Sie sind auf Seite 1von 43

Nama : maharani avia pakila

Nim :1714201002

PENGARUH TERAPI OKSIGENASI NASAL PRONG TERHADAP PERUBAHAN


SATURASI OKSIGEN PASIEN CEDERA KEPALA DI INSTALASI GAWAT
DARURAT RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO

Febriyanti W. Takatelide
Lucky T. Kumaat
Reginus T. Malara

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran


Universitas Sam Ratulangi Manado
Email :febriyantitakatelide@gmail.com

Abstrack: One of the emergency management at the head injury is the provision of oxygenation
therapy such as by using nasal prongs to maintain the stability of oxygenation in the tissues of
the body and brain. Adequate oxygenation to the tissues of the body can be seen with the results
of measurements of oxygen saturation. Oxygen saturation is the percentage of oxygen which
has been joined by a molecule of hemoglobin (Hb). The purpose of this study to determine the
effect of oxygenation nasal prongs to changes in oxygen saturation head injury patients in the
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. The research design is quasi-experimental design with
time series. A sampling technique that consecutive sampling by the number of 16 samples.The
results using paired t test SaO2 before and after the first 10 minutes, the first 10 minutes and
10 minutes both got value p-value = 0.000 <α 0.05. The results of the second test between 10
minutes and 10 third-obtained p-value = 0.005 <α 0,05 and repeated ANOVA test. Conclusion
The results of this study indicate there are significant oxygenation therapy nasal prongs to
changes in oxygen saturation head injury patients in the RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Suggestions are expected as a health worker to attend to the emergency oxygen as
the initial action on head injury patients to avoidhypoxia.
Keywords: Oxygenation Therapy, Nasal Prong, Oxygen Saturation, Head Injuries
Abstrak: Salah satu pengelolaan kedaruratan pada cedera kepala adalah dengan pemberian
terapi oksigenasi diantaranya dengan mengunakan nasal prong untuk menjaga kestabilan
oksigenasi di jaringan tubuh dan otak. Oksigenasi yang adekuat pada jaringan tubuh dapat
dilihat dengan hasil pengukuran saturasi oksigen.Saturasi oksigen adalah persentase oksigen
yang telah bergabung dengan molekul hemoglobin (Hb).Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh oksigenasi nasal prong terhadap perubahan saturasi oksigen pasien
cedera kepala di Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Desain
penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan rancangan time series.Teknik
pengambilan sampel yaitu consecutive sampling dengan jumlah 16 sampel.Hasil penelitian
menggunakan paired t test SaO2 sebelum dan sesudah 10 menit pertama, 10 menit pertama
dan 10 menit kedua didapat nilai p- value = 0,000 < α 0,05. Hasil uji antara 10 menit kedua
dan 10 ketiga didapat nilai p-value = 0,005 < α 0,05 serta uji repeated ANOVA. Kesimpulan
hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh terapi oksigenasi nasal prong terhadap
perubahansaturasioksigenpasiencederakepaladiInstalasiGawatDaruratRSUPProf.Dr.R.
D. Kandou Manado. Saran diharapkan sebagai tenaga kesehatan untuk memperhatikan
pemenuhan oksigen sebagai tindakan awal kegawatdaruratan pada pasien cedera kepala untuk
menghindari terjadinya hipoksia.

Kata kunci : Oksigenasi Nasal Prong, Saturasi Oksigen, Cedera Kepala


PENDAHULUAN mempengaruhioutcome pasien. Tujuan
Cedera kepala adalah suatu gangguan utama pengelolaan cedera kepala adalah
traumatik dari fungsi otak yang disertai mengoptimalkan pemulihan dari cedera
atau tanpa perdarahan interstitial dalam kepala primer dan mencegah cedera kepala
substansi otak tanpa diikuti terputusnya sekunder.Proteksi otak adalah serangkaian
kontinuitas otak.Cedera kepala merupakan tindakan yang dilakukan untuk mencegah
adanya pukulan atau benturan mendadak atau mengurangi kerusakan sel-sel otak
pada kepala dengan atau tanpa kehilangan yang diakibatkan oleh keadaan iskemia.
kesadaran (Wijaya & Putri, 2013). Cedera Iskemia otak adalah suatu gangguan
kepala meliputi trauma kulit kepala, hemodinamik yang akan menyebabkan
tengkorak, dan otak. Cedera kepala paling penurunan aliran darah otak sampai ke
sering dan penyakit neurologik yang serius suatu tingkat yang akan menyebabkan
di antara penyakit neurologik, dan kerusakan otak yang irreversibel. Metode
merupakan proporsi epidemik sebagai hasil dasar dalam melakukan proteksi otak
kecelakaan jalanraya. adalah dengan cara membebaskan jalan
Diperkirakan 100.000 orang nafas dan oksigenasi yang adekuat
meninggal setiap tahunnya akibat cedera (Safrizal, Saanin, Bachtiar, 2013).
kepala, dan lebih dari 700.000 mengalai Oksigen merupakan salah satu
cedera cukup berat yang memerlukan komponen gas dan unsur vital dalam
perawatan di rumah sakit. Pada kelompok proses metabolisme, untuk
ini, antara 50.000 sampai 90.000 orang mempertahankan kelangsungan hidup
setiap tahun mengalami penurunan seluruh sel tubuh. Secara normal elemen
intelektual atau tingkah laku yang ini diperoleh dengancara menghirup udara
menghambat kembalinya mereka menuju ruangan dalam setiap kali bernapas.
kehidupan normal. Dua pertiga dari kasus Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh
ini berusia dibawah 30 tahun, dengan ditentukan oleh interaksi sistem respirasi,
jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita kardiovaskuler, dan keadaan hematologis.
(Smeltzer & Bare, 2002). Adanya kekurangan oksigen ditandai
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan dengan keadaan hipoksia, yang dalam
Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, jumlah proses lanjut dapat menyebabkan kematian
data yang dianalisis seluruhnya 1.027.758 jaringan bahkan dapat mengancam
orang untuk semua umur. Adapun kehidupan (Anggraini & Hafifah,2014).
responden yang pernah mengalami cedera Nasal prong adalah salah satu jenis alat
84.774 orang dan tidak cedera 942.984 yang digunakan dalam pemberian oksigen.
orang. Prevalensi cedera secara nasional Alat ini adalah dua lubang “prong” pendek
adalah 8,2% dan prevalensi angka cedera yang menghantar oksigen langsung
kepala di Sulawesi utara sebesar 8,3%. kedalam lubang hidung. Prong menempel
Prevalensi cedera tertinggi berdasarkan pada pipa yang tersambung ke sumber
karakteristik responden yaitu pada oksigen, humidifier, dan flow meter.
kelompok umur 15-24 tahun (11,7%), dan Manfaat sistem penghantaran tipe ini
pada laki-laki (10,1%), (Badan Penelitian meliputi cara pemberian oksigen yang
dan Pengembangan Kesehatan nyaman dan gampang dengan konsentrasi
Departemen Kesehatan Republik hingga 44%. Peralatan ini lebih murah,
Indonesia, 2013). memudahkan aktivitas/mobilitas pasien,
Pengelolaan cedera kepala yang baik dan sistem ini praktis untuk pemakaian
harus dimulai dari tempat kejadian, selama jangka lama (Terry & Weaver, 2013).
transportasi, di instalasi gawat darurat, Pada penelitian mengenai hubungan
hingga dilakukannya terapi definitif. antara oksigenasi dengan tingkat
Pengelolaan yang benar dan tepat akan kesadaran pada pasien cedera kepala non
trauma di ICU RSU UlinBanjarmasin
yang dilakukan oleh Anggraini & Hafifah trauma. Penelitian yang dilakukan oleh
(2014) didapat hasil bahwa terdapat Safrizal, Saanin dan Bachtiar (2013) untuk
hubungan antara oksigenasi dengan tingkat melihat hubungan oxygen delivery dengan
kesadaran pada pasien cedera kepala non outcomerawatan pasien cedera kepala sedang
di RSUP dr. M. Djamil Padang, didapatkan cedera kepala Commotio cerebri (cedera
hasil bahwa terdapat hubungan yang kepala ringan sampai sedang) yang
signifikan antara nilai oxygen delivery mendapatkan perawatan di Instalasi Gawat
dengan outcome pasien cedera kepala Darurat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
sedang di RSUP dr. M. Djamil Padang. Manado yang berjumlah 127 orang.
Berdasarkan survei data awal yang Teknik pengambilan sampel menggunakan
dilakukan di Instalasi Gawat Darurat non probability sampling yaitu consecutive
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado sampling.Jumlah sampel untuk penelitian
selama bulan September 2016 jumlah ini sebanyak 16 orang. Instrumen yang
pasien yang datang ke rumah sakit dengan digunakan untuk intervensi penelitian
diagnosa cedera kepala sebanyak 138 adalah untuk pengukuran nilai saturasi
orang. Berdasarkan hasil wawancara oksigen menggunakan alat pulse oxymetri.
dengan seorang perawat pelaksana di Sedangkan instrumen pengumpulan data
Instalasi Gawat Darurat sebagian besar nilai saturasi oksigen berupa lembar
pasien cedera kepala yang datang observasi.
mendapatkan terapi oksigen. Commotio
cerebri (cedera kepala ringan sampai Data diambil dari hasil pemeriksaan
sedang) masuk dalam 10 penyakit saturasi oksigen menggunakan pulse
terbanyak di Instalasi Gawat Darurat oxymetri. Pada kelompok intervensi
Bedah dan berada pada urutan pertama, sebelum dilakukan pemasangan oksigen
dimana commotio serebri di Instalasi menggunakan nasal prong atau nasal kanul
Gawat Darurat Bedah berjumlah 127 dilakukan pemeriksaan saturasi oksigen
pasien dan data yang didapatkan di terlebih dahulu, kemudian dilakukan
ruangan resusitasi gawat darurat terdapat pemasangan oksigen menggunakan nasal
11 pasien dengan cedera kepalaberat. prong atau nasal kanul setelahnya
Berdasarkan uraian latarbelakang dilakukan pemeriksaan saturasi oksigen
diatas, maka penulis tertarik untuk lagi.Untuk pengukuran dilakukan sebanyak
melakukan penelitian mengenai pengaruh tiga kali, yaitu pada 10 menit pertama, 10
oksigenasi nasal prong terhadap nilai menit kedua dan 10 menit berikutnya.Hal
saturasi oksigen pasien cedera kepala di ini dilakukan untuk melihat perubahan
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. saturasi oksigen pasien cedera kepala
selama 30 menit setelah diberikan oksigen
METODOLOGI PENELITIAN nasal prong. Pada pemeriksaan saturasi
Penelitian ini menggunakan metode oksigen untuk melihat berapa persen
Quasi eksperimen atau eksperimen semu jumlah saturasi oksigen pasien.
dengan rancangan Time Series. Penelitian Analisa data yaitu analisis univariat
dilakukan di Instalasi Gawat Darurat yang digunakan untuk menganalisis tiap
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. variabel dari penelitian dan analisis
Waktu penelitian dilakukan pada tanggal bivariat menggunakan uji T berpasangan
17 November 2016 – 09 Desember 2016. untuk menguji perbedaan mean antara dua
Populasi dalam penelitian ini adalahpasien kelompok data yang dependen dan uji
Repeated Measures Anova yaitu uji untuk
membandingkan lebih dari dua rata-rata,
dengan tingkat kepercayaan 95% (α=
0,05).
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan 10 menit 10 menit 10 menit
Klinis pertama kedua ketiga
Tabel 1.Distribusi frekuensi berdasarkan n % n % n %
Normal 12 75,0 15 93,8 16 100
umur Hipoksia 4 25,0 1 6,2
KriteriaUsia ringan-
N %
Masa remaja akhir (17 14 87,5 sedang
Total 16 100 16 100 16 100
– 25 tahun)
Sumber : Data Primer 2016
Masa dewasa awal 2 12,5
(26 – 35tahun) Tabel 6. Hasil uji T saturasi oksigen
Total 16 sebelum dan sesudah 10 menit pertama
100,0Sumber : pemberian terapi oksigenasi nasal prong
Data Primer2016
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan
Variabel Mean Paired Pvalue
jenis kelamin Differences
Mean SD
SaO2
Jenis Kelamin N % 91,50
pretest
Laki- laki 12 75,0 4,313 1,922 0,000
SaO2 10' 95,81
Perempuan 4 25,0 pertama
Total 16 100,0
Sumber: Data Primer 2016
Tabel 7. Hasil uji T saturasi oksigen10
Tabel 3.Distribusi responden berdasarkan menit pertama dan 10 menit kedua setelah
jumlah oksigen yang diberikan pemberian terapi oksigenasi nasal prong
VolumeOksigen N % Variabel Mean Paired P value
3 Liter/menit 9 56,2 Differences
4 Liter/menit 7 43,8 Mean SD
SaO2 10' 95,81
Total 16 100,0 pertama 1,875 1,147 0,000
Sumber: Data Primer 2016 SaO2 10' 97,69

Tabel 4.Distribusi responden berdasarkan kedua


saturasi oksigen sebelum diberikan terapi
oksigenasi nasal prong Tabel 8. Hasil uji T saturasi oksigen10
menit pertama dan 10 menit kedua setelah
KeadaanKlinis n% pemberian terapi oksigenasi nasal prong
Normal (SaO2 95% - 5 31,2 Variabel Mean Paired P value
100%) Differences
Hipoksia ringan-sedang 7 43,8 Mean SD
(SaO2 90% - <95%) SaO210' 97,69
kedua 1,063 1,289 0,005
Hipoksia sedang – berat 4 25,0 SaO210' 98,75
(SaO2 85% -<90%) ketiga
Total 16 100,0

Sumber : Data Primer 2016 Tabel 9. Hasil uji repeated ANOVA


perbandingan ketiga mean hasil
Tabel 5.Distribusi responden berdasarkan pengukuran saturasi oksigen 10 menit
saturasi oksigen setelah diberikan terapi pertama sampai 10 menitketiga
oksigenasi nasal prong
(I) (J) Mean Sig. menit kedua dan 10 menit ketiga setelah
waktu waktu Differe diberikan terapi oksigenasi nasal prong
nce (I- pada pasien cedera kepala.
J) diberikan oksigenasi nasal prong selama
1 2 -1,875 ,000 10 menit pertama dan rata-rata saturasi
3 -2,938 ,000 oksigen 10 menit pertama dan 10 menit
2 1 1,875 ,000 kedua didapat nilai P value yang sama yaitu
0,000 dimana P value < α (0,05). Rata-rata
3 -1,063 ,005
saturasi oksigen antara 10 menit kedua dan
3 1 2,938 ,000 10 ketiga didapat P value 0,005 dimana P
2 1,063 ,005 value < α (0,05). Berdasarkan analisa
menggunakan uji t paired sample pada
Dari hasil analisa menggunakan uji t variabel-variabel tersebut maka dapat
paired sample untuk rata-rata saturasi disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi
oksigen sebelum dan sebelum dan sesudah oksigenasi nasal prong terhadap perubahan
saturasi oksigen pasien cederakepala. Hasil penelitian ini menunjukkan
Hasil yang sama jugadidapatkan bahwa dengan terapi oksigenasi nasal
dengan menggunakan uji repeated prong dapat mengembalikan saturasi
measures ANOVA dimana didapatkan oksigen dari kondisi hipoksia sedang-
rata-rata saturasi oksigen 10 menit pertama berat ke hipoksia ringan-sedang dan
dan 10 menit kedua setelah pemberian hipoksia ringan-sedang ke kondisi normal
terapi oksigen berbeda secara signifikan secara bermakna. Hasil penelitian ini
dimana P value < α ( 0,000 < 0,05) maka sejalan dengan teori yang dikemukakan
H0 ditolak dan Ha diterima. Rata-rata oleh Hudak & Gallo (2010) dalam
saturasi oksigen 10 menit pertama dan 10 Widiyanto & Yamin (2014) disebutkan
menit ketiga setelah pemberian terapi bahwa meningkatkan FiO2 (presentase
oksigen juga berbeda secara signifikan oksigen yang diberikan) merupakan
dimana P value < α ( 0,000< 0,05) maka H0 metode mudah dan cepat untuk mencegah
ditolak dan Ha diterima. Dan hasil yang terjadinya hipoksia jaringan, dimana
sama juga didapatkan pada perbedaan rata- dengan meningkatkan FiO2 maka juga
rata saturasi oksigen 10 menit kedua dan akan meningkatkan PaO2 yang merupakan
10 menit ketiga setelah pemberian terapi faktor yang sangat menentukan saturasi
oksigen, dimana P value < α ( 0,005 <0,05) oksigen, dimana pada PaO2 tinggi
maka H0 ditolak dan Ha diterima. Sehingga hemoglobin membawa lebih banyak
berdasarkan hasil uji repeated ANOVA oksigen dan pada PaO2 rendah
dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang hemoglobin membawa sedikitoksigen.
signifikan antara nilai saturasi oksigen Berdasarkan penelitian yang
pada 10 menit pertama,10 dilakukan oleh Hendrizal (2014) didapat
hasil bahwa terapi oksigen menggunakan
non rebreathing mask berpengaruh
terhadap tekanan parsial CO2 darah pada
pasien cedera kepala untuk mencegah
terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial pada pasien cedera kepala.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh teori
tekanan gas campuran Dalton yang
mengatakan bahwa jika salah satu tekanan
gas dalam campuran gas bertambah maka
tekanan parsial gas lain akan menurun.
Dengan kata lain jika tekanan parsial CO2
bertambah maka tekanan parsial O2 akan
menurun dansebaliknya.
Penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Widiyanto
& Yamin (2014) dimana mereka meneliti
mengenai terapi oksigen terhadap
perubahan saturasi oksigen melalui
pemeriksaan oksimetri pada pasien Infark
Miokard Akut (IMA) didapatkan hasil
bahwa terdapat pengaruh terapi oksigen
terhadap perubahan saturasi oksigen pada
pasien Infark Miokard Akut (IMA).
Apabila PaO2 berada dalam kadar tersebut akan mengakibatkan terjadinya
yang terlalu rendah, maka hal tesebut akan peningkatan tekanan intrakranial
menimbulkan terjadinya hipoksia yang (Hendrizal,2014).
mana hal tersebut dapat menyebabkan Hasil penelitian yang dilakukan oleh
vasodilatasi pembuluh darah otak yang Chang dkk, 2009; Narotam dkk, 2009;
akan diikuti oleh peningkatan laju aliran Spiotta dkk, 2010; dalam Ratnasari dkk
darah ke otak meningkat sehingga kondisi (2015) dimana mereka berkesimpulan bahwa
oksigenasi jaringan otak sangat optimal sejak 10 – 30 menit setelah
berhubungan dengan beberapa parameter pemberian terapi oksigen nasal prong.
outcome dan prognosa pasien. Penerapan Pencapaian saturasi oksigen (SpO2)
terapi intervensi untuk tetap menjaga tersebut karena konsentrasi oksigen yang
oksigenasi jaringan otak diatas ambang diberikan.Disamping itu kondisi pasien
tertentu dapat memperbaiki angka juga menentukan, termasuk kepatenan alat
mortalitas dan outcome neurologis pada dan konsentrasi oksigen yang diperlukan.
pasien-pasien cedera otak.Stiefel dkk Pencapaian saturasi oksigen (SpO2) yang
(2005) melaporkan bahwa angka kematian optimal 100% karena berbagai faktor,
lebih tinggi pada pasien dengan oksigenasi diantaranya responden masih berusia muda
jaringan otak yang rendah. Beberapa dan kondisi hemodinamik pasien baik,
penelitian lain melaporkan bahwa hipoksia tanda – tanda vital dalam batas normal dan
jaringan otak dibawah 10 mmHg hemoglobin dalam batas normal sehingga
berhubungan dengan outcome yang buruk transportasi oksigen dapat adekuat ke
setelah cedera otak (Bardt dkk, 1998; seluruh tubuh.
Kiening dkk, 1997 dalam Ratnasari dkk, Keterbatasan dalam penelitian ini
2015). Van den Brink dkk (2000) adalah peneliti belum dapat mengontrol
melaporkan bahwa angka kematian lebih faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
dari 50% pada pasien dengan oksigenasi meningkatnya saturasi oksigen.
jaringan otak kurang dari 10 mm Hg
selama 30 menit (Ratnasari,2015).
Perlunya menjaga kestabilan PaO2 SIMPULAN
dengan terapi oksigen dimana
Berdasarkan hasil penelitian dapat
meningkatkan FiO2 maka juga akan
diketahui bahwa sebagian besar responden
meningkatkan PaO2 yang merupakan
datang ke rumah sakit dengan keadaan
faktor yang sangat menentukan saturasi
hipoksia ringan–sedang dengan SaO290%
oksigen, dimana pada PaO2 tinggi
- < 95%. Setelah pemberian oksigenasi
hemoglobin membawa lebih banyak nasal prong selama 30 menit berada dalam
oksigen dan pada PaO2 rendah kondisi normal dengan saturasi oksigen
hemoglobin membawa sedikit oksigen. 95% - 100%. Semakin lama pemberian
Dengan demikian kejadian hipoksia oksigenasi nasal prong semakin
khususnya pada otak dapat dihindari untuk meningkatkan saturasi oksigen.
pencegahan terjadinya cedera sekunder Berdasarkan hasil analisis menggunakan
pada pasien cedera kepala. Pada penelitian uji t dependen dan uji repeated ANOVA,
ini saturasi oksigen terus menerus didapat HO ditolak, yang dapat
meningkat hingga SpO2 semua responden disimpulkan bahwa terapi oksigenasi nasal
prong berpengaruh terhadap perubahan
saturasi oksigen pasien cedera kepala di
Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr.R.
D. Kandou Manado.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraini & Hafifah.(2014). Hubungan
Antara Oksigenasi Dan Tingkat
Kesadaran Pada Pasien Cedera
Kepala Non Trauma Di ICU RSU
Ulin Banjarmasin.Semarang:
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. www.keperawatan.undip.ac.id ( Diakses 12 Oktober2016).
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013.
http://www.depkes.go.id/resources
/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf (Diakses 25 September 2016).
Hendrizal. (2014). Pengaruh Terapi Oksigen Menggunakan Non-
Rebreathing Mask Terhadap Tekanan Parsial CO2 Darah Pada Pasien Cedera Kepala. Jurnal
Kesehatan Andalas.http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/23/18 (Diakses
09 Desember2016)
Ratnasari. (2015). Hubungan Penanganan Oksigenasi Pasien Gawat Dengan Peningkatan Kesadaran
Kuantitatif Pada Pasien Cedera Otak Sedang Di IGD RSUD DR Abdoer Rahem Situbondo. Jurnal Keperawatan
Fikes UMJ.http://digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/67/umj-1x-destyyurit-3312-1-
jurnalf-x.pdf (Diakses 09Desember2016)
Smeltzer & Bare.(2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Vol. 3.Edisi 8.Jakarta : EGC.
Safrizal, Saanin, & Bachtiar.(2013). HubunganOxygen Delivery Dengan Outcome Rawatan Pasien Cedera
Kepala Sedang.Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Unand/RSUP Dr. M. Djamil
Padang. http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Safrizal.pdf (Diakses 12Oktober2016)
P (Problem) :
Berdasarkan survei data awal yang dilakukan di Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
selama bulan September 2016 jumlah pasien yang datang ke rumah sakit dengan diagnosa cedera kepala sebanyak
138 orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang perawat pelaksana di Instalasi Gawat Darurat sebagian
besar pasien cedera kepala yang datang mendapatkan terapi oksigen.Commotio cerebri (cedera kepala ringan sampai
sedang) masuk dalam 10 penyakit terbanyak di Instalasi Gawat Darurat Bedah dan berada pada urutan pertama,
dimana commotio serebri di Instalasi Gawat Darurat Bedah berjumlah 127 pasien dan data yang didapatkan di
ruangan resusitasi gawat darurat terdapat 11 pasien dengan cedera kepalaberat.

I (intervensi) :
Proteksi otak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kerusakan sel-sel otak
yang diakibatkan oleh keadaan iskemia. Iskemia otak adalah suatu gangguan hemodinamik yang akan menyebabkan
penurunan aliran darah otak sampai ke suatu tingkat yang akan menyebabkan kerusakan otak yang irreversibel.
Metode dasar dalam melakukan proteksi otak adalah dengan cara membebaskan jalan nafas dan oksigenasi yang
adekuat (Safrizal, Saanin, Bachtiar, 2013).Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan terapi oksigenasi nasal
prong dapat mengembalikan saturasi oksigen dari kondisi hipoksia sedang- berat ke hipoksia ringan-sedang dan
hipoksia ringan-sedang ke kondisi normal secara bermakna

C (comprarison) : Penlitian ini tidak ada pembanding karena penelitiannya hanya mengukur saja

O (outcome) :
Dari hasil analisa menggunakan uji t paired sample untuk rata-rata saturasi oksigen sebelum dan sebelum dan sesudah
diberikan oksigenasi nasal prong selama 10 menit pertama dan rata-rata saturasi oksigen 10 menit pertama dan 10
menit kedua didapat nilai P value yang sama yaitu 0,000 dimana P value < α (0,05). Rata-rata saturasi oksigen antara
10 menit kedua dan 10 ketiga didapat P value 0,005 dimana P value < α (0,05). Berdasarkan analisa menggunakan uji
t paired sample pada variabel-variabel tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi oksigenasi nasal
prong terhadap perubahan saturasi oksigen pasien cederakepala.

T (Time) : Waktu dilaksanakannya

NAMA : Nurbaiti Rahmadani


Nim : 1714201004

EFEKTIVITAS TERAPI OKSIGENASI NASAL KANUL TERHADAP


SATURASI OKSIGEN PADA PENYAKIT ACUTE CORONARY SYINDROME
(ACS) DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD ULIN BANJARMASIN

Ilmi Darmawan1,Milasari2

S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin


milasari1989@gmail.com
ABSTRAK

Penyakit ACS merupakan kegawatan jantung dengan gambaran klinis yang beragam, ACS merupakan jenis penyakit
jantung terbanyak di Indonesia sekitar 420.449 ribu. Penyakit jantung penyebab kematian nomor satu di Negara
berpenghasilan rendah menengah. Penyakit ini menghambat pergerakan darah kaya oksigen kearah jantung yang
dapat menyebabkan kematian otot jantung, sehingga diperlukannya oksigen oleh sel- sel miokardium untuk
metabolisme aerob. Oksigen tambahan dapat meningkatkan suplai ke otot jantung diharapkan besarnya infark tidak
bertambah. Tujuan penelitian mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah diberikan terapi oksigenasi nasal kanul
terhadap perubahan saturasi oksigen pada pasien ACS. Metode penelitian menggunakan eksperimen semu dengan
rancangan One-group Pra-Post Test Design, tekhnik sampling Purposive Sampling menggunakan uji Paired T-Test,
jumlah responden 22 orang. Didapatkan nilai rata-rata saturasi oksigen sebelum 91.59% dan sesudah 93.9%. Hasil
pengukuran saturasi oksigen sebelum dan sesudah diberikan terapi oksigenasi nasal kanul didapatkan nilai p (0,000)
<α (0,05). Ada efektifitas pemberian saturasi oksigen nasal kanul terhadap saturasi oksigen pada pasien ACS.

Kata kundi: acute coronary syndrome, saturasi oksigen, terapi nasal kanul

ABSTRACT

ACS is heart disease with diverse clinical conditions, ACS the most type of heart disease in Indonesiaaround
420.449 thaousand. Heart disease is the number one cause of death in low and middle income countries. This disease
inhibit movement of oxygenrich blood toward the heartwhich can cause death of the heart muscle, so the need for
oxygen by myocardial cell for aerob metabolism.additional oxygen can increase supply to the heart muscle is expected
to increase the amount of infarction. The purpose of this study was to determine the difference before and after nasal
oxygenation theraphy given to changes in oxygen saturation in ACS patients. The method research uses quasy-
experiment design with one group pre-post test design, sampling techniq using porpusive sampling by paired t-test,
respondent is 22 people. Is obstained mean oxygen saturation values before 91.59% and after 93.9%. the results of
measuring oxygen saturation before and after nasal oxygen therapy werw obtained pvalue (0.000) < α (0.05). there is
an effective a giving nasal oxygen saturation to oxygen saturation in ACS patients.

Keywords: acute coronary syndrome, oxygen saturation, nasal cannula therapy


PENDAHULUAN yang menyebabkan ACS juga menjadi lebih tebal,
Penyakit jantung merupakan penyebab sehingga menghambat pergerakan darah kaya oksigen ke
kematian manusia nomor satu di Negara arah jantung. Jika plak ini pecah trombosit akan
berpenghasilan rendah dan menengah menyumbang menempel pada luka di arteri dan membentuk
>75% atau sekitar 7,5 juta kasus dari seluruh kematian penyumbatan darah. Gumpalan darah dapat memblokir
di dunia (WHO, 2015). Setiap tahunnya angka arteri menyebabkan angina semakin parah, ketika bekuan
kematian mengalami peningkatan akibat penyakit darah cukup besar maka arteri akan tertekan
jantung, menurut penelitian yang dilakukan di Amerika menyebabkan infark miokard atau kematian otot jantung
didapatkan 17,7 juta jiwa kematian akibat dari penyakit (Novita Joseph, 2018). Diwaktu itulah pemberian
jantung (WHO, 2017). Prevalensi penyakit jantung di oksigen diperlukan oleh sel miokardial, untuk
Indonesia sendiri pada tahun 2017 mencapai angka metabolisme aerob dimana adenosine triphosphate
420.449 jiwa penderita diseluruh rumah sakit dibebaskan untuk energy jantung pada waktu istirahat
(Kemenkes RI, 2017). Provinsi Kalimantan Selatan yang membutuhkan 70% oksigen (Kasron, 2012).
tahun 2017 didapatkan 4.972 jiwa penderita
mengalami penyakit jantung (Dinkes Prov.Kalsel, Sistem oksigenasi berperan penting dalam
2017). Jumlah penderita penyakit acute coronary mengatur pertukaran oksigen dan karbondioksida antara
syndrome di IGD RSUD Ulin Banjarmasin pada tahun udara dan darah. Oksigen diperlukan disemua sel untuk
2018 didapatkan sebanyak 137 orang diantaranya 109 dapat menghasilkan sumber energi. Karbondioksida
orang laki- laki dan 28 orang perempuan (Rekam yang dihasilkan oleh sel- sel secara metabolisme aktif
Medic RSUD Ulin Banjarmasin, 2018). membentuk asam yang harus dibuang oleh tubuh. Dalam
melakukan pertukaran gas sistem kardiovaskuler dan
Penyakit ACS memiliki plak yang menempel sistem respirasi bekerja sama, sistem kardiovaskuler
pada arteri yang rusak, selanjutnya plak dapat menebal bertanggung jawab untuk perfusi darah melalui paru (Dr,
R, Darmanto 2015). Pemberian oksigen sendiri mampu dianjurkan pemberian oksigen dalam 6 jam pertama
mempengaruhi ST elevasi pada infark anterior yang terapi dan pemberian oksigen lebih dari 6 jam secara
berdasarkan consensus, klinis tidak bermanfaat. Oksigen harus diberikan pada
pasien dengan sesak nafas, tanda gagal jantung, syok
atau saturasi oksigen <95%. (Mayes, P.A, 2010).

Pemberian oksigen tambahan dapat


meningkatkan suplai sampai ke otot jantung,
diharapkan besarnya infark tidak bertambah dan
komplikasi lain tidak terjadi. Pemberian suplemen
oksigen dapat meningkatkan tekanan oksigen dalam
darah hingga di atas 60 mmHg (Shuvy, 2015).

Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD Ulin


Banjarmasin ruang IGD kasus ACS cukup tinggi di
awal tahun 2019 sebanyak 19 orang di bulan Januari.
Dilakukan pengkajian pada 7 orang pasien yang
terdiagnosa ACS terdapat perubahan saturasi oksigen
dan diberikan terapi nasal kanul dengan aliran rendah
dan dilakukan pengukuran tingkat perubahan saturasi
oksigen secara berkala sampai waktu 6 jam.
Didapatkan 6 orang kembali normal dalam waktu
kurang dari 6 jam dan 1 orang lebih dari 6 jam.

METODE
Penelitian yang digunakan adalah jenis
penelitian quasi eksperimental dengan rancangan One-
group Pra-Post Test Design. Populasi pada penelitian
ini seluruh pasien yang menderita ACS yang di rawat
di IGD RSUD Ulin Banjarmasin. Teknik pengambilan
sampling dengan nonprobability sampling
menggunakan purposive sampling dan didapatkan
sampel sebanyak 22 responden dengan kriteria inklusi
pasien dengan penyakit ACS dan memiliki penyakit
penyerta, pasien mengalami kekurangan oksigen
kurang dari atau sama dengan 94%. Penelitian
dilakukan dari tanggal 28 mei-28 Juni 2019 di ruang
IGD RSUD Ulin Banjarmasin. Analisis bivariate
dalam penelitian ini menggunakan uji paired t-test,
peneliti ingin mengetahui perbedaan saturasi oksigen
antara sebelum dan sesudah pemberian oksigenasi
nasal kanul, dimana pemberian oksigenasi subjek yang
sama hanya saja di uji 2 kali yaitu sebelum dan
sesudah pemberian oksigenasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden
No Karakteristik Katagori 𝒇 %
1 Jenis Kelamin Laki-laki 16 72.73 umur terbayak yang menderita penyakit jantung koroner
perempuan 6 27.27
Jumlah 22 100,0 akut yaitu 56-65 tahun sebanyak 34 orang.
2 Usia 40-55 9 40.91
56-70 10 45.45
Menurut PERKI, 2015 faktor risiko pada
71-90 3 13.64
Jumlah 22 100.0 ACS meliputi usia dan jenis kelamin, didapatkan
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan distribusi usia pria >45 tahun dan wanita >55 tahun, riwayat
karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin keluarga dengan penyakit kardiovaskuler dan
terbanyak adalah laki-laki sebanyak faktor risiko yang dapat dimodifikasi diantaranya
16 orang (72.73%), dan usia 56-70 tahun sebanyak 10 meliputi hipertensi, hiperlipidemia, DM, gaya
orang (45.45%). hidup, dan kebiasaan merokok. Perubahan utama
yang terjadi pada penuaan dapat disebabkan oleh
Laki-laki mempunyai resiko yang lebih besar penebalan tunika intima yang disertai tunika media
dibandingkan perempuan dan mendapatkan serangan yang mengalami fibrosis. Ketebakan tunika intima
lebih awal dalam kehidupan dibandingkan perempuan meningkat ketika decade keempat dan kemudian
(Nasioanl Heart Lung and Blood Institute, 2011). Hal menipis secara bertahap (Cicilia et al, 2017).
ini didukung oleh penelitian dari WHO, 2017
menunjukkan bahwa hasil penelitiannya terdapat Analisa Sebelum dan Sesudah Diberikan
hubungan antara jenis kelamin pada acute coronary Terapi oksigenasi Nasal Kanul
syndrome pada laki- laki lebih rentan terkena akibat Tabel 2. Statistik responden sebelum dan sesudah
faktor gaya hidup. Pada kasus di berbagai rumah sakit diberikan terapi nasa kanul
seluruh Indonesia laki-laki lebih mendominasi 78.5% No Kategori Mean Median Mode
Stand.
Deviation
lebih tinggi dibanding perempuan yang 21.5%.
1 Sebelum 91.59 92.00 92 1.221
diberikan
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh ter.oksigen
Srikrishna, 2015 yang menyebutkan bahwa jenis 2 Sesudah 93.9 94.00 94 .000
diberikan
kelamin laki-laki lebih banyak terkena infark miokard ter.oksigen
dibandingkan perempuan hal ini dikarenakan laki-laki Berdasarkan tabel 2 menunjukkan analisa
lebih rentan mengalami artherosklerosis yang sebelum dan sesudah diberikan terapi oksigenasi nasal
disebabkan pada laki-laki lebih sering mengkonsumsi kanul terhadap saturasi oksigen didapatkan nilai mean
rokok dan juga disebabkan oleh kadar High Density sebelum sebesar 91.59, dan setelah diberikan terapi
Lipoprotein (HDL). oksigenasi nasal kanul selama 6 jam dengan
Angka morbiditas akibat penyakit jantung koroner pengukuran secara berkala didapatkan nilai mean
pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan sebesar 93.9. pada hasil pengukuran sebelum dan
perempuan dan kondisi ini hampir 10 tahun lebih dini sesudah didapatkan nilai rata-rata kenaikan saturasi
pada laki-laki dari pada perempuan, hal ini disebabkan oksigen sebesar 2.40.
karena pada perempuan ada hormone estrogen yang
bersifat protektif namun setelah terjadi menopause Pada proses penyakit acute coronary
insiden penyakit jantung coroner dapat meningkat dan syindrome (ACS) akibat kurangnya suplai oksigen ke
memiliki risiko yang sama dengan laki-laki (Lewis et miokard, maka kompensasi dari miokard adalah
al, 2007). dengan melakukan metabolisme anaerob agar jantung
tetap dapat memberikan suplai oksigen ke seluruh
Acute coronary syndrome dapat berpengaruh tubuh. Salah satu tindakan untuk mencegah perluasan
dengan usia seseorang karena iskemia dan infark infark miokard adalah dengan pemberian terapi
berulang lebih sering dijumpai pada usia lanjut >40 oksigen (Thygesen and Verdy, 2012).
tahun disebabkan fungsi sistolik ventrikel kiri
mengalami penurunan bermakna pada pasien ACS, Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
pengaruh usia lanjut menjadi lebih berat dua kali lipat telah dilakukan oleh Febriyanti, 2017 menunjukkan
karena usia membuat perubahan pada fungsi endotel bahwa rata-rata saturasi oksigen sebelum dan sesudah
vaskuler (Canon CP dkk, 2016). Hal ini sejalan dengan diberikan oksigenasi nasal prong selama 10 menit
penelitian Faridah et al, 2016 bahwa kelompok pertama dan 10 menit kedua didapatkan nila Pvalue
yang sama yaitu
0.000 dimana Pvalue < α(0.05) yang artinya ada perubahan saturasi oksigen pada pasien cidera kepala.
pengaruh terapi oksigenasi nasal prong terhadap
Pemberian oksigen di IGD pada pasien ACS
didasarkan pada rekomendasi AHA 2010, yang Analisis Hasil Pengukuran Saturasi Oksigen
menyatakan bahwa oksigen harus diberikan pada Sebelum dan Sesudah DIberikan Oksigenasi Nasal
pasien dengan Unicomplicated ACS dengan erterial Kanul
oxyhemoglobin saturation <94% atau terdapat gejala Tabel 3. Analisis hasil pengukuran saturasi oksigen sebelum
breathlessness, tanda heart failure, syok hypoxia atau dan sesudah diberikan oksigenasi nasal kanul dengan
distress pernapasan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian menggunakan uji Paired Sampel T-test
Wilson & Channer, 1997 dalam Metcalfe, 2012 pada 95%
Con.
42 pasien yang mengalami IMA dengan onset 24 jam Std. Interval
Ket Mean N
teridentifikasi hypoxia dan berdasarkan evidence Dev Of the P
dianjurkan untuk diberikan oksigen. Defference
Low Up
Pre 91.59 22 1.221 -2.95 -1.868 .000
Apabila oksigen diberikan pada gangguan Post 93.9 22 .000
jantung, maka oksigen mudah masuk berdifusi Paired Sampel T-test:
p (0.000) < α(0,05)
kedalam paru-paru. Pada ACS masalah utamanya
adalah hambatan transport (gannguan cardiac output Berdasarkan tabel 3 nilai rata-rata pada saturasi
oksigen dengan melakukan pengukuran pretes dan
atau denyut jantung) maka pemberian oksigen akan
meningkatkan saturasi oksigen maka hemoglobin posttest terhadap responden acute coronary syndrome
dengan diberikan terapi nasal kanaul didapatkan nilai
mampu membawa oksigen lebih banyak dibandingkan
jika seseorang tidak diberikan oksigen (Suparmi & rata-rata 91.59 dan setelah diberikan terapi nasal kanul
selama 6 jam pengukuran secara berkala didapatkan
Ignavicius, 2009).
nilai rata- rata 93.9. hasil analisis pengukuran pada
saturasi oksigen sebelum dan sesudah diberikan terapi
Teori diatas didukung penelitian yang
dilakukan oleh Thygesen & Verdy, 2012 di RSUD Dr. nasal kanul didaptkan nilai p (0.000)< α (0,05).
Moewardi Surakarta yang menunjukkan bahwa dengan
pemberian terapi oksigen nasal kanul dapat Hasil penelitian diatas sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Widiyanto & Yamin,
mengembalikan saturasi oksigen dari kondisi hipoksia
ringan ke kondisi normal secara bermakna. Penelitian 2014 terkait pemberian terapi oksigen terhadap
perubahan saturasi oksigen melalui pemeriksaan
ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Budi
& Yamin, 2014 bahwa dari 38 responden yang oksimetri pada pasien infark miokard akut didapatkan
hasil bahwa terdapat pengaruh perubahan saturasi
mendapatkan terapi oksigen binasal kanul didapatkan
sebanyak oksigen yang signifikan sebelum pemberian terapi
oksigen dengan setelah pemberian terapi oksigen pada
32 (84.2%) responden yang mengalami peningkatan
pasien Infark Miokard Akut (IMA) RSUD Dr.
saturasi oksigen dari hipoksia ringan menjadi normal
dan sebanyak 6 (15.8%) responden tetap pada hipoksia Moewardi di Surakarta.
ringan.
Tradisi pemberian oksigen didukung oleh
AHA (American Heart Association) yang
Hal ini didukung dengan teori yang
dikemukakan oleh Hudak & Gallo, 2010 bahwa merekomendasikan intervensi pemberian oksigen
merupakan salah satu bagian dari MONA yaitu
peningkatan FiO2 (persentase oksigen yang diberikan)
merupakan metode mudah dan cepat mencegah Morphine, Oksigen, Nitrat/nitrogliserin dan Aspirin
untuk menurunkan nyeri dada pada ACS (O’Conno,
terjadinya hipoksia jaringan, dimana dengan
meningkatkan FiO2 maka juga akan meningkatkan 2010). Pemberian oksigen akan meningkatkan tekanan
perfusi coroner sehingga meningkatkan oksigen pada
PO2 hal tersebut merupakan faktor yang sangat
menentukan saturasi oksigen, bila PO2 tinggi maka jaringan jantung yang mengalami iskemik
memperbaiki ketidakseimbangan
hemoglobin lebih banyak membawa oksigen dan bila
pada PO2 rendah maka hemoglobin juga sedikit oksigen dijantung (Kennedy, 2013).
membawa oksigen.
Oksigen harus diberikan pada pasien dengan
sesak nafas, gagal jantung, syok atau saturasi oksigen
<95%. Berdasarkan consensus terbaru tahun 2010
tentang resusitasi jantung dan
paru, penelitian menunjukkan pemberian oksigen oksigen selama 6 jam pertama terapi. Pemberian oksigen
mampu mempengaruhi ST Elevasi pada infark anterior lebih dari 6 jam secara klinis tidak bermanfaat (Mayes
berdasarkan consensus dan dianjurkan pemberian P.A, 2010). Infark dan kematian merupakan perspektif
klinis ACS yang tidak diharapkan, tekanan darah yang Buku Kedokteran
meningkat pada ACS akan menjadi ancaman dan Faridah, E.N.,Pangamenan, J.A.& Rampengan,
memperberat ketidakseimbangan antara suplai dan S.H. (2016). Gambaran Profit Lipid pada
kebutuhan oksigen ke miokard (Leonard, 2009). Penderita Sindrom Koroner Akut di RSUP.
Prof.DR.R.D. Kandou Periode Januari-
KESIMPULAN September 2015. Manado. Universitas
1. Didapatkan nilai rata-rata saturasi oksigen pada SamRatulangi Manado
responden sebelum diberikan terapi oksigenasi
nasal kanul sebesar 93.9, median 94.00, dan Hudak & Gallo. (2010). Keperawatan Kritis
standar deviation 1.221 Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC
2. Didapatkan nilai rata-rata saturasi oksigen pada
responden sesudah diberikan terapi oksigenasi Kasron. (2012), Kleainan Dan Penyakit Jantung
nasal kanul sebesar 93.4, median Pencegahan Serta Pengobatannya.
94.00 dan standar deviation .000 Yogyakarta: Nuha Medika.
3. Ada efektifitas sebelum dan sesudah pemberian Kemenkes RI. (2017). Rekapitulasi Panyakit
saturasi oksigenasi nasal kanul terhadap perubahan Gagal Jantung Seluruh Indonesia.
saturasi oksigen pada pasien acute coronary Lewis, S. L., Heitkemper, M.M., Dirksen, S. R.,
syndrome dengan nilai Pvalue (0.000) < α (0.05) O’brien, P. G. & Bucher, L. (2007).
Medical Surgical Nursing : Assesment and
DAFTAR PUSTAKA Management of Clinical Problems. Seven
Cannon CP, dkk. (2016). ACCF/AHA Key Data Edition. Volume 2. Mosby Elsevier.
Elements And Definitions For Measuring The Lilly Leonard. S. (2011). Pathophysiology of Heart
Clinical Management And Outcomes Of Disease. Edisi 5. Philadelphia: Lippincott
Pasients With Acute Coronary Syindrome Williams and Wilkins.
And Coronary Artery Disease. Circulation. Mayes PA. (2010). Pengangkutan dan Penyimpanan
Cicila, S.M et al. (2017). Hubungan Riwayat Lama Lipid. In: Biokimia Harper. 27th ed. Jakarta:
Merokok dan Kadar Kolesterol Total dengan EGC.
Kejadian Penyakit Jantung Koroner di Metcalfe & Kennedy, JW. (2012, 2013) . Clinical
Poliklinik Jantung RSU Pancaran Kasih Anatomy Series-Lower Respiratory Tract
GMIM Manado. E- Journal Keperawatan (e- Anatomy. Scottish Universitas Medical
Kp) Volume 5 Nomor1, Februari 2017. Journal. 1 (2). P. 174-179.
Diakses 1
Januari 2018. National Heart Lung and Blood Institute. (2011).
Febriyanti. W.T. (2017). Pengaruh Terapi Oksigenasi Coronary heart disease risk factors.
Nasal Prong Terhadap Perubahan Saturasi National Heart Lung and Blood Institute.
Oksigen Pasien Cidera Kepala Di Instalasi Available
Gawat Darurat RSUP Prof. DR. R. D. from:http://www.nhlbi.nih.gov/healt/healt h-
Kandou Manado. E-Jurnal Keperawatan (e- topics/hd/atrisk.html (diakses 03 Juli 2019)
Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017.
Novita Joseph. (2018) Hidup Sehat Hidup
(diakses 10 Juli
Bahagia. Jakarta
2019).
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. (2015). O’Connor, et al. (2010). Part 10: Acute Coronorory
Buku Saku Data Kesehatan Syndromes 2010 American Heart
Dr. R.Darmanto. (2015), Respirologi, Penerbit Association Guidlelines
for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency
Cardiovaskuler Care. Circulatio 122: S787-
S817
PERKI, 2015, Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada
Penyakit Kardiovaskular, edisi pert.,
Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia, Jakarta.
Shuvy, M., Atar, D., Steg, P.G., Halvorsen, S.,
Jolly, S., Yusuf, S., and Lotan, C., (2015). Oxygen Therapy in acute coronary syndrome:
are the benefits worth the risk. Eur Heart.
Srikrishna. (2015) Study Of High Sensitive-CRP and Cardiac Marker Enztmes in Acute Coronary
Syindrome
Suparmi, Yulia, Ignatavicius. (2008). Panduan Praktik Keperawatan Kebutuhan Dasar Manusia.
Yogyakarta : Citra Aji Parama.
Thygesen, Verdy. (2012). Third Universal Definition of Myocardial Infarction. American Heart
Association. American Heart Association Journal.
Budi. W & Yamin. L.S. (2014). Terapi Oksigen Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Melalui
Pemeriksaan Oksimetri Pada Pasien Infark Miokrd Akut (IMA). Prosiding
Konferensi Nasional II PPNI Jawa Tengah.http://jurnal.unimus.ac.id/index.p
hp/psn12912919/article/viewFile/1135/1 189 (diakses 02 Juli 2019).
World Health Organization (WHO) (2015, 2016). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan.
World Health Organization (WHO). (2017). Cardiovascular disease. Diakses tanggal 16 Juli 2018
 P (problem) :

Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD Ulin Banjarmasin ruang IGD kasus ACS cukup tinggi di
awal tahun 2019 sebanyak 19 orang di bulan Januari. Dilakukan pengkajian pada 7 orang pasien
yang terdiagnosa ACS terdapat perubahan saturasi oksigen dan diberikan terapi nasal kanul
dengan aliran rendah dan dilakukan pengukuran tingkat perubahan saturasi oksigen secara berkala
sampai waktu 6 jam. Didapatkan 6 orang kembali normal dalam waktu kurang dari 6 jam dan 1
orang lebih dari 6 jam.

 I (Intervensi):
Penyakit ACS memiliki plak yang menempel pada arteri yang rusak, selanjutnya plak dapat
menebal yang menyebabkan ACS juga menjadi lebih tebal, sehingga menghambat pergerakan darah
kaya oksigen ke arah jantung. Jika plak ini pecah trombosit akan menempel pada luka di arteri dan
membentuk penyumbatan darah. Gumpalan darah dapat memblokir arteri menyebabkan angina
semakin parah, ketika bekuan darah cukup besar maka arteri akan tertekan menyebabkan infark
miokard atau kematian otot jantung (Novita Joseph, 2018). Diwaktu itulah pemberian oksigen
diperlukan oleh sel miokardial, untuk metabolisme aerob dimana adenosine triphosphate
dibebaskan untuk energy jantung pada waktu istirahat yang membutuhkan 70% oksigen (Kasron,
2012).

 C (comprarison):
- Didapatkan nilai rata-rata saturasi oksigen pada responden sebelum diberikan terapi
oksigenasi nasal kanul sebesar 93.9, median 94.00, dan standar deviation 1.221
- Didapatkan nilai rata-rata saturasi oksigen pada responden sesudah diberikan terapi
oksigenasi nasal kanul sebesar 93.4, median 94.00 dan standar deviation .000
- Ada efektifitas sebelum dan sesudah pemberian saturasi oksigenasi nasal kanul terhadap
perubahan saturasi oksigen pada pasien acute coronary syndrome dengan nilai Pvalue (0.000)
< α (0.05)

 (Outcome) :

Berdasarkan tabel 3 nilai rata-rata pada saturasi oksigen dengan melakukan pengukuran pretes
dan posttest terhadap responden acute coronary syndrome dengan diberikan terapi nasal kanaul
didapatkan nilai rata-rata 91.59 dan setelah diberikan terapi nasal kanul selama 6 jam
pengukuran secara berkala didapatkan nilai rata- rata 93.9. hasil analisis pengukuran pada
saturasi oksigen sebelum dan sesudah diberikan terapi nasal kanul didaptkan nilai p (0.000)< α
(0,05).

Hasil penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widiyanto & Yamin,
2014 terkait pemberian terapi oksigen terhadap perubahan saturasi oksigen melalui pemeriksaan
oksimetri pada pasien infark miokard akut didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh perubahan
saturasi oksigen yang signifikan sebelum pemberian terapi oksigen dengan setelah pemberian
terapi oksigen pada pasien Infark Miokard Akut (IMA) RSUD Dr. Moewardi di Surakarta.
Nama : Cabela milanda (1714201023)
Semester 6A

PENGARUH PEMBERIAN OKSIGEN MELALUI MASKER SEDERHANA DAN POSISI


KEPALA 30º TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT KESADARAN PADA PASIEN
CEDERA KEPALA SEDANG DI RSUD
(The Effect of Giving Oxygenation with Simple Oxygen Mask and The Position 30° of Head
Toward to Change of Consciousness Levels of Moderate Head Injury Patients In General
Hospital)

(Submited : 8 Juni 2017,

Accepted : 30 Juli 2017) Alit

Suwandewi

Program Studi DIII Keperawatan, Fakultas Keperawatan Dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Banjarmasin Email : alit_dewi@ymail.com

ABSTRAK

Cedera kepala adalah cedera mekanik baik secara langsung atau tidak langsung yang
mengenai kepala mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan
selaput otak, dan kerusakan jaringan otak, serta gangguan neurologis. Metode dasar
dalam melakukan proteksi otak pada pasien cedera kepala adalah dengan membebaskan
jalan nafas dan oksigenasi yang adekuat. Pemberian oksigen melalui masker sederhana
dan posisi kepala 30° merupakan tindakan yang tepat pada klasifikasi cedera kepala
sedang untuk melancarkan perfusi oksigen ke serebral sehingga membantu peningkatan
status kesadaran. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui GCS sebelum dan sesudah
pemberian oksigen melalui masker sederhana dan posisi kepala 30° serta menganalisis
pengaruh pemberian oksigen melalui masker sederhana dan posisi kepala 30° terhadap
perubahan tingkat kesadaran pada pasien cedera kepala sedang. Penelitian ini merupakan
penelitian Quasi-Experimental dengan 30 responden. Uji yang digunakan adalah
Wilcoxon Test. Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh pemberian oksigen masker
sederhana dan posisi kepala 30° terhadap perubahan tingkat kesadaran pada pasien
cedera kepala sedang. GCS nilai rata-rata sebelum adalah 17,92 dan GCS nilai rata-rata
sesudah 14,09 dengan nilai p 0,009. Penelitian ini bersifat aplikatif sehingga perlu
direflikasi dan dikembangkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan
gawat darurat dan monitoring.

Kata Kunci : Cedera Kepala Sedang, Masker Oksigen Sederhana, Posisi Kepala 30°, Tingkat
Kesadaran GCS
PENDAHULUAN dilakukan penulis tanggal 2 Februari 2015 di
ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah Ulin
Pemeriksaan awal yang dilakukan
Banjarmasin, tidak ada SOP (Standar
pasien dengan cedera kepala adalah dengan
Operasional Prosedur) tentang penanganan
Glasgow coma scale (GCS) merupakan
pasien cedera kepala. Tetapi pihak rumah
sistem penilaian terstandarisasi yang
sakit telah memberikan kebijakan yang
digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
menyatakan bahwa petugas yang
pada pasien dengan gangguan kesadaran.
berkompeten untuk melakukan atau
GCS adalah perhitungan angka dari kognitif,
penggunaan alat life saving (Penggunaan
perilaku, dan fungsi neurologis. GCS
alat bantuan hidup komponen yang
merupakan instrumen standar
digunakan sebagai acuan ngobatan, dasar
yangdapat digunakan untuk
pembuatan keputusan klinis umum untuk
mengukur tingkat kesadaran pasien trauma
pasien (Ricard Coton & Michelle 2010).
kepala, merupakan salah satu kerusakan.
Otak merupakan organ yang sangat
Salah satu penyebab
vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh,
dari kerusakan otak adalah
karena di dalam otak terdapat berbagai pusat
terjadinya trauma atau cedera kepala yang
kontrol seperti pengendalian fisik,
dapat mengakibatkan
intelektual, emosional, sosial, dan
kerusakan struktur otak, sehingga fungsinya
keterampilan. Walaupun otak berada dalam
juga
ruang yang tertutup dan terlindungi oleh
dapat terganggu (Black & Hawks, 2009).
tulang- tulang yang kuat namun dapat juga
Keseimbangan oksigen otak
mengalami.
dipengaruhi oleh aliran darah otak yang
besarnya berkisar 15- 20 % dari curah dasar) di IGD salah satunya adalah
jantung (Black & Hawks, 2009). Proteksi paramedik yang sudah mendapatkan
otak merupakan serangkaian tindakan yang pelatihan dan mendapatkan sertifikasi untuk
dilakukan untuk mencegah atau mengurangi menggunakan alat tersebut seperti
kerusakan sel-sel otak yang diakibatkan oleh pemberian oksigen dan posisi pada pasien
keadaan iskemia. Iskemia otak adalah suatu cedera kepala. Selama ini belum diketahui
gangguan hemodinamik yang akan apakah terapi pemberian oksigen melalui
menyebabkan penurunan aliran darah otak masker sederhana dan posisi kepala 30º
sampai ke suatu tingkat yang akan yang diberikan oleh perawat dapat
menyebabkan kerusakan otak yang menunjukan perubahan tingkat kesadaran
ireversibel. Metode dasar dalam melalukan pada pasien cedera kepala sedang.
proteksi otak adalah dengan cara Tujuan utama pengelolaan cedera
membebaskan jalan nafas dan oksigenasi kepala adalah mengoptimalkan pemulihan
yang adekuat (Simon M, Andrew B, Mark dari cedera kepala primer dan mencegah
CB, 2006). cedera kepala sekunder yang disebabkan
Hasil penelitian yang dilakukan Noor oleh iskemik otak (Tisdal M, 2008).
khalilati (2014) bahwa pemberian oksigen Pengelolaan cedera kepala yang baik harus
yang tepat pada pasien cedera kepala adalah dimulai dari tempat kejadian, selama
dengan menggunakan masker biasa, karena transportasi, di instalasi gawat darurat,
lebih efektif meningkatkan saturasi oksigen hingga dilakukan terapi difinitif.
dibandingkan dengan nasal kanul. menurut Pengelolaan yang benar dan tepat akan
Summers,dkk (2009) untuk memaksimalkan mempengaruhi hasil akhir pasien.
oksigenasi perlu pengaturan elevasi kepala Penelitian ini bertujuan untuk
lebih tinggi karena dapat memfasilitasi mengetahui pengaruh pemberian oksigen
peningkatan aliran darah keserebral, dimana melalui masker sederhana dan posisi kepala
pada posisi kepala 30º terjadi peningkatan 30º terhadap perubahan tingkat kesadaran
aliran darah ke otak (cerebral blood flow, pada pasien cedera kepala sedang.
CBF).
Hasil studi pendahuluan yang METODE PENELITIAN
Penilitian ini merupakan penelitian diukur kembali setelah 24 jam.
Quasi- Experimental, dengan desain Sampel dalam penelitian diambil
penelitian Pretest- Postest control design. dengan kriteria pasien cedera kepala sedang
Pada penelitian ini intervensi dilakukan satu di rawat di RSUD Ulin Banjarmasin
kali yaitu intervensi pertama dilakukan sebanyak 30 responden. Analisis bivariat
dengan mengukur GCS terlebih dahulu, digunakan untuk mengetahui perbedaan
setelah itu diberikan oksigen melalui masker rerata nilai GCS sebelum dan sesudah
biasa dan posisi kepala 30° kemudian GCS diberikan intervensi oksigen dengan masker

sederhana dan posisi kepala 30°


menggunakan uji statistik Wilcoxon
Test dengan tingkat kemaknaan α =
0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN dengan posisi


Karakteristik Responden kepala 30°
Tabel 1. Distribusi Responden F %
Berdasarkan Jenis 9 14 46.7 14
Kelamin dan Usia di 46.7
RSUD Ulin Banjarmasin Tingkat 10 7 23.3 7
Bulan Juni-Juli 2015 Kesadaran 23.3
(n=30)
Karakteristik Jumla Persentase(% 11 4 13.3 4
Jenis Kelamin h ) 13.3
a. Laki-laki 12 5 16.7 5
b. Perempua 20 66,7 16.7
10 33,3 30 100% 30
n
30 100 Tota
Total
17 56,7
Usia 13 43,3 Oksigen Masker Sederhana Dan Posisi
a. <=32 30 100 Kepala 30° Pada Pasien Cedera Kepala
Tahun Sedang.
Uji Normalitas Nilai GCS Sebelum Dan
Sesudah Pemberian Oksigen Masker Tabel 3. Distribusi nilai tingkat kesadaran
Sederhana Dan Posisi Kepala 30° GCS sebelum pemberian oksigen
Berdasarkan Test of Normality Shapiro- masker sederhana dengan posisi
Wilk kepala 30º di RSUD Ulin
Banjarmasin Bulan Juni-Juli 2015
Tabel 2. Analisa uji normalitas berdasarkan (n=30)
test of normality Shapiro-Wilk
nilai GCS sebelum dan sesudah
pemberian oksigen masker
sederhana dan posisi kepala 30°di
RSUD Ulin Banjarmasin
Bulan Juni-Juli 2015 (n=30)
Variabel Kolmogorov- Shapiro-
Wilk
GCS 0,000 0,000
Sebelum
GCS 0,001 0,002
Sesudah

Nilai Kesadaran GCS Sebelum Pemberian


Nilai Kesadaran GCS Sesudah Pemberian
Oksigen Masker Sederhana Dan Posisi
Hasil sebelum
pemberian
oksigen masker Total
sederhana
Kepala 30° Pada Pasien Cedera Kepala
Sedang.

Tabel 4. Distribusi nilai tingkat kesadaran


GCS sesudah pemberian oksigen
masker sederhana dan posisi
kepala 30º di RSUD Ulin
Banjarmasin Bulan Juni-Juli
2015 (n=30)
Hasil sesudah
pemberian oksigen
masker sederhana Tot
dengan posisi kepala al
30°
Naik Teta Turun

f % f% %
9 1 33. 00 13. 14
0 3 3 46.7
Tingkat 1 6 20. 00 3.3 7
0 0 23.3
Kesadar
an
1 4 13. 00 0 4
1 3 13.3
1 4 13. 00 3.3 5
2 3 16.7
2 80 0 20 30
Total 4 100

Pengaruh Nilai GCS Sebelum dan yang menyebutkan distribusi kasus cedera
Sesudah Pemberian Oksigen Masker kepala pada laki-laki dua kali lebih sering
Sederhana Dan Posisi Kepala 30° dari pada wanita. Penelitian lain juga
menyebutkan hal sama yaitu sebagian besar
Tabel 5. Hasil analisis nilai GCS sebelum 74% kasus cedera kepala adalah laki-laki
dan sesudah pemberian oksigen (Suparnadi, 2002 dalam Nasution, 2010).
masker sederhanadan posisi Besarnya jumlah laki-laki dalam kejadian
kepala 30° di RSUD Ulin cedera kepala erat kaitannya dengan
Banjarmasin Bulan Juni-Juli 2015 mobilisasi individu yang lebih sering.
(n=30) Hasil uji statistik dengan
menggunakan wilcoxon test didapat nilai p
Variabel Mean Rank P value value 0,009 untuk nilai GCS sebelum dan
GCS Sebelum 17.92 0,009 nilai p value 0,009 untuk nilai GCS sesudah
dilakukan pemberian oksigen melalui masker
sederhana dan posisi kepala 30° yang berarti
nilai p value < α (0,05) maka Ho ditolak,
GCS Sesudah 14.90 0,009 sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh
pemberian oksigen masker sederhana dan
Hasil Penelitian ini diperoleh usia posisi kepala 30° terhadap perubahan tingkat
responden termuda adalah 11 tahun dan kesadaran GCS.
tertua 68 tahun, sedangkan untuk jenis Sesudah dilakukan pemberian oksigen
kelamin responden dalam penelitian ini masker sederhana dan posisi kepala 30°
paling banyak adalah jenis kelamin laki-laki. terjadi peningkatan nilai GCS yaitu mean 10
Nilai selisih GCS dengan kategori umur menjadi mean 11,07, Sastrodiningrat (2006)
kurang atau sama dengan 32 tahun selisih GCS merupakan faktor prediksi yang kuat
nilai GCS dengan total selisih 15 atau dalam menentukan prognosis. Dalam
sebesar 50% sedangkan distribusi responden penelitian Jannet dkk melaporkan 82% dari
dengan kategori umur lebih 32 tahun selisih penderita dengan skor GCS 11 atau lebih,
nilai GCS dengan total selisih 9 atau sebesar dalam waktu 24 jam setelah cedera
30%. mempunyai good outcome atau moderately
Evan (1996) dalam Nasution (2010) disabled dan hanya 12% yang meninggal
atau mendapat severe disability. Outcome boleh lebih dari 30°, dengan rasional
secara progresif akan menurun kalau skor mencegah peningkatan resiko penurunan
awal GCS menurun. tekanan perfusi serebral dan selanjutnya
Fokus utama penatalaksanaan pasien- dapat memperburuk iskemia serebral jika
pasien yang mengalami cedera kepala terdapat vasospasme (Anne et.al,
adalah mencegah terjadinya cedera otak 2005)
sekunder. Pemberian oksigenasi dan
memelihara tekanan darah yang baik dan KESIMPULAN
adekuat untuk mencukupi perfusi otak
Ada pengaruh pemberian oksigen
adalah hal yang paling utama dan terutama
melalui masker sederhana dan posisi kepala
untuk mencegah dan membatasi terjadinya
30° terhadap perubahan tingkat kesadaran
cedera otak sekunder yang akhirnya akan
dengan nilai p value 0,009 dengan Rerata
memperbaiki hasil akhir penderita. Hal ini
nilai GCS sebelum dilakukan intervensi
sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh
pemberian oksigen melalui masker sederhana
Patria (2012) bahwa pada pasien cedera
dan posisi kepala 30° yaitu 10 dengan
kepala hendaknya diberikan terapi oksigen
standar deviasi 1,145 dan rerata nilai GCS
dengan menggunakan masker ataupun
sesudah dilakukan intervensi pemberian
masker reservoir dengan konsentrasi
oksigen melalui masker sederhana dan posisi
oksigen 40-80%.
kepala 30° yaitu 11,07 dengan standar
Hipoksia merupakan oksigenasi
deviasi 2,766.
jaringan yang tidak adekuat pada tingkat
Praktik keperawatan dapat
jaringan, kondisi ini terjadi akibat defisiensi
dikembangkan berdasarkan hasil penelitian
penghantaran oksigen atau penggunaan
yang telah ada, karenya bagi perawat praktisi
oksigen diselular (Potter dan Perry, 2005).
hasil penelitian ini dapat diterapkan pada
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar
cara pemberian, jenis serta dosis pemberian
manusia yang paling mendasar. Keberadaan
oksigen dengan posisi kepala 30° dalam
oksigen merupakan salah satu komponen
evidence based practice serta dapat dijadikan
gas dan unsur vital dalam proses
sebagai standar operasional prosedur (SOP)
metabolisme dan untuk mempertahankan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh
keperawatan mandiri.
(Sulistyo, 2010).
Kebutuhan dasar manusia menurut
DAFTAR PUSTAKA
teori Hirarki Maslow merupakan sebuah
teori yang dapat digunakan perawat untuk Anne, et. Al.(2005). Head Down; Flat
memahami hubungan antara kebutuhan Positioning Improves Blood Flow
dasar manusia pada saat memberikan Velocity in Acut Ischemic Stroke.
perawatan. Kebutuhan fisiologi merupakan Journal of American Academy of
hal yang penting untuk bertahan hidup, Neurology.
salah satunya adalah kebutuhan oksigenasi Black.J.M & Hawks. J. H. (2009). Medical-
(Potter dan Perry 2005). Surgical Nursing : Clinical
Christopher B, et.al (2012) Management For Positive Outcome. (7
berkesimpulan bahwa oksigenasi jaringan th edition), St Louis, Elsivier
otak sangat berhubungan dengan beberapa Saunders.
parameter outcome dan prognosa pasien. Christopher B, Karl L, Berk O, Andreas W,
Penerapan terapi intervensi untuk tetap and Oliver W. (2012). Brain Tissue
menjaga oksigenasi jaringan otak diatas Oxygen Monitoring and Hyperoxic
ambang tertentu dapat memperbaiki angka Treatment in Patients with Traumatic
mortalitas dan outcome neurologis pada Brain Injury. In:
pasien-pasien cedera kepala. Journal of Neurotrauma. Mary Ann Liebert;
Elevasi kepala berdasarkan pada 2012.p.2109-23.
respon fisiologi merupakan perubahan Nasution. E.S.(2010). Karakteristik Cedera
posisi untuk peningkatkan aliran darah ke Kepala Akibat Kecelakaan Lalu Lintas.
otak dan mencegah terjadinya peningkatan http://repository.usu.ac.id/bitstream,
TIK. Beberapa perawat klinik melakukan diakses tanggal 20 Juni 2011.
tindakan bedrest dengan elevasi kepala tidak
Noor Khalilati. (2014). Efektivitas Yogyakarta.
Pemberian Oksigen Melalui Masker Summers,et.al.(2009).Comprehensive
Biasa Dibandingkan Dengan Nasal overview of Nursing and
Kanul Dengan Mengukur Saturasi Interdisciplinary Care of Acute
Oksigen (SpO2) Pada Pasien Cedera Ischemic Stroke Patient. A
Kepala Ringan Dan Sedang Di Scientific Statement
Ruang IGD RSUD Ulin Banjarmasin. From the
Tesis. American Heart
Patria. (2012). Aplikasi Klinis Terapi Association.
Oksigen. http://stroke.ahajournal.org/content/4
EGC. Jakarta. 0/8/29 11.full.Diakses pada 26
Potter dan Perry.(2005). Buku Ajar Agustus 2014
Fundamental Keperawatan. Penerbit
Buku
Kedokteran.EGC. Jakarta.
Ricard, et.al.(2010). Journal assessing the
Neurological Status of Patients with
Head Injuries.
Sastrodiningrat AG.(2006). Memahami
fakta-fakta pada perdarahan
subdural akut. Majalah Kedokteran
Nusantara.
Simon M, Andrew B, Mark CB. (2006).
Intensive Care, 2nd ed, Elsievier Churcill
Livingstone. Sulistyo Andarmoyo. (2012).
Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi).
Konsep, Proses dan Praktik
Keperawatan. Graha
Ilmu.
P : Cedera kepala sedang
I : Pemberian oksigen dengan masker sederhana dan posisi kepala 30 derajat
C : Pengaruh nilai GCS dengan pemberian oksigen sederhana serta jenis, dosis obat
dan posisi kepala
O : Meningkatkan kualitas perawatan mandiri

Uraian (PICO)

Problem : Pengaruh pemberian oksigen melalui masker sederhana dan posisi kepala
30º terhadap perubahan tingkat kesadaran pada pasien cedera kepala
sedang.

Intervensi : Pengaruh pemberian oksigen melalui masker sederhana dan posisi kepala
30° terhadap perubahan tingkat kesadaran dengan nilai p value 0,009
dengan Rerata nilai GCS sebelum dilakukan intervensi pemberian oksigen
melalui masker sederhana dan posisi kepala 30° yaitu 10 dengan standar
deviasi 1,145 dan rerata nilai GCS sesudah dilakukan intervensi pemberian
oksigen melalui masker sederhana dan posisi kepala 30° yaitu 11,07
dengan standar deviasi 2,766.

Comparison : Pemberian oksigen yang tepat pada pasien cedera kepala adalah dengan
menggunakan masker biasa, karena lebih efektif meningkatkan saturasi
oksigen dibandingkan dengan nasal kanul. Dapat diterapkan pada cara
pemberian, jenis serta dosis pemberian oksigen dengan posisi kepala 30
derajat
Outcome : Bagi perawat praktisi hasil penelitian ini dalam evidence based
practice serta dapat dijadikan sebagai standar operasional prosedur (SOP)
untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan mandiri.

NAMA : AMELIA AGHNI JANNATI


NIM : 1714201006
KELAS : 6.A

HUBUNGAN PENGGUNAAN APD MASKER, KEBIASAAN MEROKOK DAN


VOLUME KERTAS BEKAS DENGAN ISPA

Tri R. Pujiani1, dan Arum Siwiendrayanti2


1
R.S. Aisyiyah Kudus, Indonesia.
2
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia.

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel:
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit saluran pernapasan atas atau
Diterima Agustus 2016
Disetujui September 2016
bawah yang disebabkan agen infeksius.ISPA paling banyak terjadi di wilayah kerja
Dipublikasikan Juli 2017 puskesmas Jekulo Kabupaten Kudus dengan 4603 kasus kejadian. Berbagai faktor yang
dapat menyebabkan kejadian ISPA terus meningkat kasusnya. Tujuan penelitian ini adalah
Keywords: untuk mengetahui hubungan antara penggunaan APD masker, kebiasaan merokok, dan
Acute Respiratory Syndrome volume kertas dengan kejadian ISPA pada pekerja di sentra pengepakan kertas bekas Desa
Infection (ARS); Center Of The Terban Kecamatan Jekulo Kabupaten Ku- dus.Jenis penelitian adalah Cross sectional
Waste Paper Packing; Worker dengan populasi penelitian adalah se- luruh pekerja laki-laki di sentra pengepakan kertas
bekas Desa Terban dan sampel penelitian 67 responden.Pengumpulan data dilakukan
dengan kuesioner, lembar Abstract
observasi serta
pengukuran volume Acute respiratory syndrome infection (ARS) is top and bottom respiratory canal disease
kertas. Hasil penelitian ini which caused by infectious agent. The most ARI case of Kudus Regency is found in the
ada hubungan antara Jekulo health center with 4603 cases. Environmental factor is one of acute respiratory
penggunaan APD masker infection cause. The purpose of this research was to investigate association between
(p=0,018), kebiasaan personal protector masks, smoking habit, and waste paper volume and ARS for workers
merokok (p=0,000), dan in the center of the waste paper packing in Terban Village, Jekulo Sub-district, Kudus
volume kertas bekas Regency. This study usedcross sectional research design with all male workers in the
(p=0,000) dengan center of the waste paper packing in Terban Village for population and 67 respondents as
kejadian ISPA. Saran bagi sample. Data collection was collected through questionnaires, observation sheet, and
pekerja agar mengguna- paper volume measurement. The result of the study showed there was a relationship
kan alat pelindung diri between personal protector masks (p=0,0018), smoking habit (p=0,000), and waste
saat bekerja, menerapkan paper volume (p=0,000) and acute respiratory infection. Therefore, it was suggested to
PHBS, tidak merokok, dan waste paper packer workers to use personal protector masks during working, practice
rutin periksa kesehatan. healthy lifestyle, avoid smoking, androutinely conducts medical checkup.

© 2017 Universitas Negeri Semarang

PENDAHULUAN Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Ku-


dus tahun 2011 menunjukkan 774 kasus ISPA
ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan dari 9 kecamatan di kabupaten Kudus dengan
Akut merupakan penyakit saluran pernapasan kejadian terbanyak di wilayah kerja puksesmas
atas atau bawah yang disebabkan oleh agent vi- Jekulo. Berdasarkan SIMPUS Jekulo 2015, pe-
rus, bakteri, riketsia dan faktor lain sepeti ling- nyakit gangguan pernapasan masih menduduki
kungan dan penjamu.ISPA telah ditandai peringkat pertama dengan 4603 kasus kejadian.
sebagai penyakit demam akut dengan tanda dan Gangguan pernapasan yang terjadi di puskesmas
dejala seperti batuk, pilek, sakit tenggorokan dan Jekulo ini tersebar merata di seluruh desa caku-
suara serak yang mana merupakan alasan utama pan wilayah kerjanya yaitu desa Klaling, Pladen,
peny- akit ISPA.Transmisi organisme yang Bulung Kulon, Sidomulyo, Gondoharum dan
menyebab- kan ISPA terjadi melalui aerosol, Terban (Ardianto, 2012).
droplet, dan dari tangan ke tangan yang telah Lingkungan sangat berperan penting ter-
terinfeksi.Ber- dasarkan Riskesdas tahun 2013, hadap terjadinya gangguan pada pernapasan.
prevalensi angka kejadian ISPA di Indonesia Sanitasi lingkungan yang buruk diikuti aktivitas
adalah 13,8% dengan kasus tertinggi diantaranya yang buruk pula akan mengakibatkan kualitas
adalah di Aceh, Nusa Tenggara Timur, Banten, udara semakin tercemar. Sektor pekerjaan terten-
Papua, Jawa Tengah. Jawa Tengah dengan tu juga dapat mengakibatkan buruknya kualitas
prevalensi 15,7%. Riskesdas tahun2007 udara di suatu tempat tertentu. Meningkatkanya
menunjukkan angka prevalensi 29,1% dengan jumlah industri akan disertai dengan meningkat-
kasus terbanyak ditemukan di Kabupaten Kudus nya jumlah bahan baku yang dibutuhkan. Salah
(Hikmawati, 2013) satu industri yang cukup berkembang pesat di
Kabupaten Kudus adalah perusahaan perceta-
kan yang bahan bakunya adalah kertas.sebelum Jekulo yang terdapat sentra pengepakan sampah
kertas diolah oleh perusahaan percetakan tentu- kertas adalah di desa Terban.Desa Terban meru-
nya dikemas rapi terlebih dahulu. Pengemasan pakan salah satu desa di Kecamatan Jekulo yang
kertas-kertas tersebut dilakukan oleh masyarakat mayoritas penduduknya bekerja sebagai penge-
setempat yang bekerja di sebuah sentra pengepa- pul dan pengepak kertas bekas di gudang/ rumah
kan sampah kertas.Salah satu desa di kecamatan miliknya untuk dijadikan tempat kerja.Di setiap
gudang/ rumah terdapat beberapa pekerja.Ke- obser- vasional
giatan para pekerja hanya memilah-milah kertas dengandesaincrosssectional.Variabel be- bas
untuk dikelompokkan sesuai jenisnya kemudian pada penelitian ini adalah penggunaan APD
didistribusikan ke perusahaan percetakan.Kertas masker, kebiasaan merokok, dan volume kertas
bekas tersebut hampir memenuhi ruangan dan bekas dengan teknik pengambilan data yaitu
menimbulkan pengap udara sekitar.Disamping wa- wancara, observasi dan pengukuran volume
itu karena keberadaan kertas bekas tersebut me- ker- tas.
rupakan barang-barang yang sudah tidak terpakai Penelitian dilaksanakan di Desa Terban
lagi maka debu juga timbul akibat penumpukan Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus dengan
kertas.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dibantu oleh petugas kesehatan dari Puskesmas
hubungan antara penggunaan APD masker, ke- Jekulo untuk pemeriksaan ISPA dengan 67 res-
biasaan merokok, dan volume kertas bekas den- ponden berjenis kelamin laki-laki.Teknik pen-
gan kejadian ISPA pada pekerja pengepak kertas gambilan sampel menggunakan teknik
bekas di sentra pengepakan kertas bekas Desa probabili- tas sampel dengan metode
Terban Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus. proporsional sehingga mendapatkan sampel
yang populasinya mem- punyai anggota unsur
METODE heterogen dan berstrata proporsional yang
terdiri dari dua bagian yakni pemilahan kertas
Jenis penelitian ini merupakan studi dan pengepakan kertas. Uji statistik dilakukan
dengan uji chi
square untuk
analisis bivariat serta ROC curveun- tuk 1. Umur 34,5 32
menentukan titik potong (cut off point) dari
2. Lama Bekerja 7,25 5
volume kertas bekas.
Tabel 2. Distribusi Kejadian ISPA, Penggunaan APD Masker, Kebiasaan M
Kertas Bekas Pada Pekerja Pengepak Kertas Bekas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilaku- Variabel Kategori Jumlah
kan terhadap 67 pekerja pengepak kertas bekas
Sakit 40
di sentra pengepakan kertas bekas di Desa ISPA Tidak Sakit 27
Terban, analisis univariat mengenai distribusi
umur dan lama bekerja responden dapat dilihat Penggunaan APD Tidak Pakai 51
pada tabel di bawah ini: Masker Pakai 16
Perokok Berat
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa Kebiasaan Merokok 45
mayoritas pekerja pengepak kertas bekas beru- Perokok Ringan 22
≥ 310 m
mur 34,5 tahun. Rata-rata lama bekerja respon- Volume Kertas 3 39
den sebagai pekerja pengepak kertas bekas ada- < 310 m3 28
lah 7,25 tahun.
Analisis univariat dari variabel bebas
ker, kebiasaan merokok dan volume kertas bekas
dipe- roleh mengenai distribusipenggunaan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
APD mas-
Berdasarkan analisis univariat variabel
bebas, kebanyakan para pekerja tidak menggu-
nakan masker saat bekerja (76,1 %) dibanding-
Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Umur dan Lama Bekerja
kan dengan pekerja yang menggunakan masker
Karakteristik saat bekerja (423,9 %). Distribusi kebiasaan me-
No. Mean rokok pekerja pengepak kertas bekas didominasi
oleh pekerja dengan status perokok berat (67,2 berikut:
%) dengan konsumsi rokok perharinya lebih dari Berdasarkan analisis bivariat antara varia-
dua bungkus atau setara dengan 20 batang rokok bel penggunaan APD masker dengan kejadian
atau lebih dan sisanya (32,8 %) merupakan pe- ISPA menunjukkan p value lebih kecil dari 0,05
kerja dengan status perokok ringan dengan kon- (0,018<0,05) yang berarti bahwa ada hubungan
sumsi rokok kurang dari satu bungkus atau 12 antara penggunaan APD masker dengan kejadia
batang rokok. Volume kertas bekas di gudang/ ISPA pada pekerja. Berdasarkan hasil observasi
rumah para pekerja didominasi dengan volume dan wawancara yang dilakukan, sebagain respon-
≥ 310 m3 (58,2 %) sedangkan sisanya adalah den tidak memakai masker dengan alasan tidak
gu- dang/ rumah dengan volume < 310 m3 (41,8 nyaman, sudah terbiasa tidak memakai serta ribet
%). ketika digunakan saat bekerja terlebih lagi semua
Hasil analisis bivariat antara variabel responden merokok saat bekerja.
bebas yang meliputi penggunaan APD masker, Penggunaan alat pelindung diri termasuk
kebia- saan merokok, dan volume kertas bekas masker sudah diatur dalam
dengan kejadian ISPA dapat dilihat dari tabel

sedangkan partikel debu yang halus akan likhah, 2015).


terjerat dalam membran mukosa. Gerakan silia Berdasarkan analisis bivariat antara va-
mendo- rong membran mukosa ke posterior ke riabel kebiasaan merokok dengan kejadian
rongga hi- dung dan ke arah superior menuju ISPA menunjukkan p value lebih kecil dari
faring.Secara umum efek udara yang buruk 0,000 (0,000<0,05) yang berarti bahwa ada
terhadap pernapa- san dapat menyebabkan hubungan antara kebiasaan merokok dengan
pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kejadia ISPA pada pekerja. Hasil observasi
kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak yang telah dilaku- kan sebagian besar pekerja
membersihkan saluran pernapa- san akibat merokok saat bekerja karena hal tersebut
iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir sudah terbiasa dilakukan.Ada beberapa
akanmeningkat sehingga menyebabkan pe- pekerja yang sebelumnya bukan pero- kok
nyempitan saliran pernapasan dan makrofage namun setelah menjadi pekerja pengepak
di saluran pernapasan. Akibat dari dua hal kertas bekas mereka merokok walaupun
tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas intensi- tas merokoknya ringan.Hal ini terjadi
sehingga benda asing tertarik dan bakteri tidak karena aja- kan dari temannya.Rokok yang
dapat di- keluarkan dari saluran pernapasan, mereka konsumsi bervariasi.
hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi Rokok merupakan salah satu produk
saluran pernapa- san (Mukono, 2008). tem- bakau yang dimaksudkan dibakar,
Hasil penelitian yang sejalan dengan dihisap dan/ atau dihirup termasuk rokok
pen- elitian ini yakni yang dilakukan oleh kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk
Yusnabe- ti dkk (2010) tentang PM10 dan lainnya yang dihasilkan dari tanaman
Infeksi Saluran nicotina tabacum, nicotina rustica, dan
Pernapasan Akut Pada Pekerja Industri spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya
Mebel mengandung nikotin dan tar, dengan atau
yang mendapatkan hasil bahwa ada tanpa bahan tambahan. Asap rokok
hubungan bermakna antara penggunaan alat merupakan salah
pelindung diri masker dengan p value 0,001
CI(95%) 2,39 – 148,010. satu Particulate Matter (PM) yang berada di
Hasil penelitian lain juga sesuai udara. Ukuran partikel PM ada yang besar
dengany- ang dilakukan oleh Rizki pada atau gelap sehingga sebagai asap (smoke),
tahun 2014yang menganalisis tentang faktor- dengakan partikel lainnya berukuran sangat
faktor risiko kejadi- an ISPA pada pekerja di kecil sehingga hanya tampak jika diperiksa
bagian produksi Block Rubber PT. Sri Trang dengan mikroskop elekt- ron. Partikel yang
yang menyatakan ada hu- bungan bermakna halus dapat terhirup masuk ke bagian paling
antara penggunaan APD mas- ker dengan dalam paru sehingga dapat terse- rap ke
kejadian ISPA pada pekerja dengan nilai p dalam pembuluh darah atau mengendap
value 0,010 CI(95%) 1,375 – 4,253 (Sho- dalam waktu yang lama. Jika PM terhirup
dapat menimbulkan iritasi, mengganggu
pernapasan dan merusak paru. Paparan kronis (0,000<0,05) yang berarti bahwa ada
PM dapat menyebabkan risiko penyakit hubungan bermakna antara
kardiovaskuler dan pernapasan serta kanker
paru.Seseorang yang merokok menghisap
bahan kimia yang terkan- dung di dalam
rokok dan merangsang permukaan sel saluran
pernapasan sehingga mengakibatkan
keluarnya lendir atau dahak. Bulu getar yang
ter- dapat dalam hidung sebagianbesar
dilumpuhkan oleh asap rokok sehingga lendir
si daluran per- napasan tidak dapat keluar
sepenuhnya sehingga menjadi tempat
berkembangbiaknya bakteri yang
menyebabkan bronchitis kronis (Rohilla,
2013)
Penelitian ini juga sejalan dengan
hasil ar- tikel penelitian Ardianto pada tahun
2012yang meneliti tentang kejadian infeksi
saluran pernapa- san akut pada pekerja
pabrik yang mendapatkan hasil bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara
kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA
pada pekerja dengan p value 0,000 CI(95%)
7,897
– 301,211 (Sholikhah, 2015). Hal ini juga
dike- mukakan oleh Ahyati (2013) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara penggunaan masker
dengan keluhan pernapasan p value=0,014.
Mereka juga menyatakan bahwa kewajiban
menggunakan masker merupakan sa- lah
satu upaya tempat kerja dalam melindungi
pekerja dari pajanan debu dan potensi
bahaya sekitar.Jenis masker yang digunakan
harus sesuai dengan potensi bahaya dan
faktor risiko yang ada di lingkungan kerja.
Hasil penelitian ini sama hasilnya
den- gan penelitian yang dilakukan oleh
Hikmawati dan Martiana pada tahun 2013
dalam ”The In- donesian Journal of
Occupational Safety and Health” tentang
Hubungan Karakteristik dan Perilaku
Pekerja dengan Gejala ISPA di Pabrik Asam
Fosfat Dept. Produksi III PT. Petrokimia
Gresik dengan nilai p value adalah 0,025
yang berarti ada hubungan bermakna antara
kebiasaan me- rokok dengankejadian ISPA
pada pekerja pabrik Asam Fosfat Dept.
Produksi III PT. Petrokimia
Gresik(Sholikhah, 2015).
Hasil penelitian tentang hubungan
antara volume kertas bekas dengan kejadian
ISPA pada pekerja diperoleh p value 0,000
bekas di dalamnya. Dalam proses terpengaruh oleh dera- jat panas dan kadar
pengepakan kertas bekas oleh pekerja, kelembaban. Derajat panas yang tinggi akan
terdapat kegiatan menyobek buku-buku menyebabkan kertas menja- di kering dan
sehingga menjadi beberapa lembaran- mudah rapuh. Sedangkan uap air
lembaran kemudian mengemasnya rapi menyebabkan kertas-kertas menjadi lembab
memben- tuk kubus berukuran 1 m3. atau basah dan mendorong untuk tumbuhnya
Buku berisi kertas-kertas merupakan jenis jamur. Namun ada beberapa spesies jamur
bahan yang mudah membusuk karena terbuat yang hanya tumbuh pada kertas di bagian
dari bahan organik.Tumpukan kertas-kertas yang tidak terke- na cahaya.Selain
be- kas atau kertas yang sudah tidak dipakai munculnya jamur dan bakteri, terdapat debu
lagi cenderung dapat ditumbuhi jamur dan di tumpukan kertas yang terjadi karena
bakteri. Kondisi fisik kertas akan akumulasi di permukaan kertas. Permu- kaan
kertas pada buku akan bertindak sebaga

volume kertas bekas dengan kejadian ISPA nempel pada alveoli, sementara partikel
pada pekerja pengepak kertas bekas. Sebelum ukuran lebih kecil lagi akan keluar saat
variabel volume kertas bekas dianalisis nafas dihembus- kan (Mukono, 2008;
menggunakan uji chi square, ditentukan Rosiana, 2013).
terlebih dahulu titik potong (cut off point) dari
volume kertas bekas karena merupakan skala
pengukuran numerik. Setelah didapatkan SIMPULAN
angka 310 m3 sebagai titik potong- nya,
kemudian dikategorikan berdasar asumsi Berdasarkan penelitian yang telah
bahwa pekerja yang bekerja di gudang/ rumah dila- kukan mengenai hubungan
pengepakan kertas dengan volume kertas ≥ penggunaan APD masker, kebiasaan
310 m3 terdiagnosis ISPA dan pekerja yang merokok, dan volume kertas bekas dengan
bekerja di gudang/ rumah pengepakan kertas kejadian ISPA pada pekerja pen- gepak
bekas dengan volume kertas < 310 m3 tidak kertas bekas Desa Terban Kecamatan Je-
terdiagnosis ISPA. Berdasarkan pengamatan kulo Kabupaten Kudus hasil menunjukkan
pada saat peneli- 59,7
tian dilakukan, jumlah kertas bekas di setiap % responden mengalami ISPA dengan
gu- dang/ rumah berbeda-beda.Banyak dan hubun- gan yang bermakna antara variabel
sedikit- nya jumlah volume kertas bekas penggunaan APD masker (p value=0,018),
dipengaruhi dari lamanya gudang/ rumah kebiasaan merokok (p value=0,000), dan
tempat pengepakan kertas bekas itu volume kertas bekas (p va- lue=0,000).
berdiri.Semakin lama gudang/ rumah
pengepakan kertas bekas itu berdiri maka
semakin besar pula jumlah volume kertas DAFTAR PUSTAKA
magnet bagi debu-debu halus disekitarnya
dan akan menempel terus selama tidak Ahyanti, M & Duarsa, ABS. 2013. Hubungan Mero-
dibersihkan. Pada saat seseorang menarik kok dengan Kejadian ISPA Pada Mahasiswa
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
nafas, udara yang mengandung partikel debu
Tanjungkarang. Jurnal Kesehatan
akan terhirup ke da- lam paru-paru. Ukuran Masyarakat, 7 (2): 47 – 53.
partikel debu yang ma- suk ke dalam paru-
paru akan menentukan letak penempelan atau Ardianto, Y. D. & Yudhastuti, R. 2012. Kejadian In-
pengendapan partikel tersebut. Partikel yang feksi Saluran Pernapasan Akut Pada Pekerja
Pabrik. Jurnal Kesehatan Masyarakat
berukuran 5 mikron akan tertahan pada Nasional, 6 (5): 230 – 233.
saluran nafas bagian atas, sedangkan parti-
kel berukuran 3 sampai 5 mikron akan Hikmawati, R & Martiana, T. 2013. Hubungan Kara-
bertahan pada saluran pernapasan bagian kteristik dan Perilaku Pekerja dengan Gejala
tengah. Partikel berukuran lebih kecil, 1 ISPA di Pabrik Asam Fosfat Dept. Produksi
III PT. Petrokimia Gresik. The Indonesian
sampai 3 mikron akan masuk ke dalam Journal of Occupational Safety and Health, 2
kantung udara paru-paru, me- (2): 130-136.
Kota Semarang. Unnes Journal of Public
Mukono. 2008. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Health, 2(1): 1-9.
Ter- hadap Gangguan Kesehatan. Airlangga
Univer- sity Press: Surabaya. Sholikhah, A.M & Sudarmaji. 2015. Hubungan Kara-
kteristik Pekerja dan Kadar Debu Total Den-
Rohilla, A., dkk. 2013. Upper Respiratory Tract In- gan Keluhan Pernapasan Pada Pekerja Industri
fections: An Overview. International Journal Kayu X di Kabupaten Lumajang. Prespektif
of Current Pharmaceutical Research, 2 (3): 1 Jur- nal Kesehatan Lingkungan, 1 (1): 1 – 12.
– 3.
Yusnabeti, R.A.W & Luciana, R. 2010. PM10 dan In-
Rosiana, A.M. 2013. Hubungan antara Kondisi Fisik feksi Saluran Pernapasan Akut Pekerja Industri Mebel.
Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Makara Kesehatan, 14 (1): 25 – 30.
Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu
 P : Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan penggunaan
APD masker, kebiasaan merokok, dan volume kertas bekas dengan kejadian ISPA pada
pekerja pengepak kertas bekas Desa Terban Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus hasil
menunjukkan 59,7% responden mengalami ISPA dengan hubungan yang bermakna antara
variable penggunaan APD masker (p value=0,018), kebiasaan merokok (p value=0,000),
dan volume kertas bekas (p value=0,000). Berdasarkan analisis univariat variable bebas,
kebanyakan para pekerja tidak menggunakan masker saat bekerja (76,1 %) dibandingkan
dengan pekerja yang menggunakan masker saat bekerja (423,9 %). Distribusi kebiasaan
merokok pekerja pengepak kertas bekas didominasi oleh pekerja dengan status perokok
berat (67,2%) dengan konsumsi rokok perharinya lebih dari dua bungkus atau setara
dengan 20 batang rokok atau lebih dan sisanya (32,8 %) merupakan pekerja dengan status
perokok ringan dengan konsumsi rokok kurang dari satu bungkus atau 12 batang rokok.
Volume kertas bekas di gudang/ rumah para pekerja didominasi dengan volume ≥ 310 m3
(58,2 %) sedangkan sisanya adalah gudang/ rumah dengan volume < 310 m3 (41,8 %).
Hasil analisis bivariat antara variable bebas yang meliputi penggunaan APD masker,
kebiasaan merokok, dan volume kertas bekas dengan kejadian ISPA.

 I : Berdasarkan analisis bivari atantara variable penggunaan APD masker dengan


kejadian ISPA menunjukkan p value lebih kecil dari 0,05 (0,018<0,05) yang berarti bahwa
ada hubungan antara penggunaan APD masker dengan kejadia ISPA pada pekerja.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan, sebagai nresponden tidak
memakai masker dengan alasan tidaknyaman, sudah terbiasa tidak memakai serta ribet
ketika digunakan saat bekerja terlebih lagi semua responden merokok saat bekerja.
Penggunaan alat pelindung diri termasuk masker sudah diatur dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerjadan Transmigrasi No.8/Men/ VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri bahwa
pekerja yang memasuki tempat kerja wajib memakai atau menggunakan APD sesuai
dengan potensi bahaya dan risiko.

 C : Saluran pernapasan dari hidung sampai bronchus dilapisi oleh membrane mukosa
bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidungdisaring, dihangatkan dan dilembutkan. Partikel-
partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat di dalam hidung, se dangkan
partikel debu yang halus akan terjerat dalam membrane mukosa. Gerakan silia mendorong
membrane mukosa ke posterior kerongga hidung dan kearah superior menuju faring. Secara umum
efek udara yang buruk terhadap pernapasan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi
lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak membersihkan saluran pernapasan akibat
iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lender akan meningka sehingga menyebabkan penyempitan
saliran pernapasan dan makrofage di saluran pernapasan.

 O : Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan penggunaan APD


masker, kebiasaan merokok, dan volume kertas bekasdengan kejadian ISPA pada pekerja pengepak
kertas bekas Desa Terban Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus hasil menunjukkan 59,7%
responden mengalami ISPA dengan hubungan yang bermakna antara variable penggunaan APD
masker (p value=0,018), kebiasaan merokok (p value=0,000), dan volume kertas bekas (p
value=0,000).
Nama : Intan Kanira
Nim : 1714201003
Semester : 6A

The 10th University Research Colloqium 2019


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong

Aplikasi Teknik Pernapasan Buteyko untuk


Memperbaiki Pernapasan Diafragma pada Pasien
dengan Sesak Napas di Ruang Gawat Darurat
Danur Kusuma Arini Putri1*, Beti Kristinawati2, Tofik Hidayat3
1 Fakultas Ilmu Kesehatan, Program Studi Ilmu Kperawatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta
2
Departemen Keperawatan Medikal Bedah, Fakultas Ilmu Kesehatan, Program Studi Ilmu Keperawatan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta
3
Perawat Senior, Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
*Email: j210140080@student.ums.ac.id

Abstrak
Kata Kunci: Latar Belakang: penyempitan saluran napas yang dialami oleh
Asma; frekuensi pasien asma dapat dikurangi dengan melatih control pause. Teknik
pernapasan; control pause yang dapat digunakan adalah teknik pernapasan
pernapasan buteyko. Penerapan teknik pernapasan “buteyko” bertujuan untuk
diafragma; teknik memperbaiki pernapasan diaphragma serta memberikan efek
pernapasan relaksasi bagi penderita. Metode: analisis masalah dilakukan untuk
buteyko menggali informasi tentang efektifitas teknik pernapasan buteyko
untuk memperbaiki pernapasan diafragma dan memberi efek
relaksasi. Intervensi teknik pernapasan buteyko dilakukan pada 10
orang yang datang ke IGD yang telah dipilih berdasarkan criteria
yang telah ditentukan. Pelaksanaan teknik pernapasan buteyko
memiliki 3 sesi, yaitu sesi pertama tes bernapas control pause, sesi
kedua pernapasan dangkal, sesi ketiga teknik gabungan yang
dilakukan sekitar 15 menit. Hasil: hasil yang didapatkan pada
penerapan teknik pernapasan buteyko menunjukkan hasil yang
signifikan, dibuktikan dengan frekuensi pernapasan pasien menjadi
lebih baik. Diskusi: teknik pernapasan buteyko yang dilakukan pada
pasien sesak napas pada umumnya dan asma pada khususnya
memberikan efek memperbaiki frekuensi pernapasan diafragma dan
memberikan efek relaksasi yang menjadikan pasien lebih nyaman
Kesimpulan: penerapan teknik pernapasan buteyko yang
diaplikasikan pada pasien sesak napas memberikan manfaat
memperbaiki pernapasan diafragma serta memberikan efek relaksasi
sehingga dapat menurunkan peluang terjadinya sesak berulang.

1. PENDAHULUAN stroke, hipertensi, asma, pasien dengan


Instalasi Gawat Darurat (IGD) trauma, abdominal pain. Penelitian
merupakan salah satu bagian dari yang dilakukan oleh Husna (2015)
rumah sakit yang menyediakan penderita asma di balai kesehatan paru
pelayanan awal dan segera bagi pasien. masyarakat Semarang ditemukan 34
Penanganan di IGD memiliki criteria orang menderita asma. 14 orang
berdasarkan kegawatannya dalam diantaranya berjenis kelamin laki-laki
pemberian pelayanan. Secara umum dan 20 orang berjenis kelamin
kunjungan pasien IGD didominasi perempuan.
oleh
The 10th University Research Colloqium 2019 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Gombong

Asma adalah gangguan Dari hasil tersebut, akan coba


peradangan kronis saluran nafas yang diterapkan terapi teknik pernapasan
dicirikan oleh batuk, mengi, dada buteyko yang bertujuan untuk
terasa berat dan kesulitan bernafas. memperbaiki pernapsan diafragma.
Asma adalah gangguan pada saluran Teknik pernapasan ini dapat dilakukan
bronkhial yang mempunyai ciri oleh pasien secara mandiri
bronkospasme periodik (kontraksi dirumah.Teknik pernapasan buteyko
spasme pada saluran pernafasan) ini memiliki durasi 20-30menit dengan
terutama pada percabangan langkah sederhana. Teknik pernapasan
trakeobronkhial yang dapat ini akan diterapkan pada pasien,
diakibatkan oleh berbagai stimulus utamanya dengan asma dan dyspnea
seperti oleh faktor biokemikal, dengan tujuan frekuensi pernapasan
endokrin, infeksi, otonomik dan pasien dapat lebih stabil setelah
psikologi (Somantri, 2012). diberikan terapi non farmakologi.
Gejala asma sangat bervariasi Penerapan teknik pernapasan ini
antara seorang penderita dengan dilakukan setelah pasien mendapat
penderita lainnya, gejala asma terdiri terapi oksigen maupun nebulizer
dari triad, yaitu : dispnue, batuk dan dengan mengukur frekuensi
mengi (Somantri, 2012). Gejala pernapasan sebelum dan sesudah
tersebut disebabkan oleh penyempitan dilakukan teknik pernapasan buteyko.
saluran nafas. Penyempitan ini
disebabkan oleh mengkerutnya otot- 2. METODE
otot yang melingkari saluran nafas, Penerapan jurnal tentang
membengkak dan meradangnya teknik pernapasan buteyko dilakukan
jaringan sekitar selaput lendir atau di Ruang IGD Rumah Sakit Umum
dahak yang ditumpahkan kesaluran Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro pada 10
nafas (Suddarth, 2013). pasien yang mengalami kekambuhan
Peneliian yang dilakukan oleh asma. Penerapan terapi pernapsan
Bachri (2018) tentang teknik buteyko dilakukan selama 20-30 menit.
pernapasan buteyko terhadap Pelaksanaannya diberikan setelah
kekambuhan asma menunjukkan hasil pasien mendapatkan terapi nebulizer.
yang signifikan, yakni kekambuhan Criteria inklusi pada penerapan terapi
yang sering dialami pasien yang ini : pasien sesak napas, asma. Adapun
awalnya sedang menjadi kekambuhan criteria eksklusi: pasien dengan
ringan dengan presentase 83.3%. riwayat gagaj jantung, serta gagal
Dari hasil analisis situasi yang ginjal.
dilakukan di Instalasi Gawat Darurat Teknik pengumpulan data
RS dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten berdasarkan triase yang dilakukan di
pada tanggal 11 – 18 Juni 2019 ruang IGD. Analisa data dilakukan
terdapat 588 kunjungan pasien ke IGD dengan mengukur distribusi frekuensi.
untuk mendapatkan perawatan dengan Sumber data yang digunakan dalam
berbagai keluhan. Salah satu penerapan ini menggunakan 5 jurnal
diantaranya adalah pasien datang nasional serta 5 jurnal internasional
dengan keluhan sesak napas.Pasien dengan pemilihan 1 jurnal induk serta
dengan keluhan sesak napas dapat jurnal ian sebagai jurnal pendukung.
mengacu pada beberapa diagnose
anatara lain: Asma, PPOK, Dyspnea,
dan CHF.Jumlah pasien dengan asma
yang datang ke IGD sebanyak 5 orang,
14 orang datang dengan dyspnea, 2
orang datang dengan PPOK serta 3
orang dengan CHF.
The 10th University Research Colloqium 2019
Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Karakteristik Responden
Tabel 3.1 Distribusi Karakteristik Responden

Variabel Item Jml %


Jenis
Perempuan 6 60
Kelamin
Laki-laki 4 40
Usia <45 tahun 7 70
>45 tahun 3 30

Berdasarkan data yang tahun sebanyak 7 orang (70%) dan


diperoleh selama penerapan teknik dengan usia > 45 tahun 3 orang (30%).
pernapasan buteyko didapatkan jumlah
pasien sebanyak 10 orang. Dari 10 b. Frekuensi Pernapasan Pasien Sebelum
pasien, 6 orang (60%) diantaranya Diberikan Terapi Teknik Pernapasan
berjenis kelamin perempuan dan 4 Buteyko
orang (40%) berjenis kelamin laki-laki.
Usia rata-rata pasien yang datang < 45
Tabel 3.2 Frekuensi Pernapasan Pasien Sebelum Diberikan Terapi Teknik Pernapasan
Buteyko

Frekuensi
napas Jml Percent
28 1 10.0
29 1 10.0
30 2 20.0
32 1 10.0
33 1 10.0
34 1 10.0
35 1 10.0
36 2 20.0
Total 10 100.0
Berdasarkan data frekuensi 28 x/menit dialami oleh 1 pasien
pernapasan pasien sebelum dilakukan (10%).
terapi teknik pernapasan pasien antara
28-36 x/menit. Frekuensi pernapasan c. Frekuensi Pernapasan Pasien Sesudah
tertinggi 36 x/menit dialami oleh 2 Diberikan Terapi Teknik Pernapasan
pasien (20%) serta yang paling rendah Buteyko

Tabel 3.3 Frekuensi Pernapasan Pasien Sesudah Diberikan Terapi Teknik Pernapasan
Buteyko
Frekuensi Perce
napas Jumlah nt
24 2 20.0
25 2 20.0
26 1 10.0
27 1 10.0
28 3 30.0
29 1 10.0
Total 10 100.0
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong

Setelah diberikan terapi teknik meningkatkan perbaikan PEFR dan kontrol


pernapasan buteyko, frekuensi pernapasan asma
pasien berkisar 24-29 x/menit. Frekuensi Penerapan ini didukung oleh
pernapasan terendah 24 x/menit sebanyak 2 penelitian yang tela dilakukan oleh Husna
orang (20%) dan tertinggi 29 x/menit (2015) bahawa terdapat perbedaan pada
sebanyak 1 orang (10%) control asma sebelum dan sesudah
Bagian lain dari pernapasan dilakukan teknik pernapasan buteyko.
buteyko adalah control pause yang
bermanfaat mengurangi hiperventilasi. 4. KESIMPULAN
Control pause dapat meningkatkan Penerapan jurnal tenik pernapasan
kesehatan. Pada saat melakukan control buteyko untuk penderita asma yang berobat
pause, hidung ditutup dengan jari di akhir di IGD memberikan manfaat dapat
exhalasi dan hitung BTH (breathing memperbaiki pernapasan diafragma
holding time) dalam beberapa detik. Pasien sehingga dapat meringankan gejala asma
harus menutup hidung sampai ada serta meningkatkan kualitas hidup penderita
keinginan untuk bernapas. Kemudian
melakukan inspirasi dan ekspirasi seperti REFERENSI
normal kembali. Ketika melakukan
exhalasi, maka mulut harus dalam keadaan Bachri, Y. (2018). Pengaruh Teknik
tertutup (Rakhimov, 2013). Metode buteyko Pernafasan Buteyko Terhadap Frekuensi
mengembangkan kemampuan
Kekambuhan Asma Pada Penderita Asma
meningkatkan control pause. Praktisi
buteyko secara konsisten melaporkan
Bronkhial Di Upt Puskesmas Wilayah Kerja
control pause yang lebih lama dihubungkan Lima Kaum 1 Kabupaten Tanah Datar
dengan penurunan gejala asma. Selain itu Tahun 2017. MENARA Ilmu, Vol. XII. No.8 ,
control pause berguna untuk meningkatkan 174-179.
CO2 pada pasien asma yang kehilangan
CO2 akibat hiperventilasi yang terus Black & Hawks. (2014). Keperawatan
menerus. Dengan melalukan control pause Medikal Bedah. Manajemen klinis untuk hasil
akan mengatur ulang ritme pernapasan yang yang diharapkan. Elsevier : Singapura.
abnormal atau mengatur ulang pusat
pernapasan otak sehingga kurang sensitif Brunner & Suddart.(2013). Buku Ajar
terhadap CO2 (Courtney, 2008). Keperawatan Medikal Beah. Jakarta : EGC.
Menurut Black & Hawks (2014)
bahwa toraks dan diafragma mengubah
Courtney, R. (2007). Strengths , Weaknesses ,
tekanan dalam toraks untuk menghasilkan
gerakan udara. Gerakan udara bergantung
and Possibilities of the Buteyko Breathing
pada perbedaan tekanan antara atmosfer Method. Biofeedback, 36(2), 59 63. Retrieved
dan udara paru, dengan aliran udara dari from
daerah dengan tekanan tinggi ke daerah http://www.resourcenter.net/images/AAPB/Fil
dengan tekanan rendah. Pada waktu es/Biofeedback/2008/biof_summer_
inspirasi, kubah diafragma mendatar dan buteyko_breathing.pdf
sangkar rusuk terangkat. Seiring dengan
peningkatan volume dada dan paru, tekanan Hassan, Z. M., Riad, N. M., & Ahmed, F. H.
alveolar menurun dan udara tertarik ke (2012). Effect of Buteyko breathing technique
paru. on patients with bronchial asthma. Egyptian
Penerapan ini di dukung oleh Journal of Chest Diseases and Tuberculosis,
Hassan, Riad, dan Ahmed (2012), 61(4), 235–241.
didapatkan bahwa teknik pernapasan http://doi.org/10.1016/j.ejcdt.2012.08.006
buteyko mencegah tingkat keparahan asma,

The 10th University Research Muhammadiyah Gombong


Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husna, E. M. (2015). EFEKTIVITAS
TEKNIK PERNAFASAN BUTEYKO Sistem
TERHADAP PENGONTROLAN ASMA Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
DI BALAI KESEHATAN PARU
MASYARAKAT
PICO
SEMARANG. P : penyempitan saluran napas yang dialami oleh
NURSCOPE Jurnal Keperawatan pasien asma dapat dikurangi dengan melatih
dan control pause.
Pemikiran Ilmiah, ISSN 2476-8987 , 1-7. I : teknik pernapasan buteyko dilakukan pada 10
orang yang datang ke IGD yang telah dipilih
Rakhimov, A. (2013). Advanced Buteyko berdasarkan criteria yang telah ditentukan
Breathing Exercises. C : , dibuktikan dengan frekuensi pernapasan
pasien menjadi lebih baik.
Somantri, Irman. (2012). O : pasien sesak napas
Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
NAMA : Siti jasmini dahlianti (1714201033)
Semester 6A

Hubungan Respiratory Rate (RR) dan Oxygen Saturation (SpO2)


Pada Klien Cedera Kepala

Riki Ristanto1, Amin Zakaria2


1
Dosen Prodi Keperawatan Poltekkes RS. dr. Soepraoen Malang
2
Dosen Prodi Keperawatan Poltekkes RS. dr. Soepraoen Malang

ABSTRAK
Latar Belakang. Evaluasi fungsi respirasi pada pasien cedera kepala merupakan
intervensi penting saat penatalaksanaan pasien cedera kepala. Evaluasi fungsi respirasi
dilakukan melalui pengukuran RR dan SpO2. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis hubungan antara RR dan SpO2 pada klien yang mengalami cedera kepala.
Metode. Penelitian observasional analitik dengan pendekatan desain cohort
retrospektif ini dilaksanakan di Rumah Sakit dr. Iskak Tulungagung pada bagian Rekam
Medis. Data diambil dari semua rekam medis pasien bulan Januari 2016 hingga Juli 2017
berjumlah 150 rekam medis. Variabel yang digunakan adalah jumlah RR dan Kadar
SpO2 saat pasien masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit. Data yang
didapatkan kemudian diolah dengan SPSS 20.0 menggunakan Uji Korelasi Spearman’s
Rho. Hasil. Berdasarkan hasil analisis Uji Korelasi Spearman’s Rho didapatkan p= 0,002,
r= -0,247. Kesimpulan. Pada pasien cedera kepala, komponen RR memiliki hubungan
yang bermakna dengan kadar SpO2 dengan kekuatan lemah dan arah korelasi negatif.
Kata Kunci: Pasien cedera kepala, Respiratory Rate (RR), Saturasi Oksigen (SpO2).

Correlation Respiratory Rate (RR) and Oxygen Saturation (SpO2)


In Head Injury Client

ABSTRAK

Background. Evaluation of respiratory function in patients with head injury is an


important intervention when the management of head injury patients. Evaluation of
respiratory function is done by measuring RR and SpO2. The purpose of this study was to
analyze the relationship between RR and SpO2 in clients who suffered head injury.
Method. The observational analytic study with this retrospective cohort design approach
was carried out in dr. Iskak Tulungagung Hospital at the Medical Record section. Data
taken from all patient medical records from January 2016 to July 2017 amounted to 150
medical records. The variables used were the number of RR and SpO2 levels when the
patient entered the Emergency Department. The data obtained was then processed with
SPSS 20.0 using Spearman's Rho Correlation Test. Results. Based on Spearman's Rho
correlation test results obtained p = 0,002, r = -0,247. Conclusion. In head injury patients,
the RR component has a significant relationship with SpO2 levels with weak strength and
negative correlation direction.
Keywords: Head injury patient, Respiratory Rate (RR), Oxygen Saturation (SpO2).

fungsi yang menjamin kebutuhan oksigenasi pada otak


yang sedang mengalami cedera (Bruijns et al., 2014).
PENDAHULUAN Evaluasi fungsi respirasi, umumnya dilakukan melalui
Evaluasi fungsi respirasi pada pasien cedera kepala pengukuran RR dan SpO2.
merupakan intervensi penting saat penatalaksanaan Namun, saat ini masih belum ada sistem evaluasi
pasien cedera kepala. Fungsi respirasi merupakan fungsi respirasi yang ideal untuk diterapkan pada kasus
cedera kepala, karena baik RR maupun SpO2 sama- ukur kedua dari fungsi respirasi
sama memiliki kelebihan dan kekurangan ketika
diterapkan. adalah saturasi oksigen (SpO2).
Respiratory Rate (RR) adalah jumlah siklus Menurut Brooker (2005) oxygen
pernafasan (inspirasi dan ekspirasi penuh) yang
dihitung dalam waktu 1 menit atau 60 detik (Perry saturation merupakan presentase
& Potter, 2005).
hemoglobin (Hb) yang mengalami
Frekuensi pernafasan merupakan salah satu saturasi oleh oksigen. Observasi
komponen tanda vital, yang bisa dijadikan indikator oxygen saturation dilakukan untuk
untuk mengetahui kondisi pasien, terutama kondisi mencegah dan mengenali risiko
pasien kritis (Muttaqin, 2010; Smith & Roberts, terjadinya hipoksia jaringan.
2011). Menurut hasil penelitian Bruijns et al.
Hipoksia jaringan akan
(2014), bahwa frekuensi pernafasan merupakan
menyebabkan risiko trauma sekunder
prediktor yang baik untuk mengetahui outcome
pada jaringan otak yang akan
pasien cedera kepala, bersama dengan tekanan
berakibat pada kematian pasien
darah sistolik. Namun, hasil pengukuran RR
dipengaruhi oleh banyak faktor, meliputi: latihan (McMulan et al., 2013). Menurut
atau olah raga, keadaan emosi (kecemasan/takut), Brooker (2005), bacaan saturasi
polusi udara, ketinggian, obat-obatan (narkotik, oksiegen memiliki beberapa faktor
amfetamin), suhu, gaya hidup, usia, jenis kelamin, yang mempengaruhi, yaitu
dan nyeri akut (Muttaqin, 2010) hemoglobin (Hb), sirkulasi, aktivitas,
terutama otak pasca terjadinya cedera suhu tubuh, adanya
kepala merupakan tujuan utama yang hiperbilirubinemia, dan adanya
dilakukan pada saat penanganan awal hipoksemia.
pasien dengan cedera kepala. Oleh karena
Menurut Wilensky et al. (2009) kondisi
itu evaluasi fungsi respirasi merupakan
cerebral ischemic injury terjadi pada
komponen penting yang perlu dilakukan
90% yang meninggal akibat cedera
untuk mengetahui adanya perburukan
kepala. Menjaga kecukupan oksigenasi
kondisi sedini mungkin. Tujuan dari
jaringan
penelitian ini adalah untuk menganalisis
hubungan antara RR dan SpO2 pada klien
yang mengalami cedera kepala.
METODE
Penelitian observasional
analitik dengan pendekatan desain
cohort retrospektif ini
dilaksanakan di Rumah Sakit dr.
Iskak Tulungagung pada bagaian
Rekam Medis. Data diambil dari
semua rekam medis pasien Alat
bulan Januari 2016 hingga Juli 2017 Total 150 100
Sumber: Data primer hasil penelitian
berjumlah 150 rekam medis dengan
Tabel 2. Diskriptif data Responden Penelitian
kriteria inklusi adalah data rekam
Variabel Rerata Median Minimum Maksimu
medis dengan nilai ISS ≥ 15, m
Usia 40,17 40 19 68
memiliki data RR, dan SpO2 pada ISS 25,19 26 17 38
GCS 9,06 9 3 14
lembar triage, dan data dengan RR 23,99 22 14 60
rentang usia pasien 20-65 Tahun. SpO2 85,96 88,45 50 99
Sumber: Data primer hasil penelitian
Kriteria ekslusinya adalah data rekam
Pada tabel 1 yang merupakan karakteristik
medis dengan luka bakar serius,
responden penelitian, didapatkan bahwa trauma kepala
intoksikasi dan PPOK, dan data
lebih banyak terjadi pada laki-laki (71,3%), dengan
pasien rujukan. Dilakukan
mekanisme cedera terbanyak kecelakaan lalu lintas
pengumpulan data dasar berupa: jenis
(88,7%). Berdasarkan hasil pada tabel 2, kejadian
kelamin, dan mekanisme cedera.
cedera kepala rata-rata terjadi pada
Data RR dan SpO2 diambil pada data
lemah dengan arah korelasi negatif (semakin
rekam medis saat pasien masuk IGD
tinggi nilai RR maka menunjukkan semakin
rumah sakit. Data yang didapatkan
rendahnya SpO2).
kemudian diolah dengan SPSS 20.0
menggunakan Uji Korelasi
Spearman’s Rho. PEMBAHASAN
Data yang didapat menunjukkkan
HASIL
bahwa pada periode pengambilan
Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian
n %
Jenis Kelamin sampel, rerata usia penderita cedera
Laki-laki 107 kepala adalah 40,17 (19-68) tahun,
71,3
dengan prevalensi laki- laki yang

Perempuan 43 terbanyak (71,3%), dan mekanisme


Mekanisme Cedera cedera terbanyak adalah kecelakaan lalu
Kecelakaan lalu lintas 133
Jatuh 10 lintas(88,7%). Hasil tersebut
Trauma benda tumpul 7 bersesuaian
usia 40,17 (19-68) tahun. Berdasarkan penilaian r -0,247
RR p 0,002
Score ISS, diperoleh nilai mediannya 26 dengan
n 150
rerata 25,19 (17-38), dan terbanyak mengalami Sumber: Data primer hasil penelitian

cedera kepala sedang dengan rerata GCS 9,06 (3- Berdasarkan hasil analisis Uji
14). Pada data RR responden didapatkan rerata Spearman’s Rho pada Tabel 4.5 dapat
23,99 (14-60), SpO2 responden didapatkan rerata diketahui bahwa p value = 0,002 dan
85,96 (50-99). nilai r =
Tabel 3. Hasil Uji Korelasi -0.247, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
Spearman’s Rho.
hubungan yang bermakna antara RR dan SpO2
SpO2
dengan kekuatan hubungan yang
Menurut Amanda & Marbun lalu lintas. Setiap hari rata-rata 120
(2014), laki-laki adalah korban orang meninggal akibat kecelakaan lalu
kecelakaan yang paling banyak di lintas di Indonesia dengan 60%
Indonesia, bahkan jumlahnya kematian berasal dari pengendara roda
termasuk dalam lima besar penyebab dua atau tiga dan 80%nya korbannya
utama kematian di Indonesia. adalah laki-laki.
Menurut Spesialis Keselamatan Lalu Dengan Uji Spearman’s Rho
Lintas di Bank Dunia, Jose Luis didapatkan bahwa RR memiliki
Irigoyen, negara- negara berkembang hubungan yang bermakna (p= 0,002)
seperti Indonesia menyumbang 90% dan memiliki arah korelasi negatif (r=
jumlah kematian akibat kecelakaan -0.247) dengan kadar

SpO2. Semakin tinggi nilai RR maka menunjukkan beberapa keadaan, antara lain rasa tidak
semakin rendahnya SpO2. nyaman atau nyeri, pengaruh respons
Adanya hubungan yang lemah dengan arah korelasi sistem saraf simpatis, keadaan asidosis
negatif antara RR dan SpO2 menunjukkan bahwa metabolik, kebutuhan oksigenasi
upaya tubuh dalam meningkatkan RR merupakan dengan adanya kenaikan penggunaan energi dan
pertanda adanya hipoksia jaringan yang ditandai metabolisme basal akan memicu kebutuhan
oleh adanya penurunan saturasi oksigen atau oksigen yang lebih tinggi dari kondisi normal
SpO2. Upaya tersebut merupakan pertanda tubuh (Werner & Engelhard, 2007). Maka secara reflek
sedang melakukan mekanisme kompensasi yang tubuh akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan
bertujuan untuk mempertahankan perfusi jaringan oksigen dan menjaga perfusi jaringan otak dengan
cerebral. Adanya kerusakan jaringan otak akan cara meningkatkan jumlah RR per menit,
memicu terjadinya gangguan sistemik yang salah harapannya dengan meningkatnya jumlah RR
satunya berupa hipermetabolisme pada jaringan maka FiO2 akan meningkat dan berdampak pula
otak. Cedera otak yang diikuti pada peningkatan PaO2 dan saturasi oksigen

dimungkinkan karena peningkatan variabel jaringan. Maka dapat disimpulkan bahwa pada

RR dapat disebabkan karena berbagai kondisi pasien cedera kepala yang masih

kondisi. Komponen RR memiliki faktor terkompensasi, maka nilai RR yang didapatkan

lain yang dapat mempengaruhi hasil belum bisa menggambarkan kondisi pasien cedera

penghitungannya. Menurut Bouzat et al. kepala yang sebenarnya.

(2015); Kondo et al. (2011); Laytin et al. Kekuatan hubungan yang lemah antara RR dan

(2015), banyak faktor yang dapat SpO2 (r= -0.247),

mempengaruhi RR pasien yang tubuh, suhu tubuh, dan keadaan saluran

mengalami cedera kepala, diantaranya pernafasan.

adalah usia, mekanisme terjadinya injuri, Penggunaan komponen RR

dan adanya penggunaan ventilasi juga tidak dapat dijadikan dasar dalam

mekanik. Sedangkan menurut Warfield & pemberian berapa liter O2 yang harus

Bajwa (2004), menyebutkan bahwa diberikan kepada pasien. Berbeda

komponen RR dapat dipengaruhi oleh dengan SpO2, yang dapat memberikan


gambaran langsung dari jumlah total pasien. Oxygen saturation memiliki
oksigen yang dialirkan darah ke positif korelasi dengan jumlah oksigen
jaringan setiap menit atau disebut yang diberikan, dengan artian bahwa
dengan oxygen delivery (McMulan et semakin tinggi kadar oksigen yang
al., 2013). Sehingga penggunaan dari diberikan, maka kadar oxygen
hasil pengukuran SpO2 dapat dijadikan saturation juga akan mengalami
acuan dalam penentuan jumlah peningkatan (Silvestri, 2011). Nilai
oksigen yang perlu diberikan kepada normal dari oxyge

aturation adalah antara 95 – 100% (Merenstein & pengukuran SpO2 akan membantu untuk
Gardner, 2002). mengetahui berapa besaran konsentrasi oksigen
Dari hasil penelitian ini didapatkan fakta yang benar-benar bisa dimanfaatkan untuk
bahwa adanya kesamaan berupa penurunan GCS
pasien yang diikuti oleh penurunan dari SpO 2
DAFTAR PUSTAKA
pasien. Kondisi hipoksia yang terjadi pada
Amanda, Gita & Marbun, Julkifli.
pasien merupakan dampak dari beratnya (2014). Indonesia Urutan
kerusakan otak pasca cedera kepala yang Pertama Peningkatan
Kecelakaan Lalu Lintas
tergambar pada skor GCS pasien. Dari seluruh
. http//republika.co.id.
pasien yang meninggal didapatkan data bahwa Diakses tanggal 24 Juli 2016
100% mengalami hipoksia, dengan kondisi Pukul 09.11 WIB.
terbanyak mengalami hipoksia sedang. Skor Bouzat, Pierre, Legrand, Robin,
Gillois, Pierre, Ageron,
GCS pasien yang meninggal sebagian besar François-Xavier, Brun, Julien,
menunjukkan hasil GCS ≤8 sejumlah 19 pasien Savary, Dominique, Payen,
Jean- François. (2015).
atau 79%. Menurut Sharf dan El-Gebali (2013) Prediction of intra- hospital
yang menyatakan bahwa GCS dan saturasi mortality after severe trauma:
which pre-hospital score is the
oksigen memperfusi jaringan, most accurate? Injury.doi:
utamanya jaringan cerebral. http://dx.doi.org/10.1016/j.injury.
2015.
KESIMPULAN
Pada pasien cedera kepala, komponen RR 0.035
memiliki hubungan yang bermakna dengan kadar Brooker, C. (2005).
SpO2 dengan kekuatan lemah dan arah korelasi Ensiklopedi
Keperawatan. (Andry
negatif. merupakan faktor prediktor mortality Hartono,Brahm
yang kuat pada pasien dengan cedera kepala berat. U. P, Dwi Widiarti:trans). Jakarta:
EGC.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa berat
Bruijns, S., Guly, H., Bouamra, O.,
ringannya kondisi pasien cedera kepala yang Lecky, F., & Wallis, L.
tergambar pada GCS maka akan terlihat juga pada (2014). The value of the
difference between ED and
nilai SpO2 nya. Komponen SpO2 adalah gambaran prehospital vital signs in
presentase rasio antara jumlah oksigen aktual yang predicting outcome in trauma.
Emergency Medicine, 31, 579-
terikat oleh hemoglobin (Djojodibroto, 2007). 582
Maka dengan mengetahui berapa nilai hasil Djojodibroto, D. (2007).
Respirologi: Respirasi scoring system in low- and
medicine. Jakarta: EGC middle- income
countries:
Kondo, Y., Abe, T., Kohshi, K., Lessons from
Tokuda, Y., Cook, E.F. and Mumbai. Injury, 46(12), 2491-
Kukita, I. (2011). Revised 2497. doi:
trauma scoring system to predict http://dx.doi.org/10.1016/j.injur
In hospital mortality in the y.2015.0 6.029
emergency

department:
Glasgow Coma Score, Age, and systolic
blood pressure score. Critical Care, 15:
R191.
Laytin, Adam D., Kumar, Vineet,
Juillard, Catherine J., Sarang,
Bhakti, Lashoher, Angela, Roy,
Nobhojit, & Dicker, Rochelle
A. (2015). Choice of injury
PICO

P : Fungsi respirasi Pada pasien cedera kepala

I : Respirasi dilakukan melalui pengukuran RR dan SpO2.

C : Pasien cedera kepala, Respiratory Rate (RR), Saturasi Oksigen (SpO2).

O : Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara RR dan SpO2 pada kluen
mengalami cedera kepala. Data diambil dari semua rekam medis pasien bulan Januari 2016
hingga Juli 2017 berjumlah 150 rekam medis. Variabel yang digunakan adalah jumlah RR dan
Kadar SpO2 saat pasien masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit. Data yang didapatkan
kemudian diolah dengan SPSS 20.0 menggunakan Uji Korelasi Spearman’s Rho. Hasil.
Berdasarkan hasil analisis Uji Korelasi Spearman’s Rho didapatkan p= 0,002, r= -0,247.
Kesimpulan. Pada pasien cedera kepala, komponen RR memiliki hubungan yang bermakna
dengan kadar SpO2 dengan kekuatan lemah dan arah korelasi negatif.

Das könnte Ihnen auch gefallen