Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
FOLIO
Mike Napizahni
Profile
Name:
Mike Napizahni
Date of birth:
Jakarta, 10 May 1997
Nationality:
Indonesian
Language:
Bahasa Indonesia, English.
Hello!
Let me introduce myself. My name is Mike Napizahni, I am
a bachelor degree majored in Indonesian Literature from
Universitas Negeri Jakarta.
I am a writer who is always looking for great ideas to turn
into interesting writing. I want to make enjoyable and
loveable writing for everyone!
I usually write about short stories that are inspired by
people's lives, but I also like to write something outside my
comfort zone that will make my writing better. For me,
"Deadline" is motivation to be a productive person.
Contact Education
Phone:
2015 - 2019
0877-7058-0462
Universitas Negeri
Email:
Jakarta
mikenafizahni@gmail
Indonesian Literature
.com
Jakarta
Address:
Jl. Cipinang Muara 2,
2012 - 2015
RT013/RW015,
SMK Negeri 50
Jatinegara, Jakarta
Jakarta
Timur
Achievement
Organization Experience
Work Experience
Training
Skill
Berita edisi 3
November 2018
pada Surat Kabar
Pos Kota dengan
kode editing E2
1. Sistem Kasta
Kasta berasal dari bahasa Spanyol dan bahasa Portugis (casta) adalah
pembagian masyarakat. Di pulau Bali sendiri, kasta terbagi menjadi
empat macam yaitu Sudra (petani), Waisya (pedagang dan pegawai
pemerintahan), Satria (bangsawan dan raja), dan Brahmana (pendeta).
Sistem kasta tersebut tentunya berkaitan juga dengan status sosial
masyarakatnya, terutama dalam pemberian gelar pada nama seorang
penduduk di pulau Bali. Contohnya, gelar I Gusti, biasanya diberikan
untuk anak laki-laki yang lahir dari kalangan pedagang atau kasta
Waisya. Tetapi berbeda dengan Suku Tengger, walaupun sama-sama
beragama Hindu, Suku Tengger tidak memakai sistem kasta.
"Siapa pun anak yang lahir, namanya diberikan sesuai keinginan
orang tuanya, karena tidak ada sistem kasta maka tidak pakai gelar
apa-apa, bebas saja," ujar Haryono, Perangkat Desa Tengger (11/4).
Ngaben berasa dari kata Beya yang berarti bekal. Kaum Hindu di Bali
percaya bahwa ngaben adalah ritual untuk penyucian roh orang yang telah
meninggal. Dengan Ngaben, roh orang yang telah meninggal tersebut
dapat langsung kembali ke Dewa Brahma dalam keadaan suci. Ngaben
sendiri membutuhkan dana sekitar 30-40 juta untuk satu jasad. Upacara
adat ini dilakukan dengan membakar jasad orang yang telah meninggal
yang sebelumnya dimulai dengan ritual. Kemudian abu dari jasad tersebut
dikumpulkan dalam satu wadah dan dilepaskan ke lautan.
3. Toleransi Beragama
Sebagian besar masyarakat Suku Tengger menganut agama Hindu, tetapi
bukan berarti tidak ada agama lain di dalamnya. Di Suku Tengger sendiri
ada yang menganut agama Islam, Kristen, Budha, dan lainnya. Hal ini
merupakan pengaruh interaksi sosial yang kian membaur di pulau Jawa
tempat Suku Tengger bermukim. Namun begitu, perbedaan agama tampak
bukan sebagai masalah di Suku Tengger.
Setiap hari raya Nyepi, umat Hindu Suku Tengger tidak disarankan
melakukan aktivitas apapun di luar rumah. Dengan kondisi Suku Tengger
yang didominasi umat Hindu, maka dapat dibayangkan sunyinya suku ini
ketika hari raya Nyepi tiba. Umat Islam dan lainnya pun turut menghormati,
dengan mengurangi aktivitas di luar rumah.
Saat upacara mecaru ini, umat Hindu Suku Tengger menghormati umat
lainnya dengan tidak mengajak atau memaksa umat beragama lainnya
untuk mengikuti upacara Mecaru ini meskipun jumlah umat Hindu Suku
Tengger dominan. Mereka benar-benar menghargai kepercayaan
umat-umat yang berada dalam Suku Tengger, sekalipun berbeda hal yang
dianut ataupun yang pahami. Umat beragama yang tinggal di Suku Tengger
ini hidup dengan rukun seolah tidak tampak perbedaan diantaranya.
Essay
Hidup ketika teknologi berkembang kian pesat melahirkan putera dan puteri
bangsa yang mengidap adiksi teknologi. Bahwa dewasa ini, teknologi telah
menjadi kebutuhan primer bagi mereka yang masuk ke dalam bagian dari
generasi milenial. Generasi milenial sendiri adalah sebutan bagi orang-orang
yang lahir pada kisaran tahun 1980 sampai 2000 yang saat ini menduduki usia
antara 15 sampai 35 tahun. Para generasi minenial adalah mereka yang saat ini
tengah berada pada usia-usia produktif, terus menghasilkan, dan menyukai
modernitas terutama terhadap teknologi.
Para milenialis dengan sikap yang jauh berbeda dari generasi sebelumnya
menjadi buah bibir yang sangat menarik untuk dibahas. Bukan untuk semata
diperbincangkan mengenai kelemahannya, namun perlu dilihat dan dipahami
juga sisi positifnya. Milenialis adalah mereka yang dinamis dan menyukai
pembaharuan. Selain itu, faktor usia yang produktif membuat milenialis
mampu menghasilkan sejumlah pembaharuan-pembaharuan berbasis
teknologi yang mampu mempermudah kehidupan orang banyak saat ini.
Salah satu contoh adalah terciptanya aplikasi ojek daring berbasis perangkat
lunak yang dapat dengan mudah diakses selama pengguna memiliki koneksi
internet. Kini, kapan dan dimanapun orang-orang dapat dengan mudah
memilih ojek daring sebagai sarana transportasi mereka. Inilah salah satu ciri
milenialis yang paling mencolok, berupaya untuk mempermudah segala hal.
Dampak yang cukup besar dari adiksi terhadap teknologi selain memberikan
kemudahan-kemudahan yaitu mampunya teknologi untuk mulai mengubah
tatanan sosial, budaya dan etika. Adanya teknologi mutakhir membuat para
milenialis, baik dalam keadaan sadar atau tidak, mengubah tatanan kehidupan
bersosial, berbudaya dan beretika mereka. Contoh dalam kasus interaksi
sosial. Saat ini interaksi sosial lebih banyak terjadi di dalam dunia maya
ketimbang pada dunia nyata. Hal inilah yang mendasari para pencipta media
sosial untuk terus melakukan pembaharuan pada media sosial ciptaanya.
Adanya pergeseran jumlah frekuensi interaksi sosial dari dunia nyata ke dunia
maya adalah bentuk perubahan tatanan sosial yang lambat laun akan
berimbas pada budaya dan etika para pelaku interaksi sosial.
Perubahan pada tatanan sosial, budaya dan etika pada generasi milenial
bukan tidak berdampak, namun bukan juga hanya akan berdampak
merugikan. Pada dasarnya generasi milenial adalah generasi dinamis yang
mudah berkembang. Perkembangan akan berjalan dengan pesat ditangan
para milenialis hanya jika para milenialis dapat mengatur arus globalisasi yang
menggerakan mereka.
“Daun singkong ini akan tetap terasa pahit kalau kau terus
menganggapnya pahit, cepat kemari dan jangan banyak bertingkah”
ujar ibu muda yang kerutnya muncul sepuluh tahun lebih cepat itu.
“Nanti kalau kau sudah bisa menyeberang jalan” ibu muda itu berhasil
menyuapkan gumpalan nasi dan rebusan daun singkong ke mulut
anaknya.
---
---
Hari ini, Ahmak kembali berdiri tepat di pinggir jalan raya. Ia siap
menyeberang. Oleh bapaknya yang bekerja sebagai penjual mebel
bekas, ia pernah diajari, bahwa jika ingin menyeberang jalan yang harus
dilakukan pertama kali adalah memastikan diri siap untuk
menyeberang. Dengan berdiri di pinggir jalan, tubuh Ahmak telah
memberikan sinyal kepada saraf otaknya, bawa ia siap untuk
menyeberang.
Hal kedua yang dikatakan oleh penjual mebel bekas selanjutnya adalah
jika sudah siap untuk menyeberang, tengoklah ke arah kanan untuk
memastikan apakah kendaraan yang melaju dari arah kanan tidak
ramai dan dapat diseberangi. Kemudian Ahmak menggerakan
kepalanya ke arah kanan, kendaraan yang melaju dari arah kanan sangat
ramai. Ternyata ada iring-iringan mobil dengan pengawalan bersenjata
yang akan melewati jalan raya Adikara. Dalam kondisi seperti ini, semua
kendaraan yang tidak termasuk dalam iring-iringan merapatkan
kendaraannya ke arah pinggir, mempersilakan iring-iringan untuk lewat.
Setelah hampir tiga puluh detik iring-iringan kendaraan berlalu, jalan dari
arah kanan jalan raya Adikara kembali pada keadaan ramai yang normal.
Ahmak mungkin dapat menyeberanginya jika ada celah jalanan yang
kosong dan tentu saja dengan kecepatan kaki yang maksimal. Jalan dari
arah kanan aman. Kemuadian Ahmak melihat ke arah kiri, ternyata jalanan
di arah kiri terlihat lebih lengang dari biasanya. Hanya ada kendaraan roda
tiga berwarna biru yang melintas, kemudian jalanan akan kosong untuk
beberapa saat.
Padat. Sangat padat. Ahmak kembali melihat kondisi jalan raya yang
ramai itu dengan napas yang terengah. Apakah ada peluang untuknya
menaklukan jalan raya itu? Jika bapaknya si penjual mebel bekas mampu
menyeberang sebanyak lebih dari tiga kali dalam satu hari, mengapa ia
tidak bisa? Lagi, ia mengamati kondisi jalan raya dengan seksama. Lalu
sesekali matanya mencuri pandang ke arah gedung sekolah bercat putih
di seberang sana yang menjadi tujuannya.
Dua, lima, sepuluh kendaraan roda dua melintas. Semua sangat cepat,
seperti sedang berada dalam arena balap yang ingin cepat-cepat
mencapai garis finis: pusat kota. Kemudian mobil-mobil dengan berbagai
macam warna, tidak ada satupun dari mereka membuka jendela
mobilnya, kecuali jika ingin membuang puntung rokok atau lainnya yang
dianggap sampah dan harus dibuang. Ada yang lebih mencolok dari
orang yang mengenakan jas putih pada saat iring-iringan yang lalu, yaitu
seseorang yang mengenakan pakaian lusuh sedang beraksi mendorong
gerobak roda dua di pinggir jalan yang lain. Ahmak terus memperhatikan
orang tersebut. Dengan gerobak yang dibawanya, orang tersebut seperti
tidak ingin kalah bersaing dengan pengendara lainnya.
Short story
Hari semakin siang, volume kendaraan yang melintas di jalan raya Adikara
semakin banyak. Itu berarati semakin tipis kesempatan Ahmak untuk
menyeberang jalan dan sampi ke gedung sekolah bercat putih yang ada di
seberang sana. Miris, yang dapat Ahmak lakukan saat ini hanyalah
menatap gedung itu lekat-lekat, membayangkan belajar di dalamnya.
Mungkin Ahmak harus menyerah karena memang mustahil bagi anak
seusianya untuk menyeberang jalan seorang diri. Jalan raya terlalu keras
baginya, hanya orang-orang dengan kadar kekuatan tertentulah yang
dapat menyeberang hingga ujung. Jika tidak, maka ia hanyak akan
tertabrak oleh keramaian jalan raya Adipara.
---
Ahmak kembali ke rumah. Ia lesu, namun bukan karena lapar. Tetapi istri
penjual mabel bekas menangkapnya sebagai tanda bahwa nasi panas dan
rebusan daun singkong harus segera disediakan untuk menyambut
anaknya.
“Belum habiskah daun singkong di pekarangan pak Baya ibu petiki?” kata
Ahmak sambil menghindarkan mukanya dari suguhan asi putih dan
rebusan daun singkong.
“Husss…. Anggap saja daun singkong ini manis, maka rasanya akan manis”
---
Jalan raya Adikara tetap ramai. Padat. Penat. Tidak pernah mengaso. Dua,
lima, sepuluh, dua puluh, lima puluh kendaraan dari arah kanan maupun
kiri terus melaju. Cepat dan semakin cepat. Ahmak kembali mengingat
petuah bapaknya ketika ingin menyeberang. Pertama, siapkan diri. Ahmak
menarik napas dalam-dalam, menatap gedung sekolah bercat putih,
memantapkan diri. Kedua, menengok ke arah kanan, kepalanya dengan
segera menengok ke arah kanan, suasana jalan ramai seperti biasa, namun
ada sedikit ruang kosong setelah bus berwarna oranye lewat. Ia akan
bersiap-siap. Ketiga, lihat ke arah kiri. Keadaan ramai padat. Mungkin ia
dapat menyeberang jika ia memaksimalkan kecepatan langkah kakinya.
Contact me:
Phone: 0877-7058-0462
Email: mikenafizahni@gmail.com