Sie sind auf Seite 1von 21

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

REFERAT

GENERAL ANESTHESIA DENGAN INTUBASI ENDOTRACHEAL

PENYUSUN
Aulia Rahman, S. Ked; J510195031
Resi Asadillah Majid, S. Ked; J510185067

PEMBIMBING
dr. Bambang Sutanto, Sp. An-KIC
dr. Ricka Lesmana Sp. An
dr. Febrian Dwi Cahyo Sp. An M.kes

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
JUNI 2019
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS


REFERAT
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : GENERAL ANESTHESIA DENGAN INTUBASI


ENDOTRACHEAL
Penyusun : Aulia Rahman, S. Ked; J510195031
Resi Asadillah Majid, S. Ked; J510185067
Pembimbing : dr. Bambang Sutanto, Sp. An-KIC

Surakarta, 17 Juni 2019

Penyusun Penyusun

Aulia Rahman, S. Ked Resi Asadillah Majid, S. Ked

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Bambang Sutanto, Sp. An-KIC

Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

Dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp.PD

ii
GENERAL ANESTHESIA DENGAN INTUBASI ENDOTRACHEAL
Aulia Rahman, Resi Asadillah Majid
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi, RS PKU Muhammadiyah Surakarta

ABSTRACT
Anaesthesia is used to stop you from feeling pain during surgical or diagnostic
procedures. It does this by blocking the pain signals that pass along nerves to brain. General
anesthetics is essential for some operations. The patient will be asleep and feel nothing
throghout the procedure. Before the operations start, anaesthetic drugs are injected into vein
or given to the patient as anaesthetic gases that patient breath into his lungs. The drugs ore
gases are carried to the brain in patient bloodstream, where they lead to the state of
anaesthesia (become unconscious). As the anaesthetic drug/gases wear off, your
consciousness and sensations will gradually return. General anesthetics are characterized
by relaxation, pain free and relaxation of skeletal muscles. The act of tracheal intubation is
one of the inhalation general anesthesia techniques. Intubation is inserting a tube into the
body cavity through the mouth or nose. Intubation is divided into 2 namely orotracheal
(endotracheal) intubation and nasotracheal intubation. One of the purposes of intubation is
to facilitate administration of anesthesia.

Keywords: General Anaesthesia, Endotracheal Intubation

Pendahuluan Pemberian anestetikum dilakukan untuk


Istilah anestesi dimunculkan pertama mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri
kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes baik disertai atau tanpa disertai hilangnya
(1809-1894) berkebangsaan Amerika, kesadaran. Seringkali anestesi dibutuhkan
diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti pada tindakan yang berkaitan dengan
tidak, dan Aesthesis berarti rasa atau sensasi pembedahan. Anestetikum yang diberikan
nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan rasa pada hewan akan membuat hewan tidak peka
atau sensasi nyeri. Dalam arti yang lebih luas, terhadap rasa nyeri sehingga hewan menjadi
anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa tenang, dengan demikian tindakan
terhadap suatu rangsangan. Obat yang diagnostik, terapeutik, atau pembedahan
digunakan dalam menimbulkan anesthesia dapat dilaksanakan lebih aman dan lancer.
disebut sebagai anestetik, dan kelompok ini Tujuan Anastesi Umum adalah Anestesi
dibedakan dalam anestetik umum dan umum menjamin hidup pasien, yang
anestetik lokal. Anestesi umum bekerja di memungkinkan operator melakukan tindakan
Susunan Saraf Pusat, sedangkan anestetik bedah dengan leluasa dan menghilakan rasa
lokal bekerja langsung pada Serabut Saraf di nyeri (Latief, et al., 2001).
Perifer.

1
Anestesi Umum yang dikenakan pasien. Pasien ditanya lagi
Anestesia umum atau General mengenai hari dan jenis bagian tubuh yang
Anaesthesia adalah salah satu metode yang akan dioperasi (Werth, 2010).
dilakukan sebelum tindakan pra bedah. (a) Anamnesis: Riwayat tentang apakah
Pengertian dari anestesi umum itu sendiri pasien pernah mendapatkan anesthesia
ialah keadaan hilangnya nyeri di seluruh sebelumnya sangatlah penting untuk
tubuh dan hilangnya kesadaran yang bersifat mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu
sementara yang dihasilkan melalui mendapat perhatian khusus, misalnya alergi,
penekanan sistem syaraf pusat karena adanya mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau
induksi secara farmakologi atau penekanan sesak napas pasca bedah, sehingga kita dapat
sensoris pada syaraf. Anestesi umum merancang anesthesia berikutnya dengan
merupakan kondisi yang dikendalikan lebih baik. Kebiasaan merokok sebaiknya
dengan ketidaksadaran reversibel dan dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk
diperoleh melalui penggunaan obat-obatan eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem
secara injeksi dan atau inhalasi yang ditandai kardiosirkulasi, dihentikan beberapa hari
dengan hilangnya respon rasa nyeri untuk mengaktifkan kerja silia jalan
(analgesia), hilangnya ingatan (amnesia), pernapasan dan 1-2 minggu untuk
hilangnya respon terhadap rangsangan atau mengurangi produksi sputum. Kebiasaan
refleks dan hilangnya gerak spontan minum alkohol juga harus dicurigai akan
(immobility), serta hilangnya kesadaran adanya penyakit hepar.
(unconsciousness) (Desai, 2010). (b) Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan keadaan
gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif
Penilaian dan Persiapan Pra Anestesia besar sangat penting untuk diketahui apakah
Persiapan prabedah yang kurang akan menyulitkan tindakan laringoskopi
memadai merupakan faktor penyumbang intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan
sebab-sebab kecelakaan anestesia. Dokter menyulitkan laringoskopi intubasi.
spesialis anestesia harus mengunjungi pasien Pemeriksaan rutin lain secara sistematik
sebelum pasien dibedah, agar ia dapat tentang keadaan umum tentu tidak boleh
menyiapkan pasien, sehingga pada waktu dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi,
pasien dibedah dalam keadaan bugar. Tujuan dan auskultasi semua sistem organ tubuh
utama kunjungan pra anestesia adalah untuk pasien.
mengurangi angka kesakitan operasi, (c) Pemeriksaan Laboratorium: Uji
mengurangi biaya operasi dan meningkatkan laboratorium hendaknya atas indikasi yang
kualitas pelayanan kesehatan (Werth, 2010). tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang
walaupun pada pasien sehat untuk bedah
Penilaian Prabedah
minor, misalnya pemeriksaan darah kecil
Identitas setiap pasien harus lengkap
(Hb, leukosit, masa perdarahan dan masa
dan harus dicocokan dengan gelang identitas

2
pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien pasien yang dijadwalkan untuk operasi
diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan elektif dengan anesthesia harus dipantangkan
EKG dan foto toraks. diri masukan oral (puasa) selama periode
(d) Kebugaran untuk anestesi: Pembedahan tertentu sebelum induksi anesthesia. Pada
elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak
menyiapkan agar pasien dalam keadaan kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Air
bugar, sebaliknya pada operasi sito putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk
penundaan yang tidak perlu harus dihindari. keperluan minum obat air putih dan dalam
(e) Klasifikasi Status Fisik: Klasifikasi yang jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi
lazim digunakan untuk menilai kebugaran anesthesia.
fisik seseorang ialah yang berasal dari The
American Society Of Anesthesiologist (ASA). Premedikasi
Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan Premedikasi ialah pemberian obat 1-2

risiko anestesi, karena dampak samping jam sebelum induksi anesthesia dengan

anestesi tidak dapat dipisahkan dari dampak tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan,

samping pembedahan. dan bangun dari anesthesia diantaranya:

ASA I : Pasien dalam keadaan normal dan 1. Meredakan kecemasan dan ketakutan.

sehat. 2. Memperlancar induksi anesthesia.

ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik 3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan

ringan sampai sedang baik karena penyakit bronkus.

bedah maupun penyakit lain. 4. Meminimalkan jumlah obat anestetik.

ASA III : Pasien dengan gangguan atau 5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah.

penyakit sistemik berat yang diakibatkan 6. Menciptakan amnesia.

karena berbagai penyebab. 7. Mengurangi isi cairan lambung.

ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik 8. Mengurangi reflex yang membahayakan.

berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan Kecemasan merupakan reaksi alami,

penyakitnya merupakan ancaman jika seseorang dihadapkan pada situasi yang

kehidupannya setiap saat. tidak pasti. Membina hubungan baik dengan

ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan pasien dapan membangun kepercayaan dan

dengan atau tanpa pembedahan hidupnya menentramkan hati pasien. Obat pereda

tidak akan lebih dari 24 jam. kecemasan bisa digunakan diazepam peroral

(f) Masukan Oral: Refleks laring mengalami 10-15 mg beberapa jam sebelum induksi

penurunan selama anesthesia. Regurgitasi isi anesthesia. Jika disertai nyeri karena

lambung dan kotoran yang terdapat dalam penyakitnya dapat diberikan opioid misalnya

jalan napas merupakan risiko utama pada petidin 50 mg intramuscular.

pasien-pasien yang mengalami anesthesia. Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5

Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua dapat menyebabkan pneumonitis asam.

3
Untuk meminimalkan kejadian diatas dapat diberikan oksigen. Induksi cara ini
diberikan antagonis reseptor H2 histamin dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
misalnya oral simetidin 600 mg atau oral 2) Induksi Intramuskular
ranitidine (zantac) 150 mg 1-2 jam sebelum Induksi intramuskular biasanya
jadwal operasi. menggunakan injeksi ketamin (ketalar)
Untuk mengurangi mual-muntah pasca yang dapat diberikan secara
bedah sering ditambahkan premedikasi intramuscular dengan dosis 5-7
suntikan intramuscular untuk dewasa mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien
droperidol 2,5-5 mg atau ondansetron 2-4 mg tidur.
(zofran,narfoz) (Werth, 2010). 3) Induksi Inhalasi
Induksi inhalasi hanya dikerjakan
Induksi Anestesia dengan halotan (fluotan) atau
Induksi anestesia adalah tindakan untuk sevofluran. Cara induksi ini dikerjakan
membuat pasien dari sadar menjadi tidak pada bayi atau anak yang belum
sadar, sehingga memungkinkan dimulainya terpasang jalur vena atau dewasa yang
anestesia dan pembedahan. Induksi anestesi takut disuntik. Induksi halotan
dapat dikerjakan dengan secara intravena, memerlukan gas pendorong O2 atau
inhalasi, intramuskuler atau rektal. Setelah campuran N2O dan O2. Induksi dimulai
pasien tidur akibat induksi anestesi langsung dengan aliran O2 > 4 liter/menit atau
dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesi campuran N2O : O2 = 3 : 1 aliran > 4
sampai tindakan pembedahan selesai. liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5
Sebelum memulai induksi anestesi vol % sampai konsentrasi yang
selayaknya disiapkan peralatan dan obat- dibutuhkan. Kalau pasien batuk
obatan yang diperlukan, sehingga seandainya konsentrasi halotan diturunkan untuk
terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan kemudian kalau sudah tenang dinaikkan
lebih cepat dan lebih baik. lagi sampai konsentrasi yang
Induksi anestesi umum dapat dikerjakan diperlukan.
melalui cara/rute (Ganiswara, 1995): Induksi dengan sevofluran lebih
1) Induksi Intravena disenangi karena pasien jarang batuk.
Induksi intravena paling banyak Walaupun langsung diberikan dengan
dikerjakan dan digemari, apalagi sudah konsentrasi tinggi sampai 8 vol %.
terpasang jalur vena, karena cepat dan Seperti dengan halotan konsentrasi
menyenangkan. Obat induksi bolus dipertahankan sesuai kebutuhan.
disuntikan dalam kecepatan 30-60 Induksi dengan enfluran (etran),
detik. Selama induksi anesthesia, isofluran (foran, aeran) atau desfluran
pernapasan pasien, nadi, dan tekanan jarang dilakukan, karena pasien sering
darah harus diawasi dan selalu batuk dan waktu induksi menjadi lama.

4
4) Induksi Mencuri anestesi sampai menimbulkan hilangnya
Induksi mencuri (steal induction) kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan
dilakukan pada anak atau bayi yang frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil,
sedang tidur. Untuk yang sudah ada dapat terjadi urinasi dan defekasi. Stadium II
jalur vena tidak ada masalah, tetapi pada (stadium eksitasi involunter), dimulai dari
yang belum terpasang jalur vena, harus hilangnya kesadaran sampai permulaan
dikerjakan hati-hati supaya pasien tidak stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi
terbangun. Induksi mencuri inhalasi eksitasi dan gerakan yang tidak menurut
seperti induksi inhalasi biasa hanya kehendak, pernafasan tidak teratur,
sungkup muka tidak kita tempelkan inkontinensia urin, muntah, midriasis,
pada muka pasien, tetapi kita berikan hipertensi, dan takikardia. Stadium III
jarak berapa sentimeter, sampai pasien (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3
tertidur baru sungkup muka kita bagian yaitu; Plane I yang ditandai dengan
tempelkan. pernafasan yang teratur dan terhentinya
anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-
Rumatan Anestesi abdominal, refleks pedal masih ada, bola
Rumatan anestesi (maintenance) dapat mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva
dikerjakan dengan secara intravena (anestesi dan kornea terdepresi. Plane II, ditandai
intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola
dengan campuran intravena inhalasi. mata ventro medial semua otot mengalami
Rumatan anestesi biasanya mengacu pada relaksasi kecuali otot perut. Plane III,
trias anestesi yaitu (Ganiswara, 1995): ditandai dengan respirasi regular, abdominal,
- Hipnosis bola mata kembali ke tengah dan otot perut
- Analgesia relaksasi. Stadium IV (paralisis medulla
- Relaksasi otot oblongata atau overdosis),ditandai dengan
paralisis otot dada, pulsus cepat dan pupil
Tahap - Tahap Anestesi
dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran
Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu;
seperti mata ikan karena terhentinya sekresi
Stadium I (stadium induksi atau eksitasi
lakrimal (Munaf, 2008).
volunter), dimulai dari pemberian agen

5
Tabel 1. Tahap Anestesi
Tahap Nama Keterangan
1 Analgesia Dimulai dengan keadaan sadar dan diakhiri dengan hilangnya
kesadaran. Sulit untuk bicara; indra penciuman dan rasa nyeri
hilang. Mimpi serta halusinasi pendengaran dan penglihatan
mungkin terjadi. Tahap ini dikenal juga sebagai tahap induksi.
2 Eksitasi atau delirium Terjadi kehilangan kesadaran akibat penekananan korteks
serebri. Kekacauan mental, eksitasi, atau delirium dapat terjadi.
Waktu induksi singkat.
3 Surgical Prosedur pembedahan biasanya dilakukan pada tahap ini.
4 Paralisis medular Tahap toksik dari anestesi. Pernapasan hilang dan terjadi kolaps
sirkular. Perlu diberikan bantuan ventilasi.
Sumber: (Boulton dan Blogg, 2008)

Prosedur Anestesi Umum 10. Pantau tanda vital secara kontinyu.


1. Pasien disiapkan sesuai dengan 11. Selesai operasi, pemberian obat anastesi
pedoman evaluasi pra anestesi. dihentikan bila menggunakan obat
2. Pasang alat bantu yang dibutuhkan relaksasi otot beri penawar relaksan otot
(monitor tekanan darah, SpO2 nadi). dengan menggunakan neostigmin dan
3. Siapkan alat dan obat anastesi serta obat atropine.
resusitasi. 12. Lakukan ekstubasi pipa ET bila telah
4. Siapkan alat bantu napas manual atau mampu bernapas spontan.
alat bantu napas mekanik, siapkan 13. Pindahkan ke recovery room bila
mesin anastesi dan sistem sirkuitnya, ventilasi-oksigenasi telah kuat dan
serta gas anastesi yang digunakan. hemodinamik stabil.
5. Lakukan induksi anestesi dengan agen 14. Pemantauan pra dan intra anastesi
inhalasi atau pun intravena. dicatat/didokumentasikan dalam rekam
6. Lakukan pengelolaan jalan napas sesuai medik pasien.
pedoman (pemasangan intubasi dengan (Pramono, 2015)
endotracheal tube).
Klasifikasi Obat-obat Anestesi Umum
7. Rumatan anestesi dengan obat yang
1. Anestesi Inhalasi
dibutuhkan untuk mencapai trias
Halotan, enfluran, isofluran,
anestesi.
sevofluran, desflurane, dan
8. Permapasan pasien dengan alat bantu
methoxyflurane merupakan cairan yang
napas mekanik atau dengan bantuan
mudah menguap (Soerasdi, et al.,
tangan (manual), serta suplementasi
2010).
oksigen.
9. Mengendalikan sesuai kebutuhan.

2
Halothane  Tidak begitu menekan SSP.
 Bau dan rasa tidak menyengat.  Resorpsinya setelah inhalasi, cepat
 Khasiat anestetisnya sangat kuat dengan waktu induksi 2-3 menit.
tetapi khasiat analgetisnya dan  Sebagian besar diekskresikan
daya relaksasi ototnya ringan, melalui paru-paru dalam keadaan
yang baru adekuat pada anestesi utuh, dan sisanya diubah menjadi
dalam. ion fluoride bebas.
 Halotan digunakan dalam dosis  Efek samping: hipotensi, menekan
rendah dan dikombinasi dengan pernapasan, aritmia, dan
suatu relaksans otot, seperti merangsang SSP. Pasca bedah
galamin atau suksametonium. dapat timbul hipotermi
 Kelarutannya dalam darah relative (menggigil), serta mual dan
rendah induksi lambat, mudah muntah, dapat meningkatkan
digunakan, tidak merangsang perdarahan pada saat persalinan,
mukosa saluran napas. SC, dan abortus.
 Bersifat menekan refleks dari Isofluran (Forane)
faring dan laring, melebarkan  Bau tidak enak.
bronkioli dan mengurangi sekresi  Termasuk anestesi inhalasi kuat
ludah dan sekresi bronchi. dengan sifat analgetis dan
 Famakokinetik: sebagian relaksasi otot baik.
dimetabolisasikan dalam hati  Daya kerja dan penekanannya
bromide, klorida anorganik, dan terhadap SSP = enfluran.
trifluoacetik acid.  Efek samping: hipotensi, aritmi,
 Efek samping: menekan menggigil, konstriksi bronkhi,
pernapasan dan kegiatan jantung, meningkatnya jumlah leukosit.
hipotensi, jika penggunaan Pasca bedah dapat timbul mual,
berulang, maka dapat muntah, dan keadaan tegang.
menimbulkan kerusakan hati.  Sediaan: isofluran 3-3,5% dlm O2;
 Dosis: tracheal 0,5-3 v%. + NO2-O2 = induksi; maintenance
Enfluran : 0,5%-3%.
 Anestesi inhalasi kuat yang Desfluran
digunakan pada berbagai jenis  Desfluran merupakan halogenasi
pembedahan, juga sebagai eter yang rumus bangun dan efek
analgetikum pada persalinan. klinisnya mirip isofluran.
 Memiliki daya relaksasi otot dan  Desfluran sangat mudah menguap
analgetis yang baik, melemaskan dibandingkan anestesi volatil lain,
otot uterus.

3
sehingga perlu menggunakan dapat menyebabkan keadaan anestesi
vaporizer khusus (TEC-6). disosiatif dan obat-obat lain
 Titik didihnya mendekati suhu (droperianol, etomidate,
ruangan (23.5C). dexmedetomidine) (Soerasdi, et al.,
 Potensinya rendah. 2010).
 Bersifat simpatomimetik Barbiturat
menyebabkan takikardia dan  Blokade sistem stimulasi di
hipertensi. formasi retikularis.
 Efek depresi napasnya seperti  Hambat pernapasan di medula
isofluran dan etran. oblongata.
 Merangsang jalan napas atas,  Hambat kontraksi otot jantung,
sehingga tidak digunakan untuk tidak menimbulkan sensitisasi
induksi anestesi jantung terhadap ketekolamin.
Sevofluran  Dosis anestesi : rangsang SSP;
 Merupakan halogenasi eter. dosis > = depresi SSP.
 Induksi dan pulih dari anestesi  Dosis : induksi = 2 mg/kgBB (i.v)
lebih cepat dibandingkan dengan dlm 60 dtk; maintenance = ½ dosis
isoflurane. induksi
 Baunya tidak menyengat dan tidak Na tiopental.
merangsang jalan napas.  Induksi : dosis tgt BB, keadaan
 Efek terhadap kardiovaskular fisik dan penyakit.
cukup stabil, jarang menyebabkan  Dewasa : 2-4 ml larutan 2,5%
aritmia. secara intermitten tiap 30-60 dtk
 Efek terhadap sistem saraf pusat ad capaian.
seperti isofluran dan belum ada Ketamin
laporan toksik terhadap hepar.  Sifat analgesik, anestetik,
 Setelah pemberian dihentikan kataleptik dengan kerja singkat.
sevofluran cepat dikeluarkan oleh  Analgesik kuat utk sistem somatik,
badan. lemah utk sistem visceral.
2. Anestesi Intravena  relaksasi otot polos lurik (-), tonus
Termasuk golongan ini adalah: meninggi.
barbiturate (thiopental, methothexital);  tingkatkan TD, nadi, curah
benzodiazepine (midazolam, jantung.
diazepam); opioid analgesic (morphine,  Ketamin sering menimbulkan
fentanyl, sufentanil, alfentanil, takikardi, hipertensi, hipersalivasi,
remifentanil); propofol; ketamin, suatu nyeri kepala, pasca anestesi dapat
senyawa arylcylohexylamine yang menimbulkan mual-muntah,

4
pandangan kabur, dan mimpi  Dosis bolus untuk induksi 2-2.5
buruk. mg/kg, dosis rumatan untuk
 Kalau harus diberikan sebaiknya anestesi intravena total 4- 12
sebelumnya diberikan sedasi mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk
mdasolam (dormikum) atau perawatan intensif 0.2 mg/kg.
diazepam (valium) dengan dosis  Pengenceran propofol hanya boleh
0.1 mg/kg intravena dan untuk dengan dekstrosa 5%.
mengurangi salivasi diberikan  Pada manula dosis harus
sulfas atropin 0.001 mg/kg. dikurangi, pada anak <3 tahun dan
 Dosis bolus untuk induksi pada wanita hamil tidak
intravena adalah 1-2 mg/kg dan dianjurkan.
untuk intramuskular 3-10 mg. Midazolam
 Ketamin dikemas dalam cairan  Midazolam merupakan anestesi
bening dengan kepekatan 1% intravena golongan benzodiazepin
(1ml=10mg), 5% (1ml=50 mg) dengan mula kerja yang pendek
dan 10 % (1ml=100 mg). dan memiliki efek ansiolitik,
Fentanil dan droperidol sedasi, amnesia, relaksasi otot,
 Analgesik & anestesi neuroleptic. antikonvulsan dan digunakan
 Kombinasi tetap. sebagai adjuvant (Pacifici, 2014).
 Aman diberikan pada yang  Mekanisme kerja: menghambat
mengalami hiperpireksia dan subunit-subunit reseptor
anestesi umum lain. neurotransmiter yang diaktivasi
 Fentanil : masa kerja pendek, mula oleh GABA spesifik di sinaps
keja cepat. neuron susunan saraf pusat (SSP)
 Droperidol : masa kerja lama & dan menfasilitasi frekuensi
mula kerja lambat. pembukaan saluran ion klorida
Propofol yang diperantarai oleh GABA,

 Propofol dikemas dalam cairan sehingga meningkatkan

emulsi lemak berwarna putih susu hiperpolarisasi membran (Morgan

bersifat isotonik dengan kepekatan dan Mikhail, 2013; Katzung, et al.,

1% (1 ml=10 mg). 2014).

 Suntikan intravena sering  Indikasi: Hipnotik-sedatif dan

menyebabkan nyeri, sehingga induksi anestesi.

beberapa detik sebelumnya dapat  Bentuk sediaan: Larutan yang


diberikan lidokain 1-2 mg/kg mengandung 5mg/mL atau
intravena. 2mg/mL.

5
 Dosis: nasotrakeal yaitu tindakan memasukan pipa
- Premedikasi  0,07 – 0,15 (IM) nasal melalui nasal dan nasopharing ke dalam
- Sedasi  0,01 – 0,1 (IV) oropharing sebelum laryngoscopy (Latief, et
- Induksi  0,1 – 0,4 (IV) al., 2001).
 Mula kerja: 30 – 60 detik Tujuan dilakukannya intubasi yaitu
 Waktu paruh eliminasi: 2-3 jam. sebagai berikut (Latief, et al., 2001):

 Efek samping: Hipotensi dan - Mempermudah pemberian anesthesia.


Depresi Pernapasan. - Mempertahankan jalan nafas agar tetap
Opioid bebas serta mempertahankan
 Opioid (morfin, petidin, fentanil, kelancaran pernapasan.
sufentanil) untuk induksi - Mencegah kemungkinan terjadinya
diberikan dosis tinggi. aspirasi lambung (pada keadaan tidak
 Opioid tidak mengganggu sadar, lambung penuh dan tidak ada
kardiovaskular, sehingga banyak reflex batuk).
digunakan untuk induksi pasien - Mempermudah pengisapan sekret
dengan kelainan jantung. trakeobronkial.
 Untuk anestesi opioid digunakan - Pemakaian ventilasi mekanis yang
fentanil dosis induksi 20-50 lama.
mg/kg, dilanjutkan dengan dosis - Mengatasi obstruksi laring akut.
rumatan 0.3-1 mg/kg/menit.
Indikasi dan Penyulit Intubasi
Intubasi Indikasi intubasi yaitu mengontrol jalan
Intubasi adalah memasukan pipa ke napas, menyediakan saluran udara yang
dalam rongga tubuh melalui mulut atau bebas hambatan untuk ventilasi dalam jangka
hidung. Intubasi terbagi menjadi 2 yaitu panjang, meminimalkan risiko aspirasi,
intubasi orotrakeal (endotrakeal) dan intubasi menyelenggarakan proteksi terhadap pasien
nasotrakeal. Intubasi Trakhea adalah dengan keadaan gawat atau pasien dengan
tindakan memasukkan pipa trakhea kedalam refleks akibat sumbatan yang terjadi,
trakhea melalui rima glotis, sehingga ujung ventilasi yang tidak adekuat, ventilasi dengan
distalnya berada kira-kira dipertengahan thoracoabdominal pada saat pembedahan,
trakhea antara pita suara dan bifurkasio menjamin fleksibilitas posisi, memberikan
trakhea. Tindakan intubasi trakhea jarak anestesi dari kepala, memungkinkan
merupakan salah satu teknik anestesi umum berbagai posisi (misalnya, tengkurap, duduk,
inhalasi, yaitu memberikan kombinasi obat lateral, kepala ke bawah), menjaga darah dan
anestesi inhalasi yang berupa gas atau cairan sekresi keluar dari trakea selama operasi
yang mudah menguap melalui alat/mesin saluran napas, Perawatan kritis:
anestesi langsung ke udara inspirasi. Intubasi mempertahankan saluran napas yang

6
adekuat, melindungi terhadap aspirasi paru, Klasifikasi Mallampati:
kebutuhan untuk mengontrol dan - Mallampati 1 : Palatum mole, uvula,
mengeluarkan sekret pulmonal. Penyulit dinding posterior oropharing, pilar
intubasi endotrakeal adalah trauma servikal tonsil.
yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang - Mallampati 2 : Palatum mole, sebagian
vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk uvula, dinding posterior uvula.
dilakukan intubasi. - Mallampati 3 : Palatum mole, dasar
Intubasi nasotrakeal dapat dilakukan uvula.
pada pasien-pasien yang akan menjalani - Mallampati 4 : Palatum durum saja.
operasi maupun tindakan intraoral. Selain sistem klasifikasi Mallampati,
Dibandingkan dengan pipa orotrakeal, temuan fisik lainnya telah terbukti menjadi
diameter maksimal dari pipa yang digunakan prediktor yang baik dari kesulitan saluran
pada intubasi nasotrakeal biasanya lebih kecil nafas. Wilson dkk menggunakan analisis
oleh karenanya tahanan jalan napas menjadi diskriminan linier, dimasukkan lima variable:
cenderung meningkat. Intubasi nasotrakeal Berat badan, kepala dan gerakan leher,
pada saat ini sudah jarang dilakukan untuk gerakan rahang, sudut mandibula, dan gigi ke
intubasi jangka panjang karena peningkatan dalam sistem penilaian yang diperkirakan
tahanan jalan napas serta risiko terjadinya 75% dari intubasi sulit pada kriteria risiko =
sinusitis. Teknik ini bermanfaat apabila dua. Faktor lain yang digunakan untuk
urgensi pengelolaan airway tidak memprediksi kesulitan intubasi meliputi
memungkinkan foto servikal. (Morgan, et al., (Gregory dan Riazi, 1998):
2006).
- Lidah besar
- Gerak sendi temporo-mandibular
Kesulitan Intubasi
terbatas
Sehubungan dengan manajemen saluran
- Mandibula menonjol
nafas, riwayat sebelum intubasi seperti
riwayat anestesi, alergi obat, dan penyakit - Maksila atau gigi depan menonjol

lain yang dapat menghalangi akses jalan - Mobilitas leher terbatas

napas. Pemeriksaan jalan napas melibatkan - Pertumbuhan gigi tidak lengkap


pemeriksaan keadaan gigi; gigi terutama - Langit-langit mulut sempit
ompong, gigi seri atas dan juga gigi seri - Pembukaan mulut kecil
menonjol. Visualisasi dari orofaring yang - Anafilaksis saluran napas
paling sering diklasifikasikan oleh sistem - Arthritis dan ankilosis cervical
klasifikasi Mallampati Modifikasi. Sistem ini - Sindrom kongenital (Klippel-Feil (leher
didasarkan pada visualisasi orofaring. Pasien pendek, leher menyatu), Pierre Robin
duduk membuka mulutnya dan menjulurkan (micrognathia, belahanlangit-langit,
lidah (Gregory dan Riazi, 1998).

7
glossoptosis), Treacher Collins nafas yang dalam dengan oksigen 100%
(mandibulofacialdysostosis) (Pramono, 2015).
- Endokrinopati (Kegemukan, Persiapan alat untuk intubasi antara
Acromegali, Hipotiroid macroglossia, lain:
Gondok) STATICS
- Infeksi (Ludwig angina (abses pada Scope
dasar mulut), peritonsillar abses, Scope adalah stetoskop dan
retropharyngeal abses, epiglottitis) laringoskop. Stestoskop untuk mendengarkan

- Massa pada mediastinum suara paru dan jantung serta laringoskop

- Myopati menunjukkan myotoniaatau untuk melihat laring secara langsung

trismus sehingga bisa memasukkan pipa trakhea


dengan baik dan benar. Secara garis besar,
- Jaringan parut luka bakar atau radiasi
dikenal dua macam laringoskop:
- Trauma dan hematoma
- Bilah/daun/blade lurus (Miller, Magill)
- Tumor dan kista
untuk bayi-anak-dewasa.
- Benda asing pada jalan napas
- Bilah lengkung (Macintosh) untuk anak
- Kebocoran di sekitar masker wajah
besar-dewasa.
(edentulous, hidung datar, besar wajah
dan kepala, Kumis, jenggot Tube
- Nasogastrik tube Tube adalah pipa trakea. Pada tindakan
- Kurangnya keterampilan, pengalaman, anestesia, pipa trakea mengantar gas
atau terburu-buru. anestetik langsung ke dalam trakea dan
biasanya dibuat dari bahan standar polivinil
Persiapan Intubasi
klorida. Ukuran diameter pipa trakea dalam
Persiapan untuk intubasi termasuk
ukuran milimeter. Bentuk penampang pipa
mempersiapkan alat‐alat dan memposisikan
trakea untuk bayi, anak kecil, dan dewasa
pasien. ETT sebaiknya dipilih yang sesuai. berbeda. Untuk bayi dan anak kecil di bawah
Pengisian cuff ETT sebaiknya di tes terlebih usia lima tahun, bentuk penampang
dahulu dengan spuit 10 milliliter. Jika melintang trakea hampir bulat, sedangkan
menggunakan stylet sebaiknya dimasukkan
untuk dewasa seperti huruf D. Oleh karena
ke ETT. Berhasilnya intubasi sangat itu pada bayi dan anak di bawah lima tahun
tergantung dari posisi pasien, kepala pasien tidak menggunakan kaf (cuff) sedangkan
harus sejajar dengan pinggang anestesiologis untuk anak besar-dewasa menggunakan kaf
atau lebih tinggi untuk mencegah ketegangan
supaya tidak bocor. Alasan lain adalah
pinggang selama laringoskopi. Persiapan penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat
untuk induksi dan intubasi juga melibatkan membuat trauma selaput lendir trakea dan
preoksigenasi rutin. Preoksigenasi dengan postintubation croup. Pipa trakea dapat

8
dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) di faring di sekeliling pipa tersebut untuk
atau melalui hidung (nasotracheal tube). mencegah aspirasi untuk fiksasi dan agar
Nasotracheal tube umumnya digunakan bila tidak terjadi kebocoran udara inspirasi. Bila
penggunaan orotracheal tube tidak intubasi secara langsung (memakai
memungkinkan, mislanya karena terbatasnya laringoskop dan melihat rima glotis) tidak
pembukaan mulut atau dapat menghalangi berhasil, intubasi dilakukan secara tidak
akses bedah. Namun penggunaan langsung (tanpa melihat trakea) yang juga
nasotracheal tube dikontraindikasikan pada disebut intubasi tanpa lihat (blind). Cara lain
pasien dengan farktur basis kranii. adalah dengan menggunakan laringoskop
Pipa endotrakea adalah suatu alat yang serat optic.
dapat mengisolasi jalan nafas, Untuk orang dewasa dan anak diatas 6
mempertahankan patensi, mencegah aspirasi tahun dianjurkan untuk memakai pipa dengan
serta mempermudah ventilasi, oksigenasi dan balon lunak volume besar tekanan rendah,
pengisapan. Pipa endotrakea terbuat dari untuk anak kecil dan bayi pipa tanpa balon
material silicon PVC (Polyvinyl Chloride) lebih baik. Balon sempit volume kecil
yang bebas lateks, dilengkapi dengan 15mm tekanan tinggi hendaknya tidak dipakai
konektor standar. Termosensitif untuk karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa
melindungi jaringan mukosa dan trakea. Pengembangan balon yang terlalu
memungkinkan pertukaran gas, serta struktur besar dapat dihindari dengan memonitor
radioopak yang memungkinkan perkiraan tekanan dalam balon (yang pada balon lunak
lokasi pipa secara tepat. Pada tabung besar sama dengan tekanan dinding trakea
didapatkan ukuran dengan jarak setiap 1cm dan jalan nafas) atau dengan memakai balon
untuk memastikan kedalaman pipa. tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari
Anatomi laring dan rima glotis harus plastik yang tidak iritasif.
dikenal lebih dulu. Besar pipa trakea Pemakaian pipa endotrakea sesudah 7
disesuaikan dengan besarnya trakea. Besar sampai 10 hari hendaknya dipertimbangkan
trakea tergantung pada umur. Pipa trakeostomi, bahkan pada beberapa kasus
endotrakea yang baik untuk seorang pasien lebih dini. Pada hari ke-4 timbul kolonisasi
adalah yang terbesar yang masih dapat bakteri yang dapat menyebabkan kondritis
melalui rima glotis tanpa trauma. Pada anak bahkan stenosis subglotis.
dibawah umur 8 tahun trakea berbentuk Kerusakan pada laringotrakea telah jauh
corong, karena ada penyempitan di daerah berkurang dengan adanya perbaikan balon
subglotis (makin kecil makin sempit). Oleh dan pipa. Jadi trakeostomi pada pasien koma
karena itu pipa endaotrakeal yang dipakai dapat ditunda jika ekstubasi diperkirakan
pada anak, terutama adalah pipa tanpa balon dapat dilakukan dalam waktu 1-2 minggu.
(cuff). Bila dipakai pipa tanpa balon Akan tetapi pasien sadar tertentu
hendaknya dipasang kasa yang ditempatkan memerlukan ventilasi intratrakea jangka

9
panjang mungkin merasa lebih nyaman dan dimasukkan dari sudut kanan dan lapangan
diberi kemungkinan untuk mampu berbicara pandang akan terbuka. Daun laringoskop
jika trakeotomi dilakukan lebih dini. didorong ke dalam rongga mulut. Gagang
diangkat ke atas dengan lengan kiri dan akan
Airway
terlihat uvula, faring serta epiglotis.
Airway yang dimaksud adalah alat
Ekstensi kepala dipertahankan dengan
untuk menjaga terbukanya jalan napas yaitu
tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga
pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal
tampak aritenoid dan pita suara yang tampak
airway) atau pipa hidung-faring (naso-
keputihan berbentuk huruf V. Tracheal tube
tracheal airway). Pipa ini berfungsi untuk
diambil dengan tangan kanan dan ujungnya
menahan lidah saat pasien tidak sadar agar
dimasukkan melewati pita suara sampai
lidah tidak menyumbat jalan napas.
balon pipa tepat melewati pita suara. Bila

Tape perlu, sebelum memasukkan pipa asisten

Tape yang dimaksud adalah plester diminta untuk menekan laring ke posterior

untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong sehingga pita suara akan dapat tampak

atau tercabut. dengan jelas. Bila mengganggu, stylet dapat


dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan
Introducer dengan tangan kanan memompa balon dan
Introducer yang dimaksud adalah tangan kiri memfiksasi. Balon pipa
mandrin atau stilet dari kawat yang dikembangkan dan daun laringoskop
dibungkus plastik (kabel) yang mudah dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa plester.
trakea mudah dimasukkan. Dada dipastikan mengembang saat
diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi,
Connector
dilakukan auskultasi dada dengan steteskop,
Connector yang dimaksud adalah
diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama.
penyambung antara pipa dengan bag valve
Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di
mask ataupun peralatan anesthesia.
pipa endotrakeal. Bila terjadi intubasi
Suction endotrakeal yang terlalu dalam akan terdapat
Suction yang dimaksud adalah tanda‐tanda berupa suara nafas kanan
penyedot lender, ludah dan cairan lainnya. berbeda dengan suara nafas kiri, kadang‐
(Sabiston, 1995). kadang timbul suara wheezing, sekret lebih
banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih
Cara Intubasi Endotrakeal
berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini,
Mulut pasien dibuka dengan tangan
pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua
kanan dan gagang laringoskop dipegang
paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke
dengan tangan kiri. Daun laringoskop
daerah esofagus maka daerah epigastrium

10
atau gaster akan mengembang, terdengar intubasi atau cenderung mendapatkan
suara saat ventilasi (dengan stetoskop), trauma fisik atau fisiologis selama
kadang‐kadang keluar cairan lambung, dan intubasi.
makin lama pasien akan nampak semakin 4. Komplikasi sering terjadi saat situasi
membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan emergensi.
intubasi dilakukan kembali setelah diberikan Faktor yang berhubungan dengan anestesia
oksigenasi yang cukup. 1. Ilmu pengetahuan, teknik keterampilan
Intubasi yang gagal tidak harus dan kemampuan menangani situasi
dilakukan berulang-ulang dengan cara yang krisis yang dimiliki anestesiologis
sama. Perubahan harus dilakukan untuk memiliki peranan penting terjadinya
meningkatkan kemungkinan keberhasilan, komplikasi selama tatalaksana jalan
seperti reposisi pasien, mengurangi ukuran napas.
tabung, menambahkan stylet, memilih pisau 2. Intubasi yang terburu-buru tanpa
yang berbeda, mencoba jalur lewat hidung, evaluasi jalan napas atau persiapan
atau meminta bantuan dari ahli anestesi lain. pasien dan peralatan yang adekuat dapat
Jika pasien juga sulit untuk ventilasi dengan menimbulkan kegagalan dalam
masker, bentuk alternatif manajemen saluran intubasi.
napas lain (misalnya, LMA, Combitube, Faktor yang berhubungan dengan peralatan
cricothyrotomy dengan jet ventilasi, 1. Bentuk standar dari endotracheal tube
trakeostomi) harus segera dilakukan (ETT) akan memberikan tekanan yang
(Gamawati dan Sri, 2002). maksimal pada bagian posterior laring.
Oleh sebab itu, kerusakan yang terjadi
Komplikasi Intubasi
pada bagian tersebut tergantung dari
Faktor-faktor predisposisi terjadinya
ukuran tube dan durasi pemakaian tube
komplikasi pada intubasi endotrakeal dapat
tersebut.
dibagi menjadi:
2. Pemakaian stilet dan bougie merupakan
Faktor pasien
faktor predisposisi terjadinya trauma.
1. Komplikasi sering terjadi pada bayi,
3. Bahan tambahan berupa plastik dapat
anak dan wanita dewasa karena
menimbulkan iritasi jaringan.
memiliki laring dan trakea yang kecil
4. Sterilisasi tube plastik dengan etilen
serta cenderung terjadinya edema pada
oksida dapat menghasilkan bahan
jalan napas.
toksik berupa etilen glikol jika waktu
2. Pasien yang memiliki jalan napas yang
pengeringan inadekuat.
sulit cenderung mengalami trauma.
Kesulitan menjaga jalan napas dan
3. Pasien dengan variasi kongenital seperti
kegagalan intubasi mencakup kesulitan
penyakit kronik yang didapat
ventilasi dengan sungkup, kesulitan saat
menimbulkan kesulitan saat dilakukan
menggunakan laringoskopi, kesulitan

11
melakukan intubasi dan kegagalan intubasi. Pada ekstubasi pasien tidak sadar diperlukan
Situasi yang paling ditakuti adalah tidak dosis pelumpuh otot dalam jumlah yang
dapat dilakukannya ventilasi maupun cukup banyak, dan setelahnya pasien
intubasi pada pasien apnoe karena proses menggunakan alat untuk memastikan jalan
anestesi. Kegagalan dalam oksigenasi dapat nafas tetap lapang berupa pipa orofaring atau
menyebabkan kematian atau hipoksia otak. nasofaring dan disertai pula dengan triple
Krikotirotomi merupakan metode yang airway manuver standar (Friedland, et al.,
dipilih ketika dalam keadaan emergensi 2001).
seperti pada kasus cannot-ventilation- Syarat-syarat ekstubasi :
cannot-intubation (CVCI) (Gamawati dan 1. Vital capacity 6 – 8 ml/kg BB.
Sri, 2002). 2. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O.
3. PaO2 diatas 80 mm Hg.
Ekstubasi Perioperatif
4. Kardiovaskuler dan metabolic stabil.
Setelah operasi berakhir, pasien
5. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas
memasuki prosedur pemulihan yaitu
otot.
pengembalian fungsi respirasi pasien dari
nafas kendali menjadi nafas spontan. Sesaat 6. Reflek jalan napas sudah kembali dan

setelah obat bius dihentikan segeralah penderita sudah sadar penuh.

berikan oksigen 100% disertai penilaian (Friedland, et al., 2001).

apakan pemulihan nafas spontan telah terjadi


Kesimpulan
dan apakah ada hambatan nafas yang
Tindakan pembedahan terutama yang
mungkin menjadi komplikasi. Bila dijumpai
memerlukan anestesi umum diperlukan
hambatan nafas, tentukaan apakah hambatan
teknik intubasi. Intubasi adalah suatu tehnik
pada central atau perifer. Teknik ekstubasi
memasukkan suatu alat berupa pipa ke dalam
pasien dengan membuat pasien sadar betul
saluran pernafasan bagian atas. Tujuan
atau pilihan lainnya pasien tidak sadar (tidur
dilakukannya intubasi untuk
dalam), jangan lakukan dalam keadaan
mempertahankan jalan nafas agar tetap
setengah sadar ditakutkan adanya vagal
bebas, mengendalikan oksigenasi dan
refleks. Bila ekstubasi pasien sadar, segera
ventilasi, mencegah terjadinya aspirasi
hentikan obat-obat anastesi hipnotik maka
lambung pada keadaan tidak sadar, tidak ada
pasien berangsu-angsur akan sadar. Evaluasi
reflek batuk ataupun kondisi lambung penuh,
tandatanda kesadaran pasien mulai dari
sarana gas anestesi menuju langsung ke
gerakan motorik otot-otot tangan, gerak
trakea, membersihkan saluran
dinding dada, bahkan sampai kemampuan
trakeobronkial.
membuka mata spontan. Yakinkan pasien
Airway merupakan komponen
sudah bernafas spontan dengan jalan nafas
terpenting dalam menjaga keadaan vital
yang lapang dan saat inspirasi maksimal.
pasien, sehingga dalam keadaaan gawat

12
darurat komponen inilah yang pertama kali Greenberg MS, Glick M. Burket’s oral
dipertahankan. Salah satu cara menjaga medicine diagnosis and treatment. 10th
patensi saluran napas (airway) tersebut ed. Ontario: BC Decker Inc, 2003:
adalah dengan intubasi. Sehingga teknik
94,126, 612.
intubasi harus dikuasai dengan benar dari
Gregory GA, Riazi J. Classification and
mulai indikasi sampai dengan komplikasi-
assessment of the difficult pediatric
komplikasinya.
airway. Anesth Clin North Am.

Daftar Pustaka 1998;16:729-741.

Adams L George, boies L, dkk. 1997. Boies Katzung, Bertram G., Susan, B.Masters., and

Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Anthony, J.Trevor., 2014. Farmakologi

Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Dasar & Klinik. Diterjemahkan oleh

Boulton, T. B. dan Blogg, C. E., 2008. Ricky Soeharsono, Edisi 12 Vol. 1,

Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta: EGC. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, p. 483-

Desai, Arjun M. 2010. Anesthesiology. 500.

Stanford University School of Kociszewski C, Thomas SH, Harrison T, et

Medicine. Diakses al. Etomidate versus succinylcholine for

dari: http://emedicine.medcape.com. intubation in the air medical setting. Am

Accessed on Juni 14th 2019. J Emerg Med. 2000;18:757-763.

Dorland, Newman. 2002. Kamus Kedokteran Latief, Said A, Kartini A. Suryadi dan M.

Dorland. Edisi 29, Jakarta: EGC,1765. Ruswan Dachlan. 2001. Petunjuk

Friedland DR, et al. Bacterial Colonization of Praktis Anestesiologi. Jakarta: Bagian

Endotracheal Tubes in Intubated Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-

Neonatal in Arch Otolaringol Head and Universitas Indonesia. 2nd. p:3-45.

Neck Surg. 2001;127:525-528. Longnecker D, Brwon D, Newman M, Zapol

Available at: http://www.archoto.com. W. Anesthesiology. USA. The

Accessed on Juni 14th 2019. McGraw-Hill Companies. 2008.

Gamawati, Dian Natalia dan Sri Morgan Edward, Mikhail Maged, Murray

Herawati. 2002. Trauma Laring Akibat Michael. Lange Clinical

Intubasi Endotrakeal. Available Anesthesiology, edisi 4th. McGraw-

at http://ojs.lib.unair.ac.id. Accessed on Hill. United States; 2006.

Juni 14th 2019. Morgan GE., Mikhail MS., 2013. Intravenous

Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Anesthetics. In: Clinical

Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Anesthesiology. 5nd ed Appleton &

Alih Bahasa: Bagian Farmakologi Lange, Stamford. p. 175- 188.

FKUI. Jakarta. Muhardi M., dkk., 1989. Anestesiologi.


Jakarta: FKUI.

13
Munaf, S., 2008. Kumpulan Kuliah terapi intensif Fakultas Kedokteran
Farmakologi. Palembang: EGC. UNDIP/RSUP dr.Kariadi.
Pacifici, Gian Maria., 2014. Clinical Soerasdi E., Satriyanto M.D., Susanto E.
Pharmacology of Midazolam in 2010. Buku Saku Obat-Obat Anesthesia
Neonates and Children: Effect of Sehari-hari. Bandung.
Disease-A Review. Intern J of Ped. P. 1- Werth, M. 2010. Pokok-Pokok Anestesi.
20. Jakarta: EGC.
Pramono, Ardi. 2015. Buku Kuliah: Anestesi. Williams, L., 2013. Practice Guidelines for
Jakarta: EGC. p:19-23. Management of the Difficult
Sabiston, DC. 1995. Buku Ajar Bedah Airway. The American Society of
Bagian 1. Jakarta: EGC. Anesthesiologists.
Said, A., 2002. Petunujuk Praktis Xu, R., 2016. Airway Complications During
Anestesiologi. Jakarta: FK UI. and After General Anesthesia: A
Schmitt H, Buchfelder M, Radespiel-Troger Comparison, Systematic Review and
M, et al. Difficult intubation in Meta-Analysis of Using Flexible
acromegalic patients: incidence and Laryngeal Mask Airways and
probability. Anesthesiology. Endotracheal Tubes. PLOS One.
2000;93:110-114.
Soenarjo & Jatmiko, H., 2010. Anestesiologi.
Semarang: Bagian anestesiologi dan

14
1

Das könnte Ihnen auch gefallen