Sie sind auf Seite 1von 19

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/319937321

TERAPI KOGNITIF PERILAKU RELIGIUS UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN


TERHADAP KEMATIAN PADA PENDERITA HIV/AIDS

Article · April 2011


DOI: 10.20885/intervensipsikologi.vol3.iss2.art2

CITATIONS READS

3 1,255

3 authors, including:

Subandi Subandi
Universitas Gadjah Mada
14 PUBLICATIONS   51 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Subandi Subandi on 23 October 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


TERAPI KOGNITIF PERILAKU RELIGIUS UNTUK
MENURUNKAN KECEMASAN TERHADAP KEMATIAN PADA
PENDERITA HIV/AIDS

RELIGIOUS COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY TO


REDUCE THE ANXIETY TOWARDS DEATH OF HIV / AIDS PEOPLE

Deasy Irawati
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
E-mail: deasy_psikologi@yahoo.com

Subandi
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Retno Kumolohadi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia

ABSTRACT
This study was aimed to understand the effect of giving religious cognitive cognitive therapy in
reducing anxiety of death in people with HIV / AIDS. There are 8 woman with HIV / AIDS as subject.
The data was collected using a scale of anxiety about death, interviews and observation. The design
of the study is a pretest-posttest Control Group Design. Analysis of the study is a quantitative and
qualitative analysis. The research used Mann-Whitney test analysis to determine whether there is
influence of cognitive behavioral therapy in reducing anxiety to wards religiously death of people
with HIV / AIDS in the study group before and after being given the training provided the training.
Qualitative analysis are based on observations, interviews, and worksheets. The results of the pre-test
and post test anxiety on mortality suggests that there are differences in anxiety about the death after
being given training by the value Z = -2.309, p = 0.021, p <0.05. In the post test and follow-up of
research groups there are differences in anxiety about death with a value of Z = -2.323, p = 0.020,
p <0.05. The conclusion of this study is that there are differences in levels of anxiety towards death
on the subject after the follow-up study.

Key words: religious cognitive behavioral therapy, anxiety towards death, HIV / AIDS

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011 169


Deasy Irawati, Subandi, & Retno Kumolohadi

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi kognitif perilaku religius dalam
menurunkan kecemasan terhadap kematian pada penderita HIV/AIDS. Subjek Penelitian berjumlah
8 orang penderita HIV/AIDS berjenis kelamin perempuan. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan skala kecemasan terhadap kematian, wawancara dan observasi. Rancangan penelitian
yang digunakan adalah Pretest-Posttest Control Group Design. Analisis penelitian yang digunakan
adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dengan uji hipotesis menggunakan analisis
uji Mann-Whitney untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh terapi kognitif perilaku religius dalam
menurunkan kecemasan terhadap kematian pada penderita HIV/AIDS pada kelompok penelitian
sebelum diberikan pelatihan dan setelah diberikan pelatihan. Analisis kualitatif dilakukan berdasarkan
hasil observasi, wawancara, lembar kerja. Hasil penelitian yaitu pada prates dan pascatest kecemasan
terhadap kematian menunjukkan bahwa ada perbedaan kecemasan terhadap kematian setelah
diberikan pelatihan dengan nilai Z = -2,309, p=0,021, p < 0,05. Pada pascates dan follow-up
kelompok penelitian terdapat perbedaan kecemasan terhadap kematian dengan nilai Z = -2,323, p
= 0,020, p < 0,05. Kesimpulan penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat kecemasan terhadap
kematian pada subjek penelitian setelah dilakukan follow-up.

Kata kunci: terapi kognitif perilaku religius, kecemasan terhadap kematian, penderita HIV/AIDS.

Acruired Immune Deficiensy Syndrome Penyakit HIV/AIDS merupakan


atau yang lebih dikenal dengan istilah penyakit kronis paling berbahaya
AIDS merupakan penyakit yang ditandai sekarang ini. Saat ini tidak ada satu negara
dengan adanya kelainan yang komplek pun di muka bumi ini mengaku bahwa
dalam sistem pertahanan selular tubuh negaranya terbebas dari keganasan
dan menyebabkan korban menjadi penyakit HIV/AIDS. Penyakit ini sudah
sangat peka menghadapi mikroorganisme menyebar merata di negara maju dan
negara dunia ketiga di seluruh dunia.
oportunistik. Penyakit AIDS disebabkan
oleh Human Immunodeficiency Virus Pada awal perkembangannya sekitar
atau disingkat dengan HIV. Penyakit tahun 1970, penyakit HIV/AIDS masih
ini merupakan penyakit kelamin, yang dipandang sebagai sebuah epidemi yang
pada mulanya dialami oleh kelompok hanya mewabah pada wilayah tertentu
kaum homoseksual. AIDS pertama dan hanya pada golongan atau kelompok
tertentu saja. Akan tetapi seiring dengan
kali ditemukan di Kota San Francisco,
berjalannya waktu, penyakit ini sudah
Amerika Serikat. Penyakit ini muncul
berubah menjadi sebuah pandemi yang
karena hubungan seksual (sodomi)
menyebar dengan sangat cepat dengan
yang dilakukan oleh komunitas kaum
cakupan wilayah penyebaran yang
homoseksual (Hawari, 2006).

170 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011


Terapi Kognitif Perilaku Religius untuk Menurunkan Kecemasan ......

semakin luas tidak hanya pada satu Kementerian Kesehatan menyatakan


wilayah dan golongan tertentu tetapi sebanyak 1,6 juta ibu/perempuan di
sudah merata pada semua golongan Indonesia berpotensi tertular HIV/
masyarakat tanpa terkecuali pada individu AIDS. Ironisnya, penular mereka adalah
yang dianggap tidak mungkin terkena suami mereka sendiri. Hal ini terungkap
penyakit HIV/AIDS. berdasarkan data terkini, yaitu terdapat
Laksono (Puji, 2010), mengatakan 3,2 juta laki-laki yang menggunakan
hingga 30 September 2010 jumlah kasus jasa seks komersial. Dari 50% laki-laki
AIDS secara kumulatif tercatat 22.726 tersebut sudah berkeluarga, berarti 50%
kasus yang tersebar di 33 propinsi di istri dan ibu-ibu di rumah terancam
300 kabupaten/kota. Individu-individu tertular HIV/AIDS. Hal itu didukung
yang terkena HIV/AIDS masih didominasi oleh data Kementrian Kesehatan sampai
oleh kelompok usia produktif (20-29 September 2010 bahwa penularan HIV/
tahun) sebanyak 47,8%, kelompok umur AIDS melalui hubungan heteroseksual
produktif (30-39 tahun) sebanyak 30,9%, atau lebih dari satu pasangan mencapai
dan kelompok umur produktif (40-49 51,3%; penularan melalui penggunaan
tahun) sebanyak 9,1%. Kasus terbanyak jarum suntik lebih rendah sebesar 39,6%.
terjadi di sepuluh propinsi yakni DKI Tingginya kasus penularan terhadap ibu
Jakarta, Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa rumah tangga melalui heteroseksual
Timur, Papua, Bali, Kalimantan Barat, menurut Subuh (2010) dipengaruhi
Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan oleh kerentanan perempuan untuk
Riau. Cara penularan terjadi melalui tertular. Kerentanan itu disebabkan di
hubungan heteroseksual (51,3%), antaranya oleh tingkat pengetahuan
pengguna narkoba suntik (39,6%), lelaki tentang penularan HIV AIDS perempuan
dengan lelaki (3,1%) dan ibu pengidap yang rendah dan juga faktor ekonomi
kepada bayinya (2,6%). di mana perempuan masih tergantung
secara ekonomi terhadap suami sehingga
Di Provinsi D.I. Yogyakarta,
perempuan yang tertular sulit untuk
berdasarkan data yang dilaporkan
mengakses kesehatan (Puji, 2010).
oleh Ditjen PPM dan PL Departeman
Kesehatan RI sampai Maret 2010 Sebuah prediksi tentang penyebaran
secara komulatif kasus HIV/AIDS yang HIV menunjukkan bahwa sekitar tahun
dilaporkan berjumlah 290 individu. 2002-2010 diduga akan ada penambahan
Rinciannya 132 penderita masih hidup jumlah individu yang terkena HIV berkisar
dan 81 penderita meninggal, sedangkan antara 45 jutaan di 126 negara yang
prevalensi kasusnya sendiri mencapai berpenghasilan rendah. Dipastikan angka
8,51% per 100.000 penduduk. tersebut tidak akan tercapai sepenuhnya

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011 171


Deasy Irawati, Subandi, & Retno Kumolohadi

seandainya masyarakat dunia secara cepat Terdapat berbagai macam reaksi


dan efektif menurunkan angka kesakitan yang muncul ketika individu dinyatakan
kerena penyakit HIV ini melalui strategi HIV Positif. Menurut Djauzi (1997), reaksi
pencegahan secara global. Lebih lanjut, penderita HIV/AIDS tersebut terbentuk
40% dari perkiraan pertambahan individu dari kecemasan dan kekhawatiran yang
yang terkena HIV tersebut terjadi di Asia berkecamuk dalam diri penderita tentang
dan sekitar Pasifik (Maramis & Nasrudin, pasangan yang akan meninggalkan atau
2007). mengabaikan dirinya, kemungkinan
Mencermati angka statistik dari akan di PHK (Pemutusan Hubungan
tahun ke tahun tersebut, jelas sekali ada Kerja) tanpa kejelasan masa depan, dan
pola peningkatan yang signifikan dari kurangnya informasi tentang bagaimana
penyebaran HIV/AIDS di Indonesia. cara mendapatkan dan memanfaatkan
Diyakini bahwa angka kasus yang perawatan medis yang tersedia.
ditemukan dan dilaporkan tidak Dijelaskan lebih lanjut olehnya, bahwa
menunjukkan keadaan angka yang nyata setiap penderita HIV/AIDS akan sangat
terjadi di lapangan, karena penyebaran beragam reaksinya ketika menghadapi
penyakit HIV/AIDS di masyarakat keadaan penyakit HIV/AIDS, di antaranya
layaknya fenomena gunung es. Artinya menyangkal terkena HIV, takut, cemas,
angka kasus yang belum ditemukan/ dan depresi, bahkan ada yang berpikir
dilaporkan jauh lebih banyak dari angka akan melakukan bunuh diri atau minta
yang ditemukan. untuk dibunuh.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Sebuah hasil penelitian memaparkan


masalah HIV/AIDS ini bukan saja hasil penelitiannya bahwa begitu individu
masalah yang selalu didominasi oleh terinfeksi AIDS (atas pemberitahuan
permasalahan kesehatan, tetapi sudah Dokter), penderita mengalami shock
melebar pada permasalahan dan yang menyebabkan penyakit makin lama
konsekuensi pada bidang yang lain makin berat, timbul berbagai infeksi
seperti ekonomi, politik, sosial, etis oportunistik, sehingga penderita makin
agama, hukum dan psikologis. Sebab tersiksa. Hal utama yang menyebabkan
masalah ini akan menyentuh semua aspek shock yang dialami penderita adalah
kehidupan berbangsa dan bernegara, dan kecemasan terhadap kematian. Meskipun
ini merupakan ancaman yang nyata bagi ini tidak mengesampingkan berbagai
seluruh masyarakat Indonesia untuk bisa kecemasan lain yang dihadapi penderita,
berusaha meningkatkan kembali kualitas misalnya kecemasan karena biaya
sumber daya manusianya (Djauzi, 1997). pengobatan tambah besar, macam

172 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011


Terapi Kognitif Perilaku Religius untuk Menurunkan Kecemasan ......

penyakit tambah banyak, obat yang kualitas hidup penderita HIV/AIDS seperti
diberi harus tambah banyak dan tambah pijat refleksi, meditasi, terapi, pemberian
keras dengan berbagai efek samping suplemen vitamin, dan olahraga
yang memperparah keadaan penderita, pernafasan.
ungkapan di atas sesuai dengan hasil Pemikiran dan perenungan terhadap
wawancara terhadap subjek prasurvei kematian sebenarnya bukanlah hal baru
yang dilakukan oleh peneliti. dalam sejarah manusia. Agama-agama
Gangguan kejiwaan yang memba- besar dan aliran kepercayaan terhadap
yangi penderita HIV/AIDS tersebut oleh Tuhan Yang Maha Esa selalu mengangkat
Djoerban (1999) dikelompokkan menjadi tentang tema kematian sebagai suatu
empat jenis gangguan, yaitu gangguan bagian yang sangat penting. Kematian
afektif seperti depresi berat, kemudian adalah kejadian penting dalam aspek
gangguan kecemasan menyeluruh, yang spiritualitas. Ia dipercaya sebagai suatu
ketiga keinginan untuk bunuh diri, dan kepastian (Q.S. 3:183, 21:34), dan pintu
yang terakhir gangguan otak organik yang menuju keabadian (Q.S. 29:64, 14:77,
mewujud bentuk delirium atau demensia 9:38) di mana kehidupan setelah kematian
primer yang disebabkan adanya infeksi adalah kehidupan yang kekal dan abadi.
oportunistik. Banyak faktor yang membuat
Menurut Green (2003), penyakit HIV/ seseorang takut mati. Ketakutan itu karena
AIDS dipandang sebagai penyakit yang manusia tidak mengetahui apa yang akan
belum ada obatnya dan selalu dikaitkan dihadapinya setelah kematian, karena
dengan proses kematian yang begitu menduga bahwa yang dimiliki sekarang
cepat. Padahal, kenyataannya penderita lebih baik dari yang akan didapatkan
HIV/AIDS dapat hidup sehat dalam nanti, karena membayangkan betapa sulit
kurun waktu yang sangat lama, bahkan dan pedih pengalaman mati dan sesudah
melebihi perkiraan jatah hidup penderita mati, karena khawatir memikirkan dan
yang hanya berkisar 5 sampai 10 tahun. prihatin menghadapi keluarga yang akan
Banyak cara yang dapat ditempuh supaya ditinggalkan, atau karena kurangnya
kualitas hidup dan kekebalan tubuh tidak pemahaman menghadapi makna hidup
berkurang dan penderita tidak termasuk dan mati, dan sebagainya, sehingga
dalam kelompok rentan terhadap menimbulkan perasaan takut dan cemas
serangan penyakit infeksi oportunistik dan dalam menghadapi kematian. Bond
depresi. Saat ini tersedia banyak bentuk (Wicaksono, 2003) menyatakan bahwa
pengobatan alternatif yang ditawarkan seseorang yang tidak menemukan
dan dapat dijadikan pengobatan alternatif tujuan atau kegunaan (purpose)
untuk meningkatkan sistem kekebalan, dalam kehidupannya, kematian akan

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011 173


Deasy Irawati, Subandi, & Retno Kumolohadi

menjadi suatu pengalaman yang sangat Strategi yang efektif tentang kecemasan
mencemaskan, sedangkan Schaice dan terhadap kematian banyak dilakukan.
Willis (Wicaksono, 2003) berpendapat Salah satunya adalah mengembangkan
bahwa kecemasan terhadap kematian kebijakan dan religiositas individu, di
adalah suatu hal yang berkaitan dengan mana religiositas hampir selalu dikaitkan
berbagai faktor seperti usia, keyakinan dengan terciptanya kondisi psikologis
religius, dan tingkat di mana individu yang positif (psychological well being).
mempunyai kehidupan yang memuaskan. Termasuk juga di dalamnya adalah kece-
masan terhadap kematian.
Kecemasan yang berlebihan ter-
hadap kematian seringkali menimbulkan Menurut Leming (Wicaksono, 2003),
gangguan fungsi-fungsi emosional normal religiositas memiliki peran penting
manusia. Penelitian menunjukkan dalam menghalau kecemasan dan
keterkaitan positif antara kecemasan kecemasan yang terjadi sebagai akibat
terhadap kematian dengan gangguan dari ketidakpastian dan ketidaktahuan
emosional seperti neurotisme, depresi, yang dialami dalam hidup. Lebih jauh ia
gangguan psikosomatis (Feifel & berpendapat bahwa keyakinan religius
Nagy, 1981). Pentingnya penelitian memiliki hubungan yang negatif terhadap
terhadap kecemasan terhadap kematian kecemasan terhadap kematian, di mana
menyadarkan pada premis bahwa setiap orang yang memiliki motivasi religius
manusia akan mati. Selain itu, dampak yang tinggi akan memiliki kecemasan
negatif muncul dari kecemasan akan terhadap kematian yang rendah.
kematian ini banyak menimbulkan akibat Kehidupan religius atau keagamaan
yang seharusnya tak perlu terjadi. menurut Najati (1985) dapat membantu
Kenyataan bahwa HIV/AIDS ber- manusia dalam menurunkan kecemasan,
ujung pada kematian pastilah disadari kegelisahan, dan ketegangan. Sejalan
oleh setiap individu yang menderitanya. dengan pendapat di atas, Maududi dan
Kesadaran akan kematian diri sendiri Spink (Wicaksono, 2003) mengatakan
dapat memunculkan perasaan takut atau bahwa salah satu peran religiositas
cemas akan kematian (Adelbratt & Strang, adalah menimbulkan ketenangan kalbu,
2000). Padahal kecemasan terhadap sebab dalam diri setiap individu terdapat
kematian dapat memberikan dampak insting atau naluri yang disebut sebagai
negatif bagi individu. Beberapa penelitian religius insting, yaitu suatu naluri untuk
menunjukkan bahwa kecemasan terhadap meyakini dan mengadakan penyembahan
kematian memiliki hubungan yang menghadapi suatu kekuatan yang ada
signifikan dengan psychological distress di luar diri seorang individu. Naluri ini
(Templer dkk, dalam Chung & Easthope, kemudian mendorong seorang individu
2000). untuk mengadakan kegiatan-kegiatan religius.

174 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011


Terapi Kognitif Perilaku Religius untuk Menurunkan Kecemasan ......

Terapi kognitif perilaku adalah Berbagai macam bentuk terapi


suatu proses pengajaran, pelatihan, dan perilaku yang sudah ada adalah relaksasi
penguatan perilaku yang positif. Terapi otot, relaksasi kesadaran indera, relaksasi
kognitif perilaku ini menolong orang meditasi, yoga dan relaksasi hipnosa
untuk mengenali pola kognitif atau dari bentuk relaksasi di atas pernah
pikiran emosi yang berhubungan dengan dimunculkan kajian tentang bentuk
perilaku. Konsep terapi kognitif perilaku relaksasi religius. Relaksasi religius ini
ini menggunakan emosi dan perilaku merupakan pengembangan metode
dihasilkan dari proses pikiran. Manusia respon relaksasi dengan melibatkan
dapat mengubah proses ini untuk faktor-faktor relaksasi religius Benson
mendapatkan cara merasa dan berperilaku (2000), di mana formula-formula tertentu
yang berbeda (Froggatt, 2006). yang dibaca berulang-ulang dengan
Teknik modifikasi kognitif perilaku melibatkan unsur keimanan kepada
ini merupakan teknik yang sudah agama, kepada Tuhan yang disembah
berkembang pesat sejak dekade yang akan menimbulkan respon relaksasi
lalu dengan penggabungan modifikasi yang lebih kuat dibandingkan dengan
perilaku dan terapi kognitif. Terapi ini sekedar relaksasi tanpa melibatkan unsur
berkembang sangat pesat sejak 10 tahun keyakinan menghadapi hal tersebut.
terakhir ini. Modifikasi kognitif perilaku Dalam penelitian ini dikembangkan
didasarkan pada asumsi bahwa perilaku sebuah terapi kognitif perilaku religius,
manusia secara resiprok dipengaruhi oleh yakni penggabungan teknik terapi perilaku
pemikiran, perasaan, proses fisiologis, dengan memasukkan faktor keyakinan.
serta konsekuensinya pada perilaku. Pada penelitian ini unsur keyakinan yang
Jadi bila ingin mengubah perilaku yang akan dipergunakan dalam intervensi
maladaptif dari manusia, maka tidak adalah unsur keyakinan dan dasar-dasar
hanya sekedar mengubah perilakunya agama Islam. Unsur keyakinan yang
saja, namun juga menyangkut aspek dimasukkan dalam penelitian ini adalah
kognitifnya. Modifikasi kognitif perilaku penyebutan Allah secara berulang-ulang
terdiri dari berbagai prosedur pelatihan yang disertai dengan sikap pasrah. Tujuan
yang berbeda-beda, termasuk di dalamnya terapi ini adalah mengubah pikiran atau
antara lain relaksasi, terapi kognitif, dan keyakinan klien yang irasional, maladaptif
pemantauan diri (Meichenbaum, 1989). tidak produktif, dan melemahkan, serta
Sementara itu menurut Keefe dkk (1992), mengadopsi dan memperkuat keyakinan
terapi kognitif perilaku dapat secara dan pikiran yang lebih membangun
efektif membantu pasien dengan penyakit berdasarkan nilai-nilai Islam.
kronis.

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011 175


Deasy Irawati, Subandi, & Retno Kumolohadi

Dalam penanggulangan masalah, karena akan dilakukan secara terus


agama menjadi bagian penting, yaitu menerus dan berkelanjutan.
dalam pengalaman penting religius, Metode terapi ini sejauh pengetahuan
penilaian agama, aktivitas penang- penulis belum pernah dilakukan terutama
gulangan religius, dan tujuan religius untuk intervensi kecemasan terhadap
dalam penanggulangan sehingga dalam kematian pada penderita HIV/AIDS,
proses terapi agama menjadi suatu sehingga penelitian ini ditujukan untuk
dasar dalam penilaian, aktivitas, dan melihat lebih jauh tentang efektifitas
tujuan yang ditetapkan oleh individu terapi kognitif perilaku religius untuk
dalam menghadapi kondisi kehidupan menurunkan kecemasan terhadap
(Pargament dkk., 1998). kematian. Hasil dari penelitian ini
Terapi religiositas dapat dikatakan diharapkan dapat menambah model
memiliki hubungan terhadap terapi terapi kognitif perilaku terutama untuk
kognitif perilaku. Hal tersebut dapat menurunkan kecemasan terhadap
dijelaskan bahwa terapi kognitif perilaku kematian pada penderita HIV/AIDS.
bertujuan memberikan metode terapi Terapi perilaku religius sebagai sebuah
kepada individu melalui perubahan terapi dapat menjadi referensi untuk
kognitif yang salah menuju kognitif menurunkan kecemasan terhadap
yang positif sehingga diharapkan akan kematian terutama bagi mereka yang
memunculkan perilaku yang baru yang memiliki keyakinan agama Islam, selain
lebih baik dari sebelumnya. Perubahan itu hasil penelitian ini dapat digunakan
tersebut hanya bersifat sementara, untuk pengembangan psikologi Islam.
sehingga diperlukan suatu penguat Diharapkan dengan adanya terapi kognitif
yang selalu dilakukan oleh individu perilaku religius akan memberikan
dalam rentang waktu yang lama, seperti integrasi raga (fisik & biologi), mental,
sebuah keyakinan yaitu agama. Agama jiwa, dan spirit melalui transformasi
akan memunculkan tingkat religiositas kesadaran, sehingga terjadi keharmonisan
seorang individu, jadi diasumsikan atau keselarasan.
bahwa ketika religiositas individu muncul Hipotesis yang diajukan dalam
karena menjalankan kegiatan keagamaan penelitian ini adalah terdapat pengaruh
maka akan memunculkan pola kognitif terapi kognitif perilaku religius dalam
yang positif secara bersamaan sehingga menurunkan kecemasan terhadap
akan membentuk perilaku yang positif kematian pada penderita HIV/AIDS.
juga. Jadi dapat disimpulkan bahwa Kecemasan terhadap kematian penderita
terapi religiositas akan mendukung dan HIV/AIDS menurun setelah diberikan
memperkuat terapi kognitif perilaku terapi kognitif perilaku religiositas.

176 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011


Terapi Kognitif Perilaku Religius untuk Menurunkan Kecemasan ......

METODE PENELITIAN need assessment melalui wawancara


dengan anggota dan pimpinan LSM
Subjek Penelitian
HIV/AIDS, pengurusan perizinan,
Subjek pada penelitian ini berjumlah penyusunan rancangan penelitian dan
8 orang penderita HIV/AIDS berjenis modul terapi kognitif perilaku religius,
kelamin perempuan. seleksi terapis, ko-terapis, dan observer,
persiapan terapis untuk melakukan terapi,
Desain Penelitian
penentuan subjek penelitian, penyusunan
Penelitian ini merupakan penelitian skala dan uji coba skala, uji coba modul
eksperimen, dengan rancangan ekspe- penelitian, dan terakhir penandatanganan
rimen pre-test post-test control group persetujuan dan screening subjek.
design.
Pengukuran Awal. Pengukuran awal
Rancangan eksperimen yang diguna- ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
kan dalam penelitian ini adalah: kecemasan terhadap kematian subjek
Tabel 1. Rancangan Eksperimen penelitian sebelum perlakuan, yang akan
dibandingkan dengan hasil pengukuran
Kelompok Prates Perlakuan Pascates
setelah pemberian perlakuan. Alat ukur
KE Y1 X Y2 yang digunakan dalam prates ini berupa
KK Y1 -X Y2 skala kecemasan terhadap kematian.
Keterangan : Tahap Pemberian Perlakuan. Aplikasi
KE : Kelompok eksperimen dalam mengatasi kecemasan terhadap
Y1 : Pengukuran prates kematian akan diterapkan dengan
Y2 : Pengukuran pascates memberikan pekerjaan rumah setiap
X : Perlakuan hari untuk menerapkan keterampilan
- X : Tanpa perlakuan yang diajarkan. Pelaksanaan program
ini dibantu oleh satu tenaga psikolog
Metode Pengumpulan Data sebagai tenaga profesional. Psikolog
Langkah-langkah yang dilakukan didampingi oleh ko-terapis dan peneliti
peneliti dalam melakukan pengumpulan sekaligus sebagai observer. Pemberian
data ini adalah (1) Penyusunan Skala terapi dilaksanakan secara berkelompok
Kecemasan terhadap Kematian, (2) selama lima sesi, setiap minggu dua
Wawancara, (4) Observasi. kali sesi, setiap pertemuan dilaksanakan
selama 60-100 menit. Selama mendapat
Prosedur Intervensi
terapi, subjek diberi tugas-tugas untuk
Persiapan Penelitian. Persiapan dikerjakan sebagai pekerjaan rumah dan
penelitian ini meliputi pelaksanaan akan dibahas selama terapi.

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011 177


Deasy Irawati, Subandi, & Retno Kumolohadi

Teknik Analisis Data secara kualitatif dilakukan berdasarkan


Analisis data yang digunakan dalam hasil observasi, wawancara, lembar kerja,
penelitian ini adalah analisis kuantitatif monitor diri buku harian dan berbagi
dan kualitatif. Analisis data kuantitatif pengalaman (sharing) dan lembar kerja
untuk menguji hipotesis dilakukan yang diisi di rumah.
dengan menggunakan analisis statistik
Non Parametrik Mann-Whitney Test. HASIL PENELITIAN
Teknik ini bertujuan untuk melihat
Deskripsi Data Penelitian
perbedaan tingkat kecemasan terhadap
kematian akibat adanya perbedaan hasil Data dalam penelitian mendes-
sebelum perlakuan (prates), setelah kripsikan 8 subjek penelian yang terdiri
perlakuan (pascates), dan tindak lanjut atas 4 orang subjek kelompok eksperiman
(follow-up) antara kelompok eksperimen yang diberi perlakuan dan 4 orang
yang mendapatkan terapi kognitif perilaku kelompok kontrol yang mendapatkan
religius dengan kelompok kontrol. perlakuan di akhir penelitian. Deskripsi
data penelitian yang diperoleh dari hasil
Analisis kualitatif bertujuan untuk
pengukuran awal (prates), pengukuran
menjelaskan dinamika psikologis proses
akhir (pascates) dan pengukuran ulang
terapi kognitif perilaku religius yang
setelah perlakuan (follow-up). Deskripsi
terjadi pada masing-masing subjek yang
data kelompok eksperimen dan kelompok
mendukung analisis kuantitatif yang telah
kontrol dapat dilihat pada tabel berikut :
dilakukan sebelumnya. Analisis data

Tabel 1. Deskripsi Statistik Kecemasan Kelompok Eksperimen


Saat Prates, Pascates, dan Follow-up

Kelompok Eksperimen
Prates Pascates Follow-up
Nama
Skor Ketegori Skor Ketegori Skor Ketegori
KR 113 Tinggi 77 Sedang 86 Sedang
LT 96 Tinggi 91 Sedang 100 Sedang
FR 79 Sedang 48 Rendah 50 Rendah
IK 84 Sedang 60 Rendah 59 Rendah

178 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011


Terapi Kognitif Perilaku Religius untuk Menurunkan Kecemasan ......

Tabel 2. Deskripsi Statistik Ketegori Kecemasan Kelompok Control


Saat Prates, Pascates, dan Follow-up
Kelompok Kontrol
Nama Pratest Pascates Follow-up
Skor Ketegori Skor Ketegori Skor Ketegori
YL 89 Sedang 101 Tinggi 80 Sedang
CR 93 Tinggi 95 Tinggi 85 Sedang
YN 93 Tinggi 115 Tinggi 112 Tinggi
NY 88 Sedang 109 Tinggi 103 Tinggi

Berdasakan perolehan skor dan Hasil saat tindak lanjut (follow-up),


kategori seperti pada tabel di atas diketahui yaitu pengukuran ulang kecemasan terha-
subjek penelitian baik kelompok kontrol dap kematian pada kelompok eksperimen
dan kelompok eksperiman memiliki setelah satu bulan mendapatkan terapi
kecemasan yang tergolong sedang sampai kognitif perilaku religius diketahui tidak
dengan sangat tinggi. ada kategori penurunan kecemasan terha-
dap kematian pada semua subjek, sedang-
Setelah diberi terapi kognitif perilaku
kan pada kelompok kontrol ada dua sub-
religius ada perbedaan yang signifikan
jek yang mengalami kategori penurunan
antara kelompok kontrol dengan kelom-
kecemasan terhadap kematian, sedang
pok eksperimen. Kelompok eksperimen
dua orang subjek lagi tidak mengalami
memiliki kecemasan yang lebih rendah
perubahan kategori kecemasan terhadap
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
kematian yaitu masih dalam kategori tinggi.
Berdasarkan perolehan skor dan ketegori
seperti pada kedua tabel di atas diketahui
HASIL
subjek penelitian pada kelompok kontrol
yang tidak mendapatkan terapi kognitif Hipotesis dalam penelitian ini adalah
perilaku religius masih mempunyai ada pengaruh terapi kognitif perilaku
kecemasan yang tergolong tinggi sedang- religius terhadap pengurangan kecemasan
kan kelompok eksperimen setelah terhadap kematian pada subjek penderita
mendapatkan terapi kognitif perilaku HIV/AIDS. Ada perbedaan penurunan
kecemasan terhadap kematian antara
religius semua mengalami penurunan
sebelum dan sesudah diberikan terapi.
tingkat kecemasan terhadap kematian
yang cukup drastis. Hal ini menunjukkan Pengujian hipotesis dilakukan dengan
ada penurunan yang signifikan sebelum uji statistik Non Parametrik Mann-Whitney
dan sesudah pemberian terapi kognitif Test. Hasil analisis data dengan uji Mann-
perilaku religius pada kelompok eksperimen. Whitney Test terdapat pada tabel.

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011 179


Deasy Irawati, Subandi, & Retno Kumolohadi

Tabel 3. Rangkuman Uji Mann-Whitney Test


Pengukuran Z p Keterangan
Prates - Pascates -2,309 0,021 Signifikan
Pascates - Follow-up -2,323 0,020 Signifikan

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada eksperimen penderita HIV/AIDS yang


prates dan pascates ada perbedaan diberi terapi kognitif perilaku religius
kecemasan yang signifikan pada subjek dengan kelompok kontrol pada penderita
penelitian, hal ini ditunjukkan dengan HIV/AIDS yang tidak diberi terapi kognitif
nilai Z= -2,309, p=0,021 (p<0,05). Pada perilaku religius. Hasil ini berlaku pada
posttest dan follow-up ada perbedaan kelompok eksperimen dalam penelitian
kecemasan pada subjek penelitian, ini dan belum bisa digeneralisasikan pada
hal ini ditunjukkan dengan nilai Z= kelompok di luar eksperimen. Pemberian
-2,323, p=0,020(p<0,05). Dari hasil terapi kognitif perilaku religius efektif
uji Hipotesis dapat disimpulkan bahwa dalam menurunkan tingkat kecemasan
terdapat perbedaan kecemasan yang terhadap kematian pada penderita HIV/
signifikan setelah diberikan terapi pada AIDS.
subjek penelitian dan ada perbedaan Berdasakan perolehan skor dan
tingkat kecemasan terhadap kematian kategori seperti pada tabel sebelumnya
pada subjek penelitian setelah dilakukan diketahui bahwa pada saat tindak lanjut
follow-up. (follow-up), yaitu pengukuran ulang
kecemasan pada kelompok eksperimen
PEMBAHASAN setelah 3 minggu mendapatkan terapi
kognitif perilaku religius diketahui ada
Penelitian ini bertujuan untuk
penurunan skor kecemasan terhadap
melihat apakah terapi kognitif perilaku
kematian yang signifikan pada empat
religius berhasil menurunkan kecemasan
subjek, sehingga kecemasannya pun
terhadap kematian pada penderita HIV/
mengalami penurunan dari kategori
AIDS.Hasil penelitian ini secara umum
sangat tinggi menjadi sedang, meskipun
menemukan bahwa terapi kognitif
demikian ada subjek lain yang hanya
perilaku religius mampu membantu
mengalami perubahan dari sedang ke
penderita HIV/AIDS dalam menurunkan
rendah.
kecemasan terhadap kematian. Hasil
analisis statistik non parametrik terhadap Hasil penelitian menunjukan adanya
uji hipotesis menyatakan ada perbedaan penurunan yang signifikan tingkat
yang signifikan pada tingkat kecemasan kecemasan terhadap kematian pada saat
terhadap kematian antara kelompok sebelum dan sesudah intervensi terapi.

180 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011


Terapi Kognitif Perilaku Religius untuk Menurunkan Kecemasan ......

Penyebabnya adalah kesungguhan dan afeksi dan perilaku sehingga dalam


keseriusan para peserta terapi dalam penelitian ini peneliti menggunakan
mengikuti program intervensi. Adanya terapi kognitif perilaku dalam kelompok
penurunan tingkat kecemasan terhadap untuk menurunkan tingkat kecemasan
kematian dari para peserta juga tidak terhadap kematian pada penderita HIV/
lepas dari dari pengaruh tahapan- AIDS.
tahapan yang saling berhubungan, Selain itu faktor di atas keaktifan
sehingga subjek selama proses terapi individu dalam melaksanakan prosedur
merasakan langsung manfaat dari setiap terapi dirumah juga berpengaruh terhadap
sesi pelaksanaan program terapi ini. kondisi kecemasan subjek. Semakin rajin
Hal yang bersifat positif yang dirasakan atau aktif subjek dalam melaksanakan
subjek dari setiap sesi dalam pelaksanaan anjuran-anjuran selama mengikuti terapi
intervensi membuat subjek memahami maka akan semakin menurunkan tingkat
manfaat langsung dari terapi ini. Subjek kecemasan yang dialami begitu pula
yang selama ini sering merasakan sebaliknya.
kecemasan dengan berbagai macam
Kondisi atau situasi yang menjadi
permasalahan yang menimbulkannya,
stressor juga mempengaruhi kecemasan
mulai memperoleh manfaat langsung
subjek. Misalnya ketika kondisi fisik subjek
seperti hilangnya kesedihan, gangguan
menurun maka akan berpengaruh pada
tidur, gangguan nafsu makan, takut,
suasana hati, dan aktivitas lain juga akan
marah dan malu, semua hal-hal negatif
terganggu. Hal ini terkait dengan state
yang sering muncul berangsur-angsur
anxiety cenderung tidak stabil dan ketika
mengalami penurunan termasuk berbagai
ada kondisi tertentu dapat meningkatkan
keluhan fisik yang mereka alami tersebut.
kecemasan (Rice, 1999). Subjek LT
Pada penelitian Leake dkk (1999) bahwa
mengalami kenaikan tingkat kecemasan
strategi presentasi diri tampak efektif
terhadap kematian saat pascates. Hal
dalam meningkatkan penyesuaian diri,
tersebut karena kondisi subjek sedang
belajar untuk menerima pendapat, belajar
flu, anaknya rewel dan menangis terus
mendengarkan, memberikan umpan
pada saat diajak tes, sehingga sangat
balik dari peserta yang lain karena dapat
memengaruhi suasana hatinya.
menolong peserta berdamai dengan
masalah mereka sendiri. Hal ini semakin Ketika pola pikir negatif itu
menunjukan bahwa terapi kognitif berkembang pesat dalam diri penderita
perilaku-religius efektif dalam mengatasi HIV/AIDS. Menurut Beck dkk (1974)
masalah terkait dengan kecemasan setidaknya ada 3 kemungkinan yang
dan pendekatan yang digunakan juga muncul dalam pikiran penderita HIV/
mencakup semua aspek yaitu kognisi, AIDS. Pertama pendangan negatif tentang

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011 181


Deasy Irawati, Subandi, & Retno Kumolohadi

diri sendiri, pada kondisi ini penderita psikiater atau disebut profesional, sebagai
HIV/AIDS merasa tidak berharga, bentuk kewenangan profesi, sebagaimana
sudah rusak, merasa tidak mampu lagi penelitian-penelitian yang dilakukan.
melakukan aktivitas, dan kehadirannya Bahkan pada beberapa keahlian
tidak diharapkan lagi. Kedua, pandangan mengharuskan pendidikan tambahan
negatif tentang dunia dan lingkungannya, setelah memperoleh kesarjanaannya,
pada kondisi ini penderita HIV/ seperti untuk menjadi seorang psikolog
AIDS memandang bahwa dunia dan atau psikiater harus mengikuti program
sekitarnya sebagai kelompok yang tidak pendidikan dan latihan tambahan yang
peka, menghukum, dan menyudutkan kompleks secara formal selama dua
keberadaan penderita sehingga penderita sampai enam tahun. Bahkan sebenarnya
HIV/AIDS melihat dunia secara pesimis untuk menjadi profesional di bidang
dan sinis. Ketiga pandangan negatif psikologi dibutuhkan kompensasi
tentang masa depan, pada kondisi ini sederajat doktor dengan spesialis psikologi
penderita menganggap masa depan klinis atau psikologi konseling. Mereka
sebagai sesuatu yang sia-sia dan tidak yang profesional memliki kemampuan
memberikan sedikitpun harapan, untuk mengurangi atau meringankan
selain itu penderita akan selalu berpikir ketidaknyamanan dan masalah-masalah
sampai disini tapi selalu berkelanjutan. psikologis.
Kecemasan kognitif merupakan sebuah Kepasrahan adalah salah satu strategi
kesulitan dalam konsentrasi, berpikir, dan yang dilakukan oleh subjek dalam
gangguan dalam berpikir atau distorsi menghadapi kematiannya. Memilih untuk
kognitif. pasrah merupakan salah satu bentuk
Kelebihan lain dari terapi ini adalah emotional-focused coping. Emotional-
dalam mekanisme pelaksanaannnya focused coping adalah strategi di mana
dapat dikembangkan sebagai suatu individu memilih untuk melepasan
bentuk strategi treatmen yang inovatif perasaan-perasaan negatif seperti marah,
dan hasilnya lebih efektif, efisien serta frustasi, serta cemas yang diakibatkan
menghemat biaya (Fairburn, dkk., 2002). suatu peristiwa (Rice, 1999). Jenis coping
Oemarjoedi (2004) menambahkan bahwa ini terlihat lebih menonjol ketika individu
tujuan terapi berpikir juga mengajak klien menyimpulkan bahwa hanya sedikit atau
untuk menentang pikiran (dan emosi) yang bahkan tidak terlihat sama sekali hal yang
salah dengan menampilkan bukti-bukti bisa dilakukan terhadap situasi tersebut.
yang bertentangan dengan keyakinan Situasi yang dihadapi subjek tidak bisa
mereka tentang masalah yang dihadapi. berubah. Biar bagaimanapun, statusnya
Proses pemberian terapi selama ini sebagai ODHA cepat atau lambat akan
biasanya diberikan oleh psikolog maupun mendatangkan kematian.

182 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011


Terapi Kognitif Perilaku Religius untuk Menurunkan Kecemasan ......

Teknik lain yang diajarkan kepada adalah latihan relaksasi, desentisasi


subjek adalah relaksasi yang dalam sistematis, explosure, flooding, prevensi
penelitian ini difokuskan pada relaksasi respon, dan restrukturisasi kognitif.
dengan religius. Relaksasi ini bertujuan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
untuk mengatasi gejala-gejala fisiologis CBT efektif digunakan untuk menangani
yang timbul karena kecemasan dan subjek gangguan kecemasan pada orang dewasa
dilatih untuk melakukan relaksasi tersebut lanjut dan manfaat yang diamati pada
di rumah saat menghadapi situasi-situasi akhir terapi dapat dipertahankan hingga
yang menimbulkan kecemasan terhadap 12 bulan masa follow-up. Walaupun hasil
kematian, subjek cenderung mengulangi penelitian menunjukkan SC juga efektif
latihan relaksasi ketika merasakan efek secara signifikan dalam menurunkan
nyaman yang ditimbulkan (Greenberger tingkat kecemasan, namun terapi CBT
& Padesky, 1995). Semua subjek menunjukkan terhadap tritmen pada
mengatakan dapat merasakan efek kelompok SC efektif sebanyak 39 persen
relaksasi, bahwa dengan relaksasi dirinya pada 12 bulan masa follow-up. Respon
merasa lebih tenang, merasa nyaman, tersebut masih lebih bila dibandingkan
pikiran tenang dan semangat menjalani dengan respon subjek terhadap tritmen
hidup. pada kelompok CBT yang menunjukkan
Dari teori di atas dapat diberi ulasan angka 71%. Kemampuan intervensi
bahwa tinggi rendahnya kecemasan CBT untuk menghasilkan efek yang baik
semata-mata tidak karena faktor terapi pada pasien dewasa lanjut menimbulkan
saja, namun terkait faktor-faktor lain beberapa optimisme terkait dengan
seperti disebutkan tokoh di atas. tritmen psikologis untuk menangani
Penelitian ini mendukung beberapa gangguan kecemasan tersebut.
penelitian mengenai pengaruh terapi
kognitif perilaku yang telah dilakukan SIMPULAN DAN SARAN
oleh peneliti sebelumnya. Penelitian yang
Simpulan
dilakukan oleh Barrowclough dkk (2001)
meneliti tentang gangguan kecemasan Berdasarkan hasil penelitian dapat
pada orang dewasa lanjut yang berusia disimpulkan bahwa terapi kognitif
antara 55 hingga 72 tahun. Penelitian ini perilaku religius berpengaruh dalam
menguji efektifitas terapi kognitif perilaku menurunkan kecemasan terhadap
untuk menurunkan gangguan kecemasan kematian pada penderita HIV/AIDS. Hasil
pada subjek orang dewasa lanjut dengan observasi, wawancara dan penilaian
menggunakan terapi kognitif perilaku kecemasan melalui skala menunjukan
dan Supportive Counseling (SC). Tritmen bahwa ada perbedaan tingkat kecemasan
terapi kognitif perilaku yang digunakan terhadap kematian sebelum dan sesudah

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011 183


Deasy Irawati, Subandi, & Retno Kumolohadi

diberi perilaku, sampai dengan follow-up. AIDS dapat meningkatkan kualitas


Secara perasaan subjek menjadi peka, hidupnya dengan cara meningkatan
lebih tenang, lebih bahagia, merasa intensitas dan frekuensi dukungan
nyaman, bisa menerima diri mampu sosial yang dirasa dalam usaha untuk
menilai positif pada diri sendiri, masa melakukan prosedur pengobatan dan
depan, dan lingkungan dan Secara berupaya untuk tetap berpikir dan
perilaku subjek menjadi lebih percaya berperilaku positif dalam menjalani
diri, lebih bersabar, periang, tidak kehidupan, sehingga dapat mencapai
mengalami kesulitan tidur, nafsu makan kondisi kesehatan yang lebih baik.
kembali ada, lebih rajin beribadah, lebih 2. Kepada petugas kesehatan rumah
bersemangat dalam menjalani hidup sakit
dan mau bersosialisasi kembali dengan Pada instansi kesehatan terkait
lingkungan, lebih stabil dan lebih berani seperti puskesmas sebaiknya perlu
Berdasarkan analisis individual diadakan tes/pemeriksaan HIV/
didapatkan beberapa faktor yang AIDS bagi para calon pengantin baik
mempengaruhi dalam penurunan untuk laki-laki atau perempuannya,
kecemasan pada penderita HIV/AIDS sehingga bila memang salah satu
pihak ada yang terinfeksi virus ini bisa
antara lain karena faktor kedisiplinan
dilakukan pencegahan lebih dini dan
dalam mengerjakan pekerjaan rumah,
pembekalan yang lebih mendalam.
melakukan latihan secara rutin dan
teratur, kondisi fisik dan psikis subjek, 3. Kepada LSM yang berwenang
di samping itu faktor lingkungan tempat Terapi kognitif perlu diper-
berlangsungnya terapi dan tempat tinggal timbangkan sebagai salah satu
subjek juga sangat mempengaruhi hasil metode terapi kelompok yang cukup
terapi. layak untuk dipergunakan dalam
proses meningkatkan kekebalan
Saran tubuh para penderita HIV/AIDS,
Berdasarkan pelaksanaan pene-litian khususnya dalam hal mengendalikan
dan hasil yang diperoleh, saran yang dan meminimalisasi kecemasan ter-
dapat disampaikan oleh peneliti adalah hadap kematian pada para penderita
sebagai berikut: HIV/AIDS.
1. Kepada penderita HIV/AIDS 4. Kepada peneliti selanjutnya
Agar dapat memanfaatkan secara Diharapkan dapat melakukan
maksimal terapi yang diikuti, serta penelitian lanjutan dengan mem-
dapat diaplikasikan dalam kegiatan perhatikan dan mengatasi kele-mahan
sehari-hari meskipun tanpa bimbingan dan kekurangan dalam penelitian ini,
terapis. Ada baiknya penderita HIV/ khususnya dalam hal memperbanyak

184 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011


Terapi Kognitif Perilaku Religius untuk Menurunkan Kecemasan ......

jumlah dan variasi subjek, misalnya Benson, H. M. D., (2000). Dasar-dasar


tingkat status sosial, ekonomi, Respon Relaksasi: Bagaimana
dan penderita yang mempunyai Menggabungkan Respon Relaksasi
keturunan HIV/AIDS. Perlu uga untuk dengan Keyakinan Pribadi Anda (ter-
memperhatikan upaya penguatan jemahan). Bandung: Mizan.
pada subjek dalam mengerjakan
Chung, C. M., & Easthope, Y. (2000).
tugas pekerjaan rumah secara
Traumatic Stress and Death Anxi-
teratur dan rutin, sebab tugas akan
ety among Community Residents
membantu subjek dalam memonitor
Exposed to an Aircraft Crash. Aca-
perubahan dan perkembangan terapi demic Research Library. Vol 24 (8),
yang diikutinya. Perlu dipersiapkan 869. Diunduh dari http: //proquest.
tempat yang bersih dan tenang saat umi.com/pqdweb.
pemberian intervensi, jauh dari
suasana bising, dan dianjurkan untuk Djauzi, S. (1997). Penatalaksanaan Infeksi
tidak membawa anak kecil saat HIV. Jakarta: Departemen Kesehatan.
berlangsungnya terapi. Djoerban, Z. (1999). Membidik AIDS,
Ikhtisar Pemahaman HIV dan
DAFTAR PUSTAKA ODHA. Yogyakarta: Galang Press.

Adelbratt, S. & Strang, P. (2000). Death Fairburn, A. S., Wood C. H. & Fletcher C.
Anxiety In Brain Tumor Pattiens M. (2002) Variability in Answers to a
And Their Spouses. Palliative Medi- Questionnaire on Respiratory Symp-
cine. Vol 14, 499-507. Diunduh dari toms British. Journal of Preventive
http://proquest.umi.com/pqdweb? and Social Medicine, 13, 175-193.

Beck, A. T., Laude, R. & Bohnert, M. Feifel, H. & Nagy, V. T. (1981).Another


(1974). Ideational Components of Look at Fear of Death. Journal of
Anxiety Neurosis. Archieves of Gen- Consulting and Clinical Psychology,
eral Psychiatry, 31, 319-26. 49(2), 278-286.

Barrowclough, C., King, P., Colville, J., Froggatt, W. (2006). A Brief Introduc-
Russell, E., Burns, A., & Tarrier, N. tion to Cognitive-Behavior Therapy.
(2001). A Randomized Trial of the Journal Cognitive-Behavior Therapy.
Effectiveness of Cognitive-Behavior Diunduh dari http://www.rational.
Therapy and Supportive Counseling org.nz.
for Anxiety Sympton in Older Adults. Green, C.W. (2003). Pengobatan untuk
Journal of Counsulting and Clinical AIDS: Ingin Mulai? Jakarta: Yayasan
Psychology, 69 (5), 756-762. Spiritia.

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011 185


Deasy Irawati, Subandi, & Retno Kumolohadi

Greenberger, D & Padesky, C. A. (1995). gan, Perawatan, dan Pengobatan


Mind over Mood: Change how you ODHA. Surabaya: Airlangga Univer-
feel by Changing the Way you think. sity Press.
New York: The Guliford Press.
Meichenbaum, D. (1989). Cognitive
Hawari, D. (2006). Al-Quran Ilmu Kedok- Behavior Modification. In Kanfer,
teran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yog- F.H. & Goldstein, A.P (Eds), Helping
yakarta: Dana Bhakti Prima Yasa. People Change: A Textbook Method.
Oxford: Pergamon Press.
Kastenbaum, R. & Aisenbergh, R. (1976).
The Psychology of Death; Concise Najati, M. U. (1985). Al-Quran dan Ilmu
Edition. New York: Springer Publish- Jiwa. Bandung: Penerbit Pustaka.
ing Company.
Oemarjoedi, A. K. (2004). Pendekatan
Keefe, F.J., Dunsmore, J. & Burnett, R. Cognitive Behavior dalam Psikoter-
(1992).Behavioral and Cognitive api. Jakarta: Penerbit Creativ Media.
behavioral approaches to chronic
Pargament, K. I; Smith, B.W; Koenig, H.
pain: Recent advances and future
G; & Perez, L (1998). Patterns of
direction. Journal of Consulting and
Positif and Negative Religius Coping
Clinical Psychology, 60, 4, 528-536.
with Major Life Stressors. Journal for
Kimmel, D.C., (1980). Adulthood and the Scientific Study of Religion, 37,
Aging.An Interdiciplinary Develop- 710-742.
mental View.Second Edition.USA:
Rice, P. L. (1999). Stress and Health.
John Wiley and Sons, Inc.
New York: Brooks/Cole Publishing
Puji B., Siwi Tri (2010). Penderita HIV Company.
Meningkat. Republika Online. Diak-
Subuh, M. (2010).Gawat! Ada 1,6 juta Istri
ses 3 Desember 2010.
Rentan Tertular HIV/AIDS. Repub-
Leake, R., Friend, R., & Wadhwa, N. lika Online.Diakses 28 Desember
(1999). Improving Adjustment to 2010.
Chronic Illness Through Strategic
Wicaksono, W. (2003).Ketakutan Terha-
Self Presentation: An Experimental
dap Kematian Ditinjau dari Kebijak-
Study on Arenaldyalisis Unit. Health
sanaan dan Orientasi Religius pada
Psychology, 18 (1), 54-62.
Periode Remaja Akhir yang Bersta-
Maramis, M.M., & Nasrudin. (2007). Kon- tus Mahasiswa.Tesis (Tidak diterbit-
seling dan Tes Sukarela untuk Pen- kan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi
derita HIV/AIDS. Konseling, Dukun- UGM.

186 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3 No. 2 Desember 2011

View publication stats

Das könnte Ihnen auch gefallen