Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Dosen Pembimbing :
Ns. NETTI, S.Kep, M. Pd
Oleh :
RIFQA NURUL HUSNA
193110150
2A
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2020/ 2021
MANFAAT TEKNIK NAPAS DALAM PADA PENERITA ASMA BERDASARKAN JURNAL :
7. Menurunkan gejala dyspnea, sehingga terjadi peningkatan perfusi dan perbaikan kinerja
alveoli untuk mengefektifkan difusi oksigen yang akan meningkatkan kadar O2 dalam
paru dan terjadi peningkatan pada saturasi oksigen.
Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi Terhadap Saturasi Oksigen
dan Frekuensi Nafas Pada Pasien Asma
Abstract
Asthma is a disorder of chronic inflammation of the airways which causes shortness of breath so that
in clinical conditions there will be a decrease in oxygen saturation. One intervention that can be done
in asthma patients to maximize pulmonary ventilation is diaphragmatic breathing exercises. This
study aimed to determine the effect of deep breath and position on the oxygen saturation (SpO2) and
respiratory rate (RR)in asthma patients. This study used a quasi-experimental design with pretest-
posttest with control group. In this study the sample was taken using consequtives sampling with 15
people in one group and the entire study sample was 30 people. Measuring the SpO2 value of patients
using Oxymetri and the frequency of breathing using a stopwatch for one minute. Intervention of deep
breathing techniques and positioning and after observation for 30 minutes. The analysis used the
Mann Whitney test. The results of the study showed the influence of deep breathing intervention and
position on the SpO2 value of asthma patients (P Value = 0.001) and there was influence of deep
breathing intervention and position on the RR value of asthma patients (P Value = 0.001). Asthma
can be realized by proper management of asthma. Appropriate management includes making lung
function close to normal, preventing recurrence of the disease to prevent death.
Abstrak
Asma adalah kelainan inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan sesak napas sehingga dalam
keadaan klinis dapat terjadi penurunan saturasi oksigen. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan
pada pasien asma untuk memaksimalkan ventilasi paru adalah latihan pernapasan diafragma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi nafas dalam dan posisi terhadap nilai
saturasi oksigen dan frekuensi nafas pada pasien Asma. Desain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah quasi eksperimen dengan rancangan pretest-posttest with control group. Dalam penelitian ini
sampel diambil menggunakan consequtive sampling dengan 15 orang dalam satu kelompok dan
seluruh sampel penelitian adalah 30 orang. Pengukuran nilai SpO2 pasien dengan menggunakan
oxymetri dan frekuensi nafas menggunakan stopwatch selama satu menit. Intervensi teknik nafas
dalam dan pengaturan posisi dan setelah observasi selama 30 menit. Analisis yang digunakakan uji
mann whitney. Hasil penelitian ada pengaruh intervensi nafas dalam dan posisi terhadap nilai SpO2
pasien asma (P Value = 0,001) dan ada pengaruh intervensi nafas dalam dan posisi terhadap nilai RR
pasien asma (P Value = 0,001). Peningkatan kualitas hidup pasien asma dapat diwujudkan dengan
penatalaksanaan asma yang tepat. Penatalaksanaan yang tepat diantaranya membuat fungsi paru
mendekati nilai normal, mencegah kekambuhan penyakit hingga mencegah kematian.
METODE
Jenis Kelamin
Laki-laki 6 (40%) 6 (40%)
Perempuan 9 (60%) 9 (60%)
Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil 42,87 tahun dengan SD 21,83 dengan 95%
analisis yang didapatkan bahwa rata-rata diyakini rata-rata usia responden pada
usia responden pada kelompok penelitan ini 30,78-54,96. Hasil analisis
intervensi adalah 40,80 tahun dengan jenis kelamin menunjukkan bahwa pada
SD 18,218 hasil estimasi interval dapat kelompok intervensi dan kelompok kontrol
disimpulkan bahwa 95% diyakini rata- responden penelitian ini mengidentifikasi
rata usia responden pada penelitan ini bahwa lebih dari sebagian (60%)
30,71-50,89, sedangkan pada kelompok responden pada penelitian ini adalah
kontrol rata-rata usia responden adalah perempuan.
Dari tabel 2 didapatkan hasil analisis rerata Tabel 2 juga menggambarkan hasil
nilai SpO2 responden sebelum diberikan analisis rerata nilai RR responden sebelum
nafas dalam dan pengaturan posisi untuk diberikan nafas dalam dan pengaturan
kelompok intervensi adalah 94,00 dengan posisi untuk kelompok intervensi adalah
standar deviasi 1,81 serta 95% diyakini 30,00 dengan standar deviasi 1,36 serta
rata-rata nilai SpO2 pada kelompok 95% diyakini rata-rata nilai RR pada
kontrol sebelum diberikan intervensi 93 kelompok kontrol sebelum diberikan
sampai 95, sedangkan untuk kelompok intervensi 29,25 sampai 30,75, sedangkan
kontrol didapatkan hasil analisis rerata untuk kelompok kontrol didapatkan hasil
nilai responden sebelum di berikan analisis rerata nilai responden sebelum
pengaturan posisi adalah 93,13 dengan diberikan pengaturan posisi adalah 30,93
standard deviasi 2,29 serta 95% diyakini dengan standar deviasi 2,18 serta 95%
rata-rata nilai SpO2 pada kelompok diyakini rata-rata nilai RR pada kelompok
kontrol sebelum diberikan intervensi 91,86 kontrol sebelum diberikan intervensi 29,72
sampai 94,40. sampai 32,14.
Tabel 3. Perbedaan Rata-rata Nilai SPO2 Sebelum dan Setelah Intervensi pada Kelompok
Intervensi dan Kontrol di IGD RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2018
*Wilcoxon
Tabel 3 didapatkan hasil analisis SpO2 posisi. Sementara hasil analisis SpO2
untuk kelompok intervensi menunjukkan untuk kelompok kontrol menunjukkan
nilai P value = 0.001< 0.05 sehingga dapat nilai P value = 0.001< 0.05 sehingga dapat
disimpulkan ada beda rata rata antara nilai disimpulkan ada beda rata rata antara nilai
SpO2 sebelum dan setelah diberikan SpO2 sebelum dan setelah diberikan
intervensi nafas dalam dan pengaturan pengaturan posisi.
sesuai dengan pernyataan Weinner et al. khususnya pada pasien asma teknik
(2004) yang menyatakan bahwa pasien pernapasan ini dapat mencegah
asma akan mengalami kelemahan pada terjebaknya udara dalam paru dikarenakan
otot-otot pernafasan. adanya obstruksi jalan nafas (Price dan
Wilson, 2006). Hal tersebut sesuai dengan
Gambaran Rata-rata Perubahan Nilai pernyataan Weinner et al. (2004) yang
SPO2 dan Frekuensi Nafas Setelah menyatakan bahwa dengan melatih otot-
diberikan Intervensi Nafas Dalam dan otot pernafasan akan meningkatkan fungsi
Posisi. otot respirasi, beratnya gangguan
pernafasan akan berkurang, dapat
Dari hasil penelitian ini dilakukan uji beda meningkatkan toleransi terhadap aktivitas,
dua mean setelah dilakukan intervensi serta dapat menurunkan gejala dispnea.
posisi dan nafas dalam pada pasien asma
didapatkan nilai SpO2 post mean 98,33 Pengaruh Intervensi Nafas Dalam dan
median 99,00 dan standar deviasi 1,17 Posisi Terhadap Nilai SPO2 dan
dengan nilai p value sebesar 0,001 < 0.05 Frekuensi Nafas.
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan nilai SpO2 antara kelompok Hasil penelitian (Singal dkk, 2013)
intervensi yang diberikan intervensi ditemukan 64% pasien lebih baik dalam
melalui nafas dalam dan pengaturan posisi 30-45°, 24% pada posisi 60°, dan
posisidengan kelompok kontrol yang 12% pasien lebih baik dalam posisi 90°.
hanya diberikan pengaturan posisi. Sama dengan penelitian (Safiri, 2011)
menunjukkan bahwa ada pengaruh yang
Nilai frekuensi nafas post mean 24,47 signifikan pemberian posisi semi fowler
median 25,00 dan standar deviasi 1,30 terhadap penurunan sesak napas pada
dengan nilai p value sebesar 0,000 <0.05 pasien asma dengan nilai sig. 0,006 (α
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada 0,05). Secara teori, melalui latihan
perbedaan nilai RR antara kelompok pernafasan akan menyebabkan
intervensi yang diberikan intervensi peningkatan peredaran darah ke otot-otot
melalui nafas dalam dan pengaturan posisi pernafasan. Lancarnya aliran darah akan
dengan kelompok kontrol yang hanya membawa nutrisi (termasuk kalsium dan
diberikan pengaturan posisi. Sejalan kalium) dan oksigen yang lebih banyak ke
dengan penelitian sebelumnya yang otot-otot pernafasan. Kekuatan otot
dilakukan oleh (Susanto, 2015) pernafasan yang terlatih ini akan
mendapatkan hasil nilai saturasi perifer meningkatkan compliance paru dan
pada pasien asma sebelum dilakukan mencegah alveoli menjadi kolaps
intervensi napas dalam dengan nilai rata (ateletaksis) (Guyton, 2007).
rata 93,80% dan setelah dilakukan
intervensi napas dalam didapatkan nilai Pernafasan diafragma yang dilakukan
rata rata 95,32%. berulang kali secara teratur dan rutin dapat
membantu seseorang menggunakan
Teori menyatakan bahwa Diaphragmatic diafragmanya secara benar maka ketika dia
Breathing Exercise dapat menyebabkan bernafas akan terjadi peningkatan volume
pernapasan menjadi lebih efektif dengan tidal, penurunan kapasitas residu
menggunakan otot diafragma dan fungsional, dan peningkatan pengambilan
oksigen yang otot-otot
optimal (Smith, pernafasan dapat
2004). Melatih meningkatkan
74 | Jurnal Keperawatan Raflesia, Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
i
Badan Penelitian on/toolstempl
dan ates/entertain
Pengemban mented/tips/
gan AsthmaWom
Kesehatan en.html.
Departeme
Departemen
n
Kesehatan
Kesehatan
RI. (2009).
RI. (2013).
Pedoman
Laporan
pengendali
riset
an penyakit
kesehatan
asma.
dasar
Jakarta:
(Riskesdas)
Depkes RI.
2013.
Jakarta. Global Initiative
for Asthma
Badan Penelitian
(GINA).
dan
(2015).
Pengemban
Global
gan
strategy for
Kesehatan
asthma
Departeme
managemen
n
t and
Kesehatan
prevention.
RI. (2018).
Laporan
riset
kesehatan
dasar
(Riskesdas)
2018.
Jakarta.
Black, J. M. &
Hawks, J.
H. (2010).
Medical
surgical
nursing:
Clinical
manageme
nt for
positive
outcomes.
(8th ed.).
Singapore:
Elsevier.
Guyton, H. (2007). Buku ajar fisiologi Susanto, M., & Ardiyanto, T. (2015). Pengaruh
kedokteran. (edisi ke-1). Jakarta: EGC. terapi nafas dalam terhadap perubahan
saturasi oksigen perifer pada pasien
Mayuni, et al. (2015). Pengaruh diaphragmatic asma di rumah sakit wilayah Kabupaten
breathing exercise terhadap kapasitas Pekalongan.
vital paru pada pasien asma di wilayah
kerja puskesmas III denpasar utara. Wedri, dkk. (2013). Saturasi oksigen perkutan
COPING Ners Jurnal, 3(3), 31-36. dengan derajat keparahan asma.
Politeknik Kesehatan Denpasar. Bali.
Potter & Perry. (2006). Buku ajar fundamental
keperawatan. (edisi ke-4). Jakarta: Weinner, et al. (2004). Terapi pernapasan
EGC. pada penderita asma. Universitas
negeri: Yogyakarta.
Price & Wilson. (2006). Patofisiologi: Konsep
klinis proses penyakit. Jakarta: EGC. WHO. (2017). Asthma. Diunduh dari
https://www.who.int/news-room/fact-
Shaffer, T., Wolfson, M., & Bhutani, V. sheets/detail/asthma.
(2012). Respiratory Muscle Function
Assesment And Training. United States Yunus, F. (2005). Senam asma Indonesia.
Of America : Physical therapy journal Jakarta: Yayasan Asma Indonesia
of the american physical therapy FKUI.
association.
Zein, J. G., & Erzurum, S. C. (2015). Asthma
Safiri, R. (2011). Keefektifan pemberian posisi is Different in Women. Current allergy
semi fowler terhadap penurunan sesak and asthma reports, 15(6), 28.
napas pada pasien asma di ruang rawat doi:10.1007/s11882-015-0528-y.
inap kelas III RSUD Dr. Moewardi.
Surakarta.