Sie sind auf Seite 1von 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/323868487

KARAKTERISASI PEREKAT ALAMI DARI TUMBUHAN UNTUK INDUSTRI


KERAJINAN

Conference Paper · May 2017

CITATIONS READS

0 4,544

3 authors, including:

Istihanah nurul Eskani Nur Nadhifah


centre for handicraft and batik Brawijaya University
13 PUBLICATIONS   2 CITATIONS    1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Producing an antibacterial batik using ZnO nanoparticles View project

Natural Preservation of wood View project

All content following this page was uploaded by Istihanah nurul Eskani on 20 March 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KARAKTERISASI PEREKAT ALAMI DARI TUMBUHAN UNTUK INDUSTRI KERAJINAN
CHARACTERIZATION OF NATURAL ADHESIVES FROM PLANTS FOR CRAFT INDUSTRIES

Istihanah Nurul Eskani, Retno Widiastuti dan Nazula Nur Lathifah


Balai Besar Kerajinan dan Batik
Email : hana.eskani@gmail.com

ABSTRACT

Natural materials had been used as substitutes for synthetic materials. This related to the advantages of natural
materials, such as safe, environmentally friendly, abundant and renewable. Adhesives commonly used in the craft industry
is a synthetic adhesives that are identified as unsafe for health and the environment. Natural adhesives had been made
from Arrowroot (Maranta arundinacea) starch and Rubber (Hevea brasiliensis) tree sap. The natural adhesive is prepared
0 0
by dissolving the materials in an appropriate solvent then stirring and heating at a temperature of 70 C-80 C, but for
rubber without heating. This paper presents the results of natural adhesive characterization which includes physical and
mechanical properties. The physical properties of natural adhesive are compared with SNI 06-6049-1999. The mechanical
properties were tested after being applied to handicraft material Jomok (Arthocarpus elastica) tree bark, then compared
with the performance of synthetic adhesives. The physical properties of natural adhesive including pH and viscosity
indicate that the adhesive from rubber sap meets the requirements of SNI 06-6049-1999, but visually the color is different.
Adhesives from Arrowroot starch have color and viscosity according to SNI but more acidic. The mechanical properties
which include strength value and delamination of natural adhesive from rubber sap and arrowroot starch are equivalent
to synthetic adhesives commonly used in handicraft industry.

Keywords: Natural Adhesives, Tree Sap, Handicraft

ABSTRAK

Bahan alami telah banyak dimanfaatkan sebagai substitusi bahan sintetis. Hal ini disebabkan oleh kelebihan
yang dimiliki bahan alami antara lain aman, ramah lingkungan, keberadaannya melimpah dan dapat diperbaharui.
Perekat yang biasa digunakan di industri kerajinan adalah perekat sintetis yang teridentifikasi tidak aman bagi kesehatan
maupun lingkungan. Telah dilakukan pembuatan perekat alami dari tepung Garut (Maranta arundinacea) dan getah
pohon Karet (Hevea brasiliensis). Perekat alami tersebut dibuat dengan melarutkan bahan baku dalam pelarut yang sesuai
0 0
kemudian diaduk dan dipanaskan pada suhu 70 C-80 C, untuk getah karet dengan tanpa pemanasan. Makalah ini
menyajikan hasil karakterisasi perekat alami tersebut yang meliputi sifat-sifat fisis dan mekanis. Sifat-sifat fisis perekat
alami dibandingkan dengan SNI 06-6049-1999. Sifat-sifat mekanis diuji setelah diaplikasikan pada bahan kerajinan kulit
kayu Jomok (Arthocarpus elastica), kemudian dibandingkan dengan performa perekat sintetis. Hasil uji sifat fisis perekat
alami yang meliputi pH dan viskositas menunjukkan bahwa perekat dari getah pohon karet memenuhi persyaratan SNI
06-6049-1999, namun secara visual warna berbeda. Perekat dari tepung garut memiliki warna dan viskositas sesuai SNI
namun lebih bersifat asam. Sifat mekanis yang meliputi kuat rekat dan delaminasi perekat alami dari getah karet dan
tepung garut setara dengan perekat sintetis yang biasa digunakan di industri kerajinan.

Kata Kunci : Perekat Alami, Getah Pohon, Kerajinan

1. PENDAHULUAN

Perekat (adhesive) adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat dua benda melalui
ikatan permukaan (Blomquist et al.1983 dalam Sucipto, 2009). Perekat merupakan salah satu bahan utama yang sangat
penting di industri. Industri kerajinan termasuk dalam industri kreatif yang memproduksi barang-barang dekoratif untuk
hiasan rumah maupun fesyen. Perekat yang biasa digunakan di industri kerajinan adalah perekat sintetis yang disebut lem
kuning dan lem putih (PVAc). Lem sintetis tersebut diidentifikasi tidak aman karena antara lain mengandung zat Lysergic
Acid Diethylamide (LSD) dalam pelarutnya yang menyebabkan halusinasi dan apabila sering dihirup akan menimbulkan
bahaya bagi kesehatan.
Saat ini banyak dikembangkan pemanfaatan bahan baku dari alam sebagai substitusi bahan baku sintetis. Hal ini
berkaitan dengan beberapa kelebihan bahan baku alami seperti lebih ramah lingkungan, potensinya yang cukup banyak
dan dapat diperbaharui. Perekat alami dapat dibuat dari tumbuhan (pati, dekstrin, getah) dan dari protein (kulit, tulang,
urat daging dan casein). Penelitian- penelitian tentang perekat alami telah banyak dilakukan di Indonesia. Tahun 2014
Institut Pertanian Bogor mengembangkan perekat kayu dari getah perca yang dimodifikasi dengan Maleat Anhidrid
(MAH) dan Benzoil Peroksida (BPO) (Karliati, 2014). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan di Bogor
mengembangkan perekat dari tanin dan lignin kemudian diaplikasikan untuk pembuatan kayu lapis (Santoso, 2005).
Medynda, Sucipto, & Hakim (2012) melakukan penelitian tentang perekat likuida dari limbah kulit buah kakao. Penelitian-
penelitian yang telah dilakukan masih menggunakan formaldehid yang berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu
penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan perekat yang berasal dari bahan alami tumbuhan tanpa menggunakan
formaldehid.
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah getah pohon karet (Hevea brasiliensis) dan tepung garut
(Maranta arundinacea). Karet alami dan turunannya banyak digunakan untuk berbagai macam jenis perekat karena
mempunyai banyak kelebihan khusus, antara lain mempunyai sifat perekatan yang bagus untuk berbagai macam
permukaan substrat. Solven yang biasa digunakan untuk perekat karet alami adalah benzene, toluene dan petrol/bensin.

295
Tepung garut berwarna putih dengan kandungan amilosa sekitar 17-20% sedangkan amilopektin sebesar 75-80%.
Kandungan amilosa berkorelasi positif dengan aroma, sedangkan kandungan amilopektin berpengaruh terhadap tingkat
kelunakan, kelekatan, warna, dan kilap. Kandungan amilopektin yang tinggi pada pati garut menyebabkan garut bersifat
lengket atau memiliki kemampuan merekat yang sangat baik (Hakim, Rosyidi, & Widati, 2005). Perekat berbasis pati
berperan sangat luas dalam dunia industri, khususnya industri packaging yang banyak menggunakan kertas. Perekat pati
adalah bahan yang murah dan mudah aplikasinya dengan pelarut air. Peningkatan sifat fungsional dan karakteristik pati
dapat dilakukan dengan metode modifikasi pati. Modifikasi pati dapat dilakukan secara kimia, fisik, maupun enzimatik.
Modifikasi pati secara kimia dapat dilakukan dengan penambahan asam, oksidasi dan cross linking. Cross linking agents
yang biasa dipakai adalah sodium borat, isocyanate dan formaldehyd (Hemmilä, Trischler, & Sandberg, 2013).
Penambahan coupling agents juga dapat dilakukan untuk memperbaiki kompatibilitas antara perekat dan bahan yang
direkat. Beberapa contoh bahan coupling agents antara lain anhidrad, isosianat, akrilat, epoksi, amida dan silane (Karliati,
2014). Zat aditif yang ditambahkan dalam penelitian ini adalah Maleat Anhidrida (MAH) dan Benzoil Peroksida (BPO).
MAH adalah senyawa vinyl tidak jenuh yang merupakan bahan mentah dalam sintesis resin poliester, pelapisan
permukaan karet, deterjen, plasticizer dan kopolimer (Adriana, 2001 dalam Fathanah, 2011). MAH berfungsi sebagai
coupling agents sedangkan BPO sebagai inisiatornya.

2. METODE

2.1 Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: getah karet, tepung garut, zat aditif Maleat Anhidrida
(MAH) dan Benzoil Peroksida (BPO), air, petrol/bensin, kertas pH, kulit kayu jomok, kertas karton, lem sintetis (lem
kuning) dan tripleks. Sedangkan alat-alat yang digunakan: neraca digital, waterbath, gelas beker 500 ml, pengaduk,
pemanas listrik, termometer dan viskometer cup and bob.
2.2 Prosedur
1. Pembuatan perekat
- Pembuatan perekat dari tepung garut
Tepung garut dilarutkan dalam air dengan rasio tepung garut : air = 1 : 5 dan 1 : 7. Larutan dipanaskan dalam
0 0
waterbath suhu 70 C-80 C sambil diaduk selama 30 menit, Maleat Anhdrida (MAH) sebanyak 5% dari berat
tepung garut ditambahkan kemudian larutan didinginkan. Benzoil Peroksida (BPO) sebanyak 0,75% dari berat
tepung garut ditambahkan setelah perekat didinginkan + 12 jam.
- Pembuatan perekat dari getah karet
Getah karet dilarutkan dalam petrol (bensin) dengan rasio getah karet : bensin = 1 : 10 dan 1 : 12 tanpa
pemanasan. Larutan perekat diaduk pada suhu ruangan sampai homogen.
2. Pengujian sifat-sifat fisis perekat
Sifat-sifat fisis yang diuji meliputi warna, viskositas, dan pH. Hasil pengujian dibandingkan dengan SNI 06-6049-1999
perekat PVAc (BSN, 1999).
3. Pengujian sifat-sifat mekanis perekat
Sifat-sifat mekanis yang diuji meliputi kekuatan rekat (peel test) dan delaminasi kemudian dibandingkan dengan
0
perekat sintetis. Peel test menggunakan Standar uji British Standard BS 5350-C12:1994, 180 peel test for flexible to
flexible bonded assemblies (T-Peel Test). Perekat dilaburkan pada kulit kayu jomok kemudian direkatkan pada kertas
karton. Spesimen uji berukuran 25 mm x 200 mm, bagian yang tidak dilabur perekat sepanjang 50 mm (BS, 1994).
Pengujian delaminasi menggunakan standar SNI 01-7201-2006. Spesimen uji dibuat dengan ukuran 75 mm x 75 mm
pada kulit kayu jomok yang direkatkan pada kayu tripleks. Spesimen uji direndam dalam air panas pada suhu (35 ±
3)°C selama 2 jam kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu (60 ± 3)°C selama 3 jam (BSN, 2006).
luas bag yang mengelupas
Nilai delaminasi % = %
luas spesiman uji
Hasil pengujian sifat-sifat mekanis perekat alami dibandingkan dengan sifat-sifat mekanis perekat sintetis yang biasa
digunakan di industri kerajinan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat-sifat fisis perekat


Karakteristik perekat hasil penelitian disajikan pada Tabel 1. Perekat dari pati garut berwarna putih, sesuai
dengan persyaratan SNI 06-6049-1999. Sedangkan perekat dari getah karet berwarna kecoklatan.

Tabel 1. Sifat-Sifat Fisis Perekat Alami

Jenis Perekat Rasio bahan baku : pelarut Visual (warna) pH Viskositas


(Poise)
GRM 1 Garut : Air = 1 : 5 Putih 1 3,2
GRM 2 Garut : Air = 1 : 7 Putih 1 1,75
KRT 1 Karet : Petrol = 1 : 10 Coklat muda 6 3,8
KRT 2 Karet : Petrol = 1 : 12 Coklat muda 6 2,75
STT 1 Lem sintetis (fox/aica aibon) Kuning 9 0,12
STT 2 Lem sintetis (glukol) Putih keabu-abuan 5 1,5
Keterangan:
MAH : zat aditif Maleat Anhidrat
BPO : zat aditif Benzoil Peroksida
GRM 1 : perekat dari tepung garut : air = 1 : 5 dimodifikasi MAH 5% dan BPO 0,75% dari berat bahan baku

296
GRM 2 : perekat dari tepung garut : air = 1 : 7 dimodifikasi MAH 5% dan BPO 0,75% dari berat bahan baku
KRT 1 : perekat dari getah karet : petrol/bensin = 1 : 10
KRT 2 : perekat dari getah karet : petrol/bensin = 1 : 12
STT 1 : Lem sintetis (fox/aica aibon)
STT 2 : Lem sintetis (glukol)

Perekat hasil penelitian bersifat asam dengan nilai pH bervariasi antara 1 – 6. Derajat keasaman (pH) perekat
PVAc sesuai SNI 06-6049-1999 adalah 3 - 8. Perekat dari getah karet memiliki pH sesuai SNI sedangkan perekat dari
tepung garut mempunyai nilai pH = 1 karena pengaruh dari zat aditif MAH yang bersifat asam. Nilai pH yang rendah akan
memperpanjang umur simpan dari perekat tersebut karena bakteri tidak dapat hidup dalam suasana asam (Sulistyanto,
Darmanto, & Amalia, 2015). Namun pH yang terlalu rendah akan merusak bahan yang direkatkan (Ruhendi, 2008).
Viskositas suatu cairan menunjukkan ukuran kekentalan cairan dimana semakin kental cairan berarti semakin
lama waktu alir cairan tersebut. Persyaratan nilai viskositas perekat PVAc menurut SNI 06-6049-1999 adalah minimal 1
poise dan semua perekat hasil penelitian telah memenuhi SNI. Perekat yang baik adalah yang memiliki bentuk tidak
terlalu kental maupun tidak terlalu encer. Menurut Santoso (2001) dalam Sulistyanto (2015), perekat yang nilai
viskositasnya sesuai, akan membuat perekat mampu menembus pori dengan baik dan membentuk ikatan yang optimum,
sehingga menghasilkan daya rekat yang baik.

Sifat-sifat Mekanis Perekat


Sifat-sifat mekanis perekat yang meliputi kuat rekat dan delaminasi diukur setelah perekat diaplikasikan pada
bahan baku kerajinan kulit kayu jomok dan ditampilkan pada Tabel 2. Semua perekat hasil penelitian memiliki kuat rekat
di atas perekat sintetis STT 1 (aica aibon). Perekat garut yang dimodifikasi dengan MAH dan BPO (GRM 2) mempunyai
nilai kuat rekat paling besar yaitu 0,400 N/mm jauh di atas kuat rekat perekat sintetis (0,157 N/mm dan 0,213 N/mm).
Sesuai dengan teori bahwa penambahan MAH sebagai coupling agent akan meningkatkan kuat rekat dari perekat
tersebut.

Tabel 2. Nilai Kuat Rekat dan Delaminasi Perekat yang diaplikasikan pada bahan Kulit Kayu Jomok
Jenis Perekat Kuat rekat Delaminasi
(N/mm) %
GRM 1 0.170 0.000
GRM 2 0.400 10.107
KRT 1 0.270 0.000
KRT 2 0.283 0.000
STT 1 0.157 3.643
STT 2 0.213 0.000

Berdasarkan pengamatan secara mikron dengan SEM (Scanning Electron Microscope), diketahui bahwa perekat
yang dimodifikasi MAH menghasilkan perekatan yang sangat solid (padat/kompak) dan tidak terlihat garis batas antar
muka, seperti terlihat pada Gambar 1.

A B C
Gambar 1. Hasil Pengamatan SEM, A: perekat sintetis, B: perekat dimodifikasi MAH dan C: perekat tanpa modifikasi pada
spesimen uji setelah dilakukan peel test.

Berdasarkan Gambar 1, pada perekat A (sintetis), perekatan yang terjadi sangat solid (padat/kompak) sehingga
tekstur yang nampak terkesan halus, demikian juga dengan perekat B (dimodifikasi MAH). Hal ini dimungkinkan karena
adanya reaksi grafting (pencangkokan) sehingga perekatan yang terjadi tidak hanya adhesi mekanik namun juga secara
kimiawi. Kerusakan yang terjadi juga terlihat tidak beraturan, karena bahan telah menyatu. Sedangkan pada perekat C
(tanpa modifikasi MAH), permukaan nampak kasar, masih terlihat garis-garis batas dan terkesan tidak solid
(padat/kompak) sehingga kerusakan yang terjadi mengikuti pola seratnya.

297
Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi nilai keteguhan rekat yaitu bahan dasar/ komposisi dari lem itu
sendiri, jumlah lem yang dilaburkan ke permukaan bahan, kadar air serta tingkat kehalusan permukaan benda yang akan
direkatkan. Sebelum melakukan pelaburan lem, bahan yang digunakan dihaluskan permukaannya dengan menggunakan
amplas. Hal ini bertujuan supaya lem yang terlabur akan dapat masuk ke dalam pori-pori. Beberapa faktor yang
mempengaruhi keteguhan rekat pada permukaan bahan, antara lain faktor kekasaran permukaan benda yang akan
direkat, komposisi perekat dan jumlah perekat yang dilaburkan (Sulistyanto et al., 2015). Arsad (2011) menambahkan,
keteguhan rekat sangat ditentukan oleh kualitas bahan perekat, jenis bahan yang digunakan sebagai bahan baku, proses
pelaburan, dan berat labur perekat.
Hubungan antara viskositas dan kuat rekat perekat yang diaplikasikan pada bahan kulit kayu jomok ditunjukkan
pada Gambar 2.
0,450
0,400
Kuat Rekat (N/mm)

0,350
0,300
0,250
0,200
0,150
0,100
0,050
0,000
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
Viskositas (Poise)

Gambar 2. Hubungan antara Viskositas dan Kuat rekat Perekat yang diaplikasikan pada Bahan Kulit kayu jomok – kertas
karton.
Gambar 2 menunjukkan hubungan antara viskositas dan kuat rekat mengikuti fungsi logaritma, yang mana nilai
kuat rekat berbanding lurus dengan viskositas sampai batas nilai tertentu, selanjutnya penambahan nilai viskositas
setelahnya tidak signifikan mempengaruhi nilai kuat rekat (nilainya cenderung konstan). Fungsi logaritma di atas akan
memberikan nilai viskositas dan kuat rekat yang optimum untuk perekatan pada bahan jomok – kertas karton. Menurut
Ruhendi (2000) dalam Widiyanto (2011), viskositas perekat yang baik adalah yang tidak terlalu kental ataupun terlalu
encer karena jika viskositas perekat terlalu rendah (encer) akan menyebabkan rendahnya nilai keteguhan rekat.
Nilai delaminasi (%) menunjukkan tingkat kerusakan dari bahan yang direkatkan dengan perekat yang akan diuji.
Semakin kecil nilai delaminasi menunjukkan semakin besar daya rekat dari perekat tersebut. Bryant dkk (1959) dalam
Siruru (2006) mengatakan bahwa uji delaminasi bertujuan untuk menilai kekuatan ikatan rekat dengan ketelitian yang
cukup memadai, menyempurnakan metode pengujian yang cepat dengan hasil yang cukup teliti dan menentukan kondisi
yang tepat untuk penggunaannya di lapangan. Gambar 3 menunjukkan uji delaminasi terhadap spesimen uji perekat hasil
penelitian yang diaplikasikan pada bahan jomok-tripleks. Nilai delaminasi 0% menunjukkan tidak adanya kerusakan pada
spesimen uji setelah mengalami uji delaminasi. Adapun perlakuan uji delaminasi tersebut sesuai SNI 01-7201-2006, yaitu
spesimen uji direndam dalam air panas pada suhu (35 ± 3)°C selama 2 jam kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu
(60 ± 3)°C selama 3 jam. Sehingga nilai delaminasi yang kecil juga menunjukkan ketahanan air dari perekat tersebut.
Kedua perekat dari getah karet (KRT 1 dan KRT 2) mempunyai nilai delaminasi 0% sedangkan salah satu perekat dari
tepung garut mempunyai nilai delaminasi 10,107%, menunjukkan perekat dari getah karet lebih tahan air daripada
perekat dari tepung garut. Hal ini karena perekat dari getah karet menggunakan pelarut petrol (solven based). Sehingga
perekat dari getah karet dapat digunakan untuk produk-produk kerajinan eksterior atau yang memerlukan ketahanan
lebih terhadap air, sebagai contoh untuk produk sepatu.

12,000
10,000
Delaminasi (%)

8,000
6,000
4,000
2,000
0,000
GRM 1 GRM 2 KRT 1 KRT 2 STT 1 STT 2
Jenis Perekat

Gambar 3. Nilai Delaminasi Perekat pada Bahan Kulit Kayu Jomok – Tripleks
4. KESIMPULAN

298
Perekat alami dapat dibuat dari bahan getah karet dan tepung garut. Sifat-sifat fisis perekat alami dari getah
pohon karet yang meliputi pH dan viskositas telah memenuhi persyaratan SNI 06-6049-1999, namun secara visual warna
berbeda. Perekat dari tepung garut memiliki warna dan viskositas sesuai SNI namun lebih bersifat asam. Sifat mekanis
yang meliputi kuat rekat dan delaminasi perekat alami dari getah karet dan tepung garut setara dengan perekat sintetis
yang biasa digunakan di industri kerajinan.

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini terlaksana dengan anggaran DIPA Balai Besar Kerajinan dan Batik, oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai dan seluruh tim kegiatan yang sudah membantu terlaksananya penelitian
ini.

6. DAFTAR PUSTAKA

BS. (1994). BS 5350-C12:1994 Methods of Test of Adhesives - Part C12:180 Peel Test for Flexible to Flexible Bonded
Assemblies (T-Peel Test). London: British Standard Institution (BSI).
BSN. (1999). SNI 06-6049-1999 Polivinil Asetat Emulsi untuk Perekat Pengerjaan Kayu. Jakarta, Indonesia: Badan
Standarisasi Nasional.
BSN. (2006). SNI 01-7201-2006 Kayu Lapis dan Papan Blok Bermuka Kertas Indah. Jakarta, Indonesia: Badan Standarisasi
Nasional.
Fathanah, U. (2011). Kualitas Papan Komposit dari Sekam Padi dan Plastik HDPE Daur Ulang Menggunakan Maleic
Anhydride ( MAH ) sebagai Compatibilizer. Jurnal Rekayasa Kimia Dan Lingkungan, 8(2), 53–59.
Hakim, U. N., Rosyidi, D., & Widati, A. S. (2005). Pengaruh Penambahan TEpung Garut (Maranta Arundinacea) Terhadap
Kualitas Fisik Dan Organoleptik Nugget Kelinci.
Hemmilä, V., Trischler, J., & Sandberg, D. (2013). Bio-Based Adhesives for the Wood Industry – an Opportunity for the
Future? Pro Ligno, 9(4), 118–125.
Karliati, T. (2014). Karakteristik dan Aplikasi Getah Perca Termodifikasi untuk Perekat Kayu. Institut Pertanian Bogor.
Medynda, M., Sucipto, T., & Hakim, L. (2012). Pengembangan Perekat Likuida dari Limbah Kulit Buah Kakao ( Theobroma
cacao L .) ( Development of Wood Liquid Adhesive from waste of cocoa fruit skin ( Theobroma cacao . L )).
Peronema Forestry Science Journal, 1(1), 1–10.
Ruhendi, S. (2008). Kualitas Papan Partikel Kenaf Menggunakan Perekat Likuida dengan fortifikasi Melamin Formaldehid.
Ilmu Dan Teknologi Hasil Hutan, 1(1), 34–44.
Santoso, A. (2005). Pemanfaatan Lignin Dan Tanin Sebagai Alternatif Subs Titus I Bahan Perekat Kayu Komposit. In
Simposium Nasional Polimer V (pp. 155–164). Bandung.
Siruru, H. (2006). Pengaruh Ekstender dan Bahan Pengisi Perekat Urea Formaldehida Terhadap Delaminasi Papan Blok.
Agroforestri, I(3), 19–25.
Sucipto, T. (2009). Perekat lignin. Sumatera Utara.
Sulistyanto, E. P., Darmanto, Y. S., & Amalia, U. (2015). Karakteristik Lem Ikan dari tiga Jenis Ikan Laut yang Berbeda. Ilmu
Dan Kelautan Tropis, 7(1), 23–32.
Widiyanto, A. (2011). Kualitas Papan Partikel Kayu Karet ( Hevea brasiliensis Muell . Arg ) Dan Bambu Tali ( Gigantochloa
apus Kurz ) Dengan Perekat Likuida Kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 29(4), 301–311.

TANYA JAWAB :

1. Aan gunawan (AGS Laboratory)


Pertanyaan :Bagaimana kualitas produk yang dihasilkan jika dibandingkan degan sol sepatu buatan luar negeri? (Aan
gunawan, AGS Laboratory)
Jawaban : Untuk kulit (sepatu) butuh sifat mekanis yang kuat dan ketahanan yang lebih terhadap air, hal ini dapat
dicapai untuk perekat yang solvent based, yaitu perekat dari getah karet.

Pertanyaan : Apakah muncul batas antarmuka atau bahan yang bermigrasi dari aplikasi lem?
Jawaban : berdasarkan pada pengamatan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope ), perekat yang
dimodifikasi MAH menghasilkan perekatan yang sangat solid (padat/kompak) dan tidak terlihat adanya garis batas.
Hal ini dimungkinkan karena adanya reaksi grafting (pencangkokan) sehingga perekatan yang terjadi tidak hanya
adhesi mekanik namun juga secara kimiawi. Sedangkan pada perekat tanpa modifikasi MAH, permukaan nampak
kasar, masih terlihat garis-garis batas dan terkesan tidak solid (padat/kompak).

299
300

View publication stats

Das könnte Ihnen auch gefallen