mendapatkan kemudahan dalam mengakses inovasi ekonomi, modal
dan pasar. Mulai tahun 2001 Puslitkoka Indonesia membantu peningkatan
pendapatan anggota kelompoktani kopi rakyat di wilayah ini dengan Model
Kemitraan Bermediasi (MOTRAMED). Prinsip model kemitraan ini adalah saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Dalam model ini
perbaikan mutu dan pemasaran merupakan suatu paket, karena berdasar
pengalaman introduksi teknologi perbaikan mutu tanpa diikuti dengan perbaikan
harga akan sulit diadopsi oleh petani kopi rakyat. Terdapat tiga lembaga yang
157

terlibat dalam MOTRAMED yaitu kelompoktani, eksportir kopi dan mediator.


Mediator merupakan lembaga yang netral, memiliki kompetensi terhadap objek
yang dimitrakan dan dipercaya oleh kelompoktani dan eksportir, sehingga yang
berperan sebagai mediator MOTRAMED adalah Puslitkoka Indonesia.
Kelompoktani sebagai produsen kopi dibantu oleh Pemerintah (Dinas
Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan lembaga lainnya) bekerja
secara berkelompok dalam berusahatani kopi rakyat. Proses produksi
dilaksanakan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang disusun
oleh mediator. Pemasaran produk sesuai dengan SOP tersebut dengan perjanjian
secara tertulis atau melalui MoU yang transparan antara kelompoktani dan
eksportir (industriawan). Harga pembelian meliputi (jumlah dan mutu) yang
disesuaikan dengan perkembangan harga kopi internasional dan kurs mata uang.
Mediator terus membantu membangun kepercayaan kelompoktani maupun para
eksportir (PT Indokom Citrapersada dan PT Asal Jaya) agar menjaga hubungan
baik dalam kemitraan tersebut. Mediator memberikan pelatihan untuk
mempercepat transfer teknologi perbaikan mutu, mencarikan mitra eksportir
untuk memberikan jaminan pemasaran yang lebih efisien, pendampingan alih
inovasi teknologi selama proses pengolahan untuk menghindari terjadinya
kesalahan yang tidak perlu, kontrol mutu hasil olah kelompoktani dan
memberikan pertimbangan selama proses negosiasi harga agar tercapai
kesepakatan yang saling menguntungkan.
Hal ini selaras dengan penelitian Wilbert dan Samad (1979) tentang
pengalaman produksi kelompok di Srilangka yang diulas dalam buku Group
Farming in Asia yang menyatakan bahwa pendekatan kelompok dapat
meningkatkan adopsi teknologi, sehingga usahatani lebih efisien dan meningkat
produktivitasnya. Selain itu, juga selaras dengan penelitian Arimbawa (2004)
tentang peran kelompok dalam meningkatkan penerapan inovasi teknologi
program hutan kemasyarakatan yang menyatakan bahwa peran kelompok sebagai
kelas belajarmengajar dapat meningkatkan kemampuan budidaya, sebagai unit
produksi dan wahana kerjasama dapat meningkatkan kemampuan anggota dalam
pemasaran hasil usahatani program HKm di Konawe Sulawesi Tenggara.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
(1) Karakteristik anggota Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat Madya (KKRTM)
mayoritas adalah berkategori umur lanjut (46-65 tahun), berpendidikan formal
berkategori rendah (tamat SD), berpendidikan nonformal berkategori tinggi
(5-6 kali/triwulan), jumlah anggota keluarga berkategori sedang (4-5 orang),
memiliki luas lahan berkategori luas (1,25-2,80 ha), pengalaman berusahatani
kopi berkategori banyak (13-37 tahun), masa keanggotaan kelompoktani
berkategori lama (10-25 tahun), kekosmopolitan dan motivasi berkelompok
berkategori tinggi.
(2) Karakteristik anggota Kelompoktani Kopi Rakyat Tingkat Lanjut (KKRTL)
mayoritas adalah berkategori umur lanjut (46-65 tahun), berpendidikan formal
berkategori rendah (tamat SD), berpendidikan nonformal berkategori sedang
(3-4 kali/triwulan), jumlah anggota keluarga berkategori sedang (4-5 orang),
memiliki luas lahan berkategori sedang (0,90-1,00 ha), pengalaman
berusahatani berkategori kurang (3-6 tahun), masa keanggotaan berkategori
baru (2-7 tahun), kekosmopolitan dan motivasi berkelompok berkategori
tinggi.
(3) Tingkat dinamika KKRTM maupun KKRTL berkategori tinggi. Unsur
dinamika KKRTM yang masih berkategori sedang yaitu: struktur dan tekanan
kelompok, sedangkan unsur dinamika KKRTL yang berkategori sedang yaitu
struktur dan kekompakkan kelompok, namun unsur tekanan masih
berkategori rendah. Tingkat peran KKRTM berkategori tinggi dan KKRTL
juga berkategori tinggi namun masih rendah pada peran kelompok sebagai
kelas belajarmengajar dan unit ekonomi.
(4) Tingkat kemampuan anggota KKRTM dan KKRTL dalam penerapan inovasi
teknologi usahatani kopi berkategori tinggi namun pada anggota KKRTL
masih kurang dalam penerapan inovasi teknologi pascapanen dan mengakses
informasi inovasi teknologi, modal dan pasar.
159

(5) Karakteristik anggota kelompoktani kopi rakyat yang berhubungan nyata


positif dengan kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi
rakyat yaitu: pengalaman usahatani, masa keanggotaan kelompoktani, tingkat
kekosmopolitan dan motivasi berkelompok.
(6) Unsur dinamika kelompoktani kopi rakyat yang berhubungan nyata positif
dengan kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat
yaitu: tujuan, pembinaan, kekompakkan, suasana, tekanan dan efektivitas
kelompok.
(7) Peran kelompoktani kopi rakyat yang berhubungan nyata positif dengan
kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi usahatani kopi rakyat yaitu:
peran kelompok sebagai kelas belajar-mengajar, unit produksi, wahana
kerjasama dan unit ekonomi.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan,
disarankan sebagai berikut:
(1) KKRTL perlu meningkatkan kedinamisan dan perannya sebagai kelas belajar
mengajar dan unit ekonomi terutama dalam pemupukan modal dan
pemanfaatan modal secara rasional dengan mendirikan koperasi yang mampu
menjalin kerjasama dengan lembaga lainnya. Kemampuan anggota KKRTL
juga segera perlu diperbaiki terutama dalam penerapan inovasi teknologi
pascapanen dan akses informasi inovasi teknologi, modal dan pasar.
(2) KKRTM sebaiknya terus memperkuat jaringan kerjasama kemitraan
kelembagaan antara koperasi kelompok dengan pihak-pihak pemerintah
(Dinas terkait, Perbankan, Lembaga penelitian dan Perguruan Tinggi) dan
swasta pelaku agribisnis kopi (penyedia input produksi, pedagang, eksportir,
dan industri pengolahan) melalui peningkatkan program pendidikan,
penyuluhan, pelatihan dan pendampingan kepada kelompoktani guna
mempercepat dan memantapkan penerapan inovasi teknologi usahatani kopi.
(3) Untuk meningkatkan daya saing usahatani kopi rakyat perlu terus ditingkatkan
peran KKRTM dan KKRTL melalui kerjasama aktif dengan lembaga-lembaga
pemerintah dan stakeholder kopi yang terkait terutama untuk kemudahan
dalam mengakses inovasi teknologi, modal dan pasar.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas S. 1995. Sembilan Puluh Tahun Penyuluhan Pertanian di Indonesia


(1905-1995). Jakarta: Departemen Pertanian RI.
Adikarta. 2009. “Data PPL Kelompoktani Perkebunan di Kabupaten Jember.”
Jember: Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Ahmadi. 1991. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Ambarsari A, Widodo S, Sutrilah. 2004. “Studi Komparatif Usahatani Kopi


Robusta Organik dengan Non Organik.” Agrosains. Vol 17: 143-155.
Anantanyu S, Molo M, Suminah. 2005. “Analisis Dinamika Kelompok
Perkumpulan Petani Pengelola Air (P3A) dan Faktor Eksternal yang
Mempengaruhinya.” Pembangunan Pedesaan. Vol 5: 46-59.
Arimbawa P. 2004. “Peran Kelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Anggota
dalam Penerapan Inovasi Teknologi: Kasus Kelompok Program
Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan di Desa Amotowo Kecamatan
Landono Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara” [tesis]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Asdi A. 1996. “Sustainability of Food and Nutrition Diservication Project in West
Sumantra Indonesia” [disertasi]. Los Banos, Philippina: UPLB.
[Balitbang] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2001. Diseminasi
Teknologi dan Informasi Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian.
[Bapemas] Badan Pemberdayaan Masyarakat. 2009. Profil Desa Sidomulyo.
Jember: Pemerintah Daerah Kabupaten Jember.
Berlo D.K. 1960. The Process of Communication: An Introduction to Theory and
Practice. New York: Holt Rinchart and Winston.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Potensi Daerah Kabupaten Jember.
Surabaya:BPS Kabupaten Jember.
2008. Kecamatan Silo dalam Angka.. Surabaya:
BPS Kabupaten Jember.
Cartwight D, Zander A. 1968. Group Dynamics: Research and Theory. Third
Edition. New York: Harper and Row Publishers.
Ciptadi W, MZ Nasution. 1985. Pengolahan Kopi. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Danim S. 2004. Motivasi, Kepemimpinan dan Kreativitas Kelompok. Jakarta:
Rineka Cipta.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2001. Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Yayasan
Pengembangan Sinar Tani.
.2007. Pedoman Pembinaan Kelembagaan
Petani. Jakarta: Departeman Pertanian RI.
161

[Dishutbun] Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Jember. 2006. Potensi


Perkebunan di Kabupaten Jember. Jember: Dishutbun.
.2009. Data
Perkebunan Kabupaten Jember. Jember: Dishutbun.
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Statistik Perkebunan
Indonesia. Jakarta: Ditjenbun.
Effendi M. 2001. “Hubungan Dinamika Kelompok Tani terhadap Penerapan
Teknologi Tanaman Sayuran Dataran Rendah di Wilayah Kerja BPP
Teritip Balikpapan”[tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Gibson JL, John M, Ivancevich, James H. Donnelly Jr. 1996. Organisasi,
Perilaku, Struktur dan Proses [terjemahan, Agus Darma]. Jakarta:
Erlangga.
Hernanto F.1993. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hubeis AV. 2007. Komunikasi Inovasi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Istiyanti E, Hadidarwanto D. 1999. “Perilaku Petani Terhadap Resiko dalam
Pengembangan Usahatani Bawang Merah.” Agrosains. Vol 12: 209-217.
Junaidi MA. 2002. “Analisis Dinamika Kelompok Tani dan Partisipasi Petani
dalam Penerapan Inovasi Pupuk Organik Fine Compost pada Usahatani
Jagung Di Kabupaten Kediri.”Agrise. Vol 1: 79-84.
Kartono K. 2006. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Kusnadi D. 2006. “Kepemimpinan Kontaktani dalam Meningkatkan Efektivitas
Kelompok Tani.” Penyuluhan Pertanian. Vol 1: 14-28.
Leeuwis C. 2004. Communication for Rural Innovation. Iowa USA: Blackwell
Levis LR. 1996. Komunikasi Penyuluhan Pedesaan. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Lionberger HF. 1960. Adoption of New Ideas and Practices. Ames, Iowa:
The Iowa State University Press.
Mardikanto T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: UNS Press.
Marliati. 2008. “Pemberdayaan Petani untuk Pemenuhan Kebutuhan
Pengembangan Kapasitas dan Kemandirian Petani dalam Usaha
Agribisnis”[disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Mawardi S. 2008. “Strategi Ekspor Komoditas Perkebunan Kopi dalam
Situasi Krisis Finansial Global.” Makalah pada Seminar Nasional.
Jember: 23 Desember 2008.
Morgan B, Holmes G, Bundy C. 1962. Methods in Adult Education. Danville
Illinois: The Interstate Printers Publisher.
Mosher AT. 1986. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Jakarta: Yasaguna.
Najiyati S, Danarti. 2001. Kopi Budidaya dan Penanganan Lepas Panen.
Jakarta: Penebar Swadaya.
162

Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.


Notodimedjo S. 1985. Budidaya Tanaman Karet dan Kopi. Malang: Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya.
Padmowihardjo S. 2002. Pembangunan Pertanian: Sebelum dan Pasca Krisis
Pergeseran Paradigma dan Pengembangan SDM Pendukungnya. Bahan
di sampaikan pada Lustrum ke X SPMA Medan: 27 September 2002.
Pambudy R. 2003. “Penyuluhan dalam Sistem dan Usaha Agribisnis: Strategi
Pengembangan Manusia Indonesia.” Dalam, Membentuk Pola Perilaku
Manusia Pembangunan diedit oleh Ida Yustina dan Adjat Sudrajat. Bogor:
IPB Press.
Pangarsa N, Tini S, Blasius L. 2003. Prospek dan Tantangan Penyuluhan
Pertanian Masa Depan. Prosiding Seminar dan Ekspose Teknologi. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Bogor: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
, Muhariyanto A, Ariyanto H. 2009. Memperkuat Kelompoktani
sebagai Media Belajar, Unit Produksi dan Lembaga Ekonomi. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Jawa Timur. http://jatim.
litbang.deptan.go.id/. [5 Maret 2009].
Purwaningsih A. 2005. “Peranan Kelompok Usaha Bersama dalam Perbaikan
Posisi Tawar dan Pendapatan Perajin Gula Kelapa di Kabupaten
Banyumas.” Pembangunan Pedesaan. Vol 5: 86-90.
Purwanto, Huraerah A. 2006. Dinamika Kelompok: Konsep dan Aplikasi.
Bandung: Refika Aditama
, Wardani. 2006. “Keragaan Dinamika Kelompoktani.” Penyuluhan
Pertanian. Vol 1: 1-10.
Purwoto A. 1993. “Sikap Petani Terhadap Resiko Produksi Padi dan Faktor-
faktor yang Mempengaruhinya”. Agro Ekonomi. Vol 12: 1-23.
[Puslitkoka] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2003. Klon-klon Unggul
Kopi Robusta. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
, 2005. Budidaya Kopi.
http://www.deptan.go.id/. Jurnal on-line. [26 Februari 2008].
, 2009. Materi Pelatihan
Pembekalan Teknis Uji Mutu Hasil Perkebunan Kopi. Jember: Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Puspadi K. 2002. “Rekontruksi Sistem Penyuluhan Pertanian.” [disertasi]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Rahmat J. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Riduwan M. 2007. Analisis Regresi dan Analisis Jalur. Bandung: Alfabeta.
Robbins SP. 2007. Perilaku Organisasi. Jakarta: Indeks.
163

Rogers EM. 2003. Diffusion of Innovations. New York: Free Press.


, Shoemaker FF. 1995. Communication of Innovations: A Cross
Cultural Approach. New York: Free Press A Division of Mc Milland
Publ.Co.
Rukka H, Buhaerah, Kadir S. 2008. “Peranan Kelompoktani Paraikatte dalam
Pemenuhan Kebutuhan Usahatani.” Agrisistem. Vol 4: 77-86.
Salikin K. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius.
Santoso S. 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.
Sarwono SW. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.
Sastraatmadja E. 1986. Penyuluhan Pertanian: Falsafah, Masalah dan Strategi.
Bandung: Alumni.
Setiana L. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Siegel S. 1985. Statistik Nonparametrik: Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Gramedia.
Simamora S. 1992. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.
Singarimbun M, Effendi S. 2006. “Metode dan Proses Penelitian.” Dalam,
Penelitian Survai. Yogyakarta : LP3ES
Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor:
Institut Pertanian Bogor Press
Soekanto S. 2006. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani
Kecil. Jakarta: Universitas Indonesia.
Spillane J. 1990. Komoditi Kopi: Peranannya dalam Perekonomian Indonesia
Jakarta: Kanasius.
Sudarta W. 2002. “Pengetahuan dan Sikap Petani terhadap Pengendalian Hama
Tanaman Terpadu.” SOCA. Vol 2: 31-34.
Sugiyono. 2006. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suwandari A, Joni A, Kurniawan A. 2005. “Respons Petani terhadap Kelompok
Tani sebagai Wadah Pendidikan Non Formal serta Implikasinya terhadap
Produktivitas Usahatani Padi.” Ilmu Pengetahuan Sosial. Edisi Khusus.
Vol 11: 17-33.
Syahyuti. 1995. “Pendekatan Kelompok dalam Pelaksanaan Program
Pembangunan Pertanian.” FAE. Vol 13: 44-54.
Tjakrawiralaksana A. 1996. Usahatani. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Umar H. 2003. Metode Riset Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wahyunindyawati, Muhaimin W, Nugroho BA. 2003. “Penerapan Teknologi
Sistem Usahatani Padi Melalui Cooperative Farming di Jawa Timur.”
Wacana. Vol 5: 193-203.
164

Walgito B. 2003. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi.


Wexley KN, Yuki Gary A. 2005. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia.
Jakarta: Rineka Cipta.
Wilbert G, Samad M. 1979. Group Farming in Asia. Singapore: Singapore
University Press
Wiraatmadja S. 1990. Pokok-pokok Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Yasaguna.
Yahmadi M. 2007. Rangkaian Perkembangan dan Permasalahan Budidaya dan
Pengolahan Kopi di Indonesia. Surabaya: AEKI Jawa Timur.
Yuliatin. 2002. “Tingkat Kedinamisan Kelompoktani Transmigran dan Lokal
dalam Kemandirian Anggota Kelompok” [tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Yusnadi. 1992. “Adopsi Petani Kopi dalam Pengembangan Perkebunan Kopi
Rakyat” [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
165

LAMPIRAN

Das könnte Ihnen auch gefallen