Sie sind auf Seite 1von 12

1

WATER QUALITY OF THE SIAK RIVER IN THE BENCAH KELUBI


VILLAGE BASED ON MAKROZOOBENTOS COMMUNITY STRUCTURE

By :
Affin Yusuf1), Eni Sumiarsih2), Muhammad Fauzi2)
affinkoer@gmail.com

ABSTRACT

In the Bencah Kelubi Village, there are Palm Oil Industries that flew their
liquid waste to the Siak River and polluting the river. To understand the water quality
of the river based on macrozoobenthos community, a research was conducted in
March-May 2017. Parameters measured were the density, the abundance, diversity
index, dominance index, and uniformity index of the makrozoobentos. While the
water quality parameters were temperature, transparency, depth, current speed, TSS,
turbidity, dissolved oxygen, pH and COD. There were 3 stations with 2 sampling
points/station. Macrozoobenthos and water were sampled 3 times, once/week. Result
shown that there were 5 types of macrozoobenthos, namely Annelids (Tubifex sp.
Nereis sp), Molluscs (Corbicula javanica, Anadonta sp.), and Arthropods
(Chironomus sp.). The abundance of macrozoobenthos ranged from 227-295
organisms/m2. Diversity index was 1.522-1.936, dominance index was 0.273-0.373,
and uniformity index was 0.835-0.968. The water quality parameters were as follow:
temperature 30-310C, transparency 35-61 cm, depth 4-5 m, current speed 0.3-0.4 m/s,
TSS 3.0-4.7, turbidity 6.4-23 NTU, dissolved oxygen 4.12-5.36 mg/L, pH 5, COD
8.5-17.6 mg/L. data obtained indicate that the water of the Siak River in the Bencah
Kelubi Village is moderately polluted.

Keywords : Moderately polluted, Palm oil industries, river pollution, diversity index

1) Student of the Fisheries and Marine Science Faculty, Riau University


2) Lecture of the Fisheries and Marine Science Faculty, Riau Universiry

PENDAHULUAN
Sungai Siak merupakan sungai dan kedalaman antara 6 - 26 m, dengan
terdalam di Indonesia yang memiliki penampang dasar berbentuk V
karakteristik unik, yaitu memiliki (Iskandar dan Dahiyat, 2012). Hasil
panjangnya mencapai ± 345 km. analisis kualitas air yang dilakukan
Panjang Sungai Siak yang dapat oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH
dilayari mencapai 200 km. Lebar Provinsi Riau), bahwa tingkat
Sungai Siak bervariasi dari 20 - 200 m pencemaran di Sungai Siak dari tahun
2

ketahun telah mencapai taraf yang kemampuan bermigraasi bila kondisi


membahayakan. Status mutu kualitas perairan mengalami perubahan.
air di Sungai Siak ini sudah masuk ke
dalam kriteria tercemar berat menurut METODOLOGI PENELITIAN
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Penelitian ini telah
Nomor 115 Tahun 2003. Perubahan dilaksanakan pada bulan Maret – Mei
kualitas lingkungan Sungai Siak 2017 di perairan Sungai Siak. Analisis
disebabkan oleh semakin pesatnya sampel dilakukan dilapangan dan di
pertumbuhan penduduk dan laboratorium Ekologi Perairan
pertumbuhan ekonomi yang ditandai Fakultas Perikanan dan Kelautan
dengan semakin meningkatnya Universitas Riau.
kegiatan industri, pelabuhan dan Stasiun ditetapkan berdasarkan
limbah domestik perkotaan. kriteria berikut:
Pencemaran di Sungai Siak disinyalir St I : Terletak antara 101o 18’–101o
disebabkan oleh banyaknya industri 25’ BT 0o – 36’ – 0o 40’ LU.
yang membuang limbahnya langsung Sungai Tapung Kanan terletak
ke Sungai Siak (Agustina et al., 2012). di Desa Bencah Kelubi,
Hal ini dilihat dari indikasi berupa Kecamatan Tapung Raya,
kawasan rawan banjir dan longsor, Kabupaten Kampar, yang
erosi, pendangkalan dan penurunan disepanjang sungai masih di
kualitas air akibat pencemaran. Odum dominansi oleh vegatasi alami,
(1993) menyatakan bahwa komponen serta adanya perkebunan
biotik dapat memberikan gambaran kelapa sawit.
mengenai kondisi dari suatu perairan.
Salah satu biota yang dapat digunakan St II : Terletak antara 101o 14’–101o
sebagai bioindikator dalam 20’ BT 0o 35’– 0o 40’ LU.
menentukan kondisi suatu perairan Sungai Tapung Kiri terdapat
adalah hewan makrozoobentos. perkebunan kelapa sawit.
Makrozoobentos adalah termasuk Namun banyak juga aktifitas
organisme-organisme yang peka warga yang menggunakan
terhadap perubahan kualitas perairan kapal pompong sebagai alat
yang terjadi dihabitat tempat hidupnya. transportasi dan adanya
Diantara hewan bentos yang relatif pemutasan ikan setiap
mudah di identifikasi dan peka tahunnya..
terhadap perubahan lingkungan St III : Terletak antara 101o 18’–101o
perairan adalah kelompok invertebrata 23’ BT 0o 36’– 0o 39’ LU.
makro. Kelompok ini lebih dikenal Pada stasiun ini aliran air
dengan makrozoobentos (Rosenberg sungai sudah dipengaruhi oleh
dan Resh, 1993). Hawkes dalam masukan bahan organik dari
Saryanto (2003), memberikan alasan stasiun satu dan dua yaitu
bahwa makrozoobentos cocok Sungai Tapung Kanan dan
digunakan sebagai indikator perubahan Tapung Kiri.
lingkungan perairan karena
mempunyai kemampuan mobilitas Pengambilan sampel
rendah sehingga tidak memiliki makrozoobentos ini dilakukan
3

sebanyak 3 kali dengan selang waktu K = Kelimpahan makrozoobentos


pengambilan sampel satu minggu (ind/m2)
(interval waktu 7 hari). Pengambilan b = Jumlah individu tertangkap
sampel makrozoobentos diambil a = Jumlah bukaan mulut Van Veen
menggunakan Van Venn Grab yang Perhitungan indeks
diturunkan sampai ke dasar perairan. keanekaragaman jenis makrozoobentos
Kemudian alat sampel diangkat dan digunakan indeks menurut Shannon-
substrat yang terambil disaring dengan Wiener (dalam Odum, 1993) yaitu:
menggunakan saringan No. 35. Sampel s
yang telah tersaring dimasukkan H '   p i log 2 p i
kedalam kantong plastik yang telah i 1
Keterangan:
diberi label stasiun dan diawetkan
H’ = Indeks Keanekaragaman Jenis
menggunakan formalin 4 %. Setiap
Pi = Proporsi individu dari jenis ke-i
kantong plastik yang telah diberi label
terhadap jumlah individu semua
dimasukkan ke dalam ice box yang
jenis (pi = ni/N)
kemudian dibawa ke laboratorium
ni = Banyaknya individu/jenis (taxa)
untuk diamati dengan menggunakan
N = Jumlah total individu semua
mikroskop dan diidentifikasi
spesies
menggunakan buku Milligan, (1997)
Log2 = 3,321928
Fauchald, (1977) dan Djajasasmita,
Untuk melihat dominansi jenis
(1999).
bivalva pada suatu ekosistem dan
Selanjutnya dilakukan tahap
untuk mengetahui apakah ada suatu
penyortiran sampel makrozoobentos di
jenis yang mendominansi pada tiap
laboratorium dengan menambahkan
plot akan ditentukan dengan indeks
larutan Rose Bengal sebagai pewarna
dominansi (Odum, 1993) sebagai
sampel sehingga mempermudah proses
penyortiran sampel. Menurut Barker; berikut :
Rositasari dalam (Muharisa, 2015)
s s
sampel diwarnai dengan Rose Bengal
selama 24 jam sehingga dapat diamati C = ∑ (ni / N)2 = ∑ pi2
i-,1 i-,1
spesies yang hidup atau mati.

Kelimpahan memberikan Keterangan:


gambaran tentang jumlah individu C = Indeks dominansi jenis
dalam luas plot. Perhitungan ni = kelimpahan jenis ke-i
kelimpahan gastropoda dihitung N = Total kelimpahan jenis
pi = Propoporsi jumlah jenis k i (ni)
menggunakan rumus:
terhadap jumlah individu semua jenis.
10.000 x b
K= Menurut Krebs (1985), indeks
a (cm2) keseragaman makrozoobentos dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Keterangan :
4

H' Jenis organisme makrozoobentos yang


E =
Log2S ditemukan di hulu Sungai Siak selama
Dimana: penelitian adalah 5 jenis yang terdiri
E : Keseragaman (Equitibility) dari 4 kelas yaitu Phylum annelida

H : Indeks keanekaragaman terdapat 2 jenis, mollusca 2 jenis dan
S : Jumlah jenis yang tertangkap artrhopoda 1 jenis. Jenis yang banyak
Log2S = 3,321928 x Log S ditemukan pada setiap stasiun
penelitian adalah Tubifex sp. dan
Nereis sp.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1. Jenis Makrozoobenthos yang ditemukan pada masing-masing Stasiun

Stasiun
No Kelas Famili Genus Spesies Jumlah %
1 2 3
1. Polychaeta Nereidae Penelitian
Nereis Nereis sp. 2 4 2 8 23.5
17.6
2. Insecta Chironomidae Chironomus Chironomus sp. 4 2 - 6
38.2
3. Clitellata Naididae Tubifex Tubifex sp. 2 4 7 13
2.9
4. Unionidae Anadonta Anadonta sp. - - 1 1
Bivalva
Corbicula 17.6
5. Cyrenidae Corbicula 3 - 3 6
javanica
Total 11 8 13 34 100

Berdasarkan Tabel 5, Tubifex 1. Nereis sp.


sp. merupakan jenis makrozoobentos Secara taksonomi Nereis sp
yang paling banyak ditemukan pada (Gambar 1) termasuk kedalam kelas
setiap stasiun penelitian dengan jumlah polychaeta. Polychaeta berasal dari
total keseluruhan stasiun adalah 13 kata poly (banyak) dan chaeta (seta).
individu, selanjutnya Nereis sp. adalah Cacing ini juga dikenal dengan
jenis ditemukan pada setiap stasiun sebutan cacing bersegmen atau cacing
penelitian dengan total keseluruhan 8 berbulu sikat. Spesies cacing yang
individu. Jenis yang paling sedikit ditemukan dilokasi penelitian memiliki
ditemukan selama penelitian adalah ciri-ciri antara lain memiliki alat gerak
Anadonta sp. yaitu 1 individu pada seperti dayung atau sirip dan juga
Stasiun 3. Ke dua jenis ini (Tubifex sp sebagai alat pernafasan (parapodia)
dan Nereis sp) yang paling banyak serta memiliki setae (rambut kaku)
ditemukan, hal ini disebabkan karena kecuali dibagian segmen terakhir
Sungai Siak bagian hulu banyak (Fauchald, 1977).
mengandung bahan organik. Hal ini
sesuai dengan substrat Sungai Siak
bagian Hulu yaitu lumpur berpasir
yang merupakan habitat paling disukai
oleh organisme tersebut.
5

(terdapat di daun, batang tanaman atau


didalam serasah yang terdapat
diperairan). Antena memiliki 6
segmen, pada segmen 2 dan 3 terdapat
lagi antena 6-8 segmen (Gambar 3).
Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat
disimpulkan bahwa ini adalah
Gambar 1. Nereis sp. Chironomus sp, sesuai yang disampai
kan oleh Epler (2001).
2. Tubifex sp.
Morfologi dari Tubifex sp
(Gambar 2) yaitu bentuk tubuh
bilateral simetris yang bersegmen, 30-
60 segmen dan berwarna merah
dengan panjang 3 cm. Dinding tubuh
terdaapt papilla (benjolan). Pada setiap
segmen tubuh terdapat setae yang
bersifat hemaprodit. cacing ini sering
disebut dengan cacing rambut karena Gambar 3. Chronomus sp.
bentuk dan ukurannya seperti rambut. 4. Cobicula javanica
Tidak memiliki mata, memiliki insang Spesies bivalva yang
caudal yang terdapat di bagian dorsal ditemukan dilokasi penelitian memiliki
dan ventral. Dengan membandingkan ciri-ciri antara lain memiliki Panjang
ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan 7-22 mm, lebar 8-25 mm dan berat
bahwa jenis cacing ini adalah Tubifex 0,11-3 gram. berbentuk segitiga
sp yang sesuai disampaikan oleh lonjong dan tinggi 80 mm, sedangkan
Miligan, (1997). panjang 4 cm. Sisi cangkang bagian
bawah agak datar. Cangkang juga
berlunas-lunas konsentrik agak kasar.
Tampak garis konsentrasi yang sejajar,
garis ini disebut garis pertumbuhan.
Warna kekuningan, pada bagian umbo
memudar menjadi putih (Djajasasmita,
1999) Untuk lebih jelas nya dapat
Gambar 2. Tubifex sp. dilihat pada gambar 4.

3. Chironomus sp.
spesies ini memiliki mata
dibagian anterior, sepasang antenna
dan mulut tipe penghisap. Tubuh
berwarna kehijauan dan ada juga
berwarna kemerahan. Perut berbentuk
piring dan berkembang dengan baik,
biasanya banyak terdapat jejak.
Habitat larva ini sangat bervariasi
6

Gambar 4. Corbicula javanica setiawan (2010). Untuk lebih jelas nya


dapat dilihat pada Gambar 8.
5. Anadonta sp.
Spesies bivalva yang
ditemukan dilokasi penelitian memiliki
ciri-ciri antara lain ukuran cangkang
berkisar antara 12-45 mm lebar 26-68
mm dan berat 0,95-18,77 gram.
Cangkang dan kulit bagian luar
memiliki warna coklat kekuningan
hingga kehitamam. Bila dilihat dari Gambar 5. Anadonta sp.
atas sebagian besar cangkang kerang Kelimpahan makrozoobentos di
air tawar ini berbentuk lonjong di satu perairan Sungai Siak bagian Hulu
bagian, lalu memipih kebagian berkisar antara 227 – 295 (ind/m2).
lainnya. Cangkang ini dihiasi dengan Kepadatan makrozoobentos tertinggi
beberapa lingkaran berupa lekukan. terdapat pada Stasiun 3 dan terendah
Lingkaran-lingkaran berpusat pada pada Stasiun 2 (Tabel 2). Hal ini
sebuah titik dekat engsel. Lingkaran karena Stasiun 3 merupakan muara
paling besar tampak dibagian tepi dari Stasiun 1 dan 2 sehingga terjadi
cangkang, lalu mengecil ke titik pusat. penumpukan bahan organik yang
Dengan membandingkan ciri-ciri mengakibatkan terjadinya kepadatan
tersebut dapat disimpulkan bahwa makrozoobentos.
jenis bivalva ini adalah Anadonta sp
dan sesuai dengan ciri yang
disampaikan Suwignyo (2005) dalam
Tabel 2. Kelimpahan Jenis Makrozoobentos Pada Masing-masing Stasiun
Stasiun Penelitian Jumlah
No Spesies 2)
1 2 3 (ind/m
1. Nereis sp. 45 91 45 181
2. Chironomus sp. 91 45 - 136
3. Tubifex sp. 45 91 159 295
4. Anadonta sp. - - 23 23
5. Corbicula Javanica 68 - 68 136
Total Kepadatan 249 227 295

Jenis organisme sawit yang menyebabkan perairan


makrozoobentos yang ditemukan tersebut tercemar. Adanya perbedaan
Sungai Siak bagian Hulu adalah nilai kepadatan makrozoobentos setiap
organisme yang tahan terhadap stasiun penelitian juga berkaitan erat
pencemaran bahan organik tinggi. Hal dengan aktifitas antropogenik pada
ini dikarenakan daerah Sungai Siak masing–masing kawasan perairan yang
bagian Hulu banyak menerima merupakan sumber ketersediaan bahan
buangan limbah dari pabrik kelapa organik kedalam perairan. Zulkifli,
7

Hanafiah dan Puspitawati (2009) besar terhadap populasi organisme


menambahkan kandungan bahan dasar. Sedimen yang kaya akan bahan
organik yang tinggi akan organik biasanya didukung oleh
mempengaruhi kepadatan organisme, melimpahnya fauna yang didominasi
dimana terdapat organisme–organisme oleh deposit feeder dan sebaliknya
tertentu yang tahan terhadap tingginya suspension feeder mendominasi
kandungan bahan organik tersebut. sedimen dasar bertipe substrat pasir
Kepadatan Stasiun 3 lebih yang miskin akan bahan organik.
tinggi dibandingkan Stasiun lainnya. Rata-rata indeks
Hal ini disebabkan kandungan bahan keanekaragaman jenis (H’)
organik yang tinggi pada Stasiun makrozoobentos di perairan Sungai
tersebut (Gambar 9). Menurut Wood; Siak bagian Hulu 1,522-1,936
Yurika dalam (Ayu, 2009) sedangkan indeks dominansi (C) yaitu
menjelaskan bahwa bahan organik berkisar 0,273-0,373 dan nilai indeks
yang mengendap di dasar perairan keseragaman (E) yaitu berkisar 0,835-
merupakan sumber makanan bagi 0,968 dapat dilihat pada tabel 3.
organisme benthik, sehingga jumlah
dan laju pertambahannya dalam
sedimen mempunyai pengaruh yang .

Tabel 3. Nilai Rata-rata indeks keanekaragaman (H’), dominansi (C) dan


keseragaman (E)

Stasiun Keanekaragaman (H') Dominansi (C) Keseragaman (E)


1 1,936 0,273 0,968
2 1,522 0,360 0,960
3 1,669 0,373 0,835

Pada Tabel 3. Nilai indeks didominasi oleh hutan, sehingga


keanekaragaman (H’) makrozoobentos banyak jenis makrozoobentos yang
di perairan Sungai Siak bagian Hulu dapat hidup pada kondisi tersebut.
berkisar antara Stasiun 1 berjumlah Menurut Sastrawijaya (dalam Tarigan,
1,936, Stasiun 2 berjumlah 1,522 dan 2009) klasifikasi derajat pencemaran
Stasiun 3 berjumlah 1,936 (Tabel 7). air berdasarkan indeks diversitas dapat
Menurut Shannon – Wienner dalam digolongkan sebagai berikut: H’ < 1,0:
Odum (1993) menyatakan bahwa nilai tercemar berat, H’ = 1,0–1,60:
1< H’ ≤ 3 berarti struktur komunitas tercemar sedang, H’ = 1,6–2,0
organisme tersebut baik. Sedangkan :tercemar ringan dan H’> 2,0: tidak
nilai H’ < 1 berarti struktur komunitas tercemar. Berdasarkan
tersebut tidak baik. Hal ini disebabkan pengelompokkan tersebut, maka
karena kondisi perairan disepanjang diperoleh Stasiun 1, 2 dan 3 termasuk
Stasiun 1 masih tergolong alami yang
8

kedalam kelompok perairan tercemar 1. Fraksi Sedimen


ringan hingga tercemar sedang. Hasil analisis fraksi sedimen
Indeks dominansi (C) dari masing–masing stasiun
makrozoobentos tidak ada yang didapatkan tipe substrat dasar perairan
mendekati nol artinya makrozoobentos Sungai Siak bagian Hulu adalah
yang terdapat di perairan Sungai Siak lumpur berpasir hingga lumpur (Tabel
bagian Hulu tidak ada yang 4). Pada Stasiun 1 jumlah persentase
mendominansi dan diikuti dengan krikil 0,00 %, pasir 33,55 %, dan
indeks keseragaman yang tinggi lumpur 66,47% dengan jenis sedimen
(0,835-0,968) atau mendekati 1. lumpur berpasir. Pada stasiun 2 jumlah
Menurut Odum, (1971) nilai indeks persentasi fraksi sedimen kerikil 0,00
dominansi berkisar antara 0-1, apabila %, pasir 37,84 %, lumpur 62,15 %
indeks dominansi mendekati 0 berarti dengan jenis sedimen lumpur berpasir
hampir tidak ada individu yang dan pada Stasiun 3 jumlah persentase
mendominansi dan biasanya diikuti fraksi sedimen kerikil 0,00 %, pasir
dengan nilai indeks keseragaman yang 30,36 %, lumpur 69,57 % dengan jenis
besar. Jika indeks dominansi sedimen lumpur.
mendekati 1, berarti ada salah satu Hal ini juga memungkinkan
spesies yang mendominansi dan diikuti jenis makrozoobentos yang
oleh nilai keseragaman yang semakin mendominansi di perairan Sungai Siak
kecil bagian hulu bersifat infauna. Menurut
Nilai indeks keseragaman (E) Hutabarat dan Evans (1985), sedimen
pada setiap stasiun mendekati 1, nilai dasar terdiri dari bahan organik dan
indeks keseragaman yang terendah anorganik, bahan organik berasal dari
pada Stasiun 3 dan yang tertinggi pada hewan atau tumbuhan yang membusuk
Stasiun 1 (Tabel 7). Menurut Odum, lalu tenggelam ke dasar sungai dan
(1993) apabila nilai E mendekati 1 bercampur dengan sedimen dasar.
berarti jumlah individu tiap genus Sedangkan bahan anorganik berasal
dapat dikatakan sama atau tidak jauh dari hasil pelapukan batuan.
berbeda. Sedangkan apabila nilai E Pennak (1978) menyatakan
mendekati 0 berarti menunjukan bahwa kondisi substrat merupakan
bahwa penyebaran jumlah individu faktor penentu untuk kehidupan
tiap jenis tidak sama dengan. Krebs benthos di perairan. Dengan demikian
dalam Tarigan, (2009) menambahkan fraksi sedimen memberikan pengaruh
nilai indeks keseragaman (E) berkisar terhadap kelimpahan makrozoobentos
antara 0-1. Jika nilai indeks di Sungai Siak Bagian Hulu.
keseragaman mendekati 0 berarti Nybakken (2002) menyatakan
keseragamannya rendah karena ada umumnya makrozoobentos dapat
jenis yang mendominansi. Bila nilai dijumpai dalam jumlah yang banyak
mendekati 1, maka keseragaman tinggi pada substrat lumpur berpasir hingga
dan menggambarkan tidak ada jenis lumpur dibandingkan pada substrat
yang mendominansi sehingga pasir.
pembagian jumlah individu pada
masing-masing jenis sangat seragam
atau merata.
9

Tabel 4. Persentase Fraksi Sedimen Pada Masing-Masing Stasiun Penelitian


Fraksi Sedimen (%)
Stasiun Jenis Sedimen (Segitiga Sheppard)
Kerikil Pasir Lumpur
1 0,00 33,55 66,47 Lumpur berpasir
2 0,00 37,84 62,15 Lumpur berpasir
3 0,00 30,36 69,57 Lumpur

2. Bahan Organik
Hasil pengukuran rata–rata kandungan Sedangkan yang terendah ditemukan
bahan organik selama penelitian pada Stasiun 1 yaitu 33,41% (Gambar
berkisar 33,41 - 45,90%. Kandungan 1).
bahan organik tertinggi ditemukan
pada Stasiun 3 yaitu 45,90 %.

50 45.9
Bahan Organik (%)

40 33.41 35.34
30
20
10
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 6. Persentase Bahan Organik pada Setiap Stasiun

Kandungan bahan organik ini sesuai dengan jumlah perhitungan


tertinggi pada Stasiun 3 diduga karena kelimpahan individu makrozoobentos
mendominansinya substrat lumpur (Tabel 2) yang mana pada Stasiun 3
pada stasiun ini, serta banyaknya memiliki kelimpahan tertinggi serta
sumbangan bahan organik dari Stasiun adanya jenis yang mendomansi yaitu
1 dan Stasiun 2. Keadaan ini sesuai Tubifex sp. hal ini didukung oleh
menurut Ardi (2002), bahwa sedimen Barnes (1987) yang mengatakan
berpasir memiliki kandungan bahan bahwa famili Tubificidae terdistribusi
organik lebih sedikit dibandingkan luas pada perairan yang miskin akan
sedimen lumpur, karena dasar perairan oksigen dan telah tercemar oleh bahan
berlumpur cenderung mengakumulasi organik.
bahan organik yang terbawa oleh Menurut Fajri dan Kasry (2013),
aliran air, dimana tekstur dan ukuran banyaknya bahan organik di perairan
partikel yang halus memudahkan juga memberikan pengaruh terhadap
terserapnya bahan organik. Pernyataan keberadaan makrozoobentos, semakin
10

tinggi kandungan bahan organik di bahan organik pada substrat perairan


perairan, maka kelimpahan akan menyebabkan perubahan
makrozoobentos akan semakin tinggi. komunitas organisme hewan bentos.
Budijono dan Fajri (2002)
menambahkan tingginya kandungan

Tabel 5. Parameter Kualitas Air yang diukur Selama Penelitian

Baku Pendapat
Stasiun
No Parameter Satuan Mutu Para Ahli
1 2 3
A. Fisika
0
1. Suhu C 31 30 30 Deviasi 3 -
2. Kecerahan cm 61 35 52 - -
3. Kedalaman M 5 4 5 - -
4. Kec. Arus m/s 0,3 0,4 0,4 - -
5. TSS mg/L 3,0 4,7 3,7 400 -
6. Kekeruhan NTU 6,4 23,1 13,4 5 – 25
- Alaerts dan
Santika (1984)
B. Kimia
1. pH - 5 5 5 6-9 -
2. Oksigen terlarut mg/L 3,1 3,6 4,4 3 -
3. COD mg/L 13,2 32,8 26,8 50 -
Ket :
- = Tidak dipersyaratkan
Baku Mutu = PP/ 82/ 2001, Klas III

Kualitas air merupakan faktor KESIMPULAN DAN SARAN


yang mempengaruhi kehidupan Kesimpulan
organisme yang ada di perairan. Jumlah organisme
Berdasarkan penelitian yang telah makrozoobentos yang ditemukan di
dilakukan maka didapatkan kualitas perairan Sungai Siak bagian Hulu
perairan Sungai Siak bagian Hulu adalah 5 jenis yang terdiri dari 4 kelas
yaitu: Suhu (30-31 0C), Kecerahan yaitu polychaeta (Nereis sp.), insecta
(35-61 cm), Kedalaman (4-5 m), (Chironomus sp.), clitellata (Tubifex
Kecepatan arus (0,3-0,4 m/s), TSS sp.) dan bivalva (Anadonta sp. dan
(3,0-4,7 mg/L), Kekeruhan (6,4-23,1 Corbicula javanica). Organisme yang
NTU), pH (5), Oksigen terlarut (4,12- dapat dijadikan bioindikator
5,36 mg/L), COD (8,5-17,6 mg/L) pencemaran perairan adalah jenis
(Tabel 10). Berdasarkan status mutu, Tubifex sp. dan Nereis sp. Berdasarkan
kualitas perairan Sungai Siak sudah hasil struktur komunitasnya, perairan
tercemar (Sumiarsih et all., 2017). Sungai Siak bagian Hulu tergolong
tercemar tercemar sedang.
11

Saran Dinas Perikanan dan Kelautan Kota


Perlu dilakukan penelitian Padang, 2004. Dinas Perikanan
selanjutnya pada musim yang berbeda dan Kelautan Kota Padang. 27
agar data yang di dapat lebih hal.
komprehensif, serta adanya peran Djajasasmita, M. 1999. Keong dan
Pemerintah Daerah Provinsi Riau Kerang Sawah. Penerbit
dalam melakukan monitoring serta Puslitbang Biologi. Lipi.
pengendalian pencemaran dan English, S., C. Wilkinson and V.
pengelolaan Sungai Siak bagian Hulu Baker.1994. Survey Manual for
untuk menjaga kelestarian sumberdaya Tropical Marine Resources. Published
perairannya. on Behalf of the ASEAN-Australian
Marine Science. Townsvile : 367 hal.
DAFTAR PUSTAKA Fajri. N. E. dan A. Kasry. 2013.
Kualitas Perairan Muara
Agustina, Y., Amin, B., Thamrin. Sungai Siak Ditinjau Dari Sifat
2012. Analisis Dan Beban Fisika-Kimia dan
Pencemar Ditinjau Dari Makrozoobentos. Jurnal
Parameter Logam DiSungai Berkala Terubuk, Februari
Siak Kota Pekanbaru. Jurnal 2013, hlm 37-52.
Ilmu Lingkungan 2012:6 (2).
Ardi. 2002. Kandungan BahanOrganik Fauchald, K. (1977). The polychaete
Sedimen dan Struktur worms, definitions and keys to
Komunitas Makrozoobenthos the orders, families and
di Perairan Estuaria. Tesis genera. Natural History
Institut Pertanian Bogor, Museum of Los Angeles
Bogor.49 hal (Tidak County, Science Series, 28
diterbitkan). Natural History Museum of
Los Angeles County: Los
Ayu, W. F. 2009. Keterkaitan Angeles. 188 pp.
Makrozoobentos dengan Hutabarat, S, & S. M. Evans, 1985.
Kualitas Air dan Substrat di Pengantar Oseanografi.
Situ Rawa Besar Depok. Jakarta: Universitas Indonesia
Skripsi, Fakultas Perikanan Press.
dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor, Bogor. Hendri, F. 2014. Hubungan Kerapatan
(tidak diterbitkan). Mangrove dengan
Kelimpahan Gastropoda Desa
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sungai Alam Kecamatan
Riau (2011). Laporan Bengkalis Kabupaten
Pemantauan Kualitas Air bengkalis Provinsi Riau.
Sungai Siak Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Universitas
Barnes, R. D. 1987. Invertebrata Riau. Pekanbaru. 59 hal (tidak
Zoologi. New York: Sounders diterbitkan).
College Publising
12

Iskandar, J., Dahiyat, Y. 2012. Di Sekitar Jembatan Sungai


Keanekaragaman ikan di Gulamo Waduk PLTA Koto
Sungai Siak Riau. Bionatura- Panjang Kecamatan XIII Koto
Junal Ilmu-ilmu Hayati dan Kampar Kabupaten Kampar
Fisik. Vol. 14, No. 1, Maret Riau. Skripsi. Fakultas
2012: 51-58. Perikanan dan Ilmu Kelautan
Kreb, C. J. 1985. Ecology. The Universitas Riau. Pekanbaru.
Experimental Analysis Of 51 Hal (tidak diterbitkan).
Distribution And Abdundance.
3rd eds. Harper and Row Sumiarsih, E., M, Fauzi, E. Purwanto,
Publisher. New York. 800 pp. I.F. Hasibuan. 2017. Quality
Status of Siak River of Silver
Miligan, M.R. 1997. Identification Part in Riau Province,
Manual for The Aquatic Indonesia. International
Oligochaeta of Florida. Journal of Sience and
Sarasota. Florida. 178 hal. Research (IJSR). 6.(12).
Muharisa. 2015. Jenis dan Kelimpahan
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut.
Makrozoobentos Sebagai
Suatu Pendekatan Ekologis.
Penentuan Kualitas Perairan
Diterjemahkan oleh M.
Sungai Sail Kota Pekanbaru.
Eidman, Koesoebrono, D. G.
Skripsi Universitas Riau.
Bengen, M. Hutomo dan
Pekanbaru. 113 hal.
Sukarjo. Gramedia. Jakarta.
Odum, 1993. Dasar dasar ekologi 459 hal.
umum, diterjemahkan oleh T. Tarigan, L.C.B. 2009. Studi
Samingan. Gajah Mada Keanekaragaman
University Press. Yogyakarta. Makrozoobentos di Danau
576 hal. Lau Kawar Desa Kuta
Pennak, R.W. 1978. Freshwater Gugung Kecamatan Simpang
Invertebrates of United States. Empat Kabupaten Karo.
2nd. Ed. A. Willey Skripsi. Fakultas Matematika
Interscience Pbl. John Willey dan Ilmu Pengetahuan Alam.
and Sons. New york. Universitas Sumatera Utara,
Medan. (tidak diterbitkan).
Rosenberg, D. M. and V. H. Resh. Zulkifli, H., Z. Hanafiah., dan D. A.
1993. Fresh Water Puspitawati. 2009. Struktur dan
Biomonitoring and benthic Fungsi Komunitas
Macroinvertebrates. Chapman Makrozoobentos di Perairan
and Hall. New York. London. Sungai Musi Kota Palembang:
Telaah Indikator Pencemaran
Saryanto, E., 2003. Studi Kelimpahan Air. Jurusan FMIPA.
Makrozoobentos Berdasarkan Universitas Sriwijaya.
Beberapa Kedalaman Perairan

Das könnte Ihnen auch gefallen