Sie sind auf Seite 1von 13

FishtecH – Jurnal Teknologi Hasil Perikanan

ISSN: 2302-6936 (Print), (Online, http://ejournal.unsri.ac.id/index.php/fishtech)


Vol. 6, No.1: 1-13, Mei 2017

Karakterisitik Bakso Ikan Patin (Pangasius pangasius)


dengan Penambahan Karagenan, Isolat Protein Kedelai,
dan Sodium Tripolyphospat
Characteristics of Catfish (Pangasius pangasius) Meatballs with Addition of Carragenan,
Isolate Soy Protein, and Sodium Tripolyphospat
Dina Defyanti Sinaga, Herpandi*, Rodiana Nopianti
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Indralaya, Ogan Ilir 30662 Sumatera Selatan
Telp./Fax. (0711) 580934
*)
Penulis untuk korespondensi: herpandinapis@gmail.com

ABSTRACT
The purpose of this research was to investigate the characteristics of catfish meatball with
addition of isolate soy protein, carrageenan and STPP. The Research used a Randomized Block Design
(RDB) with five addition of food additives (carrageenan 2%, STPP 0.3% and isolate soy protein 7%).
Each treatment was replicated two times. The attributes observed were physical analysis (expressible
moisture content, gel strength and folding test), chemical analysis (moisture content, protein content
and fat content) and sensory analysis (aroma, taste and colour). The result showed the average value of
expressible moisture content was ranged from 0.52%-1.72%, gel strength was 79-172 gf, folding test
was 2-4, moisture content was 70.14%-75.41%, protein content was 3.98%-7.13% and fat content was
1.4%-2.16%. Sensory analysis for colour of meat ball was ranged from 3.88-4.56, taste 3.8 - 4.56 and
aroma 3.88-4.44. Addition of food additives into catfish meatballs significantly affect (p<0.05) to
expressible moisture content, gel strength, protein content, aroma, taste and folding test. But did not
significant affect about moisture content, fat content and colours. The chemical analysis showed kind
of food additive that can replace the STPP is isolate soy protein. And according to physical analysis the
food additive than can repace STPP is combination isolate soy protein and carrageenan as well on the
analysis of sensory analysis.
Keywords: Carrageenan, catfish, isolate soy protein, meatball, STPP

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menentukan karakteristik bakso ikan patin akibat penambahan isolat
protein kedelai, karagenan dan sodium tripolyphospat. Penelitian ini menggunakan rancangan acak
kelompok (RAK) dengan lima perlakuan penambahan bahan tambahan pangan yang berbeda
(karagenan 2,0%, STPP 0,3% dan ISP 7,0%). Setiap perlakuan diulangi sebanyak dua kali. Parameter
yang diamati yaitu analisis fisik (expressible moisture content, kekuatan gel dan uji lipat), analisa kimia (kadar
air, kadar protein dan kadar lemak) dan analisa sensori (aroma, rasa dan warna). Hasil penelitian ini
menunujukkan hasil rerata nilai expressible moisture content (EMC) berada pada kisaran 0,52%-1,72%,
kekuatan gel 79-172 gf, uji lipat 2-4, kadar air 70,14%-75,41%, kadar protein 3,98%-7,13%, kadar
lemak 1,4%-2,16%. Warna bakso yang didapat berkisar 3,88-4,56; rasa 3,8-4,56; dan aroma 3,88-4,44.
Penambahan bahan tambahan pangan kedalam bakso ikan patin berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap
expressible moisture content, kekuatan gel, kadar protein, aroma, rasa dan uji lipat. Tetapi berpengaruh tidak
nyata terhadap kadar air dan kadar lemak dan warna. Pada analisis kimia diperoleh bahan tambahan
pangan yang baik menggantikan STPP dalam produk bakso ikan patin adalah isolat protein kedelai.
Pada analisis fisik bahan tambahan pangan yang dapat menggantikan pemakaian STPP pada produk
perikanan adalah kombinasi ISP dan karagenan begitu juga pada analisis sensori.
Kata kunci: Bakso, isolat protein kedelai, karagenan, patin, STTP

PENDAHULUAN sangat memprihatinkan. Konsumsi ikan


di Indonesia pada tahun 2013 masih rendah
Indonesia sebagai negara maritim
yaitu sebesar 26 kg/kapita/tahun bila
yang memiliki perairan yang luas, namun
dibandingkan dengan negara-negara anggota
konsumsi ikan masyarakat Indonesia masih
2 Sinaga et al.: Karakterisitik bakso ikan patin

ASEAN lain contohnya Malaysia sebesar berulang ulang merupakan potensi pasar yang
45 kg/kapita/tahun (Numberi 2014). besar untuk mengembangkan usaha, salah
Menurut Badan Pusat Statistik (2015) satunya adalah potensi bakso ikan patin.
Sumatera Selatan merupakan salah satu Untuk menghasilkan bakso yang memiliki
provinsi yang memiliki potensi perikanan karakteristik mendekati bakso yang terbuat
budidaya cukup besar. Berdasarkan data dari daging sapi dan ayam maka diperlukan
statistik budidaya KKP tahun 2010-2014, bahan tambahan pangan yang berperan
perikanan budidaya mengalami peningkatan membantu memperbaiki sifat fisik bakso ikan
sekitar 23% per tahun dengan komoditas patin.
yang mengalami peningkatan patin (25%). Komponen penyusun dalam
Dari data statistik khususnya ikan patin pengolahan bakso ikan antara lain bahan
merupakan komoditas perikanan air tawar pengisi dan bahan pengikat. Bahan pengisi
yang mendukung ketahanan pangan. yang ditambahkan dalam pengolahan bakso
Komoditi perikanan yang cukup ikan seperti tepung tapioka belum cukup
digemari oleh masyarakat Indonesia meningkatkan kekuatan gel. Banyak bahan
khususnya masyarakat Palembang adalah ikan yang dapat dijadikan sebagai bahan pengikat
patin. Hal ini karena rasa daging ikan salah satunya isolat protein kedelai yang dapat
memiliki karakteristik rasa yang sangat khas. mengikat air dan minyak dan membantu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mempertahankan struktur pada produk
Maghfiroh (2000), komposisi daging ikan olahan daging (Koswara 2005).
patin terdiri dari 14,53% protein; 1,09% Karagenan dapat diaplikasikan pada
lemak; 0,74% abu dan 82,22% air. berbagai produk, sebagai pembentuk gel atau
Dalam rangka menciptakan produk dan penstabil, pensuspensi, pembentuk tekstur
kesukaan masyarakat terhadap ikan, perlu emulsi, terutama pada produk-produk jelly,
adanya diversifikasi pengolahan terhadap ikan permen, sirup, dodol, nugget, produk susu,
dengan penerapan teknologi tepat-guna, bahkan untuk industri kosmetik, tekstil, cat,
mudah dan murah, sehingga menghasilkan obat-obatan, dan pakan ternak (Widodo,
produk yang mempunyai nilai gizi yang baik 2008). Karagenan menjadi salah satu bahan
serta disukai oleh masyarakat seperti bakso. tambahan yang dapat meningkatkan kekuatan
Bakso merupakan hasil pengolahan ikan yang gel pada bakso ikan patin.
dilakukan dengan cara mencampur daging Fosfat (Sodium Tripolyphosphate/
ikan yang telah dilumatkan/digiling bersama STPP) dan garam (Natrium Cloride/NaCl)
tepung tapioka dan bumbu-bumbu, dibentuk memiliki kemampuan untuk menfasilitasi
bulatan (bola), kemudian direbus/dikukus protein daging sebagai pengemulsi.
(Restu 2012). Bakso yang banyak digemari Berdasarkan hal tersebut, maka penambahan
masyarakat memiliki rasa yang enak tekstur fosfat dan garam pada daging prarigor
kenyal, empuk dan lembut. diharapkan mampu mempertahankan kualitas
Bakso merupakan salah satu makanan daging, sehingga diperoleh daging postrigor
olahan yang banyak diminati masyarakat luas. yang baik sebagai bahan baku pembuatan
Beragam bahan dan bentuk yang beredar di bakso (Hatta 2012).
pasaran yang banyak menarik minat Tujuan penelitian ini adalah
konsumen terhadap bakso. Kebanyakan menentukan karakteristik bakso ikan patin
komsumen hanya mengenal bakso terbuat akibat penambahan isolat protein kedelai,
daging sapi dan ayam. Bakso daging memiliki karagenan dan sodium tripolyphospat
tekstur kenyal dan juiciness apabila digigit. terhadap sifat fisik, proksimat, dan sensori
Akhir-akhir ini bakso dengan bahan baku pada produk bakso.
daging ikan sudah memiliki banyak
peminatnya dan mulai berkembang di BAHAN DAN METODE
pasaran. Peminatnya bukan kalangan rumah Bahan dan Alat
tangga saja bahkan sudah sampai ke sektor Bahan dan alat yang digunakan dalam
kuliner dan supermarket. Konsumsi besar dan penelitian ini yaitu adalah ikan patin segar

Jurnal Teknologi Hasil Perikanan, Vol. 6 No. 1 Tahun 2017


Jurnal Teknologi Hasil Perikanan, Vol. 6 No. 1 Tahun 2017 3

isolat protein kedelai (ISP), STPP, dan (mengurangi lemak) dengan menggunakan
karagenan, sedangkan bahan untuk membuat pisau. Fillet daging ikan patin setelah
bakso adalah tepung tapioka, garam, bawang ditrimming dilumatkan dengan menggunakan
putih, bawang merah, lada, dan air es. Bahan grinder hingga daging menjadi lumat.
kimia yang digunakan untuk analisa yaitu
aquadest, asam asetat, natrium bikarbonat, Pembuatan Bakso
NaOH, CaCO3, H3BO3, HCl, HClO4, HgO, Daging ikan dicampur dengan bumbu
HNO3, H2SO4, K2S2O4, indikator metil merah, (lada, bawang putih, gula, dan garam 2%) dari
metil biru, K2SO4 dan pelarut heksana. berat daging kedalam adonan untuk diblender
Alat-alat yang dibutuhkan, yaitu pisau, kembali. Perlakuan penambahan bahan
kompor gas, blender, panci, baskom, alat tambahan pangan dalam 200 g ikan patin.
penggiling, timbangan analitik, labu ukur, hot Tepung dicampurkan dengan daging lumat,
plate, spatula, gelas beker, timbangan digital, ditambahkan sedikit demi sedikit tepung
pipet tetes, gelas ukur, corong, labu Kjeldahl, tapioka 50 g sambil diaduk dan dilumatkan
soxhlet, labu lemak, chroma meter, labu hingga diperolah adonan yang homogen.
Erlenmeyer, dan texture analyzer. Adonan yang telah homogen dicetak menjadi
bola-bola bakso yang siap direbus. Bola-bola
Metode Penelitian bakso direbus dalam air mendidih selama
Penelitian ini menggunakan Rancangan 10-15 menit hingga bakso mengapung.
Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor
perlakuan yaitu penambahan bahan tambahan Parameter Pengamatan
pangan (STPP, Isolat protein kedelai dan Parameter yang diamati yaitu analisis
karagenan) menggunakan 5 taraf perlakuan. kimia meliputi kadar air, protein, dan lemak;
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 2 analisis fisik meliputi expressible moisture content
kali. Hasil percobaan penelitian ini akan (EMC), kekuatan gel dan uji lipat serta
dibandingkan dengan analisisa kontrol (K0) analisis uji sensoris yaitu uji mutu hedonik.
dan (K1). Secara rinci perlakuan tersebut
adalah sebagai berikut: Analisis Data
Penelitian dilakukan dengan Data yang diperoleh diolah
penambahan bahan tambahan pangan pada menggunakan statistik. Pengolahan data
bakso ikan dengan konsentrasi: dilakukan secara kuantitatif menggunakan
K = Tanpa Penambahan Bahan Tambahan teknik pengolahan data analisis statistik
Pangan (0%) parametrik dan non parametrik. Dari hasil
A1 = STPP (0,3%) analisis fisik dan uji proksimat diuji dengan
A2 = STPP : ISP ( 0,3 %: 7%) analisa parametrik menggunakan Rancangan
A3 = STPP : Karagenan (0,3% : 2%) Acak Kelompok (RAK) selanjutnya sidik
B1 = ISP (7%) ragam dengan uji lanjut Metode Ortogonal
B2 = ISP : Karagenan (7% : 2%) Kontras (MOK), sedangkan sedangkan hasil
C = Karagenan (2%) uji sensori akan dianalisa secara Kruskal-
Wallis dengan uji lanjut multiple comparison.
Cara Kerja
Penelitian ini dilakukan dalam dua
tahap yaitu persiapan bahan baku dan HASIL DAN PEMBAHASAN
pembuatan bakso. Analisis Kimia
Kadar Air
Persiapan Bahan Baku Nilai rata-rata kadar air bakso ikan
Ikan patin yang berukuran 900 - 1.300 patin berkisar 70,14% sampai dengan
gram/ekor dibuat menjadi fillet. Kemudian 75,41%. Nilai kadar air bakso ikan patin
fillet daging ikan patin direndam dengan air tertinggi yaitu pada bakso dengan
dingin dengan rasio daging dan air 1:3 (b/v) penambahan bahan tambahan pangan isolat
pada suhu 5 °C waktu perendaman 40 menit. protein kedelai dan karagenan (B2). Kadar air
Selanjutnya fillet daging ikan patin di-trimming

Sinaga et al.: Karakterisitik bakso ikan patin


4 Sinaga et al.: Karakterisitik bakso ikan patin

bakso ikan patin terendah yaitu pada bakso kering dapat meningkatkan kadar air mie
tanpa penambahan bahan tambahan pangan kering.
(K). Hasil analisis keragaman menunjukkan Dikemukakan oleh Hui (2006) dalam
bahwa bakso ikan patin dengan penambahan Nopianti (2011), bahwa tripolyphospat dapat
bahan tambahan pangan berpengaruh tidak meningkatkan kemampuan protein menyerap
nyata (p>0,05) terhadap nilai kadar air yang cairan. Polifospat dapat memperbaiki daya
dihasilkan. Nilai rata-rata kadar air dari bakso ikat air produk olahan surimi. Penambahan
ikan patin dengan penambahan bahan bahan tambahan pangan mepengaruhi
tambahan pangan dapat dilihat pada kemampuan bahan menyerap air yang
Gambar 1. berpengaruh terhadap kekuatan gel dan nilai
200 expressible moisture pada bakso.

150 Kadar Protein


Kadar Air %

100
Nilai rata-rata kadar protein pada bakso
75,41
ikan patin berkisar antara 3,98% hingga
70,14 72,93 70,15 70,23 70,54 74,29

50 7,13%. Nilai kadar protein bakso ikan patin


tertinggi yaitu bakso dengan penambahan
0
K A1 A2 A3 B1 B2 C
isolat protein kedelai (B1), sedangkan nilai
Perlakuan kadar protein bakso ikan patin terendah yaitu
bakso dengan tanpa penambahan bahan
Gambar 1. Nilai rerata kadar air bakso ikan patin
dengan penambahan bahan tambahan
tambahan pangan (K). Perbedaan nilai kadar
pangan. protein pada setiap bakso diduga karena
adanya penambahan bahan tambahan pangan
Menurut Ulfa (2009), karagenan yang memiliki kadar protein berbeda-beda
mengandung serat pangan tidak larut yang pada setiap bahan tambahan pangan yang
tinggi. Serat tidak larut dapat mengikat air ditambahkan. Penambahan bahan tambahan
dan memerangkap dalam matriks setelah pangan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap
pembentukan gel karagenan. Perbedaan kadar nilai protein pada bakso ikan patin. Hasil
air diduga karena air terperangkap dalam analisis keragaman kadar protein bakso ikan
matriks karagenan yang terbentuk selama patin dapat dilihat pada Tabel 2.
proses pemanasan. Hal ini disebabkan oleh Hasil analisis ragam kadar protein
tepung karagenan memiliki gugus sulfat yang bakso ikan patin (p<0,05) menunjukkan
dapat mengikat air. Kandungan gugus sulfat bahwa perlakuan K (kontrol) berbeda nyata
yang berada pada karagenan bermuatan dengan semua perlakuan. Kontrol berbeda
negatif disepanjang rantai polimernya dan nyata dengan semua perlakuan diduga karena
bersifat hidrofilik yang dapat mengikat air tidak adanya penambahan protein dari bahan
atau gugus hidroksil lainnya (Mairano 1977 lain kedalam sampel kontrol yang dapat
dalam Santoso 2007). meningkatkan kandungan protein didalam
Menurut Yulianti (2003), semakin bakso ikan patin.
banyak gugus polar dari unit-unit asam amino 8 7,04 7,13
protein, maka semakin hidrofilik protein
Kadar Protein %

5,91
6 5,1
tersebut. Santoso (2007), menambahkan sifat 3,98 3,99
4,46

hidrofilik dapat mengikat air atau gugus 4


hidroksil lainnya. Berdasarkan penelitian yang 2
dilakukan oleh Santoso (2007), penambahan 0
konsentrasi karagenan pada sosis ikan bawal K A1 A2 A3 B1 B2 C
air tawar ini cenderung dapat meningkatkan Perlakuan
kadar air dalam produk sosis. Penelitian
Ulfah (2009), juga mengatakan bahwa Gambar 2. Nilai rerata protein bakso ikan patin
penambahan karagenan pada pembuatan mie dengan penambahan bahan tambahan
pangan.

Jurnal Teknologi Hasil Perikanan, Vol. 6 No. 1 Tahun 2017


Jurnal Teknologi Hasil Perikanan, Vol. 6 No. 1 Tahun 2017 5

Kelompok perlakuan A berbeda nyata perubahan fisik, kimia dan biologis.


dengan kelompok perlakuan B dan C. Kombinasi penambahan karagenan dan
Perlakuan A1 (STPP) berbeda nyata dengan STPP tidak memberikan pengaruh terhadap
A2 (STPP dan isolat protein kedelai) dan A3 peningkatan protein pada bakso. Menurut
(STPP dan karagenan). Kramlich (1971), bahan tambahan STPP
adalah bahan yang dapat mengahambat
Tabel 1. Hasil ansira F kontras protein bakso ikan perubahan struktur molekul protein yang
patin. menyebabkan perubahan fisik, kimia dan
Komponen Fhit biologis. Dari hasil analisis protein
K vs semua 24,78* didapatkan bakso dengan nilai protein
A vs B C 60,60* tertinggi adalah bakso B1 (ISP).
A1 vs A2 A3 8,13*
A2 vs A3 1.708,64 Kadar Lemak
B1 vs B2 4.201,50 Rata-rata kadar lemak bakso ikan
B vs C 0,58 dengan penambahan bahan tambahan pangan
Keterangan: *berbeda nyata berkisar 1,4% sampai dengan 2,16%. Dari
hasil tersebut didapat bahwa kadar lemak
Perlakuan A2 (STPP dan ISP) berbeda bakso ikan patin tertinggi yaitu bakso ikan
tidak nyata dengan perlakuan A3 (STPP dan patin dengan penambahan isolat protein
karagenan). Perlakuan B1 (ISP) berbeda tidak kedelai dan karagenan (A4), sedangkan nilai
nyata dengan B2 (ISP dan karagenan). kadar lemak bakso ikan patin terendah yaitu
Kelompok perlakuan B berbeda tidak nyata bakso tanpa penambahan bahan tambahan
dengan kelompok perlakuan C. pangan (K0). Hasil analisis keragaman kadar
Isolat protein kedelai merupakan lemak bakso ikan patin dapat dilihat pada
bentuk protein kedelai yang paling murni, menunjukkan bahwa penambahan bahan
karena kadar proteinnya minimum 95 % tambahan pangan pada bakso ikan patin
dalam berat kering. Produk ini hampir bebas berpengaruh tidak nyata (p>0,05) terhadap
dari karbohidrat, serat dan lemak sehingga nilai kadar lemak yang dihasilkan. Rerata nilai
sifat fungsionalnya jauh lebih baik (Koswara, kadar lemak bakso ikan patin dengan
2005). Menurut Rahayu (2014), semakin penambahan bahan tambahan pangan
banyak penambahan isolat protein kedelai disajikan pada Gambar 3.
maka semakin tinggi kadar protein. 10
Kadar Lemak %

Menurut Zhang et al. (2010), isolat 8


protein kedelai adalah produk dari protein 6
kedelai bebas lemak atau berlemak rendah 4 2,16 1,73
yang diolah sedemikian rupa sehingga 1,4 1,55 1,59 1,73 1,41
2
kandungan proteinnya tinggi. Isolat protein 0
kedelai atau isolat soy protein (ISP) bersifat K A1 A2 A3 B1 B2 C
hidrofilik dan dapat menyatu dengan produk Perlakuan
olahan daging untuk mengurangi terjadinya
cooking loss. Gambar 3. Nilai rerata kadar lemak bakso ikan patin
Abubakar (2012), menyatakan dengan penambahan bahan tambahan
karagenan tidak mempengaruhi kadar protein pangan.
karena merupakan polisakarida yang
berikatan menjadi proteokaragenat yang Penambahan bahan tambahan pangan
mempebesar luasan permukaan yang dapat pada bakso ikan patin tidak memberi
menyerap atau mengikat air (Abubakar 2012). pengaruh nyata terhadap lemak pada bakso
Penambahan STPP (Sodium Tripolyphospat) ikan patin. Menurut Koswara (2005), protein
tidak dapat mempengaruhi kadar protein, dari isolat protein kedelai seharusnya
tetapi dapat menghambat perubahan struktur mengikat lemak, tetapi dengan adanya
molekul protein yang dapat menyebabkan karagenan protein akan kuat mengikat

Sinaga et al.: Karakterisitik bakso ikan patin


6 Sinaga et al.: Karakterisitik bakso ikan patin

karagenan karena karagenan dapat berikatan Hasil dari analisis keragaman


baik dengan protein. menunjukkan nilai EMC bakso ikan patin K
Pemberian penambahan karagenan (kontrol) berpengaruh nyata dengan semua
menyebabkan protein akan lebih mengikat perlakuan terhadap expressible moisture content
karagenan dan air sehingga ikatan lemak oleh bakso ikan patin. Kelompok perlakuan A
protein menjadi berkurang. Hal ini sesuai berpengaruh tidak nyata dengan kelompok
dengan hasil penelitian Ariyani (2005), bahwa perlakuan B dan C. Perlakuan A1 (STPP)
semakin tinggi konsentrasi karagenan yang berbeda nyata dengan A2 (STPP dan isolat
ditambahkan maka semakin banyak lemak protein kedelai) dan A3 (STPP dan
yang terlepas sehingga stabilitas emulsinya karagenan). STPP memiliki sifat dapat
semakin rendah. Hal ini dapat disebabkan mengikat air sama dengan ISP dan karagenan.
karagenan lebih berfungsi sebagai water binding Menurut Santoso (2007), penambahan
(pengikat) air daripada sebagai pengikat konsentrasi karagenan pada sosis ikan bawal
lemak (fat binding). Dari hasil nilai rata-rata air tawar ini cenderung dapat meningkatkan
kadar lemak yang didapat menunjukkan kadar air dalam produk sosis. Selain itu
bahwa nilai bakso K (kontrol) dan bakso B1 karaginan juga mudah mengikat air dengan
(ISP) bernilai lebih rendah dari bakso dengan adanya gugus sulfat pada rantai molekulnya
penambahan STPP. dan bersifat reversible, yaitu air tersebut akan
mudah dilepaskan kembali (Chapman dan
Analisis Fisik Chapman 1980).
Expresible Moisture Content (EMC)
Hasil rerata nilai EMC bakso ikan patin Tabel 2. Hasil ansira F kontras orthogonal expressible
dengan penambahan bahan tambahan pangan moisture content bakso ikan patin.
pada penelitian ini berkisaran 0,52% sampai Komponen Fhit
dengan 1,72%. Berdasarkan hasil penelitian K vs semua 90,87*
ini, nilai expresible moisture content bakso A vs B C 4,71*
tertinggi yaitu 1,72% pada bakso K (tanpa A1 vs A2 A3 15,51*
penambahan bahan tambahan pangan), A2 vs A3 16,57*
sedangkan nilai EMC bakso ikan patin B1 vs B2 27,97*
terendah yaitu 0,52% pada bakso dengan B vs C 2,58*
penambahan STPP (A1). Nilai Expresible Keterangan: * berbeda nyata
Moisture Content (EMC) bakso ikan patin
dapat dilihat pada Gambar 4. Perlakuan A2 (STPP dan isolat protein
10
kedelai) berbeda nyata dengan A3 (STPP dan
karagenan). Perlakuan B1 (isolat protein
Expresible Moisture Content %

9
8
7
6
kedelai) berbeda nyata dengan B2 (ISP dan
5 karagenan). Kelompok perlakuan B berbeda
4
3 1,72
1,25
nyata dengan kelompok perlakuan C.
2
1
0,52 0,71 0,7 0,53 0,74
Perlakuan B1 (ISP) berbeda nyata dengan B2
0
K A1 A2 A3 B1 B2 C
(ISP dan Karagenan), kedua bahan tambahan
Perlakuan ini memiliki sifat yang sama yaitu dapat
mengikat air dengan baik, tetapi dengan
Gambar 4. Nilai rerata Expresible Moisture Content adanya kombinasi ISP dan karagenan,
(EMC) bakso ikan patin dengan
penambahan bahan tambahan pangan. menjadikan bahan lebih baik mengikat air
dan menahan air dibandingkan hanya dengan
Hasil analisis keragaman menunjukkan penambahan ISP.
bahwa bakso ikan patin dengan penambahan Hal ini menunjukkan bahwa nilai EMC
bahan tambahan pangan berpengaruh nyata K (kontrol) bernilai tinggi dimana bakso
(p<0,05) terhadap nilai EMC. Hasil analasis banyak mengikat air dan banyak juga melepas
ragam expressible moisture dapat dilihat pada air menyebabkan meningkatnya nilai EMC
Tabel 2. dan berbeda nyata dari perlakuan yang

Jurnal Teknologi Hasil Perikanan, Vol. 6 No. 1 Tahun 2017


Jurnal Teknologi Hasil Perikanan, Vol. 6 No. 1 Tahun 2017 7

lainnya. Meningkatnya nilai EMC bakso ikan dibangun antara rantai protein. Menurut
patin diduga karena tidak adanya penelitian Hasdar et al. (2011), pada kasus
penambahan bahan tambahan pangan pada pencampuran gelatin dan soy protein isolate
bakso yang dapat mengikat air pada bahan dengan kombinasi 80:20 mulai terjadi
sehingga bahan banyak melepas air. Aberle homogenisasi antara keduanya ini
et al. (2001), menyatakan bahwa secara fisik ditunjukkan dengan berkurangnya retakan
daya mengikat air akan mempengaruhi warna, serta mulai membangun struktur edible film
tekstur, kekerasan daging mentah, juiceness yang baik dimana struktur fibril kolagen
dan keempukan daging yang dimasak. gelatin mulai menyatu dengan partikel soy
Menurut Kramlich (1971), protein isolate.
penambahan STPP pada bakso ikan dapat Selain itu karagenan juga mudah
meningkatkan daya mengikat air. Polifosfat mengikat air dengan adanya gugus sulfat pada
dapat memperbaiki daya ikat air (water holding rantai molekulnya dan bersifat reversible, yaitu
capacity). Paranginangin et al. (1999), air tersebut akan mudah dilepaskan kembali
menyebutkan bahwa poliphospat dapat (Chapman dan Chapman 1980). Keadaan ini
menambah kelembutan pada suatu produk menyebabkan semakin banyaknya air yang
terutama sifat elastisitas suatu produk. terikat dan pada saat diberi beban atau diberi
Poliphospat dapat memperbaiki daya ikat air tekanan, air itu akan dilepaskan kembali
(water holding capacity). sehingga menghasilkan nilai daya serap air
Menurut Ulupi et al. (2005), yang tinggi (Ulfa 2009).
penambahan polifosfat dalam daging berguna Hasil pengamatan bentuk SEM pada
dalam melarutkan protein myofibril terutama pati singkong menunjukkan bentuk
myosin. Protein hasil ekstrasi yang digunakan karagenan kappa, karagenan iota, maupun
sebagai bahan pengikat akan saling karagenan iota-kappa berbentuk seperti
berinteraksi dan akan mengakibatkan ruang bongkahan kerikil yang padat. Ketiga
antar filament menjadi lebih besar sehingga karagenan kappa, iota, kappa-iota memiliki
air dapat ditahan dan mengakibatkan bentuk partikel yang tidak beraturan dan
tingginya daya mengikat air. Perlakuan B1 memiliki tekstur yang halus (Hasdar et al.
(isolat protein kedelai) berbeda nyata dengan 2011). Hasil penelitian Dewi dan Simon
B2 (isolat protein kedelai dan karagenan), (2015), menyatakan hasil Scanning Electron
dimana ISP dan karagenan memiliki sifat Microscopy (SEM) perbesaran 500x
yang sama dengan STPP yang dapat mengikat menunjukkan, ukuran dari beberapa rongga
air. Diduga kombinasi penambahan kedua pada bakso sapi perlakuan kontrol (bakso
bahan tambahan pangan kedalam bakso ikan sapi tanpa porang, tapioka 32%, STPP 0,30%
patin memperbaiki daya ikat air pada bahan. dan NaCl 3%) yang terlihat pada hasil
Hasil Scanning Electron Microscopy (SEM) Scanning Electron Microscopy (SEM) berkisar
struktur yang berbeda antara gelatin dan soy antara 10,60 μm – 25,80 μm (±6,90). Rongga
protein isolate, terjadi retakan pada permukaan rongga matriks protein 3 dimensi tersebut,
datar dan melintang edible film, retakan inilah kemudian akan diisi oleh granula glukomanan
yang menyebabkan rendahnya kuat tarik, yang memiliki daya kembang dan menyerap
rendahnya kemuluran, dan tingginya laju air yang tinggi. Sehingga rongga rongga yang
transmisi uap air edible film kombinasi 75:25, terbentuk akan lebih kecil dan seragam dan
hal ini disebabkan oleh kosentrasi soy protein akan terbentuk struktur yang kompak.
isolate yang tinggi dan penggunaan suhu 50ºC Sedangkan pati yang merupakan komponen
pada saat pengeringan edible film (Hasdar et al. dominan dalam tepung tapioka, daya
2011). Denavi et al. (2009), menyatakan ketika mengembangnya hanya sebesar 25%.
kadar air dihilangkan pada saat pengeringan Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat
maka tingkat konformasi protein berubah dilihat bahwa kandungan protein pada sampel
dan tingkat protein menentukan dengan penambahan bahan tambahan yang
berlangsungnya ikatan hidrofobik, ikatan berbeda dapat mengakibatkan turunnya nilai
ionik, hidrogen, dan interaksi yang dapat EMC, semakin rendah nilai EMC maka daya

Sinaga et al.: Karakterisitik bakso ikan patin


8 Sinaga et al.: Karakterisitik bakso ikan patin

ikat airnya semakin baik. Diduga karena semua sampel bakso ikan patin dengan
jaringan protein pada masing-masing bahan penambahan bahan tambahan pangan
tambahan saling berikatan dengan protein terhadap kekuatan gel. Hai ini diduga karena
ikan, sehingga air yang mengikat pada sampel tidak adanya penambahan bahan tambahan
menjadi menurun dan kemampuan gel pangan kepada sampel kontrol sehingga nilai
meningkat. Daya ikat air dapat dipengaruhi kekuatan gel pada bakso tanpa penambahan
oleh kualitas daging, daging yang berkualitas tambahan pangan rendah.
baik adalah daging yang memiliki daya ikat Kelompok perlakuan A berbeda tidak
yang lebih tinggi (Latifa 2014). nyata dengan kelompok perlakuan B dan C
terhadap kekuatan gel. Bakso A1 (STPP)
Kekuatan Gel berbeda nyata dengan bakso A2 (STPP dan
Nilai rata- rata kekuatan gel bakso ikan ISP) dan A3 (STPP dan karagenan) terhadap
patin dengan penambahan bahan tambahan nilai kekuatan gel. Diduga berbeda nyata
pangan berkisar 79 gf sampai dengan 172 gf. karena adanya kombinasi bahan tambahan
Nilai kekuatan gel tertinggi yaitu pada bakso yang berbeda-beda dengan STPP, sehingga
dengan penambahan bahan tambahan pangan dapat mempengaruhi sifat fisik dari bakso
isolat protein kedelai (B1), sedangkan nilai ikan patin. Menurut penelitian Dewi dan
kekuatan gel terendah yaitu pada bakso Simon (2015), menyatakan Kekenyalan bakso
dengan STPP dan karagenan (A3). Hasil ditentukan oleh tingkat kerapatan struktur
pengamatan kekuatan gel dari bakso ikan matriks yang terbentuk akibat pemanasan.
patin dapat dilihat pada Gambar 5. Semakin tinggi kerapatan struktur matriks,
Hasil analisis keragaman menunjukkan maka semakin tinggi nilai kekenyalan bakso.
bahwa bakso ikan patin dengan penambahan Dilihat dari hasil SEM pada bakso sapi (tanpa
bahan tambahan pangan berpengaruh nyata porang, tapioka 32%, STPP 0.30% dan NaCl
(p<0,05) terhadap nilai kekuatan gel. Hasil 3%) diduga semakin sedikitnya rongga dan
analisis keragaman dapat dilihat pada Tabel 3. semakin seragamnya rongga yang terbentuk
pada matriks gel bakso sapi maka kualitas
200 172 bako sapi akan semakin meningkat. Hal ini
karena matriks gel yang terbentuk seragam
Kekuatan Gel (g.f)

150 121,9 117,9


131,9
dan kompak sehingga akan menghasilkan
104,2 105,1
100 79 struktur bakso sapi yang lebih baik.
Menurut penelitian Ramadhan (2014),
50 fosfat dapat memisahkan aktomiosin dan
berikatan dengan miosin. Miosin dan
0
K
A2 A3 B1 B2 C A1 polifosfat akan berikatan dengan air dan
Perlakuan
menahan mineral dan vitamin. Pada proses
pemasakan, miosin akan membentuk gel dan
Gambar 5. Rerata kekuatan gel bakso ikan patin
dengan penambahan bahan tambahan fosfat membantu menahan air dengan
pangan. menutup pori-pori mikroskopis dan kapiler.
Tranggonno et al. (2012) dalam Putranto
Tabel 3. Hasil ansira F kontras ortogonal kekuatan gel dan Suryaningsih (2011) menjelaskan bahwa
bakso ikan patin. sodium tripolyphospat adalah bahan yang
Komponen Fhit dapat menghambat perubahan struktur
K vs semua 10,75*
A vs B C 4,80*
molekul protein yang menyebabkan
A1 vs A2 A3 67,29* perubahan sifat fisik, kimia dan biologis.
A2 vs A3 0,002* STPP dapat meningkatkan kemampuan
B1 vs B2 12,29* mengikat air sehingga dapat meningkatkan
B vs C 0,05* nilai expressible moisture content dan
Keterangan: *berbeda nyata
meningkatkan kekuatan gel pada bakso.
Dari hasil tabel dapat dilihat bahwa Menurut penelitian Widyaningsih dan Murtini
sampel kontrol (K) berbeda nyata terhadap (2006), penggunaan STTP pada mie basah

Jurnal Teknologi Hasil Perikanan, Vol. 6 No. 1 Tahun 2017


Jurnal Teknologi Hasil Perikanan, Vol. 6 No. 1 Tahun 2017 9

dimungkinkan karena sifat STPP dapat mengikat air (expresible moisture content).
berperan pada proses gelatinisasi pati-protein Pembentukan gel yang rendah karena
sehingga mempengaruhi tekstur mie lebih liat kapasitas menahan air rendah dan kerapatan
dan kenyal. rongga yang tidak seragam dan tidak rapat.
Bakso B1 (isolat protein kedelai) Sebaliknya, pembentukan gel lebih tinggi
berbeda nyata dengan bakso B2 (isolat dengan kapasitas menahan air yang kuat
protein kedelai dan karagenan). Bakso dengan akibat rongga yang seragam dan rongga pada
penambahan isolat protein kedelai memiliki bakso yang lebih rapat sehingga expressible
nilai kekuatan gel yang tinggi diduga karena moisture lebih rendah. Sesuai dengan
penambahan bahan tambahan memiliki pernyataan Benjakul et al. (1997), bahwa gel
kemampuan memperbaiki kekuatan gel pada surimi yang membentuk matrik gel dengan
bakso. Park (2000) melaporkan bahwa kemampuan menahan air yang rendah akan
conglycinin dan glycinin pada isolat protein menyebabkan nilai expressible moisture yang
kedelai memainkan peran utama dalam tinggi.
pembentukan gel yang membentuk agregat Pembentukan gel disebabkan karena
atau gel pada suhu 85 °C dengan adanya reaksi antara protein-protein, protein-air.
garam. Pembentukan gel terhambat karena Apabila reaksi antara protein-protein yang
semakin banyak isolat protein kedelai terjadi lebih banyak dibandingkan dengan
menimbulkan penghambatan cross-linking dari protein-air, maka akan mengakibatkan gel
protein myofibril. yang rapuh (Zayas 1997). Pembentukan
Menurut Ramdhan (2014), hasil SEM ikatan protein silang selama proses
surimi dengan penambahan karagenan juga pengaturan kembali dapat berkontrubusi
memperlihatkan hasil yang baik, karagenan dalam pembentukan gel yang lebih elastis dan
mampu melindungi struktur daging, matriks kaku setelah dimasak di suhu tinggi Benjagul
jaringan dan celah kosong yang ditinggalkan et al. (2000).
sangat sedikit, namun terlihat banyak jaringan Rendahnya nilai kekuatan gel bakso
yang patah. ikan patin dengan penambahan bahan
Menurut Niwa (1992), nilai expressible tambahan pangan pada penelitian ini
moisture content yang rendah menunjukkan diakibatkan pemasakan menggunakan satu
kemampuan mengikat air yang baik oleh tahap pemasakan pada suhu tinggi, sehingga
protein dalam daging ikan. Peningkatan pembentukan gel bakso yang rendah. Gel
protein memungkinkan peningkatan yang terbentuk mengalami kerusakan akibat
koagulasi yang kuat. Adanya penambahan suhu pemasakan pada suhu tinggi. Gel bakso
protein pada bakso ikan patin membantu B1 (ISP) memiliki nilai lebih tinggi
meningkatkan kekuatan gel pada bakso. dibandingkan dengan nilai penambahan A1
Jafarpour et al. (2012) menyatakan (STPP).
penambahan isolat protein kedelai Bakso B2 (ISP dan karagenan) memiliki
menyebabkan peningkatan nilai kekuatan gel nilai tertinggi setelah nilai bakso dengan
dan penambahan yang terlalu banyak penambahan STPP. Semakin banyak dan
menyebabkan penurunan nilai kekuatan gel. semakin besar ukuran rongga yang terbentuk
Menurut penelitian oleh Gurning pada matriks 3 dimensi, menunjukkan
(2004), bakso yang dibuat tanpa matriks tebentuk kurang homogen dan
menggunakan karagenan memiliki kekerasan kurang kompak sehingga tidak bisa menahan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan bakso komponen komponen lain pada struktur
penambahan karagenan. Kekenyalan bakso bakso sapi, komponen air yang keluar dari
menurun seiring dengan meningkatnya jaringan juga berperan dalam keseragaman
konsentrasi penambahan karagenan yang rongga rongga yang terbentuk.
ditambahkan. Karagenan mampu berikatan
baik dengan protein dan air. Uji Lipat
Tinggi rendahnya nilai kekuatan gel Nilai uji lipat bakso ikan patin dengan
berhubungan dengan kemampuan bahan penambahan bahan tambahan pangan

Sinaga et al.: Karakterisitik bakso ikan patin


10 Sinaga et al.: Karakterisitik bakso ikan patin

berkisar 1,5 sampai dengan 4. Diameter tidak nyata dengan semua perlakuan,
bakso yang diuji yaitu 2 cm. Dari hasil kelompok perlakuan A berbeda tidak nyata
tersebut dapat dilihat penilaian panelis terhadap kelompok perlakuan B dan C.
terhadap uji lipat bakso ikan patin dengan Perlakuan A1 berbeda tidak nyata dengan
penambahan isolat protein kedelai (B1) lebih perlakuan A2 dan A3, begitu juga dengan
tinggi dari uji lipat bakso ikan patin yang perlakuan A2 berbeda tidak nyata dengan
lainnya. Rata-rata penilaian panelis terhadap perlakuan A3.
nilai uji lipat bakso ikan patin adalah nilai 2 Perlakuan B1 (isolat protein kedelai)
(putus menjadi dua bagian jika dilipat berbeda nyata dengan B2 (isolat protein
setengah lingkaran) sampai 4 (tidak retak jika kedelai dan karagenan), begitu juga dengan
dilipat setengah lingkaran). Nilai rerata uji kelompok perlakuan B berbeda nyata dengan
lipat bakso ikan patin dapat dilihat pada kelompok perlakuan C. Protein pada isolat
Gambar 6. protein kedelai memberi peranan penting
10 dalam pembentukan kekuatan gel. Kekuatan
8 gel memiliki hubungan pada uji lipat suatau
Uji Lipat

6 4 produk. Kombinasi ISP dan karagenan


3
4 2,5 2,5 2 1,5 2 mengakibatkan kekuatan gel pada bakso
2 menurun.
0 Berdasarkan hasil penelitian, semakin
K A1 A2 A3 B1 B2 C
banyak konsentrasi isolat protein kedelai yang
Perlakuan
ditambahkan maka stabilitas emulsi semakin
Gambar 6. Nilai rerata uji lipat bakso ikan patin menurun. Protein berikatan dengan lemak
dengan penambahan bahan tambahan dan air sehingga terjadi stabilitas emulsi yang
pangan.
seimbang. Kelebihan protein mengakibatkan
Berdasarkan persyaratan SNI tidak ada lagi lemak dan air yang diikat,
2372.6:2009, menjelaskan bahwa nilai uji lipat sehingga akan mengganggu stabilitas emulsi
4 dengan grade A adalah tidak retak bila yang telah terbentuk. Hal tersebut sesuai
dilipat satu kali. Hasil uji lipat ini bekaitan dengan penelitian Poernomo et al. (2011). Hal
dengan tekstur gel terutama kekuatan gel. ini mengakibatkan kekuatan gel menjadi
Diduga tingginya nilai kekuatan gel pada rendah dan mempengaruhi uji lipat pada
bakso mengakibatkan tingginya nilai uji lipat bakso.
pada bakso. Hasil analisis ragam uji lipat Pada penelitian Astuty (2014)
menunjukkan bahwa penambahan bahan menyatakan uji lipat dengan penambahan
tambahan pangan kedalam bakso ikan patin isolat protein kedelai memilki nilai uji lipat
memberikan pengaruh nyata (p<0,05) pada yang dikarenakan protein myofibril yang
uji lipat bakso yang dihasilkan. Hasil analisis tedapat pada bakso ikan patin yang
ragam ragam dapat dilihat pada Tabel 3. menjadikan tekstur bakso kenyal. Menurut
Wilsan et al. (1981), protein myofibril
Tabel 3. Hasil ansira kontras orthogonal uji lipat bakso memiliki kemampuan mengikat air dan lemak
ikan patin. sehingga berperan penting dalam
Ragam Fhit pembentukan gel dan peningkatan
K vs semua 0,04 kekenyalan produk olahan daging.
A vs B C 0,29 Dari nilai rerata yang didapat
A1 vs A2 A3 2,63 menujukkan bahwa penambahan bahan
A2 vs A3 0,88
B1 vs B2 7,29* bahan tambahan pangan dapat meningkatkan
B vs C 14* nilai uji lipat bakso. Hal ini dikemukan oleh
Keterangan: *berbeda nyata Suzuki (1981), semakin baik kekuatan gel
kamaboko, maka semakin baik juga uji
Hasil analisis keragaman penilaian lipatnya. Nilai rata-rata uji lipat bakso ikan
terhadap uji lipat bakso ikan patin patin terbaik pada bakso ikan patin B1 (ISP)
menunjukkan bahwa K (kontrol) berbeda daripada bakso A1 (STPP).

Jurnal Teknologi Hasil Perikanan, Vol. 6 No. 1 Tahun 2017


Jurnal Teknologi Hasil Perikanan, Vol. 6 No. 1 Tahun 2017 11

Analisis Sensori memiliki nilai rata-rata berkisar 3,8 sampai


Analisis sensori dilakukan penilaian uji dengan 4,64. Dari hasil tersebut terlihat
lipat dan penilaian uji pembanding jamak bahwa penilaian panelis terhadap rasa bakso
dilakukan dengan membandingkan bakso ikan patin dengan penambahan isolat protein
dengan penambahan berbagai jenis bahan kedelai (A4) lebih tinggi dibandingkan dengan
tambahan pangan. bakso yang lainnya, sedangkan bakso dengan
penambahan ISP dan karagenan (A2) bernilai
Warna lebih rendah dari bakso yang lainnya.
Rata-rata nilai warna pada bakso Kriteria penilaian panelis terhadap rasa
berkisar 3,88 sampai dengan 4,72. Dari nilai dengan nilai rata-rata 4 (agak lebih baik dari
tersebut terlihat bahwa penilaian panelis R) dan 5 (sama baiknya dengan R). Rerata
terhadap warna K1 bakso ikan patin dengan nilai rasa bakso ikan patin dengan
penambahan STPP (K1) lebih tinggi penambahan bahan tambahan pangan
dibandingkan dengan bakso ikan yang disajikan pada Gambar 8.
lainnya, sedangkan warna bakso dengan
penambahan isolat protein kedelai (A3) lebih 9
rendah dari bakso yang lainnya. Berdasarkan 8
7
hasil uji pembanding sensori terhadap warna 6 4,64ab 4,52ab 4,44b 4,56ab
bakso ikan patin dengan penambahan bahan Rasa 5 4,04ab 4,12ab 3.8a
4
tambahan pangan dengan kontrol bakso 3
tanpa penambahan bahan tambahan pangan 2
1
didapatkan hasil seperti yang tertera pada 0
Gambar 7. K0 K1 A1 A2 A3 A4 A5
Perlakuan
8
Gambar 8. Nilai uji sensori rasa bakso ikan patin
6 4,52 4,72 4,04 dengan penambahan bahan tambahan
Warna

4 3,88 3,96 4,24


4 pangan.
2
Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan
0 bahwa penambahan bahan tambahan pangan
K0 K1 A1 A2 A3 A4 A5 memberikan pengaruh pada warna bakso
Perlakuan yang dihasilkan (n>x²). Berdasarkan uji
Gambar 7. Nilai uji sensori warna bakso ikan patin. Kruskal-Wallis yang dilakukan didapat nilai
(n>x²). Hal ini menunjukkan bahwa bahan
Kriteria penilaian panelis terhadap tambahan pangan yang ditambahkan pada
warna mendapat nilai 4 yaitu warna agak bakso ikan patin dengan memberikan
lebih baik dari R (kontrol) dan 5 yaitu sama pengaruh terhadap rasa yang dihasilkan.
baiknya dengan sampel kontrol. Rata-rata Hasil uji lanjut perbandingan penilaian
nilai warna bakso mendekati nilai warna panelis terhadap rasa menunjukkan bahwa
sampel kontrol. Hasil uji Kruskal-Wallis bakso tanpa penambahan bahan tambahan
menunjukkan bahwa penambahan bahan pangan (K0) memiliki nilai tertinggi dan
tambahan pangan tidak memberikan berbeda nyata dengan A4, tetapi berbeda
pengaruh pada warna bakso yang dihasilkan tidak nyata dengan K1, A1, A2, A3 dan A5
(n<x²). Berdasarkan uji Kruskal-Wallis yang sedangkan penilaian rasa terendah yaitu bakso
dilakukan didapat nilai (n<x²). Hal ini dengan penambahan isolat protein kedelai
menunjukkan bahwa perbandingan bakso dan karagenan (A4) berbeda nyata dengan
ikan patin dengan penambahan bahan A1, tetapi berbeda tidak nyata dengan K0,
tambahan pangan tidak memberikan K1, A2, A3, dan A5.
pengaruh terhadap warna. Pada uji sensori rasa pada bakso ikan
Rasa patin dapat disimpulkan bahwa beberapa
Rasa bakso ikan patin dengan bahan tambahan pangan akan
penambahan bahan tambahan pangan memepengaruhi rasa pada produk jika

Sinaga et al.: Karakterisitik bakso ikan patin


12 Sinaga et al.: Karakterisitik bakso ikan patin

penggunaannya tidak sesuai dengan takaran nyata (p<0,05) terhadap terhadap


maksimal penggunaan yang sudah ditetapkan. karakteristik fisik bakso yaitu expressible
Jika penggunaannya melebihi batas moisture content, kekutan gel dan uji lipat.
maksimum maka rasa dari bakso ikan patin Penambahan bahan tambahan pangan dalam
yang dihasilkan akan berasa pahit. pembuatan bakso ikan patin berpengaruh
nyata (p<0,05) terhadap analisa kimia yaitu
Aroma kadar protein tetapi berpengaruh tidak nyata
Nilai rata-rata berkisar 3,88 sampai terhadap kadar air dan kadar lemak.
dengan 4,52. Dari hasil tersebut dapat dilihat Penambahan bahan tambahan pangan dalam
bahwa penilaian panelis terhadap aroma pembuatan bakso ikan patin berpengaruh
bakso ikan patin tanpa penambahan bahan nyata (p<0,05) terhadap sensoris yaitu rasa
tambahan pangan (K0) lebih tinggi dari bakso tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap
yang lainnya, sedangkan bakso dengan warna dan aroma.
penambahan ISP (A3) bernilai lebih rendah Analisis kimia didapat bahan tambahan
dari yang lainnya. Kriteria penilaian pangan yang baik menggantikan STPP dalam
konsentrasi aroma bakso ikan patin dengan produk bakso ikan patin adalah isolat protein
penambahan bahan tambahan pangan yaitu 4 kedelai karena memiliki nilai yang lebih baik
(agak lebih baik dari R) dan 5 (sama baiknya dari STPP. Pada analisis fisik bahan
dengan R). Hasil uji Kruskal-Wallis tambahan pangan yang dapat menggantikan
menunjukkan bahwa aroma bakso ikan patin pemakaian STPP pada produk perikanan
dengan penambahan bahan tambahan pangan adalah kombinasi ISP dan karagenan begitu
memberi pengaruh terhadap aroma bakso juga pada analisis sensori.
ikan patin (n>x²). Rerata nilai aroma bakso
ikan patin dapat dilihat pada Gambar 9.
DAFTAR PUSTAKA
10
Astuti E. 2009. Pengaruh jenis tepung dan
8
cara pemasakan terhadap mutu bakso
6 4.52 4.48 4.44 3.92 3.88 dari surimi ikan hasil tangkap
Aroma

4.2 4.2
4 sampingan (HTS). Skripsi. (Tidak
2 dipublikasikan). Bogor: Fakultas
0 Perikanan dan Kelautan, Institut
K0 K1 A1 A2 A3 A4 A5 Pertanian Bogor.
Perlakuan Astuti TR, Darmanto, dan Wijayanti I. 2014.
Pengaruh penambahan isolat protein
Gambar 9. Hasil sensori terhadap aroma bakso ikan kedelai terhadap karakteristik bakso
patin dengan penambahan bahan
tambahan pangan. dari surimi ikan swangi (Priacanthus
Tayenus). Jurnal Pengolahan dan
Berdasarkan uji Kruskal-Wallis yang Bioteknologi Hasil Perikanan (3):47-75.
dilakukan didapat nilai (n<x²). Hal ini Ariyani FR. 2005. Sifat fisik dan palatabilitas
menunjukkan bahwa perbandingan bakso sosis daging sapi dengan penambahan
ikan patin dengan penambahan bahan karagenan. Skripsi. (Tidak dipublikasi).
tambahan pangan tidak memberikan Bogor: Fakultas Peternakan, Institut
pengaruh terhadap aroma. Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2015. Sektor
Perikanan Tumbuh. Jakarta: Sindo.
KESIMPULAN Codex Alimentarius Abridged Version. 1990.
Berdasarkan hasil penelitian yang Joint FAO/WHO Food Standarts
Programme Codex Alimentarius
dilakukan, maka diperoleh kesimpulan bahwa
commission Food Aditive no. Codex 452 a
penambahan bahan tambahan pangan Food an Agriculture Organization of
(karagenan, ISP, dan STPP) dalam the United Nation World Health
pembuatan bakso ikan patin berpengaruh Organization.

Jurnal Teknologi Hasil Perikanan, Vol. 6 No. 1 Tahun 2017


Jurnal Teknologi Hasil Perikanan, Vol. 6 No. 1 Tahun 2017 13

Dewi NRK dan Simon BW. 2015. Studi Proporsi Kramlich WE. 1971. Sausage Product. In Price
Tepung Porang: Tapioka dan J.S and B.S Schweigert (Eds.). 1987.
Penambahn NaCl Terhadap Karakteristik The Science of Meat Product. San
Fisik Bakso Sapi. Jurnal Pangan dan Fransisco: WH. Freeman and Co.
Agroindustri 3(3): 855-864. Nopianti R, Huda N, dan Ismail N. 2011. A
Gurning R. 2004. Evaluasi pencucian daging riview on the loss of the funcional
dan penambahan karagenan terhadap properties of proteins during frozen
karakteristik fisik dan organoleptik storage and the improvement of gel-
bakso daging ayam. Skripsi. (Tidak foarming properties of surimi. America
dipublikasikan). Bogor: Fakultas J. of Food Tech. 6(1): 19-30.
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Numberi F. 2006. Ikan Menyehatkan dan
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Mencerdaskan. http://www.indonesia.
Perikanan. Jilid I. Yogyakarta: Liberty. go.id. (28 Januari).
Hasdar M, Erwanto Y, dan Triatmojo S. Park JW. 2000. Ingredient Technology and
2011. Karakteristik edible film yang Formation Development. New York, USA:
diproduksi dari kombinasi gelatin kulit Marcel Dekker. p329-342.
kaki ayam dan soy protein isolate. JISSN. Peranginangin R, Wibowo S, dan Fauzya YN.
35(3): 188-196. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta:
Hatta M dan Murpiningrum E. 2012. Balai Penelitian Perikanan Laut Slipi.
Kualitas bakso daging sapi dengan Rahayu. 2014. Pengaruh penambahan isolat
penambahan garam (Nacl) dan protein kedelai terhadap karakteristik
fosfat (sodium tripolifosfat/STPP) bakso dari surimi ikan swangi
pada level dan waktu yang bebeda. (Priacanthus Tayenus). Semarang:
Makassar: Fakultas Peternakan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Hasanuddin. Universitas Diponegoro.
Jafarpour A, Hajiduon HA, dan Rezaie M. Restu. 2012. Pembuatan bakso ikan toman
2012. A Comparative study on effect (Channa micropeltes). Palangka Raya:
of egg white, soy protein isolate and Fakultas Perikanan, Universitas Kristen
potato starch on functional properties Palangka Raya.
of common carp (Cyprinus carpio) surimi Santoso D. 2007. Karakteristik sosis ikan
gel. J. Food Process Technol. 3: 190. bawal tawar (Colossoma macropomum)
Khairuman M. 2002. Tehnik Budidaya Ikan dengan penambahan karagenan.
Patin. Bandung: Sinar Baru Aglesindo. Skripsi. (Tidak dipublikasikan). Bogor:
Koswara S. 2005. Teknologi Pengolahan Kedelai Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
(Teori dan Praktek). Institut Pertanian Bogor.
www.ebookpangan.com. [28 Mei 2016].

Sinaga et al.: Karakterisitik bakso ikan patin

Das könnte Ihnen auch gefallen