Sie sind auf Seite 1von 15

DAMPAK PERUBAHAN STRUKTURAL SEKTOR

PERTANIAN TERHADAP KEMISKINAN DAN


KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA
Roni Dwi Susanto, Harianto, Mangara Tambunan dan Priyarsono

ABSTRACT: In the process of economic growth in of structural change in the agricultural sector, where the
Indonesia, the agricultural sector’s contribution to Gross number of people working in agriculture will decrease and
Domestic Product and employment declines in relative the non-agricultural sector the number of employed will
manner. The occurrence of this structural change was increase.
due to the development of the economic base from that
originally relied on the primary sector (agriculture) to The creation of production values in the agriculture and
industry or services. The purposes of this research are: (1) to non-agriculture sectors --that directly leads to an economic
analyze the trend of the structural changes in Indonesian growth-- impacted positively in reducing poverty and
agriculture sector and to determine its influencing factors, increasing employment opportunities in rural and urban
and (2) to analyze the impacts of the structural changes in areas of Indonesia. The onset of inflation, however, will lead
agriculture and economic growth on employment and the to an increase in poverty in both rural and urban areas.
level of poverty in Indonesia.
Keywords: Structural Changes,Economic Growth,
The results revealed that the agricultural sector, there was Poverty, Employment
a trend of change in the composition of contributions of
each sub sector of agriculture (food crops and horticulture,
plantation, livestock, forestry, and fisheries). Decline in the I. PENDAHULUAN
agricultural sector’s contribution to the national economy
was relatively no change in the percentage of workers Pada saat krisis, sumbangan sektor pertanian
who worked in the agricultural sector to total national terhadap PDB mengalami peningkatan paling besar
labor force. However the increase in labor demand in non- dibanding sektor lainnya. Dari segi penyerapan tenaga
agricultural sector will continue in line with the process kerja, pada tahun 2003 sektor pertanian mampu
menyerap sekitar 46 persen, paling tinggi di antara
* Roni Dwi Susanto adalah staf Bappenas; Harianto, Mangara
Tambunan dan Priyarsono adalah Staf Pengajar FEM-IPB. sektor-sektor lain (Yudhoyono, 2004). Namun perlu

18 Edisi 01/Tahun XIX/2013


dicermati bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap II. KERANGKA PEMIKIRAN
perekonomian nasional menurun sejak tahun 1969
sampai dengan 1999 (Pelita I-V kontribusi sektor Proses transformasi struktur ekonomi ke arah
pertanian menurun dari 33 persen menjadi 20 persen) industrialisasi dan menigkatnya peran sektor-sektor
dan mulai beranjak naik turun kontribusinya pada moder (industri dan jasa) dalam sejarah pembangunan
kisaran 16-17 persen dari tahun 2000 sampai akhir Indonesia, selain terlalu dipercepat (accelerated) dengan
2006. Pada tahun 2010 kontribusi sektor pertanian berbagai proteksi pemerintah, sehingga mengarah
terhadap perekonomian nasional sebesar 15.34 persen, ke arah proses pertumbuhan yang tidak matang
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. (immature), dimana sektor pertanian yang sebelumnya
menjadi sektor primer kurang mendapatkan perhatian
dan tidak menjamin keterkaitan pembangunan sektor
modern tersebut dengan sektor pertanian.

Banyak pekerja yang ‘beralih’ dari pekerjaan di


wilayah pedesaan ke pekerjaan di wilayah perkotaan
sesungguhnya tidak benar-benar berpindah.
Sebaliknya, pertumbuhan penduduk, peralihan
struktural dari sektor pertanian, dan pembangunan
berbagai fasilitas modern di wilayah-wilayah
pedesaan menyebabkan desa-desa tersebut dapat
Sumber: Bappenas (2011) digolongkan ulang sebagai wilayah perkotaan. Oleh
Gambar 1. Struktur Ekonomi Tahun 2010 sebab itu, ‘pertumbuhan’ wilayah perkotaan banyak
yang disebabkan oleh penggolongan ulang wilayah
pedesaan. Namun demikian, yang terpenting bukanlah
Perubahan struktural sektor pertanian penggolongan lokasi itu sendiri, melainkan perubahan
merupakan terjadinya perubahan komposisi didalam sumber pendapatan dari kegiatan pedesaan ke kegiatan
subsektor pertanian dan menyebabkan terjadinya perkotaan. Memang, sejauh ini perubahan mencolok
perubahan kontribusi sektor pertanian terhadap Produk yang terjadi adalah peningkatan lapangan kerja sektor
Domestik Bruto (PDB). Dalam perubahan struktural, non-pertanian di wilayah perkotaan. Dalam periode
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan yang sama, jumlah pekerja bukan penduduk miskin
stuktural dalam jangka panjang, pada umumnya yang bekerja di sektor tersebut bertambah sebesar 10.5
teknologi sebagai faktor dominan yang mengubah juta, sehingga meningkatkan kontribusi sektor tersebut
kecenderungan pertumbuhan ekonomi suatu negara. bagi total lapangan kerja dari 22 persen pada tahun 1993
Di samping itu, faktor pertumbuhan tenaga kerja juga menjadi hampir 32 persen pada tahun 2002 (McCulloch,
mendorong terjadinya peningkatan produktivitas dan Timmer, dan Weisbrod, 2006). Bukti jangka panjang
pertumbuhan ekonomi melalui fungsi produksi (Romer, ini menunjukkan bahwa proses urbanisasi (termasuk
1994). penggolongan ulang wilayah) dan perpindahan ke
daerah-daerah perkotaan di Indonesia mungkin sama
Artikel ini merupakan bagian dari disertasi pentingnya dengan peralihan dari sektor pertanian ke
dengan judul Dampak Perubahan Struktural Sektor sektor non-pertanian di wilayah pedesaan bagi upaya
Pertanian terhadap Kemiskinan dan Kesempatan kerja. pengurangan kemiskinan.
Penelitian dalam artikel ini bertujuan untuk:
Menurunya kontribusi sektor pertanian
1. Menganalisis kecenderungan perubahan terhadap struktur perekonomian nasional tidak terlepas
struktural sektor pertanian dan menentukan dari adanya beberapa titik lemah dalam kebijakan dan
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya implementasi yang berkaitan dengan pembangunan
perubahan tersebut. ekonomi (termasuk pertanian):
2. Menganalisis���������������������������������
dampak perubahan struktural per- 1.  Ketimpangan kebijakan makro dan mikroekonomi.
tanian dan pertumbuhan ekonomi terhadap
������������
pe-
��� Perhatian pada kepentingan non-pertanian
rubahan kesempatan kerja dan tingkat kemiski- khususnya industri (pertanian menjadi residual)
nan di Indonesia. jauh lebih besar dan melecehkan pemenuhan

Edisi 01/Tahun XIX/2013 19


kebutuhan penduduk serta kesejahteraan petani Terdapat 5 (lima) mekanisme keterkaitan
sering kali terabaikan, sehingga potensi sektor ekonomi antara sektor pertanian dan non pertanian
pertanian secara luas belum dikelola secara optimal. (Rangrajan, 1982 dalam Sipayaung, 2000) sebagai
berikut, Pertama, sektor pertanian menghasilkan
2.    Pembangunan pertanian bias perkotaan. Selama bahan baku bagi sektor non pertanian. Produksi sektor
ini pembangunan pertanian cenderung lebih bias pertanian berupa bahan pangan dan non pangan
perkotaan (menguntungkan penduduk kota dan merupakan input utama dari sektor non pertanian seperti
nilai tambahnya lebih banyak dinikmati penduduk industri pengolahan hasil pertanian dan perdagangan,
kota) dan nyaris mengabaikan tujuan kesejahteraan restoran. Kedua, sektor non pertanian menghasilkan
masyarakat pertanian yang sebagian besar input yang diperlukan oleh sektor pertanian. Pupuk,
tinggal di perdesaan (pertanian dan perdesaan pestisida, mesin peralatan pertanian dan berbagai
termajinalkan). jenis jasa merupakan hasil sektor non pertanian
yang menjadi input sektor pertanian. Ketiga, sektor
3. Bias pembangunan pada beras. Pembangunan
pertanian (rumah tangga pertanian) merupakan pasar
pertanian masa lalu amat bias pada padi
bagi output akhir sektor non pertanian. Bahan pangan
dan beras. Sebagian besar upaya inovasi dan
olahan, sandang dan papan serta berbaga jenis jasa-jasa
pembangunan teknologi program pertanian masa
yang dihasilkan oleh sektor non pertanian di konsumsi
lalu difokuskan pada padi dan beras, sehingga
oleh rumah tangga pertanian. Keempat, keterkaitan
inovasi dan pengembangan teknologi bagi produk
melalui tabungan pemerintah dan investasi publik.
pertanian lainnya berjalan sangat lamban bahkan
Peningkatan investasi publik ini akan meningkatkan
tertinggal. Akibatnya ketika kebijakan diversifikasi
permintaan barang-barang modal yang dihasilkan
konsumsi pangan digalakkan untuk mengurangi
sektor non pertanian. Kelima, keterkaitan melalui
ketergantungan pada beras, kemampuan untuk
perilaku investasi swasta. Harga komoditas pertanian
menyediakan produk pangan non-beras Indonesia
yang relatif rendah dan stabil, akan merangsang
tidak memadai sehingga kesempatan ini diisi oleh
investasi swasta pada sektor non pertanian. Sebaliknya
aneka pangan impor.
kenaikan harga komoditas pertanian akan mengurangi
4. Lemahnya kelompok pendukung kebijakan. insentif investasi swasta pada sektor non pertanian. Hal
Kebijakan lahir antara lain karena desakan ini disebabkan karena naik turunnya harga komoditas
masyarakat kepada policy makers. Kebijakan akan pertanian akan meningkatkan atau menurunkan biaya
berjalan dengan baik bila didukung oleh pemerintah produksi sektor non pertanian baik melalui kenaikan
yang memahami tentang makna dan tujuan atau penurunan biaya bahan baku maupun upah
kebijakan tersebut disertai kelompok pendukung tenaga kerja (Sipayung, 2000).
kebijakan tersebut baik kelompok formal (Partai
Dengan keterkaitan demikian, pertumbuhan
dan Ormas) maupun non-formal di masyarakat.
sektor pertanian dengan pertumbuhan sektor non
Lemahnya peran kelompok pendukung kebijakan
pertanian secara teoritis akan saling mendukung
pertanian untuk mengingatkan ‘penguasa’
pertumbuhan ekonomi agregat. Pertumbuhan
menyebabkan kebijakan diresidualkan bahkan
ekonomi agregat tersebut pada gilirannya akan mampu
disimpangkan implementasinya.
meningkatkan kesempatan kerja dan menurunkan
Memang diakui bahwa tidak mudah tingkat kemiskinan.
membangun sektor pertanian di Indonesia, mengingat
Penulis menyatakan bahwa pertumbuhan
petani yang jumlahnya jutaan dengan luas lahan yang
ekonomi berarti menjadikan sesuatu yang sudah
relatif sempit. Bahkan ada lokasi lahan pertanian yang
ada menjadi lebih (more), sedangkan pembangunan
terpencar-pencar sehingga menyulitkan konsolidasi dan
itu merubah sesuatu yang sudah ada (change) atau
pembinaan, sarana dan prasarana yang tersedia tidak
mewujudkan sesuatu yang belum ada (develop) dan
dimanfaatkan secara baik, sarana transportasi, terutama
untuk mencapai tujuan pembangunan tidak cukup
di luar Jawa, yang kurang mendukung menyebabkan
semata hanya dengan pertumbuhan ekonomi yang
biaya produksi menjadi mahal, dan masih banyak
tinggi. Indikator Economic growth dapat ditunjukkan
contoh yang lain. Disamping itu pertanian juga tidak
dengan terjadinya kenaikan besaran/tingkatan (increase
terlepas dari decreasing returns in production karena
in magnitude), misalnya meningkatnya jumlah lapangan
dibatasi oleh ketersediaan lahan.
kerja, meningkatnya jumlah/nilai produksi, peningkatan

20 Edisi 01/Tahun XIX/2013


pendapatan (more job, more production, more income), kerja yang digunakan dan nilai tukar rupiah terhadap US
dan sebagainya. Sedangkan indikator yang dapat dollar disusun dalam suatu persamaan simultan yang
digunakan untuk menunjukkan adanya economic akan diuraikan lebih lanjut pada bagian metodologi.
development terkait dengan perubahan yang terjadi (in
the change), antara lain masyarakat merasa lebih senang/ Selanjutnya untuk menghitung pendapatan
baik dengan adanya perubahan yang besar dalam nasional dari sisi produksi (penawaran) dalam artikel
kebebasan memilih dari berbagai kesempatan yang ini dihitung nilai produksi non pertanian. Dengan
tersedia misalnya beragamnya lapangan kerja, lebih menjumlakan nilai produksi antara sektor pertanian dan
baik atau beragamnya produk, tersedianya pendapatan sektor non pertanian akan diperoleh produk domestik
dari berbagai jenis pekerjaan (better off different jobs, bruto (tingkat pendapatan nasional dari sisi produksi).
better off different products, income from different jobs), Selanjutnya dari PDB tersebut akan diketahui tingkat
dan sebagainya. Pembangunan ekonomi tidak hanya pertumbuhannya dari tahun ke tahun. Disamping
menyangkut perbaikan nilai fisik, tetapi menyangkut itu dari perhitungan PDB tersebut akan diketahui
perubahan baik dalam tatanan ekonomi, sosial, budaya kontribusi sektor pertanian dan sektor non pertanian
maupun politik. Oleh karena itu pembangunan ekonomi dalam pencapaian PDB.
memiliki implikasi difusi pertumbuhan ekonomi dan
ekspansi kesempatan/peluang ekonomi. Apabila
suatu negara hanya mengejar pertumbuhan ekonomi III. METODE PENELITIAN
yang tinggi seringkali akan memunculkan efek yang
negatif. Oleh sebab itu kenaikan tingkat pertumbuhan Data dan Sumber Data: Data yang digunakan
ekonomi yang “termanaged” dengan baik (growth at an dalam penelitian ini dikumpulkan dari berbagai
efficient rate) akan dapat mengurangi efek resesi yang sumber, dari tahun 1976 sampai dengan tahun 2010
ditimbulkannya. (selama 35 tahun). Data tersebut meliputi data tingkat
pertumbuhan ekonomi nasional, kontribusi sektor dan
Dalam penelitian dampak perubahan struktural subsektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi
sektor pertanian terhadap kesempatan kerja dan nasional, perkembangan tingkat kemiskinan, tingkat
kemiskinan dimulai dari kerangka berpikir berdasarkan kesempatan kerja serta data-data yang terkait dengan
data yang menunjukkan semakin menurunnya variabel-variabel yang diperlukan dalam penelitian ini.
kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik
bruto (PDB )nasional. Kondisi ini disebabkan telah Metode Analisis Data: Metode analisis data
terjadi perubahan struktural sektor pertanian yang menggunakan metode deskriptif dan metode kuantitatif.
dicerminkan dengan perubahan komposisi output Metode deskriptif digunakan untuk melihat dampak
sub sektor pertanian dan penggunaan tenaga kerja perubahan struktural sektor pertanian terhadap
di sub sektor pertanian maupun perubahan di sektor kesempatan kerja dan kemiskinan di Indonesia. Model
non pertanian. Kondisi ini tidak menjadi masalah kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor
sebagaimana logisnya perkembangan suatu negara yang mempengaruhi perubahan struktural sektor
yang beranjak dari sektor pertanian menuju ke sektor pertanian terhadap kesempatan kerja dan kemiskinan
industri dan jasa, apabila perubahan tersebut diikuti di Indonesia. Dalam menduga parameter persamaan
dengan membaiknya kesejahteraan masyarakat, yang digunakan model persamaan simultan yang diduga
dicerminkan dengan berkurangnya angka kemiskinan dengan metode Two-Stages Least Square (2SLS) dengan
dan meningkatnya kesempatan kerja. menggunakan program Statistical Analisis System (SAS).

Untuk melihat pencapaian produksi di sektor Perumusan Model: Perumusan model


pertanian, dalam penelitian ini sektor pertanian dibagi merupakan langkah pertama dan paling penting yang
dalam 5 sub sektor, yaitu sub sektor tanaman pangan harus dilakukan dalam mempelajari berbagai hubungan
dan hortikultura, sub sektor perkebunan, sub sektor antara variabel-variabel dalam bentuk matematik dimana
peternakan, sub sektor kehutanan dan sub sektor suatu fenomena ekonomi dapat dipelajari secara empirik
perikanan. Kontribusi masing-masing sub sektor (Koutsoyiannis, 1977).
terhadap PDB sektor pertanian dicerminkan melalui
Dalam proses pengolahan data terpenuhinya
nilai produksi sub sektor bersangkutan. Faktor-faktor
spesifikasi tanda dan besaran pendugaan parameter
yang mempengaruhi nilai produksi masing-masing sub
model yang telah ditentukan secara apriori menjadi
sektor tersebut, misalnya indek harga, luas lahan, tenaga

Edisi 01/Tahun XIX/2013 21


prioritas. Agar dapat terpenuhinya spesifikasi tanda Perubahan Struktural Sektor Pertanian terhadap
peubah salah satunya dilakukan dengan memasukan Kemiskinan dan Perubahan Kesempatan Kerja di
fungsi lagged. Indonesia, selanjutnya disebut dengan model dampak
perubahan struktural, disajikan pada Gambar 2.

Model persamaan dampak perubahan


Model Dampak Perubahan Struktural struktural sektor pertanian terhadap kesempatan
kerja dan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat pada
Diagram keterkaitan antar variabel-variabel
lampiran.
endogen dan eksogen dalam dalam Model Dampak


PDB SEKTOR
PERTANIAN
(YB1)

IHB2

ER
LHTP INV
YB2 KPER

TKPH

IR WAGE
IHB3

LHKB YB3

DPELI TKT

TKKB

IHB4

YB4 YBT GYBT POV1

TKTR DK

IHB5

YB5 POV2
LHHT

TKHT

DBBM IFL
IHB6
YB6

RAHU

TAHUN
TKIK

YB7
IHB7

MPD TKNP

= variabel eksogen = variabel endogen

Gambar 2. Model Dampak Perubahan Struktural Sektor Pertanian terhadap Kemiskinan dan Perubahan Kesempatan
Kerja di Indonesia

Sesuai dengan kaidah ekonometrika sederhana. Persamaan tersebut di sebut under identified
selanjutnya dilakukan identifikasi model. Persamaan atau unidentified bila perkiraan tak dapat dibuat. Suatu
dalam suatu model simultan dikatakan identified persamaan yang identified bisa just identified dan over
(koefisien dapat diperkirakan), jika angka dari koefisien identfied. Untuk persamaan tepat teridentifikasi (just
struktural dapat diperoleh dari perkiraan koefisien bentuk identified) nilai perkiraan bagi koefisien adalah unik

22 Edisi 01/Tahun XIX/2013


(hanya satu nilai). Sedangkan persamaan teridentifikasi endogen, yang ditunjukkan oleh nilai statistik F. Dalam
lebih (over identified) nilai per-kiraan bagi suatu penelitian ini pengaruh nyata sebagian besar variabel-
koefisien bisa lebih dari satu. variabel penjelas secara individu terhadap variabel
endogen ditentukan pada taraf nyata (α) 0.05, 0.10, dan
Setelah dilakukan identifikasi model proses 0.20. Suatu hal yang menjadi orientasi utama penelitian
selanjutnya adalah melakukan pendugaan ini adalah tanda paratemer dugaan dalam model sesuai
parameter model. Persamaan diduga dengan metode dengan harapan, berdasarkan teori maupun logika
2SLS, karena metode ini cukup toleran terhadap ekonomi.
kesalahan spesifikasi model, kesalahan spesifikasi tidak
ditransfer ke persamaan lain. Penghitungan pendugaan Sudah merupakan evolusi alamiah seiring
parameter persamaan struktural dilakukan dengan dengan proses industrialisasi dimana  pangsa output
program komputer SAS versi 9.1 (Statistical Analysis agregat (PDB) dari pertanian relatif menurun,
System). sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor
skunder lainnya, dan sektor tersier meningkat.
Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap
pembentukan PDB bukan berarti bahwa volume
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
produksi berkurang (pertumbuhan negatif ). Tetapi laju
Model yang digunakan dalam penelitian ini pertumbuhan outputnya lebih lambat dibandingkan
telah mengalami beberapa kali modifikasi karena laju pertumbuhan output disektor-sektor lain.
adanya ketidakkonsistenan hasil dugaan dengan teori,
Dalam sektor pertanian, terjadi perubahan
serta dikarenakan adanya sejumlah dugaan parameter
dalam komposisi persentase sumbangan masing-
tidak nyata. Dari hasil proses spesifikasi, maka model
masing sub sektor pertanian (tanaman pangan dan
akhir yang digunakan dalam penelitian ini adalah
hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan
sebagaimana disajikan pada Lampiran.
perikanan), sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.
Hasil Pendugaan parameter atas model
Dari Gambar 3 terlihat bahwa di dalam sektor
memberikan nilai koefisien determinasi (R2) yang
pertanian, kontribusi sub sektor tanaman pangan dan
cukup bervariasi pada masing-masing persamaan, hal
hortikultura merupakan penyumbang terbesar dalam
ini menunjukkan bahwa terdapat variabel-variabel
sektor pertanian walaupun kontribusinya mengalami
penjelas di dalam model dapat menjelaskan fluktuasi
penurunan. Sedangkan sub sektor perikanan
setiap varibel endogen secara baik, namun terdapat
menunjukkan peningkatan kontribusi dari tahun ke
juga variabel-variabel penjelas yang kurang baik dalam
tahun dalam total produksi pertanian. Sementara sub
menjelaskan fluktuasi setiap varibel endogen. Pada
sektor kehutanan mengalami penurunan walaupun
masing-masing persamaan, variabel penjelas secara
sempat meningkat pencapaian produksinya pada tahun
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel
2002, dan tahun 2003-2009 cenderung menurun.

Gambar 3. Fluktuasi Sumbangan Sub Sektor Sektor Pertanian dalam PDB Sektor Pertanian, Tahun 1975-2009 (Persen)

Edisi 01/Tahun XIX/2013 23


Produksi sub sektor tanaman pangan dan produksi tanaman pangan dan hortikultura sebanyak
hortikultura secara nyata dipengaruhi oleh luas Rp 3.74 milyar, cateris paribus. Dengan kata lain setiap
lahan, tenaga kerja yang digunakan, besarnya kredit tambahan tenaga kerja 1 orang dalam setahun akan
pertanian yang diterima petani, dan tingkat produksi dapat menghasilkan produksi tanaman pangan dan
sub sektor tanaman pangan dan hortikultura tahun hortikultura sebesar Rp 3.74 juta.
sebelumnya. Hal ini tercermin dari nilai parameter
dugaan untuk luas lahan dengan nilai 6.29, artinya Hasil pendugaan parameter untuk keseluruhan
apabila terjadi peningkatan luas lahan tanaman pangan persamaan disajikan pada lampiran. Hasil pendugaan
dan hortikultura seluas seribu hektar maka diduga parameter persamaan permintaan tenaga kerja sub
akan terjadi kenaikan produksi tanaman pangan dan sektor tanaman pangan dan hortikultura disajikan pada
hortikultura sebanyak Rp 6.29 milyar, cateris paribus.
Tabel 2.

Tabel 1. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan


Tabel 2. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan
Produksi Tanaman Pangan dan
Permintaan Tenaga Kerja Sub Sektor
Hortikultura, Tahun 1976-2010
Tanaman Pangan dan Hortikultura
Tahun 1976-2010
Parameter Prob
Variabel Notasi Signifikasi
Dugaan > |t|
Parameter
Produksi Tanaman Pangan dan Variabel Prob > |t| Notasi Signifikasi
YB2 Dugaan
Hortikultra
Permintaan Tenaga Kerja Sub
Intercept -1.896E8 0.0078 A Sektor Tanaman Pangan dan TKPH
Indek Harga Tanaman Pangan dan Hortikultura
-12163.6 0.4493 IHB2
Hortikultura
Intercept 15261681 <.0001 A
Luas Lahan Tanaman Pangan dan
6.292770 0.0429 LHTP A Upah Tanaman Pangan dan
Hortikultura -8.85226 <.0001 WPH A
Horti.
Tenaga Kerja Tanaman Pangan dan
3.736041 <.0001 TKPH A Lag Produksi Tanaman Pangan
Hortikultura 0.065735 <.0001 LYB2 A
dan Hortikultura
Kredit Pertanian 1074.214 <.0001 KPER A
Pertumbuhan Ekonomi 4599.773 0.4892 GYBT
Dana Penelitian -0.21130 0.4782 DPELI
R-Square = 0.96926; F Value = 315.28; Pr > F <.0001; DW=1.769655
Nilai Tukar 818.4379 0.4395 ER

Dummy Krisis -2617563 0.6073 DK
Dummy Kenaikan BBM -3930898 0.5340 DBBM Pada Tabel 2 ditunjukkan bahwa permintaan
Lag Produksi Tanaman Pangan dan tenaga kerja sub sektor tanaman pangan dan
0.779039 <.0001 LYB2 A
Hortikultura hortikultura dipengaruhi secara nyata oleh upah dan
R-Square=0.97530; F-Value=1094.99; Prob F <.0001; DW=2.183811 produksi sub sektor tanaman pangan dan hortikultura
Keterangan: tahun sebelumnya. Kenaikan tingkat upah sebesar Rp.
10 ribu per hari diduga akan menurunkan permintaan
A = Parameter dugaan berbeda nyata dengan nol tenaga kerja sub sektor ini sebesar 8.6 juta orang.
pada taraf nyata (α) 0.05 Sedangkan kenaikan produksi sub sektor tanaman
B = Parameter dugaan berbeda nyata dengan nol pada pangan dan hortikultura tahun sebelumnya sebesar
taraf nyata (α) 0.10 Rp 100 milyar diduga akan meningkatkan permintaan
tenaga kerja pada sub sektor ini sebesar 6.6 juta orang.
C = Parameter dugaan berbeda nyata dengan nol pada
taraf nyata (α) 0.20 Hasil pendugaan parameter persamaan
permintaan tenaga kerja sub sektor tanaman pangan
Hasil dugaan parameter penggunaan tenaga dan hortikultura disajikan pada Tabel 3 dibawah ini.
kerja sebesar 3.74, berarti setiap terjadi penambahan
seribu tenaga kerja, diduga akan dapat meningkatkan

24 Edisi 01/Tahun XIX/2013


Tabel 3. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Tabel 4. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan
Kemiskinan Perdesaan Tahun 1976- Kemiskinan Perkotaan Tahun 1976-2010
2010
Parameter Prob
Variabel Notasi Signifikasi
Parameter Dugaan > |t|
Variabel Prob > |t| Notasi Signifikasi
Dugaan Kemiskinan Perkotaan POV2
Kemiskinan Perdesaan POV1 Intercept -90.5016 0.0507 B

Intercept Lag Produksi Sektor


148.0991 0.0028 A -56E-11 0.0001 LYB7 A
Non Pertanian
Lag Produksi Sektor Pertumbuhan Produksi
-6.46E-9 <.0001 LYB1 A -0.16953 0.0493 GYB7 A
Pertanian Non Pertanian
Pertumbuhan Pertumbuhan Ekonomi 0.131483 0.1650 GYBT C
-0.05851 0.0072 GYB1 A
Produksi Pertanian
Nilai Tukar -0.00003 0.5643 ER
Pertumbuhan
-0.00084 0.9517 GYBT Inflasi 0.011143 0.2272 IFL
Ekonomi
Nilai Tukar Kecenderungan 0.055142 0.0202 Tahun A
0.000117 0.0458 ER A
Dummy Krisis 1.062091 0.0040 DK A
Inflasi 0.008088 0.4086 IFL Dummy Kenaikan BBM 0.006223 0.0507 DBBM A
Kecenderungan R-Square = 0.89526; F Value = 26.71; Pr > F <.0001; DW=2.376132
-0.06069 0.0124 Tahun A

Dummy Krisis 0.624280 0.0809 DK B
Dari hasil estimasi dugaan parameter pada
Dummy Kenaikan -0.11564 0.8058 Tabel 4 dapat diindikasikan bahwa untuk menurunkan
DBBM
BBM kemiskinan di perkotaan memerlukan peningkatan
produksi sektor non pertanian yang cukup besar tetapi
R-Square = 0.94122; F Value = 50.04; Pr > F <.0001; DW=1.264322
kenaikan nilai produksi tersebut hanya dinikmati
oleh kelompok tertentu yang lebih mempunyai
Tingkat pertumbuhan produksi sektor akses terhadap faktor-faktor produksi pada sektor
pertanian apabila meningkat sebesar 1 persen maka non pertanian. Sedangkan pertumbuhan sektor non
diduga jumlah orang miskin diperdesaan akan turun pertanian sebesar 1 persen, maka diduga akan dapat
sebesar 58 ribu orang. Sesuai dengan program menurunkan angka kemiskinan sebesar 169.5 ribu
pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan, orang. Sedangkan hasil yang pendugaan pameter
dari variabel kecenderungan menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tenyata berlawananan dengan
kemiskinan di perdesaan setiap tahun cenderung hipotesis, dimana setiap pertumbuhan ekonomi 1
menurun. persen teryata kemiskinan di perkotaan meningkat
Sedangkan faktor pemicu terjadinya peningkatan 131.5 ribu orang. Hasil pendugaan ini tidak sesuai
kemiskinan di perdesaan adalah kenaikan nilai tukar dengan harapan dan tidak sejalan dengan pengaruh
(depresiasi) dan terjadinya krisis. pertumbuhan sektor non produksi sebagai pembentuk
pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu hasil
Tabel 4 menunjukkan bahwa kemiskinan di pendugaan untuk variabel penjelas pertumbuhan
perkotaan secara nyata dipengaruhi oleh produksi ekonomi terhadap kemiskinan di perkotaan perlu dikaji
sektor non pertanian tahun sebelumnya, pertumbuhan lebih lanjut dan harus hati-hati dalam membacanya
produksi sektor non pertanian, inflasi, kecenderungan sebagai bahan referensi.
dan krisis ekonomi.
Berdasarkan persamaan kemiskinan di
perkotaan dapat diduga bahwa tingkat kemiskinan
diperkotaan dari Tahun 1976-2010 cenderung meningkat
sebanyak 55 ribu orang. Kondisi krisis ekonomi
dan adanya kenaikan harga BBM turut memberikan
kontribusi yang nyata dalam peningkatan kemiskinan

Edisi 01/Tahun XIX/2013 25


yang terjadi di perkotaan, diduga krisis ekonomi dan tingkat pertumbuhan menjadi turun sebesar 0.10
adanya kenaikan harga BBM menyebabkan jumlah persen. Dengan kenaikan nilai tukar sebesae 10 persen,
orang miskin di perkotaan masing-masing meningkat akan memberikan dampak penurunan terhadap share
1.06 juta karena krisis dan 6.2 ribu orang menjadi miskin produksi sektor pertanian terhadap poduksi total
karena adanya kenaikan harga BBM. Besarnya pengaruh sebesar 31.47 persen, sementara share produksi sektor
terjadinya krisis terhadap peningkatan jumlah orang non pertanian semakin meningkat terhadap produksi
miskin dapat menjadi indikasi bahwa sebagian besar total sebesar 11.72 persen. Namun penurunan share
penduduk Indonesia yang ‘lolos’ dari kategori miskin produksi sektor pertanian ini perlu disikapi dengan
dan yang tidak miskin sebenarnya belum beranjak jauh tepat oleh pemerintah karena penurunan share
dari garis kemiskinan, sehingga adanya guncangan produksi sektor pertanian ternyata share tenaga kerja
yang memicu penurunan daya beli masyarakat akan sektor pertanian justru meningkat sebesar 0.79 persen.
menyebabkan sebagian dari masyarakat kembali
menjadi miskin.

Dari hasil simulasi salah satu skenario yaitu V. KESIMPULAN


kenaikan nilai tukar rupiah terhadap US $ diduga
Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh
bahwa kenaikan nilai tukar sebesar 10 persen, akan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
meningkatkan produksi pertanian sebesar 4.43 persen.
Kenaikan nilai tukar ini dapat dibaca sebagai depresiasi 1. Dalam sektor pertanian, terjadi kecenderungan
nilai rupiah terhadap US$. perubahan dalam komposisi kontribusi sumbangan
masing-masing sub sektor pertanian (tanaman
pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan,
Tabel 5. Hasil Simulasi Kenaikan Nilai Tukar kehutanan, dan perikanan). Sub sektor tanaman
Rupiah terhadap US$ sebesar 10 pangan dan hortikultura merupakan penyumbang
persen terbesar dalam produksi sektor pertanian walaupun
mengalami penurunan. Sedangkan sub sektor
Simulasi ER naik 10% perikanan menunjukkan peningkatan kontribusi
Variabel
Simulasi Dasar dari tahun ke tahun dalam total produksi pertanian.
Endogen
Dugaan Perubahan (%) Sub sektor kehutanan mengalami penurunan
YB1 1.99E+08 2.08E+08 4.43 walaupun sempat meningkat pencapaian
produksinya pada tahun 2002, dan tahun 2003-
YB7 9.60E+08 9.60E+08 0.00 2009 cenderung menurun. Dalam perekonomian
YBT 1.16E+09 1.17E+09 0.76 nasional, kontribusi sektor pertanian semakin
TKTP 29498199 29974918 1.62 menurun dan sektor non pertanian semakin
TKNP 44317947 44316761 0.00 meningkat kontribusinya.

TKT 73816147 74291679 0.64 2. Perubahan struktural sektor pertanian dipengaruhi


POV1 25.7565 25.7628 0.02 perubahan komposisi produksi sub sektor
pertanian dan perubahan penggunaan tenaga
POV2 18.1563 18.1406 -0.09
kerja pada masing-masing sub sektor pertanian
GYBT 18.3444 18.3259 -0.10 diiringi dengan peningkatan kontribusi produksi
pYB1 0.2714 0.186 -31.47 dan penggunaan tenaga kerja yang meningkat
pYB7 0.7286 0.814 11.72 pada sektor non pertanian.
pTKTP 0.4050 0.4082 0.79 3. a. Perubahan struktural sektor pertanian akan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Peningkatan nilai tukar ini akan meningkatkan
angka kemiskinan di perdesaan sebesar 0.02 persen, yang selanjutnya berpengaruh terhadap
sementara angka kemiskinan di perkotaan akan turun penurunan angka kemiskinan di perdesaan
sebesar 0.09 persen. Dari hasil simulasi dengan skenario dan diperkotaan dengan kecenderungan
penurunan nilai tukar sebesar 10 persen, ternyata kemiskinan di perdesaan yang setiap tahun
cenderung menurun, sedangkan kemiskinan di

26 Edisi 01/Tahun XIX/2013


perkotaan cenderung meningkat. Namun, faktor dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Namun
pemicu terjadinya peningkatan kemiskinan mengingat sebagian besar penduduk miskin berada
di perdesaan dan perkotaan adalah kenaikan di perdesaan dan berada di sektor pertanian, kiranya
angka inflasi dan terjadinya krisis. pemerintah perlu melakukan penajaman pembangunan
perdesaan dengan tetap menjadikan pembangunan
b. Penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap
sektor pertanian sebagai tumpuan pembangunan yang
perekonomian nasional ternyata secara relatif
menjadi satu kesatuan (memperhatikan keterkaitannya)
tidak merubah prosentase tenaga kerja yang
dengan pembangunan sektor yang lainnya untuk
bekerja di sektor pertanian terhadap jumlah
menampung tenaga kerja yang terdapat di perdesaan
angkatan kerja nasional, yaitu sekitar 44 persen.
agar tidak ‘lari’ ke perkotaan.
Angka ini menunjukkan bahwa penyerapan
tenaga kerja di sektor pertanian masih Pemerintah perlu melakukan upaya-upaya
dominan dibandingkan sektor lainnya. Namum yang dapat menjamin petani untuk mendapatkan akses
peningkatan permintaan tenaga pada sektor terhadap suberdaya produktif, kredit pertanian dan
non pertanian akan terus berlangsung sejalan akses ke pasar serta jaminan harga terhadap produk
dengan proses perubahan struktural sektor pertanian.
pertanian, dimana jumlah orang yang bekerja
pada sektor pertanian akan semakin menurun --o0o--
dan pada sektor non pertanian jumlah orang
yang bekerja akan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
c. Dengan melihat dampak krisis yang diikuti
dengan naiknya inflasi dan menurunnya tingkat Badan Pusat Statistik. 2011. Data Strategis BPS. Badan
pertumbuhan ekonomi dapat disimpulkan Pusat Statistik, Jakarta.
bahwa krisis akan memperparah kondisi
kemiskinan di perdesaan dan di perkotaan. Chenery. H. B. 1979. Structural Changes and Development
Besarnya pengaruh krisis dan inflasi terhadap Policy. The World Bank, Washington D.C.
peningkatan jumlah orang miskin dapat menjadi
Hayami, Y and Ruttan, V. W. 1973. Agricultural Develop-
indikasi bahwa sebagaian besar penduduk
ment: An International Perspective. Review by
Indonesia yang ‘lolos’ dari kategori miskin dan
Johnston, B. F. Journal of Economic Literature, 11
yang tidak miskin sebenarnya belum beranjak
(1): 133-135.
jauh dari garis kemiskinan, sehingga adanya
guncangan akan membuat mereka kembali Intriligator, M.D., R. Bodkin, and C. Hsiao. 1996.
menjadi miskin. Econometric Models, Techniques and
Applications Second Edition. Prentice-Hall, Inc,
Englewood Cliffs, New Yersey.
VI. PENUTUP
Johnston, F. 1970. Agriculture and Structural Transfor-
Dengan melihat bahwa perubahan struktural mation in Developing Countries: A Survey of Re-
merupakan proses yang akan terjadi di negara yang search. Journal of Economic Literature, 8(2): 369
sedang membangun, maka dengan melihat semakin – 404.
menurunnya kontribusi sektor petanian terhadap
perekonomian nasional maka pemerintah harus Laitner, J. 2000. Structural Change and Economic
menerapkan kebijakan yang menjamin pembangunan Growth. The Review of Economic Studies, 67 (3):
pertanian tetap mampu menjaga ketahanan pangan 545-561.
nasional dan meningkatkan produktifitas tenaga kerja di
Laitner,J. 2000. Structural Change and Economic
sektor pertanian. Dengan kata lain penurunan kontribusi
Growth. The Review of Economic Studies, Vol. 67
sektor pertanian, walaupun secara nominal nilainya
(3): 545-561.
meningkat, harus diikuti dengan ‘keluarnya’ tenaga kerja

Edisi 01/Tahun XIX/2013 27


Pindyck, R.S. and D.L. Rubinfeld. 1998. Econometric Vogel, S. J. 1994. Structural Changes in Agriculture;
Model and Economics Forecasts. Fourth Edition. Production Linkages and Agricultural Demand-
Irwin Me Graw-Hill Book, Singapore. Led Industrialization. Oxford Economic, 46: 135-
156.
Priyarsono, D.S. 2005. Revitalisasi Pertanian: Mulai Dari
Mana?. Brighten Institute, Bogor. Yudhoyono, S.B. 2004. Pembangunan Pertanian dan
Perdesaan sebagai Upaya mengatasi Kemiskinan
Rozelle, S and J. F.M. Swinneni. 2004. Success and dan Pengangguran: Analisis Ekonomi-Politik
Failure of Reform: Insights from the Transition of Kebijakan Fiskal. Disertasi Doktor. Sekolah
Agriculture. Journal of Economic Literature, 42 :. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
404-456.

28 Edisi 01/Tahun XIX/2013


Edisi 01/Tahun XIX/2013 29
30 Edisi 01/Tahun XIX/2013
Edisi 01/Tahun XIX/2013 31
32 Edisi 01/Tahun XIX/2013

Das könnte Ihnen auch gefallen