Sie sind auf Seite 1von 54

DIAGNOSA ULTRASONOGRAFI

UNTUK MENDETEKSI KELAINAN PADA


ORGAN UROGENITALIA ANJING JANTAN (Canis lupus)

DIAH MUTIARA SAWITRI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
ABSTRACT

DIAH MUTIARA SAWITRI. Diagnostic Ultrasonography for Detection of


Urogenital Organ Abnormality in Male Dogs (Canis lupus). Supervised by DENI
NOVIANA and BUDHY JASA WIDYANANTA.

The purposed of this study was to detect and learn the diagnostic ultrasound
interpretation as supporting diagnosis for detection of urogenital organ
abnormality in male dogs. Two dimensional USG was used for the examination
of 13 male dogs. Based on those interpretations, 5 cases were renal abnormalities,
7 cases were bladder abnormalities, and 6 cases were prostate gland abnormalities.
Abnormalities on renal were extension of medulla, urolithiasis, and renal atrophy.
The extension of medulla was indicated by medulla and pelvis dilatation, also
disappearance of renal parenchyma. Sonograms of renal urolithiasis were shown
by hyperechoic mass with acoustic shadowing. Narrowing of medulla renal and
disappearance of cortex structure was characterized of renal atrophy sonogram.
Abnormalities on bladder were thickening wall and the existence of particles on
lumen of bladder. Alteration of wall thickness and increasing echogenicity were
sonogram profiles in the thickening of bladder wall cases. Sonograms of the
existence particles on bladder were characterized by hyperechoic particles like
sand that lies among urine. The hyperechoic particles will drift up or clump into
cloudy form when then the transducer being moved. Abnormalities on prostate
gland were hyperplasia and cyst. Prostate hyperplasia was shown by the
abnormality of size, margination, location, and echogenicity of prostate.
Sonogram of prostate cyst was shown by the existence of anechoic part in the
middle of prostate gland.

Key words: dog, echogenicity, male, ultrasonography, urogenital.


ABSTRAK

DIAH MUTIARA SAWITRI. Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi


Kelainan pada Organ Urogenitalia Anjing Jantan (Canis lupus). Dibimbing oleh
DENI NOVIANA dan BUDHY JASA WIDYANANTA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari kelainan-


kelainan organ urogenitalia pada anjing jantan melalui pemeriksaan USG sebagai
penunjang diagnosa. Pemeriksaan USG dilakukan terhadap 13 ekor anjing jantan
dengan menggunakan alat USG dua dimensi. Berdasarkan interpretasi tersebut
didapatkan 5 kasus kelainan pada ginjal, 7 kasus kelainan pada vesika urinaria,
dan 6 kasus kelainan pada kelenjar prostat. Kasus kelainan yang ditemukan pada
ginjal adalah perluasan medula ginjal, urolithiasis, dan atropi ginjal. Perluasan
medula ginjal ditandai dengan dilatasi medula dan pelvis renalis serta hilangnya
parenkim ginjal. Sonogram kasus urolithiasis ginjal menunjukkan massa
hyperechoic yang disertai dengan acoustic shadowing. Sonogram kasus atropi
dicirikan dengan penyempitan medula ginjal dan hilangnya struktur korteks.
Kelainan yang ditemukan pada vesika urinaria adalah penebalan dinding dan
adanya partikel-partikel dalam lumen vesika urinaria. Gambaran sonogram yang
terlihat pada kasus penebalan dinding vesika urinaria adalah perubahan ukuran
dan peningkatan echogenisitas. Sonogram kasus partikel vesika urinaria terlihat
dengan adanya benda-benda hyperechoic seperti butiran pasir yang melayang atau
membentuk gumpalan awan diantara urin bila transducer digerakkan. Kelainan
yang ditemukan pada kelenjar prostat adalah hiperplasia dan kista. Hiperplasia
prostat digambarkan dengan adanya perubahan ukuran, marginasi, lokasi, dan
echogenisitas dari kelenjar prostat. Sonogram kasus kista menunjukkan adanya
bagian anechoic di tengah kelenjar prostat.

Kata kunci: anjing, echogenisitas, jantan, ultrasonografi, urogenitalia.


DIAGNOSA ULTRASONOGRAFI
UNTUK MENDETEKSI KELAINAN PADA
ORGAN UROGENITALIA ANJING JANTAN (Canis lupus)

DIAH MUTIARA SAWITRI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Judul Skripsi : Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Kelainan pada Organ
Urogenitalia Anjing Jantan (Canis lupus)
Nama : Diah Mutiara Sawitri
NRP : B04104158

Disetujui

drh. Deni Noviana, Ph.D drh. Budhy Jasa Widyananta


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini


Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini tidak lepas
dari bantuan dan dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah
penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada:
1 Dr. drh. Deni Noviana dan drh. Budhy Jasa Widyananta beserta keluarga atas
ilmu, nasehat, saran, kritik, dan kesabarannya dalam membimbing penulis.
2 Dr. drh. Agus Wijaya, MSc selaku dosen penilai seminar dan Dr. drh. Amrozi
sebagai dosen penguji ujian akhir atas saran dan perbaikannya.
3 Dr. drh. Hj. Gunanti S, MS selaku pembimbing akademik.
4 Mas Ulum, Kak Yoli, Kak Riki, Pak Katim, Pak Taryono, dan seluruh staf di
Laboratorium Radiologi Bagian Bedah dan Radiologi KRP FKH IPB atas
segala bantuan baik tenaga maupun pikiran selama penelitian.
5 Dokter-dokter hewan dan staf di Rumah Sakit Hewan Pendidikan IPB, Rumah
Sakit Hewan Jakarta, Klinik My Vets Kemang, Klinik NtoN Bumi Serpong
Damai, SAMAPTA POLRI, dan Klinik Fatmawati.
6 Rekan-rekan sepenelitian (Sabrina, Melka, dan Yanti) dengan semangat serta
kerjasamanya selama penelitian dan penyusunan skripsi.
7 Mama, papa, Kiki, Uti, mama Nana serta seluruh keluarga yang selalu berdoa
dan membantu penulis untuk meraih cita-citanya.
8 Asteroidea 41 yang terbaik dan teristimewa khususnya kelas R (Lorenk, Indra,
Yuyu, Dian, Mones, Aqi, dll) serta teman-teman Satlierz untuk perjuangan
dan kenangan yang akan tetap ’lestari’ bagi penulis.
9 Sahabat-sahabatku tersayang Eva, Chipo, Nina, Bibin, Cechy, Nini, Dinul, dan
Kombo atas empat tahun yang penuh tangis dan tawa.
Semoga penyusunan skripsi ini tidak membuat penulis lupa dan berhenti
belajar serta dapat bermanfaat bagi kita semua.

Agustus 2008

Diah Mutiara Sawitri


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 30 Desember 1986 sebagai putri


bungsu dari pasangan Hen Suhendar dan Sudarwati. Tahun 2004 penulis lulus
dari SMA Negeri 2 Bekasi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB
melalui jalur SPMB. Penulis memilih dan diterima menjadi mahasiswa jurusan
Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota Veterinary
English Club, Veterinary Japanese Club serta Himpunan Minat Profesi Hewan
Kesayangan dan Satwa Aquatik. Selain itu, penulis aktif di Himpunan Minat
Profesi Satwaliar sebagai Ketua Cluster Carnivora dan Divisi Pedidikan pada
tahun 2005-2007 serta menjadi Bendahara dan Tim Teater Komunitas Seni Steril
pada tahun 2005-2006.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
Latar Belakang ....................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3
Deskripsi dan Karakteristik Anjing (Canis lupus) ................................... 3
Anatomi Sistem Urogenitalia pada Anjing Jantan ................................... 5
Ginjal ............................................................................................ 6
Ureter ............................................................................................ 7
Vesika Urinaria .............................................................................. 8
Testis dan epididimis ..................................................................... 9
Kelenjar Prostat ............................................................................. 9
Uretra ............................................................................................ 10
Penyakit-Penyakit Klinis Organ Urogenitalia Anjing Jantan ................... 10
Urolithiasis .................................................................................... 11
Nefritis .......................................................................................... 11
Hidronefrosis ................................................................................. 12
Kista Ginjal ................................................................................... 13
Cystitis ........................................................................................... 13
Hiperplasia Prostat ......................................................................... 14
Kista Prostat .................................................................................. 14
Ultrasonografi (USG) ............................................................................. 15
Prinsip Dasar USG ........................................................................ 15
Interaksi Ultrasound dengan Jaringan ............................................ 15
Tipe Transducer atau Probe .......................................................... 16
Karakteristik Gelombang Suara ..................................................... 16
Prinsip Interpretasi Sonogram ........................................................ 17
Teknik Pengambilan Gambar ................................................................. 18
Normal Ultrasonografi Organ Urogenitalia Hewan Kecil ........................ 19
Ginjal ............................................................................................ 19
Vesika Urinaria .............................................................................. 20
Kelenjar Prostat ............................................................................. 21
Testis ............................................................................................. 21
BAHAN DAN METODE .............................................................................. 23
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 23
Alat Penelitian ........................................................................................ 23
Bahan Penelitian .................................................................................... 24
Metode Penelitian .................................................................................. 24
Pengambilan Gambar ..................................................................... 24
Interpretasi Sonogram .................................................................... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 25
Kelainan pada Ginjal .............................................................................. 25
Kasus Perluasan Medula Ginjal ..................................................... 26
Kasus Urolithiasis dan Atropi Ginjal .............................................. 29
Kelainan pada Vesika Urinaria ............................................................... 31
Kasus Penebalan Dinding Vesika Urinaria ..................................... 32
Kasus Partikel Vesika Urinaria ...................................................... 34
Kelainan pada Kelenjar Prostat ............................................................... 36
Kasus Hiperplasia Prostat .............................................................. 36
Kasus Kista Prostat ........................................................................ 39
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 40
Simpulan ................................................................................................ 40
Saran ...................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 41
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Kasus-kasus kelainan yang didapat pada ginjal ........................................... 25
2 Kasus-kasus kelainan yang didapat pada vesika urinaria ............................. 31
3 Kasus-kasus kelainan yang didapat pada kelenjar prostat ............................ 36
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Anatomi sistem urogenitalia anjing jantan ................................................ 5
2 Tiga zona penerimaan pada sonogram ....................................................... 17
3 Perbandingan ukuran panjang ginjal dengan bobot badan ......................... 19
4 Sonogram ginjal normal ........................................................................... 19
5 Sonogram vesika urinaria normal ............................................................. 20
6 Sonogram kelenjar prostat normal ............................................................ 21
7 Sonogram testis normal ............................................................................ 22
8 Alat USG dua dimensi dan transducer ...................................................... 23
9 Arah transducer terhadap tubuh yaitu sagital, transversal, dan dorsal ....... 24
10 Sonogram ginjal dengan arah dorsal tepat memotong pelvis renalis .......... 26
11 Pemeriksaan ginjal dengan arah dorsal pada kasus perluasan medula ....... 27
12 Sonogram ginjal dengan arah transducer transversal pada kasus
perluasan medula ginjal ............................................................................. 27
13 Sonogram ginjal dengan urolith ginjal pada pengambilan arah sagital ...... 29
14 Sonogram ginjal pada kasus urolithiasis dan atropi ginjal ......................... 30
15 Sonogram kasus penebalan dinding vesika urinaria .................................. 32
16 Sonogram vesika urinaria yang mengarah ke diagnosa neoplasia dengan
arah transducer sagital .............................................................................. 33
17 Sonogram penebalan dinding vesika urinaria disertai edema dengan arah
transducer sagital .................................................................................... 33
18 Sonogram vesika urinaria dengan arah transducer sagital kasus partikel
pada lumen vesika urinaria ...................................................................... 34
19 Sonogram vesika urinaria dengan arah transducer sagital saat
pembentukan sedimen ............................................................................. 35
20 Sonogram kelenjar prostat pada kasus hiperplasia prostat ......................... 37
21 Perbandingan ukuran kelenjar prostat dengan besar vesika urinaria .......... 37
22 Sonogram kelenjar prostat dengan arah transducer sagital ........................ 38
23 Sonogram kelenjar prostat dengan arah transducer sagital pada kasus
kista intraprostat ...................................................................................... 39
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Selama ribuan tahun, manusia dan anjing hidup bersama dan saling
menguntungkan. Lambat laun hubungan tersebut berkembang, hingga sekarang
minat masyarakat untuk memelihara anjing sebagai hewan kesayangan semakin
meningkat (Larkin & Stockman 2007). Peningkatan ini sejalan pula dengan
meningkatnya kesadaran pemilik akan pentingnya kesehatan hewan
kesayangannya.
Salah satu penyakit yang sering menyerang anjing adalah kelainan pada
organ sistem urogenitalia. Baik hewan jantan maupun betina merupakan subjek
bagi penyakit tersebut namun kelainan sistem urinaria lebih sering terjadi pada
hewan jantan. Hal ini dikarenakan struktur anatomi organ urinaria hewan jantan
yang lebih panjang dengan diameter lebih kecil (Confer & Panciera 1995).
Berdasarkan nomenklatur, organ-organ sistem urinaria dan sistem genitalia berada
dalam satu saluran yang disebut sebagai apparatus urogenitalis. Ketentuan
tersebut didasari karena adanya kemiripan beberapa elemen pada kedua sistem
tersebut yaitu bagian intermediate mesoderm dan bagian pembatas dari selomic
epithelium. Selain itu, baik sistem urinaria maupun sistem genitalia mengeluarkan
produknya melalui saluran yang sama. Bagian yang sering digunakan untuk
mengeluarkan produk tersebut terbatas pada uretra pada hewan jantan dan
vestibula pada hewan betina (Dyce et al. 2002). Akibatnya kelainan pada sistem
urinaria dapat diikuti dengan kelainan pada sistem genitalia dan begitu pula
sebaliknya. Karena hal inilah, dokter hewan dituntut untuk dapat mendiagnosa
suatu penyakit hewan secara cepat dan akurat.
Saat ini sudah banyak diciptakan teknologi atau teknik penunjang yang
dapat membantu penegakan diagnosa suatu penyakit, antara lain Roentgenografi,
Computed Tomography (CAT scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI),
fluoroskopi, biopsi, dan ultrasonografi (USG) (Bartges et al. 2007).
Ultrasonografi telah berkembang pesat dan diterima oleh para praktisi profesi
dokter hewan dalam membantu penegakan diagnosa dan selama 15 tahun terakhir
banyak praktisi yang telah memiliki peralatan USG. Di negara-negara maju
pengetahuan dasar mengenai USG sudah diajarkan kepada mahasiswa kedokteran
hewan dan para praktisi yang menghadiri forum pendidikan berkelanjutan untuk
meningkatkan kemampuan interpretasi USG disamping alat penunjang diagnosa
lainnya (Widmer et al. 2004).
Ultrasonografi merupakan teknik yang cepat serta bersifat non radiasi
ionisasi dan non invasive. Pertama kali digunakan untuk mendiagnosa
kebuntingan namun sekarang telah banyak digunakan dalam mendiagnosa
penyakit terutama dalam pencitraan organ-organ jaringan lunak. Belum pernah
ada laporan yang menyatakan efek negatif dari USG, prinsipnya adalah
penggunaan yang tepat dan benar namun dalam penggunaanya tetap diperlukan
pengawasan dan kehati-hatian. Pada percobaan in vitro penggunaan ultrasound
dengan intensitas yang sangat tinggi memang dapat menyebabkan kerusakan
DNA dan kegagalan pertumbuhan sel. Akan tetapi diagnosa ultrasonografi
menggunakan prinsip pulse-echo total exposure pada jaringan tubuh dengan
intensitas sangat rendah dan aman sehingga aman baik bagi operator maupun
pasien (Barr 1990).
Widmer et al. (2004) menyatakan, bahwa pemeriksaan organ-organ sistem
urogenitalia dapat dilakukan dengan USG abdominal bersamaan dengan evaluasi
gejala klinis yang terlihat. Oleh karena itu, penggunaan USG sangat dibutuhkan
dalam mendiagnosa penyakit pada organ sistem urogenitalia karena USG
merupakan salah satu alat pendukung diagnosa yang dapat diandalkan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari kelainan-
kelainan organ urogenitalia pada anjing jantan melalui pemeriksaan USG sebagai
penunjang diagnosa.
TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi dan Karakteristik Anjing (Canis lupus)


Manusia dan anjing memiliki hubungan mutualisme yang baik selama
ribuan tahun. Hubungan tersebut berkembang sehingga saat ini tumbuh rasa saling
ketergantungan diantara keduanya (Larkin & Stockman 2007). Anjing merupakan
keturunan dari serigala yang telah mengalami evolusi dan domestikasi. Selama
proses domestikasi itulah, anjing telah melewati seleksi alam sehingga memiliki
kemampuan berinteraksi dengan cara yang unik kepada manusia (Hare et al.
2002). Saat ini anjing tidak hanya dimanfaatkan sebagai hewan pekerja dan
penjaga saja namun fungsinya sudah meluas termasuk menjadi asisten bagi
individu tertentu misalnya seseorang dengan gangguan penglihatan atau
pendengaran (Aiello & Bukowski 2007). Taksonomi anjing menurut Linnaeus
(1758) sebagai berikut,
Kingdom : Animalia
Superphylum : Deuterostomia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Infraphylum : Gnathostomata
Superclass : Tetrapoda
Class : Mammalia
Ordo : Carnivora
Subordo : Feliformia
Family : Canidae
Subfamily : Caninae
Genus : Canis
Spesies : Canis lupus
Terdapat berbagai variasi bentuk dan ukuran anjing tergantung pada rasnya.
Ras terkecil memiliki kisaran bobot badan sekitar 5-10 lb (2.3-4.5 kg), ras sedang
dengan bobot badan 10-50 lb (4.5-23 kg), ras besar dengan bobot badan 65-100 lb
(30-45 kg), dan terakhir ras raksasa yang dapat mencapai bobot badan hingga 200
lb (91 kg). Ukuran jantan biasanya lebih besar daripada betina. Dengan
metabolisme yang tinggi, rata-rata temperatur tubuh anjing 102 °F (38.9 °C),
frekuensi denyut jantung 70-120 kali per menit, dan frekuensi napas 18-34 kali
per menit. Anatomi dan struktur rambut pada anjing bertindak sebagai penyekat
menyebabkan anjing lebih mudah untuk menyimpan panas daripada
mengeluarkan panas tersebut. Dalam kondisi lingkungan yang panas pendinginan
secara evaporasi lebih efektif dilakukan karena anjing tidak mempunyai kelenjar
keringat sehingga sebagian besar panas dikeluarkan melalui panting (Aiello &
Bukowski 2007).
Siklus reproduksi pada betina terdiri dari 4 fase, yaitu fase proestrus, estrus,
diestrus, dan anestrus. Estrus pertama terjadi pada umur sekitar 6-15 minggu
tergantung ukuran tubuh. Ras berukuran besar cenderung estrus lebih lambat.
Anjing jantan tidak memiliki siklus reproduksi, hanya merespon estrus pada
betina (Aiello & Bukowski 2007).
Anjing memiliki lima panca indera meskipun dengan derajat kesensitifan
yang berbeda. Beberapa indera berkembang luar biasa sensitif dibandingkan
indera lainnya (Aiello & Bukowski 2007). Anjing memiliki penglihatan total
250-290° dengan 80-110° diantaranya merupakan penglihatan tumpang tindih
yang jauh lebih sempit daripada penglihatan kucing dan manusia (Meadows &
Flint 2006). Terdapat keistimewaan dari mata anjing, yaitu adanya membran
niktitan yang sering disebut sebagai kelopak mata ketiga. Berfungsi melindungi
dari goresan dan merespon inflamasi. Dengan keterbatasan tersebut, indera
pencium dan pendengaran anjing berkembang lebih sensitif. Anjing mampu
mendengar rata-rata 4 kali lebih baik (Aiello & Bukowski 2007) dengan
kemampuan penciuman 1000-100000 kali lipat dari penciuman manusia (Houpt
1998).
Anjing termasuk hewan karnivora. Sistem pencernaannya, dari mulut
hingga usus halus dan usus besar dirancang khusus untuk memakan daging. Gigi
anjing lebih diadaptasikan untuk mengoyak makanan daripada untuk mengunyah.
Makanan diperlukan sebagai sumber energi, sumber panas, material untuk tumbuh
dan perbaikan tubuh, dan sebagai substansi pendukung aktifitas (Larkin &
Stockman 2007). Rumus gigi anjing dewasa adalah I 6/6, C2/2, PM 8/8, dan M
4/6 (Aiello & Bukowski 2007).
Anatomi Sistem Urogenitalia Anjing Jantan
Sistem urogenitalia atau apparatus urogenitalis (Gambar 1) sering
digunakan untuk menyebut sistem urinaria dan sistem genitalia karena kedua
sistem ini berasal dari bagian yang sama pada proses pembentukan embrio.
Proses pembentukan ini menyebabkan beberapa bagian pada kedua sistem
memiliki kesamaan struktur fungsional namun organ-organ urinaria lebih dahulu
terbentuk (Evans & Christensen 1993). Sistem urinaria terdiri dari sepasang
ginjal yang memproduksi urin; dua ureter dari masing-masing ginjal yang
membawa urin menuju vesika urinaria; vesika urinaria sebagai tempat
menampung, menyimpan, dan melepaskan urin; serta uretra yang berfungsi
membuang urin dari tubuh (Colville J 2002).

Keterangan:
H A Testis
I B Duktus epididmis
C Vesika urinaria
D Ureter
E Uretra
F Pelvis
G Ginjal
H Ampula
I Kelenjar prostat

Gambar 1 Anatomi sistem urogenitalia anjing jantan (Lawhead & Baker 2005)

Sistem ini berfungsi membersihkan sisa metabolisme dari proses perubahan


makanan menjadi energi serta menjaga keseimbangan air dan elektrolit dalam sel
tubuh. Selain itu, sistem ini juga memproduksi hormon yang berperan penting
dalam mempertahankan tekanan darah, produksi sel darah, absorbsi elektrolit, dan
memproses vitamin D (Bartges et al. 2007). Beberapa contoh metabolit yang
dibersihkan adalah karbondioksida dan air hasil metabolisme karbohidrat dan
lemak; nitrogen (terutama urea) hasil metabolisme protein; garam empedu dan
pigmen hasil pemecahan sel darah merah; serta berbagai jenis garam dari jaringan
yang rusak dan sisa zat yang berlebih (Colville J 2002).
Sistem genitalia jantan terdiri dari sepasang gonad yaitu testis yang
memproduksi sel gamet jantan (sperma) dan hormon; saluran genitalia masing-
masing terdiri dari epididimis dan duktus deferens yang menyalurkan sekresi
eksokrin dari testes ke uretra; sederet kelenjar asesoris yang berkontribusi penting
terhadap semen; uretra yang memanjang dari vesika urinaria sampai ke ujung
bebas penis sebagai lintasan urin dan semen; penis sebagai alat kopulasi yang
mendepositkan semen ke saluran genitalia betina; dan adaptasi kulit yaitu skrotum
dan preputium yang berkembang seiring dengan perkembangan testes dan penis
(Dyce et al. 2002). Secara umum, fungsi sistem genitalia hewan jantan adalah
memproduksi hormon reproduksi dan spermatozoa kemudian mengantarkan
spermatozoa ke sistem genitalia betina (Colville T 2002).

Ginjal
Ginjal (kidney atau renal dalam bahasa Inggris) berasal dari bahasa Yunani
yaitu nephr- atau nephro- dan bahasa Latin yaitu ren atau reno-. Umumnya pada
hewan domestik, kecuali babi, ginjal kanan terletak lebih kranial daripada ginjal
kiri, berwarna merah kecoklatan dengan permukaan yang halus. Lapisan lemak
tebal yang mengelilingi ginjal disebut sebagai lemak perirenal berfungsi
melindungi ginjal dari tekanan organ-organ sekitarnya. Masing-masing ginjal
memiliki ujung kranial-kaudal, batas medial-lateral, dan permukaan dorsal-ventral
(Evans & Christensen 1993). Ginjal terletak di dorsal abdomen berada di sisi
kanan dan kiri dari tulang belakang diantara peritoneum dan otot-otot di sekitar
tulang punggung. Maka secara teknis ginjal berlokasi pada rongga retroperitoneal
(Lawhead & Baker 2005).
Jaringan ginjal terdiri dari ribuan unit fungsional yang disebut nefron.
Setiap nefron terdiri dari glomerulus, kapsula Bowman, tubulus proksimal, loop
Henle, tubulus distal, serta saluran pengumpul dan pembuluh darah (West 1995;
Acland 1995). Bila ginjal dibagi dua dari atas ke bawah, dua daerah utama yang
dapat digambarkan adalah korteks di bagian luar dan medula di bagian dalam.
Medula ginjal terbagi menjadi beberapa massa jaringan berbentuk kerucut yang
disebut piramida ginjal. Dasar dari setiap piramida dimulai pada perbatasan
antara korteks dan medula serta diakhiri papila yang menonjol ke dalam pelvis
renalis (Guyton & Hall 1997).
Ginjal berperan penting dalam memproduksi urin sebagai cairan yang
memfasilitasi pembuangan material metabolit dari tubuh. Dalam proses
pembentukan urin, ginjal membantu homeostasis tubuh dengan memanipulasi
komposisi plasma darah. Dengan demikian ginjal dapat mengatur keseimbangan
asam-basa dan cairan elektrolit tubuh. Jika ginjal gagal membuang substansi dari
plasma, maka konsentrasi material tertentu pada cairan plasma bisa meningkat ke
level toksik dan dapat menyebabkan kematian (Colville J 2002).
Pada anjing besar serta hewan lain dengan ukuran yang sama, 1000-2000
liter darah mengalir melalui ginjal setiap harinya. Kira-kira 200-300 liter dari
tersebut cairan tersebut direduksi dengan cara reabsorbsi sehingga hanya 1-2 liter
urin yang tersisa untuk dibuang. Selain itu, ginjal memiliki fungsi endokrin
berupa produksi dan sekresi hormon renin dan eritropoietin. Renin memegang
peranan penting sebagai pengatur regulasi tekanan sistem sirkulasi darah
sedangkan eritropoietin berperan penting pada proses eritropoiesis (Dyce et al.
2002).

Ureter
Setiap ginjal memiliki saluran yang disebut sebagai ureter. Ureter
merupakan lanjutan pelvis renalis yang keluar dari ginjal melalui hilus dan
kemudian membawa urin menuju vesika urinaria. Ureter memiliki tiga lapisan,
yaitu lapisan luar fibrosa, lapisan otot halus di bagian tengah, dan lapisan dalam
berupa epitel transisional (Colville J 2002). Otot-otot tersebut melakukan gerakan
berupa kontraksi peristaltik yang membantu pergerakan urin menuju vesika
urinaria. Ureter masuk menuju vesika urinaria dalam posisi oblique. Bagian
ureter yang menyusup diantara dinding vesika urinaria mencegah urin mengalir
kembali ke dalam ureter bila tekanan vesika urinaria meningkat (Dyce et al.
2002).
Diameter ureter sekitar 0.6-0.9 cm dalam keadaan terisi urin sedangkan
panjangnya tergantung kepada ukuran tubuh hewan. Panjang rata-rata ureter
antara 12-16 cm pada anjing dengan bobot badan 35 lb (16 kg). Ureter sebelah
kanan sedikit lebih panjang daripada ureter sebelah kiri karena posisi ginjal yang
lebih kranial dari ginjal kanan. Pada hewan jantan, ureter berjalan di dorsal
pembuluh darah spermaticus internus kemudian melintangi duktus deferens,
kurang lebih 2 cm dari pertautan duktus deferens dan leher vesika urinaria (Evans
& Christensen 1993).

Vesika Urinaria
Vesika urinaria merupakan organ musculomembranous yang sangat
bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan posisi. Variasi tersebut tergantung pada
volume urin di dalamnya. Kapasitas vesika urinaria pada anjing dengan bobot
badan 25 lb (11 kg) diperkirakan dapat menampung urin sekitar 100-120 ml.
Dalam keadaan berelaksasi, diameter vesika urinaria berukuran 17.5 cm dengan
panjang 18 cm. Diameter tersebut akan bertambah 2 cm dan panjangnya
bertambah 3.2 cm ketika berkontraksi (Evans & Christensen 1993). Pada
beberapa hewan, vesika urinaria terletak di pelvis namun pada anjing dan kucing
vesika urinaria terletak di rongga abdomen (West 1995).
Dua komponen utama vesika urinaria adalah badan dan leher vesika
urinaria. Badan vesika urinaria berada tepat di bawah orifissium ureteralis
sedangkan lehernya meliputi bagian trigonal, uretheralvesical junction, deep
detrusor, dan anterior dinding vesika urinaria. Vesika urinaria merupakan organ
otot polos berbentuk kantung yang dilapisi oleh membran mukosa serta peritoneal
serosa dan fascia pada bagian luar (Andersson & Arner 2004).
Terlihat dan bekerja seperti balon, vesika urinaria dilapisi oleh epitel
transisional (Colville J 2002). Epitel ini menyebabkan vesika urinaria memiliki
kemampuan yang dapat meregang fleksibel apabila terisi urin. Dalam keadaan
tidak terisi urin, epitel transisional ini nampak seperti lapisan tebal terdiri dari 7-8
lapisan sel sedangkan dalam keadaan terisi urin epitel yang sama terlihat hanya
terdiri dari dua lapisan sel epitel. Epitel tersebut berfungsi untuk mencegah
kebocoran urin ke jaringan atau organ dibawahnya (Lawhead & Baker 2005).
Vesika urinaria mempunyai dua fungsi utama, yaitu menampung dan
mengeluarkan urin. Proses penampungan urin memerlukan tekanan rendah
bersamaan dengan relaksasi otot selama fase pengisian. Pada proses pengeluaran
urin diperlukan koordinasi antara kontraksi vesika urinaria dengan relaksasi
uretra. Bila ada penyimpangan fungsi dapat menyebabkan kelemahan dan
pengeluaran urin yang tidak sempurna (Andersson & Arner 2004). Proses
pengeluaran urin dari vesika urinaria melalui uretra ke luar tubuh dikenal sebagai
urinasi. Proses ini melibatkan 3 tahapan, tahap pertama adalah akumulasi urin
dalam vesika urinaria, tahap kedua yaitu kontraksi otot, dan kontrol otot spincter
sebagai tahap terakhir (Colville J 2002).

Testis dan Epididimis


Testis atau kelenjar reproduksi jantan berbentuk oval dan berlokasi di dalam
skrotum (Evans & Christensen 1993) di luar rongga perut (Colville T 2002). Pada
anjing dengan bobot badan 25 lb (11 kg), testis memiliki rata-rata panjang 3 cm
dan lebar 2 cm serta bobot 8 gram. Pada posisi normal, testis dalam keadaan
oblique dengan panjangnya menghadap dorsokaudal. Epididimis terletak
dorsolateral di permukaan testis, kauda epididimis berada di ujung kaudal testis
dan kaput epididimis di ujung kranial (Evans & Christensen 1993).
Testis memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai tempat terjadinya
spermatogenesis dan menghasilkan hormon. Spermatogenesis adalah proses
produksi spermatozoa atau sel reproduksi jantan di tubulus seminiferus. Diantara
tubulus seminiferus terdapat sel interstisial yang memproduksi hormon reproduksi
jantan yaitu androgen. Pada prinsipnya androgen menghasilkan testosteron yang
bertanggungjawab dalam perkembangan karakteristik seksual sekunder seperti
bentuk tubuh dan libido jantan. Testosteron juga memiliki efek sebagai anabolik
general (pembangun protein) yang meningkatkan perkembangan otot dan tulang
yang memberi bentuk dan ukuran pada hewan jantan (Evans & Christensen 1993).

Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat merupakan struktur tunggal yang menutupi seluruh atau
sebagian uretra. Kelenjar prostat menyelimuti bagian proksimal uretra hewan
jantan pada leher vesika urinaria. Kelenjar ini merupakan satu-satunya kelenjar
aksesoris sistem genitalia jantan pada anjing. Prostat berkembang dari asal yang
sama dengan pelvis uretra yang terbentuk ketika fetus mencapai umur 6 minggu.
Ukuran dan berat kelenjar prostat bervariasi tergantung dari umur, ras, dan bobot
badan. Secara umum, prostat pada anjing mengalami pembesaran progresif
seiring pertambahan umur (Evans & Christensen 1993).
Rektum membatasi prostat di bagian dorsal sedangkan bagian ventral
dibatasi oleh simpisis pubis dan dinding abdomen. Prostat mensekresikan sitrat,
laktat, kolesterol, dan beberapa enzim. Sekresi tersebut penting untuk mendukung
kondisi optimum bagi ketahanan dan motilitas sperma. Tidak seperti pada hewan
lainnya, kelenjar prostat anjing tidak menurunkan suplai glukosa pada semen
(Evans & Christensen 1993). Saluran-saluran kecil membawa sekresi kelenjar
prostat dan menyalurkannya ke dalam uretra (Colville T 2002).

Uretra
Uretra pada hewan jantan memiliki dua fungsi. Sebagai bagian dari sistem
urinaria, uretra berfungsi menyalurkan urin dari vesika urinaria keluar tubuh.
Ketika ejakulasi terjadi aliran urin terhenti sementara, sebaliknya spermatozoa
dari duktus deferens dan sekresi dari kelenjar prostat memasuki uretra kemudian
dipompa keluar sebagai semen. Proses ejakulasi ini merupakan fungsi uretra
sebagai bagian dari sistem genitalia (Colville T 2002).
Uretra terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian pelvis (pars pelvina) dan
bagian cavernous (pars spongiosa). Pars pelvina dibagi lagi menjadi bagian pre-
prostatik dan bagian prostatik. Bagian prostatik merupakan uretra yang melalui
kelenjar prostat. Dinding uretra prostatik tersusun dari beberapa lapis otot polos
longitudinal. Pars spongiosa adalah bagian uretra yang merupakan sambungan
dari stratum spongiosum pars pelvina yang terletak di pelvis (Evans &
Christensen 1993).

Penyakit-Penyakit Klinis Organ Urogenitalia Anjing Jantan


Pemeriksaan USG pada sistem urinaria dilakukan apabila terjadi kelainan
pada saluran urinaria atas yaitu ginjal dan ureter serta saluran urinaria bawah yaitu
vesika urinaria dan ureter. Dari hasil pemeriksaan USG ini dapat diperoleh
informasi adanya perubahan-perubahan, baik perubahan ukuran, bentuk, lokasi,
struktur, maupun konstruksi internal organ (Widmer et al. 2004) sedangkan
pemeriksaan USG untuk sistem genitalia meliputi pemeriksaan testis dan prostat.
Penyakit-penyakit klinis organ urogenitalia yang sering dijumpai pada hewan
kecil khususnya hewan jantan, antara lain

Urolithiasis
Urolithiasis merupakan batu, biasa dikenal sebagai kalkuli atau urolith yang
terbentuk karena mineral dalam urin mengendap menjadi kristal-kristal kecil.
Urolith tersebut dapat berada dimana saja dalam sistem urinaria, baik dalam
ginjal, ureter, vesika urinaria, maupun uretra. Ada beberapa bentuk tipe urolith,
tiap-tiap bentuk berasal dari kombinasi kompleks berbagai mineral dan
berkembang hanya pada keadaan tertentu (Bartges et al. 2007). Urolith yang
biasa ditemukan pada hewan domestik merupakan kombinasi dari beberapa
garam, asam organik atau asam anorganik, atau material lain seperti sistin atau
xanthine, struvit (amoniomagnesium fosfat heksahidrat), karbonat, silika, urat, dan
benzokoumarin (Confer & Panciera 1995).
Berdasarkan penelitian pada tahun 1990, kristal kalsium oksalat (CaOx)
merupakan mineral yang paling banyak ditemukan pada kasus urolithiasis (Grover
et al. 2007). Urolith dapat ditemukan di pelvis renalis, ureter, dan saluran urinaria
bagian bawah. Urolith pelvis renalis biasanya memiliki bentuk dan ukuran sesuai
bentuk dari kaliks ginjal. Urolith vesika urinaria dapat terbentuk satu atau lebih
dengan variasi yang lebih beragam antara 2-10 mm. Ada pula yang berupa
butiran pasir halus sehingga terlihat seperti gumpalan awan pada urin.
Urolihtiasis menyebabkan obstruksi dan trauma pada mukosa saluran urinaria.
Ditandai dengan atau tanpa hematuria dan rasa sakit ketika urinasi. Pada hewan
jantan, disuria dapat menyertai urolith berukuran besar namun obstruksi saluran
urinaria biasanya terjadi karena adanya urolith berukuran kecil di dalam uretra
(Confer & Panciera 1995).

Nefritis
West (1995) membedakan nefritis menjadi tiga bentuk, yaitu nefritis akut
atau subakut, nefritis kronis, dan nefritis purulenta. Mendiagnosa bentuk nefritis
sangat sulit karena gejala klinis antara ketiganya sulit dibedakan. Nefritis akut
adalah inflamasi pada seluruh atau sebagian jaringan ginjal dan merupakan
nefritis yang paling sering menyerang hewan. Nefritis akut dan subakut
umumnya dihubungkan dengan Leptospirosis khususnya infeksi oleh Leptospira
canicola. Predisposisi sangat jarang namun bila ada kemungkinan besar karena
ekspos dingin, kondisi yang lembab, dan sistem imun yang rendah. Gejala klinis
berupa depresi, tidak mau makan, haus, muntah, dan kifosis. Disertai demam dan
kadang-kadang dapat ditemukan ulkus di mulut.
Nefritis kronis merupakan kelanjutan dari bentuk akut atau nefritis yang
tidak terdeteksi sebelumnya. Anjing yang telah terserang nefritis memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapat serangan kembali. Nefritis kronis
biasanya terjadi pada anjing dewasa atau tua. Nefritis purunlenta merupakan
kondisi yang ditunjukkan dengan terjadinya abses pada salah satu atau kedua
ginjal. Semua spesies dapat terkena kondisi tersebut. Nefritis purulenta
disebabkan oleh organisme pyogenik yang memiliki akses ke dalam ginjal baik
melalui aliran darah maupun melalui ureter dari vesika urinaria (West 1995).

Hidronefrosis
Hidronefrosis disebabkan karena distensi progresif dari pelvis renalis yang
disertai atropi parenkim ginjal sekunder sehingga menyebabkan obstruksi pada
kebanyakan hewan. Obstruksi biasanya terjadi unilateral serta dapat terjadi secara
menyeluruh atau sebagian dari ginjal atau ureter (Bercovitch 1997; Green 1997).
Hidronefrosis kemungkinan merupakan tahap dalam kejadian nefritis dan
melibatkan kerusakan tubulus ginjal. Hal tersebut menyebabkan defek pada
proses filtrasi ginjal sehingga albumin terekskresi ke dalam urin. Hidronefrosis
dapat disebabkan oleh keracunan garam logam berat dan macam-macam toksin
lainnya, atau merupakan kelanjutan dari penyakit lain (West 1995).
Kausa hidronefrosis adalah urolith, neoplasia, penyakit retroperitoneal,
trauma, radioterapi, atau paska pembedahan ureter. Bilateral hidronefrosis jarang
terjadi, bila terjadi merupakan kausa sekunder dari kelainan pada trigonal vesika
urinaria, kelenjar prostat atau uretra. Kejadian pada anjing lebih banyak daripada
kucing. Gejala klinis yang dapat ditemukan adalah anoreksia, lemah, polidipsia,
poliuria, hematuria, dan pada hidronefrosis bilateral biasanya menyebabkan
uremia. Dari pemeriksaan fisik pada beberapa hewan dapat terlihat normal,
renomegali, nyeri di daerah ginjal, abdominal atau lumbal, dan ada massa
abdominal saat dilakukan palpasi (Bercovitch 1997).

Kista Intrarenal
Kista adalah ruang yang dibatasi oleh sel epitel dan berisi cairan. Kista
ginjal terbentuk akibat dilatasi segmen nefron dan saluran pengumpul, dapat
terbentuk tunggal maupun jamak (Lulich 1997). Polikista atau kista jamak
bersifat keturunan dan dominan autosomal ras anjing Cairn terrier dan Beagle
(Lulich 1997; Forrester 2000). Kista dapatan dapat tumbuh bersamaan dengan
kelainan ginjal kronis. Pembesaran abdomen secara progresif merupakan gejala
klinis yang umum ditemukan. Gejala klinis lain pada kelainan ini, berupa vomit,
anoreksia, penurunan bobot badan, dan poliuria atau polidipsia (Forrester 2000).
Kista berukuran kecil seringkali tidak terdeteksi dan tidak menimbulkan
rasa sakit meskipun dilakukan palpasi. Hingga saat ini belum diketahui pasti
penyebab kelainan ini namun dipercaya distimuli oleh genetik, faktor endogen,
dan lingkungan yang mendukung proses pembentukan kista. Faktor endogen
terdiri dari komponen-komponen yang dapat menstimulasi hiperplasia sel seperti
hormon paratiroid, vasopresin, dan endotoksin yang berasal dari mikroba saluran
pencernaan (Lulich 1997).

Cystitis
Cystitis adalah inflamasi atau peradangan pada vesika urinaria yang dapat
disebabkan oleh berbagai kausa, salah satunya oleh mikroorganisme tertentu.
Mikroorganisme biasanya berasal dari ginjal melalui ureter atau infeksi vagina
melalui uretra pada betina. Leptospirosis dan Escherichia coli merupakan
penyebab umum nefritis dan cystitis pada hewan ternak dan anjing. Pada anjing,
sering ditemukan cystitis karena adanya cacing Capillaria plica di dalam vesika
urinaria. Telur cacing tersebut mudah ditemukan bersama sedimen urin. Inflamasi
vesika urinaria dapat menyebabkan terjadinya abrasi terhadap deposit kristalin dan
menstimulasi pembentukan urolith (West 1995).
Hiperplasia Prostat
Hiperplasia biasa terjadi pada semua jenis hewan terutama anjing (West
1995; Acland 1995). Gejala klinisnya dapat berupa discharge berdarah dari uretra
dan hematuria namun tidak terjadi pada semua anjing (Klausner 1997). Luka
sampai terjadinya obstruksi secara signifikan dapat menurunkan atau menghambat
fungsi ginjal sehingga terjadi efek sistemik. Efek sistemik tersebut adalah
azotemia, uremia, kehilangan plasma protein, ketidakseimbangan air-elektrolit
dan asam, hiperparatiroidismus dan osteodistropi, serta retensi obat. Anjing
merupakan satu-satunya hewan yang mengalami perkembangan spontan
hiperplasia prostat seiring dengan pertambahan umur. Pada anjing tua
pembesaran prostat sering menyebabkan kesulitan defekasi, ejakulat berdarah, dan
disuria. Konsekuensi klinis dari penyakit ini adalah obstruksi dan infeksi pada
saluran urinaria, hidronefrosis, dan konstipasi. Hiperplasia prostat memiliki
bentuk yang bermacam-macam (Acland 1995).
Hiperplasia prostat yang sangat hebat bukan hanya akan menyebabkan
tersumbatnya urin namun juga menyebabkan obstruksi pada feses. Anjing dengan
umur antara 5-6 tahun berangsur-angsur akan mengalami pembesaran prostat.
Hiperplasia prostat juga dapat disebabkan oleh infeksi akut yang ditunjukkan
dengan rasa sakit (West 1995).

Kista Prostat
Kista yang terbentuk dapat berupa kista tunggal yang besar ataupun kista
berukuran kecil dalam jumlah banyak (Acland 1995). Kista pada prostat dan
periprostat bisa berbentuk tunggal maupun jamak, epitel sebaris, dan struktur
serosanguineous berisi cairan. Kista seringkali besar dan menempel di sekitar
atau pada bagian dalam kelenjar prostat. Walaupun belum diketahui secara pasti,
beberapa kemungkinan penyebab kista prostat antara obstruksi duktus prostatis,
ekspansi kista berukuran mikroskopis yang berasal dari hiperplasia prostat jinak,
serta hematoma. Gejala klinis yang ditimbulkan antara lain disuria, tenesmus,
discharge dari uretra, dan distensi abdominal. Penyebab dan faktor predisposisi
dari penyakit ini salah satunya karena pengaruh hormon androgenik (Cowan
1997).
Ultrasonografi (USG)
Prinsip Dasar USG
Ultrasound adalah gelombang suara berfrekuensi tinggi (Goddard 1995)
sedangkan diagnosa ultrasonografi merupakan teknik penggambaran yang
dihasilkan dengan menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi. Frekuensi
ini lebih besar dari suara yang dapat didengar manusia yaitu antara 20-20000 Hz
(Barr 1990).
Dalam aplikasi diagnosa, frekuensi yang digunakan berkekuatan 2-10 MHz
(Barr 1990). Ultrasound seperti suara biasa, tidak dapat dihantarkan pada ruang
hampa udara tetapi dapat dihantarkan melalui media elastis sebagai gelombang
tekan longitudinal. Untuk menghasilkan gambar dengan kualitas tinggi
diperlukan transmisi gelombang suara yang maksimum ke dan dari pasien.
Transmisi gelombang suara akan terhambat ketika melewati udara sehingga
diperlukan coupling agent sebagai perantara antara transducer dengan pasien.
Agen ini biasanya berupa gel yang digunakan pada permukaan tubuh pasien.
Penggunaan gel harus dapat meminimalisir terbentuknya artefak pada sonogram
serta tidak membahayakan pasien dan alatnya (Goddard 1995).

Interaksi Ultrasound dengan Jaringan


Gambaran sistem USG menampilkan sebuah interpretasi dari kembalinya
sinyal ultrasound. Kekuatan refleksi ultrasound tergantung dari beberapa faktor,
terutama ialah perbedaan acoustic impedance setiap jaringan yang dilalui dalam
perjalanan gelombang tersebut. Selain itu dipengaruhi juga oleh sudut saat
gelombang berkontak dengan jaringan dan jarak yang dilalui. Karakter dari
refleksi sinyal tergantung dari rasio ukuran reflector dan panjang gelombang
(Goddard 1995).
Menurut Barr (1990), acoustic impedance adalah kemampuan resistensi
yang berbeda dari setiap jaringan dalam meneruskan gelombang suara. Kecepatan
rata-rata dari gelombang suara yang dapat melewati jaringan lunak sekitar 1540
m/s, tulang sekitar 4000 m/s, dan udara sekitar 300 m/s. Gelombang ultrasound
mengalami atenuasi ketika gelombang bergerak melalui jaringan. Atenuasi
gelombang ultrasound terjadi melalui beberapa kombinasi cara, yaitu reflection
(pemantulan), scatter (berpencar), dan absorption (penyerapan).

Tipe Transducer atau Probe


Alat bantu yang digunakan dalam mentransmisikan gelombang suara
disebut transducer atau probe. Transducer mengandung kristal-kristal yang
dilengkapi dengan piezo-electric. Efek Piezo-electric tersebut berfungsi
mengubah kristal menjadi ultrasound bila dilalui aliran listrik bertegangan tinggi
(Goddard 1995; Barr 1990).
Jika transducer berkontak dengan permukaan tubuh maka gelombang suara
akan diteruskan melewati jaringan. Transducer dengan frekuensi tinggi dipilih
untuk menghasilkan resolusi gambar dengan detil yang baik namun tidak
memerlukan penetrasi yang dalam, misalnya, pada mata digunakan frekuensi 7.5-
10 MHz. Tranducer dengan frekuensi rendah digunakan untuk mendapatkan
gambar dengan penetrasi yang dalam tanpa mempertimbangkan resolusinya,
misalnya, pada organ visceral thoraks dan abdominal di anjing besar digunakan
frekuensi 3.5-5 MHz (Barr 1990).
Menurut Barr (1990) ada dua tipe transducer yang biasa digunakan dalam
diagnosa ultrasonografi, yaitu:
1) Linear array transducerI, umumnya memiliki 60-256 kristal dalam satu baris.
Transducer tipe ini menghasilkan gelombang suara yang membentuk persegi
panjang. Keuntungannya, dapat memberikan suatu lapang pandang yang luas
namun memerlukan permukaan kontak yang lebih luas juga. Biasa digunakan
dalam diagnosa kehamilan pada manusia, dan
2) Sector scanner transducer yang menghasilkan lapang pandang berbentuk
seperti kipas. Bagian yang melebar memungkinkan semakin banyak struktur
yang terlihat tapi resolusi yang dihasilkan kurang baik dibandingkan bagian
yang menyempit.

Karakteristik Gelombang Suara


Menurut Barr (1990), gelombang listrik yang diubah menjadi gelombang
suara dan membentuk kumpulan titik-titik pada sonogram memiliki tiga zona
penerimaan, yaitu Fresnel zone, focal zone, dan Fraunhofer zone seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.

Fraunhofer zone

Focal zone

Fresnel zone

Tranducer

Gambar 2 Tiga zona penerimaan pada sonogram, yaitu Fresnel zone, focal zone,
dan Fraunhofer zone (Barr 1990).

1) Fresnel zone ialah gambaran area yang memiliki frekuensi gelombang suara
yang paling besar dan dekat dengan transducer sehingga terjadi difraksi
komplek dari gambar dan resolusi yang dihasilkan terlihat kurang fokus;
2) Focal zone ialah gambaran area pada sonogram yang memiliki fokus
gelombang suara terbesar pada jaringan sehingga menghasilkan resolusi
gambar yang optimal; dan
3) Fraunhofer zone ialah gambaran area yang memperoleh sedikit frekuensi
gelombang suara karena gelombang suara mulai mengalami diversi sehingga
resolusi gambar yang dihasilkan berkurang.

Prinsip Interpretasi Sonogram


Widmer et al. (2004), menyatakan ada tiga jenis echo yang digunakan
sebagai prinsip dasar dalam mendeskripsikan gambar pada sonogram, yaitu
1) Hyperechoic; echogenic artinya echogenisitas terang, menampakan warna
putih pada sonogram atau memperlihatkan echogenisitas yang lebih tinggi
dibandingkan sekelilingnya, contohnya tulang, udara, kolagen dan lemak;
2) Hypoechoic; echopoor menampilkan warna abu-abu gelap pada sonogram
atau memperlihatkan area dengan echogenisitas lebih rendah daripada
sekelilingnya, contohnya jaringan lunak; dan
3) Anechoic yang menunjukan tidak adanya echo, menampilkan warna hitam
pada sonogram dan memperlihatkan transmisi penuh dari gelombang,
contohnya, cairan.
Tulang dan udara mampu menghambat penerusan gelombang suara. Pada
interface antara jaringan-udara, sekitar 99 % gelombang suara akan direfleksikan
sedangkan pada jaringan lunak-tulang, sekitar 30 % gelombang suara yang
direfleksikan dan sisa gelombang diserap dengan kuat oleh tulang. Oleh karena
itu echo yang dihasilkan pada kedua interface tersebut sangat kuat namun struktur
yang berada di bawahnya tidak akan tampak (Barr 1990).

Teknik Pengambilan gambar dan Arah Transducer


Ada beberapa perlengkapan yang diperlukan untuk USG daerah abdominal.
Minimal kontak area transducer lebih disukai karena memungkinkan penggunaan
pada acoustic windows yang sempit seperti rongga intercostal. Selain itu, lebih
mudah dan penting untuk menciptakan focal zone bila menggunakan transducer
berfrekuensi tinggi. Transducer dengan frekuensi 7.5 MHz direkomendasikan
untuk kucing, anjing kecil, dan struktur superfisial sedangkan transducer 5 MHz
digunakan untuk anjing berukuran sedang hingga besar. Sebelum pemeriksaan
dilakukan sebaiknya saluran pencernaan dalam keadaan kosong. Lambung dan
usus yang penuh menyebabkan pembesaran abdomen, hal ini dapat mengganggu
pemeriksaan (Lamb 1995).
Visualisasi USG bervariasi tergantung arah pengambilan gambar. Ada tiga
arah pengambilan gambar organ dalam USG, yaitu arah sagital, dorsal, dan
transversal. Arah sagital artinya transducer dalam posisi sejajar sumbu tubuh
sedangkan transversal bila transducer dalam posisi memotong sumbu tubuh.
Arah dorsal bila pengambilan gambar dilakukan dengan posisi dorsoventral dan
transducer berada di dorsal hewan (Widmer et al. 2004).
Normal USG Organ Urogenitalia pada Hewan Kecil
Ginjal
Dengan menggunakan USG ginjal mudah diidentifikasi namun bila berada
diantara tulang rusuk evaluasi menjadi lebih sulit (Ackerman 2002). Karena
banyaknya variasi ras anjing, evaluasi pengukuran ginjal sulit dilakukan (Widmer
et al. 2004) namun ukuran panjang ginjal normal berkorelasi dengan bobot badan
(Gambar 3) (Barr 1990) berkisar 2.5-3.5 kali panjang tulang lumbal ke-2 (Feeney
& Johnston 2002). Ginjal kucing dan anjing memiliki penampilan yang serupa
dalam sonogram. Korteks ginjal hypoechoic dan bertekstur granular (Barr 1990)
serta tampak lebih terang dibandingkan medula namun echogenisitas-nya kurang
daripada hati dan limpa (Gambar 4) (Ackerman 2002).

Gambar 3 Perbandingan ukuran panjang ginjal dengan bobot badan. Garis


terputus-putus linear dengan garis hitam mengindikasikan selang
kepercayaan 95 % (Barr 1990).

Gambar 4 Sonogram ginjal normal dengan arah transducer sagital: Korteks ginjal
bersifat hypoechoic, medula ginjal bersifat anechoic sedangkan pelvis
renalis dan kapsula ginjal bersifat hyperechoic (Noviana et al. 2008).
Medula ginjal terlihat anechoic terletak di dalam korteks dan biasanya
dipisahkan menjadi potongan-potongan oleh divertikula dan pembuluh darah
(Barr 1990). Garis hyperechoic pada kortikomedulari junction dapat ditemukan
pada anjing normal. Pembuluh darah ginjal dapat diamati menggunakan colour
flow atau Doppler USG (Ackerman 2002). Pelvis renalis terlihat sebagai massa
echogenic yang irregular pada ginjal bagian hilus. Echogenisitas pelvis renalis
dipengaruhi oleh tingginya lemak dan jaringan fibrosa pada daerah tersebut (Barr
1990). Lemak di dalam hilus menghasilkan area hyperechoic (Ackerman 2002).

Vesika Urinaria
Vesika urinaria berukuran kecil dapat diidentifikasi. Anechoic yang
dihasilkan oleh urin sangat kontras dengan dinding vesika urinaria. Ketebalan,
refraksi, marginasi, dan artefak dari sonogram menggambarkan bentuk seluler
vesika urinaria. Ketebalan dinding vesika urinaria bervariasi, mulai dari 2.3 mm
saat relaksasi sampai 1.4 mm saat vesika urinari penuh terisi urin. Ukuran ini
meningkat seiring dengan peningkatan bobot badan. Ultrasonografi jarang
digunakan untuk mengevaluasi uretra. Pada jantan dapat dievaluasi mulai dari
arcus ishiadicus sampai os penis. Pada betina dapat diamati dibalik leher vesika
urinaria dengan penekanan untuk memperbesar uretra proksimal (Ackerman
2002).

A B

Gambar 5 Sonogram vesika urinaria normal. (A) Pengambilan sonogram dengan


arah transducer transversal; (B) Pengambilan sonogram dengan arah
transducer sagital. Dinding vesika urinaria bersifat hypo-hyperechoic
sedangkan lumen vesika urinaria terlihat anechoic karena terisi urin.
(Noviana et al. 2008)
Kelenjar prostat
Prostat normal anjing halus dan bervariasi hampir berbentuk buah pear dan
terdiri dari dua buah lobus (Gambar 6). Jaringan parenkim yang normal memiliki
echoic sedang. Saluran uretra prostat umumnya tidak kelihatan pada anjing dalam
keadaan sadar. Variasi ukuran prostat tergantung dari umur hewan dan sejarah
kastrasi pada hewan (Barr 1990).

Gambar 6 Sonogram prostat normal dengan arah transducer sagital bersifat


hyperechoic dan parenkim echogenic (Noviana et al. 2008)

Menurut Ruel et al. (1998), panjang prostat anjing dewasa non kastrasi yang
sehat berkisar 1.7-6.9 cm, tebal 1.3-4.7 cm, lebar 1.8-6.9 cm, dan volume 2.3-80.0
cm3. Untuk mengetahui ukuran tersebut dapat dihitung dari umur dan bobot
badan (BB) yang dikorelasikan dengan rumus berikut
Panjang = (0.055 x BB) + (0.143 x umur) + 3.31
Tebal = (0.044 x BB) + (0.083 x umur) + 2.25
Lebar = (0.047 x BB) + (0.089 x umur) + 3.45
Volume = (0.867 x BB) + (1.885 x umur) + 15.88

Testis
Gambaran sonogram testis dari pemeriksaan USG tampak berbatas jelas,
mempunyai gambaran halus dan berbentuk oval. Kapsula terlihat dengan
echogenic yang tipis. Bagian parenkim bertekstur granul dengan echogenic
sedang. Epididimis dapat dideteksi berbatasan dengan testis. Berstruktur lebih
kasar dibandingkan dengan jaringan testis dan terlihat agak sedikit tidak beraturan
secara skematis (Gambar 7) (Barr 1990).

Gambar 7 Sonogram testis normal dengan arah transducer sagital: Tampak


berbatas jelas, mempunyai gambaran halus dan berbentuk oval,
kapsula terlihat dengan echogenic yang tipis (Barr 1990)
BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Radiologi Bagian Bedah dan
Radiologi Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran
Hewan IPB, Rumah Sakit Hewan Pendidikan IPB, Rumah Sakit Hewan Jakarta,
Klinik My Vets Kemang, Klinik NtoN Bumi Serpong Damai, SAMAPTA
POLRI, dan Klinik Fatmawati. Penelitian berlangsung selama satu tahun dari
bulan Juni 2007 sampai Juni 2008.

Alat penelitian
Alat-alat yang digunakan adalah alat USG dua dimensi tipe portable dengan
merk Aloka SSD 500 dan Kaixin KX 5200 serta tipe stationer dengan merk Aloka
Prosound 4000, linnear array dan sector scanner transducer dengan frekuensi
3.5-7.5 MHz (Gambar 8), disket USG yang digunakan sebagai penyimpanan data,
kamera digital untuk mendokumentasikan sonogram, clipper, gunting, alas hewan,
dan tissue.

A C D

Gambar 8 Alat USG dua dimensi tipe stationer: (A) Aloka Prosound 4000; dan
tipe portable: (B) Kaixin KX 5100 (C) Aloka SSD 500. (D)
Transducer tipe linear array (kiri) dan sector scanner (kanan)
Bahan Penelitian
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 13 ekor anjing jantan
yang didiagnosa mengalami kelainan organ sistem urinaria dan atau genitalia. Gel
sebagai media dalam penghantaran gelombang ultrasound terbuat dari air, bahan
polimer, humectants, pewangi, dan bahan pengawet yang tidak memberikan efek
negatif pada hewan.

Metode Penelitian
Pengambilan gambar
Hewan-hewan dengan anamnesa serta hasil pemeriksaan fisik mengarah ke
diagnosa kelainan sistem urogenitalia yang dilakukan di rumah sakit dan klinik
asal diperiksa lebih lanjut menggunakan USG. Ultrasonografi dilakukan tanpa
anastesi dengan posisi hewan dalam keadaan berdiri, dorsal rekumbensi, sternal
rekumbensi atau lateral rekumbensi. Arah transducer terhadap tubuh yaitu
sagital, transversal, dan dorsal (Gambar 9). Bila diperlukan dapat dilakukan
pencukuran rambut sebagai acoustic window sebelum dilakukan pemberian gel.

A B C

Gambar 9 Arah transducer terhadap tubuh yaitu sagital, transversal, dan dorsal,
yaitu (A) Arah transducer sagital untuk pemeriksaan kelenjar prostat
dan vesika urinaria; (B) Arah transducer transversal untuk
pemeriksaan kelenjar prostat dan vesika urinaria; (C) Arah transducer
dorsal untuk pemeriksaan ginjal (Noviana et al. 2008).

Interpretasi sonogram
Interpretasi sonogram dilakukan pada saat yang sama (real time).
Sonogram yang telah diperoleh diamati berdasarkan perubahan bentuk, perubahan
ukuran, perubahan jumlah, perubahan posisi, perubahan marginasi dan
echogenisitas kemudian dibandingkan dengan gambaran sonogram normalnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan USG dilakukan terhadap 13 ekor anjing jantan dengan kasus


kelainan organ sistem urinaria dan genitalia. Berdasarkan interpretasi tersebut
didapatkan 5 kasus kelainan pada ginjal, 7 kasus kelainan pada vesika urinaria,
dan 6 kasus kelainan pada kelenjar prostat.

1 Kelainan pada Ginjal


Kelainan yang ditemukan pada ginjal berupa perluasan medula ginjal,
urolithiasis, dan atropi ginjal seperti yang terlihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Kasus-kasus kelainan yang didapat pada ginjal


Kasus Signalemen Interpretasi USG Diagnosa USG
1 Buntung/Rottweiler Pelvis renalis dan medula Hidronefrosis,
meluas (anechoic) kista intrarenal
2 Bully/Pitbull Pelvis renalis dan medula Hidronefrosis,
meluas (anechoic) kista intrarenal
3 Berki/Lokal/3 tahun Pelvis renalis dan medula Hidronefrosis,
meluas (anechoic) kista intrarenal
4 Otero/Dalmatian/10 tahun Urolithiasis (hyperechoic) Urolithiasis
5 Charlie/Pug/7 tahun Urolithiasis (hyperechoic) Urolithiasis
dan atropi (anechoic)

Pengambilan gambar ginjal lebih mudah dilakukan melalui daerah legok


lapar dengan ginjal diposisikan agak superfisial di bawah dinding abdomen pada
masing-masing sisi. Pengambilan gambar ginjal dapat juga dilakukan melalui
ventral dinding abdomen. Menurut Lamb (1995), ginjal kiri dapat ditemukan
dengan scanning limpa bagian kaudal sampai dorsal dan ginjal kanan dapat
diamati melalui scanning rongga intercostal.
Transducer pada pengambilan gambar ginjal kanan diposisikan lebih
menyudut ke kranial. Sedangkan Widmer et al. (2004) menyatakan, pengambilan
gambar yang terbaik untuk ginjal kanan pada anjing yang memiliki thoraks lebih
dalam biasanya dengan memposisikan transducer pada rongga intercostal ke-11
dan 12. Pengambilan gambar dari arah dorsal memperlihatkan ginjal dalam
bentuk kacang merah yang nyata. Pengambilan gambar dari arah sagital membagi
ginjal menjadi dua bagian yang tidak sama besar dan sejajar sumbu tubuh. Pada
pengambilan gambar menggunakan arah transversal, ginjal terlihat berbentuk oval
sampai bundar.

Kasus Perluasan Medula Ginjal


Perluasan medula ginjal ditemukan pada kasus 1, 2, dan 3. Sonogram ketiga
kasus tersebut menunjukan dilatasi pelvis, hilangnya parenkim ginjal, dan terjadi
perluasan medula (Gambar 10). Gambaran ini mengarah ke diagnosa
hidronefrosis atau kista intrarenal. Menurut Green (1997), gambaran sonogram
dari hidronefrosis adalah dilatasi pelvis yang terpisah jauh, perubahan struktur
medula dan korteks, serta perluasan anechoic ureter. Namun Ackerman (2002)
menyatakan, echogenisitas medula ginjal dapat disalahartikan sebagai
hidronefrosis.

a
b

Gambar 10 Sonogram ginjal dengan arah transducer dorsal tepat memotong


pelvis renalis. Kasus perluasan medula menunjukan a) perluasan
medula dan hilangnya parenkim ginjal merupakan bagian yang
terlihat anechoic pada sonogram; b) bagian hyperechoic di bagian
tengah adalah pelvis renalis; sedangkan c) kapsula ginjal di tepi
ginjal dengan echogenic tipis. Bar = 1 cm.

Hidronefrosis adalah pembesaran atau distensi pelvis renalis oleh urin yang
terjadi akibat obstruksi ureter (Widmer et al. 2004). Dapat disebabkan oleh
beberapa faktor etiologi, yaitu neoplasia (neoplasia ureteral primer, perluasan
neoplasia dari vesika urinaria dan prostat); urolit dalam ginjal yang masuk ke
ureter sehingga menyebabkan obstruksi; gumpalan darah; dan penyempitan akibat
kongenital atau efek sekunder peradangan atau operasi.

a d
b

Gambar 11 Pemeriksaan ginjal dengan arah dorsal pada kasus perluasan medula.
a) menunjukan bagian anechoic yang merupakan perluasan dari
medula dan hilangnya parenkim ginjal; b) korteks ginjal; c) pelvis
renalis; d) kapsula ginjal; e) medullary rim yaitu batas antara korteks
dan medula yang tipis terlihat jelas pada kasus-kasus tertentu seperti
peradangan atau infeksi. Bar = 1 cm.

a
a
a
a
a

A B

Gambar 12 Sonogram ginjal dengan arah transducer transversal pada kasus


perluasan medula ginjal. (A) Perluasan medula dengan bentuk
lobulasi dan jamak sedangkan (B) Perluasan dengan bentuk tunggal.
a) bagian anechoic di tengah ginjal merupakan perluasan medula
dan hilangnya parenkim ginjal. Bar = 1 cm.
Kasus ringan hidronefrosis sulit untuk dideteksi menggunakan USG.
Perubahan dini pada USG membatasi penyebaran echo normal pada pelvis renalis
menjadi echogenic berbentuk seperti cincin atau anechoic pada bagian tengah
sehingga berbentuk seperti tapal kuda. Hal ini sangat membantu jika bagian
tengah yang anechoic bisa diperlihatkan secara kontinyu dengan keadaan ureter
yang menggembung berisi cairan. Pada hidronefrosis ringan maupun sedang, di
sekitar pelvis renalis yang mengalami distensi parenkim ginjal menunjukkan
keadaan normal (Barr 1990).
Pada kasus yang lebih parah, distensi pada pelvis yang berisi cairan terekam
secara jelas, selain itu echo kuat yang seharusnya terbentuk pada sonogram dari
lemak peripelvis dan jaringan ikat disekitarnya menjadi hilang. Parenkim
disekitar pelvis terdesak dan kehilangan struktur normalnya. Kadang-kadang
ginjal menjadi kantung berisi cairan yang hanya dilapisi oleh kulit tipis diluarnya.
Pada kebanyakan kasus yang parah ureter yang mengalami distensi berisi cairan
dapat terdeteksi walaupun hal ini sering diikuti dengan aliran yang berliku (Barr
1990).
Selain hidronefrosis, gambaran sonogram pada kasus ini mengarah ke
diagnosa kista intrarenal. Kista adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan setiap ruangan berisi cairan yang dibatasi oleh kapsula atau
lapisan epitel pada organ. Gambaran USG memperlihatkan lesio yang berbentuk
bulat dengan batasan yang jelas serta memiliki area anechoic diantara jaringan
lunak yang menyebabkan acoustic enhancement. Kista tunggal dan polikista pada
ginjal berkembang pada anjing dan kucing (Widmer et al. 2004).
Kista tunggal bisa terjadi secara dapatan dan bawaan, biasanya bersifat
jinak, dan tidak menunjukkan gejala klinis sedangkan polikista bisa bersamaan
dengan gagal ginjal. Pada penyakit polikista ginjal yang parah, struktur dari ginjal
mungkin terganggu namun echo yang terang dari sinus renal selalu terlihat (Biller
et al. 1990b). Pembesaran abdomen secara progresif merupakan gejala klinis
yang umum ditemukan pada kasus ini. Gejala klinis lain yang ditemukan berupa
vomit, anoreksia, penurunan bobot badan, dan poliuria atau polidipsia hematuria,
dan pada hidronefrosis bilateral biasanya menyebabkan uremia (Bercovitch 1997;
Forrester 2000).
Kasus Urolithiasis dan Atropi Ginjal
Kasus urolithiasis ginjal ditemukan pada kasus 4 dan 5. Urolithiasis
merupakan kelainan sistem urinaria yang biasa terjadi pada anjing dan kucing
(Lees 1992). Urolith dapat berlokasi pada parenkim ginjal, pelvis renalis atau
bagian proksimal ureter. Urolith yang terdapat di bagian tengah dan distal ureter
sulit dideteksi kecuali dengan adanya dilatasi ureter (Barr 1990). Urolith dapat
terdiri dari 90-95 % kristal anorganik atau organik dan 5-10 % matriks organik
(Forrester 2000). Sonogram kasus 4 dengan posisi lateral rekumbensi dan arah
transducer sagital memperlihatkan adanya massa hyperechoic yang disertai
acoustic shadowing pada ginjal (Gambar 13).

a
d c

Gambar 13 Sonogram ginjal dengan urolith pada pengambilan arah sagital. a)


urolith; b) acousting shadowing; c) bagian anechoic di sekeliling
urolith merupakan medula ginjal; dan d) bagian yang bersifat
hyperechoic adalah korteks ginjal. Bar = 1 cm.

Massa hyperechoic yang disertai acoustic shadowing merupakan ciri khas


dari urolith (Barr 1990; Green 1997; Feeney et al. 1999). Menurut Green (1997),
acoustic shadowing adalah area hitam pada sonogram yang terbentuk karena
ultrasound mengenai tulang atau udara yang bersifat menghambat laju suara. Hal
tersebut menimbulkan echogenic yang kuat pada permukaan struktur jaringan
namun mengakibatkan jaringan di bagian bawah tidak dapat dideteksi.
Pada kasus 5, ditemukan adanya massa keras di ginjal saat dilakukan
palpasi. Pemeriksaan USG menampakan ginjal kanan dan kiri memiliki
perbedaan ukuran serta ditemukan massa hyperechoic hampir diseluruh ginjal kiri
Dari pemeriksaan USG tersebut diketahui pula bahwa ginjal kanan mengalami
atropi sebagai dekompensasi dari adanya urolith pada ginjal kiri (Gambar 14).
Acoustic shadowing yang terbentuk pada sonogram terlihat sebagian namun dari
hasil nekropsi ditemukan bahwa massa tersebut merupakan urolith. Kemungkinan
akibat struktur urolith yang kurang kompak sehingga masih dapat ditembus oleh
ultrasound. Gambaran sonogram dari atropi ginjal menunjukkan penyempitan
medula dan hilangnya struktur korteks yang bersifat anehoic.

c
a
d
b
b
A B

Ginjal kiri Ginjal kanan

Gambar 14 Sonogram ginjal pada kasus urolithiasis dan atropi ginjal. (A) Ginjal
kiri dengan arah transducer sagital memperlihatkan: a) massa
hyperechoic hampir di seluruh ginjal disertai dengan b) acoustic
shadowing, dari (C) hasil nekropsi menunjukkan bahwa massa
hyperechoic tersebut adalah urolith. (B) Ginjal kanan dengan arah
transducer transversal memperlihatkan: c) penyempitan medula
akibat penekanan d) korteks ginjal, dari (C) hasil nekropsi
menunjukkan bahwa ginjal kanan mengalami atropi. Bar = 1 cm.

Beberapa penyebab urolithiasis pada ginjal adalah infeksi saluran urinaria


oleh bakteri, kelainan metabolik, dan faktor diet (Forrester 2000). Anjing yang
memiliki urolith berukuran kecil pada sistem urinaria biasanya tidak menunjukkan
gejala klinis namun urolith berukuran besar pada sistem urinaria bawah
berhubungan dengan urinasi atau iritasi sepanjang mukosa uretra. Hal tersebut
dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk urinasi, hematuria, dan stranguria.
Saat terjadi obstruksi ureter, anjing menunjukkan gejala vomit, lemah, lesu, dan
nyeri pada abdomen di sekitar daerah ginjal (Bartges et al. 2007). Selain itu
pengukuran kadar kreatinin dalam darah dengan uji laboratorium dapat digunakan
untuk menilai fungsi ginjal (Dorland 2005). Kreatinin adalah senyawa non
protein nitrogen yang difiltrasi dari darah oleh glomerulus dan diekskresikan
melalui urin (Polzin 1997).

2 Kelainan pada Vesika Urinaria


Kelainan yang ditemukan pada vesika urinaria yaitu penebalan dinding dan
adanya partikel-partikel dalam lumen vesika urinaria, dijabarkan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Kasus-kasus kelainan yang didapat pada vesika urinaria


Kasus Signalemen Interpretasi USG Diagnosa USG
1 Bully/Pitbull Penebalan dinding (hypo- Neoplasia
hyperechoic), edema (anechoic)
2 Timi/Dalmatian/12 Penebalan dinding (hypo- Peradangan, hipertropi,
tahun hyperechoic), edema (anechoic) atau neoplasia
3 Otero/Dalmatian/10 Penebalan dinding (hypo- Peradangan, hipertropi,
tahun hyperechoic), edema (anechoic) atau neoplasia
4 Berki/Lokal/3 tahun Penebalan dinding (hypo- Peradangan, hipertropi,
hyperechoic) atau neoplasia
5 Fulgoso/Golden Penebalan dinding (hypo- Peradangan, hipertropi,
Retriever/7 tahun hyperechoic) atau neoplasia
6 Chiko/Mix Partikel (hyperechoic) Urolithiasis
7 Benji/Terrier/10 Partikel (hyperechoic) Urolithiasis
tahun

Pemeriksaan vesika urinaria lebih mudah ditemukan bila vesika urinaria


terisi urin baik dalam keadaan berdiri, dorsal maupun lateral rekumbensi.
Pencukuran rambut dapat dilakukan di tengah daerah pubis dan umbilikus pada
kucing dan disamping preputium pada anjing. Sebaiknya transducer menekan
seminimal mungkin karena tekanan yang kuat akan memindahkan lokasi vesika
urinaria menjauhi transducer. Pengambilan gambar vesika urinaria dapat
dilakukan dengan arah transducer transversal dan sagital. Arah transversal dapat
memperlihatkan potongan-potogan gambar vesika urinaria dari apex hingga ke
leher sedangkan arah longitudinal menggambarkan vesika urinaria secara utuh.

Kasus Penebalan Dinding Vesika Urinaria


Penebalan dinding vesika urinaria ditemukan pada kasus 1, 2, 3, 4, dan 5.
Sonogram kasus ini, dinding vesika urinaria terlihat hypo-hyperechoic. Secara
umum gambaran sonogram yang dapat terlihat pada kelima kasus tersebut adalah
perubahan ukuran, marginasi, bentuk, dan echogenisitas dinding vesika urinaria.
Terdapat variasi penebalan dinding vesika urinaria yang ditemukan, yaitu
penebalan dengan bentuk yang bergelombang serta penebalan yang menyeluruh
dan hampir merata (Gambar 15).

a a

d
b A B

Gambar 15 Sonogram kasus penebalan dinding vesika urinaria. (A) Vesika


urinaria dengan arah transducer sagital memperlihatkan penebalan
dinding yang bergelombang; (B) Vesika urinaria dengan arah
transducer transversal memperlihatkan penebalan yang menyeluruh
dan merata. a) lumen vesika urinaria; b) dinding vesika urinaria
hyperechoic, menebal, dan tidak merata dengan permukaan yang
bergelombang; c) edema; b) dinding vesika urinaria hyperechoic,
menebal, dan memiliki permukaan merata. Bar = 1 cm.

Penebalan dinding vesika urinaria diantaranya dapat disebabkan oleh


peradangan, hipertropi, dan neoplasia. Dari ketiganya, penebalan yang
disebabkan neoplasia lebih mudah dibedakan. Sonogram kasus 1 mengarah ke
diagnosa neoplasia yang menurut Leveille (1998) memperlihatkan penebalan
fokal pada dinding vesika urinaria (Gambar 16) sedangkan peradangan ditandai
dengan penebalan dinding vesika urinaria secara menyeluruh.

d
a

b
c

Gambar 16 Sonogram vesika urinaria yang mengarah ke diagnosa neoplasia


dengan arah transducer sagital. a) penebalan fokal seperti bentukan
massa; b) dinding vesika urinaria. Bar = 1 cm.

Pada sonogram kasus 1, 2, dan 3 ditemukan penebalan dinding vesika


urinaria yang disertai dengan edema (Gambar 17). Edema dinding vesika urinaria
terlihat sebagai gambaran lapisan hypo-anechoic diantara dua buah permukaan
hyperechcoic dan terbentuk dari infiltrasi sel-sel radang pada lapisan submukosa.
Edema biasa terjadi karena adanya peradangan.

Gambar 17 Sonogram penebalan dinding vesika urinaria disertai edema dengan


arah transducer sagital. a) edema berupa bagian hypo-anechoic
diantara dua permukaan hyperechcoic. Bar = 1 cm.
Menurut Forrester (2000), peradangan pada vesika urinaria disebut sebagai
cystitis, sebagian besar disebabkan oleh bakteri namun dapat juga disebabkan oleh
fungi dan parasit. Gejala klinis cystitis termasuk poliuria, anuria, stranguria, dan
kelainan urinasi lainnya. Dapat juga disertai dengan hematuria atau adanya
partikel (Bartges et al. 2007). Hematuria atau darah pada urin umumnya berasal
dari saluran urinaria atas, saluran urinaria bawah, atau sistem genitalia namun
dapat juga disebabkan karena kelainan sistemik (Bartges 1997). Hal tersebut
dapat memberikan informasi terhadap kapasitas vesika urinaria, perubahan pada
gambaran dan penebalan dinding vesika urinaria, identifikasi massa mural dan
luminal serta identifikasi lesi ekstrinsik yang dapat menyebabkan perubahan
bentuk dinding vesika urinaria (Leveille 1998).
Penebalan dinding vesika urinaria dapat juga merupakan respon terhadap
adanya obstruksi (Anderson & Arner 2003) oleh abrasi dari kristal atau perluasan
dan perbesaran urolithiasis yang berasal dari ginjal (West 1995). Dinding vesika
urinaria yang normal berukuran 0.1-0.2 cm tergantung distensi dan volume urin
pada vesika urinaria (Lamb 1995; Geisse et al. 1997).

Kasus Partikel Vesika Urinaria


Sonogram pada pemeriksaan kasus 6 dan 7 menunjukan adanya partikel-
partikel hyperechoic (Gambar 18).

a
b

Gambar 18 Sonogram vesika urinaria dengan arah transducer sagital kasus


partikel pada lumen vesika urinaria. a) partikel-partikel halus
echogenic diantara urine (anechoic); b) dinding vesika urinaria. Bar
= 1 cm.
Partikel-partikel pada sonogram terlihat seperti butiran pasir yang melayang
atau gumpalan awan diantara urin bila transducer digerakkan. Widmer et al.
(2004) menyatakan, partikel yang bersifat echogenic kemungkinan adalah sel
debris atau urolith (matriks kristal). Urolith jenis ini dapat ditemukan berukuran
sangat kecil seperti pasir atau sangat besar dan tunggal. Jika partikel berupa
urolith berukuran kecil atau selular debris berada di vesika urinaria, partikel
tersebut akan jatuh sesuai dengan arah gravitasi menuju dasar vesika urinaria.
Agitasi dan kontraksi dari vesika urinaria mengakibatkan partikel mengendap
(Gambar 19).

a
a
a

Gambar 19 Sonogram vesika urinaria dengan arah transducer sagital saat


pembentukan sedimen. a) partikel mengendap ke dasar vesika
urinaria membentuk sedimen hyperechoic; c) dinding vesika
urinaria. Bar = 1 cm.

Penyebab urolithiasis adalah berbagai jenis urolith seperti struvit, urat,


oksalat, dan sistin. Ultrasonografi sensitif untuk mendeteksi adanya urolith.
Laporan hasil pemeriksaan menunjukkan akurasi deteksi keberadaan urolith di
vesika urinaria mencapai 100 % (Biller et al. 1990a). Menurut Green (1997),
beberapa ras seperti Cocker Spaniel, Dachshunds, dan Pekingese memiliki
insidensi urolithiasis yang lebih tinggi dibandingkan ras lain. Urolith sistin sering
ditemukan pada Welsh Corgis dan Dachshunds jantan. Ras Dalmatian memiliki
predisposisi terjadinya urolith urat.
3 Kelainan pada Kelenjar Prostat
Kelainan yang ditemukan pada kelenjar prostat adalah 5 kasus hiperplasia
dan 1 kasus kista seperti yang terlihat dalam Tabel 3.

Tabel 3 Kasus-kasus kelainan yang didapat pada kelenjar prostat


Kasus Signalemen Interpretasi USG Diagnosa USG
1. Pee-pee/Mix/10 tahun Hiperplasia Hiperplasia prostat
(hyperechoic)
2. Fulgoso/Golden Retriever/7 Hiperplasia Hiperplasia prostat
tahun (hyperechoic)
3. Ransom/German Sheperd Hiperplasia Hiperplasia prostat
(hyperechoic)
4. Bono/Golden Retriever Hiperplasia Hiperplasia prostat
(hyperechoic)
5. Baron/German Sheperd/3 Hiperplasia Hiperplasia prostat
tahun (hyperechoic)
6. Benji/Terrier/10 tahun Kista (anechoic) Kista prostat

Pengambilan gambar prostat lebih mudah dilakukan saat vesika urinaria


dalam keadaan terisi urin karena vesika urinaria dapat digunakan sebagi petunjuk
posisi prostat. Selain itu, membantu menyingkirkan usus halus dari caudal
abdomen. Pada anjing dapat dilihat melalui penempatan transducer di daerah
legok lapar dengan posisi dorsal atau lateral rekumbensi. Menurut Barr (1990),
hewan harus diposisikan ventrodorsal atau lateral rekumbensi. Tranducer
diposisikan sejajar dengan penis. Temukan vesika urinaria hingga leher terlebih
dahulu kemudian geser tranduser ke kaudal disekitar pubis. Bisa juga dilakukan
penekanan dengan jari melalui rektum untuk memperjelas gambaran prostat.

Kasus Hiperplasia Prostat


Penyakit pada kelenjar prostat biasa terjadi pada anjing yang tidak
dikastrasi. Penyakit yang paling sering terjadi adalah pembesaran prostat yang
disebabkan oleh hormon androgenik (Davidson et al. 2007). Seiring dengan
pertambahan umur anjing jantan, kelenjar prostat mengalami hiperplasia dan
hipertrofi, keadaan ini merupakan akibat dari perubahan perbandingan androgen
dan estrogen (Barsanti & Finco 1995). Hal ini dapat dideteksi dengan
menggunakan USG. Hiperplasia prostat digambarkan dengan adanya perubahan
ukuran, marginasi, lokasi, dan echogenisitas dari kelenjar prostat (Gambar 20 &
21). Kelenjar prostat terlihat lebih hyperechoic karena terjadi penambahan jumlah
dari sel-sel kelenjar prostat yang menyebabkan peningkatan echogenisitas.

A B

Gambar 20 Sonogram kelenjar prostat pada kasus hiperplasia prostat. (A) dan (B)
Terjadi perubahan ukuran, marginasi, dan lokasi, selain itu kelenjar
prostat lebih hyperechoic. Bar (garis putih) = 1 cm.

Gambar 21 Perbandingan ukuran kelenjar prostat dengan besar vesika urinaria


dengan arah transducer sagital. Bar = 1 cm.

Bagian parenkim memiliki echogenisitas yang normal sampai sedikit


meningkat. Bagian tengah hilar dapat tidak terdeteksi karena peningkatan
echogenisi tas di sekitarnya. Rongga yang kecil dan bersifat anechoic serta
memiliki ukuran yang beragam dengan tepi yang halus dan perluasan dapat
terlihat pada bagian parenkim (Gambar 22) (Johnston et al. 1991). Dengan
adanya hiperplasia pada prostat yang bersifat jinak dapat mengakibatkan
perubahan ukuran dari sedang sampai besar dan bentuk simetris dengan tepi yang
halus (Green 1997).

Gambar 22 Sonogram kelenjar prostat dengan arah transducer sagital. Perluasan


kelenjar prostat pada bagian parenkim dengan tepi yang halus. Bar =
1 cm.

Ukuran prostat pada anjing jantan dewasa dipengaruhi oleh hormon


dihidrotestosteron. Kelenjar prostat tidak berpengaruh terhadap produksi
spermatozoa namun sangat penting untuk keberhasilan perkawinan. Kelenjar
prostat menyediakan cairan utama pada ejakulat yang penting sebagai sumber
nutrisi dan media pergerakan bagi sperma (Davidson et al. 2007).
Kejadian ini sebagian besar ditemukan pada anjing dengan umur lebih dari
5-6 tahun. Hiperplasia prostat bisa tidak menunjukkan gejala, gejala yang biasa
terjadi adalah kesulitan defekasi dan hematuria. Kastrasi merupakan pilihan untuk
terapi penyembuhan. Reduksi ukuran prostat biasanya terjadi setelah beberapa
minggu pasca operasi. Pada anjing yang digunakan untuk breeding, dapat
dilakukan pengobatan untuk mengurangi ukuran kelenjar prostat (Davidson et al.
2007). Hiperplasia prostat dimulai dari hiperplasia kelenjar pada anjing jantan
yang dapat berkembang menjadi kista intraprostat. Kista tersebut memiliki variasi
dalam ukuran dan jumlah (Barsanti & Finco 1995).
Kasus Kista Prostat
Sonogram kasus 6 menunjukkan adanya kista pada bagian tengah kelenjar
prostat (Gambar 23). Berdasarkan letaknya kista seperti ini disebut sebagai kista
intraprostat. Menurut Barr (1990), kista intraprostat adalah lesi fokal yang paling
umum terjadi pada pemeriksaan USG dari prostat. Kista berukuran kecil
(diameter kurang dari 1 cm) dengan dinding yang halus, terlihat jelas dan terisi
cairan merupakan manifestasi klinis yang umum dan disertai dengan adanya
akumulasi sekreta prostat. Kista yang berukuran lebih besar dapat mengakibatkan
perubahan prostat yang bersifat asimetris dengan dinding yang menebal dan tidak
beraturan.

Gambar 23 Sonogram kelenjar prostat dengan arah transducer sagital pada kasus
kista intraprostat berupa akumulasi sekreta prostat sehingga pada
gambaran sonogram bersifat anechoic. Bar = 1 cm

Kista berukuran besar sering kali ditemukan di dekat kelenjar prostat.


Gejalanya serupa dengan gejala yang dapat ditemukan pada pembesaran prostat
akibat sebab yang lain dan biasanya hanya terlihat jika kista tersebut mencapai
ukuran tertentu yang dapat menekan organ lainnya. Kista berukuran besar dapat
mengakibatkan distensi abdominal (Davidson et al. 2007). Pengangkatan kelenjar
prostat merupakan terapi yang tepat untuk kista ini sedangkan kastrasi dapat
dilakukan sebagai terapi untuk kista yang berukuran kecil (Cowan 1997).
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
- Dari pemeriksaan USG dilakukan terhadap 13 ekor anjing jantan didapatkan 5
kasus kelainan pada ginjal, 7 kasus kelainan pada vesika urinaria, dan 6 kasus
kelainan pada kelenjar prostat.
- Perluasan medula ginjal ditandai dengan dilatasi medula dan pelvis renalis
serta hilangnya parenkim ginjal.
- Sonogram kasus urolithiasis menunjukkan massa hyperechoic yang disertai
dengan acoustic shadowing.
- Sonogram kasus atropi dicirikan dengan penyempitan medula ginjal dan
hilangnya struktur korteks.
- Gambaran sonogram yang terlihat pada kasus penebalan dinding vesika
urinaria adalah penambahan ukuran dan echogenisitas.
- Sonogram kasus partikel vesika urinaria terlihat dengan adanya benda-benda
hyperechoic seperti butiran pasir yang melayang atau membentuk gumpalan
awan diantara urin bila transducer digerakkan.
- Hiperplasia prostat digambarkan dengan adanya perubahan ukuran, marginasi,
lokasi, dan echogenisitas dari kelenjar prostat.
- Sonogram kasus kista prostat menunjukkan adanya bagian anechoic di tengah
kelenjar prostat.

Saran
Perlu dilakukan peningkatan keterampilan yang lebih baik dalam
interpretasi sonogram serta pengembangan yang lebih luas terhadap penggunaan
USG pada sistem organ lain.
DAFTAR PUSTAKA

Ackerman N. 2002. Imaging the urinary tract. Di dalam: Proceedings of the 27th
World Small Animal Veterinary Annual; Granada, 3-5 Okt 2002.
Acland HM. 1995. Reproductive System: Male. Di dalam: Carlton WW, McGavin
MD, editor. Thomson’s Special Veterinary Pathology. Ed ke-2. Missouri:
Mosby-Year Book, Inc. hlm. 556
Aiello SE, Bukowski JA. 2007. Dogs Basic. Di dalam: Kahn CM, editor. The
Merck/Merial Manual for Pet Health. Home edition. New Jersey: Merck
and Co., Inc. hlm. 2-5
Andersson KE, Arner A. 2004. Urinary bladder contraction and relaxation:
physiology and pathophysiology. Physiol Rev 84: 935–986
Barr F. 1990. Diagnostic Ultrasound in the Dog and Cat. Oxford: Blackwell
Scientific Publications. hlm. 1-20, 46-74, 91-92
Barsanti JA, Finco DR. 1995. Prostatic Disease. Di dalam: Ettinger S, Feldman E,
editor. Textbook of Veterinary Internal Medicine. Philadelphia: WB
Saunders. hlm 1681-1682
Bartges JW. 1997. Hematuria. Di dalam: Tilley LP, Smith FWK, MacMurray AC,
editor. The 5 Minute Veterinary Consult: Canine and Feline. Maryland:
Williams and Wilkins A Waverly Company. hlm. 77
Bartges JW et al. 2007. Kidney and Urinary Tract Disorder. Di dalam: Kahn CM,
editor. The Merck/Merial Manual for Pet Health. Home edition. New
Jersey: Merck and Co., Inc. hlm. 283-300
Bercovitch MG. 1997. Hydronephrosis. Di dalam: Tilley LP, Smith FWK,
MacMurray AC, editor. The 5 Minute Veterinary Consult: Canine and
Feline. Maryland: Williams and Wilkins A Waverly Company. hlm. 688
Biller DS, Kantrowitz B, Partington B, Miyabayashi T. 1990a. Diagnostic
ultrasound of the urinary bladder. J Am Anim Hosp Assoc 26: 397
Biller DS, Chew DJ, DiBartola SP. 1990b. Polycystic kidney disease in a family
of Persian cats. J Am Vet Med Assoc 54: 660-669
Colville J. 2002. The Urinary System. Di dalam: Colville J, Bassert JM, editor.
Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians. USA: Mosby
International. hlm. 304-317
Colville T. 2002. The Reproductive System. Di dalam: Colville J, Bassert JM,
editor. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians. USA:
Mosby International. hlm. 318-328
Confer AW, Panciera RJ. 1995. The Urinary System. Di dalam: Carlton WW,
McGavin MD, editor. Thomson’s Special Veterinary Pathology. Ed ke-2.
Missouri: Mosby-Year Book, Inc. hlm. 209, 236, 241-242
Cowan L. 1997. Prostatic Cysts. Di dalam: Tilley LP, Smith FWK, MacMurray
AC, editor. The 5 Minute Veterinary Consult: Canine and Feline. Maryland:
Williams and Wilkins A Waverly Company. hlm. 972-973
Davidson AP et al. 2007. Reproductive Disorder. Di dalam: Kahn CM, editor. The
Merck/Merial Manual for Pet Health. Home edition. New Jersey: Merck
and Co., Inc. hlm. 219-220
Dorland N. 2005. Kamus Kedokteran Dorland. Hartanto H, penerjemah; Hartanto
H, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari:
Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. Ed ke-29.
Dyce KM, Sack WO, Wensing CJG. 2002. Textbook of Veterinary Anatomy. Ed
ke-3. Pennsylvania: W. B. Saunders Company. hlm. 166-189
Evans HE, Christensen GC. 1993. The Urogenital System. Di dalam: Evans HE,
editor. Miller’s Anatomy of the Dog. Ed ke-3. Pennsylvania: W. B. Saunders
Company. hlm. 494-530
Feeney DA et al. 1999. Imaging canine urocystoliths. Detection and prediction of
mineral content. Vet Clin North Am Small Anim Pract 29; 59-71
Feeney DA, Johnston GR. 2002. Kidney and Ureters. Di dalam: Thrall DE, editor.
Textbook of Diagnostic Veterinary Radiology. Ed ke-4. hlm. 556-571
Forrester SD. 2000. Diseases of the Kidney and Ureter. Di dalam: Birchard SJ,
Sherding RG, editor. Saunders Manual of Small Animal Practice. Ed ke-2.
Philadelphia: WB Saunders Company. hlm. 935
Geisse AL et al. 1997. Sonographic evaluation of urinary bladder wall thicknes in
normal dogs. Vet Radiol Ultrasound 38:132-137
Goddard PJ, editor. 1995. Veterinary Ultrasound. Ealingford: CAB International.
hlm. 1-7
Green RW. 1997. Small Animal Ultrasound [CD Rom]. Philadelphia: Lippincott-
Raven Publishers.
Grover PK, Thurgood LA, Ryall RL. 2007. Effect of urine fractionation on
attachment of calcium oxalate crystals to renal epithelial cells: implications
for studying renal calculogenesis. Am J Physiol Renal Physiol. 292: F1396–
F1403
Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Setiawan I,
Tengadi LMAKA, Santoso A, penerjemah; Setiawan A, editor. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical
Physiology. Ed ke-9. hlm. 399
Hare B, Brown M, Williamson C, Tomasello M. 2002. The domestication of
social cognition in dogs. Science 22 Nov; 298 (5598): 1634-1636
Houpt KA. 1998. Domestic Animal Behavior for Veterinarians and Animal
Scientists. Ed ke-3. Iowa: Iowa State University Press. hlm. 16
Johnston GR, Feeney DA, Rivers B, Walter PA. 1991. diagnostic Imaging of the
Male Canine Reproductive Organs. Di dalam: The Veterinary Clinics of
North America: Small Animal Practice. Philadephia: WB Saunders. hlm.
553
Klausner JS. 1997. Benign Prostatic Hyperplasia. Di dalam: Tilley LP, Smith
FWK, MacMurray AC, editor. The 5 Minute Veterinary Consult: Canine
and Feline. Maryland: Williams and Wilkins A Waverly Company. hlm.
389
Lamb CR. 1995. Abdominal Ultrasonography in Small Animal. Di dalam:
Goddard PJ, editor. Veterinary Ultrasound. Ealingford: CAB International.
hlm. 21-48
Larkin P, Stockman M. 2007. The Ultimate Encyclopedia of Dogs: Dog Breeds
and Dogs Care. London: Anness Publishing Ltd. hlm. 6, 26
Lawhead JB, Baker M. 2005. Introduction to Veterinary Science. New York:
Delmar of Thomson Learning, Inc. hlm. 74-85
Less G. 1992. Diagnosis and Treatment of Canine Urolithiasis. Di dalam: Less G,
editor. Disease of urinary System. College Station. Texas: A and M Press.
hlm.148
Leveille R. 1998. Ultrasonography of urinary bladder disorders. Vet Clin North
Am Small Anim Pract, July 1, 1998; 28(4): 799-821
Lulich J. 1997. Polycystic Kidney Disease. Di dalam: Tilley LP, Smith FWK,
MacMurray AC, editor. The 5 Minute Veterinary Consult: Canine and
Feline. Maryland: Williams and Wilkins A Waverly Company. hlm. 964
Meadows G, Flint E. 2006. Buku Pegangan bagi Pemilik Kucing. Sindoro A,
penerjemah; Saputra L, editor. Batam: Karisma publishing Group.
Terjemahan dari: The Cat Owner’s Handbook. hlm. 59
Noviana D, Aliambar SH, Ulum MF, Zulfanedi Y. 2008. Atlas Ultrasonografi
Anjing dan Kucing. Ed ke-1. Bogor: Bagian Bedah dan Radiologi.
Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi. FKH IPB. hlm. 16-20
Polzin DJ. 1997. Creatinin and Blood Urea Nitrogen (BUN)-Azotemia and
Uremic. Di dalam: Tilley LP, Smith FWK, MacMurray AC, editor. The 5
Minute Veterinary Consult: Canine and Feline. Maryland: Williams and
Wilkins A Waverly Company. hlm. 216
Ruel Y, Barthez PY, Mailes A, Begon D. 1998. Ultrasonographic evaluation of
the prostate in healthy intact dogs. Vet Radiol Ultrasound 31: 195-199
West G, editor. 1995. Black’s Veterinary Dictionary. Ed ke-18. London: A and C.
Black Limited.
Widmer WR, Biller DS, Adams LG. 2004. Ultrasonography of the urinary tract in
small animals. J Am Vet Med Assoc 225(1): 46-54

Das könnte Ihnen auch gefallen