Sie sind auf Seite 1von 34

AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC

EDUCATION

ISSN (P): 2598-9588, ISSN (E): 2550-1100, VOL. 1 (2), 2017, PP. 169-192

Membangun Mental
Kewirausahaan melalui
Edupreneurship bagi Pendidik
PAUD

Sumiyati
Institut Pesantren Mathali’ul Falah Pati
Email: atikpaudi@gmail.com

Abstract
Edupreneurship is an important branch of
science to be taught at every level of
education. Everyone has the right to be
entrepreneur, including the educators on Early
Childhood Education services (PAUD). PAUD
Educators have a strategic opportunity as
entrepreneurs by looking at the needs of
learning media for children, in the form of
Educational Game Tools (APE) needed to
support learning, as well as the readiness of
innovative teaching materials in order to
create quality learning. With edupreneurship,
PAUD educators will have an entrepreneurial
mentality and become an independent person
who is able to innovate and be creative to
develop themselves into competent PAUD
educators. PAUD educators will be able to
become entrepreneurs by developing media
THIS WORK IS LICENSED CREATIVE COMMONS ATTRIBUTION-NONCOMMERCIAL 4.0
INTERNATIONAL LICENSE

© 2017 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI, STAI AL HIKMAH TUBAN, JAWA
TIMUR
SUMIYATI

products and teaching materials, as well as


being an idolized teacher because it can
create a learning atmosphere in the classroom
with great fun with the products of these
teaching materials. Edupreneurship can also
be introduced to children through aspects of
child development, such as aspects of moral
values development, aspects of language
development, emotional social development
aspects of independence, aspects of physical
motor development, aspects of cognitive
development and aspects of art development.
Keywords: edupreneurship,
enterpreunership, teacher competence

PENDAHULUAN
Pengusaha adalah seseorang yang memiliki
kegiatan usaha. Kita beranggapan bahwa
pengusaha merupakan seseorang yang secara
profesional menekuni bisnis, kebanyakan
bergerak di bidang perdagangan, mampu
mengelola keuangan dan manajemen yang
baik. Pengusaha memiliki jiwa kewirausahaan
atau yang yang sering disebut sebagai
enterpreneur yang gigih dan pantang
menyerah. Seorang pengusaha yang sukses
biasanya memiliki pengalaman yang beragam
tentang kegiatan usahanya. Pengalaman-
pengalaman tersebut tidak selalu berupa
kesuksesan dan keberhasilan, pengalaman
seseorang yang sukses, termasuk pengusaha
yang sukses sekalipun pasti memiliki
pengalaman yang kurang baik, entah itu
berupa kegagalan, kerugian, dan sebagainya.
Dewasa ini sebutan enterpreneur tidak hanya
berlaku pada kalangan pengusaha kelas atas

2 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1 (2),


2017
MEMBANGUN MENTAL KEWIRAUSAHAAN MELALUI EDUPRENEURSHIP

saja. Maraknya beragam jenis usaha yang


sudah dilakukan dari semua kalangan,
membuat sebutan enterpreneur bisa melekat
kepada siapa saja. Dari kalangan pelajar,
mahasiswa, dan ibu rumah tangga. Kemajuan
teknologi juga berpengaruh terhadap
berkembangnya kegiatan usaha di
masyarakat. Adanya onlineshop yaitu
kegiatan jual beli di dunia maya, memudahkan
para pebisnis pemula dalam melakukan
transaksi di dunia maya. Transaksi online
dianggap membantu karena lebih praktis,
mudah, dan murah. Para pebisnis pemula
tidak perlu menyediakan tempat khusus atau
menyewa toko untuk memajang barang-
barang dagangan.
Hal yang menarik dari kegiatan kewirausahaan
ini adalah tidak menghalangi profesi
seseorang untuk terjun ke dalam dunia bisnis.
Kegiatan kewirausahaan dapat pula dilakukan
oleh mereka yang berprofesi sebagai pendidik.
Mental kewirausahaan dapat ditumbuhkan dan
berkembang dengan baik di kalangan
pendidik. Para pendidik dapat meningkatkan
kompetensi profesionalnya dengan
menumbuhkan ide-ide mereka melalui
pembuatan media. Pendidik juga dapat
mengembangkan ide-idenya dalam bentuk
bahan ajar yang kreatif dan inovatif. Justru di
kalangan pendidik inilah jiwa kewirausahaan
dapat tumbuh dengan kreatif dan
menyenangkan, tanpa menghalangi tugas dan
kewajiban pokok mereka sebagai pendidik.
Inovasi di dalam membuat peraga membantu
mengasah mentalitas kewirausahaan yang
dimiliki seorang pendidik, sehingga mentalitas
kewirausahaan ini dapat terus ditumbuhkan
dengan edupreneurship.

VOL. 1 (2), 2017 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC


EDUCATION 3
SUMIYATI

Para pendidik pada jenjang Pendidikan Anak


Usia Dini (PAUD), memiliki kebutuhan untuk
dapat membuat media semenarik mungkin.
Pembelajaran yang menarik dengan berbagai
bahan ajar juga merupakan salah satu ciri
kegiatan pembelajaran yang dilakukan di
PAUD. Hal ini sejalan dengan mental
kewirausahaan, yang harus jeli dalam
menangkap peluang di pasar. Kaitannya
dengan pendidik PAUD, seorang pendidik
PAUD dapat menciptakan pangsa pasarnya
sendiri dengan mengetahui kebutuhan akan
media berupa Alat Permainan Edukatif (APE)
bagi keberlangsungan belajar melalui kegiatan
bermain yang dibutuhkan oleh setiap lembaga
PAUD. Guru PAUD dapat mengembangkan
inovasi pembuatan media melalui cara-cara
yang menarik dan menyenangkan, sehingga
mental kewirausahaan guru dapat
berkembang dan berbasis pada edupreneur.

PEMBAHASAN
Mental Kewirausahaan
Setiap individu memiliki perilaku yang
berbeda-beda. Ada seseorang yang memiliki
kemampuan bertahan yang baik, dan tidak
mudah menyerah. Akan tetapi ada pula
seseorang yang mudah goyah sehingga
mudah sekali menyerah tanpa melakukan
banyak usaha untuk mendukung cita-cita yang
ingin dicapainya. Sikap seseorang dipengaruhi
oleh mentalitas yang dimilikinya.
Sebagaimana disebutkan di dalam kamus
Bahasa Indonesia bahwa mentalitas adalah
keadaan dan aktivitas jiwa, cara berpikir, serta
berperasaan. Sedangkan mental adalah
sesuatu yang berhubungan dengan jiwa atau
batin manusia, yaitu watak manusia (KBI,

4 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1 (2),


2017
MEMBANGUN MENTAL KEWIRAUSAHAAN MELALUI EDUPRENEURSHIP

2011: 314). Seseorang yang selalu optimis dan


berpikir positif, memiliki kehidupan mental
yang jauh lebih sehat dibanding dengan
seseorang yang berpikir pesimis, memandang
masalah sebagai beban yang berat dan
mengancam.
Untuk dapat memiliki mental yang baik, maka
seseorang harus membiasakan diri untuk
berperilaku baik, serta memperoleh
pendidikan mental yang baik pula. Pendidikan
mental adalah pendidikan untuk memperbaiki
tingkah laku dan sikap emosional manusia
yang sesuai dengan perasaan menerima
terhadapa diri sendiri serta mewujudkan
interaksi yang positif dengan lingkungan (Abla
Bassat, 2007: 211). Mental yang baik ditandai
dengan kemampuan untuk menerima diri
sendiri dengan positif, berusaha
menyelesaikan permasalahannya dengan baik
dan berinteraksi dengan lingkungan sosial
masyarakat di mana seseorang tersebut
tinggal.
Wirausaha dapat diartikan sebagai seseorang
yang berbakat mengenali produk baru,
menentukan cara produksi baru, menyusun
operasi untuk pengadaan produk baru,
memasarkan serta mengatur permodalan
operasi (KBI, 2011: 613). Seseorang yang
berwirausaha akan melakukan kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan
pengembangan produk-produk baru dengan
segala inovasi yang dibuatnya. Dengan
demikan mental kewirausahaan dapat
dipahami sebagai cara berpikir untuk
menghasilkan dan mengembangkan suatu
produk baru, kemudian memasarkannya.
Untuk dapat mengajar dengan baik, seorang
pendidik PAUD memerlukan media berupa Alat

VOL. 1 (2), 2017 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC


EDUCATION 5
SUMIYATI

Permainan Edukatif (APE). Pembelajaran dapat


berlangsung efektif apabila bahan ajar yang
digunakan berkualitas. Kehadiran seorang
guru dan sejumlah pembelajar di dalam kelas,
tidak berarti proses pendidikan berlangsung
secara otomatis, sehingga apabila ada proses
pengajaran, tidak berarti pasti diikuti oleh
proses pembelajaran (Hamruni, 2009: 3).
Seorang pendidik di dalam kelas tidak sekedar
menyampaikan materi yang ingin diajarkan
kepada anak-anak. Seorang pendidik yang
baik harus memahami kesiapan dari para
anak didik, demikian juga dengan perangkat
pembelajaran yang harus disiapkan. Anak-
anak akan lebih tertarik dengan kegiatan
belajarnya apabila pendidik memberikan
penjelasan melalui media yang dapat secara
langsung dilihat oleh anak-anak. Media
memudahkan anak-anak untuk berinteraksi
dan memahami apa yang disampaikan oleh
guru atau pendidiknya. Dengan demikian
salah satu kemampuan yang harus dimiliki
oleh guru PAUD adalah kemampuan dalam
membuat dan menghadirkan media dalam
setiap kegiatan.
Kemampuan pembuatan media yang dimiliki
seorang guru atau pendidik PAUD merupakan
modal yang sangat baik untuk memupuk
mental kewirausahaan seorang guru. Dengan
terus melatih diri dalam membuat media, guru
akan semakin terasah untuk memproduksi
media dan berusaha menciptakan kreasi-
kreasi yang baru, sehingga media dapat
berkembang dengan baik, mengikuti
kebutuhan lapangan, tepat guna. Dengan
selalu menggunakan media yang baik, guru
akan semakin terampil dalam pembuatannya,
sedangkan anak didik akan nyaman dan
senang, karena pembelajarann dapat

6 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1 (2),


2017
MEMBANGUN MENTAL KEWIRAUSAHAAN MELALUI EDUPRENEURSHIP

berlangsung dengan menggembirakan dengan


kehadiran media.

Edutainment
Salah satu prinsip pembelajaran di PAUD
adalah belajar melalui kegiatan bermain.
Bermain merupakan aktifitas utama yang
dilakukan oleh anak-anak di dalam kehidupan
sehari-harinya. Seorang guru atau pendidik
perlu menggunaan kegiatan bermain sebagai
bagian dari strategi pembelajaran di PAUD.
Kegiatan belajar di PAUD dapat direncanakan
dengan hal-hal yang menyenangkan, sehingga
muncul istilah edutainment di dalam
pembelajaran pada lembaga PAUD.
Edutainment berasal dari kata education dan
entertainment. Education dapat diartikan
sebagai pendidikan, sedangkan entertainment
berarti hiburan. Dari segi bahasa edutainment
memiliki arti pendidikan yang menghibur atau
menyenangkan, sedangkan dari sisi
terminologi, edutainment berarti suatu proses
pembelajaran yang didesain sedemikian rupa,
sehingga muatan pendidikan dan hiburan
dapat dikombinasikan secara harmonis untuk
menciptakn pembelajaran yang
menyenangkan ( Sholeh Hamid, 2014: 17).
Cara belajar anak yang menyenangkan
melalui kegiatan bermain, memberikan
peluang bagi guru untuk mengembangkan
desain pembelajaran yang menarik. Guru
perlu mengetahui konsep edutainment
sebagai bekal untuk menyusun rencana
pembelajaran, dan sebagai acuan di dalam
membuata media atau peraga
pembelajarannya.
Salah satu tujuan eduatainment adalah
menyampaikan pembelajaran atau suatu
VOL. 1 (2), 2017 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC
EDUCATION 7
SUMIYATI

materi kepada anak, dengan tidak memaksa.


Pendidik jangan terlalu memaksa para siswa
untuk mengikuti kemauan atau buah pikiran
orang lain. Perlakuan yang demikian membuat
mereka ibarat kaset yang harus merekam
suara-suara tanpa menghiraukan apakah
kaset tersebut masih peka atau tidak. (Sholeh
Hamid, 2014: 39). Di dalam proses pendidikan,
seorang pendidik tidak boleh memaksakan
keinginannya kepada anak didiknya. Anak
yang belajar secara terpaksa tidak akan
maksimal di dalam menerima pengetahuan
yang diajarkan kepadanya. Keterpaksaan yang
dilakukan oleh anak-anak di dalam proses
belajarnya suatu saat akan menimbulkan
pemberontakan. Pemberontakan-
pemberontakan inilah yang sering disebut
para pendidik sebagai kenakalan.
Guru yang cederung memaksa anak-anak
untuk belajar sesuai kemauan guru, adalah
salah satu contoh kegiatan belajar yang tidak
menyenangkan. Kegiatan ini tidak sesuai
dengan konsep edutainment. Pembelajaran
yang berpusat pada guru akan menimbulkan
kebosanan. Apabila hal ini dibiarkan dalam
waktu yang lama, maka anak-anak akan
mengalami kehidupan pembelajaran monoton
dan tidak berkembang. Suasana kelas akan
menjadi ramai karena anak-anak tidak fokus
terhadap apa yang disampaikan oleh guru.
Atau justru sebaliknya, seuasana kelas
menjadi lesu karena anak-anak tidak
bersemangat dalam belajar, bahkan sebagian
anak akan mengantuk. Salah satu tugas guru
adalah membuat anak-anak didik mencintai
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dapat
diperoleh melalui pendidikan dan pengajaran.
Pendidikan dan pengajaran adalah sesuatu
yang sangat layak untuk dimiliki setiap

8 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1 (2),


2017
MEMBANGUN MENTAL KEWIRAUSAHAAN MELALUI EDUPRENEURSHIP

manusia yang ingin terangkat derajatnya. Ia


merupakan pemberian yang sangat bernilai,
dan sangat pantas untuk ditransformasikan.
Sedangkan kebodohan adalah akibat
hilangnya fenomena dan proses pendidikan
dan pengajaran, juga menjadi awal sebuah
kehancuran. Kehidupan yang berlangsung
dilingkupi suasana kebodohan adalah
kehidupan yang sia-sia belaka. Dan ilmu
merupakan kebutuhan dasar manusia, karena
ia menjadi sarana penting untuk bisa
menjalani kehidupan secara wajar. Ia ibarat
sayap, yang dengannya manusia bisa mencari
hidup dan kehidupan kapan saja dan dimana
saja (Al-Abrasyi, 1996: 42).
Konsep edutainmet perlu didukung oleh
lingkungan yang baik. Lingkungan yang
kondusif untuk belajar, mutlak dibutuhkan oleh
subjek didik agar mudah melakukan
pembelajaran dengan baik. Misalnya kampus
yang asri, tenang, jauh dari keramaian kereta
api, mobil, kapal terbang, pasar, dsb.,
demikian keadaan udara yang tidak terlalu
panas dan dingin, tapi bisa sesuai dengan
subyek didik yang sedang melaksanakan
proses pembelajaran (Sutrisno, 2008: 119).
Suasana lingkungan tempat belajar anak juga
sangat berpengaruh terhadap konsep
edutainment. Sekolah yang berada tepat
pinggir jalan raya misalnya, anak-anak tidak
akan dapat menikmati pembelajaran di dalam
kelas, meskipun dengan konsep edutainment,
anak-anak akan merasa terganggu karena
setiap saat harus mendengar bunyi lalu lalang
kendaraan bermotor lengkap dengan suara
klaksonnya.

Edupreneurship

VOL. 1 (2), 2017 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC


EDUCATION 9
SUMIYATI

Edupreneurship secara harfiah terdiri dari dua


kata, yaitu education, dan enterpreneurship.
Education mempunyai makna pendidikan,
sedangkan entrepreneurship memiliki makna
kewirausahaan (Jhon, 2000: 207). Di dalam
enterpreneurship mengandung tiga hal pokok
yang dapat dipelajari, yaitu creativity
innovation (pembaharuan daya cipta),
opportunity creation (kesempatan berkreasi),
dan calculated risk talking (perhitungan resiko
yang diambil). Jika entrepreneur itu dimengerti
dalam tiga hal tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa setiap manusia terlahir sebagai
entrepreneur dengan potensi pembaharu yang
kreatif, pencipta peluang yang handal, dan
pengambil resiko yang berani (Fadlullah, 2011:
75). Entrepreneurship juga dapat dimaknai
sebagai suatu sikap, jiwa, dan kemampuan
untuk menciptakan sesuatu yang baru yang
sangat bernilai dan berguna, baik bagi dirinya
sendiri maupun bagi orang lain (Kemendiknas,
2010: 15).
Dari penjelasan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa eduprenership merupakan
pendidikan kewirausahaan. Pendidikan
kewirausahaan merupakan usaha untuk
mendidik seseorang agar dapat menghasilkan
suatu produk, baik barang maupun jasa, yang
bernilai jual dan bermanfaat baik bagi dirinya
sendiri maupun bermanfaat bagi orang lain.
Sehingga pendidikan kewirausahaan ini
memiliki manfaat yang cukup luas, karena
dapat memberikan kontribusi yang baik dalam
kehidupan pribadi dan bermasyarakat.
Pendidikan kewirausahaan penting untuk
dilakukan karena dengan melalui pendidikan
kewirausahaan ini, akan membentuk
seseorang yang memiliki kemandirian, yaitu
dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada

10 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1


(2), 2017
MEMBANGUN MENTAL KEWIRAUSAHAAN MELALUI EDUPRENEURSHIP

orang lain, serta mampu mengambil


keputusannya sendiri. Seorang entrepreneur
adalah orang yang mandiri dan pekerja keras.
Ada empat bentuk kemandirian yang dapat
dikembangkan oleh seseorang, yaitu Pertama,
kemandirian emosi, yaitu kemampuan
mengontrol emosi sendiri dan tidak tergantung
kebutuhan emosi pada orang lain. Kedua,
kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan
mengatur ekonomi sendiri dan tidak
tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang
lain. Ketiga kemandirian intelektual, yaitu
kemampuan untuk mengatasi berbagai
masalah yang dihadapi. Keempat, kemandirian
sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan
interaksi dengan orang lain dan tidak
tergantung pada aksi orang lain (Desmita,
2009: 186). Seorang entrepeneur perlu
memiliki keempat jenis kemandirian ini. Untuk
menjadi entrepreneur sejati kontrol emosi
menjadi penting untuk dilakukan, sehingga
tidak mudah terpengaruh dengan hasutan,
atau berita-berita yang belum tentu
kebenarannya. Seorang entrepreneur harus
mampu melakukan kemandirian ekonomi,
memiliki strategi keuangan yang baik dan
tidak bergantung pada orang lain, serta
memiliki kemandirian intelektual serta
kemandirian sosial, yaitu terus mengasah diri
dengan belajar, membangun interaksi yang
baik dengan pihak lain.
Edupreneurship perlu dikembangkan, karena
keberadaannya sejalan dengan Undang-
Undang, yaitu mengembangkan potensi diri
sehingga dapat menciptakan kemandirian.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya
VOL. 1 (2), 2017 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC
EDUCATION 11
SUMIYATI

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,


pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara (UU Sisdiknas, 2003). Potensi diri yang
terus diasah dan dikembangkan dapat
menjadikan seseorang memiliki kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki
daya saing. SDM yang berkualitas, merupakan
aset yang mendukung seseorang untuk
mengembangkan diri dan hidup
bermasyarakat.
Sumber Daya Manusia adalah merupakan
sumber dari kekuatan yang berasal dari
manusia yang dapat didayagunakan oleh
organisasi atau lembaga di mana Sumber
Daya Manusia tersebut merupakan sebuah
aset (modal) bagi sebuah organisasi atau
lembaga dalam menentukan keberhasilan atau
kegagalan organisasi atau lembaga dalam
merealisasikan visi misi strateginya (Ahmad
Ruki, 2006: 9). Seseorang dengan SDM yang
baik, akan lebih mudah berorganisasi dan
diterima oleh suatu komunitas. Sedangkan
sebaliknya seseorang dengan kualitas SDM
yang rendah, kebanyakan sulit mendapatkan
pekerjaan, atau mengalami hambatan dalam
bersosialisasi. Di dalam berorganisasi,
kemajuan suatu organisasi dapat ditentukan
oleh kualitas sumber dayanya. Karena Sumber
Daya Manusia adalah penduduk yang siap,
mau, dan mampu memberi sumbangan
terhadapa usaha pencapaian tujuan
organisasional (Yoyon, 2008: 17).
Edupreneurship juga telah lama dikenal di
dunia Islam, khususnya pesantren. Di
lingkungan pesantren, para santri dididik
untuk menjadi manusia yang bersikap mandiri
dan berjiwa wirausaha (Wahjoetomo, 1997:
12 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1
(2), 2017
MEMBANGUN MENTAL KEWIRAUSAHAAN MELALUI EDUPRENEURSHIP

95). Dengan sistem pemondokan, santri


dididik untuk dapat bertanggungjawab
terhadap diri sendiri, dan mampu beradaptasi
dengan lingkungannya. Dalam bidang
ekonomi, santri diharapkan mengawali dan
tidak pernah mengajarkan pemisahan antara
ibadah ritual dengan pe kerjaan. Keduanya
merupakan kewajiban setiap muslim, maka
kerja merupakan salah satu bentuk jihad untuk
memperoleh ketenangan dalam ibadah ritual
(Nidhamun Ni’am, 1997: 2). Santri sebagai
bagian dari masyarakat memiliki kewajiban
untuk bersosialisasi dengan masyarakat,
mereka membutuhkan ketrampilan hidup
untuk dapat bermasyarakat dan memenuhi
kebutuhan hidup selayaknya masyarakat pada
umumnya, sehingga bekerja dan
menghasilkan materi merupakan bagian dari
ibadah yang harus dilakukan. Dengan
demikian tidak ada dikotomi antara ibadan
dengan bekerja untuk memenuhi hajat hidup,
karena keduanya sama-sama bernilai ibadah.
Ajaran kemandirian di dalam Islam diperkuat
oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad bin Hanbal, hadis ini menunjukkan
pelajaran kemandirian kepada umat Islam
yaitu, Telah kami ceritakan dari Aswad bin
‘Amir berkata, telah kami ceritakan dari Syarik
dari Jumay’in bin ‘Umair dari saudara
lakilakinya berkata,ditanyakan oleh beliau
kepada Nabi saw, Amal apa yang paling
utama?‛, kemudian Nabi saw menjawab, ‚Jual
beli yang mabrur dan pekerjaan seorang lelaki
yang berasal dari tangannya sendiri.‛ (H.R.
Ahmad bin Hanbal) (Ahmad Bin Hanbal, 1995:
337). Dari hadis di atas dapat kita lihat bahwa
Rasulullah sangat menyukai seseorang yang
melakukan usaha dengan kemampuan sendiri,
yaitu dari tangannya sendiri. Nilai yang

VOL. 1 (2), 2017 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC


EDUCATION 13
SUMIYATI

tersirat dari hadis ini menekankan adanya


unsur kemandirian dan usaha keras dari
seseorang. Sikap mandiri dan kerja keras
senada dengan makna entrepreneur. Dengan
demikian Islam telah lama mengenal konsep
edupreneurship sehingga tidak mengherankan
ketika kesuksesan para pemimpin Islam di
dunia pada zaman Rasulullah dan para
sahabat, konsep edupreneurship dapat
mencetak pemimpin-pemimpin Islam yang
mandiri secara finansial dan tidak bergantung
kepada pihak manapun.
Hadis tersebut di atas secara tersirat
menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw.
mendorong umatnya agar memiliki sikap
mandiri dan menjadi pekerja keras. Karena
bekerja keras merupakan esensi dari
kewirausahaan dimana prinsip dari kerja keras
merupakan sebuah langkah nyata yang dapat
menghasilkan kesuksesan (rejeki), tetapi harus
melalui proses yang penuh dengan tantangan
(resiko), (Halimatus, 2010: 281). Kesuksesan
yang diraih seseorang diperoleh melalui
proses yang panjang yaitu dengan berjuang
dan mengatasi hambatan-hambatan yang ada.

Edupreneurship bagi Pendidik PAUD


Edupreneurship berlaku bagi semua kalangan
termasuk bagi pendidik PAUD. Para pendidik
PAUD dapat terus mengajar dengan baik dan
profesional dengan edupreneurship. Tanpa
mengurangi kualitas pembelajaran, seorang
guru PAUD dapat menjadi entrepreneur.
entrepreneur sebagai seorang yang
menciptakan sebuah bisnis baru dengan
mengambil risiko dan ketidakpastian demi
mencapai keuntungan dan pertumbuhan
dengan cara mengidentifikasi peluang dan

14 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1


(2), 2017
MEMBANGUN MENTAL KEWIRAUSAHAAN MELALUI EDUPRENEURSHIP

menggabungkan sumber daya yang


diperlukan untuk mendirikannya (Siti Fatimah,
2013: 6). Hal ini dapat pula dilakukan oleh
para pendidik PAUD.
Dengan menjadi entrepreneur seorang guru
PAUD mampu menjadi pribadi yang mandiri,
pekerja keras, dan bermanfaat bagi orang lain.
Kegiatan pembelajaran di PAUD yang
membutuhkan media-media menarik berupa
Alat Permainan Edukatif (APE), merupakan
peluang bagi tumbuhnya jiwa-jiwa
enterpreneur dalam diri guru PAUD. Tingginya
kebutuhan akan media, dan sulitnya
mengakses kebutuhan akan media tersebut
karena terkendala harga yang mahal,
membuat guru-guru PAUD berpikir kenapa
tidak membuat media sendiri, dari bahan yang
mudah didapat, bahan dengan harga lebih
terjangkau, atau dari bahan yang sudah
dimiliki sendiri.
Sebagaimana disampaikan oleh Bunda PAUD
desa Bumiharjo Kecamatan Winong Kabupaten
Pati, dalam forum Pelatihan Pembuatan Alat
Permainan Edukatif yang diselenggarakan oelh
mahasiswa KKN IPMAFA pada hari Sabtu, 26
Agustus 2017 bahwa Kelompok bermain di
desa Bumiharjo tidak memiliki alat-alat
permainan yang banyak, alat permainan yang
dipunyai cukup terbatas sambil menunjuk alat
permainan anak keluaran pabrik. Alat
permainan belum banyak karena belum ada
anggaran untuk membeli alat permainan yang
baru. Hal ini menunjukkan kurangnya
edupreneurship yang diterima oleh guru
kelompok bermain di sana. Dari penjelasan di
atas terlihat bahwa pemaknaan alat
permainan edukatif yang selama ini dipahami
pendidik PAUD di sana adalah alat-alat
permainan yang dibeli dari toko atau alat
VOL. 1 (2), 2017 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC
EDUCATION 15
SUMIYATI

permainan buatan pabrik, yang bisa dibeli jika


ada uang. Guru kelompok bermain di desa
Bumiharjo belum memiliki kemandirian untuk
dapat membuat alat-alat permainan untuk
anak-anak di lembaganya sendiri.
Alat permainan untuk anak memang cukup
membeli apabila lembaga tersebut
mempunyai anggaran dana untuk
pembeliannya. Tetapi apabila anggaran
terbatas, bahkan tidak ada alokasi dana untuk
pembelian alat permainan tersebut maka
bukan berarti guru tidak dapat menyediakan
alat permainan untuk anak-anak, justru
disinilah jiwa enterpreneur guru dapat
dimunculkan. Karena munculnya jiwa
enterpreneur dapat dimulai dari berbagai latar
belakang. Menjadi entrepreneur bisa dilakukan
karena terpaksa, menjadi entrepreneur karena
kesempatan, atau menjadi entrepreneur
karena pilihan (Fadlullah, 2011: 76). Tidak
adanya dana untuk membeli alat permainan
justru memaksa pendidik untuk berpikir
bagaimana cara mendapatkan alat permainan
tersebut, yaitu dengan terpaksa membuatnya.
Dengan terbatasnya alat permainan edukatif
yang dimiliki oleh sebuah lembaga PAUD
menjadikan kesempatan kepada pendidiknya
untuk menciptakan peluang untuk membuat
alat permainan edukatifnya sendiri. Atau
sebagian pendidik yang kurang puas dengan
hasil permainan edukatif yang dibelinya,dapat
berinovasi dan memilih menjadi entrepreneur
dengan menghasilkan produk alat permainan
yang sesuai dengan keinginannya.
Edupreneurship juga sudah mulai
dikembangkan di berbagai perguruan tinggi
baik negeri maupun swasta. Salah satunya di
Institut Pesantren Mathali’ul Falah, melalui
program studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini
16 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1
(2), 2017
MEMBANGUN MENTAL KEWIRAUSAHAAN MELALUI EDUPRENEURSHIP

(PIAUD) sebagi salah satu program studi


dengan output menjadi pendidik PAUD, maka
nilai-nilai dari edupreneurship sudah mulai
membuahkan hasil. Melalui mata kuliah
keahlian yang mengandung pendidikan
kewirausahaan sudah memunculkan bibit-bibit
entrepreneur di kalangan mahasiswa calon
pendidik PAUD. Sebagian mahasiswa yang
sudah mulai mengajar bahkan sudah mampu
membuat media mengajarnya sendiri bahkan
bernilai jual.
Produk mahasiwa yang sudah mampu
memberi bukti masuknya edupreneurship di
program studi PIAUD IPMAFA antaralain seperti
pembuatan bros , pembuatan barbie candy,
pembuatan alat permainan edukatif di PAUD,
bando tutup tahun di acara perpisahan PAUD.
Seringkali mahasiwa kewalahan karena
menerima pesanan di sela-sela kesibukan
kuliah. Dengan edupreneurship pendidik PAUD
lebih kreatif dan inovatif dalam menciptakan
produk pembelajaran baik berupa alat
permainan edukatif, maupun produk bahan
ajar lainnya, untuk mendukung keberhasilan
pembelajaran di PAUD.
Langkah awal pengembangan edupreneurship
adalah menyiapkan guru yang mampu
membimbing siswa agar mereka memiliki jiwa
entrepreneur. Jika sumberdaya guru sudah
siap, kebijakan peningkatan mutu dan budaya
edupreneurship akan mendapat dukungan.
Edupreneurship membutuhkan dukungan dari
pendidik yang memiliki jiwa teacherpreneur.
Pendidik yang memiliki jiwa teacherpreuneur
adalah pendidik yang memiliki sifat-sifat
kepemimpinan, menguasai banyak strategi
mengajar yang inovatif, mempunyai gagasan
dan strategi agar lembaga dapat meraih
sukses yang tinggi, memiliki keterampilan dan
VOL. 1 (2), 2017 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC
EDUCATION 17
SUMIYATI

komitmen untuk menyebarluaskan


keahliannya kepada orang lain (Endang, 2014:
23). Guru yang memiliki strategi mengajar
yang inovatif, akan memberikan energi positif
kepada anak didiknya, untuk menjadi lebih
aktif dan inovatif dalam mengembangkan
gagasan dan pengetahuan yang di dapatnya.
Peran teacherpreuner sangat tergantung
dukungan lembaga pendidikan dan organisasi
masyarakat. Beberapa lembaga pendidikan
memanfaatkan pendidik yang berpotensi
menjadi teacherpreuner sebagai pengembang
materi kurikulum, mentor, penyusun rencana
strategis, menghasilkan pola-pola kerjasama
dengan lembaga lain, dsb. (Endang, 2014: 24).
Lembaga pendidikan yang baik, perlu melihat
potensi yang dimiliki oleh para pendidiknya.
Pendidik yang memiliki potensi untuk menjadi
teacherpreneur, perlu mendapat dukungan
dari lembaga. Demikian halnya dengan
lembaga pendidikan tempat bernaung
pendidik, sebaiknya juga memberikan
kesempatan kepada sang guru untuk
menyalurkan potensi yang dimiliki sebagai
teacherpreneur untuk mengembangkan ide-
idenya yang berguna bagi kemajuan lembaga,
dan juga sebagai wahana untuk menyalurkan
potensi entrepreneur yang dimilikinya.
Usaha pendidik (guru dan dosen) sebagai
seorang teacherpreneur tidak menyimpang
dari pendidikan. Teacherpreneur selalu
melakukan inovasi untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran melalui kegiatan
penelitian dan perumusan kebijakan. Dia
menjadi pemimpin (leader) bagi peserta
didiknya. Usaha yang telah dilakukan
kemudian dipublikasikan untuk menambah
skor prestasinya (Endang, 2014: 24). Untuk
menghindari perbedaan persepsi tentang
18 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1
(2), 2017
MEMBANGUN MENTAL KEWIRAUSAHAAN MELALUI EDUPRENEURSHIP

teacherpreneur, perlu ada wadah untuk saling


berpendapat antara pihak sekolah atau
lembaga, dengan pendidik.
Ada berbagai peluang usaha yang dapat
dilakukan oleh guru sebagai teacherpreuner
antara lain: (1) menjadi penulis tidak tetap
dari berbagai media publikasi; (2) berinteraksi
dengan pasar global untuk menjual
kecerdasan dan idenya sebagai ahli
pendidikan dan peneliti; (3) pengembang
produk pendidikan kreatif seperti media, buku,
modul, alat laboratorium dan perangkat
pembelajaran; (4) mengembangkan bakat
pedagogis, menjual keahliannya dengan
menjadi narasumber atau tenaga ahli di mana-
mana; dan (5) menjadi inovator untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi peserta
didik (Endadng, 2014: 24).

Kompetensi guru PAUD


Setiap pendidik wajib memiliki sejumlah
kompetensi sebagai modal dasar untuk
mengajar. Demikian halnya dengan pendidik
pada jenjang Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD). Guru PAUD dituntut memiliki
kompetensi yang sesuai dengan bidang
keahlian yang digelutinya. Dengan
kompetensi-kompetensi ini, guru PAUD
diharapkan dapat melaksanakan peran dan
fungsinya sebagai pendidik. Sebagai pendidik,
guru tidak sekedar menyampaikan materi
pelajaran kepada anak-anak didiknya. Guru
bertanggungjawab terhadap perkembangan
moral anak didik. Untuk itu seorang guru
senantiasa dituntut untuk selalu
mengembangkan diri, terus belajar dan
melakukan tugas dan fungsinya secara
profesional, sehingga dapat menghasilkan

VOL. 1 (2), 2017 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC


EDUCATION 19
SUMIYATI

generasi penerus bangsa yang sukses dan


berguna bagi kemajuan bangsa dan
negaranya. Karena masa depan suatu bangsa
terletak pada generasi muda yang merupakan
generasi tumpuan kelanjutan kehidupan
bangsa ini.
Pendidikan terbaik untuk mendukung
terciptanya generasi penerus bangsa yang
handal perlu dilakukan sedini mungkin.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan
pendidikan yang tepat untuk dilakukan, karena
melalui PAUD inilah suatu nilai kebaikan dan
pengetahuan dapat ditanamkan. Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dan memasuki
pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas, 2003).
Pada usia dini inilah kecerdasan anak akan
berkembang dengan maksimal dengan
pemberian stimulasi yang tepat. Dengan
kecerdasan yang dimilikinya, seorang anak
mampu berkarya dan berkiprah dalam
menciptakan hal-hal baru yang tentu saja
berguna bagi dirinya dan orang lain. Karya-
karya bernilai tinggi dalam berbagai bidang
apapun, semuanya merupakan hasil
pengejawantahan dari kecerdasan yang
dimiliki seseorang (Yuliani, 2008: 6.2.). Anak
memiliki rasa ingin tahu yang besar, keinginan
belajar anak sangat tinggi. Anak memerlukan
pengalaman belajar yang menyenangkan,
karena belajar adalah menyusun pengetahuan
dari pengalaman konkret, aktivitas kolaborasi,
dan refleksi serta interpretasi. Proses belajar
pada hakikatnya terjadi dalam diri peserta

20 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1


(2), 2017
MEMBANGUN MENTAL KEWIRAUSAHAAN MELALUI EDUPRENEURSHIP

didik yang bersangkutan, walaupun prosesnya


berlangsung dalam kelompok, guru maupun
bersama orang lain (Bambang, 2008: 62).
Kompetensi guru PAUD dijelaskan di dalam
lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, tentang
Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini,
kompetensi guru PAUD meliputi empat
kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi
profesional dan kompetensi sosial
(Permendikbud, 2014: 137). Kompetensi
tersebut, yaitu:
1.Kompetensi Pedagogik. Kompetensi
pedagogik seorang guru PAUD meliputi
kemampuan untuk mengorganisasikan
aspek perkembangan anak, sesuai dengan
karakteristik anak usia dini. Menganalisis
teori bermain sesuai aspek dan tahapan
perkembangan anak, kebutuhan anak,
potensi anak, bakat anak, dan minat anak
usia dini. Merancang kegiatan
pengembangan anak usia dini berdasarkan
kurikulum, sehingga guru senantiasa dapat
mengetahui perkembangan kurikulum.
Menyelenggarakan kegiatan
pengembangan yang mendidik.
Memanfaatkan teknologi, informasi dan
komunikasi untuk kepentingan
penyelenggaraan kegiatan pengembangan
yang mendidik. Mengembangkan potensi
anak usia dini untuk pengaktualisasian diri.
Berkomunikasi secara efektif sebagai
bentuk dari kecerdasan berbahasa,
empatik, dan santun. Menyelenggarakan
dan membuat laporan penilaian secara
obyektif, evaluasi proses dan hasil belajar
anak usia dini. Menentukan lingkup sasaran
asesmen proses dan hasil pembelajaran
pada anak usia dini. Menggunakan hasil
penilaian, pengembangan dan evaluasi
program untuk kepentingan

VOL. 1 (2), 2017 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC


EDUCATION 21
SUMIYATI

pengembangan anak usia dini. Melakukan


tindakan reflektif, korektif dan inovatif
dalam meningkatkan kualitas proses dan
hasil pengembangan anak usia dini.
2.Kompetensi Kepribadian. Kompetensi
kepribadian guru PAUD meliputi
kemampuan guru untuk bertindak sesuai
dengan norma, agama, hukum, sosial, yang
berlaku di masyarakat dan yang sesuai
dengan kebudayaan nasional Indonesia.
Menampilkan diri sebagai pribadi yang
jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi
anak usia dini pada khususnya dan
masyarakat umum. Menampilkan diri
sebagai pribadi yang mantap, stabil,
dewasa, arif, bijaksana, dan berwibawa.
Menunjukkan etos kerja tinggi, memiliki
rasa tanggungjawab yang tinggi, rasa
percaya diri, dan bangga menjadi guru.
Serta menjunjung tinggi kode etik guru.
3.Kompetensi Profesional. Kompetensi
profesional yang harus dimiliki seorang
guru PAUD antara lain mengembangkan
materi, struktur, dan konsep bidang
keilmuan yang mendukung serta sejalan
dengan kebutuhan dan tahapan
perkembangan anak usia dini. Merancang
berbagai kegiatan pengembangan secara
kreatif sesuai dengan tahapan
perkembangan anak usia dini.
Mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan melakukan tindakan
reflektif.
4.Kompetensi Sosial. Kompetensi sosial
yang wajib dimiliki guru PAUD antara lain
adalah bersikap inklusif, bertindak objektif,
serta tidak diskriminatif karena
pertimbangan jenis kelamin, agama, ras,
suku, kondisi fisik, latar belakang keluarga,
dan status sosial ekonomi. Berkomunikasi
secara efektif, empatik, dan santun dengan
sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua, dan masyarakat. Beradaptasi
dalam keanekaragaman sosial budaya

22 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1


(2), 2017
MEMBANGUN MENTAL KEWIRAUSAHAAN MELALUI EDUPRENEURSHIP

bangsa Indonesia. Membangun komunikasi


profesi yang baik.

Kompetensi pedagogik yang dimiliki seorang


guru diharapkan membawa dampak yang
signifikan bagi kemajuan pendidikan. Dengan
kemampuan pedagogik ini, guru akan mampu
memaksimalkan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Guru tidak hanya
mengajak anak bermain tanpa ada tujuan,
tetapi konsep bermain yang berlandaskan
keilmuan dengan mengetahui teori-teori
bermain serta berorientasi kepada kebutuhan
anak. Guru akan senantiasa belajar mengikuti
perkembangan zaman. Sudah saatnya guru
mengenal teknologi dan memanfaatkannya.
Guru dapat memanfaatkan media berupa
tayangan video untuk menunjukkan proses
metamorforsis kupu-kupu, proses tumbuhnya
kecambah, proses terjadinya hujan, dan
sebagainya. Dengan kemampuan pedagogik
yang dimiliki inilah, guru dapat mencermati
keunikan setiap anak didik, permasalahan
anak didik, juga kesulitan-kesulitan yang
dihadapi oleh para anak didik di sekolah,
sehingga guru dapat melaksanakan penelitan
tindakan kelas, untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan yang muncul di
dalam kelas. Permasalahan yang muncul di
dalam kelas perlu diidentifikasi, dan dicari akar
permasalahannya, yang selanjutnya dicarikan
solusinya. Dengan permasalahan-permasalah
yang terjadi di kelas, seorang guru juga akan
terus belajar memecahkan permasalahan di
kelas.
Kompetensi kepribadian seorang guru harus
dapat mencerminkan karakter yang baik.
Seorang guru PAUD adalah figur yang
diidolakan oleh anak-anak, yang secara

VOL. 1 (2), 2017 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC


EDUCATION 23
SUMIYATI

kepribadian haruslah dapat ditiru oleh anak


didik. Seseorang yang mampu dijadikan
panutan, serta mampu menghargai orang lain,
termasuk menghargai perbedaan para peserta
didik. Seorang guru PAUD harus yakin dan
percaya diri terhadap pilihannya untuk
menjadi pendidik. Bangga terhadap profesi
sebagai guru PAUD, akan memudahkan
interaksi guru dengan anak didiknya, karena
akan menumbuhkan rasa percaya diri, guru
yang mengajar dengan percaya diri akan
menghasilkan output pembelajar yang
percaya diri pula. Guru dengan kompetensi
kepribadian ini akan mampu menjaga dan
mematuhi kode etik profesinya, mematuhi
norma dan bertindak sesui dengan sopan
santun bermasyarakat. Guru diharapkan
mampu menjadi pribadi yang mampu
menyebarkan virus kebaikan. Menjunjung
norma-norma yang berlaku di masyarakat, dan
memberi kontribusi bagi kemajuan pendidikan.
Kompetensi profesional seorang guru PAUD
dapat terlihat salah satunya pada kemampuan
guru di dalam profesionalismenya untuk
mengembangkan perangkat pembelajaran. Di
dalam kompetensi yang harus dimiliki oleh
guru PAUD terlihat bahwa seorang guru PAUD
dengan kompetensi profesionalnya harus
dapat mengembangkan materi, struktur, dan
bidang keilmuan yang mendukung serta
sejalan dengan kebutuhan perkembangan
anak, disebutkan pula bahwa guru harus dapat
merancang berbagai kegiatan pengembangan
secara kreatif. Ini menunjukkan bahwa guru
perlu memiliki jiwa entrepreneur untuk
mengembangkan diri sebagai guru yang
memiliki kompetensi secara profesional,
sehingga dapat menghasilkan anak didik
berkualitas. Guru dapat mengetahui kesulitan-

24 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1


(2), 2017
MEMBANGUN MENTAL KEWIRAUSAHAAN MELALUI EDUPRENEURSHIP

kesulitan di lapangan, kemudian dapat


menciptakan media maupun bahan ajar untuk
meminimalkan kesulitan-kesulitan tersebut,
sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan
mulus tanpa hambatan, berkat guru yang
memiliki kompetensi profesional.
Kompetensi sosial merupakan kompetensi
yang tidak bisa dipisahkan dari sosok guru
atau pendidik PAUD. Guru yang memiliki
kompetensi sosial akan mampu beradaptasi
dengan lingkungan tempat guru bekerja
maupun lingkungan masyarakat tempat kerja.
Mampu menghargai keanekaragaman budaya
dan latar belakang teman sejawat,
menghargai keunikan setiap anak didik. Guru
dengan kompetensi sosial juga memiliki sifat
adil dan tidak diskriminatif, baik kepada anak
didik, orangtua, maupun kepada teman-teman
sejawat. Tidak diskriminatif di sini
mengandung pengertian bahwa guru mampu
bersikap inklusif. Tidak membeda-bedakan
anak didik dengan latar belakang yang
berbeda-beda. Di dalam suatu lembaga
sekolah negri misalnya, di sana terdapat anak-
anak dengan agama yang berbeda-beda. Guru
tidak boleh hanya memperhatikan anak-anak
yang agamanya sama dengan agama yang
dianutnya, kemudian mengabaikan anak-anak
yang beragama lain. Demikian juga latar
belakang pendidikan dan pekerjaan orangtua,
guru harus bersikap adil kepada seluruh anak
didiknya, tidak peduli latar belakang orangtua
dari anak-anak didik tersebut.

Mengenalkan Edupreneurship sejak Dini


Edupreneurship dapat mulai dikenalkan pada
anak sejak dini. Memiliki mental
kewirausahaan yang terlatih sejak usia dini

VOL. 1 (2), 2017 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC


EDUCATION 25
SUMIYATI

dapat mengoptimalkan aspek perkembangan


anak. Perkembangan otak anak yang luar
biasa, menjadikan anak sebagai seorang
pembelajar yang tidak kenal lelah. Nilai-nilai
edupreneurship dapat mulai dikenalkan
kepada anak-anak dengan tetap melihat
lingkup perkembangan yang perlu untuk
diperhatikan di dalam tumbuh kembang anak.
aspek perkembangan anak meliputi enam
aspek perkembangan, yang meliputi aspek
perkembangan nilai agama moral, aspek
perkembangan bahasa, aspek perkembangan
fisik motorik, aspek perkembangan sosial
emosional kemandirian, dan aspek
perkembangan kognitif serta aspek
perkembangan seni. Keenam aspek
perkembangan anak tersebut memerlukan
stimulasi yang tepat untuk dapat berkembang
dengan optimal. Orangtua dan lingkungan
memiliki peran yang signifikan terhadap
kebutuhan akan stimulasi bagi keenam aspek
perkembangan anak tersebut.
Aspek perkembangan anak yang pertama
adalah aspek perkembangan nilai agama dan
moral. Nilai edupreneurship dapat dikenalkan
kepada anak-anak dengan hal yang
sederhana. Prinsip utama edupreneurship
pada anak-anak adalah kemandirian. Orangtua
dan pendidik pada anak usia dini dapat mulai
mengajarkan anak untuk melakukan tanggung
jawab keagamaan secara mandiri. Sebagai
contoh, orangtua dapat membantu anak
membuat jadwal tentang waktu salat dan
mengaji. Bantu anak untuk bertanggung jawab
terhadap ritual ibadahnya sendiri. Pembiasaan
menjadi hal sangat penting dilakukan.
Sebelum anak dapat mandiri dalam mengenal
waktu-waktu salat, maka orangtua perlu terus
mendampingi dan mengingatkan anak akan

26 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1


(2), 2017
MEMBANGUN MENTAL KEWIRAUSAHAAN MELALUI EDUPRENEURSHIP

kebutuhan ibadahnya. Sampai akhirnya anak


tidak perlu harus dibangunkan untuk salat
subuh, karena sudah dapat bangun sendiri.
Ketika ada jadwal mengaji, anak-anak juga
tidak harus disuruh untuk mengaji, tetapi
sudah menjadi kesadaran dan kebutuhan
anak-anak sendiri, tanpa harus diingatkan
atau disuruh oleh orang lain.
Aspek perkembangan selanjutnnya adalah
aspek perkembangan bahasa. Perkembangan
bahasa anak tergantung kepada asupan
bahasa yang diterimanya. Semakin banyak
anak berinteraksi dan memperoleh bahasa
dari orangtuanya, semakin banyak pula
bahasa yang terserap dan dimiliki oleh anak.
Salah satu upaya mengenalkan
edupreneurship kepada anak adalah
memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada anak-anak untuk mengembangkan
bahasanya. Orangtua perlu mengembangkan
budaya literasi di rumah, berikan kesempatan
anak untuk terus mandiri dalam pemerolehan
bahasa lewat budaya literasi. Sediakan buku-
buku yang menunjang pemerolehan bahasa
anak. Anak-anak dapat dengan mandiri
mengembangkan kemampuan berbahasanya
melalui fasilitas buku, gambar, majalah,
komik, yang disediakan oleh orangtua maupun
guru di sekolah. Orangtua maupun guru tentu
saja harus memilih buku-buku yang cocok
untuk dilihat dan dibaca oleh anak-anak.
Dengan membiarkan anak-anak memilih buku-
buku yang disukainya, maka orangtua dan
guru telah memberi kesempatan kepada anak-
anak untuk mengembangkan kemampuan
bahasanya secara mandiri, hal ini akan
berdampak positif terhadap kecerdasan
bahasa anak.

VOL. 1 (2), 2017 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC


EDUCATION 27
SUMIYATI

Aspek perkembangan anak yang tidak kalah


penting adalah aspek perkembangan fisik
motorik. Orangtua dapat mulai memberi
kesempatan anak untuk melakukan kegiatan
sendiri di rumah, seperti membereskan
mainan, mencoba membantu membereskan
sepatu, belajar mengelap meja, dan
sebagainya, sebagai pengejawantahan dari
pengenalan edupreneurship. Orangtua
hendaknya perlu memberi kepercayaan
kepada anak untuk mengurus dirinya sendiri.
Misal ketika di rumah anak belajar menuang
minumnya sendiri, orangtua sebaiknya tetap
bersabar ketika terjadi kegagalan dan
minumannya tumpah. Melalui kegagalan
tersebut anak akan belajar memecahkan
masalahnya sendiri, anak akan belajar
memegang lebih kuat dengan jari-jarinya,
belajar keseimbangan dengan memastikan
kakinya menapak di lantai dengan sempurna,
anak akan berusaha lebih baik lagi. Demikian
juga ketika anak mencoba berlari dan terjatuh,
anak-anak akan berusaha bangkit lagi,
orangtua tidak perlu segera berlari dan
langsung menggendongnya. Demikian pula
ketika anak berada di sekolah, pendidik
sebaiknya memberi kesempatan kepada anak
untuk memilih ragam kegiatan main yang
disukainya. Orangtua maupun pendidik perlu
memberikan banyak kesempatan anak untuk
mengembangkan fisik motoriknya dengan
optimal.
Aspek perkembangan anak usia dini yang
perlu mendapatkan stimulasi selanjutnya
adalah aspek perkembangan sosial emosional
dan kemandirian. Penanaman nilai-nilai
edupreneur pada aspek perkembangan ini
adalah dengan menghargai pendapat anak,
dan tidak melukai harga dirinya. Di lembaga

28 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1


(2), 2017
MEMBANGUN MENTAL KEWIRAUSAHAAN MELALUI EDUPRENEURSHIP

PAUD sering kita lihat banyak anak yang


menangis ketika tahun ajaran baru tiba. Ada
anak yang menangis ketika harus berpisah
dengan orangtuanya, tetapi ada pula anak
yang dengan jiwa kepahlawanannya berusaha
menenangkan temannya yang menangis
dengan mengatakan orantuanya pulang untuk
bekerja, dan meminta temannya untuk tidak
menangis lagi. Orangtua tidak perlu memarahi
anak di depan teman-temannya kketika dia
menangis, karena hal tersebut dapat
membuatnya malu dan melukai harga diri
anak. Dengarkan pendapat anak, karena
orangtua bukan diktator yang mampu
memaksa anak untuk menuruti segala
kemauannya.
Aspek perkembangan kognitif merupakan
aspek perkembangan anak yang kebanyakan
menjadi pusat perhatian orangtua, ketika anak
sudah mulai memasuki usia Taman Kanak-
kanak (TK). Orangtua akan resah apabila
sudah usia TK besar kemampuan kognitif anak
dalam hal membaca dan menulis belum
berkembang dengan optimal. Nilai-nilai
edupreneur dapat dikenalkan dengan pada
anak dengan baik pada aspek perkembangan
kognitif ini. Orangtua maupun pendidik dapat
mengajarkan anak untuk merawat bukunya
sendiri. Berapa buku yang ada di dalam tas,
berapa pensil yang harus dibawa, beri
kesempatan anak untuk mempersiapkan
kebutuhan alat tulisnya sendiri. Jika anak
mendapat uang saku, ajak anak untuk
mendiskusikan untuk apa uang sakunya,
berapa roti yang bisa dibeli dengan uang
sakunya tersebut. Saat di sekolah, guru dapat
menanyakan anak tersebut mau duduk di
bangku yang mana, berapa jumlah kursi yang
ada di kelas tersebut. Berapa jumlah teman

VOL. 1 (2), 2017 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC


EDUCATION 29
SUMIYATI

yang tidak berangkat, berapa jumlah guru


yang ada di kelas dan sebagainya. Dengan
memberi kesempatan pada anak untuk
berpikir dan melakukannya dengan mandiri
maka selain kognitif anak yang berkembang,
nilai-nilai edupreneur juga mulai dapat dikenal
oleh anak.
Aspek perkembangan anak yang terakhir
adalah aspek perkembangan seni. Aspek
perkembangan seni pada anak dapat dilihat
dari hasil karya yang dibuat oleh anak-anak. Di
lembaga-lembaga pendidikan anak tertentu
sering kita jumpai adanya ekspo hasil karya
anak. Kegiatan ekspo ini berupa pertunjukan
pameran hasil karya seni anak, yang dapat
berupa lukisan, origami, mozaik, maupun
kreasi seni lainnya. Hasil karya seni ini
kemudian dapat dijual atau dilelang, kemudian
hasil penjualan atau hasil lelang didonasikan
untuk korban bencana alam, untuk membiayai
suatu kegiatan, maupun untuk kas lembaga
tersebut. Pendidik-pendidik di lembaga
tersebut berusaha memberi kebebasan
kepada anak-anak untuk berkreasi sesuai
dengan keinginan masing-masing. Anak-anak
dapat dengan mandiri menciptakan kreatifitas-
kreatifitas seni sesuai keinginan. Kegiatan-
kegiatan ini merupakan bentuk dari
edupreneurship yang diajarkan kepada anak-
anak.

KESIMPULAN
Edupreneurship dapat dimaknai sebagai
pendidikan kewirausahaan. Edupreneurship
dapat diberikan kepada siapa saja tanpa
batasan umur. Setiap orang berhak menjadi
pengusaha atau entrepreneur tidak terkecuali
para pendidik pada layanan Pendidikan Anak

30 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1


(2), 2017
MEMBANGUN MENTAL KEWIRAUSAHAAN MELALUI EDUPRENEURSHIP

Usia Dini (PAUD). Pendidik PAUD dapat


memanfaatkan peluang pembuatan media
berupa Alat Permainan Edukatif (APE) serta
pembuatan bahan ajar seperti buku, modul,
dan lainnya, sehingga dapat
menyelenggarakan pembelajaran yang
menyenangkan bagi anak didik. Melalui
edupreneurship, Pendidik PAUD juga dapat
mengasah kompetensinya yaitu kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi profesioanal dan kompetensi
sosial.
Edupreneurship juga dapat mulai dikenalkan
kepada anak-anak melalui aspek-aspek
perkembangan anak. Aspek perkembangan
anak tersebut antara lain berupa
perkembangan nilai agama moral,
perkembangan bahasa, perkembangan sosial
emosional kemandirian, perkembangan fisik
motorik, perkembangan kognitif dan
perkembanangan seni. Edupreneurship dapat
dikenalkan dari hal sederhana yang mudah
dijumpai pada kehidupan keseharian anak,
serta memberikan kesempatan kepada anak
untuk dapat mandiri melakukan
pengembangan kemampuannya, tanpa terlalu
banyak diintervensi oleh orangtua maupun
pendidik. Dengan demikian edupreneurship
diharapkan mampu melahirkan entrepreneur-
entrepreneur muda dan berbakat.
REFERENSI:
Abla Bassat Gomma, Mendidik Mentalitas
Anak, Sukoharjo: Samudera, 2007.
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal
Jilid 12, Kairo: Daarul Hadits, 1995.
Ahmad Ruki, Sumber Daya Manusia
Berkualitas Mengubah Visi Menjadi

VOL. 1 (2), 2017 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC


EDUCATION 31
SUMIYATI

Realitas, Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama, 2006.
Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia untuk
Pelajar, Jakarta: Kemendikbud, 2011.
Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran,
Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008.
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta
Didik, Bandung: Remaja Rosda Karya,
2009.
Endang Mulyatiningsih, dkk., Pengembangan
Edupreneurship Sekolah Kejuruan,
Yogykarta: FT Universitas Negri
Yogykarta, 2014.
Halimatus Sakdiyah, Revitalisasi
Entrepreneurship di Pondok Pesantren,
Jurnal Al-Ihkam, Vol. V Nomor 2 ,
Desember, 2010.
Hamruni, Edutainment dalam Pendidikan
Islam dan Teori-teori Pembelajaran
Quantum, Yogyakarta: FT UIN Sunan
Kalijaga Yogyakata, 2009.
John M. Echols (dkk.), English-Indonesia
Dictionary , Jakarta: Pustaka Utama
Shadili, 2000.
Kementerian Pendidikan Nasional, Bahan
Pelatihan dan Pengembangan Pendidikan
Kewirausahaan, Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kurikulum, 2010.
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Beberapa
Pemikiran Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Titian Ilahi Press, 1996.
Nidhamun Ni’am, Dimensi Keberagaman dan
Keberhasilan Ekonomi di Jepara , t.t.,
1997.

32 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1


(2), 2017
MEMBANGUN MENTAL KEWIRAUSAHAAN MELALUI EDUPRENEURSHIP

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan


Republik Indonesia, no. 137, tahun 2014.
Tentang Standar Nasional Pendidikan
Anak Usia Dini.
Sholeh Hamid, Metode Edutainment,
Yogyakarta: Diva Press, 2014.
Siti Fatimah, Menumbuhkan Jiwa Wirausaha
Muda Dalam Pembelajaran Ekonomi‛,
Criksestra; Jurnal Pendidikan dan kajian
Sejarah, Vol. 3 Nomor 4, Agustus, 2013.
Sutrisno. Pendidikan Islam yang
Menghidupkan, Yogyakarta: Kota
Kembang, 2008.
UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1.
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren
Pendidikan Alternatif Masa Depan,
Jakarta: Gema Insani Pers, 1997.
Yoyon Suryono, Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Yogyakarta: Gema Media, 2008.

VOL. 1 (2), 2017 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC


EDUCATION 33
SUMIYATI

34 AL HIKMAH: INDONESIAN JOURNAL OF EARLY CHILDHOOD ISLAMIC EDUCATION VOL.1


(2), 2017

Das könnte Ihnen auch gefallen