Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
1, Januari 2017
E-ISSN 2527-7057, P-ISSN 2545-2683
ABSTRACT
Pancasila is the basis of the state and outlook of the nation Indonesia.
As the foundation of the State, Pancasila used as the basis to build the
Unitary Republic of Indonesia. As an ideology of nation and state of
Indonesia, Pancasila is the crystallization of the customs value, the
value of cultural and religious values contained in the view of life in
Indonesia.
Pancasila is the official philosophical foundation and nation’s view of
life. As the foundation of thr State, Pancasila is used as the basis to
build the Unitary Republic of Indonesia. As an ideology of nation and
state of Indonesia, Pancasila is the crystalization of the custom value,
cultural and religious values in the view of lifr in Indonesia
The value in Pancasila has a set of values, namely divinity,ŕ humanity,
unity, democracy, and justice. The condition of Indonesia today can
be identified by looking at the behavior and personality of Indonesian
society, as reflected in daily behavior.
Globalization is not inevitable. Globalization makes all countries
seemed limitless. For that we need Pancasila as the filter of
globalization. The necessity of civilizing values of Pancasila is not
just understanding, but must be lived and embodied in experiences by
each individual and the whole society that foster awareness and the
need to implement social, civic, and state based on Pancasila
PENDAHULUAN
Latar Belakang semesta, dan penciptanya. Kesadaran
Berdasarkan falsafah ini menumbuhkan cipta, karsa, dan
Pancasila, manusia Indonesia adalah karya untuk mempertahankan
makhluk ciptaan Tuhan yang eksistensi dan kelangsungan
mempunyai naluri, akhlak, daya hidupnya dari generasi ke generasi
piker, dan sadar akan keberadaannya (Sumarsono dkk 2007).
yang serba terhubung dengan Pancasila merupakan dasar
sesamanya, lingkungannya, alam Negara bagi Negara kita. Sebagai
JPK: Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 2, No. 1, Januari 2017
E-ISSN 2527-7057, P-ISSN 2545-2683
Departemen Pendidikan
Nasional. 2008. Kamus
Besar Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa.
Jakarta: PT
Gramedia Pustaka
Utama
Abstract
The problems discussed in this paper were; 1) why the Pancasila (the five
Indonesian National Principles) values had not been fully understood and acted in
the Indonesian, 2) how Pancasila Values could be revitalised so that it could be
characteristically internalised in the daily society activities. Based on the deep
review from some theories, the conclusions were: 1) the tentative manners were
the main problems of unimplemented Pancasila values in the most Indonesian. 2)
The Pancasila values must be revitalised trough seriously dissemination process
with the appropriate strategies and scientifically instead of doctrine. Every effort
of Pancasila values internalisations must use persuasion approach.
Keywords : Pancasila values, Philosophy, Nation
DAFTAR PUSTAKA
Budimansyah, Dasim, 2010, Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk
Membangun Karakter Bangsa, Bandung: Widya Aksara Press.,
Furqon Hidayatullah, 2010, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban
Bangsa,Surakarta: UNS Press.
Hutcheon, Pat Duffy, 1999, Building Character dan Culture, London:
Greenwood Publishing Group, Inc.
Kaelan, 2011, Fungsi ancasila sebagai Paradigma Hukum dalam Menegakkan
Konstitusionalitas Indonesia, Yogyakarta: Sarasehan Nasional Pancasila,
Mahkamah Konstitusi RI dan Universitas Gajah Mada, 2-3 Mei 2011
Kaelan, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta.
Sastraprateja, M., 1998, Pancasila sebagai Etos Pembangunan Nasional, Jurnal
Filsafat Pancasila: Nasionalisme dala m Perspektif Historis, Politis,
Yuridis, dan Filosofis, Yogyakarta:Pusat Studi Pancasila Univesitas Gajah
Mada
Syam, Mohammad Noor, 2009, Sistem Filsafat Pancasila (Tegak sebagai sistem
Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 1945, dalam Kongres Pancasila:
Pancasila dalam berbagai Perspektif, Jakarta: Setjend MK RI
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Deskripsi
1. PENDAHULUAN
2.
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN NEGARA
Dasar artinya landasan atau pondasi. Jika kita melihat orang membuat bangunan
rumah yang pertama dibuat adalah pondasi. Pondasi itu berasal dari batu kali, besi
cakar ayam dan adukan semen dengan pasir. Tujuannya agar kuat dan kokoh
sehingga dapat menahan bangunan yang berada di atasnya. Dasar negara adalah
suatu pondasi yang terdiri dari unsur yang kuat dan kokoh untuk mendirikan suatu
negara sehingga negara nantinya tidak runtuh dan bubar. Bagi kita dasar negara
kita adalah Pancasila yang telah terbukti mampu menjaga dan menahan negara kita
tidak runtuh dan bubar.
1. Pancasila sebagai ideologi terbuka
Ideologi adalah gabungan dari dua kata majemuk idea danlogos, yang berasal dari
bahasa Yunani eidos dan logos.Secara sederhana artinya suatu gagasan yang
berdasarkan pemikiran yang sedalam-dalamnya dan merupakan pemikiran filsafat.
Dalam arti kata luas adalah keseluruhan cita-cita, nilai-nilai dasar dan keyakinan-
keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Dalam arti ini
ideologi disebut terbuka. Dalam arti sempit ideologi adalah gagasan dan teori
yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang menyeluruh
tentang makna hidup dan nilai-nilai yang mau menentukan dengan mutlak
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak.
Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia dapat diartikan sebagai suatu pemikiran
yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah, manusia,
masyarakat, hukum dan negara Indonesia yang bersumber dari kebudayaan
Indonesia. Pancasila sebagai ideologi nasional mengandung nilai-nilai budaya
bangsa Indonesia, yaitu cara berpikir dan cara kerja perjuangan.
Ciri khas ideolgi terbuka adalah nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan
dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan
budaya masyarakatnya sendiri. Dasarnya dari konsensus (kesepakatan)
masyarakat, tidak diciptakan oleh negara, melainkan ditemukan dalam masyarakat
sendiri. Oleh sebab itu, ideologi terbuka adalah milik dari semua rakyat, masyarakat
dapat menemukan dirinya di dalamnya. Nilai-nilai dasar menurut pandangan negara
modern bahwa negara modern hidup dari nilai-nilai dan sikap-sikap dasarnya.
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan
jaman dan adanya dinamika secara internal. Sumber semangat ideologi terbuka itu,
sebenarnya terdapat dalam penjelasan umum UUD 1945, yang menyatakan, “…
Terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis
itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang
menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih
mudah caramembuatnya, mengubahnya dan mencabutnya.”
Selanjutnya dinyatakan, “… Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam
hidupnya bernegara ialah semangat, semangat para penyelenggara negara,
semangat para pemimpin pemerintahan.”
Suatu ideologi yang wajar ialah bersumber atau berakar pada pandangan hidup
bangsa dan falsafah hidup bangsa. Dengan demikian, ideologi tersebut akan dapat
berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kecerdasan kehidupan
bangsa. Hal ini adalah suatu prasyarat bagi suatu ideologi. Berbeda halnya dengan
ideologi yang diimpor (dari luar negara), yang akan bersifat tidak wajar dan sedikit
banyak memerlukan pemaksaan oleh kelompok kecil manusia yang mengimpor
ideologi tersebut. Dengan demikian, ideologi tersebut bersifat tertutup. Kenyataan
ini telah terjadi dalam ideologi komunis yang diimpor ke berbagai negara, sehingga
ideologi ini tidak dapat bertahan lama, terbukti bubarnya negara Uni Soviet yang
paling ekstrim melaksanakan komunisme.
Pancasila berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa,
sehingga memenuhi prasyarat suatu ideologi terbuka. Sekalipun ideologi ini
bersifat terbuka, tidak berarti bahwa keterbukaannya adalah sebegitu rupa sehingga
dapat memusnahkan atau meniadakan ieologi itu sendiri, hal mana merupakan suatu
yang tidak logis atau nalar. Suatu ideologi sebagai rangkuman gagasan-gagasan
dasar yang terpadu dan bulat tanpa kontradisi atau saling bertentangan dalam aspek-
aspeknya, pada hakekatnya berupa suatu tata nilai, di mana nilai dapat kita
rumuskan sebagai hal ikhwal buruk baiknya sesuatu, yang dalam hal ini ialah apa
yang dicita-citakan.
Berdasarkan ajaran Stuffen Theory dari Hans Kelsen, menurut Abdullah (1984:
71), hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar yang berbentuk piramida di atas menunjukkan Pancasila sebagai suatu cita-
cita hukum yang berada di puncak segi tiga. Pancasila menjiwai seluruh bidang
kehidupan bangsa Indonesia. Dengan kata lain, gambar piramida tersebut
mengandung pengertian bahwaPancasila adalah cerminan dari jiwa dan cita-cita
hukum bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai cerminan dari jiwa dan cita-cita hukum bangsa Indonesia tersebut
merupakan norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara dan yang menjadi
sumber dari segala sumber hukum sekaligus sebagai cita hukum (recht-idee), baik
tertulis maupun tidak tertulis di Indonesia. Citahukum inilah yang mengarahkan
hukum pada cita-cita bersama bangsa Indonesia. Cita-cita ini secara langsung
merupakan cerminan kesamaan-kesamaan kepentingan di antara sesama warga
bangsa. Dalam pengertian yang bersifat yuridis kenegaraan, Pancasila yang
berfungsi sebagai dasar negara tercantum dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD
NRI Tahun 1945, yang dengan jelas menyatakan, “...maka disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,
yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Sesuai dengan tempat keberadaan Pancasila yaitu pada Pembukaan UUD NRI
Tahun 1945, maka fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara pada hakekatnya
adalahsumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum di
Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (Jo.
Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978). Hal ini mengandung konsekuensi yuridis, yaitu
bahwa seluruh peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR,
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Peraturan-
peraturan Pelaksanaan lainnya yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah
Republik Indonesia) harus sejiwa dan sejalan dengan Pancasila. Dengan kata
lain, isi dan tujuan Peraturan Perundang-undangan RI tidak boleh
menyimpang dari jiwa Pancasila.
Berdasarkan penjelasan di atas, hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI
tahun 1945 dapat dipahami sebagai hubungan yang bersifat formal dan material.
Hubungan secara formal, seperti dijelaskan oleh Kaelan (2000: 90-91), menunjuk
pada tercantumnya Pancasila secara formal di dalam Pembukaan yang mengandung
pengertian bahwa tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas sosial,
ekonomi, politik, akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang
melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religius dan asas-asas
kenegaraan yang unsur-unsurnya terdapat dalam Pancasila. Dalam hubungan yang
bersifat formal antara Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 dapat
ditegaskan bahwa rumusan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia
adalah sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945 alinea
keempat. Menurut Kaelan (2000: 91), Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan
Pokok Kaedah Negara yang Fundamental sehingga terhadaptertib hukum
Indonesia mempunyai dua macam kedudukan, yaitu: 1) sebagai dasarnya, karena
Pembukaan itulah yang memberikan faktor-faktor mutlak bagi adanya tertib hukum
Indonesia; 2) memasukkan dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib
hukum tertinggi.
Pembukaan yang berintikan Pancasila merupakan sumber bagi batang tubuh UUD
NRI tahun 1945. Hal ini disebabkan karena kedudukan hukum Pembukaan berbeda
dengan pasal-pasal atau batang tubuh UUD NRI tahun 1945, yaitu bahwa selain
sebagai Mukadimah, Pembukaan UUD NRI tahun 1945 mempunyai kedudukan atau
eksistensi sendiri. Akibat hukum dari kedudukan Pembukaan ini adalah memperkuat
kedudukan Pancasila sebagai norma dasar hukum tertinggi yang tidak dapat diubah
dengan jalan hukum dan melekat pada kelangsungan hidup Negara Republik
Indonesia. Lebih lanjut, Kaelan (2000: 91-92) menyatakan bahwa Pancasila adalah
substansi esensial yang mendapatkan kedudukan formal yuridis dalam Pembukaan
UUD NRI tahun 1945. Oleh karena itu, rumusan dan yuridiksi Pancasila sebagai
dasar negara adalah sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945.
Perumusan Pancasila yang menyimpang dari Pembukaan secara jelas merupakan
perubahan secara tidak sah atas Pembukaan UUD NRI tahun 1945.
Adapun hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 secara
material adalah menunjuk pada materi pokok atau isi Pembukaan yang tidak lain
adalah Pancasila. Oleh karena kandungan material Pembukaan UUD NRI tahun
1945 yang demikian itulah maka Pembukaan UUD NRI tahun 1945 dapat disebut
sebagai Pokok Kaedah Negara yang Fundamental, sebagaimana dinyatakan oleh
Notonagoro (tt.: 40), esensi atau inti sari Pokok Kaedah Negara yang Fundamental
secara material tidak lain adalah Pancasila.
Menurut pandangan Kaelan (2000: 92), bilamana proses perumusan Pancasila dan
Pembukaan ditinjau kembali maka secara kronologis materi yang dibahas oleh
BPUPKI yang pertama-tama adalah dasar filsafat Pancasila, baru kemudian
Pembukaan. Setelah sidang pertama selesai, BPUPKI membicarakan Dasar Filsafat
Negara Pancasila dan berikutnya tersusunlah Piagam Jakarta yang disusun oleh
Panitia Sembilan yang merupakan wujud pertama Pembukaan UUD NRI tahun
1945.
Dalam tertib hukum Indonesia diadakan pembagian yang hirarkis. Undang-Undang
Dasar bukanlah peraturan hukum yang tertinggi. Di atasnya masih ada dasar
pokok bagi Undang-Undang Dasar, yaitu Pembukaan sebagai Pokok Kaedah
Negara yang Fundamental yang di dalamnya termuat materi Pancasila. Walaupun
Undang-Undang Dasar itu merupakan hukum dasar Negara Indonesia yang tertulis
atau konstitusi, namun kedudukannya bukanlah sebagai landasan hukum yang
terpokok.
Menurut teori dan keadaan, sebagaimana ditunjukkan oleh Bakry (2010: 222),
Pokok Kaedah Negara yang Fundamental dapat tertulis dan juga tidak tertulis.
Pokok Kaedah yang tertulis mengandung kelemahan, yaitu sebagai hukum positif,
dengan kekuasaan yang ada dapat diubah walaupun sebenarnya tidak sah. Walaupun
demikian, Pokok Kaedah yang tertulis juga memiliki kekuatan, yaitu memiliki
formulasi yang tegas dan sebagai hukum positif mempunyai sifat imperatif yang
dapat dipaksakan.
Pokok Kaedah yang tertulis bagi negara Indonesia pada saat ini diharapkan tetap
berupa Pembukaan UUD NRI tahun 1945. Pembukaan UUD NRI tahun 1945 tidak
dapat diubah karena menurut Bakry (2010: 222), fakta sejarah yang terjadi hanya
satu kali tidak dapat diubah. Pembukaan UUD NRI tahun 1945 dapat juga tidak
digunakan sebagai Pokok Kaedah tertulis yang dapat diubah oleh kekuasaan yang
ada, sebagaimana perubahan ketatanegaraan yang pernah terjadi saat berlakunya
Mukadimah Konstitusi RIS 1949 dan Mukadimah UUDS 1950.
Sementara itu, Pokok Kaedah yang tidak tertulis memiliki kelemahan, yaitu karena
tidak tertulis maka formulasinya tidak tertentu dan tidak jelas sehingga mudah tidak
diketahui atau tidak diingat. Walaupun demikian, Pokok Kaedah yang tidak tertulis
juga memiliki kekuatan, yaitu tidak dapat diubah dan dihilangkan oleh kekuasaan
karena bersifat imperatif moral dan terdapat dalam jiwa bangsa Indonesia (Bakry,
2010: 223).
Pokok Kaedah yang tidak tertulis mencakup hukum Tuhan, hukum kodrat,
dan hukum etis. Pokok Kaidah yang tidak tertulis adalah fundamen moral
negara, yaitu ‘Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.
.
Pengakuan Demokrasi Dalam Pancasila
Indonesia merupakan sebuah negara kesatuan yang berbentuk Republik Indonesia,
hal ini sesuai dengan pasal 1 UUD 1945, negara kita ialah negara kesatuan yang
berbentuk Republik. Dengan berbentuk negara kesatuan Republik Indonesia maka
negara kita bernafaskan sistem pemerintahan yang Demokrasi yaitu Demokrasi
mengacu pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang dijadikan sebagai
landasan idiil oleh masyarakat Indonesia. Melalui sistem demokrasi ini,
rakyat memiliki kebebasan dalam menentukan keinginan dan pelaksanaannya.
Sebagai negara kesatuan Republik Indonesia yang bernafaskan demokrasi.
Indonesia telah menjadikan demokrasi sebagai suatu sistem alternatif dalam
berbagai tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa negara. Seperti
diakui oleh Moh. Mahfud MD, ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai
sistem bermasyarakat dan bernegara. Pertama, hampir semua negara di dunia ini
telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental. Kedua, demokrasi
sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan
masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya. Karena
itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang benar pada warga masyarakat
tentang demokrasi. (Mahfud MD, Moh, 1999, hlm. 111)
Hakekat demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta
pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat
baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan (Widjaja, 2002,
hlm.197)
Daftar Pustaka
Abstrak
Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia dimaksudkan bahwa
Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau
pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi –ideologi lain di
dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan
serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia
sebelum membentuk negara.
Kata kunci : Pancasila, ideology Negara, relevansinya
PENDAHULUAN
Pancasila sebagai ideologi bangsa artinya setiap warga negara Republik Indonesia
terikat oleh ketentuan-ketentuan yang sangat mendasar yang tertuang dalam sila yang
lima. Kadang-kadang kedua istilah tersebut, disatukan menjadi Pancasila sebagai
Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara
Indonesia dimaksudkan bahwa Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan
suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana
ideologi –ideologi lain di dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat,
nilai-nilai kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup
masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara. Dengan perkataan lain unsur-unsur
yang merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup
masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan kausa materialis
Pancasila.
PEMBAHASAN
Pancasila merupakan Dasar Falsafah Negara atau Ideologi Negara, karena memuat
norma-norma yang paling mendasar untuk mengukur dan menentukan keabsahan
bentuk-bentuk penyelenggaraan negara serta kebijaksanaankebijaksanaan penting yang
diambil dalam proses pemerintahan (Soerjanto Poespowardojo, 1991:44). Pancasila
sebagai ideologi negara berarti Pancasila merupakan ajaran, doktrin, teori dan/atau
ilmu tentang cita-cita (ide) bangsa Indonesia yang diyakini kebenarannya, disusun
secara sistematis serta diberi petunjuk dengan pelaksanaan yang jelas. Namun dengan
kenyataan saat ini dalam pengimplementasian pancasila saat ini sudah banyak terjadi
permasalahannya karena ulah manusia yang tidak sesuai melaksanakan makna dan
tujuan dari pancasila tersebut sehingga banyak penyelewengan yang terjadi di negara
kita ini dan dalam kasusnya tentang hal dalm menghargai satu sama lain masih juga
banyak permasalahan yang terjadi dan banyak hal lainnya yaitu seperti dalam budaya
juga dalam negara ini masih banyak permasalahan yang terjadi maka dari itu
diperlukan kesadaran bangsa Indonesia dalam pengimplementasian nilai – nilai
pancasila dalam kehidupan sehari – harinya. Susunan hierarkhis dan berbentuk
piramidal, intinya bahwa urut-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat
dalam luasnya dan isi-sifatnya, merupakan pengkhususan dari sila-sila yang
dimukanya. Dalam susunan hierarkhis dan berbentuk piramidal, maka Ketuhanan yang
Maha Esa menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan
sosial. Sebaliknya Ketuhanan yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan,
yang membangun, memelihara dan mengembangkan persatuan Indonesia, yang
berkerakyatan dan berkeadilan sosial, demikian selanjutnya, sehingga tiap-tiap sila di
dalamnya mengandung sila-sila yang lain. Kemudian susunan Pancasila dalam
hierarkhis pyramidal dapat dirumuskan dalam hubungannya saling mengisi dan saling
mengkualifikasi. Tiap-tiap sila mengandung empat sila lainnya, dikualifikasi oleh
empat sila lainnya. Rumusannya sebagai berikut:
Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang
adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan/perwakilan, yang berkeadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang
berketuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang
berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila ketiga Persatuan Indonesia adalah persatuan yang berketuhanan Yang Maha Esa,
yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Sila kelima Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang berketuhanan
Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan
Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
Secara bertepatan, pendiri bangsa, dengan keragaman garis ideologisnya, memiliki
pertautan dalam idealisasi terhadap nilai kekeluargaan. Dengan demikian, semangat
gotong royong merupakan cetakan dasar (archetype) dan karakter ideal keindonesiaan.
Ia bukan saja dasar statis yang mempersatukan, melainkan juga dasar dinamis yang
menuntun ke arah mana bangsa ini harus berjalan, karena pada dasarnya pancasila
digunakan sebagai ideologi bangsa indonesia yang memiliki nilai – nilai terpenting
bagi negara Indonesia. Dalam istilah Soekarno, kekeluargaan adalah "meja statis" dan
"leitstar dinamis" yang mempersatukan dan memandukan. Karena kekeluargaan
merupakan jantung keindonesiaan, kehilangan semangat kekeluargaan dalam
kehidupan kenegaraan dan kebangsaan Indonesia merupakan kehilangan segala-
galanya. Filsafat Pancasila merupakan renungan jiwa yang dalam, berlandaskan pada
ilmu pengetahuan dan pengalaman yang luas yang harmonis sebagai satu kesatuan
yang bulat dan utuh. Landasan Etimologis Secara etimologis Pancasila berasal dari
bahasa Sansakerta yang ditulis dalam huruf Dewa Nagari . Makna dari Pancasila ada
2(dua). Pertama panca artinya lima dan Syila (huruf I pendek) artinya baru sendi, Jadi
Pancasyila berarti berbatu sendi yang bersendi lima. Kedua Panca artinya lima Syiila
(huruf I panjang) artinya perbuatan yang senonoh/ normatif Pancasyiila berarti lima
perbuatan yang senonoh/normatif, perilaku yang sesuai dengan norma kesusilaan.
(Saidus Syahar 1975). Landasan historis Secara historis Pancasila dikenal secara
tertulis oleh bangsa Indonesia sejak abad ke XIV pada zaman Majapahit yang tertulis
pada 2 (dua) buku yaitu Sutasoma dan Nagara Kertagama. Buku Sutasoma yang ditulis
oleh Mpu Tantular tercantum dalam Panca Syiila Krama yang merupakan 5 (lima)
pedoman yaitu : (1) Tidak boleh melakukan kekerasan; (2) Tidak boleh mencuri; (3)
Tidak boleh dengki; (4) Tidak boleh berbohong; dan (5) Tidak boleh mabuk.
Perubahan pemerintahan maupun bentuk Negara. Sifat Konsistensi mempertahankan
Pancasila sebagai Dasar Negara. Sifat kesadaran dari bangsa Indonesia akan pentingya
Pancasila sebagai norma dasar/fundamental norm/grund norma bagi kokohnya NKRI.
Landasan Yuridis Secara yudridis butir-butir Pancasila tercantum pada pembukaan
UUD’45 alinea ke IV, yang diejawantahkan dalam pasal-pasal UUD’45. Dalam TAP
MPR RI No. XVIII/MPR/’98 dikukuhkan Pancasila sebagai dasar Negara harus
konsisten dalam kehidupan bernegara. Dalam TAP MPR RI No. IV/MPR/’99
diamanatkan agar visi bangsa Indonesia tetap berlandaskan pada Pancasila. Landasan
Kultural Pancasila yang bersumber dari nilai agama dan nilai budaya bangsa Indonesia
tercermin dari keyakinan akan Kemahakuasaan Tuhan YME dan kehidupan budaya
berbagai suku bangsa Indonesia yang saat kini masih terpelihara, seperti : Tiap upacara
selalu memohon perlindungan Tuhan YME, gotong royong, asas Musyawarah
mufakat. Pada masyarakat Padang dalam perilaku kehidupan bermasyarakat erat terkait
dengan nilai agama yang tercermin pada konsep: “Adat basandi syara dan syara
basandi kitabbullah.” Yang berarti hukum adat bersendikan syara dan syara
bersendikan Al-Quran. Kekeluargaan adalah "meja statis" dan "leitstar dinamis" yang
mempersatukan dan memandukan. Karena kekeluargaan merupakan jantung
keindonesiaan, kehilangan semangat kekeluargaan dalam kehidupan kenegaraan dan
kebangsaan Indonesia merupakan kehilangan segala-galanya. Kehilangan yang
membuat biduk kebangsaan limbung, terombang-ambing gelombang perubahan tanpa
jangkar dan arah tujuan. Jika demokrasi Indonesia kian diragukan kemaslahatannya,
tak lain karena perkembangan demokrasi itu cenderung tercerabut dari jiwa
kekeluargaan. Peraturan daerah berbasis eksklusivisme keagamaan bersitumbuh
menikam jiwa ketuhanan yang berkebudayaan. Lembaga-lembaga finansial dan
korporasi internasional dibiarkan mengintervensi perundang-undangan dengan
mengorbankan kemanusiaan yang adil dan beradab. Tribalisme, nepotisme, dan
pemujaan putra daerah yang menguat dalam pemilu kepala daerah melemahkan
persatuan kebangsaan. Anggota parlemen bergotong royong menjarah keuangan
rakyat, memperjuangkan "dana aspirasi" seraya mengabaikan aspirasi rakyat,
melupakan kegotongroyongan berdasarkan hikmah kebijaksanaan. Ekspansi
neoliberalisme, kesenjangan sosial, dan tindak korupsi melebar, menjegal keadilan
sosial. Pancasila dirumuskan oleh pendiri bangsa sebagai dasar dan tuntutan bernegara
dengan mempertimbangkan aspek-aspek itu, lewat usaha penggalian, penyerapan,
kontekstualisasi, rasionalisasi, dan aktualisasinya dalam rangka menopang
keberlangsungan dan kejayaan bangsa. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar
ketidakmampuan kita memecahkan masalah hari ini disebabkan ketidakmampuan kita
merawat warisan terbaik dari masa lalu. ota parlemen bergotong royong menjarah
keuangan rakyat, memperjuangkan "dana aspirasi" seraya mengabaikan aspirasi rakyat,
melupakan kegotongroyongan berdasarkan hikmah kebijaksanaan. Ekspansi
neoliberalisme, kesenjangan sosial, dan tindak korupsi melebar, menjegal keadilan
sosial. Demokrasi yang dijalankan justru memutar jarum jam ke belakang, membawa
kembali rakyat pada periode prapolitik, ketika terkungkung dalam hukum besi sejarah
survival of the fittest dan idol of the tribe. Ada jarak yang lebar antara voices dan
choices, antara apa yang diargumentasikan dengan pilihan institusi dan kebijakan yang
diambil. Demokrasi yang diidealkan sebagai wahana untuk memperjuangkan
kesetaraan dan persaudaraan lewat pengorganisasian kepentingan kolektif justru
menjadi instrumen bagi kepentingan privat. Demokrasi yang dikembangkan tanpa
mempertimbangkan sistem pencernaan kebudayaan dan karakter keindonesiaan seperti
biduk yang limbung.
REFERENSI
Abdurahman Wahid.1991. Pancasila Sebagai Ideologi dalam Kaitannya Dengan
Kehidupan Beragama dan Berkepercayaan Terhadap Tuhan YME, dalam Alfian &
Oetojo Oesman, eds. 1991. Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai Bidang
Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, Jakarta : BP-7 Pusat. Anas
Salahudin. 2010. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa. Pustaka Setia Satori,
Djam’an, dkk, 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Toleransi Hidup Beragama.
Jakarta: Universitas Terbuka. Senjaya, Wina., 2006. Strategi Pembelajaran;
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Soerjanto Poespowardojo.1991. Pancasila Sebagai Ideology Ditinjau Dari Segi
Pandangan Hisup Bersama, dalam Alfian & Oetojo Oesman, eds. 1991. Pancasila
Sebagai Ideologi Dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan
Bernegara, Jakarta : BP-7 Pusat. Soetjipto dan Raflis Kosasi, 2011. Pancasila Sebagai
Dasar Negara Dan Pandangan Hidup Bangsa. Jakarta. Rineka Cipta Surya, M. dan
Rochman Natawidjaja. 1986. Pengantar Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa.
Jakarta: Universitas Terbuka. Willis, Sofyan S., 2004. Pancasila Sebagai Ideologi
Bangsa; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta.