Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ABSTRACT
Based on Global Forest Watch data, Indonesia ranks 5th as the country with the highest level
of deforestation. From 2001 to 2017, Indonesia had extended 24.2 million hectares of tree covered
area. According to the Indonesian Ministry of Environment and Forestry, Indonesia loses 170,626.1
hectares per year of natural and non-natural forest or plantations within 2013-2014. There is a
solution to overcome deforestation problem, which will be discussed in this research, the seed bomb.
This research aims to study how various humic acid composition in the seedbomb affected the rate of
chilli growth. Seedbomb is made by mixing soil containing various kinds of nutrients and made in the
form of a ball filled with chilli seeds. Chili seeds are used as samples because they are native tropical
plants that grow in many parts of Indonesia. Seedbomb has a fairly hard outer layer, because there is
a mixture of clay, so it is able to be spread en masse from aircraft or land transportation. In this study
using the humic acid variable as a nutritional variable in seed bombs, this is because Humic Acid can
stimulate plant growth through influences on metabolism and a number of physiological processes,
namely respiration, increasing cell permeability through growth hormone activities.
INTISARI
Berdasarkan data Global Forest Watch, Indonesia berada di posisi ke-5 sebagai negara dengan
tingkat deforestasi tertinggi. Dari tahun 2001 hingga 2017, Indonesia kehilangan 24,2 juta hektar luas
tutupan pohon. Berdasarkan kementerian lingkungan hidup dan kehutanan Indonesia, Indonesia
kehilangan 170.626,1 hektar per tahun hutan alam dan hutan buatan atau perkebunan pada periode
2013-2014. Namun, terdapat solusi untuk mengatasi terjadinya deforestasi itu sendiri yang salah
satunya yang akan dibahas dalam penelitian ini, seed bomb. Penelitian ini bertujuan untuk membuat
seedbomb sebagai inovasi dalam proses reboisasi dengan membandingkan variabel-variabel yang
berbeda komposisi dan bahannya. Seedbomb dibuat dengan mencampurkan tanah yang mengandung
berbagai macam nutrisi dan dibuat berbentuk bola yang diisi dengan benih tanaman cabai. Biji cabai
digunakan sebagai sampel dikarenakan cabai merupakan tanaman tropis asli yang tumbuh di banyak
wilayah Indonesia. Seedbomb memiliki lapisan luar yang cukup keras, karena terdapat campuran tanah
liat, sehingga mampu untuk disebarkan secara massal dari pesawat atau angkutan darat. Dalam
penelitian ini menggunakan variable asam humat sebagai variabel nutrisi pada seed bomb, Hal ini
disebabkan karena Asam Humat dapat merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruh terhadap
metabolisme dan sejumlah proses fisiologi, yaitu proses respirasi, meningkatkan permeabilitas sel
melalui kegiatan hormon pertumbuhan
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di
bumi akibat terjadinya peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di bumi (Utina, 2008).
Selama kurang lebih seratus tahun terakhir, suhu rata-rata di permukaan bumi telah meningkat 0.74 ±
0.18 °C. Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi terjadi akibat meningkatnya emisi gas rumah
kaca, seperti; karbondioksida, metana, dinitro oksida, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, dan sulfur
heksafluorida di atmosfer. Emisi ini terutama dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil
(minyak bumi dan batu bara) serta akibat penggundulan dan pembakaran hutan. Hutan berperan
sebagai pengatur tata air dalam siklus air dan pencegah terjadinya erosi tanah (Widiyanto, 2010). Hal
ini karena adanya pohon dan tumbuh-tumbuhan dapat menghalangi air hujan jatuh langsung ke tanah.
Untuk itu diperlukan sebuah sistem pengelolaan hutan yang baik, sehingga fungsi hutan sebagai paru-
paru dunia dan sistem penyangga kehidupan dapat dijaga.
Hutan merupakan suatu areal tanah yang ditumbuhi berbagai jenis dan ukuran tanaman tinggi,
tanaman rendah sampai rumput-rumputan. Berbagai manfaat dapat diambil dari hutan, baik berupa
kayu maupun hasil hutan bukan kayu. Terjadinya bencana kekeringan, krisis air di beberapa daerah di
Indonesia serta berbagai bencana tanah longsor juga disebabkan telah beralihnya fungsí hutan, praktek
pembalakan liar (illegal logging) dan penggundulan hutan.
Deforestasi adalah proses penghilangan hutan alam dengan cara penebangan untuk diambil
kayunya atau mengubah peruntukan lahan hutan menjadi non-hutan (Siswoko, 2008). Bisa juga
disebabkan oleh kebakaran hutan baik yang disengaja atau terjadi secara alami. Deforestasi terjadi
karena desakan konverasi lahan untuk permukiman, infrastruktur, dan pemanenan hasil kayu untuk
industri. Selain itu juga terjadi konversi lahan untuk perkebunan, pertanian, peternakan dan
pertambangan (Risnandar, 2017)
Berdasarkan data Global Forest Watch, Indonesia berada di posisi ke-5 sebagai negara dengan
tingkat deforestasi tertinggi. Dari tahun 2001 hingga 2017, Indonesia kehilangan 24,2 juta hektar luas
tutupan pohon. Berdasarkan kementerian lingkungan hidup dan kehutanan Indonesia, Indonesia
kehilangan 170.626,1 hektar per tahun hutan alam dan hutan non alami atau perkebunan pada periode
2013-2014.
Namun disamping itu, juga terdapat solusi untuk mengatasi terjadinya deforestasi itu sendiri
dalam hal ini salah satunya yang akan dibahas dalam penelitian ini, seed bomb. Seed bomb adalah
campuran tanah dengan berbagai macam nutrisi yang dibuat berbentuk bola dan diisi dengan benih
tanaman. Seedbomb memiliki lapisan luar yang cukup keras, karena terdapat campuran tanah liat,
sehingga mampu untuk disebarkan secara massal dari pesawat atau angkutan darat. Seedbomb mulai
dipopulerkan di Kenya pada tahun 2016 (Kinyanjui, 2016), dimana mereka menggunakan system
seedbomb untuk menanggulangi deforestasi lingkungannya. Benih yang digunakan pada mulanya
berasal dari benih genus akasia, karena genus akasia diketahui memiliki kemampuan beradaptasi
dengan lingkungan, namun dengan adanya inovasi seedbomb dapat digantikan dengan berbagai jenis
benih sesuai dengan kebutuhan. Dalam penelitian ini menggunakan variable asam humat sebagai
variabel nutrisi pada seed bomb. Maka, dengan cara ini reboisasi akan lebih efisien dengan biaya yang
lebih rendah.
Dalam ilmu pertanian pengaruh terhadap pH tanah sangat memiliki peranan yang
sangat penting gunanya untuk Menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh
tanaman. Pada umumnya unsur hara akan mudah diserap tanaman pada pH 6-7, karena pada
pH tersebut sebagian besar unsur hara akan mudah larut dalam air (Rosmarkam dan Yuwono,
2002). Derajat pH dalam tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun
bagi tanaman. Kelembaban dan temperatur tanah yang baik membuat tanah menjadi memiliki
ruang pori yang cukup sehingga sirkulasi udara di dalam tanah dapat berjalan dengan baik.
Dengan tanah yang sehat tanah mampu memiliki nilai pH netral sehingga tanaman cabai
varietal kristal akan tumbuh dengan baik.
2. Metode Penelitian
2.1. Bahan Penelitian
a. Asam humat dengan kadar air 10 % dan kadar abu 3,2 % dibuat melalui proses ekstraksi di
Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis Departemen Teknik Kimia FT UGM
b. Pektin kadar air 9,6 % dan kadar abu 4,4 % yang diperoleh dari Toko Bahan Kimia
Reinaldo Surabaya
c. Tanah liat diperoleh dari Toko Kerajinan Keramik Pak Bedjo Kasongan Yogyakarta
d. Tanah murni untuk media tanam dengan pH 7,1 diperoleh dari PT.Natural Organik
Indonesia
e. Benih tumbuhan cabai dapat diperoleh dari Toko Trubus Yogyakarta
f. Air keran dapat diperoleh dari Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalis Departemen
Teknik Kimia FT UGM.
2.2.Alat Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain:
1. Penampan, sebagai tempat awal meletakkan seedbomb
2. Oven, untuk proses mengkur kadar air asam humat dan pektin
3. Tanur, untuk proses mengukur kadar abu asam humat dan pektin
4. NAD, menimbang takaran variabel asam humat dan pektin
5. Timbangan, menimbang takaran tanah humus dan tanah liat
6. pH soil meter EU016, mengukur pH seedbomb dengan variasi asam humat yang berbeda-
beda
aplikasinya, khususnya digunakan pada tanaman yang bernilai ekonomi tinggi, terutama
sayur-sayuran.
Pada percobaan ini digunakan variasi komposisi asam humat 0; 0,01; 0,31; 0,61; 0,91;
1,21; 1,51; 1,81; 2,11; 2,41 gram. Melalui penelitian ini dengan rentang waktu pengamatan 21
hari didapatkan hasil pada Tabel 2 dan Gambar 1.
0,2000
0,1800
Laju pertumbuhan (cm/hari)
0,1600
0,1400
0,1200
humat
0,1000 produksi
0,0800 sendiri (Lab)
0,0600 humat pasaran
0,0400
0,0200
0,0000
-0,1 0 0,1 0,2 0,3 0,4
Komposisi asam humat (%)
Gambar 1. Hubungan Laju Pertumbuhan Tanaman Cabai dengan Variasi Komposisi Asam
Humat Sampai Hari ke-21
Pada grafik dapat dilihat bahwa pada masa penanaman tanaman cabai hari ke-21,
dengan humat produksi laboratorium mengalami peningkatan pertumbuhan yang linier
dan berbanding lurus dengan jumlah asam humat yang ditambahkan. Sedangkan tanaman
cabai dengan humat produksi pasaran mengalami kenaikan pertumbuhan yang cenderung
stabil dan mengalami peningkatan pertumbuhan lebih kecil. Dapat dilihat pada tabel 2,
data ke 6 dan 7, pada komposisi humat yang sama, 1,21 gram dan 1,51 gram laju
pertumbuhan tanaman cabai dengan humat produksi laboratorium meningkat dari 0,2833
cm/hari ke 0,3000 cm/hari, sedangkan tanaman cabai dengan humat produksi pasaran
juga meningkat dari 0,2214 cm/hari ke 0,2310 cm/hari. Hal ini menunjukkan bahwa
tanaman dengan humat produksi laboratorium lebih memiliki pertumbuhan yang lebih
cepat dibandingkan menggunakan humat di pasaran. Perbedaan laju pertumbuhan antara
tanaman cabai yang menggunakan humat hasil laboratorium dengan humat pasaran
dikarenakan adanya perbedaan kadar abu. Kadar abu asam humat hasil laboratorium
sebesar 4,28% sampai 4,31% sedangkan kadar abu asam humat pasaran adalah sebesar
3,19% sampai 3,20%, asam humat hasil laboratorium memiliki kadar abu yang lebih
besar dibandingkan asam humat pasaran. Kadar abu memiliki kandungan mineral yang
dapat memacu pertumbuhan tanaman, mineral dapat melakukan 3 fungsi bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, yaitu fungsi elektrokimia, struktur dan katalis.
Peranan elektrokimia meliputi proses penyeimbangan konsentrasi ion, stabilisasi
makromolekul, stabilisasi koloida, dan netralisasi muatan. Peranan struktur dilakukan
oleh mineral dalam keterlibatannya pada struktur kimia molekul biologi atau fungsi
dalam membentuk polimer struktur. Dalam fungsinya sebagai katalis, mineral terlibat
pada bagian aktif (active life) suatu enzim. Mineral-mineral yang termasuk kedelam
kelompok unsur makro (makronutrien) memiliki ketiga peranan tersebut di atas,
sedangkan kelompok mikronutrien hanya mendukung fungsi katalis. Laju pertumuhan
tanaman juga diperngaruhi oleh penambahan 200 gram pektin dan pH yang optimum
untuk tanaman cabai, yaitu berkisar 6,4-7,0 dengan pH optimum 6,0-6,8 (Prajnanta,
2008).
4. Kesimpulan
Pada penelitian ini diperoleh laju pertumbuhan paling optimum adalah pada tabel 8
data ke 7, yaitu saat penambahan humat sebanyak 1,51 gram dengan pH 6,8. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa tanaman cabai mengalami pertumbuhan optimum pada pH 6,0-6,8
(Prajnanta, 2008). Selain itu, pertumbuhan tanaman cabai yang optimum dipengaruhi juga
dengan penambahan kadar humat yang optimum yaitu berkisar 1,21 gram sampai 1,51
gram atau setara dengan 0,17 % sampai 0,22% berat tanah.
Daftar Pustaka
Hartmann, H.T. dan B.E. Kester., 1975, Plant Propagation Principle Hall. International
Engleewood Cliff, New Jersey, Hal.291-298.
Heil, C.A., 2004, Influence of humic, fulvic and hydrophilic acids on the growth,
photosynthesis and respiration of the dinoflagellateProrocentrum minimum (Pavillard)
Schiller, Abstract, Copyright © 2004 Elsevier B.V. All rights reserved
Restida, M., 2013, Pengaruh Pemberian Asam Humat dan N terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.). (Skripsi), Universitas
Lampung. Bandar Lampung, Hal. 20-34.
Risnandar, C., 2017, Hutan Produksi, Jurnal Bumi
Rochiman, K. Dan Haryadi, SS., 1973, Pembiakan Vegetative, Bahan Bacaan Pengantar
Agronomi, Dep. Agr. Faperta IPB. Bogor, Hal 72.
Rosmarkam, A dan N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta
Siswoko, Bowo Dwi., 2008, “Pembangunan , Deforestasi dan Perubahan Iklim.” Jmht XIV (2): 88–
95. https://doi.org/10.1001/archgenpsychiatry.2010.189.
Utina, 2008, Pemanasan Global, Climate Change, Hal. 36.
Widiyanto, A., (2010), Hutan Sebagai Pengatur Tata Air Dan Pencegah Erosi Tanah: Pengelolaan Dan
Tantangannya, Albasia, 7(1), 54–65.
https://www.independent.co.uk/voices/campaigns/GiantsClub/Kenya/how-seed-bombing-
could-help-kenyas-dwindling-forests-a8470571.html (diakses pada 25 Oktober 2019)