Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Nim :1714201002
Febriyanti W. Takatelide
Lucky T. Kumaat
Reginus T. Malara
Abstrack: One of the emergency management at the head injury is the provision of oxygenation
therapy such as by using nasal prongs to maintain the stability of oxygenation in the tissues of
the body and brain. Adequate oxygenation to the tissues of the body can be seen with the results
of measurements of oxygen saturation. Oxygen saturation is the percentage of oxygen which
has been joined by a molecule of hemoglobin (Hb). The purpose of this study to determine the
effect of oxygenation nasal prongs to changes in oxygen saturation head injury patients in the
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. The research design is quasi-experimental design with
time series. A sampling technique that consecutive sampling by the number of 16 samples.The
results using paired t test SaO2 before and after the first 10 minutes, the first 10 minutes and
10 minutes both got value p-value = 0.000 <α 0.05. The results of the second test between 10
minutes and 10 third-obtained p-value = 0.005 <α 0,05 and repeated ANOVA test. Conclusion
The results of this study indicate there are significant oxygenation therapy nasal prongs to
changes in oxygen saturation head injury patients in the RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Suggestions are expected as a health worker to attend to the emergency oxygen as
the initial action on head injury patients to avoidhypoxia.
Keywords: Oxygenation Therapy, Nasal Prong, Oxygen Saturation, Head Injuries
Abstrak: Salah satu pengelolaan kedaruratan pada cedera kepala adalah dengan pemberian
terapi oksigenasi diantaranya dengan mengunakan nasal prong untuk menjaga kestabilan
oksigenasi di jaringan tubuh dan otak. Oksigenasi yang adekuat pada jaringan tubuh dapat
dilihat dengan hasil pengukuran saturasi oksigen.Saturasi oksigen adalah persentase oksigen
yang telah bergabung dengan molekul hemoglobin (Hb).Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh oksigenasi nasal prong terhadap perubahan saturasi oksigen pasien
cedera kepala di Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Desain
penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan rancangan time series.Teknik
pengambilan sampel yaitu consecutive sampling dengan jumlah 16 sampel.Hasil penelitian
menggunakan paired t test SaO2 sebelum dan sesudah 10 menit pertama, 10 menit pertama
dan 10 menit kedua didapat nilai p- value = 0,000 < α 0,05. Hasil uji antara 10 menit kedua
dan 10 ketiga didapat nilai p-value = 0,005 < α 0,05 serta uji repeated ANOVA. Kesimpulan
hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh terapi oksigenasi nasal prong terhadap
perubahansaturasioksigenpasiencederakepaladiInstalasiGawatDaruratRSUPProf.Dr.R.
D. Kandou Manado. Saran diharapkan sebagai tenaga kesehatan untuk memperhatikan
pemenuhan oksigen sebagai tindakan awal kegawatdaruratan pada pasien cedera kepala untuk
menghindari terjadinya hipoksia.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini & Hafifah.(2014). Hubungan
Antara Oksigenasi Dan Tingkat
Kesadaran Pada Pasien Cedera
Kepala Non Trauma Di ICU RSU
Ulin Banjarmasin.Semarang:
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. www.keperawatan.undip.ac.id ( Diakses 12 Oktober2016).
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013.
http://www.depkes.go.id/resources
/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf (Diakses 25 September 2016).
Hendrizal. (2014). Pengaruh Terapi Oksigen Menggunakan Non-
Rebreathing Mask Terhadap Tekanan Parsial CO2 Darah Pada Pasien Cedera Kepala. Jurnal
Kesehatan Andalas.http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/23/18 (Diakses
09 Desember2016)
Ratnasari. (2015). Hubungan Penanganan Oksigenasi Pasien Gawat Dengan Peningkatan Kesadaran
Kuantitatif Pada Pasien Cedera Otak Sedang Di IGD RSUD DR Abdoer Rahem Situbondo. Jurnal Keperawatan
Fikes UMJ.http://digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/67/umj-1x-destyyurit-3312-1-
jurnalf-x.pdf (Diakses 09Desember2016)
Smeltzer & Bare.(2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Vol. 3.Edisi 8.Jakarta : EGC.
Safrizal, Saanin, & Bachtiar.(2013). HubunganOxygen Delivery Dengan Outcome Rawatan Pasien Cedera
Kepala Sedang.Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Unand/RSUP Dr. M. Djamil
Padang. http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Safrizal.pdf (Diakses 12Oktober2016)
P (Problem) :
Berdasarkan survei data awal yang dilakukan di Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
selama bulan September 2016 jumlah pasien yang datang ke rumah sakit dengan diagnosa cedera kepala sebanyak
138 orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang perawat pelaksana di Instalasi Gawat Darurat sebagian
besar pasien cedera kepala yang datang mendapatkan terapi oksigen.Commotio cerebri (cedera kepala ringan sampai
sedang) masuk dalam 10 penyakit terbanyak di Instalasi Gawat Darurat Bedah dan berada pada urutan pertama,
dimana commotio serebri di Instalasi Gawat Darurat Bedah berjumlah 127 pasien dan data yang didapatkan di
ruangan resusitasi gawat darurat terdapat 11 pasien dengan cedera kepalaberat.
I (intervensi) :
Proteksi otak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kerusakan sel-sel otak
yang diakibatkan oleh keadaan iskemia. Iskemia otak adalah suatu gangguan hemodinamik yang akan menyebabkan
penurunan aliran darah otak sampai ke suatu tingkat yang akan menyebabkan kerusakan otak yang irreversibel.
Metode dasar dalam melakukan proteksi otak adalah dengan cara membebaskan jalan nafas dan oksigenasi yang
adekuat (Safrizal, Saanin, Bachtiar, 2013).Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan terapi oksigenasi nasal
prong dapat mengembalikan saturasi oksigen dari kondisi hipoksia sedang- berat ke hipoksia ringan-sedang dan
hipoksia ringan-sedang ke kondisi normal secara bermakna
C (comprarison) : Penlitian ini tidak ada pembanding karena penelitiannya hanya mengukur saja
O (outcome) :
Dari hasil analisa menggunakan uji t paired sample untuk rata-rata saturasi oksigen sebelum dan sebelum dan sesudah
diberikan oksigenasi nasal prong selama 10 menit pertama dan rata-rata saturasi oksigen 10 menit pertama dan 10
menit kedua didapat nilai P value yang sama yaitu 0,000 dimana P value < α (0,05). Rata-rata saturasi oksigen antara
10 menit kedua dan 10 ketiga didapat P value 0,005 dimana P value < α (0,05). Berdasarkan analisa menggunakan uji
t paired sample pada variabel-variabel tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi oksigenasi nasal
prong terhadap perubahan saturasi oksigen pasien cederakepala.
Ilmi Darmawan1,Milasari2
Penyakit ACS merupakan kegawatan jantung dengan gambaran klinis yang beragam, ACS merupakan jenis penyakit
jantung terbanyak di Indonesia sekitar 420.449 ribu. Penyakit jantung penyebab kematian nomor satu di Negara
berpenghasilan rendah menengah. Penyakit ini menghambat pergerakan darah kaya oksigen kearah jantung yang
dapat menyebabkan kematian otot jantung, sehingga diperlukannya oksigen oleh sel- sel miokardium untuk
metabolisme aerob. Oksigen tambahan dapat meningkatkan suplai ke otot jantung diharapkan besarnya infark tidak
bertambah. Tujuan penelitian mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah diberikan terapi oksigenasi nasal kanul
terhadap perubahan saturasi oksigen pada pasien ACS. Metode penelitian menggunakan eksperimen semu dengan
rancangan One-group Pra-Post Test Design, tekhnik sampling Purposive Sampling menggunakan uji Paired T-Test,
jumlah responden 22 orang. Didapatkan nilai rata-rata saturasi oksigen sebelum 91.59% dan sesudah 93.9%. Hasil
pengukuran saturasi oksigen sebelum dan sesudah diberikan terapi oksigenasi nasal kanul didapatkan nilai p (0,000)
<α (0,05). Ada efektifitas pemberian saturasi oksigen nasal kanul terhadap saturasi oksigen pada pasien ACS.
Kata kundi: acute coronary syndrome, saturasi oksigen, terapi nasal kanul
ABSTRACT
ACS is heart disease with diverse clinical conditions, ACS the most type of heart disease in Indonesiaaround
420.449 thaousand. Heart disease is the number one cause of death in low and middle income countries. This disease
inhibit movement of oxygenrich blood toward the heartwhich can cause death of the heart muscle, so the need for
oxygen by myocardial cell for aerob metabolism.additional oxygen can increase supply to the heart muscle is expected
to increase the amount of infarction. The purpose of this study was to determine the difference before and after nasal
oxygenation theraphy given to changes in oxygen saturation in ACS patients. The method research uses quasy-
experiment design with one group pre-post test design, sampling techniq using porpusive sampling by paired t-test,
respondent is 22 people. Is obstained mean oxygen saturation values before 91.59% and after 93.9%. the results of
measuring oxygen saturation before and after nasal oxygen therapy werw obtained pvalue (0.000) < α (0.05). there is
an effective a giving nasal oxygen saturation to oxygen saturation in ACS patients.
METODE
Penelitian yang digunakan adalah jenis
penelitian quasi eksperimental dengan rancangan One-
group Pra-Post Test Design. Populasi pada penelitian
ini seluruh pasien yang menderita ACS yang di rawat
di IGD RSUD Ulin Banjarmasin. Teknik pengambilan
sampling dengan nonprobability sampling
menggunakan purposive sampling dan didapatkan
sampel sebanyak 22 responden dengan kriteria inklusi
pasien dengan penyakit ACS dan memiliki penyakit
penyerta, pasien mengalami kekurangan oksigen
kurang dari atau sama dengan 94%. Penelitian
dilakukan dari tanggal 28 mei-28 Juni 2019 di ruang
IGD RSUD Ulin Banjarmasin. Analisis bivariate
dalam penelitian ini menggunakan uji paired t-test,
peneliti ingin mengetahui perbedaan saturasi oksigen
antara sebelum dan sesudah pemberian oksigenasi
nasal kanul, dimana pemberian oksigenasi subjek yang
sama hanya saja di uji 2 kali yaitu sebelum dan
sesudah pemberian oksigenasi.
Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD Ulin Banjarmasin ruang IGD kasus ACS cukup tinggi di
awal tahun 2019 sebanyak 19 orang di bulan Januari. Dilakukan pengkajian pada 7 orang pasien
yang terdiagnosa ACS terdapat perubahan saturasi oksigen dan diberikan terapi nasal kanul
dengan aliran rendah dan dilakukan pengukuran tingkat perubahan saturasi oksigen secara berkala
sampai waktu 6 jam. Didapatkan 6 orang kembali normal dalam waktu kurang dari 6 jam dan 1
orang lebih dari 6 jam.
I (Intervensi):
Penyakit ACS memiliki plak yang menempel pada arteri yang rusak, selanjutnya plak dapat
menebal yang menyebabkan ACS juga menjadi lebih tebal, sehingga menghambat pergerakan darah
kaya oksigen ke arah jantung. Jika plak ini pecah trombosit akan menempel pada luka di arteri dan
membentuk penyumbatan darah. Gumpalan darah dapat memblokir arteri menyebabkan angina
semakin parah, ketika bekuan darah cukup besar maka arteri akan tertekan menyebabkan infark
miokard atau kematian otot jantung (Novita Joseph, 2018). Diwaktu itulah pemberian oksigen
diperlukan oleh sel miokardial, untuk metabolisme aerob dimana adenosine triphosphate
dibebaskan untuk energy jantung pada waktu istirahat yang membutuhkan 70% oksigen (Kasron,
2012).
C (comprarison):
- Didapatkan nilai rata-rata saturasi oksigen pada responden sebelum diberikan terapi
oksigenasi nasal kanul sebesar 93.9, median 94.00, dan standar deviation 1.221
- Didapatkan nilai rata-rata saturasi oksigen pada responden sesudah diberikan terapi
oksigenasi nasal kanul sebesar 93.4, median 94.00 dan standar deviation .000
- Ada efektifitas sebelum dan sesudah pemberian saturasi oksigenasi nasal kanul terhadap
perubahan saturasi oksigen pada pasien acute coronary syndrome dengan nilai Pvalue (0.000)
< α (0.05)
(Outcome) :
Berdasarkan tabel 3 nilai rata-rata pada saturasi oksigen dengan melakukan pengukuran pretes
dan posttest terhadap responden acute coronary syndrome dengan diberikan terapi nasal kanaul
didapatkan nilai rata-rata 91.59 dan setelah diberikan terapi nasal kanul selama 6 jam
pengukuran secara berkala didapatkan nilai rata- rata 93.9. hasil analisis pengukuran pada
saturasi oksigen sebelum dan sesudah diberikan terapi nasal kanul didaptkan nilai p (0.000)< α
(0,05).
Hasil penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widiyanto & Yamin,
2014 terkait pemberian terapi oksigen terhadap perubahan saturasi oksigen melalui pemeriksaan
oksimetri pada pasien infark miokard akut didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh perubahan
saturasi oksigen yang signifikan sebelum pemberian terapi oksigen dengan setelah pemberian
terapi oksigen pada pasien Infark Miokard Akut (IMA) RSUD Dr. Moewardi di Surakarta.
Nama : Cabela milanda (1714201023)
Semester 6A
Suwandewi
ABSTRAK
Cedera kepala adalah cedera mekanik baik secara langsung atau tidak langsung yang
mengenai kepala mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan
selaput otak, dan kerusakan jaringan otak, serta gangguan neurologis. Metode dasar
dalam melakukan proteksi otak pada pasien cedera kepala adalah dengan membebaskan
jalan nafas dan oksigenasi yang adekuat. Pemberian oksigen melalui masker sederhana
dan posisi kepala 30° merupakan tindakan yang tepat pada klasifikasi cedera kepala
sedang untuk melancarkan perfusi oksigen ke serebral sehingga membantu peningkatan
status kesadaran. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui GCS sebelum dan sesudah
pemberian oksigen melalui masker sederhana dan posisi kepala 30° serta menganalisis
pengaruh pemberian oksigen melalui masker sederhana dan posisi kepala 30° terhadap
perubahan tingkat kesadaran pada pasien cedera kepala sedang. Penelitian ini merupakan
penelitian Quasi-Experimental dengan 30 responden. Uji yang digunakan adalah
Wilcoxon Test. Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh pemberian oksigen masker
sederhana dan posisi kepala 30° terhadap perubahan tingkat kesadaran pada pasien
cedera kepala sedang. GCS nilai rata-rata sebelum adalah 17,92 dan GCS nilai rata-rata
sesudah 14,09 dengan nilai p 0,009. Penelitian ini bersifat aplikatif sehingga perlu
direflikasi dan dikembangkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan
gawat darurat dan monitoring.
Kata Kunci : Cedera Kepala Sedang, Masker Oksigen Sederhana, Posisi Kepala 30°, Tingkat
Kesadaran GCS
PENDAHULUAN dilakukan penulis tanggal 2 Februari 2015 di
ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah Ulin
Pemeriksaan awal yang dilakukan
Banjarmasin, tidak ada SOP (Standar
pasien dengan cedera kepala adalah dengan
Operasional Prosedur) tentang penanganan
Glasgow coma scale (GCS) merupakan
pasien cedera kepala. Tetapi pihak rumah
sistem penilaian terstandarisasi yang
sakit telah memberikan kebijakan yang
digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
menyatakan bahwa petugas yang
pada pasien dengan gangguan kesadaran.
berkompeten untuk melakukan atau
GCS adalah perhitungan angka dari kognitif,
penggunaan alat life saving (Penggunaan
perilaku, dan fungsi neurologis. GCS
alat bantuan hidup komponen yang
merupakan instrumen standar
digunakan sebagai acuan ngobatan, dasar
yangdapat digunakan untuk
pembuatan keputusan klinis umum untuk
mengukur tingkat kesadaran pasien trauma
pasien (Ricard Coton & Michelle 2010).
kepala, merupakan salah satu kerusakan.
Otak merupakan organ yang sangat
Salah satu penyebab
vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh,
dari kerusakan otak adalah
karena di dalam otak terdapat berbagai pusat
terjadinya trauma atau cedera kepala yang
kontrol seperti pengendalian fisik,
dapat mengakibatkan
intelektual, emosional, sosial, dan
kerusakan struktur otak, sehingga fungsinya
keterampilan. Walaupun otak berada dalam
juga
ruang yang tertutup dan terlindungi oleh
dapat terganggu (Black & Hawks, 2009).
tulang- tulang yang kuat namun dapat juga
Keseimbangan oksigen otak
mengalami.
dipengaruhi oleh aliran darah otak yang
besarnya berkisar 15- 20 % dari curah dasar) di IGD salah satunya adalah
jantung (Black & Hawks, 2009). Proteksi paramedik yang sudah mendapatkan
otak merupakan serangkaian tindakan yang pelatihan dan mendapatkan sertifikasi untuk
dilakukan untuk mencegah atau mengurangi menggunakan alat tersebut seperti
kerusakan sel-sel otak yang diakibatkan oleh pemberian oksigen dan posisi pada pasien
keadaan iskemia. Iskemia otak adalah suatu cedera kepala. Selama ini belum diketahui
gangguan hemodinamik yang akan apakah terapi pemberian oksigen melalui
menyebabkan penurunan aliran darah otak masker sederhana dan posisi kepala 30º
sampai ke suatu tingkat yang akan yang diberikan oleh perawat dapat
menyebabkan kerusakan otak yang menunjukan perubahan tingkat kesadaran
ireversibel. Metode dasar dalam melalukan pada pasien cedera kepala sedang.
proteksi otak adalah dengan cara Tujuan utama pengelolaan cedera
membebaskan jalan nafas dan oksigenasi kepala adalah mengoptimalkan pemulihan
yang adekuat (Simon M, Andrew B, Mark dari cedera kepala primer dan mencegah
CB, 2006). cedera kepala sekunder yang disebabkan
Hasil penelitian yang dilakukan Noor oleh iskemik otak (Tisdal M, 2008).
khalilati (2014) bahwa pemberian oksigen Pengelolaan cedera kepala yang baik harus
yang tepat pada pasien cedera kepala adalah dimulai dari tempat kejadian, selama
dengan menggunakan masker biasa, karena transportasi, di instalasi gawat darurat,
lebih efektif meningkatkan saturasi oksigen hingga dilakukan terapi difinitif.
dibandingkan dengan nasal kanul. menurut Pengelolaan yang benar dan tepat akan
Summers,dkk (2009) untuk memaksimalkan mempengaruhi hasil akhir pasien.
oksigenasi perlu pengaturan elevasi kepala Penelitian ini bertujuan untuk
lebih tinggi karena dapat memfasilitasi mengetahui pengaruh pemberian oksigen
peningkatan aliran darah keserebral, dimana melalui masker sederhana dan posisi kepala
pada posisi kepala 30º terjadi peningkatan 30º terhadap perubahan tingkat kesadaran
aliran darah ke otak (cerebral blood flow, pada pasien cedera kepala sedang.
CBF).
Hasil studi pendahuluan yang METODE PENELITIAN
Penilitian ini merupakan penelitian diukur kembali setelah 24 jam.
Quasi- Experimental, dengan desain Sampel dalam penelitian diambil
penelitian Pretest- Postest control design. dengan kriteria pasien cedera kepala sedang
Pada penelitian ini intervensi dilakukan satu di rawat di RSUD Ulin Banjarmasin
kali yaitu intervensi pertama dilakukan sebanyak 30 responden. Analisis bivariat
dengan mengukur GCS terlebih dahulu, digunakan untuk mengetahui perbedaan
setelah itu diberikan oksigen melalui masker rerata nilai GCS sebelum dan sesudah
biasa dan posisi kepala 30° kemudian GCS diberikan intervensi oksigen dengan masker
f % f% %
9 1 33. 00 13. 14
0 3 3 46.7
Tingkat 1 6 20. 00 3.3 7
0 0 23.3
Kesadar
an
1 4 13. 00 0 4
1 3 13.3
1 4 13. 00 3.3 5
2 3 16.7
2 80 0 20 30
Total 4 100
Pengaruh Nilai GCS Sebelum dan yang menyebutkan distribusi kasus cedera
Sesudah Pemberian Oksigen Masker kepala pada laki-laki dua kali lebih sering
Sederhana Dan Posisi Kepala 30° dari pada wanita. Penelitian lain juga
menyebutkan hal sama yaitu sebagian besar
Tabel 5. Hasil analisis nilai GCS sebelum 74% kasus cedera kepala adalah laki-laki
dan sesudah pemberian oksigen (Suparnadi, 2002 dalam Nasution, 2010).
masker sederhanadan posisi Besarnya jumlah laki-laki dalam kejadian
kepala 30° di RSUD Ulin cedera kepala erat kaitannya dengan
Banjarmasin Bulan Juni-Juli 2015 mobilisasi individu yang lebih sering.
(n=30) Hasil uji statistik dengan
menggunakan wilcoxon test didapat nilai p
Variabel Mean Rank P value value 0,009 untuk nilai GCS sebelum dan
GCS Sebelum 17.92 0,009 nilai p value 0,009 untuk nilai GCS sesudah
dilakukan pemberian oksigen melalui masker
sederhana dan posisi kepala 30° yang berarti
nilai p value < α (0,05) maka Ho ditolak,
GCS Sesudah 14.90 0,009 sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh
pemberian oksigen masker sederhana dan
Hasil Penelitian ini diperoleh usia posisi kepala 30° terhadap perubahan tingkat
responden termuda adalah 11 tahun dan kesadaran GCS.
tertua 68 tahun, sedangkan untuk jenis Sesudah dilakukan pemberian oksigen
kelamin responden dalam penelitian ini masker sederhana dan posisi kepala 30°
paling banyak adalah jenis kelamin laki-laki. terjadi peningkatan nilai GCS yaitu mean 10
Nilai selisih GCS dengan kategori umur menjadi mean 11,07, Sastrodiningrat (2006)
kurang atau sama dengan 32 tahun selisih GCS merupakan faktor prediksi yang kuat
nilai GCS dengan total selisih 15 atau dalam menentukan prognosis. Dalam
sebesar 50% sedangkan distribusi responden penelitian Jannet dkk melaporkan 82% dari
dengan kategori umur lebih 32 tahun selisih penderita dengan skor GCS 11 atau lebih,
nilai GCS dengan total selisih 9 atau sebesar dalam waktu 24 jam setelah cedera
30%. mempunyai good outcome atau moderately
Evan (1996) dalam Nasution (2010) disabled dan hanya 12% yang meninggal
atau mendapat severe disability. Outcome boleh lebih dari 30°, dengan rasional
secara progresif akan menurun kalau skor mencegah peningkatan resiko penurunan
awal GCS menurun. tekanan perfusi serebral dan selanjutnya
Fokus utama penatalaksanaan pasien- dapat memperburuk iskemia serebral jika
pasien yang mengalami cedera kepala terdapat vasospasme (Anne et.al,
adalah mencegah terjadinya cedera otak 2005)
sekunder. Pemberian oksigenasi dan
memelihara tekanan darah yang baik dan KESIMPULAN
adekuat untuk mencukupi perfusi otak
Ada pengaruh pemberian oksigen
adalah hal yang paling utama dan terutama
melalui masker sederhana dan posisi kepala
untuk mencegah dan membatasi terjadinya
30° terhadap perubahan tingkat kesadaran
cedera otak sekunder yang akhirnya akan
dengan nilai p value 0,009 dengan Rerata
memperbaiki hasil akhir penderita. Hal ini
nilai GCS sebelum dilakukan intervensi
sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh
pemberian oksigen melalui masker sederhana
Patria (2012) bahwa pada pasien cedera
dan posisi kepala 30° yaitu 10 dengan
kepala hendaknya diberikan terapi oksigen
standar deviasi 1,145 dan rerata nilai GCS
dengan menggunakan masker ataupun
sesudah dilakukan intervensi pemberian
masker reservoir dengan konsentrasi
oksigen melalui masker sederhana dan posisi
oksigen 40-80%.
kepala 30° yaitu 11,07 dengan standar
Hipoksia merupakan oksigenasi
deviasi 2,766.
jaringan yang tidak adekuat pada tingkat
Praktik keperawatan dapat
jaringan, kondisi ini terjadi akibat defisiensi
dikembangkan berdasarkan hasil penelitian
penghantaran oksigen atau penggunaan
yang telah ada, karenya bagi perawat praktisi
oksigen diselular (Potter dan Perry, 2005).
hasil penelitian ini dapat diterapkan pada
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar
cara pemberian, jenis serta dosis pemberian
manusia yang paling mendasar. Keberadaan
oksigen dengan posisi kepala 30° dalam
oksigen merupakan salah satu komponen
evidence based practice serta dapat dijadikan
gas dan unsur vital dalam proses
sebagai standar operasional prosedur (SOP)
metabolisme dan untuk mempertahankan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh
keperawatan mandiri.
(Sulistyo, 2010).
Kebutuhan dasar manusia menurut
DAFTAR PUSTAKA
teori Hirarki Maslow merupakan sebuah
teori yang dapat digunakan perawat untuk Anne, et. Al.(2005). Head Down; Flat
memahami hubungan antara kebutuhan Positioning Improves Blood Flow
dasar manusia pada saat memberikan Velocity in Acut Ischemic Stroke.
perawatan. Kebutuhan fisiologi merupakan Journal of American Academy of
hal yang penting untuk bertahan hidup, Neurology.
salah satunya adalah kebutuhan oksigenasi Black.J.M & Hawks. J. H. (2009). Medical-
(Potter dan Perry 2005). Surgical Nursing : Clinical
Christopher B, et.al (2012) Management For Positive Outcome. (7
berkesimpulan bahwa oksigenasi jaringan th edition), St Louis, Elsivier
otak sangat berhubungan dengan beberapa Saunders.
parameter outcome dan prognosa pasien. Christopher B, Karl L, Berk O, Andreas W,
Penerapan terapi intervensi untuk tetap and Oliver W. (2012). Brain Tissue
menjaga oksigenasi jaringan otak diatas Oxygen Monitoring and Hyperoxic
ambang tertentu dapat memperbaiki angka Treatment in Patients with Traumatic
mortalitas dan outcome neurologis pada Brain Injury. In:
pasien-pasien cedera kepala. Journal of Neurotrauma. Mary Ann Liebert;
Elevasi kepala berdasarkan pada 2012.p.2109-23.
respon fisiologi merupakan perubahan Nasution. E.S.(2010). Karakteristik Cedera
posisi untuk peningkatkan aliran darah ke Kepala Akibat Kecelakaan Lalu Lintas.
otak dan mencegah terjadinya peningkatan http://repository.usu.ac.id/bitstream,
TIK. Beberapa perawat klinik melakukan diakses tanggal 20 Juni 2011.
tindakan bedrest dengan elevasi kepala tidak
Noor Khalilati. (2014). Efektivitas Yogyakarta.
Pemberian Oksigen Melalui Masker Summers,et.al.(2009).Comprehensive
Biasa Dibandingkan Dengan Nasal overview of Nursing and
Kanul Dengan Mengukur Saturasi Interdisciplinary Care of Acute
Oksigen (SpO2) Pada Pasien Cedera Ischemic Stroke Patient. A
Kepala Ringan Dan Sedang Di Scientific Statement
Ruang IGD RSUD Ulin Banjarmasin. From the
Tesis. American Heart
Patria. (2012). Aplikasi Klinis Terapi Association.
Oksigen. http://stroke.ahajournal.org/content/4
EGC. Jakarta. 0/8/29 11.full.Diakses pada 26
Potter dan Perry.(2005). Buku Ajar Agustus 2014
Fundamental Keperawatan. Penerbit
Buku
Kedokteran.EGC. Jakarta.
Ricard, et.al.(2010). Journal assessing the
Neurological Status of Patients with
Head Injuries.
Sastrodiningrat AG.(2006). Memahami
fakta-fakta pada perdarahan
subdural akut. Majalah Kedokteran
Nusantara.
Simon M, Andrew B, Mark CB. (2006).
Intensive Care, 2nd ed, Elsievier Churcill
Livingstone. Sulistyo Andarmoyo. (2012).
Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi).
Konsep, Proses dan Praktik
Keperawatan. Graha
Ilmu.
P : Cedera kepala sedang
I : Pemberian oksigen dengan masker sederhana dan posisi kepala 30 derajat
C : Pengaruh nilai GCS dengan pemberian oksigen sederhana serta jenis, dosis obat
dan posisi kepala
O : Meningkatkan kualitas perawatan mandiri
Uraian (PICO)
Problem : Pengaruh pemberian oksigen melalui masker sederhana dan posisi kepala
30º terhadap perubahan tingkat kesadaran pada pasien cedera kepala
sedang.
Intervensi : Pengaruh pemberian oksigen melalui masker sederhana dan posisi kepala
30° terhadap perubahan tingkat kesadaran dengan nilai p value 0,009
dengan Rerata nilai GCS sebelum dilakukan intervensi pemberian oksigen
melalui masker sederhana dan posisi kepala 30° yaitu 10 dengan standar
deviasi 1,145 dan rerata nilai GCS sesudah dilakukan intervensi pemberian
oksigen melalui masker sederhana dan posisi kepala 30° yaitu 11,07
dengan standar deviasi 2,766.
Comparison : Pemberian oksigen yang tepat pada pasien cedera kepala adalah dengan
menggunakan masker biasa, karena lebih efektif meningkatkan saturasi
oksigen dibandingkan dengan nasal kanul. Dapat diterapkan pada cara
pemberian, jenis serta dosis pemberian oksigen dengan posisi kepala 30
derajat
Outcome : Bagi perawat praktisi hasil penelitian ini dalam evidence based
practice serta dapat dijadikan sebagai standar operasional prosedur (SOP)
untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan mandiri.
volume kertas bekas dengan kejadian ISPA nempel pada alveoli, sementara partikel
pada pekerja pengepak kertas bekas. Sebelum ukuran lebih kecil lagi akan keluar saat
variabel volume kertas bekas dianalisis nafas dihembus- kan (Mukono, 2008;
menggunakan uji chi square, ditentukan Rosiana, 2013).
terlebih dahulu titik potong (cut off point) dari
volume kertas bekas karena merupakan skala
pengukuran numerik. Setelah didapatkan SIMPULAN
angka 310 m3 sebagai titik potong- nya,
kemudian dikategorikan berdasar asumsi Berdasarkan penelitian yang telah
bahwa pekerja yang bekerja di gudang/ rumah dila- kukan mengenai hubungan
pengepakan kertas dengan volume kertas ≥ penggunaan APD masker, kebiasaan
310 m3 terdiagnosis ISPA dan pekerja yang merokok, dan volume kertas bekas dengan
bekerja di gudang/ rumah pengepakan kertas kejadian ISPA pada pekerja pen- gepak
bekas dengan volume kertas < 310 m3 tidak kertas bekas Desa Terban Kecamatan Je-
terdiagnosis ISPA. Berdasarkan pengamatan kulo Kabupaten Kudus hasil menunjukkan
pada saat peneli- 59,7
tian dilakukan, jumlah kertas bekas di setiap % responden mengalami ISPA dengan
gu- dang/ rumah berbeda-beda.Banyak dan hubun- gan yang bermakna antara variabel
sedikit- nya jumlah volume kertas bekas penggunaan APD masker (p value=0,018),
dipengaruhi dari lamanya gudang/ rumah kebiasaan merokok (p value=0,000), dan
tempat pengepakan kertas bekas itu volume kertas bekas (p va- lue=0,000).
berdiri.Semakin lama gudang/ rumah
pengepakan kertas bekas itu berdiri maka
semakin besar pula jumlah volume kertas DAFTAR PUSTAKA
magnet bagi debu-debu halus disekitarnya
dan akan menempel terus selama tidak Ahyanti, M & Duarsa, ABS. 2013. Hubungan Mero-
dibersihkan. Pada saat seseorang menarik kok dengan Kejadian ISPA Pada Mahasiswa
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
nafas, udara yang mengandung partikel debu
Tanjungkarang. Jurnal Kesehatan
akan terhirup ke da- lam paru-paru. Ukuran Masyarakat, 7 (2): 47 – 53.
partikel debu yang ma- suk ke dalam paru-
paru akan menentukan letak penempelan atau Ardianto, Y. D. & Yudhastuti, R. 2012. Kejadian In-
pengendapan partikel tersebut. Partikel yang feksi Saluran Pernapasan Akut Pada Pekerja
Pabrik. Jurnal Kesehatan Masyarakat
berukuran 5 mikron akan tertahan pada Nasional, 6 (5): 230 – 233.
saluran nafas bagian atas, sedangkan parti-
kel berukuran 3 sampai 5 mikron akan Hikmawati, R & Martiana, T. 2013. Hubungan Kara-
bertahan pada saluran pernapasan bagian kteristik dan Perilaku Pekerja dengan Gejala
tengah. Partikel berukuran lebih kecil, 1 ISPA di Pabrik Asam Fosfat Dept. Produksi
III PT. Petrokimia Gresik. The Indonesian
sampai 3 mikron akan masuk ke dalam Journal of Occupational Safety and Health, 2
kantung udara paru-paru, me- (2): 130-136.
Kota Semarang. Unnes Journal of Public
Mukono. 2008. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Health, 2(1): 1-9.
Ter- hadap Gangguan Kesehatan. Airlangga
Univer- sity Press: Surabaya. Sholikhah, A.M & Sudarmaji. 2015. Hubungan Kara-
kteristik Pekerja dan Kadar Debu Total Den-
Rohilla, A., dkk. 2013. Upper Respiratory Tract In- gan Keluhan Pernapasan Pada Pekerja Industri
fections: An Overview. International Journal Kayu X di Kabupaten Lumajang. Prespektif
of Current Pharmaceutical Research, 2 (3): 1 Jur- nal Kesehatan Lingkungan, 1 (1): 1 – 12.
– 3.
Yusnabeti, R.A.W & Luciana, R. 2010. PM10 dan In-
Rosiana, A.M. 2013. Hubungan antara Kondisi Fisik feksi Saluran Pernapasan Akut Pekerja Industri Mebel.
Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Makara Kesehatan, 14 (1): 25 – 30.
Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu
P : Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan penggunaan
APD masker, kebiasaan merokok, dan volume kertas bekas dengan kejadian ISPA pada
pekerja pengepak kertas bekas Desa Terban Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus hasil
menunjukkan 59,7% responden mengalami ISPA dengan hubungan yang bermakna antara
variable penggunaan APD masker (p value=0,018), kebiasaan merokok (p value=0,000),
dan volume kertas bekas (p value=0,000). Berdasarkan analisis univariat variable bebas,
kebanyakan para pekerja tidak menggunakan masker saat bekerja (76,1 %) dibandingkan
dengan pekerja yang menggunakan masker saat bekerja (423,9 %). Distribusi kebiasaan
merokok pekerja pengepak kertas bekas didominasi oleh pekerja dengan status perokok
berat (67,2%) dengan konsumsi rokok perharinya lebih dari dua bungkus atau setara
dengan 20 batang rokok atau lebih dan sisanya (32,8 %) merupakan pekerja dengan status
perokok ringan dengan konsumsi rokok kurang dari satu bungkus atau 12 batang rokok.
Volume kertas bekas di gudang/ rumah para pekerja didominasi dengan volume ≥ 310 m3
(58,2 %) sedangkan sisanya adalah gudang/ rumah dengan volume < 310 m3 (41,8 %).
Hasil analisis bivariat antara variable bebas yang meliputi penggunaan APD masker,
kebiasaan merokok, dan volume kertas bekas dengan kejadian ISPA.
C : Saluran pernapasan dari hidung sampai bronchus dilapisi oleh membrane mukosa
bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidungdisaring, dihangatkan dan dilembutkan. Partikel-
partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat di dalam hidung, se dangkan
partikel debu yang halus akan terjerat dalam membrane mukosa. Gerakan silia mendorong
membrane mukosa ke posterior kerongga hidung dan kearah superior menuju faring. Secara umum
efek udara yang buruk terhadap pernapasan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi
lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak membersihkan saluran pernapasan akibat
iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lender akan meningka sehingga menyebabkan penyempitan
saliran pernapasan dan makrofage di saluran pernapasan.
Abstrak
Kata Kunci: Latar Belakang: penyempitan saluran napas yang dialami oleh
Asma; frekuensi pasien asma dapat dikurangi dengan melatih control pause. Teknik
pernapasan; control pause yang dapat digunakan adalah teknik pernapasan
pernapasan buteyko. Penerapan teknik pernapasan “buteyko” bertujuan untuk
diafragma; teknik memperbaiki pernapasan diaphragma serta memberikan efek
pernapasan relaksasi bagi penderita. Metode: analisis masalah dilakukan untuk
buteyko menggali informasi tentang efektifitas teknik pernapasan buteyko
untuk memperbaiki pernapasan diafragma dan memberi efek
relaksasi. Intervensi teknik pernapasan buteyko dilakukan pada 10
orang yang datang ke IGD yang telah dipilih berdasarkan criteria
yang telah ditentukan. Pelaksanaan teknik pernapasan buteyko
memiliki 3 sesi, yaitu sesi pertama tes bernapas control pause, sesi
kedua pernapasan dangkal, sesi ketiga teknik gabungan yang
dilakukan sekitar 15 menit. Hasil: hasil yang didapatkan pada
penerapan teknik pernapasan buteyko menunjukkan hasil yang
signifikan, dibuktikan dengan frekuensi pernapasan pasien menjadi
lebih baik. Diskusi: teknik pernapasan buteyko yang dilakukan pada
pasien sesak napas pada umumnya dan asma pada khususnya
memberikan efek memperbaiki frekuensi pernapasan diafragma dan
memberikan efek relaksasi yang menjadikan pasien lebih nyaman
Kesimpulan: penerapan teknik pernapasan buteyko yang
diaplikasikan pada pasien sesak napas memberikan manfaat
memperbaiki pernapasan diafragma serta memberikan efek relaksasi
sehingga dapat menurunkan peluang terjadinya sesak berulang.
Frekuensi
napas Jml Percent
28 1 10.0
29 1 10.0
30 2 20.0
32 1 10.0
33 1 10.0
34 1 10.0
35 1 10.0
36 2 20.0
Total 10 100.0
Berdasarkan data frekuensi 28 x/menit dialami oleh 1 pasien
pernapasan pasien sebelum dilakukan (10%).
terapi teknik pernapasan pasien antara
28-36 x/menit. Frekuensi pernapasan c. Frekuensi Pernapasan Pasien Sesudah
tertinggi 36 x/menit dialami oleh 2 Diberikan Terapi Teknik Pernapasan
pasien (20%) serta yang paling rendah Buteyko
Tabel 3.3 Frekuensi Pernapasan Pasien Sesudah Diberikan Terapi Teknik Pernapasan
Buteyko
Frekuensi Perce
napas Jumlah nt
24 2 20.0
25 2 20.0
26 1 10.0
27 1 10.0
28 3 30.0
29 1 10.0
Total 10 100.0
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
ABSTRAK
Latar Belakang. Evaluasi fungsi respirasi pada pasien cedera kepala merupakan
intervensi penting saat penatalaksanaan pasien cedera kepala. Evaluasi fungsi respirasi
dilakukan melalui pengukuran RR dan SpO2. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis hubungan antara RR dan SpO2 pada klien yang mengalami cedera kepala.
Metode. Penelitian observasional analitik dengan pendekatan desain cohort
retrospektif ini dilaksanakan di Rumah Sakit dr. Iskak Tulungagung pada bagian Rekam
Medis. Data diambil dari semua rekam medis pasien bulan Januari 2016 hingga Juli 2017
berjumlah 150 rekam medis. Variabel yang digunakan adalah jumlah RR dan Kadar
SpO2 saat pasien masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit. Data yang
didapatkan kemudian diolah dengan SPSS 20.0 menggunakan Uji Korelasi Spearman’s
Rho. Hasil. Berdasarkan hasil analisis Uji Korelasi Spearman’s Rho didapatkan p= 0,002,
r= -0,247. Kesimpulan. Pada pasien cedera kepala, komponen RR memiliki hubungan
yang bermakna dengan kadar SpO2 dengan kekuatan lemah dan arah korelasi negatif.
Kata Kunci: Pasien cedera kepala, Respiratory Rate (RR), Saturasi Oksigen (SpO2).
ABSTRAK
cedera kepala sedang dengan rerata GCS 9,06 (3- Berdasarkan hasil analisis Uji
14). Pada data RR responden didapatkan rerata Spearman’s Rho pada Tabel 4.5 dapat
23,99 (14-60), SpO2 responden didapatkan rerata diketahui bahwa p value = 0,002 dan
85,96 (50-99). nilai r =
Tabel 3. Hasil Uji Korelasi -0.247, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
Spearman’s Rho.
hubungan yang bermakna antara RR dan SpO2
SpO2
dengan kekuatan hubungan yang
Menurut Amanda & Marbun lalu lintas. Setiap hari rata-rata 120
(2014), laki-laki adalah korban orang meninggal akibat kecelakaan lalu
kecelakaan yang paling banyak di lintas di Indonesia dengan 60%
Indonesia, bahkan jumlahnya kematian berasal dari pengendara roda
termasuk dalam lima besar penyebab dua atau tiga dan 80%nya korbannya
utama kematian di Indonesia. adalah laki-laki.
Menurut Spesialis Keselamatan Lalu Dengan Uji Spearman’s Rho
Lintas di Bank Dunia, Jose Luis didapatkan bahwa RR memiliki
Irigoyen, negara- negara berkembang hubungan yang bermakna (p= 0,002)
seperti Indonesia menyumbang 90% dan memiliki arah korelasi negatif (r=
jumlah kematian akibat kecelakaan -0.247) dengan kadar
SpO2. Semakin tinggi nilai RR maka menunjukkan beberapa keadaan, antara lain rasa tidak
semakin rendahnya SpO2. nyaman atau nyeri, pengaruh respons
Adanya hubungan yang lemah dengan arah korelasi sistem saraf simpatis, keadaan asidosis
negatif antara RR dan SpO2 menunjukkan bahwa metabolik, kebutuhan oksigenasi
upaya tubuh dalam meningkatkan RR merupakan dengan adanya kenaikan penggunaan energi dan
pertanda adanya hipoksia jaringan yang ditandai metabolisme basal akan memicu kebutuhan
oleh adanya penurunan saturasi oksigen atau oksigen yang lebih tinggi dari kondisi normal
SpO2. Upaya tersebut merupakan pertanda tubuh (Werner & Engelhard, 2007). Maka secara reflek
sedang melakukan mekanisme kompensasi yang tubuh akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan
bertujuan untuk mempertahankan perfusi jaringan oksigen dan menjaga perfusi jaringan otak dengan
cerebral. Adanya kerusakan jaringan otak akan cara meningkatkan jumlah RR per menit,
memicu terjadinya gangguan sistemik yang salah harapannya dengan meningkatnya jumlah RR
satunya berupa hipermetabolisme pada jaringan maka FiO2 akan meningkat dan berdampak pula
otak. Cedera otak yang diikuti pada peningkatan PaO2 dan saturasi oksigen
dimungkinkan karena peningkatan variabel jaringan. Maka dapat disimpulkan bahwa pada
RR dapat disebabkan karena berbagai kondisi pasien cedera kepala yang masih
lain yang dapat mempengaruhi hasil belum bisa menggambarkan kondisi pasien cedera
(2015); Kondo et al. (2011); Laytin et al. Kekuatan hubungan yang lemah antara RR dan
dan adanya penggunaan ventilasi juga tidak dapat dijadikan dasar dalam
mekanik. Sedangkan menurut Warfield & pemberian berapa liter O2 yang harus
aturation adalah antara 95 – 100% (Merenstein & pengukuran SpO2 akan membantu untuk
Gardner, 2002). mengetahui berapa besaran konsentrasi oksigen
Dari hasil penelitian ini didapatkan fakta yang benar-benar bisa dimanfaatkan untuk
bahwa adanya kesamaan berupa penurunan GCS
pasien yang diikuti oleh penurunan dari SpO 2
DAFTAR PUSTAKA
pasien. Kondisi hipoksia yang terjadi pada
Amanda, Gita & Marbun, Julkifli.
pasien merupakan dampak dari beratnya (2014). Indonesia Urutan
kerusakan otak pasca cedera kepala yang Pertama Peningkatan
Kecelakaan Lalu Lintas
tergambar pada skor GCS pasien. Dari seluruh
. http//republika.co.id.
pasien yang meninggal didapatkan data bahwa Diakses tanggal 24 Juli 2016
100% mengalami hipoksia, dengan kondisi Pukul 09.11 WIB.
terbanyak mengalami hipoksia sedang. Skor Bouzat, Pierre, Legrand, Robin,
Gillois, Pierre, Ageron,
GCS pasien yang meninggal sebagian besar François-Xavier, Brun, Julien,
menunjukkan hasil GCS ≤8 sejumlah 19 pasien Savary, Dominique, Payen,
Jean- François. (2015).
atau 79%. Menurut Sharf dan El-Gebali (2013) Prediction of intra- hospital
yang menyatakan bahwa GCS dan saturasi mortality after severe trauma:
which pre-hospital score is the
oksigen memperfusi jaringan, most accurate? Injury.doi:
utamanya jaringan cerebral. http://dx.doi.org/10.1016/j.injury.
2015.
KESIMPULAN
Pada pasien cedera kepala, komponen RR 0.035
memiliki hubungan yang bermakna dengan kadar Brooker, C. (2005).
SpO2 dengan kekuatan lemah dan arah korelasi Ensiklopedi
Keperawatan. (Andry
negatif. merupakan faktor prediktor mortality Hartono,Brahm
yang kuat pada pasien dengan cedera kepala berat. U. P, Dwi Widiarti:trans). Jakarta:
EGC.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa berat
Bruijns, S., Guly, H., Bouamra, O.,
ringannya kondisi pasien cedera kepala yang Lecky, F., & Wallis, L.
tergambar pada GCS maka akan terlihat juga pada (2014). The value of the
difference between ED and
nilai SpO2 nya. Komponen SpO2 adalah gambaran prehospital vital signs in
presentase rasio antara jumlah oksigen aktual yang predicting outcome in trauma.
Emergency Medicine, 31, 579-
terikat oleh hemoglobin (Djojodibroto, 2007). 582
Maka dengan mengetahui berapa nilai hasil Djojodibroto, D. (2007).
Respirologi: Respirasi scoring system in low- and
medicine. Jakarta: EGC middle- income
countries:
Kondo, Y., Abe, T., Kohshi, K., Lessons from
Tokuda, Y., Cook, E.F. and Mumbai. Injury, 46(12), 2491-
Kukita, I. (2011). Revised 2497. doi:
trauma scoring system to predict http://dx.doi.org/10.1016/j.injur
In hospital mortality in the y.2015.0 6.029
emergency
department:
Glasgow Coma Score, Age, and systolic
blood pressure score. Critical Care, 15:
R191.
Laytin, Adam D., Kumar, Vineet,
Juillard, Catherine J., Sarang,
Bhakti, Lashoher, Angela, Roy,
Nobhojit, & Dicker, Rochelle
A. (2015). Choice of injury
PICO
O : Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara RR dan SpO2 pada kluen
mengalami cedera kepala. Data diambil dari semua rekam medis pasien bulan Januari 2016
hingga Juli 2017 berjumlah 150 rekam medis. Variabel yang digunakan adalah jumlah RR dan
Kadar SpO2 saat pasien masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit. Data yang didapatkan
kemudian diolah dengan SPSS 20.0 menggunakan Uji Korelasi Spearman’s Rho. Hasil.
Berdasarkan hasil analisis Uji Korelasi Spearman’s Rho didapatkan p= 0,002, r= -0,247.
Kesimpulan. Pada pasien cedera kepala, komponen RR memiliki hubungan yang bermakna
dengan kadar SpO2 dengan kekuatan lemah dan arah korelasi negatif.