Sie sind auf Seite 1von 25

ISU GENDER DALAM PROFESI Katakunci: Gender, Profesi, Public Relations,

Jakarta, Isu.
PUBLIC RELATIONS DI
INDONESIA
Dio Herman Saputro1 Satya Candrasari2 THE ISSUES OF GENDER IN
INDONESIAN PUBLIC
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas RELATIONS PROFESION
Industri Kreatif, Institut Teknologi dan
Bisnis Kalbis ABSTRACT

Public relations in Indonesia still often perceived as


ABSTRAK female profession and suited for women so then this
profession is slow down and degradation. Gender is
Profesi public relations di Indonesia sering kali became a host issues in this problem. The study of
dipersepsikan sebagai profesi kewanitaan dan gendered issues in public relations have concducted
cocok untuk perempuan sehingga profesi ini by reseacher from the part of the world have already
mengalami perlambatan dan degredasi. Gender showed inequality gender phenomenon. This
menjadi isu hangat dalam masalah ini. Penelitian research tries to disscuss gender study in the domain
tentang isu gender dalam public relations yang
of public relations in Indonesia with literarure review
pernah dilakukan oleh peneliti di beberapa
data collecting. The Results show that gender issues
belahan dunia sudah menunjukkan gejala
in public relations profession have to keep
inequality. Penelian ini mencoba mendiskusi
monitored because it has already demonstrated
studi gender dalam ranah public relations di
Indonesia dengan teknik pengumpulan data discrmination gender and degrated to the public
literature review. Hasil kajian peneliti relations profession.Many parties that responded to
menujukkan bahwa isu gender dalam profesi the gender problems because of just the different
public relations harus terus dimonitor karena perception but the development of public relations
sudah menunjukkan gelaja-gelaja diskriminasi profession also is influenced by the structure national
gender dan degredasi terhadap profesi public culture, type and field of industry and bussiness
relations. Banyak pihak yang menanggapi needs.
permasalahan gender hanya karena perbedaan
persepsi namun perkembangan profesi public Keywords: Gender, Profession, Public
relations juga didorong oleh faktor struktur Relations, Jakarta, Issues
budaya nasional. Jenis dan bidang industri,
kebutuhan bisnis.

1
Korespondensi: Dio Herman Saputo, S.I.Kom,
M.I.Kom, staf pengajar di Program Studi Ilmu
Komunikasi, Institut Teknologi dan Bisnis
Kalbis, Jalan Pulo Mas Barat Kav. 22, 13210,
Email: dio.saputro@kalbis.ac.id.
2
Korespondensi: Satya Candrasari, S.I.Kom,
M.I.Kom, staf pengajar di Program Studi Ilmu
Komunikasi, Institut Teknologi dan Bisnis
Kalbis, Jalan Pulo Mas Barat Kav. 22, 13210,
Email: satya.candrasari@kalbis.ac.id

1
PENDAHULUAN sistem partiarki seperti yang terjadi di
Menurut Mansour Fakih dalam Indonesia dan dunia serta tak lepas dari
buku yang berjudul Analisis Gender dan faktor histroris penjajahan, peradaban
Transformasi Sosial (Fakih M. , 2001, p. 8) manusia, dan struktur budaya yang ada
mendefinisikan gender sebagai perbedaan dalam masyarakat (Nadyazura, 2016).
perilaku antara pria dan wanita yang Gender tidak hanya
dikontruksi secara sosial dan bukan kodrat membincangkan soal streotype yang tidak
dari Tuhan. Seperti yang diungkapkan dan adil antara pria dengan wanita namun juga
dipertegas oleh Oakley seperti yang dikutip masalah-masalah seperti kesehatan
oleh (Fakih M. , 2002, p. 171) dalam buku reproduksi, hak-hak asasi perempuan dan
yang berjudul Sex, Gender, and Soceity laki-laki, pernikahan dini, perdagangan
menekankan bahwa gender sebagai manusia, citra perempuan dalam media
perbedaan sex bukan berdasarkan biologis massa, isu-isu feminisme dan diskriminasi
dan juga bukan kodrat Tuhan. Gender gender dalam ekonomi, politik, budaya, isu-
dikontruksi lewat proses sosial budaya yang isu tentang lesbian, seksulitas dalam wacana
panjang . Contoh sederhana tentang gender periklanan dan dunia perfilman. Saat ini
dalam kehidupan sehari-hari misalnya laki- gender menjadi multidisplin ilmu yang
laki sejak kecil diajarkan untuk menjadi bersinggungan dengan cabang ilmu-ilmu
maskulin dengan atribut mainan mobil- lainnya termasuk juga public relations.
mobilan, laki-laki harus menyukai warna Kajian gender dalam perspektif penelitian
biru, sedangkan wanita diharuskan bermain public relations sudah banyak diteliti oleh
boneka, masak-masakan, dan menyukai beberapa peneliti di Eropa dan Amerika
warna pink. Hal-hal ini yang membuat seperti (Verhoeven & Aarts, 2010), (Van &
gender terintenalisasi menjadi streotype Elving, 2007), & (Tsetsura, 2014) dan di
antara pria dengan wanita. Pria harus kuat, Indonesia sendiri menurut hasil catatan
tidak boleh menangis, sosok pemimpin, historis penelitian kajian ini pertama kali
sementara wanita harus bicara lembut dan dilakukan oleh Deborah N. Simorangkir
bertingkah laku feminim. Sejarah pada tahun 2009. Para peneliti membahas
perkembangan gender menjadi ilmu aspek gender dalam kehumasan ditinjau dari
pengetahuan seiring dengan timbulnya aspek kredibelitas PR perempuan dari gaya
berbagai masalah yang kompleks akibat komunikasi kepemimpinan PR wanita,

2
kelebihan aspek feminim dari praktisi PR dipilihnya perempuan sebagai seorang PR
wanita yang menguntungkan industri, dan karena wanita lebih sensitif, supel, dan
dampak feminisasi pada praktisi PR. persuasive daripada pria (Warta ekonomi,
Public relations dilebeli sebagai 1990). Persepsi perempuan sebagai sosok
profesi gender dan feminim terjadi sejak PR yang ideal karena perempuan dilabeli
tahun 1990 (Verhoeven & Aarts, 2010). sebagai sosok yang empati, luwes, sosok
Bagaimana tidak, profesi ini kerap pendengar yang baik, dan multi tasking
didominasi oleh perempuan ( (Grunig, Toth, (Probert, 1997) yang dimanfaatkan untuk
& Hon, 2001) seperti yang ditulis oleh (Rea, kepentingan perusahaan sehingga wajah
2002). Menurut survey dari PRSA, 70% Public relations menjadi wanita (Rea, 2002).
anggota asosiasi hubungan masyarakat di Fenomena feminisasi bukan semata-mata
Amerika kebanyakan adalah perempuan persoalan rasio antara pria dan wanita
(Aldoory & Toth, 2002) & (Verhoeven & namun lebih mengarah pada hegemoni
Aarts, 2010). Di Indonesia sendiri belum ada feminisme yang dimanfaatkan kaum
data yang resmi tentang rasio PR pria dan kapitalis dalam mengkontruksi figur PR
wanita di Indonesia pada 5 tahun terahir. dalam dunia industri demi kepentingan
Namun di Indonesia, profesi public relations bisnis. Feminisasi pada diri praktisi PR
sering dianggap profesi yang cocok untuk perempuan memiliki dampak positif dan
wanita (Simorangkir, 2009:1). Pendapat negatif. Dampak positifnya praktisi PR
Simorangkir diperkuat dengan adanya fakta perempuan dapat kesempatan berkarir yang
dari pada tahun n1990 MPR consultant sama dengan pria, mendapatkan remunerasi
menyatakan bahwa 12 dari 17 perusahaan yang tinggi, dan jenjang karir yang
PR di Indonesia dibawah kepemimpinan menjanjikan. Disatu sisi wanita eksplotasi
perempuan (Warta Ekonomi, Edisi kecantikan, tubuh, dan seksualitas wanita
September, 1990). serta perilaku yang komunal dan feminim
Banyaknya perempuan yang dianggap keterampilan khusus bagi wanita
memilih untuk menjadi karena rintangan yang memang natural (Wood, 2005), untuk
yang tidak sesulit profesi lainnya dan memperlancar bisnis di dunia industri.
mereka dapat mencapai profesional status ( Image profesi PR menjadi sosok yang
(Grunig, Toth, & Hon, 2001), dalam lembut dari sekedar menanggung tanggung
Simorangkir, 2009;5). Di Indonesia sendiri jawab yang berat sebagai fungsi menejemen

3
di perusahaan (Toth, 2001). Tulisan ini perkembangan sejarah teoritis dan praktek
mencoba mengkaji perkembangan isu public relations terbagi atas lima periode.
gender dalam dunia kehumasan di Indonesia Periode pertama dimulai pada saat praktisi
dilihat dari segi histroris, peran praktisi PR PR setuju apabila praktek modern sama usia
wanita dalam dunia industri, diskrimnasi dengan NKRI (Dahlan, Mei 1978, p. 7) &
gender, teori komunikasi gender dalam (Putra, 2008). Public relations menjadi figur
Public Relations, dan perkembangan riset- yang sangat penting dalam propaganda
riset seputar isu gender dalam dunia public deklrasi kemerdekaan Indonesia. Periode
relations di Indonesia. kedua prakek publik relations sudah mulai
dipergunakan sebagai metode perencanaan
METODE PENELITIAN operasional kegiatan komunikasi perusahaan
Untuk mengkaji perkembangan isu- seiring dengan tumbuhnya berbagai
isu gender dalam public relations di perusahaan multinasional yang mendirikan
Indonesia lebih komprehensif dan mendalam PR in House/divisi Humas internal seperti
maka pendekatan dalam paper ini melalui Garuda Indonesia, PT. Caltex. Pada periode
kualitatif. Adapun metode yang digunakan ke dua ini aktivitas PR lebih banyak
yaitu analisis sintesa kualitatif dengan bergerak pada aktivitas publikasi.
mengumpulkan kajian teoritis yang relevan Peningkatan permintaanm perekrutan tenaga
dengan penelitian ini kemudian diambil public relations di sejumlah perusahaan juga
suatu kesimpulan. Teknik pengumpulan data didorong pertumbuhan penanaman investor
dilakukan oleh peneliti dengan literature asing di Jakarta sebagai pusat bisnis serta
review, observasi, dan wawancara dengan berdirinya PERHUMAS dan
tiga orang praktisi PR. BAKOHUMAS (Robinson, 1990), lihat
(Putra, 2008). Periode ketiga tidak terlepas
HASIL DAN PENELITIAN dari faktor sejarah perkembangan politik
zaman Soeharto dan kebijakan publik
Sejarah Historis dan Praktek Public perekonomian yang menjadi cikal bakal
Relations di Indonesia perkembangan profesi dan kajian public
Menurut Putra (2008) mengutip dari relations di Indonesia. Periode keempat,
buku Practising Public Relations yang banyak ageny/perusahaan PR berdiri seperti
ditulis oleh (Quarles & Rowlings, 1993), Fortune, berdirinya organisasi APRI

4
(Asosiasi Perusahaan PR Indonesia), pemahaman PR. PR hanya dipandang
semakin banyaknya perusahaan yang sebagai sebuah profesi pemanis di
didorong oleh kebijakan ekonpmi dan PR perusahaan-perusahaan.
sudah mulai dipandang sebagai sebuah
profesi dibuktikan dengan adanya makalah Peran Praktisi Public Relations
dari International Public Relations Perempuan di dunia Industri di Indonesia
Association (IPRA) (dalam Putra, 2008). Menurut Cultip dan Center (Broom &
Sha, 2013, p. 55) dalam buku yang berjudul
Pada periode ini terdapat sebuah
Cultip & Center’s Effective Public Relations
survey dari MPR PR consultant yang
mengidentifikasikan empat peran public
menyatakan bahwa pada tahun 1994 38 dari
relations dalam perusahaan terdiri dari dari
24 perusahaan PR dipimpin oleh wanita
empat yakni; 1) Expert Prescriber adalah
(MPR Consultant, (Putra, 2008). Ditambah
seseorang PR yang berperan sebagai
lagi dengan pernyataan Khasali pakar
konsultan yang bertanggung jawab untuk
menejemen komunikasi pada tahun 1994
menganalisis masalah-masalah korporasi,
juga ditemukan bahwa 12 dari perusahaan
merancang, dan bertanggung jawab terhadap
yang terdapat dalam list anggota APRI
pelaksanaan program PR di perusahaan. 2)
dibawah kepemimpinan wanita. Faktor
Communication facilitator yaitu praktisi PR
pertimbangan yang menjadi alasan mengapa
berperan sebagai penyedia informasi yang
harus wanita sebab wanita lebih terampil
berkaitan dengan perusahaan untuk
bernegoisasi dan pandai membujuk klien
didistribusikan kepada audience. Seseorang
dari pada pria (Warta Ekonomi, September,
praktisi PR yang berperan sebagai
1990). Hal ini yang kemudian menimpulkan
communication facilitator juga berfungsi
persepsi dalam benak orang awam bahwa
sebagai penghubung, penterjemah, dan
sosok PR adalah wanita yang kemudian
sebagai mediator antara organisasi atau
menjadi cikal bakal feminisme dan kajian
perusahaan dengan audience. 3) Problem
PR di Indonesia muncul. Wanita yang
solving fascilitator yaitu ketika seseorang
bekerja sebagai PR dinilai lebih cocok atas
praktisi bekerja di perusahaan ia bekerja
dasar alasan gender yang dikontruksi oleh
sama dengan pihak menejemen internal
masyarakat sosial budaya Indonesia.
perusahaan untuk menyelesaikan masalah-
Persepsi PR sebagai profesi wanita akibat
masalah yang berkaitan antara komunikasi
dari faktor historis yang salah tentang

5
korporasi dengan siklus kehidupan dominant gender mereka dalam organisasi
perusahaan. 4) Communication tehnician namun secara kualitatif ternyata memiliki
yaitu seseorang praktisi PR yang tugasnya kolerasi yang kuat. Untuk mendapatkan
hanya menerima perintah dari atasan untuk kepatuhan dari bawahannya praktisi PR
menulis dan mengedit press release, merilis tidak selalu bersikap dan berperilaku sesuai
website dan annual report, mempersiapkan dengan gender mereka. Proposisi ini
pidato, dan serangkaian pekerjaan pekerjaan diperoleh dari perspektif feminis radikal dan
teknis. feminis liberal. Hasil observasi dan
Data penelitian dari Broom dan wawancara penulis dengan tiga praktisi PR
Dozier (Seperti yang disebutkan oleh konsultan ternyata membuktikan bahwa
Creedon, 1991, dalam (Kurnia & Putra, gender secara situasional masih
2004) mengemukakan bahwa pada tahun mempengaruhi peran praktisi PR dalam
1979-1985, sebanyak 52% praktisi PR perusahaan, misalnya ketika terjadi krisis
perempuan berperan sebagai teknisi yang ditampilkan sebagai pembicara adalah
komunikasi sedangkat yang menduduki perempuan. Perusahaan percaya bahwa
sebagai menejer public relations hanya 19%. konsep feminimes seperti fisik yang
Hal ini menunjukkan bahwa memang menarik, wajah yang menawan dalam
profesi PR didominasi oleh wanita namun balutan make up, beratribut komunal yang
status dan peran mereka masih dibawah secarea alami ada pada perempuan seperti
subdordinasi pria (Dozier & M, 1988). Di tidak memikirkan diri sendiri (peka terhadap
Kanada juga menunjukkan gelaja yang sama masalah-masalah yang dialami oleh orang
dimana PR wanita sebagaian besar mereka lain), emosional, peduli, rendah hati, dan
juga sebagai teknisi komunikasi hanya persuasif dapat membantu untuk mengubah
sedikit yang mendapatkan kesempatan untuk persepsi publik dengan audience.
menjadi seorang manager. Di Indonesia Perempuan kredibelitas lebih dipercaya pria
sendiri kajian tentang korelasi pengaruh dibandingkan dengan pria (Verhoeven &
peran praktisi PR terhadap gender praktisi Aarts, 2010). Walaupun demikian peran
sudah pernah dilakukan oleh Deborah N. gender tersebut bersifat mencair dan
Simorangkir pada tahun 2009. Secara tergantung kondisi dan situasi perusahaan
kuantitaif menunjukkan tidak ada pengaruh apakah dalam keadaan kritis atau tidak. Jika
yang signifikan antara peran PR terhadap perusahaan dalam keadaan sedang tidak

6
krisis baik wanita dan pria berperilaku komunal dalam siatusi tidak krisis.
sesuai dengan gendernya. Wanita dapat Terlihatnya indikasi keseteraan gender.
bersikap seperti pria yaittu tegas dan
rasional dalam mengambil keputusan saat Teori-teori Gender Komunikasi Pada
krisis ataupun juga menonjolkan atribut Studi Public Relations
Isu-isu gender dan feminisme maka sering kali gender disamakan dengan
menjadi sangat krusial dalam studi public sex atau jenis kelamin. Kolerasio Gender
relations sehingga tidak mungkin figur dalam public relations merupakan cikal
public relations tidak dikonstruksi tanpa bakal dari pemikiran Anne Summer (1975 &
adanya sentuhan gender (Daymon & 1994), seorang feminist dari Australia dalam
Demetrious, 2010). Dengan sentuhan gender buku yang berjudul “Damned Whores and
dan feminisme pemahaman profesi public God’s Police” yang secara garis besar
relations sebagai profesi genderistik akan memaparkan bahwa keterbatasan pilihan
membawa pada arah pemahaman bagaimana pada wanita karena polarisasi streotype
gender ditransformasi, dieksekusi, dan seksualitas, wanita selalu dipandang dari
serangkaian tantangan bagi praktisi PR segi perbedaan peran gender and
perempuan dalam menghadapi masalah- ketidaksertaraan dalam hal sex. Perbedaan
masalah ketidakseteraan. Gender dalam tersebut tidak kemungkinan disebabkan oleh
kehumasan bukan hanya persoalan menjadi semantik, sehingga gender perluh secara
pria atau pun wanita namun penyangkut netral (1994, seperti yang dikutip oleh
bagaimana praktek negoisasi, konstruksi (Daymon & Demetrious, 2010). Pakar
peran, dan penampilan idemntitas gender feminisme tidak hanya mengkaji masalah
maskulin atau feminim. Gender berubah perbedaan gender, etnis, dan kelas namun
menjadi problemtais karena menyangkut juga feminisme itu sendiri. Pemahaman
psikologi, perbedaan peran pria dan wanita tentang kajian feminisme maka akan
yang disebabkan karena perbedaan budaya membantu dalam memahami dan
serta mengarah pada maskulinitas dan menganalisis masalah-masalah gender
feminitas (Smith, 2009, dalam (Daymon & dalam ruang lingkup public relations.
Demetrious, 2010). Dibagian sub line ini penulis akan
Kenyataan bagi orang yang tidak membahas kolerasi teoritis feminisme dan
memiliki kawawasan tentang wacana gender gender dengan public relations.

7
Feminisme Liberal dan Radikal dengan pria pada aspek pekerjaan untuk
Feminisme dapat dipandang dan mendap
dipahami sebagai gerakan perjuangan yang
fokus pada kesenjangan sosial, politik, dan atkan dan mencapai kesetaraan
ekonomi termasuk bentuk perlawanan gender. Feminisme liberal mengavokasi
melawan diskriminasi terhadap perempuan. kesetaraan perempuan dalam semuah aspek
Teori feminis sering dipergunakan untuk bidang personal, public, dan kehidupan
mengkaji masalah latar belakang professional karir. Ideologi feminis liberal
kesejenjangan gender, keseteraan gender, menganspirasi wanita untuk mempunyai
dan identitas gender yang perlu dikritik. pilihan hidup dan kesetaraan sebelum
Moden feminisme sudah menikberatkan hukum (Humm, 1995 seperti yang dikutip
pada permasalahan seputar kesehatan oleh (Daymon & Demetrious, 2010). Aliran
reproduksi perempuan, aborsi, KDRT, feminsime liberal percaya bahwa sex
tindakan kekerasan di tempat kerja, dan biologis bukan hanya faktor yang
pemerkosaan. Menyangkut dunia industri mendefinisikan identitas sosial dan hak
para feminis juga masih memperjuangkan ekonomi pribadi. Feminist pada aliran ini
keadilan dalam gaji, remunerasi, dan Perkembangan feminis liberal juga muncul
kebebasan wanita dari diskriminasi didorong oleh fenomena penindasan
(Simorangkir, 2010). Feminist yang terhadap wanita yang berada dalam sistem
manganut paham liberal memandang bahwa partiarki kemudian dari situ menjadi etalase
interaksi personal antara pria dan wanita teori marxist. Aspek penindasan terhadap
sebagai awal proses transformasi masyarakat perempuan yang paling diperjuakan dan
menuju keadilan gender. disuarakan seperti pembagian status
Menurut Hooks (1984) dalam buku pembagian kerja sebagai sentral fitur
yang berjudul Feminist Theory from margin kapitalisme (Naples, 2007, pp. 579-589).
to center memandang bahwa isu-isu yang Selain feminisme liberal terdapat
diperjuangkan oleh para pengikut paham aliran feminisme radikal, para pengikut
feminisme liberal adalah kekerasan seksual, paham feminis radikal menekankan pada
repduktif, aborsi, voting, dan pendidikan. aspek hirarki seksis yang dipelopori oleh
Perempuan diposisikan sosok yang setara kaum kapitalis menjadi hal yang utama
faktor menindasan terhadap perempuan.

8
Feminisme radikal menilai bahwa wanita tidak dapat memihak sehingga hal ini
penindasan dan ketidaksetaraan gender menjadi sarana untuk mengsubordinasi
disebabkan oleh autoritas pria dan struktur wanita (Bryson, 2003:162). Teori feminis
kekuatan serta wanita menjadi sosok yang liberal dan radikal bertolak belakang dengan
tidak memiliki kekuatan akibat dari teori feminis postmodern, yang menentang
penindasan yang terus menerus dan sistem esensialisme dan keterbatasan dalam
dominasi yang berkembang terus menerus memahami perempuan sebagai kelompok
selama nilai sistem tersebut ada maka universal atau terpadu (Rosser, 2007). Dr.
masyarakat tidak mampu untuk bereformasi phill. Deborah N. Simorangkir, pernah
dengan cara yang signifikan. Radikal menerapkan teori feminisme liberal dan
feminisme menganggap bahwa kapitalisme feminisme radikal pada penelitian yang
sebagai hambatan dalam melawan mengkaji masalah feminisasi public
menindasan terhadap perempuan seperti relations di Jakarta pada tahun 2009, hasil
yang dikatakan oleh (Echol, 1990) yang pemikirannya bahwa terdapat tantangan bagi
memaparkan bahwa untuk melawan PR perempuan untuk menempati jabatan
dominasi terhadap pergerakan kebebasan manegerial karena masih adanya sistem
wanita dengan cara merekontruksi budaya parthiarki dalam perusahaan dan
masyarakat untuk mencapai tujuan. anggapan stereotype yang buruk tentang
Kelompok feminis radikal menolak gaya kepemimpinan perempuan misalnya
feminis liberal mengenai perbedaan wanita perempuan dianggap tidak mampu berakting
daengan pria ditinjau dari segi essensial dan seperti seorang pemimpin karena perempuan
hidup pada sistem patriarki yang sudah dinilai sebagai sosok yang emosional, tidak
tertanam sejak dulu. Penindasan terhadap berfikir logis, dan lambat dalam
wanita dapat dilihat menjadi hal yang utama, pengambilan keputusan. Walaupun
panjang, dan penindasan yang mendalam demuikian masih ada kesempatan dan
(Jagger, 1983). Menurut (Daymon & peluang bagi praktisi perempuan untuk
Demetrious, 2010) para feminis yang berada setara dengan praktisi PR pria dalam dunia
dalam aliran feminis radikal mengkritik industri bisnis sebab para praktisi PR
feminis liberal bahwa pemikiran aliran perempuan menilai bahwa dunia industri
feminis liberal terlalu sempit dan terisolasi membutuhkan mereka karena mereka
dalam sistem parthiarki yang membuat memiliki kemampuan wajib yang harus ada

9
dalam diri seorang praktisi PR perempuan ini masuk dalam tradisi sosiokultur yang
yang tidak dimiliki oleh pria seperti membahas mengenai pemaknaan penafsiran
kemampuan komunikasi yang handal dan yang dikonstruki dalam pelaku sosial seperti
menegerial skills, detailed oriented, tidak organisasi, perusahaan, komunitas, dan
egosentris, dan lebih intuisi dari pada pria. kelompok sehingga hasilnya akan
Kemampuan PR perempuan tersebut berdampak pada kehidupan organisasi.
dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis Penfasiran terhadap suatu makna secara
industri dan menunut wanita untuk setara langsung merupakan refleksi dari nilai,
dengan PR. norma, budaya, dan praktek yang diterima
dan titolak oleh seperti organisasi,
Teori Konstruksi Realitas Sosial dalam perusahaan, komunitas, dan kelompok
Public Relations. (Little, Foss, & Oetzel, 2017).
Perbedaan peran gender tak terlepas Ada tiga aspek yang ditonjolkan dari
dari kontruksi masyarakat sosial budaya tiga teori ini yaitu; 1)pengetahuan yang
setempat oleh karena itu peran gender yang diperoleh dari analisis phenomenolog,
tidak adil dan menindas perempuan terhadap maksud dari pernyataan ini adalah
wanita agar bisa sejajar dengan pria dikritik pengetahuan seseorang tentang sesuatu
oleh para feminis sehingga perlunya penulis objek ditentukan oleh lingkungan sosial.
menjabarkan pemikiran Peter L. Beger, Realitas sosial dikontruksi sosial budaya. 2)
seorang sosiolog, lewat karya ilmiah tentang masyarakat sebagai kenyaataan objektif.
teori kontruksi realitas sosial yang Dalam pernyataan ini Individu melakukan
menjadi framework untuk menganalisis eksternalisasi atau penguingkapan secara
peran gender praktisi PR pria dengan wanita subjektivis melalui serangkai aktivitas.
yang dikontruksi oleh perusahaan, industri, Aktivitas ini disebut dengan habitualisasi
dan invidu PR itu sendiri. Teori kontruksi (Samuel, 2012) kemudian para pelaku
realitas sosial berfokus pada penafsiran aktivitas tersebut mengalami proses
pemaknaan yang dikontruksi dan implikasi tipifikasi sehingga munculnya pranata
teori ini ada pada aspek kehidupan sosial. Pranatas sosial diwariskan dari
organisasi (aturan, norma, dan nilai serta generasi ke generasi lain dan dan menjadi
perilaku organisasi yang diterima) ( (Little, acuan pola tingkah laku yang diakui dan
Foss, & Oetzel, 2017, pp. 117-1118). Teori diterima oleh kelompok sosial setempat.

10
Masyarakat menurut Berger adalah disebarluaskan kepada orang lain. Ketiga
keseluruhan akumulasi pengalaman individu proses tersebut saling berkaitan satu sama
yang utuh. 3) masyarakat sebagai kenyataan lain, tidak bisa terpisahkan, dan terjadi
subjektif. Point ketiga ini menurut pemikiran secara dialektivis diri sendiri dengan
Berger dapat menjembatani antara masyarakat (lingkungan sosialkultural) (
fungsionalisme yang menjadi titik tolak (Karman, 2015) Oleh karena itu teori ini tak
masyarakat dan interaksionalisme yang terlepas dari analisis sosiologis akibat buah
merupakan titik tolak individu. Menurut dari proses penafsiran makna dari para aktor
Berger (dalam Samuel, 2012) setiap manusia pelaku sosial dalam gejala sosial (Karman,
yang dilahirkan dalam kondisi tabula rasa. 2015).
Artinya perkembangan biologis dan
psikologis bayi membantu melancarkan
proses internalisasi yang membuat Sehingga dapat disimpulakan
penyerapan realitas objektivif menjadi beberapa inti pokok teori kontruksi realitas
subjektif yang ada pada individu (Karman, sosial menurut pemikiran Berger antara lain
2015). sebagai berikut:
Dengan demikian internalisasi dapat • Setiap manusia memiliki
didefinisikan sebagai proses penerimaan gugus makna dan hidup
definisi situasi institusional. Internalisasi dalam kehidupan yang
dikategorikan menjadi dua yakni primer dan bermakna.
sekunder. Primer menyangkut proses • Makna yang dipahami oleh
pengalaman individu untuk diterima menjadi seseorang individu dapat
anggota masyarakat pada fase kanak-kanak dipahami oleh individu lain.
dan sekunder yang lebih memfokuskan diri • Makna dapat digunakan
pada proses pembelajaran pada aspek secara praktis dan sebagai
pembelajaran kognitif. Dari tahap panduan kehidupan sehari-
internalisasi berkembang menjadi hari. Makna dapat dibedakan
eksternalisasi yaitu ekspresi individu dalam menjadi dua yakni makna
kehidupan nyata. Dari tahapan eksternalisasi interaksi tatap muka dan surat
melahirkan proses objektivisasi yaitu kabar.
aktivitas manusia yang dipersepsikan dan

11
Secara garis besar teori ini termasuk cara berpakaian, berpenampilan,
masyarakat dipandang sebagai realitas dan gaya berkomunikasi dengan pihak
objektif dan subjektif, dimensi masyarakat stakeholder internal dan eksternal.
objektif terdiri dari unsur insititusionalisasi Kemudian dari segi internalisais mereka
dan legitimasi. Dalam aspek subjektivitas merefleksikan penampilan fisik mereka,
masyarakat menggunakan tahapan gaya komunikasi mereka, dan kepribadian
eksternalisasi, internalisasi, dan mereka sesuai dengan identitas brand
objektivisasi. Contoh kasus studi gender perusahaan yang mereka wakili. Pada
dalam kehumasan dari perspektif pemikiran tahapan objektivisasi hasil identitas gender
kontruksi sosial realitas yaitu Saputro (2016) PR mereka disebarluaskan melalui berbagai
pernah meriset tentang peran gender praktisi aktivitas kehumusan yang kemudian
PR wanita dan pria yang dikontruksi oleh menimbulkan persepsi apakah PR itu
perusahaan tempat para praktisi (responden) feminim atau maskulin. Teori ini terlalu
bekerja. Metode yang digunakan adalah kompleks menggambar fenomena kontruksi
studi kasus dengan tipe embedded. Hasil identitas gender pada praktisi PR dan
studi menujukkan bahwa peran praktisi perlunya teori komunikasi gender yang
perempuan dalam perusahaan dikontruksi khusus mengkaji peran praktisi gender dari
sebagai sosok penasehat perusahaan yang perspektif gender praktisi PR.
memiliki kepribadian yang maskulin, logis, Efek dari kontruksi gender berimbas
rasional, pemimpin, dan sosok yang bisa pada power relation dan privilage antara pria
diandalkan oleh perusahaan dan CEO. dan wanita serta juga bagaimana kontruksi
Wanita sudah dianggap setara dengan pria. peran gender juga bagian dari permainan
Walaupun demikian gender masih sosial, budaya, dan institusi praktisi tempat
mempengaruhi peran praktisi PR dalam dimana PR wanita dan PR pria bekerja.
organisasi misalnya ketika terjadi krisis Sebagai sebuah profesi, public relations
yang tampil di depan publik adalah PR yang menampilkan identitas umum dan
wanita yang humanis, persuasif, dan realitas dapat dikontruksi dan dimanipulasi
responsif. Dari tahap eksternalisasi, untuk menghasilkan konsep hegomini yang
perusahaan swasta tempat mereka bekerja kuat (Daymon & Demetrious, 2010), seperti
mensosialisasikan aturan main yang harus misalnya bagaimana identitas feminisme
dijalankan oleh praktisi PR wanita dan pria pada praktisi PR dimanfaatkan dan

12
dieksploitasi demi kepentingan bisnis. PR wanita yang feminim, cantik, dan
Walaupun demikian feminisme tidak selalu berorientasi fisik serta posisi PR hanyalah
menguntungkan praktisi PR wanita dilihat dari sex and body untuk
(Simorangkir, 2009). menyenangkan hati bos yang masih dalam
Peran praktisi PR sebagai pekerja lingkaran kepemimpinan partinalisme.
budaya dalam memproduksi dan reproduksi Selain itu juga kebijakan penerapan budaya
texts media dapat mengakibatkan primordalisme dalam bisnis suatu industri
representasi dan perkembangan norma perusahaan yang merekrut tenaga PR karena
sosial, nilai, dan kepercayaan, serta gender. pertimbangan suku, agama, ras, puritanisme,
Kolerasi gender dengan profesi public dan non-puritanisme.
relations sangat kuat karena bidang Dari situ dapat dilihat masalah gender
pekerjaan ini didominasi oleh pandangan dalam public relations bukan hanya sekedar
fungsionalist. Menurut Gideon (2009, kolerasi gender sebagai refleksi penampilan
seperti yang dikutip oleh (Daymon & dan negosiasi namun juga sebagai domain
Demetrious, 2010) pandangan fungsionalist yang mengatur dan identitas kekuatan
dapat dipahami sebagai masalah dibawah kontruksi sebagai cerminan dari pendekatan
posisi esensial konservatif seperti misalnya fungsionalist yang sengaja menghindari
tantangan untuk mempercayai sebuah ide refleksi yang lebih dalam dan cenderung
tradisi dan peran seks yang mengarah pada mengabaikan masalah gender (Daymon &
rendah status. Di Indonesia sendiri tidak Demetrious, 2010). Masalah-masalah gender
dapat dipungkiri lagi praktisi PR banyak dalam kehumasan yang bisa dikembangkan
digeluti oleh wanita dan sulitnya bagi wanita oleh akademisi komunikasi gender, PR, dan
untuk meraih posisi managerial serta lebih praktisi PR di Indonesia mencakup
banyak wanita yang lebih bekerja sebagai kesenjangan gender dari segi gaji,
teknisi dari pada managerial karena masih kesempatan promosi pekerjaan, sex and
dipengaruhi oleh budaya feodalisme, body image, histroris perkembangan PR
partenalisme, dan primodarisme secara teoritris maupun praktic dan
(Damayanti, 2015) dalam dunia industri. kesalahanpenggunaan istilah PR pada
Partenalisme yang berarti asal bapak senang perusahaan yang masih menggap PR bukan
(karena rata-rata perusahaan dibawah fungsi menejemen, pengaruh peran gender
kemepimpinan pria) mereka mencari sosok terhadap praktek praktisi PR di Indonesia,

13
diskriminasi gender, velvet ghetos, perspektif struktural mengapa individu
parternalisme dalam praktek kehumasan, bersikap sepantas seperti yang mereka
glass ceiling, kolerasi gender praktisi PR cerminkan dalam suatu system social
dengan kelas, ras, seksualitas, dan keluar, mereka. Teori SRT adalah teori sosio
hegemoni identitas gender melalui wacana psikilogis yang menjelaskan perbedaan
dan produk tekstaul serta material, budaya sikap diantara pria dan wanita sebagai hasil
organisasi dalam pembentukan citra diri dari streotype tentang gender yang
profesi PR, komunikasi pendidikan dosen menghasilkan aturan sosial yang kemudian
dengan mahasiswa pada jurusan hubungan diajarkan kepada anak-anak muda (Eagly
masyarakat di universitas dalam A. , 1987). Gender merujuk pada peran pria
mengedukasi isu gender dalam kehumasan dan wanita yang dibentuk sesuai oleh suatu
serta marginisasi gender profesi PR yang masyarakat tertentu.Gender roles are “socially
merupakan kebijakan perusahaan, dan and culturally defined prescriptions and beliefs
ideologi gender pada praktisi kehumasan. about the behaviour and emotions of men and

Untuk dapat mengkaji sejumlah problematis women” (Anselmi & Law, 1998, p. 3). Menurut
Eagly (1987), menawarkan penjelasan untuk
gender diatas dalam praktek kehumasan
perkembangan gender yang didasari pada
seorang peneliti harus mampu menganalisa
sosialisasi. SRT suggests that the sexual division
pemaknaan gender dan bagaimana public
of labour and societal expectations based on
relations dinegoisasi, produksi, dan
stereotypes produce gender roles. Gender
distribusi (Daymon & Demtrious, 2010:4),
stereotypes vary on four dimensions: traits, role
serta ideologi yang dibawah oleh industri behaviours, physical characteristics and
dalam rekontruksi figure gender seorang occupations (Deaux, 1983). Eagly (1987)
praktisi PR. mengembangkan teori ini pada tahun 1980
sebagai teori yang berkaitan dengan gender dan
Teori Sosial Rules Public Relations ditentukan apakah gender itu merujuk pada

Social rules theory diciptakan oleh bilogi atau faktor sosial yang menentukan
bagaimana orang bersikap.
Alice Eagly pada tahun 1987 seorang pakar
sosilogi. Teori ini berfungsi untuk The theory explored the nature or
memahami mengapa gender merupakan nurture question. Even though earlier research
fenomena penting dalam industri public addressed sex differences, their main focus was
relations, teori ini menjelaskan dari on biological differences and early childhood

14
socialization (Dulin, 2007). Therefore, individuals tend to act the
way that these roles imply and as a
Pada penelitian di tahun 1970an, teori result, men and women learn
different skills, thus perpetuating sex
ini telah kuat dikritisi karena ide mereka tentang
differences.
perbedaan jenis kelamin, perkembangan topik 4. Eagly (1997), suggests that beliefs
pada teori ini lambat pada tahun 1980, Eagly about the differences between men
and women can be divided into two
telah mengabdikan dirinya untuk dimensions: communal and agentic.
mengembangkan teori ini dan ia telah Bakan (1966) suggests that agentic
qualities are manifested by self-
mempublikasi sebuah buku di tahun 1987
assertion, self-expansion and the
tentang teori ini. Perbedaan jenis kelamin urge to master and be independent.
menentukan perbedaan sikap sosial: interprestasi Agentic qualities are often attributed
to males. Communal qualities are
sosial. Eagly (1987) lebih lanjut mengexplorasi
manifested by selflessness, concern
aturan sosial yang regulatif perilaku dalam for others and emotional
kehidupan individu dewasa dan melanjutkan expressiveness, commonly associated
with domestic activities, and for the
untuk memperlihtakan bagaimana teori perilaku most part associated with women.
sex-type dapat menjelaskan perbedaan diantara Eagly (1997) uses these dimensions
to differentiate between males and
wanita dan pria. Beberapa asumsi dasar teori ini
females in work and family life.
adalah: 5. Division of labour, according to
Eagly (1987) is the cause of the
1. The social role theory posits that differences between males and
men and women behave differently in females, because women often
social situations and take different assume responsibilities at home, and
roles, because of the expectations men often assume responsibilities
society puts upon them (Eagly, outside the home. Division of labour
1987). gave rise to gender role expectations
2. Social role theory used a structural and sex-based skills and beliefs,
approach to sex differences, rather which in effect produced differences
than a cultural approach. In reality, in social behaviour among males
structural pressures (family, and females. SRT implies that
organisations, and communities) individuals might question the
have caused men and women to capacity of women in particular
behave differently. These positions, such as leadership roles
stereotypical gender roles are because of the stereotypical role
formed by social norms that apply to expectation by society. Straker
people of a certain category or (2008) suggests three common
social position . patterns that correspond to the
3. According to Eagly (1997)), society beliefs about gender. These are:
has shared expectations about women take on more domestic tasks;
women and men. These expectations women and men often have different
form female and male gender roles. occupational roles; and in

15
occupation, women often have lower Dalam profesi public relations
status.
terdapat istilah glass ceiling yang

Beberapa penelitian menggunakan mendisikusikan tentang promosi jabatan

teori ini untuk menangani perbedaan jenis praktisi PR wanita. Menurut Cultip, Center,

kelamin (sex) di beberapa area seperti & Broom (2000) dalam buku yang berjudul

agresif, menolong pria, gaya kepemimpinan, Effective Public Relations memaparkan

etika, dinamika streotype, effective bahwa praktisi public relations perempuan

parenting, parenting, emotional mengalami kesulitan untuk mendapatkan

vulnerability and ethical decision-making ( jabatan pekerjaan yang penting dalam

(Dulin, 2007). Teori ini pernah menejemen perusahaan. Oleh karena itu

didemontrasikan dalam penelitian Gyan mereka lebih banyak berperan sebagai

(2014) di Ghana. Penelitian Gyan bertujuan teknisi yang berdampak pada penghasilan

untuk menganalisis pengaruh gender atau gaji pekerjaan tahunan mereka.

terhadap peran pekerjaan praktisi PR di Beberapa faktor penyebab terjadi penurunan

Negara Ghana khsusnya di Ghana status dan keterbatasan praktisi public

Commercial Bank, the Electoral relations perempuan dalam menjalakan

Commission, dan the University of Ghana. perannya sebagai PR profesional di dunia

Hasil peneliian Gyan menunjukkan bahwa industrui yakni; 1) faktor sosialisasi, 2)

praktisi PR wanita dan pria sama-sama faktor pendidikan, dan 3) faktor kultural.

melakukan peran yang sama. Baik sebagai Pada faktor utama yaitu faktor

menejerial maupun teknisi akan tetapi dalam sosialisasi tak terlepas dari posisi perempuan

melakukan peran sebagai teknisi komunikasi yang dipandang kurang penting dari pada

berdasarkan sesuai dengan gender mereka pria yang dianggap lebih cocok memimpin

yang sesuai dengan ekspetasi social dan di perusahaan. Perempuan masih dilabeli

Ghana posisi menejerial diberikan kepada sebagai sosok yang mencari pekerjaan yang

praktisi PR wanita. aman dan terhindar dari pekerjaan yang


menantang. Selain itu (Hon et al, 1992, lihat

Glass Ceiling dan Isu Diskriminasi (Kurnia & Putra, 2004) menambahkan

Gender Pada Profesi Public Relations bahwa terdapat subjugasi sebagai


konsekuensi dari dominasi perempuan yang
bekerja sebagai PR di dunia industri

16
sehingga mereka tidak mendapatkan menyentuh aspek pengembangan karir PR di
kesempatan memperoleh gaji yang tinggi organisasi atau perusahaan seperti contoh
dan promosi jabatan bagi perempuan agar jika seseorang praktisi sudah bersusia 45
bisa setara dengan pria. Posisi seorang tahun maka ia harus pindah ke divisi lain
praktisi public relations dalam struktur agar karir mencapai posisi puncak. Ketiga,
organisasi menjadi dua yakni; 1) posisi PR terdapat variasi kegiatan PR namun tidak
yang posisinya berada di puncak yang semua jelas dan konsisten terhadap domain
memiliki kewenangan untuk membuat kegiatan PR (Kurnia & Putra, 2004).
keputusan yang menyangkut tentang strategi
siklus kehidupan perusahaan (Rachmadi, Perkembangan Penelitian Kajian Gender
1994); (Depari, 1994), & (Effendy, 1986). 2) dalam Ruang Lingkup Kehumasan
posisi PR yang tidak harus ada dipuncak Global dan Indonesia
namun memiliki akses ke pemimpin puncak Peneliti menemukan sejumlah penelitian
dalam mengkomunikasi kegiatan yang sudah pernah diterbitkan nasional dan
komunikasi korporasi (Putra, 1996). Posisi internasional tentang gender dalam
public relations dalam struktur organisasi perspektif public relations dari berbagai
perusahaan juga disebabkan oleh beberapa negara. Dari penelusuran peneliti bahwa
hal seperti pandangan pragtis terhadap PR, perlunya monitoring isu gender dalam dunia
pandangan konservatif terhadap PR, industri public relations. Karena telah
idealistik PR dianggap melayani pelayanan menunjukkan gejala kesenjangan gender
informasi publik, pandangan netral, dan antara Pria dengan Wanita. Penelitian yang
pandangan kritis (Grunig & White, 1992), sudah memiliki keunikan tersendiri dan
lihat (Kurnia & Putra, 2004). faktor budaya masing-masing negara
Dipandangnya rendah posisi PR dalam mewarnai nuansa penelitian gender dalam
struktur organisasi berdampak pada perspektif public relations. Berikut
beberapa hal implikasi yakni pertama, rangkumannya:
peranan PR hanya sebagai teknisi dan
pengambilan keputusan dipegang sepenuh 1. Liz Yeoman, 2010. Soft Sell? Gendered
kepada pemimpin puncak. Kedua, Experience of Emotional Labour in UK
public Relations Firms. Leed Metropolitan
kemampuan PR hanya mengedepankan
University: Prism 7 (4):
keterampilan teknisi komunikasi belum http://www.prismjournal.org.

17
Liz Yeoman, seorang akademisi di Leed 2. Piet Voerhoeven dan Noelle Aarts,
Metropolitan pernah melakukan riset tentang 2010. How European Public Relations Men
and Women Perceive The Impact of Their
Gendered Experience of Emosional Labour
Professional Activities. Universitas
pada praktisi PR konsultan di firma PR di Amsterdam: Jurnal Internasional Prism 7
UK. Metode yang digunakan oleh Liz (4): http://www.prismjournal.org.

adalah fenomenologi. Penulis belum pernah Piet Voerhen dan Noelle Aarts adalah
mendengar jika metode fenomenologi dapat akademisi bidang public relations yang
diterapkan dalam riset kehumasan. Riset Liz pernah melakukan penelitian tentang
menggunakan emotional labour theory persepsi profesional image profesi Public
menurut Hochschild sebagai kerangka besar Relations dari sudut pandang gender praktisi
penelitian. Penelitian ini mencoba mengkaji pria dan wanita. Penelitian mereka dikaji
bagaimana praktisi PR konsultan dengan pendekatan kuantitive dengan
bernegoisasi profesional dan berhubungan metode survey di European Communication.
baik dengan pihak klient, pihak media, dan Teori yang mereka gunakan konse-konsep
kelega. Teknik pengumpulan data yang gender dalam public relations. Data
dilakukan dengan mewawancarai 10 praktisi dikumpulkan dengan kuosioner dan
PR di Inggris. Hasil penelitian Liz literature review. Hasil penelitian mereka
menunjukkan bahwa konsep emosional mengungkapkan bahwa suara praktisi PR di
labour yang melebur dalam nilai-nilai sosial media lebih dipercaya oleh publik
feminisme dimanfaatkan untuk dibandingkan dengan wanita. Walaupun
memenangkan klien dan menjaga hubungan praktisi PR pria lebih unggul dalam aspek
baik dengan pihak eksternal. Nilai-nilai berfikir strategis dan pengambilan keputusan
femenisme tersebut yang ada pada praktisi jika dibandingkan dengan wanita. Penelitian
PR konsultan perempuan dieksploitasi oleh ini mencoba menawarkan pemikiran bahwa
dunia industri. Penelitian ini mencoba sosial media dapat memperkuat dan
menawarkan sebuah wacana profesional memberdayakan posisi praktisi PR wanita di
image PR tidak hanya dalam persepetif dunia industri. Lebih lanjut, dalam riset ini
gender namun juga politik, dan perfomance streotype gender dan stigma pada level lokal
yang natural dalam profesi PR. sulit tidak akan bisa berubah kecuali jika
pelaku organisasi mengubah pola pikir

18
bahwa wanita wanita memiliki kekuatan mereka dalam organisasi atau perusahaan
yang sama dengan pria. tempat dimana mereka bekerja. Hastil studi
feminisasi PR juga diperdalam dengan teori
3. Deborah N. Simoramgkir, 2009. The feminis liberal dan feminis radikal.
Feminization of Public Relations in
Indonesia. TU Ilmenau:Disertasi. 4. Nobertus Ribut Santoso, Studi Gender
Tujuan dari disertasi Simorangkir pada Pada Peram Public Relations Hotel Dalam
tahun 2009 untuk menganalisis kolerasi Membina Hubungan Media. ICCIC Paper
antara gender praktisi PR di Indonesia International Proceding. Program Studi Ilmu
dengan peran gender yang dominen pada Komunikasi:Universitas Atma Jaya Katolik
praktisi PR di Indonesia. Simorangkir Yogyakarta.
menggunakan role congruity theory oleh
Eagly untuk mengkaji perbedaan yang Tujuan penelitian Santoso untuk
diharapkan oleh orang lain antara PR pria menganalisis peran public relations dalam
dengan wanita dari prasangka yang menjalankan tugasnya sebagai media
merupakan harapan dari pelaku industi. relations dalam perspektif gender. Penelitian
Penelitian ini dikaji dengan pendekatan Santoso dikaji dengan pendekatan kualitatif
peneliti melalui metode ground reseach. dan teknik pengumpulan data dilakukan
Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara mendalam dengan PR
melalui wawancara dengan 53 praktisi PR di praktisi hotel pria dan wanita. Hasil
Jakarta sebagai pusat industri public penelitian tidak ada perbedaan peran antara
relations. Hasil penelitian Simorangkir PR pria dengan wanita keduanya berperan
menunjukkan bahwa atribut komunal lekat sebagai figur yang sangat penting dalam
dengan praktisi PR wanita sementara agentic menjalankan tugas sebagai media relations
lekat dengan praktisi PR pria. Pria dan untuk menyampaikan informasi kepada
wanita terkadang tidak selalu bertingkah media. Baik praktisi PR pria dan wanita
laku sesuai dengan gendernya terutama banyak bekerja di level teknis. Mereka
ketika seorang praktisi PR wanita sama-sama bekerja untuk mendapatkan
menduduki posisi menejerial. Terdapat publikasi tentang pemberitaan hotel tempat
pengaruh antara gender praktisi PR wanita mereka bekerja dan pecintraan brand hotel
dan pria dengan dominasi peran gender yang mereka wakili. Hasil penelitiannya dari

19
perspektif konsep empat peran public dari kacamata teori genderlect styles theory
relations. dan social rules theory.

5. Novita Damayanti, Harti Yuwartui, & 6. Novi Kurnia & I Gusti Ngurah Putra,
Dio H. Saputro, Gender Analysis of The Perempuan Dalam Dunia Public Relations.
Indonesian Public Relations. ICCIC Paper Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Vol. 7,
International Proceding Fakultas Ilmu No. 3, hlm. 393-412.
Komunikasi:Universitas Prof. Dr. Moestopo
(Beragama). Penelitin ini bertujuan untuk mengkaji peran
perempuan dalam dunia public relations.
Tujuan dari penelitian untuk menganalisis Pendekatan penelitian yang diterapkan
preferensi gender pada praktisi public dalam penelitian ini yaitu kualitatif. Adapun
relations di Indonesia. Apakah profesi PR teknik pengumpulan data yang dilakukan
lebih dominan maskulin atau feminim. melalui observasi, wawancara dengan 3
Metode yang digunakan oleh peneliti adalah praktisi PR di industri perhotelan,
fenomenologi dengan melakukan pemerintahan, dan perusahaan BUMN. Hasil
wawancara bersama 3 praktisi PR di Jakarta temuan mereka mengemukakan bahwa
sebagai pusat bisnis dan perekonomian, praktisi PR perempuan di industri di
partisipan observasi, dan literature review. Yogyakarta kesulitan untuk menduduki
Hasil penelusuran peneliti dilapangan bahwa jabatan dan mendaptkan promosi jabatan.
profesi PR di Indonesia adalah profesi Hal itu disebabkan adanya
maskulin karena persepsi nara sumber yang kesalahpamahman tentang peran public
memandang profesi PR lekat dengan relations dalam struktur organisasi tempat
karakter pria. Indikasi feminitas profresi PR dimana mereka bekerja. Mereka juga
yakni penampilan wanita, perasa, mudah menemukannya adanya indikasi
bergaul, dan penolong. Para responden juga diskrimininasi gender pada praktisi PR
indikasi maskulin pada perilaku pria yang wanita. Diskriminasi gender yang ditemukan
maskulin. Penelitian mereka mencoba berupa adanya ditribusi family allowance.
menawarkan konseptual gender baru di Hal itu didukung oleh budaya partiarki dan
kalangan profesi PR. Hasil temuan mereka posisi wanita sebagai ibu dan istri dalam
rumah tangga. Kebijakan perusaahaan

20
menjadi salah satu faktor diskriminasi dalam mempromosikan product yang
gender pada PR wanita. ditawarkan oleh rumah sakit kepada calon
konsumen (kerjasama dengan perusahaan,
HASIL OBSERVASI SAPUTRO DAN seperti: medical check up, dan paket
CANDRASARI 2016 pemeriksaan kesehatan, kerjasama dengan
asuransi kesehatan). Jika dikaji dari peran
Saputro dan Candrasari mencoba PR, praktisi humas rumah sakit banyak
melakukan kegiatan observasi di rumah melakukan pekerjaan teknis dimana PR
sakit untuk mencoba melakukan pemetaan menerima atasan perintah dari atasan untuk
gender praktisi PR dalam industri rumah bernegoisasi dengan pihak stakeholder
sakit. RS. X merupakan rumah sakit swasta eksternal untuk menawarkan paket medical
yang berada di wilayah DKI Jakarta. Rumah check up ke perusahaan, sebagai juru bicara
sakit ini memiliki humas seorang wanita, dan penulis konten berita rumah sakit dalam
lulusan sarjana yang memiliki pengetahuan aktivitas media relations, dan PR praktisi di
tantang kehumasan dan manajemen rumah rumah sakity yang didominasi oleh
sakit. Sebagai seorang praktisi humas rumah perempuan lebih banyak juga bertugas
sakit memiliki tugas dan tanggung jawab menjalin komunikasi/untuk menjaga
untuk membantu mempromosikan rumah hubungan internal dan eksternal agar tetap
sakit, menjalin kerjasama dengan kondusif. PR pria tidak banyak yang
perusahaan-perusahaan di lingkungan berkecimpung di dunia industry rumah sakit.
sekitar rumah sakit, membantu menangani Preferensi gender ditentukan jenis industri,
krisis yang terjadi di rumah sakit, dan tugas dan peran PR dalam industri tersebut,
melakukan komunikasi internal dan kebijakan perusahaan serta posisi PR
(menyampaikan informasi dari dalam hirarki struktur organisasi yang
manajemen/top manajemen ke karyawan, dipersepsikan oleh suatu pelaku industri.
begitu juga sebaliknya).
SIMPULAN
Rumah sakit ini merekrut seorang Indonesia masih tertinggal dibandingkan
wanita untuk menjadi humas karena wanita dengan negara maju dalam bidang keilmuan
dianggap lebih mudah untuk bersosialisasi isu-isu gender dalam public relations. Dari
dengan orang-orang di lingkungan sekitar hasil penelurusan penulis perlu ada
(interrnal maupun eksternal), lebih ‘luwes’ monitoring gender pada profesi public

21
relations di Indonesia. Karena sudah dan PR adalah universitas Atma Jaya
menujukkan adanya indikasi ketidakdilan Yogyakarta. Gender dalam dunia Public
gender yang dialami oleh praktisi PR Relations masih dipandang hanya sebatas
terutama masalah famliy allwoance dan masalah persepsi saja, rasio jenis kelamin
persoalan gaji karena akibat kebijikan antara praktisi PR wanita dengan pria, dan
perusahaan yang menyangkut usia, nasib PR wanita dan PR pria mendapatkan
pengalaman atau beban kerja, dan status perusahaan yang mampu mensejaherahkan
apakah perempuan tersebut sudah menikah mereka. Padahal faktor struktur budaya
atau belum. Selain itu juga Indonesia nasional seperti sistem patriarki, isu etnis,
mengalami krsisi kepakaran dalam bidang gender, dan perilaku internal perusahaan
isu gender dalam praktek kehumasan di sebagai cerminan budaya indonesia menjadi
Indonesia. Hasil karya ilmiah bernuasan cikal bakal masalah gender dalam public
gender dalam kehumasan jarang ditemukan. relations seperti isu diskrminasi gender,
Di Amerika isu gender dalam praktek public dominasi gender, glass ceiling, perbedaan
relations sudah menjadi matakuliah kepemimpinan PR wanita dan Pria dalam
tersendiri di ampuh oleh Prof. Dr. Katrina pengambilan keputusan terkait masalah-
Tsetsura di Universitas Okhlahoma, masalah komunikasi korporasi, dan
Amerika Serikat. Beliau berhasil kontruksi identitas gender praktisi yang
memaparkan proses kontruksi profesi PR mempengaruhi peran mereka dalam struktur
sebagai profesi wanita di Rusisia. Di organisasi. Disatu sisi juga Praktisi PR di
Indonesia beberapa akademisi yang Indonesia juga belum mendapatkan dan
mendalami bidang gender dan PR tidak peka terhadap persoalan gender dan isu
sebanyak dengan kajian PR pada umumnya feminitas. Para praktisi PR menggangp sisi
seperti menejemen strategi, investor feministas mereka sebagai sisi kelebihan
relations, media relations, Corporate Social mereka untuk terus berkarir dan bertahan
Responsibility, dan community relations. dalam eksistensi dunia industri sebagai
Di Indonesia pada sejumlah perguruan seorang Praktisi PR. Tubuh dan fisik yang
tinggi swasta dan Ui belum banyak yang menarik, komunikatif, keibuan, ramah, dan
mengkaji isu gender dalam dunia pandai bernegoisasi menjadi indikator
kehumasan. Salah satu universitas yang feminitas yang dimanfaatkan oleh
mulai mengembangkan kajian isu gender perusahaan hingga mau tidak mau mereka

22
banyak yang hanya berperan sebagai teknisi London: McGraw-Hill Higher
Education.
komunikasi sehingga mereka memiliki
Broom, G. M., & Sha, B. L. (2013). Cultip and
keterbatasan dalam menduduki posisi Center's Effective Public Relations
menejerial dan setara dengan Pria. Tidak (Eleventh Edition ed.). Edinburgh Gate:
Pearson Education Limited.
bisa dipungkiri streotype gender yang
Dahlan, A. M. ( Mei 1978). ‘The State of Public
negatif tentang PR misalnya wajah seorang Relations In Indonesia". Jakarta: Warta
figure PR harus cantik, berkulit putih, Perhumas.

berambut hitam, bermata lentik, dan Damayanti, F. (2015). Peran Kepemimpinan


Wanita dan Keterlibatannya Dalam
bertubuh seperti model twiggy, komunikatif, Bidang Politik di Indonesia. Jurnal
dan bertaribut comunal. Hal ini yang Aspirasi, 5(2 Febuari 2015), 1-12.

menyebabkan perkembangan ilmu public Daymon, C., & Demetrious, K. (2010). Gender
and Public Relations: Perpesctives,
relations baik secara teoritis dan praktis Aplication, and Question. Prism
Journal, 7(4), 1-9. Retrieved from
lambat di bandingkan dengan negara maju. www.prismjournal.org
Posisi PR bukan sebuah profesi yang bener-
Deaux, K. ,. (1983). Assessment of gender
benar profesional melainkan sampul produk stereotypes: Methodology and
components. American Psychology
atau pemanis bagi organisasi yang memiliki Asociation.
tugas untuk merangkai kata-kata indah dan
Depari, E. (1994). PR Dalam Dunia Usaha:
menyentuh tentang orangisasi tempat Prospek, Peluang, dan Tantangan
(Makalah Seminar PR). Jakarta.
dimana ia bekerja. PR belum sepenuhnya
Dozier, & M, D. (1988). Breaking Public
sebagai fungsi menejemen. Relations Glass Ceiling. Public
Relations Review, 13(3), 6-12.

DAFTAR PUSTAKA Dulin, M. A. (2007). A Lesson on Social role


theory : An Example of Human
Behaviour in The Social Enviroment
Aldoory, L., & Toth, E. L. (2002). Gender Theory (Published PhD Disertattion).
Discrepancies In A Gendered Texas: University of Texas.
Profession: A Developing Theory For Eagly, A. (1987). Sex Diffences in Social
Public Relations. ournal of Public Behaviour: A Social Role Interpretation
Relations Research, 14(2), 103-126. . Hilldale, NJ: Erlbaum.
Anne, S. (1975 & 1994). Damned Whores and Eagly, A. H. (1997). Sex Diffrences in Social
God’s Police. Virginia University : Behaviour: Comparing Social Role
Penguin Books. Theory and Evaluationary. American
Anselmi, D. L., & Law, A. L. (1998). Questions Psyhology, 50, 1380-1883.
of Gender: Perspectives and Paradoxes. Echol, A. (1990). Daring to be bad. Minesota:
University of Minnesota Press.

23
Effendy, O. U. (1986). Human Relations dan PR Relations [ Women in Public Relations
Dalam Management . Bandung: World]. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Alumni. Politik, 7(3), 394.

Fakih, M. (2001). Analisis Gender & Little, S. J., Foss, K. A., & Oetzel, J. G. (2017).
Transformasi Sosial. Yogyakarta: Theories of Human Communication.
Pustaka Belajar. Illionois: Waveland Press.

Fakih, M. (2002). Analisis Gender dan Nadyazura. (2016, Febuary 1). Gender dan
Transformasi Sosial. Yogyakarta: Perkembangan Peradaban. Retrieved
Pustaka Belajar. from
http://www.qureta.com/post/gender-dan-
Grunig, A. L., Toth, C. L., & Hon, L. C. (2000). perkembangan-peradaban:
Feminist Values in Public Relations. http://www.qureta.com/post/gender-dan-
Journal of Public Relations Research, perkembangan-peradaban
12(1), 49-68.
Naples, N. (2007). Standpoint Epistemology and
Grunig, J. E., & White, J. (1992). The Effect of Beyond. In S. N. Hesse-Biber (Ed),
Worldviews on PR Theory and Practice. Handbook of Feminist Research: Theory
In J. Grunig, Excellence in Public and Praxis. Thousand Oaks: Sage.
Relations and Communication
Management . Hillsdale: Lawrence Probert, B. (1997). Women’s Working Lives. In
Erlbaum. Hughes, K. (Ed). Contemporary
Australian Feminism. Melbourne :
Grunig, L. A., Toth, E. L., & Hon, L. C. (2001). Longman.
Women in Public Relations: How
Gender Influences Practice . New York: Putra, I. G. (1996). Public Relations Practice in
Guiloford Press . Indonesia: A Case Study of A Comercial
Television Station and A State
Hon, L. C. (1992). Women in Public Relations Univeristy (Unpublished MA Thesis).
Problems and Opportunities. In J. E. University of Canberra: Canberra.
(Editor), Excellence in Public Relations
and Communication. Hilsdale, New Putra, I. G. (2008, Maret). Konteks Historis
Jersy: Lawrence Erlbaum. Praktek Humas Di Indonesia. Jurnal
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 6(3), 178-
Hooks, B. (1984). Feminist Theory: From 190.
Margin to Center. Cambrdige, MA:
Sound End Press. Quarles, J., & Rowlings, B. (1993). Practising
Public Relations. Melbourne: Longman
Jagger, A. (1983). Feminist Politics and human Chesire.
Nature. . Totoway, NJ: Rowman &
Allenheld. Rachmadi, F. (1994). Public Relations dalam
Teori dan Praktek. Jakarta : Gramedia.
Karman. (2015, Maret). Kontruksi Realitas
Sosial Sebagai Gerakan Pemikiran Rea. (2002). The Feminisation of Public
(Sebuah Telaah Teoritis Terhadap Relations: What’s in it for the Girls.
Kontruksi Realitas Peter L Berger. Australian and New Zealand
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Communication Asociation Conference .
Komunikasi dan Informatika, 5(3), 11- Gold Coast Queensland: Bond
23. University .

Kurnia, N., & Putra, I. G. (2004, Maret).


Perempuan Dalam Dunia Public

24
Robinson, R. (1990). Power and Economy In Warta Ekonomi, 10 September 1990 (hal.
Suharto's Indonesia. Journal of 22-26 dan hal 29-30); 26 September 1994
Contemporary Asia Publisher. (hal. 27-28)
Samuel, H. (2012). Peter L. Berger Sebuah
Pengantar Ringkas. Depok: Kepik.

Simorangkir, N. (2010). The Feminization of


Public Relations in Indonesia:Roles
Expectation and Prejudices.
International Journal of Arts and
Sciences, 3(15), 71 - 89.

Simoramgkir, N. Deborah. 2009. The


Feminization of Public Relations in Indonesia.
TU Ilmenau: Phd Disertation.

Straker, D. (2008). Changing Minds, Persuasion


Psychology. Great Britanian: Gower
Publication.

Toth, L. E. (2001). How Feminist Theory


Advanced the Practice of Public
Relations,” dalam R. L.Heath (ed).,
Handbook of Public Relations. London:
Sage Publications.

Tsetsura, K. (2014). Constructing Public


Relations As A Women Profession in
Rusia. REVISTA INTERNACIONAL DE
RELACIONES PUBLICAS, IV(8), 85-
110. Retrieved from
https://dialnet.unirioja.es/descarga/articu
lo/4853824.pdf

Van, R., & Elving, W. (2007). Carrière in


Communicatie [A career in
communication]. Amsterdam: Boom.

Verhoeven, P., & Aarts, N. (2010). How


European Public Relations Men and
Women Perceive The Impact of Their
Professional Activities . Retrieved from
http://www.prismjournal.org/fileadmin/
Praxis/Files/Gender/Verhoeven_Aarts.p
df: PRism 7 (4)
http://www.prismjournal.org

Wood, T. J. (2005). Gendered Lives:


Communication, Gender, & Culture .
Belmont: Thomson Wadsworth.

25

Das könnte Ihnen auch gefallen