Sie sind auf Seite 1von 19

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU

ACARA I
AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM

Oleh:
Lukman Andrean
NIM A1D017203
Rombongan 9
PJ Asisten: Juvri Bahtiar

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekosistem merupakan hubungan yang terjadi antara komponen abiotik dan


biotik yang saling mempengaruhi dalam kehidupan. Keberadaan ekosistem
menjadi hal yang penting untuk dijaga keseimbanganya karena berkaitan dengan
kehidupan makluk hidup di sekitarnya. Ekosistem menurut pembentukannya
dibedakan atas ekosistem alami dan ekosistem pertanian atau agroekosistem.
Agroekosistem adalah ekosistem yang proses perkembangannya melibatkan
campur tangan manusia berkaitan dengan usaha produksi pada sektor pertanian
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Bentuk campur tangan manusia dinilai
sebagai suatu tindakan mengubah ekosistem yang pada dasarnya telah terbentuk
secara alami sejak awal. Kecenderungan perubahan tersebut condong pada
kegiatan yang menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem, seperti: pengangkutan
hara dari tanah saat panen, pemupukan, pengolahan tanah, pembukaan lahan dan
lain-lain. Selain itu, perubahan pada ekosistem pertanian juga disebabkan oleh
unsur penyusun dan interaksi komponen penyusun yang selalu berubah menurut
tempat dan waktu. Apabila dibiarkan tanpa ada kontrol, ketidakseimbangan
ekosistem dapat mengarah pada kerusakan alam.
Pengelolaan potensi sektor pertanian selama ini masih cenderung mengejar
peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian, kurang memperhatikan
kestabilan dan keberlanjutan. Pembangunan pertanian disamping untuk
penyediaan pangan dan gizi masyarakat, peningkatan kesejahteraan petani,
pembangunan wilayah, sebaiknya juga diarahkan agar tidak berdampak buruk
pada degradasi sumberdaya lahan dan air, tetapi bahkan dapat memperbaiki
kualitas lingkungan.
Hal terpenting berkaitan dengan monitoring agroekosistem yaitu dengan
melakukan kegiatan analisis agroekosistem (AAES). Analisis agroekosistem
merupakan teknik pengamatan yang mendasari petani dalam membuat keputusan

2
tentang pengelolaan lahan/kebunnya. Kegiatan ini dapat menjadi salah satu bentuk
kontrol terhadap agroekosistem yang ada, sehingga mampu menjadikan
agroekosistem tetap dalam keadaan seimbang.
Pengendalian hama diusahakan sebagai salah satu usaha dari proses
produksi pertanian guna memperoleh hasil semaksimal mungkin dari lahan
pertanian bagi kepentingan petani dan masyarakat luas. Oleh karena itu,
praktikum ini dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana cara mengubah
ekosistem di lingkungan untuk mencegah serangan hama dan patogen penyebab
penyakit serta meningkatkan produktivitas tanaman.

B. Tujuan

Tujuan praktikum acara I ini yaitu :


1. Mengetahui jenis dan fungsi agroekosistem
2. Mengenal komponen ekosistem pertanian
3. Menentukan keputusan pengelolaan agroekosistem
4. Memberi kesempatan praktikan menjadi ahli di lahannya sendiri

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem merupakan suatu kawasan atau wilayah yang di dalamnya terjadi


proses interaksi, asosiasi dan hubungan timbal balik antara komponen-komponen
yang ada di dalamnya. Lahan pertanian merupakan salah satu bentuk ekosistem.
Ekosistem lahan pertanian dapat disebut juga sebagai agroekosistem (Jumil,
2002). Agroekosistem atau ekosistem pertanian merupakan suatu kesatuan
lingkungan pertanian yang tersusun dari komponen biotik dan abiotik yang saling
berinteraksi serta manusia dengan sistem sosialnya yang tidak dapat dipisahkan
dengan komponen-komponen tersebut (Jackson, 2011).
Agroekosistem merupakan suatu ekosistem alam yang dimanipulasi dan
dikendalikan oleh manusia untuk usaha pertanian. Ekosistem pertanian tetap
mempunyai sifat dan kelakuan seperti ekosistem alam, walau manifestasinya
berbeda. Sifat dan kelakuan ekosistem pertanian disamping tergantung kepada
sebagian sifat dan kelakuan ekosisistem alam asalnya, juga sangat tergantung
kepada tanaman yang diusahakan dan cara pengelolaan yang dilakukan oleh
petani, termasuk yang sangat menentukan adalah teknik budidaya tanaman yang
diterapkan. Agroekosistem menunjukan adanya aktifitas atau campur tangan
masyarakat pertanian terhadap alam atau ekosistem. Istilah pertanian dapat diberi
makna sebagai kegiatan masyarakat yang mengambil manfaat dari alam atau
tanah untuk mendapatkan bahan pangan, energi dan bahan lain yang dapat
digunakan untuk kelangsungan hidupnya (Maarten dan Wytske, 2015).
Agroekosistem atau ekosistem pertanian didalamnya terdapat beberapa
komponen yang menyusunnya. Komponen dalam agroekosistem yaitu abiotik dan
biotik. Komponen biotik merupakan faktor hidup yang meliputi semua makhluk
hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Umumnya dalam ekosistem,
tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan
mikroorganisme berperan sebagai dekomposer. Komponen abiotik meliputi suhu,
kelembaban, air, sinar matahari, ketinggian, angin, dan tanah sangat
mempengaruhi komponen biotik yang ada dalam pertanaman (Irwan, 2014).

4
Komponen-komponen agroekosistem berinteraksi secara sinergik ketika
komponen tersebut terlepas dari fungsi utamanya, meningkatkan kondisi bagi
komponen lain yang berguna di dalam sistem pertanian misalnya menciptakan
iklim mikro yang cocok bagi komponen lainnya, menghasilkan senyawa kimia
untuk mendorong komponen yang diinginkan atau menekan komponen yang
berbahaya (pengaruh alelopatis dari pengeluaran akar atau mulsa), menurunkan
populasi hama (misalnya tumpangsari, tanaman pengumpan dan tanaman
perangkap), memproduksi dan memobilisasi unsur hara (misalnya dengan
mengikat nitrogen atau simbiosis mikoriza). Komponen lain juga dapat menjadi
sinergetik dalam fungsinya, misalnya barisan tumbuhan pada garis luar suatu
bidang lahan yang mengkonservasi air dan tanah serta memproduksi pakan ternak
dan bahan pangan, pagar tanaman di sekitar lahan untuk melindungi dari serangan
hewan atau angin sekaligus sebagai penghasil bahan bakar, pangan, pakan hewan
atau obat-obatan (Lakitan, 2002).
Aktivitas pertanian merupakan interaksi antara manusia dengan lingkungan
alam yang memberikan arti bagi ekologi pertanian. Agroekosistem adalah sistem
ekologi yang dimodifikasi manusia dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, terutama bahan makanan. Agroekosistem memiliki kaidah-kaidah
ekologi umum yang memiliki khas tersendiri seperti yang terlihat pada ekosistem
sawah dengan ekosistem lainnya (Marten, 2009).
Kegunaan analisis sebagai sistem pendekatan atau evaluasi yang
komprehensif (Bio-fisik dan Sosio-ekonomi) untuk memperoleh informasi kunci
masalah (key problem information) dan penyelesaiannya dalam suatu Agro-
ekosistem (melalui program penelitian, pengembangan, dan penyuluhan).
Alasanya dilaksanakanya analisis adalah untuk mengetahui sistem tata guna tanah
(Land Use) pada area agroekosistem terpilih, mengidentifikasi batas dan membuat
peta atau map agroekologi suatu area studi, mengetahui karakter biofisik dan
sosial ekonomi di Area yang teridentifikasi, dan mengidentifikasi isu masalah
pertanian, kehutanan dan sosial-ekonomi yang ada sehingga kebutuhan program
penelitian atau penyuluhan dapat diarahkan serta menselaraskan teknologi yang
direkomendasikan dalam kawasan agroekosistem (Suyana, 2014).

5
III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan pada waktu dan waktu yang telah terjadwalkan.


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 31 Oktober 2019. Tempat
dilaksanakannya praktikum yaitu di Laboratorium Mikologi Fakultas Pertanian
Universitas Jenderal Soedirman.

B. Bahan dan Alat

Praktikum kali ini menggunakan alat dan bahan yang menunjang kegiatan
praktikum agar dapat berjalan dengan lancar. Bahan yang digunakan pada
praktikum kali ini adalah meliputi pertanaman pangan, perkebunan dan
hortikultur. Alat yang digunakan adalah jaring seranga, kantong plastik, gunting,
kertas plano.

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:


1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil sesuai dengan pembagian dalam
setiap rombongan
2. Bahan dan alat dipersiapkan
3. Penugasan mahasiswa ke lapangan untuk mengamati komponen
agroekosistem, yang meliputi agroekosistem tanaman pangan, perkebunan dan
hortikultura
4. Keadaan umum agroekosistem yang diamati kemudian digambarkan.
5. Hasil pengamatan dituliskan pada kertas plano.
6. Serangga/ hewan yang bertindak sebagai hama dan musuh alami juga tanaman
/bagian tanaman yang bergejala sakit dikoleksikan
7. Hasil pengamatan dipresentasikan.

6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 1. Transek tanaman terong.

B. Pembahasan

Agroekosistem yaitu bentuk ekosistem binaan manusia yang ditujukan


untuk memperoleh produksi pertanian dengan kualitas dan kuantitas tertentu,
sedangkan ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup (Aminatun, 2009).
Agroekosistem merupakan sebuah sistem lingkungan yang telah dibina yang
dikelola secara langsung oleh manusia untuk kepentingan produksi pangan, serat
dan berbagai produk pertanian. Agroekosistem merupakan bagian dari
etnoekologi. Definisi etnoekologi yaitu ilmu yang membahas mengenai hubungan
yang erat antar manusia, ruang hidup, dan semua aktivitas di bumi (Hilmanto,
2009).
Agroekosistem merupakan sistem ekologi yang telah dimodifikasi oleh
manusia untuk menghasilkan bahan makanan dan produksi pertanian lain.
Sebagaimana sistem-sistem ekologi, agroekosistem merupakan sistem terstruktur
secara dinamik dan kompleks. Empat keutamaan elemen agroekosistem yang

7
perlu mendapat perhatian adalah produktivitas, stabilitas, keberlanjutan, dan
pemerataan. Keempat kekhasan agroekosistem tersebut dapat digunakan sebagai
ukuran kondisi dari agroekosistem untuk menentukan konsep pengelolaan karena
banyak faktor yang akan mempengaruhi suatu agroekosistem berdasarkan aspek
kompleksitas, dinamis dan interaksi baik interaksi antara manusia dan lingkungan
atau komponen-komponen yang saling berhubungan (Dewi, 2014).
Agroekosistem adalah suatu sistem pertanian yang bersifat hubungan
timbal balik antara sekelompok manusia (masyarakat) dan lingkungan fisik dari
lingkungan hidupnya guna memungkinkan kelangsungan hidup kelompok
manusia (masyarakat) itu. agroekosistem dinyatakan sebagai sebuah unit
spasial yang fungsional untuk kegiatan pertanian, tidak hanya mencakup
komponen biotik dan abiotik tetapi juga interaksi di dalamnya. Agroekosistem
merupakan bagian dari toposekuen atau katena lahan yang merupakan gabungan
dari berbagai relief makro secara berurutan dari pantai sampai ke puncak
gunung, atau dikenali sebagai perbedaan tinggi rendahnya permukaan bumi yaug
diukur secara vertikal disebut topografi (Damayanti, 2013).
Analisis agroekosistem merupakan salah satu kegiatan terpenting dalam
Pengelolaan Hama Terpadu (PHT). Kegiatan analisis agroekosistem dapat
dianggap sebagai teknik pengamatan terhadap hal yang mendasari petani dalam
membuat keputusan tentang pengolahan lahan atau kebunnya. Keputusan
pengolahan tersebut misalnya kegiatan sanitasi, pemangkasan, pemupukan, teknik
pengendalian. Kegiatan analisis agroekosistem mengharuskan melakukan
pengamatan sejumlah faktor sebelum membuat keputusan perlindungan tanaman.
faktor tersebut antara lain, hama, penyakit, musuh alami, serangga netral, cuaca,
air, kondisi kebun atau lahan, dan gulma (Engge, et al 2018).
Analisis agroekosistem merupakan interaksi manusia dengan ekosistem
binaan/pertanian (agroecosystem). Pendekatan sistem, sistem hirarki, dan system
pemilikan: produktivitas, stabilitas, ekuitabilitas, dan stabilitas. Analisis
agroekosistem biasanya menggunakan analisis sistem (system analysis), sistem
hierarki (hierarchical system), sistem pemilikan (property systems), waktu
(kalender musiman dan kecenderungan jangka panjang), bagan aliran dan

8
hubungan (diagram arus, diagram kausal, diagram Venn, dan diagram lain),
nilainilai relatif (diagram batang dari sumbersumber pendapatan relatif, dll.), dan
bagan alur pengambilan keputusan. analisis agroekosistem dilakukan dengan
pengamatan langsung, melakukan pengukuran langsung, dan ikut terlibat dengan
informan (Iskandar, 2009)
Lingkungan hidup merupakan kesatuan utuh menyeluruh yang terdiri
atas komponen biotic, abiotik dan cultural (budaya) dalam agroekosistem yang
merupakan tatanan unsure lingkungan hidup dan saling mempengaruhi dalam
membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup.
Keberadaan berbagai komponen biotic dapat saling berpengaruh dan dipengaruhi,
selain itu komponen abiotik juga berpengaruh terhadap keragaman hayati dalam
suatu agroekosistem. Salah satu contohnya perkembangbiakan hama di sawah
dipengaruhi oleh factor-faktor iklim, baik langsung maupun tidak langsung.
Factor iklim berpengaruh terhadap vigor dan fisiologis tanaman padi, yang
akhirnya mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap serangga hama (Henuhili
dan Aminatun, 2013).
Komponen abiotik dan biotik di dalam agroekosistem saling berinteraksi
untuk mencapai keseimbangan ekosistem pertanian. Kebutuhan pangan atau
sumber nutrisi bagi faktor biotik tersedia dengan adanya faktor abiotik tanah, air,
unsur hara, dan iklim yang mendukung nutrisi dalam tanah maupun udara menjadi
tersedia. Adanya daur unsur atau daur biogeokimiawi di alam menunjukkan
keterkaitan antara faktor biotik dan abiotik. Komponen agroekosistem dan
interaksinya terdiri dari Tanah, biota tanah , vegetasi, manusia, teknologi, nutrisi /
pemupukan , pestisida, Hewan ternak, Sungai / air. Dalam komponen
agroekosistem di atas saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Tanah
komponen sumberdaya alam yang mencakup semua bagian atas permukaan bumi,
termasuk yang di atas dan di dalamnya yang terbentuk dari bahan induk yang
dipengaruhi kinerja iklim dan biota tanah. Tanah yang diberikan pestisida kimia
yang berlebihan dapat membuat tanah kekurangan nutrisi, musuh alami menjadi
berkurang, dan ledakan hama (Mudjiono, 2013).

9
Agroekosistem meliputi seluruh komponen ekosistem yang berada di
lingkungan pertanian. Prinsipnya, komponen ekosistem pertanian adalah sama
dengan komponen didalam ekosistem alam, namun didalam ekosistem pertanian
ada unsur manusia yang merupakan pengendali dan manipulator sistem serta
bangunan yang dibuat oleh manusia. Komponen-komponen agroekosistem yakni
meliputi sebagai berikut (Taufiq dan Indah, 2011) :
1. Komponen abiotik.
a. Air.
Air merupakan salah satu komponen abiotik yang sangat
menentukan kelangsungan hidup organisme.Terdapat daerah yang kaya
akan air, tetapi ada pula yang kering. Perbedaan keadaan tersebut
menyebabkan cara adaptasi khususnya tanaman berbeda-beda. Perbedaan
agroekosistem keadaan suatu lahan yang tersedia cukup air dengan lahan
kering memiliki penanganan yang berbeda dan tentunya berbeda dalam
segi varietas tanaman yang dibudidayakan.
b. Tanah.
Tanah merupakan tempat hidup sebagian besar bentuk kehidupan
dibumi ini. Perkembangan suatu ekosistem, khususnya ekosistem
pertanian sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanahnya. Tanah yang subur
adalah tanah yang mampu menyediakan kebutuhan organisme, yaitu
banyak kandungan unsur hara makro dan mikro-nya, cukup remah, dan
mengandung biomassa yang berguna bagi tanaman dan tanah itu sendiri
khususnya. Sehingga tanah yang subur sangat membantu dala
pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman.
c. Udara
Udara atau gas merupakan komponen utama dari atmosfer bumi.
Gas-gas di atmosfer ini disamping sebagai selimut bumi, juga sebagai
sumber berbagai unsur zat tertentu, seperti oksigen, karbondioksida,
nitrogen dan hidrogen. Di atmosfer, udara juga merupakan komponen
utama tanah. Tanah yang cukup pori/rongganya akan baik pertukaran
udara atau aerasinya. Tanah yang baik aerasinya akan baik proses

10
mineralisasinya. Dengan demikian komponen udara di atmosfer maupun
di tanah sangat berpengaruh terhadap kesuburan tanah. Hal ini akan
berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
d. Cahaya
Cahaya matahari merupakan komponen abiotik yang berfungsi
sebagai sumber energi primer bagi ekosistem. Energi yang bersumber
dari matahari sangatlah diperlukan tanaman untuk melaksanakan proses
fotosintesis. Melalui adanya cahaya matahari maka aliran energi di bumi
ini berjalan, dimulai dengan diserapnya energi matahari oleh tnaman dan
digunakan untuk fotosintesis. Tanaman dapat tumbuh dan berkembang,
kemudian tumbuhan dimakan oleh konsumen I, dan seterusnya
sebagaimana yang kita lihat pada rantai makanan. Penyebaran cahaya
matahari ke permukaan bumi tidaklah merata. Oleh sebab itu, organisme
mempunyai cara menyesuaikan diri dengan lingkungan yang intensitas
dan kualitas cahayanya berbeda.
e. Suhu
Makhluk hidup memerlukan suhu lingkungan tertentu, hal itu
karena pada setiap tubuh makhluk hidup akan berlangsung proses kimia
yang berkitan erat dengan suhu. Tak terkecuali pada tanaman, yang juga
memerlukan suhu optimum untuk metabolisnya. Tinggi rendahnya suhu
suatu lingkungan mempengaruhi varietas apa yang cocok untuk di tanam
di sana. Suhu tanah yang rendah akan berakibat absorpsi air dan unsur
hara teganggu, karena transpirasi meningkat. Apabila kekurangan air ini
terus-menerus tanaman akan rusak. Suhu rendah pada kebanyakan
tanaman mengakibatkan rusaknya batang, daun muda, tunas, bunga dan
buah.Besarnya kerusakan organ atau jaringan tanaman akibat suhu
rendah tergantung pada keadaan air, keadaan unsur hara, morfologis dan
kondisi fisiologis tanaman. Pada suhu maksimum, jaringan tanaman akan
mati. Suhu yang baik untuk tanaman dalah suhu maksimum.
f. Kelembapan

11
Kelembapan adalah kadar air pada udara. Kelembapan udara
mempunyai pengaruh yang besar terhadap keersediaan air dalam tubuh.
Tersedianya air dalam tubuh berperan besar dalam menunjang proses
metabolisme. setiap organisme mempunyai kemampuan untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang kelembapannya berbeda-beda.
Dengan begitu, tingkat kelembapan pada suatu wilayah akan
mempengaruhi jenis varietas, OPT, kondisi tanah, dan penanganannya
tentunya.
g. Derajat keasaman/pH
Derajat keasaman atau pH pada media memberi pengaruh yang
besar terhadap distribusi organisme. Pada lingkungan yang berbeda pH-
nya akan berbeda pula organisme yang hidup disana. Hal tersebut karena
ada beberapa jenis organisme yang hidup di medium yang netral, da nada
juga yang suka hidup di media masam dan ada pula yang menyukai
medium yang bersifat basa. pH tanah dalam suatu agroekosistem
sangatlah mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangat dari tanaman.
h. Iklim
Iklim merupakan komponen abiotik yang terbentuk sebagai hasil
interaksi berbagai komponen abiotik lainnya, seperti kelembapan udara,
suhu, curah hujan, dan lain-lain. Iklim suatu daerah sangat menentukan
jenis tanaman dan hasil produksi pertaniannya. Pada hakikatnya, iklim
sangat berpengaruh pada kesuburan tanah dan tumbuhan. Iklim dapat
mempengaruhi sifat fisik, biologi serta kimia tanah, dan iklim sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu jenis tanman.
i. Topografi
Topografi adalah altitude dan latitude suatu tempat. Topografi
mempunyai pengaruh besar terhadap penyebaran makhluk hidup, yang
tampak jelas adalah penyebaran tumbuhannya. Demikian pada suatu
agroekosistem, topografi juga sangat menentukan jenis varietas,
pengelolaan lahan dan lain-lainnya. Misalnya pada daerag lereng gunung,

12
pengelolaan lahan biasanya dibuat perundakan pada penanaman padi,
atau pada daerah puncak yang biasanya digunakan untuk perkebunan teh.
2. Komponen Biotik
a. Manusia
Agroekosistem diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Manusia sangat berperan penting di dalamnya, mulai dari persiapan awal
sampai dengan pasca panen, dan bahkan sebagai konsumen hasil
produksi. Manusia juga menerapkan teknologi-teknologi yang
dibutuhkan dalam bidang pertanian. Mulai dari tahap pembenihan ada
yang disebut dengan teknologi benih, sampai dengan pemanenan dan
pasca panen. Teknologi berperan dalam menghasilkan varietas unggul
demi mendapatkan haasil produksi yang maksimal dan mampu bersaing
di pasaran, serta menciptakan pertanian yang berkelanjutan.
b. Biota tanah
Berdasarkan fungsinya dalam budidaya pertanian secara umum
terdapat dua golongan jasad hayati tanah, yaitu yang menguntungkan dan
yang merugikan. Berdasarkan spesifikasi fungsinya, jasad hayati tanah
digolongkan menjadi Jasad fungsional, contohnya bakteri nitromonas dan
nitrobacter yang berperan dalam nitrifikasi. Jasad nonfungsional,
contohnya media dekomposer bahan organik.
c. Hewan ternak
Kehadiran hewan ternak seperti kerbau juga dapat menjadi
komponen yang menguntungkan dalam pertanian, terutama dalam tipe
persawahan. Kerbau dapat digunakan sebagai alat bantu manusia dalam
membajak sawah secara tradisional.
d. Patogen
Patogen dapat diartikan sebagai mikroorganisme yang
menyebabkan timbulnya penyakit pada tanaman. Patogen dapat berupa
jamur, bakteri maupun virus. Serangan patogen pada suatu agroekosistem
sangatlah ditentukan oleh kondisi iklim maupun jenis tanaman.

13
e. Gulma
Gulma adalah tumbuhan yang tidak dikehendaki, atau tumbuhan
yang umbuh tidak sesuai dengan tempatnya. Kehadiran gulma pada suatu
lahan pertanian menyebabkan berbagai kerugian yakni menurunkan ngka
hasil, menurunkan mutu hasil, menjadi inang alternatif hama atau
patogen, mempersulit pengolahan dan mempertinggi biaya produksi,
dapat menumbuhkan zat beracun dari golongan fenol bagi umbuhan
lainnya, dan mengurangi debit dan kualitas air.
f. Hama
Ada beberapa hama yang dikenal dalam pertanian yakni Nematoda
parasitik tanaman, serangga hama tanaman, tungau, siput, hewan
vertebrata, satwa liar dan burung.
Berdasarkan hasil pengamatan agroekosistem tanaman terong yang
dilakukan pada hari Sabtu tanggal 19 Oktober 2019 di Desa Kemutug Lor
Kecamatan Baturraden diketahui beberapa komponen biotik dan abiotik.
Pengamatan dilaksanakan pada pukul 10.30 WIB. Lahan yang akan dianalisis
adalah pertanaman terong. Keadaan agroekosistemnya yaitu sehamparan kebun
seluas 155,25 m2 dengan sistem tanam monokultur. Selain tanaman terong, di
kebun tersebut juga terdapat tanaman jagung dan pakcoy. Patogen penyebab
penyakit yang menyerang tanaman terong di lahan tersebut yaitu virus kuning dan
hama utama yan menyerang tanaman terong yaitu akibat serangan ulat grayak.
Musuh alami yang terdapat pada kebun tersebut yaitu laba-laba dengan intensitas
ringan. Gulma yang berada di sekitar kebun terong yaitu rumput teki dengan
intensitas ringan.
Keadaan lingkungan (abiotik) disana yaitu tanahnya cukup subur, cuacanya
cerah, keadaan lahan lembab, sistem pengairan setengah teknis yaitu
menggandalkan air sungai yang dialirkan hingga ke lahan-lahan tetapi belum ada
pintu penutup saluran irigasinya. Kondisi lahan yang kami amati di kebun
pertanaman terong bersih, dikarenakan petani rajin melakukan perawatan serta
sanitasi pada lahan tersebut. System pertanaman yang digunakan pada kebun
terong yaitu dengan pola tanam monokultur.

14
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum acara I agroekosistem dan analisis


agroekosistem dapat disimpulkan bahwa :
1. Agroekosistem dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan input
teknologinya yakni tradisional, konvensonal dan berkelanjutan. Berdasarkan
jenis tanaman yang ditanam dibedakan menjadi monokultur dan polikultur.
Berdasarkan penggunaan lahan dibedakan menjadi perkebunan, persawahan,
ladang, agroforesti dan kebun. Fungsi dari agroekosistem adalah untuk
membudidayakan suatu tanaman sehingga dapat memenuhi kebutuhan
manusia dengan tetap memperhatikan keseimbangan alam.
2. Komponen agroekosistem terdiri dari komponen biotik dan abiotik.
Komponen biotik agroekosistem yang diamati yaitu tanaman pokok, tanaman
lainnya, hama utama, gulma, patogen, musuh alami, dan serangga netral.
Sedangkan komponen abiotik yang diamati yaitu suhu, kelembaban, tanah,
air, cuaca, dan kelembapan.
3. Pengelolaan agroekosistem berdasarkan analisis agroekosistem yang telah
dilaksanakan pada pertanaman terong dapat dilakukan dengan cara pemilihan
bibit unggul, penanaman dengan mengatur jarak tanam, penanaman tanaman
naungan, serta pemeliharaan tanaman seperti sanitasi lingkungan pertanaman,
pemangkasan, pengairan, pemupukan, pengendalian organisme pengganggu
tanaman secara hayati. Budidaya tanaman memerlukan manajemen dalam
pengelolaannya agar input yang kita keluarkan sedikit namun output yang
kita terima lebih besar.
4. Praktikan dapat menguasai dan memanfaatkan lahannya sendiri jika
memahami aspek-aspek penting dalam budidaya, dan dapat melakukan
analisis agroekosistem sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat atas
permasalahan yang terjadi

15
B. Saran

Sebaiknya untuk survei tempat agroekosistem suatu komoditas dapat lebih


diarahkan oleh asisten praktikum agar tidak terjadi kesalahan dan persyaratan
lahan yang dapat digunakan sesuai. Pengamatan sebaiknya dilakukan beberapa
kali supaya data pengamatan lebih akurat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Afriyansyah, B & Gunawan. 2018. Pengelolaan agroekosistem dengan pendekatan


etnoekologi di Kecamatan Namang, Bangka Tengah. Jurnal Penelitian
Biologi, Botani, Zoologi dan Mikrobiologi, 3 (2) : 70 – 76.
Aminatun, T. 2009. Nilai-nilai kearifan lingkungan pada pengelolaan sawah
surjan di Kulon Progo. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan
dan Penerapan MIPA. Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta,
Yogyakarta.
Damayanti, A. 2013. Analisis zone agroekologi untuk strategi pengelolaan das
berkelanjutan, Jurnal geografi, Vol 1 (5) : 1 – 16.
Dewi, I.P. 2014. Karakteristik oseanografi untuk mendukung agroekosistem di
Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Ilmu Kelautan dan
Perikanan, 24 (3) : 10-18.
Engge, Y. L., Murdiyanto, E & Juarini. 2018. Analisis penerapan program sekolah
lapang pengendalian hama terpadu jambu mete oleh kelompok Tani
Kembang Melati di Desa Watukawula, Nusa Tenggara Timur. Jurnal
seminar nasional, 238 – 244.
Henuhili, V & Aminatun, T. 2013. Konservasi musuh alami sebagai pengendali
hayati hama dengan pengelolaan ekosistem sawah. Jurnal Penelitian
Saintek, 18 (2) : 29 – 40
Hilmanto, R. 2010. Etnoekologi. Universitas Lampung, Bandar Lampung
Irwan, Z.D. 2014. Prinsip-Prinsip Ekologi: Ekosistem, Lingkungan, dan
Pelestariannya. Bumi Aksara, Jakarta.
Iskandar, J. 2009. Metodologi memahami petani dan pertanian. Jurnal Analisis
Sosial, 11 (1) : 171 – 211.
Jackson, L.E.U. Pascual, T. & Hodgkin. 2011. Utilizing and Conservation
Agrobiodiversity in Agricultural Landscapes. Elsevier Science Direct
Agricultural Ecosystems & Environment, Vol 30 (1) : 1-15.
Jumil, H.B. 2002. Agroekologi Suatu Pendekatan Fisiologis. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Maarten, H., & V. Wytske. 2015. A Decade Of Discourse Analysis Of
Environmental Politics: Achievements, Challenges, Perspectives. Journal of
Environmental Policy and Planning, Vol 7(3) : 175-182.

17
Maret, T. R. 2010. Influence of environmental factors on biotic responses to
nutrient enrichment in agricultural streams. Journal of American Resources
Association, 46 (3): 39-56.
Marten, Gerald G. 2009. Productivity, Stability, Sustainability, Equitability and
Autonomy as Properties for Agroecosystem Assessment. Jurnal Sistem
Pertanian, Vol 26 (1) : 291-316.
Mudjiono, G. 2013. Pengelolaan Hama Terpadu : Konsep, Taktik, Strategi,
Penyusunan Program Pht Dan Implementasinya, UB Press. Malang
Suyana, Jaka. 2014. Studi keragaan agroekosistem untuk pengembangan potensi
pertanian di Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah.
Jurnallmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi, 5(2): 83-94.
Taufiq, A dan Indah P. 2011. Ekologi Pertanian. Suska Press, Pekanbaru.

18
LAMPIRAN

Lampiran 1 Foto hasil praktikum

Gambar 2. Survey lapang

Gambar 3. Tanaman terong terkena penyakit dan hama

19

Das könnte Ihnen auch gefallen