Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
net/publication/335463788
CITATIONS READS
0 7,067
1 author:
Delipiter Lase
STT Banua Niha Keriso Protestan Sundermann Nias
6 PUBLICATIONS 3 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Dimensi Spiritualitas dalam Kompetensi Kepribadian Guru Pendidikan Agama Kristen View project
All content following this page was uploaded by Delipiter Lase on 29 August 2019.
Delipiter Lase
STT Banua Niha Keriso Protestan Sundermann Nias
piterlase@sttsundermann.ac.id
Abstract: Industrial Revolution 4.0 has brought changes in various aspects of human life. One
of them is the education system. The problem is, what components of education are affected,
and how to respond to these implications? This paper aims to explain changes and alignment
that are required to be done in education so that the human resources produced by various
educational institutions can compete and contribute globally. The type of research used is
library research. The discussion shows that the development of current and future curricula
must elaborate on the abilities of students in the academic dimension, life skills, ability to live
together and think critically and creatively. Other invisible skills like interpersonal skills,
global-minded citizens, and literacy of the media and information available. Also, the
curriculum must be able to direct and shape students ready to face the industrial revolution
era with an emphasis on the fields of STEM. Curriculum reorientation refers to ICT-based
learning, the internet of things, big data and computerization, as well as entrepreneurship and
internship; this needs to be a compulsory curriculum to produce skilled graduates in literacy,
technology literacy, and human literacy aspects. The competencies that must be possessed by
the teacher are educational competence, skill for technological commercialization, capability
in globalization, expertise in future strategies, and counselor competence. In addition to these
competencies, teachers also need to have skills and friendliness with technology, collaboration,
creative and taking risks, having a good sense of humor, and teaching as a whole (holistic). The
open learning platform is one way to be considered by the school and teacher in deciding how
education and learning are held.
Abstrak: Revolusi Industri 4.0 telah membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan
manusia. Salah satunya adalah sistem pendidikan. Masalahnya adalah, komponen pendidikan
apa yang terpengaruh, dan bagaimana merespons implikasi ini? Makalah ini bertujuan untuk
menjelaskan perubahan yang harus dilakukan di sekolah sehingga sumber daya manusia yang
dihasilkan oleh berbagai lembaga pendidikan dapat bersaing dan berkontribusi secara global.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Diskusi menunjukkan bahwa
pengembangan kurikulum saat ini dan masa depan harus melengkapi kemampuan siswa dalam
dimensi akademik, keterampilan hidup, kemampuan untuk hidup bersama dan berpikir secara
kritis dan kreatif. Keterampilan tak kasat mata lain seperti keterampilan interpersonal,
berpikir global, dan literasi media dan informasi. Selain itu, kurikulum harus mampu
membentuk siswa dengan penekanan pada bidang STEM. Kurikulum mengacu pada
pembelajaran berbasis TIK, internet of things, big data dan komputer, serta kewirausahaan
dan magang. Ini perlu menjadi kurikulum wajib untuk menghasilkan lulusan yang terampil di
bidang literasi, literasi teknologi, dan literasi manusia. Kompetensi yang harus dimiliki oleh
guru adalah educational competence, competence for technological commercialization, competence in
globalization, competence in future strategies, and counselor competence. Selain kompetensi ini, guru
juga perlu memiliki keterampilan dan sikap yang bersahabat dengan teknologi, kolaborasi,
kreatif dan mengambil risiko, memiliki selera humor yang baik, dan mengajar secara holistik.
Open Learning Platform dapat dipertimbangkan oleh sekolah dan guru dalam memutuskan
bagaimana pendidikan dan pembelajaran diselenggarakan.
Pendahuluan
Saat ini dunia telah memasuki era revolusi industri generasi ke empat (Revolusi Industri
4.0) yang ditandai dengan meningkatnya konektivitas, interaksi serta perkembangan sistem
digital, kecerdasan artifisial, dan virtual. Dengan semakin konvergennya batas antara manusia,
mesin dan sumber daya lainnya, teknologi informasi dan komunikasi tentu berimbas pula pada
berbagai sektor kehidupan. Salah satunya yakni berdampak terhadap sistem pendidikan di
Indonesia.
Perubahan era ini tidak dapat dihindari oleh siapapun sehingga dibutuhkan penyiapan
sumber daya manusia (SDM) yang memadai agar siap menyesuaikan dan mampu bersaing dalam
skala global. Peningkatan kualitas SDM melalui jalur pendidikan mulai dari pendidikan dasar
dan menengah hingga ke perguruan tinggi adalah kunci untuk mampu mengikuti perkembangan
Revolusi Industri 4.0.
Keberhasilan suatu Negara dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0, turut ditentukan
oleh kualitas dari pendidik seperti guru. Para guru dituntut menguasai keahlian, kemampuan
beradaptasi dengan teknologi baru dan tantangan global. Dalam situasi ini, setiap lembaga
pendidikan harus mempersiapkan oritentasi dan literasi baru dalam bidang pendidikan. Literasi
lama yang mengandalkan baca, tulis dan matematika harus diperkuat dengan mempersiapkan
literasi baru yaitu literasi data, teknologi dan sumber daya manusia. Literasi data adalah
kemampuan untuk membaca, analisa dan menggunakan informasi dari data dalam dunia digital.
Kemudian, literasi teknologi adalah kemampuan untuk memahami sistem mekanika dan
teknologi dalam dunia kerja. Sedangkan literasi sumber daya manusia yakni kemampuan
berinteraksi dengan baik, tidak kaku, dan berkarakter (Aoun, 2018), (Sudlow, 2018).
Untuk menghadapi era revolusi industri 4.0, diperlukan pendidikan yang dapat
membentuk generasi kreatif, inovatif, serta kompetitif. Hal tersebut salah satunya dapat dicapai
dengan cara mengoptimalisasi penggunaan teknologi sebagai alat bantu pendidikan yang
diharapkan mampu menghasilkan output yang dapat mengikuti atau mengubah zaman menjadi
lebih baik. Tanpa terkecuali, Indonesia pun perlu meningkatkan kualitas lulusan sesuai dunia
kerja dan tuntutan teknologi digital.
Pendidikan 4.0 adalah respons terhadap kebutuhan Revolusi Industri 4.0 di mana
manusia dan teknologi diselaraskan untuk menciptakan peluang-peluang baru dengan kreatif
dan inovatif. Fisk (2017) menjelaskan “that the new vision of learning promotes learners to learn not only
skills and knowledge that are needed but also to identify the source to learn these skills and knowledge”. Masih
menurut Fisk (2017) sebagaimana dikutip oleh Aziz Hussin (2018), ada sembilan tren atau
kecenderungan terkait dengan Pendidikan 4.0, yakni sebagai berikut
Pertama, belajar pada waktu dan tempat yang berbeda. Siswa akan memiliki lebih
banyak kesempatan untuk belajar pada waktu dan tempat yang berbeda. e-Learning
memfasilitasi kesempatan untuk pembelajaran jarak jauh dan mandiri. Di sini pembelajaran di
kelas tidak menjadi satu-satunya pilihan tempat menyelenggarakan pembelajaran, namun juga
di luar kelas. Materi ajar yang sifatnya teoretis, konseptual dan prinsip-prinsip dipelajari di luar
kelas oleh siswa, sedangkan bagian materi yang bersifat praktis dan prosedural dilangsungkan
di kelas, secara interaktif di bawah bimbingan guru.
Kedua, pembelajaran individual. Siswa akan belajar dengan peralatan belajar yang
adaptif dengan kemampuannya. Ini menunjukkan bahwa siswa pada level yang lebih tinggi
ditantang dengan tugas dan pertanyaan yang lebih sulit ketika setelah melewati derajat
kompetensi tertentu. Siswa yang mengalami kesulitan dengan mata pelajaran akan mendapatkan
kesempatan untuk berlatih lebih banyak sampai mereka mencapai tingkat yang diperlukan.
Siswa akan diperkuat secara positif selama proses belajar individu mereka. Ini dapat
menghasilkan pengalaman belajar yang positif dan akan mengurangi jumlah siswa yang
kehilangan kepercayaan tentang kemampuan akademik mereka. Di sini, guru akan dapat melihat
dengan jelas siswa mana yang membutuhkan bantuan di bidang mana.
Ketiga, siswa memiliki pilihan dalam menentukan bagaimana mereka belajar. Meskipun
setiap mata pelajaran yang diajarkan bertujuan untuk tujuan yang sama, cara menuju tujuan itu
dapat bervariasi bagi setiap siswa. Demikian pula dengan pengalaman belajar yang berorientasi
individual, siswa akan dapat memodifikasi proses belajar mereka dengan alat yang mereka rasa
perlu bagi mereka. Siswa akan belajar dengan perangkat, program dan teknik yang berbeda
berdasarkan preferensi mereka sendiri. Pada tataran ini, kombinasi pembelajaran tatap muka
dan pembelajaran jarak jauh (blended learning), membalikkan ruang kelas dan membawa alat
belajar sendiri (bring your own device) membentuk terminologi penting dalam perubahan ini
(Graham, 2004), (Graham & Dziuban, 2008).
Empat. Pembelajaran berbasis proyek. Siswa saat ini harus sudah dapat beradaptasi
dengan pembelajaran berbasis proyek, demikian juga dalam hal bekerja. Ini menunjukkan bahwa
mereka harus belajar bagaimana menerapkan keterampilan mereka dalam jangka pendek ke
berbagai situasi. Siswa sudah harus berkenalan dengan pembelajaran berbasis proyek di sekolah
menengah. Inilah saatnya keterampilan mengorganisasi, kolaborasi, dan manajemen waktu
diajarkan kepada peserta didik untuk kemudian dapat digunakan setiap siswa dalam karir
akademik mereka selanjutnya.
Lima, pengalaman lapangan. Kemajuan teknologi memungkinkan pembelajaran domain
tertentu secara efektif, sehingga memberi lebih banyak ruang untuk memperoleh keterampilan
yang melibatkan pengetahuan siswa dan interaksi tatap muka. Dengan demikian, pengalaman
lapangan akan diperdalam melalui kursus atau latihan-latihan. Sekolah akan memberikan lebih
banyak kesempatan bagi siswa untuk memperoleh keterampilan dunia nyata yang mewakili
pekerjaan mereka. Ini menunjukkan disain kurikulum perlu memberi lebih banyak ruang bagi
siswa untuk lebih banyak belajar secara langsung melalui pengalaman lapangan seperti magang,
proyek dengan bimbingan dan proyek kolaborasi.
Enam, interpretasi data. Perkembangan teknologi komputer pada akhirnya mengambil
alih tugas-tugas analisis yang dilakukan secara manual (matematik), dan segera menangani
setiap analisis statistik, mendeskripsikan dan menganalisis data serta memprediksi tren masa
depan. Oleh karena itu, interpretasi siswa terhadap data ini akan menjadi bagian yang jauh lebih
penting dari kurikulum masa depan. Siswa dituntut memiliki kecakapan untuk menerapkan
pengetahuan teoretis ke angka-angka, dan menggunakan keterampilan mereka untuk membuat
kesimpulan berdasarkan logika dan tren data.
Tujuh, penilaian beragam. Mengukur kemampuan siswa melalui teknik penilaian
konvensional seperti tanya jawab akan menjadi tidak relevan lagi atau tidak cukup. Penilaian
harus berubah, pengetahuan faktual siswa dapat dinilai selama proses pembelajaran, dan
penerapan pengetahuan dapat diuji saat siswa mengerjakan proyek mereka di lapangan.
Delapan, keterlibatan siswa. Keterlibatan siswa dalam menentukan materi pembelajaran
atau kurikulum menjadi sangat penting. Pendapat siswa dipertimbangkan dalam mendesain dan
memperbarui kurikulum. Masukan mereka membantu perancang kurikulum menghasilkan
kurikulum kontemporer, mutakhir dan bernilai guna tinggi.
Terakhir, mentoring. Pendampingan atau pemberian bimbingan kepada peserta didik
menjadi sangat penting untuk membangun kemandiran belajar siswa. Pendampingan menjadi
dasar bagi keberhasilan siswa, sehingga menuntut guru untuk menjadi fasilitator yang akan
membimbing siswa menjalani proses belajar mereka.
Sembilan pergeseran tren Pendidikan 4.0 di atas menjadi tanggung jawab utama guru
kepada peserta didik. Pendidik harus memainkan peran untuk mendukung transisi dan tidak
menganggapnya sebagai ancaman bagi pengajaran konvensional. Ini merupakan tantangan yang
menggairahkan, merangsang untuk bertindak, dan masif. Adaptasi terhadap tren pendidikan ini
memberi garansi bagi individu dan masyarakat untuk mengembangkan serangkaian kompetensi,
keterampilan, dan pengetahuan yang lebih lengkap dan mengeluarkan seluruh potensi kreatif
mereka.
Berdasarkan uraian di atas, revolusi industri 4.0 ditandai dengan disrupsi teknologi
memiliki implikasi yang signifikan terhadap sistem pendidikan. Pertanyaannya adalah apa
komponen pendidikan yang terdampak dan bagaimana merespon implikasi ini. Paper ini
dimaksudkan untuk menggambarkan perubahan dan penyesuaian penting yang dilakukan
dalam sistem pendidikan untuk mersepon revolusi digital, sehingga output pendidikan dapat
bersaing dan berkontribusi secara global.
Metode
Untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan
dibahas dalam tulisan ini, penulis menggunakan studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah
“teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, litertur-
literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang
dipecahkan (Nazir, 1988: 111). Seiring dengan pendapat tersebut, Arikunto menjelaskan bahwa
“studi pustaka dalam penelitian merupakan metode pengumpulan data dengan mencari
informasi lewat buku, majalah, koran, dan literatur lainnya yang bertujuan untuk membentuk
suatu landasan teori (Arikunto, 2006). Upaya mengumpulkan informasi dimaksud dapat
diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan
disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia dan sumber-
sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.
Industri 4.0 selanjutnya hadir menggantikan industri 3.0 yang ditandai dengan cyber fisik
dan kolaborasi manufaktur (Hermann, Pentek, & Otto, 2016; Irianto, 2017). Lee, Lapira, Bagheri,
& Kao (2013) menjelaskan, industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi manufaktur
yang didorong oleh empat faktor: 1) peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan
konektivitas; 2) munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis; 3) terjadinya bentuk
interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan 4) perbaikan instruksi transfer digital ke dunia
fisik, seperti robotika dan 3D printing. Prinsip dasar industri 4.0 adalah penggabungan mesin,
alur kerja, dan sistem, dengan menerapkan jaringan cerdas di sepanjang rantai dan proses
produksi untuk mengendalikan satu sama lain secara mandiri (Liffler & Tschiesner, 2013).
Hermann et al (2016) menambahkan, ada empat desain prinsip industri 4.0. Pertama,
interkoneksi (sambungan) yaitu kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan orang untuk
terhubung dan berkomunikasi satu sama lain melalui Internet of Things (IoT) atau Internet of People
(IoP).
Industri 4.0 telah memperkenalkan teknologi produksi massal yang fleksibel
(Kagermann, Wahlster, & Helbig, 2013). Mesin akan beroperasi secara independen atau
berkoordinasi dengan manusia (Sung, 2018). Mengontrol proses produksi dengan melakukan
sinkronisasi waktu dengan melakukan penyatuan dan penyesuaian produksi (Kohler, D, &
Weisz, 2016). Selanjutnya, Zesulka et al (2016) menambahkan, industri 4.0 digunakan pada tiga
faktor yang saling terkait yaitu; 1) digitalisasi dan interaksi ekonomi dengan teknik sederhana
menuju jaringan ekonomi dengan teknik kompleks; 2) digitalisasi produk dan layanan; dan 3)
model pasar baru. Baur dan Wee (2015) memetakan industri 4.0 dengan istilah “kompas digital”.
Salah satu karakteristik unik dari industri 4.0 adalah pengaplikasian kecerdasan buatan atau
artificial intelligence (Tjandrawinata, 2017).
Pendidikan 4.0
Pendidikan 4.0 adalah istilah umum yang digunakan oleh para ahli teori pendidikan
untuk menggambarkan berbagai cara untuk mengintegrasikan teknologi cyber baik secara fisik
maupun tidak ke dalam pembelajaran. Ini adalah lompatan dari pendidikan 3.0. Pendidikan 3.0
mencakup pertemuan ilmu saraf, psikologi kognitif, dan teknologi pendidikan, menggunakan
digital dan mobile berbasis web, termasuk aplikasi, perangkat keras dan lunak (Hussain, 2013).
Pendidikan 4.0 merupakan fenomena yang timbul sebagai respon terhadap kebutuhan revolusi
industri 4.0, di mana manusia dan mesin diselaraskan untuk memperoleh solusi, memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi, serta menemukan berbagai kemungkinan inovasi baru yang
dapat dimanfaatkan bagi perbaikan kehidupan manusia modern.
Dunwill (2016) mengatakan bahwa akan banyak perubahan di masa depan, dan
memperkirakan bagaimana kecederungan kelas (classroom) akan terlihat dalam 5-7 tahun ke
depan, yakni (a) perubahan besar dalam tata ruang kelas, (b) virtual dan augmented reality akan
mengubah lanskap pendidikan, (c) Tugas yang fleksibel yang mengakomodasi banyak gaya
(preferensi) belajar, dan (d) MOOC dan opsi pembelajaran online lainnya akan berdampak pada
pendidikan menengah.
Di Indonesia, Massive Open Online Course (MOOC) dikenal dengan Pembelajaran Daring
Terbuka dan Terpadu (PDTT/PDITT). Selain Universitas Terbuka, beberapa perguruan tinggi di
Indonesia menyelenggarakan model pembelajaran ini, di antaranya Focus Fisipol UGM,
InodonesiaX yang didukung oleh ITB, ITS, dan UI, UCEO Universitas Ciputra, dll. Pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah, Kemendikbud RI mengembangkan fasilitas pembelajaran
melalui TIK lewat portal Rumah Belajar yang dapat diakses dengan mudah oleh guru maupun
siswa. Dengan berbagai fitur yang ada, Rumah Belajar memudahkan siswa maupun guru dalam
memeroleh sumber belajar selain lewat buku. Keberadaan Rumah Belajar diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan untuk pembelajaran yang dapat diakses di mana saja, kapan saja, dan
dengan siapa saja.
Abad ke-21 sebagai abad keterbukaan atau (globalisasi). Karena itu, muatan
pembelajaran diharapkan mampu memenuhi 21st century skills, yakni 1) pembelajaran dan
keterampilan inovasi meliputi penguasan pengetahuan dan keterampilan yang beraneka ragam,
pembelajaran dan inovasi, berpikir kritis dan penyelesaian masalah, komunikasi dan kolaborasi,
dan kreatifitas dan inovasi, 2) keterampilan literasi digital meliputi literasi informasi, literasi
media, dan literasi ICT, 3) karir dan kecakapan hidup meliputi fleksibilitas dan adaptabilitas,
inisiatif, interaksi sosial dan budaya, produktifitas dan akuntabilitas, dan kepemimpinan dan
tanggung jawab (Trilling & Fadel, 2009).
Saat ini, individu yang berusia 18 dan 23 tahun dikenal dengan Generasi Z (Gen Z) telah
berubah oleh karena kemajuan teknologi. Generasi ini memiliki preferensi belajar yang mana,
mereka sepenuhnya terlibat dalam proses belajar. Mereka menyambut tantangan dan menikmati
diskusi kelompok dan lingkungan belajar yang sangat interaktif. Bagi mereka, belajar adalah
tanpa batas; mereka dapat belajar di mana saja dan kapan saja dan memiliki akses tak terbatas
ke informasi baru. Mereka memberi perhatian pada pembelajaran yang melibatkan kolaborasi
aktif dengan anggota tim dan belajar di tempat lain selain kelas. Selain itu, penggunaan alat
digital dan forum online menjadi lebih disukai, mereka lebih suka terintegrasi dalam proses
pembelajaran mereka. Karena siswa Gen Z sangat menyukai alat digital, mereka berharap alat
tersebut tersedia kapan pun mereka membutuhkannya dengan hambatan akses yang rendah.
Siswa Gen Z ini perlu bersiap untuk berkembang dalam Revolusi Industri 4.0 (Kozinski, 2017).
Dalam pidatonya Mendikbud RI Muhadjir Effendy pada kegiatan Hardiknas 02 Mei 2018
di Universitas Negeri Yogyakarta, menyampaikan bahwa hadirnya revolusi industri 4.0 membuat
dunia kini mengalami perubahan yang semakin cepat dan kompetitif. Untuk menghadapi itu,
Mendikbud menilai perlu merevisi kurikulum dengan menambahkan lima kompetensi. Yakni,
Pertama diharapkan peserta didik memiliki kemampuan berpikir kritis. Kedua, diharapkan
peserta didik memiliki kreatifitas dan memiliki kemampuan yang inovatif. Ketiga, kemampuan
dan keterampilan berkomunikasi. Keempat, kemampuan bekerjasama dan berkolaborasi, dan
terakhir, diharapkan peserta didik memiliki kepercayaan diri (Hafil, 2018).
Selain program pendidikan vokasi, kurikulum harus menyesuaikan dengan iklim bisnis
dan industri yang semakin kompetitif. Peserta didik disiapkan dengan kurikulum yang memiliki
muatan artifisial intelligent (Pan, 2016), internet of things (IoT), wearable (augmented reality and virtual
reality), advance robotic, dan 3D printing. Singkatnya, kurikulum wajib link and match antara sekolah
dengan dunia usaha dan industri.
Forum Ekonomi Dunia (2016) telah memperkirakan 10 keterampilan terbaik untuk masa
depan. Kreativitas akan menjadi salah satu dari tiga keterampilan yang dibutuhkan oleh pekerja.
Dengan pergerakan besar-besaran dari produk baru, teknologi baru dan cara kerja baru, pekerja
harus menjadi lebih kreatif untuk mendapatkan manfaat dari perubahan ini. Meskipun robot
dapat membantu untuk mencapai tempat dan tujuan yang inginkan dengan lebih cepat, namun
robot belum bisa sekreatif manusia. Kemampuan negosiasi (membuat kesepakatan) dan
kecerdasan dalam berpikir dan bertindak (coqnitive flexibility) turun urutannya dan digantikan
dengan pembuatan keputasan berbasis data (big data).
Gambar 2. Top 10 Skills in 2015 & 2020 (Schwab, 2016 & Alex Gray, 2016)
Sebuah survei yang dilakukan oleh Dewan Agenda Global Forum Ekonomi Dunia
tentang Masa Depan Perangkat Lunak dan Masyarakat menunjukkan bahwa orang-orang
mengharapkan mesin kecerdasan buatan menjadi bagian dari dewan direksi perusahaan pada
tahun 2026. Demikian pula, mendengarkan secara aktif, yang dianggap sebagai keterampilan inti
hari ini, akan hilang sepenuhnya dari 10 besar. Kecerdasan emosional, yang tidak masuk dalam
10 besar hari ini, akan menjadi salah satu keterampilan teratas yang dibutuhkan oleh semua (Alex
Gray, 2016).
Qusthalani dalam laman rumah belajar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
sebagaimana dikutip oleh Dinar Wahyuni menyebutkan lima kompetensi yang harus
dipersiapkan guru memasuki era Revolusi Industri 4.0, yaitu, pertama, educational competence.
Kedua, competence for technological commercialization, Ketiga, competence in globalization, Keempat,
competence in future strategies, dan kelima, counselor competence (Wahyuni, 2018).
Sementara itu, Latip (2018) mengemukakan bahwa setidaknya ada 4 kompetensi yang
harus dimiliki oleh guru pada era revolusi industri 4.0 ini, yakni 1) guru harus mampu melakukan
penilaian secara komprehensif; 2) Guru harus memiliki kompetensi abad 21: karakter, akhlak dan
literasi; 3) Guru harus mampu menyajikan modul sesuai passion siswa; dan 4) Guru harus
mampu melakukan autentic learning yang inovatif.
Untuk mencapai keterampilan abad 21, trend pembelajaran dan best practices juga harus
disesuaikan, salah satunya adalah melalui pembelajaran terpadu atau secara blended learning
(Graham & Dziuban, 2008). Blended learning adalah cara mengintegrasikan penggunaan teknologi
dalam pembelajaran yang memungkinkan pembelajaran yang sesuai bagi masing-masing siswa
dalam kelas. "Blended learning memungkinkan terjadinya refleksi terhadap pembelajaran”
(Wibawa, 2018).
Blended learning merupakan salah solusi pembelajaran di era revolusi 4.0. Menurut para
ahli, Blended learning merupakan kombinasi antara pembelajaran berbasis online dengan
pembelajaran melalui tatap muka di kelas (Fitzpatrick, 2012; Wilson, 2019). Merupakan
perpaduan antara pembelajaran fisik di kelas dengan lingkungan virtual (Maarop & Embi, 2016).
Definisi-definisi menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis blended learning merupakan
gabungan dari literasi lama dan literasi baru (literasi manusia, literasi teknologi dan data).
Kesimpulan
Era revolusi industri 4.0 telah mengubah cara berpikir tentang pendidikan. Perubahan
yang dibuat bukan hanya cara mengajar, tetapi jauh lebih penting adalah perubahan dalam
perspektif konsep pendidikan itu sendiri. Ini, tentu saja, memiliki efek pada adaptasi dan
pembaruan untuk hampir semua komponen pendidikan seperti rekonstruksi kurikulum,
peningkatan kompetensi dan keterampilan guru serta pelibatan teknologi dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum saat ini dan masa depan harus
melengkapi kemampuan siswa dalam dimensi pedagogik, keterampilan hidup, kemampuan
untuk hidup bersama (kolaborasi) dan berpikir kritis dan kreatif. Mengembangkan soft skill dan
transversal skill, keterampilan hidup, dan keterampilan tidak terlihat, tidak terkait dengan bidang
pekerjaan dan akademik tertentu. Namun, berguna dalam banyak situasi kerja seperti
keterampilan berpikir kritis dan inovatif, keterampilan interpersonal, warga negara yang
berpikiran global, dan literasi media dan informasi. Selain itu, kurikulum harus mampu
mengarahkan dan membentuk siswa yang siap menghadapi era revolusi industri dengan
penekanan pada bidang Science, Technology, Engineering, dan Mathematics (STEM). Reorientasi
kurikulum yang mengacu pada pembelajaran berbasis TIK, internet of things, big data dan
komputerisasi, serta kewirausahaan dan magang, ini perlu menjadi kurikulum wajib untuk
menghasilkan lulusan yang terampil di bidang literasi, literasi teknologi, dan aspek literasi
manusia.
Untuk memastikan kurikulum yang disesuaikan dilaksanakan secara optimal, maka
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sekaligus untuk memasuki era Revolusi Industri 4.0.
Pertama, educational competence. Kedua, competence for technological commercialization. Ketiga,
competence in globalization. Keempat, competence in future strategies. Dan, terakhir counselor competence..
Selain kompetensi ini, guru juga perlu memiliki sikap yang bersahabat dengan teknologi,
kolaboratif, kreatif dan mengambil risiko, memiliki selera humor yang baik, serta mengajar secara
menyeluruh (holistik).
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan oleh sekolah dan guru dalam memutuskan
bagaimana pendidikan dan pembelajaran diselenggarakan, yakni Pembelajaran Berpusat kepada
Siswa (Student-Centered Learning); Pembelajaran harus kolaboratif (Collaborative Learning);
Pembelajaran Penuh Makna; Terintegrasi dengan Masyarakat. Untuk mendukung proses
pendidikan dan pembelajaran dimaksud, cara seperti (1) Flipped Classroom; (2)
Mengintegrasikan Media Sosial (3) Khan Academy (4) Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-
Based Learning/PBL), (5) Moodle, (6) Schoology, dan (7) Pembelajaran Rekonisi (PLATO
Academy: Tuition-Free Charter School), dapat diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran.
Referensi
Alex Gray. (2016). The 10 skills you need to thrive in the Fourth Industrial Revolution | World
Economic Forum. The World Economic Forum.
Aoun, J. E. (2018). Robot-proof: higher education in the age of artificial intelligence. Journal of
Education for Teaching. https://doi.org/10.1080/02607476.2018.1500792
Arikunto, S. (2006). PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS. Bumi Aksara.
https://doi.org/10.1362/026725701323366836
Aziz Hussin, A. (2018). Education 4.0 Made Simple: Ideas For Teaching. International Journal of
Education and Literacy Studies. https://doi.org/10.7575/aiac.ijels.v.6n.3p.92
Baur, C., Wee, D. (2015). Manufacturing’s Next Act. Retrieved from
www.mckinsey.com/business-functions/operations/our-insights/manufacturings-next-
act
Bell, S. (2010). Project-Based Learning for the 21st Century: Skills for the Future. The Clearing
House: A Journal of Educational Strategies, Issues and Ideas.
https://doi.org/10.1080/00098650903505415
Biswas, S. (2018). Schoology-Supported Classroom Management: A Curriculum Review.
Northwest Journal of Teacher Education. https://doi.org/10.15760/nwjte.2013.11.2.12
Cole, J., & Foster, H. (2007). Using Moodle: Teaching with the Popular Open Source Course Management
System. Journal of Chemical Information and Modeling.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
David, A. (2014). Khan Academy! Primary Teacher Update.
https://doi.org/10.12968/prtu.2011.1.2.52a
Dunwill, E. (2016). 4 changes that will shape the classroom of the future: Making education
fully technological. Retrieved from https://elearningindustry.com/4-changes-will-shape-
classroom-of-the-future-making-education-fully-technological
Education, S. (2009). Science , Technology , Engineering , and Mathematics ( STEM )
Education What Form ? What Function ? Science Education.
Fisk, P. (2017). Education 4.0 … the future of learning will be dramatically different, in school
and throughout life. Retrieved May 11, 2019, from
http://www.thegeniusworks.com/2017/01/future-education-young-everyone-taught-
together/
Fitzpatrick, J. (2012). Planning Guide for Creating new Models for Student Success Online and
Blended Learning. Retrieved from https://michiganvirtual.org/wp-
content/uploads/2017/03/PlanningGuide-2012.pdf
Frydenberg, M., & Andone, D. (2011). Learning for 21 st Century Skills. In International Conference
on Information Society (i-Society).
Graham, C. R. (2004). BLENDED LEARNING SYSTEMS: DEFINITION, CURRENT TRENDS,
AND FUTURE DIRECTIONS. In Handbook of blended learning: Global Perspectives, local designs.
https://doi.org/10.2307/4022859
Graham, C. R., & Dziuban, C. D. (2008). Blended Learning Environments. Handbook of Research
on Educational Communications and Technology. https://doi.org/10.1080/02652030701883203
Hermann, M., Pentek, T., & Otto, B. (2016). Design principles for industrie 4.0 scenarios. In
Proceedings of the Annual Hawaii International Conference on System Sciences.
https://doi.org/10.1109/HICSS.2016.488
Hussain, F. (2013). E-Learning 3.0 = E-Learning 2.0 + Web 3.0? IOSR Journal of Research & Method
in Education (IOSRJRME). https://doi.org/10.9790/7388-0333947
Irawan, V. T., Sutadji, E., & Widiyanti. (2017). Blended learning based on schoology: Effort of
improvement learning outcome and practicum chance in vocational high school. Cogent
Education. https://doi.org/10.1080/2331186X.2017.1282031
Irianto, D. (2017). Industry 4.0: The Chalenges of Tomorrow. Seminar Nasional Teknik Industri 2017.
https://doi.org/k8bksti.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/10/Keynote-Speaker-Dradjad-
Irianto.pdf
Jarman, B. (2019). 6 Reasons Why Classrooms Need To Implement Blended Learning. Retrieved
from https://www.emergingedtech.com/2019/01/6-reasons-teachers-need-to-implement-
blended-learning/
Kagermann, H., Wahlster, W., & Helbig, J. (2013). Recommendations for implementing the strategic
initiative INDUSTRIE 4.0: Final report of the Industrie 4.0 Working Group. Final report of the Industrie
4.0 WG.
Kohler, D, & Weisz, J. . (2016). Industry 4.0: The Challenges of the Transforming
Manufacturing.
Kozinski, S. (2017). How Generation Z Is Shaping The Change In Education. Forbes.
Kristanto, A., Mustaji, M., & Mariono, A. (2017). The Development of Instructional Materials
E-Learning Based On Blended Learning. International Education Studies.
https://doi.org/10.5539/ies.v10n7p10
Lee, J., Lapira, E., Bagheri, B., & Kao, H. an. (2013). Recent advances and trends in predictive
manufacturing systems in big data environment. Manufacturing Letters.
https://doi.org/10.1016/j.mfglet.2013.09.005
Liffler, M., & Tschiesner, A. (2013). The Internet of Things and the future of manufacturing|
McKinsey & Company. Mckinsey. Com.
Lowell Bishop, J., & Verleger, M. (2013). The Flipped Classroom : A Survey of the Research.
American Society for Engineering Education, 6219. https://doi.org/10.1109/FIE.2013.6684807
Maarop, A. H., & Embi, M. A. (2016). Implementation of Blended Learning in Higher Learning
Institutions: A Review of Literature. International Education Studies.
https://doi.org/10.5539/ies.v9n3p41
Murphy, R., Gallagher, L., Krumm, A., Mislevy, J., & Hafter, A. (2014). Research on the Use of
Khan Academy in Schools. SRI Education.
Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pan, Y. (2016). Heading toward Artificial Intelligence 2.0. Engineering.
https://doi.org/10.1016/J.ENG.2016.04.018
Schwab, K. (2016). The fourth industrial revolution: What it means and how to respond. World Economic
Forum. Retrieved from https://www.weforum.org/agenda/2016/01/the-fourth-industrial-
revolution-what-it-means-and-how-to-respond/
Setiyorini, S., Patonah, S., & Murniati, N. A. N. (2017). Pengembangan Media Pembelajaran
Moodle. Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika. https://doi.org/10.26877/jp2f.v7i2.1311
Sudlow, B. (2018). Review of Joseph E. Aoun (2017). Robot Proof: Higher Education in the Age
of Artificial Intelligence. Postdigital Science and Education. https://doi.org/10.1007/s42438-018-
0005-8
Sung, T. K. (2018). Industry 4.0: A Korea perspective. Technological Forecasting and Social Change,
132(July 2018), 40–45. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.techfore.2017.11.005
Tjandrawinata, R. R. (2017). Industri 4.0: Revolusi Industri Abad Ini Dan Pengaruhnya Pada
Bidang Kesehatan Dan Bioteknologi. Seminar Dan Konferensi Nasional IDEC.
https://doi.org/10.5281/zenodo.49404
Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21 Century Skills. 21St Century Skill.
Wahyuni, D. (2018). PENINGKATAN KOMPETENSI GURU MENUJU ERA REVOLUSI
INDUSTRI 4.0. Info Singkat (Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis) Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI 2018.
Wibawa, S. (2018). Pendidikan dalam Era Revolusi Industri 4.0.
Wilson, C. (2019). 6 Ways Teachers Are Using Blended Learning. Retrieved from
https://www.teachthought.com/learning/6-blended-learning-models-platforms/
World Economic Forum. (2016). New Vision for Education : Fostering Social and Emotional Learning
through Technology. Industry Agenda.
Yeo, M. M. L. (2014). Social media and social networking applications for teaching and
learning. European Journal of Science and Mathematics Education.
Zhu, K. (2016). Virtual reality and augmented reality for education (pp. 1–2). Association for
Computing Machinery (ACM). https://doi.org/10.1145/2993363.3006041
Exploring the Digital Competency Profiler (DCP): A group-based digital competency and use
assessment tool - Scientific Figure on ResearchGate. Available from:
https://www.researchgate.net/figure/Top-10-Skills-in-2015-2020-Source-World-
Economic-Forum_fig1_323994818 [accessed 10 May 2019]
https://platoacademy.net
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180904182901-284-327637/metode-pendidikan-
baru-menghadapi-revolusi-industri-40
Rumah Belajar | Belajar untuk Semua. https://belajar.kemdikbud.go.id. Diakses 28 Mei 2019.
http://pmbs.ac.id/news/Metode_Pembelajaran_Pendidikan_Dalam_Menghadapi_Revolusi_Indu
stri_4.0
https://elearningindustry.com/4-changes-will-shape-classroom-of-the-future-making-
education-fully-technological