Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Andini Retno Yunitasari1*, Ratu Ayu Dewi Sartika2, Asih Setiarini3, Raden Bagus4
1-3
University Indonesia, Depok, West Java
Correspondence: andiniretno35@gmail.com, ratuayu.fkm.ui@gmail.com
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara berkembang memiliki salah satu masalah malnutrisi yaitu
underweight (berat-kurang). Underweight merupakan kejadian rendahnya berat badan
berdasarkan umur pada balita sehingga menyebabkan gizi kurang dan gizi buruk. Dampak
kekurangan gizi pada masa balita terkait dengan penurunan fungsi kognitif, imunitas tubuh,
dan peningkatan morbiditas dan mortalitas (Nigatu, 2018). Prevalensi kejadian underweigtht
di Asia Tenggara ditemukan sebesar 26.4% pada tahun 2007-2014 (WHO, 2015), sementara
kejadian di dunia hingga tahun 2017 sebesar 13.5% (World Bank 2018). Prevalensi
underweight pada tahun 2013 sebesar 19,6 persen, 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang.
Gizi kurang di pedesaan (15,3%) lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan (12,5%) dan
gizi buruk di pedesaan (7,3%) lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (4,3%) (Riskesdas,
2013). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan budaya masyarakat dalam hal kebutuhan
makanan dan status sosial ekonomi masyarakat pedesaan dan perkotaan (Smith, 2005).
Balita usia 2-5 tahun merupakan kelompok yang rawan mengalami kondisi
underweight dibandingkan anak-anak berusia dibawah 2 tahun (Adhikari, 2017). Berdasarkan
UNICEF (2013), hal yang menyebabkan underweight multifaktor seperti kurangnya asupan
makanan dan penyakit infeksi, ketersediaan pangan rumah tangga, praktik pemberian makan,
faktor lingungan, serta faktor sosiodemografi (pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan
orangtua). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kejadian masalah gizi
underweight pada balita usia 24-59 bulan di pedesaan dan perkotaan berdasarkan data Studi
Diet Total 2014.
METODE
Desain penelitian ini adalah studi potong lintang (cross sectional). Penelitian ini
menggunakan data sekunder Studi Diet Total SKMI 2014 yang dilaksanakan di seluruh
provinsi (33 provinsi), kabupaten/kota (497 kabupaten/kota) di Indonesia pada tahun 2014.
Populasi dan sampel dalam SDT 2014 adalah semua rumah tangga yang mewakili seluruh
provinsi Indonesia dan semua rumah tangga yang sudah didatangi dan terdaftar pada data
Riskesdas 2013. Sampel RT diperoleh dari Blok Sensus (BS) yang dipilih secara acak dari
3.000 BS sampel Riskesdas 2013 keterwakilan 33 Provinsi.
Sampel dalam penelitian ini adalah anak usia (24-59 bulan) yang tercatat dalam
laporan SDT-SKMI tahun 2014 yang akan diambil dengan cara pengambilan total sampling.
Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 5165 anak balita, lalu dibedakan
berdasarkan wilayah tempat tinggal yaitu 2478 balita di wilayah perkotaan dan 2687 balita di
pedesaan. Usia dibedakan menjadi 24-36 bulan, 37-48 bulan, and 49-59 bulan. Status gizi
kemudian dikelompokkan menjadi ‘tidak underweight” (Z-score ≥-2SD) dan ‘underweight’
(Z-score < -2SD). Kebutuhan energi balita usia 2-5 tahun berdasarkan Angka Kecukupan
Energi yaitu sebesar 1125 kkal untuk usia 24-36 bulan, dan 1600 kkal untuk usia 37-59
bulan. Angka Kecukupan Energi (AKE) yang dianjurkan untuk setiap kelompok umur dan
jenis kelamin balita berdasarkan Permenkes No 75 Tahun 2013. Karakteristik keluarga balita
yaitu pendidikan dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu rendah (jika pendidikan orangtua
balita tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD/ tamat SMP), sedang (jika subjek tamat SMA),
dan tinggi (jika subjek tamat D1/D2/D3/PT). Pekerjaan ayah dan ibu diklasifikasikan sebagai
bekerja dan tidak bekerja. Jumlah anggota rumah tangga dikategorikan menjadi ≥5 orang dan
2-4 orang, sedangkan jumlah total balita dikategorikan menjadi banyak (> 1 balita) dan
sedikit (1 anak). Analisis statistik meliputi analisis univariat (distribusi frekuensi) dan analisis
bivariat (uji chi-square).
Hasil
Tabel 1 menunjukkan rentang subjek usia 36-47 bulan lebih dominan baik di
pedesaan maupun di perkotaan dan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar
tingkat pendidikan ayah dan ibu pada balita usia 24-59 bulan di Indonesia tergolong rendah
dan dominan di daerah pedesaan (ayah dan ibu sebesar 61,7% dan 60,5%).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian underweight pada balita usia 24-59
bulan di wilayah perkotaan dan pedesaan
Tabel 3 menunjukkan faktor-faktor terkait dengan underweight untuk balita pada usia
24-59 bulan di daerah perkotaan dan pedesaan. Hasil analisis chi-square menunjukkan
hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu (perkotaan dan pedesaan p=0,005),
tingkat pendidikan ayah (perkotaan p=0,02 dan pedesaan p=0,005), jumlah anggota rumah
tangga ≥5 orang (perkotaan p=0,03 dan pedesaan p=0,012), dan Tingkat Kecukupan Energi
(perkotaan p=0,012 dan pedesaan p=0,005) dengan status gizi kurang untuk balita pada usia
24-59 bulan di daerah perkotaan dan pedesaan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kekurangan berat badan masih di daerah pedesaan adalah usia balita (p=0,012) dan jumlah
total balita> 1 anak (p=0,047).
Tabel 4 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian underweight pada balita usia 24-59 bulan di wilayah perkotaan dan pedesaan
Perkotaan Pedesaan
Underweight Tidak Total p-value Underweight Tidak Total p-value
Variabel
n (%) underweight n (%) (OR) n (%) underweight n (%) (OR)
n (%) n (%)
Jenis Kelamin
Perempuan 208 (17,4) 988 (82,6) 1196 (100) 0.54 291 (22,2) 1022 (77,8) 1313 (100) 0,703
Laki-Laki 235 (18,3) 1047 (81,7) 1282 (100) 0,93 (0.76-1.15) 314 (22,9) 1060 (77,1) 1374 (100) 0,961 (0,80-1,15)
Usia
Usia
24-35 bulan 140 (172) 673 (82,8) 813 (100) 0,42 174 (19,9) 702 (80,1) 876 (100) 0,012*
36-47 bulan 171 (19,2) 719 (80,8) 890 (100) 256 (25,5) 749 (74,5) 1005 (100)
48-59 bulan 132 (17,0) 643 (83,0) 775 (100) 175 (21,7) 631 (78,3) 806 (100)
Tingkat Pendidikan Ayah
Rendah 249 (20,0) 999 (80,0) 1248 (100) 0,02* 485 (24,1) 1526 (75,9) 2011 (100) 0,005*
Sedang 159 (17,2) 765 (82,8) 924 (100) 107 (19,6) 440 (80,4) 547 (100)
Tinggi 35 (11,4) 271 (88,6) 306 (100) 13 (10,1) 116 (89,9) 129 (100)
Tingkat Pendidikan Ibu
Rendah 280 (20,6) 1076 (79,4) 1356 (100) 0,001* 497 (24,0) 1578 (76,0) 2075 (100) 0,005*
Sedang 135 (16,3) 695 (83,7) 830 (100) 93 (19,6) 381 (80,4) 474 (100)
Tinggi 28 (9,6) 264 (90,4) 292 (100) 15 (10,9) 123 (89,1) 138 (100)
Pekerjaan Ayah
Tidak Bekerja 22 (16,8) 109 (94,0) 131 (100) 0,82 31 (24,2) 97 (75,8) 128 (100) 0,716
Bekerja 421 (17,9) 1926 (95,4) 2347 (100) 0.92 (0,57-1,47) 574 (22,4) 1985 (77,6) 2559 (100) 1,10 (0,73-1,67)
Pekerjaan Ibu
Tidak Bekerja 150 (18,4) 667 (81,6) 817 (100) 0,70 242 (22,0) 856 (78,0) 1098 (100) 0,657
Bekerja 293 (17,6) 1368 (82,4) 1661 (100) 1,05 (0,84-1,30) 363 (22,8) 1226 (77,2) 1589 (100) 0,955 (0,79-1,14)
Jumlah Anggota RT
>=5 orang 268 (19,4) 1115 (80,6) 1383 (100) 0,03* 382 (24,2) 1194 (75,8) 1576 (100) 0,012*
2-4 orang 175 (16,0) 920 (84,0) 1095 (100) 1,26 (1,02-1,55) 223 (20,1) 888 (79,9) 1111 (100) 1,27 (1,05-1,53)
Jumlah Balita dalam 1 rumah
Banyak (>1anak) 88 (19,4) 365 (80,6) 453 (100) 0,37 149 (25,6) 432 (74,4) 581 (100) 0,047*
Sedikit (1 anak) 355 (17,5) 1670 (82,5) 2025 (100) 1,13 (0,87-1,47) 456 (21,7) 1650 (78,3) 2106 (100) 1,24 (1,00-1,54)
Tingkat Kecukupan Eenergi
Lebih 52 (16,7) 259 (83,3) 311 (100) 0,012* 39 (15,3) 216 (84,7) 255 (100) 0,005*
Sangat Kurang 89 (22,8) 301 (77,2) 390 (100) 162 (26,5) 450 (73,5) 612 (100)
Kurang 210 (18,2) 942 (81,8) 1152 (100) 297 (23,3) 975 (76,7) 1272 (100)
Normal 92 (14,7) 533 (85,3) 625 (100) 107 (19,5) 441 (80,5) 548 (100)
Diskusi
Studi ini memperkirakan 31,6% anak-anak usia 24-59 bulan mengalami underweight
dengan proporsi lebih banyak di daerah pedesaan (57,7%) dibandingkan perkotaan (42,3%).
Berdasarkan FAO (2010), hal ini disebabkan karena kondisi sosial ekonomi yang lebih
menguntungkan di daerah perkotaan (Nigatu, 2018). Pada studi ini, usia signifikan terkait
dengan underweight pada balita usia 24-59 bulan di pedesaan. Hal ini disebabkan karena
masih berada pada masa pertumbuhan cepat dan aktivitasnya tinggi. Anak senang bermain
keluar rumah sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi dan kecacingan. Mereka telah
mengonsumsi makanan keluarga, kontaminasi lebih mungkin terjadi pada makanan. Apalagi
hal ini didukung dengan rendahnya sanitasi lingkungan sekitar wilayah pedesaan
(Chowdhury, 2018).
Faktor tingkat rumah tangga termasuk pendidikan ayah dan ibu merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya malnutrisi pada anak-anak (Rachmi, 2016, Vollmer, 2017 dan
Chowdhury, 2018). Pada studi ini, tingkat pendidikan ayah dan ibu bermakna signifikan
terhadap kejadian underweight pada balita di wilayah perkotaan dan pedesaan. Pendidikan
ayah berkaitan dengan pendapatan rumah tangga (Rahman, 2008 dan Chowdhury, 2018).
Ayah berperan dalam pencari nafkah utama dan pengambil keputusan dalam keluarga dalam
menentukan hal yang baik terkait gizi dan kesehatan (Rahman 2008 dan Chowdhury, 2018).
Pendidikan ibu berkaitan dengan pengasuhan anak dan praktik pemberian makan (Smith,
2004 dan Chowdhury, 2018). Ibu dengan pendidikan rendah akan lebih sulit menerima
informasi baru, dapat lebih mempercayai informasi tabu, serta lebih sulit mengubah
kebiasaan makan (Adhikari 2017 dan Chowdhury 2018).
Faktor besarnya jumlah anggota keluarga serta daerah tinggal berdampak terhadap
underweight. Jumlah anggota rumah tangga ≥5 orang di pedesaan memiliki risiko mengalami
underweight sebesar 1,27 kali (95% CI 1,05-1,53) lebih besar dibandingkan jumlah anggota
rumah tangga 2-4 orang. Jumlah anggota rumah tangga ≥5 orang di perkotaan memiliki risiko
1,26 kali lebih besar (95% CI 1,02-1,55) dibandingkan jumlah anggota rumah tangga 2-4
orang. Sedangkan, jumlah anggota rumah tangga ≥5 orang dibandingkan jumlah anggota
rumah tangga 2-4 orang. Hasil studi ini didukung oleh hasil penelitian Fentaw (2013) dan
Abdurahman (2016), anak-anak yang tinggal di rumah tangga yang memiliki ukuran keluarga
besar lebih rentan terhadap underweight. Besarnya anggota keluarga memiliki pengaruh pada
kurang optimalnya ketersediaan dan distribusi konsumsi pangan (Fentaw 2013 dan
Abdurahman, 2016).
Hasil studi ini menunjukkan hubungan bermakna antara jumlah balita dalam rumah
tangga dengan underweight di wilayah pedesaan, namun tidak berhubungan bermakna di
wilayah perkotaan. Keluarga yang memiliki jumlah balita lebih dari 1 anak di wilayah
pedesaan memiliki risiko balita menjadi underweight sebesar 1,24 kali lebih besar (95% CI
1,00-1,54) dibandingkan keluarga yang hanya memiliki 1 balita. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Hien (2009) yang menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga dengan
jumlah balita 2-3 memiliki proporsi underweight yang lebih besar dibandingkan dengan anak
yang berasal dari keluarga yang memiliki satu balita saja, ini akan memengaruhi konsumsi
makan balita dan pengasuhan ibu terutama pembagian kasih sayang. Apalagi kondisi ini tentu
akan memburuk jika status ekonomi keluarga tergolong rendah, khususnya pada keluarga di
wilayah pedesaan yang memiliki keterbatasan biaya (Hoa dan Hein, 2009).
Studi ini menunjukkan terdapat hubungan signifikan tingkat konsumsi energi dengan
kejadian underweight pada balita usia 24-59 bulan di perkotaan dan pedesaan. Asupan kalori
mempengaruhi cadangan kalori dan berat badan. Saat pengeluaran energi (melalui olahraga,
aktivitas fisik atau metabolisme) lebih besar dibandingkan asupan energi (melalui makanan,
suplemen dan minuman), dan dapat mengakibatkan penurunan berat badan, kekurangan gizi,
kekurangan berat badan dan masalah lainnya (Uzogara, 2016).
Studi ini memiliki beberapa keterbatasan yang harus dipertimbangkan. Pertama,
desain cross-sectional, sehingga studi tidak dapat menarik kesimpulan sebab-akibat tentang
faktor risiko yang menyebabkan underweight. Kedua, kami belum dapat memasukkan
variabel sosial ekonomi lain yang mungkin berkaitan dengan kejadian underweight pada
balita usia 24-59 bulan seperti karakteristik budaya atau ketersediaan pangan rumah tangga.
Upaya untuk meningkatkan gizi masyarakat adalah tanggung jawab multisektor dengan
meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat berdasarkan kemampuan lokal dan
kearifan lokal. Pemberdayaan keluarga juga harus ditingkatkan karena faktor-faktor dasar
kekurangan berat badan untuk balita pada usia 24-59 bulan mengarah pada pendidikan orang
tua dan pengetahuan tentang gizi, terutama di daerah pedesaan. Salah satu terobosan dalam
meningkatkan pengetahuan gizi pada orang-orang berpendidikan rendah adalah melalui calon
pengantin. Calon pengantin adalah salah satu target dari intervensi sensitif pada gerakan 1000
HPK. Namun, intervensi nutrisi khusus untuk Calon Pengantin masih hanya berfokus pada
peningkatan pengetahuan remaja wanita, tetapi tidak pada remaja pria. Materi dalam kursus
Calon Pengantin masih terkait dengan imunisasi Tetanis Toxoid (TT), tetapi belum ada
materi tentang nutrisi dan materi kesehatan seperti parenting atau nutrisi. Remaja yang akan
menjadi Calon Pengantin juga perlu diberi informasi tentang gizi.
Kesimpulan
Prevalensi kekurangan berat badan juga mencerminkan biaya sosial ekonomi yang
tinggi untuk kualitas hidup yang rendah, berkontribusi pada hilangnya produktivitas.
Kolaborasi multisektor oleh profesional kesehatan masyarakat dan kesehatan, ahli gizi, dan
pembuat kebijakan penting untuk mengobati dan mencegah kekurangan berat badan di
Indonesia.
ACKNOWLEDGEMENT
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak Raden Bagus atas data yang
diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2013. Jakarta (ID): CV Kiat Nusa; 2014.
FAO. Assessment of Nutritional Status in Urban Areas. 2010 [cited 22 June 2019].
Available, from:
http://www.fao.org/ag/agn/nutrition/urban_assessment_en.stm
Hoa NN, Hien NN. Nutritional Status and Determinants of Malnutritionin Children under
Three Years of Age in Nghean, Vietnam. 2009.
Nigatu G, Woreta SA, Akalu TY, Yenit MK. Prevalence and associated factors of
underweight among children 6–59 months of age in Takusa district, Northwest
Ethiopia. International journal for equity in health. 2018 Dec;17(1):106.
Rachmi CN, Agho KE, Li M, Baur LA. Stunting, underweight and overweight in children
aged 2.0–4.9 years in Indonesia: prevalence trends and associated risk factors. PloS
one. 2016 May 11;11(5):e0154756.
Smith LC, Ruel MT, Ndiaye A. Why is child malnutrition lower in urban than in rural areas?
Evidence from 36 developing countries. World Development. 2005 Aug 1;33(8):1285-
305.
WHO [World Health Organization]. World health statistic 2015. Geneva: WHO Library
Catalouging-in-Publication Data. 2015
World Bank. Prevalence of underweight, weight for age (% of children under 5). 2018 [cited
22 June 2019]. Available, from:
https://data.worldbank.org/indicator/sh.sta.maln.zs?end=2017&start=2017&view=bar