Sie sind auf Seite 1von 10

ISSN 2303-1433

Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Alergi pada Bayi dan Anak
Usia 7-60 Bulan di RSIA Kota Kediri

Suwoyo1, Indah Rahmaningtyas2


Poltekkes Kemenkes Malang Prodi Kebidanan Kediri

Abstract
The prevalence of allergic reaction in this world reported to have increased
dramatically in recent years. Currently, allergic becomes common disease for babies and
infants. Infants younger than six months has limited choice of food be consumed. This
limitation is due to the baby's immature gastrointestinal system. This will greatly facilitate
the foreign protein to penetrate the baby's intestines, so it can cause allergies. One of the
factors of allergies in babies and infants are breastfeeding, because protein contained in the
breast milk is perfect for baby's body and almost entirely absorbed by the baby's digestive
system. This study aims to determine the correlation of exclusive breastfeeding and
allergic reaction in babies and infants (age 7-60 months) at RSIA Kediri City. The design
used was a retrospective cohort. The population in this study were all mothers whose
children examined aged 7-60 months in RSIA Kediri city. The sampling technique used is
the Systematic Random Sampling, with a sample of 80 people. From this study showed
that the majority of infants and children who are exclusively breastfed do not have allergies
(68,75%). Through the Chi-Square correlation test, showed that there is a correlation
between exclusive breastfeeding and allergic reaction in babies and infant age 7-60
months. This is because breast milk is basically naturally produced according to baby's
needs, and contains proteins that helps to reduce the risk of allergies. Therefore,
cooperation between health workers, the mother nearby, and public figures have a very
important role in the success of exclusive breastfeeding.

Key words : Exclusive Breastfeeding, Allergic Reaction, Babies and Infant

Pendahuluan masih banyak diantara ibu-ibu melupakan


Air susu ibu (ASI) adalah makanan keuntungan menyusui ini. Banyak alasan
paling sempurna bagi bayi. Sebagai yang menjadi penyebab ibu tidak
makanan tunggal yang mengandung memberikan ASI eksklusif seperti ibu
seluruh zat gizi yang diperlukan bayi, ASI harus bekerja, budaya memberikan
juga mengandung zat untuk meningkatkan makanan pralaktal, memberikan tambahan
daya tahan (kekebalan) tubuh dari susu formula karena ASI tidak keluar,
berbagai infeksi. Bayi memiliki hak untuk menghentikan pemberian ASI karena bayi
mendapatkan ASI. ASI ini sebaiknya atau ibu sakit, serta ibu ingin mencobakan
diberikan kepada bayi minimal hingga susu formula kepada bayi. (Fikawati,
usia enam bulan atau yang sering disebut 2010).
sebagai ASI eksklusif. Definisi ASI Banyak penelitian yang menilai
eksklusif menurut Badan Kesehatan Dunia pengaruh jangka pendek dan panjang dari
(WHO) adalah pemberian hanya ASI saja menyusui terhadap kesehatan bayi dan
tanpa cairan atau makanan padat apapun anak. Menyusu eksklusif selama enam
kecuali vitamin, mineral atau obat dalam bulan terbukti memberikan risiko yang
bentuk tetes atau sirup sampai usia enam lebih kecil terhadap berbagai penyakit
bulan. Hal ini bertujuan untuk infeksi seperti diare, infeksi saluran napas,
menghindari alergi dan menjamin infeksi telinga, pneumonia, infeksi saluran
kesehatan bayi secara optimal. (Kemenkes kemih, dan penyakit lainnya seperti
RI, 2012). Namun, sangat disayangkan obesitas, diabetes, alergi, penyakit

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 4 No. 2 Mei 2016 41


ISSN 2303-1433

inflamasi saluran cerna, dan kanker di (Indonesian Children, 2009). Berdasarkan


kemudian hari. Inilah beberapa alasan data dari World Allergy Organization
bahwa ASI dianjurkan sebagai sumber (WAO) 2011 menunjukkan bahwa
makanan utama selama enam bulan prevalensi alergi terus meningkat dengan
pertama kehidupan bayi. (IDAI, 2013). angka 30-40 persen dari total populasi
Pemerintah Indonesia melalui dunia. Data tersebut sejalan dengan data
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor dari Center for Disease Control and
450/Menkes/VIII/2004, tanggal 7 April Prevention (CDC) yang mencatat bahwa
2004 telah menetapkan pemberian ASI angka kejadian alergi meningkat tiga kali
eksklusif selama enam bulan pada ibu di lipat sejak 1993 hingga 2006. Di
Indonesia. Survey yang dilakukan oleh Indonesia, beberapa peneliti juga
Helen Keller International menyebutkan memperkirakan bahwa peningkatan kasus
bahwa rata-rata bayi di Indonesia hanya alergi mencapai 30 persen per tahunnya.
mendapatkan ASI eksklusif selama 1,7 (Pdpersi, 2012). Rinitis alergi menjadi
bulan. Masyarakat telah menargetkan penting karena prevalensi semakin
cakupan ASI eksklusif enam bulan meningkat (10-20% dari populasi) yang
sebesar 80%. Namun demikian, angka ini berdampak pada kualitas hidup,
sangat sulit dicapai bahkan tren prevalensi produktivitas kerja dan sekolah, biaya
ASI eksklusif dari tahun ke tahun terus pengobatan tinggi, serta keterkaitan
menurun. Data Survei Demografi dan dengan asma. (IDAI, 2013) Menurut salah
Kesehatan Indonesia tahun 1997-2007 satu jurnal pada media Litbang Kesehatan
memperlihatkan terjadinya penurunan tahun 2010 untuk propinsi di Indonesia,
prevalensi ASI eksklusif dari 40,2% pada tercatat prevalensi penderita asma di
tahun 1997 menjadi 39,5% dan 32% pada Propinsi Jawa Timur adalah terbesar
tahun 2003 serta tahun 2007. Ditinjau dari kedua setelah Propinsi Jawa Barat yaitu
Pencapaian kadarzi di Jawa Timur tahun sebesar 162.567. (Oemiati, Ratih, dkk,
2010, untuk pencapaian ASI eksklusif 2010)
sebesar 56,4% (Fikawati, 2010) dan pada Sementara itu lebih dari 80% bayi
tahun 2012 cakupan ASI eksklusif untuk mengalami alergi. Insiden alergi pada bayi
Kota Kediri sebesar 67%. (Dinkes Kota merupakan hal yang sering menjadi
Kediri, 2014). Munculnya Peraturan perhatian. Data menunjukkan bahwa di
pemerintah (PP) No. 33 tahun 2012 Indonesia alergi dialami oleh 20% dari
tentang pemberian ASI eksklusif, total populasi bayi yang baru lahir dan
diharapkan mampu mempercepat proses cenderung meningkat pada bayi berusia di
peningkatan cakupan ASI eksklusif di bawah satu tahun. Lebih dari 80% dari
Jawa Timur karena ASI sudah terbukti bayi yang mengalami alergi ini,
sebagai makanan terbaik bagi bayi. menunjukkan gejala sebelum mereka
(Kemenkes RI, 2012) berusia 4 bulan, dan hampir 90% sebelum
Saat ini, alergi sudah tidak asing lagi 12 bulan. Penelitian klinis menunjukkan
menyerang bayi maupun anak. Istilah bahwa pemberian ASI eksklusif selama
alergi, menunjukkan suatu kondisi respon enam bulan terbukti menurunkan insiden
imunitas yang menimbulkan reaksi yang dermatitis atopik yang merupakan
berlebihan di tubuh penderita. Angka masalah umum selama bulan-bulan
kejadian alergi di berbagai dunia pertama kehidupan bayi. Sedangkan dari
dilaporkan meningkat drastis dalam penelitian lainnya terhadap bayi sampai
beberapa tahun terakhir. World Health berusia 17 bulan, diketahui bahwa
Organization (WHO) memperkirakan pemberian ASI eksklusif menurunkan
terdapat 50 juta manusia menderita asma. risiko eksim dan alergi makanan
Tragisnya lebih dari 180.000 orang dibandingkan bayi yang tidak
meninggal setiap tahunnya karena asma. diberikan ASI. (Gitta, 2012). Selain itu,

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 4 No. 2 Mei 2016 42


ISSN 2303-1433

berdasarkan data kunjungan penderita di n = N


puskesmas Kota Kediri pada tahun 2012 1 + N (d)2
terdapat 8.170 penderita dermatitis kontak
alergi (Dinkes Kota Kediri, 2014). Serta Keterangan
menurut data hasil penelusuran di dokter n = jumlah sampel
spesialis Kota Kediri diperoleh jumlah N = jumlah populasi
kunjungan pasien anak di dr.Wasis, Sp.A d = tingkat signifikansi (5% = 0,05)
tiap bulannya berkisar 550 pasien, dr.Lily (Nursalam, 2012)
Dyah, Sp.A berkisar 600 pasien, dan
dr.Arshi, Sp.A berkisar 400 pasien. Dengan penghitungan sebagai berikut:
Berdasarkan latar belakang di atas, n = 100 = 80
maka peneliti tertarik untuk mengambil orang 1 + 100 (0,05)2

judul “Hubungan Pemberian ASI


Eksklusif dengan Kejadian Alergi pada Teknik sampling yang digunakan
Bayi dan Anak Usia 7-60 Bulan di RSIA untuk penelitian ini adalah Systematic
Kota Kediri” Random Sampling dengan menetukan
interval sampel.
Metode Penelitian analisis untuk mengetahui hubungan
Dalam penelitian ini menggunakan kedua variabel. Oleh karena kedua skala
desain penelitian kohort retrospektif. data nominal, maka menggunakan uji
Subjek diidentifikasi oleh adanya paparan korelasi Chi - Square. Data akan dihitung
yang terjadi di masa lalu, tetapi pada melalui bantuan komputer dengan SPSS
penelitian kohort retrospektif, baik (Statistical Product and Service Solutions)
paparan maupun penyakit terjadi sebelum versi 17.
penelitian dilaksanakan. (Behrman, dkk,
2000). Hasil Penelitian
Penelitian
Dari hasil pengumpulan data yang
dilakukan di sini dilaksanakan pada tanggal 29 Juni sampai
Apakah terjadi efek? 9 Juli 2015 di RSIA Kota Kediri
Paparan
didapatkan 80 responden yang digunakan
Aler sebagai sampel penelitian dan dari hasil
gi
Bayi dan anak usia 7-60 bulan pengumpulan data melalui lembar
Tidak Alergi
alergi kuesioner pemberian ASI dan kejadian
Aler
alergi pada bayi dan anak usia 7-60 bulan
Non ASI Eksklusif
gi didapatkan hasil sebagai berikut:
Tidak Alergi

1 Pemberian ASI
Populasi dalam penelitian ini adalah Pengumpulan data mengenai
semua ibu yang memeriksakan anaknya pemberian ASI pada bayi dan anak usia 7-
usia 7-60 bulan di RSIA Kota Kediri. 60 bulan yang didapatkan dari hasil
Populasi prediksi sebanyak 100 orang. kuesioner dapat disajikan dalam tabel 1
Jumlah populasi ini didapat dari studi tentang Distribusi Pemberian ASI sebagai
pendahuluan yang dilakukan peneliti berikut:
selama lima hari

Sampel dalam penelitian ini adalah


sebagian ibu yang memeriksakan anaknya
usia 7-60 bulan di RSIA Kota Kediri.
Untuk mengetahui jumlah sampel
digunakan rumus:

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 4 No. 2 Mei 2016 43


ISSN 2303-1433

Tabel 1 Distribusi Pemberian ASI Tabel 3 Tabulasi Silang ASI Eksklusif dengan Kejadian
Alergi pada Bayi dan Anak Usia 7-60
Riwayat Bulan di RSIA Kota Kediri
Jumlah Presentase Pemberian ASI Tingkat Alergi Jum
Pemberian ASI lah

E0 3 3,75 % Tidak Ringan Sedang Berat Jum


Alergi lah
E1 0 0%
E2 0 0% Eksklusif 55 6 - - 61
Tidak eksklusif 4 15 - - 19
E3 6 7,5 %
Jumlah 59 21 - - 80
E4 4 5%
E5 6 7,5 % (Data Primer Peneliti,2015)

E6 61 76,25 %
Tabel 4 Pemberian ASI denga Tingkat Keparahan Alergi
TOTAL 80 100 %
Tingkat Keparahan Alergi
Pemberian
(Data Primer Peneliti, 2015) Alergi Alergi Alergi
ASI Jumlah
Ringan Sedang Berat
E0 3 (3,75%) 0 (0%) 0 (0%) 3 (3,75%)
Berdasarkan tabel 1 di atas, angka E1
E2
0 (0,%)
0 (0%)
0 (0 %)
0 (0 %)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
tertinggi terletak pada pemberian ASI E3
E4
5 (6,25 %)
4 (5%)
0 (0 %)
0 (0 %)
0 (0%)
0 (0%)
5 (6,25%)
4 (5%)
selama enam bulan yaitu sebanyak E5
E6
3 (3,75%)
6 (7,5%)
0 (0 %)
0 (0 %)
0 (0%)
0 (0%)
3 (3,75%)
6 (7,5%)
76,25%, sedangkan sisanya 23,75% tidak TOTAL 21(26,25%) 0 (0 %) 0 (0%) 21 (26,25%)
memberikan ASI eksklusif, dengan angka (Data Primer Peneliti, 2015)

tertinggi terletak pada status E3dan E5 Dari hasil perhitungan dengan


yaitu sebanyak 7,5 % dan angka terendah menggunakan bantuan komputer dengan
terletak pada status pencapaian ASI E1dan menggunakan uji korelasi Chi-Square
E2 yaitu sejumlah 0 %. didapatkan nilai p < alfa (0,05) , maka
H1 diterima, artinya ada hubungan antara
2 Kejadian Alergi pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
Pengumpulan data mengenai kejadian alergi pada bayi dan anak usia 7-60 bulan
alergi pada bayi dan anak usia 7-60 bulan di RSIA Kota Kediri.
disajikan dalam tabel 2 tentang Distribusi
Tingkat Keparahan Alergi sebagai berikut:
Pembahasan
Tabel 2 Distribusi Tingkat Keparahan Alergi
1 Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan hasil penelitian,
Tingkat
Keparahan Alergi
Jumlah Presentase responden yang memberikan ASI
Tidak alergi 59 73,75 % eksklusif yaitu sebanyak 61 orang anak
Alergi ringan 21 26,25 %
Alergi sedang 0 0%
(76,25%), sedangkan 19 orang anak tidak
Alergi berat 0 0% memberikan ASI eksklusif (23,75%). Hal
TOTAL 80 100 %
(Data Primer Peneliti, 2015)
ini menunjukkan bahwa lebih banyak
Berdasarkan tabel di atas, angka responden yang memberikan ASI saja
tertinggi terletak pada status tidak alergi, tanpa tambahan makanan atau minuman
yaitu sebanyak 59 anak (73,75%). Namun, lain selama enam bulan dibandingkan
jika dilihat dari tingkat keparahan alergi, dengan responden yang sepenuhnya atau
terdapat 21 anak mengalami alergi sesekali memberikan makanan atau
(26,25%) yang merupakan alergi ringan. minuman lain selain ASI kepada anaknya
selama enam bulan. Faktor dorongan
3 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif petugas kesehatan menjadi salah satu
dengan Kejadian Alergi indikator penting dalam pemberian ASI
Pengumpulan data mengenai eksklusif tersebut. Dari informasi
hubungan pemberian ASI eksklusif responden saat penelitian didapatkan,
dengan kejadian alergi pada bayi dan anak bahwa semua responden pernah
usia 7-60 bulan didapatkan hasil sebagai mendapatkan informasi mengenai ASI
berikut: eksklusif (100%), baik dari petugas
kesehatan, leaflet, maupun media massa

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 4 No. 2 Mei 2016 44


ISSN 2303-1433

seperti majalah. Informasi mengenai Dari data yang diperoleh, meskipun


pemberian ASI secara eksklusif serta cara semua responden telah mendapat
menyusui yang benar sangat penting informasi mengenai ASI masih terdapat
diberikan kepada ibu. Dengan pendidikan responden yang tidak memberikan ASI
kesehatan tersebut, ibu akan memahami eksklusif. Hal tersebut bisa dikarenakan
betapa pentingnya ASI untuk oleh perilaku tenaga kesehatan yang
pertumbuhan serta perkembangan bayi belum sepenuhnya mendukung program
dan diharapkan ibu memberikan ASI tersebut misalnya ketika pulang dari
eksklusif pada buah hatinya. rumah sakit, ibu sering dibekali dengan
Penelitian yang mendukung tentang susu formula. Tindakan tersebut dapat
pentingnya peran petugas kesehatan dalam menyebabkan ibu malas untuk
memberikan penyuluhan mengenai memberikan ASI-nya. Sedikit saja
manfaat ASI eksklusif dilaporkan dalam masalah yang ditemui ketika menyusui,
penelitian yang dilakukan oleh Agustin ibu akan segera beralih ke susu formula
tahun 2010, yang menyatakan perlu yang dibawanya dari rumah sakit. Selain
adanya suatu bentuk kerjasama yang baik itu, faktor dukungan dari suami atau
antara petugas kesehatan, tokoh keluarga juga sangat mempengaruhi.
masyarakat, dan keluarga dalam Banyak nasihat yang diberikan oleh para
menggalakkan program pemberian ASI anggota keluarga, khusunya keluarga yang
eksklusif. Hal ini didukung oleh Ulya lebih tua, yang justru menimbulkan
Prastika (2013), bahwa pendidikan dan persepsi yang salah pada ibu. Misalnya,
dukungan dari petugas kesehatan, baik bahwa bayi baru lahir harus diberi madu
dokter, bidan, perawat maupun kader supaya kuat. Faktor lain yang juga
kesehatan, memiliki peran yang sangat mempengaruhi adalah faktor pekerjaan
penting dalam menunjang keberhasilan ibu. Ketatnya aturan kerja, lokasi tempat
pemberian ASI eksklusif. tinggal yang jauh dari tempat kerja, atau
Kerjasama dan komunikasi yang baik ketiadaan fasilitas kendaraan pribadi kerap
antara petugas kesehatan serta menjadi faktor yang menghambat ibu
kemampuan petugas kesehatan dalam untuk memberikan ASI kepada bayinya.
menunjukkan sikap terbuka dan bersedia Pendapat mengenai faktor-faktor
menjadi pendengar yang baik serta yang mempengaruhi dalam pemberian
menciptakan suasana yang nyaman akan ASI eksklusif dinyatakan oleh Damayanti
dapat menggali sejauh mana pengetahuan (2010), bahwa adanya “tradisi”
ibu dan mengembangkan pengetahuan ibu pemberian susu formula di rumah sakit
tersebut menjadi lebih baik. Dalam dapat menjadikan ibu terbiasa untuk
pemberian informasi guna memberikan susu formula pada bayi.
mengembangkan pengetahuan ibu dapat Pemberian informasi yang salah dapat
dilakukan dengan berbagai cara, salah menimbulkan pemahaman pada ibu baru
satunya yaitu menggunakan media bahwa susu formula adalah susu yang
komunikasi. Melalui media komunikasi, terbaik untuk bayinya. Selain itu,
informasi akan mudah diterima dan disebutkan juga bahwa banyak pasangan
mudah diingat oleh ibu sehingga yang merasa tidak nyaman jika istrinya
mendorong keinginan ibu untuk menyusui. Faktor lain yang berpengaruh
mengetahui dan akhirnya mendapatkan adalah faktor ibu bekerja. Pada saat ini
pemahaman yang lebih baik. Berbagai banyak ibu yang bekerja untuk membantu
bentuk media yang dapat digunakan perekonomian keluarga, sehingga ibu
adalah leaflet, lembar balik, alat peraga tidak mempunyai cukup banyak waktu
laktasi, poster, dan pemutaran film untuk menyusui bayinya. Tidak hanya itu,
(Ambarwati, 2013). ibu yang bekerja secara fisik juga lebih

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 4 No. 2 Mei 2016 45


ISSN 2303-1433

cepat merasa lelah, sehingga merasa tidak sedangkan sisanya 4 anak tidak memiliki
punya tenaga untuk menyusui. riwayat alergi dari orang tua (5 %).
Selain faktor dari ibu, tenaga Sedangkan dari 19 anak yang tidak
kesehatan, dan keluarga, Syamsianah mendapatkan ASI eksklusif seluruhnya
(2010) menambahkan, faktor pendekatan tidak ada riwayat alergi dari orang tuanya.
informal dari tokoh masyarakat setempat Dari data di atas, dapat dilihat bahwa
juga diperlukan guna memotivasi ibu agar meskipun anak telah diberi ASI eksklusif
lebih memperhatikan dan mengutamakan dan tidak memiliki riwayat alergi dari
kesehatan buah hatinya serta memupus keluarga, tetapi anak dapat mengalami
anggapan bahwa pemberian susu formula alergi karena pada dasarnya alergi adalah
pada bayi dapat meningkatkan derajat salah satu jenis gangguan dari sistem
sosial keluarga. kekebalan. Alergi dapat terjadi bila sistem
Dari data dan konsep yang ada, kekebalan seseorang memiliki sensitivitas
peneliti menyimpulkan bahwa pencapaian yang berlebihan terhadap protein asing
pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh yang bagi orang lain tidak menimbulkan
beberapa faktor. Faktor-faktor yang masalah. Jadi, alergi tergantung dari
berpengaruh tersebut adalah faktor ibu sistem kekebalan pada tubuh seseorang
bekerja, kebiasaan pemberian susu dan gejala alergi tersebut dapat muncul
formula di rumah sakit, dan faktor kapan saja, baik pada masa bayi, anak-
dukungan dari tenaga kesehatan, orang anak, remaja, maupun dewasa. Bisa saja
terdekat atau keluarga serta dukungan dari saat bayi tidak mengalami alergi, tetapi
tokoh masyarakat. pada saat remaja atau dewasa gejala alergi
tersebut baru muncul.
2 Kejadian Alergi Pendapat tersebut didukung oleh
Dari hasil penelitian didapatkan Espeland (2008) yang menyatakan bahwa
bahwa terdapat sejumlah 21 anak alergi pada dasarnya merupakan reaksi
mengalami alergi (26,25%). Angka ini tubuh terhadap zat (alergen) yang pada
lebih rendah dibandingkan dengan jumlah umumnya tidak menyebabkan efek yang
anak yang tidak mengalami alergi, yakni merusak dalam sebagian orang. Ketika
sebanyak 59 anak (73,75 %). Berdasarkan mengalami alergi, sistem kekebalan tubuh
hasil penelitian yang dilakukan, dari 59 memberikan reaksi yang berlebihan,
anak yang tidak mengalami alergi tersebut sehingga tubuh menghasilkan antibodi.
terdapat 55 anak yang mendapatkan ASI Antibodi-antibodi yang bereaksi terhadap
eksklusif, sedangkan sisanya 4 anak tidak alergen disebut IgE. Antibodi IgE
mendapatkan ASI eksklusif (5 %). Jika mengikat dan bereaksi pada permukaan
ditinjau dari faktor genetis, dari 51 anak sel-sel khusus yang disebut mast cell,
yang tidak mengalami alergi, tidak ada yang ditemukan pada lapisan hidung,
anak yang memiliki riwayat alergi dari paru-paru, kulit, dan usus. Begitu alergen
keluarga (0%). Hal ini karena didalam berhubungan sel-sel ini, mereka
ASI mengandung bahan kekebalan non melepaskan banyak zat kimia, termasuk
spesifik antara lain : faktor bifidus, histamin, yang dapat menghasilkan
lactoferin dan lizosim. perubahan-perubahan di berbagai macam
Jika dilihat dari 21 anak yang bagian tubuh, seperti penyakit galegata,
mengalami alergi terdapat 6 anak yang pembengkakan pada hidung, dan lapisan-
mendapatkan ASI eksklusif (7,5%), lapisan dada serta meningkatnya produksi
sedangkan sisanya 15 anak tidak lendir. Perubahan-perubahan ini dapat
mendapatkan ASI eksklusif (18,75%). menyebabkan berbagai macam gejala.
Dari 6 anak yang mendapatkan ASI Tidak ada usia yang pasti kapan seseorang
eksklusif terdapat 2 anak yang memiliki menderita alergi. Gejala alergi dapat
riwayat alergi dari orang tua (2,5 %),

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 4 No. 2 Mei 2016 46


ISSN 2303-1433

muncul selama masa anak-anak, remaja, tertentu dalam jumlah besar yang
atau pada usia dewasa (Espeland, 2008). dikonsumsi ibunya.
Kemunculan atau semakin parahnya Faktor lain yang dapat mempengaruhi
gejala alergi pada anak dapat disebabkan kejadian alergi adalah adanya riwayat
oleh tekanan fisik atau tekanan psikis. alergi dalam keluarga. Widjaja
Namun, tekanan-tekanan tersebut akan mamaparkan bahwa jika kedua orang tua
secara efektif memicu gejala alergi bila tidak ada riwayat alergi, maka
terjadinya bersamaan dengan kondisi anak kemungkinan anak terkena alergi adalah
yang sedang terpapar dan mengalami sebesar 12,5%. Pada anak yang salah satu
sensitivitas terhadap alergen makanan, dari orang tuanya menderita alergi,
bulu binatang, debu rumah, atau alergen kemungkinannya menjadi 19,8%. Jika
lain. Tekanan fisik dapat terjadi dalam terdapat saudara kandung yang memiliki
bentuk kedinginan, kepanasan, sakit riwayat alergi, kemungkinan anak terkena
influenza, kelelahan akibat beraktivitas alergi sebesar 30% dan jika kedua orang
fisik seperti berlari, berenang, dan olah tuanya menderita alergi, kemungkinan
fisik lainnya. Tekanan psikis dalam anak menderita alergi bertambah lagi
bentuk menangis, ketakutan, marah atau menjadi 42,9%. Faktor lain yang juga
bahkan karena tertawa terbahak-bahak sering menjadi pencetus alergi adalah
(IDAI, 2013). gangguan kejiwaan, seperti rasa cemas,
Faktor pemberian ASI secara tidak marah, dan takut (IDAI, 2013).
langsung juga dapat mempengaruhi Dari data dan konsep yang ada,
kejadian alergi yang timbul pada bayi. Hal peneliti menyimpulkan bahwa kejadian
tersebut dapat terjadi dari pengaruh alergi pada bayi dan anak dapat dipicu
makanan yang dikonsumsi oleh ibu yang oleh beberapa faktor. Faktor penyebab
kemungkinan dapat menjadi alergen pada alergi yang harus diwaspadai tersebut
tubuh bayi. Zat makanan yang terkandung adalah faktor dietik atau pemberian ASI,
dapat disalurkan dari ibu ke bayi melalui faktor keturunan (genetis), dan faktor
ASI, sehingga apabila bayi sensitif kejiwaan.
terhadap bahan makanan tertentu yang
dikonsumsi oleh ibu, dapat menyebabkan 3 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif
respon tubuh yang tidak biasa dan dengan Kejadian Alergi
muncullah gejala alergi pada tubuh bayi. Berdasarkan hasil perhitungan dengan
Pengaruh makanan ibu dapat menggunakan uji korelasi Chi- Square,
menyebabkan alergi dijelaskan oleh diperoleh hasil ada hubungan antara
Simkin (2007) yang menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
pada keadaan tertentu, makanan yang alergi pada bayi dan anak usia 7-60 bulan.
dikonsumsi ibu dapat berpengaruh buruk Menurut hasil kuesioner, diperoleh
terhadap bayi dan bayi akan mengalami sebanyak 61 bayi dan anak yang
ruam, hidung yang terus-menerus mendapatkan ASI eksklusif (76,25 %).
beringus, diare, atau kegelisahan berlebih. Dari 61 bayi dan anak yang mendapatkan
Seorang bayi yang mempunyai riwayat ASI eksklusif tersebut, terdapat sebanyak
keluarga yang kuat dalam hal makanan 55 bayi dan anak tidak mempunyai alergi
dapat bereaksi terhadap beberapa jenis (68,75 %), sedangkan sisanya 6 anak
makanan, pengawet makanan, pewarna mempunyai alergi (7,5%). Jika dilihat dari
makanan, dan zat aditif makanan dari 19 anak yang tidak mendapatkan ASI
makanan yang dikonsumsi ibunya. eksklusif terdapat 15 anak mengalami
Makanan yang paling berpotensi untuk alergi. Dari sejumlah anak tersebut
menimbulkan reaksi ini adalah susu sapi, terdapat 3 anak yang sepenuhnya diberi
telur, ikan, kerang, dan kacang. Beberapa susu formula dan makanan padat mulai
bayi ini bereaksi terhadap makanan dari lahir (3,75 %), sedangkan sisanya 12

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 4 No. 2 Mei 2016 47


ISSN 2303-1433

anak sesekali diberi ASI, susu formula, difteria, diare, obesitas, diabetes, limfoma,
madu, air putih, dan makanan padat dan leukemia.
(15%). Dari data dan konsep yang ada,
Susu formula yang biasa dikonsumsi peneliti menyimpulkan bahwa pemberian
mengandung protein susu sapi yang tidak ASI eksklusif hingga bayi berumur enam
cocok untuk tubuh bayi. Pada beberapa bulan dapat mengurangi risiko kejadian
kondisi tubuh tertentu, pajanan oleh alergi karena pada dasarnya ASI secara
protein susu sapi dapat menjadi alergen, alami diproduksi sesuai dengan kebutuhan
sehingga dapat terjadi alergi. Penelitian bayi, serta mengandung protein yang
terkait mengenai protein susu sapi sebagai berperan untuk mengurangi risiko alergi.
salah satu faktor penyebab alergi adalah Sehingga pemberian ASI eksklusif sangat
penelitian pada tahun 2007 yang bermanfaat untuk mencegah terjadinya
menyebutkan bahwa alergi susu sapi alergi sejak dini.
merupakan bentuk alergi makanan yang
paling sering ditemukan pada anak berusia Kesimpulan dan Saran
kurang dari 2 tahun, diperkirakan 2,75% 1 KESIMPULAN
anak dalam kelompok umur ini Dari hasil penelitian yang dilakukan
mengalami alergi protein susu sapi di RSIA Kota Kediri, dapat ditarik
(Yuliarti, 2010). kesimpulan sebagai berikut:
Protein yang terkandung dalam susu 1. Sebagian besar responden memberikan
sapi tidak dapat diarbsorbsi secara ASI eksklusif.
sempurna oleh tubuh bayi. Sedangkan 2. Sebagian kecil bayi dan anak
protein yang terkandung dalam ASI mengalami alergi.
sangat cocok karena unsur protein di 3. Hasil analisis yang dilakukan
dalamnya hampir seluruhnya terserap oleh menunjukkan bahwa ada hubungan
sistem pencernaan bayi. Hal ini antara pemberian ASI eksklusif dengan
disebabkan oleh protein ASI yang kejadian alergi pada bayi dan anak.
merupakan kelompok protein whey. 2 SARAN
Kelompok whey merupakan protein yang Berdasarkan penjelasan pada bab
sangat halus, lembut, dan mudah dicerna, sebelumnya, maka peneliti memberikan
sedangkan komposisi protein yang ada saran kepada pihak-pihak terkait antara
dalam air susu sapi adalah kelompok lain:
kasein yang kasar, bergumpal, dan sangat 1. Bagi Peneliti Selanjutnya
sukar dicerna oleh usus bayi. Diharapkan penelitian ini dapat
Perbandingan protein unsur whey dan dikembangkan lagi oleh peneliti
kasein dalam ASI adalah 60:40, selanjutnya tentang faktor-faktor yang
sedangkan di dalam air susu sapi 20:80 mempengaruhi kejadian alergi pada anak,
(Sri Purwanti, 2004). Artinya, protein misalnya faktor genetik dan faktor
pada air susu sapi hanya 1/3nya protein kejiwaan serta dapat dilakukan penelitian
ASI yang dapat diserap oleh sistem observasional mengenai hubungan
pencernaan bayi dan harus membuang dua pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
kali lebih banyak protein yang sukar alergi.
diresorbsi dan harus dikeluarkan dari
sistem pencernaan yang tentunya akan Daftar Pustaka
menimbulkan gangguan metabolisme dan
membebani sistem pencernaan (ekologi) Agusjaya Mataram, I Komang. 2011.
usus bayi. Damayanti juga berpendapat Aspek Imunologi Air Susu Ibu.
bahwa ASI dapat melindungi bayi dari Jurnal Ilmu Gizi Volume 2 No.1.
berbagai penyakit, seperti alergi (asma, Halaman 37-48.
eksim, alergi makanan), influenza,

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 4 No. 2 Mei 2016 48


ISSN 2303-1433

Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Bayi dan Anak. Jakarta: Balai
Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: penerbit FKUI
EGC.
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2008. Riset
Behrman,dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Keperawatan dan Teknik Penulisan
Anak. Jakarta: EGC Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.

Brooks, Geo F, dkk. 2005. Mikrobiologi IDAI Cabang Jatim IV dan IDI Kediri.
Kedokteran. Jakarta: Salemba 2013. Cough and Respiratory
Medika. Problem in Children. Jawa Timur:
IDI dan IDAI.
Damayanti, Diana. 2010. Asyiknya
Minum ASI. Jakarta: Gramedia Indonesian Children, 2009. Angka
Pustaka Utama. Kejadian Alergi.
<http://childrenallergyclinic.wordpre
Dinas Kesehatan Jawa Timur. 2014. ss.com/2009/05/16/angka-kejadian-
Pembahasan Hasil Survei Kadarzi alergi/> Diakses tanggal 14/01/2014
di Jawa Timur pukul 17.00 WIB
<http://dinkes.jatimprov.go.id/useri
mage/PEMBAHASAN%20HASIL Kemenkes RI, 2012. ASI Eksklusif Bayi
%20SURVEI%20KADARZI%20% Cerdas, Ibu pun Sehat.
20DI%20JAWA%20TIMUR.pdf> <adv_pp_asi.pdf> Diakses tanggal
Diakses tanggal 14/11/2013 pukul 14/01/2014 pukul 17.30 WIB
04.00 WIB
Judarwanto, Widodo.2009. Angka
Dinas Kesehatan Kota Kediri. 2014. Data Kejadian Alergi.
Kunjungan Penderita Dermatitis <http://childrenallergyclinic.wordpr
Kontak Alergi di Puskesmas. ess.com/2009/05/16/angka-kejadian-
alergi/> Diakses tanggal 14/02/2014
Espeland, Nancy. 2008. Petunjuk Lengkap pukul 04.20 WIB
Mengatasi Alergi dan Asma pada
Anak. Jakarta: Prestasi Pustakarya. Manuaba, Ida Bagus Gde, dkk. 2007.
Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta:
Fikawati, Sandra, dan Shafiq, Ahmad. EGC.
2010. Kajian Implementasi dan
Kebijakan Air Susu Ibu. Makara Notoadmodjo, Soekidjo. 2012.
Kesehatan Volume 14 No.1. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Halaman 17-24 Jakarta: Rineka Cipta.

FKUI. 2009. Imunologi Dasar Edisi 8. Oemiati, Ratih, dkk. 2010. Faktor-Faktor
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. yang Berhubungan dengan Penyakit
Asma di Indonesia. Halaman 41-49
Gitta.2012. ASI Kurangi Kejadian Alergi.
<http://www.nutriclub.co.id/alergi/ar Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan
ticle/allergy> Diakses tanggal Metodologi Penelitian Ilmu
15/02/2014 pukul 19.00 WIB Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
H.Effendi, Evita. 2004. Peran Uji Kulit
pada Dermatitis Atopik. Dalam S.A. Pdpersi.2012. Setiap Tahun, Penderita
Boediardja, dkk: Dermatitis pada Alergi di Indonesia Bertambah 30 Persen.

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 4 No. 2 Mei 2016 49


ISSN 2303-1433

<http://www.pdpersi.co.id/content/n Sri Purwanti, Hubertin. 2004. Konsep


ews.php?mid=5&nid=707&catid=23 Penerapan ASI Eksklusif, Buku Saku
> Diakses tanggal 15/02/2014 pukul untuk Bidan. Jakarta: EGC.
17.15 WIB
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian
Penerbit Buku Kompas. 2010. Rahasia Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Kecerdasan Anak, Memaksimalkan Bandung: Alfabeta, cv.
Perkembangan Otak, Jakarta:
PT.Kompas Media Nusantara. ________.2012. Statistika untuk
Penelitian. Bandung: Alfabeta, cv
Rubertus, Arian Datusanantyo. 2009. Seri
Penyembuhan Alami Bebas Alergi, Syamsianah, A. 2010. Hubungan Tingkat
Yogyakarta: Kansius. Pendidikan dan pengetahuan Ibu
tentang ASI.
Rudolph, Abraham N. 2006. Buku Ajar <http://www.google.co.id/url?sa=t&
Pediatri Rudolph. Jakarta: EGC. rct=j&q=distribusi%20lama%20pem
berian%20ASI&source=web&cd=4
Sears, William, dkk. 2007. The Baby &cad=rja&uact=8&ved=0CEEQFjA
Book. Jakarta: PT.Serambi Ilmu D&url=http%3A%2F%2Fportalgaru
Semesta. da.org%2Fdownload_article.php%3
Farticle%3D4645%26val%3D431&
Simkin P.Y, Penny, dkk. 2008. Panduan ei=DN4kU6m6KISsrAfbjYDoDQ&
Lengkap Kehamilan, Melahirkan, usg=AFQjCNHORqdVkCnMdNK
dan Bayi. Jakarta: Arcan. WBmFXLY4ZCTKVsw&sig2=xm
ABmw2vZppXq5hsTaazg&bvm=bv
Siregar, Sjawitri, P. 2004. Peran Alergen .62922401,d.bmk> Diakses tanggal
Makanan dan Alergen Hidup pada 13/03/2014 pukul 17.00 WIB
Dermatitis Atopik. Dalam S.A.
Boediardja, dkk: Dermatitis pada Widjaja, M.C. 2005. Mencegah dan
Bayi dan Anak. Jakarta: Balai Mengatasi Alergi dan Asma pada
penerbit FKUI Balita. Depok: PT.Kawan Pustaka.

Soebaryo, Retno W. 2004. Etiologi dan Yuliarti, N. 2010. Keajaiban ASI,


Patogenesis Dermatitis Atopik. Makanan Terbaik unuk Kesehatan,
Dalam S.A. Boediardja, dkk: Kecerdasan, dan Kelincahan SI
Dermatitis pada Bayi dan Anak. Kecil. Yogyakarta: CV.Andi.
Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 4 No. 2 Mei 2016 50

Das könnte Ihnen auch gefallen