Sie sind auf Seite 1von 14

JurnalIlmiahPlatax Vol.

5:(2), Juli 2017 ISSN: 2302-3589

KOMUNITAS LAMUN DI PESISIR PANTAI PULAU BANGKA BAGIAN


SELATAN KABUPATEN MINAHASA UTARA
PROVINSI SULAWESI UTARA

(Seagrass Community of The Coastal In Southern Of Bangka Island, North


Minahasa Regancy, North Sulawesi Province)

Febry S. I. Menajang1, Georis J. F. Kaligis2, Billy T. Wagey2


1
Study Program of Aquatic Science, Faculty of Fisheries and Marine Science, Sam
Ratulangi University Manado. http://pasca.unsrat.ac.id/s2/ipa/
2
Faculty of Fisheries and Marine Science, Sam Ratulangi University Manado.

Abstract
Purpose of this research is to know the community of seagrass,
and physical-chemical parameters in the South Bangka island, North Minahasa
Regancy, North Sulawesi Province. Data retrieval by the random sampling
of systematic method on three lines transect with 50 m long, and 30 quadrants.
Data taken in each quadrant is number of species and number of individuals of
each species. Results of the measurement of physical and
chemical parameters of static waters associated with the feasibility of life
for water organisms in it, generally in good condition. Ten species
of seagrass have been found in the southern part of the island of Bangka. Four
species are always found in any transek i.e Syringodium isoetifolium, Cymodocea
rotundata, Enhallus acaroides, and Halophylla ovalis. The highest found in
seagrass cover transek 1 i.e. 67.00% while the lowest in transek 3 i.e. 46.30%.
Seagrass cover Enhallus acaroides in Bangka island very prominent compared
to other species. Based on the current index value is important, Syringodium
isoetifolium have a high importance value index only in the transek 3 which
means this type of seagrass seagrass types affect other takes part in community
level. Ecological index results suggest that the ecosystem of seagrass in Bangka
island in the southern part of the State is stable.
Keywords: Seagrass, Bangka Island, importance value index (INP).

Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui komunitas lamun, dan parameter
fisik-kimia di bagian Selatan Pulau Bangka; Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi
Sulawesi Utara. Pengambilan data dengan metode sampling acak sistimatis;
pada tiga transek yang diletakkan tegak lurus garis, sepanjang 50 m. Jumlah
kuadran yang digunakan sebanyak 30. Data yang diambil dalam setiap kuadran
dihitung jumlah jenis dan jumlah individu setiap jenis. Hasil pengukuran
parameter fisik statis dan kimia perairan dihubungkan dengan kelayakan hidup
bagi organisme air yang ada di dalamnya, umumnya dalam kondisi baik. Telah
ditemukan sepuluh spesies lamun di Pulau Bangka bagian selatan. Empat
spesies selalu dijumpai di setiap transek yaitu Cymodocea rotundata,
Syringodium isoetifolium, Enhallus acoroides, dan Halophylla ovalis. Tutupan
lamun tertinggi ditemukan di transek 1 yaitu 67,00 % sedangkan yang terendah
di transek 3 yaitu 46,30 %. Tutupan lamun Enhallus acaroides di Pulau Bangka
sangat menonjol dibandingkan dengan jenis lainnya. Berdasarkan nilai indeks
nilai penting; jenis Syringodium isoetifolium memiliki indeks nilai penting yang
tinggi hanya di transek 3 yang berarti jenis lamun ini turut mempengaruhi jenis

121
JurnalIlmiahPlatax Vol. 5:(2), Juli 2017 ISSN: 2302-3589

lamun lainnya dalam tingkat komunitas. Hasil indeks ekologi menunjukkan


bahwa ekosistem lamun di Pulau Bangka bagian Selatan dalam keadaan stabil.
Kata kunci: Lamun, Pulau Bangka, Indeks Nilai Penting (INP)
PENDAHULUAN Kabupaten Minahasa Utara Propinsi
Sulawesi Utara.
Ekosistem lamun merupakan
Ekosistem lamun sangat
salah satu ekosistem perairan dangkal
produktif, memiliki fungsi ekologi dan
yang produktif dan pendukung
ekonomi yang penting ini berada di
ekosistem laut, karena berada di pesisir
perairan pesisir dan terdiri dari berbagai
serta berhubungan dengan darat dan
jenis tumbuhan lamun. Keberadaan
laut. Ekosistem padang lamun
ekosistem lamun di wilayah pesisir
berfungsi sebagai pelindung, memiliki
memungkinkan tumbuhan lamun amat
kemampuan untuk menstabilkan
rentan terhadap gangguan alam serta
sedimen dasar perairan juga untuk
kegiatan manusia dan dalam jangka
siklus kehidupan berbagai organisme
waktu tertentu dapat menimbulkan
pesisir dan mempunyai peranan
masalah yang serius. Bagaimana
penting dalam menunjang kehidupan
Komunitas Lamun di Parairan Pantai
dan perkembangan biota di perairan
Pulau Bangka Bagian Selatan
dangkal, yaitu sebagai produsen
Kabupaten Minahasa Utara Propinsi
primer, habitat biota, penjebak sedimen
Sulawesi Utara.
serta penjebak zat hara (Hogarts,
2007; Fatahdkk., 2010; Wissler et. al., Ekosistem lamun merupakan
2011). Lamun di perairan kawasan salah satu ekosistem di perairan
ASEAN khususnya Indonesia terdapat dangkal yang paling produktif, dimana
12 jenis lamun (Romimohtarto dan ekosistem lamun mempunyai peranan
Juwana, 2005). Lamun (seagrass) penting dalam menunjang kehidupan
memiliki kandungan nutrisi seperti dan perkembangan organisme.
protein, karbohidrat, lemak dan serat Menurut hasil penelitian diketahui
juga dapat dijadikan sebagai sumber bahwa padang lamun di lingkungan
makanan kesehatan dan obat-obatan perairan (Fatah, dkk. 2010; Azkab,
(Nontji, 2007). Penelitian lain 1988) dalam Asriyana dan Yuliana,
melaporkan bahwa lamun dianggap 2012) sebagai berikut:
sebagai indikator yang baik dari logam
1. Sebagai Produsen Primer
berat di lingkungan laut (Govindasamy
Lamun mempunyai tingkat
et. al., 2011).
produktifitas primer tertinggi bila
Ancaman terhadap padang lamun
dibandingkan dengan ekosistem
semakin meningkat, juga Undang-
lainnya yang ada di perairan dangkal.
undang No. 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan 2. Sebagai Habitat Biota
Pulau-pulau kecil juga telah Lamun memberikan tempat
mengamanatkan perlunya perlindungan dan tempat menempel
penyelamatan dan pengelolaan padang berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan
lamun sebagai bagian dari pengelolaan (alga). Disamping itu, padang lamun
terpadu ekosistem pesisir dan pulau- juga digunakan sebagai daerah
pulau kecil (Pasal 1 dan Pasal 35) asuhan, padang pengembalaan dan
(Kordi, 2011) serta manfaat ekosistem makan dari berbagai jenis ikan
lamun baik secara ekologis maupun herbivora dan ikan-ikan karang.
ekonominya, maka salah satunya 3. Sebagai Penangkap Sedimen
dilaksanakan kegiatan penelitian
adalah untuk mendapatkan informasi Daun lamun yang lebat akan
tentang Komunitas Lamun di Parairan memperlambat gerakan air yang
Pantai Pulau Bangka Bagian Selatan disebabkan oleh arus dan ombak,
sehingga perairan sekitarnya menjadi

122
JurnalIlmiahPlatax Vol. 5:(2), Juli 2017 ISSN: 2302-3589

tenang. Disamping itu, rimpang dan Jumlah kuadrat yang digunakan


akar lamun dapat menahan dan sebanyak 30, masing-masing 10
mengikat sedimen sehingga dapat kuadrat untuk setiap transek, dimana
menguatkan dan menstabilkan dasar ukuran kuadrat 50x50 cm, dan
permukaan. peletakan kuadrat dilakukan dengan
mengacak 10 kuadrat pada line
4. Sebagai Pendaur Zat Hara
transek. Sampel lamun yang diambil
Lamun memegang peranan dihitung jumlah jenis dan jumlah
penting dalam pendauran berbagai zat individu setiap jenis. Adapun jenis-jenis
hara dan elemen-elemen yang langka lamun yang belum teridentifikasi,
di lingkungan laut, khususnya zat-zat dimasukkan ke dalam kantong plastik,
hara yang dibutuhkan oleh alga epifit. kemudian dibawa ke Laboratorium
Adapun tujuan penelitian adalah FPIK. Selanjutnya dilakukan identifikasi
1. Mengetahui Komunitas Lamun di dengan menggunakan buku identifikasi
Parairan Pantai Pulau Bangka Bagian : Lanyon, J. (1985): Guide to the
Selatan Kabupaten Minahasa Utara Identification of Seagrasses in the
Propinsi Sulawesi Utara. Great Barrier Reef Region; Larkumet al
2. Mengetahui beberapa parameter (2007) : Seagrass Biology, Ecology an
Fisika-Kimia sebagai pengukuan Conservation.
kualitas perairan Pulau Bangka. Analisis Data
1. Struktur Komunitas Lamun
a. Kerapatan jenis (Di) adalah
jumlah individu (tegakan) persatuan
luas. Kerapatan masing-masing Jenis
pada setiap stasiun dihitung dengan
menggunakan rumus (Brower et. al.,
1990)
Di= Ni/A
Keterangan :
Di = Jumlah Individu (tegakan) ke-i per
Gambar 1. Bagian-bagian lamun (Burdick dan satuan luas
Kendrick, 2001)
Ni = Jumlah Individu (tegakan) ke-I
METODOLOGI PENELITIAN dalam transek kuadrat
A = Luas transek kuadrat
Lokasi pengambilan sampel
adalag perairan Pulau Bangka b. Kerapatan Relatif (RDi) adalah
Kabupaten Minahasa Utara. Provinsi perbandingan antara jumlah individu
Sulawesi Utara.lihat Gambar 2. spesies dan jumlah total individu
Sampel diambil pada saat surut seluruh spesies:
terendah pada fase bulan mati atau
purnama. Metode yang digunakan RDi= Ni/(∑_(i=1)^P▒ij)
untuk pengambilan sampel adalah Keterangan :
metode acak, baik untuk garis transek RDi = Jumlah Individu (tegakan) ke-i
maupun kuadrat. Transek diacak
per satuan luas
sebanyak tiga transek berdasarkan
luasan daerah hamparan lamun yang Ni = Jumlah Individu (tegakan) ke-i
ada di lokasi penelitian, dan diletakkan dalam transek kuadrat
tegak lurus garis pantai dengan ukuran ∑_(I=1)^p▒ij = Luas transek kuadrat
masing-masing sepanjang 50 m c. Frekuensi jenis adalah peluang
(Gambar 3). ditemukan suatu jenis dalam titik

123
JurnalIlmiahPlatax Vol. 5:(2), Juli 2017 ISSN: 2302-3589

contoh yang diamati. Frekunsi jenis g. Indeks kenaekaragaman Shannon-


dihitung dengan rumus: Wiener (H’)
Fi=Pi/(∑_(i=1)^p▒Pi) Indeks keanekaragaman
digunakan untuk mengukur kelimpahan
Keterangan :
komunitas berdasarkan jumlah jenis
Fi = Frekuensi Jenis Ke-i
spesies dan jumlah individu dari setiap
Pi= Jumlah petak contoh dimana
spesies pada suatu lokasi.Semakin
ditemukan jenis i
banyak jumlah spesies, maka semakin
∑_(I=1)^p▒Pi = Jumlah total petak
beragam komunitasnya. Rumus Indeks
contoh yang diamati
keanekaragaman Shannon sebagai
d. Frekuensi relatif (RFi) adalah berikut Shannon-Wiener, yaitu :
perbandingan antara frekuensi spesies-I
(Fi) dan jumlah frekuensi seluruh H^'= - ∑_(i=1)^s▒〖pi/N x ln⁡〖pi/N〗 〗
spesies : Keterangan :
RFi=Fi/(∑_(i=1)^p▒Fi) H' = Indeks Keanekaragaman
Pi = Proporsi jumlah individu spesies
Keterangan : ke-i terhadap jumlah individu
RFi = Frekuensi relatif total (ni/N)
Fi = Frekuensi jenis ke-i N = Jumlah total individu semua spesies
∑_(I=1)^F▒Fi = Jumlah frekuensi S = Jumlah taksa spesies
seluruh spesies
e. Pengamatan penutupan (%) 2. Indeks Keseragaman (E).
menggunakan metode visual, yang
Untuk mengetahui seberapa besar
memiliki standar penutupan lamun.
kesemaan penyebaran jumlah individu
Metode tersebut diterapkan oleh Mc.
setiap jenis digunakan indeks
Kenzie, dkk (2003)
keseragaman, yaitu dengan cara
f. Indeks nilai penting lamun
membandingkan indeks
(INP) digunakan untuk menghitung dan
keanekaragaman dengan nilai
menduga secara keseuruhan dari
maksimumnya. Semakin seragam
peranan satu spesies didalam suatu
penyebaran individu antara spesies
komunitas. Indeks nilai penting (INP)
maka keseimbangan ekosistem akan
berkisar antara 0-3 dimana INP
smakin meningkat. Indeks keseragaman
memberikan gambaran mengenai
ditentukan berdasarkan rumus berikut
pegaruh atau peranan suatu jenis
(Brower et al, 1990).
tumbuhan suatu daerah. Semakin tinggi
nilai INP suatu spesies relatif terhadap E=H^'/Hmax
terhadap jenis lainnya, maka semakin Hmax=ln⁡(S)
tinggi peranan spesies tersebut pada Keterangan :
komunitas lainya.Rumus yang E = Indeks Keseragaman Shannon
digunakan dalam menghitung INP H’= Indeks keanekaragaman Shannon-
adalah (Brower et. al., 1990). Wiener
INP=RFi+RDi+RCi H’max = Indeks Keseragaman
maksimum
Keterangan :
S = Jumlah jenis
INP = Indeks nilai penting
RFi = Frekuensi relatif 3. Indeks Dominan Simpson (D)
RDi = Kerapatan relatif Indeks Dominan Simpson untuk
RCi = Penutupan relatif mengambarkan jenis yang paling

124
JurnalIlmiahPlatax Vol. 5:(2), Juli 2017 ISSN: 2302-3589

banyak ditentukan dapat diketahui vegetasi lamun dalam satu satuan luas
dengan menghitung nilai dominasinya. yang diamati tegak lurus dari atas
Dominansi dinyatakan dalam indeks (Brower et. al., 1990).
dominansi Simpson (Brower et al,
1990):
D= ∑_(i=1)^s▒ni(ni-1)/N(N-1) HASIL DAN PEMBAHASAN

Keterangan : Karakteristik Fisik dan Kimia


D = Indeks dominasi Simpson Perairan
Ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu seluruh Kondisi lingkungan perairan
jenis mempengaruhi segala bentuk
kehidupan yang ada di dalamnya, baik
4. Penutupan Lamun secara langsung maupun tidak
Pengamatan akan penutupan langsung.Nilai parameter kualitas
lamun, merupakan estimasi persentase perairan di pantai Desa Bahoi dan
luasan dalam plot transek yang tertutupi Pulau Bangka dan nilai baku mutu air
lamun. Persentase tutupan lamun adalah laut menurut KepMen LH No. 51.
proporsi luas substrat yang ditutupi Tahun 2004 tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Kualitas Lingkungan Perairan Desa Bahoi dan Pulau
Bangka.
Baku Pulau Bangka
o o
Mutu o 1 44’50,93” LU 1 44’49,14”
1 44’44,36” LU o
No Parameter Alat Ukur Air Laut o 125 9’8,68” LU
125 8’58,70’ BT O
Untuk BT 125 9’18,58”BT
Lamun* n-1 n-2 n-3
0
1 Suhu ( C) Horibha 28 – 30 28,22 28,10 28,20
2 pH Horibha 7 - 8,5 7,13 7,10 7,15
Turbiditas
3 Horibha <5 2 3 2
(NTU)
4 DO Horibha >5 16,43 17,42 16,60
Salinitas
5 Horibha 33 - 34 33,6 33,7 33,6
(ppt)
Keterangan : * Baku mutu air laut untuk biota, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor : 51 Tahun 2004, Tanggal 8 April 2004 (Lampiran III).

Dari data hasil pengukuran Distribusi


parameter fisik statis dan kimia perairan
Pulau Bangka dihubungkan dengan Ditemukan 10 spesies lamun
kelayakan hidup bagi organisme air (seagrass) di Pulau Bangka 2 Famili
yang ada di dalamnya umumnya masih dengan 8 spesies. Empat jenis yang
optimal. selalu dijumpai di setiap transek yaitu
Cymodocea rotundata, Syringodium

125
JurnalIlmiahPlatax Vol. 5:(2), Juli 2017 ISSN: 2302-3589

isoetifolium, Enhallus acoroides, dan memiliki daya adaptasi yang lebih besar
Halophylla ovalis (Tabel 2.). terhadap faktor lingkungan yang
berbeda. Suatu jenis lamun yang
memiliki nilai kerapatan tinggi belum
Tabel 2. Distribusi Lamun di Desa dapat dipastikan akan memiliki nilai
Bahoi dan Pulau Bangka (2016) frekuensi yang tinggi pula. Hasil
P. analisis frekuensi kehadiran spesies (Fi)
No Famili dan Spesies Bangka maupun frekuensi kehadiran relatif
1 2 3 (RFi) disajikan dalam Tabel 4.
1 POTAMOGETONACEAE Tabel 4. Frekuensi kehadiran spesies
Halodule uninervis Ho + - - (Fi) maupun frekuensi
Halodule pinifolia Hp + - - kehadiran relatif (RFi) lamun
Cymodocea rotundata Cr + + + di Pulau Bangka.
Cymodocea serrulata Cs - - + Bangka
No Kod
Jenis RFi
Syringodium isoetifolium Si + + + . e Fi
(%)
2 HYDROCHARITACEAE 0,9
Enhallus acoroides Ea + + + 1 Enhallus acaroides Ea 7 36,74
0,0
Halophylla minor Hm + - 2 Thallasia hemprichii Th 3 1,15
Halophylla ovalis Ho + + + 0,4
3 Cymodocea rotundata Cr 0 14,68
Thalassia hemprichii Th - + 0,2
Thalassodendron ciliatum Tc +* - - 4 Cymodocea serrulata Cs 7 9,80
Syringodium 0,3
Jumlah Spesies 8 5 5 5 isoetifoium Si 0 12,23
Keterangan :+* ditemukan di luar transek 0,1
(survey jelajah) 6 Hallophyla pinifolia Hp 3 4,72
0,2
Kerapatan dan Kerapatan Relatif 7 Halodule uninervis Hu 0 7,54
0,3
Lamun 8 Hallophyla ovalis Ho 0 10,77
Berdasarkan hasil uji t (Tabel 3), 0,0
kerapatan jenis di Pulau Bangka 9 Hallophyla minor Hm 7 2,38
disimpulkan berbeda (signifikan).
Tabel 3. Hasil uji t kerapatan jenis Berdasarkan Gambar 4 – 6),
lamun di Pulau Bangka. penutupan lamun di Pulau Bangka
Kerapatan Jenis tertinggi ditemukan di transek 1 yaitu
67,00 % sedangkan yang terendah di
Bangka P Value = 0.002
transek 3 yaitu 46,30 %.
89.6 Sig= Signifikan
68.64 Penutupan lamun
60 menggambarkan seberapa luas lamun
yang menutupi suatu perairan dan
Frekuensi Kehadiran Spesies biasanya dinyatakan dalam persen. Nilai
Frekuensi spesies adalah peluang persen penutupan tidak hanya
suatu spesies ditemukan dalam titik bergantung pada nilai kerapatan jenis
contoh yang diamati, bertujuan untuk lamun, melainkan dipengaruhi juga oleh
mengetahui penyebaran jenis lamun keadaan morfologi dari jenis lamun
tersebut dalam komunitas. Spesies yang tersebut.
mempunyai frekuensi besar, umumnya

126
JurnalIlmiahPlatax Vol. 5:(2), Juli 2017 ISSN: 2302-3589

Bangka 1
45.00
40.00
35.00
Kerapatan Individu/m2

30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Ea Cr Si Hp Hu Ho Hm
Enhallus acaroides Cymodocea Syringodium Hallophyla pinifolia Halodule uninervis Hallophyla ovalis Hallophyla minor
rotundata isoetifoium
Jenis lamun

Gambar 1. Kerapatan lamun tiap spesies (ind./m2) di Pulau Bangka Transek 1.

Bangka 2
30.00
25.00
Kerapatan Individu/m2

20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Ea Th Cr Cs Si Hp Hu Ho
Enhallus acaroides Thallasia hemprichii Cymodocea Cymodocea serrulata Syringodium Hallophyla pinifolia Halodule uninervis Hallophyla ovalis
rotunadata isoetifoium
Jenis lamun

Gambar 2. Kerapatan lamun tiap spesies (ind./m2) di Pulau Bangka Transek 2.

Bangka 3
40.00
35.00
Kerapatan Individu/m2

30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Ea Cr Cs Si Hu Ho
Enhallus acaroides Cymodocea rotundata Cymodocea serrulata Syringodium isoetifoium Halodule uninervis Hallophyla ovalis
Jenis lamun

Gambar 3. Kerapatan lamun tiap spesies (ind./m2) di Pulau Bangka Transek 3.

127
JurnalIlmiahPlatax Vol. 5:(2), Juli 2017 ISSN: 2302-3589

Penutupan Lamun lamun jenis Enhallus acaroides di Pulau


Bangka sangat menonjol dibandingkan
Berdasarkan Gambar 4 – 6), dengan jenis lainnya.
penutupan lamun di Pulau Bangka
tertinggi ditemukan di transek 1 yaitu
67,00 % sedangkan yang terendah di
transek 3 yaitu 46,30 %. penutupan

Bangka 1
80.00
Tutupan/Jenis Lamun (%)

70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
Ea Cr Si Hp Hu Ho Hm
Enhallus acaroides Cymodocea Syringodium Hallophyla Halodule uninervis Hallophyla ovalis Hallophyla minor
rotundata isoetifoium pinifolia
Jenis lamun

Gambar 4. Penutupan jenis lamun (%) di Pulau Bangka Transek 1.

Bangka 2
70.00
Tutupan/Jenis Lamun (%)

60.00

50.00

40.00

30.00

20.00

10.00

0.00
Ea Th Cr Cs Si Hp Hu Ho
Enhallus acaroides Thallasia hemprichii Cymodocea rotunadata Cymodocea serrulata Syringodium isoetifoium Hallophyla pinifolia Halodule uninervis Hallophyla ovalis
Jenis lamun

Gambar 5. Penutupan jenis lamun (%) di Pulau Bangka Transek 2

128
JurnalIlmiahPlatax Vol. 5:(2), Juli 2017 ISSN: 2302-3589

Bangka 3
40.00
35.00
Tutupan/Jenis Lamun (%)

30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Ea Cr Cs Si Hu Ho
Enhallus acaroides Cymodocea rotundata Cymodocea serrulata Syringodium Halodule uninervis Hallophyla ovalis
isoetifoium
Jenis lamun

Gambar 6. Penutupan jenis lamun (%) di Pulau Bangka Transek 3

Indeks Nilai Penting (INP) lingkungan padang lamun di Pulau


Bangka.
Indeks nilai penting Berdasarkan nilai INP, jenis
menggambarkan peranan suatu lamun Syringodium isoetifolium
spesies lamun relatif terhadap spesies memiliki indeks nilai penting yang tinggi
lainnya dalam suatu komunitas. INP ini hanya di transek 3. Nilai ini
ditentukan oleh frekuensi relatif, menunjukkan bahwa untuk transek 3
kerapatan relatif dan penutupan relatif Pulau Bangka, jenis lamun ini turut
masing-masing spesies lamun mempengaruhi jenis lamun lainnya
sehingga mempunyai hubungan dalam tingkat komunitas.
berbanding lurus. Semakin besar nilai-
nilai tersebut maka semakin besar pula Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks
INP yang berarti semakin tingginya Kemerataan (E), dan Indeks
peranan spesies tertentu dalam Dominansi (D) Lamun.
komunitas. Kisaran INP menunjukkan
apakah spesies tertentu mempunyai Indeks keanekaragaman (H’)
peranan yang besar, sedang atau digunakan untuk mengetahui
rendah. Indeks nilai penting lamun di keanekaragaman hayati biota yang
Perairan Pulau Bangka disajikan pada diteliti. Pada prinsipnya, nilai indeks
gambar 7. makin tinggi berarti komunitas
Indeks nilai penting Pulau diperairan itu makin beragam dan tidak
Bangka pada transek 1, 2 dan 3 didominasi oleh satu atau lebih dari
menunjukkan kisaran nilai yang tidak jenis yang ada. Hasil analisis indeks
jauh berbeda dimana INP tertinggi keanekaragaman Perairan Pulau
ditemukan pada jenis Enhallus Bangka disajikan Gambar 8. H’
acaroides untuk transek 1, 2 dan 3. Perairan Pulau Bangka ada pada
Nilai ini menunjukkan bahwa spesies ini kisaran 1,65 – 1,85, artinya bahwa
memiliki peranan yang sangat penting indeks keanekaragaman Pulau Bangka
dalam komunitas lamun di Desa Pulau relatif tinggi. Tingginya nilai H’ di Pulau
Bangka. Jika spesies ini hilang atau Bangka disebabkan hanya satu jenis
rendah maka ada satu pertanda bahwa lamun memiliki kerapatan individu yang
telah terjadi perubahan besar terhadap menyolok yaitu Enhallus acaroides.

129
JurnalIlmiahPlatax Vol. 5:(2), Juli 2017 ISSN: 2302-3589

Gambar 7. Indeks Nilai Penting (INP) lamun di Pulau Bangka

Gambar 8. Indeks keanekaragaman (H’) lamun di Pulau Bangka

Indeks kemerataan berkisar adanya 1 jenis yang menonjol di Pulau


antara 0 sampai 1, bila indeks Bangka, tetapi hasil analisis indeks
kemerataan kurang dari 0,4 maka kemerataan (Gambar 8) menunjukkan
ekosistem tersebut berada dalam bahwa ekosistem lamun dalam
kondisi tertekan dan mempunyai keadaan stabil dan mempunyai tingkat
kemerataan rendah, Jika indeks kemerataan tinggi yaitu dengan
kemerataan antara 0,4 sampai 0,6 kisaran 0,85 – 0,89 di Pulau Bangka.
maka ekosistem tersebut dalam kondisi Nilai indeks dominansi di Pulau
kurang stabil dan mempunyai Bangka (Gambar 8). pada kisaran 0,24
kemerataan sedang, dan indeks – 0,30 dan 0,18 – 0,22 di Hasil ini
kemerataan lebih dari 0,6 maka menunjukkan bahwa dominansi spesies
ekosistem tersebut dalam keadaan rendah pada lokasi Pulau Bangka.
stabil dan mempunyai kemerataan Hasil ini berbanding terbalik dengan
tinggi (Argadi, 2003). nilai indeks keanekeragaman (H’)
Walaupun hasil analisis maupun indeks kemerataan (E).
kerapatan (RDi), frekuensi (RFi) Artinya, kestabilan lingkungan di Pulau
maupun tutupan (RCi) menunjukkan Bangka relatif mendukung bagi biota

130
JurnalIlmiahPlatax Vol. 5:(2), Juli 2017 ISSN: 2302-3589

lamun untuk berkembang dengan baik. Sulawesi Utara masih perlu


Nilai indeks dominasi mendekati satu mendapatkan perhatian dari
(1) apabila komunitas didominasi oleh pemerintah, akademisi dan masyarakat
jenis atau spesies tertentu dan jika mengingat ekosistem lamun sangat
indeks dominansi mendekati nol (0) produktif dimana memiliki fungsi ekologi
maka tidak ada jenis atau spesies dan ekonomi serta berada di perairan
yang mendominasi Odum (1998). pesisir dimana keberadaannya
Banyak sedikitnya spesies yang memungkinkan tumbuhan lamun
terdapat dalam suatu contoh air rentan terhadap gangguan alam serta
akan mempengaruhi indeks dominansi, kegiatan manusia dan dalam jangka
meskipun nilai ini sangat tergantung waktu tertentu dapat menimbulkan
dari jumlah individu masing-masing masalah yang serius termasuk
spesies. memonitor keberadaan lamun secara
berkala.
KESIMPULAN DAN SARAN
2. Perlu adanya penelitian lanjut
Kesimpulan serta bioteknologi yang berguna bagi
1. Hasil pengukuran kualitas ilmu pengetahuan khususnya di bidang
lingkungan perairan di kedua lokasi kelautan.
penelitian masih memperlihatkan
keadaan yang normal atau bersifat
alami bagi kehidupan biota laut. DAFTAR PUSTAKA
2. Ditemukan 10 spesies lamun
(seagrass) dari 2 Famili dan 7 genus Argadi, G. 2003. Struktur Komunitas
yang tersebar di Pulau Bangka Lamun Di Perairan Pagerungan,
kemudian dari data kerapatan individu Jawa Timur. Fakultas Ilmu
dan kerapatan individu relative di Pulau Perikanan Dan Kelautan IPB.
Bangka yaitu Enhallus acoroides dan Skripsi ( tidak dipublikasikan ).
diikuti Syringodium isoetifolium Bogor. Bengen, D.G.
3. Hasil analisis data struktur 2001.Ekosistem dan Sumberdaya
komunitas lamun untuk frekuensi Alam Pesisir dan Laut.Institut
kehadiran spesies (Fi) maupun Pertanian Bogor.66 hal.
frekuensi kehadiran relatif (RFi) Asriyana dan Yuliana, 2012.
diketahui bahwa jenis lamun Enhalus
Produktivitas Perairan. Fenomena
acoroides relatif tersebar lebih luas
dibandingkan dengan spesies lamun Red Tide atau Kejadian
lainya di Pulau Bangka. Perubahan Warna di Permukaan
4. Penutupan lamun jenis Perairan Secar Dramatis
Enhallus acaroides di Pulau Bangka Diakibatkan oleh Pertumbuhan
sangat menonjol dibandingkan dengan yang Cepat (blooming) dari
jenis lainnya. Indeks nilai penting Pulau Fitoplankton. Bumi Aksara.
Bangka tertinggi ditemukan pada jenis Jakarta. 278 hal.
Enhallus acaroides. Azkab, 2006. Ada Apa Dengan Lamum.
5. Hasil indeks keanekaragaman Oseana 31 (3): 45-55.
Pulau Bangka relatif tinggi, Indeks Bengen, D.G. 2001. Ekosistem dan
Kemerataan (E) menunjukkan bahwa
Sumberdaya Alam Pesisir dan
ekosistem lamun dalam keadaan stabil
dan mempunyai kemerataan tinggi di Laut. Institut Pertanian Bogor. 66
Pulau Bangka hal.
Brouns, J.J.W.M., 1985. A Preliminary
Saran Study of the Seagrass
1. Komunitas Lamun di Parairan Thalassoaendron cilialum (frosk)
Pulau Bangka Bagian Selatan den Hartog from Eastern
Kabupaten Minahasa Utara Propinsi

131
JurnalIlmiahPlatax Vol. 5:(2), Juli 2017 ISSN: 2302-3589

Indonesia. Aquatic Botany 11 (3); Significant Carbon Stock. (article)


9-10. Nature Geoscience. DOI:
Brower, J.E, Zar, J.H, Von Ende, 1990. 10.1038/NGEO1477.
Generasi Ecology, Field and www.nature.com/ngeo/journal/v5/
Laboratory Methods for General n7/abs/ ngeo1477. html. diakses
Ecology. Ed ke-3 Lowa: America tanggal 3 Maret 2014.
WM.C. Brown Company
Publisher Dubuque. IA Govindasamy, Arulpriya,G. Ruban
Bundrick, D. M. dan G. A. M,P. Jenefer, F. Ilayaraja, A,
Kendrick. 2001. Standards 2011. Concentration of
for Seagrass Collection, Heavy Metal in seagrasses
Identification and Sample Tissue of the Palk Strait, Bay
Design. Hal. 79-100 in of Bengal.International
Frederick T. Short dan Robert Journal Of Environmental
G. Coles(ed). Global Sciences Vol 2.no.1.pp 145-
Research Seagrass Methods, 153.
1 .ed. Elsevier Science B.V. Hemminga, M.A dan Duarte, CM.,
Amsterdam. 2000. Seagrass Ecology.
Dahuri, R., J. Rais., S.Q. Ginting, dan Cambrigde University Press.
M.J. Sitepu. 2001. 298p..
PengelolaanSumberdaya Wilayah Herawati, E.Y. 2007. Komunitas
Pesisirdan Lautan Secara Lamun di Pesisir Jawa Timur.
Terpadu.PT. PradayaParamita. Jurnal Penelitian Perikanan. Vol.
Jakarta. 299 hal. 10. Nomor 2. Fakultas perikanan
Dahuri, 2003. Keanekaragaman Hayati Univertas Brawijaya, Malang.
Laut. Aset Pembangunan Hal. 166-170.
Berkelanjutan Indonesia. Jakarta. Herawati, E,Y. 2011. Peran
Gramedia Pustaka Utama. Phytopankton Sebagai Deposit
Erftemeijer, P.L.A. Middelburg, and J. Penyangga Perubahan Iklim
Jack. 1993. Sediment-Nutrient Global. Orasi Ilmiah sebagai Guru
Interaction in Tropical Seagrass Besar. Prasetyo On Line
Beds: a Comparasion Between a Universitas Brawijaya Malang. 14
Terigeneus and Carbonat Oktober 2011.
Sedimentary Environment in Hogarth, P. 2007. The Biology of
South Sulawesi. Marine Progress Mangrove and Seagrasses, Second
Series. Vol. 102. Edition. Oxford University Press.
New York.
Fatah, M., Hitalessy R.B, Soemarno,
Keputusan Menteri Negara lingkungan
2010. Kajian Ekosistem Padang
Hidup (KEPMEN-LH) Nomor 51
Lamun. PM-PSLP. PPS
Tahun 2004. Baku Mutu Air laut.
Universitas Brawijaya.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Fourqurean, J.W., C.M. Duarte., H.
Hidup (KEPMEN-LH)) Nomor
Kennedy., N. Marba, M. Holmer.,
200 Tahun 2004. Kriteria Baku
M.A. Mateo., E. Apostolaki.,
Kerusakan dan Pedoman
G.A. Kendrick., D. Krause-
Penentuan Status Padang Lamun
Jensen., K.J. McGlathery., and O.
Serrano. 2012. Seagrass .Kordi, 2011. K. M.G.H. 2011.
Ecosystems As a Globally Ekosistem Lamut (Seagrass)

132
JurnalIlmiahPlatax Vol. 5:(2), Juli 2017 ISSN: 2302-3589

Fungsi, Potensi Pengelolaan. Status and Trends in Indonesia,


Rineka Cipta. 191 hal. Japan, Malaysia, Thailand and
Kuo, J. dan C. den Hartog, 2006. Vietnam. Seizando-Shoten
Taxonomy and Biogeography of Publishing Co., Ltd. 168 p.
Seagrasses. In. Phillips Rc dan Menez EG. 1988.
Lee, K.-S., S.R. Park, dan Y. K. Kim. Seagrass. Smithsonian
2007. Effects of irradiance, Contribution to the Marine
temperature, and nutrients on Science No. 34. Smithsonian
growth dynamics of seagrasses: A Institution Press. Washington
review. Journal of Experimental D.C.
Marine Biology and Ecology. Rappe, R.A , Lajus D.L and Schreider.
Volume 350(3) : 144-175. M.J. 2011. Heavy Metal Impact
McKenzie L.J. & Yoshida R.L. 2009. on Growth and Leaf Asymmetry
Seagrass-Watch : Proceding of of Seagrass, Halophila ovalis.
Workshop for Monitoring Seagrass Journal of Environmental
Habitats in Indonesia. The Nature Chemistry and Ecotoxicology
Conservancy, Coral th Tiangel Vol. 3(6), pp. 149-159.
Center, Sanur Bali. 9 May 2009. Romimohtarto, K. dan Juwana, S. 2005.
Seagrass-Watch HQ, Caims. 56 pp. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan
Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Tentang Biota, Cet. Ke-2
Djambatan. Jakarta. Djambatan. Jakarta. 540 hal.
Numberi, F. 2009. Perubahan Iklim. Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata
Implikasinya terhadap kehidupan Pesisir Dan Laut. Pendekatan
di laut, pesisir dan pulau-pulau Ekologi, Sosial-Ekonomi,
kecil. Fortuna. Jakarta. Kelembagaan, dan Sarana
Nybakken, J.W. 1992. Wilayah. Brilian Internasional.
BiologiLautsuatupendekatanekolo 412 hal. Bandung.
gis. Penerbit PT. Gramedia: Wissler, L. Codoner, F.M. Gu, J.
Jakarta. 367 hal. Reusch, T.BH. Olsen, J.L.
Proaccini, G, Bauer, E.B. 2011.
Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Back to the Sea Twice:
Ekologi.Terjemahan. Gajah Mada Identifying Candidate Plant Genes
Universitas for Molecular Evolution to
Press. Yogyakarta. Marine Life. BMC Evolutionary
Biology, 11:8.pp 1-12.
Ogawa, H., Japar Sidik B., Muta Harah
Z. 2011. Seagrasses. Rasource

133
JurnalIlmiahPlatax Vol. 5:(2), Juli 2017 ISSN: 2302-3589

Gambar 9. Peta Lokasi Pengambilan Sampel

134

Das könnte Ihnen auch gefallen