Sie sind auf Seite 1von 12

Jurnal EKSPONENSIAL Volume 2, Nomor 1, Mei 2011 ISSN 2085-7829

Pengestimasian Parameter Model Autoregresif


Pada Analisis Deret Waktu Univariat
The Estimation of Parameter Autoregressive Models
on the Univariate Time Series Analysis

Suyitno
Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman

Abstract
A time series is an ordered sequence of observations. The ordering is usually through time or
particularly in terms some equally time intervals, and it may also be taken through other dimensions, such as
space. There are various objectives for studying time series. These include the understanding and description
of generating mechanism, the forecasting of future values and optimal control of system. The intrinsic nature
of a time series is that its observations are dependent or correlated, and the order of the observation is
identically on the same times measure. The procedure to hand time series are model identification,
parameter estimation, diagnostic checking & model selection, and forecasting. In this article discussed the
second step that is parameter estimation the autoregressive models on the univariate time series analysis.
Under the assumption of known order p of autoregressive process, the parameters can be estimated by using
the method of moment, the ordinary least square method (OLS) and maximum likelihood (ML) methods
(conditional maximum likelihood estimation). According to the estimation parameter methods found the same
result of the parameter estimator.

Keywords : Autoregressive models, the estimation parameter, moments method, ordinary least square
estimation method, maximum likelihood method.

PENDAHULUAN
Analisis deret waktu atau time series analysis Univariat”. Selain itu penulisan artikel ilmiah ini
diperkenalkan pada tahun 1970 oleh George E.P. bertujuan untuk menyediakan referensi bagi
Box dan Gwilym M. Jenkins dalam bukunya yang mahasiswa yang mengambil mata kuliah analisis
berjudul Time Series Analysis forecasting and deret waktu.
control. Sejak saat itu, studi tentang deret waktu Dalam artikel ini dibahas bagaimana
mulai banyak dikembangkan. Bentuk pengestimasian parameter model Autoregressive
pengembangan analisis deret waktu di kampus (AR) (non musiman) dengan metode moment,
khususnya di program studi Statistika Universitas metode Ordinary Least Square Estimation (OLS)
Mulawarman, bahwa analisis deret waktu dan metode Maximum Likelihood jika orde AR
merupakan mata kuliah pilihan wajib. Sehingga diketahui, dan metode information criteria jika
sejak program studi Statistika FMIPA Universitas orde AR tidak diketahui. Dan direncanakan pada
Mulawarman meluluskan sarjana pertama kali edisi selanjutnya akan dibahas estimasi parameter
tahun 2006, sudah banyak mahasiswa yang pada model deret waktu yang lainnya seperti
memilih topik analisis deret waktu pada penelitian model Moving Average (MA) dan model
tugas akhir atau penelitian pada laporan praktek campuran Autoregressive Moving Average
kerja lapangan (PKL). Dalam melakukan (ARMA), dan kemudian dilanjutkan aplikasi
penelitian pada topik analisis deret waktu, pada peramalan deret waktu dengan menggunakan
umumnya mahasiswa program studi Statistika tahapan secara lengkap.
FMIPA Unmul sudah terampil dalam
menggunakan software statsitika sebagai alat PENGERTIAN DERET WAKTU
bantu perhitungan, tetapi mahasiswa masih Deret waktu atau runtun waktu (time series)
mengalami kesulitan dalam melakukan merupakan serangkai data pengamatan yang
interprestasi output software dikaitkan dengan terjadi berdasarkan indeks waktu secara berurutan
teori yang mendasarinya. Pada umumnya dengan interval waktu tetap, (Aswi & Sukarna
mahasiswa masih lemah dalam pemahaman 2006). Secara matematik deret waktu adalah
konsep teori dasar analisis deret waktu. {Z t , t  T }, T  {  1,  2,  3, } . Analisis
Berdasarkan uraian di atas maka penulis sebagai
deret waktu adalah salah satu prosedur statistika
pengajar mata kuliah Analisis Runtun Waktu
yang diterapkan untuk meramalkan struktur
terpanggil untuk mendalami teori dasar analisis
deret waktu melalui penulisan artikel ilmiah probabilistik keadaan yang akan terjadi di masa
dengan judul “Pengestimasian Parameter Model yang akan datang dalam rangka pengambilan
keputusan. Suatu urutan pengamatan memiliki
Autoregressive Pada Analisis Deret Waktu

Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman 15


Jurnal EKSPONENSIAL Volume 2, Nomor 1, Mei 2011 ISSN 2085-7829

model deret waktu jika memenuhi dua hal yaitu : stokastik dan stasioner, fungsi autokorelasi dan
(1) interval waktu antar indeks waktu t dapat autokorelasi parsial serta konsep-konsep dasar
dinyatakan dalam satuan waktu yang sama terkait.
(identik), (2) adanya ketergantungan antara
pengamatan Zt dengan Zt+k yang dipisahkan oleh STOKASTIK DAN STASIONER
jarak waktu berupa kelipatan t sebanyak k kali Jika dari pengalaman yang lalu, keadaan yang
(dinyatakan sebagai lag k). Menurut W.W.S. Wei akan datang suatu deret waktu dapat diramalkan
1994, instrinsik asli dari deret waktu adalah secara pasti, maka deret waktu itu dinamakan
bahwa data pengamatannya (observasi) tidak deterministik, dan tidak memerlukan penyelidiki
saling bebas atau saling berkorelasi, dan orde dari lebih lanjut. Sebaliknya jika pengalaman yang
pengamatan adalah identik (dalam inverval satuan lalu hanya dapat menunjukkan struktur
waktu yang sama), hal inilah yang membedakan probabilistik keadaan yang akan datang suatu
antara model peramalan deret waktu dengan deret waktu, maka deret waktu seperti ini
model yang lainnya. Tujuan analisis deret waktu dinamakan stokastik, (Soejoeti 1987). Dapat
antara lain untuk : (1) meramalkan kondisi di disaksikan bahwa sebagian besar fenomena di
masa yang akan datang (forecasting), (2) alam ini bersifat stokastik. Dalam analisis deret
mengetahui hubungan atau model antar peubah, waktu disyaratkan data yang dinotasikan dengan
(3) kepentingan control (untuk mengetahui Zt mengikuti proses stokastik, dimana suatu
apakah proses terkendali atau tidak), (Aswi & urutan pengamatan dari peubah acak Z ( , t )
Sukarna 2006). Berkaitan tujuan pertama dan dengan ruang sampel  dan satuan waktu t
kedua dari analisis deret waktu, bahwa dikatakan sebagai proses stokastik. Selain itu
menentukan model hubungan antar peubah tidak dalam pembentukan model deret waktu
lain adalah menentukan penaksir parameter model disyaratkan (harus memenuhi asumsi) bahwa data
deret waktu. dalam keadaan stasioner. Deret waktu dikatakan
Model umum pada analisis deret waktu stasioner jika tidak ada perubahan kecenderungan
dinamakan model Autoregressive Integrateg dalam rata-rata dan perubahan variansi. Terdapat
Moving Avarage (ARIMA) yang telah dipelajari dua macam kondisi stasioner yaitu stasioner
secara mendalam oleh George Box dan Gwilym dalam rata-rata (mean) dan stasioner dalam
Jenkins (1976), dan nama mereka sering variansi. G.Kirchg Asnner & J. Wolters 2007
disinonimkan dengan proses ARIMA. Pada model mendefinisikan stasioner bersesuaian dengan
ARIMA terdiri dari dua aspek yaitu aspek moment dari suatu sproses stokastik sebagai
autoregressive dan moving average. Secara berikut: (1) suatu proses stasioner pada mean jika
umum model ARIMA ini dituliskan dengan notasi
E ( Z t )  t   adalah konstan untuk setiap t;
ARIMA(p,d,q), dimana p menyatakan orde proses
autoregressive (AR), q menyatakan orde proses (2) suatu proses stasioner pada variansi jika
moving average (MA) dan q menyatakan orde Var ( Z t )  E ( Z t   t ) 2   2 adalah
transpormasi pembedaan (differencing). Pada
model ARIMA(p,d,q) jika harga d = 0 maka konstan; (3) suatu proses stasioner pada kovarians
model menjadi ARIMA(p,0,q) atau dinamakan jika
model ARMA(p, q), jelasnya model ARMA(p, q) cov(Z t , Z s )  E ( Z t  t )(Z s   s )   | s t |
adalah model ARIMA untuk data deret waktu
dimana  (.) adalah suatu fungsi dari perbedaan
yang stasioner dimana data tidak mengalami
transpormasi pembedaan. Jika d = 0 dan q = 0, waktu dua variabel acak dan tidak tergantung
maka model dinamakan ARIMA(p,0,0) atau pada waktu pengamatan t, dan (4) suatu proses
model ARMA(p,0) atau lebih umum dinamakan dikatakan stasioner lemah (weak stationarity) jika
model AR(p) yakni model autoregressive orde p. proses itu stasioner pada mean dan stasioner pada
Dan jika p = 0 dan d = 0 maka model ARIMA kovarians.
menjadi model ARMA(0,q) atau dinamakan Misalkan sebuah himpunan berhingga variabel
model Moving Average orde q dan dinotasikan acak Zt1, Zt2, . . . , Ztm dari pengamatan Z1, Z2, Z3 ,
dengan MA(q). . . . , Zn sebagai proses stokastik, dan suatu fungsi
Berdasarkan pendekatan Box-Jenkins, dalam distribusi berdimensi m yang didefinisikan oleh
melakukan analisis deret waktu terdapat empat F(Zt1, Zt2, . . . , Ztm) =
tahapan yaitu: (1) identifikasi model yang terdiri P( : Z ( , t1 )  Z t1 ,  , Z ( , t m )  Z tm ) ,
dari merumuskan model umum dan penetapan maka suatu proses dikatakan stasioner orde
model sementara; (2) penaksiran (estimation) pertama jika F(Zt1) = F(Zt1+k) untuk sebarang t1
parameter; (3) pemeriksaan diagnostik model dan k, dikatakan stasioner orde kedua jika
(diagnostic checking) dan (4) peramalan F(Zt1,Zt2) = F(Zt1+k ,Zt2+k) untuk sebarang t1, t2 dan
(forecasting). Sebelum dibahas pengestimasian k, dan stasioner orde ke-m jika F(Zt1,Zt2, . . ., Ztm)
parameter model AR, terlebih dahulu diuraikan = F(Zt1+k ,Zt2+k ,. . . ,Ztm+k). Jika fungsi distribusi
konsep dasar dalam analisis deret waktu yaitu F(.) berlaku untuk m = 1, 2, . . . , n maka

Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman 16


Jurnal EKSPONENSIAL Volume 2, Nomor 1, Mei 2011 ISSN 2085-7829

kondisi ini dinamakan stasioner kuat (strictly


stationary). Deret waktu yang stasioner kuat variansi var( Z t )  E ( Z t   ) 2   2
disebut juga stasioner dalam mean dan variansi (konstan), serta kovariansi cov( Z t , Z s )   t , s
yakni jika waktu pengamatan (t) tidak
adalah fungsi dari perbedaan waktu |t – s|.
berpengaruh terhadap rata-rata  , tidak
Estimator untuk mean adalah rata-rata sampel
berpengaruh terhadap variansi 2 dan juga tidak yaitu
berpengaruh terhadap kovariansi  k . Ini berarti 1 n
deret waktu Zt yang stasioner akan berfluktuasi
Z  
n t 1
Zt , (1)

2
disekitar  dan variansinya (  ) tetap, (Wei dimana n menyatakan banyaknya pengamatan
1994). deret waktu.
Untuk memeriksa kestasioneran secara Kovariansi antara Zt dan Zt+k didefinisikan
deskriptif dapat menggunakan diagram deret  k  cov(Z t , Z t  k )  E ( Z t   )( Z t  k   )
waktu (time series plot) yaitu diagram pencar (2)
antara nilai peubah Zt dengan waktu t. Jika deret
waktu berfluktuasi di sekitar garis yang sejajar dan penaksirnya adalah kovariansi sampel antara
dengan sumbu waktu (t), maka dikatakan deret Zt dan Zt+k diberikan oleh
waktu stasioner dalam rata-rata. Bila kondisi
1 nk
stasioner dalam rata-rata tidak dipenuhi
diperlukan proses transpormasi pembedaan
ˆk  
n t 1
( Z t  Z )( Z t  k  Z ) atau
(differencing). Pembedaan (differencing) orde
pertama merupakan selisih antara data ke t dan ke 1 n
t-1, yaitu : ˆk   ( Z t  Z )( Z t  k  Z ) ,
n t  k 1
(3)
Z t  Z t  Z t 1 atau
karena  k    k . Korelasi antara Zt dan Zt+k
Z t  Z t  BZ t  (1  B) Z t ,
didefinisikan oleh;
dimana operator B didefisikan oleh
cov(Z t , Z t  k ) 
j
B Z t  Z t  j dan   1  B . k   k , (4)
var(Z t ) var(Z t  k )  0
Untuk differencing orde kedua adalah
2Zt  (Zt )  (Zt  Zt 1)  Zt Zt 1 dimana berdasarkan formula (2)
 Zt  2Zt 1  Zt 2 var(Z t )  var(Z t k )   0 . Berdasarkan
atau formula (3) maka penaksir untuk  0 adalah
2 2 2 2
 Zt  (1  B) Zt  (1  2B  B )Zt  Zt  2BZt  B Zt
1 n
 Zt  2Zt 1  Zt 2
,
ˆ0  
n t 1
(Zt  Z )2 . (5)

begitu seterusnya dan secara umum untuk


differencing orde ke - d didefinisikan Untuk k
selanjutnya dinamakan fungsi

 d Z t  (1  B ) d Z t . autokovariansi dan  k dinamakan fungsi


Bila kondisi stasioner dalam variansi tidak autokorelasi pada analisis deret waktu, karena
dipenuhi, Box dan Cox (1964) memperkenalkan masing-masing menyatakan kovariansi dan
transformasi pangkat (power transformation) korelasi antara Zt dan Zt+k dari proses yang sama,
yaitu hanya dipisahkan oleh jarak waktu k atau lag k.
Karena
 Z t  1 cov( Z t , Z t  k )  cov( Z t  k , Z t )  cov( Z t , Z t  k )
T (Zt )  Zt  ,
 maka yang perlu ditentukan adalah  k untuk
dimana  dinamakan parameter transpormasi,
dan harga-harga  yang bersesuai dengan
k  0. Himpunan { k ; k  0,1,2, }
tranpormasinya diberikan oleh Wei 1994 p-84. dinamakan fungsi autokorelasi (FAK) dan gafrik
FAK dinamakan korelogram. Koefesien korelasi
RATA-RATA, AUTOKORELASI DAN (fungsi autokorelasi) merupakan statistik kunci
AUTOKORELASI PARSIAL dalam analisis deret waktu, yaitu menyatakan
Suatu proses yang stasioner {Zt} mempunyai ukuran korelasi (hubungan linear) deret waktu itu
rata-rata (mean) dan variansi yang konstan yakni dengan dirinya sendiri dengan selisih waktu (lag)
mean atau ekspektasi E ( Z t )   (konstan) dan 0, 1, 2 pereode atau lebih. Untuk suatu
pengamatan deret waktu Z1, Z2, . . . , Zn, maka

Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman 17


Jurnal EKSPONENSIAL Volume 2, Nomor 1, Mei 2011 ISSN 2085-7829

nilai autokorelasi antara Zt dan Zt+k dinamakan  1 1 2   k 1    k 1   1 


nilai autokorelasi lag k sampel atau penaksir   1 1   k  2   k 2    2 
(estimator) k yang diberikan  1 
           
oleh     
nk   k 1  k  2  k  3  1   kk    k 

ˆk
 (Z t  Z )( Zt  k  Z ) .
Dengan menggunakan metode Cramer, solusi
(11)

rk  ˆ k   t 1 sistem (11) untuk k = 1, 2, 3, . . . berturut-turut


ˆ0 n
 (Zt  Z )2 didapat nilai FAKP lag 1, 2, 3, . . . adalah
11  1 ;
t 1
(6) 1 1
Taksiran kesalahan baku atau standart error dari
  2  2  12
rk adalah 22  1  ;
1 1 1  12
1  k 1 
1 1
S rk  1  2  r j2  , (7)
n j 1 
 1 1 1

1 1 2
sedangkan untuk pengujian rk  0 atau rk  0
2 1 3 13  21 2  122  12 3  3
menggunakan statistik uji t yaitu 33  
1 1 2 1  212  212  2  22
r
t rk  k , (8) 1 1 1
S rk
2 1 1
trk berdistribusi t-students dengan derajat bebas n
- np, dimana n menyatakan banyaknya 
pengamatan dan np menyatakan banyaknya 1 1 2  1
parameter. Diagram FAK dapat juga digunakan 1 1 1  2
sebagai alat untuk mengidentifikasi kestasioneran
data. Jika diagram FAK cenderung turun lambat     
atau turun secara linear, maka dapat disimpulkan
data belum stasioner dalam rata-rata (Aswi &
 k 1  k  2  k  3  k
kk 
Sukarna 2006). 1 1 2   k 1
Ukuran korelasi yang lain pada analisis deret
waktu adalah autokorelasi parsial. Autokorelasi 1 1 1  k 2
parsial digunakan untuk mengukur tingkat     
korelasi (keeratan) antara Zt dan Zt-k, apabila
pengaruh dari lag waktu 1, 2, . . ., k-1 dianggap  k 1  k  2  k  3  1
terpisah. Fungsi autokorelasi parsial (FAKP) (Wei 1994). (12)
adalah suatu fungsi yang menunjukkan besarnya
korelasi antara pengamatan ke t yaitu Zt dengan Durbin (1960) telah memperkenalkan metode
pengamatan waktu-waktu sebelumnya yaitu Zt-1, yang lebih efesien untuk menyelesaikan
Zt-2, . . . , Zt-k. Rumus autokorelasi parsial adalah persamaan Yule-Walker (10) dengan formula
kk  corr ( Z t , Z t  k | Z t 1, Z t  2 ,  , Z t  k 1 ) k 1
(9) k   k 1, j  k  j
Harga kk dapat ditentukan melalui persamaan j 1
kk  , (13)
k 1
 k 1, j  j
Yule-Walker sebagai
berikut
1
j 1
 j  k1 j 1  k 2  j  2    kk  j  k ,
dimana kj  k 1, j  kkk 1, k  j ; j = 1, 2,
(10)
. . . , k-1. Estimator untuk kk adalah rkk yang
dan untuk j = 1, 2, 3, . . . , k didapat sistem
persamaan linear diperoleh dengan mengganti  k pada persamaan
(12) dengan penaksirnya yaitu rk . Taksiran

Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman 18


Jurnal EKSPONENSIAL Volume 2, Nomor 1, Mei 2011 ISSN 2085-7829

Untuk harga p = 1, maka model (16)


1
kesalahan baku rkk adalah S kk  , dinamakan proses autoregressive orde 1 atau
n AR(1) yang mempunyai bentuk umum
(14) ~ ~ ~
Z t  1Z t 1  at atau (1  1B) Z t  at .
dan statistik uji untuk menguji kk = 0 atau (17)

kk  0 adalah t kk  kk . (15) Model AR(1) disebut juga ARMA(1,0) atau
S kk ARIMA(1,0,0) atau ARI(1,0,0). Proses Model
AR(1) selalu invertible, dan supaya stasioner
harus dipenuhi kondisi akar 1  1B  0 harus
PROSES WHITE NOISE
Suatu proses {at} dinamakan white noise jika berada di luar lingkaran satuan, yakni | 1 |  1
bentuk peubah acak yang berurutan tidak saling atau  1  1  1 .
berkorelasi dan mengikuti distribusi tertentu yang
Fungsi autokorelasi (FAK) proses AR(1)
identik. Rata-rata E(at) =  a  0 dan diturunkan sebagai berikut:
~ ~ ~ ~ ~
var(at )   a2 , serta kovariansi untuk proses ini E ( Z t  k Z t ) = E (1Z t  k Z t 1 )  E ( Z t  k at )
adalah  k  cov(at , at k )  0 untuk k  0 .  k = 1 k 1 , k > 1. (18)
Berdasarkan definisi ini, dapat dikatakan bahwa Kemudian kedua ruas persamaan (18) dibagi  0
suatu proses white noise {at} adalah stasioner dan diperoleh FAK proses AR(1) yaitu
mempunyai sifat :
 2 untuk k  0  k  1 k 1  1k untuk k > 1,
(i)  k   a ; (ii) atau bentuk umum FAK proses AR(1) adalah
0 untuk k  0 1 ; k  0
1 untuk k  0 k   k . (19)
k   dan (iii) 1 ; k  1
0 untuk k  0 Proses AR(1) pada persamaan (17) dapat ditulis
1 untuk k  0 ~
kk   . Z t  (1  1B ) 1 at atau
0 untuk k  0 ~
Z t  (1  1 B  12 B 2  13 B 3  ) at  at  1at 1  12 at  2 
 13at  3  
PROSES AUTOREGRESSIVE (AR)
Bentuk umum proses autoregressive orde p (20)
atau AR(p) adalah dengan syarat | 1 |  1 . Variansi proses
~ ~ ~ ~
Zt  1Zt 1  2 Zt  2     p Zt  p  at AR(1) yang dipresentasikan pada persamaan (20)
~
atau adalah var(Z t ) =
~ var(at )   var(at 1 )  14 var(at  2 ) 
(1  1B  2 B 2     p B p ) Z t  at atau
2
1

~  16 var(a t 3 )  
 p ( B ) Z t  at , (16)
~
dimana Z t  Z t   dan {at} adalah proses
 0 = [1  12  14  16  ] a2
1
white noise, dan = ( ) 2 , (21)
2 a
 p ( B) 2 p
 1  1B  2 B     p B , dan 1  1
(Aswi & Sukarna 2006)
1, 2 ,  ,  p dinamakan parameter proses Berdasarkan persamaan (12) atau (13) dan (19),
autoregressive. Karena maka fungsi autokorelasi parsial (FAKP) proses
2 p AR(1) adalah
 p ( B)  1  1B  2 B     p B 11  1  1 ;
berhingga, maka proses autoregressive selalu
  2 2 2
invertible, dan agar proses autoregressive 22  2 21  1 21  0
stasioner harus dipenuhi kondisi yaitu semua 1  1 1  1
akar-akar  p ( B)  0 harus berada di luar
lingkaran satuan.

Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman 19


Jurnal EKSPONENSIAL Volume 2, Nomor 1, Mei 2011 ISSN 2085-7829

 3  21 2  22 1 13  112  (0)1 Untuk lag 3 diperoleh


33   0  2
1   1 
1  211  22  2 1  11  (0)12  3   1  2   2  1  1    2  
Atau bentuk umum proses AR(1) mempunyai  1   2  1   2  ,
3
1 ; k  1 1  21 2  1 2
FAKP kk   . (22) 
0 ; k  1 1  2

Untuk harga p = 2, maka model (16) dinamakan begitu seterusnya. FAKP proses AR(2) dihitung
proses autoregressive orde 2 atau AR(2) atau menggunakan persamaan (12) atau (13) dan (26)
ARMA(2,0) atau ARIMA(2,0,0) atau yaitu
ARIMA(2,0,0). Bentuk umum proses AR(2)  1  1 /(1  2 ) ; untuk k  1
adalah 
~ ~ ~ kk  2 ; untuk k  2 .
Z t  1Z t 1  2 Z t  2  at atau 0
~  ; untuk k  2
(1  1B  2 B 2 ) Z t  at . (23) (27)
Proses AR(2) sebagai model autoregressive Selanjutnya untuk FAK proses autoregressive
berhingga, selalu invertible, dan agar stasioner orde p atau AR(p) juga diturunkan berdasarkan
harus dipenuhi kondisi semua akar-akar persamaan Yule-Walker. Jika kedua ruas pada
2 model umum AR(p) persamaan (16) dikalikan
persamaan 1  1B  2 B  0 harus berada ~
di luar lingkaran satuan. Dengan menyelesaikan dengan Zt  k dan kemudian diambil
ekspektasinya didapat
persamaan 1  1B  2 B 2  0 didapat ~ ~
kondisi kestasioneran proses AR(2) adalah E (Zt  k Z t ) =
~ ~ ~ ~
2  1  1; 2  1  1;  1  2  1 (24) E (1 Z t 1 Z t  k )  E ( 2 Z t  2 Z t  k   
FAK proses AR(2) diturunkan berdasarkan ~ ~ ~
persamaan Yule-Walker pada persamaan (10),
 k Z t  k Z t )  E[ a t Z t  k ]
yang diturunkan dengan mengalikan kedua ruas k = 1 k 1  2 k  2     p  k  p .
~
persamaan (23) dengan Z t  k dan kemudian (28)
dihitung ekspektasinya didapat Dengan membagi kedua ruas persamaan (26)
~ ~ dengan  0 didapat bentuk umum FAK proses
E (Zt  k Z t ) =
~ ~ ~ ~ ~ AR(p) yaitu
E (1Z t 1Z t  k )  E (2 Z t  2 Z t  k )  E[at Z t  k ]
 k = 1 k 1  2  k  2     p  k  p ,
 k = 1 k 1  2 k  2 . (25)
(29)
Dengan membagi kedua ruas persamaan (25) dan dengan menjalankan harga-harga k = 1, 2, 3,
dengan  0 diperoleh FAK proses AR(2) . . . , p dari persamaan (29) maka didapat sistem
persamaan Yule-Walker yaitu
k = 1 k 1  2  k  2 . (26)
1 = 1  2 1  3  2    p  p 1
Untuk lag 1 diperoleh 1  1 0  2 1 .
2 = 11  2  3 1    p  p  2
Karena  0  1 dan   k   k maka
 
1  1 .  p = 1 p 1  2  p  2  3  p  3     p ,
1  2
(Hamilton 1994). (30)
Untuk lag 2 diperoleh
Sedangkan FAKP proses AR(p) dapat dihitung
   dengan menggunakan persamaan (12) atau
 2  1  1   2  0  1  1    2
1   2  dengan menggunakan formula Durbin pada
persamaan (13).
 2 
  1   2
1   2  METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah non eksperimen, dan
kategori penelitian ini adalah teoritis yakni
mengkaji (telaah) suatu teori melaui studi
litelatur.

Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman 20


Jurnal EKSPONENSIAL Volume 2, Nomor 1, Mei 2011 ISSN 2085-7829

HASIL DAN PEMBAHASAN 1


 ˆ1   1 ˆ1 ˆ 2  ˆ p 1   ˆ1 
Pengestimasian parameter proses ˆ  
autoregressive (AR) dapat ditinjau dalam dua 2    ˆ1 1 ˆ1  ˆ p  2   ˆ 2 
kasus yaitu, pertama jika orde (p) proses AR            
diketahui dan kasus kedua adalah jika orde (p)      
proses AR tidak diketahui. ˆ p   ˆ p 1 ˆ p  2  p 3 
ˆ 1   ˆ p 
Kasus pertama jika orde AR diketahui. Seperti (32)
yang sudah diuraikan di depan bahwa tahap
pengestimasian parameter dilakukan setelah tahap
Setelah estimator 1, ˆ2 ,  , ˆ p ditentukan,
identifikasi model, dimana salah satu tujuan maka dengan menggunakan hubungan
identifikasi model adalah untuk menetapkan ~~
 0 = E (Z t Zt )
model sementara atau model tentativ atau
~ ~ ~ ~
menetapkan orde AR sementara. Berdasarkan  E[ Z t (1 Z t 1   2 Z t  2     p Z t  p  a t )]
asumsi jika orde p pada proses AR diketahui,
maka terdapat tiga metode yang dapat diterapkan  0 = 1 1  2 2     p  p   a2 (33)
dalam pengestimasian parameter yaitu: (1)
metode moment dengan menggunakan sistem diperoleh moment estimator untuk  a2 yaitu
persamaan linear Yule-Walker; (2) jika
persamaan (16) stasioner atau memenuhi stability ˆ a2  ˆ0 (1 - ˆ1ˆ1  ˆ2 ˆ 2    ˆp ˆ p ) ,
conditions, maka estimasi parameter
menggunakan metode ordinary least square (34)
(OLS), dan (3) jika distribusi proses white noise dimana ˆ0 adalah variansi sampel untuk Zt.
diketahui pengestimasian parameter Untuk model AR(1) pada persamaan (17),
menggunakan metode maximum likelihood atau dengan menggunakan sistem persamaan (32)
ML, ( Kirchgassner & Wolters 2007). untuk p = 1 didapat Yule-Walker estimator untuk
2
parameter 1 dan  serta  a masing-masing
METODE MOMENT
Motode moment merupakan metode yang adalah
paling mudah untuk diterapkan, dimana ˆ1  ˆ1  r1 ; ̂  Z ,dan ˆ 2  ˆ (1 - ˆ ˆ ) .
a 0 1 1
penaksiran parameter berdasarkan sifat-sifat FAK (35)
dan FAKP proses AR. Autokovariansi (  k ) Untuk model AR(2) dimana p = 2, sistem
antara peubah Zt-k dan Zt pada persamaan (28) persamaan Yule-Walker (30) menjadi
merupakan moment disekitar rata-rata yakni 1 = 1  2 1
~ ~ ~ ~
 k  E ( Z t k  E ( Z t k ))(Z t  E ( Z t ))  2 = 11  2 ,
~ ~ ,
 E (Z t k Z t ) dan setelah diselesaikan dan kemudian mengganti
~ ~ 1 dan  2 dengan estimatornya, didapat Yule-
karena E ( Zt  k )  E (Z t )  0 . Metode
Walker estimator untuk parameter 1 dan 2
moment merupakan pensubstitusian moment
sampel, dalam hal ini rata-rata (mean) sampel, ˆ (1  ˆ 2 ) ˆ  ˆ12
variansi sampel dan fungsi autokorelasi sampel. yaitu ˆ1  1 dan ˆ2  2 ,
Untuk proses AR(p) pada persamaan (16), 1  ˆ12 1  ˆ12
penaksir (estimator) mean atau   E ( Z t ) (36)
serta dengan menggunakan formula (34) dan hasil
adalah
2
(36) didapat penaksir untuk  a adalah
1 n
Z   Zt . (31)
n t 1 ˆ a2  ˆ0 (1 - ˆ1ˆ1  ˆ2 ˆ 2 ) . (37)
Untuk mengestimasi parameter  menggunakan
METODE ORDINARY LEAST SQUARE
sistem persamaan Yule-Walker pada persamaan (OLS)
(30), yaitu dengan mengganti  k oleh ~
Karena Z t  Z t   , maka model AR(p)
estimatornya yaitu rk atau ̂ k dan kemudian pada persamaan (16) dapat ditulis
menyelesaikannya, maka diperoleh moment Z t    1 ( Z t 1   )   2 ( Z t  2   )   
estimator untuk parameter 1 , 2 ,  ,  p atau   l (Z t l   )     p ( Z t  p   )  at
dikenal estimator Yule-Walker yaitu (Wei 1994): Model ini dapat dipandang sebagai suatu model
regresi dengan p peubah penjelas (prediktor) yaitu
Zt-1, Zt-2 . . . , Zt-p, peubah responnya adalah Zt, dan

Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman 21


Jurnal EKSPONENSIAL Volume 2, Nomor 1, Mei 2011 ISSN 2085-7829

 , 1, ,  p adalah parameter-parameter maka penaksir untuk parameter  pada


persamaan (39) dapat dinyatakan
regresi, serta at adalah suatu galat atau error term.
Metode ordinary least squares (OLS) atau (1  1     p ) Z
metode kuadrat terkecil adalah suatu metode ˆ  Z. (41)
(1  1     p )
untuk mencari penaksir parameter regresi dengan
cara meminimumkan jumlah kuadrat galat (selisih Untuk pengestimasian parameter
antara nilai aktual dan ramalan). Dengan metode l ; 1  l  p diperolah dari penurunan
OLS maka error term at harus memenuhi asumsi-
asumsi dasar berikut: (1) rata-rata (mean) adalah 
[ S (  , 1 ,  ,  p )]  0 dari fungsi (38),
nol, yakni E(at) = 0; (2) variansinya nol, l
E ( at2 )   a2 ; (3) nonautokorelasi, yakni dan diperoleh
n [(Z   )   ( Z
t 1   )    l ( Z t  l   )   
E (at ak )  0 untuk t  k , dan (4) tidak 2
t 1
 0,
t  p 1  p ( Z t  p   )].[ ( Z t  l   )]
berkorelasi (uncorrelated) dengan peubah
penjelas, yakni E ( Z t  k at )  0 untuk t  k . dan setelah disederhanakan didapat
Jumlah kuadrat galat pada regresi dalam hal n n

ini model AR(p) pada persamaan (16) dinyatakan  (Z


t  p 1
t  Z )( Z t l  Z )  ˆ1  (Z
t  p 1
t 1  Z )( Z t l  Z ) 
dalam suatu fungsi
n
n    ˆl  (Z  Z )2 
S (  , 1,  ,  p )  at2  t  p 1
t l

t  p 1 n
  ( Z
n

t   )  1 ( Z t 1   )    l ( Z t  l   )     p ( Z t  p   ) 
2
   ˆ p  (Z t  p  Z )(Z t l  Z )  0 ,
t  p 1 t  p 1
(38) atau
n n n

Berdasarkan prosedur OLS maka minimum (Z  Z )(Z


t  p 1
t t l  Z )  ˆ1 (Zt 1  Z )(Zt l  Z )   ˆl
t  p 1
(Z
t  p 1
t l  Z )2

fungsi S (  , 1 ,  ,  p ) pada (38) diperoleh n

(Z t l  Z )2
dengan menurunkannya terhadap t  p 1

n
 , 1, ,  p dan kemudian masing-masing
disamakan dengan nol. Penurunan fungsi
   ˆ p  (Z t  p  Z )(Z t l  Z )
t  p 1
S (  , 1, ,  p ) terhadap  menghasilkan  0
n

[ S (  , 1 ,  ,  p )] =
 (Z t l  Z ) 2
t  p 1

n
n

2  (Zt  )  1 (Zt 1  )   l (Zt l  )    p (Zt  p  ) .  , dimana  ( Zt l  Z ) 2  ˆ0  0 . (42)
t  p1 t  p 1
1  1    p   0 Penyederhanaan persamaan (42) dengan
dan setelah disederhanakan menghasilkan menggunakan formula (6), diperoleh bentuk
umum penaksir parameter ˆl dalam persamaan
n n n n

Z t  1 Z t 1    l Z t l  p Z t p 
t  p 1 t  p 1 t  p 1 t  p 1
ˆ1ˆ l 1  ˆ2 ˆ l  2    ˆ p ˆ l  p  ˆ l .
(n  p)(1  1     p )   0
(43)
n n n n
Untuk l = 1, 2, . . . , p persamaan (43)
 Zt  1  Zt 1    l  Zt l     p  Zt  p
t  p 1 t  p 1 t  p 1 t  p 1 menghasilkan sistem persamaan Yule-Walker
ˆ 
(n  p )(1  1     p ) untuk sampel
. (39) yaitu
Karena untuk n yang besar berlaku ˆ1ˆ 0  ˆ2 ˆ1  ˆ3 ˆ 2    ˆ p ˆ p 1  ˆ1
n n n
1 1 1
 Zt  n  p t p 1Z t 1    n  p t p 1Zt l   
n  p t  p 1
, ˆ ˆ  ˆ ˆ  ˆ ˆ    ˆ ˆ  ˆ
1 1 2 0 3 1 p 1 p  2 2
1 n

 Zt  p  Z
n  p t  p 1
...

(40) ˆ1ˆ p 1  ˆ2 ˆ p  2  ˆ3 ˆ p  3    ˆ p ˆ 0  ˆ 2


, (44)

Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman 22


Jurnal EKSPONENSIAL Volume 2, Nomor 1, Mei 2011 ISSN 2085-7829

dan setelah diselesaikan diperoleh penaksir untuk n S ( , )


parameter l ; 1  l  p yang hasilnya sama ln L* (  ,  ,  a2 )   ln 2 a2  * ,
2 2 a2
pada metode moment yang disajikan dalam
persamaan (32). (48)
Dengan menggunakan formula (32), untuk n
p = 1 didapat penaksir parameter model AR(1) dimana S* (  ,  )   at2 (  ,  | Z* , Z )
adalah ˆ1  ˆ1  r1 . t 1
dinamakan fungsi jumlah kuadrat bersyarat. Dan
Untuk p = 2, didapat penaksir parameter model
AR(2) yaitu kemudian harga-harga ̂ dan ˆ yang
memaksimumkan fungsi (48) dinamakan
ˆ (1  ˆ 2 ) ˆ  ˆ12
ˆ1  1 dan ˆ2  2 , (45) estimator MLE bersyarat (the conditional
1  ˆ12 1  ˆ12 maximum likelihood estimator). Karena fungsi
begitu seterusnya untuk penaksir parameter AR ln L* (  ,  ,  a2 ) memuat data hanya pada suku
orde 3, 4, . . . , p-1 ditentukan menggunakan
formula (32). S* (  ,  ) , maka maksimum fungsi (48) dicapai
jika S* (  ,  ) adalah minimum. Ini berarti
METODE MAKSIMUM LIKELIHOOD
Metode maksimum likelihood yang dibahas estimator-estimator parameter ̂ dan ˆ
pada artikel ini adalah metode maksimum ditentukan melalui peminimuman fungsi jumlah
likelihood bersyarat atau Conditional Maximum kuadrat bersyarat S* (  ,  ) , dimana fungsi ini
Likelihood Estimation (MLE bersyarat),
sedangkan metode MLE yang lain adalah MLE tidak memuat parameter  a2 .
tak bersyarat dan fungsi likelihood eksak atau
Exact Likelihood Function, (Wei 1994). Jika at pada persamaan (16) dihitung untuk
Penulisan ulang unuk proses stasioner AR(p) pada t  p  1 , maka fungsi jumlah kuadrat bersyarat
persamaan (16) adalah pada persamaan (48) menjadi
~ ~ ~ ~
Z t  1Z t 1  2 Z t  2     p Z t  p  at n
~
dimana Z t  Z t   dan {at} adalah proses
S* (  ,  )  
at2 (  ,  | Z ) . (49)
t  p 1
white noise yang saling bebas, berdistribusi
identik atau idenpendent identically distributed Karena at pada persamaan (16) adalah suatu
galat, maka fungsi (49) adalah identik dengan
(i.i.d) N (0,  a2 ) . Karena {at} adalah fungsi (38), yakni
2 n
iid. N (0,  a ) , maka mempunyai fungsi S* (  ,  ) = S ( , 1 , ,  p )   at2 (  ,  | Z ) =
kepadatan peluang (FKP) t  p 1
 1 2
 
2
1 / 2 n

f (at ,  a2 )   a 2 exp  a   ( Z t   )  1 ( Z t 1   )    l ( Z t l   )     p ( Z t  p   )
2 t t  p 1
 2 a 
sehingga prosedur meminimumkan S* (  ,  )
, (46)
adalah sama dengan prosedur meminimumkan
dan fungsi kepadatan peluang bersama dari S (  , 1, ,  p ) . Dari peminimuman
a  ( a1 , a2 ,  , an ) adalah S* (  , 1, ,  p ) diperoleh penaksir
P ( a |  ,  ,  a2 ) = L (a |  ,  ,  a2 ) (estimator) untuk parameter  adalah Z dan
2 2 2
= f ( a1 ,  a ). f ( a2 ,  a ). . f ( a n ,  a ) penaksir untuk parameter 1, 2 , ,  p

   1 n 2 disajikan pada persamaan (32) yang merupakan


2 n / 2
= 2 a . exp 
2 at  . (47) penyelesaian dari sistem persamaan Yule-Walker
 2 a t 1  sampel pada persamaan (30). Sedangkan penaksir
2
Misalkan Z  ( Z1 , Z 2 ,  , Z n ) dengan untuk  a diberikan oleh
kondisi awal (initial conditions) adalah S ( ˆ , ˆ)
Z*  ( Z1 p , Z 2  p ,  , Z 1, Z 0 ) , maka ˆ a2  * , (50)
db
logaritma fungsi likelihood bersayarat untuk dimana db adalah derajat bebas yang ditentukan
fungsi (47) adalah dengan menggunakan formula

Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman 23


Jurnal EKSPONENSIAL Volume 2, Nomor 1, Mei 2011 ISSN 2085-7829

db = n – (2p + q +1), dalam hal ini n adalah Berdasarkan paparan pengestimasian


banyaknya data pada perhitungan S* ( ˆ , ˆ) ; p parameter model AR menurut dua kasus di atas
disimpulkan, bahwa prosedur yang lebih baik
adalah orde autoregressive (AR) dan q adalah dalam pengestimasian parameter AR adalah
orde moving average (MA), (Wei 1994). perpaduan kasus pertama dan kasus kedua yaitu
Kasus kedua jika orde AR tidak diketahui. Jika menggunakan pendekatan Box dan Jenkins yaitu :
orde AR tidak diketahui maka pengestimasian tahap pertama identifkasi model sementara,
parameter AR menggunakan bantuan penunjuk kemudian tahap kedua adalah pengestimasian
kriteria (information criteria). Pada kasus orde parameter untuk beberapa orde disekitar orde
AR tidak diketahui, maka pengestimasian sementara dan tahap berikutnya adalah memilih
parameter dilakukan dengan mencoba secara orde yang memberikan nilai information criteria
berurutan mulai dari proses AR orde 1, 2, . . . , minimum.
pmax, dengan menggunakan salah satu metode
yang telah dibahas pada kasus pertama. KESIMPULAN DAN SARAN
Kemudian orde p* dipilih dari orde-orde 1, 2, . . . Berdasarkan hasil pengestimasian parameter
, pmax yang memberikan nilai minimum penunjuk model autoregressive (AR) pada analisis deret
kriteria (information criteria). Adapun waktu univariat, jika orde proses AR diketahui
information criteria yang sering digunakan adalah maka pengestimasian dapat dilakukan dengan
: menggunakan tiga metode yaitu metode moment,
(i) The final prediction error oleh Hirotugu ordinary least square (OLS) dan metode
Akaike (1969) maksimum likelihood (ML), dimana ketiga

FPE  . 
n  m 1 n ( p) 2

n  m n t  p 1 t
 , (51)
metode tersebut memberikan hasil penaksir
parameter yang sama. Jika orde AR tidak
diketahui maka prosedur pengestimasian
(ii) Akaike information criterion (AIC) oleh H. parameter mengikuti tahapan Box-Jenkins yaitu:
Akaike (1974) (1) identifikasi model sementara; (2) pengestimasi
parameter untuk beberapa orde pada tahap
AIC  ln 
1 n ( p) 2
aˆt
n t  p 1
 2
 m , (52)
n
pertama; (3) memilih orde yang memberikan nilai
information criteria minimum.
Dalam penulisan artikel ini penulis menyadari
masih banyak kekurangannya, untuk itu saran dan
(iii) Bayesian criterion oleh Gideon Schwarz kritik yang konstruktif untuk penyempurnaan
(1978) artikel ini. Untuk penyempurnaan artikel ini perlu

 
dilakukan penelitian lanjutan dengan metode
1 n ( p) 2 ln n
SC  ln aˆt m , (53) pengestiamsian yang berbeda, serta perlu
n t  p 1 n dilakukan aplikasi empirik pada data deret waktu
yang sesungguhnya dalam menentukan model AR
melalui tahapan yang lengkap.
(iv) Kriteria yang dikembangkan oleh Edward J.
Hannan dan Barry G. Quinn (1979) DAFTAR PUSTAKA

HQ  ln 
1 n ( p*) 2
aˆt
n t  p 1
m ln(ln n)
n
, (54)
Aswi & Sukarna, 2006. Analisis Deret Waktu,
Makasar: Andira Publisher.
Box, G.E.P & Jenkins, GM., 1976. Time Series
Analysis Forecasting and Control, 2nd
dimana at  Z t  Zˆ t adalah error pada Edition, San Francisco : Holden-Day.
pengamatan ke t; n adalah banyaknya pengamatan Hamilton, J.D., 1994. Time Series Analysis, New
dan m adalah banyaknya parameter yang Jersey : Princeton University Press.
diestimasi (jika pengestimasian juga dilakukan Judge, G.G., Griffiths, W.E., Lutkepol , H.,
pada parameter  maka m = p + 1). Dari ke- Hill, R.C., Lee, T.C., 1985. The Theory and
empat information criteria di atas jika ditelaah Practice of Econometrics, 2nd Edition, USA:
mempunyai prinsip dasar yang sama yakni John Wiley & Sons, Inc.
masing-masing memuat suku jumlah kuadrat Kirchgassner, G., & Wolters, J., 2007.
error atau loragaritmanya dimana nilainya Introduction to Modern Time Series
menurun ketika banyaknya parameter yang Analysis, Berlin: Springer-Verlag.
diestimasi meningkat, dan masing-masing Koutsoyiannis, A., 1977. Theory Of
memuat sebuah suku finalti (punishment term) Econometrics: An Introductory Exposition
yang nilainya meningkat ketika banyaknya of Econometric Methods, 2nd Edition, USA:
parameter yang diestimasi meningkat, Harper & Row Publishers, Inc.
( Kirchg assner & Wolters 2007).
 Makridakis, S., Wheelwright, S.C., & MicGee,
V.E., 1998. Forecasting and Aplications, 2nd

Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman 24


Jurnal EKSPONENSIAL Volume 2, Nomor 1, Mei 2011 ISSN 2085-7829

, John Wiley & Sons, Inc. (alih bahasa: Hari


Sumintro, 1999, Metode dan Aplikasi
Peramalan, Edisi ke-2, Jakarta: Binarupa
Aksara.
Soejoeti, Z., 1987. Analisis Runtun Waktu,
Jakarta: Kurnia Universitas Terbuka.
Tsay, R.S., 2002. Analysis of Financial Time
Series: Financial Econometrics, New York:
John Wiley & Sons. Inc.
Wei, W.W.S., 1994. Time Series Analysis:
Univariate and Multivariate Methods,
California: Addison-Wesley Publishing
Company.
Widarjono, A., 2007. Ekonometrika: Teori Dan
Aplikasi Untuk Ekonomi Dan Bisnis,
Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomi
UII.

Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman 25


Jurnal EKSPONENSIAL Volume 2, Nomor 1, Mei 2011 ISSN 2085-7829

Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman 26

Das könnte Ihnen auch gefallen