Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ABSTRACT
Ferns usually grow in moist areas such as the Bedugul areas, Bali. They are growing
on the ground (terrestrial) and also on trees (epiphytes). This study aimed to know the
diversity, distribution epiphytic ferns and also phorophyte trees on the Bedugul forest. The
species diversity is obtained the relative frequency (RF) value and this pattern distribution
based on the classification of RF’s species. There are recorded 24 species consisting of 16
genera and 9 tribes where this distribution have been 16 species on Pengelengan Hill, 12
species on Tapak Hill and 12 species in Lesung Hill. Belvisia spicata dominates on
Pengelengan hill (RF 24,62%) and Tapak hill (RF 25,37%) but Davallia denticula
dominates on Lesung hill (RF 25%) The epiphytic ferns on the Bedugul forest are normal
distributed The phorophytes have been recorded as 33 species consisting of 27 genera and
23 families in the Bedugul forest.Their species varies among sites, in which Platea latifolia
(RF 10.61%) dominated on Pengelengan hill, Syzygium sp. (RF 10.45%) on Tapak hill dan
Engelhardia spicata (FR 15.79%) on Lesung hill. According to our observations, trees as
fern phorophyte are usually old grown, with rough bark and numerous twigs.
ABSTRAK
Tumbuhan paku banyak tumbuh di wilayah yang lembab seperti di daerah Bedugul-
Bali. Tumbuhan initumbuh di tanah (terestrial), namun ada yang menempel pada pohon
(epifit). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman, persebaran paku epifit
frekuensi relatif (FR) dan pola distribusinya berdasarkan klasifikasi perbandingan kelas FR
Paku epifit di hutan Bedugul tercatat 24 jenis yang terdiri dari 16 marga dan 9 suku dimana
distribusinya ada 16 jenis di Bukit Pengelengan, 12 jenis di Bukit Tapak dan 12 jenis di
Bukit Lesung. Jenis Belvisia spicata mendominasi di Bukit Pengelengan (FR 24,62%) dan
Bukit Tapak (FR 25,37%) sedangkan jenis. Davallia denticulata mendominasi di Bukit
Lesung (FR 25%). Pola distribusinya sebagai spesies penyusun komunitas tergolong
berdistribusi normal. Pohon inangnya tercatat 33 jenis yang terdiri dari 27 marga dan 23
suku. Pohon inang yang disenangi oleh jenis paku epifit di masing-masing lokasi bervariasi
di Bukit Pengelengan Platea latifolia (FR 10.61%), di Bukit Tapak Syzygium sp. (FR
10.45%), dan di Bukit Lesung Engelhardia spicata (FR 15.79%). Pohon inang ini
umumnya kulit kayunya kasar, pohonnya besar dan memiliki banyak cabang.
I. PENDAHULUAN
Tumbuhan epifit merupakan tumbuhan yang hidup menempel pada batang tumbuhan
lain atau bebatuan. Tumbuhan ini mendapatkan unsur hara dari debu, sampah (detritus),
tanah yang dibawa ke atas oleh rayap atau semut, kotoran burung dan lain-lain. Tumbuhan
ini melimpah di tempat yang cukup curah hujan, di sekitar mata air, sungai atau air terjun
(Steenis, et al., 2006). Tumbuhan epifit berbeda dengan parasit karena epifit mempunyai
akar untuk menghisap air dan nutrisi yang terlarut sehingga mampu menghasilkan makanan
tumbuhan berpembuluh, yang terbagi dalam 850 marga dan 65 suku. Jumlah terbanyak
berasal dari suku Orchidaceae yaitu 25.000 jenis, tumbuhan paku 3.000 jenis, dari Kelas
Dikotiledonae sekitar 3.000 jenis dan sisanya Gymnospermae (Benzing, 1981; Mitchell,
1989)).
Hutan hujan tropis dapat menyediakan habitat ternaungi yang sesuai untuk
keberagaman tumbuhan epifit maupun untuk pohon inangnya (phorophyte) (Baas, Kalkman
and Geesink, 1990). Supu and Munir (2009) menambahkan, tumbuhan epifit yang terdapat
di hutan perlu dijaga karena besarnya keanekaragamannya merupakan hal yang penting
bagi pelestarian jenis. Tumbuhan epifit juga berperan dalam ekosistem yaitu sebagai habitat
di Bali merupakan daerah bervegetasi hutan dengan status hutan lindung yang juga
merupakan daerah tangkapan air dan berfungsi hidrologis bagi masyarakat di sekitarnya
(As-syakur, 2007). Kawasan Bedugul dengan tiga buah danaunya yaitu Danau Beratan,
Buyan dan Tamblingan (kawasan tri-danau) penting sebagai daerah resapan dan
perlindungan tata air (hidro-orologis), terutama bagi kabupaten yang terletak di bagian
Sebagai daerah pegunungan yang cukup curah hujan, di kawasan Bedugul banyak
terdapat tumbuhan paku epifit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
A. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan hutan Bukit Pengelengan, Tapak dan Lesung yang
terletak di kawasan objek wisata Bedugul, Provinsi Bali dan merupakan bagian dari
kawasan konservasi Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Bali yang melingkupi
Taman Wisata Alam (TWA) Danau Buyan dan Danau Tamblingan serta Cagar Alam
Batukahu. Letak geografis lokasi penelitian berada antara 8,236° – 8,293° LS dan 115,08° -
115,19° BT (Gambar 1.) dan secara administratif kawasan ini berbatasan dengan
dan Bukit Lesung 1.865 m dpl. Kelerengan lokasi penelitian berdasarkan data peta Rupa
Bumi Indonesia (RBI) menunjukkan kelerengan dari terjal (13-25%) sampai sangat terjal
(25-55%). Bukit Pengelengan memiliki pH tanah 6,0 dengan kelembaban tanah 29,12%,
suhu udara 20,46°C, intensitas cahaya 1056 Lux dan kelembaban udara 91,54%. Bukit
Tapak memiliki pH tanah 6,1, kelembaban tanah 32,40%, suhu udara 21,32°C, intensitas
cahaya 762,9 Lux dan kelembaban udara 86,82%. Bukit Lesung memiliki pH tanah 6,1
kelembaban tanah 30%, suhu udara 87,36 %, dan intensitas cahaya 1187,2 Lux.
dengan rata-rata curah hujan dari tahun 2013-2015 tercatat 2.318,93 mm/tahun. Suhu udara
sangat bervariasi antara 18,2°C (Juni - Agustus) sampai 21,76°C pada bulan Oktober
(BMKG, 2015). Kelembaban udara relatif antara 84,8 % - 93,6% (Oktober) dan 95,5 %
(Mei dan Juni) (Adnyana, 2005). Bukit Tapak termasuk Cagar Alam Batukahu I dan Bukit
Lesung termasuk Cagar Alam Batukahu III. Kawasan ini secara umum berbukit dan
bergelombang yang berada pada ketinggian tempat 1.860 - 2.089 m dpl. Cagar Alam
Batukahu, termasuk hutan hujan tropis dataran tinggi dengan curah hujan yang tinggi,
kondisi kawasan selalu basah, dengan keanekaragaman jenis tumbuhan yang cukup tinggi.
B. Prosedur Penelitian
Pengambilan sampel pohon inang tumbuhan paku epifit dilakukan dengan sengaja
(purposive random sampling) yaitu pohon yang telah ditumbuhi paku epifit setiap jarak
100-150 m dengan menelusuri punggung bukit menuju arah puncak. Identifikasi tanaman
dilakukan dengan mengambil spesimen dan fotonya, kemudian dicocokan pada koleksi
tumbuhan paku dan herbarium paku yang ada di Kebun Raya” Eka Karya” Bali serta
gambaran pola penyebaran suatu jenis tumbuhan paku epifit pada jenis pohon inangnya
seperti Persamaan (1). Untuk mengetahui jenis pohon inang yang disenangi oleh jenis
tumbuhan paku epifit dicari berdasarkan nilai FR dengan menggunakan Persamaan (2):
Fp
FR p = ×100 % ……(1)
Ftp
Fi
FR i = ×100 % .......(2)
Fti
FRp: frekuensi relatif paku epifit, FRi: frekuensi relatif inang yang ditumbuhi paku, Fp:
jumlah frekuensi jenis tumbuhan paku epifit tumbuh pada jenis pohon inang, Ftp: jumlah
total frekuensi jenis tumbuhan paku epifit, Fi: jumlah Frekuensi jenis pohon inang yang
ditumbuhi jenis paku epifit, dan Fti: jumlah total frekuensi jenis pohon inang seluruh jenis.
frekuensi (law of frequency), dimana nilai frekuensi setiap spesies dikelompokkan menjadi
5 kelas yaitu :
berdistribusi normal.
Jika E > D, sedangkan A < B < C rendah, maka kondisi kumonitas homogen.
Jika E < D, sedangkan A < B < dan C rendah, maka kondisi komunitas terganggu.
Jika B, C, dan D tinggi, maka kondisi komunitas heterogen (Prastyo and Heddy,
2015).
C. Alat Penelitian
Survei lapangan menggunakan peta RBI skala 1 : 25.000 dan GPS. Klinometer
Suunto PM-5 digunakan untuk pengukuran kemiringan lokasi. Suhu, kelembaban udara dan
intensitas cahaya diukur dengan 4 in 1 meter Lutron LM-8000. Kelembaban tanah dan pH
tanah diukur dengan tester Demetra DM-5. Peralatan lain yang digunakan yaitu meteran,
A. Paku Epifit
Dua puluh empat jenis tumbuhan paku epifit tercatat ditemukan di kawasan Bedugul
dalam penelitian ini. Dua puluh empat jenis tersebut terdiri dari 16 marga dan 9 suku, dan
terdistribusi di Bukit Pengelengan sebanyak 16 jenis, di Bukit Tapak 12 jenis dan di Bukit
Lesung 12 jenis. Lima jenis tumbuhan paku epifit dengan nilai Frekuensi Relatif (FR)
tertinggi di kawasan hutan Bukit Pengelengan adalah Belvisia spicata (FR 24,62%),
Asplenium nidus (FR 13,85%), Davallia denticulata (FR 9,23%), Neprolepis sp.1 (FR
7,69%) dan Hymenophyllum sp. (FR 6,15%). Lima jenis tumbuhan paku epifit dengan nilai
Frekuensi Relatif (FR) tertinggi di kawasan hutan Bukit Tapak adalah Belvisia spicata (FR
25,37%), Davallia denticulata (FR 19,40%), Asplenium salignum (FR 11,94%), Vittaria
zosterifolia (FR 11,94%) dan Laphogelossum blumeanum (FR 7,46%). Lima jenis
tumbuhan paku epifit dengan nilai Frekuensi Relatif (FR) tertinggi di kawasan hutan Bukit
Lesung adalah Davallia denticulata (FR 25%), Belvisia spicata (FR 19,44%),
Tabel 1. Jenis paku epifit di kawasan hutan Bukit Pengelengan, Tapak dan Lesung, Bedugul, Bali.
Table 1. Epiphytic ferns in forest areas of Hill Pengelengan, Tapak and Lesung, Bedugul, Bali.
Tumbuhan paku epifit yang dalam penelitian ini tercatat hanya pada satu lokasi saja
Loxogramme avenia dan Oleandra pistillaris, yang tercatat hanya di Bukit Tapak adalah
Asplenium caudatum, dan yang tercatat hanya di Bukit Pengelengan adalah Belvisia
Hymenophyllum sp., Monogramma trichoidea dan Neprolepis sp1. (Gambar 2.). Ketiadaan
jenis-jenis tersebut di bukit lainnya tidak menunjukkan bahwa jenis tersebut hanya tumbuh
di satu bukit tertentu saja, namun pada pohon inang yang diamati di bukit lain kebetulan
jenis tersebut tidak ada. Diperkirakan sebenarnya jenis tersebut juga terdapat di bukit
lainnya, mengingat ketiga bukit tersebut masih berada pada satu kesatuan wilayah yang
kawasan hutan pegunungan dengan udara dingin dan lembab serta terdapat tiga danau
(Danau Beratan, Buyan dan Tamblingan), sesuai dengan persyaratan habitat tumbuhan
paku epifit. Steenis et al. (2006) menyatakan, tumbuhan epifit melimpah di tempat yang
cukup curah hujan dan berada di sekitar mata air, sungai maupun air terjun.
Tumbuhan paku epifit di kawasan hutan Bukit Pengelengan, Tapak dan Lesung
umumnya tumbuh pada pohon inang (phorophyte) dengan kulit pohon kasar dan sudah tua.
Indriyanto (2008) menyebutkan epifit sangat tergantung pada presipitasi dan deposit hara
yang terbawa oleh presipitasi, sehingga lebih banyak dijumpai di cabang-cabang pohon
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Keterangan (Remark)
= Bukit Pengelengan = Bukit Tapak = Bukit Lesung
Gambar 2. Persebaran jenis paku epifit di kawasan hutan Bukit Pengelengan, Tapak dan Lesung.
Figure 2. Distribution type of epiphytic spikes in forest areas Pegelengan Hill, Tapak Hill, and Lesung
Hill).
Kelimpahan jenis paku epifit di masing-masing lokasi penelitian bervariasi. Paku epifit
yang paling melimpah di Bukit Pengelengan adalah Belvisia spicata (25%), Asplenium nidus
(14%), Davallia denticulata (9%), Neprolepis sp.1(8%) Hymenophyllum sp. (6%) dan 11 jenis
paku epifit lainnya (38%). Paku epifit yang paling melimpah di Bukit Tapak adalah Belvisia
spicata (25%), Davallia denticulata (19%), Asplenium salignum (12%), Vitaria zosterifolia
(12%), Elaphoglossum blumeanum (8%), dan tujuh jenis paku epifit lainya (24%). Paku epifit
yang paling melimpah di Bukit Lesung adalah Davallia denticulata (25%) kemudian diikuti
Vitaria zosterifolia dan tujuh jenis paku epifit lainnya (25%) (Gambar 3). Hal tersebut
menunjukan jenis paku epifit yang melimpah di kawasan hutan Bedugul, Bali adalah
Paku ini termasuk dalam famili Polypodiaceae. Tingginya dapat mencapai 18 cm.
Daun tunggal berwarna hijau muda panjang mencapai 15 cm dan lebar daun 2 cm. Daun
berbentuk lanset dengan ujungnya menyirip dan tepi rata. Kumpulan spora berada di ujung
daun, bentuk memanjang berwarna coklat kehitaman (Arini and Julianus Kinho, 2012).
Tumbuh pada daerah pegunungan hingga ketinggian tempat di atas 3.000 mdpl.
Queenland, Pasific, New Caledonia, Fiji dan Tahiti (Hovenkamp and Franken, 1993).
2. Asplenium nidus L.
Paku ini termasuk dalam suku Aspleniaceae dan telah digunakan masyarakat sebagai
tanaman hias (Kinho, 2009). Tumbuhan ini lebih dikenal dengan nama paku sarang burung
dapat tumbuh dari daerah pantai sampai di daerah penggunungan pada ketinggian tempat
2.500 m dpl (Sastrapradja et al., 1979). Akar Asplenium nidus banyak dipakai sebagai
media tanam anggrek atau tumbuhan epifit lainnya (Nasution, 2015). Jenis ini juga banyak
dijual di kios-kios penjual tanaman hias di kawasan wisata bedugul, Bali. Asplenium nidus
memiliki rhizome yang menjalar (Fitrah and Arbain, 2014). (Kinho, 2009)menyebutkan
Asplenium nidus memiliki batang tidak nyata karena menyatu dengan tulang daun. Karakter
daun berupa daun tunggal, warna hijau, menyirip, tangkai daun sangat pendek hampir tidak
tampak karena tertutup oleh bulu-bulu halus, panjang 16-120 cm, lebar 7-20 cm, ujung
daun meruncing, tepinya rata dengan permukaan yang berombak dan mengkilat. Asplenium
nidus dapat hidup baik sebagai epifit, atau terasterial. Penyebarannya melimpah di daerah
Tumbuhan paku ini termasuk ke dalam suku Davalliaceae. Paku ini biasa tumbuh
menumpang pada tumbuhan lain dan dapat juga tumbuh pada tanah cadas berbatu, pada
batang palem yang tumbuh bersama-sama dengan paku kinca dan paku sarang burung.
Tumbuh di dataran rendah terutama di sekitar pantai di tempat terbuka maupun terlindung.
Tumbuhan ini juga ditemukan epifit pada pohon yang besar di tepi sungai bersama dengan
paku sarang burung pada tempat yang terbuka (Darma and Peneng, 2007). Penyebarannya
di Asia tropika, Polinesia, Australia, Afrika dan daratan sekitar Samudera Hindia, Indo-
China dan Malesia (Sastrapradja et al., 1979; Nooteboom, 1994); . Masyarakat di sekitar
rangkaian bunga yang dapat memberi kesan lebih klasik dan semarak..
Tiga puluh tiga jenis tumbuhan tercatat sebagai inang (phorophyte) untuk tumbuhan
paku epifit di kawasan hutan Bedugul, Bali. Tiga puluh tiga jenis tumbuhan tersebut terdiri
dari 27 marga dan 23 suku. Jenis-jenis tersebut terdistribusi di Bukit Pengelengan sebanyak
22 jenis, Bukit Tapak 21 jenis dan Bukit Lesung 11 jenis. Lima jenis tumbuhan inang
(phorophyte) yang paling disenangi oleh paku epifit berdasarkan nilai Frekuensi Relatif
giganteus (FR 9,09%), Lindera sp. (FR 7,58%), Ficus sp. (FR 6.06%) dan Cyathea
latebrosa (FR 6,06%). Lima jenis tumbuhan inang (phorophyte) yang paling disenangi oleh
paku epifit di Bukit Tapak adalah Syzygium sp. (FR 10,45%), Acronychia trifoliata (FR
8,96%), Astronia spectabilis (FR 8,96%), Ehretia javanica (FR 7,46%), Trema orientalis
(FR 5,97%) dan Glochidion sp. (FR 5,97%). Lima jenis tumbuhan inang (phorophyte) yang
paling disenangi oleh paku epifit di Bukit Lesung adalah Engelhardia spicata (FR 15,79%),
racemosum (FR. 13,16%) dan Dacricarpus imbricatus (FR 10,53%) (Tabel 2).
Nilai Frekuensi Relatif (FR) jenis tumbuhan inang yang disenangi oleh paku epifit
paling tinggi di Bukit Pengelengan adalah Platea latifolia, di Bukit Tapak adalah Syzygium
sp. dan di Bukit Lesung adalah Engelhardia spicata. Kondisi ini menunjukan jenis pohon
inang paku epifit sangat bervariasi. Pohon inang paku epifit di kawasan hutan Bukit
Pengelengan, Tapak dan Lesung umumnya pohon yang sudah tua dengan kulit batang yang
kasar. Biji atau spora tumbuhan epifit yang jatuh pada tempat yang cocok akan mampu
berkecambah dan tumbuh membentuk individu epifit yang baru (Shukla and Chandel,
1977). Nawawi, Indriyanto, & Duryat (2014) menambahkan, pada umumnya pohon inang
yang disenangi oleh tumbuhan paku epifit memiliki tekstur kulit tebal, beralur maupun
berserabut dan memiliki kulit yang keras dan diduga merupakan faktor yang mempengaruhi
Tabel 2. Tumbuhan inang (phorophyte) paku epifit di kawasan Hutan Bukit Pengelengan, Tapak dan
Lesung, Bedugul, Bali
Table 2. Host plants species for epiphytic ferns in the area of Forest Hill Pengelengan, Tapak and Lesung,
Bedugul, Bali
IV. KESIMPULAN.
Dua puluh empat jenis tumbuhan paku epifit yang terdiri dari 16 marga dan 9 suku
tercatat di kawasan hutan Bedugul, Bali. Dua puluh empat jenis tumbuhan paku epifit
tersebut terdistribusi di Bukit Pengelengan sebanyak 16 jenis, di Bukit Tapak 12 jenis dan
Bukit Lesung 12 jenis. Persebaran tumbuhan paku epifit berdasarkan nilai Frekuensi Relatif
(FR) tertinggi di kawasan hutan Bukit Pengelengan adalah Belvisia spicata (FR 24,24%), di
Bukit Tapak juga adalah Belvisia spicata (FR 25,37%) dan di Bukit Lesung adalah
Davallia denticulata (FR 23,68%). Jenis tumbuhan paku epifit yang melimpah di kawasan
hutan Bedugul, Bali adalah Belvisia spicata, Asplenium nidus dan Davallia denticulata.
Paku epifit sebagai jenis tumbuhan menyusun komunitas di kawasan hutan Bedugul Bali
tergolong berdistribusi normal. Tiga puluh tiga jenis tumbuhan yang terdiri dari 27 marga
dan 23 suku tercatat sebagai tumbuhan inang bagi paku epifit tersebut. Tumbuhan inang
tersebut dijumpai di Bukit Pengelengan sebanyak 22 jenis, Bukit Tapak sebanyak 21 jenis
dan Bukit Lesung sebanyak 11 jenis. Tumbuhan inang yang disenangi oleh jenis tumbuhan
paku epifit bervariasi, di Bukit Pengelengan adalah Platea latifolia, di Bukit Tapak adalah
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kami ucapkan kepada I Gusti Made Sudirga dan Ketut Sandi, Teknisi
Litkayasa BKT Kebun Raya ”Eka Kaya” Bali atas bantuannya selama kegiatan di lapangan.
Terima kasih juga kepada BKSDA Bali yang telah memberikan ijin masuk kawasan,
sehingga pelaksanaan penelitian di lapangan dapat berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, I. W. S. (2005) ‘Erosi dan penggunaan lahan di kawasan bedugul’, in Hehanussa,
P.E.; Abdulhadi, R.;& Siregar, M., : (ed.) Prosiding Simposium Analisis Daya
Dukung dan Daya Tampung Sumber Daya Air di kawasan Tridanau Beratan,
Buyan dan Tamblingan. UPT BKT Kebun Raya ‘Eka Karya’ Bali - LIPI, pp. 59–70.
Arini, D. I. D. and Julianus Kinho (2012) ‘Keragaman Jenis Tumbuhan Paku
(Pteridophyta) Di Cagar Alam Gunung Ambang Sulawesi Utara’, Info BPK
Manado, 2(1), pp. 17–40.
As-syakur, R. (2007) ‘Hubungan Fluktuasi Nilai Enso (El Nino Southern Oscillation)
Terhadap Fluktuasi Dan Intensitas Curah Hujan Di Bedugul’, Jurnal Bumi Lestari,
7(2), pp. 123–129.
Baas, P., Kalkman, K. and Geesink, R. (1990) The Plant Diversity of Malesia. Dordrecht:
Kluwer Academic Publishers. doi: 10.1007/978-94-009-2107-8.
Benzing, D. H. (1981) ‘Bark surfaces and the origin and maintenance of diversity among
angiosperm epiphytes: a hypothesis’, Selbyana, 5(3), pp. 248–255.
Darma, I. D. P. and Peneng, I. N. (2007) ‘Inventarisasi Tumbuhan Paku di Kawasan Taman
Nasional Laiwangi Wanggameti Sumba Timur Waingapu NTT’, Biodiversitas, 8(3),
pp. 242–248.
Fitrah, H. and Arbain, A. (2014) ‘Jenis-Jenis Paku Sarang ( Asplenium ) : Aspleniaceae di
Gunung Singgalang Sumatera Barat Asplenium Fern ( Aspleniaceae ) in Singgalang
Mountain West Sumatra’, 3(April), pp. 141–146.
Hovenkamp, P. and Franken, N. (1993) ‘An account of the fern genus Belvisia Mirbel
(Polypodiaceae)’, Blumea, 37(January), pp. 511–527. Available at:
http://www.repository.naturalis.nl/record/524951.
Indriyanto (2008) Ekologi hutan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Kinho, J. (2009) Mengenal Beberapa Jenis Tumbuhan Paku di Kawasan Hutan Payahe
Taman Nasional Aketajawe Lolobata Maluku Utara. Manado: Balai Penelitian
Kehutanan Manado. Available at: http://www.forda-
mof.org/files/Mengenal_Jenis_Tumbuhan_Paku_Hutan_Payahe(compres).pdf.
Kusumaningrum, B. D. (2008) ‘No Title’, Jurnal Produksi Tanaman. Semarang: IKIP
PGRI.
Mitchell, A. (1989) ‘Between The Trees-The Canopy Community. Dalam Silcock, L. 1989.
The Rainforest: A Celebrition. The Living Earth Foundation. H. 153-157’. Cresset
Press. London.
Nasution, T. (2015) ‘Upaya konservasi ex situ dan in situ paku-pakuan pegunungan di
Kebun Raya Cibodas, Jawa Barat’, Prosiding Seminar Nasional Masyarakat
Biodiversitas Indonesia, 1(6), pp. 1392–1396. doi: 10.13057/psnmbi/m010622.
Nawawi, G. R. ., Indriyanto and Duryat (2014) ‘Identifikasi Jenis Epifit dan Tumbuhan
Yang Menjadi Penopangnya Di Blok Perlindungan Dalam Kawasan Taman Hutan
Raya Wan Abdul Rachman’, Jurnal Sylva Lestari, 2(3), pp. 39–48.
Nooteboom, H. P. (1994) ‘Notes On Davalliaceae II. A Revision Of The Genus Davallia’,
Blumea, 39, pp. 151–214.
Prastyo, W. R. and Heddy, S. (2015) ‘Identifikasi Tumbuhan Paku Epifit Pada Batang
Tanaman Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis J .) Di Lingkungan Universitas
Brawijaya Identification Of Epiphyte Ferns On The Stem Plant Oil Palm ( Elaeis
guineensis J .) In Environment University Of Brawijaya’, 3(1), pp. 65 – 74.
Sastrapradja, S. et al. (1979) Jenis-jenis paku-pakuan indonesia. Bogor: Lembaga Biologi
Nasional-LIPI.
Shukla, R. S. and Chandel, P. S. (1977) Plant ecology. New Delhi (IN): S. Chand &
Company Ltd.
Steenis, C. G. G. J. van., Hamzah, Amir; Toha, M. (2006) Mountain Flora of Java 2Nd Ed.
2nd edn. Brill Academic Publishers.
Supu, H. and Munir, A. (2009) ‘Jenis-jenis Tumbuhan Epifit di Hutan Kawasan Sekitar
Danau Lawulamoni Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna’, Warta Wiptek, pp. 101–
106.
Zhang, L., Nurvianto, S. and Harrison, R. (2010) ‘Factors affecting the distribution and
abundance of asplenium nidus L. in a tropical lowland rain forest in Peninsular
Malaysia’, Biotropica, 42(4), pp. 464–469. doi: 10.1111/j.1744-7429.2009.00607.x.