Sie sind auf Seite 1von 20

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/335463788

PENDIDIKAN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Preprint · August 2019


DOI: 10.13140/RG.2.2.30831.59043

CITATIONS READS

0 7,067

1 author:

Delipiter Lase
STT Banua Niha Keriso Protestan Sundermann Nias
6 PUBLICATIONS   3 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Dimensi Spiritualitas dalam Kompetensi Kepribadian Guru Pendidikan Agama Kristen View project

All content following this page was uploaded by Delipiter Lase on 29 August 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENDIDIKAN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Delipiter Lase
STT Banua Niha Keriso Protestan Sundermann Nias
piterlase@sttsundermann.ac.id

Abstract: Industrial Revolution 4.0 has brought changes in various aspects of human life. One
of them is the education system. The problem is, what components of education are affected,
and how to respond to these implications? This paper aims to explain changes and alignment
that are required to be done in education so that the human resources produced by various
educational institutions can compete and contribute globally. The type of research used is
library research. The discussion shows that the development of current and future curricula
must elaborate on the abilities of students in the academic dimension, life skills, ability to live
together and think critically and creatively. Other invisible skills like interpersonal skills,
global-minded citizens, and literacy of the media and information available. Also, the
curriculum must be able to direct and shape students ready to face the industrial revolution
era with an emphasis on the fields of STEM. Curriculum reorientation refers to ICT-based
learning, the internet of things, big data and computerization, as well as entrepreneurship and
internship; this needs to be a compulsory curriculum to produce skilled graduates in literacy,
technology literacy, and human literacy aspects. The competencies that must be possessed by
the teacher are educational competence, skill for technological commercialization, capability
in globalization, expertise in future strategies, and counselor competence. In addition to these
competencies, teachers also need to have skills and friendliness with technology, collaboration,
creative and taking risks, having a good sense of humor, and teaching as a whole (holistic). The
open learning platform is one way to be considered by the school and teacher in deciding how
education and learning are held.

Keyword: Industrial Revolution 4.0, Education 4.0

Abstrak: Revolusi Industri 4.0 telah membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan
manusia. Salah satunya adalah sistem pendidikan. Masalahnya adalah, komponen pendidikan
apa yang terpengaruh, dan bagaimana merespons implikasi ini? Makalah ini bertujuan untuk
menjelaskan perubahan yang harus dilakukan di sekolah sehingga sumber daya manusia yang
dihasilkan oleh berbagai lembaga pendidikan dapat bersaing dan berkontribusi secara global.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Diskusi menunjukkan bahwa
pengembangan kurikulum saat ini dan masa depan harus melengkapi kemampuan siswa dalam
dimensi akademik, keterampilan hidup, kemampuan untuk hidup bersama dan berpikir secara
kritis dan kreatif. Keterampilan tak kasat mata lain seperti keterampilan interpersonal,
berpikir global, dan literasi media dan informasi. Selain itu, kurikulum harus mampu
membentuk siswa dengan penekanan pada bidang STEM. Kurikulum mengacu pada
pembelajaran berbasis TIK, internet of things, big data dan komputer, serta kewirausahaan
dan magang. Ini perlu menjadi kurikulum wajib untuk menghasilkan lulusan yang terampil di
bidang literasi, literasi teknologi, dan literasi manusia. Kompetensi yang harus dimiliki oleh
guru adalah educational competence, competence for technological commercialization, competence in
globalization, competence in future strategies, and counselor competence. Selain kompetensi ini, guru
juga perlu memiliki keterampilan dan sikap yang bersahabat dengan teknologi, kolaborasi,
kreatif dan mengambil risiko, memiliki selera humor yang baik, dan mengajar secara holistik.
Open Learning Platform dapat dipertimbangkan oleh sekolah dan guru dalam memutuskan
bagaimana pendidikan dan pembelajaran diselenggarakan.

Kata kunci: Revolusi Industri 4.0, Pendidikan 4.0

Pendahuluan
Saat ini dunia telah memasuki era revolusi industri generasi ke empat (Revolusi Industri
4.0) yang ditandai dengan meningkatnya konektivitas, interaksi serta perkembangan sistem
digital, kecerdasan artifisial, dan virtual. Dengan semakin konvergennya batas antara manusia,
mesin dan sumber daya lainnya, teknologi informasi dan komunikasi tentu berimbas pula pada
berbagai sektor kehidupan. Salah satunya yakni berdampak terhadap sistem pendidikan di
Indonesia.
Perubahan era ini tidak dapat dihindari oleh siapapun sehingga dibutuhkan penyiapan
sumber daya manusia (SDM) yang memadai agar siap menyesuaikan dan mampu bersaing dalam
skala global. Peningkatan kualitas SDM melalui jalur pendidikan mulai dari pendidikan dasar
dan menengah hingga ke perguruan tinggi adalah kunci untuk mampu mengikuti perkembangan
Revolusi Industri 4.0.
Keberhasilan suatu Negara dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0, turut ditentukan
oleh kualitas dari pendidik seperti guru. Para guru dituntut menguasai keahlian, kemampuan
beradaptasi dengan teknologi baru dan tantangan global. Dalam situasi ini, setiap lembaga
pendidikan harus mempersiapkan oritentasi dan literasi baru dalam bidang pendidikan. Literasi
lama yang mengandalkan baca, tulis dan matematika harus diperkuat dengan mempersiapkan
literasi baru yaitu literasi data, teknologi dan sumber daya manusia. Literasi data adalah
kemampuan untuk membaca, analisa dan menggunakan informasi dari data dalam dunia digital.
Kemudian, literasi teknologi adalah kemampuan untuk memahami sistem mekanika dan
teknologi dalam dunia kerja. Sedangkan literasi sumber daya manusia yakni kemampuan
berinteraksi dengan baik, tidak kaku, dan berkarakter (Aoun, 2018), (Sudlow, 2018).
Untuk menghadapi era revolusi industri 4.0, diperlukan pendidikan yang dapat
membentuk generasi kreatif, inovatif, serta kompetitif. Hal tersebut salah satunya dapat dicapai
dengan cara mengoptimalisasi penggunaan teknologi sebagai alat bantu pendidikan yang
diharapkan mampu menghasilkan output yang dapat mengikuti atau mengubah zaman menjadi
lebih baik. Tanpa terkecuali, Indonesia pun perlu meningkatkan kualitas lulusan sesuai dunia
kerja dan tuntutan teknologi digital.
Pendidikan 4.0 adalah respons terhadap kebutuhan Revolusi Industri 4.0 di mana
manusia dan teknologi diselaraskan untuk menciptakan peluang-peluang baru dengan kreatif
dan inovatif. Fisk (2017) menjelaskan “that the new vision of learning promotes learners to learn not only
skills and knowledge that are needed but also to identify the source to learn these skills and knowledge”. Masih
menurut Fisk (2017) sebagaimana dikutip oleh Aziz Hussin (2018), ada sembilan tren atau
kecenderungan terkait dengan Pendidikan 4.0, yakni sebagai berikut
Pertama, belajar pada waktu dan tempat yang berbeda. Siswa akan memiliki lebih
banyak kesempatan untuk belajar pada waktu dan tempat yang berbeda. e-Learning
memfasilitasi kesempatan untuk pembelajaran jarak jauh dan mandiri. Di sini pembelajaran di
kelas tidak menjadi satu-satunya pilihan tempat menyelenggarakan pembelajaran, namun juga
di luar kelas. Materi ajar yang sifatnya teoretis, konseptual dan prinsip-prinsip dipelajari di luar
kelas oleh siswa, sedangkan bagian materi yang bersifat praktis dan prosedural dilangsungkan
di kelas, secara interaktif di bawah bimbingan guru.
Kedua, pembelajaran individual. Siswa akan belajar dengan peralatan belajar yang
adaptif dengan kemampuannya. Ini menunjukkan bahwa siswa pada level yang lebih tinggi
ditantang dengan tugas dan pertanyaan yang lebih sulit ketika setelah melewati derajat
kompetensi tertentu. Siswa yang mengalami kesulitan dengan mata pelajaran akan mendapatkan
kesempatan untuk berlatih lebih banyak sampai mereka mencapai tingkat yang diperlukan.
Siswa akan diperkuat secara positif selama proses belajar individu mereka. Ini dapat
menghasilkan pengalaman belajar yang positif dan akan mengurangi jumlah siswa yang
kehilangan kepercayaan tentang kemampuan akademik mereka. Di sini, guru akan dapat melihat
dengan jelas siswa mana yang membutuhkan bantuan di bidang mana.
Ketiga, siswa memiliki pilihan dalam menentukan bagaimana mereka belajar. Meskipun
setiap mata pelajaran yang diajarkan bertujuan untuk tujuan yang sama, cara menuju tujuan itu
dapat bervariasi bagi setiap siswa. Demikian pula dengan pengalaman belajar yang berorientasi
individual, siswa akan dapat memodifikasi proses belajar mereka dengan alat yang mereka rasa
perlu bagi mereka. Siswa akan belajar dengan perangkat, program dan teknik yang berbeda
berdasarkan preferensi mereka sendiri. Pada tataran ini, kombinasi pembelajaran tatap muka
dan pembelajaran jarak jauh (blended learning), membalikkan ruang kelas dan membawa alat
belajar sendiri (bring your own device) membentuk terminologi penting dalam perubahan ini
(Graham, 2004), (Graham & Dziuban, 2008).
Empat. Pembelajaran berbasis proyek. Siswa saat ini harus sudah dapat beradaptasi
dengan pembelajaran berbasis proyek, demikian juga dalam hal bekerja. Ini menunjukkan bahwa
mereka harus belajar bagaimana menerapkan keterampilan mereka dalam jangka pendek ke
berbagai situasi. Siswa sudah harus berkenalan dengan pembelajaran berbasis proyek di sekolah
menengah. Inilah saatnya keterampilan mengorganisasi, kolaborasi, dan manajemen waktu
diajarkan kepada peserta didik untuk kemudian dapat digunakan setiap siswa dalam karir
akademik mereka selanjutnya.
Lima, pengalaman lapangan. Kemajuan teknologi memungkinkan pembelajaran domain
tertentu secara efektif, sehingga memberi lebih banyak ruang untuk memperoleh keterampilan
yang melibatkan pengetahuan siswa dan interaksi tatap muka. Dengan demikian, pengalaman
lapangan akan diperdalam melalui kursus atau latihan-latihan. Sekolah akan memberikan lebih
banyak kesempatan bagi siswa untuk memperoleh keterampilan dunia nyata yang mewakili
pekerjaan mereka. Ini menunjukkan disain kurikulum perlu memberi lebih banyak ruang bagi
siswa untuk lebih banyak belajar secara langsung melalui pengalaman lapangan seperti magang,
proyek dengan bimbingan dan proyek kolaborasi.
Enam, interpretasi data. Perkembangan teknologi komputer pada akhirnya mengambil
alih tugas-tugas analisis yang dilakukan secara manual (matematik), dan segera menangani
setiap analisis statistik, mendeskripsikan dan menganalisis data serta memprediksi tren masa
depan. Oleh karena itu, interpretasi siswa terhadap data ini akan menjadi bagian yang jauh lebih
penting dari kurikulum masa depan. Siswa dituntut memiliki kecakapan untuk menerapkan
pengetahuan teoretis ke angka-angka, dan menggunakan keterampilan mereka untuk membuat
kesimpulan berdasarkan logika dan tren data.
Tujuh, penilaian beragam. Mengukur kemampuan siswa melalui teknik penilaian
konvensional seperti tanya jawab akan menjadi tidak relevan lagi atau tidak cukup. Penilaian
harus berubah, pengetahuan faktual siswa dapat dinilai selama proses pembelajaran, dan
penerapan pengetahuan dapat diuji saat siswa mengerjakan proyek mereka di lapangan.
Delapan, keterlibatan siswa. Keterlibatan siswa dalam menentukan materi pembelajaran
atau kurikulum menjadi sangat penting. Pendapat siswa dipertimbangkan dalam mendesain dan
memperbarui kurikulum. Masukan mereka membantu perancang kurikulum menghasilkan
kurikulum kontemporer, mutakhir dan bernilai guna tinggi.
Terakhir, mentoring. Pendampingan atau pemberian bimbingan kepada peserta didik
menjadi sangat penting untuk membangun kemandiran belajar siswa. Pendampingan menjadi
dasar bagi keberhasilan siswa, sehingga menuntut guru untuk menjadi fasilitator yang akan
membimbing siswa menjalani proses belajar mereka.
Sembilan pergeseran tren Pendidikan 4.0 di atas menjadi tanggung jawab utama guru
kepada peserta didik. Pendidik harus memainkan peran untuk mendukung transisi dan tidak
menganggapnya sebagai ancaman bagi pengajaran konvensional. Ini merupakan tantangan yang
menggairahkan, merangsang untuk bertindak, dan masif. Adaptasi terhadap tren pendidikan ini
memberi garansi bagi individu dan masyarakat untuk mengembangkan serangkaian kompetensi,
keterampilan, dan pengetahuan yang lebih lengkap dan mengeluarkan seluruh potensi kreatif
mereka.
Berdasarkan uraian di atas, revolusi industri 4.0 ditandai dengan disrupsi teknologi
memiliki implikasi yang signifikan terhadap sistem pendidikan. Pertanyaannya adalah apa
komponen pendidikan yang terdampak dan bagaimana merespon implikasi ini. Paper ini
dimaksudkan untuk menggambarkan perubahan dan penyesuaian penting yang dilakukan
dalam sistem pendidikan untuk mersepon revolusi digital, sehingga output pendidikan dapat
bersaing dan berkontribusi secara global.

Metode
Untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan
dibahas dalam tulisan ini, penulis menggunakan studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah
“teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, litertur-
literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang
dipecahkan (Nazir, 1988: 111). Seiring dengan pendapat tersebut, Arikunto menjelaskan bahwa
“studi pustaka dalam penelitian merupakan metode pengumpulan data dengan mencari
informasi lewat buku, majalah, koran, dan literatur lainnya yang bertujuan untuk membentuk
suatu landasan teori (Arikunto, 2006). Upaya mengumpulkan informasi dimaksud dapat
diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan
disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia dan sumber-
sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.

Hasil & Pembahasan


Revolusi Industri 4.0
Konsep revolusi industri 4.0 ini merupakan konsep yang pertama kali diperkenalkan
oleh Profesor Klaus Schwab. Beliau merupakan ekonom terkenal asal Jerman sekaligus
penggagas World Economic Forum (WEF) yang melalui bukunya, The Fourth Industrial Revolution,
menyatakan bahwa revolusi industri 4.0 secara fundamental dapat mengubah cara kita hidup,
bekerja, dan berhubungan satu dengan yang lain (Schwab, 2016).
Richard Mengko, yang mengutip dari A.T. Kearney dalam Stevani Halim, (Medium,
2018), menggambarkan empat tahap evolusi industri. Pertama, Revolusi industri yang pertama
terjadi pada akhir abad ke-18. Hal ini ditandai dengan ditemukannya alat tenun mekanis pertama
pada tahun 1784. Kedua, Revolusi industri 2.0 terjadi di awal abad ke-20. Kala itu ada pengenalan
produksi massal berdasarkan pembagian kerja. Ketiga, Awal tahun 1970 ditengarai sebagai
perdana kemunculan revolusi industri 3.0 yang dimulai dengan penggunaan elektronik dan
teknologi informasi guna otomatisasi produksi. Terakhir, 2018 hingga sekaranglah zaman revolusi
industri 4.0. Industri 4.0 adalah industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan
teknologi cyber. Ini merupakan tren otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi
manufaktur. Pada era ini, industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas
manusia, mesin dan data, semua sudah ada di mana-mana, atau mengenalnya dengan istilah
Internet of Things (IoT).

Gambar 1. The Dawn of 4IR (Schwab, 2016)

Industri 4.0 selanjutnya hadir menggantikan industri 3.0 yang ditandai dengan cyber fisik
dan kolaborasi manufaktur (Hermann, Pentek, & Otto, 2016; Irianto, 2017). Lee, Lapira, Bagheri,
& Kao (2013) menjelaskan, industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi manufaktur
yang didorong oleh empat faktor: 1) peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan
konektivitas; 2) munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis; 3) terjadinya bentuk
interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan 4) perbaikan instruksi transfer digital ke dunia
fisik, seperti robotika dan 3D printing. Prinsip dasar industri 4.0 adalah penggabungan mesin,
alur kerja, dan sistem, dengan menerapkan jaringan cerdas di sepanjang rantai dan proses
produksi untuk mengendalikan satu sama lain secara mandiri (Liffler & Tschiesner, 2013).
Hermann et al (2016) menambahkan, ada empat desain prinsip industri 4.0. Pertama,
interkoneksi (sambungan) yaitu kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan orang untuk
terhubung dan berkomunikasi satu sama lain melalui Internet of Things (IoT) atau Internet of People
(IoP).
Industri 4.0 telah memperkenalkan teknologi produksi massal yang fleksibel
(Kagermann, Wahlster, & Helbig, 2013). Mesin akan beroperasi secara independen atau
berkoordinasi dengan manusia (Sung, 2018). Mengontrol proses produksi dengan melakukan
sinkronisasi waktu dengan melakukan penyatuan dan penyesuaian produksi (Kohler, D, &
Weisz, 2016). Selanjutnya, Zesulka et al (2016) menambahkan, industri 4.0 digunakan pada tiga
faktor yang saling terkait yaitu; 1) digitalisasi dan interaksi ekonomi dengan teknik sederhana
menuju jaringan ekonomi dengan teknik kompleks; 2) digitalisasi produk dan layanan; dan 3)
model pasar baru. Baur dan Wee (2015) memetakan industri 4.0 dengan istilah “kompas digital”.
Salah satu karakteristik unik dari industri 4.0 adalah pengaplikasian kecerdasan buatan atau
artificial intelligence (Tjandrawinata, 2017).
Pendidikan 4.0
Pendidikan 4.0 adalah istilah umum yang digunakan oleh para ahli teori pendidikan
untuk menggambarkan berbagai cara untuk mengintegrasikan teknologi cyber baik secara fisik
maupun tidak ke dalam pembelajaran. Ini adalah lompatan dari pendidikan 3.0. Pendidikan 3.0
mencakup pertemuan ilmu saraf, psikologi kognitif, dan teknologi pendidikan, menggunakan
digital dan mobile berbasis web, termasuk aplikasi, perangkat keras dan lunak (Hussain, 2013).
Pendidikan 4.0 merupakan fenomena yang timbul sebagai respon terhadap kebutuhan revolusi
industri 4.0, di mana manusia dan mesin diselaraskan untuk memperoleh solusi, memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi, serta menemukan berbagai kemungkinan inovasi baru yang
dapat dimanfaatkan bagi perbaikan kehidupan manusia modern.
Dunwill (2016) mengatakan bahwa akan banyak perubahan di masa depan, dan
memperkirakan bagaimana kecederungan kelas (classroom) akan terlihat dalam 5-7 tahun ke
depan, yakni (a) perubahan besar dalam tata ruang kelas, (b) virtual dan augmented reality akan
mengubah lanskap pendidikan, (c) Tugas yang fleksibel yang mengakomodasi banyak gaya
(preferensi) belajar, dan (d) MOOC dan opsi pembelajaran online lainnya akan berdampak pada
pendidikan menengah.
Di Indonesia, Massive Open Online Course (MOOC) dikenal dengan Pembelajaran Daring
Terbuka dan Terpadu (PDTT/PDITT). Selain Universitas Terbuka, beberapa perguruan tinggi di
Indonesia menyelenggarakan model pembelajaran ini, di antaranya Focus Fisipol UGM,
InodonesiaX yang didukung oleh ITB, ITS, dan UI, UCEO Universitas Ciputra, dll. Pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah, Kemendikbud RI mengembangkan fasilitas pembelajaran
melalui TIK lewat portal Rumah Belajar yang dapat diakses dengan mudah oleh guru maupun
siswa. Dengan berbagai fitur yang ada, Rumah Belajar memudahkan siswa maupun guru dalam
memeroleh sumber belajar selain lewat buku. Keberadaan Rumah Belajar diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan untuk pembelajaran yang dapat diakses di mana saja, kapan saja, dan
dengan siapa saja.
Abad ke-21 sebagai abad keterbukaan atau (globalisasi). Karena itu, muatan
pembelajaran diharapkan mampu memenuhi 21st century skills, yakni 1) pembelajaran dan
keterampilan inovasi meliputi penguasan pengetahuan dan keterampilan yang beraneka ragam,
pembelajaran dan inovasi, berpikir kritis dan penyelesaian masalah, komunikasi dan kolaborasi,
dan kreatifitas dan inovasi, 2) keterampilan literasi digital meliputi literasi informasi, literasi
media, dan literasi ICT, 3) karir dan kecakapan hidup meliputi fleksibilitas dan adaptabilitas,
inisiatif, interaksi sosial dan budaya, produktifitas dan akuntabilitas, dan kepemimpinan dan
tanggung jawab (Trilling & Fadel, 2009).
Saat ini, individu yang berusia 18 dan 23 tahun dikenal dengan Generasi Z (Gen Z) telah
berubah oleh karena kemajuan teknologi. Generasi ini memiliki preferensi belajar yang mana,
mereka sepenuhnya terlibat dalam proses belajar. Mereka menyambut tantangan dan menikmati
diskusi kelompok dan lingkungan belajar yang sangat interaktif. Bagi mereka, belajar adalah
tanpa batas; mereka dapat belajar di mana saja dan kapan saja dan memiliki akses tak terbatas
ke informasi baru. Mereka memberi perhatian pada pembelajaran yang melibatkan kolaborasi
aktif dengan anggota tim dan belajar di tempat lain selain kelas. Selain itu, penggunaan alat
digital dan forum online menjadi lebih disukai, mereka lebih suka terintegrasi dalam proses
pembelajaran mereka. Karena siswa Gen Z sangat menyukai alat digital, mereka berharap alat
tersebut tersedia kapan pun mereka membutuhkannya dengan hambatan akses yang rendah.
Siswa Gen Z ini perlu bersiap untuk berkembang dalam Revolusi Industri 4.0 (Kozinski, 2017).
Dalam pidatonya Mendikbud RI Muhadjir Effendy pada kegiatan Hardiknas 02 Mei 2018
di Universitas Negeri Yogyakarta, menyampaikan bahwa hadirnya revolusi industri 4.0 membuat
dunia kini mengalami perubahan yang semakin cepat dan kompetitif. Untuk menghadapi itu,
Mendikbud menilai perlu merevisi kurikulum dengan menambahkan lima kompetensi. Yakni,
Pertama diharapkan peserta didik memiliki kemampuan berpikir kritis. Kedua, diharapkan
peserta didik memiliki kreatifitas dan memiliki kemampuan yang inovatif. Ketiga, kemampuan
dan keterampilan berkomunikasi. Keempat, kemampuan bekerjasama dan berkolaborasi, dan
terakhir, diharapkan peserta didik memiliki kepercayaan diri (Hafil, 2018).
Selain program pendidikan vokasi, kurikulum harus menyesuaikan dengan iklim bisnis
dan industri yang semakin kompetitif. Peserta didik disiapkan dengan kurikulum yang memiliki
muatan artifisial intelligent (Pan, 2016), internet of things (IoT), wearable (augmented reality and virtual
reality), advance robotic, dan 3D printing. Singkatnya, kurikulum wajib link and match antara sekolah
dengan dunia usaha dan industri.
Forum Ekonomi Dunia (2016) telah memperkirakan 10 keterampilan terbaik untuk masa
depan. Kreativitas akan menjadi salah satu dari tiga keterampilan yang dibutuhkan oleh pekerja.
Dengan pergerakan besar-besaran dari produk baru, teknologi baru dan cara kerja baru, pekerja
harus menjadi lebih kreatif untuk mendapatkan manfaat dari perubahan ini. Meskipun robot
dapat membantu untuk mencapai tempat dan tujuan yang inginkan dengan lebih cepat, namun
robot belum bisa sekreatif manusia. Kemampuan negosiasi (membuat kesepakatan) dan
kecerdasan dalam berpikir dan bertindak (coqnitive flexibility) turun urutannya dan digantikan
dengan pembuatan keputasan berbasis data (big data).

Gambar 2. Top 10 Skills in 2015 & 2020 (Schwab, 2016 & Alex Gray, 2016)
Sebuah survei yang dilakukan oleh Dewan Agenda Global Forum Ekonomi Dunia
tentang Masa Depan Perangkat Lunak dan Masyarakat menunjukkan bahwa orang-orang
mengharapkan mesin kecerdasan buatan menjadi bagian dari dewan direksi perusahaan pada
tahun 2026. Demikian pula, mendengarkan secara aktif, yang dianggap sebagai keterampilan inti
hari ini, akan hilang sepenuhnya dari 10 besar. Kecerdasan emosional, yang tidak masuk dalam
10 besar hari ini, akan menjadi salah satu keterampilan teratas yang dibutuhkan oleh semua (Alex
Gray, 2016).
Qusthalani dalam laman rumah belajar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
sebagaimana dikutip oleh Dinar Wahyuni menyebutkan lima kompetensi yang harus
dipersiapkan guru memasuki era Revolusi Industri 4.0, yaitu, pertama, educational competence.
Kedua, competence for technological commercialization, Ketiga, competence in globalization, Keempat,
competence in future strategies, dan kelima, counselor competence (Wahyuni, 2018).
Sementara itu, Latip (2018) mengemukakan bahwa setidaknya ada 4 kompetensi yang
harus dimiliki oleh guru pada era revolusi industri 4.0 ini, yakni 1) guru harus mampu melakukan
penilaian secara komprehensif; 2) Guru harus memiliki kompetensi abad 21: karakter, akhlak dan
literasi; 3) Guru harus mampu menyajikan modul sesuai passion siswa; dan 4) Guru harus
mampu melakukan autentic learning yang inovatif.
Untuk mencapai keterampilan abad 21, trend pembelajaran dan best practices juga harus
disesuaikan, salah satunya adalah melalui pembelajaran terpadu atau secara blended learning
(Graham & Dziuban, 2008). Blended learning adalah cara mengintegrasikan penggunaan teknologi
dalam pembelajaran yang memungkinkan pembelajaran yang sesuai bagi masing-masing siswa
dalam kelas. "Blended learning memungkinkan terjadinya refleksi terhadap pembelajaran”
(Wibawa, 2018).
Blended learning merupakan salah solusi pembelajaran di era revolusi 4.0. Menurut para
ahli, Blended learning merupakan kombinasi antara pembelajaran berbasis online dengan
pembelajaran melalui tatap muka di kelas (Fitzpatrick, 2012; Wilson, 2019). Merupakan
perpaduan antara pembelajaran fisik di kelas dengan lingkungan virtual (Maarop & Embi, 2016).
Definisi-definisi menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis blended learning merupakan
gabungan dari literasi lama dan literasi baru (literasi manusia, literasi teknologi dan data).

Kurikulum Pendidikan 4.0


Revolusi Industri 4.0 yang sarat akan teknologi yang super cepat akan membawa
perubahan yang cukup signifikan, salah satunya terhadap sistem pendidikan di Indonesia.
Perubahan dalam sistem pendidikan tentunya akan berdampak pula pada rekonstruksi
kurikulum, peran guru sebagai tenaga pendidik dan pengembangan teknologi pendidikan yang
berbasi ICT. Ini adalah tantangan baru untuk merevitalisasi kembali pendidikan kita, guna
menghasilkan orang-orang cerdas, yang kreatif dan inovatif serta mampu berkompetisi secara
global.
Banyak kajian mengemukakan bahwa implementasi kurikulum di lapangan mengalami
degradasi yang keluar konteks dan tidak lagi berorientasi pada pencapaian kemampuan peserta
didik pada pemahaman ilmu dalam konteks praktik hidup dan keseharian (kompetensi
keterampilan hidup), namun hanya berkisar pada target pencapaian kompetensi peserta didik
yang digambarkan pada nilai-nilai akademik semata.
Penyelarasan pembelajaran dalam tataran praktik yang disesuaikan pada konstruk
kurikulum menjadi fokus pertama penyelesaian ‘pekerjaan rumah dalam bidang pendidikan.
Kebijakan Kurikulum harus mengelaborasi kemampuan peserta didik pada dimensi pedagogik,
kecakapan hidup, kemampuan hidup bersama (kolaborasi), dan berpikir kritis dan kreatif.
Mengedepankan ‘soft skills’ dan ‘transversal skills’, keterampilan hidup, dan keterampilan yang
secara kasat tidak terkait dengan bidang pekerjaan dan akademis tertentu. Namun, hal itu
bermanfaat luas pada banyak situasi pekerjaan layaknya kemampuan berpikir kritis dan inovatif,
keterampilan interpersonal, warga negara yang berwawasan global, dan literasi terhadap media
dan informasi yang ada.
Sudah waktuya kurikulum kita direviu dan secara bertahap mengembangkan kurikulum
pendidikan yang mampu mengarahkan dan membentuk anak didik siap menghadapi era revolusi
industri dengan penekanan pada bidang Sains, Technology, Engineering and Mathematic atau
STEM (Education, 2009). Di samping itu, perlu ada reorientasi kurikulum, kurikulum sudah
harus mengacu pada pembelajaran dalam teknologi informasi, internet of things, big data dan
komputerisasi, serta entrepreneurship dan internship, ini perlu menjadi kurikulum wajib guna
menghasilkan lulusan terampil dalam aspek literas data, literasi teknologi dan literasi manusia.

Kompetensi dan Skill Guru di Era Revolusi 4.0


Revolusi industri 4.0 memberikan pengaruh yang besar pada berbagai bidang, namun
tidak untuk tiga bidang profesi berikut, yaitu bidang pendidikan (guru), bidang kesehatan
(dokter, perawat) dan kesenian (seniman). Peran guru secara utuh sebagai pendidik, pengajar,
pembimbing, "orang tua" di sekolah tidak akan bisa digantikan sepenuhnya dengan kecanggihan
teknologi. Karena sentuhan seorang guru kepada para peserta didik memiliki kekhasan yang
tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang atau digantikan teknologi.
Meskipun profesi guru tidak mendapatkan pengaruh secara signifikan dengan adanya
revolusi industri 4.0, namun guru tidak boleh terlena dengan kondisi yang ada, guru harus terus
meningkatkan kualitas diri agar bisa menjadi guru yang mampu menghasilkan sumber daya
manusia yang lebih berkualitas. Karena itu, selain pendapat Wahyuni (2018) dan Latih (2018)
sebagaimana dijelaskan sebelumnya, menurut hemat penulis sikap atau skill lainnya yang perlu
dimiliki guru dalam menghadapi era Industri 4.0, adalah antara lain:
1. Bersahabat dengan Teknologi.
Dunia selalu berubah dan berkembang ke level yang lebih tinggi, salah satu perubahannya
ditandai oleh kemajuan teknologi. Setiap orang tidak akan mampu melawan kemajuan
teknologi, karena itu agar tidak tergilas olehnya, guru wajib memiliki kemauan untuk belajar
terus-menerus. Perubahan dunia oleh kemajuan teknologi tidak perlu dijadikan sebagai
ancaman, namun dihadapi dengan positif, belajar dan beradaptasi, serta mau berbagi dengan
teman sejawat atau kolega baik kesuksesan maupun kegagalan.
2. Kerjasama (Kolaborasi).
Hasil yang maksimum akan sulit dicapai bila dikerjakan secara individu tanpa kerjasama
atau berkolabrasi dengan orang lain. Karena itu, guru harus memiliki kemauan yang kuat
untuk berkolaborasi dan belajar dengan dan atau dari yang lain. Sikap ini sangat diperlukan
sekarang dan di masa yang akan datang. Melakukannya pun tidak terlalu sulit, karena dunia
sudah saling terhubung, sehingga tidak ada alasan untuk tidak berkolaborasi dengan yang
lain.
3. Kreatif dan Mengambil Risiko
Kreativitas adalah salah satu skill yang diperlukan pada Top 10 Skill 2020, kreativitas akan
menghasilkan sebuah struktur, pendekatan atau metode untuk menyelesaikan masalah dan
menjawab kebutuhan. Guru perlu memodelkan kreativitas ini dan berupaya lebih cerdas
bagaimana kreativitas ini diintegrasikan ke dalam tugas-tugas kesehariannya. Para pendidik
juga tidak perlu terlalu takut salah, namun selalu siap menghadapi risiko yang muncul.
Kesalahan adalah langkah awal dalam belajar, dan tidak perlu menjadi faktor penghambat
untuk terus maju, kesalahan adalah untuk diperbaiki.
4. Memiliki selera Humor yang Baik
Guru yang humoris biasanya guru yang paling sering diingat oleh murid. Tertawa dan humor
dapat menjadi skill penting untuk membantu dalam membangun hubungan dan relaksasi
dalam kehidupan. Ini akan mengurangi stress dan rasa frustasi, sekaligus memberikan
kesempatan kepada orang lain untuk melihat kehidupan dari sisi lain.
5. Mengajar secara Utuh (Holistik)
Dalam berbagai teori belajar dan pembelajaran kita mengenal pembelajaran individual dan
kelompok. Dan, akhir-akhir ini, gaya belajar dan pembelajaran yang bersifat individu,
semakin meningkat. Karena itu, guru jaman Now perlu mengenali siswa secara individu,
termasuk keluarganya dan cara mereka belajar (mengenalnya secara utuh, termasuk kendala-
kendala yang dialaminya baik secara pribadi maupun di dalam keluarganya).

Open Learning Platform

Mengutip laporan Laporan World Ekonomic Forum Tahun 2015, terdapat 16


keterampilan yang dibutuhkan siswa untuk abad 21, yakni sebagai berikut.

Figure 3. 21st Century Skills (World Economic Forum, 2016)


Gambar di atas menunjukan bahwa untuk menuju abad ke-21, siswa membutuhkan
pembelajaran yang tidak lagi sekedar pembelajaran akademis tradisional. Melainkan pendidikan
yang menawarkan layanan pembelajaran yang memahirkan mereka berkolaborasi, komunikasi
dan memecahkan masalah, berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Kemampuan atau keterampilan
tersebut hanya dapat diwujudkan melalui pembelajaran yang tidak lagi hanya mengandalkan
pembelajaran tatap muka, melainkan kombinasi pembelajaran daring (e-learning) dan tatap
muka (face to face), atau dikenal dengan istilah Blended Learning (Kristanto et al., 2017). Model
pembelajaran ini menuntut optimalisasi penggunaan teknologi sebagai alat bantu pendidikan
yang diharapkan mampu menghasilkan generasi kreatif, inovatif, serta kompetitif untuk
menghadapi era revolusi industri 4.0.
Hal ini mengindikasikan bahwa pembelajaran berbasis teknologi (ICT) atau e-learning
tidak lagi sekedar wacana atau sebatas visi, melainkan sudah harus menjadi aksi nyata pada
semua jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Yang menjadi
persoalan ialah rendahnya kuantitas lembaga pendidikan yang menyelenggarakan proses
pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komputer, sekolah-sekolah kita utamanya di
daerah-daerah masih sangat sulit keluar dari pola-pola pembelajaran konvensional. Memang
bukan juga tanpa alasan, di antaranya menyangkut sumber daya manusia dan infrastruktur
pendidikan yang terbatas. Keadaan ini, pada akhirnya sudah tidak bisa dipertahankan, sistem
serta model pendidikan pun harus ditransformasi melalui pemanfaatan teknologi pendidikan,
perluasan proses pembelajaran yang melampaui batas-batas ruang kelas dengan cara
memperbanyak interaksi siswa dengan lingkungan sekitarnya. Dan, ini hanya bisa diwujudkan
bila terjadi pergeseran pola pikir dan pola tindak dalam berbagai konteks penyelenggaraan
pendidikan dan pembelajaran.
Untuk menghadapi pembelajaran di abad 21, setiap orang harus memiliki keterampilan
berpikir kritis, pengetahuan dan kemampuan literasi digital, literasi informasi, literasi media dan
menguasai teknologi informasi dan komunikasi (Frydenberg & Andone, 2011), termasuk di
dalamnya para pendidik (guru/dosen). Pemanfaatan berbagai aktifitas pembelajaran yang
mendukung Industri 4.0 dan disrupsi inovasi teknologi merupakan keharusan dengan model
resource sharing dengan siapapun dan dimanapun, pembelajaran kelas dan lab dengan augmented
dengan bahan virtual, bersifat interaktif, menantang, serta pembelajaran yang kaya isi bukan
sekedar lengkap.
Salah satu perkembangan tekonologi di bidang pendidikan saat ini adalah teknologi
augmented dan virtual reality (AR/VR), telah mulai diadopsi sebagai media pembelajaran di
ruang kelas dan juga alat bantu penelitian di laboratorium (Zhu, 2016). Teknologi AR/VR ini
dapat digunakan untuk menunjang pendidikan serta meningkatkan efektivitas belajar siswa.
Misalnya dalam proses belajar matematika yang berkaitan dengan topik pembahasan geometri,
materi belajar biologi dengan topik sistem penencernaan manusia, proses pembelahan sel,
kegiatan belajar (eksperimen) menirukan berbagai objek yang ada di sekitar, dan untuk
pembelajaran lain yang kompleks dan sulit untuk dilakukan secara nyata. Media pembelajaran
yang menggunakan teknologi ini dapat dengan mudah meningkatkan pemahaman siswa karena
objek 3D, teks, gambar, video, audio dapat ditampilkan kepada siswa nyata
Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan siswa terhadap pengalaman belajar
individual, di sini siswa memiliki pilihan dalam menentukan bagaimana mereka belajar. Siswa
berpotensi akan memodifikasi sendiri proses belajar mereka dengan alat yang mereka rasa perlu.
Siswa akan belajar dengan perangkat, program dan teknik yang berbeda berdasarkan preferensi
mereka sendiri. Pada tataran ini, sekolah dan guru sudah harus terbuka dengan konsep flipped
clasroom dan siswa membawa alat belajar sendiri (bring your own device/BYOD). Keterlibatan
masyarakat (orangtua) dalam konteks BYOD ini akan mengisi kekurangan sekolah (lembaga
pendidikan) dalam hal penyediaan infrastruktur ICT di dunia pendidikan.
Pergeseran paradigma dan pola tindakan dalam berbagai konteks penyelenggaraan
pendidikan dan pembelajaran adalah sebuah keniscayaan. Konsekuensi logis dari inovasi
teknologi yang terus berkembang ini menuntut adanya modifikasi konsep pengelolaan kelas dan
metode pembelajaran, agar sesuai harapan, gaya belajar dan minat peserta didik. Saat ini,
penerapan blended learning dalam pembelajaran telah menjadi strategi pembelajaran yang
disukai untuk semua tingkatan kelas. Dan, semakin populer karena secara efektif
menggabungkan manfaat pengajaran tradisional dengan pembelajaran daring.
Baru-baru ini sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jennifer Rogers (Associate
Professor) dari Universitas Iowa (AS), menemukan bukti bahwa proses pembelajaran yang
menerapkan blended learning lebih efektif daripada kuliah (tatap muka) di kelas dan/atau
pembelajaran online saja. Roger menjelaskan bahwa … more than 95% of students enrolled in the blended
course section earned a grade of C- or more compared to 82% in the lecture classroom sections and 81% enrolled
online only (Jarman, 2019). Selain itu, blended learning juga menciptakan kemandirian belajar dan
tanggung jawab akademis peserta didik; menyiapkan siswa untuk menghadapi dunia yang
berpusat pada teknologi, menghemat biaya belajar daring, meningkatkan kemampuan
kolaboratif, menarik dan menyenangkan serta memicu keterlibatan secara penuh (fisik dan
sosio-emosional) peserta didik dalam proses pembelajaran.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa menghafal bukanlah strategi
pembelajaran yang efektif, juga bahwa pembelajaran yang berpusat pada guru sudah bukan
sebuah struktur atau pendekatan paling efisien untuk keterlibatan siswa. Namun, terlepas dari
belajar tentang keterampilan yang siswa dibutuhkan untuk menjadi sukses di abad ke-21,
sekolah dan guru perlu mencari tahu peran seperti apa yang dibutuhkan untuk berada dalam
pendidikan abad ke-21.
Sebagaimana dipahami lebih awal, peran pendidikan adalah mempersiapkan siswa
untuk menjadi anggota masyarakat yang aktif, sukses, dan berkontribusi. Namun, ada perubahan
penting yang harus diperhatikan, masyarakat telah berubah. Tanggung jawab sekolah dan
pendidik adalah menyiapkan peserta didik agar mampu berkompetisi dan memainkan peran
mereka di tengah-tengah komunitas global. Berikut, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
oleh sekolah dan guru dalam memutuskan bagaimana pendidikan dan pembelajaran
diselenggarakan.
1. Pembelajaran Berpusat kepada Siswa (Student-Centered Learning)
Pembelajaran yang berpusat pada siswa mengandung makna bahwa guru bukan lagi satu-
satunya sumber utama pengetahuan di kelas. Agar mampu berkompetisi dan berkontribusi
pada masyarakat global di masa yang akan datang, siswa harus dapat memperoleh informasi
baru ketika masalah muncul (learning how to learn). Kemudian, mereka perlu menghubungkan
informasi baru dengan pengetahuan yang telah mereka miliki dan menerapkannya untuk
menyelesaikan masalah yang ada. Dalam model kelas ini, guru akan bertindak sebagai
fasilitator bagi siswa, siswa akan mengumpulkan informasi sendiri, di bawah bimbingan
guru. Guru sudah harus mengakomodasi gaya belajar siswa, karena melalui itu, motivasi
belajar dan tanggung jawab siswa dapat ditingkatkan. Mereka terlibat dalam berbagai jenis
kegiatan langsung, serta menunjukkan pembelajaran dengan berbagai cara. Belajar adalah
tentang penemuan, bukan menghafal fakta.
2. Kolaborasi
Siswa harus didorong untuk bekerja bersama untuk menemukan informasi,
mengumpulkannya, dan membangun makna. Bagaimana mengenali kekuatan dan talenta
yang berbeda yang dimiliki dan dibawa oleh setiap orang ke proyek (Project-Based Learning),
dan mengubah peran sangat tergantung pada sejauh mana sekolah, guru dan siswa
mengembangkan pembelajaran yang kolaboratif.
Siswa harus belajar cara berkolaborasi dengan orang lain. Masyarakat saat ini memiliki
orang-orang yang berkolaborasi di seluruh dunia. Bagaimana siswa dapat diharapkan untuk
bekerja dengan orang-orang dari budaya lain, dengan nilai-nilai yang berbeda dari mereka
sendiri, jika mereka tidak dapat bekerja dengan orang-orang yang mereka lihat setiap hari di
kelas mereka? Sekolah juga harus berkolaborasi dengan lembaga pendidikan lain di seluruh
dunia untuk berbagi informasi dan belajar tentang berbagai praktik atau metode yang telah
dikembangkan. Mereka harus bersedia mengubah metode pengajaran mereka mengingat
kemajuan baru.
3. Meaningful Learning
Berpusat pada siswa tidak berarti bahwa guru menyerahkan semua kendali atas kelas.
Sementara siswa didorong untuk belajar sesuai dengan gaya belajarnya, guru masih
memberikan bimbingan mengenai keterampilan yang perlu diperoleh. Guru dapat membuat
poin penting untuk membantu siswa memahami bagaimana keterampilan yang mereka
bangun dapat diterapkan dalam kehidupan mereka. Siswa akan jauh lebih termotivasi untuk
mempelajari sesuatu yang dapat mereka lihat manfaat dan nilainya. Guru perlu mengajar dan
melatih siswa keterampilan yang berguna dalam situasi apa pun. Pelajaran tidak memiliki
makna dan tujuan jika tidak berdampak pada kehidupan siswa di luar sekolah.
4. Sekolah terintegrasi dengan Masyarakat
Dengan kekuatan teknologi dan internet, siswa saat ini dapat melakukan banyak hal.
Komunitas sekolah tidak lagi hanya mencakup area yang terletak di lingkungan sekolah,
tetapi menjangkau seluruh dan menyelimuti dunia. Pendidikan perlu membantu siswa
mengambil bagian dalam komunitas global ini dan menemukan cara agar yang berdampak
lebih dari sekadar lingkungan mereka berada. Ini tidak berarti bahwa mereka tidak perlu
belajar nilai membantu orang lain di sekitar mereka dan melindungi lingkungan terdekat
mereka, tetapi mereka juga harus belajar tentang bagaimana mereka dapat membantu dan
melindungi dunia yang jauh dari mereka.
Untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab, sekolah perlu
mendidik siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Melalui kegiatan komunitas
sekolah, siswa didorong untuk mengambil bagian dalam kegiatan atau proyek tersebut, dan
sesekali membantu masyarakat di sekitar mereka dengan kegiatan sosial yang beragam.
Mendasari pendapat Fisk (2017), tentang tren pendidikan 4.0, salah satunya adalah
hadirnya kegiatan belajar pada waktu dan tempat yang berbeda, yang didukung oleh teknologi
pembelajaran daring (online), beberapa cara sederhana berikut dapat diintegrasikan ke dalam
proses pembelajaran campuran (blending learning), antara lain:
1. Flipped Classroom
Flipped Classroom adalah model pembelajaran yang “membalik” metode tradisional, di mana
biasanya materi diberikan di kelas dan siswa mengerjakan tugas di rumah. Konsep Flipped
Classroom mencakup active learning, keterlibatan siswa, dan podcasting. Dalam flipped
classroom, materi terlebih dahulu diberikan melalui video pembelajaran yang harus ditonton
siswa di rumah masing-masing. Sebaliknya, sesi belajar di kelas digunakan untuk diskusi
kelompok dan mengerjakan tugas. Di sini, guru berperan sebagai pembina atau pemberi
saran (Lowell Bishop & Verleger, 2013).
2. Mengintegrasikan Media Sosial
Ada banyak cara untuk mengintegrasikan media sosial ke dalam ruang kelas. Dengan
mengintegrasikan media sosial, siswa dapat menunjukkan penguasaan konten melalui
berbagai alat digital seperti blogging, Facebook, Skype, YouTube atau konferensi video.
Teman sekelas memiliki opsi untuk terus berbagi pengetahuan dan berinteraksi satu sama
lain jauh melebihi jam yang dihabiskan di kelas dan diskusi online dapat menjadi menarik
(Yeo, 2014).
3. Khan Academy
Khan Academy adalah situs web gratis di mana siswa dapat mengakses ribuan video tutorial,
bersama dengan latihan praktik interaktif, di hampir semua mata pelajaran. Merupakan situs
yang baik untuk digunakan di dalam kelas untuk siswa yang membutuhkan perbaikan atau
percepatan. Guru memiliki opsi untuk membuat akun kelas dan guru dapat memantau
kemajuan setiap siswa dengan mengakses data pada latihan yang diselesaikan. Dari data
tersebut akan diketahui yang menjadi bidang kekuatan atau kelebihan serta bidang yang
bermasalah dari siswa (David, 2014), (Murphy et al., 2014).
4. Project-Based Learning (PBL)
Pembelajaran berbasis proyek adalah suatu model pembelajaran yang melaksanakan
pembelajaran dengan proyek. Proyek dimaksud adalah tugas yang harus diselesaikan dalam
periode atau waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari
pengumpulan data, pengorganisasian, evaluasi, hingga penyajian data (presentasi). Aktivitas
inkuiri berbasis proyek ini dapat dilakukan olehh siswa di sekolah setelah siswa. Sehingga
sebagian besar waktu kelas dapat mereka habiskan untuck bekerja secara kolaboratif dengan
tim mereka di sekolah (Bell, 2010).
5. Moodle
Moodle adalah sistem manajemen kursus yang memberikan opsi kepada guru untuk
mengirim tugas, kuliah, video, dan banyak lagi. Siswa dapat berinteraksi satu sama lain
melalui forum diskusi, pesan pribadi, dan ruang obrolan. Siswa memiliki kemampuan untuk
mengunggah tugas yang diselesaikan dengan melampirkan file. Nilai ditambahkan ke buku
kelas di situs yang sama dan siswa juga dapat melihat umpan balik yang diberikan oleh guru.
Moodle berkinerja baik saat digunakan selain untuk pertemuan tatap muka (Cole & Foster,
2007), (Setiyorini, Patonah, & Murniati, 2017).
6. Schoology
Schoology adalah layanan jejaring sosial dan lingkungan belajar virtual untuk sekolah K-12
dan lembaga pendidikan tinggi yang memungkinkan pengguna untuk membuat, mengelola,
dan berbagi konten akademik (Irawan et al., 2017) (Biswas, 2018).
7. PLATO Academy: Tuition-Free Charter School
PLATO adalah salah satu contoh dari opsi pembelajaran online di luar ranah sekolah
tradisional. Siswa sekolah menengah dapat tetap bersekolah dan mendapatkan kredit yang
diperlukan untuk kelulusan. Ruang kelas PLATO menawarkan kursus mandiri yang dapat
digunakan siswa untuk menyelesaikan keduanya di dalam sekolah dan di rumah. Ada pra-
tes yang diberikan untuk menempatkan siswa dalam kursus yang sesuai, dan mereka
memiliki kesempatan untuk menguasai konten dan memenuhi standar akademik yang ketat
yang ditetapkan oleh distrik sekolah. Kursus ini difasilitasi oleh guru yang dipercaya, dan
setelah selesai, siswa dapat memperoleh kredit kursus (https://platoacademy.net).
Kemajuan di bidang teknologi juga bukan tidak berdampak negatif pada perubahan
sikap, perilaku dan karakter peserta didik. Di antaranya kecanduan internet dan malas belajar
akibat game oline dan menonton, kehilangan waktu bermain dengan anak seusia karena lebih
fokus dengan perangkat digitalnya, menjadikan kurangnya keseimbangan kehidupan sosial anak,
bahkan berpotensi menurunkan prestasi akademik. Di sinilah guru memegang peranan penting
dalam membentuk karakter siswa. Guru diharapkan tidak hanya transfer pengetahuan tetapi
lebih dari itu pengembangan sikap dan spiritual sehingga akan tercipta keseimbangan antara
kompetensi intelektual dengan kompetensi sikap dan spiritual.

Kesimpulan
Era revolusi industri 4.0 telah mengubah cara berpikir tentang pendidikan. Perubahan
yang dibuat bukan hanya cara mengajar, tetapi jauh lebih penting adalah perubahan dalam
perspektif konsep pendidikan itu sendiri. Ini, tentu saja, memiliki efek pada adaptasi dan
pembaruan untuk hampir semua komponen pendidikan seperti rekonstruksi kurikulum,
peningkatan kompetensi dan keterampilan guru serta pelibatan teknologi dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum saat ini dan masa depan harus
melengkapi kemampuan siswa dalam dimensi pedagogik, keterampilan hidup, kemampuan
untuk hidup bersama (kolaborasi) dan berpikir kritis dan kreatif. Mengembangkan soft skill dan
transversal skill, keterampilan hidup, dan keterampilan tidak terlihat, tidak terkait dengan bidang
pekerjaan dan akademik tertentu. Namun, berguna dalam banyak situasi kerja seperti
keterampilan berpikir kritis dan inovatif, keterampilan interpersonal, warga negara yang
berpikiran global, dan literasi media dan informasi. Selain itu, kurikulum harus mampu
mengarahkan dan membentuk siswa yang siap menghadapi era revolusi industri dengan
penekanan pada bidang Science, Technology, Engineering, dan Mathematics (STEM). Reorientasi
kurikulum yang mengacu pada pembelajaran berbasis TIK, internet of things, big data dan
komputerisasi, serta kewirausahaan dan magang, ini perlu menjadi kurikulum wajib untuk
menghasilkan lulusan yang terampil di bidang literasi, literasi teknologi, dan aspek literasi
manusia.
Untuk memastikan kurikulum yang disesuaikan dilaksanakan secara optimal, maka
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sekaligus untuk memasuki era Revolusi Industri 4.0.
Pertama, educational competence. Kedua, competence for technological commercialization. Ketiga,
competence in globalization. Keempat, competence in future strategies. Dan, terakhir counselor competence..
Selain kompetensi ini, guru juga perlu memiliki sikap yang bersahabat dengan teknologi,
kolaboratif, kreatif dan mengambil risiko, memiliki selera humor yang baik, serta mengajar secara
menyeluruh (holistik).
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan oleh sekolah dan guru dalam memutuskan
bagaimana pendidikan dan pembelajaran diselenggarakan, yakni Pembelajaran Berpusat kepada
Siswa (Student-Centered Learning); Pembelajaran harus kolaboratif (Collaborative Learning);
Pembelajaran Penuh Makna; Terintegrasi dengan Masyarakat. Untuk mendukung proses
pendidikan dan pembelajaran dimaksud, cara seperti (1) Flipped Classroom; (2)
Mengintegrasikan Media Sosial (3) Khan Academy (4) Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-
Based Learning/PBL), (5) Moodle, (6) Schoology, dan (7) Pembelajaran Rekonisi (PLATO
Academy: Tuition-Free Charter School), dapat diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran.
Referensi

Alex Gray. (2016). The 10 skills you need to thrive in the Fourth Industrial Revolution | World
Economic Forum. The World Economic Forum.
Aoun, J. E. (2018). Robot-proof: higher education in the age of artificial intelligence. Journal of
Education for Teaching. https://doi.org/10.1080/02607476.2018.1500792
Arikunto, S. (2006). PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS. Bumi Aksara.
https://doi.org/10.1362/026725701323366836
Aziz Hussin, A. (2018). Education 4.0 Made Simple: Ideas For Teaching. International Journal of
Education and Literacy Studies. https://doi.org/10.7575/aiac.ijels.v.6n.3p.92
Baur, C., Wee, D. (2015). Manufacturing’s Next Act. Retrieved from
www.mckinsey.com/business-functions/operations/our-insights/manufacturings-next-
act
Bell, S. (2010). Project-Based Learning for the 21st Century: Skills for the Future. The Clearing
House: A Journal of Educational Strategies, Issues and Ideas.
https://doi.org/10.1080/00098650903505415
Biswas, S. (2018). Schoology-Supported Classroom Management: A Curriculum Review.
Northwest Journal of Teacher Education. https://doi.org/10.15760/nwjte.2013.11.2.12
Cole, J., & Foster, H. (2007). Using Moodle: Teaching with the Popular Open Source Course Management
System. Journal of Chemical Information and Modeling.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
David, A. (2014). Khan Academy! Primary Teacher Update.
https://doi.org/10.12968/prtu.2011.1.2.52a
Dunwill, E. (2016). 4 changes that will shape the classroom of the future: Making education
fully technological. Retrieved from https://elearningindustry.com/4-changes-will-shape-
classroom-of-the-future-making-education-fully-technological
Education, S. (2009). Science , Technology , Engineering , and Mathematics ( STEM )
Education What Form ? What Function ? Science Education.
Fisk, P. (2017). Education 4.0 … the future of learning will be dramatically different, in school
and throughout life. Retrieved May 11, 2019, from
http://www.thegeniusworks.com/2017/01/future-education-young-everyone-taught-
together/
Fitzpatrick, J. (2012). Planning Guide for Creating new Models for Student Success Online and
Blended Learning. Retrieved from https://michiganvirtual.org/wp-
content/uploads/2017/03/PlanningGuide-2012.pdf
Frydenberg, M., & Andone, D. (2011). Learning for 21 st Century Skills. In International Conference
on Information Society (i-Society).
Graham, C. R. (2004). BLENDED LEARNING SYSTEMS: DEFINITION, CURRENT TRENDS,
AND FUTURE DIRECTIONS. In Handbook of blended learning: Global Perspectives, local designs.
https://doi.org/10.2307/4022859
Graham, C. R., & Dziuban, C. D. (2008). Blended Learning Environments. Handbook of Research
on Educational Communications and Technology. https://doi.org/10.1080/02652030701883203
Hermann, M., Pentek, T., & Otto, B. (2016). Design principles for industrie 4.0 scenarios. In
Proceedings of the Annual Hawaii International Conference on System Sciences.
https://doi.org/10.1109/HICSS.2016.488
Hussain, F. (2013). E-Learning 3.0 = E-Learning 2.0 + Web 3.0? IOSR Journal of Research & Method
in Education (IOSRJRME). https://doi.org/10.9790/7388-0333947
Irawan, V. T., Sutadji, E., & Widiyanti. (2017). Blended learning based on schoology: Effort of
improvement learning outcome and practicum chance in vocational high school. Cogent
Education. https://doi.org/10.1080/2331186X.2017.1282031
Irianto, D. (2017). Industry 4.0: The Chalenges of Tomorrow. Seminar Nasional Teknik Industri 2017.
https://doi.org/k8bksti.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/10/Keynote-Speaker-Dradjad-
Irianto.pdf
Jarman, B. (2019). 6 Reasons Why Classrooms Need To Implement Blended Learning. Retrieved
from https://www.emergingedtech.com/2019/01/6-reasons-teachers-need-to-implement-
blended-learning/
Kagermann, H., Wahlster, W., & Helbig, J. (2013). Recommendations for implementing the strategic
initiative INDUSTRIE 4.0: Final report of the Industrie 4.0 Working Group. Final report of the Industrie
4.0 WG.
Kohler, D, & Weisz, J. . (2016). Industry 4.0: The Challenges of the Transforming
Manufacturing.
Kozinski, S. (2017). How Generation Z Is Shaping The Change In Education. Forbes.
Kristanto, A., Mustaji, M., & Mariono, A. (2017). The Development of Instructional Materials
E-Learning Based On Blended Learning. International Education Studies.
https://doi.org/10.5539/ies.v10n7p10
Lee, J., Lapira, E., Bagheri, B., & Kao, H. an. (2013). Recent advances and trends in predictive
manufacturing systems in big data environment. Manufacturing Letters.
https://doi.org/10.1016/j.mfglet.2013.09.005
Liffler, M., & Tschiesner, A. (2013). The Internet of Things and the future of manufacturing|
McKinsey & Company. Mckinsey. Com.
Lowell Bishop, J., & Verleger, M. (2013). The Flipped Classroom : A Survey of the Research.
American Society for Engineering Education, 6219. https://doi.org/10.1109/FIE.2013.6684807
Maarop, A. H., & Embi, M. A. (2016). Implementation of Blended Learning in Higher Learning
Institutions: A Review of Literature. International Education Studies.
https://doi.org/10.5539/ies.v9n3p41
Murphy, R., Gallagher, L., Krumm, A., Mislevy, J., & Hafter, A. (2014). Research on the Use of
Khan Academy in Schools. SRI Education.
Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pan, Y. (2016). Heading toward Artificial Intelligence 2.0. Engineering.
https://doi.org/10.1016/J.ENG.2016.04.018
Schwab, K. (2016). The fourth industrial revolution: What it means and how to respond. World Economic
Forum. Retrieved from https://www.weforum.org/agenda/2016/01/the-fourth-industrial-
revolution-what-it-means-and-how-to-respond/
Setiyorini, S., Patonah, S., & Murniati, N. A. N. (2017). Pengembangan Media Pembelajaran
Moodle. Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika. https://doi.org/10.26877/jp2f.v7i2.1311
Sudlow, B. (2018). Review of Joseph E. Aoun (2017). Robot Proof: Higher Education in the Age
of Artificial Intelligence. Postdigital Science and Education. https://doi.org/10.1007/s42438-018-
0005-8
Sung, T. K. (2018). Industry 4.0: A Korea perspective. Technological Forecasting and Social Change,
132(July 2018), 40–45. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.techfore.2017.11.005
Tjandrawinata, R. R. (2017). Industri 4.0: Revolusi Industri Abad Ini Dan Pengaruhnya Pada
Bidang Kesehatan Dan Bioteknologi. Seminar Dan Konferensi Nasional IDEC.
https://doi.org/10.5281/zenodo.49404
Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21 Century Skills. 21St Century Skill.
Wahyuni, D. (2018). PENINGKATAN KOMPETENSI GURU MENUJU ERA REVOLUSI
INDUSTRI 4.0. Info Singkat (Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis) Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI 2018.
Wibawa, S. (2018). Pendidikan dalam Era Revolusi Industri 4.0.
Wilson, C. (2019). 6 Ways Teachers Are Using Blended Learning. Retrieved from
https://www.teachthought.com/learning/6-blended-learning-models-platforms/
World Economic Forum. (2016). New Vision for Education : Fostering Social and Emotional Learning
through Technology. Industry Agenda.
Yeo, M. M. L. (2014). Social media and social networking applications for teaching and
learning. European Journal of Science and Mathematics Education.
Zhu, K. (2016). Virtual reality and augmented reality for education (pp. 1–2). Association for
Computing Machinery (ACM). https://doi.org/10.1145/2993363.3006041

Website & Magazine Article


Halim, S. (2018). Revolusi Industri 4.0 di Indonesia. Diakses 06 Mei 2019, dari
https://medium.com/@stevanihalim/revolusi-industri-4-0-di-indonesia-c32ea95033da
Hafil, M. (2018, Mei 02). Mendikbud Ungkap Cara Hadapi Revolusi 4.0 di Pendidikan.
REPUBLIKA.co.id. Diakses dari
https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/18/05/02/p8388c430-
mendikbud-ungkap-cara-hadapi-revolusi-40-di-pendidikan
Latip, Abdul. https://www.kompasiana.com/altip/5bfcab25aeebe161c772f98f/4-kompetensi-
guru-di-era-revolusi-industri-4-0?page=all
Kemp. (2018). Top 5 Skills Teachers Need to Flourish in the Fourth Industrial Revolution.
Diakses 24 April 2019. http://mrkempnz.com/2018/05/top-5-skills-teachers-need-to-
flourish-in-the-fourth-industrial-revolution.html
Hassan, M. N. (2018). Kompetensi Tenaga Pendidik dalam Menghadapi Era Pendidikan 4.0.
http://kampusdesa.or.id/kompetensi-tenaga-pendidik-dalam-menghadapi-era-
pendidikan-4-0/. Diakses tanggal 10 Mei 2019.

Exploring the Digital Competency Profiler (DCP): A group-based digital competency and use
assessment tool - Scientific Figure on ResearchGate. Available from:
https://www.researchgate.net/figure/Top-10-Skills-in-2015-2020-Source-World-
Economic-Forum_fig1_323994818 [accessed 10 May 2019]
https://platoacademy.net
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180904182901-284-327637/metode-pendidikan-
baru-menghadapi-revolusi-industri-40
Rumah Belajar | Belajar untuk Semua. https://belajar.kemdikbud.go.id. Diakses 28 Mei 2019.
http://pmbs.ac.id/news/Metode_Pembelajaran_Pendidikan_Dalam_Menghadapi_Revolusi_Indu
stri_4.0
https://elearningindustry.com/4-changes-will-shape-classroom-of-the-future-making-
education-fully-technological

View publication stats

Das könnte Ihnen auch gefallen