Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
net/publication/319937321
CITATIONS READS
3 1,255
3 authors, including:
Subandi Subandi
Universitas Gadjah Mada
14 PUBLICATIONS 51 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Subandi Subandi on 23 October 2017.
Deasy Irawati
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
E-mail: deasy_psikologi@yahoo.com
Subandi
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Retno Kumolohadi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia
ABSTRACT
This study was aimed to understand the effect of giving religious cognitive cognitive therapy in
reducing anxiety of death in people with HIV / AIDS. There are 8 woman with HIV / AIDS as subject.
The data was collected using a scale of anxiety about death, interviews and observation. The design
of the study is a pretest-posttest Control Group Design. Analysis of the study is a quantitative and
qualitative analysis. The research used Mann-Whitney test analysis to determine whether there is
influence of cognitive behavioral therapy in reducing anxiety to wards religiously death of people
with HIV / AIDS in the study group before and after being given the training provided the training.
Qualitative analysis are based on observations, interviews, and worksheets. The results of the pre-test
and post test anxiety on mortality suggests that there are differences in anxiety about the death after
being given training by the value Z = -2.309, p = 0.021, p <0.05. In the post test and follow-up of
research groups there are differences in anxiety about death with a value of Z = -2.323, p = 0.020,
p <0.05. The conclusion of this study is that there are differences in levels of anxiety towards death
on the subject after the follow-up study.
Key words: religious cognitive behavioral therapy, anxiety towards death, HIV / AIDS
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi kognitif perilaku religius dalam
menurunkan kecemasan terhadap kematian pada penderita HIV/AIDS. Subjek Penelitian berjumlah
8 orang penderita HIV/AIDS berjenis kelamin perempuan. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan skala kecemasan terhadap kematian, wawancara dan observasi. Rancangan penelitian
yang digunakan adalah Pretest-Posttest Control Group Design. Analisis penelitian yang digunakan
adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dengan uji hipotesis menggunakan analisis
uji Mann-Whitney untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh terapi kognitif perilaku religius dalam
menurunkan kecemasan terhadap kematian pada penderita HIV/AIDS pada kelompok penelitian
sebelum diberikan pelatihan dan setelah diberikan pelatihan. Analisis kualitatif dilakukan berdasarkan
hasil observasi, wawancara, lembar kerja. Hasil penelitian yaitu pada prates dan pascatest kecemasan
terhadap kematian menunjukkan bahwa ada perbedaan kecemasan terhadap kematian setelah
diberikan pelatihan dengan nilai Z = -2,309, p=0,021, p < 0,05. Pada pascates dan follow-up
kelompok penelitian terdapat perbedaan kecemasan terhadap kematian dengan nilai Z = -2,323, p
= 0,020, p < 0,05. Kesimpulan penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat kecemasan terhadap
kematian pada subjek penelitian setelah dilakukan follow-up.
Kata kunci: terapi kognitif perilaku religius, kecemasan terhadap kematian, penderita HIV/AIDS.
penyakit tambah banyak, obat yang kualitas hidup penderita HIV/AIDS seperti
diberi harus tambah banyak dan tambah pijat refleksi, meditasi, terapi, pemberian
keras dengan berbagai efek samping suplemen vitamin, dan olahraga
yang memperparah keadaan penderita, pernafasan.
ungkapan di atas sesuai dengan hasil Pemikiran dan perenungan terhadap
wawancara terhadap subjek prasurvei kematian sebenarnya bukanlah hal baru
yang dilakukan oleh peneliti. dalam sejarah manusia. Agama-agama
Gangguan kejiwaan yang memba- besar dan aliran kepercayaan terhadap
yangi penderita HIV/AIDS tersebut oleh Tuhan Yang Maha Esa selalu mengangkat
Djoerban (1999) dikelompokkan menjadi tentang tema kematian sebagai suatu
empat jenis gangguan, yaitu gangguan bagian yang sangat penting. Kematian
afektif seperti depresi berat, kemudian adalah kejadian penting dalam aspek
gangguan kecemasan menyeluruh, yang spiritualitas. Ia dipercaya sebagai suatu
ketiga keinginan untuk bunuh diri, dan kepastian (Q.S. 3:183, 21:34), dan pintu
yang terakhir gangguan otak organik yang menuju keabadian (Q.S. 29:64, 14:77,
mewujud bentuk delirium atau demensia 9:38) di mana kehidupan setelah kematian
primer yang disebabkan adanya infeksi adalah kehidupan yang kekal dan abadi.
oportunistik. Banyak faktor yang membuat
Menurut Green (2003), penyakit HIV/ seseorang takut mati. Ketakutan itu karena
AIDS dipandang sebagai penyakit yang manusia tidak mengetahui apa yang akan
belum ada obatnya dan selalu dikaitkan dihadapinya setelah kematian, karena
dengan proses kematian yang begitu menduga bahwa yang dimiliki sekarang
cepat. Padahal, kenyataannya penderita lebih baik dari yang akan didapatkan
HIV/AIDS dapat hidup sehat dalam nanti, karena membayangkan betapa sulit
kurun waktu yang sangat lama, bahkan dan pedih pengalaman mati dan sesudah
melebihi perkiraan jatah hidup penderita mati, karena khawatir memikirkan dan
yang hanya berkisar 5 sampai 10 tahun. prihatin menghadapi keluarga yang akan
Banyak cara yang dapat ditempuh supaya ditinggalkan, atau karena kurangnya
kualitas hidup dan kekebalan tubuh tidak pemahaman menghadapi makna hidup
berkurang dan penderita tidak termasuk dan mati, dan sebagainya, sehingga
dalam kelompok rentan terhadap menimbulkan perasaan takut dan cemas
serangan penyakit infeksi oportunistik dan dalam menghadapi kematian. Bond
depresi. Saat ini tersedia banyak bentuk (Wicaksono, 2003) menyatakan bahwa
pengobatan alternatif yang ditawarkan seseorang yang tidak menemukan
dan dapat dijadikan pengobatan alternatif tujuan atau kegunaan (purpose)
untuk meningkatkan sistem kekebalan, dalam kehidupannya, kematian akan
menjadi suatu pengalaman yang sangat Strategi yang efektif tentang kecemasan
mencemaskan, sedangkan Schaice dan terhadap kematian banyak dilakukan.
Willis (Wicaksono, 2003) berpendapat Salah satunya adalah mengembangkan
bahwa kecemasan terhadap kematian kebijakan dan religiositas individu, di
adalah suatu hal yang berkaitan dengan mana religiositas hampir selalu dikaitkan
berbagai faktor seperti usia, keyakinan dengan terciptanya kondisi psikologis
religius, dan tingkat di mana individu yang positif (psychological well being).
mempunyai kehidupan yang memuaskan. Termasuk juga di dalamnya adalah kece-
masan terhadap kematian.
Kecemasan yang berlebihan ter-
hadap kematian seringkali menimbulkan Menurut Leming (Wicaksono, 2003),
gangguan fungsi-fungsi emosional normal religiositas memiliki peran penting
manusia. Penelitian menunjukkan dalam menghalau kecemasan dan
keterkaitan positif antara kecemasan kecemasan yang terjadi sebagai akibat
terhadap kematian dengan gangguan dari ketidakpastian dan ketidaktahuan
emosional seperti neurotisme, depresi, yang dialami dalam hidup. Lebih jauh ia
gangguan psikosomatis (Feifel & berpendapat bahwa keyakinan religius
Nagy, 1981). Pentingnya penelitian memiliki hubungan yang negatif terhadap
terhadap kecemasan terhadap kematian kecemasan terhadap kematian, di mana
menyadarkan pada premis bahwa setiap orang yang memiliki motivasi religius
manusia akan mati. Selain itu, dampak yang tinggi akan memiliki kecemasan
negatif muncul dari kecemasan akan terhadap kematian yang rendah.
kematian ini banyak menimbulkan akibat Kehidupan religius atau keagamaan
yang seharusnya tak perlu terjadi. menurut Najati (1985) dapat membantu
Kenyataan bahwa HIV/AIDS ber- manusia dalam menurunkan kecemasan,
ujung pada kematian pastilah disadari kegelisahan, dan ketegangan. Sejalan
oleh setiap individu yang menderitanya. dengan pendapat di atas, Maududi dan
Kesadaran akan kematian diri sendiri Spink (Wicaksono, 2003) mengatakan
dapat memunculkan perasaan takut atau bahwa salah satu peran religiositas
cemas akan kematian (Adelbratt & Strang, adalah menimbulkan ketenangan kalbu,
2000). Padahal kecemasan terhadap sebab dalam diri setiap individu terdapat
kematian dapat memberikan dampak insting atau naluri yang disebut sebagai
negatif bagi individu. Beberapa penelitian religius insting, yaitu suatu naluri untuk
menunjukkan bahwa kecemasan terhadap meyakini dan mengadakan penyembahan
kematian memiliki hubungan yang menghadapi suatu kekuatan yang ada
signifikan dengan psychological distress di luar diri seorang individu. Naluri ini
(Templer dkk, dalam Chung & Easthope, kemudian mendorong seorang individu
2000). untuk mengadakan kegiatan-kegiatan religius.
Kelompok Eksperimen
Prates Pascates Follow-up
Nama
Skor Ketegori Skor Ketegori Skor Ketegori
KR 113 Tinggi 77 Sedang 86 Sedang
LT 96 Tinggi 91 Sedang 100 Sedang
FR 79 Sedang 48 Rendah 50 Rendah
IK 84 Sedang 60 Rendah 59 Rendah
diri sendiri, pada kondisi ini penderita psikiater atau disebut profesional, sebagai
HIV/AIDS merasa tidak berharga, bentuk kewenangan profesi, sebagaimana
sudah rusak, merasa tidak mampu lagi penelitian-penelitian yang dilakukan.
melakukan aktivitas, dan kehadirannya Bahkan pada beberapa keahlian
tidak diharapkan lagi. Kedua, pandangan mengharuskan pendidikan tambahan
negatif tentang dunia dan lingkungannya, setelah memperoleh kesarjanaannya,
pada kondisi ini penderita HIV/ seperti untuk menjadi seorang psikolog
AIDS memandang bahwa dunia dan atau psikiater harus mengikuti program
sekitarnya sebagai kelompok yang tidak pendidikan dan latihan tambahan yang
peka, menghukum, dan menyudutkan kompleks secara formal selama dua
keberadaan penderita sehingga penderita sampai enam tahun. Bahkan sebenarnya
HIV/AIDS melihat dunia secara pesimis untuk menjadi profesional di bidang
dan sinis. Ketiga pandangan negatif psikologi dibutuhkan kompensasi
tentang masa depan, pada kondisi ini sederajat doktor dengan spesialis psikologi
penderita menganggap masa depan klinis atau psikologi konseling. Mereka
sebagai sesuatu yang sia-sia dan tidak yang profesional memliki kemampuan
memberikan sedikitpun harapan, untuk mengurangi atau meringankan
selain itu penderita akan selalu berpikir ketidaknyamanan dan masalah-masalah
sampai disini tapi selalu berkelanjutan. psikologis.
Kecemasan kognitif merupakan sebuah Kepasrahan adalah salah satu strategi
kesulitan dalam konsentrasi, berpikir, dan yang dilakukan oleh subjek dalam
gangguan dalam berpikir atau distorsi menghadapi kematiannya. Memilih untuk
kognitif. pasrah merupakan salah satu bentuk
Kelebihan lain dari terapi ini adalah emotional-focused coping. Emotional-
dalam mekanisme pelaksanaannnya focused coping adalah strategi di mana
dapat dikembangkan sebagai suatu individu memilih untuk melepasan
bentuk strategi treatmen yang inovatif perasaan-perasaan negatif seperti marah,
dan hasilnya lebih efektif, efisien serta frustasi, serta cemas yang diakibatkan
menghemat biaya (Fairburn, dkk., 2002). suatu peristiwa (Rice, 1999). Jenis coping
Oemarjoedi (2004) menambahkan bahwa ini terlihat lebih menonjol ketika individu
tujuan terapi berpikir juga mengajak klien menyimpulkan bahwa hanya sedikit atau
untuk menentang pikiran (dan emosi) yang bahkan tidak terlihat sama sekali hal yang
salah dengan menampilkan bukti-bukti bisa dilakukan terhadap situasi tersebut.
yang bertentangan dengan keyakinan Situasi yang dihadapi subjek tidak bisa
mereka tentang masalah yang dihadapi. berubah. Biar bagaimanapun, statusnya
Proses pemberian terapi selama ini sebagai ODHA cepat atau lambat akan
biasanya diberikan oleh psikolog maupun mendatangkan kematian.
Adelbratt, S. & Strang, P. (2000). Death Fairburn, A. S., Wood C. H. & Fletcher C.
Anxiety In Brain Tumor Pattiens M. (2002) Variability in Answers to a
And Their Spouses. Palliative Medi- Questionnaire on Respiratory Symp-
cine. Vol 14, 499-507. Diunduh dari toms British. Journal of Preventive
http://proquest.umi.com/pqdweb? and Social Medicine, 13, 175-193.
Barrowclough, C., King, P., Colville, J., Froggatt, W. (2006). A Brief Introduc-
Russell, E., Burns, A., & Tarrier, N. tion to Cognitive-Behavior Therapy.
(2001). A Randomized Trial of the Journal Cognitive-Behavior Therapy.
Effectiveness of Cognitive-Behavior Diunduh dari http://www.rational.
Therapy and Supportive Counseling org.nz.
for Anxiety Sympton in Older Adults. Green, C.W. (2003). Pengobatan untuk
Journal of Counsulting and Clinical AIDS: Ingin Mulai? Jakarta: Yayasan
Psychology, 69 (5), 756-762. Spiritia.