Sie sind auf Seite 1von 10

Jurnal Psikologi

September 2016, Vol. 3, No. 2, hal. 94-103

KOMITMEN ORGANISASI PENGURUS PONDOK PESANTREN DITINJAU


DARI KARAKTERISTIK DEMOGRAFI

M. Wardianto
Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan
E-mail: wardianto.muhammad@yudharta.ac.id

Abstract
Islamic boarding school is one form of non-profit organization. In order to
maintain it’s system, islamic boarding school purely supported by internal
source. High organizational commitment become a variable which must be
owned by every staf to increase productivity and suppress turnover in islamic
boarding school’s stafs. The previous studies indicated an inconsistent result
between the correlation of demographic variables and organizational
commitment. In addition, research on organizational commitment in islamic
boarding school’s stafs is still very rare, especially correlation with
demographic variables. Population in this research is islamic boarding
school’s stafs in Pasuruan Regency. The sample was taken proportionally and
randomly from Ngalah Islamic Boarding School’s stafs, Pasuruan Regency.
The data were collected with the Allen & Meyer's Organizational Commitment
Scale that was modified and the scale at the same time contained a section to
collect relevant demographic data of respondents. The results of this study
indicate a significant correlation between gender and organizational
commitment. It also found that age is positively correlated with organizational
commitment. Meanwhile, the variable of education level and living years in
islamic boarding school is not correlated with the organizational commitment
of islamic boarding school’s stafs.

Keywords: Organizational Commitment, Gender, Age, Education Level, Living Years


in Islamic Boarding School

1. PENDAHULUAN didirikannya pondok pesantren di Kembang


Kuning, Surabaya (www.aliyahromu.com,
Diketahui bahwa pondok pesantren
diakses 8 Desember 2013).
merupakan salah satu bentuk sistem
Selama beberapa dekade, perhatian
pendidikan yang sudah berkembang sejak
terhadap ekosistem di pesantren, baik itu
abad ke-14, yakni sejak zaman penyebaran
sistem pendidikan, perilaku-perilaku warga
Islam masuk ke pulau Jawa oleh Syeh
pesantren, maupun tradisi komunikasi di
Maulana Malik Ibrahim -yakni wali pertama
dalam pesantren telah menarik perhatian
dari Walisongo, di Gresik. Sejauh ini
sejumlah ilmuwan dari multidisiplin ilmu.
perdebatan awal mula perkembangan
Seperti, Nurdin (2015) yang mendeskripsikan
pesantren di Indonesia masih belum ada kata
bagaimana proses komunikasi yang terjadi
sepakat, namun salah satu tokoh yang
antarwarga pesantren, yaitu kiai, ustadz, dan
dianggap telah berhasil mengembangkan
santri. Nurdin menyimpulkan bahwa
pondok pesantren dalam arti yang sebenarnya
terjadinya akulturasi nilai dan budaya santri
adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel) dengan
merupakan akibat dari proses komunikasi

94
intrabudaya di lingkungan pesantren. memasuki usia menikah, sehingga banyak
Setiawan F. et. al. (2014) dalam Jurnal pengurus yang pulang dari pesantren
Sosietas juga mendeskripsikan pola adaptasi (boyongan). Di sinilah pentingnya komitmen
sosial budaya kehidupan santri di Pondok organisasi seorang pengurus pesantren
Pesantren Nurul Barokah. ditingkatkan.
Sejumlah peneliti dari bidang Psikologi Haryanto (1996 dalam Maharani, 2012)
juga tertarik untuk mengamati aspek-aspek menjelaskan, komitmen organisasi adalah
psikologis pada warga pesantren. Seperti derajat identifikasi individu terhadap
penelitian Pritaningrum & Hendriani (2013) organisasi dan keinginan untuk melanjutkan
tentang penyesuaian diri remaja yang tinggal partisipasi aktifnya di dalam organisasi.
di pondok pesantren modern pada tahun Seorang pengurus pesantren yang memiliki
pertama masuk; Sabiq dan Djalali (2012) komitmen organisasi tinggi akan lebih sering
tentang kecerdasan emosi, kecerdasan menyebut pesantrennya sebagai “pesantren-
spiritual, dan perilaku prososial santri; atau ku”, hal itu dimaksudkan sebagai bentuk
Ma’rufah et. al. (2014) yang memberikan manifestasi pengidentifikasian individu
atensi pada bagaimana persepsi terhadap kiai, terhadap pesantrennya. Selain itu, pengurus
konformitas, dan kepatuhan santri berkorelasi dengan komitmen organisasi yang tinggi tentu
dengan peraturan di pesantren; atau juga akan bersedia berpartisipasi aktif selama
tentang perilaku melanggar peraturan pada beberapa tahun kemudian di pesantren dan
santri di pondok pesantren (Widiantoro & menunda boyongan.
Romadhon, 2015); dan penelitian-penelitian Pada penelitian-penelitian komitmen
lain dari aspek psikologis yang berbeda. organisasi sebelumnya juga ditemukan bahwa
Salah satu hal yang menarik untuk seseorang yang memiliki tingkat komitmen
dicermati dalam dunia pesantren adalah organisasi yang tinggi, ada kecenderungan
sistem pengelolaannya. Pada umumnya mereka puas terhadap pekerjaan maupun
sebuah pesantren dipimpin oleh seorang kiai terhadap organisasi di mana mereka berada
sebagai pendiri/penerus/pengasuh utama (Haryanto dan Sriwidodo, 2009; Salami,
dalam sistem pendidikan pesantren. Semakin 2008; Eslami dan Gharakhani, 2012). Secara
berkembang pesantren, semakin luas wilayah resiprokal, kepuasan terhadap pekerjaan
dan besarnya jumlah santri yang bermukim ternyata juga akan meningkatkan komitmen
menempuh pendidikan disana akan semakin organisasi (Sudiro, 2009).
membutuhkan sumber daya manusia lain yang Tania dan Sutanto (2013), menemukan
membantu kiai untuk memberikan pendidikan bahwa motivasi kerja dan kepuasan kerja baik
karakter bagi santri, disitulah peranan secara parsial maupun bersama-sama
pengurus pondok pesantren. berkorelasi positif yang signifikan dengan
Pengurus pondok pesantren merupakan komitmen organisasi. Seorang karyawan yang
santri senior yang menguasai ilmu-ilmu memiliki kepuasan kerja yang baik akan
pesantren, memiliki komitmen organisasi membuat karyawan semakin mempunyai
terhadap pesantren, dan takzim motivasi kerja untuk menjadi lebih baik lagi
(patuh/hormat) kepada kiai sebagai pengasuh dalam melakukan segala pekerjaannya,
pondok pesantren. Santri senior yang menjadi sehingga karyawan tersebut merasa telah
pengurus pondok pesantren juga biasa memiliki komitmen terhadap organisasi.
dipanggil ustadz oleh santri. Dengan modal komitmen organisasi karyawan
Permasalahan yang sering muncul yang tinggi, performansi kerja karyawan akan
dengan sistem rekrutmen kepengurusan semakin baik (Sudiro, 2009) sehingga visi
seperti dalam pesantren adalah tingginya perusahaan pun akan semakin mudah tercapai.
turnover. Salah satu penyebab utamanya Sebuah penelitian yang menarik oleh
adalah pemenuhan tugas perkembangan setiap Leiter & Maslach (1988) menemukan bahwa
pengurus itu sendiri yang umumnya sudah hubungan komunikasi reguler dalam
memasuki masa mencari tempat kerja dan hubungan interpersonal sebuah organisasi

95
akan mempengaruhi tingkat burnout. Tingkat menguji korelasi variabel demografi yang
burnout yang tinggi berelasi dengan meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, dan
rendahnya komitmen organisasi. Penelitian ini masa tinggal di pesantren (organizational
menekankan pada pentingnya aspek tenure) dengan komitmen organisasi pengurus
lingkungan interpersonal dalam membentuk pondok pesantren.
komitmen organisasi personalia suatu
organisasi, sedangkan pesantren merupakan Komitmen Organisasi
organisasi yang intensitas interpersonalnya Komitmen organisasi menurut Meyer
tinggi. Perbedaan intensitas hubungan et. al. (1990 dalam Priyatama, 2012)
interpersonal pada pengurus pesantren jika merupakan suatu sikap yang relatif stabil dan
dibandingkan dengan karyawan sebuah dapat didefinisikan sebagai suatu keyakinan
perusahaan tentu cukup jelas. Intensitas dan penerimaan yang kuat atas nilai-nilai dan
pertemuan antar-karyawan dalam sebuah tujuan organisasi, suatu kemauan untuk
perusahaan terbatas oleh jam kerja berusaha menggunakan segala daya bagi
operasional perusahaan, namun tidak dengan kepentingan organisasi, dan keinginan kuat
pengurus pesantren karena pengurus sebuah untuk tetap menjadi anggota organisasi.
pesantren juga harus bermukim di pesantren Menurut Porter et. al. (1974)
sehingga intensitas pertemuannya semakin mendefinisikan komitmen organisasi sebagai
tinggi. Oleh karena itu mengamati tingkat kekuatan relatif dari proses identifikasi
komitmen organisasi pada pengurus pesantren individu dengan/dan keterlibatan dalam
penting dilakukan. organisasi tertentu (Eslami dan Gharakhani,
Jewel & Siegall (1998) menyatakan 2012).
bahwa sebagian besar ahli Psikologi Komitmen organisasi juga merupakan
Industri/Organisasi (PIO) menyetujui bahwa sebuah variabel yang mencerminkan derajat
komitmen organisasi yang kuat terbentuk dari hubungan yang dianggap dimiliki oleh
interaksi variabel demografi dengan variabel individu itu sendiri dengan pekerjaan tertentu
psikologi individual, dan karakteristik dalam organisasi tertentu (Jewell &Siegall,
keadaan kerja tertentu. Selaras dengan 1998). Selaras dengan pendapat tersebut,
pendapat tersebut, Pala et. al. (2008) Newstrom (2007 dalam Iqbal, 2010)
melaporkan bahwa variabel demografi yang mendefinisikan komitmen organisasi sebagai
terdiri dari jenis kelamin, pendidikan, jabatan, sejauh mana seorang karyawan
dan institusi secara efektif berpengaruh mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi
terhadap komitmen organisasi. Begitu juga dan ingin terus aktif berpartisipasi di
dengan Amangala (2013) menyatakan bahwa dalamnya.
usia, pendidikan, jabatan kerja, dan masa Wardianto dan Hendrati (2014)
berada dalam organisasi berkorelasi positif menyimpulkan definisi komitmen organisasi
dengan komitmen organisasi. sebagai derajat hubungan individu dengan
Meskipun dinyatakan dengan jelas oleh organisasinya dimana individu pada satu sisi
Jewel & Siegall (1998) dan diperkuat dengan mengidentifikasikan diri sebagai satu kesatuan
temuan-temuan terbaru tentang korelasi faktor dengan organisasi sedangkan di sisi yang lain
demografi dengan komitmen organisasi, individu merasa asing dengan organisasi.
namun bukan berarti semua variabel Salah satu kriteria yang cukup sering
demografi berkorelasi secara signifikan digunakan untuk menjelaskan dimensi
dengan komitmen organisasi. Pada hasil komitmen organisasi (Coleman et. al., 1999;
penelitian variabel demografi terhadap Chairy, 2002; Jaros, 2007) adalah komponen
populasi tertentu menunjukkan bahwa ada komitmen organisasi yang dicetuskan oleh
sebagian aspek demografi yang tidak Meyer & Allen (1991). Allen dan Meyer
berkorelasi dengan komitmen organisasi menjelaskan bahwa terdapat tiga komponen
(Haryanto dan Sriwidodo, 2009; Iqbal, 2010). dalam komitmen organisasi yaitu: pertama,
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan komitmen afektif (affective commitment) yang

96
berkaitan dengan keterikatan emosional, antara jenis kelamin dengan komitmen
identifikasi, serta keterlibatan anggota pada organisasi yang tidak signifikan seperti yang
organisasi. Kedua, komitmen kontinuan ditunjukkan Salami (2008) serta Wardianto &
(continuance commitment) dimana seseorang Hadi (2012). Penelitian Salami (2008) yang
bertahan di organisasi karena dilakukan pada sejumlah perusahaan publik
mempertahankan benefit yang didapatkannya maupun swasta di Oyo State, Nigeria, tersebut
dari organisasi. Ketiga, komitmen normatif menemukan bahwa hampir semua variabel
(normative commitment) yang berkaitan demografi yang diteliti berkorelasi secara
dengan perasaan wajib bertahan dan signifikan dengan komitmen organisasi,
berpartisipasi dalam organisasi, kewajiban kecuali variabel jenis kelamin.
tersebut didasari atas keyakinan tentang “apa Dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
yang benar” serta berkaitan dengan masalah variabel jenis kelamin ini masih terdapat hasil
moral. penelitian yang tidak konsisten korelasinya
Wardianto dan Hendrati (2014) terhadap tingkat komitmen organisasi pada
menemukan bahwa terdapat faktor internal populasi yang berbeda-beda.
maupun eksternal yang mempengaruhi
komitmen organisasi seseorang. Faktor-faktor Usia dan Komitmen Organisasi
internal tersebut meliputi: motivasi, faktor Perbedaan usia merupakan karakteristik
demografi (usia, tingkat pendidikan, status demografi spesifik yang cukup mudah
perkawinan, dan masa kerja), arti penting dibedakan setelah jenis kelamin. Amangala
karir, kecerdasan emosional, burnout, dan (2013) melakukan studi korelasional pada
kepuasan kerja. Sedangkan faktor eksternal beberapa karakteristik demografi dengan
yang diketahui berpengaruh terhadap komitmen organisasi tim sales di sebuah
komitmen organisasi antara lain: karakteristik perusahaan soft drink di Nigeria. Hasil
pekerjaan, kualitas kehidupan kerja, penelitian tersebut menyebutkan bahwa usia
lingkungan kerja, gaya kepemimpinan memiliki tingkat korelasional tinggi kedua di
pemimpin organisasi, budaya organisasi, dan bawah pengalaman kerja, dan setingkat lebih
hubungan interpersonal. tinggi dibandingkan dengan korelasi tingkat
pendidikan dengan komitmen organisasi.
Jenis Kelamin dan Komitmen Organisasi Salami (2008), Haryanto & Sriwidodo (2009),
Berdasarkan penelusuran pada temuan- Khan et. al. (2013), dan Rafiee et. al.(2015)
temuan sebelumnya, perbedaan jenis kelamin juga menemukan hasil yang sama.
menjadi salah satu variabel demografi yang Laporannya menunjukkan bahwa variabel usia
paling sering diteliti korelasinya dengan memiliki korelasi yang sangat signifikan
komitmen organisasi. Pala et. al. (2008) dengan komitmen organisasi karyawan. Hasil
melakukan penelitian pada staf kesehatan di penelitian tersebut menjelaskan bahwa
Turki dengan menggunakan form semakin tua karyawan, maka akan semakin
sosiodemografis serta Organizational memiliki tingkat komitmen organisasi yang
Commitment Inventory menemukan bahwa lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan
staf pria memiliki komitmen organisasi yang yang lebih muda.
lebih tinggi dibandingkan staf wanita. Meskipun dari sekian banyak hasil
Korelasi yang signifikan antara jenis kelamin penelitian usia dengan komitmen organisasi
dengan komitmen organisasi juga ditunjukkan menunjukkan hasil laporan yang serupa,
oleh Khan et. al. (2013), namun hasil namun hasil penelitian Iqbal (2010)
penelitian tersebut menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa usia tidak memiliki
akademisi wanita di Pakistan justru lebih korelasi yang signifikan dengan komitmen
memiliki komitmen organisasi yang lebih organisasi.
tinggi dibandingkan pria.
Berbeda dengan kedua penelitian Tingkat Pendidikan dan Komitmen
sebelumnya, terdapat pula hasil korelasi Organisasi

97
Iqbal (2010) menemukan adanya signifikan antara masa berada dalam suatu
korelasi yang negatif antara tingkat organisasi dengan tingkat komitmen
pendidikan seseorang dengan komitmen organisasi seseorang (Salami, 2008; Iqbal,
organisasi. Menurut Mowday et. al. (1982 2010; Amangala, 2013; Khan et. al., 2013;
dalam Iqbal, 2010), temuan tersebut Rafiee et. al., 2015). Menurut Joiner dan
menunjukkan fakta bahwa individu yang Bakalis (2006 dalam Amangala, 2013), hal
berpendidikan tinggi memiliki ekspektasi tersebut disebabkan semakin lama individu
yang tinggi pula terhadap pelayanan yang berada dalam sebuah organisasi semakin
telah diberikan pada organisasi. Ekspektasi banyak kesempatan pula yang dimiliki
tinggi yang mungkin tidak memiliki titik temu individu tersebut, tidak hanya untuk
tersebut membuat individu yang mendapatkan lebih banyak pengalaman tetapi
berpendidikan tinggi justru memiliki tingkat juga mengembangkan rasa memiliki.
komitmen organisasi yang rendah.
Meskipun ada beberapa hasil penelitian Hipotesis
yang menunjukkan korelasi yang negatif Berdasarkan pemaparan teori yang telah
(Steers, 1977; Mathieu & Zajac’s, 1990 dalam dijelaskan diatas, hipotesis dalam penelitian
Iqbal, 2010; dan Iqbal, 2010), ada juga ini adalah ada korelasi yang signifikan antara
laporan penelitian yang menemukan tidak ada variabel demografi yang terdiri dari jenis
korelasi yang signifikan antara tingkat kelamin, usia, jenjang pendidikan, dan masa
pendidikan dengan komitmen organisasi menjadi santri di pesantren dengan komitmen
(Haryanto & Sriwidodo, 2009), namun organisasi pengurus pondok pesantren.
sebagian besar hasil penelitian justru
menunjukkan adanya korelasi yang kuat dan
positif antara tingkat pendidikan dengan 2. METODE PENELITIAN
komitmen organisasi (Pala et. al., 2008;
Subjek
Amangala, 2013; Rafiee et. al., 2015; dan
Populasi dalam penelitian ini adalah
Salami, 2008). Artinya, semakin tinggi tingkat
pengurus pondok pesantren di Kabupaten
pendidikan seseorang, maka semakin tinggi
Pasuruan. Sampel penelitian diambil dari
pula komitmennya terhadap organisasi.
pengurus Pondok Pesantren Ngalah
Kabupaten Pasuruan. Didapatkan 46
Masa Tinggal di Pesantren dan Komitmen
responden yang diambil secara proporsional
Organisasi
dan acak pada setiap pengurus di kantor
Pada beberapa penelitian, variabel ini
asrama dan pengurus di kantor pusat pondok
disebut dalam berbagai istilah. Ada yang
pesantren. Namun dari jumlah tersebut, hanya
menyebutnya dengan istilah working years in
45 responden yang bisa dianalisis.
the present organization (Rafiee et. al., 2015),
job tenure (Salami, 2008; Khan et. al., 2013),
Instrumen Penelitian
dan disebut juga sebagai organizational
Pengambilan data pada penelitian ini
tenure (Iqbal, 2010; Amangala, 2013).
menggunakan skala psikologi yang pada
Substansi dalam istilah-istilah tersebut adalah
dasarnya terdiri dari dua bagian. Bagian
berapa lama individu berada di dalam sebuah
pertama didesain untuk mendapatkan data
organisasi dan berpartisipasi aktif di
yang relevan terkait jenis kelamin, usia,
dalamnya. Pada konteks penelitian ini, yang
tingkat pendidikan, dan masa tinggal di
dimaksud sebagai organizational tenure
pesantren.
adalah masa seorang pengurus pesantren
Bagian kedua dari skala tersebut berisi
tinggal sebagai seorang santri/murid (nyantri)
aitem-aitem yang digunakan untuk mengukur
di pesantren.
tingkat komitmen organisasi responden.
Temuan-temuan terdahulu sebagian
Penelitian ini menggunakan skala komitmen
besar menyimpulkan hasil yang konsisten,
organisasi yang dikembangkan oleh Allen dan
yakni ada korelasi kuat yang positif dan
Meyer (1990, dalam Jaros 2007). Skala

98
tersebut kemudian dimodifikasi oleh peneliti pesantren selama lebih dari 13 tahun sebesar
agar sesuai untuk mengukur komitmen 11% responden.
organisasi pada anggota organisasi nonprofit
seperti pondok pesantren. Skala terdiri dari 20
aitem yang mencakup tiga dimensi komitmen Tabel 1. Deskripsi Karakteristik Demografi
organisasi, yaitu komitmen afektif, komitmen Responden
kontinuan, dan komitmen normatif. Skala
Karakteristik
hasil revisi kemudian diuji ulang validitasnya Demografi
Frekuensi Persentase
sehingga didapatkan 15 aitem yang valid.
Sedangkan dari hasil uji reliabilitas, skala Jenis Kelamin:
komitmen organisasi tersebut memiliki nilai Laki-Laki 20 44%
Perempuan 25 56%
reliabilitas sebesar 0,778.
Usia:
Analisis Data 17 – 19 tahun 5 11%
Data yang diperoleh kemudian 20 – 22 tahun 18 40%
dianalisa menggunakan analisis regresi empat 23 – 25 tahun 14 31%
prediktor dengan bantuan softwareSPSS 26 – 28 tahun 8 18%
Statistics 17,0. Sebelum dianalisis, karena Tingkat Pendidikan:
data yang diperoleh masih berbentuk ordinal, SLTA sederajat 16 36%
maka data terlebih dahulu dikonversi menjadi S1 sederajat 27 60%
data interval dengan metode succesive interval Pascasarjana 2 4%
(MSI) dengan bantuan add-ins XLSAT pada
microsoft excel. Masa Tinggal di
Pesantren:
< 3 tahun 2 4%
4 – 6 tahun 5 11%
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 – 9 tahun 21 47%
Karakteristik demografi pada sampel 10 – 12 tahun 12 27%
> 13 tahun 5 11%
penelitian ditunjukkan dalam tabel 1. Tabel
tersebut menunjukkan distribusi responden
berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan, serta masa tinggal di pesantren. Deskripsi tingkat komitmen
Sebagaimana terlihat pada tabel 1, 44% organisasi subjek sebagaimana terlihat
responden adalah laki-laki dan 56% pada tabel 2. Mengacu pada kategori yang
selebihnya adalah perempuan. Berdasarkan disusun dengan menentukan mean dan
perbedaan usianya, 11% responden berusia standar deviasi hipotetik diketahui bahwa
17-19 tahun, 40% berusia 20-22 tahun, 31%
hanya 2% subjek yang memiliki taraf
berusia 23-25 tahun, dan sisanya sebesar 18%
adalah pengurus pesantren yang berusia antara komitmen organisasi rendah, 56% bertaraf
26-28 tahun. Berdasarkan tingkat sedang, dan 42% subjek memiliki
pendidikannya, mayoritas responden komitmen organisasi tinggi.
berpendidikan tinggi yakni sebesar 60%, 36%
diantaranya lulusan SLTA, dan hanya 4%
responden yang berpendidikan pascasarjana.
Sementara itu, berdasarkan seberapa lama Tabel 2. Deskripsi Taraf Komitmen Organisasi
responden tinggal di pesantren, hanya sedikit Responden
responden yang tinggal di pesantren selama
kurang dari 3 tahun yakni sebesar 4%, 11% Komitmen Freku
Interval Persentase
diantaranya berada di pesantren selama 4-6 Organisasi ensi
tahun, 47% selama 7-9 tahun, 27% selama 10-
12 tahun, dan responden yang tinggal di

99
Rendah < 30 1 2% Hasil analisis korelasi pada tabel 3 juga
Sedang 30,1 – 44,9 25 56% menunjukkan bahwa nilai sig. (1-tailed)
Tinggi > 45 19 42% masing-masing variabel pendidikan dan masa
tinggal di pesantren sebesar 0,260 dan 0,192
Jumlah 45 100% (p > 0,05). Nilai tersebut menunjukkan bahwa
tidak ada korelasi yang signifikan antara
Hasil analisis korelasi pada tabel 3 variabel pendidikan dan masa tinggal di
menunjukkan bahwa nilai Sig. (1-tailed) pesantren dengan komitmen organisasi
variabel jenis kelamin dengan komitmen pengurus pondok pesantren.
organisasi sebesar 0,037 (p < 0,05), artinya
ada korelasi yang signifikan antara jenis Tabel 4. Koefisien Determinasi Variabel X pada Y
kelamin dengan komitmen organisasi
pengurus pondok pesantren. Jika dilihat pada Std. Error
baris pearson correlation, didapatkan nilai Adjusted R
Model R R Square of the
Square
koefisien korelasi pada variabel jenis kelamin Estimate
sebesar -0,269. Artinya, pengurus pesantren 1 0.399 0.159 0.075 6.05038
perempuan memiliki komitmen organisasi
yang lebih tinggi dibandingkan pengurus laki-
laki. Hasil analisis determinasi didapatkan
bahwa koefisien determinasi variabel
Tabel 3. Hasil Analisis Korelasi Variabel Jenis karakteristik demografi yang diteliti terhadap
Kelamin, Usia, Pendidikan, dan Masa Tinggal di komitmen organisasi sebesar 0,159. Artinya,
Pesantren dengan Komitmen Organisasi karakteristik demografi yang diteliti memiliki
sumbangsih pengaruh sebesar 15,9% terhadap
Correlation Variabel Nilai variabel komitmen organisasi, sedangkan
sisanya sebesar 84,1% dijelaskan oleh
Komitmen Org. 1.000
prediktor lain.
Gender -0.269
Pearson Usia 0.258 Pembahasan
Correlation Pendidikan -0.098 Pondok pesantren merupakan salah satu
Masa Tinggal di bentuk organisasi nirlaba. Terlebih dalam
0.133
Pesantren sistem pengolahan sumber daya manusia di
Komitmen Org. 0.000 pesantren yang murni mengandalkan sumber
Gender 0.037* rekrutmen dari internal organisasi, maka
Usia 0.044*
komitmen organisasi yang tinggi menjadi
Sig. (1-tailed) sebuah variabel yang wajib dimiliki oleh
Pendidikan 0.260
setiap pengurus. Selain untuk meningkatkan
Masa Tinggal di produktifitas pengurus pesantren, komitmen
0.192
Pesantren organisasi yang tinggi dibutuhkan agar bisa
N 45 menekan turnover di kepengurusan pesantren.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa
Pada tabel 3 juga diketahui bahwa taraf ada korelasi yang signifikan antara jenis
signifikansi variabel usia dengan komitmen kelamin dengan komitmen organisasi
organisasi sebesar 0,044 (p < 0,05) dengan pengurus pondok pesantren. Temuan ini
koefisien korelasi sebesar 0,258. Artinya, usia memperkuat hasil penelitian Khan et al.
juga berkorelasi secara positif dengan (2013) yang melaporkan bahwa staf
komitmen organisasi pada taraf signifikansi perempuan lebih memiliki tingkat komitmen
5%. Semakin tua usia seorang pengurus, maka organisasi yang tinggi dibandingkan dengan
semakin tinggi pula tingkat komitmennya staf pria. Hal ini bisa dijelaskan karena
pada pesantren. motivasi berprestasi perempuan lebih tinggi
daripada motivasi berprestasi laki-laki

100
(Shekhar & Devi, 2012). Sebagaimana masa seorang individu tinggal dalam suatu
penelitian Wardianto & Hendrati (2014), organisasi dan berpartisipasi aktif di dalamnya
menyatakan bahwa motivasi berprestasi berkorelasi dengan komitmen organisasi.
berkorelasi positif dengan komitmen Hasil ini juga berarti bahwa komitmen
organisasi seseorang. organisasi seorang pengurus pesantren bisa
Selain perbedaan jenis kelamin, pada tumbuh kapanpun tanpa harus dilatar
penelitian ini juga diketahui bahwa ada belakangi oleh suatu rentang waktu tertentu.
korelasi positif antara usia dengan komitmen Saat terjadi internalisasi nilai-nilai, budaya,
organisasi pengurus pesantren. Artinya, visi, dan misi pesantren pada seorang
semakin tua usia pengurus pesantren, ternyata pengurus, saat itulah dimungkinkan komitmen
juga akan memiliki komitmen organisasi yang organisasi pengurus tumbuh. Hal ini bisa
semakin tinggi terhadap pesantren. Menurut dilihat pada tingginya komitmen normatif
penjelasan Amangala (2013), staf yang lebih pengurus pesantren jika dibandingkan dengan
muda dimungkinkan tidak memiliki banyak komponen komitmen yang lain, seperti
investasi di organisasi. Mereka juga tidak komitmen kontinuan. Tingginya komitmen
memiliki banyak waktu untuk menyerap normatif pengurus pesantren menunjukkan
budaya, visi, dan misi organisasi. bahwa kecocokan nilai-nilai pribadi dengan
Dibandingkan pengurus yang lebih tua, pada nilai-nilai yang dibawa oleh organisasi lebih
umumnya pengurus yang masih muda belum memiliki peranan penting bagi pengurus
banyak terlibat dalam aktifitas pengambilan pesantren daripada imbalan yang bersifat
keputusan dan hanya berkutat pada tugas- ekstrinsik, seperti gaji dan fasilitas. Oleh
tugas rutin yang kurang bersemangat. Temuan karena itu, kapanpun terjadi internalisasi nilai
ini semakin memperkuat hasil penelitian organisasi menjadi nilai-nilai pribadi, maka
Salami (2008), Haryanto & Sriwidodo (2009), saat itu pula seorang pengurus pesantren
Khan et. al. (2013), dan Rafiee et. al.(2015). merasa bahwa sudah menjadi kewajiban
Hasil uji korelasi antara variabel tingkat baginya untuk bertahan di pesantren dan
pendidikan menunjukkan bahwa tidak ada berpartisipasi aktif di dalamnya tanpa
korelasi yang signifikan antara tingkat mempertimbangkan imbalan ekstrinsik yang
pendidikan pengurus dengan komitmen diterimanya.
mereka terhadap pesantren. Tidak seperti
prasyarat menjadi seorang staf pada sebuah
perusahaan yang akan memberikan peluang 4. KESIMPULAN
karir lebih baik jika memiliki latar belakang
Dari empat faktor demografi yang
pendidikan yang lebih tinggi, nyatanya tingkat
diteliti korelasinya dengan komitmen
pendidikan santri yang tinggi bukanlah syarat
organisasi pengurus pondok pesantren,
utama seorang santri bisa diangkat menjadi
didapatkan dua faktor berkorelasi signifikan
seorang pengurus di pesantren. Dalam sistem
dan dua faktor lainnya tidak ditemukan
kepengurusan pesantren, prasyarat utama
korelasi. Dua faktor yang berkorelasi adalah
menjadi seorang pengurus adalah luasnya
jenis kelamin dan usia, sedangkan tingkat
ilmu agama yang dimiliki serta kepribadian
pendidikan dan berapa lama seorang pengurus
dan perilaku santri yang baik sehingga bisa
tinggal di pesantren tidak berkorelasi dengan
menjadi contoh bagi santri-santri yang lain.
komitmen organisasi.
Perbedaan berapa lama seorang
Tingginya motivasi berprestasi
pengurus tinggal di pesantren ternyata dalam
perempuan dibandingkan dengan laki-laki
penelitian ini tidak ditemukan adanya korelasi
ditengarai sebagai penyebab pengurus
dengan komitmen organisasi. Temuan ini
perempuan lebih berkomitmen dibandingkan
berlawanan dengan hasil penelitian-penelitian
pengurus laki-laki. Di sisi lain, semakin tua
sebelumnya (Salami, 2008; Iqbal, 2010;
usia pengurus pesantren maka komitmennya
Amangala, 2013; Khan et. al., 2013; Rafiee et.
terhadap pesantren semakin kuat karena
al., 2015) yang konsisten menyatakan bahwa

101
pengurus yang masih muda masih jarang Jewell & Siegall. 1990. Contemporary
terlibat pada kegiatan pengambilan keputusan. Industrial/Organizational Psychology.
2/E. Alih bahasa: Asihwardji &
Sungkono. 1998. Jakarta: Arcan.
5. REFERENSI Khan, I. et al., 2013. Determining The
Demographic Impact on The
_______. Sejarah Pondok Pesantren di Organizational Commitment of
Indonesia. http://www.aliyahromu.com/ Academicians in The HEIs of DCs Like
2011/12/sejarah-pondok-pesantren-di- Pakistan. European Journal of
indonesia.html. Diakses tanggal 08 Sustainable Development. Vol. 2, No. 4,
Desember 2013. 117-130.
Amangala, T A., 2013. The Effect of Leiter, MP. & Maslach, Ch. 1988. The Impact
Demographic Characteristics on of Interpersonal Environment on Burnout
Organizational Commitment: a Study of and Organizational Commitment.
Salespersons in The Soft Drink Industry Journal of Organizational Behavior. Vol.
in Nigeria. European Journal of Business 9, 297-308.
and Management. Vol. 5, No. 18, 109-
118. Ma’rufah, S. et. al. 2014. Persepsi Terhadap
Kepemimpinan Kiai, Konformitas, dan
Chairy, LS. 2002. Seputar Komitmen Kepatuhan Santri Terhadap Peraturan
Organisasi. Arisan Angkatan ’86 Pesantren. Persona:Jurnal Psikologi
Fakultas Psikologi UI. Jakarta: tidak Indonesia. Vol. 3, No. 02, 97-113.
diterbitkan.
Maharani, RD. Pengaruh Kualitas Kehidupan
Coleman, DF. et. al. 1999. Another Look at Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap
The Locus of Control-Organizational Komitmen Organisai Karyawan.
Commitment Relationship: It Depend On http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/12
The Form of Commitment. Journal of 0994102. Hal. 94-102, diakses tanggal 31
Organizational Behavior. 20, 995-1001. Oktober 2012.
Eslami, J & Gharakhani, D. 2012. Meyer, JP. & Allen, NJ. 1991. A-Three-
Organizational Commitment and Job Component Conceptualization of
Satisfaction. ARPN Journal of Science Organizational Commitment. Human
and Technology. Vol. 2, 2, 85-91. Resource Management Review. Vol. 1, 1,
Haryanto, T. & Sriwidodo, U. 2009. Pengaruh 61-89.
Karakteristik Personal, Karakteristik Nurdin, A. 2015. Tradisi Komunikasi di
Kerja, dan Pengalaman Kerja Terhadap Pesantren. KARSA: Jurnal Sosial dan
Komitmen Organisasi. Jurnal Budaya Keislaman. Vol. 23, No. 2, 275-
Manajemen Sumberdaya Manusia. Vol. 294.
3, 1, 17-24.
Pala, F. et al., 2008. The Effect of
Iqbal, A. 2010. An Empirical Assesment of Demographic Characteristics on
Demographic Factors, Organizational Organizational Commitment and Job
Ranks, And Organizational Commitment. Satisfaction: An Empirical Study on
International Journal of Business and Turkish Health Care Staff. İş,Güç, The
Management. Vol. 5, No. 3, 16-27. Journal of Industrial Relations and
Jaros, S. 2007. Meyer and Allen Model of Human Resource. Vol. 10, No. 2, 54-75.
Organizational Commitment: Measure- Pritaningrum, M. dan Hendriani. 2013.
ment Issues. The Icfai Journal of Penyesuaian Diri Remaja yang Tinggal
Organizational Behavio., Vol. VI, 4, 8- di Pondok Pesantren Modern Nurul Izzah
25. Gresik Pada Tahun Pertama. Jurnal

102
Psikologi Kepribadian dan Sosial. Vol. Malang. Jurnal Psikologi. Vol.1, No. 2,
02, No. 03, 134-143. 74-85.
Priyatama, AN. Peran Motivasi Intrinsik Wardianto, M. dan Hendrati, F. 2014.
Terhadap Komitmen Organisasi Korelasi Motivasi Berprestasi dan
Karyawan. http://setiabudi.ac.id/jurnal Kepemimpinan Transformasional dengan
psikologi/images/files/JURNAL%20I. Komitmen Organisasi Pengurus Pondok
diakses tanggal 31 Oktober 2012, Hal. 1- Pesantren. Persona: Jurnal Psikologi
15. Indonesia. Vol.3, No. 03, 269-282.
Rafiee, N. et. al. 2015. Demographic Widiantoro, Fx. W. dan Romadhon. 2015.
Determinants of Organizational Perilaku Melanggar Peraturan Pada
Commitment of Health Managers in Santri di Pondok Pesantren. Jurnal
Yazd Province. International Journal of Psikologi. Vol.11, 31-43.
Management, Accounting, and
Economics. Vol.2, No. 1, 91-101.
Sabiq, Z. & Djalali, M. A. 2012. Kecerdasan
Emosi, Kecerdasan Spiritual, dan
Perilaku Prososial Santri Pondok
Pesantren Nasyrul Ulum Pamekasan.
Persona: Jurnal Psikologi Indonesia.
Vol. 1, No. 2, 53-65.
Salami, S. O. 2008. Demographic and
Psychological Factors Predicting
Organizational Commitment among
Industrial Workers. Anthropologist. Vol.
10, 1, 31-38.
Setiawan F., Y. et al., 2014. Pola Adaptasi
Sosial Budaya Kehidupan Santri Pondok
Pesantren Nurul Barokah. Jurnal
Sosietas. Vol. 5, No. 1.
Shekhar, Ch. & Devi, R. 2012. Achiement
Motivation Across Gender and Different
Academic Majors. Journal of
Educational and Developmental
Psychology. Vol.2, No. 2, 105-109.
Sudiro, A. 2009. Pengaruh Komitmen
Keorganisasian dan Kepuasan Kerja
terhadap Kinerja Tenaga Edukatif/Dosen.
Jurnal Aplikasi Manajemen. Vol.7, No.
1, 86-92.
Tania, A. dan Sutanto. 2013. Pengaruh
Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja
terhadap Komitmen Organisasional
Karyawan PT Dai Knife di Surabaya.
Agora. Vol.1, No. 3, 1-9.
Wardianto, M. dan Hadi, Sy. 2012. Komitmen
Kerja Ditinjau Dari Tipe Temperamen
dan Jenis Kelamin, Survey Pada
Karyawan Produksi PR. Jaya Makmur

103

Das könnte Ihnen auch gefallen