Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
1)
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar STKIP Sebelas April Sumedang
2)
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar STKIP Sebelas April Sumedang
Poppysofia04@gmail.com
Abstract
Science Process Skills (SPS) are all scientific skills used to acquire, develop, and apply
scientific concepts and theories. SPS mastery is not only useful in science learning but
also for the daily life of the students. Therefore very important mastery of the ability of
the process of science since elementary school age.This study aims to obtain an
overview of the students' science process skill profile. The research method used is
survey method with research subject that is as much as 16 elementary school in
Sumedang regency. Data collection techniques used are test techniques. The data have
been obtained and then analyzed by simple statistical analysis.Based on the results of
research that has been done can be seen that the ability of SPS in elementary school
students in Sumedang regency as a whole is still low that has an average value of 9.8, as
well as for every aspect of SPS it is still low with a percentage of 49.7%. There is no
gender effect on the difference of students' SPS capability because both male and
female students have the same low ability of SPS which is 48.7% and 49.1%
respectively.
Pendahuluan
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berasal dari bahasa Inggris yaitu natural science,
yang artinya ilmu tentang alam, atau ilmu yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa
alam. Sulistyorini (2007) menyatakan dalam proses pembelajaran IPA harus
mengandung tiga dimensi, yaitu : (1) IPA Sebagai Produk, merupakan akumulasi hasil
upaya para perintis sains terdahulu dan umumnya telah tersusun secara lengkap dan
sistematis dalam buku teks; (2) IPA Sebagai Proses, merupakan metode untuk
memperoleh pengetahuan atau merupakan proses untuk mendapatkan sains; (3) IPA
Sebagai Pemupukan Sikap.
Menurut Firman dan Widodo (2007), mutu proses pembelajaran IPA di SD/MI
bukan dilihat dari kedalaman pengetahuan ilmiah yang diajarkan, melainkan dilihat
22
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNAL PESONA DASAR
Universitas Syiah Kuala Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33
ISSN: 2337-9227
sejauh mana pengetahuan yang diajarkan tersebut dapat dicerna peserta didik secara
bermakna, sehingga siswa dapat memahami berbagai peristiwa dan menyelesaikan
berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya.
Kurikulum 2013 menekankan kepada penguatan proses pembelajaran. Dalam hal
ini siswa diharapkan mencari tahu bukan hanya diberi tahu. Oleh karenanya tahapan-
tahapan proses pembelajaran betul-betul harus diperhatikan dan ditekankan kepada
siswa. Tahapan proses dijabarkan dalam pendekatan saintifik yang sejalan dengan
metode ilmiah dalam pembelajaran sains. Dalam pembelajaran sains bukan hanya
menekankan kepada penguasaan-penguasan produk saja, namun juga penguasaan
keterampilan proses serta sikap ilmiah. Keterampilan proses dalam pembelajaran sains
inilah yang dikenal dengan nama keterampilan proses sains siswa.
Menurut Dahar (1996) keterampilan proses sains (KPS) adalah kemampuan
siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan
menemukan ilmu pengetahuan (Lestari, 2016). Keterampilan proses sains juga bukan
hanya dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas, namun juga menjadi bekal
dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan analisis standar
kompetensi mata pelajaran IPA terutama pada kompetensi ilmiahnya, siswa SD perlu
mengetahui keterampilan proses sains.
Keterampilan proses sains adalah salah satu keterampilan berpikir yang paling
sering digunakan (Aydoğdu, Tatar, Yıldız-Feyzioğlu & Buldur, 2012; Gagne, 1965),
selain itu Rillero (1998) menekankan bahwa individu yang tidak dapat menggunakan
KPS akan mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, karena keterampilan ini
tidak hanya digunakan selama pendidikan, tapi juga digunakan dalam kehidupan sehari-
hari. Kazeni (2005) perkembangan keterampilan sains memungkinkan siswa
mendapatkan keterampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah sehari-hari
(Aydoğdu, Erkol dan Erten, 2014).
Namun kenyataannya di lapangan ternyata keterampilan proses sains siswa
masih rendah. Masih lemahnya Keterampilan Proses Sains (KPS) diperkuat hasil
penelitian Anam (2014) yang melakukan penelitian terhadap tiga puluh (30) siswa
perwakilan dari 30 MI di Kabupaten Sumedang pada kegiatan Kompetensi Sains
Madrasah (KSM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat (4) jenis keterampilan
proses rata-rata siswa yakni mengamati, merencanakan percobaan,
23
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNAL PESONA DASAR
Universitas Syiah Kuala Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33
ISSN: 2337-9227
mengklasifikasikan, dan membuat tabel berada pada kategori kurang mahir, serta tidak
mahir pada keterampilan menyimpulkan.
Demiakian juga hasil penelitian Sukarno, Permanasari dan Hamidah (2013)
menyatakan bahwa keterampilan proses sains siswa SMP di Jambi pada keterampilan
membuat kesimpulan, mengobservasi, memprediksi, mengukur dan mengklasifikasi
masih rendah.
Berdasarkan paparan diatas mengenai pentingnya keterampilan proses sains bagi
siswa, dengan demikian dirasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis
Profil Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Sumedang”.
Menurut Science - A Process Approach (SAPA) dalam Padilla (1990)
keterampilan proses sains ini didefinisikan sebagai seperangkat kemampuan yang dapat
dipindahtangankan secara luas, sesuai dengan banyak disiplin sains dan mencerminkan
perilaku ilmuwan. SAPA mengelompokkan keterampilan proses menjadi dua, yaitu
tipe-basic dan integrated. Keterampilan proses dasar (sederhana) memberikan landasan
untuk belajar keterampilan terpadu (lebih kompleks).
Keterampilan proses sains dasar ini meliputi keterampilan mengamati, membuat
dugaan (inferring), mengukur, berkomunikasi, mengelompokkan, dan memprediksi.
Sedangkan keterampilan proses terpadu meliputi mengontrol variabel, mendefinisikan
secara operasional, merumuskan hipotesis, menafsirkan data, bereksperimen, dan
merumuskan model (Padilla, 1990).
Sedangkan Jingks (1997) memberikan daftar dari tiga belas proses sains yang
dianjurkan oleh American Association for the Advancement of Science (AAAS). Delapan
proses pertama disebut "proses dasar" dan sesuai untuk anak-anak di kelas utama. Lima
yang terakhir disebut "proses terpadu" dan lebih sesuai untuk anak-anak di kelas empat
dan di atas.
1. Observasi/ Pengamatan, dapat didefinisikan sebagai pengumpulan informasi
melalui penggunaan salah satu, atau kombinasi dari lima indra dasar; penglihatan,
pendengaran, sentuhan, rasa, dan bau.
2. Pengukuran adalah pengamatan yang dilakukan lebih spesifik dengan
membandingkan beberapa atribut suatu sistem dengan standar acuan.
24
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNAL PESONA DASAR
Universitas Syiah Kuala Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33
ISSN: 2337-9227
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survey. Lokasi penelitian dilaksanakan di
Kabupaten Sumedang. Subjek penelitian terdiri dari sejumlah Sekolah Dasar dengan
menggunakan teknik sampling random. Setiap sekolah diambil 1 kelas, yaitu siswa
kelas V dari 16 Sekolah Dasar di kabupaten Sumedang. Pengumpulan data dari subjek
penelitian dilakukan melalui tes soal KPS terhadap siswa yang ada di Kabupaten
Sumedang. Tes terdiri atas 20 butir soal, digunakan untuk mengukur kemampuan
keterampilan proses sains yang terdiri dari sepuluh aspek KPS yaitu mengamati,
mengukur, mengkasifikasikan, membuat hipotesis, menginterpretasi data,
mengidentifikasi variabel, memprediksikan, melakukan ekperimen, menyimpulkan dan
mengkomunikasikan. Soal KPS dikembangkan dan diberikan setelah melalui validasi
ahli (judment expert).
Data yang diperoleh dari hasil tes KPS siswa kemudian dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis statistika sederhana dan dikategorikan berdasarkan tabel
berikut.
26
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNAL PESONA DASAR
Universitas Syiah Kuala Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33
ISSN: 2337-9227
Adapun untuk mengetahui kemampuan dari setiap aspek KPS siswa digunakan
rumus rumus sebagai berikut.
Persentase = x 100%
27
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNAL PESONA DASAR
Universitas Syiah Kuala Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33
ISSN: 2337-9227
SD9 38 3 18 15 2 10,2
SD10 25 3 13 8 1 9,3
SD11 17 0 11 6 0 9,4
SD12 22 0 13 6 3 10,6
SD13 21 1 14 5 1 9,5
SD14 23 1 10 11 1 10,1
SD 15 26 0 13 13 0 11,0
SD16 25 0 16 9 0 9,8
Total 414 17 234 143 20 157,4
Persentase - 4,1 56,5 34,5 4,8 9,8
Kategori Rendah
Berdasarkan pada tabel diatas dapat diketahui bahwa ada 7 sekolah dasar yang
memiliki nilai KPS di atas nilai rata-rata KPS siswa secara keseluruhan. Namun
demikian hanya ada 2 sekolah dasar yang menunjukkan KPS siswanya memiliki
kategori sedang.
Adapun hasil persentase KPS siswa Sekolah Dasar secara keseluruhan dapat
dilihat pada grafik berikut ini.
[];% []%
[]%
[]%
Berdasarkan tabel dan grafik di atas dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang
terbanyak memiliki KPS dengan kategori rendah, demikian juga apabila ditinjau dari
nilai rata-rata KPS siswa yang hanya mencapai 9,8. Dengan demikian secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa KPS siswa SD di Kabupaten Sumedang masih
rendah.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sukarno, Permanasari, dan Hamidah
(2013) yang menyatakan bahwa rendahnya KPS siswa disebabkan oleh banyak faktor,
28
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNAL PESONA DASAR
Universitas Syiah Kuala Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33
ISSN: 2337-9227
29
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNAL PESONA DASAR
Universitas Syiah Kuala Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33
ISSN: 2337-9227
Jumlah 49.7
40
Menyimpulkan 43
40
Aspek KPS
Memprediksikan 70
46
Interpretasi Data 51
54
Mengklasifikasikan 64
29
Mengamati 60
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Persentase
30
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNAL PESONA DASAR
Universitas Syiah Kuala Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33
ISSN: 2337-9227
lebih jelasnya mengenai KPS siswa berdasarkan gendernya dapat dilihat pada tabel 5.
berikut ini.
Tabel 5. Profil Data KPS Siswa SD di Kabupaten Sumedang berdasarkan gender
No. Aspek KPS Laki-Laki Kategori Perempuan Kategori
(%) (%)
1 Mengamati 64 Sedang 57 Sedang
2 Mengukur 27 Rendah 31 Rendah
3 Mengklasifikasikan 61 Sedang 67 Sedang
4 Membuat hipotesis 57 Sedang 51 Sedang
Menginterpretasi Rendah Rendah
5 Data 50 34
Mengidentifikasi 44 Rendah 47 Rendah
6 Variable
7 Memprediksikan 67 Sedang 74 Sedang
Melakukan 42 Rendah 40 Rendah
8 Eksperimen
9 Menyimpulkan 39 Rendah 47 Rendah
10 Mengkomunikasikan 37 Rendah 43 Rendah
Rata-rata KPS 48,7 Rendah 49,1 Rendah
80 74
64 67 67
70 57 61 57
60 51 50 49.1
48.7
44 47 47
Persentase
50 42 40 39 43
34 37
40 27 31
30
20
10
0
Laki-laki
Perempuan
Aspek KPS siswa
Berdasarkan pada tabel dan gambar tersebut dapat diketahui bahwa KPS siswa
laki-laki dan perempuan dalam setiap aspek KPS memiliki jumlah persentase yang
berbeda, namun keduanya memiliki kategori yang sama. Baik siswa laki-laki maupun
siswa perempuan sama-sama memiliki KPS pada kategori sedang untuk aspek
mengamati, mengklasifikasikan, membuat hipotesis, dan memprediksikan. Sedangkan
31
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNAL PESONA DASAR
Universitas Syiah Kuala Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33
ISSN: 2337-9227
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Keterampilan proses sains siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Sumedang secara
keseluruhan masih rendah yaitu hanya memiliki nilai rata-rata KPS sebesar 9,8.
2. Keterampilan proses sains siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Sumedang untuk
setiap aspek KPS-nya masih rendah, yaitu dengan persentase sebesar 49,7%.
3. Tidak ada pengaruh gender terhadap perbedaan keterampilan proses sains siswa,
karena baik siswa laki-laki maupun siswa perempuan sama-sama memiliki
kemampuan KPS yang masih rendah yaitu masing-masing sebesar 48,7% dan
49,1%.
4. Keterampilan proses sains siswa yang masih rendah ini tentunya menuntut guru
untuk mampu merencanakan dan melaksanakan suatu proses pembelajaran IPA
yang mampu mengembangkan KPS siswa Sekolah Dasar.
32
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNAL PESONA DASAR
Universitas Syiah Kuala Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33
ISSN: 2337-9227
Referensi
Anam, R. S., (2014). Analisis Keterampilan Proses sains Siswa Madrasah Ibtidaiyah di
Kabupaten Sumedang. Prosiding Konfrensi Pendidikan Dasar SPs UPI 2014:
Pendidikan Berkualitas Dalam Membangun Generasi Emas 2045. Halaman 274-
282.
Aydoğdu, B., Erkol, M., And Erten, N. (2014). “The Investigation Of Science Process
Skills Of Elementary School Teachers In Terms Of Some Variables: Perspectives
From Turkey”. Asia-Pacific Forum On Science Learning And Teaching. Volume
15, Issue 1, Article 8. [Online]. https://www.eduhk.hk. [05 Agustus 2017].
Devi, P. K. (2010). Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA untuk Guru SD.
Pusat pengembangan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu
Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA) untuk program bermutu.
Jinks, J., (1997). The Science Processes. [Online]. Http://My.Ilstu.Edu. [13 April
2017].
Lestari, T. P. (2016). Keterampilan Dasar IPA/Keterampilan Proses Sains. [Online].
http://lestarysnote.blogspot.co.id. [21 Agustus 2017].
Padilla, M. J., (1990). The Science Process Skills. Research Matters - To The Science
Teacher No. 9004. [Online].
https://www.narst.org/publications/research/skill.cfm. [01 Agustus 2017]
Sukarno, Permanasari, A., dan Hamidah, I., (2013). The Profile of Science Process
Skills (SPS) Students at Secondary High School (Case Study in Jambi).
International Journal of Scientific Engineering and Research (IJSER). ISSN
[Online] 2347-3878 Vol I Isue 1 September 2013. www.ijser.in. [12 April 2016].
Sulistyorini. (2007). Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan Penerapannya dalam
KTSP. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Toharudin, Hendrawati, S., dan Rustaman, A. (2011). Membangun Literasi Sains
Peserta Didik. Humaniora. Bandung.
Widodo, A. dan Firman H. (2007). Buku Panduan Pendidik Ilmu Pengetahuan Alam
Sekolah Dasar. Pusat Perbukuan : Departemen Pendidikan Nasional.
Rustaman, (2003). Kemampuan Dasar Bekerja Ilmiah dalam Sains. Makalah pada
pendidikan Biologi-FKIP Unpas Bandung. Tidak Diterbitkan.
33