Sie sind auf Seite 1von 14

Theory of Translation by Peter Newmark

Peter Newmark

Peter Newmark's dual theory of semantic and communicative methods


of translation.

Newmark defines the act of translationg as transferring the meaning of


a text, from one language to another, taking care mainly of the
functional relevant meaning.

He works with three propositions:

 "the more important the language of a text, the more closely it


should be translated";
 "the less important the language of a text... the less closely it
needs to be translated";
 "The better written a text, the more closely it should be
translated, whatever its degree of importance..."

In spite of the problem that poses the ambigüity of "important" and


"better written", his proposal intends to narrow the gap between
targeteers (ciblistes) and sourceres (sourciers). The translator has to
establish priorities in selecting which varieties of meaning to transfer
in the first place. For that he has to use his creativity, particularly
when he is forced to distort the target language introducing new
elements of another culture. In that sense he will be breaking Toury's
translational norms. That is the case when translating cultural
metaphors, transcultural words, concept words. Newmark criticises
the present-day controversies stuck to the conflict between free and
literal translation.

For him if the theory of translation insists on discussing the topic of


equivalence it would be text to text equivalence and not simply word to
word. He distinguishes types of texts and types of words in the texts.

He classifies texts in three categories:

 scientific-technological
 institutional-cultural
 literary texts
But he stresses that technical or institutional translation can be as
challenging as rewarding as literary translation

Because every word has its own identity, its resonnance, its value, and
words are affected by their contexts, he distinguishes different types of
words:

 functional words
 technical words
 common words
 institutional words
 lexical words
 concept words

He considers two types of translation: semantic and communicative,


although he states that the majority of texts require communicative
rather than semantic translation. Communicative translation is
strictly functional and usually the work of a team. Semantic
translation is linguistic and encyclopaedic and is generally the work of
one translator.

Among the translation problems Newmark discusses he gives special


attention to the metaphor. He proposes seven procedures for its
translation:

 reproducing the same image of the SL in the TL


 replacing the image in the SL with a standard TL image
 translating the metaphor by a simil
 translating metaphor or simil by simil plus sense
 conversion of metaphor to sense
 deletion
 same metaphor combined with sense

Newmark stays very close to the linguistic approach when he defines


translation theory as an interdisciplinary study derivated from
comparative linguistics.

For Newmark, the main concern of translation theory is to determine


appropriate translation methods for the widest possible range of texts
or text-categories and to provide a framework of principles for
translating texts and criticizing translation. (Newmark goes over the
criticism aspect very superficially. We find a deep study on process
and product of translation criticism in Antoine Berman). Translation
theory also attempts to give some insight into the relation between
thought, meaning and language and can show the student all that is
or may be involved in the translation process. For Newmark then
translation is a craft. The translator acquires a technique in which the
process to be followed takes into account the acts of comprehension,
interpretation, formulation and recreation.
Peter Newmark, lahir tahun 1916. Profesor di bidang penerjemahan di Universitas
Surrey, Inggris, ini telah menulis beberapa buku, di antaranya: Approaches to
translation (1981), A Textbook of Translation (1988), Paragraphs on Translation
(1989). Bahasawan ini meninggal 12 Juli 2011.

Seperti Vinay dan Dalbernet, Newmark juga berpendapat bahwa teori


penerjemahan merupakan turunan dari linguistik komparatif. Jadi, dasar
pemikiran Newmark juga perbedaan bentuk linguistik (makna dan struktur)
antara teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran. Bagi Newmark
menerjemahkan berarti mengalihkan makna teks dari satu bahasa ke bahasa lain
dengan penekanan pada makna yang bersifat fungsional.

Dia mengusulkan tiga proposisi terkait dengan apakah bentuk linguistik bahasa
sumber harus dipertahankan dalam bahasa sasaran. Proposisi pertama
mengatakan bahwa jika suatu teks mementingkan bentuk linguistiknya, maka
terjemahannya harus sedekat mungkin dengan teks bahasa sumber dalam hal
bentuk linguistik. Contoh teks seperti ini misalnya karya sastra. Kedua, jika bentuk
linguistik bahasa suatu teks sumber kurang begitu dipentingkan, maka
terjemahannya tidak perlu dibuat sedekat mungkin dengan teks sumbernya
dalam hal bentuk linguistik. Contoh teks jenis ini adalah artikel di ensiklopedia.
Yang terakhir, semakin baik sebuah teks ditulis, semakin dekat bentuk linguistik
dalam teks terjemahannya dengan teks bahasa sumber, tanpa memandang
apakah bentuk linguistik di dalam teks itu dipentingkan atau tidak.

Dalam pemikiran ini kata ‘penting’ dan ‘ditulis dengan baik’ menjadi kata kunci.
Sayangnya kedua kata ini tidak terukur. Namun, untuk sejenak proposisi ini bisa
menengahi perdebatan antara ekstrem kiri (yang berpendapat bahwa
terjemahan harus setia kepada bahasa sumber) dan ekstrem kanan (yang
berpendapat bahwa terjemahan harus setia kepada bahasa sasaran).
Terlepas dari masalah ambiguitas kata “penting” dan “ditulis baik”, Newmark
bermaksud menjembatani kesenjangan antara pendapat yang cenderung
berpihak ke bentuk linguistik bahasa sumber dan yang berpihak pada bentuk
linguistik bahasa sasaran. Dengan kata lain, Newmark ingin menasihati para
penerjemah untuk tidak terjebak dalam perdebatan terjemahan literal (setia pada
bentuk linguistik bahsa sumber) dan pernerjemahan bebas (setia pada bentuk
linguistik bahasa sasaran). Ini juga tergambar pada teroinya tentang terjemahan
semantik dan komunikatif. Lihat gambar di bawah ini.
Berpihak pada BSu Berpihak pada
BSa

harfiah (literal) bebas (free)

setia (faithful) idomatik (idiomatic)

semantik komunikatif

<————————————————————————————–>

Gambar 1. Jenis-jenis terjemahan menurut Newmark

Dari gambar di atas diketahui bahwa menurutnya jenis-jenis terjemahan ini


berada di dalam sebuah garis kontinum yang tidak memiliki sekat-sekat dan tidak
benar-benar terpisah satu sama lain. Di sebelah ujung kiri adalah metode
penerjemahan yang berpihak pada bahasa sumber (harfiah) dan di ujung kanan
adalah yang berpihak pada bahasa sasaran (bebas). Jika tingkat kesetiaan
terhadap bahas sumber ini sedikit lebih rendah, maka jadilah terjemahan yang
setia, demikian dan seterusnya. Lebih jauh tentang hal ini, silakan baca
Suryawinata dan Hariyanto (2003). Selain itu, Newmark memandang bahwa
terjemahan harfiah dipandang sebagai yang terbaik jika efek yang setara bisa
diperoleh. Hanya jika terjemahan harfiah tidak mencukupi, maka
metode.prosedur terjemahan semantik atau komunikatif dipertimbangkan.

Konsep “terjemahan semantik” dan “terjemahan komunikatif” ini juga tanggapan


Newmark terhadap pikiran Nida tentang padanan formal dan padanan dinamis.
Newmark tidak begitu suka dikotomi Nida ini. Menurut Newmark efek yang
padan itu sulit dimengerti, sulit dipahami, bersifat ilusif. Tidak ada seorang pun
yang dengan pasti dapat mengetahui efek yang diharapkan dari penulisan teks
kuno sekian ratus tahun yang lalu, karena kita pun sulit membayangkan
konteksnya. Karena hasil terjemahan bisa bertahan lama, hingga ratusan tahun,
kita pun sulit memprediksi efek yang dialami pembaca sasaran pada saatnya
mereka membaca sekian puluh tahun lagi (Munday, 2000: 44).
Bagi Newmark (1981: 39), terjemahan komunikatif adalah terjemahan yang
berupaya menciptakan ulang efek pada pembaca TSa sedekat mungkin dengan
efek yang diperoleh pembaca TSu. Perhatikan bahwa di sini ada kata sedekat
mungkin, sementara dalam teori Nida ada kata “sepadan” (the effect of the
natural TT on the TT readers is the same as the effect of ST to the ST readers.)

Terjemahan semantik adalah terjemahan yang berupaya menghadirkan makna


kontekstual TSu sedekat mungkin di dalam TSa dalam hal struktur semantik dan
struktur sintaksis sepanjang aturan bahasa sasaran mengizinkannya (Newmark,
1981: 39).

Perbedaan antara terjemahan semantik dan terjemahan harfiah terletak pada rasa
hormat terhadap konteks. Terjemahan semantik menghormati konteks dalam
menerjemahkan teks sumber. Terjemahan harfiah tidak menghormati konteksnya.
Namun, keduanya mencoba untuk mempertahankan struktur semantik dan
sintaktik semaksimal mungkin. Dalam terjemahan komunikatif efek yang hampir
sama terhadap pembaca yang diperlukan.

Sebagai contoh adalah:

BSu : Keep off the grass.

Sem. : Jauhi rumput ini.

Kom. : Dilarang berjalan di atas rumput.

Karena teori Newmark dibangun berdasarkan pemikiran linguistik, cukup banyak


terorinya membahas hal-hal yang berbau linguistik. Dia berpendapat jika teori
penerjemahan harus membicarakan kesepadanan (ekuivalensi), maka seharusnya
kesepadanan tekstual juga dibicarakan, tidak hanya kesepadanan kata yang
dibahas. Dalam rangka membuka jalan ke arah ini, Newmark mengklasifikasikan
teks ke dalam tiga kategori: ilmiah – teknik, institusional – budaya dan teks sastra.
Dia juga mengklasifikasikan kata menjadi: kata fungsional, kata teknis, kata
umum, kata institusional, kata leksikal, dan kata konsep. Menurutnya, di dalam
sebuah kalimat ada berbagai macam potensi makna. Konseptualisasinya tentang
makna dalam penerjemahanan ini cukup ruwet. Menurutnya (1981) ada: makna
linguistik, referensial, subjektif, intensi, ujaran, performatif, inferensial, kultural
dan kode. Dan penerjemah harus menggunakan kreativitasnya untuk
memprioritaskan makna maka yang harus diterjemahkan lebih dahulu.

Selain itu Newmark juga mengidentifikasi beberapa prosedur penerjemahan.


Newmark (1988b) secara khusus juga membahas penerjemahan metafora (selain
proswdure penerjemahan umum.) Dia mengusulkan tujuh prosedur
penerjemahan metafora, yaitu:
a. mereproduksi imaji yang sama dalam TSa
b. mengganti imaji dalam TSu dengan imaji standar TSa
c. menerjemahkan metafora dengan simile
d. menerjemahkan metafora (atau simile) dengan simile ditambah deskripsi
makna (kadang-kadang metafora plus makna)
e. konversi metafora menjadi makna
f. penghapusan
9. menerjemahkan metafora menjadi metafora dan dikombinasikan dengan
makna

Urutan prosedur di atas sudah disusun. Penerjemah disarankan memilih nomor 1


terlebih dahulu, jika tidak bisa barulah ke nomor berikutnya.

Sebagai penutup, dari uraian singkat di atas dapat dilihat bahwa Newmark
berusaha menengahi dikotomi di dalam teori terjemahan seperti terjemahan
bebas dan harfiah serta padanan dinamis dan formal. Dia berpendapat bahwa
tidak ada mutlak-mutlakan di dalam hal ini, semuanya berpulang pada jenis teks
yang di hadapi dan perbedaan bentuk linguistik (makna dan struktur) antara teks
bahasa sumber dan bahasa sasaran. Intinya adalah jika terjemahan harfiah telah
memadai, maka tidak ada alasan untuk melakukan terjemahan bebas.
Translation Procedures by Newmark
Translation Procedures that Newmark (1988b) proposes:

Prosedur penerjemahan yang dikemukakan oleh Newmark (1998b) :

 Transference: it is the process of transferring an SL word to a TL text. It includes transliteration


and is the same as what Harvey (2000:5) named "transcription".
 Transference : proses transfer dari bahasa asli ke bahasa sasaran. Termasuk
transliteration seperti yang dinamakan Harvey sebagai “transcription”.
Contoh : 1. Fudschijama (German)  Fujiyama (Indonesia)
2. Serious (Inggris)  Serius (Indonesia)

 Naturalization: it adapts the SL word first to the normal pronunciation, then to the normal
morphology of the TL. (Newmark, 1988b:82)
 Naturalization: Adaptasi dari kata pertama bahasa sumber dengan pengucapan normal,
kedalam morfologi normal bahasa sasaran.
Contoh : 1. Estate (bahasa Inggris)  estat (bahasa Indonesia)
2. Television (bahasa Inggris)  Televisi ( bahasa Indonesia)

 Cultural equivalent: it means replacing a cultural word in the SL with a TL one. however, "they
are not accurate" (Newmark, 1988b:83)
 Cultural equivalent: Penggantian kata kebudayaan dari bahasa sumber kedalam bahasa
sasaran. Meskipun, “kata tersebut tidak akurat”.
Contoh : 1. Pajamas party (menginap bersama)
2. Bachelor party (pesta bersama sebelum pernikahan)

 Functional equivalent: it requires the use of a culture-neutral word. (Newmark, 1988b:83)


 Functional equivalent : diperlukan penggunaan kata budaya yang netral.
Contoh : 1. contractor’ translated into Persian is ‘Moghatekar’ (kontraktor diterjemahkan dalam bahasa Persia
sebagai Moghatekar.
2. ‘common-law wife’ (concubine)  selir

 Descriptive equivalent: in this procedure the meaning of the CBT is explained in several words.
(Newmark, 1988b:83)
 Descriptive equivalent: dalam prosedur yang satu ini arti CBT dijelaskan dalam beberapa
kata.
Contoh : 1. Samurai  Japanese aristocracy from the eleventh to the nineteenth century (aristokrasi Jepang dari
abad kesebelas hingga abad kesembilan belas)
2. White Monday  Holy Spirit (hari suci)

 Componential analysis: it means "comparing an SL word with a TL word which has a similar
meaning but is not an obvious one-to-one equivalent, by demonstrating first their common and then
their differing sense components." (Newmark, 1988b:114)
 Componential analysis: artinya membandingkan kata dalam bahasa sumber dengan kata
dalam bahasa sasaran yang memiliki kata yang hampir sama namun tidak secara detail sama, dengan
mendemonstrasikan komponen pertama secara umum kemudian perbedaannya.
Contoh : 1. Clean air = fresh air which you can breath in. (udara bersih)
2. Sweet talk = nice words in talking. (Kata-kata manis)

 Synonymy: it is a "near TL equivalent." Here economy trumps accuracy. (Newmark, 1988b:84)


 Synonymy: hampir mendekati dengan kesamaan bahasa sasaran.
Contoh : 1. Personne gentile → kind person (orang baik)
2. Conte piquant → racy story (cerita cabul)

 Through-translation: it is the literal translation of common collocations, names of organizations


and components of compounds. It can also be called: calque or loan translation. (Newmark, 1988b:84)
 Through-translation: terjemahan secara harfiah dari padanan kata secara umum, seperti
nama-nama dari organisasi dan komponen-komponen senyawa kimia. Dapat juga disebut:
penerjemahan calque atau loan.
Contoh : 1. European Cultural Convention  Convention culturelle européenne.
2. Study group  group d'étude.

 Shifts or transpositions: it involves a change in the grammar from SL to TL, for instance, (i)
change from singular to plural, (ii) the change required when a specific SL structure does not exist in the
TL, (iii) change of an SL verb to a TL word, change of an SL noun group to a TL noun and so forth.
(Newmark, 1988b:86)
 Shifts atau transpositions: melibatkan perubahan grammar dari bahasa sumber kedalam
bahasa sasaran, misalnya, (i) perubahan dari bentuk tunggal ke bentuk jamak, (ii) perubahan itu
diperlukan ketika suatu struktur dari bahasa sumber secara spesifik tidak terdapat dalam bahasa
sasaran, (iii) perubahan kosa kata dari bahasa sumber kedalam bahasa sasaran, perubahan kelompok
kata benda dari bahasa sumber kedalam bahasa sasaran dan seterusnya.
Contoh : 1. There’s a reason for life → Hay una razón para vivir (Ada alasan untuk menjalani hidup)
2. It’s getting dark → comienza a oscurecer (Sudah menjelang malam)

 Modulation: it occurs when the translator reproduces the message of the original text in the TL
text in conformity with the current norms of the TL, since the SL and the TL may appear dissimilar in
terms of perspective. (Newmark, 1988b:88)
 Modulation: terjadi ketika penerjemah meniru pesan yang terdapat di teks asli dalam
teks bahasa sasaran dengan penyesesuaian norma dari bahasa sasaran, karena bahasa sumber dan
bahasa sasaran mungkin menunjukkan ketidaksamaan dalam hal perspektif.
Contoh : 1. Il n’a pas hésité → He acted at once (Dia bertindak sekaligus)
2. shallow → poco profondo (Kedangkalan)

 Recognized translation: it occurs when the translator "normally uses the official or the generally
accepted translation of any institutional term." (Newmark, 1988b:89)
 Recognized translation: terjadi ketika penerjemah secara normal menggunakan istilah
umum dalam menerjemahkan istilah institusional yang dapat diterima.
Contoh : 1. Farley acts as cavalier  Farley acts as knight. (Ksatria)
2. Rechtsstaat → constitutional state (Konstitusi negara)

 Compensation: it occurs when loss of meaning in one part of a sentence is compensated in


another part. (Newmark, 1988b:90)
 Compensation: terjadi ketika pengurangan makna dalam satu bagian kalimat dan
digantikan pada bagian yang lain.
Contoh : 1. A piece of ... (sedikit ...)
2. The cow are grazing ... (sapi itu merumput ...)

 Paraphrase: in this procedure the meaning of the CBT is explained. Here the explanation is much
more detailed than that of descriptive equivalent. (Newmark, 1988b:91)
 Paraphrase: dalam prosedur ini makna CBT dijelaskan. Disini penjelasan lebih detail
daripada dalam persamn deskriptif.
Contoh : 1. Numerophobia, fear of numbers is an irrational fear because we deal with numbers every day of our
lives, from telling the time, measuring stuff, credit cards, money among other things. (ketakutan terhadap
angka merupakan hal yang irasional karena setiap hari kita harus berurusan dengan angka dalam
kehidupan sehari-hari, dari memberitahukan waktu, menghitung barang-barang, kartu kredit, uang
diantara hal-hal lainnya).
2. Ablutophobia, or fear of bathing, is a relative uncommon but serious phobia. It appears to be more
prevalent in women and children. (takut untuk mandi adalah hal yang relatif tidak biasa namun
merupakan phobia yang serius. Hal ini muncul secara lebih lazim pada wanita dan anak-anak).

 Couplets: it occurs when the translator combines two different procedures. (Newmark,
1988b:91)
 Couplets: dipakai ketika penerjemah menggabungkan dua teknik penerjemahan yang
berbeda
contoh : 1. Hookah (Borrowing + Transcription) India’ smoke
Hookah  Rokok hisap khas India
2. Carburator (Borrowing + Calque)

Karburator  komponen mesin

 Notes: notes are additional information in a translation. (Newmark, 1988b:91)


 Notes : notes merupakan informasi tambahan dalam penerjemahan
Contoh : 1. Debrecen  the city of Debrecen, in West Hungary
Debrecen  kota Debrecen, di Hongaria Barat

2. Crumphet  England’s traditional cake

Crumphet  kue tradisional Inggris


Secara harfiah, metode berarti cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan
agar tercapai sesuai dengan dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yg ditentukan. Terkait penerjemahan, metode
berarti rencana dan cara yang sistematis dalam melakukan penerjemahan. Seorang penerjemah
haruslah memiliki metode penerjemahan yang jelas, yaitu melakukan penerjemahan sesuai
dengan apa yang telah direncanakan. Sebagai contoh, ketika akan menerjemahkan sebuah teks
untuk anak-anak, penerjemah sudah merencanakan apakah akan menghilangkan istilah-istilah
sulit yang mungkin akan menimbulkan kesulitan bagi pembaca sasaran ataupun tidak. Tentunya
pemilihan suatu metode disertai dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang mengenai
pembaca sasaran, jenis teks, keinginan dan maksud pengarang teks, dan tujuan penerjemahan
teks tersebut.
"While translation methods relate to whole texts, translation procedures are used for sentences and
the smaller units of language. (Newmark, 1988: 81)

Tidak seperti teknik penerjemahan yang berada pada tataran mikro, metode
penerjemahan berada pada tataran makro. Dalam hal penelitian, jika teknik dapat dievaluasi dalam
satuan linguistik kata, frasa, klausa dan kalimat; metode diteliti berdasarkan teks utuh secara
keseluruhan bukan berdasarkan contoh per contoh kasus. Adapun penentuan metode dapat
dilihat dari kecenderungan yang muncul dari teknik-teknik yang digunakan.
Penelitian tesis ini mengacu pada metode penerjemahan menurut Newmark, sesuai
dalam bukunya yang berjudul A Textbook of Translation (1988). Ada delapan metode
penerjemahan, yang dikelompokkan menjadi dua bagian, cenderung mengacu pada BSu dan
mengacu pada BSa. Berikut metode penerjemahan dalam diagram V,
SL Emphasis TL Emphasis
Word-for-word Translation Adaptation
Literal Translation Free Translation
Faithful Translation Idiomatic Translation
Semantic Translation Communicative Translation

Gambar 1. Diagram V (Newmark 1988:45)


Metode berikut ini berorientasi pada BSu:
1. Penerjemahan Kata demi kata (Word-for-word Translation);
Satuan lingual pada penerapan metode ini ialah pada tingkatan kata. Satu demi satu kata
diterjemahkan secara urut, tanpa memperhatikan konteks. Istilah-istilah budaya dalam BSu pun
diterjemahkan secara harfiah (literal). Metode ini dapat diterapkan dengan baik apabila struktur
BSu sama dengan struktur BSa, atau teks BSu yang hanya berisi kata-kata tunggal--tidak
dikonstruksi menjadi frasa, klausa maupun kalimat--sehingga tidak saling bertautan makna.
Metode ini juga bisa dipakai ketika menghadapi suatu ungkapan yang sulit, yaitu dengan
melakukan penerjemahan awal (pre-translation) kata demi kata, kemudian direkonstruksi menjadi
sebuah terjemahan ungkapan yang sesuai.
2. Penerjemahan Harfiah (literal Translation);
Metode ini masih sama seperti metode sebelumnya--kata demi kata, yaitu pemadanan masih
lepas dari konteks. Metode ini juga dapat dipakai sebagai langkah awal dalam melakukan suatu
penerjemahan. Perbedaannya terletak pada konstruksi gramatika BSu yang berusaha diubah
mendekati konstruksi gramatika pada BSa.
3. Penerjemahan Setia (Faithful Translation);
Penerjemahan dengan metode ini mencoba membentuk makna kontekstual tetapi masih
tetap terikat pada struktur gramatika pada BSu. Penerjemahan ini berusaha sesetia mungkin
terhadap BSu. Hal ini menimbulkan adanya ketidaksesuaian terhadap kaidah BSa, terutama
penerjemahan istilah budaya, sehingga hasil terjemahan seringkali terasa kaku.
4. Penerjemahan Semantik (Semantic Translation);
Terkait keterikatan dengan BSu, metode ini lebih luwes dibanding metode penerjemahan
setia. Istilah budaya yang diterjemahkan jadi lebih mudah dipahami pembaca. Unsur estetika BSu
tetap diutamakan, tetapi disertai kompromi yang masih dalam batas wajar.
Metode berikut ini berorientasi pada BSa:
5. Adaptasi (Adaptation);
Metode ini ialah metode yang paling bebas dalam penerjemahan. Maksudnya, keterikatan
bahasa dan budaya terhadap BSu sangatlah tipis, hampir tidak ada, keterikatan justru lebih dekat
pada BSa. Unsur-unsur budaya yang terdapat pada BSu diganti dengan unsur budaya yang lebih
dekat dan akrab pada pembaca sasaran. Metode ini sering dipakai pada penerjemahan teks drama
atau puisi.
6. Penerjemahan Bebas (Free Translation);
Metode penerjemahan bebas lebih mengutamakan isi (content) BSu daripada bentuk
strukturnya. Kebebasan dalam metode ini masih sebatas bebas mengungkapkan makna pada BSa,
sehingga masih dibatasi maksud atau isi BSu walaupun bentuk teks BSu sudah tidak dimunculkan
kembali. Lebih lanjut, pencarian padanan pun cenderung berada pada tataran teks, bukan kata,
frasa, klausa atau kalimat, sehingga akan tampak seperti memparafrasa Bsu.
7. Penerjemahan Idiomatik (Idiomatic Translation);
Penerjemahan idiomatik mereproduksi ‘pesan’ dari BSu tetapi
cenderung mendistorsi nuansa makna. Ungkapan idiomatik yang ada pada BSu diterjemahkan
seperti ungkapan biasa, bukan dengan ungkapan idiomatik pula. Hal ini disebabkan tidak
ditemukannya ungkapan idiomatik yang sama pada BSa, sehingga distorsi nuansa tidak bisa
dihindari.

8. Penerjemahan Komunikatif (Communicative Translation).


Metode penerjemahan ini berupaya sedemikian rupa agar menghasilkan makna
kontekstual secara tepat, sehingga aspek bahasa dapat diterima dan isi dapat langsung dipahami
oleh pembaca sasaran.

Das könnte Ihnen auch gefallen