Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
HUMANIORA
VOLUME 27 No. 1 Februari 2015 Halaman 107-118
Sri Nardiati*
ABSTRACT
Every human being involves in story activity. Therefore, the elements of NP (narrative
paragraph) in Javanese should be investigated. The aim of investigation is to describe every
element based on the character and the chronological event, its direct utterance, and the writer’s
point of view. The scope of narrative paragraph study covers lingual unit of paragraph, sentence,
clause, phrase, and word. The approach used is structural descriptive. The data is obtained by using
listening and noting technique. The analysis uses orthografic method and distributional method, by
using direct element division technique and then omission, substitution, insertion, and reversion.
Narrative paragraph (NP) elements are participant and event. Participant element is filled with a
character or more. Event element comprises of act, process, or state verb that relates to each other
as stimulus-responsse. NP usually has direct utterance that is unmarked and marked. The mark is
located in the beginning, middle, and the ending. NP is written based on the point of view, both the
first and third person. In the first point of view, the character is central character or an observer,
which is marked by using I (aku, saya) pronoun; meanwhile, in the third person point of view is
marked by he/ she (ia/dia/dheweke) pronoun.
ABSTRAK
Setiap manusia terlibat dalam aktivitas cerita. Untuk itu, unsur-unsur paragraf narasi (PN)
dalam bahasa Jawa perlu diteliti. Tujuannya ialah mendeskripsikan berbagai unsur berdasarkan
tokoh dan urutan peristiwanya, tuturan langsungnya, dan sudut pandang penulisnya. Ruang lingkup
kajian PN ini mencakupi satuan lingual paragraf, kalimat, klausa, frasa, dan kata. Pendekatan
yang digunakan ialah deskriptif struktural. Data dikumpulkan dengan metode simak, teknik catat.
Analisisnya menggunakan metode padan ortografis dan metode agih dengan teknik bagi unsur
langsung dilanjutkan dengan teknik lesap, ganti, sisip, dan balik. Unsur PN berupa partisipan dan
peristiwa. Unsur partisipan diisi dengan satu tokoh atau lebih. Unsur peristiwa diisi dengan verba
aksi, proses, dan keadaan yang berhubungan sebagai stimulus-respons. PN cenderung bertuturan
langsung, baik yang tidak berpenanda maupun yang berpenanda. Penanda ini berposisi di awal,
tengah, dan akhir. PN ditulis berdasarkan sudut pandang, baik orang pertama maupun orang ketiga.
Dalam sudut pandang orang pertama, tokoh menjadi sentral atau pengamat yang ditandai dengan
penggunaan pronomina aku ‘saya, aku’, sedangkan di dalam sudut pandang orang ketiga ditandai
dengan pronomina ‘dheweke’ ia/dia.
107
Humaniora, Vol. 27, No. 1 Februari 2015: 107-118
108
Sri Nardiati - Unsur-unsur Paragraf Narasi dalam Bahasa Jawa
rangkaian waktu (Keraf, 1992:136). 1982:7; 1986, 1992:57 dalam Kesuma, 2009:16).
Dalam narasi, partisipan atau tokoh menjadi Pengumpulan data pada penelitian ini digunakan
satu kesatuan dengan tuturan yang menyatakan metode simak terhadap satuan lingual yang
peristiwa (Grimes, 1975:43-50). Unsur tokoh tergolong paragraf narasi dalam bahasa Jawa.
merupakan faktor yang perlu diperhitungkan Teknik yang digunakan ialah teknik simak bebas
dalam suatu perbuatan (Keraf, 1996:157). Unsur libat cakap. Teknik ini dilanjutkan dengan teknik
yang menonjol dalam teks narasi ialah mempunyai catat, yaitu dilakukannya pencatatan sebagai hasil
hubungan logis, berstruktur stimulus-respons penyimakan (Kesuma, 2009:18).
(Montolalu, 1988:21). Konstituen yang berfungsi Di dalam tahap analisis digunakan metode
sebagai stimulus berada pada urutan sebelah kiri padan ortografis (Kesuma, 2009:19). Dengan
dan konstituen perespons berada di sebelah kanan. metode ini peneliti berusaha mengidentifikasi
Dalam narasi yang perlu diperhitungkan ialah data berupa paragraf narasi dari sumber kisahan
unsur atau faktor (karakter) tokoh, perbuatan, dan yang berjenis fiksi. Selain itu, pada analisis data
sudut pandang. Rangkaian perbuatan atau tindakan digunakan metode agih (Sudaryanto, 1993:15)
oleh tokoh membangun kesatuan makna paragraf. karena semua alat penentunya berada dalam
Hal tertentu selalu mengakibatkan hal yang lebih bahasa yang diteliti. Sebagai contoh, data yang
besar, semuanya bersama-sama menunjang titik berbahasa Jawa ini ditentukan dengan bahasa Jawa
sentral perbuatan (Keraf, 1992:159). itu sendiri.
Wacana narasi biasanya bertopik persona Dalam analisis digunakan teknik dasar dan
yang dapat disubstitusi dengan pronomina persona lanjutan. Teknik dasar diwujudkan melalui teknik
(ia, dia, mereka, dan sebagainya) (Baryadi, bagi unsur langsung, sedangkan teknik lanjutan
1993:13). Dalam narasi, topik nonpersona akan diwujudkan melalui teknik lesap, teknik ganti,
mengalami personifikasi (Baryadi, 1993:14). teknik perluas, teknik sisip, teknik balik, teknik
Topik persona dalam narasi akan menghadirkan ubah wujud, teknik ulang, teknik baca markah,
komen yang berwujud verba aksi, keadaan, atau dan teknik pemerkuat (Kesuma, 2009:21).
proses (Tampubolon, 1979). Akhirnya, hasil analisis data itu disusun menjadi
laporan hasil penelitian dengan metode penyajian
Keberadaan sebuah topik pada narasi
informal, yaitu perumusan dengan kata-kata
sangatlah penting. Satuan lingual yang menjadi
sebagai mana lazimnya.
topik berposisi pada awal kalimat pertama dan
satuan lingual yang menjadi komen mengikutinya Data dalam penelitian ini ialah bahasa Jawa
(Baryadi, 2002:57). Dalam keadaan netral, ngoko dan krama beragam umum yang digunakan
satuan lingual yang menjadi topik sebagai dalam berbagai media massa cetak, misalnya,
subjek. Posisinya mendahului kata kerja pengisi majalah dan novel berbahasa Jawa: Penjebar
predikat dalam kalimat (Poedjosoedarmo dkk., Semangat (PS), Jaya Baya (JB), Jaka Lodang
1981:31). Dalam kaitannya dengan pola organisasi (JL), novel Kinanti (K), Kembang Kanthil (KK),
informasi, topik merupakan suatu informasi Mungsuh Mungging Cangklakan (MMC), dan
yang lebih penting. Kenyataan ini sejalan dengan Kumpule Balung Pisah (KBP). Dari salah satu
gagasan bahwa bahasa Jawa merupakan bahasa sumber tersebut terdapat data paragraf narasi
penampil topik (topic prominent language) sebagai berikut.
(Sukesti, 2004:221). (1) (a) Kawiwitan saka pabrik papanku digawe
Sebagaimana lazimnya, sebuah penelitian nganti tekan titi wanci iki, sewu pengalaman
wis dakliwati. (b) Bener, aku pancen mung
menggunakan tiga tahapan proses, yakni cara atau sepatu, mung sepatu. (c) Nanging aku kalebu
metode penyediaan data, cara atau metode analisis sepatu eksklusif. (d) Aku digawe saka kulit
atau pengolahan data, cara atau metode pemaparan pinilih lan diwangun kanthi caklrik elegant
hasil analisis atau pengolahan data (Sudaryanto, lan gagah. (Panjebar Semangat, No. 33, 15
109
Humaniora, Vol. 27, No. 1 Februari 2015: 107-118
110
Sri Nardiati - Unsur-unsur Paragraf Narasi dalam Bahasa Jawa
contoh (4) yang terdapat lima tokoh sebagai bersuara, sedan biru menyusuri jalan ke arah
partisipannya. Kelima tokoh itu ialah Pak Jamil timur menuju Gunung Lawu. (c) Jurug, Palur,
dan eyang Pana pada (4a); aku ‘saya’, mobile Bu Tasikmadu, Karanganyar, sedan biru naik
terus.’
Aminoto ‘mobil Bu Aminoto’, dan wong lanang
lemu isih enom ‘orang laki-laki gemuk masih (4a) (a) Pak Jamil gegancangan menyang mobil,
Pak Jamil mbukakake lawang kanggo
muda’ pada (4b) sebagai partisipannya. eyang Pana. (b) Aku lungguh ing mburi lan
Dalam contoh (2)-(4) terdapat proses aku ngawasake mobile Bu Aminoto kang
penggantian, perujukan, dan pelesapan. disopiri dening wong lanang lemu isih enom.
Penggantian tampak pada pronominal dheweke (Kinanti:204)
(2b) yang bereferen sama dengan Watik (2a). ‘(a) Pak Jamil bergegas menuju mobil,
Pelesapan unsur Watik tampak di antara unsur Pak Jamil membukakan pintu untuk eyang
Pana. (b) Saya duduk di belakang dan saya
terus ‘terus’ dan nguncalake ‘melemparkan’ memandangi mobil Bu Aminoto yang disopiri
(2a). Pelesapan unsur sedhan biru ‘sedan biru’ oleh pria gemuk masih muda.’
tampak pada urutan sebelah kiri unsur nlusur
‘menelusur’ (3b) dan urutan sebelah kiri unsur Uraian tersebut menguatkan bahwa
munggah ‘naik’ (3c). Pelesapan unsur Pak Jamil unsur tokoh sangatlah penting karena kebera
terjadi pada urutan sebelah kiri unsur mbukakake daannya berinisiasi untuk melakukan perbuatan
‘membukakan’ (4a) dan unsur aku ‘saya’ di sebagai peristiwanya. Kehadiran unsur tersebut
sebelah kiri ngawasake ‘memandangi’ pada 4b). dipertahankan pada kalimat-kalimat penjelas
dengan pelesapan, penunjukan, penggantian,
Penunjukan tampak pada penggunaan satuan
dan pengulangan. Dengan menggunakan teknik
lingual –e pada tase ‘tasnya’ (2a) dan lakune
tersebut, tingkat kekohesifan dan kekoherensifan
‘jalannya’ yang merujuk pada unsur Watik.
menjadi tinggi.
Penunjukan yang menggunakan unsur –e tampak
pula pada mesine (3b) yang merujuk pada sedhan
biru (3a). Unsur-unsur tersebut dapat dimunculkan UNSUR PERISTIWA PARAGRAF NARASI
ke permukaan sehingga kepaduan makna paragraf Unsur peristiwa pada PN diisi dengan
semakin nyata, seperti berikut. kategori verba, baik verba keadaan, perbutan,
(2a) (a) Watik mlebu ngomah terus Watik maupun verba proses. Semua peristiwa itu
nguncalake tase. (b) Dheweke banjur nggloso dilakukan dan dialami oleh tokoh yang menjadi
ing dhipan sing kasure empuk lan sepreine partisipannya. Perbuatan yang dilakukan dan
rupa ijo rinoncen gambar kembang. dialami ini bersifat logis dalam satu rangkaian
‘(a) Watik masuk rumah lalu Watik waktu. Semua perbuatan dan keadaan itu sebagai
melemparkan tasnya. (b) Ia terus merebahkan
pengisi P klausa induk atau proposisi utama
dirinya di atas dipan yang berkasur empuk
dan berseprei warna hijau bergambar kalimat yang bersangkutan. Contohnya sebagai
rangkaian bunga.’ berikut.
(3a) (a) Dina Minggu esuk katon ana sedhan biru (5) (a) Mbok Arja terus metu ing ruwang tamu
metu saka kutha Sala. (b) Lakune sedhan sing swasanane peteng jalaran lampune
biru alon, mesine sedhan biru prasasat tanpa dipateni. (b) Karo miyak kordhen Mbok Arja
swara, sedhan biru nlusur dalan mangetan nginjen sapa tamune. (c) Bareng wis ngerti
ngener Gunung Lawu. (c) Jurug, Palur, yen sing teka wong wadon lemu kathokan
dawa, dheweke banjur nuju nyang kamare
Tasikmadu, Karanganyar, sedhan biru ndarane. (Penjebar Semangat 40 1 Okt.
munggah terus. (Penjebar Semangat, No. 33, 1994:38)
15 Agustus 1998:28)
‘(a) Bok Arja terus keluar menuju ruang
‘(a) Hari Minggu pagi tampak ada sedan tamu yang suasananya gelap karena lampunya
biru keluar dari kota Sala. (b) Jalannya sedan mati. (b) Sambil membuka gorden Bok
biru pelan, mesinnya sedan biru hampir tidak Arja mengintip siapa tamunya. (c) Setelah
111
Humaniora, Vol. 27, No. 1 Februari 2015: 107-118
mengerti kalau yang datang wanita gemuk kabeh ‘semua’ pada (6b), Lurah Darmin pada
bercelana panjang, ia lalu menuju kamar (6c), Harjita pada (6d), dan Mripate Supini
majikannya.’
‘mata supini’ (6e). Tokoh wong-wong (6a) dalam
(6) (a) Wong-wong padha megeng napas. (b)
Pak Amat Usup nggrayang otot ketege, keadaan padha megeng napas ‘bersama-sama
kabeh wis padha siyaga ambiyantu. (c) menahan nafas’. Tokoh Pak Amat Usup pada
Lurah Darmin ora bisa ngucap, mapane (6b) melakukan perbuatan nggrayang ‘meraba’.
lungguh ana penere sirah. (d) Harjita kaya Partisipan kabeh ‘semua orang’ melakukan
tugu. (e) Mripate Supini melek maneh
tumenga kaya ana sing dipandeng lan perbuatan siyaga ambiyantu ‘siap membantu’.
lambene umak-umik kaya lagi ana sing Tokoh Lurah Darmin pada (6c) dalam keadaan
diucapake, wusana banjur les … merem. ora bisa ngucap ‘tidak dapat berkata’ dan ana
(Kembang Kanthil, 1957) ‘berada’. Tokoh Harjito pada (6d) dalam keadaan
‘(a) Semua orang menahan nafas. (b) Pak kaya tugu ‘menyerupai tugu’. Tokoh Supini
Amat Usup meraba urat nadinya, semua
sudah siaga membantu. (c) Lurah Darmin ‘Supini’ pada (6e) dalam keadaan melek maneh
tidak dapat mengucap, tempat duduknya tumenga ‘terbuka (mata) lagi menengadah’,
tepat lurus dengan kepala. (d) Harjita diam umak-umik ‘berkomat-kamit’, dan les …merem
bagai tugu. (e) Mata Supini terbuka lagi
menengadah seperti ada yang dipandang ‘terpejam’. Semua keadaan yang dialami dan
dan bibirnya komat-kamit seperti ada yang perbuatan yang dilakukan tokoh yang menjadi
diucapkan, akhirnya terus … terpejam.’ partisipan itu bersifat logis berdasarkan satu
(7) (a) Partadikrama kekah nampik, rangkaian waktu.
Sumardi boten purun ngawon, malah ing
wekasanipun lajeng adora-cara, ngaken Dalam PN (7) terdapat dua tokoh sebagai
bilih arta sampun katampekaken dhateng partisipannya, yaitu Partadikrama dan Sumardi.
Abdulsukur sadaya. (b) Partadikrama … Tokoh Partadikrama melakukan perbuatan kekah
sangsaya judheg. (Mungsuh Mungging nampik ‘kukuh menolak’ yang dinyatakan
Cangklakan, 1929: ...)
(a) Partadikrama tetap menolak, Sumardi pada (7a). Tokoh Sumardi melakukan perbuatan
tidak mau mengalah, malahan pada akhirnya boten purun ngawon ‘tidak mau mengalah’
berbohong, mengaku kalau uang sudah dan lajeng adora-cara ‘bertipu muslihat’ dan
diterimakan kepada Abdulsukur semua. (b) ngaken bilih arta sampun katampekaken ‘terus
Partadikrama …semakin sedih.’ berdusta bahwa uang sudah diterimakan’
Dalam PN (5) digunakan dua tokoh sebagai yang dinyatakan pada (7a). Akhirnya, tokoh
partisipannya, yaitu Bok Arja ‘Bu Arja’ pada Partadikrama dalam keadaan sangsaya judheg
(5a) dan (5b), serta wong wadon lemu kathokan ‘semakin sedih’ yang dinyatakan pada (7b).
dawa ‘wanita gemuk bercelana panjang’ pada Peristiwa tersebut terjadi secara logis dalam satu
(5c). Dari kedua partisipan ini yang membangun rangkaian waktu.
inisiasi hanya satu, ialah Bok Arja ‘Bu Arja’.
Tokoh tersebut dalam keadaan terus metu ‘terus SUDUT PANDANG PENGARANG DALAM
keluar’ pada (5a), melakukan perbuatan nginjen PARAGRAF NARASI
‘mengintip’ pada (5b), dan banjur nuju ‘terus Sudut pandang pengarang pada PN ada dua,
menuju’ pada (5c). Keadaan dan perbuatan itu yaitu sudut pandang pengarang sebagai orang
terjadi secara kronologis dan dilakukan oleh tokoh pertama dan sudut pandang orang ketiga. Sudut
yang menjadi partisipannya dalam satu rangkaian pandang pengarang dalam PN dibedakan menjadi
waktu. dua, yaitu sudut pandang pengarang sebagai tokoh
Dalam PN (6) terdapat lima tokoh yang sentral yang lazim disebut sudut pandang orang
menjadi partisipannya, yaitu wong-wong ‘semua pertama dan sudut pandang pengarang sebagai
orang’ pada (6a), Pak Amat Usup pada (6b), pengamat.
112
Sri Nardiati - Unsur-unsur Paragraf Narasi dalam Bahasa Jawa
Sudut Pandang Orang Pertama (O1) (8) digunakan sudut pandang orang pertama aku
Sebagaimana sudah disebutkan bahwa di sebagai tokoh sentral.
dalam PN yang bersudut pandang orang pertama Sudut Pandang Orang Pertama sebagai
dapat dipilah menjadi dua. Pertama, pengarang Pengamat
atau narator menyatukan diri dengan karyanya Di dalam paragraf narasi ini sang pengarang
sebagai tokoh sentral dengan tokoh utama yang atau narator sebagai pengamat. Ia berada di luar
lazim menggunakan pronomina aku. Kedua, teks mengamati berbagai peristiwa yang dilakukan
pengarang atau narator berada di luar, ia berstatus atau keadaan yang dialami oleh tokoh sebagai
sebagai pengamat sehingga namanya tidak partisipannya. Oleh karena itu, satuan lingual
tergambar di dalam karangan. yang merujuk pada pengarang atau narator tidak
Sudut Pandang Orang Pertama sebagai Tokoh tergambar dalam proses penceritaan. Contohnya
Sentral sebagai berikut.
Dalam hal ini, seorang pengarang atau narator (9) (a) Ana kantor sing katon mung Mbak Nur
melibatkan diri sebagai tokoh sentral dengan nama karo Mbak Vina lagi ngadhep komputer. (b)
aku. Kata ganti orang pertama aku dapat berwujud Wiwit anane BOS, BOPDA, sarta sertifikasi
iki, karyawan TU loro iku kaya ora kober
klitik –ku pada satuan lingual lain. Contohnya
leren. … (e) Amarga swasana kang semanak
sebagai berikut. ing pamulangan iki, karyawan loro kang
(8) (a) Sapa wae ora kena nyepelekake aku. (b) isih honorer iku betah, mulih nganti sore.
Pancen aku mung sepatu. (c) Mung sepatu. (Penjebar Semangat No. 42-16 Okt. 2010:24)
(d) Nanging eling, sepisan maneh eling. ‘(a) Di kantor yang ada hanya mbak Nur
(e) Senajan mung sepatu, aku dudu sepatu dan mbak Vina sedang menghadap ke
murahan. (f) Aku sepatu eksklusif. (g) Regane komputer. (b) Sejak adanya BOS, BOPDA,
seprapat yuta. (h) Bendaraku sawijine serta sertifikasi, karyawan TU dua itu
manajer ing perusahaan kondhang. (i) Mula seakan tak sempat lagi beristirahat. … (e)
sabaku ing hotel-hotel, rumah-rumah makan, Karena suasana yang familier di sekolah ini,
lan ing papan-papan sing sarwa resik. karyawan dua yang masih honorer itu betah,
(Penjebar Semangat 33-15 Agst. 1998:29) kerasan sampai sore.’
‘(a) Semua orang tidak boleh menyepelekan
aku. (b) Memang aku hanyalah sepatu. (c) Pada paragraf narasi (9) digunakan dua nama
Hanya sepatu. (d) Tapi ingat, sekali lagi tokoh, yaitu Mbak Nur dan Mbak Vina sebagai
ingat. (e) Meski hanya sepatu, aku bukan partisipannya. Kedua nama tokoh ini digunakan
sepatu murahan. (f) Aku sepatu eksklusif. sebagai pelaku atau pengalam dalam penceritaan
(g) Harganya seperempat juta. (h) Majikanku oleh pengarang. Dalam proses penceritaan, kedua
seorang manajer di perusahaan yang terkenal.
nama tokoh itu menjalankan perbuatan sebagai
(i) Makanya keberadaanku di hotel-hotel,
rumah-rumah makan, dan di tempat-tempat peristiwa atau mengalami keadaan seperti yang
yang bersih.’ tersebut pada predikat klausa induk setiap kalimat
yang bersangkutan. Pada paragraf (9), pengarang
Tokoh sentral paragraf (8) tersebut ialah berada di luar proses penceritaan. Ia hanya
pronomina orang pertama aku. Satuan lingual berstatus sebagai pengamat, tidak terlibat sebagai
aku ‘saya’ tampak pada (8a) Sapa wae ora kena tokoh baik sentral maupun bawahan.
nyepelekake aku, pada (8b) Pancen aku mung
sepatu, pada (8e) Aku dudu sepatu murahan, Sudut Pandang Orang Ketiga (O3)
dan pada (8f) Aku sepatu eksklusif. Selain itu, Dalam hal ini pengarang atau narator
tokoh aku tampak sebagai klitik–ku pada (8h) memusatkan perhatiannya pada karakter orang
Bendaraku sawijine manajer ing perusahaan ketiga sebagai tokoh sentral. Paragraf narasi
kondhang dan (8i) Mula sabaku ing hotel-hotel. bersudut pandang orang ketiga ini ditandai dengan
Dari uraian tersebut, jelas bahwa pada paragraf penggunaan kata ganti orang ketiga dheweke.
113
Humaniora, Vol. 27, No. 1 Februari 2015: 107-118
114
Sri Nardiati - Unsur-unsur Paragraf Narasi dalam Bahasa Jawa
115
Humaniora, Vol. 27, No. 1 Februari 2015: 107-118
mengantar barang ke Jakarta, ternyata tidak.’ aja sambat marang aku” kandhane bapak
bareng sumurup menawa aku isih rokokan.
Penanda tuturan langsung pada (14) berupa (Penjebar Semangat, 1990:56)
kalimat Mula sopir trek iki banjur celathu ‘Maka ‘(a) “Pam, Pamungkas, Kalau dinasihati orang
sopir truk ini terus berkata’ yang berada di depan tua itu mbok ya mau. … (f) Kalau tidak mau
tuturan langsung Jakarta nggih Bu? ‘Jakarta nggih berhenti merokok, besok kalau ada apa-apa
Bu?’. Tuturan langsung tersebut berisi gambaran jangan mengeluh kepadaku” kata bapak
keadaan atau peristiwa sebagai kelengkapan dari setelah mengetahui bahwa saya masih
penceritaan pengarang sebelumnya. merokok.’
(18) (a) Wengine lumingsir sansaya sepi. (b)
Tuturan Langsung Berpenanda di Tengah Langite katon peteng kinemulan mendhung
Penanda tuturan langsung ada yang berada di ireng. (c) Ora sawetara suwe udan grimis
tengah kalimat, diapit tuturan langsung. Untuk itu, riwis-riwis wiwit tumiba. Saeler rokok dak
dudut saka bungkuse banjur dak templekke
perhatikan contoh berikut.
ing lambeku.
(15) (a) Wusana dheweke menyang nggone ahli “Aku aja disumet dhisik,” kandhane rokok
bedhah. “Dhokter,” kumecape kanthi kang dakakep iku bareng ngerti yen aku wus
swara gemeter, “aku wis mutusake kepengin ngempakake erek.
pisahan karo tanganku iki. … (e) Mula, ”Kena apa kowe duwa kekarepanku. Awit
daksuwun Pak Dhokter kersa nugel tanganku awan mau geniku wus kepengin ngobong
iki.” (Penjebar Semangat 1996:28) awakmu,” sambungku kalem. (Penjebar
‘(a) Akhirnya ia ke tempat ahli bedah. Semangat, 1990:57)
“Dokter,” ungkapnya dengan suara merintih, ‘ (a) Malam semakin sepi. (b) Langit tampak
“Saya memutuskan berniat berpisah dengan gelap tertutup mendung. (c) Tidak lama hujan
tanganku. … (e) Oleh sebab itu, saya mohon gerimis rintik-rintik mulai turun. Sebatang
Pak Dokter bersedia memotong tanganku ini.’ rokok saya ambil dari bungkusnya lalu saya
(16) (a) “Aja kesusu dhisik,” panyaruwe letakkan di bibirku.’
Dhokter, “awake dhewe aja nganti “Aku jangan dinyalakan dulu,” kata rokok
nglakokake prakara-prakara liyane. … (c) yang saya isap itu ketika melihat saya
Aku kuwatir yen iku kabeh mung saderma sudah menyalakan korek.”
pancingan.”(Penjebar Semangat 1996:28)
”Kenapa kamu menolak keinginanku. Dari
‘“(a) Jangan terburu-buru,” kata Dokter, siang tadi apiku sudah ingin membakar
“kita jangan sampai melaksanakan hal-hal tubuhmu,” sambungku tenang.’
yang bukan pada tempatnya.” … (c) Saya
khawatir kalau semua itu sebagai umpan.”’ Penanda tuturan langsung paragraf (17)
tersebut berupa kalimat Kandhane Bapak bareng
Satuan kebahasaan yang berstatus sebagai
sumurup menawa aku isih rokokan. ‘Kata Bapak
penanda tuturan langsung pada paragraf (15)
setelah melihat bahwa saya masih merokok’.
berupa kalimat Kumecape kanthi swara gumeter
Adapun penanda tuturan langsung paragraf (18)
‘Ucapnya dengan suara gemetar’, sedangkan
berupa frasa sambungku kalem ‘kataku tenang’.
penanda tuturan langsung pada (16) berupa frasa
Kedua penanda tuturan langsung tersebut berada
panyaruwe dhokter ‘saran dokter’. Kedua penanda
di belakang tuturan langsung.
tuturan langsung itu berada di tengah-tengah atau
diapit tuturan langsung. Dari uraian tersebut jelas bahwa di dalam
paragraf narasi ada yang menggunakan tuturan
Tuturan Langsung Berpenanda di Belakang langsung dan ada yang tidak menggunakan
Penanda tuturan langsung pada bagian ini tuturan langsung. Tuturan langsung itu ada yang
berada di belakang. Contohnya sebagai berikut. berpenanda dan ada yang tidak berpenanda. Bagi
(17) (a) “Pam, Pamungkas, yen dikandhani wong paragraf yang bertuturan langsung berpenanda,
tuwa iku mbok ya nggugu. … (f) Yen ora prei penanda itu dapat berposisi di depan, di tengah,
olehmu ngrokok, mbesuk yen ana apa-apa dan di belakang.
116
Sri Nardiati - Unsur-unsur Paragraf Narasi dalam Bahasa Jawa
117
Humaniora, Vol. 27, No. 1 Februari 2015: 107-118
Sumadi dkk. (1998). Kohesi dan Koherensi dalam Tampubolon, D.P. (1979). Tipe-Tipe Semantik Kata
Wacana Naratif Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Kerja Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta:
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tarigan, Djago. (1986). Membina Keterampilan Menulis Wedhawati dkk. (2008). “Wacana Narasi Bahasa Jawa”.
Paragraf dan Pengembangannya. Bandung: Yogyakarta: Balai Bahasa Yogyakarta.
Penerbit Angkasa.
118