Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Pemungkinan
ASEAN are making progress - yet, there is much more to be done. Moving
forward, ASEAN with its three pillars will continue to strive for the full and effective
implementation of the ASEAN Enabling Masterplan 2025: Mainstreaming the
Rights of Persons to make the rights of persons with disabilities a reality in their
everyday life; to remove barriers and challenge stereotypes; to change attitudes
and mind-sets. We believe that empowering persons with disabilities does
not just affect the individuals – it leads to better decesions and more effective
outcomes for our communities, our nations, and our ASEAN.
All ASEAN Member States have ratified the United Nations Convention on the
Rights of Persons with Disabilities (CRPD), which seeks to realise and sustain
the full and effective participation of persons with disabilities in all areas of life.
I am certain that the Enabling Masterplan will be a key instrument in guiding our
programmes to enhance the implementation of the CRPD in ASEAN Member
States.
The Task Force on Mainstreaming the Rights of PWDs has done a commendable
job in developing the Enabling Masterplan. I am happy that the ASEAN Enabling
Masterplan 2025 was adopted at the recently concluded 33rd ASEAN Summit
in Singapore. Having ASEAN Leaders’ support and endorsement are critical to
the implementation and realisation of the Enabling Masterplan. But we can only
realise the Enabling Masterplan with the strong partnership of the Governments
of ASEAN Member States, Non-Governmental Organisations (NGOs), private
sectors and the general public.
In that spirit, SOMSWD Singapore and the Singapore National Council of Social
Service recently co-organised the 13th ASEAN Government Organisations-
NGO Forum with the theme “Realising the ASEAN Enabling Masterplan 2025:
Mainstreaming the Rights of PWDs”. The Forum gathered government officials
from ASEAN Member States, civil society leaders, and student representatives
from institutes of higher learning to learn about the Enabling Masterplan, share
good practices, and think about the concrete steps to take in order to implement
this important initiative.
SOMSWD has now taken over the Enabling Masterplan from the Task Force,
and as SOMSWD Chair, I am keen to see this Enabling Masterplan implemented
across the region, as we seek to put in place seamless connectivity and
accessibility for the benefits of all ASEAN citizens.
Thank you.
This Masterplan provides a clear direction for each Member State to strengthen
their own respective national development plans, legislations and programmes.
It provides a clear direction for each Member State to explore collaborative
partnership and implement concrete measures to remove all kinds of barriers
and ensure accessibility for persons with disabilities locally.
This Masterplan addresses not only the needs of persons with disabilities today.
It seeks also to secure a future for ASEAN. As the population in ASEAN ages
with decreasing birth rates, the number of people that this Enabling Masterplan
will benefit will grow. We need however to start now in order to be ready for a
future in which the elderly, each with some form of disability, will outnumber the
young and who will need to be able live their lives independently or with carers
whom this Masterplan seeks also to enable.
Thank you.
The drafting process of the Masterplan officially began in 2016 following the
second Regional Dialogue in Chiang Mai, when the AICHR set up a Task Force
specifically to negotiate and draft this document. The Task Force was a tripartite
body with members from the AICHR, SOMSWD and ACWC and inclusion is
an approach that it adhered to throughout the two-year period that led to the
adoption of the Masterplan in November 2018. Consultation was regularly
conducted with key stakeholders, particularly organisations of persons with
disabilities and experts on disability rights.
A distinguishing feature of the Enabling Masterplan is the ‘key action points’ that
are ascribed to each of the three ASEAN Communities. Some of these overlap
in substance to reinforce their inter pillar relevance and complementarity. These
action points underscore the fact that disability rights are human rights and they
cover all areas of life, from political to economic and social and cultural arenas.
Another important aspect is the reporting of its implementation through the
Joint Consultative Meeting (JCM) that reports directly to the ASEAN Summit.
This illustrates the political commitment that the ASEAN Leaders attach to the
Masterplan. The midterm review of the Masterplan is also envisioned.
This publication combines the adopted Masterplan with a synopsis of its drafting
history. The launch of the Masterplan is conducted with the goal of making it
most widely available and accessible. Hence it is translated into all major national
languages of ASEAN Member States and distributed via digital and electronic
media. It is my hope that this document will truly enable peoples with disabilities
to become full, equal and meaningful members of our people-centred ASEAN
Community.
I. Pendahuluan
1.1. Promosi dan perlindungan hak azasi manusia dan kebebasan fundamental,
menguatkan demokrasi, meningkatkan kepemerintahan yang baik serta kepatuhan
pada aturan hukum adalah di antara prinsip-prinsip dan kegunaan kunci ASEAN1.
Mengukuhkan kembali prinsip ini, para Pemimpin ASEAN kemudian mengadopsi
ASEAN Human Rights Declaration2 (AHRD) tahun 2012. Bersamaan dengan Phnom
Penh Statement on the Adoption of the AHRD, kedua dokumen ini memuat
komitmen Pemerintah ASEAN untuk melindungi hak azasi manusia dan kebebasan
fundamental dari seluruh rakyat ASEAN, termasuk orang dengan disabilitas.
Sebelum 2016, seluruh Negara-negara Anggota ASEAN telah meratifikasi United
Nations Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD).
1.2. Sepanjang tahun-tahun tersebut, ASEAN telah secara konsisten memprioritaskan
promosi dan perlindungan hak orang dengan disabilitas. Kerangkakerja kebijakan
ASEAN menuju pemajuan hak dan kesejahteraan orang dengan disabilitas diambil
dari Bali Declaration on the Enhancement of the Role and Participation of Persons
with Disabilities in ASEAN Community (2011) yang menuntut realisasi inklusi-
disabiltas melalui rencana nasional tentang aksi, peragaman pelayanan sosial,
pengembangan skema jaminan sosial, peluang pendidikan dan kesempatan kerja
yang dapat diakses, di antara yang lain. Deklarasi tersebut juga memproklamasikan
dan memperkenalkan Mobilisation Framework of the ASEAN Decade of Persons
with Disabilities (2011-2020) untuk mempromosikan pembangunan inklusi-
disabilitas di ASEAN. Prinsip inklusi, sebagai sebuah penanda arah kebijakan
ASEAN, telah menyusup ke seluruh prakarsa dan program ASEAN yang
mengarusutamakan hak orang dengan disabilitas dalam ASEAN Community.
Komitmen ASEAN menuju sebuah komunitas inklusif diabadikan dalam ASEAN
Community Vision 20253, sebuah ten-year strategic roadmap of ASEAN, yang
mencita-citakan terealisasinya people-oriented, people-centred ASEAN
Community, “where the peoples enjoy human rights and fundamental freedoms,
higher quality of life and the benefits of community building.” Secara khusus,
ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) Bluerpint 2025 menguraikan langkah-
langkah strategis bertujuan untuk mengurangi hambatan dan menjamin
aksesibilitas orang dengan disabilitas sementara pada waktu bersaman
mempromosikan dan melindungi hak azasi manusia mereka.
1.3. Sebagai komplementaritas, instrumen regional lainnya mengukuhkan komitmen
ASEAN dan mengilustrasikan lingkungan kebijakan yang sehat di wilayah ini yang
berupaya untuk memberdayakan orang dengan disabilitas. Hanoi Declaration on
the Enhancement of the Welfare and Development of ASEAN Women and Children
(2010) bertujuan untuk memastikan kesetaraan gender dalam pendidikan dan
melanjutkan sekolah bagi anak-anak dengan disabilitas dan berkebutuhan khusus,
di antara yang lain. Kuala Lumpur Declaration on a People-Oriented, People-
Centred ASEAN (2015) menyerukan untuk promosi dan perlindungan tentang hak
1
orang dengan disabilitas dan mempromosikan kepentingan dan kesejahteraan
mereka dalam agenda ASEAN mendatang. ASEAN Declaration on Strengthening
Education for Out-of-School Children and Youth (OOSCY) menyatakan bahwa akses
terhadap pendidikan adalah sebuah prioritas untuk memastikan manfaat optimal
bagi semua anak-anak dan remaja tanpa memandang kondisi disabilitas.
Declaration of the Elimination of Violence Againts Women and Elimination of
Violence Againts Children in ASEAN (2013) berupaya untuk melindungi perempuan
dan anak-anak dengan disabilitas dari segala bentuk kekerasan, penganiayaan dan
eksploitasi. ASEAN Declaration on Strenghthening Social Protection (2013)
mengartikulasikan bahwa orang dengan disabilitas berhak untuk memiliki akses
yang dapat disetarakan terhadap perlindungan sosial dan menyerukan kepada
Negara-negara Anggota ASEAN untuk mendukung kebijakan, strategi, dan
mekanisme nasional untuk menguatkan implementasi program perlindungan
sosial, maupun sistem penyasaran yang efektif untuk memastikan bahwa pelayanan
perlindungan sosial akan sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.
1.4. Batu loncatan kebijakan di ASEAN dalam memajukan hak dan kesejahteraan orang
dengan disabilitas didorong oleh dan berkontribusi pada pembangunan global.
Paling penting dari kesemuanya adalah 2030 Agenda on Sustainable Development,
dengan tema kebijakan ‘leaving no one behind’ yang melengkapi ASEAN’s vision of
a people-oriented, people-centred ASEAN Community. Incheon Strategy to “Make
the Rights Real” for Persons with Disabilities in Asia and the Pacific menyerukan
promosi tentang partisipasi orang dengan disabilitas dengan menghilangkan
hambatan dan menguatkan aksesibilitas, serta memastikan responsif-gender,
melalui pendekatan lintas-sektoral dan multi-pemangku kepentingan. Sendai
Framework for Disaster Risk Reduction menyerukan tanggapan dan pemulihan
inklusif-disabilitas dari bencana, menuju pengembangan ketahanan orang dengan
disabilitas dan mengakui peran penting yang mereka mainkan dalam menilai risiko
dan merancang program. New Urban Agenda menyerukan “progressive realisation
of the right to adequate housing for all as a component of the right to an adequate
standard of living”, termasuk orang dengan disabilitas. Itu juga menyerukan untuk
“appropriate measures in cities and human settlements that facilitate access for
persons with disabilities on an equal basis with others, to the physical environment
of cities, in particular to public spaces, public transport, housing, education and
health facilities, public information and community (including information and
communication technologies and systems) and other facilities and services open or
provided to the public, in both urban and rural areas”. Terakhir, itu mendorong
“effective participation and collaboration among all relevant stakeholders,
including persons with disabilities, in order to identify opportunities for urban
economic development and identify and address existing and emerging challenges”.
Perkembangan global ini, antara lain, mempengaruhi dan membentuk lanskap
kebijakan di ASEAN tentang orang dengan disabilitas.
1.5. Membangun pada keuntungan dan momentum dari pembangunan regional dan
global ini, ada sebuah peluang untuk meningkatkan kerjasama di tingkat ASEAN
untuk mendorong reformasi legislatif dan kebijakan menuju implementasi penuh
dari CRPD di tingkat nasional, untuk menghilangkan diskriminasi, menyingkirkan
hambatan, dan memastikan aksesibilitas. Pada saat yang sama, tindakan di tingkat
nasional dapat memperkuat kolaborasi regional dengan menyoroti isu-isu yang
lebih efektif untuk diurus di tingkat regional. Isu-isu seperti itu termasuk dampak
2
ASEAN Community Integration, khususnya integrasi ekonomi, yang memastikan
lapangan kerja dan pekerjaan yang layak bagi orang dengan disabilitas. Lebih
penting lagi, dalam rangka untuk memastikan bahwa no one is left behind, agenda
pasca-2020 harus purposif dan programatik dalam menjangkau orang dengan
disabilitas termasuk: anak-anak dengan disabilitas, perempuan dengan disabilitas,
pemuda dengan disabilitas, orang lanjut usia/orang lebih tua dengan disabilitas,
orang dengan disabilitas yang terkena bencana, konflik dan krisis, dan orang
dengan disabilitas yang menjadi korban kekerasan dan perdagangan.
II. Rasional
2.1. Sebagaimana dimandatkan, ASEAN Ministerial Meeting on Social Welfare and
Development (AMMSWD) adalah penanggung jawab atas kesejahteraan sosial dan
pembangunan untuk kelompok rentan termasuk orang dengan disabilitas, dan
implementasi CRPD di tingkat nasional dan regional. AMMSWD memimpin proses
untuk pengembangan dan penyerahan Bali Declaration on the Enhancement of the
Role and Participation of Persons with Disabilities in ASEAN Community untuk
pengadoptiannya oleh para Pemimpin tahun 2011. Bersama dengan instrumen
lainnya, Deklarasi ini mendorong pemerintah dan organisasi masyarakat sipil,
termasuk NGO, untuk bekerjasama dengan badan-badan sektoral ASEAN yang
relevan, ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR), dan
ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the Rights of Women and
Children (ACWC), dalam upaya bersama untuk membantu melindungi hak dan
mengakomodasi kebutuhan orang dengan disabilitas, terutama anak-anak,
perempuan, pemuda dan orang lanjut usia/orang lebih tua.
2.2. AICHR sebagai badan payung hak azasi manusia di ASEAN telah memulai untuk
menguatkan hak disabilitas dan memberian kontribusi dalam menangani masalah
kesenjangan pembangunan yang mempengaruhi orang dengan disabilitas di
wilayah ini sejak tahun 2015. Bekerjasama dengan badan-badan sektoral ASEAN
yang relevan, AICHR mengadakan konvensi dan memimpin bersama dengan Senior
Officials Meeting on Social Welfare and Development (SOMSWD) – supporting body
dari AMMSWD - Task Force on the Mainstreaming of the Rights of Persons with
Disabilities in the ASEAN Community (Task Force) sebagai sebuah badan bersama
dan lintas-pilar dengan mandat untuk mengembangkan Enabling Masterplan ini.
Task Force ini terdiri dari representatif AICHR, sepuluh SOMSWD Leaders/Focal
Points, dan dua representatif dari ASEAN Commission on the Promotion and
Protection of the Rights of Women and Children (ACWC), sebuah pilar lintas-
inisiatif tentang hak-hak disabilitas di ASEAN.
2.3. Pengembangan ASEAN Enabling Masterplan 2025: Mainstreaming the Rights of
Persons with Disabilities (Enabling Masterplan) sejalan dengan visi yang
dicantumkan dalam Bali Declaration on the Enhancement of the Role and
Participation of Persons with Disabilities in the ASEAN Community, mengambil
bahan dari Mobilisation Framework of the ASEAN Decade of Persons with
Disabilities (2011–2020) dan didasarkan pada prinsip-prinsip panduan berikut:
1) Relevance. Hak-hak disabilitas bersinggungan dengan seluruh pilar komunitas
maupun visi dan rencana kerjanya. Butir-butir aksi kunci yang tertera dalam
Enabling Masterplan mengukuhkan relevansi dimaksud dan akan menjadi
sebuah jalur menuju realisasi sebuah komunitas inklusif;
3
2) Complementarity. Enabling Masterplan melengkapi komitmen dan aspirasi
Pemimpin dan Negara-negara Anggota ASEAN yang sudah ada, khususnya
ASEAN Community Vision 2025, untuk menciptakan dan menyinambungkan
sebuah lingkungan inklusif bagi orang dengan disabilitas;
3) Interrelatedness. Semua hak asasi manusia, termasuk hak orang dengan
disabilitas, terkait dan saling mempengaruhi. Koordinasi antar-badan sektoral
dan partisipasi orang dengan disabilitas dan organisasinya akan menjadi
sebuah faktor kunci kesuksesan dalam implementasi holistik Enabling
Masterplan ini.
Pengembangan Enabling Masterplan ini juga memetik manfaat dari adanya
kontribusi pemerintah, organisasi orang dengan disabilitas, dan pemangku
kepentingan utama lainnya melalui konsultasi regional dari Task Force dan
konsultasi dengan ASEAN Disability Forum (ADF), Asia-Pacific Development Centre
on Disability (APCD) dan ahli-ahli dalam isu-isu hak disabilitas.
2.4. Enabling Masterplan memetik manfaat dari ekstensifnya konsultasi dengan ASEAN
Sectoral Bodies, dan menunjukkan komitmen mereka untuk berkontribusi dalam
implementasinya. Lebih jauh, pengembangan Enabling Masterplan telah
dikonsultasikan dengan Deputy Secretary-General for ASEAN Political-Security
Community (APSC), Deputy Secretary-General for ASEAN Economic Community
(AEC) dan Deputy Secretary-General for ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC),
dan ASEAN Secretariat mengukuhkan komitmen mereka untuk mendukung
implementasinya.
2.5. Maksud dari keseluruhan Enabling Masterplan adalah untuk memberikan
kontribusi kepada penguatan implementasi CPRD pada tingkat regional,
membangun sebuah komunitas inklusif di mana kemandirian, kebebasan memilih,
dan partisipasi penuh dan efektif orang dengan disabilitas di semua area kehidupan
direalisasikan dan disinambungkan. Enabling Masterplan bertujuan untuk
mencapai kesetaraan dan kualitas tinggi dari kehidupan bagi orang dengan
disabilitas, anggota keluarga mereka, asisten pribadi dan pemberi perawatan
mereka, jika dapat diterapkan.
2.6. Enabling Masterplan juga berupaya untuk melengkapi dan mewujudkan ASEAN
Community Vision 2025 dalam mengarusutamakan hak orang dengan disabilitas
lintas ketiga pilar ASEAN Community, dan mendorong komitmen Negara-negara
Anggota menuju sebuah komunitas inklusif. Hal ini dipandu oleh prinsip-prinsip
dasar bahwa untuk seluruh tindakan menyangkut orang dengan disabilitas baik
yang dilakukan oleh individu, institusi kesejahteraan sosial publik maupun swasta,
pengadilan hukum, otoritas administratif atau badan atau entitas legislatif,
kepentingan dan kebutuhan mereka, harus dipertimbangkan, dengan mengakui
bahwa inklusi dan pengarusutamaan harus dipromosikan dan pendekatan khusus
dipertimbangkan sebagai sebuah last resort. Selain itu, seiring dengan ASEAN yang
bertujuan melekatkan pembangunan berkelanjutan sejalan dengan 2030 Agenda,
Enabling Masterplan berfungsi sebagai instrumen kunci yang mengarahkan
kebijakan dan program agar menjadi inklusif bagi orang dengan disabilitas.
2.7. Enabling Masterplan tidak hanya bertujuan untuk memenuhi janji-janji Negara-
negara Anggota ASEAN kepada warga dengan disabilitas melalui Bali Declaration
dan ASEAN Community Blueprints 2025, itu juga berusaha untuk membimbing
4
Negara-negara Anggota ASEAN dalam menyelaraskan undang-undang dan
kebijakan lokal.
2.8. Enabling Masterplan tunduk pada prinsip-prinsip umum CRPD, sebuah instrumen
umum hak azasi manusia untuk seluruh Negara-negara Anggota ASEAN, yaitu:
a. Menghormati martabat yang melekat, kedaulatan individu termasuk kebebasan
untuk memilih, dan kemerdekaan pribadi;
b. Non-diskriminasi;
c. Partisipasi penuh dan efektif serta inklusi dalam komunitas;
d. Menghargai perbedaan dan menerima orang dengan disabilitas sebagai bagian
dari keberagaman manusia dan kemanusiaan;
e. Kesempatan setara;
f. Aksesibilitas;
g. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan;
h. Menghormati kapasitas yang berevolusi dari anak-anak dengan disabilitas dan
menghormati hak anak-anak dengan disabilitas untuk mempertahankan
identitas.
III. Area-area Prioritas/Butir-butir Tindakan Kunci
3.1. Enabling Masterplan semula akan menentukan area-area prioritas/butir-butir aksi
kunci sebagai kelanjutan pelaksanaan Bali Declaration and Mobilization
Framework menuju penguatan implementasi CRPD. Area-area prioritas/butir-butir
aksi kunci ini dispesifikasikan dalam pengakuan akan pentingnya inklusi orang
dengan disabilitas dalam lingkungan politik, hukum, ekonomi, sosial, dan budaya
dan realisasi penuh dari hak-hak mereka.
3.2. Sementara mengakui bahwa seluruh area sasaran kunci yang dicantumkan dalam
Bali Declaration sama pentingnya, Enabling Masterplan juga mengakui adanya
tantangan ketika mengalokasikan sumber daya yang digunakan untuk mencapai
semua tujuan dalam kerangka waktu terbatas. Oleh karena itu, Enabling Masterplan
bertujuan untuk memfokuskan upaya dan sumber daya yang dimiliki ASEAN pada
area-area prioritas kunci yang sejalan dengan ketiga ASEAN Community Blueprints
dan akan menciptakan dampak konkrit pada ASEAN Community. Diakui bahwa
Enabling Masterplan adalah sebuah kerangkakerja terbatas, tidak mencakup
keseluruhan rentang kewajiban dalam CRPD maupun kerangkakerja lainnya di
mana masing-masing Negara-negara Anggota ASEAN menjadi bagiannya, Negara-
negara Anggota karenanya sangat diharapkan untuk secara simultan
mengupayakan langkah-langkah di luar area prioritas yang ditetapkan dalam
Enabling Masterplan. Informasi penting berkaitan dengan pendekatan maupun
hasil-hasil dari upaya itu harus dibagikan dengan Anggota-anggota lainnya dan
pejabat ASEAN dalam dialog regional di masa depan.
IV. Implementasi
4.1. Enabling Masterplan mengakui adanya kewajiban Negara-negara Anggota untuk
menghormari, mendorong, melindungi, dan memenuhi hak orang dengan
disabilitas yang tercantum dalam CRPD dan instrumen hak azasi manusia yang
relevan lainnya untuk semua pemegang hak, khususnya orang dengan disabilitas.
5
Untuk menterjemahkan kewajiban tersebut ke dalam tindakan, Negara-negara
Anggota diharapkan untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan,
termasuk peningkatan kapasitas mekanisme pemerintah/pelaksana dan
pengusung kewajiban, untuk meningkatkan pemahaman tentang prinsip-prinsip
hak azasi manusia dan aplikasinya yang efektif. Dalam semangat ini, Enabling
Masterplan akan dioperasionalisasi oleh Badan-badan Sektoral yang relevan sesuai
dengan area prioritas mereka masing-masing dengan menterjemahkan butir-butir
aksi kunci tentang pengarusutamaan hak azasi manusia orang dengan disabilitas ke
dalam jalur tindakan atau program spesifik, proyek dan aktivitas tertentu sebagai
bagian dari rencana kerja masing-masing, dan harus melaporkan kemajuannya
kepada masing-masing konferensi.
4.2. AMMSWD sebagai focal point untuk kerjasama antar-pilar harus mengawasi
implementasi Enabling Masterplan ini, dan akan menerima laporan tahunan dari
ASEAN Secretariat perihal kemajuan implementasinya di ketiga Komunitas
tersebut untuk konsolidasi dan untuk kemudian meneruskan laporan tersebut
kepada ketiga ASEAN Community Councils.
4.3. ASEAN Secretariat harus melaporkan kemajuan implementasi Enabling Masterplan
untuk ketiga Komunitas tersebut kepada Joint Consultative Meeting (JCM).
4.4. Coordinating Conference of the APSC (ASCCO), Committee of the Whole for AEC dan
Coordinating Conference on the ASCC (SOC-COM) harus memiliki sebuah item
agenda berjalan mengenai kemajuan implementasi Enabling Masterplan ini selama
berlangsungnya konferensi masing-masing.
4.5. Implementasi Enabling Masterplan harus menerapkan strategi dan pendekatan
yang akan memaksimumkan peran Organ-organ dan Badan-badan ASEAN,
mendorong partisipasi organisasi masyarakat sipil, khususnya organisasi orang
dengan disabilitas, meningkatkan peluang keterlibatan dan kemitraan pemangku
kepentingan, termasuk tapi tidak terbatas pada, pertemuan reguler public-private-
people partnerships (PPPP), kewirausahaan sosial, dan coprorate social
responsibility untuk pembangunan inklusif dan berkelanjutan.
V. Pemantauan dan Evaluasi
5.1. Tinjauan dan penilaian Enabling Masterplan harus menggunakan Monitoring and
Evaluation (M&E) Strategy and Results framework yang telah ada atau disepakati,
yang menyertakan sasaran, indikator, dan kriteria evaluasi. Pendekatan dan
metodologi lain yang sesuai, termasuk tapi tidak terbatas pada pengumpulan data
sistematis dan evaluasi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif, didorong untuk
menilai dampak kebijakan/program/proyek yang muncul dari Enabling Masterplan
di tingkat regional, nasional, dan sektoral.
5.2. Mid-Term Evaluation, meliputi periode waktu 2018-2021, dan End-of-Term
Evaluation, meliputi periode waktu 2021-2025, akan dilakukan untuk memantau
kemajuan yang dibuat dan mengevaluasi outcome/dampak terhadap capaian
Enabling Masterplan di bawah kepepimpinan SOMSWD. Mid-Term Evaluation akan
mempertimbangkan peningkatan implementasi Enabling Masterplan untuk jenis-
jenis disabilitas yang berbeda, termasuk pekerja migran dengan disabilitas, untuk
menyebut di antaranya.
6
5.3. Partisipasi organisasi masyarakat sipil, dan khususnya organisasi orang dengan
disabilitas, dalam proses pemantauan dan evaluasi Enabling Masterplan sangat
penting untuk menjamin implementasi yang efektif.
VI. Pengembangan-kapasitas dan Kemitraan untuk Perubahan
6.1. Orang dengan disabilitas, organisasi orang dengan disabilitas, pejabat pemerintah
yang relevan, organisasi masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan lainnya
harus dilibatkan dalam kegiatan pengembangan-kapasitas mereka agar memiliki
peluang untuk meraih pengetahuan dan pengalaman yang sesuai, serta keahlian
untuk menerjemahkan komitmen internasional ke dalam outcome pada tingkat
komunitas dan inklusi yang menjangkau lebih jauh orang dengan disabilitas.
Aktivitas pengembangan-kapasitas akan difokuskan menuju memungkinannya
peluang setara dan kesetaraan untuk inklusi sosial dan ekonomi, termasuk area-
area kesehatan, pendidikan, lapangan kerja, pelayanan sipil, inovasi teknologi,
inklusi finansial, kewirausahaan, akomodasi yang layak atas beragam pelayanan,
dan menciptakan sebuah lingkungan inklusif untuk proses judisial dan politik,
kegiatan sosial maupun hiburan.
6.2. Pembangunan inklusif-disabilitas juga akan dimajukan dengan berbagi informasi.
Kegunaan penelitian dan informasi, termasuk data statistik, publikasi penelitian,
dan informasi tentang praktek terbaik dimaksimunkan dengan diseminasi mereka
yang luas. Distribusi efektif termasuk membuat materi dan informasi, maupun
instrumen internasional, dapat tersedia seluas mungkin dalam bahasa yang
berbeda dan format yang dapat diakses.
6.3. Acara dialog kebijakan reguler akan diselenggarakan untuk memastikan integrasi
ketiga pilar Komunitas ASEAN pada isu-isu silang terkait orang dengan disabilitas
dengan partisipasi seluruh pemangku kepentingan yang relevan termasuk pejabat
pemerintah, organisasi orang dengan disabilitas, dan CSO.
7
ASEAN Enabling Masterplan 2025:
Mainstreaming the Rights of Persons with Disabilities
Cetakbiru 2025
Komunitas
Politik- Butir-butir Aksi Kunci
Keamanan
(APSC) ASEAN
A. Komunitas APSC 1 Mendorong diambilnya semua langkah hukum dan administratif yang
Berbasis-Aturan, sesuai untuk mempromosikan dan melindungsi hak orang dengan disabilitas untuk
Berorientasi- berpartisipasi secara penuh dan bermakna dalam kehidupan publik dan politik
Orang, Berpusat- untuk memilih, dipilih dan untuk mengakses terhadap keadilan atas suatu basis
Orang setara dengan mereka yang tanpa disabilitas;
APSC 2 Mendorong akses terhadap informasi dari website sektor publik dan swasta
pada akomodasi yang beralasan bagi pelayanan pengadilan, pemilihan dan tempat
pemungutan suara dengan universal design dan dapat diakses, dan proses politik
lainnya dengan mengembangkan sebuah sistem inklusif-disabilitas dengan
menggunakan teknologi baru dan format alternatif, seperti braille, audio, closed-
captioned dan/atau audio-described video, dan format elektronik yang dirancang
secara universal, membuat subjudul dalam video dan televisi tersedia, asistensi dari
penterjemah bahasa isyarat profesional, dan materi kartun bagi orang dengan
disabilitas pembelajaran.
APSC 3 Membentuk jaringan yang dapat diakses dari profesional bantuan hukum
dan organisasi terspesialisasi dalam disabilitas dan hak azasi manusia untuk
menyediakan asistensi hukum kepada orang dengan disabilitas yang tidak dapat
menjangkau representasi hukum;
8
APSC 7.4 Mendukung ASEAN Foundation untuk memperkuat kolaborasi
dengan sektor swasta dan pemangku kepentingan relevan lainnya untuk
menanamkan corporate social responsibility dalam membuat informasi,
pelayanan dan ruang sektor swasta inklusif bagi orang dengan disabilitas;
9
dan mekanisme pemantauan dan evaluasi untuk mitigasi dampak bencana pada
orang dengan disabilitas, khususnya perempuan, anak-anak, dan orang lanjut
usia/orang lebih tua;
APSC 14 Membentuk sebuah jaringan tentang disabilitas dan profesional hak azasi
manusia di antara manajer dan penanggap tanggap darurat dan jaringan konsultasi
dari organisasi orang dengan disabilitas dalam perencanaan, implementasi, dan
evaluasi kebijakan dan program kesiapsiagaan bencana dan kedaruratan;
10
Ekonomi disabilitas dan perlindungan hak orang dengan disabilitas dalam keselarasan
Terintergasi dan terhadap konsep CRPD dan untuk menyingkirkan hambatan tentang peluang
Kohesif Tinggi pekerjaan dan bisnis serta mendorong sebuah lingkungan inklusif-disabilitas bagi
kewirausahaan, perusahaan, termasuk perusahaan sosial, koperasi dan bisnis
reguler, serta e-commerce yang dijalankan oleh orang dengan disabilitas;
AEC 7 Mempromosikan akses dan penggunaan materi dilindungi oleh hakcipta bagi
orang dengan disabilitas dengan mendorong Negara-negara Anggota ASEAN
meratifikasi Marrakesh Treaty to Facilitate Access to Published Works for Persons
Who Are Blind, Visually Impaired or Otherwise Print Disabled;
AEC 9 Membina sebuah ekonomi yang lebih inklusif di wilayah ini dengan
mendorong pengecualian pajak yang beralasan dalam penjualan perangkat bantu
dan/atau adaptif serta teknologi yang digunakan oleh orang dengan disabilitas dan
orang lanjut usia/orang lebih tua untuk meningkatkan produktivitas mereka dalam
sebuah lingkungan-buatan yang belum dibuat dapat diakses dan memungkinkan;
11
kegunaannya bagi orang dengan disabilitas dan dengan menaikan susunan
keterampilan pengembang dan pengguna untuk lebih berdaya dan terkoneksi
secara digital di ASEAN;
AEC 14 Mendorong lebih lanjut integrasi ekonomi regional inklusif melalui sebuah
kooperasi e-Commerce yang dipergiat dengan menyelaraskan undang-undang hak
dan perlindungan konsumen termasuk undang-undang hak dan perlindungan
konsumen yang relevan terhadap konsumen dan pewirausaha dengan disabilitas,
menyelaraskan kerangkakerja hukum untuk resolusi perselisihan online dan
resolusi alternatif yang dapat diakses dengan penggunaan teknologi, dan,
mendorong penggunaan skema e-identification dan otorisasi inter-operable, saling
mengakui, aman, dapat diandalkan, dapat diakses, dan ramah-pengguna (electronic
signature);
12
pertumbuhan dan lapangan kerja, dan akses terhadap pelayanan finansial orang
dengan disabilitas.
E. Sebuah ASEAN AEC 25 Mendorong sebuah ekonomi global inklusif dan non-diskriminasi bagi
Global orang dengan disabilitas di wilayah ini melalui promosi peluang setara terhadap
lapangan kerja dan kewirausahaan serta integrasi ekonomi untuk semua.
Cetakbiru 2025
Komunitas Sosio-
Butir-butir Aksi Kunci
Kultural (ASCC)
ASEAN
A. Melibatkan ASCCC 1 Mempromosikan hak-hak dari semua orang dengan disabilitas untuk
dan berpartisipasi penuh, setara, dan efektif dalam semua aspek kehidupan di semua
Menguntungkan Negara-negara Anggota ASEAN;
Rakyat
ASCC 2 Meningkatkan akses terhadap perlindungan sosial dan peluang-peluang
ekonomi untuk meraih kehidupan mandiri bagi orang dengan disabilitas,
memastikan hak-hak mereka untuk hidup dengan bermartabat di dalam sebuah
komunitas yang dilibatkan dan diberdayakan, termasuk peluang untuk menikmati
dan mengambil bagian dalam aktivitas sosio-kultural dan keagamaan, olahraga dan
hiburan;
ASCC 4 Menyediakan ruang dan peluang bagi orang dengan disabilitas untuk secara
aktif berpartisipasi dan terlibat dalam proses pembuatan-keputusan dalam
pekerjaan badan-badan yang relevan, mekanisme dan platform di bawah payung
ASCC, termasuk CSO, organisasi orang dengan disabilitas, sektor swasta dan
pemangku kepentingan lainnya.
7 Kebijakan kesehatan hulu termasuk memiliki pertimbangan penentu sosial, rentang ketimpangan sosial dan ekonomi
serta faktor-faktor risiko lingkungan yang memainkan sebuah pencetus esensial dalam buruknya outcome kesehatan.
8 Pengarusutamaan hak azasi manusia merupakan sebuah proses tentang mengintegrasikan prinsip-prinsip hak azasi
manusia seperti inklusi, partisipasi, non-diskriminasi, kesetaraan, dan aksesibilitas. Silahkan temukan rincian lebih lanjut
pada pengarusutamaan hak azasi manusia, seperti diterapkan dalam dokumen ini.
13
negara Anggota ASEAN, dan terhubung dengan prakarsa regional;
ASCC 11 Mempromosikan hak orang dengan disabilitas sebagai sebuah nilai inti
dari ASEAN Community dengan memasukan konsep inklusi disabilitas dalam
kurikulum pelajaran ASEAN untuk dipromosikan bagi pengadopsian oleh institusi-
institusi pendidikan Negara-Negara Anggota ASEAN;
ASCC 13 Mengakui hak orang dengan disabilitas untuk hidup dengan pilihan
mereka, dan untuk memastikan sebuah rentang lebar tentang pilihan menyangkut
kehidupan bermartabat 9 , membuat keputusan sendiri dan untuk menjamin
otonomi bagi orang dengan disabilitas atas pengaturan kehidupan dan aksesibilitas,
dan untuk melindungi di dalam dan di luar rumah, dari segala bentuk disabilitas
berbasis-diskriminasi, perenggutan kebebasan, eksploitasi, penganiayaan dan
kekerasan, termasuk diskriminasi dan kekerasan seksual serta diskriminasi
berbasis-gender;
9 Hidup dengan bermartabat mengacu pada hak untuk memilih di mana dan dengan siapa tinggal, tanpa kewajiban untuk
terikat pada pengaturan hidup tertentu; dan akses ke berbagai pilihan kehidupan, termasuk kehidupan yang didukung,
dan inklusi dalam komunitas dengan dasar kesetaraan. Konsep hidup bermartabat adalah versi diperpanjang dari
"independent living" (CRPD 19) dan menekankan elemen-elemen budaya keluarga dan rumah, seperti yang diamati di
Negara-negara Anggota ASEAN.
14
(GHG), dan penilaian kerentanan;
ASCC 24 Merancang mekanisme untuk, dan bertindak atas umpan-balik dari, orang
dengan disabilitas, menghargai martabat mereka dan memastikan keselamatan
mereka.
E. Dinamis SCC 25 Mempromosikan pelatihan-keterampilan kewirausahaan inklusif, termasuk
meningkatkan kesadaran terhadap kebijakan hukum, pemahaman pasar,
pengadaan dan distribusi, serta informasi dan teknologi, dalam sebuah lanskap
ekonomi yang kompetitif, inovatif, dan dinamis;
ASCC 26 Meningkatkan kesadaran tentang institusi finansial dan staf sumber daya
manusia tentang hak orang dengan disabilitas yang memfokuskan pada keragaman,
pelatihan setara, inklusi, anti-stigma dan bias tidak disadari dan diskriminasi
terhadap orang dengan disabilitas;
15