Sie sind auf Seite 1von 15

Edisi Agustus 2014 Volume VIII No.

2 ISSN 1979-8911

PENINGKATAN NUTRISI LIMBAH PRODUKSI BIOETANOL


DARI SINGKONG MELALUI FERMENTASI OLEH KONSORSIUM Saccharomyces
cereviseae dan Trichoderma viride

Rahmat Taufiq Mustahiq Akbar1, Yani Suryani 2, Iman Hernaman3

Jurusan Biologi fakultas Sains dan Teknologi


Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
Jl.A.H. Nasution No.105 Bandung 40614

Abstract
Bioethanol is a renewable bio-fuels as an alternative energy substitute for oil, in the process leaving
a solid waste that can be leveraged into a more useful product. This study aims to improve nutrition
and reduce HCN and get the right dose of inoculum in the fermentation of bioethanol from cassava
waste. This research was conducted with the experimental method used Completely Randomized
Design (CRD) in the 3 x 3 factorial with 3 replications. The first factor inoculum dose (D) to the
level of inoculum dose, respectively d1 = 2%, 3% = d2, d3 = 4% and the second factor is the length
of fermentation, namely for 0, 4 and 8 days As for some of the parameters measured were protein
content and crude fiber through proximate analysis, as well as levels of HCN by distillation method.
The result showed that the best dose is the dose of 4% which can increase protein content from
2.47% to 2.91% before fermentation - 4.88% after fermentation and can lower crude fiber content
of 2.65% to 2.50 % - 2.07% and influential to the decreased levels of HCN from 15.92 mg / kg to
12.73 mg / kg - 0.00 mg / kg for 8 days after fermentation. The results showed that the fermentation
process using a consortium of Saccharomyces cerevisiae and Trichoderma viride can improve the
quality of solid waste processing bioethanol from cassava which include increased levels of protein,
crude fiber and decreased levels of HCN reduction.

Keywords : Fermentation, consortium of Saccharomyces cereviseae and Trichoderma viride, solid


waste bioethanol from cassava.

PENDAHULUAN kandungan protein 2,47%, serat kasar 2,65%


dan HCN 15,92 mg/kg (Suryani, 2012). Hal
Bioetanol dari singkong merupakan
ini menunjukan bahwa limbah padat hasil
salah satu energi alternatif pengganti minyak
produksi bioetanol dari singkong ini masih
bumi yang sangat menjanjikan. Pada
memiliki potensi untuk bisa dimanfaatkan
prosesnya produksi bioetanol dari singkong
kembali menjadi suatu bahan bagi pakan
menyisakan limbah diantaranya berupa
ternak.
limbah padat. Limbah padat hasil produksi
bioetanol dari singkong ini memiliki

1
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911

Pada prosesnya limbah padat enzim-enzim selulase dan xilanase. Menurut


produksi bioetanol banyak dihasilkan, namun Palupi (2011), Trichoderma viride pada dosis
demikian meskipun potensinya cukup tinggi, inokulum 4% dapat meningkatkan kualitas
limbah tersebut mengandung asam sianida limbah udang dan daya cerna protein dari
dan kandungan nutrisi yang masih rendah. 36,75% tepung limbah udang menjadi
Hal ini akan berdampak kepada kehidupan 41,27% dan daya cerna protein dari 67,82%
ternak, dimana asam sianida dapat menjadi 81,24% sedangkan menurut fardiaz
menyebabkan kematian, sedangkan nutrisi (2001) bahwa Saccharomyces cerevisiae
rendah akan mengganggu pertumbuhan. mengadung asam glutamat yang dapat
Untuk mengurangi resiko tersebut maka memperbaiki palabilitas pakan, mengandung
limbah padat bioetanol perlu dilakukan vitamin B kompleks serta dapat
pengolahan terlebih dahulu melalui proses mengasimilasi protein
fermentasi agar dapat mengurangi kadar
HCN dan meningkatkan kualitas limbah BAHAN DAN METODE
tersebut.Fermentasi adalah salah satu proses Bahan-bahan
metabolik yang melibatkan aktivitas mikroba Limbah padat produksi bioetanol
yang mengeluarkan suatu enzim dalam sebagai sumber subtrat, inokulum
membantu melakukan perubahan kimia pada Saccharomyces cerevisiae, Trichoderma
suatu subtrat organik yang menghasilkan viride, medium PDA (Potatos Dextrose
suatu produk dan dapat menyebabkan Agar), CMC (Carboxymethyl Cellulose),
perubahan secara kimiawi ataupun biologi NaCl Fisiologis 0,9%, aquades, spirtus,
(Winarno, dkk. 1980). Teknologi fermentasi alkohol 70%, kongo red, natrium hidroksida,
biasanya menggunakan makhluk hidup kupri sulfat, iodin, aseton dan kloroform.
berupa jamur, diantaranya adalah Alat-alat
Saccharomyces cerevisiae dan Trichoderma Alumunium foil, autoklaf, cawan
viride. Kedua jamur tersebut telah terbukti petri, fermentor, gelas ukur, inkubator alat,
dapat meningkatkan kualitas limbah jarum ose, kain kasa, kompor gas, kulkas,
pengolahan pangan. labu elemenyer, label, mikroskop,
Trichoderma viride memiliki mikropipet, neraca oven, pipet, rak tabung,
kemampuan dalam mendegradasi komponen spidol, spatula, tabung reaksi, tip dan tissue.
polisakarida menjadi gula dibantu dengan Metode Penelitian

2
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911

Penelitian ini diawali dengan proses suhu 37oC atau sampai terbentuknya diameter
sterilisasi alat dan bahan kemudian pembuatan koloni sebesar 1 cm. Ketika koloni sudah
medium agar (potato dextrose agar) , terbentuk 1 cm maka diteteskan larutan congo
selanjutnya perbanyakan saccharomyces red 0,1% untuk pengujian amilase dan
cerevisiae dan trichoderma viride pada media diteteskan iodin utuk pengujian amilase
agar miring, diteruskan pada uji aktivitas kemudian masing-masing pengujian
selulase dan amilase, kultivasi pertumbuhan dihomogenkan pada permukaan agar lalu
mikroba, pembuatan inokulum saccharomyces diamkan selama 30 menit setelah itu dibilas
cerevisiae dan trichoderma viride Serta dengan larutan NaCl yang sebelumnya sudah
dilakukannya proses akhir yaitu Fermentasi dibuat dengan mencampur 5,75 gram NaCl
limbah padat bioetanol dari sinkong. dan 100 mL aquades. Kemudian diinkubasi
1. Uji Aktivitas Produksi Selulase dan dan diamati diameter zona bening setiap
Amilase harinya sampai mikroba tidak mengalami
Potato Dextrose Agar (PDA) ditimbang pertambahan ukuran dan mendapatkan indeks
sebanyak 9,75 gram ditambahkan selulosanya.
Carboxymethyl Cellulose (CMC) 1% yaitu 2. Fermentasi limbah Padat Bioetanol
2,5 gram, lalu dimasukan dalam erlenmeyer Sebanyak 400 gram limbah padat
yang sudah berisi aquades sebanyak 250 mL, bioetanol dari singkong dimasukkan ke
kemudian diaduk dan dipanaskan dengan dalam kantung plastik tahan panas ditambah
magnetic stirrer sampai larutan berwarna air 400 mL (1:1) dan kemudian dikukus
kuning bening. Setelah PDA dan CMC selama satu jam didinginkan hingga suhu
homogen, larutan tersebut disteril dengan 280C dan diinokulasi dengan inokulum yang
menggunakan autoklaf, selanjutnya larutan telah dibuat sebelumnya sebanyak 2%, 3%
didinginkan sampai suhu mencapai 55oC dan 4% bahan kering limbah padat bioetanol
dengan pH 5,5. dari singkong. Selanjutnya bahan diaduk
Larutan tersebut dituangkan secara sampai homogen, setelah itu kantung plastik
aseptik ke dalam cawan petri sebanyak 20 mL diberi lubang – lubang kecil untuk
dan dibiarkan sampai medium memadat. mendapatkan kondisi aerob, dibungkus
Kemudian satu jarum ose jamur dititikan dengan koran steril dan diinkubasi pada suhu
pada tengah-tengah medium tersebut, antara 250-300C selama 8 hari. Pengukuran
selanjutnya diinkubasi selama 72 jam pada jumlah jamur (TPC) dilakukan setiap 24 jam

3
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911

sekali. Untuk fermentasi dilakukan pada hari enzim yang berbeda. Banyak sedikitnya
ke-0, ke-4 dan hari ke-8, hasil fermentasi produksi selulase ditentukan berdasarkan
analisis proksimat yang meliputi serat kasar zona bening yang terbentuk pada medium.
dan protein dan perhitungan kadar HCN Gambar 1 di bawah ini menunjukan hasil
dengan metode destilasi. uji aktivitas ezim selulase pada
Penelitian ini dilakukan dengan metode Saccharomyces cerevisiae dan
experimental yang menggunakan Rancangan Trichoderma viride.
Acak Lengkap (RAL) pada faktorial 3 x 3
dengan 3 kali pengulangan. Faktor pertama
3.50 2.94 2.94
dosis inokulum (D) dengan taraf dosis 3.00

Indeks Amilase (IA)


2.88
inokulum masing masing d1=2%, d2=3%, 2.50
2.15 2.25
2.00 1.761.76
d3=4% dan faktor kedua adalah lamanya 1.55 1.59
1.50 1.33
1.14 1.64
fermentasi yaitu selama 0, 4 dan 8 hari. 1.00 1.05

Adapun beberapa parameter yang diamati 0.50


0.00 0.00 0.00
0.00 0.00
0.00
adalah jumlah mikroba dengan metode Total 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Plate Count (TPC) yang dilakukan selama 24 Waktu (hari)

jam sekali, kandungan protein dan serat kasar S. cerevisiae T.viride

melalui analisis proksimat, serta kadar HCN


Gambar 1. Grafik Indeks Selulase
dengan metode destilasi. Hasil data yang
Saccharomyces cerevisiae dan
diperoleh dianalisis dengan Sidik Ragam dan
Trichoderma viride
dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda
Duncan (Gaspersz, 1995). Berdasarkan pengujian yang telah
dilakukan menunjukan bahwa zona bening
HASIL DAN PEMBAHASAN yang terbentuk pada Saccharomyces
A. Uji Aktivitas Enzim cerevisiae mulai tampak terlihat pada hari
1. Uji kemampuan produksi selulase ke-11 dengan indeks selulase sebesar 1,05
Hasil pengujian aktivitas enzim cm dan terus mengalami peningkatan
selulase diperoleh kemampuan masing- sampai pada hari ke 18 yang mencapai
masing isolat jamur dalam mendegradasi indeks selulase sebesar 1,76 cm,
selulosa pada fermentasi Carboxy methyl sedangkan untuk Trichoderma viride
Cellulose (CMC) menghasilkan aktivitas sendiri indeks selulase mulai tampak

4
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911

terbentuk pada hari ke-7 dengan indeks 2.50


2.14 2.17 2.17

Indeks Amilase (IA)


selulase sebesar 2,15 cm indeks selulase 2.00
1.52 1.52
pada Trichoderma viride ini terus 1.50 1.30 1.35

1.00 1.39
mengalami peningkatan sampai pada hari
ke-11 dengan indeks selulase yang 0.50 0.00
0.00 0.000.00 0.00
terbentuk sebesar 2,94 cm. 0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Indeks selulase yang terbentuk pada Waktu (hari)
kedua jamur terlihat bahwa Trichoderma S. cerevisiae T.viride
viride memiliki kemampuan
Gambar 2 Grafik Indeks Amilase
menghasilkan enzim selulase yang lebih
Saccharomyces cerevisiae
cepat dan lebih banyak dibandingkan pada
dan Trichoderma viride
kemampuan Saccharomyces cerevisiae.
Trichoderma viride merupakan kapang Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa pada

berfilamen yang sangat dikenal sebagai Saccharomyces cerevisiae indeks amilase

organisme selulolitik dan menghasilkan yang terbentuk pada hari ke-6 sebesar 2,14

enzim-enzim selullolitik, termasuk enzim cm dan terhenti pada hari ke-7 dengan

selobiohidrolase, endoglukanase dan ß- indeks amilase yang terbentuk sebesar

glukosidase (Deacon, 1997). Kelebihan 2,17 cm, sedangkan pada Trichoderma

dari Trichoderma viride selain viride aktivitas amilase mulai tampak

menghasilkan enzim selulolitik yang terlihat pada hari ke-8 dengan indeks

lengkap, juga menghasilkan enzim amilase yang terbentuk sebesar 1,30 cm

xyloglukanolitik. Keberadaan enzim ini dan aktivitas amilase pada Trichoderma

akan semakin mempermudah enzim viride ini terhenti pada hari ke-11 dengan

selulolitik dalam memecah selulosa indeks amilase sebesar 1,52 cm. Enzim
amilase memiliki kemampuan

2. Uji kemampuan produksi Amilase memutuskan ikatan glikosida yang

Berdasarkan pengujian kemampuan terdapat pada senyawa polimer

produksi amilase pada Saccharomyces karbohidrat. Hasil proses enzimatis

cerevisiae dan Trichoderma viride terlihat terhadap amilum akan menjadi monomer

pada gambar 2 berikut ini. yang lebih sederhana, seperti maltosa,

5
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911

dekstrin dan terutama molekul glukosa kurva pertumbuhan jumlah mikroba


sebagai unit terkecil. paling rendah dibandingan dengan dosis
yang lainnya kemungkinan hal ini
B. Pengaruh Lamanya Fermentasi dan disebabkan karena jumlah inokulumnya
Dosis terhadap Jumlah Mikroba yang lebih sedikit.
Limbah Bioetanol dari singkong Hasil Dosis inokulum 2% pada hari pertama
Fermentasi mengalami fase lag yang sangat singkat
sampai pada hari ke-5 yang terus
Berdasarkan hasil penelitian pada
mengalami fase log fungi ini membelah
gambar 3 terlihat bahwa mikroba
dengan cepat sampai titik tertinggi jumlah
mengalami pertumbuhan yang
mikroba sebesar 0,84 x 109 sel/mL,
ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah
menuju hari ke-6 mikroba mengalami
mikroba pada setiap dosis seiring dengan
penurunan populasi dan pada hari ke-7
lamanya waktu fermentasi.
sampai hari ke-8 mikroba berada pada fase
stasioner, di hari ke-9 menuju hari ke-10
1.2 mikroba mengalami fase kematian hal ini
jumlah Mikroba sel/ml (109)

1
disebabkan karena nutrien yang
0.8
terkandung di dalam subtrat sudah mulai
0.6
habis.
0.4
Pada dosis inokulum 3% adaptasi
0.2
0 mikroba berlangsung secara cepat pada
1 2 3 4 5 6 7 8 hari ke-1, sedangkan dari hari ke-2 menuju
Lama Fermentasi (hari)
hari ke-3 mikroba mengalami fase
2% 3% 4%
stasioner dan menuju hari ke-5 berada
Gambar 3 . Grafik Jumlah Total Mikroba pada fase ekponensial tertinggi dengan
Konsorsium Saccharomyces cerevisiae jumlah mikroba sebesar 0,98 x 109 sel/mL
dan Trichoderma viride pada Limbah seteleh fase ekponensial mikroba
Padat Pengolahan Bioetanol dari mengalami fase kematian sampai pada
Singkong Hasil Fermentasi hari ke-8 begitupula untuk dosis inokulum
4%, hanya saja pada inokulum 4% fase
Dari gambar tersebut juga terungkap
bahwa pada dosis inokulum 2% memiliki

6
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911

eksponansial tertinggi sebesar 1,12 x 109


sel/mL. Berdasarkan tabel 1 tersebut
terlihat bahwa kadar protein
C. Pengaruh Lamanya Fermentasi dan mengalami peningkatan seiring
Dosis terhadap Kandungan Nutrisi dengan banyaknya dosis dan lamanya
Limbah Bioetanol dari Singkong Hasil fermentasi. Pada awal proses
Fermentasi fermentasi diduga kedua mikroba
a. Pengaruh Lamanya Fermentasi dan tersebut terjadi adanya
Dosis terhadap Peningkatan Kadar pendegradasian karbohidrat dalam
Protein Limbah Bioetanol dari subtrat berupa amilum, karena di
Singkong Hasil Fermentasi dalam pengujian sebelumnya
Kadar protein yang terdapat membuktikan bahwa ke dua jamur itu
didalam limbah bioetanol sebesar dapat menghasilkan enzim amilase
2,47% (Suryani, 2012) akan tetapi seperti terlihat pada gambar 2. Enzim
setelah dilakukannya fermentasi hasil amilase ini merupakan salah satu
dari analisis proksimat menunjukkan enzim karbohidrase yang
peningkatan seperti terlihat pada tabel menguraikan amilum menjadi
1 berikut. maltose.
Karbohidrat yang terdapat di
Tabel 1 Kadar Protein (%) Limbah Padat dalam subtrat akan didegradasi oleh
Hasil Pengolahan Bioetanol dari Singkong kedua mikroorganisme tersebut yang
berdasarkan Banyaknya Dosis Inokulum dan digunakan sebagai energi dan
Lamanya Fermentasi pertumbuhannya, dengan demikian
proporsi karbohidrat menurun,
Lama Fermentasi Rata-
sedangkan proporsi protein
Dosis % (hari) rata
meningkat akibatnya menghasilkan
0 4 8 (%)
kadar protein yang tinggi. Di samping
2 2,92 3,97 4,52 3,81
itu, pertambahan kadar protein
3 3,04 3,75 4,55 3,78
disebabkan oleh adanya pertumbuhan
4 2,91 3,98 4,88 3,92
dari mikroorganisme itu sendiri
Rata rata 2,96 3,91 4,65
dimana miroba itu menyumbang

7
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911

protein. Saono (1976) menyatakan samping itu hal ini dapat dimengerti
bahwa kapang memiliki kandungan karena protein yang dihasilkan dari
protein kasar antara 31 – 50% proses fermentasi merupakan protein
sehingga ketika adanya pertumbuhan sel tunggal (PST). Saccharomyce
maka kapang ini dapat menambah cerevisiae merupakan jenis mikroba
kadar protein kasar. Kapang yang termasuk dalam protein sel
merupakan sumber protein sel tunggal tunggal. Komposisi kimia
(Fardiaz, 1992). Saccharomyce cerevisiae terdiri atas
protein kasar 50-52%, karbohidrat,
Tabel 2 Hasil Uji Jarak Duncan 30-37%, dan mineral 7-8% (Ahmad,
untuk Pengaruh Hari terhadap 2005).
peningkatan Kadar Protein
Signifikasi b. Pengaruh Lamanya Fermentasi dan
Hari Kadar Protein
(α=0,05) Dosis terhadap Penurunan Kadar
8 4.65 c Serat Kasar Limbah Padat Bioetanol
4 3.91 b dari Singkong Hasil Fermentasi
0 2.96 a Kadar serat kasar yang terdapat
didalam limbah bioetanol sebesar
2,65% (Suryani, 2012) akan tetapi
Hasil uji Duncan 5% diketahui bahwa
setelah dilakukannya fermentasi
setiap perlakuan lama fermentasi
menunjukkan penurunan. Berikut
mempunyai perbedaan yang nyata,
data serat kasar substrat setelah
dimana semakin lama fermentasi akan
difermentasi melalui analisis
meningkatkan kadar protein. Kadar
proksimat ditunjukkan pada tabel 3.
protein terendah terdapat pada hari
ke-0 yaitu sebesar 2,95% sedangkan
kadar protein tertinggi terdapat pada
hari ke-8 sebesar 4,65%. Semakin
lama fermentasi akan semakin banyak
Tabel 3 Kadar Serat Kasar (%)
degradasi karbohidrat maka semakin
Limbah Padat Bioetanol Singkong
tinggi proporsi proteinnya. Di

8
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911

Hasil Fermentasi Berdasarkan Dosis Dari tabel diatas diketahui bahwa


Mikroba dan Lamanya Fermentasi semakin lama hari fermentasi
semakin kecil nilai kadar serat kasar,
Lama Fermentasi
Dosis Rata- pada hari ke-0 diketahui mempunyai
(hari)
(%) rata nilai kadar serat kasar sebesar 2,73
0 4 8
sedangkan pada hari ke-8 mempunyai
2 2,73 2,33 2,18 2,41
kadar serat sebesar 2,21.
3 2,88 2,45 2,37 2,57
4 2,50 2,35 2,07 2,30 Selama proses fermentasi
Rata-rata 2,73 2,37 2,21 Trichoderma viride dan
Saccharomyces cerevisiae akan
Berdasarkan tabel 3 terlihat menghasilkan enzim yang mampu
bahwa pada dosis 2%, 3% da 4% pada mendegradasi karbohidrat dalam
lamanya hari fermentasi dari hari ke- substrat. Hal inilah yang
0 sampai hari ke-8 mengalami menyebabkan penggunaan inokulum
penurunan, hal ini diduga adanya konsorsium dalam fermentasi dapat
aktivitas dari jamur tersebut dalam menurunkan kandungan serat kasar
mendegradasi serat kasar serta lama sebab serat kasar merupakan
fermentasi akan memberikan polisakarida yang dapat berupa
kesempatan bagi jamur tersebut selulosa. Semakin lama proses
dalam aktivitas fermentasi. fermentasi memberi kesempatan pada
jamur terutama Trichoderma viride
Tabel 4 Hasil Uji Jarak Duncan
dalam mendegradasi serat kasar
untuk Pengaruh Hari terhadap
sehingga kadar serat kasar menurun.
peningkatan Kadar Serat Kasar
Trichoderma viride merupakan
Kadar Serat Signifikasi
Hari mikroorganisme penghasil enzim
kasar (α=0,05)
selulolitik. Suryana (2011) dalam
8 2,21 a
penelitiannya menyatakan bahwa
4 2,38 b
Enzim selulase yang dikeluarkan oleh
0 2,73 c mikrobia tersebut akan mendegradasi
selulosa menjadi gula.

9
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911

Tabel 5 Hasil Uji Jarak Duncan Jadi sebelum dijadikan pakan ternak,
untuk Pengaruh Dosis terhadap diperlukan cara-cara untuk
peningkatan Kadar Serat Kasar mengurangi atau menghilangkan
Kadar Serat Signifikasi racun tersebut, Kompiang, dkk.
Dosis
Kasar (α=0,05) (1993) menyatakan bahwa
4% 2,31 a kandungan HCN dalam suatu bahan

2% 2,41 b pakan dapat dikurangi atau

3% 2,57 c dihilangkan dengan proses fermentasi


hal ini sejalan dengan Suciati (2012)
dalam penelitiannya bahwa
Sementara itu untuk dosis
perendaman selama 48 jam dengan
meskipun berfluktuasi datanya namun
fermentasi 48 jam pada tempe kacang
ada kecenderungan banyaknya dosis
koro (Canavalia ensiformis) paling
akan menurunkan serat kasar, hal ini
efektif menurunkan kadar HCN
terbukti dengan dosis 4%
sebesar 53,87% dengan
menghasilkan kadar serat yang paling
penurunannya dari 8,78 ppm menjadi
kecil (2,31%). Tingginya dosis
4,05 ppm.
menyebabkan jamur yang bekerja
Oleh karena itu, teknik
dalam fermentasi semakin banyak dan
fermentasi adalah salah satu proses
intensif dalam medegradasi serat
yang sangat tepat dalam mengolah
sehingga menurunkan kadar serat.
limbah padat bioetanol dari singkong
c. Pengaruh Lamanya Fermentasi dan
sebelum diberikan kepada ternak.
Dosis terhadap Penurunan HCN Hasil
Adapun setelah dilakukannya
Fermentasi
fermentasi, hasil rata-rata kadar HCN
Kadar HCN yang terdapat
bioetanol singkong mengalami
didalam limbah bioetanol sebesar
perubahan, berikut data hasil analisis
15,92 mg/kg (Suryani, 2012). Racun
proksimat ditujukan pada tabel 6
sianida (HCN) dapat masuk ke dalam
tubuh ternak melalui saluran
Tabel 6. Kadar HCN (%) Limbah
pencernaan. Dosis yang mematikan
Bioetanol Singkong Hasil Fermentasi
dari sianida adalah antara 0,5 – 3
mg/kg bobot tubuh (Cheeke, 1985).

10
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911

Berdasarkan Dosis Mikroba dan Tabel 7 Uji Jarak Duncan Pengaruh


Lamanya Fermentasi Hari terhadap Kadar HCN.
Lamanya Signifikasi
Dosis Rata- Hari Kadar HCN
Fermentasi (hari) (α=0,05)
(%) rata
0 4 8 8 0 a
2 13,35 2,67 0 5,34 4 2,23 b
3 12,76 2,67 0 5,14 0 12,73 c
4 12,08 1,34 0 4,47
Rata-rata 12,73 2,23 0 Dari hasil uji jarak Duncan
diketahui bahwa pada hari ke-0 kadar
Dari data analisis proksimat di HCN sebesar 12,73% dan terjadi
atas menunjukkan bahwa kadar HCN pernurunan pada fermentasi hari ke-4
pada limbah bioetanol singkong hasil menjadi 2,22% dan turun kembali
dari fermentasi mengalami penururnan menjadi 0,00% pada fermentasi hari
dari hari ke hari, pada dosis mikroba ke-8, sedangkan untuk dosis bisa
2% kadar HCN limbah bioetanol terlihat pada tabel 8 berikut :
singkong pada fermentasi hari ke-0
sebesar 13,35% menurun pada Tabel 8 Uji Jarak Duncan Pengaruh
fermentasi hari ke-4 sebesar 2,67% Dosis terhadap Kadar HCN
dan pada fermentasi hari ke-8 kadar Signifikasi
HCN menjadi 0%, untuk dosis 3% Dosis Kadar HCN
(α =0,05)
kadar HCN pada hari ke-0 sebesar 4% 4,47 a
12,76% kemudian pada hari ke-4
3% 5,14 b
menjadi 2,67% dan di hari ke-8 turun
2% 5,34 b
menjadi 0%, sedangkan untuk dosis
4% kadar HCN pada hari ke-0 yaitu
Tabel 8 menunjukan bahwa pada
12,08% mengalami penurunan pada
dosis 2% kadar HCN limbah padat
fermentasi hari ke-4 menjadi 1,34%
bioetanol sebesar 5,34% sedangkan
dan turun kembali menjadi 0% pada
untuk dosis 3% kadar HCN sebesar
fermentasi hari ke-8.
5,14% dan untuk dosis 4% kadar

11
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911

HCN sebesar 4,47% hal ini KESIMPULAN


menunjukan bahwa semakin dosis Berdasarkan penelitian maka dapat kita
tinggi kadar HCN semakin rendah. simpulkan bahwa :
Pada proses penelitian fermentasi 1. Penggunaan konsorsium
ini menghasilkan rata-rata pH sekitar Saccharomyces cerevisiae dan
4,7 dalam waktu 8 hari. Askurrahman Trichoderma viride dalam fermentasi
(2010) menyampaikan bahwa dalam limbah padat bioetanol dari singkong
aktivitasnya pembentukan HCN relatif dapat meningkatkan
secara enzimatis oleh enzim kandungan protein dari 2,47%
linamarase memiliki kondisi optimum sebelum fermentasi menjadi 2,91% -
pada pH sekitar 6, dan waktu Inkubasi 4,88% setelah fermentasi dan
sekitar 3 jam. Maka dengan kondisi menurunkan kadar serat kasar dari
pH yang tidak optimum 2,65% menjadi 2,50% - 2,07% setelah
memungkinkan mempengaruhi fermentasi serta dapat menurunkan
aktivitas linamarase dalam kadar HCN dari 15,92 mg/kg menjadi
pembentukan HCN yang mengalami 13,73 mg/kg – 0,00 mg/kg setelah
penurunan dan semakin lama akan fermentasi.
semakin hilang. 2. Lamanya hari fermentasi
HCN bersifat volatil yang mudah berpengaruh kepada kandungan
menguap pada suhu ruangan karena nutrien dan konsentrasi HCN, dimana
mempunyai titik didih rendah yaitu semakin lama hari fermentasi
25,70oC (Pembayun, 2008). Pada meningkatkan kadar protein, namun
proses fermentasi yang dilakukan menurunkan serat kasar dan
menghasilkan rata-rata panas sekitar konsentrasi HCN terutama pada hari
34oC, proses pemanasan ini ke-8.
menyebabkan linamarin banyak yang 3. Dosis inokulum yang terbaik dalam
rusak dan hidrogen sianidanya banyak peningkatan kadar protein,
yang terbuang keluar sehingga HCN penurunan serat kasar dan konsentrasi
pada limbah padat bioetanol HCN adalah dosis 4%.
berkurang bahkan sampai hilang. 4. Terjadi adanya interaksi antara lama
hari fermentasi dengan dosis

12
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911

inokulum konsorsium jamur Deacon, J.W. 1997. Mikologi Modern.


Saccharomyces cerevisiae dan Blackwell Science. New York. 303
Trichoderma viride pada serat kasar Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan.
dan konsentrasi HCN. Deperemen Pendidikan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi PAU
Saran angan dan Gizi Yogyakarta.
1. Untuk penelitian lebih lanjut Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis dalam
sebaiknya ditambahkan nitrogen dan Penelitian Percobaan. Tarsito,
sulfur pada media fermentasi terhadap Bandung.
peningkatan kandungan nutrisi Kompiang, i.p., j. Darma, t. Purwadaria dan
limbah padat bioetanol. supriyati, 1993. Laporan Tahunan
2. Lamanya hari fermentasi sebaiknya Proyek P4N-Balitnak. No:
perlu ditambahkan untuk menurunkan PL.420.205.6413/P4N. Balai
kadar serat kasar. Penelitian Ternak, Bogor.

Pembayun, R. 2008. Hydro Cyanic Acid and


DAFTAR PUSTAKA
Organoleptik Test on Gaddung
Instant Rice from Various Method of
Ahmad, Riza Zaenudin. 2005. Pemanfaatan
Detefication. Proseding Seminar
Khamir Saccharomyces cerevisiae
Nasional Industri Pangan
untuk Ternak. [Jurnal].Bioteknologi
Balai Penelitian Veteriner Bogor. Saono, S. 1976. Pemanfaatan Jasad Renik

Askurrahman. 2010. Isolasi Dan dalam Pengolahan Hasil Sampingan

Karakterisasi Linamarase Hasil Atau Sisa-sisa Produk Pertanian.

Isolasi Dari Umbi Singkong (Manihot Jakarta: Berita IPTEK.

Esculenta Crantz). Jurnal Pertanian Suciati, A. 2012. Pengaruh Lama

Universitas Trunojoyo. Perendaman Dan Fermentasi

Cheeke, p.r. And l.r. Shull. 1985. Natural Terhadap Kandungan Hcn Pada

Toxicant in Feed and Poisonous Tempe Kacang Koro (Canavalia

Plants. Jurnal. AVI Publishing Ensiformis L). Jurnal Universitas

Company. Hasanuddin. Makassar.

13
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911

Suryani, Y. 2012. Biokonversi Limbah Padat


Pengolahan Bioetanol Dari Singkong
Oleh Saccharomyces cerevisiae,
Trichoderma viride, Aspergillus niger
dan Konsorsiumnya Menjadi Pakan
Domba. [Disertasi]. Program
Pascasarjana UNPAD. Bandung
Suryana, U. Atmomarsono dan E. Supriyatna.
2011. Peningkatan Nilai Kecernaan
Protein Kasar Dan Lemak Kasar
Produk Fermentasi Campuran
Bungkil Inti Sawit Dan Dedak Padi
Pada Broiler. Jurnal Peternakan vol.1
No.3. Program Doktor Ilmu
Peternakan Universitas Diponegoro.
Semarang.
Winamo, F.G dan S. Fardiaz. 1980.
Biofermentasi clan Biosintesa
Protein. Angkasa. Bandung.

14
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911

Lampiran

Gambar 1. Zona Gambar 2. Zona Gambar 3. Zona


bening selulase Gambar 4. Zona bening
bening amilase bening selulase
S.cerevisiae amilase T.Viride
S.cerevisiae T.Viride

Gambar 5. Sebelum Gambar 6. Setelah Gambar 7. Fermentor Gambar 8 Setelah


Fermentasi Fermentasi Fermentasi hari ke-8

15

Das könnte Ihnen auch gefallen