Sie sind auf Seite 1von 28

ANALISIS DIMENSI FRAUD DIAMOND DALAM MENDETEKSI

FRAUDULENT FINANCIAL STATEMENT

Arifin Syofyan
Murtanto, SE, MSi, Ak, CA
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trisakti

ABSTRACK
This study aims to examine and analyze the relation of fraud diamond to its
independent variable that are financial stability, external pressure, personal
financial needs, financial target, nature of industry, ineffective monitoring,
organizational structure, rationalization, position, and intellegence / brains on
detecting fraudulent financial statement fraud, be measured by using Kustono index
(income smoothing/PP) as proxy of income smoothing.
This research uses secondary data that is annual report and financial
statement. The sample of this research is property, real estate, and building
construction sector companies that listed in Indonesian Stock Exchange for the
period of 2013 until 2015. Total selected sample are 159. The sampling technique
used in this research is purposive sampling method. The research is using logistic
regression for analysing data.
The result shows that the nature of industry variable that proxied by change
in receivable ratio (RECEI), the organizational structure variable that proxied by
director changes (DIRCHG), and the position variable proxied by CE0’s tenure have
positive influence on possibility of corporate’s fraudulent financial statement.
Whereas the financial stability variable proxied by change in asset ratio
(ACHANGE), the external pressure variable proxied by capital turnover
(CAPTURN), the personal financial needss variable that proxied by insiders’ stock
ownership (ISOWN) and employe stock option (ESO), the financial targets variable
that proxied by ROA, the nature of industry proxied by change in inventory (INV),
the ineffective monitoring variable that proxied by ineffective whistle blowing system
and independent commissioners ratio (BDOUT), the rationalization variable that
proxied by auditor changes (AUDCHG), and the intelegence / brains variable that
proxied by CEO’s education do not have influence on possibility of corporate’s
fraudulent financial statement.

Key words : Fraud Diamond Dimention, Fraudulent Financial Statement, Income


Smoothing, Kustono Index
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Laporan keuangan merupakan bentuk alat komunikasi kepada pihak luar
perusahaan untuk menginformasikan aktivitas perusahaan selama periode tertentu.
Laporan keuangan perusahaan memberikan informasi penting mengenai kondisi
keuangan perusahaan dan merupakan cerminan kinerja dari manajemen perusahaan.
Informasi tersebut tidak hanya sekedar berisi angka-angka, karena seharusnya
laporan keuangan mencakup informasi yang menyangkut posisi keuangan dan
kinerja perusahaan yang berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi bagi yang
berkepentingan. Laporan keuangan yang baik dan benar itu apabila disajikan sesuai
dengan unsur-unsur kualitatifnya, antara lain : dapat dipahami, dapat diandalkan ,
dapat dibandingkan (comparable), dan relevan.
Perusahaan-perusahaan berusaha memberikan laporan keuangan yang baik
dan benar sesuai dengan aturan dan standar umum yang berlaku, di Indonesia aturan
dan standar umum yang berlaku adalah Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
Perusahaan menyajikan laporan keuangan yang baik dan benar tersebut bertujuan
untuk menarik perhatian investor baru agar dapat menanamkan modalnya dan
merupakan upaya perusahaan untuk mempertahankan eksistensinya dalam
persaingan pasar. Dari tujuan diatas banyak perusahaan yang menyalahartikan
maksud dari tujuan tersebut yang berujung pada kecurangan, dikarenakan adanya
motivasi dan tekanan perusahaan tetap eksis di persaingan pasar. Dan mereka tidak
menyadari pentingnya laporan keuangan yang terbebas dari kecurangan. Perusahaan
melakukan kecurangan terhadap laporan keuangan karena adanya dorongan atau
tekanan untuk tetap terlihat baik oleh berbagai pihak seperti stakeholder, sehingga
perusahaan menunjukkan adanya peningkatan kinerja yang baik dari tahun ke tahun.
Dorongan seperti ini yang membuat perusahaan terpaksa untuk melakukan
kecurangan pada bagian tertentu, sehingga membuat laporan keuangan disajikan
dengan tidak semestinya atau tidak wajar yang dapat merugikan berbagai pihak.

Berbagai kasus kecurangan terjadi pada perusahaan baik yang go public


maupun tidak, seperti perusahaan sektor property di Indonesia. Kepala presiden
direktur Sentul City Kwee Cahyadi Kumala ditetapkan sebagai tersangka kasus
penyuapan mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin terkait alih fungsi hutan di Bogor
menjadi kawasan komersil. Cahyadi terbukti memerintahkan anak buahnya untuk
mengamankan dokumen terkait proses pengurusan rekomendasi tukar menukar
kawasan hutan seluas 2.754,85 hektar atas nama PT Bukit Jonggol Asri yang
diajukan ke Bupati Bogor Rachmat Yasin. Selain itu Cahyadi juga meminta anak
buahnya untuk menyuruh Jo Shien Ni untuk menandatangani perjanjian pengikatan
jual beli tanah, antara PT. BPS dan PT. Multihouse Indonesia sebesar Rp 4 milliar.
Dan cahyadi terbukti menyuap Rachmat Yasin sebesar Rp 5 milliar kepada Rachmat.
(lipsus.kompas.com, diakses 26 Oktober 2016).

Penelitian tentang fraud diamond sudah banyak diteliti oleh beberapa peneliti
terdahulu. Kusumaningrum (2016) melakukan penelitian pengaruh fraud diamond
dalam mendeteksi financial statement fraud dengan membandingkan dua
pengukuran income smoothing yaitu eckel index dan korelasi akrual akuntansi (AA)
dengan menggunakan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2011-2014 sebagai sampelnya. Selain itu, Kustono dan Sari (2012) melakukan
penelitian tentang pengaruh profitabilitas dan financial leverage terhadap praktik
perataan penghasilan pada bank-bank di Indonesia.
Penelitian ini merupakan kombinasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Kusumaningrum (2016), Murtanto (2016) serta Kustono dan sari (2012). Hal yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada
beberapa pengukuran yang digunakan dalam faktor-faktor fraud diamond
diantaranya, proksi external pressure menggunakan pengukuran capital turnover dan
proksi personal financial needs menambahkan cara pengukurannya menggunakan
employee stock option (ESO). Selain itu, pengukuran variabel dependen pada
penelitian ini menggunakan indeks Kustono untuk mengindentifikasi perataan
laba/penghasilan (PP). Periode pengamatan yang dilakukan yaitu tiga tahun dari
tahun 2013-2015, dengan sampel perusahaan sektor property, real estate, and
building construction yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sesuai dengan periode
pengamatan yang dilakukan peneliti. Peneliti memilih sampel tersebut karena belum
banyak penelitian terdahulu yang menggunakan sampel tersebut dan adanya kasus
seperti telah dijelaskan sebelumnya yang berhubungan dengan sektor property, real
estate, and building construction. Berdasarkan penjelasan dan alasan tersebut, maka
penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Analisis Dimensi
Fraud Diamond dalam Mendeteksi Fraudulent Financial Statement”.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apakah pressure yang diproksikan dengan financial stability berpengaruh
terhadap pendeteksian fraudulent financial statement?
2. Apakah pressure yang diproksikan dengan external pressure berpengaruh
terhadap pendeteksian fraudulent financial statement?
3. Apakah pressure yang diproksikan dengan personal financial needs
berpengaruh terhadap pendeteksian fraudulent financial statement?
4. Apakah pressure yang diproksikan dengan financial target berpengaruh
terhadap pendeteksian fraudulent financial statement?
5. Apakah opportunity yang diproksikan dengan nature of industry berpengaruh
terhadap pendeteksian fraudulent financial statement?
6. Apakah opportunity yang diproksikan dengan ineffective monitoring
berpengaruh terhadap pendeteksian fraudulent financial statement?
7. Apakah opportunity yang diproksikan dengan organizational structure
berpengaruh terhadap pendeteksian fraudulent financial statement?
8. Apakah rationalization yang diproksikan dengan rationalization berpengaruh
terhadap pendeteksian fraudulent financial statement?
9. Apakah capability yang diproksikan dengan positioning berpengaruh
terhadap pendeteksian fraudulent financial statement?
10. Apakah capability yang diproksikan dengan intelegence berpengaruh
terhadap pendeteksian fraudulent financial statement?

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Teori Keagenan
Jensen and Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency
relationship as a contract under which one or more person (the principals) engage
another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves
delegating some decision making authority to the agent”. Yang artinya, hubungan
keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal)
memerintah orang lain (agent) untuk melakukan suatu jasa atas nama mereka
(principal) serta memberi wewenang kepada agent untuk membuat keputusan yang
terbaik bagi principal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama
untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agent akan bertindak
dengan cara yang sesuai dengan kepentingan principal.
Conflict of interest dan information asymetri menjadi pemicu terjadinya
tindakan perataan laba (income smoothing), dimana merupakan salah satu bagian dari
fraudulent financial statement. Pemicu terjadinya karena, keinginan principal yang
mengharapkan return yang tinggi atas investasinya merupakan tekanan (pressure)
bagi agent untuk mewujudkannya. Sejalan dengan itu, agent juga berusaha
menaikkan kinerja perusahaan dengan harapan mendapatkan apresiasi dari principal
(rationalization). Semakin tinggi tingkat pengembalian investasi yang diperoleh
investor, semakin tinggi pula kompensasi yang diberikan kepada manajer. Hal
tersebut menjadi asumsi para manajer untuk terus berusaha melakukan peningkatan
kinerja perusahaan. Banyaknya kesempatan (opportunity) dan luasnya akses serta
kemampuan (capability) untuk berbuat curang pun dilakukan oleh manajer untuk
mewujudkan kepentingan investor sekaligus kepentingannya sendiri.

2.2. Fraud
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) dalam
Statements on Auditing Standards No. 99 (SAS) paragraf 5 tahun 2002 menjelaskan
mengenai fraud yaitu:
Fraud is a broad legal concept and auditors do not make legal determinations of
whether fraud has occurred. Rather, the auditor’s interest specifically relates to acts
that result in a material misstatement of the financial statements. The primary factor
that distinguishes fraud from error is whether the underlying action that results in
the misstatement of the financial statements is intentional or unintentional. For
purposes of the statement, fraud is an intentional act that results in a material
misstatement in financial statements that are the subject of an audit.
2.2.1. Jenis-Jenis Fraud

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mengambarkan


occupational fraud dalam bentuk pohon atau yang disebut dengan fraud tree. Pohon
ini menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting
dan anak rantingnya. Occupational fraud tree ini mempunyai tiga cabang utama,
yakni corruption, asset misappropriation, dan financial statement fraud.

1. Korupsi
Jenis fraud ini sangat sulit terdeteksi karena menyangkut kerja sama dengan
pihak lain seperti suap-menyuap dan adanya simbiosis mutualisme antara berbagai
pihak, dimana jenis ini banyak terjadi di negara-negara berkembang.
2. Penyalahgunaan Aset
Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan atau pencurian aset atau
harta perusahaan. Ini merupakan bentuk kecurangan yang paling mudah dideteksi
karena sifatmya yang tangible atau dapat diukur atau dihitung (defined value).
3. Kecurangan Laporan Keuangan
Financial statement fraud adalah penyajian kondisi keuangan suatu
perusahaan yang disengaja salah yang dapat tercapai melalui salah saji.

2.2.2. Fraud Triangle

Teori ini pertama kali diciptakan oleh Donald R. Cressey (1953) yang
dinamakan fraud triangle atau segitiga kecurangan. Cressey melakukan penelitian
yang berjudul “Other People’s Money: A Study in the Social Psychology of
Embezzlement”. Hipotesanya yang terakhir dalam penelitian tersebut menyatakan:
Trusted persons become trust violators when they concieve of themselves as having a
financial problem which is non-shareable, are aware this problem can be secretly
resolved by violation of the position of financial trust, and are able to apply to their
on conduct in that situation verbalizations which enable them to adjust their
conceptions of themselves as trusted persons with their conceptions of themselves as
users of the entrusted funds or property.
Fraud triangle terdiri dari tiga elemen, yaitu pressure, opportunity, dan
rationalization. Pada bagian ini akan dijelaskan komponen-komponen penting dari
setiap elemen yang mendasari fraud triangle.
1. Pressure / Incentive
Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk
melakukan kecurangan (Arens et al, 2014). Menurut SAS No.99 dalam Skousen et al
(2008) terdapat beberapa kondisi terkait dengan tekanan yang mengakibatkan
seseorang untuk melakukan kecurangan, yaitu financial stability, external pressure,
personal financial needs, dan financial target.
2. Opportunity
Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk
melakukan kecurangan (Arens et al,2014). Peluang terjadi karena adanya kelemahan
pengendalian internal, ketidakefektifan pengawasan manajemen, atau
penyalahgunaan posisi. Menurut SAS No. 99 dalam Skousen et al (2008) terdapat
beberapa kondisi terkait dengan kesempatan yang mengakibatkan seseorang untuk
melakukan kecurangan, yaitu nature of industry, effectivity of monitoring, dan
organizational structure.
3. Rationalization
Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan
manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka
berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka
merasionalisasi tindakan yang tidak jujur (Arens et al, 2014). Menurut SAS No. 99
ada beberapa kondisi terkait dengan kesempatan yang mengakibatkan seseorang
untuk melakukan kecurangan, yaitu auditor changes dan opini audit.

2.2.3. Fraud Diamond

Fraud diamond dikemukakan pertama kali oleh Wolfe dan Hermanson (2004)
sebagai bentuk penyempurnaan dari teori fraud triangle oleh Cressey (1953). Wolfe
dan Hermanson (2004) menambahkan satu elemen yang signifikan untuk
mempengaruhi seseorang untuk melakukan kecurangan, yakni kemampuan
(capability) sehingga menjadi empat elemen yang dikenal dengan fraud diamond.
Menurut Wolfe dan Hermanson (2004) “bahwa penipuan tidak akan terjadi tanpa
orang yang tepat dengan kemampuan yang tepat untuk melaksanakan setiap detail
dari penipuan”.
Wolfe dan Hermanson (2004) berpendapat bahwa untuk meningkatkan
kemapuan mendeteksi dan mencegah fraud, maka perlu menambah elemen keempat
yakni kemampuan (capability).
Many frauds, especially some of the multibillion-dollar ones, would not have occured
without the right person with the right capabilities in place. Opportunity opens the
doorway to fraud, and incentive and rationalization can draw the person toward it.
But the person must have the capability to recognize the open doorway as an
opportunity and to take advantage of it by walking through, not just once, but time
and time again. Accordingly, the critical question is, “Who could turn an opportunity
for fraud into reality?”.
Wolfe dan Hermanson (2004) menjelaskan enam sifat yang berkaitan dengan
elemen capability dalam tindakan pelaku kecurangan, yaitu position/function,
intelligence and creativity, convidence / ego, coercion, deceit, stress.

2.3. Perataan Laba (Income Smoothing)


Perataan laba (income smoothing) merupakan salah satu bentuk pengaturan
laba di mana pendapatan dan beban tukar-menukar di antara periode-periode untuk
mengurangi fluktuasi laba. Salah satu teknik untuk meratakan laba adalah dengan
mengurangi nilai persediaan dan aktiva lain perusahaan yang diperoleh pada saat
akuisisi, yang menghasilkan laba yang lebih tinggi ketika aktiva tersebut nanti dijual.
Perusahaan juga mungkin sengaja melebihsajikan cadangan keusangan persediaan
dan penyisihan piutang tak tertagih untuk mengimbangi laba yang lebih tinggi.
(Arens et al, 2014).
Diungkapkan oleh Kustono (2010) perataan laba (income smoothing)
dikelompokkan menjadi dua, yakni:
1. Perataan natural atau Natural Smoothing
Perataan natural dihasilkan dari proses laba itu sendiri atau tanpa adanya
intervensi dari luar.
2. Perataan yang disengaja atau Intentional Smoothing
Biasanya dipicu oleh motivasi atau tindakan manajemen. Dikatakan
intentional smoothing karena berkenaan dengan situasi dimana rangkaian earning
yang dilaporkan dipengaruhi oleh tindakan manajemen. Perataan yang disengaja
dikelompokkan menjadi dua, yakni real Smoothing dan artifical smoothing.

2.4. Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Financial Statement)

Menurut Arens et al (2014) kecurangan laporan keuangan adalah salah saji


atau pengabaian jumlah atau pengungkapan yang disengaja dengan tujuan menipu
para pemakai laporan keuangan. Sedangkan The Treadway Commision’s Report of
the National Commissiom on Fraudulent Financial Reporting (1987) dan AICPA’s
Statement on Auditing Standards No.99 (AU 316), “Consideration of Fraud in a
Financial Statement Audit” mendefinisikan kecurangan laporan keuangan adalah
“deliberate misstatements or omissions of amount or disclosures of financial
statements to deceive financial statements users, particularly investors and
creditors” (Wells, 2010:299).

2.5. Rerangka Konseptual


Teori agensi dan teori kecurangan dapat menjelaskan pengaruh faktor –faktor
kecurangan laporan keuangan terhadap praktik income smoothing sebagai proksi
kecurangan laporan keuangan. Dimana itu sesuai dengan tujuan penelitian ini.
Adanya conflict interset dan asymetri information dalam teori agensi merupakan
pemicu kecurangan laporan keuangan yaitu dengan perataan laba (income
smoothing).
Penelitian ini mengacu pada faktor risiko kecurangan laporan keuangan
dalam SAS No.99 yang diadopsi dari fraud triangle milik Cressey (1953), serta
menambah satu faktor tambahan dalam fraud diamond yang dikembangkan oleh
Wolfe dan Hermanson (2004). Penelitian ini menggunakan 13 proksi variabel
independen, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecurangan
laporan keuangan (fraudulent financial statement) dengan proksi perataan laba
(income smoothing) yang diukur dengan indeks kustono (PP).
Gambar 1
Rerangka Konseptual

Variabel Independen Variabel Dependen

Pressure:
1. Financial Stability
2. External Pressure
3. Personal Financial Needs
4. Financial Target
Opportunity Fraudulent
Opportunity:1. Nature of Industry Financial
5. Nature2. ofIneffective
IndustryMonitoring Statement
3. Organizational
6. Ineffective Monitoring Structure
7. Organizational Structure
nancial Target

Rationalization:
8. Rationalization

Capability:
9. Position
10. Brains

2.6. Pengembangan Hipotesis


Dari penjelasan mengenai penelitian ini, hipotesis yang dapat dirumuskan
adalah sebagai berikut :
Ha1: Pressure yang diproksikan dengan financial stability dan diukur menggunakan
perubahan total aset (ACHANGE) berpengaruh positif dalam mendeteksi fraudulent
financial statement\
Ha2: Pressure yang diproksikan dengan external pressure dan diukur menggunakan
capital turnover berpengaruh negatif dalam mendeteksi fraudulent financial
statement.
Ha3: Pressure yang diproksikan dengan personal financial needs dan diukur
menggunakan insiders’ stock ownership (ISOWN) berpengaruh negatif dalam
mendeteksi fraudulent financial statement.
Ha4: Pressure yang diproksikan dengan personal financial needs dan diukur
menggunakan employee stock option (ESO) berpengaruh postif dalam mendeteksi
fraudulent financial statement.
Ha5: Pressure yang diproksikan dengan financial target dan diukur menggunakan
Return on Asset (ROA) berpengaruh negatif dalam mendeteksi fraudulent financial
statement.
Ha6: Opportunity yang diproksikan dengan nature of Industry dan diukur
menggunakan perubahan persediaan (inventory) berpengaruh positif dalam
mendeteksi fraudulent financial statement.
Ha7: Opportunity yang diproksikan dengan nature of Industry dan diukur
menggunakan perubahan piutang (receivable) berpengaruh positif dalam mendeteksi
fraudulent financial statement.
Ha8: Opportunity yang diproksikan dengan ineffective monitoring dan diukur
menggunakan ineffective whistleblowing system berpengaruh negatif dalam
mendeteksi fraudulent financial statement.
Ha9: Opportunity yang diproksikan dengan ineffective monitoring dan diukur
menggunakan rasio jumlah dewan komisaris independen (BDOUT) berpengaruh
negatif dalam mendeteksi fraudulent financial statement.
Ha10: Opportunity yang diproksikan dengan organization structure dan diukur
menggunakan director changes (DIRCHG) berpengaruh positif dalam mendeteksi
fraudulent financial statement.
Ha11: Rationalization yang diproksikan dengan rationalization dan diukur
menggunakan auditor changes (AUDCHG) berpengaruh positif dalam mendeteksi
fraudulent financial statement.
Ha12: Capability yang diproksikan dengan Position dan diukur menggunakan CEO’s
tenure berpengaruh positif dalam mendeteksi fraudulent financial statement.
Ha13: Capability yang diproksikan dengan Intelegence dan diukur menggunakan
CEO’s education berpengaruh positif dalam mendeteksi fraudulent financial
statement.

III. METODELOGI PENELITIAN


3.1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan


penelitian kausalitas yaitu tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa
hubungan sebab akibat antara dua variabel atau yang digunakan untuk menjelaskan
pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen. Penelitian ini bertujuan
untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh fraud diamond dalam
mendeteksi fraudulent financial statement pada perusahaan property, real estate, and
building construction yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013 sampai
tahun 2015. Data dan unit analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
annual report & financial report dan perusahaan property, real estate, and building
construction. Time horizone untuk penelitian ini adalah panel data (data pooling),
yaitu penelitian yang menguji banyak perusahaan dan periode pengujian terdiri dari
banyak tahun yaitu perusahaan property, real estate, and building construction yang
telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013 sampai tahun 2015.
3.2. Variabel Dan Pengukurannya

3.2.1. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecurangan laporan keuangan


(fraudulent financial statement) yang diproksikan dengan perataan laba (income
smoothing). Untuk perhitungan indeks perataan laba digunakan indeks Kustono.
Perusahaan diklasifikasikan sebagai perata laba apabila setidaknya tiga periode (dua
rasio PP) berurutan memiliki indeks absolute < 0,5. Variabel ini menggunakan
variabel dummy, dimana jika perusahaan melakukan perataan laba maka diberikan
nilai 1, sebaliknya jika perusahaan tidak melakukan perataan laba maka diberi nilai
0.

Dengan: PP = Indeks Perataan Penghasilan


P = Pendapatan
L = Laba

3.2.2. Variabel Bebas (Independent Variable)


1. Financial Stability

Financial stability diukur menggunakan ACHANGE dengan rumus sebagai


berikut:

2. External Pressure

capital turnover dapat digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen


dalam menghadapi persaingan usaha

Operational Revenues
Capital Turnover = ---------------------------------
Total Assets
3. Personal Financial Needs

Kebutuhan keuangan pribadi dapat diukur dengan menggunakan kepemilikan


saham oleh orang dalam perusahaan (insider’ stock ownership atau ISOWN) dan
employee stock option (ESO):

4. Financial Target

Financial target diukur menggunakan ROA yang dirumuskan dengan.

5. Natrure of Industry

Nature of industry diukur menggunakan inventory dan receivable yang


dirumuskan sebagai berikut:

6. Ineffective Monitoring

Ineffective monitoring diukur menggunakan ineffective whistleblowing system


dan BDOUT yang dirumuskan sebagai berikut:

Indikator whistleblowing program merupakan variabel dummy sehingga akan


diberikan nilai 1 jika perusahaan tidak mengimplementasikan whistleblowing
program dan nilai 0 jika perusahaan mengimplementasikan whistleblowing program.
7. Organizational Structure

Struktur organisasi diukur menggunakan pergantian direksi (DIRCHG),


dimana dalam penelitian ini dirumuskan dengan skala dummy dengan memberi kode
1 jika terjadi perubahan direksi perusahaan selama periode 2013-2015. Sedangkan
jika tidak terjadi perubahan direksi diberi kode 0.

8. Rationalization
Pengukuran rasionalisasi pada penelitian ini menggunakan skala dummy
untuk menilai pergantian auditor (AUDCHG). Kode 1 diberikan pada perusahaan
yang melakukan pergantian auditor selama periode 2013 – 2015. Sedangkan kode 0
diberikan pada perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor selama periode
2013 – 2015.
9. Position
Penelitian ini menggunakan masa jabatan direksi atau CEO’s tenure sebagai
pengukuran untuk proksi positioning. Proksi tersebut diukur dengan skala dummy
dengan memberi kode 1 jika CEO menjabat selama tiga tahun atau lebih, sedangkan
kode 0 jika selain itu.
10. Brains

Brains diukur menggunakan CEO’s Education (CEOEDU) dengan skala


dummy. CEO yang berlatar belakang pendidikan magister atau diatasnya diberi kode
1 dan selain itu diberi kode 0.
3.3. Prosedur Pengumpulan Data

3.3.1. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan berdasarkan periode


waktunya adalah panel data (datapooling). Data yang digunakan berdasarkan
sifatnya dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang bersifat numeric
atau angka, yang diperoleh dari laporan tahunan (annual report). Data yang
digunakan berdasarkan cara pengambilannya dalam penelitian ini merupakan data
sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui pihak lain, berasal dari sumber internal
atau eksternal organisasi (Jakaria, 2010:7). Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini diperoleh dari laporan tahunan (annual report) perusahaan property,
real estate, and building construction yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
periode penelitian yaitu tahun 2013 sampai tahun 2015, data tersebut diperoleh dari
homepage BEI yaitu http://www.idx.co.id.

3.3.2. Metode Penentuan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar dan aktif di
Bursa Efek Indonesia selama tahun 2013 sampai dengan tahun 2015. Sampel yang
diambil dalam penelitian ini merupakan sampel yang mewakili populasi dan dipilih
berdasarkan kriteria tertentu. Sampel yang digunakan adalah perusahaan property,
real estate, and building construction. Metode penentuan sampel menggunakan
metode purposive sampling.

3.4. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode


analisis data kuantitatif dengan menggunakan analisis regresi logistik (binary logistic
regresion model). Analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS sebagai alat untuk
menguji data tersebut:
1. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif disajikan dengan tampilan tabel descriptive statistic
dengan memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-
rata (mean), standar deviasi, varians, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis,
dan skewness (kemencengan distribusi).
2. Analisis Regresi Logistik
Analisis regresi logistik digunakan untuk menguji probabilitas terjadinya
variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya.

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN


4.1. Daftar Pemilihan Sampel

Tabel 4.1
Daftar Pemilihan Sampel

No Keterangan Jumlah
1. Total perusahaan property, real estate, and building 60
construction yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
periode penelitian tahun 2013-2015.
2. Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan keuangan dan -
laporan tahunan secara lengkap selama tahun 2013 – 2015
dalam mata uang rupiah (Rp)
3. Perusahaan delisting dari BEI selama periode 2013 – 2015 (6)
4. Perusahaan yang tidak menyajikan data mengenai data- (1)
data yang berkaitan dengan variabel penelitian
5. Perusahaan yang dapat dianalisis selama periode penelitian 53
tahun 2013-2015
Jumlah sampel selama periode penelitian tahun 2013- 159
2015 (53 dikali 3 tahun)
Sumber : Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id)
4.2. Statistik Deskriptif
4.2.1. Statistik Deskriptif Variabel Matrik
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ACHANGE 159 -,1926 2,1468 ,208865 ,3218082
CAPTURN 159 ,0123 1,8496 ,333759 ,3061975
ISOWN 159 ,0000 ,5053 ,021015 ,0752147
ESO 159 -19,4395 81,0536 1,072429 7,3368741
ROA 159 -,0880 ,3161 ,062307 ,0657654
INV 159 -14,0545 3,8246 -,146915 1,7694453
RECEI 159 -3,6808 5,4070 ,002119 ,5330603
BDOUT 159 ,2500 1,0000 ,397759 ,1103606
Valid N (listwise) 159
Sumber : Data yang diolah, 2017
Berdasarkan hasil statistik deskriptif yang disajikan pada tabel 4.2 di atas
dapat diketahui bahwa jumlah sampel (N) yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebanyak 159 sampel yang valid dimasukkan ke dalam data seluruhnya tanpa
missing value. Variabel yang digunakan diukur dengan menggunakan skala rasio,
dengan interpretasi sebagai berikut :
1. ACHANGE memiliki nilai minimum sebesar -0,1926 dengan nilai maksimum
sebesar 2,1468. Nilai minimum terdapat pada perusahaan Bakrieland
Development Tbk tahun 2013, nilai maksimum ada pada perusahaan
Bhuwanatala Indah Permai Tbk tahun 2013. Nilai rata-rata yang didapat dari 159
sampel yang diteliti adalah sebesar 0,208865. Standar deviasi sebesar 0,3218.
2. CAPTURN memiliki nilai minimum sebesar 0,0123 dengan nilai maksimum
sebesar 1,8496. Nilai minimum terdapat pada perusahaan Greenwood Sejahtera
Tbk. tahun 2015. Nilai maksimum ada pada perusahaan Nusa Raya Cipta Tbk.
tahun 2013. Nilai rata-rata yang didapat dari 159 sampel yang diteliti adalah
sebesar 0,333759 dan standar deviasi sebesar 0,3061975.
3. Insiders’ Stock Ownership (ISOWN) memiliki nilai minimum sebesar 0,0000
dengan nilai maksimum sebesar 0,5053. Nilai minimum terdapat pada banyak
perusahaan, salah satunya perusahaan Alam Sutera Realty Tbk. tahun 2013
hingga 2015, nilai maksimum ada pada perusahaan Ristia Bintang Mahkotasejati
Tbk. tahun 2015. Nilai rata-rata yang didapat dari 159 sampel yang diteliti
adalah sebesar 0,021015 dan standar deviasi sebesar 0,0752147.
4. Employee Stock Option (ESO) memiliki nilai minimum sebesar -19,4395 dengan
nilai maksimum sebesar 81,0536. Nilai minimum terdapat pada perusahaan
Summarecon Agung Tbk. tahun 2015. Nilai maksimum ada pada perusahaan
Summarecon Agung Tbk. tahun 2014. Nilai rata-rata yang didapat dari 159
sampel yang diteliti adalah sebesar 1,072429 dan standar deviasi sebesar
7,3368741.
5. Return on Assets (ROA) memiliki nilai minimum sebesar -0,0880 dengan nilai
maksimum sebesar 0,3161. Nilai minimum terdapat pada perusahaan Ristia
Bintang Mahkotasejati Tbk. tahun 2013. Nilai maksimum ada pada perusahaan
Danayasa SCBD Arthatama Tbk. tahun 2013. Nilai rata-rata yang didapat dari
159 sampel yang diteliti adalah sebesar 0,062307, standar deviasi sebesar
0,0657.
6. Inventory (INV) memiliki nilai minimum sebesar -14,0545 dengan nilai
maksimum sebesar 3,8246. Nilai minimum terdapat pada perusahaan Bukit
Darmo Property Tbk. tahun 2014, nilai maksimum ada pada perusahaan
Greenwood Sejahtera Tbk. tahun 2013. Nilai rata-rata yang didapat dari 159
sampel yang diteliti adalah sebesar -0,146915 dan standar deviasi sebesar
1,7694453.
7. Receivable (RECEI) memiliki nilai minimum sebesar -3,6808 dengan nilai
maksimum sebesar 5,4070. Nilai minimum terdapat pada perusahaan Bukit
Darmo Property Tbk. tahun 2014, nilai maksimum ada pada perusahaan Waskita
Karya (Persero) Tbk. tahun 2015. Nilai rata-rata yang didapat dari 159 sampel
yang diteliti adalah sebesar 0,002119 dan standar deviasi sebesar 0,5330603.
8. Rasio Jumlah Komisaris Independen (BDOUT) memiliki nilai minimum sebesar
0,25 dengan nilai maksimum sebesar 1,00. Nilai minimum terdapat pada
perusahaan Plaza Indonesia Realty Tbk. tahun 2015. Nilai maksimum ada pada
perusahaan Gading Development Tbk. tahun 2014 dan 2015. Nilai rata-rata yang
didapat dari 159 sampel yang diteliti adalah sebesar 0,397759 dan standar
deviasi sebesar 0,1103606.

4.2.2. Statistik Deskripitif Variabel Dummy


Tabel 4.3
Komposisi Variabel Dummy

Dummy Dummy
Total Std.
Variabel =1 =0 Mean
Deviation
N % N % N %
PP 65 40,9 94 59,1 159 100 ,41 ,493
IWBS 79 49,7 80 50,3 159 100 ,50 ,502
DIRCHG 85 53,5 74 46,5 159 100 ,53 ,500
AUDCHG 76 47,8 83 52,2 159 100 ,48 ,501
CEOTENURE 114 71,7 45 28,3 159 100 ,72 ,452
CEOEDU 50 31,4 109 68,6 159 100 ,31 ,466
Sumber : Data yang diolah, 2017
Berdasarkan hasil statistik deskriptif yang disajikan pada tabel 4.3 di atas
dapat diketahui bahwa jumlah sampel (N) yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebanyak 159 sampel yang valid dimasukkan ke dalam data seluruhnya tanpa
missing value. Variabel yang digunakan diukur dengan menggunakan skala nominal
berbentuk dummy skor 0-1, dengan interpretasi sebagai berikut :
1. Income Smoothing dengan Indeks Kustono atau Perataan Penghasilan (PP),
dimana 1 adalah perusahaan dengan tipe industri yang melakukan perataan
penghasilan dan 0 adalah perusahaan dengan tipe industri yang tidak
melakukan perataaan penghasilan. Dalam penelitian ini terdapat 65 sampel
yang tergolong ke dalam perusahaan dengan tipe industri yang melakukan
perataan penghasilan atau 40,9% dari total sampel penelitian dan 94 sampel
lainnya tergolong dalam perusahaan dengan tipe industri yang tidak
melakukan perataan penghasilan atau 59,1% dari total sampel penelitian.
Rata-rata yang diperoleh sebesar 0,41 atau 41%.
2. Variabel Ineffective Whistle Blowing System (INWBS), dimana 1 adalah
perusahaan yang tidak mengimplementasikan whistleblowing system dan 0
adalah perusahaan yang mengimplementasikan whistleblowing system. Dalam
penelitian ini terdapat 79 sampel yang tergolong ke dalam perusahaan yang
tidak mengimplementasikan whistleblowing system atau 49,7% dari total
sampel penelitian dan 80 sampel lainnya tergolong dalam perusahaan yang
mengimplementasikan whistlenlowing system atau 50,3% dari total sampel
penelitian. Rata-rata yang diperoleh sebesar 0,5 atau 50%.
3. Variabel Director Changes (DIRCHG), dimana 1 adalah perusahaan yang
melakukan pergantian dewan direksi selama periode penelitian dan 0 adalah
perusahaan yang tidak melakukan pergantian dewan direksi selama periode
penelitian. Dalam penelitian ini terdapat 85 sampel yang tergolong ke dalam
perusahaan yang melakukan pergantian dewan direksi selama periode
penelitian atau 53,5% dari total sampel penelitian dan 74 sampel lainnya
tergolong dalam perusahaan yang tidak melakukan pergantian dewan direksi
selama periode penelitian atau 46,5% dari total sampel penelitian. Rata-rata
yang diperoleh sebesar 0,53 atau 53%.
4. Variabel Auditor Changes (AUDCHG), dimana 1 adalah perusahaan yang
melakukan pergantian auditor selama periode penelitian dan 0 adalah
perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor selama periode
penelitian. Dalam penelitian ini terdapat 76 sampel yang tergolong ke dalam
perusahaan yang melakukan pergantian auditor selama periode penelitian
atau 47,8% dari total sampel penelitian dan 83 sampel lainnya tergolong
dalam perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor selama periode
penelitian atau 52,2% dari total sampel penelitian. Rata-rata yang diperoleh
sebesar 0,48 atau 48%.
5. Variabel CEO’s Tenure (CEOTENURE), dimana 1 adalah CEO perusahaan
yang menjabat selama 3 tahun atau lebih dan 0 adalah CEO perusahaan yang
menjabat kurang dari 3 tahun. Dalam penelitian ini terdapat 114 sampel yang
tergolong ke dalam perusahaan yang CEO nya menjabat selama 3 tahun/lebih
atau 71,7% dari total sampel penelitian dan 45 sampel lainnya tergolong
dalam perusahaan yang CEO nya menjabat kurang dari 3 tahun atau 28,3%
dari total sampel penelitian. Rata-rata yang diperoleh sebesar 0,72 atau 72%.
6. Variabel CEO’s Education (CEOEDU), dimana 1 adalah CEO perusahaan
yang berlatar belakang pendidikan magister atau diatasnya dan 0 adalah CEO
perusahaan yang berlatar belakang pendidikan sarjana atau kebawahnya.
Dalam penelitian ini terdapat 50 sampel yang tergolong ke dalam perusahaan
yang CEO nya berlatar belakang pendidikan minimal magister atau 31,4%
dari total sampel penelitian dan109 sampel lainnya tergolong dalam
perusahaan yang CEO nya berlatar belakang pendidikan maksimal sarjana
atau 68,6% dari total sampel penelitian. Rata-rata yang diperoleh sebesar 0,31
atau 31%.

4.3. Uji Kelayakan Model (Goodness of Fit Test)

Tabel 4.4
Uji Kelayakan Model (Goodness of Fit Test)
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 1,643 8 ,990

Berdasarkan hasil uji kelayakan model (goodness of fit test) yang dilakukan
dengan Hosmer and Lemeshow Test pada tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa nilai
Chi-square sebesar 1,643 dengan signifikansi sebesar 0,990. Dengan tingkat
signifikansi lebih besar daripada tingkat alpha (α) yaitu 0,05. Dengan demikian
keputusan hipotesisnya adalah Ho diterima dan menunjukkan bahwa model dapat
diterima karena cocok dengan data observasinya sehingga dapat dilakukan pengujian
selanjutnya.
4.4. Uji Kelayakan Keseluruhan Model (Overall Fit Model Test)

Tabel 4.5
Uji Kelayakan Keseluruhan Model (Overall Fit Model Test)
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 22,762 13 ,045
Block 22,762 13 ,045
Model 22,762 13 ,045

Berdasarkan hasil uji kelayakan keseluruhan yang disajikan pada tabel 4.5 di
atas diperoleh nilai Chi-square sebesar 22,762 dengan degree of freedom sebesar 13
dan tingkat signifikansi sebesar 0,045. Nilai signifikansi yang dihasilkan lebih kecil
daripada tingkat alpha (α) yaitu 0,05 sehingga keputusan yang dapat ditentukan
adalah Ho ditolak (Ha diterima). Dengan demikian dapat diartikan bahwa dari 13
proksi variabel independen dalam penelitian ini, sekurang-kurangnya terdapat satu
variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu income
smoothing dan diperlukan pengujian selanjutnya melalui uji Wald untuk mengetahui
tingkat dan jumlah variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel
dependennya.
4.5. Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)

Tabel 4.6
Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)
Model Summary
-2 Log Cox & Snell Nagelkerke
Step likelihood R Square R Square
1 192,340a ,133 ,180
a. Estimation terminated at iteration number 5
because parameter estimates changed by less than
,001.

Berdasarkan tabel 4.6 di atas nilai koefisien determinasi yang dilihat dari nilai
Nagelkerke R2 adalah 0,180. Artinya bahwa kombinasi 13 proksi dari variabel
independen fraud diamond dalam penelitian ini, mampu menjelaskan variasi dari
variabel dependen yaitu income smoothing sebesar 18%. Sedangkan sisanya sebesar
82% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diikutsertakan dalam model.

4.6. Pengujian Hipotesis


Tabel 4.7
Hasil Uji Hipotesis
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Sig/2 Exp(B)
Step ACHANGE -,315 ,639 ,243 1 ,622 ,311 ,730
1a CAPTURN ,428 ,582 ,540 1 ,462 ,231 1,534
ISOWN 3,791 2,900 1,709 1 ,191 ,0955 44,310
ESO -,086 ,063 1,880 1 ,170 ,085 ,918
ROA -3,956 3,018 1,718 1 ,190 ,095 ,019
INV -,223 ,129 2,981 1 ,084 ,042 ,800
RECEI ,827 ,493 2,816 1 ,093 ,0465 2,287
IWBS(1) -,038 ,371 ,011 1 ,918 ,459 ,963
BDOUT 1,211 1,557 ,605 1 ,437 ,2185 3,358
DIRCHG(1) ,955 ,373 6,555 1 ,010 ,005 2,598
AUDCHG(1) -,127 ,363 ,122 1 ,726 ,363 ,881
CEOTENURE(1) ,730 ,413 3,129 1 ,077 ,0385 2,076
CEOEDU(1) ,554 ,395 1,970 1 ,160 ,08 1,741
Constant -1,716 ,841 4,162 1 ,041 ,180
a.Variable(s) entered on step 1: ACHANGE, CAPTURN, ISOWN, ESO, ROA,
INV, RECEI, IWBS,
BDOUT, DIRCHG, AUDCHG, CEOTENURE, CEOEDU.

Pengujian hipotesis ini menggunakan pengujian satu arah atau one tailed
maka nilai signifikansi yang digunakan adalah sig/2. Berdasarkan uji hipotesis yang
disajikan pada tabel 4.7 di atas, interpretasi dari hasil tersebut dianalisis secara
ringkas:

1. Pengaruh pressure yang diproksikan dengan financial stability dan diukur


menggunakan ACHANGE terhadap pendeteksian fraudulent financial
statement.
Dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa nilai signifikansi 0,622/2 = 0,311 lebih
besar dari 0,05 yang artinya tidak berpengaruh signifikan dan dengan β = -0,315
yang artinya berhubungan negatif, maka Ha1 ditolak yang berarti bahwa pressure
yang diproksikan dengan financial stability dan diukur menggunakan ACHANGE
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial
statement. Hasil pengujian Ha1 dalam penelitian ini selaras dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Pardosi (2015) yang menyatakan bahwa rasio perubahan aset
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap risiko terjadinya kecurangan laporan
keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan rasio perubahan total aset tidak
menjadikan tekanan untuk melakukan kecurangan oleh perusahaan yang dapat
mengganggu stabilitas keuangan bagi perusahaan sektor manufaktur. Selain itu,
berkemungkinan sampel perusahaan pada penelitian ini mempunyai tingkat
pengawasan cukup baik yang dilakukan oleh dewan komisaris untuk memonitor dan
mengendalikan tindakan manajemen yang bertanggungjawab langsung terhadap
fungsi bisnis seperti keuangan, sehingga walaupun manajemen menghadapi tekanan
ketika stabilitas keuangan terancam oleh keadaan ekonomi, industri dan situasi
entitas yang beroperasi tidak akan mempengaruhi terjadi kecurangan laporan
keuangan.
Hasil penelitiian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Annisya
(2016), Sihombing dan Rahardjo (2014), Manurung dan Hadian (2013), serta
Skousen et al (2008) yang mengemukakan bahwa rasio perubahan total aset
berpengaruh positif signifikan terhadap risiko fraudulent financial statement.
Annisya (2016) mengungkapkan bahwa setiap kenaikan pada rasio perubahan total
aset akan menaikkan risiko terjadinya fraudulent financial statement, dengan kata
lain kenaikan rasio perubahan total aset dapat menjadi tekanan bagi pihak
manajemen perusahaan untuk melakukan kecurangan dalam kondisi keuangan yang
tidak stabil.
2. Pengaruh pressure yang diproksikan dengan external pressure dan diukur
menggunakan capital turnover terhadap pendeteksian fraudulent financial
statement.
Dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa nilai signifikansi 0,462/2 = 0,231 lebih
besar dari 0,05 yang artinya tidak berpengaruh signifikan dan dengan β = 0,428 yang
artinya berhubungan positif, maka Ha2 ditolak yang berarti bahwa pressure yang
diproksikan dengan external pressure dan diukur menggunakan capital turnover
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial
statement. Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dalnial et al (2014). Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Persons (1995) yang mengemukakan bahwa capital turnover
berpengaruh secara signifikan terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Dia
menjelaskan bahwa manajer yang melakukan kecurangan biasanya kurang bisa
bersaing dibandingkan dengan manajer perusahaan yang tidak melakukan
kecurangan dalam memanfaatkan aset perusahaan untuk menghasilkan pendapatan
atau revenue. Adanya perbedaan ini dikarenakan perusahaan sampel pada penelitian
ini mampu bersaing dalam memanfaatkan aset untuk menghasilkan pendapatan.
3. Pengaruh pressure yang diproksikan dengan personal financial needs dan
diukur menggunakan ISOWN terhadap pendeteksian fraudulent financial
statement.
Dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa nilai signifikansi 0,191/2 = 0,0955
lebih besar dari 0,05 yang artinya tidak berpengaruh signifikan dan dengan β = 3,791
yang artinya berpengaruh positif, maka Ha3 ditolak yang berarti bahwa pressure
yang diproksikan dengan personal financial needs dan diukur menggunakan ISOWN
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial
statement. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kusumaningrum (2016), Skousen et al (2008), serta Ujiyantho dan Pramuka (2007)
yang menjelaskan bahwa ISOWN berpengaruh terhadap kecurangan laporan
keuangan. Hasil penelitian ini juga bertentangan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Jensen dan Meckling (1976), dalam penelitian tersebut menjelaskan
kepemilikan saham oleh manajer dapat mensejajarkan kepentingan manajer dan
pemegang saham. Manajer dapat menyamakan dirinya sebagai pemegang saham
yang potensial karena dengan memiliki saham perusahaan, manajer akan merasakan
langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Begitu pula jika terjadi
kesalahan maka manajer juga akan menanggung kerugian sebagai salah satu
konsekuensi kepemilikan saham. Hal ini merupakan insentif bagi manajer untuk
meningkatkan kinerja perusahaan. Namun pada sampel perusahaan penelitian ini,
kepemilikan saham manajerial (ISOWN) belum mampu memberikan pengaruh
terhadap perataan penghasilan, hal ini kemungkinan terjadi karena kepemilikan
saham yang dimiliki manajemen relatif sedikit, sehingga pengaruh manajemen sulit
untuk melakukan tindakan manipulasi pada laporan keuangan. Namun hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yesiariani dan Rahayu
(2016).
4. Pengaruh pressure yang diproksikan dengan personal financial needs dan
diukur menggunakan ESO terhadap pendeteksian fraudulent financial
statement.
Dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa nilai signifikansi 0,170/2 = 0,085 lebih
besar dari 0,05 yang artinya tidak berpengaruh signifikan dan dengan β = -0,086
yang artinya berpengaruh negatif, maka Ha4 ditolak yang berarti bahwa pressure
yang diproksikan dengan personal financial needs dan diukur menggunakan ESO
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial
statement. Hasil penelitian ini tidak sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh
Murtanto (2016) yang mengemukakan bahwa employee stock option berpengaruh
positif signifikan.
5. Pengaruh pressure yang diproksikan dengan financial target dan diukur
menggunakan ROA terhadap pendeteksian fraudulent financial statement.
Dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa nilai signifikansi 0,190/2 = 0,095 lebih
besar dari 0,05 yang artinya tidak berpengaruh signifikan dan dengan β = -3,956
yang artinya berpengaruh negatif, maka Ha5 ditolak yang berarti bahwa pressure
yang diproksikan dengan financial target dan diukur menggunakan ROA tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial statement.
Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Annisya (2016), Rachmawati dan Marsono (2014), serta Sihombing dan Rahadjo
(2014) yang menjelaskan bahwa ROA tidak berpengaruh signifikan terhadap risiko
kecurangan pelaporan keuangan. Menurut Sihombing dan Rahardjo (2014) ROA
yang tinggi pada tahun sebelumnya akan memicu perusahaan untuk meningkatkan
profitabilitasnya di masa yang akan datang. Meskipun demikian penurunan
profitabilitas perusahaan dapat terjadi akibat krisis yang melanda industri atau
perusahaan yang tidak dapat diprediksi sehingga terjadi penurunan atau kenaikan
profitabilitas yang semu. Kenaikan profitabilitas perusahaan juga dapat diakibatkan
peningkatan mutu operasional perusahaan seperti perubahan sistem informasi,
perekrutan tenaga kerja yang potensial serta kebijakan direksi yang tepat dalam
menyelesaikan masalah. Oleh karena itu ROA tidak berpengaruh secara signifikan
dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Selain itu kenaikan ROA tidak
menjadi tekanan bagi pihak manajemen perusahaan, berkemungkinan dikarenakan
adanya peningkatan mutu operasional juga, sehingga tidak menjadi tekanan bagi
pihak manajemen perusahaan ketika ingin meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Tetapi hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Kusumaningrum (2016), Yesiariani dan Rahayu (2016), serta Skousen et al (2008)
yang mengungkapkan bahwa ROA memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap
kecurangan laporan keuangan. Dimana dinyatakan bahwa semakin besar ROA yang
dihasilkan maka semakin kecil kemungkinan terjadinya kecurangan laporan
keuangan.

6. Pengaruh opportunity yang diproksikan dengan nature of industry dan diukur


menggunakan inventory terhadap pendeteksian fraudulent financial statement.
Dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa nilai signifikansi 0,084/2 = 0,042 lebih
kecil dari 0,05 yang artinya berpengaruh signifikan dan dengan β = -0,223 yang
artinya berhubungan negatif, maka Ha6 ditolak yang berarti bahwa opportunity yang
diproksikan dengan nature of industry dan diukur menggunakan inventory
berpengaruh negatif secara signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial
statement, namun arah nya bertolak belakang dengan hasil hipotesis.
Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pardosi (2015) yang menyatakan bahwa dengan melihat perubahan persediaan
terhadap penjualan selama 2 tahun, rasio perubahan persediaan berpengaruh dalam
mendeteksi risiko kecurangan laporan keuangan. Maka diartikan bahwa adanya
persediaan usang pada perusahaan memberikan peluang kepada pelaku untuk
melakukan kecurangan terhadap laporan keuangan. Sedangkan pada penelitian ini
menjelaskan semakin tinngi nilai persediaan maka tingkat kecurangannya semakin
kecil, ini dikarenakan sampel perusahaan melakukan pengawasan dan kontrol yang
baik. Lain halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Annisya (2016) dan
skousen et al (2008) menyatakan bahwa rasio perubahan persediaan tidak
berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan. Hal itu menunjukkan bahwa
kenaikan perubahan rasio persediaan tidak mempengaruhi manajemen perusahaan
untuk melakukan tindakan kecurangan laporan keuangan.

7. Pengaruh opportunity yang diproksikan dengan nature of industry dan diukur


menggunakan receivable terhadap pendeteksian fraudulent financial statement.
Dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa nilai signifikansi 0,093/2 = 0,0465
lebih kecil dari 0,05 yang artinya berpengaruh signifikan dan dengan β = 0,827 yang
artinya berhubungan positif, maka Ha7 diterima yang berarti bahwa opportunity yang
diproksikan dengan nature of industry dan diukur menggunakan receivable
berpengaruh positif secara signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial
statement.
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yesiariani dan Rahayu (2016) yang menyatakan bahwa rasio perubahan piutang
tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan. Namun penelitian ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan Sihombing dan Rahardjo (2014) yang
menjelaskan bahwa rasio perubahan piutang berpengaruh secara signifikan terhadap
kecurangan laporan keuangan. Dikarenakan peningkatan jumlah piutang dari tahun
sebelumnya dapat menjadi indikasi bahwa perputaran kas perusahaan tidak baik
banyaknya piutang usaha yang dimiliki perusahaan pasti akan mengurangi jumlah
kas yang dapat digunakan perusahaan untuk kegiatan operasionalnya. Terbatasnya
kas dapat menjadi dorongan bagi manajemen untuk memanipulasi laporan keuangan.

8. Pengaruh opportunity yang diproksikan dengan ineffective monitoring dan


diukur menggunakan ineffective whistleblowing system terhadap pendeteksian
fraudulent financial statement.
Dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa nilai signifikansi 0,918/2 = 0,459 lebih
besar dari 0,05 yang artinya tidak berpengaruh signifikan dan dengan β = -0,038
yang artinya berhubungan negatif, maka Ha8 ditolak yang berarti bahwa opportunity
yang diproksikan dengan ineffective monitoring dan diukur menggunakan ineffective
whistleblowing system tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian
fraudulent financial statement. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningrum (2016) dan Skousen et al (2008)
yang menyatakan bahwa ineffective whistleblowingsystem memiliki pengaruh positif
terhadap kecurangan laporan keuangan. Kusumaningrum (2016) menjelaskan bahwa
dalam penelitian yang dilakukan oleh ACFE (2006), ketidakefektifan sistem
whisteblowing berpengaruh positif dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan.
Hal tesebut berarti semakin tidak efektifnya sistem whistle blowing akan
mengakibatkan semakin rendahnya pengawasan sehingga memberikan peluang bagi
perusahaan untuk melakukan kecurangan laporan keuangan.
9. Pengaruh opportunity yang diproksikan dengan ineffective monitoring dan
diukur menggunakan BDOUT terhadap pendeteksian fraudulent financial
statement.
Dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa nilai signifikansi 0,437/2 = 0,2185
lebih besar dari 0,05 yang artinya tidak berpengaruh signifikan dan dengan β = 1,211
yang artinya berhubungan positif, maka Ha9 ditolak yang berarti bahwa opportunity
yang diproksikan dengan ineffective monitoring dan diukur menggunakan ineffective
whistleblowing system tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian
fraudulent financial statement.
Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Yesiariani dan Rahayu
(2016), Sihombing dan Rahardjo (2014), Skousen (2008), serta Ujiyantho dan
Pramuka (2007) yang menyimpulkan bahwa BDOUT tidak memiliki pengaruh
secara signifikan terhadap financial statement fraud. Secara umum keberadaan
dewan komisaris independen akan memberikan sedikit jaminan bahwa pengawasan
perusahaan akan semakin independen dan objektif serta jauh dari intervensi pihak-
pihak tertentu. Semakin banyak komisaris independen diharapkan akan semakin
meningkatkan kinerja perusahaan. Namun akan berbeda apabila terdapat intervensi
kepada dewan komisaris independen yang mengakibatkan tidak objektifnya suatu
pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris independen tersebut sehingga
jumlah atau banyaknya dewan komisaris independen dalam suatu perusahaan bukan
merupakan suatu faktor yang signifikan dalam peningkatan pengawasan operasional
perusahaan.

10. Pengaruh opportunity yang diproksikan dengan organizational structure dan


diukur menggunakan DIRCHG terhadap pendeteksian fraudulent financial
statement.
Dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa nilai signifikansi 0,010/2 = 0,005 lebih
kecil dari 0,05 yang artinya berpengaruh signifikan dan dengan β = 0,955 yang
artinya berhubungan positif, maka Ha10 diterima yang berarti bahwa opportunity
yang diproksikan dengan organizational structure dan diukur menggunakan
DIRCHG berpengaruh positif secara signifikan terhadap pendeteksian fraudulent
financial statement. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan
oleh Kusumaningrum (2016) dan Skousen et al (2008) serta penelitian lain yang
dilakukan oleh Wolfe dan Hermanson (2004). Penelitian tersebut menjelaskan bahwa
pergantian direksi bisa jadi merupakan upaya perusahaan untuk menyingkirkan
direksi yang dianggap mengetahui fraud yang dilakukan perusahaan.

11. Pengaruh rationalization yang diproksikan dengan rationalization dan


diukur menggunakan AUDCHG terhadap pendeteksian fraudulent
financial statement.
Dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa nilai signifikansi 0,726/2 = 0,363 lebih
besar dari 0,05 yang artinya tidak berpengaruh signifikan dan dengan β = -0,127
yang artinya berhubungan negatif, maka Ha11 ditolak yang berarti bahwa
rationalization yang diproksikan dengan rationalization dan diukur menggunakan
AUDCHG tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian fraudulent
financial statement.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Kusumaningrum
(2016), Yesiariani dan Rahayu (2016), Pardosi (2015), serta Skousen et al (2008)
yang menyatakan bahwa pergantian auditor tidak mempengaruhi dalam mendeteksi
kecurangan laporan keuangan. Pergantian auditor telah diatur oleh pemerintah
Indonesia dalam Surat Keputusan Kementerian Keuangan No.423/KMK.06/2008
yang mengharuskan mengganti KAP yang telah mendapat penugasan audit selama
lima tahun berturut-turut. Penelitian ini dilakukan setelah tahun 2008, sehingga
kemungkinan pergantian auditor yang terjadi pada periode penelitian merupakan
pelaksanaan dari peraturan tersebut. Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rachmawati dan Marsono (2014), serta Lou dan Wang (2009) yang
menyatakan bahwa pergantian auditor berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan
keuangan. Alasan hipotesis ini diterima adalah karena pergantian auditor oleh suatu
perusahaan dalam kurun waktu tertentu memungkinkan perusahaan untuk melakukan
kecurangan laporan keuangan yang disajikan sehingga kegunaan berpindah auditor
adalah agar kecurangan yang dilakukan perusahaan tidak diketahui oleh auditor yang
baru.

12. Pengaruh capability yang diproksikan dengan positioning dan diukur


menggunakan CEO’s tenure terhadap pendeteksian fraudulent financial
statement.
Dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa nilai signifikansi 0,077/2 = 0,0385
lebih kecil dari 0,05 yang artinya berpengaruh signifikan dan dengan β = 0,730 yang
artinya berhubungan positif, maka Ha12 diterima yang berarti bahwa capability yang
diproksikan dengan positioning dan diukur menggunakan CEO’s tenure berpengaruh
positif secara signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial statement.
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh ACFE Canada
(2006) yang menyatakan bahwa CEO yang menjabat lebih dari tiga tahun
berpengaruh dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Penelitian tersebut
mengungkapkan bahwa semakin lama seseorang bekerja di sebuah perusahaan,
semakin tinggi pula tingkat otoritasnya. Seorang yang lebih lama menjabat akan
lebih mengetahui pengendalian dan operasional perusahaan, termasuk kelemahan
pengendalian perusahaan. Oleh karena itu, hal tersebut memicu terjadinya
kecurangan laporan keuangan. Namun bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kusumaningrum (2016) yang menjelaskan bahwa CEO’s Tenure
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan
karena CEO yang menjabat lebih dari tiga tahun justru lebih banyak pengalaman dan
lebih bisa mempelajari kesalahan pengambilan keputusan sebelumnya untuk
memperbaikinya di masa yang akan datang dengan kemampuan dan teknik yang
dimiliki tanpa harus melakukan kecurangan laporan keuangan.

13. Pengaruh capability yang diproksikan dengan intelegence dan diukur


menggunakan CEO’s education terhadap pendeteksian fraudulent financial
statement.
Dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa nilai signifikansi 0,160/2 = 0,08 lebih
besar dari 0,05 yang artinya tidak berpengaruh signifikan dan dengan β = 0,554 yang
artinya berhubungan positif, maka Ha13 ditolak yang berarti bahwa capability yang
diproksikan dengan intelegence dan diukur menggunakan CEO’s education tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial statement.
Penelitian ini selaras dengan hasil peneltian yang dilakukan oleh Kusumaningrum
(2016) yang menjelaskan bahwa CEO’s Education tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Hal ini terjadi karena CEO yang
menjabat dengan berlatar belakang pendidikan minimal magister justru lebih
berpengalaman dan mempunyai banyak pengetahuan, sehingga bisa mempelajari
kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pengambilan keputusan sebelumnya untuk
memperbaikinya di masa yang akan datang dengan kemampuan dan teknik yang
dimiliki tanpa harus melakukan kecurangan terhadap laporan keuangan.
Berdasarkan hasil dan analisis uji hipotesis di atas, maka dapat diperoleh
persamaan regresi logistik sebagai berikut :

Ln(FRAUDPP) = -1,716 + 0,827RECEI + 0,955DIRCHG +


0,730CEOTENURE + εi

V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Pressure yang diproksikan dengan financial stability dan diukur
menggunakan ACHANGE tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pendeteksian fraudulent financial statement.
2. Pressure yang diproksikan dengan external pressure dan diukur
menggunakan capital turnover tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pendeteksian fraudulent financial statement.
3. Pressure yang diproksikan dengan personal financial needs dan diukur
menggunakan ISOWN tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pendeteksian fraudulent financial statement.
4. Pressure yang diproksikan dengan personal financial needs dan diukur
menggunakan ESO tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pendeteksian fraudulent financial statement.
5. Pressure yang diproksikan dengan financial target dan diukur menggunakan
ROA tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian fraudulent
financial statement.
6. Opportunity yang diproksikan dengan nature of industry dan diukur
menggunakan inventory berpengaruh negatif secara signifikan terhadap
pendeteksian fraudulent financial statement, namun arah nya bertolak
belakang dengan hasil hipotesis.
7. Opportunity yang diproksikan dengan nature of industry dan diukur
menggunakan receivable berpengaruh positif secara signifikan terhadap
pendeteksian fraudulent financial statement.
8. Opportunity yang diproksikan dengan ineffective monitoring dan diukur
menggunakan ineffective whistleblowing system tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial statement.
9. Opportunity yang diproksikan dengan ineffective monitoring dan diukur
menggunakan ineffective whistleblowing system tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial statement.
10. Opportunity yang diproksikan dengan organizational structure dan diukur
menggunakan DIRCHG berpengaruh positif secara signifikan terhadap
pendeteksian fraudulent financial statement.
11. Rationalization yang diproksikan dengan rationalization dan diukur
menggunakan AUDCHG tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pendeteksian fraudulent financial statement.
12. Capability yang diproksikan dengan positioning dan diukur menggunakan
CEO’s tenure berpengaruh positif secara signifikan terhadap pendeteksian
fraudulent financial statement.
13. Capability yang diproksikan dengan intelegence dan diukur menggunakan
CEO’s education tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian
fraudulent financial statement.

5.2. Implikasi
1. Pengembangan Teori
Penelitian ini diharapkan mampu untuk menjelaskan teori yang sebelumnya
ada mengenai fraud, faktornya dan fraudulent financial statement guna untuk dikaji
ulang maupun dilakukan pengembangan lebih lanjut.
2. Praktik
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan bagi OJK (Otoritas jasa
Keuangan) dan pemerintah untuk lebih memperketat pengawasan akan kecurangan
terhadap laporan keuangan di perusahaan. Selain itu, bagi perusahaan terutama
perusahaan property, real estate, and building construction dalam membuat suatu
kebijakan terkait dengan struktural organisasi perusahaan, pergantian direksi,
pergantian auditor, jumlah dewan komisaris independen, masa jabatan CEO,
perekrutan atau pengangkatan CEO, serta program pelatihan dan pendidikan bagi
CEO. Sedangkan bagi investor dapat memperhatikan laporan keuangan secara
seksama, melihat track record perusahaan dalam beberapa tahun terakhir dan
senantiasa melakukan pengawasan terhadap perusahaan terutama untuk kondisi laba
yang diperoleh sebelum melakukan investasi.

5.3. Keterbatasan
1. Penelitian ini hanya menggunakan perusahan sektor property, real estate, and
building construction sebagai sampel penelitian sehingga tidak dapat
digeneralisir untuk diaplikasikan pada industri lain.
2. Variabel dari dimensi capability (kapabalitas) yang merupakan dimensi yang
keempat belum dimasukkan seluruhnya dalam penelitian ini, yaitu
confidence/ego (kepercayaan diri), coercion skills (kemampuan untuk
memaksa), effective lying (keefektifan berbohong) dan immunity to stress.
5.4. Saran
1. Memperluas sampel penelitian sehingga tidak hanya sebatas perusahaan
property, real estate, and building construction saja.
2. Menambah variabel dari dimensi capability lainnya dalam variavel penelitian
yaitu confidence/ego (kepercayaan diri), coercion skills (kemampuan untuk
memaksa), effective lying (keefektifan berbohong) dan immunity to stress.
DAFTAR PUSTAKA

Albrecht, W. S., C. O. Albrecht and C. C. Zimbelman. 2011. Fraud Examinantion,


4th Edition (Cengage Learning): Austin, Texas.
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). (2002). Consideration
of Fraud in a Financial Statement Audit. Statement on Auditing Standards
(SAS) No. 99. New York: AICPA.
Annisya, Mafiana. (2016). Pendeteksian Fraudulent Financial Statement dengan
Analisis Fraud Diamond (Studi Empiris Perusahaan Jasa Sektor Properti
dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Skripsi. Lampung:
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
Arens, Alvin A; Randal J. Elder, dan Mark S Beasley. 2014. Auditing dan Jasa
Assurance: Pendekatan Terintegrasi (Edisi Kelimabelas). Jakarta: Erlangga.
Association of Certified Fraud Examiner (ACFE). (2006). Detecting Occupational
Fraud in Canada: A Study of its Victims and Perpetrators. USA: ACFE.
Association of Certified Fraud Examiner (ACFE). (2016). Report to the Nation
Occupational Fraud and Abuse. USA: ACFE.
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). Fraud.
http://www.acfe.com/fraud-101.aspx (diakses pada 25 Oktober 2016).
Cressey, D. (1953). Other People’s Money: a Study in the Social Psychology of
Embezzlement. Glencoe, IL, Free Press.
Dalnial, Hawariah; Amrizah K; Zuraidah Mohd. Sanusi, dan Khairun S.K. (2014).
Detecting Fraudulent Financial Reporting through Financial Statement
Analysis. Journal of Advanced Management Science, Vol. 2, No. 1:17-22.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan. 2015. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta:
Ikatan Akuntansi Indonesia.
Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi dan Analisis Multivariate dengan Proses SPSS.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Standar Audit (SA) 240 Tanngung Jawab
Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan
Keuangan. http://iapi.or.id/multimedia/48-Standar-Audit-240 (Diakses
Pada 5 November 2016).
Jakaria. 2010. Statistika Deskriptif (Ketiga ed). Jakarta: Andrea Publisher.
Jensen, and W. H. Meckling. (1976). “Theory of the Firm: Mangerial Behavior,
Agent Cost and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics. Vol.
3: 305-306.
Kustono, Alwan Sri dan Evelin Dwi Kusuma Sari. (2012). Pengaruh Profitabilitas
dan Financial Leverage Terhadap Praktik Perataan Penghasilan pada Bank-
Bank di Indonesia. Media Riset Akuntansi. Vol. 2, No. 2: 99-112.
Kusumaningrum, Aisyah Wijayanti. (2016). Analisis Pengaruh Fraud Diamond
dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan (Perbandingan Indeks
Eckel dan Korelasi Akrual Akuntansi). APMAA Proceeding. Bali, Indonesia.
Murtanto. (2016). Analisis Kecurangan Laporan Keuangan Menggunakan Faktor
Fraud Diamond. APMAA Proceeding. Taipei, Taiwan.
Pardosi, Rica Widia. (2015). Analisis Fraud Diamond dalam Mendeteksi
Kecurangan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia
dengan Menggunakan Fraud Score Model. Skripsi. Lampung: Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
Persons, O. (1995). Using Financial Statement Data to Identify Factors Associated
with Fraudulent Financial Reporting. Journal of Applied Business Research
11 (3): 38-46.
Rachmawati, K.K. dan Marsono. (2014). Pengaruh Faktor-Faktor Dalam Perspektif
Fraud Triangle Terhadap Fraudulent Financial Reporting (Studi Kasus pada
Perusahaan Berdasarkan Sanksi dari Bapepam Periode 2008-2012).
Diponegoro Journal of Accounting. Vol. 3, No.2: 1-14.
Rezaee, Zabihollah. 2002. Financial Statement Fraud: Prevention and Detection.
Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Sekaran, U. 2011. Metodologi Penelitian Bisnis (4 ed., Vol. 2). Jakarta: Salemba
Empat.
Sihombing, K. Samuel dan Shiddoq Nur Rahardjo. (2014). Analisis Fraud Diamond
Dalam Mendeteksi Financial Statement Fraud: Studi Empiris Pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun
2010-2012. Diponegoro Journal of Accounting. Vol. 3, No. 2: 1-12.
Skousen, C. J., Smith, K. R. And Wright, C. J. (2008). Detecting and Financial
Statement Fraud : The Effectiveness of the Fraud Triangle and SAS 99.
http://ssrn.com/abstract=1295494 (diakses pada 15 September 2016).
Tuanakotta, Theodorus M. 2007. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif.
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Wells, Joseph T. 2010. Principles of Fraud Examination. Texas: John Wiley & Sons,
Inc.
Wolfe, David T. Dan Dana R. Hermanson. (2004). The Fraud Diamond:
Considering the Four Elements of Fraud. The CPA Journal, 74 (12): 38-42.

Das könnte Ihnen auch gefallen