Sie sind auf Seite 1von 13

CHM-K Applied Scientific Journal

Vol. 2 No. 1, Januari 2019

PENGARUH PERAN ORANG TUA PADA TERAPI WICARA TERHADAP KEMAMPUAN


BICARA PADA ANAK PENDERITA AUTIS DI SDK STA. MARIA ASSUMPTA DAN
PUSAT LAYANAN AUTIS NAIMATA KOTA KUPANG
a, b, c
Desliyane Rambu Leki Florentianus Tat , dan Maryati Barimbing
a
Mahasiswa Program Studi Ners STIKes Citra Husada Mandiri Kupang, 85111
b
Dosen Jurusan Keperawatan, Poltekes Kemenkes Kupang, 85111
c
Dosen Program Studi Ners STIKes Citra Husada Mandiri Kupang, 85111

ABSTRAK

Autism is a developmental disorder that affects on verbal and non verbal


communication disorders and social interactions. Parents have a very dominant role in
healing efforts for children with special needs such as autism. The role of parents needed by
children with autism during speech therapy. The purpose of this research is to know the
influence of parent’s role in speech therapy on speech ability of children with autism in SDK
Sta. Maria Asumpta And Autism Service Center Naimita, kota Kupang.
This research uses analytic correlational research design with cross sectional
approach in SDK Sta. Maria Asumpta And Autism Service Centre Naimita, Kota Kupang.
The sample is selected by using total sampling technique and divided into 2 places, there
are 10 respondents in SDK Sta. Maria Asumpta and 25 respondents in Autism Service
Centre Naimita, kota Kupang. Data is collected by using questionnaire and observation
sheet then done by using Spearman Rho test.
The result of this research, from 35 respondents show p-value =0,002, So at the level
of significance 5% (a=0.05), then p<0.05. The conclusion of this research is there is
influence of parent’s role in speech therapy on speech ability of children with autism in SDK
Sta. Maria Asumpta And Autism Service Center Naimita, kota Kupang.
Based on the results of this study suggested that parents to improve the implementation of
speech therapy in children with autism so that speech ability of children with autism be
better.
Keywords: The role of parents, speech therapy, Speech ability, Autism.

A. Pendahuluan seorang psikiater dari Harvard pada


Autisme merupakan gangguan tahun 1994. Anak autis melakukan
dalam perkembangan yang sedikit kontak mata dan sedikit
berpengaruh pada gangguan ekspresi wajah terhadap orang lain dan
komunikasi verbal dan nonverbal serta tidak menggunakan gestur untuk
interaksi sosial. Autisme dikenali berkomunikasi. Anak tidak
sebelum usia 3 tahun, yang berhubungan dengan teman sebaya
mempengaruhi performa anak atau orang tuanya, kurangnya
(Winarno, 2013). Kata autis berasal kegembiraan yang spontan, tidak ada
dari bahasa Yunani auto yang berarti mood dan efek emosional yang nyata
sendiri. Istilah autisme pertama kali dan tidak dapat terlibat dalam
diperkenalkan oleh Leo Kanner, permainan atau tidak dapat bermain

44
CHM-K Applied Scientific Journal
Vol. 2 No. 1, Januari 2019

imajinasi. Ada sedikit bicara yang dapat besar bagi para orang tua dan
dimengerti dan anak melakukan caregiver (pengasuh dan pendidik).
perilaku motorik stereotip seperti Diagnosis autisme seorang anak
bertepuk tangan, memutar tubuh atau memberikan pengaruh yang cukup
membenturkan kepala (Videbeck, 2012 besar terhadap orang tua. Orang tua
dalam Dewi, 2014). merupakan orang pertama dan utama
Autisme tidak dapat dicegah yang bertanggung jawab terhadap
karena penyebab utamanya belum kelangsungan hidup dan pendidikan
diketahui pasti sampai dengan saat ini. anaknya. Fenomena yang ditemukan
Penyebab autisme masih misterius dan pada orang tua yang memiliki anak
menjadi bahan perdebatan di antara autis cenderung menampilkan ekspresi
para ahli dan dokter di dunia. Diagnosis wajah yang murung, bersedih, tidak
autis terhadap anak merupakan percaya, kekecewaan, merasa
stressor utama yang dirasakan orang bersalah, menolak atau marah,
tua. Reaksi pertama orang tua ketika sebelum akhirnya menerima keadaan
anaknya dikatakan bermasalah adalah anak tersebut (Eunike, 2011 dalam
tidak percaya, shock, sedih, kecewa, Mardiani, 2012). Penerimaan orang tua
merasa bersalah marah dan menolak. menjadi pintu awal untuk terapi bagi
Tidak mudah bagi orang tua yang Autis. Namun saat ini muncul
anaknya menyandang autisme untuk kecenderungan orang tua kurang
mengalami fase ini, sebelum akhirnya memperhatikan dan membimbing anak
sampai pada tahap penerimaan di dalam keluarga. Menurut Rachman
(acceptance). Ada masa orang tua (2008) dalam Sunanik (2013) banyak
merenung dan tidak mengetahui faktor yang menjadi penyebab misalnya
tindakan tepat apa yang harus kesibukan orang tua, sehingga orang
diperbuat. Tidak sedikit orang tua yang tua hanya menitipkan anak mereka di
Kemudian memilih tidak terbuka tempat terapis. Bentuk
Mengenai keadaan anaknya kepada penerimaan orang tua dalam
teman, tetangga bahkan keluarga penanganan individu autisme adalah
dekat sekalipun, kecuali pada dokter dengan memahami keadaan anak apa
yang menangani anaknya tersebut adanya, memahami kebiasaan-
(Puspita, 2004 dalam Ratnadewi, kebiasaan anak, menyadari apa yang
2013). sudah bisa dan belum bisa dilakukan
Romandlon (2011) dalam Dewi anak, membentuk ikatan batin yang
(2014) menyatakan kemampuan kuat yang akan diperlukan dalam
berkomunikasi baik secara lisan kehidupan di masa depan dan
maupun tulisan juga menjadi salah satu mengupayakan alternatif penanganan
persoalan bagi penyandang autis. sesuai dengan kebutuhan anak seperti
Hambatan berbahasa dan berbicara dalam pemberian Terapi (Puspita, 2004
memiliki andil yang besar pada dalam Ratnadewi, 2013).
timbulnya berbagai masalah dalam Menurut WHO pada tahun 2013
perilaku. Ketidakmampuan jumlah penyandang autis di suatu
menggunakan bahasa untuk negara diperkirakan 10% dari jumlah
mengomunikasikan kebutuhannya, penduduk dan pada anak-anak di
dapat membuat seorang anak autis bawah umur 18 tahun di negara maju
berteriak-teriak. Perilaku yang diperikirakan mencapai 0,5-2,5%
ditunjukkan para penyandang autisme khususnya di swedia diperkirakan 0,3%
umumnya seringkali menjadi masalah anak berusia 5-16 tahun merupakan

45
CHM-K Applied Scientific Journal
Vol. 2 No. 1, Januari 2019

penyandang retradasi mental yang diperlukan terapi wicara dengan


berat dan 0,4% retradasi mental ringan. melatih wicara anak agar anak dapat
Hal ini terjadi di seluruh belahan dunia, berkomunikasi dengan lingkungan
termasuk di Indonesia. Peningkatan sosialnya. Terapi wicara di gunakan
jumlah penyandang autisme untuk menangani anak dengan
diperkirakan 1 per 5000 anak gangguan komunikasi, hal ini sering
(Budhiman,2009 dalam Dewi, 2014). dideteksi terlambat bicara. Terapi ini
Menurut Widyawati (2011) dalam Dewi untuk melatih anak terampil
(2014) di perkirakan terdapat kurang mempergunakan sistem encoding
lebih 6900 anak penyandang autisme berupa kemampuan mempergunakan
di Indonesia. Jumlah tersebut setiap organ untuk bicara, menggerakkan
tahun terus meningkat. Data jumlah lengan tangan dan tubuh yang lain,
anak autis di NTT tahun 2013 menurut serta ekspresi wajah. Sedangkan
Dinas Sosial sebanyak 14.254 jiwa dan dalam pengetahuan anak diharapkan
jumlah anak autis di Kota Kupang mampu mengerti tentang cara
sendiri sebanyak 554 jiwa (Dinas mengucapkan seluruh bunyi bahasa
Sosial, 2013). dengan benar, mengevaluasi bicaranya
Data anak autis yang terdapat di sendiri berdasarkan pengamatan
SDK Santa Maria Asumpta pada tahun visual, auditori, dan kinestetis.
2016 berjumlah 16 orang yang terdiri Sementara untuk sikap diharapkan
dari kelas 1 berjumlah 5 orang, kelas 2 anak berperilaku baik terhadap orang
berjumlah 4 orang, kelas 4 berjumlah 4 lain sehingga emosi anak berkembang
orang, dan kelas 6 berjumlah 3 orang. seimbang (Sunanik, 2013).
Survey awal yang dilakukan peneliti Orang tua, sebagai orang yang
pada tanggal 9 November 2016 melalui paling bertanggung jawab terhadap
wawancara dan observasi, ungkapan perkembangan anak, perlu
yang ditemukan dari 5 orang tua bahwa mempersiapkan diri untuk
3 dari orang tua mengeluh mengalami memberikan pelayanan yang optimal
hambatan berkomunikasi dengan kepada anaknya. Orang tua juga
anaknya karena sering kali tidak harus memperkaya pengetahuannya
memahami apa yang disampaikan mengenai autisme, terutama
anaknya. pengetahuan mengenai terapi yang
Anak-anak yang mengalami tepat dan sesuai dengan anak. Orang
gangguan autisme menunjukkan tua memiliki peranan yang sangat
kurang respon terhadap orang lain, dominan dalam upaya penyembuhan
mengalami kendala berat dalam bagi anak-anak yang tidak sempurna
kemampuan berkomunikasi dan ataupun yang sedang mengalami
memunculkan respon yang aneh berkebutuhan khusus seperti autisme.
terhadap berbagai aspek lingkungan di Orang tua merupakan orang yang
sekitarnya. Terkadang para ahli paling mengerti dan dimengerti oleh
gangguan perkembangan anak anak autisme. Para ahli tidak akan
menjelaskan gangguan ini dengan dapat bekerja tanpa peran serta orang
nama gangguan autisme infantil tua dan terapi tidak akan efektif bila
(Sofaria & Triatono, 2005 dalam Dewii, orang tua tidak dapat bekerja sama,
2014). Gangguan-gangguan dalam karena umumnya para ahli tersebut
berkomunikasi menjadi penyebab bekerja berdasarkan data yang
terjadinya hambatan berinteraksi diperoleh dari orang tua yang paling
dengan lingkungan sosialnya. Untuk itu memahami dan berada paling dekat

46
CHM-K Applied Scientific Journal
Vol. 2 No. 1, Januari 2019

serta hidup bersama anak penyandang a. Distribusi responden berdasarkan


autis (McCandless, 2007 dalam usia ibu yang memilki anak autis.
Muwardi, 2012). Terapi yang diberikan
kepada setiap anak autisme memang No Usia Ibu Jumlah Presentase
(tahun) (orang) (%)
akan lebih efektif apabila melibatkan
peran serta orang tua secara aktif. 1 26-35 19 54.3
Dengan kata lain, orang tua tidak 2 36-45 13 37.1
3 46-50 3 8.6
hanya memasrahkan perbaikan anak Total 35 100
autisme mereka kepada para ahli atau
Tabel 4.1 menunjukan bahwa paling
terapis tetapi juga turut menentukan
banyak responden berusia 26-35 tahun
tingkat perbaikan yang perlu dicapai
sebanyak 19 orang (54.3%) dan paling
oleh anak. Untuk itu orang tua tetap
sedikit responden berusia 46-55 tahun
dituntut untuk berbuat sesuatu yang
sebanyak 3 orang (8.6%).
bermanfaat bagi kesembuhan anaknya
b. Distribusi responden berdasarkan
(Ratnadewi, 2013).
tingkat pendidikan ibu yang memiliki
anak autis.
B. Metode Penelitian
No Pendidikan Jumlah Presentase
Desain penelitian yang digunakan Ibu (orang) (%)
1 SMP 1 2.9
dalam penelitian ini adalah penelitian
2 SMA 16 45.7
analitik korelasi dengan pendekatan cross 3 Perguruan 18 51.4
sectional. Rancangan cross sectional Tinggi
Total 35 100
adalah jenis penelitian yang menekankan
waktu pengukuran/observasi data variabel Tabel 4.2 menunjukan bahwa tingkat
independen dan variabel dependen hanya pendidikan Ibu terbanyak yaitu tingkat
satu kali pada satu saat (Nursalam, 2014). pendidikan Perguruan Tinggi berjumlah
Populasi dalam penelitian ini adalah orang 18 orang (51.4%) dan yang paling
tua siswa-siswi yang memiliki anak autis sedikit yaitu tingkat pendidikan SMP
dan anak penderita autis usia 6-12 tahun berjumlah 1 orang (2.9%)
di SDK Sta. Maria Asumpta dan Pusat c. Distribusi responden berdasarkan
Layanan Autis Kupang berjumlah 35 pekerjaan yang memiliki anak autis
No Pekerjaan Ibu Jumlah Presentase
orang. dengan kriteria inklusi : (orang) (%)
1. Semua orang tua yang bersedia 1 Tidak Bekerja 16 45.7
menjadi responden 2 Wiraswasta 4 11.4
3 Pegawai Negeri 15 42.9
2. Semua orang tua yang mampu Sipil
membaca dan menulis Total 35 100
3. Anak penderita autis (6-12 tahun) Tabel 4.3 menunjukan bahwa paling
4. Sudah pernah diberikan terapi banyak responden tidak bekerja
Teknik sampling yang digunkan dalam sebanyak 16 orang (45.7%) dan paling
penelitian ini adalah Total Sampling. sedikit responden memiliki pekerjaan
sebagai wiraswasta sebanyak 4 orang
C. Hasil dan pembahasan (11.4%).
1. Hasil penelitian d. Distribusi responden berdasarkan
Penelitian ini dilakukan di dua tempat usia anak penderita autis.
yang berbeda. Pertama SDK Sta. Maria No Usia Anak Jumlah Presentase
(tahun) (orang) (%)
Assumpta dan di Pusat Layanan Autis
1 6-9 23 65.7
Naimata Kupang. 2 10-12 12 34.3
1) Data Umum Total 35 100

47
CHM-K Applied Scientific Journal
Vol. 2 No. 1, Januari 2019

Tabel 4.4 menunjukan bahwa sebagian Tabel 4.8 menunjukkan bahwa sebagian
besar anak autis berusia 6-9 tahun yaitu besar peran orang tua pada terapi
23 orang (65.7%). wicara berada pada kategori baik
e. Distribusi responden berdasarkan berjumlah 27 orang (77.1%) sedangkan
jenis kelamin anak autis. peran orang tua pada kategori kurang
No Jenis Kelamin Jumlah Presentase berjumlah 8 orang (22.9%).
Anak (orang) (%)
1 Laki-laki 21 60
i. Distribusi responden berdasarkan
2 Perempuan 14 40 kemampuan bicara anak autistic
Total 35 100 spectrum disorder .
Tabel 4.5 menunjukan bahwa sebagian
No Kemampu Jumlah Presentase
besar jenis kelamin anak adalah laki-laki an Bicara (orang) (%)
yaitu 21 orang (60%). Anak
f. Distribusi responden berdasarkan Autis
1 Baik 24 68.6
urutan anak dalam keluarga. 2 Kurang 11 31.4
No Urutan Anak Dalam Jumlah Presentase Total 31 100
Keluarga (orang) (%)

1 Anak ke 1 13 37.1
Tabel 4.9 menunjukan bahwa
2 Anak ke 2 14 40
sebagian besar kemampuan bicara anak
3 Anak ke 3 6 17.1
autis berada pada kategori baik
4 Anak ke 4 2 5.7
berjumlah 24 anak (68.6%) sedangkan
Total 31 100
kemampuan bicara pada kategori kurang
Tabel 4.6 menunjukan bahwa paling berjumlah 11 orang (31.4%).
banyak urutan anak dalam keluarga j. Hasil uji statistic spearman pengaruh
adalah anak ke 2 berjumlah 14 orang peran orang tua pada terapi wicara
(40%) dan paling sedikit adalah anak ke terhadap kemampuan bicara.
4 berjumlah 2 orang (5.7%). Koefis P-
Peran Kemampuan ien val
g. Distribusi responden berdasarkan Orangtua Bicara Anak korela ue
Total
lama terapi si
No Lama Jumlah Presentase Kuran
Baik
g
Terapi (orang) (%) N % N % N % 0.511 0.0
(tahun) Baik 2 6 5 14 2 77 02
2 2. .3 7 .1
1 1-2 28 80
9
2 3-4 7 20 Kurang 2 5. 6 17 8 22
Total 35 100 7 .1 .9
Total 2 6 1 31 3 10
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa sebagian 4 8. 1 .4 5 0
besar lama terapi anak penderita autis 8

yaitu 1-2 tahun berjumlah 28 orang Hasil penelitian menunjukan bahwa


(80%). orangtua dengan peran baik memiliki
2. Data Khusus anak dengan kemampuan bicara baik
h. Distribusi responden berdasarkan berjumlah 22 orang (62.9%) dan yang
peran 0rangtua pada terapi wicara pada kurang berjumlah 5 orang (14.3%),
anak autistic spectrum disorder. orangtua dengan peran kurang memiliki
anak dengan kemampuan bicara baik
No Tingkat Jumlah Presentase berjumlah 2 orang (5.7%) dan yang
Pengetahuan (orang) (%)
1 Baik 27 77.1
kurang berjumlah 6 orang (17.1%).
2 Kurang 8 22.9 Berdasarkan uji spearman rho
Jumlah 35 100 menunjukkan koefisien korelasi = 0.511

48
CHM-K Applied Scientific Journal
Vol. 2 No. 1, Januari 2019

dan p-value = 0,002, sehingga pada diperhatikan oleh orang tua adalah
tingkat kemaknaan 5% ( = 0,05) maka p konsep konsisten dan kesinambungan.
≤ 0,05 sehingga H1 diterima yang berarti Artinya, bahwa apa yang dilakukan oleh
ada pengaruh yang signifikan antara guru atau terapis, orang tua juga
peran orang tua pada terapi wicara melakukannya di rumah (Purwanta,
terhadap kemampuan bicara pada anak 2010).
penderita autis di SDK St. Maria Peran orang tua dalam
Asumpta dan Pusat Layanan Autis perkembangan dan pertumbuhan
Kupang. optimal sangatlah menentukan, sebab
2. Pembahasan orang tua adalah pembimbing dan
1) Peran Orang Tua Pada Terapi penolong yang paling baik dan
Wicara Anak Penderita Autis berdedikasi tinggi (Maulana dalam
Peran orang tua adalah Khotimah, 2010). Mulyadi (2013)
seperangkat tingkah laku dua orang menyatakan terdapat 3 alasan mengapa
(ayah dan ibu) dalam bekerja sama, orang tua turut berperan penting dalam
bertanggung jawab dalam mendidik, program terapi anak, antara lain waktu
mengasuh dan membimbing anak orang tua dengan anak lebih banyak,
(Sukirno, 2015). Menurut McCandles kedekatan psikologis orang tua dengan
2007 dalam Muwardi (2012) menyatakan anak, dan motivasi orang tua untuk
orang tua yang bertanggung jawab keberhasilan terapi lebih besar.
dalam pengasuhan anak adalah orang Pertumbuhan dan perkembangan anak
tua yang melakukan pengawasan yang khususnya proses belajar komunikasi
membimbing, dalam proses ini dengan orang lain diperoleh dari orang
mengutamakan kerja sama yang terdekat anak seperti orang tua. Anak
didukung oleh rasa kasih sayang dan membutuhkan bimbingan dari orang
cinta kasih antara orang tua dan anak. tuanya sehingga anak bisa berinteraksi
Dalam persoalan ini orang tua dituntut dengan orang lain dan mampu menjalani
mengerti hal-hal seputar autisme dan kehidupannya sendiri di masa yang akan
mampu mengorganisir kegiatan datang (Rachmah, 2016).
penyembuhan terapi untuk anak autis. Hasil penelitian yang dilakukan
Terapi wicara dinilai sangat pada orang tua yang memiliki anak autis
penting diterapkan pada anak autis. menunjukan bahwa orang tua yang
Sebab hampir semua anak autis memiliki peran baik berjumlah 27 orang
mengalami kesulitan dalam berbicara. (77.1%) dan peran kurang berjumlah 8
Terapi wicara dapat membantu dalam orang (22.9%). Peran orang tua pada
perkembangan nonverbal dan verbal terapi wicara sebagian besar berada
pada diri anak autis. Terapi ini juga pada kategori baik dikarenakan sebagian
berfungsi mengatasi hambatan besar orang tua melakukan pengawasan
emosional dalam berkomunikasi dengan yang membimbing seperti mengajarkan
orang lain (Haniah, 2015). Dalam kalimat sederhana, memberi penjelasan
melakukan terapi wicara orang tua perlu pada setiap kegiatan pada anak,
dibekali dengan pengetahuan yang pemberian contoh yang baik seperti
cukup tentang autisme, terutama menggunakan isyarat untuk
pengetahuan mengenai terapi yang tepat memperjelas pembicaraan atau perintah,
dan sesuai dengan anak. Selain itu, mengulangi kata-kata agar anak dapat
orangtua juga perlu menguasai terapi, mengingat dan meniru kata-kata yang
karena orangtua selalu bersama anak. disampaikan dan melakukan pendekatan
Dalam hal ini yang perlu pribadi seperti selalu mengadakan

49
CHM-K Applied Scientific Journal
Vol. 2 No. 1, Januari 2019

kontak mata, memberikan sentuhan anak (40%) sehingga orang tua lebih
serta memberi pujian pada anak. mudah melakukan pengawasan pada
Hasil penelitian ini sejalan dengan anak. Hal ini sesuai dengan teori yang
penelitian yang dilakukan oleh Farida dikemukan Primana (2015) yang
(2015) tentang bimbingan keluarga mengatakan anggota keluarga yang
dalam membantu anak autis, hasil sedikit dimana keluarga memiliki anak
penelitian ini menunjukkan bahwa pertama dan kedua yang lahir dalam
keluarga memiliki kesempatan dan keluarga kecil akan mendapat perhatian
kepekaan yang lebih tinggi untuk yang sangat banyak dari orang tua
membantu kesuksesan terapis dalam sehingga orang tua lebih muda
membantu kesembuhan anak autis. mengawasi dan membimbing anak.
Keluarga mempunyai peran yang sangat
penting dalam membantu anak autis 2) Kemampuan Bicara Pada Anak
untuk dapat kembali hidup normal Penderita Autis
(tumbuh dan kembangnya). Karena Kemampuan berbicara atau
keluarga adalah lingkungan pertama dan berbahasa merupakan indikator seluruh
utama dalam memberikan perawatan, perkembangan anak. Kemampuan
bimbingan, pendidikan dan perlindungan bicara memenuhi kebutuhan penting
kepada anak autis, karena mereka dalam kehidupan anak, yakni kebutuhan
(autis) lebih banyak bersama dengan untuk menjadi bagian dari kelompok
keluarga daripada berada di lokasi pusat sosial (Hurlock, 2013). Secara umum
terapi autis atau berkumpul dengan anak autis mengalami gangguan
teman-teman sebaya yang normal bahasa, kelainan dalam bicara, serta
(karena autis merasa berbeda atau gangguan pada fungsi saraf.
teman-teman normal membedakan Keterlambatan serta penyimpangan
perlakuan pada anak autis). dalam berbicara disertai gangguan
Peran orang tua pada terapi wicara bahasa menyebabkan anak autis sulit
dipengaruhi oleh faktor pekerjaan berkomunikasi serta tidak mampu
responden yang sebagian besar tidak memahami percakapan orang lain.
bekerja ( Ibu rumah tangga) berjumlah Menurut Handojo dalam Khoifah (2011),
16 orang (45.7%) sehingga mereka lebih anak autis dengan gangguan bahasa
memiliki banyak waktu untuk bersama mengalami kesulitan komunikasi baik
anak serta menemani dan membantu komunikasi isyarat (non verbal) maupun
dalam kegiatan terapi penyembuhan. Hal komunikasi berbahasa (verbal) dapat
ini sesuai dengan teori yang berupa kesulitan atau keterlambatan
dikemukakan oleh Mufidah (2015) dalam perkembangan berbicara atau
bahwa waktu akan mempengaruhi bahasanya.
kedekatan orang tua dan anak. Semakin Wiliam & Wright (2008) dalam
banyak waktu yang diluangkan untuk Kumalaningrum (2012) menyatakan
anak semakin banyak waktu untuk bahwa anak autis mengalami
mengurusi dan memperhatikan perkembangan yang tidak baik pada
penanganan terapi anak. Selain itu, kemampuan berbahasa. Beberapa anak
urutan anak dalam keluarga juga autis tidak belajar sikap tubuh. Ia tidak
mempengaruhi peran orang tua. Dari menunjuk saat berkomunikasi dan
hasil penelitian menunjukkan urutan mengangguk atau menggelengkan
anak dalam keluarga sebagian besar kepala juga jarang dilakukan. Beberapa
adalah anak ke 1 berjumlah 13 anak anak menggunakan kata-kata atau sikap
(37.1%) dan anak ke 2 berjumlah 14 tubuhsebagaicaramemenuhi

50
CHM-K Applied Scientific Journal
Vol. 2 No. 1, Januari 2019

kebutuhannya dan tidak untuk hasil penelitian ini menunjukkan ada tiga
berbincang atau menyelesaikan proses yaitu proses awal, proses
masalah. Beberapa anak autis dengan menengah dan proses lanjut. Dalam
sedikit berbahasa mungkin pelaksanaannya proses-proses tersebut
menggunakan suara dengan cara sangat menggunakan empat metode terapi,
vocal, termasuk menjerit, menggerutu yaitu terapi Applied Behavior Analysis
atau berteriak. (ABA) atau Lovaas, terapi wicara, terapi
Untuk mengatasi gangguan bicara integritas sensorik dan pendidikan
yang dialami anak autis diperlukan khusus. Terapi yang diberikan akan
pemberian terapi wicara untuk berpengaruh terhadap kemajuan bicara
meningkatkan kemajuan berbicara anak anak autisme.
autis. Selain itu, peran orang tua sebagai Anak yang memiliki kemampuan
pemberi dukungan dan partisipasi aktif bicara baik disebabkan terapi yang
dalam menangani dan mendidik anak diberikan pada anak rata-rata 1-2 tahun,
penyandang autis akan berarti bagi sehingga anak sudah sering terpapar
kemajuan terapi untuk mencapai dan terbiasa dengan terapi yang
kesembuhan. Peran orang tua yang diberikan guru atau terapis serta
berupaya membantu dalam terapi wicara orangtua. Dari hasil penelitian
pada anak bisa berdampak bagi menunjukkan sebagian besar lama
kemajuan berbicara anak autis. Hal yang terapi anak adalah 1-2 tahun berjumlah
tidak kalah pentingnya adalah kedekatan 28 anak (80%) Hal ini sesuai dengan
orang tua dengan anak harus selalu teori yang dikemukakan oleh Wenar
terjaga karena jika tidak ada kedekatan (2000) dalam Sabri (2008) menyatakan
orang tua akan sulit mengajari anak bahwa autisme adalah gangguan yang
(Wahyuni, 2011). tidak bisa disembuhkan, namun bisa
Hasil penelitian yang dilakukan diterapi. Dengan terapi yang sudah
pada anak penderita autis menunjukan cukup lama diberikan kemampuan bicara
bahwa anak autis yang memiliki anak autis akan terjadi peningkatan.
kemampuan bicara baik berjumlah 24 3) Pengaruh Peran Orang Tua Pada
anak (68.8%) dan responden yang Terapi Wicara Terhadap
memiliki kemampuan bicara kurang Kemampuan Bicara Pada Anak
berjumlah 11 anak (31.4%). Sebagian Penderita Autis
besar kemampuan bicara anak autis Keluarga dalam hal ini orang tua
berada pada kategori baik ditunjukkan adalah lingkungan terdekat dan utama
dengan anak yang mampu mengerti dalam kehidupan anak berkebutuhan
pembicaraan verbal maupun nonverbal khusus. Heward dalam Supriyanto
yang sederhana seperti merespon saat (2012) menyatakan bahwa efektivitas
namanya dipanggil dan mengikuti berbagai program penanganan dan
intruksi sederhana, mengerti strategi peningkatan kemampuan hidup anak
untuk memenuhi kebutuhannya dengan berkebutuhan khusus akan sangat
menggunakan isyarat, terlibat dalam ditentukan oleh peran serta dan
interaksi sosial, strategi perhatian dukungan penuh dari keluarga, sebab
bersama dengan menggunakan isyarat. keluarga adalah pihak yang mengenal
Hasil penelitian ini sejalan dengan dan memahami berbagai aspek dalam
penelitian yang dilakukan oleh Khoifah diri seseorang dengan jauh lebih baik
(2011) tentang penanganan gangguan daripada orang-orang yang lain.
komunikasi anak autis di Sekolah Beberapa permasalahan yang
Khusus Autis Bina Anggita Yogyakarta, secara umum terdapat pada anak

51
CHM-K Applied Scientific Journal
Vol. 2 No. 1, Januari 2019

dengan gangguan autis adalah pada antara peran orang tua pada terapi
aspek sosial dan komunikasi yang wicara terhadap kemampuan bicara
sangat kurang atau lambat serta perilaku pada anak penderita autis di SDK St.
yang repetitif atau pengulangan dan Maria Asumpta dan Pusat Layanan Autis
keadaan ini dapat kita amati pada anak Kupang.
seperti ketidakmampuan anak untuk Hasil penelitian ini sejalan dengan
menjalin interaksi sosial yang timbal penelitian yang dilakukan oleh Farihah
balik secara baik dan memadai, kurang (2011) tentang upaya orang tua dalam
kontak mata, ekspresi wajah yang mendidik anak autis, hasil penelitian ini
kurang ceria atau hidup serta gerak-gerik menunjukkan bahwa metode yang paling
anggota tubuh yang kurang tertuju, tidak tepat untuk mendidik anak autis adalah
dapat bermain dengan teman sebaya pendidikan dengan kebiasaan, karena
sehingga terlihat sendiri saja atau anak autis bisa menjalani hidup mandiri
cenderung menjadi penyendiri bahkan hanya dengan kebiasaan yang diberikan
tidak dapat berempati atau merasakan atau dididik oleh orang tua karena
apa yang dirasakan orang lain (Wijaya lingkungan yang paling dekat dengan
dalam Farida, 2015). Dalam bidang atau anak adalah orang tua. Sehingga anak
aspek komunikasi anak autis juga terbiasa melakukan hal-hal yang
mengalami permasalahan pada diajarkan orang tua.
kemampuan berbicara yang sangat Hasil penelitian ini juga sejalan
lambat, bahkan wicaranya sama sekali dengan penelitian lain yang dilakukan
tidak berkembang serta tidak ada usaha oleh Sari (2013) tentang hubungan
dari sang anak untuk dapat pelaksanaan peran keluarga dengan
mengimbangi komunikasi dengan orang perkembangan kemampuan bahasa
lain atau kalau anak autis bisa/dapat anak autis di SDLB-B dan Autis TPA
berbicara maka bicaranya tersebut tidak Kecamatan Patrang Kabupaten Jember,
dipakai untuk berkomunikasi dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
orang lain tetapi dengan dirinya sendiri terdapat hubungan yang kuat antara
dan sering pula menggunakan bahasa pelaksanaan peran keluarga dengan
atau kata-kata yang aneh yang tidak perkembangan kemampuan bahasa
dimengerti serta diulang-ulang (Sari, anak autis dan berpola positif sehingga
2013). semakin besar pelaksanaan peran
Hasil penelitian yang telah keluarga semakin baik perkembangan
dilakukan menunjukan bahwa orangtua kemampuan bahasa anak autis.
dengan peran baik memiliki anak dengan Kemampuan bahasa anak harus
kemampuan bicara baik berjumlah 22 ditingkatkan dengan menjaga hubungan
orang (62.9%) dan yang kurang sehat antara orang tua dengan anak.
berjumlah 5 orang (14.3%), orangtua Hubungan yang sehat (penuh perhatian
dengan peran kurang memiliki anak dan kasih sayang dari orang tua),
dengan kemampuan bicara baik memfasilitasi perkembangan anak yang
berjumlah 2 orang (5.7%) dan yang optimal sedangkan hubungan yang tidak
kurang berjumlah 6 orang (17.1%). sehat mengakibatkan anak mengalami
Berdasarkan uji spearman rho kesulitan atau keterlambatan dalam
menunjukkan koefisien korelasi = 0.511 perkembangan bahasanya.
dan p-value = 0,002, sehingga pada Pada dasarnya anak yang
tingkat kemaknaan 5% ( = 0,05) maka p berkebutuhan khusus akan mengalami
≤ 0,05 sehingga H1 diterima yang berarti ketergantungan pada keluarga. Hal ini
ada pengaruh yang signifikan sesuai dengan teori yang kemukakan

52
CHM-K Applied Scientific Journal
Vol. 2 No. 1, Januari 2019

oleh Hendriani (2012) menyatakan 2. Saran


bahwa keluarga mempunyai peranan 1. Bagi Institusi CHMK
penting dalam memenuhi kebutuhan Diharapkan penambahan materi
anak terutama dalam bahasa dan tentang keperawatan anak dengan
komunikasi. anak autis agar lebih mengetahui
D. SIMPULAN DAN pentingnya peran orangtua dalam
SARAN 1. Simpulan pemberian terapi wicara untuk anak
Sesuai dengan hasil penelitian dan autis.
pembahasan tentang Pengaruh Peran 2. Bagi Lahan Penelitian
Orang Tua Pada Terapi Wicara Hasil penelitian ini sebagai
Terhadap Kemampuan Bicara Pada masukan bagi lahan penelitian
Anak Penderita Autis di SDK St. Maria khususnya pada Pusat Layanan
Asumpta dan Pusat Layanan Autis Autis dan Sekolah Dasar untuk
Kupang terhadap 35 responden maka mengetahui pentingnya terapi wicara
penulis dapat menyimpulkan sebagai dan pelaksanaan terapi wicara untuk
berikut: anak autis.
1. Sebagian besar peran orang tua pada 3. Bagi Responden
terapi wicara di SDK St. Maria Diharapkan kepada orang tua
Asumpta dan Pusat Layanan Autis untuk terus melaksanakan terapi
Kupang berada pada kategori baik. wicara serta menemani anak pada
2. Sebagian besar kemampuan bicara saat terapi diberikan sehingga dapat
anak penderita autis di SDK St. Maria menambah kemampuan bicara
Asumpta dan Pusat Layanan Autis anak.
Kupang berada pada kategori baik 4. Bagi Peneliti Selanjutnya
3. Ada pengaruh peran orang tua pada Disarankan dapat
terapi wicara terhadap kemampuan mengembangkan penelitian yang
bicara pada anak penderita autis di sudah dilakukan oleh peneliti,
SDK St. Maria Asumpta dan Pusat seperti menambah pemberian terapi
Layanan Autis Kupang. perilaku dan terapi bermain yang
dapat mempengaruhi kemampuan
bicara pada anak autis.

DAFTAR PUSTAKA

Boham, Sicillya E. (2013). Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Autis.
http://ejournal.unsrat.ac.id diakses tanggal 10 november 2016 jam 13.20
WITA

Dewi, M.C.D. (2014). Identifikasi Kemampuan Berbahasa Anak Autis Di Sekolah


Inklusif SD Negeri Giwangan, Yogyakarta. http://eprints.uny.ac.id
diakses tanggal 2 November 2016 jam 10.00 WITA

Dion & Betan. (2013). Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan Praktik.
Yogyakarta: Nuha Medika

53
CHM-K Applied Scientific Journal
Vol. 2 No. 1, Januari 2019

Dunlop, Julia. dkk. (2002). Autisme in the Early Years.


http://www.aettraininghubs.org.uk diakses tanggal 3 Desember 2016 jam
15.46 WITA

Farida. (2015). Bimbingan Keluarga Dalam Membantu Anak Autis.


http://journal.stainkudus.ac.id diakses tanggal 1 Mei 2017 jam 22.00
WITA

Fariha, Siti. (2011). Upaya Orang Tua Dalam Mendidik Anak Autis.
http://digilib.uin-suka.ac.id diakses tanggal 11 Oktober 2016 jam 09.00
WITA

Hani’ah, Munnal. (2015). Kisah Inspiratif Anak-anak AUTIS Berprestasi.


Yogyakarta: DIVA Press

Hasdianah. (2013). Autis Pada Anak. Yogyakarta: Nuha Medika

Hendriani. (2012). Dukungan Orang Tua Bagi Perkembangan Anak


Berkebutuhan Khusus. http://ejournal.almaata.ac.id diakses tanggal 18
Juli 2017 jam 13.15 WITA

Hidayat (2009). Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika

Hurlock, Elizabeth B. Jilid 1 Perkembangan Anak Ed. 6. Jakarta: Erlangga

Khoifah. 2011. Penanganan Gangguan Komunikasi Anak Autis Di Sekolah


Khusus Autis Bina Anggita Yogyakarta. http:// http://digilib.uin-suka.ac.id
diakses tanggal 11 Oktober 2016 jam 09.10 WITA

Kidd, Susan Larson. (2013). Anakku AUTIS Aku Harus Bagaimana. Jakarta: PT
Bhuana Ilmu Populer

Kosasih, E. (2012). Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung:


Yrama Widya

Kumalaningrum, Ratih. (2012). Pola Kalimat Bercerita Anak Autis, Studi Kasus
Terhadap Tiga Anak Autis Usia 8-11 Tahun. http://lib.ui.ac.id diakses
tanggal 21 Mei 2017 jam 20.00 WITA

Mufidah. (2015). Komunikasi Antara Orang Tua Dengan Anak Dan Pengaruhnya
Terhadap Perilaku Anak. http://repository.uinjkt.ac.id diakses tanggal 30
Juli 2017 jam 21.12 WITA

Muhlisin, Abi. 2012. Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing

54
CHM-K Applied Scientific Journal
Vol. 2 No. 1, Januari 2019

Mulyadi. (2013). Pentingnya Peranan Orang Tua dalam Mendidik Anak Usia Dini.
http://jurnal.ar-raniry.ac.id diakses tanggal 25 Juli 2017 jam 09.00 WITA

Muwardi. (2012). Dukungan Keluarga yang Memiliki Anak dengan Gangguan


Autis. http://staff.uny.ac.id diakses tanggal 24 Juli 2017 jam 16.10 WITA

Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika

Primana, M.D.S. 2015. Hubungan Urutan Kelahiran Anak Dalam Keluarga


Dengan Kemandirian Dalam Pemenuhan ADL Pada Anak Usia 4-6
Tahun Di TK Budiraharjo Ngusikan Kabupaten Jombang.
http://jurma.unimus.ac.id diakses tanggal 1 September 2017 jam 20.00
WITA

Purwanta, Arif. (2010). Partisipasi Orang Tua dalam Pelaksanaan Program


Terapi pada Anak Autisme. http://staff.uny.ac.id diakses tanggal 24 Juli
2017 jam 17.00 WITA.

Rachmah, M. Ika. 2016. Peran Orang Tua Untuk Meningkatkan Komunikasi Anak
Autis. http://staffnew.uny.ac.id diakses tanggal 5 september 2017 jam
13.30 WITA

Rachmayanti & Zulkaida. (2007). Penerimaan Diri Orangtua Terhadap Anak


Autisme Dan Peranannya Dalam Terapi Autisme.
http://ejournal.gunadarma.ac.id diakses tanggal 30 September jam 22.42
WITA

Ratnadewi. 2013. Jurnal Peran Orangtua Pada Terapi Biomedis Untuk Anak
Autis. http://www.gunadarma.ac.id diakses tanggal 30 September 2016
jam 22.30 WITA

Sabri, Rika. (2008). Pengaruh Pendekatan HOME BASE PROGRAM Dalam


Pemberian Terapi Metoda Aplied Behaviour Analysis (ABA) Terhadap
Kemajuan Penderita Autisme Di Sekolah Autisme Kota Padang.
http://repository.uinjkt.ac.id diakses tanggal 30 Juli 2017 jam 13.25
WITA

Sari, Dewi Puspita. (2013). Hubungan Pelaksanaan Peran Keluarga dengan


Perkembangan Kemampuan Bahasa Anak Autis di SDLB-B dan Autis
TPA Kecamatan Patrang Kabupaten Jember. http://repository.unej.ac.id
diakses tanggal 10 Oktober 2016 jam 11.00 WITA

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha


Ilmu

55
CHM-K Applied Scientific Journal
Vol. 2 No. 1, Januari 2019

Sujarweni, V Wiratna. (2012). SPSS untuk Paramedis. Yogyakarta: Gava Media

Sukirno. (2015). Peranan Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Anak.


http://jurnal.ar-raniry.ac.id diakses tanggal 24 Juli 2017 jam 16.00 WITA

Sunanik. (2013). Pelaksanaan Terapi Wicara dan Terapi Sensori Integrasi pada
Anak Terlambat Bicara. http://download.portalgaruda.org diakses
tanggal 8 September 2016 jam 11.00 WITA

Supriyanto, Agus. (2012). Peran Pengasuhan Orang Tua Anak Berkebutuhan


Khusus Dalam Aktivitas Olahraga. http://staffnew.uny.ac.id diakses
tanggal 21 Mei 2017 jam 21.00 WITA

Wahyuni, Sri. (2011). Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Perilaku Anak
Autisme Di Dusun Samirono, Catur Tunggal, Depok, Sleman,
Yogyakarta. http://eprints.uny.ac.id diakses tanggal 1 Agustus 2017 jam
10.00 WITA

Widyawati. (2011). Penatalaksanaan Gangguan Belajar pada Anak. Jakarta:


Perdosri

Winarno, F.G. 2013. Autisme dan Peran Pangan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama

Wiyani, Novan Ardy. (2014). Buku Ajar Penanganan Anak Usia Dini
Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Khotimah, Nailul Husnul. 2010. Upaya Orang Tua Dalam Menanggulangi Perilaku
Menyimpang Remaja Di Dusun Parseh Desa Serabi Barat Modung
Bangkalan. http://jurnal.ar-raniry.ac.id diakses tanggal 18 Juli 2017 jam
11.00 WITA

Mardiani, Awaliyah Fitri. (2012). Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dan


Resiliensi Ibu yang Memiliki Anak Autistic Spectrum Disorder.
http://lib.ui.ac.id diakses tanggal 1 Oktober 2016 jam 08.00 WITA

56

Das könnte Ihnen auch gefallen