Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
KRISTINA
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bengkulu
kristinahen759@gmail.com
Abstract: This study aimed to determine the effect of tax avoidance against the corporate
capital structure. Corporate capital structure is a mix or the proportion of the company's long-
term financing that is permanent. This study tested the avoidance of taxes on capital structure
proxied with leverage and the refinancing of debt, which the company owes to maintain
effective tax rate that is lower by utilizing the interest expense on the debt. The samples of this
study use 88 manufacture companies and listed on Indonesian Stock Exchange 2013-2015.
Data analysis was performed with multiple regression and logistic regression.
Based on the results prove the hypothesis that tax avoidance does not affect the corporate
capital structure and refinancing. This result proves that the corporate did not obtain the
benefit of tax avoidance from the use of debt, to avoid the problem of financial difficulties of
the companies prefer low debt compared with high debt. The study implies that the company’s
decision to fund the financing decision and commit to increased funding through the debt
mechanism is not related to an attempt to commit tax avoidance.
I. PENDAHULUAN
Setiap perusahaan dalam setiap keputusan investasinya memerlukan modal dimana modal
tersebut bisa dengan menggunakan modal sendiri dalam bentuk laba ditahan, jika modal sendiri dalam
bentuk laba ditahan tidak mencukupi maka dapat menggunakan hutang ataupun dengan menggunakan
ekuitas (saham) dengan cara menerbitkan saham baru. Konflik kepentingan antara manajer, pemegang
saham dan debtholders mempengaruhi struktur modal, kegiatan tata kelola perusahaan dan kebijakan
investasi, yang dapat menimbulkan keputusan manajerial tidak efisien dan suboptimal investasi yang
overinvestment yang dilakukan manajer menyebabkan pemegang saham menekan manajer untuk
memilih melakukan investasi menggunakan kebijakan hutang. Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk
mengurangi konflik keagenan yang berkaitan dengan free cash flow. Dengan menekan manajer untuk
menggunakan hutang, maka memaksa manajer untuk membayar kelebihan kas sehingga mengurangi
jumlah dana di bawah kebijakan manajer (Bringham & Houston, 2011). Selain itu ketika hutang
diterbitkan, fraksi kepemilikan saham manajerial akan meningkat dan dengan tujuan menyelaraskan
Disisi lain konflik keagenan akan bergeser dari pemegang saham dan agen ke pemegang saham
dan pemegang hutang (pemberi pinjaman) dikarenakan perbedaan struktur penerimaan antara dua pihak
tersebut. Dengan penerimaaan pemegang hutang yang berasal dari bunga dan pemegang saham yang
pendapatannya berasal dari kelebihan atas semua kewajiban kepada pemegang hutang. Dalam trade-off
teory (Myers, 2001), perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana
penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial
distress).
Sebagian perusahaan yang berfokus melakukan penghindaran pajak umumnya bersedia untuk
memiliki leverage yang lebih tinggi dan menerima biaya yang lebih tinggi terkait dengan kesulitan
keuangan untuk mempertahankan tingkat pajak efektif tunai yang lebih rendah (Farnham, 2011),
sehingga akan ada kecenderungan perusahaan akan melakukan pembiayaan kembali hutang pada tahun
selanjutnya untuk mendapatkan manfaat dari insentif pajak yang lebih besar.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam penelitian ini mencoba melakukan penelitian
mengenai penghindaran pajak terhadap struktur modal perusahaan. Hal ini bertujuan untuk memberikan
bukti empiris bahwa perusahaan yang melakukan penghindaran pajak memiliki pengaruh yang lebih
besar terhadap struktur modal dan melakukan pembiayaan kembali hutang dibandingkan perusahaan
yang tidak melakukan penghindaran pajak. Penelitian ini mengacu pada penelitian Harrington dan
Smith (2012) yang meneliti tentang penghindaran pajak terhadap struktur modal perusahaan. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat mendorong perusahaan dalam mengambil keputusan melakukan
pendanaan perusahaan dengan menggunakan hutang. Bagi peneliti lain diharapkan menjadi bahan
acuan dan bahan perbandingan dengan pembahasan atau topik yang sama berkaitan dengan
penghindaran pajak dan struktur modal perusahaan serta dapat lebih dikembangkan lagi.
Trade-off Theory
Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001), Perusahaan akan berhutang
sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang
sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress). Biaya kesulitan keuangan (Financial
distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan
(agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan. Trade-off theory
dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya
keagenan dan biaya kesulitan keuangan tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan asimetri
Menurut Jensen dan Meckling (1976), hubungan keagenan ialah sebagai suatu kontrak di mana
satu atau lebih principal menggunakan pihak lain (agent) untuk menjalankan perusahaan. Masalah yang
muncul dari perencanaan struktur modal, antara manajer, pemegang saham dan debtholder saling
bertentangan sehingga bisa membawa manajer untuk bertindak: 1) mementingkan kepentingan mereka
sendiri, dengan memilih proyek suboptimal yang tidak memberikan tingkat imbal hasil yang memadai,
tetapi masih dengan risiko yang rendah, sehingga mengabaikan prefensi pemegang saham untuk
proyek-proyek berisiko. 2) untuk kepentingan pemegang saham, dengan membuat keputusan investasi
yang memaksimalkan nilai ekuitas tidak memaksimalkan nilai perusahaan, ketika beroperasi di pasar
tidak efisien, dan dapat menyebabkan mereka membuat pilihan suboptimal yang merusak debtholders.
Konflik tersebut muncul bersama dengan asimetri informasi, yang dapat mengakibatkan strategi
investasi suboptimal yang tidak memaksimalkan nilai perusahaan melainkan hanya menguntungkan
Permasalahan asimetri informasi dan ketidakselarasan kepentingan antara prinsipal dan agen
menimbulkan biaya agensi. Biaya agensi terdiri dari, (monitoring cost), pengeluaran atas utang
(bonding cost) dari agen, dan nilai sisa (residual loss). Struktur modal disusun untuk mengurangi
konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Konflik antara pemegang saham dengan manager adalah
konsep free cash flow. Ada kecenderungan manajer ingin menahan sumber daya sehingga mempunyai
kontrol atas sumber daya tersebut. Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik
keagenan free cash flow. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka manajer akan dipaksa untuk
mengeluarkan kas dari perusahaan untuk membayar bunga (Bringham & Houston, 2011). Pembayaran
bunga atas hutang merupakan pengurangan pajak (deductible expense), oleh sebab itu laba operasi yang
Struktur Modal
Menurut Van Horne dan Wachowicz (2013), struktur modal (capital structure) adalah bauran
atau proporsi pembiayaan jangka panjang permanen perusahaan yang diwakili oleh hutang, saham
preferen, dan ekuitas saham biasa. Tujuan perusahaan menggunakan pendanaan adalah untuk
meningkatkan kemampuan dalam hal capital expenditure, pengembangan proyek, serta ekspansi
operasional perusahaan. Sumber pendanaan perusahaan dapat berasal dari internal perusahaan dan
eksternal perusahaan. Modal internal perusahaan berupa retained earning (laba perusahaan) dan bisa
juga dengan penyertaan kepemilikan perusahaan. Modal eksternal berupa hutang baik jangka panjang
Penghindaran pajak
Menurut Suandy (2011) penghindaran pajak adalah rekayasa ‘tax affairs’ yang masih berada
dalam bingkai ketentuan perpajakan (lawful). Penghindaran pajak dapat terjadi didalam ketentuan
undang-undang perpajakan tetapi berlawanan dengan jiwa undang-undang. Penghindaran pajak sebagai
penghematan pajak yang timbul dengan memanfaatkan ketentuan perpajakan yang dilakukan secara
legal untuk meminimalkan kewajiban pajak. Ada berbagai macam proksi yang bisa digunakan untuk
mengukur penghindaran pajak, dalam penelitian ini menggunakan proksi Effective Tax Rate untuk
mengukur penghindaran pajak. Nilai ETR yang semakin rendah menggambarkan perusahaan
Konflik keagenan disebabkan asimetri informasi antara manajer dengan pemegang saham.
Dalam struktur modal perusahaan hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik
keagenan free cash flow. Dengan menekan manajer untuk mengeluarkan hutang, maka memaksa
manajer untuk membayar kelebihan kas sehingga mengurangi jumlah dana di bawah kebijakan mereka,
karena ada kewajiban perusahaan mengeluarkan kas dari perusahaan untuk membayar bunga
(Bringham & Houston, 2011). Dalam konteks trade-off theory, perusahaan menggunakan hutang dalam
penghindaran pajak karena di dalam hutang terdapat insentif bunga yang harus dibayarkan perusahaan
kepada kreditur, dari beban bunga tersebut maka akan mengurangi laba perusahaan, dengan begitu laba
perusahaan akan menjadi lebih kecil, dengan laba yang lebih kecil pembayaran pajak akan menjadi
lebih kecil. Penghindaran pajak adalah upaya meminimalisasi beban pajak yang sering dilakukan oleh
perusahaan, karena masih berada dalam bingkai peraturan perpajakan yang berlaku. Hipotesis dibawah
ini untuk melihat pengaruh perusahaan yang melakukan penghindaran pajak terhadap struktur modal
perusahaan.
𝐇𝟏 : Perusahaan yang melakukan penghindaran pajak memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap
Penambahan hutang dapat mengurangi dana yang tersedia dari perusahaan dan dapat
mengurangi agency cost (Jensen 1986). Penggunaan hutang jangka panjang dapat digunakan untuk
mengendalikan penggunaan free cash flow yang berlebihan dan menurunkan excess cash flow yang ada
dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan manajer. Sejalan
dengan trade-off theory peningkatan hutang dapat memotivasi para manajer untuk melakukan
penghindaran pajak, karena dengan hutang yang meningkat maka beban bunga dari hutang juga akan
meningkat sehingga manfaat dari hutang yang diperoleh semakin besar. Beban bunga yang meningkat
Beberapa penelitian terdahulu telah menguji manfaat dan biaya dari pembiayaan kembali
hutang pada pasar yang tidak sempurna. Pada pasar tidak sempurna ada respon untuk biaya yang timbul
dari penggunaan hutang yang meliputi biaya kebangkrutan dan biaya keagenan. Biaya-biaya yang
berhubungan langsung dan tidak langsung dengan biaya kebangkrutan seperti biaya legal dan biaya
lainnya dari kebangkrutan, seperti pengambilalihan (takeover), biaya administrasi dan tax shalter. Biaya
kebangkrutan dan biaya keagenan mengurangi manfaat pajak. Peningkatan hutang dalam sebuah
kebangkrutan dan manfaat pajak yang bisa diterima atau diperoleh perusahaan. Jika peningkatan hutang
melebihi manfaat pajak maka mengakibatkan tambahan biaya keagenan (marginal agency cost) dan
mengakibatkan kegagalan pelunasan hutang. Penggunaan pinjaman semakin tinggi pada titik
pembiayaan kembali hutang, perusahaan mengambil tindakan yang disengaja untuk mengubah hutang
atau ekuitas. Jika perusahaan mengggunakan hutang sebagai bagian dari strategi yang berkelanjutan
untuk mengurangi pembayaran pajak, maka perusahaan memiliki leverage yang lebih tinggi dimana
𝐇𝟐 : Perusahaan yang melakukan penghindaran pajak lebih besar melakukan pembiayaan kembali
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang didapat melalui akses
terhadap data keuangan perusahaan-perusahaan publik di situs Bursa Efek Indonesia. Sampel dalam
penelitian ini dipilih dengan menggunakan purposive sampling dengan berdasarkan pertimbangan.
Adapun kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut: (1) Perusahaan
yang konsisten menerbitkan laporan keuangannya yang lengkap serta telah di audit selama periode
2013-2015. (2) Periode laporan keuangan berakhir 31 Desember. (3) Mempunyai data yang lengkap
untuk keseluruhan variabel. (4) Perusahaan manufaktur yang harus mengumumkan harga saham pada
saat penutupan setiap tahun selama tahun 2013-2016 dengan hanya memiliki satu jenis saham. (5) Mata
Variabel yang diamati dalam penelitian ini melibatkan 2 variabel dependen, 1 variabel
1. Variabel Dependen
a. Leverage
Leverage merupakan rasio perhitungan yang digunakan untuk melihat modal perusahaan yang
didanai melalui hutang dan melihat modal perusahaan yang digunakan untuk menjamin hutang
perusahaan, sehingga dapat digunakan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajibannya. Leverage dihitung dengan menggunakan model dari penelitian terdahulu Harrington dan
Smith (2012):
𝐿𝑇𝐿
𝐿𝑒𝑣 =
AT
Dimana:
Lev : Leverage
LTL : Long term liability (Total hutang jangka panjang)
AT : Assets total (Total Aset)
b. Probabilitas Leverage
Variabel dependen yang kedua yaitu probabilitas leverage. Probabilitas leverage untuk melihat
apakah perusahaan melakukan pembiayaan kembali hutang sehingga ada kenaikan hutang jangka
panjang dari tahun sebelumnya. Menurut Harrington and Smith (2012) probabilitas leverage
mengidentifikasi peristiwa pembiayaan kembali hutang (refinancing), atau ketika perusahan memiliki
perubahan yang signifikan dalam hutang atau ekuitas. Probabilitas leverage dihitung dengan rumus:
𝐿𝑇𝐿𝑖𝑡 −𝐿𝑇𝐿𝑖𝑡−1
𝑃𝑟𝑜𝑏𝑙𝑒𝑣 =
𝑇𝐴𝑖𝑡−1
Dimana:
Problev : Probabilitas leverage (pembiayaan kembali hutang)
𝐿𝑇𝐿𝑖𝑡 : Hutang tahun berjalan
𝐿𝑇𝐿𝑖𝑡−1 : Hutang tahun berjalan
𝑇𝐴𝑖𝑡−1 : Total Aset tahun sebelumnya
Variabel ini menggunakan variabel kategorikal, berdasarkan penelitian Harrington dan Smith
(2012) untuk mengukur apakah perusahaan melakukan pembiayaan kembali hutang maka digunakan
proksi dari penelitian, dimana probabilitas leverage sama dengan satu jika terjadi perubahan positif total
hutang jangka panjang dari tahun sebelumnya dan melebihi 5% dari total aset tahun sebelumnya, dan
nol jika terjadi perubahan negatif total hutang jangka panjang dari tahun sebelumnya dan melebihi 5%
2. Variabel Independen
Penghindaran pajak merupakan suatu upaya meminimalisasi beban pajak yang sering dilakukan
perusahaan yang masih dalam bingkai peraturaan perpajakan yang berlaku (Suandy,2011).
Penghindaran pajak dalam penelitian ini menggunakan effective tax rate (ETR) yang merupakan ukuran
hasil dari berbasis pada laporan laba rugi secara umum mengukur efektivitas dari strategi pengurangan
pajak dan mengarah pada laba setelah pajak yang tinggi. Pengukuran untuk proksi penghindaran pajak
Tax Expenseit
𝐸𝑇𝑅 =
Pretax Income 𝑖𝑡
Dimana :
• ETR : effective tax rate
• Tax expense : beban pajak penghasilan badan untuk perusahaan i pada tahun t berdasarkan
laporan keuangan perusahaan
• Pretax Income : pendapatan sebelum pajak untuk perusahaan i pada
tahun t berdasarkan laporan keuangan perusahaan.
Dalam penelitian ini variabel tax avoidance (ETR) merupakan variabel dummy, diberi nilai 1
jika nilai ETR<25% yang menggambarkan perusahaan melakukan penghindaran pajak dan diberi nilai
0 jika nilai ETR>25% yang menggambarkan perusahaan tidak melakukan penghindaran pajak
Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi statistik deskriptif, uji asumsi
klasik, analisis regresi dan uji hipotesis. Pengujian variabel-variabel dalam penelitian ini menggunakan
uji regresi dengan bantuan aplikasi SPSS 16.0. Statistik deskriptif yang digunakan adalah nilai rata-rata
(mean), nilai minimum dan maksimum serta standar deviasi. Dalam penelitian ini menggunakan regresi
linier berganda pada persamaan hipotesis pertama dan menggunakan regresi logistik untuk persamaan
hipotesis kedua. Hipotesis pertama dilakukan untuk menguji pengaruh penghindaran pajak terhadap
struktur modal perusahaan. Hipotesis pertama menggunakan Model 1. Sedangkan hipotesis kedua untuk
menjawab pengaruh penghindaran pajak yang lebih besar terhadap pembiayaan kembali hutang dengan
menggunakan model 2. Adapun model untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut:
Model 1
Levit =β0 +β1 ETR-1 +β2 ROAit +β3 Sizeit+β4 market-to-bookit + β5 Zscoreit
+eit............................................................(1)
Keterangan:
Levit = Leverage perusahaan i pada waktu pengamatan t
ETRit = Effective tax rate perusahaan i pada waktu pengamatan t
menggunakan variabel dummy, diberi nilai 1 jika ETR>25% dan diberi nilai 0 jika ETR<25%
ROAit = Return on Asset perusahaan i pada waktu pengamatan t
Sizeit = Ukuran perusahaan i pada waktu pengamatan t
market-to-bookit = Nilai buku aset perusahaan i pada waktu pengamatan t
Zscoreit = Prediksi kebangkrutan perusahaan i pada waktu pengamatan t
β1,β2, β3, β4, β5 = Koefisien variabel penjelas
eit =variabel gangguan perusahaan i pada waktu pengamatan t
Model 2
Prob(levit =1)= β0 +β1 ETRit +β2 ROAit +β3 Sizeit+β4 market-to-bookit + β5 Zscoreit
+eit............................................................(2)
Keterangan:
Prob(Levit=1) = Probabilitas leverage perusahaan i pada waktu pengamatan t
menggunakan variabel dummy, diberi nilai 1 jika melakukan pembiayaan kembali hutang dan
nilai 0 jika tidak melakukan pembiayaan kembali hutang
Dengan kriteria yang telah ditetapkan maka jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 88
perusahaan dengan jumlah pbservasi sebanyak 264 observasi. Deskripsi sampel penelitian disajikan
pada Tabel 1.
Statistik Deskriptif
Dari tabel 2 di atas menunjukkan hasil pengujian statistik deskriptif dari seluruh variabel yang
digunakan dalam penelitian. Berdasarkan hasil statistik deskriptif dapat diketahui bahwa variabel LEV
sebagai proksi untuk mengukur tingkat hutang (leverage) suatu perusahaan dalam menggunakan hutang
sebagai alternatif penggunaan dana perusahaan. Variabel LEV memiliki rata-rata 0,1976, artinya bahwa
rata-rata perusahaan yang menjadi sampel memanfaatkan hutang sebagai sumber pendanaan untuk
mendanai aset perusahaan adalah sebesar 19,76% sisanya menggunakan pendanaan selain
menggunakan hutang, dapat disimpulkan bahwa rata-rata perusahaan yang menjadi sampel dalam
penelitian ini sedikit yang memanfaatkan hutang sebagai sumber pendanaannya. Nilai standar deviasi
sebesar 0,34944 dan jika dibandingkan dengan nilai rata-rata variabel LEV sebesar 0,1976
menunjukkan nilai standar deviasi yang lebih besar dari nilai rata-ratanya sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel LEV untuk seluruh perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian memiliki variasi
Variabel peningkatan hutang atau melakukan pembiayaan kembali hutang (refinancing) yang
diproksikan dengan probabilitas leverage, dimana variabel probabilitas leverage merupakan variabel
kategorikal. Perusahaan yang melakukan pembiayaan kembali hutang diberi nilai 1 jika peningkatan
hutang jangka panjang terhadap hutang jangka panjang tahun sebelumnya yang dibagi total aset tahun
sebelumnya melebihi 5% dan perusahaan yang tidak melakukan pembiayaan kembali hutang diberi
nilai 0 jika hutang jangka panjang terhadap hutang jangka panjang tahun sebelumnya yang dibagi total
aset sebelumnya di bawah 5%. Dasar pengukuran profitabilitas leverage ini menggunakan penelitian
Harrington dan Smith (2012). Nilai rata-rata dari variabel problev dummy adalah sebesar 0,2235
menunjukkan bahwa sebesar 22,35% perusahaan melakukan pembiayaan kembali atau sebanyak 59
observasi dan sebesar 77,65% perusahaan tidak melakukan pembiayaan kembali hutang atau sebanyak
205 observasi. Nilai standar deviasi dari variabel problev dummy sebesar 0,41737 menunjukkan bahwa
ada variasi yang cukup tinggi dari perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini atas keputusan
Variabel penghindaran pajak (tax avoidance) pada penelitian ini diproksikan dengan ETR,
perusahaan-perusahaan yang dikatakan melakukan penghindaran pajak jika ETR < 25% dan
pajak jika ETR > 25%. Dalam penelitian ini variabel ETR merupakan variabel dummy, diberi nilai 1
jika perusahaan dikelompokkan sebagai perusahaan yang melakukan penghindaran pajak dan bernilai
0 jika perusahaan yang dikelompokkan tidak melakukan penghindaran pajak. Nilai rata-rata variabel
ETR adalah sebesar 0,5 yang menggambarkan bahwa sebanyak 50% perusahaan yang menjadi sampel
dalam penelitian ini diklasifikasikan sebagai perusahan yang melakukan penghindaran pajak atau
sebanyak 132 observasi dan sebanyak 50% perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini
diklasifikasikan sebagai perusahaan yang tidak melakukan penghindaran pajak atau sebanyak 132
observasi.
Variabel profitabilitas dalam penelitian ini menggunakan ukuran return on assets (ROA)
dimana menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aset yang digunakan
perusahaan. Dari statistik deskriptif dari variabel ROA memiliki nilai rata-rata sebesar 0,0602 dimana
rata-rata perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan 100% aset atau
menggunakan seluruh aset perusahaan mampu menghasilkan laba bersih 6,02%, dapat dikatakan rata-
rata perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang profitable. Nilai
standar deviasi dari variabel ROA adalah sebesar 0,10841 dan jika dibandingkan dengan nilai rata-
ratanya sebesar 0,0602 dapat disimpulkan bahwa nilai standar deviasi lebih besar dari nilai rata-rata.
Nilai standar deviasi yang lebih besar dari nilai rata-rata menggambarkan bahwa ada variasi yang cukup
tinggi dari profitabilitas perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini.
Statistik deskriptif variabel ukuran perusahaan diproksikan dengan size, size diukur dengan
natural logaritma (Ln) total aset. Dari 264 observasi diketahui bahwa nilai rata-rata size sebesar
28,1084. Hal ini dapat dikatakan secara rata-rata mayoritas perusahaan pada sampel berukuran cukup
besar, hal ini didasarkan pada nilai rata-rata yang mendekati nilai maksimum, sehingga perusahaan akan
dianggap lebih mampu untuk melunasi hutang dan biaya hutang akan menjadi lebih rendah. Nilai
standar deviasi dari ukuran perusahaan adalah sebesar 1,61589, jika dibandingkan dengan nilai rata-
rata nilai standar deviasi jauh lebih kecil hal ini menunjukkan bahwa data untuk variabel ukuran
Nilai maksimum size pada perusahaan sampel sebesar 33,13 menggambarkan bahwa ada
ukuran perusahaan terbesar pada perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini karena
memiliki total aset yang besar. Nilai minimum sebesar 25,18 menggambarkan bahwa ada perusahaan
terkecil pada perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini karena memiliki total aset yang
kecil.
Variabel market-to-book assets ratio untuk melihat peluang pertumbuhan perusahaan. Nilai
rata-rata rasio market-to-book sebesar 2,4123 menggambarkan bahwa nilai pasar saham dan nilai pasar
perusahaan 2,4123x lebih besar dari nilai buku ekuitas. Secara rata-rata perusahaan yang dijadikan
sampel dalam penelitian ini memiliki nilai pasar yang cukup baik diatas nilai buku ekuitas. Nilai standar
deviasinya dari variabel rasio market-to-book yaitu sebesar 4,83716 jika dibandingkan dengan nilai
rata-ratanya menggambarkan bahwa ada variasi yang cukup tinggi dari market-to-book assset ratio
Variabel Z-score merupakan salah satu model kesulitan keuangan yang dikembangkan oleh
Altman. Suatu perusahaan diklasifikasikan mengalami kesulitan keuangan jika Z-score dibawah 1,80
dan perusahaan di kategorikan sebagai perusahaan yang sehat jika Z-score di atas 3,00. Nilai rata-rata
Z-score sebesar 4,6850 menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan yang dijadikan sampel dapat
dikatakan sehat secara finansial. Nilai standar deviasinya sebesar 5,31777 jika dibandingkan dengan
nilai rata-ratanya menunujukan bahwa nilai standar deviasi lebih tinggi dari nilai rata-ratanya. Nilai
standar deviasi yang lebih tinggi dari nilai rata-ratanya menggambarkan data bervariasi pada variabel
Uji Normalitas
Berdasarkan tabel di atas, hasil pengujian normalitas untuk seluruh variabel menunjukkan
bahwa semua variabel terdistribusi tidak normal, maka dalam penelitian ini selanjutnya dilakukan upaya
penormalan data dari seluruh variabel dengan casewise diagnostic yaitu membuang data ekstrim yang
diindikasikan dengan outlier dengan bantuan software SPSS. Hasil pengujian normalitas data
Dari tabel 4 yang merupakan hasil uji normalitas setelah menghilangkan outlier sebagai tahap
2 dalam rangka penormalan data. Dikarenakan setelah melakukan pernomalan data tahap kedua dengan
membuang data tidak ada data yang terdistribusi normal, maka selanjutnya dilakukan pengujian asumsi
klasik dan pengujian hipotesis dengan dalil central limit theorem (Dielman, 1961). Dalil central limit
theorem merupakan sebuah teorema yang menyatakan bahwa kurva distribusi sampling (untuk ukuran
sampel 30 atau lebih) akan berpusat pada nilai parameter populasi dan akan memiliki sifat-sifat
distribusi normal. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan 217 observasi, maka data ini dianggap
normal.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Pengujian autokorelasi dilakukan
Setelah Diperbaiki
n k dl du 4- du dw Kriteria Keterangan
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi positif pada model pertama. Dengan kata
lain, terdapat masalah korelasi negatif. Dalam penelitian ini menggunakan metode Cochrane-Orcutt
Setelah dilakukannya upaya pembebasan data dari masalah autokorelasi, diperoleh nilai-nilai
durbin tersebut tergolong kriteria du<d<4–du yakni, 1,8196<1,820<2,1804 sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak ada autokorelasi positif atau negatif (bebas autokorelasi) untuk model regresi pertama.
Uji Multikolinieritas
Collinearity Statistics
Variabel Ket.
Tolerance VIF
ETRdummy 0,964 1,037 Bebas Multikolinieritas
ROA 0,429 2,330 Bebas Multikolinieritas
SIZE 0,874 1,144 Bebas Multikolinieritas
Markettobook 0,394 2,540 Bebas Multikolinieritas
Z-Score 0,285 3,507 Bebas Multikolinieritas
Sumber: data sekunder diolah, 2017
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari hasil uji multikolinieritas keseluruhan
variabel memiliki nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10. Hal ini menunjukkan bahwa pada persamaan
hipotesis pertama tidak terdapat korelasi di antara satu variabel independen dengan variabel independen
lainnya. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel bebas dari asumsi multikolinieritas
Uji Heterokedastisitas
Berdasarkan tabel 7 hasil pengujian heterokedastisitas untuk menguji model regresi pertama
dapat dilihat bahwa model regresi terkena masalah heterokedastisitas pada variabel market-to-book.
Variabel market-to-book memiliki nilai signifikan 0,014 di bawah nilai signifikan 0,05. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa model regresi pertama mengalami masalah heterokedastisitas. Untuk mengatasi
masalah heterokedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mentransformasi data “Ln”.
Setelah diatasi dengan mentransformasi data hasil yang didapat untuk pengujian heterokedastisitas tidak
terdapat variabel yang memiliki nilai signifikan dibawah 0,05. Dengan begitu solusi dapat disimpulkan
bahwa persamaan hipotesis pertama telah bebas dari masalah heterokedastisitas setelah diatasi dengan
mentransform data.
Pengujian Hipotesis
Koef. t- sign.
(Constant) - -,0350 -5,588 0,000
ETR + 0,001 0,116 0,908
ROA - -0,338 -3,697 0,000
SIZE + 0,029 6,785 0,000
Markettobook + 0,14 2,632 0,009
Z-score - -0,009 -3,478 0,001
R Square 0,370
Adj R Square 0,354
F 22,671
Sig 0,000
Hubungan antara penghindaran pajak dengan struktur modal perusahaan
Keterangan dummy koefisien Pengaruh terhadap
leverage
Tidak melakukan penghindaran pajak 0 0,001 0
Melakukan penghindaran pajak 1 0,001 0,001
Sumber: Data sekunder diolah, 2017
Berdasarkan tabel 8 untuk hipotesis pertama menggunakan regresi linier berganda didapat nilai
F sebesar 22,671 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05. Tingkat signifikansi dibawah 0,05
menunjukkan bahwa model persamaan ini fit digunakan untuk menguji hipotesis pertama. Nilai Adj. R
Square sebesar 0,354 (35,4%) menunjukkan bahwa seluruh variabel independen dan variabel kontrol
yang digunakan dalam penelitian ini mampu menjelaskan pengaruhnya 35,4% atas struktur modal
perusahaan yang diukur dengan leverage, sedangkan 64,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
Berdasarkan koefisien regresi variabel ETR sebesar 0,001, perusahaan yang diklasifikasikan
sebagai perusahaan yang tidak melakukan penghindaran pajak dengan nilai 0 maka koefisiennya
terhadap leverage adalah 0. Sedangkan perusahaan yang diklasifikasikan sebagai perusahaan yang
melakukan penghindaran pajak dengan nilai 1, maka kenaikan 1x ETR akan mengakibatkan
peningkatan leverage sebesar 0,001. Perbandingan dari 0 dengan 0,001 tidak jauh berbeda. Tingkat
signifikansi variabel ETR sebesar 0,908 atau diatas 0,05 (α>5%) sehingga disimpulkan variabel
penghindaran pajak tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Dengan demikian perusahaan yang
melakukan penghindaran pajak tidak memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap struktur modal
daripada perusahaan yang tidak melakukan penghindaran pajak sehingga hipotesis pertama ditolak.
Berdasarkan tabel 9 hasil logistic regression pada model awal (-2 log likelihood intercept only)
menunjukkan nilai sebesar 280,518 dan pada model final (-log likelihood final) menunjukkan nilai
sebesar 251,962. Dari hasil -2LL intercept only dengan -2LL Final terjadi penurunan nilai dan
penurunan nilainya adalah signifikan dibawah 5% (Model Fitting Sig.) dan dengan nilai chi-square
sebesar 28,556 maka dapat disimpulkan bahwa model persamaan kedua adalah model yang signifikan
(fit). Berdasarkan hasil regresi logistik hasil Nagelkerke R-Square pada model ini memiliki nilai 0,157.
Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen dan variabel kontrol dalam penelitian ini hanya
berpengaruh 15,7% terhadap variabel dependennya, sedangkan 84,3% diperjelas oleh variabel lainnya
Berdasarkan koefisien regresi variabel ETR sebesar 0,221, perusahaan yang diklasifikasikan
sebagai perusahaan yang tidak melakukan penghindaran pajak dengan nilai 0 maka pengaruhnya
terhadap pembiayaan kembali hutang adalah 0. Ketika perusahaan diklasifikasikan sebagai perusahaan
yang melakukan penghindaran pajak dengan nilai 1, maka kenaikan 1x ETR akan mengakibatkan
peningkatan probabilitas leverage sebesar 0,221. Perbandingan dari 0 dengan 0,221 tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan. Secara statistik tingkat signifikansi variabel ETR sebesar 0,487 atau diatas
0,05 (α>5%) dapat disimpulkan koefisien regresi ETR tidak berpengaruh terhadap pembiayaan kembali
hutang. Oleh karena itu, hipotesis kedua pada penelitian ini ditolak.
Pengujian hipotesis pertama yang bertujuan memberikan bukti perusahaan yang melakukan
penghindaran pajak memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap struktur modal daripada perusahaan
yang tidak melakukan penghindaran pajak. Penghindaran pajak dalam penelitian ini diukur dengan
proksi effective tax rate (ETR) dan struktur modal diukur dengan proksi leverage. Hasil pengujian
hipotesis pertama membuktikan tidak ada pengaruh yang lebih besar terhadap struktur modal antara
perusahaan yang melakukan penghindaran pajak dengan perusahaan yang tidak melakukan
penghindaran pajak.
Dari penelitian ini terbukti bahwa perusahaan tidak memperoleh manfaat pajak atas hutang
yang digunakan oleh perusahaan. Manfaat pajak dalam bentuk beban bunga yang diterima perusahaan
sebagai akibat penggunaan hutang tidak dirasakan oleh perusahaan, sehingga hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan trade-off theory. Berdasarkan trade-off theory dengan meningkatkan komponen
pendanaan dengan melalui hutang, maka akan sejalan dengan manfaat biaya bunga yang akan menjadi
tax shield karena dapat menghemat pembayaran pajak berupa pengurang laba kena pajak.
Pada teori agensi manajer cenderung menyukai penggunaan hutang karena merupakan insentif
pajak, sehingga mendorong manajer untuk melakukan penghindaran pajak. Pada penelitian ini leverage
tidak terbukti sebagai insentif pajak yang dipertimbangkan manajer dalam melakukan penghindaran
pajak, sehingga leverage bukanlah motivasi manajer untuk melakukan penghindaran pajak. Keputusan
perusahaan menggunakan hutang, tidak terkait dengan upaya perusahaan untuk memanfaatkan biaya
hutang. Penggunaan hutang merupakan salah satu mekanisme yang dapat digunakan pemilik
perusahaan untuk mendisiplinkan manajer sebagai akibat adanya asimetri informasi yang terjadi antara
pemilik dan manajer. Manajer adalah pihak yang tidak menyukai resiko, maka manajer cenderung akan
memilih investasi yang menghasilkan NPV negatif yang mengakibatkan persoalan keagenan yang
disebut dengan underinvestment dan overinvestment, dengan adanya kebijakan penggunaan hutang
persoalan keagenan bergeser dari biaya agensi tipe satu (monitoring cost) menjadi persoalan keagenan
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Prakosa (2014) dimana hasil penelitian menunjukkan
bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian Harrington dan Smith (2012) dan Waluyo (2015) yang hasilnya membuktikan bahwa
perusahaan yang dikelompokan sebagai penghindaran pajak memiliki leverage yang lebih besar
memanfaatkan beban bunga sebagai pengurangan penghasilan kena pajak sebagai akibat penggunaan
hutang.
Pengujian hipotesis kedua bertujuan memberikan bukti bahwa perusahaan yang dikelompokan
melakukan penghindaran pajak lebih besar melakukan pembiayaan kembali hutang daripada
perusahaan yang tidak melakukan penghindaran pajak. Dari hasil pengujian regresi logistik dengan nilai
koefisien regresi ETR yang rendah menunjukan tidak ada pengaruh yang lebih besar terhadap
pembiayaan kembali hutang antara perusahaan yang melakukan penghindaran pajak dengan perusahaan
Dari penelitian ini tebukti bahwa dengan melakukan pembiayaan kembali hutang perusahaan
tetap tidak memperoleh manfaat pajak berupa beban bunga atas penggunaan hutang. Pada persamaan
pertama leverage bukan merupakan insentif yang dipertimbangkan manajer dalam melakukan
penghindaran pajak, sehingga dengan melakukan pembiayaan kembali hutang tidak memiliki pengaruh
yang lebih besar terhadap penghindaran pajak. Peningkatan hutang semakin tinggi akan meningkatkan
beban bunga yang berupa deductible expense, akan tetapi manajer tidak merasa mendapatkan manfaat
pajak. Berdasarkan trade-off theory perusahaan lebih memilih hutang yang rendah dibandingkan
dengan hutang yang tinggi untuk menghindari kesulitan keuangan. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata
perusahaan dalam sampel penelitian yang melakukan pembiayaan kembali hutang sedikit.
Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Harrington dan Smith (2012) yang menyatakan bahwa
perusahaan yang melakukan penghindaran pajak berpengaruh positif yang signifikan terhadap leverage,
dan perusahan yang melakukan penghindaran pajak yang berkelanjutan memiliki leverage yang lebih
V. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari pengolahan data dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut: (1) Struktur modal antara perusahaan yang melakukan penghindaran pajak dengan perusahaan
yang tidak melakukan penghindaran pajak tidak memiliki pengaruh yang berbeda, dengan demikian
perusahaan yang melakukan penghindaran pajak tidak memperoleh manfaat pajak dari penggunaan
hutang. (2) Perusahaan yang melakukan penghindaran pajak dengan perusahaan yang tidak melakukan
penghindar pajak tidak memiliki pengaruh yang berbeda terhadap pembiayaan kembali hutang. Hal ini
memiliki arti bahwa perusahaan tetap tidak menerima manfaat pajak walaupun sudah melakukan
pembiayaan kembali hutang. Dengan menambah hutang bukan manfaat pajak yang diperoleh
perusahaan melainkan kesulitan keuangan. Akibat hal tersebut perusahaan lebih memilih hutang yang
Penelitian ini tidak membuktikan adanya pengaruh penghindaran pajak terhadap struktur modal
perusahaan. Penelitian ini akan berguna jika hasil analisisnya dapat digunakan sebagai suatu
pertimbangan untuk: (1) Bagi perusahaan, memilih pendanaan perusahaan dengan menggunakan
hutang bukanlah suatu motivasi manajer untuk melakukan penghindaran pajak. Harap berhati-hati bagi
perusahaan yang menggunakan hutang dalam tingkat yang tinggi karena bukan manfaat pajak yang
diterima melainkan kesulitan keuangan. (2) Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi bahan
acuan dan bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya dengan pembahasan atau topik yang sama
berkaitan dengan penghindaran pajak dan struktur modal perusahaan serta dapat lebih dikembangkan
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan-keterbatasan diantaranya: (1) Sampel dalam
penelitian ini masih menggambarkan perusahaan yang masih menggunakan hutang dalam tingkat yang
rendah, masih sedikit perusahaan yang dikelompokkan melakukan pembiayaan kembali hutang. (2)
Tidak bisa mengukur periode dimana perusahaan melakukan peningkatan hutang, seperti periode
Saran
Menambah sampel penelitian ke seluruh sektor perusahaan yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI)
sehingga cakupan sampel penelitian lebih luas dan sampel yang diperoleh semakin banyak serta hasil
penelitian sejenis semakin baik. (2) Disarankan untuk penelitian selanjutnya menggunakan periode
pengamatan yang lebih panjang sehingga akan memberikan sampel yang lebih banyak dan
REFERENSI
Altman, E. 2000. Predicting Financial Distress of Companies: Revisiting The Z-Score and Zeta Models. Working
Paper. New York University.
Bringham dan Houston. 2011. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Buku 2. Edisi Kesebelas. Jakarta: Salemba
Empat
Dielman, Terry E. 1961. Applied Regresion Analysis for Business and Economics. PWS-KENT Publishing
Company.
Farnham, A. 2011. Big corporate profit, small tax bill. ABC News.com Retrieved from
http://abcnews.go.com/m/story?id=13258952&sid=74&p=7
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Edisi Kelima. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Harrington, C dan Walter, Smith. 2012. Tax avoidence and corporate capital structure. Journal of Finance &
Accounting. Vol. 11, pp144.
Jensen, Michael C. 1986. Agency Cost Of Free Cash Flow, Corporate Finence, And Takeovers. American
Economic Review Vol.76, pp323-329
Jensen, Michael C., dan Meckling, William H. 1976. Theory of The Frim: Managerial Behavior, Agency Cost
and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, Vol. 3, No. 4, pp305-360.
Myers, S.C. 2001. Capital Structure. The Journal of Economic Perspectives, Vol. 15, No.2, pp 81-102
Prakosa, Kesit Bambang. 2014. Pengaruh Profitabilitas, Kepemilikan Keluarga, Dan Corporate Governance
Terhadap Penghindaran Pajak Di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi 17 Mataram. Lombok.
Suandy, Erly. 2011. Perencanaan Pajak. Edisi kelima. Jakarta: Salemba Empat
Van Horne, J. C., dan Wachowicz, J. M. 2013. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Edisi 13. Jakarta: Salemba
Empat.
Waluyo, Teguh M. Yessi, M. B., dan Rusli. 2015. Pengaruh Return on Asset, Leverage, Ukuran Perusahaan,
Kompensasi Rugi Fiskal dan kepemilikan Institusi Terhadap Penghindaran Pajak. Simposium Nasional
Akuntansi 18
www.duniainvestasi.com
www.idx.co.id